157
LAMPIRAN
158
159
Lampiran 1: Hasil pengolahan regersi logistik
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N 7099 0 7099 0 7099
Included in Analy sis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0
a. If weight is in ef f ect, see classif ication table f or the total number of cases.
Dependent Vari able Encoding Original Value Tidak Miskin Miskin
Internal Value 0 1
Categorical Variables Codings
Frequency Berwirausaha
Sakit kronis
Berusaha dibantu buruh tetap/tdk tetap Berusaha sendiri Buruh/pegawai/karyawan Pekerja bebas di pertanian/non pertanian/tdk dibayar/tdk ker Tidak bekerja tidak sakit sakit tidak kronis sakit kronis
Block 0: Beginning Block
(1)
Parameter coding (2) (3)
(4)
884
1.000
.000
.000
.000
1676 3143
.000 .000
1.000 .000
.000 1.000
.000 .000
260
.000
.000
.000
1.000
1136 5633 1434 32
.000 .000 1.000 .000
.000 .000 .000 1.000
.000
.000
160
Classification Tablea,b Predicted
St ep 0
Observ ed poor3
poor3 Tidak Miskin Miskin 2104159 0 47581 0
Tidak Miskin Miskin
Ov erall Percentage
Percentage Correct 100.0 .0 97.8
a. Constant is included in the model. b. The cut v alue is .500
Variables in the Equation Step 0
Constant
B -3.789
S.E. .005
Wald 668076.3
df 1
Sig. .000
1 4 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 14
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .040 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Variabl es not in the Equation St ep 0
Variables
x1_educ x2_statush x2_statush(1) x2_statush(2) x2_statush(3) x2_statush(4) x3_prodv x4_umur x5_jk x6_sehat x6_sehat(1) x6_sehat(2) X7_jamsh x8_jart x9_kredi x10_suku
Ov erall Stat istics
Score 22208.172 11054.323 1031.974 4745.285 4524.746 3858.493 1083.927 4.222 53.677 114.084 68.966 48.430 1870.323 54636.939 21.364 684.134 83152.414
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients St ep 1
St ep Block Model
Chi-square 73726.895 73726.895 73726.895
df 14 14 14
Sig. .000 .000 .000
df
Exp(B) .023
161
Model Summary St ep 1
-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 383094.46a .034
Nagelkerke R Square .176
a. Estimation terminat ed at iteration number 8 because parameter est imat es changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 2068.632
df 8
Sig. .000
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
St ep 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
poor3 = Tidak Miskin Observ ed Expected 216338 215970.3 192435 192705.7 215436 214501.2 210190 209678.3 225893 225214.6 211671 211990.3 211864 211693.2 210517 210924.7 208122 208665.8 201693 202814.9
poor3 = Miskin Observ ed Expected 0 367.734 867 596.280 0 934.773 751 1262.676 1200 1878.374 2758 2438.734 3256 3426.799 5400 4992.283 8649 8105.208 24700 23578.138
Total 216338 193302 215436 210941 227093 214429 215120 215917 216771 226393
Classification Tablea Predicted
St ep 1
Observ ed poor3 Ov erall Percentage
a. The cut v alue is .500
Tidak Miskin Miskin
poor3 Tidak Miskin Miskin 2103980 179 47412 169
Percentage Correct 100.0 .4 97.8
162
Variables in the Equation Sta ep 1
x1_educ x2_statush x2_statush(1) x2_statush(2) x2_statush(3) x2_statush(4) x3_prodv x4_umur x5_jk x6_sehat x6_sehat(1) x6_sehat(2) X7_jamsh x8_jart x9_kredi x10_suku Constant
B 1.451
S. E. .012
-.625 .480 .141 1.026 .231 -.468 .066
.026 .021 .022 .027 .017 .020 .016
-.309 .540 .086 .511 .403 -.317 -7.750
.013 .063 .012 .002 .041 .011 .051
Wald 13515.951 5181.940 562.366 519.019 40.489 1495.945 181.593 550.153 16.240 654.389 560.254 73.646 49.470 45246.542 94.422 769.906 22684.054
df 1 4 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Exp(B) 4.268 .535 1.616 1.152 2.790 1.260 .626 1.068 .734 1.716 1.090 1.667 1.496 .728 .000
a. Variable(s) entered on step 1: x1_educ, x2_statush, x3_prodv , x4_umur, x5_jk, x6_sehat, X7_ jamsh, x8_jart, x9_kredi, x10_suku.
163
Lampiran 2: Contoh Hasil Studi Mendalam
Kota Administrasi : Jakarta Utara Kecamatan : Cilincing Kelurahan : Marunda No. Responden : 16 Nama : Hll – Betawi ____________________________________________________________________ Hll (40 tahun) hanya bersekolah hingga bangku kelas tiga SD. Suaminya (55) tahun, bernama Saidi, tidak pernah mengenyam pendidikan. Saidi bekerja sebagai kuli empang dengan penghasilan saat itu sekitar Rp 250.000,00 per bulan. Hll memiliki lima orang anak yang kelimanya belum menikah. Anak pertamanya seorang laki-laki yang bernama Sapiih. Ia bersekolah hingga kelas tiga SD. Saat ini pemuda berusia 25 tahun tersebut tidak memiliki pekerjaan. Anak keduanya seorang perempuan, 22 tahun, hanya bersekolah hingga kelas empat SD, namun saat ini ia bekerja sebagai buruh jahit. Anak ketiganya, Rudi (18) tahun, hanya bersekolah hingga kelas dua SD. Saat ini ia tidak bekerja. Dua anaknya yang terakhir masih bersekolah. Mereka adalah Santi (14 tahun) yang saat itu kelas dua SMP dan Yani (11 tahun) yang duduk di kelas 3 SD. Hll mengatakan “susah terus hidup ibu, tapi ibu mah pasrah aja, ditabahtabahin dah. Pengen anak pinter tapi ga cukup uangnya. Ketiga anak tertua ibu cuma bisa SD, itu juga putus sekolah ga ampe tamat. Moga-moga anak ibu yang keempat ama yang kelima bisa lebih tinggian sekolahnya”. anak ibu nampaknya memilih untuk tabah menjalani kesulitan dalam hidupnya. Hll tidak berencana apa pun dalam menjalani hidupnya. Bila menabung alasannya pun sangat sederhana. “Kalo soal nabung mah ibu ga punya rencana apa-apa, buat makan hari esok aja,” kata ibu yang lahir di Marunda ini. Mengenai kemungkinan untuk memanfaatkan sumberdaya alam pun,
Hll
nampaknya tidak berminat. Ibu yang sederhana ini tinggal di rumah seluas 50 m 2, yang sudah sejak dulu ia tempati.
164
Seperti responden lainnya, Hll tidak memiliki tokoh panutan. Pada sisi lain, ia mengganggap penting untuk membina hubungan baik dengan tetangga. “Penting buat tolong menolong,” katanya meski hal itu bukan berarti ia menggantungkan hidupnya kepada tetangga. Hll menyetujui pendapat yang mengatakan “banyak anak banyak rezeki”. Hll merasa keteratasan ketrampilan yang dimilikinya lah yang membuat dirinya tidak bisa berpartisipasi bekerja.
Oleh sebab itu ia menaruh harapan
pendidikan yang lebih baik untuk kedua anaknya yang terakhir. diharapkannya adalah uang untuk biaya sekolah.
Bantuan yang
165
Kota Administrasi : Jakarta Utara Kecamatan : Cilincing Kelurahan : Marunda No. Responden : 17 Nama : Myn– Betawi ____________________________________________________________________ Myn, 45 tahun, ibu dari lima orang anak sehari-hari kegiatannya mengurus rumah tangga (tidak bekerja). Dua diantara anaknya sudah berkeluarga dan tinggal terpisah. Suami Myn bekerja sebagai tukang ojek. Seperti dirinya beserta suami yang hanya mengenyam pendidikan hingga bangku Sekolah Dasar, keempat anaknya pun hanya berhasil menamatkan pendidikan dasarnya. Sementara, anak bungsunya saat itu masih bersekolah di kelas empat SD. Myn merasa kehidupannya penuh kesulitan.
“Sudah nasib,” katanya.
Ia menjalani saja kehidupannya tanpa
memikirkan rencana di masa depan. Dalam menjalani kehidupannya, Myn hanya berusaha untuk selalu berhemat. “Agar bisa makan,” katanya beralasan. Myn yang lahir dan tinggal sejak dulu di wilayah Marunda ini sebenarnya menginginkan anakanaknya mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Namun ia mengaku tidak punya uang untuk mewujudkannya. Myn memandang alam bukan sebagai sumber daya yang perlu dilestarikan maupun dimanfaatkan. Ia memilih untuk pasrah saja terhadap alam. Mengenai tempat tinggal, ia beserta keluarga tinggal di atas lahan seluas 50 m2, lahan yang merupakan warisan dari ibunya “punya tanah dikit warisan emak 50 m2”. Tak seorang pun yang menjadi tokoh panutan Myn. Di sisi lain, Myn merasa penting untuk membina hubungan baik dengan keluarga. “Tempat meminta tolong bila sewaktu-waktu mendapat kesulitan,” katanya.
Namun hal ini bukan berarti
dirinya menggantungkan kehidupannya kepada orang lain. Mengenai pendapat yang mengatakan „banyak anak banyak rezeki‟, Myn mengaku tidak sependapat. Menurut Myn sulitnya kehidupan disebabkan oleh sulitnya mencari uang. Untuk memperbaiki kehidupannya ia berharap mendapat bantuan berupa uang untuk membeli kebutuhan hidup.
166
Kota Administrasi : Jakarta Utara Kecamatan : Cilincing Kelurahan : Marunda No. Responden : 18 Nama : Mnr – Betawi ____________________________________________________________________ Mnr, 48 tahun, merupakan istri dari Sidik, 57 tahun. Mereka warga Betawi asli.
Tidak seperti responden lainnya yang paling tidak pernah mengenyam
pendidikan, Mnr dan Sidik tidak pernah bersekolah. Namun ketiga anaknya, Muniroh (25 tahun), Salma (23 tahun), dan Wari (20 tahun), dapat bersekolah meski hanya sampai dengan tingkat sekolah dasar. Sidik bekerja sebagai kuli empang.
Mnr
beserta ketiga anaknya (dua diantaranya telah menikah), tidak bekerja. Dalam menjalani kehidupannya, Mnr dan keluarga memilih untuk berpikir sangat sederhana. Mereka merasa hidup yang mereka jalani begitu penuh kesulitan, namun di sisi lain Mnr mengatakan cita-citanya yang penting besok bisa makan kenyang. Dengan lugunya ia mengemukakan bahwa yang membuat dirinya beserta keluarga bisa hidup lebih baik bila “banyak mendapat suruhan kuli empang”. Hakekat bekerja bagi Mnr adalah untuk mendapatkan rezeki.
Dulu Mnr
berjualan ikan, namun sayang sekarang sudah tidak berjualan karena tidak ada modal. Selain itu, keadaan Mnr saat ini tidak memungkinkan untuk bekerja karena sakit. Pandangan Mnr mengenai hakekat waktu, ia hanya memikirkan bagaimana kehidupan yang ia jalani saat ini. “Berhemat itu penting biar besok bisa makan,” ungkap ibu yang lahir di Kalibaru Jakarta yang pindah ke Marunda karena mengikuti suaminya itu. Rencana untuk pendidikan anak pun bukan suatu hal yang menjadi rencana bagi Mnr. Hakekat pemanfaatan sumber daya alam, Mnrh mengaku untuk pasrah saja, tidak berusaha memanfaatkan dan tidak berupaya untuk melestarikan.
Ia dan
keluarga tinggal di lahan seluas 50 m2, merupakan tanah warisan yang diberikan oleh mertua. Melihat bagaimana Mnr menjalani kehidupannya, tak mengherankan bila tak seorang pun yang menjadi figur/tokoh panutan. Mnr hanya berprinsip yang penting
167
ia selalu berusaha menjaga hubungan baik dengan tetangga. Tetangga merupakan tempat untuk meminta pertolongan saat dalam kesulitan, meski ini bukan berarti ia menggantungkan hidupnya dengan tetangga. Di sisi lain, Mnr termasuk pribadi yang menyetujui pandangan yang mengatakan „banyak anak banyak rezeki‟. “Berharap mendapat pertolongan di masa tua,” katanya. Mnr memahami bahwa kesulitan hidupnya disebabkan pendapatan rumah tangga yang tidak memadahi, sementara harga barang-barang terus saja melambung tinggi. Ia tak mengerti bagaimana ia bisa keluar dari lingkaran kemiskinan yang dialaminya. Dengan pemikiran yang sangat sederhana ia hanya berharap bantuan berupa uang dari pemerintah untuk membeli kebutuhan sehari-hari “kepengennya dapet bantuan uang buat beli kebutuhan sehari-hari”.
168
Kota Administrasi : Jakarta Selatan Kecamatan : Tebet Kelurahan : Menteng Dalam No. Responden : 22 Nama : Dsp - Pendatang ______________________________________________________________________________ Dsp seorang kepala rumah tangga. Ia tinggal di pinggir tempat pemakaman umum. Mata pencarian utamanya adalah usaha warung yang menjual minuman, kudapan, rokok, dan beberapa keperluan sehari-hari seperti, obat nyamuk, korek api, obat ringan yang boleh dijual bebas, dan sebagainya. Ia merasa kehidupannya saat ini masih perlu diperbaiki. Ada usaha konkrit yang diupayakannya agar hidupnya dapat lebih baik.
Ia berpikir jangan sampai anaknya putus
sekolah. Oleh sebab itu, untuk menambah penghasilannya, ia menjual tanaman hias di dalam pot. Tanaman yang akan dijual ia tanam sendiri. Ia menggunakan pupuk yang dibuatnya sendiri, berupa pupuk semacam kompos.
Menurutnya, uang untuk membeli pupuk lebih baik
dipergunakan untuk menambah ongkos anak sekolah. Selain itu, ia sering menjajakan minuman dagangannya kepada pengunjung makam yang sedang berziarah. Di sela kesibukannya bekerja untuk mencari rezeki, ia ingin memajukan usaha dagangnya dengan anggapan bila dagangannya lebih banyak dan lebih bervariasi, maka tingkat penghasilannya dapat lebih banyak. Ia merasa cocok dengan pekerjaan yang dilakukannya. Menurutnya, dengan pendidikan yang hanya hingga kelas tiga SD, ia tidak mungkin mencari jenis pekerjaan yang lain. “Kepengen memperbaikin hidup, biar anak gak putus sekolah, nanam bunga bougenvile, jualan teh botol di pemakaman, penggali kuburan, bikin warung usaha saya. Pendidikan hanya sampe kelas tiga SD, ga ada pilihan lain mending berdagang aja” kata Dsp. Dsp beranggapan bahwa dalam hidup ini masih ada masa depan yang perlu dipikirkan. Ia sering menabung untuk membayar uang sekolah dan keperluan untuk sekolah bagi kedua anaknya yang saat ini duduk di kelas dua SD dan kelas tiga SMEA. Ia juga beranggapan bahwa hidup berhemat itu penting. Ia berharap bila saat ini keadaannya penuh kesulitan, pada masa yang akan datang jangan sampai terus seperti ini. Dsp menghabiskan masa kecilnya di Pekalongan. Ia tidak sempat lulus dari pendidikan dasar yang ditekuninya karena putus sekolah di kelas tiga SD akibat keterbatasan biaya. Ketika ia beranjak remaja, salah seorang teman mengajaknya untuk ke Jakarta, bekerja di toko yang
169 menjual sembako (sembilan bahan pokok), bertempat di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pukul tiga dini hari ia harus membungkus gula dan sembako lainnya. Kemudian ia menjaga toko dan membereskannya ketika toko tutup. Ia baru bisa beristirahat pukul 24.00. Walau pekerjaan tersebut melelahkan, upah yang diterimanya relatif rendah. Akhirnya ia meninggalkan pekerjaan tersebut. Dari daerah Pasar Minggu, Dsp pindah ke daerah Kramat, Jakarta Pusat untuk berjualan teh botol. Menurutnya, ketika berjualan teh botol terkumpul uang sekitar 750 ribu rupiah yang disimpannya untuk modal. Dari daerah Kramat, ia pindah ke daerah Mampang untuk ikut saudara yang mempunyai usaha kecil membuat tempe dan menjualnya.
Bersama saudaranya itu, usaha pindah ke
Bandung. Sayang beberapa waktu kemudian usaha terpaksa terhenti karena pada saat itu ada kasus keracunan makanan yang pada akhirnya berimbas ke usahanya. Dari Bandung ia bersama saudaranya kembali ke Jakarta, tinggal di daerah Cipayung, Jakarta Timur. Di sana ia hanya berjualan tempe. Beberapa saat kemudian, ia pindah dan mengontrak di Rawabuaya.
Ia berpisah
dengan Saudaranya karena konflik internal. Di tempat yang baru ia berjualan cincau. Di sinilah ia bertemu dengan Siti Mariyam yang kemudian menjadi istrinya.
170 Kota Administrasi : Jakarta Selatan Kecamatan : Tebet Kelurahan : Menteng Dalam No. Responden : 26 Nama : Usm – Pendatang ______________________________________________________________________________
Usm (53 tahun) yang sehari-hari bekerja sebagai kenek tukang batu ini merasa bahwa kehidupannya saat ini susah/buruk. Ia menginginkan dan berusaha mendapatkan kehidupan yang lebih baik, cara yang ia lakukan adalah dengan bekerja tambahan dan mencari modal untuk berdagang. Kehidupan yang lebih baik adalah keinginan Usm yang belum tercapai hingga saat ini. Hakikat bekerja bagi Usm adalah untuk menafkahi keluarga. Baginya, pekerjaannya saat ini belum memuaskan, namun ia terpaksa menjalaninya karena ia merasa tidak berpendidikan. Usm belum pernah bekerja di bidang lain sebelumnya, namun jika ada kesempatan, ia ingin mencari pekerjaan lain, terutama pekerjaan yang sifatnya tetap, “karena lebih baik”, kata Usm ketika ditanya alasannya. Namun demikian, ia masih bersedia jika terpaksa harus melakukan pekerjaan kasar sekalipun. “Saya biasa jadi kenek tukang batu, sayang pekerjaan begini bukan pekerjaan tetap, tapi terpaksa dijalanin abis ga punya pendidikan.
Lagi nyari pekerjaan
tambahan sih, pekerjaan kasar juga mau sambil mikir pengen dagang. Sayang modalnya belum ada”, ungkap Usm. Masa lalu bagi Usm, pantas dijadikan pedoman dalam menjalani hidup saat ini karena ia merasa kehidupannya dulu lebih baik daripada sekarang. Sejalan dengan hal tersebut, Usm tidak setuju jika yang dipikirkan hanyalah masa sekarang saja. Baginya masa depan juga harus dipikirkan, “kehidupan ke depan harus lebih baik daripada sekarang”, jelasnya. Bagi Usm, merencanakan masa depan adalah hal yang penting. Usm pernah menabung, terutama untuk simpanan jika sewaktu-waktu ada anggota keluarga yang sakit. Demikian halnya dengan pola hidup hemat, menurut Usm hal tersebut penting, “dari kecil udah diajarin sama orang tua”, katanya. Menurut Usm, pendidikan anak-anak adalah hal yang penting. Ia sendiri tidak pernah bersekolah, demikian juga dengan istrinya, Sofiah (42 tahun). Tiga anak Usm hanya lulus SMP sedangkan anak bungsunya masih berusia 4 tahun dan belum sekolah. Satu anak Usm sudah berkeluarga, bersama istrinya (menantu Usm) dan dua anaknya (cucu Usm) mereka tinggal satu
171 atap bersama Usm dan adik-adiknya. Bagi Usm, pendidikan anak menjadi penting karena akan meningkatkan taraf hidup, namun ia sangat kesulitan untuk membiayai anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah. Meskipun demikian, dengan bekerja, menurut Usm, hal tersebut akan dapat teratasi. Alam bagi Usm harus dijaga kelestariannya, ia pun mengaku senang jika lingkungan sehat. Jika ada sampah menumpuk di selokan depan rumah, akan dibersihkan oleh Usm karena ia mengaku tidak suka melihat sampah. Mantan Presiden Soeharto, rupanya adalah tokoh yang dikagumi Usm dan dijadikan sebagai panutannya. Menurut Usm, presiden Soeharto bagus dalam memimpin rakyat. Dalam hal menjaga hubungan baik dengan tetangga, Usm menganggap hal tersebut sangat penting, menurutnya: “kalo saya meninggal, tidak bisa jalan sendiri”, maksudnya jika ia meninggal, tetangganya lah yang akan mengurus pemakamannya. Sungguh rendah hati alasan yang diberikan Usm. Namun demikian dalam hal nasib, menurut Usm yang menentukan nasibnya adalah dirinya sendiri, menurutnya jika bukan diri sendiri yang bekerja, maka kita tidak bisa menafkahi keluarga. Pendapat unik disampaikan Usm dalam memandang pendapat “banyak anak banyak rejeki”, “bohong!”, katanya singkat, “rejeki nggak datang sendiri”, katanya menambahkan. Bagi Usm, yang menyebabkan hidupnya kini terasa sulit adalah karena sulitnya mencari pekerjaan dan tidak adanya modal untuk berusaha. Adapun yang menurutnya dapat membuat kehidupannya menjadi lebih baik adalah program pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan, dengan demikian ia akan berusaha dan giat bekerja untuk memperbaiki hidupnya. Merasa taraf hidup keluarganya saat ini belum wajar, Usm lebih suka menerima bantuan dalam bentuk pekerjaan.
172 Kota Administrasi : Jakarta Selatan Kecamatan : Tebet Kelurahan : Menteng Dalam No. Responden : 28 Nama : Ksh – Pendatang ______________________________________________________________________________
Ksh (60 tahun) saat ini tinggal bersama dua orang cucunya, Amanda (8 tahun) dan Bilal (4 tahun). Bagi wanita yang sudah bercerai dengan suaminya ini, kehidupannya sekarang terasa susah. Meskipun demikian ia masih optimis, di tengah kesusahan asalkan mau berusaha pasti ada rejeki yang didapat, atau secara lebih sederhana, Ksh berpendapat, “kalo mau rajin, seperak dua perak sih ketemu,” katanya bijaksana. Ia pun sebenarnya menginginkan kehidupan yang lebih baik. Cara yang ditempuh untuk mencapai keingianan tersebut menurut Ksh adalah dengan melakukan usaha semaksimal mungkin. Adapun usaha yang dilakukan Ksh adalah dengan menanami lahan-lahan kosong dengan singkong yang daunnya dipetik seminggu dua kali untuk dijual, selain itu ia juga membuat dan menjual keripik pisang seminggu sekali. Pekerjaannya tersebut dilakukannya sambil terus menjaga cucu-cucunya. Saat ini keinginan Ksh yang belum terwujud adalah memiliki modal untuk berdagang kecil-kecilan di rumahnya. Menurut Ksh, hakikat bekerja tidak hanya untuk mendapatkan uang, tetapi juga untuk memperoleh kehormatan keluarga dan ia merasa puas dengan apa yang ia kerjakan sekarang ini. Dulu Ksh sempat berdagang warteg, berdagang warung, dan mengkreditkan pakaian,bahkan menjadi pembantu rumah tangga, namun ada saja halangan yang membuatnya harus berhenti melakoni pekerjaan tersebut. Pada waktu dagang warteg ia digusur, demikian juga ketika membuka warung, sementara pada saat mengkreditkan pakaian, banyak pembelinya tidak mau membayar, akibatnya ia menjadi rugi dan usahanya harus gulung tikar. Sekarang Ksh berjualan kripik pisang di rumah dan ingin memiliki pekerjaan lain, yaitu berdagang sembako di rumahnya, ia tidak mau menyewa warung karena biayanya mahal, selain itu dengan membuka usaha di rumah, Ksh merasa tidak repot karena bisa sekaligus menjaga cucu-cucunya. Mengenai pekerjaannya yang sekarang, Ksh mengaku hanya meneruskan apa yang dilakukan oleh mantan suaminya dulu. Ketika masih hidup bersama, sehari-hari suami Ksh menggarap lahan kosong dan ditanami sayur mayur, namun setelah mereka berpisah, Ksh-lah yang meneruskan kegiatan tersebut ”dulu pernah punya warteg, pernah buka warung, pernah kreditin pakaian, tapi ada saja
173 halangannya. Sekarang jualan kripik pisang di rumah sambil manfaatin lahan kosong milik orang lain untuk nanem sayuran. Lumayan bisa sambil menjaga cucu”. Ksh setuju bahwa masa depan harus direncanakan, dulu ia pernah punya keinginan untuk memiliki tabungan, tujuannya untuk simpanan jika ada kebutuhan tak terduga, demikian juga dengan sikap hidup hemat, Ksh memiliki suatu pernyataan yang sederhana namun mengena, demikian katanya: “kalo nggak hemat, dipuas-puasin (boros), besok gak makan, tapi kalo dihemat-hematin, besok masih bisa makan, kalo sakit juga masih punya uang”. Ksh yang berasal dari Pekalongan ini tak pernah mengenyam bangku sekolah. Waktu pertama kali ka Jakarta dulu, ia sudah beranak tiga, ke ibukota dengan maksud mencari pekerjaan dan diajak teman mengontrak di tempat yang ia tinggali hingga kini. Sepanjang hidupnya, Ksh sudah menikah dua kali, suaminya yang pertama meninggal dunia. Walaupun memiliki rumah di daerah asalnya, Ksh jarang pulang ke Pekalongan dan tidak pernah mengirim uang. Anak-anaknya kini sudah bekerja di Jakarta dan ada juga yang di Lampung. Walaupun mengganggap pendidikan anak-anak adalah hal yang penting, hanya satu anak Ksh yang berhasil menamatkan pendidikan SMP, selebihnya putus sekolah dan tidak melanjutkan karena masalah biaya yang tidak dapat teratasi hingga kini. Kini, Amanda, cucu Ksh masih bersekolah kelas 2 SD. Alam bagi Ksh, harus dimanfaatkan, “sayang, peninggalan suami”, katanya. Pun jika ada sampah yang menumpuk di depan rumahnya akan Ksh sapu dan buang supaya bersih. Saat ini Ksh memiliki aset berupa tanah di Pekalongan seluas 420 meter persegi. Tidak ada tokoh yang menjadi panutan hidup Ksh, namun dalam hal bertetangga, ia mengaku setuju harus menjaga hubungan baik, “biar tolong-menolong”, sahut Ksh mencoba bijak. Bagi Ksh, yang menentukan nasibnya adalah dirinya sendiri, bukan orang lain, bukan juga anak-anaknya yang kini sudah memiliki penghasilan, “mau minta (uang) ke anak gak berani, karena dulu kita nggak modalin (maksudnya ia merasa tak pernah memberi bekal, baik pendidikan maupun uang bagi anak-anaknya untuk bekerja kini),” jelas Ksh. “Kalo dikasih, ya terima,” tambahnya. Dengan keyakinan “banyak anak banyak rejeki”, Ksh tidak setuju, menurutnya, “banyak anak banyak biaya,” tandasnya. Ksh merasa yang menjadi penyebab ia hidup susah saat ini adalah kerena tidak berpendidikan, ia berharap jika mendapat bantuan dapat berupa modal untuk membuka usaha
174 dagang sembako, karena ia merasa kehidupan keluarganya saat ini belum wajar dan harus diperbaiki.
175 Lampiran 2: Hasil Pengolahan Uji U
NPar Tests Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum 25th
Percentiles 50th (Median)
75th
hh
57
2.33
.951
1
3
1.00
3.00
3.00
motivasi
57
1.96
.801
1
3
1.00
2.00
3.00
usaha
57
1.60
.495
1
2
1.00
2.00
2.00
hk
57
1.16
.527
1
3
1.00
1.00
1.00
hw
57
2.14
.480
1
3
2.00
2.00
2.00
ha
57
1.40
.678
1
3
1.00
1.00
2.00
hm
57
1.12
.466
1
3
1.00
1.00
1.00
suku
57
1.53
.504
1
2
1.00
2.00
2.00
Mann-Whitney Test Ranks N hh
motivasi
usaha
hk
hw
ha
hm
Betawi
27
Mean Rank 27.94
Sum of Ranks 754.50
Pendatang
30
29.95
898.50
Total
57
Betawi
27
27.56
744.00
Pendatang
30
30.30
909.00
Total
57
Betawi
27
25.72
694.50
Pendatang
30
31.95
958.50
Total
57
Betawi
27
27.57
744.50
Pendatang
30
30.28
908.50
Total
57
Betawi
27
28.15
760.00
Pendatang
30
29.77
893.00
Total
57
Betawi
27
28.69
774.50
Pendatang
30
29.28
878.50
Total
57
Betawi
27
29.07
785.00
Pendatang
30
28.93
868.00
Total
57
176
Test Statistics(a)
Mann-Whitney U
hh 376.500
motivasi 366.000
usaha 316.500
hk 366.500
hw 382.000
ha 396.500
hm 403.000
Wilcoxon W
754.500
744.000
694.500
744.500
760.000
774.500
868.000
-.558
-.662
-1.664
-1.255
-.490
-.169
-.072
.577
.508
.096
.210
.624
.866
.942
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a Grouping Variable: suku