CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
CAKRA BUANA KESEHATAN (Jurnal Penelitian Dalam Bidang Kesehatan)
Diterbitkan oleh: STIKes Buana Husada Ponorogo Penanggungjawab: Ike Sureni, SKM.,M.Kes (Ketua STIKes Buana Husada Ponorogo) Rumpiati, S.ST.,M.P.H. (Ka Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Dewan Redaksi: Ani Rosita, S.Kep.,Ns.,M.Kes Dwi Nurjayanti, S.ST.,M.Kes Ardhita Prabaningrum, S.Kep.,Ns.,M.Kes Penyunting: Ucik Ernawati, S.Kep.,Ns. Danies Tunjung Pratiwi, S.Kep.,Ns. Etik Mardiyantari, S.K.M. Alfian Fauzi, S.Kom. Rudy Wahyu Ajiputra, S.Kom. Sekretariat: Afifa Ika Kridawati, S.Kep.,Ns. Daud Puja Narendra, S.T. Alamat: Jl. Mayjend Sutoyo. No 12, Ponorogo. Telp/fax (0352) 489521 Email:
[email protected]
Volume. I Nomor 1
Halaman 1 - 51
September 2015
ISSN: 2460-7541
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: i
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Ketentuan umum 1. Artikel yang dapat dimuat dalam Cakra Buana Kesehatan meliputi hasil penelitian dan literature review dalam bidang kesehatan. 2. Artikel tersebut belum pernah dimuat pada media lain. 3. Jenis huruf adalah Arial: 9 diketik dalam 2 kolom, pada kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3 cm. 4. Jumlah halaman artikel berkisar antara 3-10 halaman dengan ketikan 1 spasi 5. Artikel diserahkan dalam bentuk softcopy melalui media flash disk, CD/DVD data, atau e-mail. 6. Artikel dilampiri dengan nama lengkap ketua penulis, nama institusi tempat bekerja, alamat korespondensi, nomor telepon, serta e-mail.
Sistematika Artikel 1. Judul Judul hendaknya singkat dan padat, maksimum 14 kata, dan di cetak tebal pada bagian tengah. Judul mencerminkan isi yang inovatif, mutahir, menarik, mengandung permasalahan dan solusi. 2. Penulis Nama lengkap penulis ditulis tanpa gelar disertai nama lembaga di bawahnya. 3. Abstrak Abstrak berisi pernyataan ringkas tentang isi yang esensial, yang memuat pendahuluan, metode penelitian, hasil penelitian, dan kesimpulan. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris terdiri atas 75-150 kata, dalam satu paragraf. 4. Kata kunci Kata kunci adalah kata pokok yang menggambarkan daerah masalah yang teliti atau istilah-istilah yang merupakan dasar pemikiran, gagasan dalam karangan asli dapat berupa kata tunggal atau gabungan kata. Jumlah maksimum yang diizinkan adalah 5 kata kunci. 5. Pendahuluan Pendahuluan harus memuat latar belakang dan tujuan penelitian. 6. Metode Penelitian Bagian ini menyajikan bagaimana penelitian ini dilakukan. Uraian disajikan secara naratif dalam beberapa paragraf, tanpa sub-sub bagian. Metode hanya memuat hal-hal pokok saja, uraian rinci tentang rancangan penelitian tidak perlu disajikan. Materi pokok untuk penelitian kuantitatif adalah jenis dan rancangan penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta metode analisis dan penyajian data. Materi poko untuk penelitian kualitatif adalah pendekatan penelitian, sumber informasi penelitian, cara pengumpulan informasi, dan cara menyajikan informasi, lokasi penelitian, dan lama penelitian. 7. Hasil penelitian Hasil penelitian ditulis secara naratif, kalau perlu dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). 8. Pembahasan Bagian ini merupakan bagian terpenting dari keseluruhan ini artikel ilmiah. Tujuan pembahasan adalah: 1. menafsirkan temuan-temuan, 2. mengkonfirmasikan temuan dengan teori/temuan sebelumnya yang relevan, 3. mengintegrasikan temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan, dan 4. menyusun teori baru atau memodifikasi teori yang ada. Penafsiran terhadap temuan dilakukan dengan menggunakan logika dan teori-teori yang ada. Temuan diintregasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah ada dengan membandingkan temuan yang dapat dengan temuan sebelumnya, atau dengan teori yang ada/atau dengan kenyataan di lapangan. Pembandingan harus disertai rujukan. Jika penelitian ini menelaah teori, teori yang lama dapat dikonfirmasikan atau digugurkan, sebagian atau seluruhnya. Penolakan sebagian dari teori haruslah disertai dengan perumusan teori baru. Untuk penelitian kualifikasi bagian ini dapat pula membuat ide-ide penelitian, keterkaitan antara kategori-kategori dari dimensi-dimensi serta posisi temuan atau penelitian terhadap temuan dan teori sebelumnya. 9. Kesimpulan dan saran Kesimpulan menyajikan rumusan, esensi secara kualitatif berdasarkan hasil dan pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk esai, bukan dalam bentuk numerik. Saran disusun berdasarkan kesimpulan, mengacu kepada tindakan praktis atau pengembangan teoretis, dan penelitian lanjut. 10. Daftar pustaka Daftar pustaka harus lengkap dan sesuai dengan rujukan yang ada di tubuh artikel ilmiah. Bahan rujukan yang dimasukan dalam daftar rujukan harus dirujuk dalam tubuh artikel dan sebaliknya. Daftar pustaka sepenuhnya mengacu kepada Harvard system. 11. Lain-lain Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah,sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: ii
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
EDITORIAL Selamat berjumpa dan selamat berkenalan dengan kami “Cakra Buana Kesehatan” sebuah jurnal penelitian yang mempublikasikan hasil-hasil penelitian dan literature review dalam bidang kesehatan. Ini adalah kehadiran kami yang pertama, yakni pada Volume I Nomor 1, Bulan September 2015. Pada penampilan pertama ini, kami tampilkan sepuluh hasil penelitian dalam bidang keperawatan, kesehatan masyarakat, rekam medik, dan sistem informasi kesehatan. Kami ucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada para penulis yang telah menaruh kepercayaan kepada kami untuk mempublikasikan artikel ilmiah hasil-hasil penelitian. Pada penerbitan pertama ini, mayoritas para penulis yang terlibat adalah para dosen dari STIKes Buana Husada Ponorogo, didukung oleh dua penulis dari Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya dan STIKes Maluku Husada, Seram Bagian Barat. Semoga kehadiran jurnal ini dapat berkontribusi bagi kemajuan IPTEK Kesehatan di tanah air kita, dan semoga dapat berjumpa kembali pada nomor penerbitan berikutnya. Ponorogo, September 2015 Tim Redaksi
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: iii
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
DAFTAR ISI Halaman 1: GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PESERTA KB MEMILIH METODE KB SUNTIK 1 BULANAN DI DESA TIRU LOR KECAMATAN GURAH KABUPATEN KEDIRI TAHUN 2012 (Riska Permana Sari) Halaman 6: ANALISIS PENERAPAN SISTEM INFORMASI PELAYANAN PASIEN DI KLINIK UTAMA UIN SUNAN KALIJAGA HEALTH CENTER TAHUN 2014 (Rindang Diannita) Halaman 13: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIDAKLENGKAPAN PENGISIAN LEMBAR RESUME MEDIS PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM ‘AISYIYAH PONOROGO (Desy Riyantika) Halaman 17: HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG SEKS PRANIKAH DI DESA BROTO KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2013 (Kresna Widyaningrum) Halaman 24: GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KECEMASA TENTANG EFEK SAMPING KB PADA PESERTA KB SUNTIK 3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH KONSELING DI PUSKESMAS BALOWERTI KOTA KEDIRI 2012 24 (Vivit Vidiasari) Halaman 30: GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG PERSALINAN NORMAL DI BPS NY ”Y” KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN PONOROGO (Dwi Nurjayanti) Halaman 34: PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN KELUARGA DALAM PERAWATAN ANAK RETARDASI MENTAL TAHUN 2011 (Afifa Ika Kridawati) Halaman 38: HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI PTPN X RUMAH SAKIT GATOEL MOJOKERTO (Danies Tunjung Pratiwi) Halaman 44: SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PELAYANAN PASIEN ONLINE PUSKESMAS KECAMATAN BUNGKAL (Rudy Wahyu Ajiputra) Halaman 49: INDIKATOR DUKUNGAN ORGANISASI DALAM IMPLEMENTASI SISTEM KESEHATAN IBU DAN ANAK (Heru Santoso Wahito Nugroho, Sahrir Sillehu)
INFORMASI
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: iv
CAKRA BUANA KESEHATAN GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PESERTA KB MEMILIH METODE KB SUNTIK 1 BULANAN DI DESA TIRU LOR KECAMATAN GURAH KABUPATEN KEDIRI TAHUN 2012 Riska Permana Sari (Prodi S-1 Keperawatan STIKes Buana Husada Ponorogo) ABSTRAK Pendahuluan: Setiap kontrasepsi memiliki kelebihan, dan kelemahan atau efektivitas dan efisiensi yang berbeda sehingga seharusnya setiap kontrasepsi banyak peminatnya. Namun pada kenyataannya KB suntik mendominasi pilihan ibu dibanding dengan metode lainnya. Setiap tahun pengguna kontrasepsi suntik juga mengalami peningkatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi peserta KB memilih KB suntik 1 bulanan. Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer dengan teknik quota sampling yang bisa diperoleh langsung dari responden dengan menyebarkan kuesioner yang diberikan langsung kepada responden dengan jumlah sampel 121 responden. Hasil: Sebagian besar ibu berpendidikan menengah, bekerja di sektor swasta, pernah melakukan aktifitas dalam masyarakat, dan merupakan keluarga sejahtera II. Kesimpulan: Pengaruh terbesar peserta KB memilih metode KB suntik 1 bulanan yaitu hampir seluruhnya dipengaruhi karena aktivitas masyarakat dan pengalaman ber-KB. Kata Kunci: Faktor yang pemilihan KB Suntik 1 bulanan
mempengaruhi
PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk mengatasi pertumbuhan penduduk yang cepat maka pemerintah sejak pelita I telah melakukan usaha yaitu program Keluarga Berencana Nasional. Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program Keluarga Berencana ini, visinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (Prawirohardjo, 2003). Untuk mewujudkan visi tersebut, diciptakan berbagai metode kontrasepsi
ISSN: 2460-7541 sehingga dapat dipilih peserta KB sesuai pertimbangan, mulai metode sederhana (senggama terputus, pantang berkala, kondom, diafragma atau cap, cream, jelly dan cairan berbusa, tablet berbusa/vaginal tablet), metode efektif (pil KB, AKDR/alat kontrasepsi dalam rahim atau IUD, suntikan KB, MOW KB) atau kontrasepsi mantap (pada wanita tubektomi dan pada pria vasektomi). Setiap kontrasepsi memiliki kelebihan, dan kelemahan atau efektivitas dan efisiensi yang berbeda sehingga seharusnya setiap kontrasepsi banyak peminatnya. Namun pada kenyataanya tidak demikian karena KB suntik mendominasi pilihan ibu dibanding dengan metode lainnya. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dari 61,4% PUS yang menggunakan metode kontrasepsi terlihat pola pemakaian kontrasepsi terbesar yaitu suntik 31,6%, sementara Pil hanya 13,2%, IUD 4,8%, implant 2,8%, kondom 1,3%, kontap 3,1%, dan kontap pria 0,2 % dan metode lainnya 0,4%. Setiap tahun pengguna kontrasepsi suntik juga mengalami peningkatan. Sebagai gambaran metode kontrasepsi suntik pada tahun 1991 hanya 11,7%, pada tahun 1994 menjadi 15,2%, 1997 menjadi 21,1%, 2003 menjadi 27,8% dan 2007 mencapai 31,6%. Selain itu berdasarkan hasil Mini Survei Pemantauan Peserta KB Aktif tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi peserta KB di Jawa Timur juga termasuk tinggi yakni mencapai 77,11%. Alat atau cara KB yang dominan dipakai adalah kontrasepsi suntik yaitu 44%, sementara pil hanya 17%, sedangkan yang lainnya IUD 7%, implant/susuk KB 5,61%, MOW 2,6%, MOP (0,3%) dan kondom 0,6% (Ananto, dkk. 2010). Studi Pendahuluan di di BPS Ny. Yayuk Nurfi’atin Desa Tiru Lor Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri didapatkan peserta KB suntik sebesar 70,9%, sementara Pil hanya 4,21%, IUD 13,6%, implant 4,85%, kondom 0%, kontap pria dan wanita 6%. Hal ini menunjukkan bahwa KB suntik termasuk salah satu alat kontrasepsi paling banyak peminatnya dibandingkan dengan metode KB lainnya (BPS Ny. Yayuk, 2011). Kontrasepsi suntik dominan dipakai oleh wanita di Indonesia disebabkan berbagai macam alasan diantaranya adalah adanya keinginan mengurangi gejala anemia, mengurangi resiko terkena penyakit keropos tulang (osteoporosis) pascamenopause karena adanya kandungan hormon estrogen, serta kesuburan akan kembali relatif cepat setelah pemakaian kontrasepsi dihentikan (Flourisa, 2003). Disamping itu metode ini dianggap mempunyai keuntungan yakni KB suntik 3 bulan memberi keuntungan apabila penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan, maka efektivitasnya tinggi sebesar 0,3 kehamilan per 100 perempuan/tahun, tidak berpengaruh pada hubungan suami istri, dan tidak memiliki
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 1
CAKRA BUANA KESEHATAN pengaruh terhadap ASI. Sedang KB suntik 1 bulan, keuntungannya adalah efektivitasnya sangat tinggi yaitu 0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan, kurang menimbulkan perdarahan bercak (spotting), mengurangi nyeri saat haid, dan tidak diperlukan pemeriksaan dalam (Prawirohardjo, 2003). Faktor lain terkait dengan berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Widianingrum (1999) faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan alat kontrasepsi, yaitu faktor status sosial (pendidikan, pekerjaan), faktor ekonomi, aktifitas masyarakat, peran pengambil keputusan dalam rumah tangga, umur/usia, jumlah anak/paritas, tempat tinggal, pengalaman ber- KB. Dampak dari kurangnya berbagai faktor tersebut adalah tingginya peminat kontrasepsi tertentu seperti kontrasepsi suntik. Dampak mikro dari permasalahan ini adalah gangguan haid, seperti siklus haid yang memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting), tidak haid sama sekali, berat badan bertambah atau sakit kepala (Hartanto, 2002). Dampak makro antara lain pada tingginya penolakan ibu pada kontrasepsi karena khawatir akan mengalami hal yang sama dengan kontrasepsi suntik. Pada akhirnya angka kelahiran semakin tinggi dan meningkatkan pertumbuhan penduduk. Mengingat permasalahan ini maka perlu upaya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, persepsi, nilai atau keyakinan mengenai berbagai kontrasepsi selain kontrasepsi suntik. Salah satu solusi use full dapat dilaksanakan melalui penggalakan penggunaan kontrasepsi melalui safari KB. Solusi utility dilaksanakan dengan cara menunjukkan manfaat dari penggunaan kontrasepsi lain selain kontrasepsi suntik. Solusi original melalui penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi suntik. Solusi teknis melalui konseling secara mendalam mengenai berbagai kelebihan dan kekurangan kontrasepsi, efektivitas dan efisiensi dari setiap jenis kontrasepsi sehingga tidak ada kecenderungan untuk ikut kontrasepsi suntik. METODE Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh peserta KB suntik 1 bulanan di Desa Tiru Lor Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri yang tercatat masih aktif sampai dengan juni 2012 sebanyak 173 peserta. Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus berikut:
ISSN: 2460-7541
Sesuai dengan rumus di atas maka sampel penelitian sebanyak 121 responden. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik quota sampling atau pengambilan sampel secara quotum atau jatah, semua anggota populasi yang akan diambil tidak menjadi soal, yang penting jumlah quotum yang sudah ditetapkan dapat terpenuhi. Variabel penelitian adalah variable tunggal mutu pelayanan kebidanan pada peserta KB suntik 1 bulanan dengan KB suntik 1 bulanan. Pada penelitian ini menggunakan data peserta KB suntik 1 bulanan di Desa Tiru Lor Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi peserta KB memilih KB suntik 1 bulanan. Uji validitas yang dilakukan oleh peneliti adalah teknik atau uji construct validity, content validit, dan face validity. Lokasi yang dijadikan sebagai daerah penelitian adalah di Desa Tiru Lor Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri. Sedangkan penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2012. Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. HASIL PENELITIAN Data Umum Tabel 1. Distribusi Umur Responden No 1. 2. 3.
Umur <20 tahun 20-30 tahun >30 tahun
f 0 84 37
% 0% 69 % 31 %
Jumlah
121
100%
Tabel 1, yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada kelompok umur 20 sampai 30 tahun. Tabel 2. Distribusi Paritas Responden No 1. 2. 3. 4.
Jumlah anak Nullipara Primipara Multipara Grandemultipara Jumlah
f 0 63 58 0 121
% 0% 52 % 48 % 0% 100 %
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 2
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus primipara. Hal ini menunjukkan bahwa peserta KB masih dalam usia subur yang hanya memiliki 1 anak. Data Khusus Data khusus ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi peserta KB memilih KB suntik 1 bulanan di Desa Tiru Lor Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri Tahun 2012. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui pengisian kuisioner yang telah di skor dan dibuat indeks dapat dilihat hasil penelitian dalam tabel berikut ini: Tabel 3. Distribusi Pendidikan Responden No 1. 2. 3.
Pendidikan Dasar Menengah Tinggi Jumlah
F 32 82 7 121
% 26 % 68 % 6 % 100 %
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan menengah. Tabel 4. Distribusi Pekerjaan Responden No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis pekerjaan IRT Tani Swasta Wiraswasta PNS Jumlah
f 24 23 40 27 7 121
% 20 % 19 % 33 % 22 % 6% 100 %
Tabel 4 menunjukkan bahwa hampir setengah responden bekerja di swasta. . Tabel 5. Distribusi Aktivitas dalam Masyarakat No 1. 2. 3.
Aktivitas Baik Cukup Kurang Jumlah
f 10 100 11 121
% 8% 87 % 5% 100 %
Tabel 5 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden cukup aktif dalam mengikuti kegiatan aktivitas masyarakat. Tabel 6. Distribusi Pengalaman ber-KB No 1 2
Pengalaman ber-KB Pernah Tidak pernah Jumlah
f
%
98 23 121
81 % 19 % 100 %
Tabel 6 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden pernah menggunakan metode KB lain. Tabel 7. Distribusi Sosioekonomi Responden No 1 2 3 4
Kesejahteraan Pra KS KS I KS II KS III Jumlah
f 20 39 57 5 121
% 17 % 32 % 48 % 4% 100 %
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian hampir setengah responden tergolong dalam keluarga sejatera II. PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 3 dapat diinterpretasikan bahwa faktor yang mempengaruhi peserta KB memilih KB suntik 1 bulanan berdasarkan faktor pendidikan sebagian besar responden yaitu 82 responden (68%) dari total 121 responden. Pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu dan spesifik (kamus besar bahasa Indonesia, 2008). Pendidikan yang tinggi pada individu yaitu pada peserta KB akan berpengaruh terhadap presepsi tentang sesuatu yang pernah didengar atau yang pernah dilihatnya, sehingga dengan persepsi yang tidak bagus akan dapat berpengaruh terhadap pola pikir yang ada pada diri peserta KB tersebut. Pendidikan tinggi yang dimiliki oleh responden akan membuat responden dapat berpikir panjang sehingga akan mempengaruhi pengetahuan ibu dalam memilih metode KB suntik 1 bulanan. Berdasarkan tabel 4 dapat diinterpretasikan bahwa faktor yang mempengaruhi peserta KB memilih KB suntik 1 bulanan berdasarkan faktor pekerjaan hampir setengah dari responden bekerja di swasta yaitu sebanyak 40 responden (33%) dari 121 responden. Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas yang menghasilkan uang bagi seseorang (Djalius, 2010). Pekerjaan akan mempengaruhi pengetahuan ibu dalam memilih KB suntik 1 bulanan karena ibu yang bekerja lebih banyak memiliki informasi daripada yang tidak bekerja. Karena di tempatnya bekerja peserta KB bisa bertukar informasi dengan orang disekitar mereka, terlebih jika banyak diantara mereka berpendidikan tinggi sehingga pengetahuannya lebih luas dan berkembang. Berdasarkan tabel 5 dapat diinterpretasikan bahwa hampir seluruh responden yaitu 100 responden (87%) untuk faktor aktivitas masyarakat cukup aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Aktivitas adalah suatu
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 3
CAKRA BUANA KESEHATAN tindakan atau wujud kebudayaan dalam masyarakat. Wujud ini juga disebut pula dengan sistem sosial masyarakat (Wikipedia, 2012). Aktivitas masyarakat berpengaruh terhadap sosialisasi sesama masyarakat sehingga saling bertukar pikiran dan informasi. Dalam organisasi kemasyarakatan biasanya anggotanya berpendidikan heterogen, mulai dari pendidikan dasar sampai tinggi. Karena sering mengikuti kegiatan kemasyarakatan mereka dapat berbagi pengetahuan dan informasi yang mereka miliki. Sehingga dari yang tidak tahu menjadi tahu. Berdasarkan tabel 6 dari 121 responden dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden yaitu 98 responden (81%) pernah menggunakan metode KB lain. Hal ini menunjukkan bahwa dari pengalaman tersebut responden dapat mengetahui metode KB yang sangat cocok untuk mereka. Pengalaman adalah bagaimana cara seseorang merasakan ketika menggunakan sebuah produk, sistem atau jasa. Pengalaman penggunaan pada dasarnya subyektif, karena pengalaman pengguna berdasarkan atas perasaan individu mengenai sebuah sistem. Pengalaman penggunaan biasanya bersifat dinamis, arena senantiasa berubah dari waktu ke waktu (Wikipedia,2012). Pengalaman memiliki kaitan dengan pendidikan peserta KB tentang faktor yang mempengaruhi pemilihan metode KB suntik 1 bulanan. Peserta KB yang berpendidikan tinggi lebih mempunyai banyak pengetahuan sehingga lebih banyak memiliki pengalaman. Selain itu pengalaman juga berkaitan dengan pekerjaan yang peserta KB miliki, peserta KB yang bekerja lebih banyak mendapatkan pengalaman dari luar daripada yang tidak bekerja. Pengalaman juga berkaitan dengan keaktifan peserta KB dalam mengikuti kegiatan kemasyarakatan, karena jika mereka aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan, akan lebih banyak bergaul dan bertukar pengalaman dengan sesama anggota kegiatan kemasyarakatan. Kesadaran akan kesejahteraan keluarga,maka menggunakan KB dirasa sangat penting dan efektif untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Sehingga jumlah anak bisa diatur dan kesejahteraan keluarga dapat tercukupi dengan baik. Selain itu juga untuk membantu merealisasikan program pemerintah yaitu Keluarga Berkualitas 2015. Berdasarkan tabel 7, dari 121 responden dapat diinterpretasikan bahwa hampir sebagian responden yaitu 57 responden (49%) sebagai faktor yang mempengaruhi peserta KB memilih KB suntik 1 bulanan memilik kategori KS II. Menurut Mochtar (2002), status sosial ekonomi sebuah keluarga dipengaruhi oleh kemampuan keluarga dalam memperoleh pendapatan dan pengelolaannya. Latar belakang ekonomi peserta KB menjadi faktor yang berperan dalam pemilihan metode KB suntik 1 bulanan. Karena semakin sejahtera taraf hidup suatu keluarga, maka semua kebutuhan dapat tercukupi dengan
ISSN: 2460-7541 baik termasuk dengan kebutuhan akan keluarga berencana. Sehingga dapat membantu merealisasikan program pemerintah yaitu Keluarga Berkualitas 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan menengah, hampir setengah responden bekerja di swasta, hampir seluruh responden cukup aktif dalam mengikuti kegiatan aktivitas masyarakat, hampir seluruh responden pernah menggunakan metode KB lain, sebagian hampir setengah responden tergolong dalam keluarga sejahtera II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh terbesar peserta KB memilih metode KB suntik 1 bulanan di Desa Tiru Lor Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri Tahun 2012 yaitu seluruhnya dipengaruhi karena aktivitas masyarakat dan pengalaman ber-KB. Hal yang mempengaruhi peserta KB memilih metode KB suntik 1 bulanan salah satunya adalah aktivitas masyarakat ibu. Berdasarkan tabel 4.5 dapat diinterpretasikan bahwa hampir seluruh responden yaitu 100 responden (87%) untuk faktor aktivitas masyarakat. Wujud ini juga disebut pula dengan sistem sosial masyarakat (Wikipedia, 2012). Aktivitas masyarakat berpengaruh terhadap sosialisasi sesama masyarakat sehingga saling bertukar pikiran dan informasi . Dalam organisasi kemasyarakatan biasanya anggotanya berpendidikan heterogen, mulai dari pendidikan dasar sampai tinggi. Karena sering mengikuti kegiatan kemasyarakatan mereka dapat berbagi pengetahuan dan informasi yang mereka miliki, sehingga dari yang tidak tahu menjadi tahu. Selain aktivitas masyarakat, hal yang mempengaruhi berikutnya adalah pengalaman ber-KB. Berdasarkan tabel 4.8 dari 121 responden dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden yaitu 98 responden (81%) pernah menggunakan metode KB lain. Hal ini menunjukkan bahwa dari pengalaman tersebut responden dapat mengetahui metode KB yang sangat cocok untuk mereka. Pengalaman adalah bagaimana cara seseorang merasakan ketika menggunakan sebuah produk, sistem atau jasa. Pengalaman penggunaan pada dasarnya subyektif, karena pengalaman pengguna berdasarkan atas perasaan individu mengenai sebuah sistem. Pengalaman penggunaan biasanya bersifat dinamis, arena senantiasa berubah dari waktu ke waktu (Wikipedia,2012). Pengalaman memiliki kaitan dengan pendidikan peserta KB tentang faktor yang mempengaruhi pemilihan metode KB suntik 1 bulanan. Peserta KB yang berpendidikan tinggi lebih mempunyai banyak pengetahuan sehingga lebih banyak memiliki pengalaman. Selain itu pengalaman juga berkaitan dengan pekerjaan yang peserta KB miliki, peserta KB yang bekerja lebih banyak mendapatkan pengalaman dari luar daripada yang tidak bekerja. Pengalaman juga berkaitan dengan keaktifan peserta KB dalam mengikuti
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 4
CAKRA BUANA KESEHATAN kegiatan kemasyarakatan, karena jika mereka aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan, akan lebih banyak bergaul dan bertukar pengalaman dengan sesama anggota kegiatan kemasyarakatan. Kesadaran akan kesejahteraan keluarga,maka menggunakan KB dirasa sangat penting dan efektif untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Sehingga jumlah anak bisa diatur dan kesejahteraan keluarga dapat tercukupi dengan baik. Selain itu juga untuk membantu merealisasikan program pemerintah yaitu Keluarga Berkualitas 2015. Berdasarkan tabel 3 diatas diketahui sebagian besar responden yaitu 82 responden (68%) berpendidikan menengah. Hal ini juga akan mempengaruhi pengetahuan ibu dalam memilih metode KB yang sesuai. Pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu dan spesifik (kamus besar bahasa Indonesia, 2008) Jenjang pendidikan pada individu yaitu pada peserta KB akan berpengaruh terhadap presepsi tentang sesuatu yang pernah didengar atau yang pernah dilihatnya, sehingga dengan persepsi yang tidak bagus akan dapat berpengaruh terhadap pola pikir yang ada pada diri peserta KB tersebut. Pendidikan tinggi yang dimiliki oleh responden akan membuat responden dapat berpikir panjang sehingga akan mempengaruhi pengetahuan ibu dalam memilih metode KB suntik 1 bulanan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi peserta KB memilih metode KB suntik 1 bulanan adalah aktivitas masyarakat dan pengalaman ber-KB. Saran Diharapkan pada petugas kesehatan agar meningkatkan mutu pelayanan di bidang keluarga berencana untuk membantu mewujudkan Keluarga Berkualitas 2015 dengan mencanangkan KB sejak saat ini. Karena keluarga yang berkualitas akan menjadi keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
ISSN: 2460-7541 BKKBN RI. (2005). Memilih Kontrasepsi. Jakarta: http://www.bkkbn.go.id/articledetail. php?aid=698 [diakses tanggal 14 Desember 2012]. BKKBN. (2001). Kebijakan Teknik Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi Melalui Prgram KB Nasional. Jakarta. Djalius, (2010). Program Pelayanan Keluarga Berencana. http://www.pelayanankeluargaberencana.co m diakses tanggal 26 Februari 2012 FKM UNISMUS, (2008). Definisi Peserta KB dan Penggunaannya.http://www.fkmunismus.co.i d diakses tanggal 26 Februari 2012. Khanzima,( 2010). Keluarga Berencana dan Macam-macam Metode KB. http://www.keluargaberencanadanmacamme todekb.com di akses pada tanggal 26 Februari 2012. Manuaba, I.(1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. cetakan pertama. . Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi ketiga. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam (2003). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika. Prawirohardjo, S., dkk. (2003) Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sarwono. (2005). Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Setya Arum, D.dkk. (2009). Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Jogjakarta. Nuha Medika Suliha, U. dkk. (2002). Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Widianingrum (1999). Beberapa Karakteristik Akseptor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi. http://eprints.undip.ac.id/6398/ diakses tanggal 26 Februari 2012. Wiknjosastro, Hanafi. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
DAFTAR PUSTAKA Barney Glaser dan Anselm Strauss. (2008). http://www.infoskripsi.com /Theory/MetodePenelitian-Kualitatif-Grounded-TheoryApproach.html.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 5
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
ANALISIS PENERAPAN SISTEM INFORMASI PELAYANAN PASIEN DI KLINIK UTAMA UIN SUNAN KALIJAGA HEALTH CENTER TAHUN 2014 Rindang Diannita (Prodi Rekam Medik STIKES Buana Husada Ponorogo) ABSTRAK Pendahuluan: Penggunaan komputer di bidang klinis bertujuan agar manajemen tugas di bidang klinis dapat lebih terarah, sistematis, dan terkendali, maka aktivitas medis umumnya terbagi menjadi beberapa bidang, dimana setiap bagian akan melakukan tugas-tugas tertentu yang hanya akan dilakukan oleh bagian bidang tersebut, hal tersebut disampaikan oleh Sri Kusumadewi, et, al (2009). Dengan demikian dalam rangka mengoptimalkan fungsi sistem informasi pelayanan pasien, maka peneliti ingin menganalisis penerapan sistem informasi pelayanan pasien di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center Tahun 2014. Tujuan: Untuk menganalisis Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien. Metode: Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Informan penelitian ini berjumlah 6 orang. Hasil: Terdapat beberapa faktor penghambat dalam penerapan SIMA, antara lain tidak ada pelatihan tentang SIMA, serta belum ada Standar Operasional Prosedure SIMA. Kesimpulan: Penerapan SIMA di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center belum optimal, hal ini dikarenakan belum menggunakan Standar Operasional Prosedure (SOP). Kata Kunci: Sistem pendukung, penghambat.
informasi,
klinik,
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan pelayanan kesehatan mengikuti pola persaingan bisnis secara umum, yaitu persaingan dengan mengajukan suatu keunggulan kompetitif satu sama lain. Terbukti pelayanan kesehatan telah berkembang menjadi suatu industri strategis yang dapat dikelola baik dalam ruang lingkup kecil (institusi) maupun ruang lingkup besar (jaringan nasional) sehingga dapat menjadi suatu komoditi yang prospektif (Sabarguna dan Kekalih, 2007). Hal ini menunjukkan perlunya sistem manajemen yang dapat melakukan perpaduan antara teknologi baru dengan pengetahuan baru. Dengan perpaduan tersebut, manajmen dapat menerapkan inovasi baru yang bermanfaat dan tepat guna dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Teknologi dan pengetahuan baru tersebut salah satunya
adalah sistem informasi, dan sistem informasi klinis yang baik dapat memberikan daya analisis yang baik bagi pihak manajemen, sehingga dapat melakukan strategi inovasi yang tepat guna bagi rumah sakit atau klinik. Sistem informasi merupakan satuan komponen yang saling berhubungan dengan mengumpulkan (atau mendapatkan kembali), memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan kendali dalam suatu organisasi. Sistem informasi berisi informasi tentang orang-orang tertentu, tempat-tempat dan hal-hal di dalam organisasi atau dilingkungan sekitarnya (Sabarguna dan Kekalih, 2007). Penggunaan komputer di bidang klinis bertujuan agar manajemen tugas di bidang klinis dapat lebih terarah, sistematis, dan terkendali, maka aktivitas medis umumnya terbagi menjadi beberapa bidang, dimana setiap bagian akan melakukan tugas-tugas tertentu yang hanya akan dilakukan oleh bagian bidang tersebut. Tugas-tugas tersebut antara lain: tugas administratif, koleksi data pasien, pengambilan keputusan, melakukan monitoring, melakukan pelaporan, melakukan taksiran-taksiran, dan melakukan penelitian. Pada setiap bidang, komputer memiliki peranan penting dalam mendukung setiap tugas yang dibebankan. Beberapa pembagian klinis yang umum dilakukan adalah internal medicine, cardiology, neurology, pediatrics, obstetrics, surgery, psychiatry, critical care, dan radiotherapy (Sri Kusumadewi et al., 2009). Tujuan utama pembuatan Sistem Informasi Klinis adalah untuk mengurangi biaya dengan memberikan informasi yang membantu dokter untuk mengambil keputusan dalam aktivitas sehari-hari. Sistem informasi klinis tidak hanya membantu dokter dalam menangani maslah administratif pasien, tetapi lebih dari itu, untuk meningkatkan kualitas layanan kepada pasien. Sistem informasi klinis dapat didukung dengan sistem pendukung keputusan, yang diantaranya membantu dalam diagnosa penyakit dan menentukan tindakan medis. Ada dua pertimbangan sekaligus yang digunakan dalam menggunakan sistem ini, yaitu pertimbangan ekonomis untuk efisiensi dan pertimbangan medis untuk meningkatkan kualitas layanan. Sistem Informasi Klinis ini dapat diadopsi pada level individu dokter atau lembaga pelayanan kesehtan non rumah sakit (Sri Kusumadewi et al., 2009). Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center adalah klinik yang berlokasi di jalan Marsda Adisucipto Yogyakarta, dengan bagian-bagian pelayanan berupa bagian pendaftaran, pelayanan dokter umum, pelayanan dokter gigi, pelayanan apotek, laboratorium, keuangan, yang semuanya telah menggunakan sistem informasi pelayanan pasien, dan telah menggunakan aplikasi SIMA (Sistem Informasi Manajemen Administrasi).
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 6
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
Diterapkannya sistem informasi pelayanan pasien dengan menggunakan aplikasi SIMA (Sistem Informasi Manajemen Administrasi) adalah bertujuan untuk memperlancar dalam pelayanan, mempermudah dalam pengentrian data pasien, dan mempercepat proses pelayanan pasien. Oleh karena itu dalam rangka mengoptimalkan fungsi sistem informasi pelayanan pasien dengan menggunakan aplikasi SIMA (Sistem Informasi Manajemen Administrasi), di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center. Maka dalam hal ini peneliti akan meneliti tentang Analisis Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center Tahun 2014. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study), merupakan penelitian tentang suatu ‘kesatuan sistem’. Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang terkait oleh tempat, waktu, atau ikatan tertentu (Ghony dan Almanshur, 2012). HASIL PENELITIAN Karakteristik Informan Terkait penelitian tentang Analisis Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center, peneliti mengambil enam informan yaitu satu dokter umum yang juga merupakan pimpinan klinik, satu dokter gigi, satu petugas pendaftaran, satu petugas laboratorium, satu petugas apotek, satu petugas keuangan. Hal ini berdasarkan pada sasaran penelitian, yang ingin meneliti bagaimana para informan penelitian menerapkan sistem informasi pelayanan pasien dengan aplikasi Sistem Informasi Administrasi Manajemen yang berlangsung di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center. Karakteristik Informan dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Informan di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center No 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi
Persen
1 5 6
17 % 83 % 100 %
Tabel 1 menunjukkan, karakteristik informan penelitian menurut jenis kelamin didapatkan
informan dalam penelitian yaitu laki-laki 1 orang sebesar 17% dan perempuan 5 orang sebesar 83%. Jadi informan yang paling banyak dalam penelitian yaitu perempuan sebanyak 5 orang sebesar 83%. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Umur Informan di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center No 1 2 3
Umur 20-30 31-40 41-50 Total
Frekuensi 1 3 2 6
Persen 17 % 50 % 33 % 100 %
Pada Tabel 2, karakteristik informan penelitian menurut umur didapatkan jumlah informan dalam penelitian yaitu informan yang berumur 20-30 tahun sebanyak 1 orang sebesar 17%, informan yang berumur 31-40 tahun sebanyak 3 orang sebesar 50%, informan yang berumur 41-50 tahun sebanyak 2 orang sebesar 33%. Jadi informan yang paling banyak dalam penelitian yaitu informan yang berumur 31-40 tahun sebanyak 3 orang sebesar 33%. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Informan di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center Pendidikan D3 S1 Total
Frekuensi 1 5 6
Persentase 17 % 83 % 100 %
Berdasarkan data Tabel 3, karakteristik informan menurut pendidikan didapatkan jumlah informan dalam penelitian yaitu informan yang berpendidikan D3 sebanyak 1 orang sebesar 17%. Dan informan yang berpendidikan S1 sebanyak 5 orang sebesar 83%. Jadi dapat disimpulkan bahwa informan yang paling banyak adalah informan yang berpendidikan S1 sebanyak 5 orang sebesar 83%. Hasil Analisis Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center Tahun 2014. Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA). Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) telah diterapkan pertama kali pada Januari tahun 2012, akan tetapi belum berjalan dengan efektif dikarenakan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa menjalankan, namun kemudian efektif diterapkan pada Mei 2013 sampai sekarang. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 7
CAKRA BUANA KESEHATAN Administrasi (SIMA) menggunakan software visual basic, dengan database Microsoft SQL Server, diluncurkan oleh IT-Qon Komputer. Database Microsoft SQL Server digunakan untuk menyimpan data pasien yang dibutuhkan klinik berupa data identitas pasien, anamnesa, diagosis, terapi, dan data lainnya. Dalam database berisi laporan kunjungan pasien, laporan keuangan, dan data-data lain yang merupakan sumber informasi klinik. Untuk perkembangan Sistem Informasi Pelayanan Pasien dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center sudah dinilai bagus, penilaian tersebut dilihat dari adanya perkembangan, dari Sumber Daya Manusia sudah bisa mengoprasikan komputer. Berikut ini adalah hasil analisis wawancara yang dilakukan kepada para informan tentang penerapan dan manfaat penggunaan Sistem Informasi Pelayanan Pasien dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center tahun 2014 adalah sebagai berikut. Analisis wawancara Penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) dimulai tahun 2012 dan digunakan secara efektif pada Mei 2013. Seperti yang di sampaikan pimpinan klinik yang juga petugas Bagian Pengobatan Umum, petugas Bagian Pengobatan Gigi, petugas Rekam Medis, petugas bagian Laboratorium, petugas bagian Apotek, petugas bagian Keuangan yang telah dirangkum dalam kutipan hasil wawancara tentang Penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center. Hasil analisis check list observasi partisipatif terhadap Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen Adminstrasi (SIMA) di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center yaitu di dapatkan hasil bahwa semua petugas dapat menjalankan Sistem Informasi Manajemen Adminstrasi (SIMA) dengan lancar sesuai dengan bagiannya masing-masing, mulai dari bagian pendaftaran yaitu satu petugas rekam medis, satu petugas bagian pengobatan umum, satu petugas bagian mengobatan gigi, satu petugas bagian apotek, satu petugas bagian laboratorium, dan satu petugas bagian keuangan. Untuk perangkat komputer atau hardware di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center sudah memadai. Sedangkan, hasil wawancara dari para informan menunjukkan bahwa pengertian SIMA adalah sebuah sistem informasi, sistem informasi manajemen, sistem informasi administrasi yang berhubungan dengan jariangan yang saling terhubung atau terintegrasi melalui komputer.
ISSN: 2460-7541 PEMBAHASAN Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien Dengan Menggunakan SIMA Di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) yang ada di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center adalah perangkat lunak yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan klinik dalam mengelola data-data yang dimiliki klinik, yang diharapkan akan memudahkan pengguna atau user dalam melaksanakan tugas-tugasnya, melihat datadata kunjungan pasien klinik, membantu dalam mencari data pasien, dan memudahkan petugas dalam pelaporan. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) diterapkan pertama kali pada bulan Januari tahun 2012, akan tetapi belum berjalan dengan efektif dikarenakan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa menjalankan, namun kemudian efektif diterapkan pada bulan Mei tahun 2013 sampai sekarang. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) menggunakan software visual basic, dengan database Microsoft SQL Server, diluncurkan oleh IT-Qon Komputer. Database Microsoft SQL Server digunakan untuk menyimpan data pasien yang dibutuhkan klinik berupa data identitas pasien, anamnesa, diagnosis, terapi, dan data lainnya. Penerapan sistem informasi pelayanan pasien dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center saling berkaitan mulai dari pendaftaran dan kemudian kebagian lainnya. Dalam Penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center masih belum optimal, hal ini dikarenakan ada salah satu bagian yang belum ada SDM yang menjalankan SIMA yaitu bagian kasir, yang untuk sementara digantikan oleh petugas askes yang ada disebelah kasir. Untuk bagian perawat dan bidan tidak menggunakan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) dikarenakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sudah lanjut usia, sehingga untuk belajar SIMA merasa kesulitan. Saat ini yang sudah menggunakan aplikasi SIMA adalah bagian pengobatan umum, bagian pengobatan gigi, bagian pendaftaran, bagian laboratorium, bagian apotek, bagian keuangan. Hal tersebut menujukkan pentingnya Sumber Daya Manusia, sesuai yang dikemukakan oleh Agus Mulyanto (2009) dalam bukunya yang berjudul “Sistem Informasi Konsep Dan Aplikasi” mengatakan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan komponen penting dari organisasi. Keberhasilan suatu organisasi biasanya ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki. Untuk itu perlu adanya manajemen terhadap Sumber Daya Manusia tersebut.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 8
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
Secara umum manajemen Sumber Daya Manusia bertujuan untuk menggunakan Sumber Daya Manusia yang efektif dan efisien. Dari hasil pembahasan tentang penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa Penerpan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center pada bulan Januari tahun 2012, akan tetapi belum berjalan dengan efektif dikarenakan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa menjalankan, namun kemudian efektif diterapkan pada bulan Mei tahun 2013 sampai sekarang. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) menggunakan software visual basic, dengan database Microsoft SQL Server. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) telah digunakan di bagian pendaftaran, bagian pengobatan umum, bagian pengobatan gigi, bagian laboratorium, bagian apotek, bagian, dan bagian keuangan. Untuk data yang di entry ada dua yaitu data sosial dan data medis pasien, dan dari entry data pasien tersebut dihasilkan sebuah laporan. Laporan tersebut akan digunakan untuk informasi terkait klinik. Akan tetapi di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center masih menggunakan manual karena untuk mengantisipasi mati listrik dan memudahkan dokter dalam pencatatan rekam medis pasien. Faktor-Faktor Pendukung Dalam Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien Dengan Menggunakan SIMA Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center 1. Pengetahuan dan mengenai SIMA
pemahaman
SDM
Pengetahuan petugas mengenai SIMA, berdasarkan hasil analisis wawancara dapat dirangkum bahwa para petugas sudah paham tentang SIMA. Hal ini karena semua petugas mengetahui pengertian SIMA, juga manfaat SIMA seperti dapat memudahkan pencarian data pasien, memperlancar pelayanan pasien, dan mempermudah pelaporan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain, pendapat ini adalah pendapat Notoadmojo (2010) yang tercantum dalam bukunya yang berjudul “Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan.” Untuk data-data yang di entry kedalam SIMA, semua petugas sudah mengerti data apa saja yang di entry kedalam SIMA, mulai dari
data sosial pasien sampai data medis pasien. Data sosial pasien adalah data sosial pasien berupa nomor rekam medis, nomor ASKES, nama pasien, kepala keluarga, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, pekerjaan/fakultas/unit, golongan darah, alamat KTP berupa asal propinsi kabupaten kecamatan desa RT/RW, nomor telphone, tanggal masuk. Hasil analisis wawancara terhadap para informan menunjukkan bahwa informan memiliki pengetahuan yang cukup tentang komputerisasi sehingga mampu dalam mengoprasikan SIMA tanpa adanya keterampilan khusus. Akan tetapi hanya memerlukan keterampilan mengoprasikan komputer dan menggunakan komputer, serta bisa mengetik. 2. Sarana komputer (hardware) yang sudah mendukung Untuk ketersediaan seperangkat komputer ditiap bagian yaitu bagian pendaftaran, bagian pengobatan umum, bagain pengobatan gigi, bagaian laboratorium, bagian apotek, dan bagian keuangan telah menggunakan SIMA sudah terpenuhi dibagiannya masing-masing. Bedasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan BAB I pasal 1 ayat 5 dan 7 menyatakan, sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktik dokter, praktik dokter gigi, praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi spesialis, praktik bidan, toko obat, klinik, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, alat kesehatan (hardware dan software), laboratorium sekolah, dan akademi kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya. 3. Jaringan internet yang berpengaruh terhadap SIMA Untuk jaringan internet di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center sudah cukup baik. Petugas akan melakukan entry data untuk data pasien, dimana entry data menghubungkan antara unit satu dengan unit yang lain, karena SIMA sudah terintegrasi. McLeod (2004) dalam bukunya yang berjudul “Sistem Informasi Manajemen” menjelaskan bahwa internet dapat mempermudah kinerja, hal tersebut menjadi alasan utama mengapa internet dan web diterima dengan terbuka oleh para pemakai komputer di seluruh dunia. Dari hasil pembahasan diatas tentang faktor pendukung penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA), dapat peneliti rangkum bahwa dari segi pengetahun, pemahaman SDM mereka sudah mengerti tentang SIMA, data apa saja yang harus
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 9
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
dimasukkan ke dalam SIMA, sehingga SIMA dapat bermanfaat bagi petugas dalam pelayanan kepada pasien. Dari segi kemudahan dalam mengoprasikan SIMA dinilai semua petugas dapat mengoprasikan SIMA tanpa harus memiliki keahlian khusus. Dari segi sarana yang berupa hardware di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center sudah ada disetiap bagian yang menggunakan SIMA, kemudian dari segi jaringan sudah menunjang penerapan SIMA asalkan tidak terjadi mati listrik. Jika terjadi mati listrik maka entry data akan di lanjutkan setelah listrik menyala, namun pelayanan pasien tetap berjalan di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center. Faktor Penghambat Dalam Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien Dengan Menggunakan SIMA Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center 1. Aplikasi Sistem Informasi Administrasi (SIMA)
Manajemen
Terkait kendala dalam mengoprasikan SIMA, para informan menyampaikan bahwa ada beberapa kendala yang ditemui selama mengoperasikan SIMA, antara lain menu SIMA belum komplit, masalah data error dan heng, saat mati listrik, ada virus pada komputer. Untuk kendala pada menu SIMA belum lengkap serta kekurangan SDM disampaikan oleh petugas Bagian Pengobatan Umum atau dokter umum yang sekaligus pimpinan di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center, masalah menu SIMA yang belum komplit. Untuk data error disampaikan oleh petugas pendaftaran, data error dan heng komputer terjadi jika banyak pasien dan ketika melakukan entry secara terus menerus. Masalah mati listrik dikeluhkan oleh semua petugas baik disampaikan oleh bagian pendaftaran, bagian pengobatan umum, bagian pengobatan gigi, petugas bagian laboratorium, petugas bagian apotek, dan petugas bagian keuangan karena ketika listrik padam semua aliran listrik mati yang membuat proses entry data terhenti, sedangkan untuk masalah terdapatnya virus pada komputer disampaikan oleh petugas bagian keuangan karena SIMA dibagian keuangan pernah menemui masalah virus pada komputer. Sabarguna dan Nurman (2009) dalam bukunya yang berjudul “Sistem Bantu Keputusan Klinis” menjelaskan bahwa aplikasi sistem informasi klinis sangat ditentukan oleh kerjasama berbagai pihak yang terkait, sehingga faktor yang dapat mendorong keberhasilan dan dapat menghambat dapat diselesaikan secara bersama, diantaranya terkait pelayanan, sistem, waktu, pemanfaatan.
2. Tidak adanya pelatihan tentang Sistem Informasi Manajemen Administrasi Faktor penghambat yang kedua adalah tidak adanya pelatihan tentang SIMA yang diadakan oleh pihak klinik. Menurut jawaban dari para informan, hal ini dikarenakan SIMA mudah untuk dioprasikan jadi tidak memerlukan pelatihan terkait SIMA. Menurut Hani Handoko (2013) dalam bukunya “Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia” berpendapat bahwa latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci, dan rutin. Latihan menyiapkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan sekarang. Pendapat Hani Handoko (2013) dalam bukunya “Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia” membuktikan pentingnya pengembangan Sumber Daya Manusia selaku yang menjalankan sistem informasi, maka perlu adanya pelatihan untuk pegawai atau Sumber Daya Manusia. 3. Standard Operasional Prosedure (SOP) Faktor penghambat yang ketiga adalah tidak adanya Standard Operasional Prosedure (SOP). Hal tersebut disampaikan oleh semua informan saat ditanya ada tidaknya Standard Operasional Prosedure (SOP). Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center, belum menggunakan Standard Operasional Prosedure (SOP), yang sebenarnya sangat penting untuk suatu perusahaan atau instansi. Ir. M. Budihardjo dalam bukunya yang berjudul “SOP : Standard Operasional Prosedur” berpendapat bahwa pengaplikasian SOP benarbenar sangat dibutuhkan oleh suatu perusahaan guna lebih meningkatkan efisiensi serta efektifitas operasional perusahaannya. Dari hasil pembahasan diatas tentang faktor penghambat dalam penerapa Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) dapat peneliti simpulkan bahwa terdapat beberapa faktor penghambat dalam penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) antara lain menu SIMA belum komplit, kekurangan SDM, masalah data error dan kadang nge-heng, saat mati listrik, ada virus pada komputer. Selain itu tidak ada pelatihan tentang Sistem Informasi Manajemen Administrasi, serta belum ada Standar Operasional Prosedure (SOP) mengenai SIMA. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 10
CAKRA BUANA KESEHATAN Center, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) dimulai tahun 2012 dan digunakan secara efektif pada bulan Mei tahun 2013. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) tersebut menggunakan software visual basic, dengan database Microsoft SQL Server, diluncurkan oleh IT-Qon Komputer. Pada Aplikasi SIMA terdapat sembilan sistem menu, yaitu menu utama, menu user, menu master, menu transaksi, menu laporan, menu keuangan, laporan keuangan, menu utility, dan about. 2. Penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center belum optimal, dikarenakan Tidak ada Standar Operasional Prosedure (SOP) yang ada di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center. 3. Bagian yang sudah menggunakan aplikasi SIMA adalah bagian pendaftaran, bagian pengobatan umum, bagian pengobatan gigi, bagian laboratorium, bagian apotek, dan bagian keuangan. Akan tetapi di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center juga masih menggunakan manual karena untuk mengantisipasi listrik padam dan memudahkan dokter dalam pencatatan rekam medis pasien. 4. Faktor pendukung dan penghambat dalam Penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center yaitu sebagai berikut: Faktor pendukung Penerapan SIMA di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center: 1) dari segi pengetahuan, Sumber Daya Manusia sudah mengerti tentang Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) dan manfaat dari SIMA sendiri, 2) sarana komputer (hardware) yang sudah mendukung, seperangkat komputer ditiap bagian. Akan tetapi untuk bagian perawat dan bidan tidak menggunakan SIMA dikarenakan Sumber Daya Manusia yang sudah lanjut usia, sehingga untuk belajar SIMA merasa kesulitan, 3) jaringan internet yang berpengaruh terhadap Sistem Informasi Manajemen Administrasi sudah cukup baik, tidak ada kendala yang cukup berarti. Sedang faktor penghambat yaitu tidak ada Standar Operasional Prosedure (SOP) yang ada di Klinik Utama UIN Sunan Kalijaga Health Center. Untuk saat ini masih berupa lisan dan belum ada yang tertulis. 5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Pasien di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center adalah mengadakan recruitment petugas kasir, untuk mengatasi mati listrik adalah dengan membuat dua sistem, yaitu menggunakan komputerisasi dan tetap menggunakan manual, untuk
ISSN: 2460-7541 masalah error pada SIMA, mengumpulkan semua masalah terlebih dahulu kemudian melaporkan semua masalah yang ada saat penerapan Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) kepada programer. Saran Berdasarkan kesimpulan akhir mengenai faktor penghambat yang diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti memberikan saran bagi Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center. Saran dari peneliti adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan pelatihan tentang Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) untuk memberikan keterampilan lebih bagi petugas agar lebih menguasai Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA). 2. Untuk menu Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) yang belum lengkap sebaiknya segera di kumpulkan menu apa saja yang dibutuhkan user kemudian dikonsultasi dengan programer untuk mengatasi menu yang belum komplit atau masalah-masalah Sistem Informasi Manajemen Administrasi (SIMA) lainnya. 3. Terkait dengan Standar Operasional Prosedure (SOP) yang belum ada sebaiknya segera dibuat SOP, karena hal ini dapat digunakan untuk memperjelas job discriptions masing-masing petugas, yang juga akan digunakan untuk pengambilan keputusan di Klinik Utama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Health Center. DAFTAR PUSTAKA Aditama, Tjandra Yoga. (2010). Maanajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press. Barsasella, Diana. (2012). Sistem Informasi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Mitra Wacana Medika. Budihardjo. (2014). SOP : Standard Operasional Prosedur. Jakarta. Penerbit Raih Asa Sukses. Fatta, Hanif Al. (2007). Analisis & Perancangan Sistem Informasi. Yogyakarta. Penerbit Andi Offset. Ghony, Djunaidi & Almanshur, Fauzan. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Arr-Ruzz Media. Handoko, Hani. (2013). Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. Penerbit BPFE-Yogyakarta. Hidayat, Aziz Alimatul. (2007). Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta. Penerbit Salemba Medika Jogiyanto. (2009). Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta. Penerbit Andi Offset. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2012). Edisi Kesepuluh. Semarang. Penerbit Widya Karya
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 11
CAKRA BUANA KESEHATAN Komorotomo, Wahyudi & Margono, Subando Agus. (2009). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta. Penerbit Universitas Gadjah Mada Press Linda Febriani. (2012). Analisis penerapan Sistem Informasi Pendaftaran Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Setjonegoro Wonosobo Dengan Metode PIECES. Skripsi. STIKES Surya Global Yogyakarta Machfoedz, Ircham & Suryani Eko. (2009). Pendidikan Promosi Kesehatan. Yogyakarta. Penerbit Fitamaya McLeod, Raymond. (2004). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta. Penerbit PT. Indeks. Menteri Kesehatan, Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan BAB 1 Pasal 1 Indonesia. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Moleong, Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Penerbit Remaja Rosda Karya Mulyanto, Agus. (2009). Sistem Informasi Konsep & Aplikasi. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta Novia Rahmawati. (2012). Analisis Penerapan Sistem Informasi Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Dengan Menggunakan Barcode di Puskesmas Mantrijeron Yogyakarta. Skripsi. STIKES Surya Global Yogyakarta Rustianto, Ery. (2010). Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Yang Terintegrasi. Yogyakarta. Penerbit Gosyen Publising Sabarguna, Boy. (2007). Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Penerbit Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng – DIY. Sabarguna, Boy & Nurman, Irzan. (2009). Sistem Bantu Keputusan Klinis. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press. Sabarguna, Boy & Kekalih Aria. (2008). Sistem Informasi Klinis. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press. Sabarguna, Boy & Listiani, Henny. (2008). Organisasi Dan Manajemen Rumah Sakit. Penerbit Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng – DIY. Sastroasmoro, Sidigdo & Ismael, Sofyan. (2010). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta. Penerbit Bina Rupa Aksara. Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Nuha Medika Septi Susanti. (2013). Analisis Penerapan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) di Puskesmas Gondokusuman Yogyakarta. Skripsi. STIKES Surya Global Yogyakarta
ISSN: 2460-7541 Sri Kusumadewi, et al. (2009). Informatika Kesehatan. Yogyakarta. Penerbit Graha Ilmu Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung. Penerbit Alfabeta Yuni Listari. (2012). Analisis penerapan Sistem Informasi Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Berbasis Komputerisasi Berdasarkan Model DeLone and Melean di Rumah Sakit Umum Daerah Saras Husada Purworejo. Skripsi. STIKES Surya Global Yogyakarta.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 12
CAKRA BUANA KESEHATAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIDAKLENGKAPAN PENGISIAN LEMBAR RESUME MEDIS PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM ‘AISYIYAH PONOROGO
Desy Riyantika (Prodi D3 RMIK STIKes Buana Husada Ponorogo)
ABSTRAK
Pendahuluan: Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan, peneliti menemukan permasalahan dari 734 berkas pada triwulan pertama tahun 2012 berkas yang diambil secara acak dengan jumlah 88 berkas diketahui bahwa ketidaklengkapan paling banyak terdapat pada bukti dokumentasi resume medis dengan jumlah angka ketidaklengkapan adalah 59.38%. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktorfaktor penyebab ketidaklengkapan pengisian lembar resume medis pasien rawat inap penyakit dalam di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo. Metode: Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek pada penelitian ini terdiri dari dokter penyakit dalam, dan seorang perawat. Informan dalam penelitian ini adalah kepala rekam medis di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo. Hasil: Dari faktor predisposisi diketahui bahwa kesibukan dokter yang menyebabkan ketidaklengkapan pengisian resume medis, faktor pendukung dari rumah sakit sudah baik dan faktor pendorong adalah teguran tertulis maupun secara lisan terhadap dokter. Kesimpulan: Kesibukan dokter yang menjadi penyebab ketidaklengkapan pengisian resume medis di rumah sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo. Kata Kunci: faktor perilaku, ketidaklengkapan, resume medis
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumah Sakit adalah salah satu pemberi layanan kesehatan yang mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki fungsi utama untuk memberikan perawatan dan pengobatan yang sempurna kepada pasien baik pasien rawat inap, rawat jalan maupun gawat darurat. (Azwar,1996).
ISSN: 2460-7541 Salah satu parameter untuk menentukan mutu pelayanan medis di rumah sakit adalah data/informasi dari rekam medis. Sehingga untuk memenuhi pelayanan mutu tersebut maka banyak upaya yang dapat dilakukan, maka jika tujuan utamanya untuk memenuhi mutu pelayanan yang diselenggarakan oleh suatu pelayanan, objek kajian yang dipandang paling sesuai adalah rekam medis (Azwar,1996). Rekam medis berfungsi untuk memelihara dan menyediakan informasi bagi semua pihak yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Rekam medis harus berisi informasi yang memadai mengenai pasien, menurut data penegakan diagnosis dan pengobatan cedera atau luka. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan yang telah diberikan kepada pasien (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/III/2008). Kualitas rekam medis dapat dilihat pada kelengkapan, kesesuaian, serta kevalidan isinya, dapat juga dilihat dengan terlindungi atau tidaknya kerahasiaan informasi yang terkandung di dalamnya. Rekam medis disebut lengkap apabila catatan medis tersebut telah berisi seluruh informasi tentang pasien, sesuai dengan formulir yang disediakan, isi harus lengkap dan benar, khususnya resume medis dan resume keperawatan termasuk seluru hasil pemeriksaan penunjang (Depkes RI. 1997). Rumah sakit mempunyai kewajiban dalam penyelenggaraan rekam medis. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran paragraf 3 rekam medis Pasal 46 menyatakan : 1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, wajib membuat rekam medis; 2) rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan kesehatan. Bila yang bersangkutan dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 79, maka dokter/dokter gigi dapat dipidana kurungan 1 tahun atau denda Rp 50.000.000. Salah satu bagian dari berkas rekam medis yang sering tidak terisi lengkap adalah lembar resume medis. Menurut Depkes RI. (2006), resume medis adalah berisi ringkasan tentang penemuan-penemuan, dan kejadian penting selama pasien dirawat, keadaan waktu pulang, dan rencana pengobatan selanjutnya. Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo maka peneliti menemukan permasalahan pada bagian assembling. Dari 734 berkas pada triwulan pertama tahun 2012 berkas yang diambil secara acak dengan jumlah 96 berkas diketahui bahwa:
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 13
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
Tabel 1. Data Kelengkapan Pengisian Resume Medis Penyakit Dalam Rumah Sakit ‘Aisyiyah Ponorogo Triwulan I Tahun 2012 No 1 2 3 4
Analisis Kuantitatif Identitas Pasien Bukti Dokumentasi Keabsahan Rekaman Tata Cara Mencatat
Lengkap 64.77%
Tidak Lengkap 35.23%
42.05%
57.95%
48.86%
51.14%
46.59%
53.41%
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor penyebab ketidaklengkapan pengisian lembar resume medis pasien rawat inap penyakit dalam di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo.
HASIL PENELITIAN Karakteristik Subyek dan Informan Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo Penelitian ini menggunakan 2 subyek dan seorang informan. Yaitu seorang dokter penyakit dalam, seorang perawat dan seorang kepala rekam medis. Berikut ini adalah data subyek dan informan di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo: Tabel 1. Distribusi Karakteristik Subyek dan Informan Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo Umur (Tahun) 40-50 >50 Jumlah
Frekuensi 3 3
Persen 100% 100 %
METODE Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Deskriptif yaitu laporan penelitian berisi kutipankutipan, data yang memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Subyek pada penelitian ini terdiri dari seorang dokter penyakit dalam dan seorang perawat. Informan dalam penelitian ini adalah kepala rekam medis di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo. Obyek penelitian adalah penyebab ketidaklengkapan pengisian lembar resume medis yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Variabel dalam penelitian ini adalah faktorfaktor penyebab ketidaklengkapan lembar resume medis pasien rawat inap penyakit dalam. Teknik pengumpulan data yang digunakan ada dua yaitu pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi, wawancara dan Dokumentasi. Sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari sumber informasi pendukung dalam penelitian meliputi gambaran Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan cara menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan, dokumen resmi. Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara tidak langsung ditulis pada lembar wawancara, namun sebelumnya penulis menterjemahkan dahulu dari hasil perekaman. Data yang telah dikumpulkan tidak diuji dengan statistik namun hanya berupa uraian atau keterangan secara apa adanya. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Peneliti sebagai instrumen utama 2. Pedoman wawancara 3. Alat perekam suara (voice recorder) 4. Alat tulis
Dari Tabel 1 diketahui bahwa subyek berdasarkan umur adalah 3 orang (100%) berusia 40-50 tahun. Tabel 2. Distribusi Karakteristik Subyek dan Informan Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Frekuensi 2 1 3
Persen 66,6 % 33,3% 100 %
Dari Tabel 2 diketahui bahwa subyek berdasarkan jenis kelamin adalah 3 orang (60%) berjenis kelamin laki-laki dan 2 orang (40%) berjenis kelamin perempuan. Tabel 3. Distribusi Karakteristik Subyek dan Informan Berdasarkan Pendidikan di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo Pendiikan SMA S1 S2 Jumlah
Frekuensi 1 1 3 5
Persen 20% 20% 60% 100 %
Dari Tabel 3 diketahui bahwa subyek berdasarkan pendidikan adalah 1 orang (20%) berlatar belakang pendidikan SMA, 1 orang (20%) berlatar pendidikan S1 dan 3 orang (60%) berlatar pendidikan S2. Tabel 4. Distribusi Karakteristik Subyek dan Informan Berdasarkan Statu Kepegawaian di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo Status Kepegawaian Pegawai Tetap Pegawai Tidak Tetap Jumlah
Frekuensi 3 2
Persen 60% 40%
5
100 %
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 14
CAKRA BUANA KESEHATAN Dari Tabel 4 diketahui bahwa subyek berdasarkan status kepegawaian adalah 3 orang (60%) merupakan pegawai tetap dan 2orang (40%) merupakan pegawai tidak tetap. Tabel Ketidaklengkapan Pengisian Resume Medis Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo Dari Tabel 1 diketahui bahwa angka ketidaklengkapan paling banyak terdapat pada bukti dokumentasi resume medis dengan jumlah angka ketidaklengkapan mencapai 57.95%, terdiri dari diagnosa masuk, anamnese, pemeriksaan, diagnosa utama, diagnosa sekunder, pengobatan, keadaan pasien waktu masuk, keadaan pasien waktu pulang, sebab kematian (apabila pasien meninggal), dan anjuran. Urutan kedua terletak pada tata cara mencatat yaitu tanggal pemeriksaan, waktu pemeriksaan, dengan jumlah angka ketidaklengkapan 53.41%. Urutan ketiga terletak pada keabsahan rekaman yaitu berupa nama dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab dengan jumlah angka ketidaklengkapan 51.14%. Sedangkan bagian identitas pasien pada urutan ke empat dengan jumlah angka ketidaklengkapan 35.23%. PEMBAHASAN PENELITIAN Faktor Predisposisi (Sumber Daya Manusia) Berdasarkan wawancara yang mendalam yang dilakukan pada dokter penyakit dalam diketahui bahwa dokter dapat menjelaskan dengan baik tentang pengertian resume medis, namun ada dokter yang tidak bersedia untuk menjawab dengan rinci. Dokter mengetahui bahwa resume medis merupakan catatan medis yang penting dan harus diisi lengkap karena berkaitan dengan riwayat penyakit pasien selama dirawat di rumah sakit. Namun pengetahuan mengenai resume medis tidak cukup menjamin individu untuk berperilaku patuh dalam melengkapi lembar resume medis tepat waktu. Sedangkan terkait sanksi apabila pihak doktek tidak melengkapi resume medis menurut kepala rekam medis, sudah diberlakukan teguran lisan maupun tertulis dari pihak rumah sakit kepada dokter yang bersangkutan untuk melengkapi berkas rekam medis terutama lembar resume medis, akan tetapi ketidaklengkapn resume medis masih sering ditemui kendala yang mempengaruhi dokter dalam pengisian lembar resume medis bahwa menurut dokter kendala yang menyebabkan ketidaklengkapan resume medis adalah kesibukan, sudah ditunggu pasien di poli atau sudah ditunggu di rumah sakit lain. Namun hal ini seharusnya tidak dijadikan alasan oleh dokter untuk tidak melengkapi rekam medis, khususnya
ISSN: 2460-7541 resume medis karena merupakan kewajiban dokter. Kelengkapan data rekam medis pasien merupakan tanggung jawab setiap dokter. Faktor Pendukung (Sarana) Berdasarkan wawancara yang mendalam yang dilakukan pada dokter penyakit dalam dan perawat diketahui bahwa rumah sakit sudah menyediakan sarana untuk menunjang kelengkapan resume medis. Sarana yang disediakan disesuaikan menurut kemampuan dari rumah sakit yang bersangkutan. Menurut kepala rekam medis, rumah sakit menyediakan lembar check list dan ruang komite medis untuk menunjang kelengkapan pengisian resume medis. Kendala yang dialami dokter dengan ada atau tidaknya sarana yang menunjang pengisian resume medis diketahui bahwa sarana yang disediakan oleh pihak rumah sakit sudah cukup baik sehingga sarana tidak menjadi penyebab ketidaklengkapan pengisian resume medis. Rumah sakit telah menyediakan lembar check list dan ruangan komite medis. Faktor Pendorong (Prosedur dan Kebijakan) Berdasarkan wawancara yang mendalam yang dilakukan pada dokter penyakit dalam diketahui bahwa menurut dokter, perawat, dan kepala rekam medis tidak ada kendala terkait Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai resume medis. Standar Operasional Prosedur (SOP) di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah sudah sesuai yang berisi mengenai kewenangan, kebijakan dan prosedur tentang rekam medis dan resume medis yang harus dipatuhi oleh dokter. Dari ketiga faktor yang diteliti yaitu faktor predisposisi (sumber daya manusia), faktor pendukung (sarana), dan faktor pendorong (kebijakan dan prosedur) yang menjadi penyebab utama dari ketidaklengkapan pengisian resume medis adalah faktor sumber daya manusia. Kesibukan dijadikan alasan utama oleh dokter tidak melengkapi resume medis, namun seharusnya kesibukan itu tidak dijadikan alasan. Karena membuat resume medis, melengkapi resume medis adalah kewajiban seorang dokter. Seperti yang dijelaskan di UU praktik kedokteran No.29 pasal 46 ayat (1) menyatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Menurut SK Direktur Rumah Sakit ‘Aisyiyah dengan No. Dokumen RSUA/244/III.5.AU/ I/III/2009 bahwa perawat berhak untuk menulis identitas pasien pada setiap formulir rekam medis dengan melihat pada Form Ringkasan Masuk Keluar, yaitu No. RM, nama, umur, kelas, sedangkan riwayat penyakit pasien tetap menjadi kewenangan dokter. Walaupun dengan adanya kebijakan tersebut, tanggung jawab
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 15
CAKRA BUANA KESEHATAN kelengkapan resume medis tetap berada di tangan dokter dan walaupun perawat hanya menulis identitas pasien, namun perawat juga harus mengisi identitas dengan lengkap. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
ISSN: 2460-7541 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/ 2008 Tentang Rekam Medis. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor presdiposisi (sumber daya manusia) yang menjadi penyebab utama ketidaklengkapan pengisian resume medis yaitu karena kesibukan dokter sehingga menyebabkan keterlambatan dalam kelengkapan resume medis. 2. Faktor pendukung (sarana) tidak menjadi penyebab ketidaklengkapan resume medis di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Ponorogo. Karena pihak rumah sakit sudah menyediakan sarana untuk menunjang kelengkapan resume medis. 3. Faktor pendorong (kebijakan dan prosedur) disimpulkan bahwa faktor prosedur tidak menyebabkan ketidaklengkapan resume medis. Karena sebenarnya sudah ada peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit untuk menunjang kelengkapan resume medis, yaitu dengan teguran lisan maupun teguran tertulis. Saran 1. Diperlukan kerjasama yang lebih intensif dari pihak-pihak yang terkait khususnya antara perawat, petugas rekam medis dengan dokter yang menangani pasien sehingga berkas rekam medis pasien rawat inap terutama resume medis dapat terisi dengan lengkap dan lebih baik lagi. 2. Diperlukan sosialisasi yang optimal tentang kebijakan pengisian rekam medis khususnya rawat inap yang dimiliki oleh Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo sehingga dokter, perawat dan petugas rekam medis maupun pihak lain yang terkait mengetahui dan memahami akan pentingnya kelengkapan berkas rekam medis khususnya resume medis. DAFTAR PUSTAKA Azwar,Azrul. 1996. Prosedur Administrasi Kesehatan. Jakarta:Bina Aksara Rupa Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. 1997. Pedoman Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia. Jakarta:Depkes RI --------. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia. Jakarta:Depkes RI
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 16
CAKRA BUANA KESEHATAN HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG SEKS PRANIKAH DI DESA BROTO KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2013 Kresna Widyaningrum (STIKes Buana Husada Ponorogo) ABSTRAK Pendahuluan: Remaja Indonesia mengalami peningkatan kerentanan terhadap berbagai ancaman resiko yang berkaitan dengan kesehatan seksual. Dari 114 orang remaja putri di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo, 70-80 persen sudah berpacaran. Sejak tahun 2012 sampai tahun 2013 terdapat tiga remaja putri yang hamil di luar nikah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang seks pranikah. Metode: Jenis penelitian ini adalah korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah remaja putri di Desa Broto, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo yang berjumlah 114 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 88 orang. Subyek dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square. Hasil: Pola asuh orang tua mempengaruhi sikap remaja putri tentang seks pranikah. Kesimpulan: Subyek dengan pola asuh demokratis cenderung memiliki sikap positif tentang seks pranikah daripada subyek dengan tipe pola asuh yang lain. Kata kunci: pola asuh, sikap, remaja putri, seks pranikah PENDAHULUAN Latar Belakang Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anakanak menuju masa dewasa. Menurut Mappiare sebagaimana dikutip Heriana (Heriana, 2012:17) masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik secara seksual sehingga mampu berproduksi dan remaja juga merupakan masa perkembangan sikap tergantung terhadap orang tua ke arah kemandirian, minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika ( Syamsu Yusuf, 2009:184). Fase remaja merupakan fase yang paling rentan. Fase ini ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik dan psikis. Perubahan
ISSN: 2460-7541 aspek fisik dan psikis tersebut dipengaruhi oleh perkembangan hormon. Pengaruh hormon membuat emosi remaja tidak stabil sehingga menimbulkan sikap yang mudah berubah-ubah dan mudah terkena pengaruh dari luar. Akibat pengaruh hormonal remaja juga mengalami perubahan fisik yang cepat dan mendadak yang ditunjukkan dari perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genetalia sekunder. Hal ini menjadikan remaja sangat dekat dengan permasalahan seputar seksual. Namun terbatasnya bekal yang dimiliki menjadikan remaja memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan (Damayanti, 2012:67). Perkembangan emosi pada remaja membuat remaja menginginkan perhatian yang lebih. Orang tua sebagai lingkungan utama dalam membentuk kepribadian remaja harus memperhatikan hal tersebut. Orang tua harus memberikan hak-hak anak dalam pengasuhan yang meliputi kasih sayang, perhatian, dan keteladanan. Pola asuh yang diterapkan orang tua dipercaya memiliki dampak terhadap perkembangan remaja. Menurut Baumrind sebagaimana dikutip Syamsu Yusuf (Syamsu Yusuf, 2009:52) bahwa pola asuh dapat memberikan dampak terhadap perilaku remaja. Remaja yang orang tuanya bersikap otoriter cenderung bersikap bermusuhan dan memberontak, remaja dengan pola asuh permissif cenderung berperilaku bebas tidak terkontrol, sedangkan remaja dengan pola asuh demokratis cenderung terbebas dari perilaku negatif seperti seks bebas dan penyalahgunaan Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA). Perkembangan fungsi organ reproduksi menimbulkan dorongan untuk lebih mengetahui tentang seksualitas. Remaja mulai mengaplikasikannya dalam bentuk-bentuk perilaku seperti mempercantik diri dan mengungkapkan perasaan kepada lawan jenis yang disukai melalui lagu maupun puisi. Pada tahap selanjutnya remaja memasuki tahap yang lebih mendalam dimana sudah ada sentuhan fisik seperti bergandengan tangan, berpelukan, mencium pipi atau bibir, bahkan sampai pada melakukan hubungan seksual. Hal tersebut berdampak pada kehamilan di luar nikah dan aborsi (Heriana, 2012:60). Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini memang sangatlah memprihatinkan. Berdasarkan beberapa data, di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kotakota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Data ini didukung beberapa hasil penelitian bahwa terdapat 98 persen mahasiswi Yogyakarta yang melakukan seks pra nikah mengaku pernah melakukan aborsi. Secara kumulatif, aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta kasus
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 17
CAKRA BUANA KESEHATAN per tahun. Setengah dari jumlah itu dilakukan oleh wanita yang belum menikah, sekitar 10-30 persen adalah para remaja. Artinya, ada 230 ribu sampai 575 ribu remaja putri yang diperkirakan melakukan aborsi setiap tahunnya. Sumber lain juga menyebutkan, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi dan jumlah Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) pada remaja meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun. Selain itu survei yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada akhir 2008 menyatakan, 63 persen remaja di beberapa kota besar di Indonesia melakukan seks pranikah. Para pelaku seks dini itu menyakini, berhubungan seksual satu kali tidak menyebabkan kehamilan. Sumber lain juga menyebutkan tidak kurang dari 900 ribu remaja yang pernah aborsi akibat seks bebas (Jawa Pos, 28-5-2001). Di Jawa Timur, remaja yang melakukan aborsi tercatat 60 persen dari total kasus (Jawa Pos, 9-4-2005). Menurut Dedewijaya (2010) 80 persen remaja putri di Ponorogo pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sedangkan pada remaja pria, data angka persentasenya sedikit lebih besar lagi. Demikian data dari hasil survei secara acak selama kurun waktu satu tahun terakhir, yang disampaikan oleh Ketua KPPA (Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Kabupaten Ponorogo. Di Kabupaten Ponorogo, perkawinan di bawah umur meningkat 75 persen, kata Humas Pengadilan Agama Ponorogo, Misnan Maulana (2014). Warga yang paling tinggi mengajukan surat dispensasi berasal dari Kecamatan Sokoo, Slahung, Sawo dan Siman. Penyebabnya, hamil sebelum melakukan perkawinan. Hal ini disebabkan pergaulan bebas dan lemahnya pengawasan orang tua (Nilam Wilanda,2012). Desa Broto adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo. Jumlah remaja putri usia 12-24 tahun dan belum menikah adalah 114 orang. Dari 114 orang remaja putri tersebut hampir sebagian besar yaitu 70-80 persen sudah berpacaran. Mereka menganggap bahwa bergandengan tangan, berpelukan dan mencium pipi, dahi dan bibir adalah hal yang biasa untuk dilakukan selama berpacaran. Data yang diperoleh dari perangkat desa menyebutkan bahwa di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo terdapat satu remaja putri yang hamil di luar nikah pada tahun 2012 dan 2013 serta satu orang remaja putri tidak lulus sekolah karena hamil di luar nikah pada tahun 2013. Survei pendahuluan peneliti lakukan pada bulan Maret 2013 terhadap 10 orang remaja putri yang memiliki pengalaman perilakuperilaku seksual di wilayah Desa Broto. Survei dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap 10 remaja putri tersebut. Peneliti mencari data dan menemukan fenomena mengenai perilaku-perilaku seksual remaja yang
ISSN: 2460-7541 menyimpang dan kaitannya dengan pola asuh orang tua yang salah. Dari 10 remaja, ada tiga remaja putri (30 %) dengan pola asuh otoriter yaitu pola asuh dimana orang tua mendominasi anak dan orang tua tidak segan untuk menerapkan hukuman kepada anak jika anak melakukan hal-hal yang menyimpang. Ada tiga (30%) remaja dengan pola asuh demokratis yaitu pola asuh dimana orang tua menerapkan komunikasi dua arah dan memberikan kebebasan yang bertanggung jawab. Serta empat remaja putri (40%) dengan pola asuh permissif yaitu pola asuh dimana orang tua menyerahkan semua keputusan kepada anak dan menyerahkan kebebasan sepenuhnya kepada anak. Dari sepuluh remaja putri tersebut, ada tujuh orang remaja (70%) yaitu satu orang dengan pola asuh demokratis, dua orang dengan pola asuh otoriter dan empat orang dengan pola asuh permissif yang mengatakan bahwa bergandengan tangan dan berpelukan dengan pacar adalah hal yang wajar dan mereka sudah pernah berciuman pipi dan bibir. Sedangkan tiga remaja lagi yaitu dua remaja dengan pola asuh demokratis dan satu orang remaja dengan pola asuh otoriter mengaku belum pernah pacaran. Dari uraian tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa sikap remaja putri tentang seks pranikah dapat dipengaruhi oleh tipe pola asuh orang tua. Berdasarkan data tersebut semua remaja dengan pola asuh permissif menganggap bahwa perilaku yang mengarah kepada hubungan seks pranikah seperti bergandengan tangan, berpelukan, berciuman pipi dan bibir adalah hal yang wajar dilakukan. Apabila mereka terbiasa melakukan hal ini, dikhawatirkan bahwa mereka bisa saja masuk ke dalam tingkatan yang lebih dalam lagi yaitu sampai pada hubungan seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Pola asuh permissif ini memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak sehingga mereka dapat melakukan perbuatan semaunya termasuk dapat melakukan hal-hal yang negatif . Masa remaja adalah masa yang rentan. Banyak permasalahan yang terjadi pada masa remaja di antaranya adalah tentang seksualitas dan seks pranikah. Peran keluarga sebagai tempat pertama dan utama dalam pembentukan kepribadian anak dapat diwujudkan melalui pola asuh yang diterapkan. Pola asuh yang diharapkan adalah pola asuh yang menerapkan komunikasi dua arah dan memberikan kebebasan yang bertanggung jawab sehingga orang tua dapat memberikan pengertian terhadap anak bahwa seksualitas adalah hal yang alamiah namun menuntut pertanggungjawaban kepada Tuhan sehingga hanya dapat dilakukan setelah menikah. Pengertian seperti ini diharapkan dapat mencegah remaja putri untuk melakukan hal-hal seperti seks pranikah yang dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang dapat merugikan dirinya sendiri.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 18
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
METODE
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini didesain dengan menggunakan penelitian deskripsi korelasional yang bertujuan mengungkapkan hubungan antara dua variabel yaitu hubungan antara variabel pola asuh dengan sikap remaja putri tentang seks pranikah. Sasaran penelitian adalah remaja putri usia 12-24 tahun dan belum menikah sampai bulan Juli 2013 sebanyak 114 orang. Sampel penelitian adalah remaja putri yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu remaja putri usia 12-24 tahun dan belum menikah serta tinggal dengan orang tuanya yaitu sebanyak 88 orang. Teknik sampling menggunakan pendekatan secara simple random sampling dengan jumlah sampel 88 orang. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua dan Variabel Dependen adalah sikap remaja putri tentang seks pranikah. Teknik pengumpulan data pola asuh orang tua dan sikap remaja putri tentang seks pranikah menggunakan alat ukur kuesioner. Sebelum responden mengisi kuesioner peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta proses pengisian kuesioner. Kemudian calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden dalam penelitian ini. Setelah itu responden diminta mengisi kuesioner yang akan diberikan oleh peneliti. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya selama pengisian kuesioner bila ada yang tidak dimengerti sehubungan dengan pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Data pola asuh orang tua dan sikap remaja putri tentang seks pranikah diolah dan disajikan dalam bentuk frekuensi dan presentase. Pola asuh orang tua dianalisa dalam bentuk skala nominal. Pola asuh orang tua dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu pola asuh otoriter jika responden mendapatkan skor 11-20 dari pernyataan pola asuh otoriter, pola asuh demokratis jika responden mendapatkan skor 11-20 dari pernyataan pola asuh demokratis dan pola asuh permisif jika responden mendapatkan skor 11-20 dari pernyataan pola asuh permisif. Sedangkan sikap remaja putri tentang seks pranikah dianalisa dalam bentuk skala ordinal. Sikap remaja putri tentang seks pranikah dikategorikan positif jika skor T ≥ mean T dan negatif jika skor T < mean T. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang seks pranikah digunakan uji korelasi Chi Kuadrat dengan menggunakan bantuan komputer SPSS versi 16.0. Dengan tingkat signifikasi 95% atau α = 0,05.
Deskripsi Tempat Penelitian Desa Broto merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo. Secara geografis Desa Broto terletak di sebelah utara pasar Slahung. Desa Broto terdiri dari 14 RT dan 04 RW dengan jumlah penduduk 2057 orang dimana jumlah penduduk laki-laki 1100 orang dan jumlah penduduk perempuan 957 orang. Luas wilayah 227,35 Ha, dengan jumlah dusun 2 dusun yaitu dusun Tenun dan Broto. Batas wilayah Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo dimana batas timur Desa Bekare, batas barat Desa Wates, batas utara Desa Menggare dan batas selatan Desa Slahung. Data Umum Data umum dimaksudkan untuk menggambarkan karakteristik responden. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 88 orang remaja putri melalui pengisian kuesioner dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Distribusi Usia Responden Usia 12-15 tahun 16-19 tahun 20-23 tahun Total
Frekuensi 37 33 18 88
Persen 42 37,5 20,5 100
Tabel 1. menunjukkan bahwa hampir setengahnya usia responden adalah usia 12-15 tahun sebanyak 37 orang (42%) dan usia 16-19 tahun 33 orang (37,5%) dan sebagian kecil yaitu 18 orang (20,5%) berusia 20-23 tahun. Tabel 2. Distribusi Agama Responden Agama Islam Kristen Total
Frekuensi 87 1 88
Persen 98,9 1,1 100
Tabel 2. Menunjukkan bahwa hampir seluruh responden 98,9% menganut agama Islam dan hanya 1,1% yang menganut agama Kristen. Data Khusus Data khusus ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang seks pranikah di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo. Hasil penelitian dapat dilihat dari tabel berikut ini:
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 19
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
Tabel 6. Hasil Uji Chi Square Tabel 3. Distribusi Pola Asuh Orang Tua Pola Asuh Otoriter Demokratis Permissif Total
Frekuensi 12 69 7 88
Persen 13,6 78,4 8 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya yaitu 69 orang (78,4%) responden mendapatkan pola asuh demokratis dan sebagian kecil yaitu 12 orang (13,6%) responden mendapatkan pola asuh otoriter dan sisanya sebanyak 7 orang (8%) mendapatkan pola asuh permisif. Tabel 4. Distribusi Sikap Remaja Putri Tentang Seks Pranikah Sikap Positif Negatif Total
Frekuensi 74 14 88
Persen 84,1 15,9 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden yaitu 74 orang (84,1%) memiliki sikap positif tentang seks pranikah sedangkan sisanya 15,9% memiliki sikap negatif tentang seks pranikah. Tabel 5. Distribusi Sikap Remaja Putri tentang Seks Pranikah Menurut Pola Asuh Orang Tua Pola Asuh Otoriter Demokratis Permissif Jumlah
Positif 6 (6,8%) 67 (76,1%) 1 (1,2%) 74 (84,1%)
Sikap Negatif 6 (6,8%) 2 (2,3%) 6 (6,8%) 14 (15,9%)
Jumlah 12 (13,6%) 69 (78,4%) 7 (8%) 88 (100%)
Tabel 5 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden dengan pola asuh demokratis yaitu 67 orang (76,1%) memiliki sikap positif sedangkan responden yang memiliki sikap negatif hanya 2 orang (2,3%), responden dengan pola asuh otoriter yang memiliki sikap positif maupun negatif masing-masing sebanyak 6 orang (6,8%), sedangkan responden dengan pola asuh permisif hampir seluruhnya yaitu 6 orang (6,8%) memiliki sikap negatif dan hanya 1 orang (1,2%) yang memiliki sikap positif.
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-byLinear Association N of Valid Cases
Value
Df
Asymp. Sig (2-sided)
44.652*
2
.000
36.634
2
.000
.250
1
.617
88
Tabel 7. Tingkat Keeratan Hubungan dengan Coefficient Contigency
Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Aprrox. Siq.
.580
.000
88
Hasil uji statistik Chi Square dengan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05 adalah p=0,000 (lebih kecil dari α yang ditetapkan yaitu 0,05) yang berarti Ho ditolak. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pula koefisien kontingensi = 0,580. Kesimpulannya adalah ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang seks pranikah di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo dengan tingkat keeratan hubungan dalam kategori cukup kuat. PEMBAHASAN Pola Asuh Orang Tua Remaja Putri di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 88 responden sebagian besar 78,4% responden mendapatkan pola asuh demokratis dan sebagian kecil (13,6%) mendapatkan pola asuh otoriter sedangkan sisanya (8%) mendapatkan pola asuh permisif. Pola asuh demokratis dapat mendorong anak untuk mandiri, tetapi orang tua tetap menetapkan batas dan kontrol serta memiliki dampak positif yaitu anak-anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stress, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi dengan baik. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis akan berusaha mengajak anak agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya sehingga anak akan menghindari keburukan karena dia sendiri
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 20
CAKRA BUANA KESEHATAN merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan orang tuanya. Pola asuh otoriter cenderung menerapkan disiplin dan kontrol yang sangat kaku dan keras. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri. Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang serba bebas dan memperbolehkan segala sesuatunya tanpa menuntut anak. Anak yang diasuh secara permisif mempunyai kecenderungan kurang berorientasi pada prestasi, egois, suka memaksakan keinginannya, kemandirian yang rendah, serta kurang bertanggungjawab. Anak juga akan berperilaku agresif dan antisosial, karena sejak awal tidak diajarkan untuk mematuhi peraturan sosial, tidak pernah diberi hukuman ketika melanggar peraturan yang telah ditetapkan orang tua. Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang ada, pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang paling kondusif dan paling banyak diterapkan oleh orang tua dalam mengasuh anaknya karena pada pola asuh ini terjadi komunikasi dua arah antara anak dan orang tua sehingga orang tua memahami kemauan anak dan anak juga mengerti tentang harapan orang tua atas dirinya. Dengan adanya komunikasi yang baik maka semua permasalahan dapat dimusyawarahkan untuk menentukan jalan keluarnya dan masing-masing pihak harus mematuhi keputusan yang telah disepakati bersama. Kontrol tersamar atau pemberian kebebasan yang bertanggung jawab yang dilakukan oleh orang tua dapat memupuk rasa tanggung jawab anak terhadap segala perbuatannya tanpa ada rasa ketakutan atau perasaan terkekang seperti pada anak dengan pola asuh otoriter ataupun bertindak semaunya sendiri seperti pada anak dengan pola asuh permisif.
ISSN: 2460-7541 memihak terhadap suatu obyek, dikatakan negatif apabila orang tidak setuju atau tidak mendukung terhadap suatu obyek. Menurut Gerungan (dalam Wawan Dewi, 2010:31-32) sikap terdiri dari tiga komponen yaitu komponen kognitif yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan dan keyakinan, komponen afektif (komponen emosional) yaitu rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap dan menunjukkan arah sikap yaitu positif dan negative serta komponen konatif (komponen perilaku) yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Sebagian besar (responden) remaja putri di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo memiliki sikap positif tentang seks pranikah. Seks pranikah merupakan perilaku yang menyimpang dan harus dihindari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja putri di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo setuju dan mendukung pernyataan bahwa seks pranikah adalah hal yang tidak boleh dilakukan. Sikap seseorang terbentuk oleh beberapa faktor. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam individu. Remaja yang tinggal dan besar dalam lingkungan keluarga yang mengajarkan sikap positif maka dapat menstimulasi pembentukan sikap positif terhadap suatu objek. Sikap yang positif akan memicu seseorang untuk berperilaku positif. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar remaja memiliki sikap positif. Hal ini sesuai dengan harapan semua pihak karena remaja merupakan generasi penerus bangsa sehingga diharapkan remaja masih tetap memiliki sikap positif yang dapat menstimulasi mereka untuk berperilaku positif.
Sikap Remaja Putri di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo Tentang Seks Pranikah
Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Seks Pranikah di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 88 responden yang diteliti didapatkan 84,1% responden bersikap positif, dan sebagian kecil 15,9% responden bersikap negatif. Menurut Notoadmodjo sebagaimana dikutip dalam Wawan Dewi (Wawan Dewi ,2010:27) menyatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut Azwar (2007) pengukuran sikap seseorang dapat dilihat dari arahnya yaitu berarah positif atau negatif. Dikatakan positif apabila orang yang setuju, mendukung atau
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang seks pranikah di Desa Broto Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo dengan tingkat keeratan hubungan cukup kuat. Pola asuh orang tua mempengaruhi sikap remaja terhadap objek sikap karena orang tua berperan penting sebagai tempat pertama dan utama bagi mereka untuk mempelajari sesuatu dan menentukan sikap terhadap suatu hal. Pola asuh demokratis yang mengutamakan komunikasi dua arah dan kebebasan yang bertanggung jawab cenderung menstimulasi remaja untuk mengambil sikap yang positif . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 21
CAKRA BUANA KESEHATAN mayoritas responden dengan pola asuh demokratis memiliki sikap yang positif tentang seks pranikah. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter, cenderung menerapkan disiplin dan kontrol yang sangat kaku dan keras. Hal ini dapat membentuk pribadi anak yang patuh dan taat terhadap orang tua. Jika sikap patuh dan taat yang didasari rasa takut terhadap orang tua menimbulkan perasaan terkekang atau terbebani maka remaja tersebut justru akan melakukan hal-hal yang dilarang oleh orang tuanya. Hal ini dilakukan karena mereka ingin merasakan kebebasan. Apabila dia ingin mencari kebebasan karena selama ini merasa terkekang oleh kedua orang tuanya maka remaja tersebut dapat melampiaskannya melalui hal-hal negatif seperti halnya seks pranikah. Namun apabila rasa takut kepada orang tua menimbulkan kepatuhan kepada orang tua termasuk juga atas larangan-larangan orang tua tentang hal-hal negatif seperti seks pranikah maka remaja tersebut akan menuruti nasehat orang tuanya sehingga memiliki sikap positif tentang seks pranikah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa 6 orang memiliki sikap positif dan 6 orang memiliki sikap negatif. Pola asuh permisif memberikan kebebasan sepenuhnya sehingga anak bertindak semaunya sendiri dan tidak bisa mengontrol dirinya sendiri sehingga mereka cenderung memiliki sikap negatif terhadap suatu hal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa hampir seluruh responden yaitu 6 orang dengan pola asuh permisif memiliki sikap negatif dan hanya 1 orang yang memiliki sikap positif tentang seks pranikah. Pada penelitian ini juga terdapat remaja dengan pola asuh demokratis tetapi mempunyai sikap negatif terhadap seks pranikah. Hal ini dikarenakan pembentukan sikap remaja putri terhadap seks pranikah tidak hanya dipengaruhi oleh pola asuh orang tua melainkan dari faktor-faktor lain di antaranya adalah pengaruh teman sebaya sehingga apabila mereka berada pada lingkungan teman sebaya yang bersikap dan berperilaku negatif maka mereka juga dapat terpengaruh untuk melakukan hal yang sama. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pola asuh demokratis lebih bisa membangun sikap positif remaja putri tentang seks pranikah daripada tipe pola asuh yang lain. Saran Saran yang dapat diberikan adalah; para remaja putri diharapkan dapat mengetahui dan dapat menerapkan sikap positif tentang seks pranikah dan bahaya yang menyertai seks
ISSN: 2460-7541 pranikah, dan bagi orang tua dan masyarakat diharapkan mereka dapat mengasuh anaknya dengan cara-cara yang sebaik dan sebijak mungkin yaitu dengan pola asuh demokratis karena pola asuh tersebut lebih kondusif dan efektif dapat menghasilkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang positif pada anak maupun remaja. Akan tetapi selain pola asuh juga masih terdapat faktor – faktor lain yang mempengaruhi pembentukan sikap remaja putri tentang seks pranikah di antaranya adalah pergaulan dengan teman sebaya dan pengaruh media sosial sehingga orang tua juga harus melakukan pengawasan tentang beberapa aspek tersebut agar mereka dapat terhindar dari pengetahuan, sikap maupun perilaku yang negatif seperti halnya seks pranikah. DAFTAR PUSTAKA Ali, M., Mohammad, A. (2010). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Chomara, Nurul. (2011). Saat Anakku Remaja : Solusi Islami Menghadapi Permasalahan Remaja. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Damayanti, Nidya. (2012). Buku Pintar Panduan Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta : Araska. Heriana, Eka. (2012). Memahami Perkembangan Fisik remaja. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Hidayat, A.A.A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Lestari. (2012). Psikologi Keluarga. Jakarta : Kencana Prenada Media Group Mangoenprasodjo, A, Setiono. (2004). Pengasuhan Anak di Era Internet. Yogyakarta: Think Fresh Notoadmojo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika Fatmawati. (2007). Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Perilaku Seksual Siswi, retrivied from http://adln.lib.unair.ac.id. Diakses tanggal 17 Maret 2013 Soetjiningsih. (2010). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Agung Seto. Sugiyono. (2002). Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. Wawan, Dewi. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika. Wijaya, Dede. (2011). 80 % Remaja Putri di Ponorogo Telah Melakukan Seks Pranikah. Retrivied from
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 22
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
http://www.republika.co.id/berita/br...-sekspranikah. Diakses tanggal 16 Maret 2013. Winanda, Nilam. Remaja dan Seks Pranikah (2007). Retrivied from http://www.cml.ui.ac.id/RDM/2007_GASAL/U UI11001/1_3_2/FKM_A_/FG_4. Diakses tanggal 17 Maret 2013. Yusuf. Syamsu (2009). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 23
CAKRA BUANA KESEHATAN GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KECEMASA TENTANG EFEK SAMPING KB PADA PESERTA KB SUNTIK 3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH KONSELING DI PUSKESMAS BALOWERTI KOTA KEDIRI 2012 Vivit Vidiasari (STIKes Buana Husada Ponorogo) ABSTRAK Pendahuluan: KB suntik adalah alat kontrasepsi berupa cairan, yang hanya berisi hormone progesterone disuntikan kedalam tubuh wanita secara periodic (hanafi, 2004). Adapun efek samping dari KB suntik progesterone adalah spotting, pusing, kenaikan berat badan, aminorhoe (Saifudin, 2003). Menurut sumber dari puskesmas Balowerti Kota Kediri pada Desember 2011, diperoleh informasi bahwa jumlah peserta KB suntik adalah 1.648, jumlah peserta KB suntik yang mengalami drop out 50 peserta, dan 81 peserta mengalami efek samping. Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan kecemasan terhadap efek samping KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling, serta menganalisis tingkat pengetahuan dan kecemasan terhadap efek samping KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling di Puskesmas Balowerti Kota Kediri. Berdasarkan lingkup penelitian termasuk Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua peserta KB suntik 3 bulan yang mengalami efek samping yaitu sebanyak 81 peserta, dengan besar sampel 68 peserta. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling dengan instrumen kuesioner. Hasil: Pengetahuan sebelum konseling adalah 53 (77,94%) peserta berpengetahuan kurang, dan sesudah diberi konseling 53 (77,94%) berpengetahuan baik, serta sebelum konseling adalah 53 (77,94) mengalami kecemasan sedang, dan sesudah diberi konseling 57 (83,82) mengalami kecemasan ringan. Tingkat pengetahuan mempengaruhi kecemasan pada peserta KB suntik 3 bulan. Kesimpulan: Disarankan kepada tenaga kesehatan memberikan konseling pada peserta KB suntik 3 bulan agar tidak terjadi droup out. Kata kunci: pengetahuan, kecemasan, KB suntik PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh Hartanto (2003) Keluarga Berencana (KB) adalah suatu tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri
ISSN: 2460-7541 untuk mendapatkan tujuan tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri, menentukan jumlah anak dalam keluarga. Dengan KB ibu dapat terhindar dari "4 terlalu" yaitu terlalu muda (too young), terlalu tua (too old), terlalu banyak (too many), terlalu dekat jaraknya (too close) (Hartanto, 2003). Secara umum tujuan KB adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia (Sarwono, 1992). Dengan tidak mengikuti gerakan keluarga berencana akan menimbulkan masalah pada bidang pendidikan, lapangan kerja, masalah perumahan dan tempat tinggal, masalah gizi dan pangan, serta gangguan keamanan (Manuaba, 1998). Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan dan merupakan salah satu dari program KB nasional ini adalah KB suntikan (injectables) dan merupakan salah satu alat kontrasepsi yang berdaya kerja panjang (lama), yang tidak membutuhkan pemakaian setiap hari atau setiap akan senggama tetapi, tetap reversible. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang baik adalah aman, dapat diandalkan, sederhana, murah dapat diterima orang banyak, pemakaian jangka lama (continuation rate tinggi), namun, sampai saat ini belum tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal/sempurna (Hartanto, 2003). Begitu juga dengan peserta KB suntikan yang dapat mengalami efek samping berupa gangguan pola haid, penambahan berat badan, sakit kepala, dan nyeri pada payudara atau rasa tidak enak pada payudara (POGI/BKKBN/Departemen Kesehatan/PKMI/JHPIEGO, 1996). Di Kabupaten Palu tahun 2004 terdapat sekitar 211.176 Pasangan Usia Subur (PUS) dengan peserta KB tidak aktif sekitar 58.576 orang (27%). Angka peserta KB tidak aktif ini terus meningkat pada tahun 2005 yaitu sekitar 60.024 orang (28%) dengan jumlah PUS sekitar 214.066 (Profil Kesehatan Kabupaten Palu, 2005). METODE Setelah mendapat ijin dari lokasi penelitian, dilakukan pendekatan dengan responden untuk mendapatkan persetujuan sebagai subjek penelitian, yaitu ibu dengan peserta KB suntik 3 bulanan yang mengalami kecemasan di Puskesmas Balowerti Kota Kediri, Setelah mendapat sampel sesuai kriteria, responden penelitian diberi penjelsan tentang maksud dan tujuan penelitian. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden, setelah diisi ditarik kembali oleh
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 24
CAKRA BUANA KESEHATAN peneliti, kemudian peneliti memberikan konseling kepada responden, setelah diberi konseling peneliti memberikan kuesioner lagi untuk mengetahui adanya perbedaan sebelum dan sesudah diberi konseling kemudian peneliti melakukan editing, coding, scoring, dan tabulating. Cara pengolahan dan analisa data deskriptif menggunakan cara scoring dengan menggunakan skor pada setiap responden dengan melakukan pemberian skor jawaban kuesioner ya=1 dan tidak=0. Cara menilai, data yang ada kemudian dilakukan tabulasi berdasarkan kriteria yang dibutuhkan kemudian data diklasifikasikan dalam bentuk prosentase dengan rumus. Adapun rumusnya sebagai berikut : SP N= × 100% SM Keterangan: N = nilai yang didapat SP = skor yang didapat SM = skor maksimal Untuk tingkat pengetahuan pada efek samping KB suntik 3 bulan diinterpretasikan sebagai berikut: a. Nilai baik : 76%-100% b. Nilai cukup : 56%-75% c. Nilai kurang : 40%-55% d. Nilai tidak baik : <40% Untuk variabel tingkat kecemasan pada efek samping KB suntik 3 bulan diinterpretasikan sebagai berikut: 0 : tidak ada (tidak ada gejala sama sekali) 1 : ringan (satu gejala dari pilihan yang sama) 2 : sedang (separuh dari pilihan yang sama) 3 : berat (lebih dari separuh gejala yang ada 4 : sangat berat (semua gejala ada). Setelah diketahui, kemudian diolah dengan menggunakan rumus:
P =
∑F × 100 % N
ISSN: 2460-7541 HASIL PENELITIAN Data Umum Karakteristik responden berdasarkan usia di Puskesmas Balowerti Kota Kediri tahun 2012 disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur di Puskesmas Balowerti Kota Kabupaten Kediri tahun 2012 No 1 2 3
Usia
Frekuensi
Persen
15 – 19 th 20 - 35 th 36 - 45 th Total
3 38 27 68
4,41 55,88 39,71 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah responden yaitu 38 responden (55,88%) berusia antara 20-35 tahun. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di Puskesmas Balowerti Kota Kediri tahun 2012 disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pendidikan di Puskesmas Balowerti Kota Kediri tahun 2012. No
Pendidikan
Frekuensi
Persen
1 2 3
Dasar Menengah Tinggi Total
15 50 3 68
22,06 73,53 4,41 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden yaitu 50 responden (73,53%) berpendidikan menengah. Karakteristik responden berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Balowerti Kota Kediri disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Balowerti Kota Kediri tahun 2012.
Keterangan P : presentasi ∑ F : jumlah jawaban N : jumlah sampel Kemudian ditabulasi dalam tabulasi distribusi frekuensi dari hasil presentasi yang didapat kemudian diinterpretasikan. Teknik interpretasi data menurut Arikunto (2006) sebagai berikut : 100% : seluruhnya 76% - 99% : hampir seluruhnya 51% - 75% : sebagian besar 50% : setengahnya 26% - 49% : hampir setengahnya 1% - 25% : sebagian kecil 0% : tidak satupun.
No 1 2 3 4
Pekerjaan IRT Swasta Wiraswasta PNS Total
Frekuensi 35 18 12 3 68
Persen 51,47 26,47 17,65 4,41 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 35 responden (51,47) dengan pekerjaan ibu rumah tangga. Karakteristik responden berdasarkan pernah atau tidak diberikan konseling tentang KB suntik 3 bulan ditampilkan pada Tabel 4.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 25
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
Tabel 4. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pernah atau tidak pernah diberikan konseling di Puskesmas Balowerti Kota Kediri tahun 2012 No 1 2
Konseling Pernah Tidak pernah Total
Frekuensi 9 59
Persen 13,24 86,76
68
100
Tabel 4 dapat diinterpretasikan bahwa hampir seluruh responden yaitu 59 responden (86,76) tidak pernah mendapatkan konseling tentang KB suntik 3 bulan. Data Khusus Data tingkat pengetahuan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum konseling di Puskesmas Balowerti Kota Kediri disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Data penilaian Tingkat Pengetahuan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum konseling di Puskesmas Balowerti Kota kediri tahun 2012. Pengetahuan Baik Cukup Kurang Tidak baik Jumlah
Frekuensi 2 10 53 3 68
Persen 2,94 14,71 77,94 4,41 100
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebelum diberikan konseling hampir seluruh responden yaitu 53 responden (77,94%) berpengetahuan kurang tentang efek samping KB suntik 3 bulan. Data tingkat kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum konseling di Puskesmas Balowerti Kota Kediri disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Data penilaian Tingkat Kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum konseling di Puskesmas Balowerti Kota kediri tahun 2012 Kriteria Ringan Sedang Berat Panik Jumlah
Frekuensi 15 53 0 0 68
Persen 22,06 77,94 0 0 100
kecemasan sedang pada efek samping KB suntik 3 bulan sebelum konseling. Data Tingkat Pengetahuan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sesudah konseling di Puskesmas Balowerti Kota Kediri disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Data penilaian Tingkat Pengetahuan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sesudah konseling di Puskesmas Balowerti Kota kediri tahun 2012 Kriteria Baik Cukup Kurang Tidak Baik Jumlah
Frekuensi 53 13 2 0 68
Persen 77,94 19,12 2,94 0 100
Tabel 7 menunjukkan bahwa sesudah diberikan konseling hampir seluruh responden yaitu 53 responden (77,94%) berpengetahuan baik tentang efek samping KB suntik 3 bulan. Data tingkat kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sesudah konseling di Puskesmas Balowerti Kota Kediri disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Data penilaian Tingkat Kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sesudah konseling di Puskesmas Balowerti Kota kediri tahun 2012 Kriteria Ringan Sedang Berat Panik Jumlah
Frekuensi 57 11 0 0 68
Persen 83,82 16,18 0 0 100
Tabel 8. dapat diintrepretasikan bahwa sesudah diberikan konseling hampir seluruh responden yaitu 57 responden (83,82%) mengalami kecemasan ringan pada efek samping KB suntik 3 bulan. Tingkat Pengetahuan dan Kecemasan Terhadap Efek Samping KB Suntik 3 Bulan Sebelum dan Sesusah Konseling Karakteristik responden yang ada di Puskesmas Balowerti Kota kediri tahun 2012 berdasarkan tingkat pengetahuan dan kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling disajikan dalam bentuk Tabel 9.
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebelum diberikan konseling sebagian besar responden yaitu 53 responden (77,94%) mengalami
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 26
CAKRA BUANA KESEHATAN Tabel 9. Distribusi frekuensi karakteristik responden dalam tingkat pengetahuan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling di Puskesmas Balowerti Kota Kediri tahun 2012 Pengetahuan Sesudah Pengetahuan Konseling Sebelum Total Tidak Konseling Baik Cukup Kurang baik Baik 2 0 0 0 2 Cukup 10 0 0 0 10 Kurang 53 0 0 0 53 Tidak baik 0 3 0 0 3 Jumlah 65 3 0 0 68
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan pengetahuan pada peserta KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling di Puskesmas Balowerti kota kediri tahun 2012. Pada saat sebelum diberi konseling dapat diperoleh hasil bahwa hampir seluruh responden 53 (77,94%) berpengetahuan kurang, sesudah diberi konseling diperoleh hasil bahwa hampir seluruh peserta KB suntik yang mengalami efek samping yaitu 53 responden (77,94%) berpengetahuan baik dalam efek samping KB suntik 3 bulan.
Tabel 10. Distribusi frekuensi karakte-ristik responden dalam tingkat kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling di Puskesmas Balowerti Kota kediri tahun 2012 Kecemasan Sesudah Kecemasan Konseling Sebelum Total Konseling Ringan Sedang Berat Panik Ringan 15 0 0 0 15 Sedang 42 11 0 0 53 Berat 0 0 0 0 0 Panik 0 0 0 0 0 Jumlah 57 11 0 0 68
Tabel 10 menunjukkan bahwa terjadi perubahan kecemasan pada peserta KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling di Puskesmas Balowerti kota kediri tahun 2012. Pada saat sebelum diberi konseling dapat diperoleh hasil bahwa hampir seluruhnya yaitu sebanyak 53 responden (77,94%) mengalami kecemasan sedang, sesudah diberi konseling diperoleh hasil bahwa hampir seluruh peserta KB suntik yaitu 57 responden (82,83%) mengalami kecemasan ringan.
ISSN: 2460-7541 PEMBAHASAN Gambaran tingkat pengetahuan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum konseling di puskesmas balowerti kota kediri tahun 2012 Berdasarkan Tabel 5 dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar 53 (77,94%) responden berpengetahuan kurang, 10 (14,71) berpengetahuan cukup, 3 (4,41) berpengetahuan tidak baik,dan 2 (2,94) berpengetahuan baik. Sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya baik diperoleh secara langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo,2002). Hasil penelitian tentang pengetahuan dalam efek samping KB suntik 3 bulan termasuk dalam kategori kurang. Faktor yang mempengaruhinya adalah pendidikan. Hal tersebut didukung dengan data responden sebagian besar berpendidikan menengah sebanyak 50 (73,53 %) dari total responden 68. Gambaran tingkat kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum konseling di puskesmas balowerti kota Kediri tahun 2012 Berdasarkan Tabel 6 dapat diinterpretasikan bahwa peserta KB suntik 3 bulan di puskesmas balowerti yang mengalami kecemasan adalah 15 (22,06) kecemasan ringan, serta 53 (77,94) kecemasan sedang. Kecemasan merupakan ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan (Depkes RI, 1990). Hasil kecemasan tentang dalam efek samping KB suntik 3 bulan sebelum konseling termasuk dalam kategori kecemasan sedang. Faktor yang mempengaruhinya adalah konseling. Hal tersebut dengan didukung data responden hampir seluruhnya yaitu 59 (86,76%) tidak pernah mendapatkan konseling. Gambaran tingkat pengetahuan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sesudah konseling di puskesmas balowerti kota Kediri tahun 2012 Berdasarkan Tabel 7 dapat diinterpretasikan bahwa jika peserta KB suntik 3 bulan sesudah diberikan konseling maka pengetahuan mereka lebih baik sehingga didapatkan hasil sebagai berikut peserta KB yang berpengetahuan baik adalah 53 (77,94), 13 (19,12) berpengetahuan cukup, dan 2 (2,94) diantaranya masih berpengetahuan kurang. Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 27
CAKRA BUANA KESEHATAN pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga, (Notoatmodjo, 2003). Tinggi rendahnya pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pendidikan, usia, pengalaman, konseling, media massa, sosial budaya, dan pekerjaan. Dengan demikian, konseling sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang efek samping KB suntik 3 bulan. Gambaran tingkat kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sesudah konseling di puskesmas balowerti kota kediri tahun 2012 Berdasarkan Tabel 8 dapat diinterpretasikan bahwa sesudah diberikan konseling, peserta yang mengalami kecemasan adalah cemas ringan 57 (82,83), 11 (16,18) cemas berat. Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman, dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990). Hasil penelitian tentang kecemasan efek samping KB suntik 3 bulan termasuk dalam kategori kecemasan ringan. Faktor yang mempengarunya antara lain adalah konseling. Hal tersebut dengan didukung data responden setelah diberikan konseling yaitu 57 (83,82%) mengalami kecemasan ringan.
ISSN: 2460-7541 Gambaran tingkat kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling di puskesmas balowerti kota Kediri 2012 Berdasarkan Tabel 10 dapat di interpretasikan bahwa sebelum diberikan konseling, peserta KB suntik 3 bulan masih mengalami kecemasan, ini terbukti dengan penelitian dapat dihasilkan dari 68 sempel 53 (77,94) diantaranya mengalami kecemasan sedang, 15 (22,06) kecemasan ringan. Konseling digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri, memahami lingkungan, dan mengidentifikasi dan memecahkan persoalan, dalam menyalurkan kemampuan dan memperoleh bantuan secara tepat dari pihak luar untuk mengatasi kesulitan yang tidak dapat diselesaikan (Setyawati, S.P., 2006). Hasil penelitian tentang kecemasan peserta KB sesudah konseling termasuk dalam kategori cemas ringan. Faktor yang mempengaruhinya adalah konseling, hal tersebut didukung dengan data responden setelah konseling yang mengalami kecemasan adalah 57 (82,83) mengalami kecemasan ringan, dan 11 (16,18) mengalami kecemasan sedang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Gambaran tingkat pengetahuan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling di puskesmas balowerti kota Kediri 2012 Berdasarkan Tabel 9 dapat di interpretasikan bahwa sebelum diberikan konseling, peserta KB suntik 3 bulan masih kurang pengetahuannya, ini terbukti dengan penelitian dapat dihasilkan dari 68 sempel 53 (77,94) diantaranya berpengetahuan kurang, 10 (14,71) berpengetahuan cukup, 3 (4,41) berpengetahuan tidak baik, dan 2 (2,94) berpengetahuan baik. Setelah diberikan konseling didapatkan hasil pengetahuan responden sebagai berikut, 53 (77,94) berpengetahuan baik, 13 (19,12) berpengetahuan cukup, dan 2 (2,94) berpengetahuan kurang. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, usia, pengalaman, konseling, media masa, social budaya, pekerjaan (Notoatmodjo, 2002). Hasil tentang pengetahuan peserta dalam efek samping KB suntik 3 bulan sebelum konseling termasuk kurang yaitu 53 (77,94%), tetapi sesudah diberikan konseling, pengetahuan peserta menjadi baik yaitu 53 (77,94).
Tingkat pengetahuan tentang efek samping KB pada peserta KB suntik 3 bulan sebelum konseling di puskesmas balowerti kota Kediri tahun 2012 menunjukan bahwa sebagian besar 53 (77,94%) berpengetahuan kurang baik. Tingkat kecemasan tentang efek samping KB pada peserta KB suntik 3 bulan sebelum konseling di puskesmas balowerti kota Kediri tahun 2012 menunjukan bahwa 53 (77,94%) sebagian besar mengalami kecemasan berat. Tingkat pengetahuan tentang efek samping KB pada peserta KB suntik 3 bulan sesudah konseling di puskesmas balowerti kota Kediri tahun 2012 menunjukan bahwa sebagian besar 53 (77,94%) berpengetahuan baik. Tingkat kecemasan tentang efek samping KB pada peserta KB suntik 3 bulan sesudah konseling di puskesmas balowerti kota Kediri tahun 2012 menunjukan bahwa sebagian besar 57 (83,82%) mengalami kecemasan ringan. Gambaran tingkat pengetahuan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling. Pada saat sebelum diberi konseling dapat diperoleh hasil bahwa sebagian besar yaitu 53 (77,94%) berpengetahuan kurang, sesudah diberi konseling diperoleh hasil bahwa hampir seluruhnya 53 (77,94%) berpengetahuan baik, disini konseling sangat dibutuhkan karena dengan adanya konseling pengetahuan ibu meningkat.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 28
CAKRA BUANA KESEHATAN Gambaran tingkat kecemasan tentang efek samping KB suntik 3 bulan sebelum dan sesudah konseling. Pada saat sebelum diberi konseling dapat diperoleh hasil bahwa sebagian besar yaitu 53 (77,94%) mengalami kecemasan berat, sesudah diberi konseling diperoleh hasil bahwa hampir seluruhnya 57 (83,82%) mengalami kecemasan ringan. Hal ini konseling sangat dibutuhkan, karena dengan adanya konseling, masalah yang dihadapi peserta KB bias teratasi sehingga kecemasan menurun. Saran 1. Bagi institusi pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dan informasi untuk mengembangkan koleksi pustaka sehingga menambah wawasan bagi mahasiswa. Selain itu dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan lebih banyak permasalahan dan memberikan pemecahan yang berguna bagi banyak pihak serta diharapkan institusi lebih banyak menyediakan referensi tentang KB suntik 3 bulan. 2. Bagi tempat praktek Diharapkan dapat lebih meningkatkan konseling tentang efek samping KB suntik 3 bulan agar pengetahuan peserta KB meningkat sehingga dapat menurunkan angka kecemasan. 3. Bagi responden Diharapkan pada semua peserta mengerti tentang efek samping KB suntik 3 bulan. Hal ini dimaksudkan agar pengetahuan peserta KB meningkat sehingga angka kecemasan menurun, dan mengakibatkan droup out peserta KB berkurang. 4. Bagi peneliti sekarang Diharapkan peneliti dapat menerapkan ilmu yang didapatkan selama masa perkuliahan pada peserta KB. 5. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan peneliti selanjutnya bisa mendapatkan referensi yang lain dan memperkaya wawasan sehingga penelitian ini bisa dikembangkan lagi dan bias menjadi sebuah karya yang bisa dijadikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan.
ISSN: 2460-7541 Saifudin, Abdul. Bahri. (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Suliswati. (2005). Konsep dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S. 2003. Perilaku dan Pendidikan Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Endif. (2008). Research Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera dengan Alat Kontrasepsi. Retrieved at October 30, 2011. From www.google.com Faira, (2009). Research Peningkatan dan Penurunan BB Menjadi Problematika. Retrieved at October 30, 2011. From www.yahoo.com Mutmainah. (2006). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, Media Aesculapius Khaidir muhaj, (2006). Research Macam-Macam Kontrasepsi. Retrieved at October 30, 2011. From www.google.com Manuaba. (2007). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta, EGC. Media Informasi Obat-Penyakit, (2009). Research efek samping kontrasepsi hormonal. Retrieved at October 30, 2011. From www.medicastore.com
DAFTAR PUSTAKA Manuaba, Ida bagus Gde. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. Saifudin, Abdul. Bahri. (2004). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hartanto, Hanafi. (2004) Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 29
CAKRA BUANA KESEHATAN GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG PERSALINAN NORMAL DI BPS NY ”Y” KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN PONOROGO Dwi Nurjayanti (STIKes Buana Husada Ponorogo) ABSTRAK Pendahuluan: Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir (Mochtar,1998). Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali (Mochtar, 1998 : 92). Ibu hamil primigravida yang mempunyai pengetahuan kurang tentang persalinan dan seringnya ibu bertanya-tanya tentang tanda-tanda awal persalinan sampai akhir persalinan dapat menyebabkan terjadinya kecemasan sehingga akan mempengaruhi proses persalinan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan ibu primigravida tentang persalinan di BPS Ny. “Y” Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo. Metode: Desain penelitian deskriptif dengan sasaran penelitian ibu primigravida di BPS Ny. “Y” di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo sejumlah 30 primigravida dengan total sampling. Instrument penelitian menggunakan kuisioner pengetahuan ibu primigravida tentang persalinan normal. Data di analisis dalam bentuk grafik sesuai data yang diperoleh. Hasil: Pengetahuan ibu primigravida tentang persalinan normal di BPS “Y” Sukorejo, Ponorogo didapatkan responden yang berpengetahuan baik sejumlah 5 orang (16,7%), responden yang berpengetahuan cukup sejumlah 6 orang (20%), dan responden yang berpengetahuan kurang 19 orang (63,3%). Kesimpulan: Sebagian besar ibu primigravida di BPS “Y” Sukorejo, Ponorogo berpengetahuan kurang tentang persalinan normal. Kata Kunci: pengetahuan, persalinan normal PENDAHULUAN Latar Belakang Persalinan merupakan proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan yaitu janin yang viable, plasenta dan ketuban dari dalam uterus lewat vagina kedunia luar. Proses ini berlangsung pada saat uterus tidak dapat tumbuh lebih besar lagi dan janin sudah cukup mature untuk dapat hidup diluar rahim tapi masih cukup kecil untuk dapat melalui jalan lahir (Farrer, 2001). Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali (Mochtar, 1998 : 92). Proses kehamilan terbagi dalam 3 semester. Trimester III disebut periode aktif yaitu trimester yang lebih menekankan pada kenyataan yang
ISSN: 2460-7541 akan dihadapi dan memberikan berbagai harapan bagi orang tua (Bobak, 2000). Ibu hamil primigravida yang mempunyai pengetahuan kurang tentang persalinan dan seringnya ibu bertanya-tanya tentang tandatanda awal persalinan sampai akhir persalinan dapat menyebabkan terjadinya kecemasan sehingga akan mempengaruhi proses persalinan. Sedangkan pengetahuan ibu primigravida tentang persalinan normal sangat penting untuk diketahui agar ibu mempunyai persiapan secara psikologis sehingga ibu dapat melahirkan dengan lancar. Maka perlu dilakukan penelitian untuk gambaran pengetahuan ibu hamil tentang persalinan. Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2005). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir (Mochtar,1998). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan/ kekuatan sendiri (Manuaba, 1998). Persalinan spontan yaitu persalinan yang seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri. Persalinan aterm yaitu persalinan pada usia kehamilan 37-42 minggu. Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya, wanita memasuki “bulannya“ atau ”minggunya“ atau “harinya“ yang di sebut kala pendahuluan (prepatory stage of labor). Tanda-tanda permulaan persalinan menurut Mochtar (1998) antara lain: kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang makin pendek, dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu: pengeluaran lendir bercampur darah, kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan servix yaitu perlunakn servix, pendataraan servik, dan pembukaan serviks (Manuaba, 1998). Secara umum, persalinan bagi primipara 2 kali lebih lama daripada multipara. Tentu saja, lamanya waktu persalinan pada setiap wanita tergantuing pada ukuran jalan lahir yang berhubungan dengan bayi, jumlah kehamilan sebelumnyaposisi bayi dan kualitas kontraksi uterus (Manuaba, 1998). Faktor-faktor yang berperan dalam proses persalinan diantaranya Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) a. His ( kontraksi otot rahim ), b. Kontraksi otot dinding perut, c. Kekuatan mengejan, d. Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum, Passage
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 30
CAKRA BUANA KESEHATAN atau jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang, Passanger atau janin dan plasenta ( Manuaba, 1998). Seperti kita maklumi bahwa ibu yang hanil akan mengalami perubahan fisiologis untuk mangadakan penyesuaian diri dengan kehamilan. Perubahan itu bukan saja perubahan jasmaniah tetapi juga perubahan rohaniah. Namun demikian, diperlukan adanya bimbingan selama ibu hamil agar ibu dapat menerima keadaan baru dan mmemahami dirinya sendiri. Dengan adanya bimbingan yang baik berarrti pula mengadakan persiapan mental ibu dalam menghadapi kehamilan dan kehadiran anaknya. Menurut Ibrahim, S (1993), ada beberapa hal yang perlu diingat dalam bimbingan dan persiapan ibu yang akan melahirkan adalah sebagai berikut :1). Bahwa ibu yang akan bersalin, terutama yang baru pertama kali akan mmelahirkan sering mengalami perasaan tidak tenang, takut, ragu-ragu akan persalinan yang akan dihadapinya. 2). Bahwa kehamilan dan persalinan itu dirasakan sebagai percobaan atau sebagai ujian. Walaupun ibu bersedia menerima dan mengharapkan kehadiran anaknya. 3).Bahwa ibu akan lebih gelisah, cemas waktu menghadapi persalinan dan lebih banyak persoalan yang dipikirakn, misalnya apakah persalinan berjalan lancar, apakah ia dapat menahan rasa sakit untuk mrlahirakn anak itu dan sebagainya. METODE Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik yaitu mencari tahu gambaran pengetahuan ibu primigravida tentang persalinan normal. Sasaran penelitian adalah ibu hamil primigravida di BPS Ny. “Y” Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo sejumlah 30 ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi yaitu : Ibu primigravida yang berusia 2035 tahun, Ibu hamil tanpa komplikasi, Ibu primigravida bersedia untuk diteliti. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 mahasiswa. Penelitian ini menggunakan variable tunggal yaitu pengetahuan primigravida tentang persalinan normal. Teknik pengumpulan data pengetahuan tentang persalinan normal menggunakan kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh peneliti. Sebelum pengambilan data tentang pengetahuan primigravida tentang persalinan normal, peneliti memberikan penjelasan dan meminta persetujuan kepada primigravida yang periksa di BPS Ny “Y” Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan secara deskriptif.
ISSN: 2460-7541 HASIL PENELITIAN Data Umum Data umum disajikan untuk menggambarkan karakteristik responden. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 responden melelui pengisian kuesioner diperoleh data sebagai berikut : Tabel 1. Distribusi Umur Responden Umur 19-20 21-22 23-24 25-26 27-28 Total
Frekuensi 8 10 7 4 1 30
Persen 26.7 33.3 23.3 13.3 3.3 100.0
Responden dalam penelitian ini adalah ibu hamil primigravida sejumlah 30 orang. Dari total responden (3,3%) berusia 27-28 tahun, 10 responden (33,3%) berusia 21-22 tahun, 8 responden (26,7%) berusia 19 -20 tahun, 7 responden (23,3%) berusia 23-24 tahun dan 1 responden (13,3%) berusia 25-26 tahun. Data Khusus Data khusus ini disajikan untuk mengetahui gambaran pengetahuan primigravida tentang persalinan normal di BPS “Ny” Y di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui pengisian kuesioner yang telah di lakukan melalui pengisian kuesioner diperoleh hasil penelitian dalam tabel berikut ini: Tabel 2. Distribusi Pengetahuan tentang Pengertian Persalinan Pengetahuan Kurang Baik Total
Frekuensi 16 14 30
Persen 53.3 46.7 100.0
Tabel 2 menunjukkan dari 30 orang primigravida 53,3% memiliki pengetahuan kurang tentang pengertian persalinan dan 46,7% berpengetahuan baik. Tabel 3 Distribusi Pengetahuan tanda permulaan persalinan Pengetahuan Kurang Baik Total
Frekuensi 19 11 30
Persen 63.3 36.7 100.0
Tabel 3 menunjukkan dari 30 responden primigravida 63,3% berpengetahuan kurang
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 31
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
tentang tanda-tanda permulaan persalinan dan 36,7% berpengetahuan baik. Tabel. 4 Distribusi Pengetahuan tanda-tanda persalinan Pengetahuan Kurang Baik Total
Frekuensi 15 15 30
Persen 50.0 50.0 100.0
Tabel 4 menunjukkan dari 30 responden primigravida 50% berpengetahuan kurang tentang tanda-tanda persalinan dan 50% berpengetahuan baik. Tabel. 5 Distribusi Pengetahuan tahapan persalinan Pengetahuan Kurang Baik Total
Frekuensi 20 10 30
Persen 66.7 33.3 100.0
Tabel 5 menunjukkan dari 30 responden primigravida 66,7% berpengetahuan kurang tentang tahapan persalinan dan 33,3% berpengetahuan baik. Tabel. 6 Distribusi Pengetahuan lama persalinan Pengetahuan Kurang Baik Total
Frekuensi 16 14 30
Persen 53.3 46.7 100.0
Tabel 6 menunjukkan dari 30 responden primigravida 53,3% berpengetahuan kurang tentang lama proses persalinan dan 46,7% berpengetahuan baik. Tabel. 7 Distribusi Pengetahuan faktor yang memperngaruhi persalinan Pengetahuan Kurang Baik Total
Frekuensi 20 10 30
Persen 66.7 33.3 100.0
Tabel 7 menunjukkan dari 30 responden primigravida 66,7% berpengetahuan kurang tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan dan 33,3% berpengetahuan baik. Tabel. 8 Distribusi Pengetahuan Persalinan Normal Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total
Frekuensi 19 6 5 30
Persen 63.3 20,0 16.7 100.0
Tabel 8 menunjukkan dari 30 responden primigravida 63,3% berpengetahuan kurang tentang persalinan normal, 20% berpengetahuan cukup dan 16,7% berpengetahuan baik. PEMBAHASAN Ditinjau dari pendidikan responden, dapat di ketahui bahwa 40% responden berpendidikan SMP, sisanya berpendidikan SD, SMA dan PT. Dari hasil penelitian dapat di ketahui bahwa kebanyakan pendidikan ibu primigravida di Wilayah Kerja BPS “Y” Sukorejo, Ponorogo adalah SMP atau bisa dikatakan cukup. Dari 19 responden (63,3%) yang berpengetahuan kurang, 7 responden yang memiliki pendidikan SD, dan 12 responden berpendidikan SMP. Tidak satupun yng berpendidikan SMA atau bahkan perguruan tinggi. Sedangkan dari responden yang berpengetahuan baik, 1 responden memiliki pendidikan SMA dan 4 responden memiliki pendidikan perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat A. Muri Yusuf (1982), yang menyatakan bahwa pendidikan yang relevan akan dapat membantu dalam membentuk pola kehidupan yang lebih baik. Melalui pendidikan kita meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap tiap-tiap individu. Individu dengan pendidikan terbatas akan mempunyai horizon yang sangat terbatas menguasai lingkungannya. Mereka tidak mampu berpikir kritis dan kurang mampu merencanakan sesuatu dengan baik. Tapi menurut M Sardjono (1991). Menurut Kuncoroningrat (2005) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang di miliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilainilai baru yang di perkenalkan. Pendidikan juga meningkatkan akses pelayanan, yaitu dengan meningkatkan harga diri wanita dan meningkatkan kemampuan dalam menyerap kosep-konsep kesehatan yang baru dan interaksi yang seimbang anyata penyedia dan klien (Thaddeus dan Maine, 1990). Dari hasil penelitian dapat di ketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu primigravida tentang persalinan normal di Wilayah Kerja BPS “Y” Sukorejo, Ponorogo dapat dikatakan kurang. Hal itu kemungkinan dipengaruhi oleh umur. Dari data ditunjukkan hampir setengahnya (33,3%) responden berasal dari kelompok umur 21-22 tahun. Dari 19 responden (63,3%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang persalinan, 8 responden berusia 19-20 tahun, 6 responden berusia 21-22 tahun dan 5 responden berusia 23-24 tahun . Tidak ada dari mereka yang berusia 25 tahun keatas. Sedangkan ari 5 responden (16,7%) yang berpengetahuan baik tentang persalinan, semuanya berusia 25 tahun keatas. Hasil di atas sesuai dengan pendapat
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 32
CAKRA BUANA KESEHATAN Notoatmojo (1993) yang menyatakan bahwa usia, pendidikan dan pengalaman pribadi mempengaruhi pembentukan pengetahuan. Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari lahan praktek, bahwa KIE tentang persalinan normal sudah di berikan kepada ibu primigravida, hanya saja konseling itu tidak di berikan secara detail dan tanpa melalui penyuluhan khusus. Rencana program penyuluhan tentang persalinan normal di BPS ini selama Tahun 2009 memang tidak ada, tetapi kalau ada ibu primigravida Trimester III yang melakukan ANC mereka baru di beri KIE persalinan normal. Hal itu juga kemungkinan merupakan salah satu faktor penyebab kurangnya pengetahuan ibu primigravida tentang persalinan normal. Pengetahuan tentang persalinan normal tidak cukup di peroleh dari pendidikan di sekolah saja. Seorang ibu harus aktif mencari informasi tentang kelahiran anak dari buku, gambargambar dengan video serta pengalaman dari ibu yang sudah pernah melahirkan. Jika memungkinkan, ibu mengikuti kelas-kelas prenatal yang di adakan di lingkungannya (Lucky Jakson, 1998). Pengetahuan yang dimiliki ibu primigravida tentang persalinan normal menunjukkan kesiapannya menghadapi persalinanya nanti. Reaksi calon ibu terhadap persalinan yang mereka hadapi tergantung pula pada kesiapan dan persepsinya terhadap proses persalinan itu sendiri. Telah menjadi keyakinan bahwa ketakutan karena ketidak-tahuan berpengaruh pada nyeri saat melahirkan dan ini akan menggaggu jalanya persalinan. Ibu akan menjadi lelah dan kekuatan hilang. (PM. Hamilton, 1993). Hal itu juga sesuai dengan hasil penelitian Sekardani (2009) yang menyimpulkan Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil tentang proses persalinan dengan tingkat kecemasan menghadapi persalinan di wilayah Puskesmas Kerambitan II Tabanan Bali. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar ibu primigravida di BPS “Y” Sukorejo, Ponorogo berpengetahuan kurang tentang persalinan normal. Saran
ISSN: 2460-7541 3. Pengenalan tanda-tanda inpartu. 4. Berdiskusi tentang peristiwa persalinan fisiologik. DAFTAR PUSTAKA Amirudin, R. (2005). Faktor Resiko Kejadian Hiperemesis Gravidarum di RSIA Siti Fatimah Makasar. http://ridwanamiruddin. wordpress.com C Asuhan Persalinan Normal Revisi, (2007).Asuhan Esensial Persalinan. Jakarta : JNPK-KR/POGI Bobak. Irene. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4, Jakarta: EGC. Cuningham, G.F (2005).Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC. Kusmiati, Yuni. (2008). Perawatan Ibu Hamil (Perawatan Ibu Hamil). Yogyakarta :Fitramaya Marmi.( 2011). Asuhan Kebidanan Patologi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar Mochtar, Rustam, (1998). Sinopsis Obstetric Jilid I. EGC : Jakarta Prawirohardjo. (2005). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, A.B. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, Dkk. (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta Saifudin, Abdul Bari. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesahatan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Salmah, dkk.(2006). Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta: EGC Sayogo, savitri. (2007).Gizi Ibu Hamil. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Stoppard, Miriam. (2005). Buku Panduan Kehamilan Dan Kelahiran. Jakarta: PT. Mitra Media Publisher Sulistyawati, Ari. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika Varney , Helen (2007). Buku Ajar AsuhanKebidananedisi 4.Jakarta : EGC Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Winkjosastro, Hanifa. (2006). IlmuKebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Diharapkan BPS “Y” Sukorejo, Ponorogo lebih meningkatkan konseling terutama kunjungan trimester III tentang: 1. Konseling kepada pasien agar bisa dimengerti. 2. Latihan-latihan fisik dan kejiwaan menjelang persalinan
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 33
CAKRA BUANA KESEHATAN PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN KELUARGA DALAM PERAWATAN ANAK RETARDASI MENTAL TAHUN 2011 Afifa Ika Kridawati (STIKes Buana Husada Ponorogo) ABSTRAK Pendahuluan: Tanggapan negatif masyarakat tentang anak retardasi mental menimbulkan berbagai macam reaksi orang tua yang memiliki anak retardasi mental, seperti: orang tua mengucilkan anak atau tidak mengakui sebagai anak yang retardasi mental. Metode: Desain penelitian ini adalah pra eksperimental dengan metode one group pra-post test design. Populasi adalah semua keluarga (ibu) yang mempunyai anak retardasi mental berjumlah 20 orang dengan tehnik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji Wilcoxon pada taraf kesalahan 0,05. Hasil: Pengetahuan keluarga sebelum dilakukan penyuluhan sebagian besar masih kurang sebanyak 11 orang (55%), dan setelah dilakukan penyuluhan hampir setengah pengetahuan keluarga mengalami peningkatan sebanyak 9 orang (45%). Hasil uji statistik Wilcoxson diperoleh nilai signifikasi p = 0,040 (<0,05), sehingga H0 ditolak. Kesimpulan: Setelah diberikan penyuluhan pengetahuan keluarga tentang perawatan anak retardasi mental bertambah. Kata kunci: pengetahuan
retardasi mental, penyuluhan,
PENDAHULUAN Fenomena dalam masyarakat masih banyak orang tua khususnya ibu yang menolak kehadiran anak yang tidak normal, karena malu mempunyai anak yang cacat, dan tak mandiri. Orang tua yang demikian akan cenderung menyangkal keberadaan anaknya dengan menyembunyikan anak tersebut agar jangan sampai diketahui oleh orang lain. Anak retardasi mental sering dianggap merepotkan dan menjadi beban bagi pihak lain. Tindakan orang tua yang demikian ini akan memperparah keadaan anak yang mengalami retardasi mental. Anak yang mengalami retardasi mental perlu perhatian dan pendidikan khusus untuk membantu perkembangan intelektual anak. Oleh sebab itu, orang tua perlu menyesuaikan dirinya dengan kehadiran anak yang berbeda dengan anak lainnya. Tanggapan negatif masyarakat tentang anak retardasi mental menimbulkan berbagai macam reaksi orang tua yang memiliki anak retardasi mental, seperti: orang tua mengucilkan anak atau tidak mengakui sebagai anak yang retardasi mental. Anak yang retardasi
ISSN: 2460-7541 mental disembunyikan dari masyarakat karena orang tua merasa malu mempunyai anak keterbelakangan mental. Kemiskinan dan letak wilayah yang terpencil menjadikan minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga penderita retardasi mental tentang perawatan penderita. Selain hal tersebut, kurangnya perhatian dari lembaga-lembaga yang berperan menangani dan mensosialisasikan perawatan penderita retardasi mental membuat jumlah penderita retardasi mental semakin hari semakin bertambah (Cahyo, 2010). Disebutkan ada sejumlah faktor genetik yang dapat menimbulkan retardasi mental. Demikian pula halnya dengan beberapa faktor prenatal yang dialami oleh ibu-ibu yang hamil, misalnya telah sama diketahui bahwa calon ibu-ibu yang mengalami penyakit campak Jerman (Rubella) sering anak yang dikandungnya dikemudian hari akan mengalami gangguan mental retardasi. Lingkungan juga berpengaruh terhadap kejadian tersebut seperti adanya deprivasi psikososial, devripasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial awalawal perkembangan ternyata juga dapat menyebabkan terjadinya retardasi mental pada anak (Maramis, 2009). Pada “kampung idiot”, selain kemiskinan yang diduga sebagai penyebab keterbelakangan mental, juga letak wilayah yang sangat terpencil dan kurangnya perhatian dari lembaga-lembaga yang berperan menangani masalah penyandang cacat menjadi faktor pendorongnya (Cahyo, 2010)Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Hal ini dikarenakan siapapun orangnya pasti memiliki beban psikososial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan konseling dan penyuluhan untuk menambah pengetahuan mereka, dengan tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi beban psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu sehingga kemudian mampu melakukan perawatan terhadap anaknya yang menderita retardasi mental (Maramis, 2009). Pemberian informasi dimaksudkan memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan orang lain, sedangkan perubahan sikap merupakan tujuan tidak langsung (Maulana, 2009). Penderita cacat mental sebenarnya cukup dilatih di rumah oleh keluarganya agar hubungan emosional antara orang tua dan anaknya yang cacat mental harus sama dengan hubungan orang tua dengan anak-anak yang normal. Saudara-saudara yang normal diberi pengertian oleh orang tuanya bahwa salah satu saudaranya ada yang cacat mental, maksudnya agar mereka tidak malu mempunyai saudara yang cacat mental. Dapat dilatih cara
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 34
CAKRA BUANA KESEHATAN berpakaian, cara makan, pemeliharaan tubuh dan harus diberi kesempatan dengan anak anak yang lain untuk bermain, tetapi harus tetap diawasi (Ichwanmuis, 2010). Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga dalam perawatan anak retardasi mental di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini diharapkan dapat memberi terkait permasalahan yang terjadi di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. METODE Penelitian ini dilaksanakan yang dimulai dari perencanaan (penyusunan proposal) sampai dengan penyusunan laporan akhir sejak bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Lokasi penelitian adalah Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. Alasan mengambil tempat di Desa Karangpatihan karena di desa tersebut jumlah penderita retardasi mental lebih banyak dibanding desa lain dan juga pengetahuan tentang perawatan anak retardasi mental kurang, hal ini dikarenakan kondisi keluarga yang miskin serta letak wilayah yang terpencil. Desain penelitian yang digunakan adalah pra eksperimental dengan metode one group prapost test design. Populasi penelitian adalah semua keluarga (ibu) anak retardasi mental yang berada di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo yang berjumlah 20 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Instrumen pengumpulan data berupa lembar kuesioner untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga dalam perawatan anak retardasi mental. Dalam penelitian ini peneliti memberikan intervensi yaitu memberikan penyuluhan tentang perawatan pada anak retardasi mental sehingga diperlukan satuan acara penyuluhan (SAP) agar penyuluhan yang diberikan dapat terarah dan sesuai dengan tujuan. Untuk mengetahui pengaruh dari penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan anak retardasi mental di uji dengan menggunakan uji wilcoxon, dengan tingkat kesalahan = 0,05. Jika p < 0,05 maka H0 ditolak yang artinya penyuluhan meningkatkan pengetahuan keluarga dalam perawatan anak retardasi mental. HASIL PENELITIAN Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan anak retardasi mental maka akan disajikan seperti pada dibawah ini :
ISSN: 2460-7541 Tabel 1. Pengaruh penyuluhan tentang perawatan anak retardasi mental terhadap pengetahuan keluarga dalam perawatan anak retardasi mental Sesudah Penyuluhan Kurang Cukup Baik Total Kurang 2 6 3 11 Sebelum Cukup 1 2 3 6 Penyuluhan Baik 1 1 1 3 Total 4 9 7 20 Uji Wilcoxon ρ = 0,040 Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan keluarga sebelum dilakukan penyuluhan adalah kurang sebanyak 11 orang (55%) dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang perawatan anak retardasi mental sebagian besar pengetahuan keluarga adalah cukup sebanyak 9 orang (45%). Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberikan penyuluhan maka pengetahuan keluarga tentang perawatan anak retardasi mental bertambah. Berdasarkan hasil analisa menggunakan uji wilcoxon pada tingkat kesalahan α = 0,05 didapatkan bahwa ρ < α atau 0,040 < 0,05 yang artinya penyuluhan meningkatkan pengetahuan keluarga dalam perawatan anak retardasi mental, maka H0 ditolak. PEMBAHASAN Pengetahuan keluarga sebelum dilakukan penyuluhan tentang perawatan anak retardasi mental Sebagian besar pengetahuan responden tentang perawatan anak retardasi mental sebelum penyuluhan adalah kurang sebanyak 11 orang (55 %) dan hanya sebagian kecil yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 3 orang (15%). Hal ini dikarenakan hampir setengah dari responden belum pernah mendapatkan informasi dari sumber mana pun. Jika seseorang belum pernah atau kurang mendapatkan informasi maka pengetahuan yang dimilikipun akan kurang atau rendah. Karena dengan seringnya seseorang mendapatkan informasi maka dia akan mendapatkan hal-hal baru yang mungkin sama sekali belum dia ketahui. Sesuai yang tertulis pada Nanda (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan kurang pengetahuan (deficient knowledge) terdiri dari: kurang terpapar informasi, kurang daya ingat/hapalan, salah menafsirkan informasi, keterbatasan kognitif, kurang minat untuk belajar dan tidak familiar terhadap sumber informasi. Selain karena belum pernah mendapatkan informasi tentang perawatan anak retardasi mental, letak wilayah yang terpencil membuat masyarakat minim akan informasi dari media massa baik yang cetak maupun elektronik.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 35
CAKRA BUANA KESEHATAN Karena penyebaran media massa belum bisa menjangkau wilayah tersebut. Penduduk di wilayah tersebut masih banyak yang tidak mempunyai alat-alat elektronik seperti radio ataupun televisi. Padahal menurut Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam media massa yang dapat memberikan informasi sehingga mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. Hasil kuesioner yang diberikan pada keluarga sebanyak 14 keluarga memiliki pengetahuan yang kurang tentang perawatan anak retardasi mental. Pengetahuan keluarga yang kurang akan mempengaruhi pada proses perawatan anak retardasi mental. Kemungkinan keluarga akan akan merawat anak retardasi mental dengan tidak baik jika pengetahuan yang dimilikinya kurang. Pengetahuan keluarga sesudah dilakukan penyuluhan tentang perawatan anak retardasi mental Hampir setengah pengetahuan responden tentang perawatan anak retardasi mental sesudah penyuluhan adalah cukup sebanyak 9 orang (45%). Pengetahuan keluarga hampir setengah meningkat dikarenakan keluarga telah mendapatkan informasi tentang perawatan anak retardasi mental dengan adanya penyuluhan yang telah diberikan oleh peneliti. Sehingga pengetahuan keluarga yang awalnya masih kurang, setelah dilakukan penyuluhan mengalami peningkatan karena keluarga telah memperoleh informasi yang baru retardasi mental dan cara perawatan pada anak yang mengalami retardasi mental. Sebagaimana pernyataan dari Notoatmodjo (2007) bahwa informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Pengetahuan keluarga tentang perawatan anak retardasi mental meningkat juga karena adanya faktor pendukung yaitu dukungan dari perangkat desa setempat juga penduduk lain yang berperan aktif dalam upaya menurunkan angka kejadian retardasi mental di Desa Karangpatihan seperti perangkat desa melarang bila ada warganya yang mengalami retardasi
ISSN: 2460-7541 mental akan dinikahkan dengan orang yang mengalami retardasi mental juga. Perangkat desa dan penduduk lainnya sering memberikan saran kepada keluarga penderita retardasi mental agar bersifat terbuka dan mau menerima bila ada kunjungan dari petugas kesehatan yang memberikan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Adanya motivasi dari perangkat desa dan penduduk lain tersebut menjadikan keluarga penderita retardasi mental mau menerima dan memahami informasi yang datang dari luar. Teori yang dikemukakan oleh Mubarok (2007) bahwa kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang. Sedangkan pengetahuan keluarga tentang perawatan anak retardasi mental masih ada yang kurang, hal ini dikarenakan oleh faktor intelegensi, perhatian, motivasi, minat, sikap dan bakat dari masing-masing individu yang berbeda dan juga dipengaruhi oleh waktu post test yang selang waktunya 1 minggu, sehingga keluarga berbeda-beda dalam menyerap, memahami, dan mengingat suatu informasi. Hal ini sesuai dengan teori Suprapto (2009), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar adalah intelegensi, perhatian, motivasi, minat, sikap dan bakat. Manusia adalah suatu organisme unik yang berkembang sesuai perkembangannya yang merupakan perkembangan seluruh aspek kepribadiannya. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan individu yang tidak sama. Pengaruh Penyuluhan Tentang Perawatan Anak Retardasi Mental Terhadap Pengetahuan Keluarga Dalam Perawatan Anak Retardasi Mental Tabel 1 menunjukkan bahwa penyuluhan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan anak retardasi mental yang ditunjukkan oleh hasil uji statistik Wilcoxon dengan nilai signifikansi ρ = 0,040< (α) 0,05. Hal ini dikarenakan program penyuluhan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan satuan acara penyuluhan serta adanya tanggapan positif dari keluarga yang mau menerima dan memahami informasi baru yang datang dari luar. Sehingga pengetahuan keluarga tentang retardasi mental pun bertambah, bahkan keluarga telah mampu mengaplikasikan cara perawatan anak retardasi mental sesuai dengan informasi yang diberikan saat penyuluhan. Jadi dengan lebih sering memberikan informasi kepada keluarga seperti dilakukannya penyuluhan akan membuat keluarga tahu
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 36
CAKRA BUANA KESEHATAN bagaimana cara mengatasi agar angka kejadian retardasi mental di wilayah tersebut tidak terus meningkat. Berdasarkan dari konsep penyuluhan kesehatan merupakan suatu bentuk kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan,menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Untuk mendapatkan suatu pengetahuan perlu diadakan suatu program penyuluhan yang mengarah pada memberikan suatu pendidikan kepada masyarakat misalnya tentang menekankan ketrampilan hidup sehat, sehingga masyarakat tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi akan memberikan arti tinggi dalam proses pengetahuan (Machfoed, 2007). Menurut Notoatrmodjo (2009) pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Upaya pemberian informasi melalui penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan – keputusan dan sikap atas dasar informasi yang memadai.
ISSN: 2460-7541 Ichwanmuis. 2010. Penyandang Tuna Grahita. From: http://www.ichwanmuis-blog. blogspot. com (di akses januari, 2011). Machfoedz. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Ed. 2. Surabaya: Airlangga University Press. Maulana. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. Mubarok. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nanda. 2005. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia: Nanda Internasional. Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2007. Perilaku Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2009. Metode Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Surabaya: Salemba Medika.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian pengaruh penyuluhan tentang perawatan anak retardasi mental terhadap pengetahuan keluarga dalam perawatan anak retardasi mental dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Pengetahuan keluarga dalam perawatan anak retardasi mental di Desa Karangpatihan sebelum dilakukan penyuluhan sebagian besar masih kurang. Pengetahuan keluarga dalam perawatan anak retardasi mental di Desa Karangpatihan sesudah diberikan sebagian besar cukup (mengalami peningkatan). Penyuluhan meningkatkan pengetahuan keluarga dalam perawatan anak retardasi mental. Saran Diharapkan pemerintah setempat serta tenaga kesehatan yang berada pada wilayah kerja Desa Karangpatihan dapat lebih giat memberikan informasi tentang retardasi mental, penyebab serta penanganan maupun perawatan pada pasien retardasi mental. DAFTAR RUJUKAN Cahyo. 2010. Duh.. Ada 'Kampung Idiot' Baru di Ponorogo. From : http://www.beritajatim.com (di akses januari, 2011).
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 37
CAKRA BUANA KESEHATAN HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI PTPN X RUMAH SAKIT GATOEL MOJOKERTO Danies Tunjung Pratiwi (Prodi S-1 Keperawatan STIKes Buana Husada Ponorogo) Pendahuluan: Masalah psikologis yang umum terjadi pada pasien dengan end stage renal disease (ESRD) yang menjalani hemodialisa adalah depresi. Sistem dukungan yang kuat dan tepat mampu mempercepat pemulihan dari episode depresi. Metode: Hipotesis penelitian analitik non eksperimental ini adalah “ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien GGK yang menjalani hemodialisa di PTPN X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto”. Populasi penelitian adalah semua pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani terapi hemodialisa di PTPN X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto pada bulan Mei sampai bulan Juni 2011, pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling, yaitu consecutive sampling. Data dikumpulkan melalui pengisian adalah kuesioner, lalu dianalisis menggunakan metode statistik non parametrik yaitu Rank Correlation Test (Spearman). Hasil: Analisis statistik menggunakan Rank Spearman Test mendapatkan nilai p = 0,000 (<0,05), dengan demikian H0 ditolak. Kesimpulan: Ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di PTPN X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto. Kata kunci: dukungan keluarga, depresi, gagal ginjal kronik PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik merupakan suatu kondisi penurunan progresif fungsi ginjal selama periode bulan atau tahun. Tahap akhir dari gagal ginjal kronik sering disebut dengan End Stage Renal Disease (ESRD) (Anonim, 2011). Dalam penyakit ginjal stadium akhir ini, ginjal kehilangan fungsinya secara irreversibel untuk mempertahankan metabolisme dan homeostasis tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Sinaga (2007) dalam Anonim (2008) apabila pasien telah mengalami GGK (Gagal Ginjal Kronik) stadium berat, untuk mempertahankan hidupnya diperlukan terapi sementara berupa cuci darah (hemodialisa). Masalah psikologis yang umum terjadi pada pasien dengan ESRD yang menjalani hemodialisa adalah depresi (Fredric & Susan, 2010). Secara khusus, depresi dapat mempengaruhi fungsi imunologi, nutrisi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi terapi dan kepatuhan dialisis. Konsekuensi dari depresi pada pasien dialisis dapat memperkuat dampak
ISSN: 2460-7541 dari penyakit kronik, dan meningkatkan kecacatan fungsional dan penggunaan pelayanan kesehatan. Selain itu keadaan depresi ini mengurangi kualitas hidup dan memiliki dampak klinis negatif terhadap para penderita penyakit kronik, termasuk ESRD (AG Karger, 2008). Menurut Smith (2010), memiliki sistem dukungan yang kuat dan tepat mampu mempercepat pemulihan dari episode depresi. Support system dari lingkungan terutama lingkungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien. Dukungan keluarga merupakan suatu bentuk perhatian, dorongan yang didapatkan individu dari orang lain melalui hubungan interpersonal yang meliputi perhatian, emosional dan penilaian (Stolte, 2004, dalam Sunarti, 2009). Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan. Sebab, dukungan yang tepat dapat membantu pasien dalam menghadapi stres, demikian sebaliknya dukungan yang tidak tepat dapat menimbulkan stress yang baru dan akan terakumulasi sehingga memperburuk keadaan (Arliza, 2006). Jumlah pasien penderita penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia diperkirakan 60.000 orang dengan pertambahan 4.400 pasien baru setiap tahunnya (Wijaya, 2009) dalam By_you (2010). Hasil Survei Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan 12,5% dari populasi mengalami penurunan fungsi ginjal. Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari catatan registrasi di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Gatoel Kabupaten Mojokerto pada tanggal 31 Maret 2011, tren kasus GGK mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2008 terdapat 57 pasien GGK yang menjalani hemodialisa, tahun 2009 terdapat 112 pasien dan di tahun 2010 jumlah pasien yang menjalani hemodialisa naik menjadi 137 pasien. Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan tanggal 2-13 April 2011 dari 10 pasien yang menjalani Hemodialisa menunjukkan bahwa 20% pasien mengalami depresi ringan, 40% pasien mengalami depresi sedang, 20% pasien mengalami depresi berat dan 20% pasien tidak mengalami depresi. Sedangkan bila dilihat dari ada tidaknya dukungan keluarga diperoleh hasil dengan rincian sebagai berikut, dari 20% pasien yang mengalami depresi ringan semuanya memperoleh dukungan keluarga baik, 40% pasien yang mengalami depresi sedang semuanya memperoleh dukungan keluarga cukup, dan dari 20% pasien yang mengalami depresi berat 10% nya memperoleh dukungan keluarga baik dan 10% lagi memperoleh dukungan keluarga cukup, sedangkan 20% pasien yang tidak mengalami depresi semuanya memperoleh dukungan keluarga baik. Menurut AG Karger dalam Nepron Clinical Practice, 2008, mengemukakan bahwa sekitar 20-30% dari populasi ESRD (End Stage Renal Disease) menderita depresi. Selanjutnya, Wuerth et al.
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 38
CAKRA BUANA KESEHATAN dalam oxford jurnal mengamati kejadian depresi klinis pada pasien dialisis dan diperoleh hasil sebesar 85% dari pasien dialisis dengan skor BDI (Beck Depresion Inventory) berkisar dari 11 atau lebih besar. Menurut Roesli (2006) dalam Caninsti (2007) sistem dialisa bagi penderita GGK merupakan salah satu cara tindakan membantu kerja ginjal. Sedangkan pengobatan lain seperti transplantasi ginjal masih terbatas karena banyak kendala yang harus dihadapi, diantaranya ketersediaan donor ginjal, teknik operasi dan juga perawatan pada waktu pascaoperasi. Apabila pasien memilih untuk tidak menjalani transplantasi, maka seumur hidupnya akan bergantung pada alat dialisa untuk menggantikan fungsi ginjalnya (Lubis, 2006) dalam By_you (2010). Keadaan ketergantungan terhadap mesin dialisa mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan penderita gagal ginjal terminal yang melakukan terapi hemodialisa. Perasaan kecewa dan putus asa terhadap hidupnya membuat pasien gagal ginjal kronik mengalami depresi. Perasaan kehilangan terhadap setiap aspek dari kehidupan normal yang pernah dimiliki akan terganggu. Oleh sebab itu, pasien memerlukan hubungan yang erat dengan seseorang yang bisa dijadikan tempat menumpahkan perasaannya pada saat stress dan kehilangan semangat (Smeltzer & Bare, 2002). Interaksi yang dekat, penghiburan, pertolongan dan perhatian yang diberikan seseorang disebut sebagai dukungan sosial. Pemberi dukungan sosial dapat berupa keluarga, teman, dan kelompok sosial. Dukungan sosial berfungsi untuk mengurangi stress karena melalui interaksi, seseorang dapat berpikir lebih realistis dan mendapatkan perspektif lain sehingga dapat lebih memahami masalahnya. Dukungan keluarga merupakan salah satu sumber daya eksternal utama dalam koping penderita ESRD (Smeltzer, 2002). Nasihat dan kasih sayang dari anggota keluarga dapat memberikan persepsi yang positif bagi individu untuk mencapai segala sesuatu dalam meraih impian yang dimilikinya, sehingga mereka yakin dan optimis terhadap harapan akan masa depannya. Selain itu diharapkan anggota keluarga yang sakit menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan. Dengan begitu penderita dapat meningkatkan kemampuan menghadapi stress dan mempercepat penyesuaian diri. Sehingga dukungan keluarga yang diberikan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan dialisa kronik (Mayo Clinic, 2010).
METODE PENELITIAN
ISSN: 2460-7541 Jenis penelitian ini analitik non eksperimental. Hipotesis penelitian adalah “ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien GGK yang menjalani hemodialisa di PTPN X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto”. Populasi penelitian adalah semua pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani terapi hemodialisa di PTPN X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto pada bulan Mei sampai bulan Juni 2011. Kriteria inklusi untuk sampel penelitian adalah: penderita GGK yang berusia 25-60 tahun, sudah menjalani terapi hemodialisa sekurang kurangnya 6 bulan dan selebih lebihnya 6 tahun, kooperatif, dan memiliki keluarga inti (suami, istri dan anak-anak biologis). Sedangkan kriteria eksklusi adalah: gangguan kesehatan yang tidak memungkinkan dilakukannya pengukuran, hambatan etis. Pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling, yaitu consecutive sampling. Penelitian di lakukan di Unit pelayanan Hemodialisa di PTPN X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto dan dilaksanakan mulai tanggal 23 Mei sampai 4 Juni 2011 selama dua minggu. Penelitian ini menggunakan instrumen jenis kuesioner yang diambil dari Nursalam (2008). Skala Beck Depression Inventory (BDI) yang terdiri atas 20 item pernyataan tertutup digunakan untuk menilai tingkat depresi dan skala Dukungan Keluarga dengan 12 item pernyataan tertutup digunakan untuk mengukur tingkat dukungan keluarga. Setelah terkumpul, data dianalisis menggunakan metode statistik non parametrik yaitu Rank Correlation Test (Spearman) dengan signifikasi ≤ 0,05. HASIL PENELITIAN. Data Umum
Gambar 1. Distribusi usia responden Gambar 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 51-60 tahun yaitu sebanyak 21 responden (70%). Sedangkan usia 21-30 dan usia 31-40 memiliki jumlah yang
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 39
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
paling sedikit yaitu masing-masing hanya 1 responden (3%).
49-61 bulan memiliki proporsi yang paling sedikit yaitu masing-masing 2 responden (7%). Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa
Perempuan
Laki-laki
Gambar 2. Distribusi jenis kelamin responden Gambar 2 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 16 responden (53%). SD
SMA
Gambar 6. Distribusi tingkat depresi yang dialami oleh responden Gambar 6 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien mengalami depresi dengan proporsi paling besar adalah depresi ringan. Responden yang mengalami depresi berat memiliki jumlah paling sedikit yaitu 2 responden (2%).
SMP
Dukungan Keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa
Gambar 3. Distribusi pendidikan responden Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa lebih dari 50% responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 17 responden (57%). Untuk responden yang berpendidikan SD memiliki jumlah yang paling sedikit yaitu 4 responden (13%).
Baik
Cukup
Gambar 7. Distribusi keberadaan dukungan keluarga terhadap responden
Gambar 4. Distribusi pekerjaan responden.
Gambar 7 menggambarkan bahwa lebih dari 50% responden memperoleh dukungan keluarga baik yaitu sebanyak 16 responden (53%) dan tidak ada responden yang memperoleh dukungan keluarga kurang.
Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa lebih dari 50% responden memiliki pekerjaan swasta yaitu sebanyak 18 responden (60%).
Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
Lain-lain
Swasta
Tabel 1. Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di PTPN X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto.
Gambar 5. Distribusi respon berdasarkan lamanya menjalani hemodialisa Dari Gambar 5 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden menjalani hemodialisa 13-24 bulan yaitu sebanyak 11 Responden (36%). Sedangkan responden yang menjalani hemodialisa selama 37-48 bulan dan
Tingkat Depresi Dukungan Tidak Ringan Sedang Keluarga Depresi f % f % f % Kurang - - - - - Cukup - - 12 40 Baik 3 10 13 43 - Jumlah 3 10 13 43 12 40
Jumlah Berat f 2 2
% 7 7
∑ 14 16 30
% 47 53 100
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa 3 responden (10%) yang tidak depresi dan 13 responden (43%) yang mengalami depresi ringan semuanya memperoleh dukungan keluarga baik, sedangkan 12 responden (40%)
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 40
CAKRA BUANA KESEHATAN yang mengalami depresi sedang dan 2 responden (7%) yang mengalami depresi berat semuanya memperoleh dukungan keluarga cukup. Data hasil uji statistik yang peneliti lakukan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa yang dianalisa menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS dengan uji Rank Spearman Test diperoleh nilai p = 0,000 < α = 0,05. Dengan demikian H0 ditolak yang artinya ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di PTPN X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto. PEMBAHASAN Dukungan keluarga Dari hasil penelitian ini telah mengambarkan bahwa sebagian besar atau 16 responden (53%) telah memperoleh dukungan keluarga dengan baik. Responden dan keluarga cukup memahami akan pentingnya dukungan, perawatan kesehatan, keluarga mampu menciptakan kondisi yang nyaman, memberian motivasi dan menerima keadaan responden yang mengalami masalah kesehatan kronik. Sesuai dengan pendapat Freedman (2010) bahwa ada 5 fungsi dasar keluarga dalam hal kesehatan yang diantaranya adalah menciptakan lingkungan yang menunjang kesehatan dan merawat anggota keluarga yang sedang sakit. Kualitas dukungan keluarga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah struktur kekuatan keluarga yang meliputi komunikasi, peran dan nilai sebab struktur kekuatan keluarga ini memegang peranan penting dalam menentukan sikap tiaptiap anggota keluarga. Dari hasil penelitian juga dijelaskan bahwa 14 responden (47%) memperoleh dukungan keluarga cukup. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kurangnya frekuensi dampingan keluarga saat menjalani hemodialisa akibat kesibukan dari masing-masing anggota keluarga dalam bekerja mengingat sebagian besar keluarga memiliki pekerjaan swasta. Selain itu, dalam hal finansial atau pembiayaan hemodialisa mayoritas responden memperoleh asuransi dari BUMN sehingga keluarga tidak selalu membantu dalam hal finansial. Dukungan keluarga merupakan kondisi dimana tiap-tiap anggota keluarga memberikan bantuan, dorongan dan empati dalam bentuk apapun yang dirasakan individu sebagai suatu support system sehingga membuatnya mudah atau dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Pendapat Sheridan dan Racmacher (1992), Sarafino (1998), serta Taylor (1999) dalam Marin (2008) bahwa dukungan keluarga dapat diberikan dalam bentuk dukungan instrumental
ISSN: 2460-7541 atau penyediaan materi, dukungan informasional, dukungan emosional, dan dukungan harga diri atau penghargaan. Manfaat dari dukungan ini menurut Mayo Clinic (2010) meliputi rasa memiliki dimana penunjukkan kepedulian terhadap orang lain sehingga seseorang tersebut merasa bahwa masih ada yang mendukungnya secara psikologis, mampu meningkatkan harga diri dan dapat menciptakan suasana yang aman dan nyaman. Dengan demikian diharapkan pada setiap anggota keluarga untuk memahami akan pentingnya kebersamaan dan meningkatkan dukungannya pada anggota keluarga lain yang sedang mengalami permasalahan baik fisik maupun psikologis sebab keluarga merupakan lingkungan sosial yang utama dalam hal kedekatan sosialisasi baik intensitas maupun frekuensi. Setidaknya menjaga hubungan yang harmonis, penghargaan, dan kedekatan emosi sehingga kebutuhan masing-masing individu dalam keluarga terpenuhi tanpa mengabaikan hak dan kewajiban anggota keluarga lainnya. Yang pada akhirnya keluarga dapat memenuhi tugas dalam menjalankan fungsinya sebagai pemberi perawatan kepada anggota keluarga yang sedang sakit. Tingkat depresi Dari hasil penelitian dapat dipertegas bahwa mayoritas pasien yang rutin menjalani hemodialisa mengalami depresi yaitu 27 responden (90%) yang terbagi atas 3 tingkatan depresi. Hal ini sesuai dengan pendapat Fredric & Susan (2010) bahwa depresi menjadi masalah psikologis yang umum terjadi pada pasien ESRD. Namun pada kenyataan yang terjadi di lapangan, dari 30 responden (100%) proporsi jumlah responden yang mengalami depresi ringan merupakan yang paling tinggi. Hal ini dapat dikaitkan bahwa mayoritas responden telah lama menjalani hemodialisa sehingga secara tidak langsung telah mengalami fase adaptasi dan juga memperoleh asuransi dari BUMN untuk pembiayaan terapi. Sesuai dengan pendapat Ballard (1981) dalam Smeltzer & Bare (2002) bahwa tidak hanya stressor akibat masalah kesehatan saja yang dialami seseorang yang menderita masalah kesehatan kronik, namun perubahan peran dalam kehidupan dan kebutuhan uang akibat penyakit yang dialami akan meningkatkan stressor. Selain itu, Smeltzer & Bare (2002) mengungkapkan bahwa seseorang dengan stressor tertentu akan mengalami fase adaptasi yang mana masing-masing individu mempunyai kemampuan mengatasi masalah atau berespon dengan tingkat yang berbeda-beda. Pendapat Simon (2001), depresi secara signifikan meningkatkan keseluruhan beban penyakit pada pasien dengan kondisi medis yang kronik. Depresi juga dikaitkan dengan meningkatnya morbiditas penyakit. Keadaan ini juga membantu
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 41
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
mengarahkan pasien keluarganya kepada sumber-sumber yang ada untuk mendapatkan bantuan serta dukungan. Pada situasi ini pasien memerlukan hubungan yang erat dengan seseorang atau keluarga sebagai tempat berbagi pada saat-saat stres dan kehilangan semangat (Smeltzer & Bare, 2002). Pada kondisi yang memaksa seseorang untuk rutin menjalani hemodialisa dan ketidakpastian periode lamanya terapi tersebut dijalani merupakan stressor yang kuat untuk memicu terjadinya depresi. Selain itu, seorang pasien dengan gagal ginjal kronik juga masih menanggung pikiran tentang proses perjalanan penyakit yang dialaminya seperti, gejalagejala yang ditimbulkan penyakit, komplikasi penyakit dan terapi dialisa, batasan makan dan minum yang merupakan bagian dari terapi, masalah finansial, psikologis dan psikososial. Hal tersebut sangat perlu diperhatikan bila seorang tenaga kesehatan dan keluarga menghadapi pasien yang mengalami masalah kesehatan kronik, sebab penyakit kronik dapat menimbulkan masalah psikosomatis sehingga memerlukan perawatan dan penanganan yang komprehensif dan holistik. Penanganan yang tepat baik cara maupun waktunya akan berpengaruh pada keberhasilan, namun faktor dari motivasi pribadi individu untuk berubah dan berusaha juga sangat menentukan hasil. Hubungan dukungan tingkat depresi
keluarga
dengan
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di PTPN X RS Gatoel Mojokerto. Dari 30 responden 13 responden (43%) yang mengalami depresi ringan semuanya memperoleh dukungan keluarga baik, 12 responden (40%) pasien yang mengalami depresi sedang semuanya memperoleh dukungan keluarga cukup, 2 responden (7%) yang mengalami depresi berat semuanya memperoleh dukungan keluarga cukup sedangkan 3 responden (10%) yang tidak mengalami depresi semuanya memperoleh dukungan keluarga baik. Menurut Davison dkk (2006), terdapat 2 cara untuk menangani masalah depresi yaitu dengan terapi biologi dan terapi psikososial. Penatalaksanaan terapi psikososial dapat meliputi terapi psikodinamika, terapi kognitif dan perilaku, pelatihan keterampilan sosial, terapi aktivitas behaviorial, dan terapi pasangan dan keluarga yang diantaranya adalah dengan dukungan keluarga. Selain itu pendapat Smeltzer & Bare (2002) bahwa respon seseorang terhadap permasalahan tergantung pada tingkat kesesuaian antara keterampilan dan kapasitas seseorang dan sumber dukungan sosial keluarga. Dukungan sosial keluarga yang dimaksud adalah hubungan yang mendalam dan
sering berinteraksi dan yang hanya benar-benar dirasakan bila ada keterlibatan perhatian yang mendalam dan bukan hubungan permukaan dengan orang sekitar. Kualitas kritis dalam jaringan ini akan saling bertukar dalam komunikasi yang intim dan adanya solidaritas dan kepercayaan. Keluarga sebagai lingkungan sosialisasi yang utama bagi seorang individu diharapkan mampu memberikan bantuan dan dorongan yang dibutuhkan pasien dengan depresi. Dukungan ini diharapkan dapat mengembalikan keberfungsian sosial pasien dengan masalah psikososial depresi dengan tidak mengabaikan kebutuhan dan harapan dari anggota keluarga lain. Sebab dengan adanya perhatian dan dampingan dari anggota keluarga, seseorang akan merasa diperhatikan, merasa aman, dan memiliki tempat bercerita serta kumpulan harapan yang dapat memberikan persepsi dan energi yang positif sehingga mampu mengekspesikan dengan lebih baik impian dan harapannya dimasa yang akan datang. Kesimpulannya, dukungan keluarga yang tepat dan sesuai dengan yang dibutuhkan pasien depresi dapat memperbaiki kehidupan dan memberikan energi baru untuk menjalani kehidupan yang lebih baik serta berfokus pada peningkatan makna hidup. Sebaliknya, dukungan yang tidak tepat dapat menambah beban pikiran dan akan sangat mempengaruhi tingkatan depresi pasien, untuk itu keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan diharapkan mampu memberikan motivasi serta dukungan yang baik sehingga pasien yang menjalani dialisis kronik mampu mengendalikan stressor yang dialami yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan masalah kesehatan kronik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di PTPN X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto. Saran Dalam merawat maupun memberikan layanan kesehatan hendaknya memperhatikan faktor psikologis sebab masalah ini dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Sudah selayaknya tenaga kesehatan meningkatan mutu layanan asuhan keperawatan yang berkualitas, dimana tenaga medis dan paramedis memandang individu sebagai suatu kesatuan yang senantiasa saling mempengaruhi sehingga asuhan yang diberikan tidak hanya bersifat uratif tetapi juga bersifat promotif dan rehabilitatif. Bagi responden dan keluarga agar dapat memahami lebih lanjut tentang pentingnya
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 42
CAKRA BUANA KESEHATAN dukungan keluarga dan berusaha mengembangkan mekanisme koping dan problem solving yang efektif. Selain itu, keluarga diharapkan dapat memaripurnakan tugasnya dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan memperhatikan seluruh aspekaspek kehidupan secara menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA. AG, Karger. 2008. Nephron Clinical Practice “Depresi pada Dialisis”, Vol. 108, No. 4. (http://karger.com/ Nec), diakses 10 Desember 2010 Arliza, JL. 2006. “Dukungan Sosial pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa”. Skripsi program studi Psikologi tidak dipublikasikan. Universitas Sumatra Utara Caninsti, Risselligia. 2007. “Gambaran Kecemasan dan Depresi pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa”. Skripsi Psikologi tidak dipublikasikan. Universitas Sumatra Utara Davison, Gerald C. (2006). Psikologi Abnormal Edisi 9. Jakarta : EGC Franklin, Donald J., Ph. D. 2003. Pscychology Information Online, (http://IPO.com), diakses 13 Januari 2011 Fredric & Susan. 2010. Asosiasi Eropa dialisis dan Asosiasi Transplantasi. “Depresi pada pasien dialisis kronik”, (http://oxfordjurnal.com), diakses 10 Desember 2010 Freedman, Marlin E. 2010. Konsep, Teori dan Praktek Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC Guyton, Arthur C & Jhin E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Mansjoer, Arif., Kuspuji Trianti., Rakhmi Savitri., Wahyu Ika Wardhani., Wiwiek Setiowulan. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aeskulapius Marlin, Lucian E. 2008. Referensi Kesehatan, (http://worldpress. com), diakses 14 Maret 2011 Mayo Clinic. 2010. Mayo Foundation untuk Pendidikan dan Penelitian Medis “Dukungan kelompok untuk Depresi”, (http://mayoclinic.org), diakses 13 Januari 2011 Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika OMNI Medical. 2010. Mental Kesehatan Psikologis, (http://omnimedicalsearch. org), diakses 13 Januari 2011
ISSN: 2460-7541 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21. 1994. Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera Price, Sylvia A & Lorraine M. Wilson. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Simon, Gregory E. 2001. Western Journal of Medicine, (http:// wjm. com), diakses 14 Maret 2011 Silalahi, Gabriel A. 2003. Metodologi penelitian dan Studi Kasus. Sidoarjo: Citraa Medika Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC Smith, Melinda, dkk. 2010. Expert, Ad- free Resource Help You Resolve health challenges, (http://helpguide.org), diakses 3 Januari 2011 Sunarti. 2009. “Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Moewardi Surakarta”. Skripsi Sarjana keperawatan tidak dipublikasikan. FIK UNMUH Surakarta Supriyatno, Endro., Sp. KJ. 2009. Depresi dan Penanganannya, (http://psikofarmaka_ psikiatri.com), diakses 13 Januari 2011 38
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 43
CAKRA BUANA KESEHATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PELAYANAN PASIEN ONLINE PUSKESMAS KECAMATAN BUNGKAL Rudy Wahyu Ajiputra (Prodi D-III Rekam Medis STIKes BUANA HUSADA PONOROGO) ABSTRAK Pendahuluan: Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan begitu pesat. Salah satunya yaitu dibidang teknologi informasi. Hal ini tentu saja membawa kemudahan kepada kita dalam mengakses berbagai kebutuhan akan informasi. Tetapi masih sedikit instansi dibidang kesehatan yang dapat memanfaatkan komputerisasi dalam proses pelayanan terhadap masyarakat, misalnya di Puskesmas Bungkal. Hal itu mendorong pembuatan sebuah sistem informasi yang berjudul “Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Pasien Online Puskesmas Kecamatan Bungkal”. Metode: Dalam proses pembuatan sistem informasi, digunakan beberapa metode yaitu studi pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research). Sedangkan penelitian lapangan meliputi dua cara, yaitu observasi dan wawancara. Observasi dilakukan dengan mengamati dan mempelajari proses pendaftaran pasien. Untuk melengkapi data-data lainnya yang dibutuhkan, kami juga mengadakan wawancara secara langsung dengan staf dan karyawan Puskesmas Bungkal. Wawancara dilakukan secara langsung di Puskesmas Bungkal. Sedangkan untuk pembuatan Aplikasinya menggunakan web dan database My Sql. Hasil: Manfaat “Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Pasien Online Puskesmas Kecamatan Bungkal” adalah: dapat menghemat waktu pendataan pasien, penanganan pasien lebih cepat, pengelolaan data dengan sistem komputer mempercepat proses pengolahan data-data, dapat menghemat waktu kerja, pengolahan data lebih mudah dan efisien, proses input data lebih cepat dan tersusun rapi, dengan menggunakan web sebagai paltfrom dari aplikasi ini, maka akan mendapat kemudahan akses serta mudah untuk mendapatkan informasi yang lengkap, terpercaya dan up to date. Kesimpulan: sistem informasi dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan puskesmas. Kata Kunci: pelayanan puekesmas, sistem informasi PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang berjalan dengan begitu cepat. Diantaranya adalah perkembangan
ISSN: 2460-7541 dibidang teknologi informasi. Dengan adanya kecanggihan teknologi dijaman sekarang akan membawa dampak positif bagi kita untuk memudahkan mengakses sesuatu yang diharapkan dan memenuhi berbagai kebutuhan akan informasi, tetapi hal ini juga akan membawa dampak negatif apabila kita menyalahgunakan. Di berbagai instansi kesehatan masih sedikit cara pendataan pasien menggunakan aplikasi web. Sehingga pendataannya masih menggunakan secara manual. Mungkin dengan cara itu, operator atau pencatat daftar pasien akan membutuhkan waktu yang lama, apalagi untuk mencari data pasien yang sebelumnya sudah berobat di Puskesmas. Padahal Puskesmas Bungkal melayani satu kecamatan, dimana jumlah desa dalam satu kecamatan ada 20 desa, bisa dibayangkan apabila diminta untuk mencari data pasien dari sebanyak desa itu. Untuk mengatasi kekurangan yang dialami oleh Puskesmas Bungkal khususnya dalam pendataan pasien diperlukan suatu sistem atau aplikasi yang dapat membantu kinerja petugas dalam pencatatan pasien dan menghindari antrian pasien dalam berobat. Hal tersebut mendorong kami selaku Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo Jurusan Teknologi Informasi untuk membuat Skripsi yang berjudul ”Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Pasien Online Puskesmas Kecamatan Bungkal”. Aplikasi ini kami rancang agar petugas mendapatkan kemudahan untuk mendata pasien yang ada dipuskesmas yang berbasis web, sehingga dalam lingkup Puskesmas Bungkal dapat menerapkan teknologi informasi dan dapat memperkenalkan kepada masyarakat melalui internet. METODE Pengumpulan data kami lakukan di Puskesmas Bungkal yang beralamat di Jl.Pemuda No 53 Kecamatan Bungkal. Sedangkan untuk membuat tabel-tabel yang saya buat diambil dari buku pendataan pasien yang ada di ruang TU Puskesmas Bungkal, dari beberapa buku yang ada, saya mengambil beberapa tabel, yaitu: tabel Desa, KK, Anggota Keluarga, Rawat Jalan, dan Rawat Inap. Puskesmas Bungkal merupakan instansi Pemerintah yang bergerak dalam bidang kesehatan yang melayani keluhan masyarakat dengan penyakit yang diderita, baik warga Kecamatan Bungkal maupun luar wilayah Kecamatan Bungkal, yang beralamat di Jl.Pemuda No 53 Bungkal 63462 dengan Nomor Tlp (0352) 371562. Sebelum pasien melakukan pengobatan baik rawat jalan maupun rawat inap, pasien harus melakukan pendaftaran terlebih dahulu di loket untuk pendataan sebagai arsip di Puskesmas dan untuk mengetahui riwayat penyakit pasien. Didalam formulir pendaftaran terdapat data-data
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 44
CAKRA BUANA KESEHATAN pasien, seperti nama pasien, nama KK, umur, alamat, dan lain sebagainya. Berikut proses pendaftaran pasien di Puskesmas Bungkal: 1. Seorang pasien atau anggota keluarga melakukan pendaftaran di loket 2. Petugas meminta kartu pasien yang diberikan dari Puskesmas, apabila pasien belum pernah melakukan perawatan, petugas melakukan pendataan baru tentang pasien dan memberi kartu pasien 3. Petugas menanyakan keluhan penyakit yang diderita pasien 4. Pasien menunggu di ruang tunggu menunggu petugas memberikan kartu pasien kembali 5. Setelah proses pendaftaran selesai pasien atau anggota keluarganya menuju ruang yang ditunjukkan petugas, 6. Pasien melakukan rawat jalan atau rawat inap Dalam pendataan pasien di Puskesmas Kecamatan Bungkal masih banyak menggunkan secara manual, yaitu pendataannya masih menggunakan buku, sehingga banyak buku yang terdapat di ruang administrasi. Apabila seorang pasien ingin berobat di Puskesmas, terlebih dahulu mencamtumkan nama dan alamat untuk mencari biodata pasien tersebut.. Mengingat pentingnya pendataan pasien maka diperlukan pelayanan yang lebih efisien untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Sehingga pasien tidak membutuhkan waktu yang lama hanya untuk menunggu petugas mencari data pasien tersebut.
ISSN: 2460-7541 4. Perancangan System Perencanaan pembuatan sistem aplikasi meliputi perencanaan database pendataan pasien, yang meliputi alamat, anggota keluarga, rawat inap, rawat jalan, artikel, kontak, dan juga KK yang nantinya akan saling berkaitan dalam pengisian anggota keluarga. 5. Pengujian aplikasi Pengujian sistem yang telah dibuat dengan menggunakan aplikasi web yang di isi olehdilakukan untuk mengetahui apakah sistem admin sudah berjalan secara maksimal dan efisien atau apa belum 6. Evaluasi sistem Dari hasil skripsi yang diperoleh, aplikasi tersebut telah sesuai dengan apa yang telah diharapkan PEMBAHASAN Pembuatan Form Pada pengujian aplikasi akan dilakukan beberapa proses untuk mengetahui apakah aplikasi yang dibuat dapat bekerja dengan baik, antara lain : 1. Form Login
HASIL PENELITIAN Bagaimana cara melakukan pengolahan data pasien dengan menggunakan aplikasi web dan database MySQL. 1. Studi Pustaka Melakukan studi dan tinjauan pustaka tentang konsep manajemen data terkait pendataan dan perawatan pasien di Puskesmas Kecamatan Bungkal dengan web dan PHP 2. Pengumpulan Data Penulis melakukan pengumpulan data saya lakukan di Puskesmas Bungkal yang beralamat di Jl.Pemuda No 53 Bungkal. Dalam segi pembukuan masih banyak yang dilakukan secara manual, terutama dalam pendataan pasien rawat inap maupun rawat jalan, sehingga memerlukan banyak buku untuk pendataan tersebut 3. Analisis Kebutuhan Sistem Dari yang didapat berdasarkan pengujian dan maintenance penambahan data diperoleh dibuat analisis sistem, dan dapat diketahuinya apakah aplikasi tersebut sudah berjalan sesuai dengan yang direncanakan atau belum.
Gambar 2. Form Login Pada gambar form diatas digunakan untuk login mengelola website yang digunakan mendata pasien di Puskesmas Kecamatan Bungkal 2. Form Admin
Gambar 1. Form Admin Pada form ini digunakan oleh seorang web administrator dalam berbagai hal, seperti : mencari data, mengedit data, mengubah data, menghapus data, menambah data, dan berikut form utama admin
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 45
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541 7. Form Artikel atau Berita
3. Form Pasien Baru
Gambar 3 Form Pasien Baru Dalam form ini, administrator mengisikan daftar nama KK dan seluruh anggota keluarga dalam satu KK tersebut 4. Form Pasien Rawat Jalan
Gambar 7 Form Artikel atau Berita Pada form artikel atau berita penggunaannya hanya menambah, mengedit, dan menghapus artikel atau berita. Pembuatan Halaman 1. Halaman Index
Gambar 4 Form Pasien R Jalan
Pada form R.Jalan, pengisiannya hampir sama dengan form R.Inap, yaitu memasukkan ID pasien yang telah terdaftar, selanjutnya mengisi data yang belum terisi. 5. Form Pasien Rawat Inap
Gambar 8 Halaman Index Merupakan halaman yang pertama kali muncul pada saat membuka situs web ini. Halaman ini memberikan menu-menu yang dapat dipilih atau diakses oleh browser. Selain itu halaman ini terdapat beberapa informasi tentang artikel kesehatan, Puskesmas Bungkal ataupun informasi yang lainnya.. 2. Halaman Profil
Gambar 5 Form Pasien R Inap Dalam form ini, sebelum mengisi kolomkolom yang ada, terlebih dahulu mengisi ID pasien, hal ini memudahkan untuk mencari data pasien yang dirawat, selanjutnya tinggal mengisi data yang belum terisi. 6. Form Kontak
Gambar 4.9 Halaman Profil Pada halaman ini menampilkan profil singkat Puskesmas Bungkal yang berisi tentang sekilas Puskesmas Bungkal. 3. Halaman Artikel atau Berita
Gambar 6 Form Kontak Form ini merupakan form yang diganakan oleh user atau pengguna untuk mengisi biodata dan memberikan pesan-pesan pada saat mengunjungi website ini.
Gambar 10 Halaman Artikel atau Berita
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 46
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
Pada halaman ini menampilkan artikel kesehatan atau berita untuk karyawan atau pengguna. 4. Halaman Pendaftaran Gambar 14 Login benar Selanjutnya seorang admin ingin menambahkan data pasien kedalam database maka akan muncul form seperti di bawah ini:
Gambar 11 Pendaftaran Halaman ini menampilkan form pendaftaran pasien secara online.
untuk
Gambar 15 Tambah data pasien ke dalam database Apabila ingin melihat data-data pasien, klik Lihat Data Pasien pada menu sebelah kiri dan masukkan nama desa kemudian klik cari, maka akan muncul seperti di bawah ini :
5. Halaman Kontak
Gambar 16 Lihat data pasien Gambar 12 Halaman Kontak Halaman ini menampilkan biodata dan pesan-pesan pengunjung yang berkunjung pada website Puskesmas Bungkal.
Apabila petugas menambahkan data pasien yang berobat di Puskesmas Bungkal klik menu R.Jalan sebelah kiri dan klik tambah data seperti pada gambar di bawah ini:
Uji Coba Aplikasi Untuk mengevaluasi aplikasi SIM Pelayanan Pasien yang telah didesain dan diimplementasikan maka dilakukan ujicoba dan analisa. Ujicoba ini dilakukan mulai dari login administratos pelayanan pasien dengan login admin dan username. Untuk lebih jelasnya silahkan perhatikan dibawah ini:
Gambar 17 Tambah data pasien rawat jalan Langkah-langkah untuk pengisian data pasien yang sedang rawat inap sama dengan pengisian data rawat jalan dan untuk melihat laporannya seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 13 Login salah Apabila seorang petugas atau admin salah memasukkan username atau admin berhasil memasukkan username atau password maka akan muncul gambar seperti di bawah ini. Gambar 18 Laporan rawat jalan sesuai nama desa dan bulan
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 47
CAKRA BUANA KESEHATAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari pembuatan program Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Pasien Online Puskesmas Kecamatan Bungkal yaitu : 1. Aplikasi dapat mempermudah didalam pendataan pasien di Puskesmas Kecamatan Bungkal 2. Dapat memanajemen data-data pasien sehingga program ini diharapkan dapat menyimpan data-data pasien lebih efisien daripada sebelumnya 3. Program ini juga diharapkan dapat membantu pekerjaan khususnya pada bidang kesehatan di Puskesmas Bungkal untuk meningatkan kualitas pelayanan terhadap pasien.
ISSN: 2460-7541 http://dali.mty.itesm.mx/~hugo/js/datepickercontr ol/ http://www.dynamicdrive.com/dynamicindex7/ba siccalendar.htm http://www.phpdevelopment.ru/javascripts/popupwindow.php http://www.w3schools.com/php/php_ref_string.a sp http://ilmukomputer.org/category/pemrogramanphp/
Saran Sebagai saran yang dapat penulis berikan dalam pembuatan skripsi ini yaitu belum lengkapnya program ini dan belum sempurna, sebaiknya kedepannya harus dilengkapi dalam biodata pasien, baik alamat pasien itu sendiri maupun data-data pasien yang sudah berobat di Puskesmas Kecamatan Bungkal. Sehingga aplikasi ini dapat digunakan sebagai sarana pendataan pasien yang resmi dan juga dapat membantu petugas untuk melayani pasien secara efisien sehingga dapat tercapai hasil yang diinginkan. DAFTAR PUSTAKA Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi yang kedua Pramono Andi, 2005. Flash, Dreamweaver dan PHP untuk Aplikasi Website. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Syafii M, 2004. PHP dan MySQL. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Rafiza H, 2006. Kamus Fungsi PHP5. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Sunarfrihantono,ST, Bimo, 2002. PHP dan MySQL untuk Web.Andi Yogyakarta.Yogyakarta. Wijaya,Muksin, 2007.24 Kreasi Efek Photoshop CS3.Gramedia.Bandung. Sanjaya,SE,S.Kom, Ridwan, 2004Membuat Laporan PDF Berbasis Web dengan PHP 5.0.PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.Semarang http://fizzulhaq.blogspot.com/2009/11/pengertian -sistem-informasi-manajemen.html http://biasta.wordpress.com/2008/10/25/definisiphp-mysql-apache-web-server-http-ipaddress-url-buat-tugas/ http://www.apache.org/ http://www.fpdf.org/ http://www.richarea.com/demo/rich_calendar/
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 48
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
INDIKATOR DUKUNGAN ORGANISASI DALAM IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI KESEHATAN IBU DAN ANAK Heru Santoso Wahito Nugroho (Jurusan Kebidanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya) Sahrir Sillehu (STIKes Maluku Husada) ABSTRAK Pendahuluan: Dewasa ini, penerapan sistem informasi kesehatan di Indonesia masih mengalami banyak kendala yaitu “redundant” data, duplikasi kegiatan, mutu data, ketidakselarasan data dengan kebutuhan, ketidaktepatan waktu laporan, ketidakoptimalan feedback, rendahnya pemanfaatan informasi, dan inefisiensi sumberdaya. Studi ini bertujuan menganalisis indikator dukungan organisasi yang diduga merupakan salah satu kendala implementasi Sistem Informasi KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi. Metode: Populasi penelitian cross sectional ini adalah seluruh bidan desa yang secara administratif bertugas di wilayah Kabupaten Ngawi pada tahun 2015. Data diambil dari seluruh anggota populasi melalui pengisian kuesioner, lalu dianalisis menggunakan confirmatory factor analysis (CFA). Hasil: Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai koefisien yang telah distandarkan dari masing-masing indikator adalah: dukungan dari supervisor = 0,94, kondisi lingkungan kerja = 1,00, dan dukungan insentif = 0,91. Kesimpulan: Indikator dukungan organisasi dalam implementasi Sistem Informasi Kesehatan Ibu dan Anak di Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi secara berurutan mulai dari yang terpenting adalah kondisi lingkungan kerja, dukungan supervisor, dan dukungan insentif. Saran: Diperlukan peningkatan dukungan organisasi dalam penerapan Sistem Informasi KIA di Dinas Kesehatan Kabupatenm Ngawi, yang diprioritaskan pada tersedianya lingkungan kerja yang mendukung. Kata kunci: sistem dukungan organisasi
informasi
kesehatan,
PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan bergulirnya era informasi, pengelolaan sistem informasi kesehatan (SIK) yang didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah diimplementasikan secara luas. Kini banyak rumah sakit, dinas kesehatan dan puskesmas yang telah menggunakan TIK sebagai dukungan proses kerja dalam organisasi, misalnya sistem informasi rumah sakit, sistem informasi puskesmas, juga sistem informasi dinas
kesehatan (Sanjaya, 2011). Sejak hadirnya era desentralisasi pada tahun 2004, pemanfaatan SIK berbasis TIK di rumah sakit, dinas kesehatan, puskesmas, sering tanpa didasarkan pedoman baku (menggunakan versi sendirisendiri). Sampai sekarang sudah dijumpai bermacam-macam software SIK dari dinas kesehatan kabupaten/kota dengan data, struktur, dan fungsi yang berbeda-beda, sehingga tidak dapat dibangun komunikasi antar software tersebut. Keadaan ini menimbulkan kesukaran dalam proses rekapitulasi data pada tingkat provinsi (Kemenkes RI, 2012). Hasil evaluasi pada tahun 2010 menunjukkan bahwa besarnya jumlah SIK yang “stand alone” atau berdiri sendiri dan dipadukan dengan sistem informasi lain (dari kementerian lain, pemerintah daerah, donatur, dan sebagainya) menghasilkan duplikasi dalam pencatatan dan pelaporan, dibuktikan dengan dengan adanya 301 jenis laporan dari 8 jenis software SIK yang dilaporkan oleh dinas kesehatan provinsi (Kemenkes RI, 2012). Masalah besar dalam implementasi SIK dewasa ini adalah belum terwujudnya efisiensi yang ditandai dengan: 1) timbulnya “redundant” data, 2) duplikasi kegiatan, 3) rendahnya mutu data, 4) ketidaksesuaian data dengan kebutuhan, 5) ketidaktepatan waktu laporan, 6) ketidakoptimalan sistem umpan balik, 7) rendahnya pemanfaatan data dan informasi pada tingkat daerah untuk advokasi, perencanaan program, monitoring, serta manajemen, dan 8) inefisiensi penggunaan sumberdaya. Keadaan di atas disebabkan oleh: 1) “overlapping” dalam pengumpulan dan pengolahan data, 2) pengelolaan data dan informasi yang belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik (Kemenkes RI, 2012). Salah satu organisasi yang telah lama menjalankan sistem informasi kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, dengan Sistem Informasi KIA sebagai salah satu bagian di dalamnya. Hasil studi pendahuluan melalui wawancara dengan tim pengelola sistem mengenai implementasi Sistem Informasi KIA tersebut menunjukkan hasil bahwa dalam 5 tahun terakhir (2010-2014) telah terjadi trend (kecenderungan) penurunan penerapan sistem informasi KIA pada tingkat puskesmas, sehingga berdampak pada sistem pada tingkat dinas kesehatan. Berdasarkan masalah empirik di atas diperlukan studi mengenai dukungan organisasi yang diberikan kepada bidan desa sebagai pengguna sistem, khususnya mengenai dukungan oleh supervisor, lingkungan kerja yang kondusif, serta insentif yang berkaitan dengan pengoperasian sistem. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 49
CAKRA BUANA KESEHATAN
ISSN: 2460-7541
sectional. Populasi sebagai sumber data penelitian ini adalah seluruh bidan desa yang secara administratif bertugas di wilayah Kabupaten Ngawi pada tahun 2015, dengan besar populasi 217 orang. Seluruh anggota populasi menjadi subyek penelitian, sehingga tidak diperlukan proses sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner tentang POS = perceived organizational support (dukungan organisasi yang dirasakan oleh pengguna sistem), yang terdiri atas 3 komponen yaitu: 1) POS1 = supervisor support (dukungan dari supervisor), 2) POS2 = work condition (kondisi lingkungan kerja), dan 3) POS3 = incentive (insentif yang berkaitan dengan pengoperasian sistem). Setelah data terkumpul, selanjutnya diolah dan dianalisis menggunakan confirmatory factor analysis (CFA). HASIL PENELITIAN Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas data secara multivariat menggunakan confirmatory factor analysis menunjukkan hasil bahwa nilai CR= 0,308. Nilai ini <1,96, maka disimpulkan bahwa secara multivariat data berdistribusi normal, sehingga hasil confirmatory factor analysis dapat digunakan. Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data Observed Variables Secara Multivariat
pos3
Kurtoc.r. sis 4.000 18.000 -.492 -2.958 -.549 -1.651
pos2
10.000 45.000 -.552 -3.317
-.512 -1.538
pos1 Multivariate
4.000 20.000 -.176 -1.059
-.638 -1.919
Variable
Min
Max Skew
c.r.
.229
.308
Gambar 1. Hasil Confirmatory Factor Analysis
Gambar 1 menunjukkan bahwa untuk masing-masing observed variables atau indikator, nilai koefisien yang dihasilkan secara adalah: supervisor support = 0,94, work condition = 1,00, dan incentive = 0,91. Keseluruhan dari nilai koefisien tersebut mendekati 1 sehingga disimpulkan bahwa ketiga observed variables tersebut merupakan indikator yang valid bagi perceived organizational support. PEMBAHASAN Hasil analisis data menunjukkan bahwa supervisor support, work condition, maupun incentive merupakan indikator yang valid bagi dukungan organisasi, yang dalam konteks ini adalah dukungan organisasi bagi tenaga kesehatan sebagai operator dari sistem informasi kesehatan. Dengan demikian, secara empiris dapat dikatakan bahwa Dinas Kesehatan sebagai organisasi penyelenggara Sistem Informasi KIA perlu memberikan dukungan secara komprehensif, baik dari segi dukungan dari supervisor, penciptaan kondisi lingkungan kerja yang mendukung bagi penerapan sistem, maupun pemberian insentif secara menetap maupun insidentil. Dengan adanya dukungan yang komprehensif ini diharapkan bidan desa sebagai operator Sistem Informasi KIA akan dapat mempertahankan dan meningkatkan keaktifan dalam mengimplementasikan sistem tersebut. Ini selaras dengan pernyataan Eisenberger, et al. (1986) bahwa dukungan organisasi akan menimbulkan active interest (minat aktif) para pegawai terhadap organisasinya. Mengacu kepada pernyataan tersebut, jika dinas kesehatan mengimplementasikan sistem informasi KIA, maka secara simultan mereka juga harus memberikan dukungan kepada para bidan agar timbul active interest mereka terhadap sistem informasi tersebut. Salah satu indikator dari dukungan organisasi adalah supervisor support. Menurut Rhoades & Eisenberger (2002), makna dari supervisor support adalah adanya “understanding and prise” (pemahaman dan pujian atau penghargaan). Dalam hal ini, sangat dibutuhkan keberadaan supervisor yang memahami kontribusi pegawai terhadap organisasi sehingga mereka akan selalu memberikan pujian atau penghargaan atas kontribusi pegawai tersebut. Hadirnya “understanding and prise” dari supervisor ini akan menumbuhkan kepedulian para pegawai terhadap organisasinya. Dalam konteks implementasi sistem informasi, dukungan seperti ini akan menumbuhkan kepedulian terhadap sistem informasi sebagai kegiatan organisasi. Selain supervisor support, indikator penting dari dukungan organisasi adalah work condition atau job condition dan reward. Menurut Krishnan
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 50
CAKRA BUANA KESEHATAN & Mary (2012), yang termasuk dalam ranah ini adalah adanya pengakuan atas peran pegawai, insentif atau imbalan, promosi, keamanan kerja, otonomi, stressor peran, dan pelatihan. Adanya peluang untuk mendapatkan penghargaan berfungsi untuk mengkomunikasikan penilaian positif atas kontribusi pegawai, sehingga pegawai akan merasakan adanya dukungan organisasi terhadap mereka. Pentingnya dukungan organisasi dapat dicermati dari sisi konteks emosional pegawai. Terkait dengan hal ini Wu (2008) menyatakan bahwa dukungan organisasi dapat menciptakan sense of obligation (rasa kewajiban) dalam diri pegawai. Jika pegawai merasakan kuatnya dukungan organisasi, maka akan timbul perasaan wajib untuk memperjuangkan pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, dukungan organisasi juga akan meningkatkan emotional commitment (komitmen emosional) pegawai terhadap organisasinya. Dalam hal ini, jika pegawai merasakan kuatnya dukungan organisasi, maka komitmen mereka akan semakin kuat untuk mendukung organisasi dalam mencapai tujuan. Mengacu kepada pernyataan Wu (2008) di atas, jika organisasi (dinas kesehatan) bertujuan mengimplementasikan sistem informasi KIA maka harus diiringi dengan kuatnya dukungan organisasi terhadap bidan desa sebagai pengguna sistem, karena jika mereka merasakan kuatnya dukungan organisasi maka diharapkan akan timbul komitmen (kepedulian) dan perasaan wajib turut serta mewujudkan tujuan organisasi yakni suksesnya implementasi sistem informasi KIA. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa indikator dukungan organisasi dalam implementasi Sistem Informasi Kesehatan Ibu dan Anak di Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi secara berurutan mulai dari yang terpenting adalah kondisi lingkungan kerja, dukungan supervisor, dan dukungan insentif.
ISSN: 2460-7541 komponen sumberdaya sistem, indikator, manajemen data, produk informasi, serta diseminasi dan penggunaan, serta tidak ditemukan faktor penghambat dari segi sumber data. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan agar upaya peningkatan diprioritaskan pada faktor sumberdaya sistem (SDM, keuangan, dukungan logistik, serta TIK) karena komponen ini merupakan determinan bagi komponenkomponen berikutnya, khususnya manajemen data, produk informasi, serta diseminasi dan penggunaan. DAFTAR PUSTAKA Eisienberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., Sowa, D., 1986. Perceived Organizational Support. Journal of Applied Psychology, vo. 7, n0. 3, pp. 500-507. Kemenkes RI, 2012. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 192/MENKES/SK/VI/2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Krishnan, J., Mary, S., 2012. Perceived Organizational Support, An Overview on Its Antecedents and Consequences. International Journal of Multidisciplinary Research, vol. 2: 4, pp. 1-13. Rhoades, L., Eisenberger, R., 2002. Perceived Organizational Support: A Review of Literature. Journal of Apllied Psychology, vol. 87, no. 4, pp. 698-714. Sanjaya, G. Y., 2011. Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Penguatan Kompetenasi Tenaga SIK di Indonesia, Melalui Program Kolaborasi dengan Universitas. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Triwulan III, pp. 14-19. Wu, H., 2008. On The Basic and Predicament of Applying Organizational Support Theory to Chinese Public Human Resource Management. International journal of Business and Management, vol. 3, no. 12, pp. 102-105.
Saran Untuk meningkatkan keberhasilan implementasi Sistem Informasi Kesehatan Ibu dan Anak diperlukan peningkatan dukungan organisasi dalam penerapan Sistem Informasi KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, yang diprioritaskan pada tersedianya lingkungan kerja yang mendukung. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktorfaktor penghambat implementasi sistem informasi kesehatan di Indonesia mencakup
CAKRA BUANA KESEHATAN, Volume I, Nomor 1, Halaman: 51