APA ITU AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DAN CARA PERBANYAKAN DENGAN MEDIA PADAT/CAIR OLEH : Rudy Trisnadi K. (POPT Perkebunan) PENDAHULUAN Kesadaran masyarakat semakin tinggi akan bahaya dan pengaruh negatif dari penggunaan pestisida kimia, baik itu terhadap manusia ataupun lingkungan. Resurgensi hama, resistensi hama, munculnya hama kedua serta terbunuhnya musuh alami (hama bukan sasaran) merupakan beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia yang kurang bijaksana. Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan Pengendalian hama secara konvensional yang bertumpu pada penggunaan pestisida berspektrum luas, yang ternyata dapat menimbulkan masalah antara lain resurjensi, resistensi, timbulnya hama sekunder, residu pada hasil pertanian, pencemaran lingkungan hidup, dan kesehatan masyarakat. Penerapan PHT didasarkan pada pendekatan ekologi, ekonomi, sosial dan budaya,dengan tujuan mengendalikan populasi atau intensitas serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) sampai tingkat yang tidak menimbulkan kerusakan ekonomis, menjamin produksi pada taraf tinggi, menghindari residu pestisida, dan menjamin keberlanjutan produksi. Strategi operasional PHT adalah dengan mengutamakan peran lingkungan sebagai faktor pengendali alamiah dan memprioritaskan pemanfaatan dan pelestarian musuh alami.
Agens Pengendali Hayati Agens Pengendali Hayati merupakan Agens Pengendali Hayati (Biological Control Agens), setiap organisme meliputi species, subspecies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya yang dalam semua tahap perkembangannya dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama penyakit tanaman atau organisme pengganggu dalam proses produksi, Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) masih selalu menjadi kendala karena menurunkan kuantitas & kualitas produk perkebunan. Tuntutan dan permintaan masyarakat dunia terhadap produk yang bebas residu pestisida Penggunaan pestisida sintetik selain dapat membahayakan manusia dan lingkungan, jika digunakan secara terus menerus dapat menimbulkan resistensi, resurgensi, terbunuhnya musuh alami / jasad bukan sasaran dan ledakan hama kedua, sehingga ditinjau dari segi efektifitasnya sudah tidak lagi memberikan hasil yang memuaskan
Persaingan produk perkebunan di pasar internasional semakin ketat di era globalisasi. Pengendalian hayati dengan menggunakan Agens Pengendali Hayati (APH) dan pestisida nabati merupakan salah satu solusi Pemanfaatan / penggunaan APH untuk mengendalikan OPT sangat mendukung pertanian organik untuk mencapai produk organik perkebunan. Juga mendukung keamanan lingkungan, pelestarian musuh alami, dan kesehatan manusia & hewan. Agens Pengendali Hayati dengan kata lain Musuh Alami digolongkan sebagai berikut : Predator : Binatang yang memburu, memakan atau menghisap cairan tubuh binatang lain sehingga menyebabkan kematian. Berikut adalah contoh musuh alami dari golongan predator 1. Paedorus sp. atau dikenal dengan nama Tom-ket , merupakan predator dari hama kutu-kutuan, wereng, dan Myzus sp 2. Laba-laba sebagai pemangsa belalang dan hama tanaman yang lainnya seperti walang sangit dll. 3. Belalang sembah merupakan predator yang pemangsa belalang dan hama tanaman yang lainnya seperti walang sangit, ulat, dan imago dari penggerek dll. 4. Burung hantu Tyto alba adalah musuh alami dari tikus, sangat efektif mengendalikan populasi tikus. Parasitoid : Serangga yang hidup sebagai parasit didalam atau pada tubuh serangga inang dan membunuhnya secara pelan- pelan. Berdasarkan inangnya, parasitoid dibagi dalam 3 golongan yaitu: Parasitoid Telur, Parasitoid Larva, dan Parasitoid Imago.
Gambar 2. Serangga parasitoid (parasitoid telur, parasitoid larva dan parasitoid imago) Jenis-jenis parasitoid Parasitoid idiobion adalah parasit yang mencegah pertumbuhan inang setelah parasitisasi awal, dan khususnya ini melibatkan tahapan hidup inang yang tak bergerak (mis, telur atau kepompong), dan hampir tanpa pengecualian mereka tinggal di luar inang. Parasitoid koinobion memugkinkan inang terus berkembang dan sering tak membunuh atau mengambil makanan dari inang hingga menjadi kepompong ataupun dewasa; yang kemudian khasnya melibatkan hidup dalam inang bergerak. Tak umum bagi parasitoid sendiri bertindak sebagai inang untuk anak parasitoid lainnya. Yang terakhir ini umum
disebut sebagai hiperparasit namun istilah ini agak membingungkan, karena inang dan parasitoid primer dibunuh. Istilah yang lebih baik adalah parasitoid sekunder, atau hiperparasitoid; yang sebagian besar diketahui termasuk ordo Hymenoptera. Patogen
: Adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit terhadap OPT. Secara spesifik mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga disebut entomopatogen, Serangga yang terserang patogen akan turun aktifitasnya, tidak mau makan, tidak mau bergerak, lalu akhirnya mati. Searangga yang mati akan mengeluarkan benda semacam kapas berwarna putih, coklat, ataupun kehijauan tergantung jenis jamur yang menginfeksinya. Salah satu contoh jamur entomopatogen adalah Jamur Beauveria Basssiana. Berdasarkan penelitian, penggunaan jamur Beauveria Bassiana untuk mengendalikan hama sangat efektif, terbukti dari hasil uji laboratorium mampu mematikan hama sampai 85%, disamping itu penggunaan agens hayati sudah dilakukan diberbagai belahan Negara di dunia Selain dari golongan jamur seperti diuraikan di atas, ada golongan bakteri yang juga menginfeksi serangga hama, salah satunya adalah Serratia marcescens atau dikenal juga dengan naman bakteri merah. Bakteri sangat efektif untuk mengendalikan hama ulat, belalang, dan serangga penggit pengunyah lainnya. Namun bakteri ini kurang efektif terhadap serangga dengan tipe mulut pencucuk penghisap. Cara kerja bakteri ini adalah menyerupai racun lambung, yaitu massa bakteri harus tertelan oleh serangga, setelah itu infeksi akan dimulai dari daerah pencernaan serangga
Gambar 3. Serangga mati karena patogen serangga Agens Antagonis Agen antagonis adalah jasad renik yang mengintervensi aktvitas pathogen penyebab penyakit tumbuhan baik fase parasitic maupun saprofitiknya. Beberapa alasan kenapa jamur tersebut bisa menjadi pilihan sebagai pengendali hayati yaitu: mempunyai kapasitas reproduksi yang tergolong tinggi, mempunyai siklus hidup yang pendek, dapat membentuk spora yang mampu bertahan lama di alam bahkan dalam kondisi ekstrim, relatif aman digunakan, mudah diproduksi, cocok dengan berbagai insektisida, dan kemungkinan menimbulkan resistensi hama sangat kecil. Salah satu jamur antagonis adalah Gliocladium sp, Trichoderma sp. yang digunakan untuk mengendalikan penyakit layu baik Fusarium (jamur) atau
Xanthomonas sp dan Pseudomonas sp. (bakteri) dan bisa mengendalikan penyakit akar gada pada kubis dan akar putih pada tanaman perkebunan (kakao, karet, sawit, sengon, kopi, teh dan kina).
Gambar 4. Jamur antagonis (Trichoderma sp)
Patogen Serangga Bakteri Bacillus thuringiensis (famili Bacillaceae) menghasilkan metabolik sekunder bersifat antibiotik, toksin maupun enzima. Proses penghasilan metabolik sekunder berlangsung ketika masa pertumbuhan vegetatif atau sporolasi. Bacillus thuringiensis termasuk golongan pembentuk spora anaerob, Serotipe-serotipe ini menghasilkan toksin bersifat insektisida (Insectiside Protein Cristal) diantaranya delta-endotoksin bermanfaat dalam bidang pertanian. Proses Infeksi, pada umumnya saluran makanan adalah organ tubuh yang pertama kali terserang bakteri. serangga menunjukan penurunan aktivitas makan dan cenderung mencari perlindungan di tempat tersembunyi (bawah daun). Selanjutnya larva mengalami diare, mengeluarkan cairan dari mulutnya, mengalami lumpuh (paralisis) pada saluran makanan; sehingga terjadi penurunan aktivitas gerak dan berakhir dengan kematian. cendawan pengendali hayati yang berfungsi sebagai entomopatogen pada umumnya dari kelas Deuteromycetes, ordo Moniliaales, seperti Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, Hirsutella saussurei, nomuraea riley, dan Paecilomycetes sp. Cendawan entomopatogen mempunyai kapasitas reproduksi tinggi, siklus hidup pendek, dapat membentuk spora yang bertahan lama di alam, aman, selektif dan kompatibel dengan berbagai insektisida kimia. Akan tetapi keberhasilan pemanfaatan cendawan entomopatogenik sebagai pengendali hama di lapangan sangat di pengaruhi oleh faktor lingukungan (suhu, kelembaban, dan sinar matahari), jumlah spora yang yang disemprotkan kemungkinan spora sampai pada sasaran dan waktu aplikasi yang tepat. Proses Infeksi, masuknya cendawan pada tubuh inang serangga melalui integumen, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulun cendawan yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh (ingumen). Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin selanjutnya cendawan akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Gejala serangan, serangga yang terserang cendawan patogenik akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi, rapuh dan cendawan tumbuh menutupi tubuh inang serangga dengan warna cendawan putih atau hijau tua Agen Antagonis Patogen Tumbuhan Agens antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi atau aktivitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang dan hara serta antibiosis dan lisis. Agens antagonis patogen tumbuhan adalah
mikroorganisme yang mengintervensi aktivitas patogen dalam menimbulkan panyakit tumbuhan. Agens tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masuk ke dalam tanaman. Efektivitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut. Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan spora, yang bersifat aerobic gram negatif, banyak ditemukan pada daerah rizofir dan tanah, serta lebih efektif pada tanah netral dan basa. Penanaman pada tanah yang lembab dapat meningkatkan populasi, kolonisasi akar yang merupakan persyaratan sebagai agen biokontrol. Proses Antagonis, tipe mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens berupa kompetisi unsur hara dalam tanah. Dapat menekan perkembangan Fusarium sp. melalui kompetisi terhadap unsur Fe yang tersedia. Pseudomonas merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1 1μm x 1.5-4.0 μm, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram. Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-grup berpendarfluor (Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine. Strain ini dan strain-strain yang sama dengannya disebut sebagai rizobakteri perangsang pertumbuhan tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria /PGPR). Sebutan sebagai rizobakteri pada bakteri Pseudomonas spp. Sehubungan dengan kemampuannya mengkoloni disekitar akar dengan cepat. Kemampuan PGPR sebagai agens pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasilhasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan patogen. semua pseudomonas sp. dapat menghasilkan siderofor sejenis pseudobaktin yang masing-masing berbeda dalam hal jumlah dan susunan asam amino dalam rantai peptide. Pseudomonas sp. banyak diteliti sehubungan dengan kemampuan bakteri ini sebagai perangsang pertumbuhan (Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan menekan serangan penyakit yang disebabkan Fusarium oxysporum dan penyakit akar yang disebabkan Gaeumannomyces graminis. Mekanisme kerja PGPR diketahui sebagai senyawa yang berfungsi sebagai pemasok zat makanan, bersifat antibiosis, atau sebagai hormon pertumbuhan, atau penggabungan dari berbagai cara tersebut. Mekanisme pengendalian patogen karena persaingan zat besi jamur-jamur patogen tidak menunjukkan kemampuan menghasilkan siderofor jenis yang sama dengan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas sp. sehingga jamur patogen mengalami defisit unsur besi menyebabkan pertumbuhan patogen menjadi terhambat. cendawan Trichoderma sp dan Gliocladium sp. merupakan agens antagonis tumbuhan yang telah banyak dikembangkan dalam pembuatan pupuk organik hayati. Cendawan Trichoderma sp. efektif pada tanah masam. Pada pH netral, perkecambahan propagulnya terhambat dan bahkan tidak berkecambah pada kondisi basa. Cendawan ini sangat menyukai bahan yang banyak mengandung selulosa, seperti sisa-sisa jerami, batang jagung dan rerumputan. Trichoderma sp. sensitif terhadap penurunan Fe yang ditimbulkan oleh Pseudomonas fluorescens, sehingga kedua agens antagonis ini tidak kompatibel bila diaplikasi bersama-sama. Proses Antagonis, Trichoderma sp. aktif menyerang Rhizoctonia solani dan Pythium sp. yang menghasilkan kitinase dan B-1.3-glukanase,
dengan proses antagonis parasitisme. Sedangkan Gliocladium sp. yang bersifat antagonis terhadap beberapa patogen tular tanah seperti fusarium moniliforme dan Sclerotium rolfsii, dengan cara kerja antagonis berupa parasitisme, kompetisi dan antibiosis. Sehingga Aplikasi agen hayati untuk mengendalikan OPT sangat dianjurkan karena sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem. Beberapa kelebihan agen hayati antara lain : 1. Selektif, artinya mikroba dalam agen hayati tidak akan menyerang organisme yang bermanfaat bagi tumbuhan karena agen hayati hanya akan menyerang hama penyakit sasaran. 2. Sudah tersedia di alam. Sebenarnya secara alami agen hayati sudah tersedia di alam, namun karena penggunaan pestisida yang tidak tepat sasaran menyebabkan keseimbangan ekosistem dan populasinya terganggu. 3. Mampu mencari sasaran sendiri, karena agen hayati adalah makhluk hidup yang bersifat patogen bagi organisme pengganggu, maka agen hayati dapat secara alami menemukan hama dan penyakit sasarannya. 4. Tidak ada efek samping yang buruk seperti pada penggunaan pestisida 5. Relatif murah dan mudah proses pembuatannya di tingkat petani PERBANYAKAN AGENS HAYATI A. Prosedur Umum Pengembangan Agens Hayati Tahapan pembiakan massal agens hayati atau kontrol kualitas pengembangbiakkan agens pengendalian hayati sebagai berikut : 1. Eksplorasi dan Koleksi Eksplorasi bertujuan mencari sumber genetik baru yang berpotensi sebagai agens pengendalian hayati. Eksplorasi dilakukan pada wilayah luas yang diperkirakan terdapat sumber genetik baru. Serangga yang ditemukan terserang patogen dikoleksi dan selanjutnya dimanfaatkan untuk tahapan selanjutnya 2. Pemurnian Pemurnian dilakukan untuk pemilihan media yang cocok dan memperoleh stok spora. Pemurnian merupakan tahapan yang sangat penting untuk memperoleh stok spora sesuai yang diharapkan. Dalam pemurnian ini kontaminasi sering terjadi akibat sterilisasi alat dan ruangan yang kurang sempurna. 3. Postulat Koch Pengujian akan memperkuat dugaan bahwa agens hayati yang ditemukan benar-benar bersifat patogenik terhadap serangga. Pengujian dilakukan pada serangga yang sama dan dilakukan di laboratorium. 4. Perbanyakan Spora Perbanyakan spora merupakan usaha pemilihan substrat pengganti yang cocok untuk pengembangbiakan selanjutnya. Spora B. bassiana yang berasal dari walang sangit (Leptocorisa acuta) mati dicoba diperbanyak pada media nasi, jagung ataupun dedak. Media yang menghasilkan spora paling tinggi dipilih sebagai media
B. Perbanyakan Berdasarkan Jenisnya Ada beberapa cara perbanyakan agens hayati, tergantung dari jenis agens hayati.
1. Perbanyakan Agens Pengendalian Hayati Media Padat. Alat yang diperlukan
Kotak Isolasi Timbangan Dandang / langseng Kompor Baskom besar Bakul plastik berlubang Baki plastik / Nyiru Kipas Kain Kasa / Kain Saring
Centong Kayu Panjang Centong Plastik Lampu Spiritus/cempor/lilin Lap Tangan Gunting / Cutter Hekter Mini Sprayer Rak Inkubasi
ALAT YANG DIPERLUKAN :
Timbangan
Baskom plastik
Kotak Isolasi
Dandang
Kipas
Baki Plastik
Nyiru
Kain Kasa
Saringan
Kompor
Kipas Angin
BAHAN YANG DIPERLUKAN
Beras jagung pecah giling Starter / Ragi Agens Pengendali Hayati Alkohol Spiritus Kantung Plastik HD tahan panas
Kapas Spidol Besar Tahan air Tisue Isi hekter
Langkah Kerja : Persiapan media : Jagung/ beras dicuci dengan air bersih dan tiriskan Panaskan air dalam dandang sampai mendidih Atur nyala api (sedang), masukan jagung/ beras ke dalam dandang. Setiap 5 menit beras jagung diaduk merata sampai keadaan jagung setengah masak, angkat beras jagung tiriskan pada nyiru sampai dingin Masukkan jagung/ beras ke dalam kantong plastik tahan panas timbang sebanyak 250 gram lalu dilipat Panaskan air dalam dandang sampai mendidih, masukan jagung/ beras terbungkus ke dalam dandang (dikukus) selama 2-3 jam setelah air mendidih. Angkat dandang dan keluarkan jagung/ beras, dinginkan simpan di tempat yang bersih. Inokulasi isolat Dilakukan dalam kotak isolasi (incase) Siapkan media jagung/ beras yang telah disterilkan Siapkan stater/isolat/ inokulum murni (dalam test tube) Dengan menggunakan jarum ose yang sudah dipanaskan di atas api Bunsen, ambil inokulum murni dalam test tube, kemudian inokulasikan ke dala media Lipat mulut plastik, kemudian steples Tulis nama cendawan dan tanggal perbanyakan pada plastik Media yang telah diinokulasi, keluarkan dari incase, selanjutnya ditata rapih pada lemari/ rak, inkubasikan selama 2-4 minggu Media yang sudah penuh dengan spora siap untuk diaplikasikan di lapangan. Cara Aplikasi hasil perbanyakan : Siapkan larutan semprot, dengan cara media hasil perbanyakan sebanyak 1 bungkus (lk 250 gram) campurkan dengan air 1 liter dan diaduk Saring dengan kain, masukan larutan ke dalam tangki 14 liter, Tambahkan air yang telah gula putih 1 sendok makan Semprotkan sore hari. Amati perkembangan populasi hama dan musuh alaminya
2. Perbanyakan Agens Pengendalian Hayati Media Cair
Alat yang diperlukan
Bahan Yang diperlukan
Aerator Selang plastik Botol larutan PK (steril) Galon Aqua/Jerigen plastik Panci Glas wol Kompor Pengaduk kayu pisau Sprayer plastik Masker
Air bersih KMNo4 Stater/isolat Alkohol 70 % Kentang Gula Teramycin
Langkah Kerja
Cara kerja Alat FSS : No 1 Aerator dihubungakan dengan arus listrik menghasilkan tekanan udara No.2 Udara yang masuk melalui botol larutan PK guna mensteril udara yang digunakan
Untuk memberi udara pada Galon/Jurigen yang berisi Ekstrak Kentang Gula dan Stater / isolat jamur. No 3. Glas wol untuk menyaring udara yang dari aerator ke galon/Jurigen EKG dihubungkan dengan selang plastik. No.4. Galon/Jurigen yang digunakan sebagai media perbanyakan Agens Hayati diisi air Ekstrak Kentang Gula kemudian di masukkan stater/isolat kedalamnya dengah hati hati dijaga kesetirilannya, ditutup rapat selang pembuangan di hubungkan dengan Botol No.5 No. 5 Botol no 5 berisi air steril atau air larutan KMNO4 sebagai Kontrol/ Gambar samping : Petani saat melakukan perbanyakan APH dengan FSS, dengan masing masing alat satu aerator, dimaksud-kan agar tekanan udara lebih tinggi untuk mem-percepat proses per-kembangan spora APH/ Waktu jadi maksimal 14 – 21 hari, bisa diaplikasikan
PENUTUP Agens Hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, atau varietas dari semua jenis serangga, nematode, protozoa, cendawan, bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lain yang dalam semua tahap perkembangannya dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian OPT. Penggunaan Agens Hayati tidak bisa dilepaskan dengan pengelolaan kebun secara PHT, budidaya organik, menekan penggunaan pestisida sintentis yang banyak mengandung residu kimia. Pada dasarnya agens hayati dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu : predator, parasitoid, jamur entomopatogen , dan jamur antagonis. Penggunaan agen hayati diyakini memiliki kelebihan karena sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem, memanfaatkan musuh alami dari hama dan penyakit pengganggu tanaman pertanian. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan aplikasi agens hayati antara lain: kualitas dan jumlah agens hayati yang dilepas, frekwensi, waktu pelepasan, keadaan cuaca, keadaan pertanaman, pemangsaan oleh predator atau patogenisitas untuk serangga patogen juga jamur antagonis. Referensi : Anonim, 2013 “Peanian Organik “ diakses dari http://organicagricultural.blogspot.co.id/ 2013/08/biological-control-agents.html. tanggal, 13 Oktober 2016 Marianah, L. 2015 “ MEMPERBANYAK DAN MENGAPLIKASIKAN AGENSIA HAYATI “ diakses dari http://www.bppjambi.info/newspopup.asp?id=69 tanggal 17 Oktober 2016. Rudy.T 2015. Gambar Perbanyakan APH media padat dan cair dari Bahan Tayang Power Poin