NO.11
AGUSTUS 2005 PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA
Cahaya Terang Odaimoku Menerangi Dunia Oleh YM.Bhiksu Jun-ichi Nakamura
O
bjek Pemujaan Nichiren Shu, Yang Paling Dipuja, adalah yang biasa disebut “Mandala.” Tetapi istilah mandala tidak hanya khusus digunakan oleh Nichiren Shu. Istilah mandala berasal dari bahasa sansekerta, India. “Manda” berarti “Intisari/ Pokok” dan “la” berarti “Memperoleh”, Jadi “Mandala” berarti Memperoleh Intisari / Pokok, dimana Intisari adalah Intisari dari Penerangan Agung Sang Buddha. Pada masa lalu, untuk menyelamatkan orang lain dari penderitaan, orang india membuat sebuah lingkaran di atas gundukan tanah dan berusaha mewujudkan kebenaran alam semesta dengan menaruh gambaran dari para Buddha dan Bodhisattva didalam lingkaran itu. Nichiren Shonin mengatakan dalam Goibun Nichinyo Gozen Gohenzi bahwa, “Mandala adalah sebuah istilah dari India. Itu juga berarti “Untuk Menjadi Sempurna,” atau “Untuk Mendapatkan Kebajikan.” Pernyataan Beliau ini juga memberitahukan mengenai sejarah mandala dari Buddhisme.
M
andala dibawa dari China ke Jepang oleh Maha Guru Kobo (Kukai). Ini adalah pertama kalinya sebuah mandala dibawa ke Jepang. Buddhisme baru itu disebut Shingon Mikkyo. Ini adalah Buddhisme Esoterik yang sangat 1
No.11 / Agustus 2005
berkembang pada periode Heian (794~1191) dibawah perlindungan Kekaisaran Saga. Dalam Buddhisme Shingon Esoterik, Maha Guru Kukai menempatkan Buddha Dainichi sebagai Buddha tertinggi di alam semesta dan mencoba mengambarkan Penerangan dan Penyelamatan Buddha dengan Dunia Mandala.
T
etapi Nichiren Shonin tidak setuju dengan ide dari Maha Guru Kukai. Buddha Sakyamuni adalah Buddha Tertinggi bagi Nichiren Shonin. Dan Buddha Sakyamuni telah membabarkan Saddharma Pundarika Sutra yang disimpannya dalam hati sejak dari awal Ia hadir di dunia ini. Dalam Saddharma Pundarika Sutra juga mengungkapkan bahwa Buddha Sakyamuni adalah Buddha
Kekal Abadi (Kuon Ganjo), yang mengharapkan semua mahluk hidup dapat mencapai KeBuddhaan. Nichiren Shonin mengatakan sebagai ganti dari pemujaan terhadap Buddha Dainichi, adalah menfokuskan pemujaan kepada Buddha Sakyamuni Abadi, pengajaran yang paling sempurna dimana Saddharma Pundarika Sutra harus diletakkan ditengah-tengah dari Mandala, dimana cahaya terangnya akan menerangi seluruh alam semesta.
P
ada tahun 1273, Nichiren Shonin untuk pertama kalinya mewujudkan sebuah Maha Mandala yang diberikan kepada muridnya sebagai objek pemujaan di Pulau Sado, dimana Ia menjalani hukuman pembuangan. Ia mengerakkan kuas sumiNya dan menuliskan Odaimoku, “Na Mu Myo Ho Ren Ge Kyo”. Odaimoku terdiri dari Lima Aksara dari Myo, Ho, Ren, Ge dan Kyo dengan dirangkai oleh dua Aksara Kanji dari Na dan Mu. Namu Myoho Renge Kyo berarti secara tulus menaruh kepercayaan kepada ajaran yang luar biasa, Saddharma Pundarika Sutra. Nichiren Shonin mengatakan dalam Goibun Kyo-oh dono Gohenji bahwa, “Aku menulis Odaimoku ini dengan tinta hitam dengan seluruh jiwaKu. Kamu harus percaya bahwa Sang Buddha, membabarkan Saddharma Pundarika Sutra sebagai ajaran yang sesuai dengan Keinginan HatiNya. HatiKu yang sebenarnya adalah Namu Myoho Renge Kyo.”
2
B
entuk dari penulisan Odaimoku dalam Maha Mandala adalah suatu ciri unik dari Nichiren Shonin dan dapat disebut juga sebagai “Hige-Daimoku,” atau “Odaimoku” dengan ekor panjang sebab beberapa tarikan kuas Beliau turun seperti membentuk ekor. Tetapi tarikan kuas panjang itu bukan sebuah ekor. Garis panjang itu disebut “Komyo-ten”, yang mencerminkan sinar terang dari Saddharma Pundarika Sutra yang bersinar mencakupi semuanya. Maha Mandala Gohonzon yang ditulis oleh Nichiren Shonin bukan sebuah bentuk gambar tetapi adalah sebuah tulisan kaligrafi. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari sebuah Mandala. Namun, meskipun Mandala itu adalah sebuah bentuk sederhana, tetapi Maha Mandala itu mengungkapkan keinginan tertinggi dari Buddha Sakyamuni Abadi dan merupakan bagian untuk Pencapaian KeBuddhaan bagi semua orang. Ini adalah sebuah hal yang luar biasa. Nichiren Shonin menulis Maha Mandala dengan kepercayaan yang kuat, hal ini dinyatakan dalam tulisan di Mandala yakni, “Maha Mandala ini tidak pernah ada sebelum ini, setelah dua ribu dua ratus dua puluh tahun setelah kemoksaan Sang Buddha.” Kita, Nichiren Buddhis harus meletakkan hati kepercayaan kepada Maha Mandala ini.
K
etika kamu melihat ke Maha Mandala, kamu akan melihat nama dari
No.11/ Agustus 2005
Empat Raja Langit yang dituliskan di keempat sudutnya. Raja Langit adalah dewa orang india yang dipercaya tinggal di Dunia Surga. Terdapat banyak sekali nama-nama para dewa-dewi didalam Mandala, yang bertindak sebagai pelindung dharma. Diantara mereka, Empat Raja Langit mempunyai tugas yang khusus. Misi mereka adalah melindungi dunia ini dari empat penjuru. Jikaku-ten, Dhrtarastra, Raja Langit yang menjaga dunia bagian timur. Komoku-ten, Virupaksa, Raja Langit yang menjaga dunia bagian barat Zocho-ten, Virudhaka, Raja Langit yang menjaga dunia bagian selatan, dan Bishamon-ten, Vaisravana, melindungi bagian utara.
B
eberapa rupang dari Empat Raja Langit menempatkan beberapa iblis-iblis kecil dikaki mereka yang disebut Ama-no-Jaki. Para Raja itu akan memusnahkan para iblis-iblis kecil itu. Jika para iblis itu melawan atau ingin menghancur ajaran Buddha, maka Raja Langit akan melawan mereka dan membuat mereka mengikuti, serta melindungi mereka yang melaksanakan ajaran Buddha. Kita harus meluangkan waktu untuk melihat kedalam diri kita sendiri, bahwa terdapat banyak iblis-iblis kecil dalam pikiran kita sendiri. Ketika kita duduk didepan Maha Mandala, Cahaya Terang dari Odaimoku akan memusnahkan semua iblis dalam pikiran kita.
N
ichiren Shonin menyatakan dalam Goibun Nichinyo Gozen Gohenzi bahwa, “Maha Mandala Gohonzon ini mengandung dua aksara yakni “Shin
Ket. Skema Mandala Gohonzon Nichiren Shu, yang memuat nama-nama dewa-i
Jin” atau “Hati Kepercayaan.” Ini adalah makna sesungguhnya dari “Ishin Tokunyu” yang berarti "Memasuki Dunia Maha Mandala dengan Hati Kepercayaan.” Inilah makna sebenarnya dari Maha Mandala menurut Nichiren Shonin. Gassho. Redaksi: Keterangan dan Penjelasan lengkap mengenai Gohonzon Nichiren Shu terdapat dalam Buku "Penjelasan Gohonzon Nichiren Shu", karya Sidin Ekaputra
3
No.11 / Agustus 2005
Bimbingan Oleh:
YM.Bhiksuni Myosho Obata
(Bhiksuni Pembimbing Indonesia)
Dimanakah Surga Dan Neraka Itu ?
K
ita baru saja melaksanakan Upacara Urabon Segakie. Upacara ini berarti memanggil arwah-arwah yang menderita dan berdoa agar mereka diberikan kenyamanan. Jadi, kita semua bersamasama berdoa untuk dan memberikan kenyamanan kepada para arwah leluhur kita dan seluruh arwah di alam semesta. Selain itu, jika seseorang meninggal dunia, kemanakah mereka pergi? apakah mereka pergi ke Surga atau Neraka atau mereka memasuki kekosongan? Jika Surga dan Neraka itu ada, dimanakah letaknya? Hari ini, Saya ingin membagi cerita dan jawaban mengenai dimana itu Surga dan Neraka. Jika sekiranya Surga dan Neraka itu ada, apakah kamu tahu bagaimana keadaan mereka ? Mari Saya ceritakan sebuah cerita agar kalian mengerti ceramah pada hari ini. Pada suatu ketika terdapat dua orang laki-laki yang mati bersamaan. Sebuah keajaiban terjadi, ternyata mereka hidup kembali. Salah seorang dari mereka melihat bagaimana keadaan surga. Dan yang seorang lagi melihat keadaan neraka. Ketika keluarga mereka mendengar cerita mereka, mereka semua menjadi bingung karena surga dan neraka kelihatan sepertinya sama. Jadi, sekarang Saya akan menjelaskan bagaimana kelihatan dari surga dan neraka itu. Menurut kedua laki-laki itu, baik surga maupun neraka terdapat sebuah meja yang besar dan bagus. Keadaan sekeliling meja pun kelihatan sama. Berbagai macam bunga bermekaran dan burung-burung bernyanyi. Orang-orang yang telah meninggal duduk mengeliling meja tersebut. Diatasnya tersedia berbagai macam makanan enak,
termasuk makanan Indonesia. Kedua meja di surga dan neraka kelihatan sama, sepintas tidak terdapat perbedaan diantara mereka. Namun, jika diteliti terdapat satu perbedaan diantara mereka. Orang-orang di surga kelihatan bahagia dan sehat, dan mereka selalu ketawa dan bersantai berbincang-bincang satu sama lainnya. Sedangkan, orang-orang di neraka terlihat sangat marah dan kurus, kelihatan sepertinya mereka tidak makan apapun. Kenapa mereka kelihatan seperti itu ? tanya keluarga kedua laki-laki tersebut. Mereka mengatakan bahwa orang-orang di surga dan neraka mempunyai sepasang sumpit. Namun, sumpit ini tidak sama dengan yang 4
No.11/ Agustus 2005
ada pada umumnya. Panjang sumpit itu mencapai 1 meter. Ia dapat menjangkau orang yang duduk diseberang meja. Ketika orang di neraka itu kelaparan dan ingin memakan makanan yang ada didepannya, ia mencoba untuk mengambil beberapa makanan. Ia dapat mengambilnya dengan sumpit, tetapi ketika ia akan memakannya, makanan itu jatuh dari sumpit karena sumpit itu terlalu panjang. Ia mencoba lagi, namun kembali gagal. Ia tidak dapat makan makanan itu. Ini karena orang-orang yang dikirimkan ke neraka, mereka sangat mudah marah. Mereka mulai memukul satu sama lain dengan sumpit mereka dan akhirnya terjadi pertengkaran besar. Jadi, mereka tidak dapat makan apapun dan meskipun mereka mencoba untuk makan dengan sumpit panjang itu, selalu terjadi pertengkaran. Inilah alasannya kenapa mereka kelihatan kurus dan marah. Sedangkan di surga, ketika seseorang ingin mengambil makanan didepannya dengan sumpit panjang, ia dapat memakannya, karena mereka orang-orang yang dikirimkan ke surga, mereka sangat penuh welas asih. Ketika seseorang ingin memakan sesuatu, orang yang lain akan berkata, “Jangan khawatir aku akan melayanimu, apa yang ingin kamu makan ? Ia pun berkata, aku ingin makan yang ini, orang yang satu lagi kemudian mengambil makanan yang diinginkan dengan sumpit panjang itu dan membawanya ke mulut orang yang menginginkannya. Jadi, mereka dapat memakannya. Kemudian orang yang telah dilayani bertanya, kali ini aku yang akan melayanimu. Apa yang kamu ingin makan ? orang itu berkata, saya mau yang ini, kemudian orang yang pertama mengambilnya dan membawanya ke mulut orang tersebut dengan sumpit yang panjang itu. Setiap orang di surga melakukan
hal itu. Jadi, mereka dapat makan apapun yang mereka ingin makan. Inilah alasan kenapa orang-orang di surga kelihatan sehat dan bahagia. Lingkungan disekitar kita dapat dirubah dengan mudah sesuai dengan pikiran kita. Jika pikiran kita serakah dan pemarah, kita akan jatuh dalam neraka seketika meskipun kita masih hidup. Jika hati kita dipenuhi oleh rasa welas asih kepada orang lain; kita telah berada disurga. Cerita ini mengajarkan kita bahwa kita harus mempunyai rasa welas asih, hati seperti Sang Buddha. Selanjutnya, dimanakah surga dan neraka itu? Saya ingin membagi beberapa kutipan kalimat dari pendiri kita, Nichiren Daishonin. Jawaban mengenai pertanyaan itu ditulis dalam kutipan surat yang ditulis oleh pendiri kita dalam tulisan Beliau di Omosu Dono Nyobo Gohenji, “Jika sekiranya kita bertanya dimana Surga atau dimana Neraka, beberapa sutra menyatakan bahwa neraka itu adalah jauh dibawah bumi, yang lain menyatakan Tanah Suci Buddha itu terletak disebelah barat. Namun, kebenaran sesungguhnya keduanya baik neraka maupun surga ada didalam tubuh kita yang setinggi lima kaki ini.” Ini dapat dikatakan bahwa neraka itu ada didalam pikiran kita ketika seseorang meremehkan ayahnya dan melalaikan ibunya. Sebagaimana halnya bunga Teratai membawa biji dan bunga sekaligus, kita mempunyai Buddha dalam pikiran kita. Ketika pendiri kita, Nichiren Daishonin mempelajari semua Sutra Mahayana, Ia menemukan hal tersebut. Keduanya baik neraka dan surga ada tidak dimana-mana, tetapi dalam badan kita. Dalam Buddhisme, kita tidak hanya mempunyai neraka dan surga dalam pikiran kita tetapi terdapat sepuluh dunia; dunia neraka, dunia kelaparan, dunia binatang, dunia kemarahan, dunia manusia,
5
dunia surga, dunia sravaka, dunia pratyekabuddha, dunia bodhisttva dan dunia Buddha. Ketika kamu marah tanpa alasan yang jelas, kamu berada dalam dunia neraka. Ketika kamu serakah, kamu ada didunia kelaparan. Ketika kamu bertingkah seperti seekor binatang, kamu ada didunia binatang. Ketika kamu berkelahi satu sama lain, kamu ada di dunia kemarahan. Ketika kita berada dalam ketenangan, kita sedang ada di dunia manusia. Ketika kamu merasa gembira, kamu ada di dunia surga. Ketika kamu mendengarkan ajaran Sang Buddha dan merasa gembira, kamu ada di dunia sravaka. Ketika kamu mencapai Penerangan dengan diri sendiri, kamu ada di dunia pratyekabuddha. Ketika kamu terlibat dalam hal menolong dan membimbing orang lain, kamu ada di dunia bodhisattva. Ketika kamu mencapai Penerangan Agung dan membimbing orang lain ke jalan Buddha, kamu berada di dunia Buddha. pikiran kita selalu bergerak diantara kesepuluh dunia itu. Jika kamu dengan cermat mengamati pikiran kita dalam kehidupan seharihari, kamu akan mengenal dengan baik kesepuluh dunia ini. Hal yang penting ialah kita harus berusaha untuk tinggal lebih lama di dunia yang baik. Kamu tahu mana dunia yang baik dan buruk ? Saya akan menjelaskan hal itu. Kita harus dapat tinggal didalam Dunia Bodhisattva atau Dunia Buddha sepanjang waktu, ini adalah yang terbaik. Namun, kita adalah manusia, sewaktu-waktu kita bisa marah, atau bertengkar satu sama lain. Ketika kita merasa demikian, berpikirlah agar segera keluar dari dunia buruk itu sesegera mungkin dengan menyebut Odaimoku “Namu Myoho Renge Kyo. Gassho.
No.11 / Agustus 2005
Seri Pelajaran Mahayana
DELAPAN RUAS JALAN KEMULIAAN ( BAGIAN. III ) 7. Kesadaran Benar
8. Konsentrasi Benar
K
onsentrasi Benar berarti meditasi dengan cara pemusatan pikiran. Meditasi berarti suatu proses latihan yang terus menerus dengan mengfokuskan suatu objek utama secara tetap tanpa tergoyahkan. Praktek meditasi yang terus-menerus akan membantu kita dalam mengembangkan konsentrasi pikiran memperoleh Kebijaksanaan dan Pencerahan. Pikiran adalah sukar dikendalikan, sering sebelum kita duduk menjalani meditasi, kita berikrar untuk tidak memikirkan hal-hal lainnya. Namun pada kenyataannya, pikiran sering terusik untuk ikut bereaksi terhadap berbagai hal yang muncul pada saat kita sedang meditasi.
esadaran Benar adalah suatu kesadaran yang ditujukan kepada diri kita sendiri dengan menyadarinya sebagai suatu proses kehidupan yang selalu tidak kekal adanya, dimana terdapat Empat Dasar Kesadaran Pokok, yaitu: (1) Tubuh kita kotor dan tidak murni (2) Seluruh perasaan akan selalu mengakibatkan penderitaan (3) Pikiran itu tidak kekal (4) Segala sesuatu bergantung pada yang lain dan tidak memiliki suatu inti yang kekal Adakalanya kita berpikir bahwa tubuh kita ini sehat, kita bebas berbuat apa saja dan tidak tergantung satu sama lain. Tetapi di lain waktu pada saat tubuh kita sakit, kita akan mencela tubuh ini yang tidak berguna dimana harus tergantung orang lain. Kita sering tidak sadar dan menyalahkan sekeliling kita yang tidak benar, jarang seseorang itu mau bercermin diri melihat kesalahan dan kelemahan sendiri, pada dasarnya segala hal kesukaran itu bersumber dari dalam diri sendiri bukan orang lain. Tas Berisi Kotoran
Dalam suatu persamuan yang diketuai oleh seorang Bhiksu, tibalah sesi untuk menyampaikan segala permasalahan yang dihadapi oleh para bhiksu / bhiksuni. Seorang bhiksu muda yang bernama Dasa, terkenal
K
sering pindah-pindah vihara karena berbagai alasan, dan kali inipun dia sudah siap dengan permasalahannya untuk disampaikan kepada Bhiksu tersebut, bahwa dia bermaksud pindah ke vihara lain, dengan segala macam alasan. Bhiksu tersebut mengetahui muridnya ini, maka permintaan tersebut dikabulkan saja. Begitu bhiksu Dasa mempersiapkan diri dan mengambil tasnya siap untuk memohon ijin berangkat, maka tiba-tiba Bhiksu itu berseru, “Bhiksu Dasa selalu membawa tas yang isinya penuh dengan kotoran anjing, karenanya selalu mengeluh sekelilingnya bau kotoran anjing!” Bhiksu Dasa seketika itu juga sadar akan ucapan Bhiksu tersebut dan mencapai pencerahan. Dia pun membatalkan niatnya untuk pindah vihara dan terus menetap di vihara tersebut.
6
Meditasi Tanpa Suara Suatu hari terdapatlah lima orang pemuda yang bermaksud mengadakan retreat selama tujuh hari dengan meditasi di hutan. Selama retreat berlangsung, maka ada satu pantangan yang harus dipatuhi, yaitu dilarang berbicara antar sesama dan konsentrasi hanya pada nafas. Alhasil, masing-masing menggunakan bahasa isyarat tarzan, dimana sepanjang siang hari pertama, dapat dilalui dengan berhasil tanpa satu patah kata yang keluar dari kelima pemuda tersebut. Kemudian pada malam harinya, maka masing-masing sudah siap untuk masuk ke gubuk tempat
No.11/ Agustus 2005
mereka tidur yang hanya diterangi satu-satunya api lilin. Menjelang tengah malam, bertiuplah angin yang kencang sehingga memadamkan api lilin tersebut, dan mulailah timbul kegelisahan di antara mereka. Setelah sekian lama dalam keadaan gelap-gulita, maka mulailah pemuda pertama berbisik pada teman di sebelahnya,”Kelihatannya api lilin itu padam!” Pemuda kedua menyahut sambil berbisik pula, “Iya..., sebaiknya ada yang menyalahkannya.” Pemuda ketiga menimpali dan mengingatkan akan janji mereka, “Hei...bukankah kita sepakat untuk tidak berbicara?” Pemuda keempat mengiyakan, “Iya nih,.... koq jadi pada berisik sih...” , dan mereka berempatpun baru mulai menyadari hanya ada satu orang yang berhasil tidak berbicara sama sekali, tetapi belum sampai sedetik kemudian, pemuda kelimapun mulai berseru dan yang paling nyaring, “Ha..ha..ha..., lihatlah hanya saya yang paling hebat karena tidak berbicara sama sekali!” GASSHO.
SAD PARAMITA
(Enam Perbuatan Luhur) ( BAGIAN. I)
D
elapan Ruas Jalan Kemuliaan yang diuraikan pada halaman sebelumnya, dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian utama, yaitu: Sila, Samadhi dan Prajna. Dalam Buddhisme Mahayana, dikembangkan lebih lanjut menjadi Enam Paramita [Sad Paramita] atau Enam Perbuatan Luhur, dan merupakan ajaran pertama yang dilakukan oleh para Bodhisattva untuk mencapai pandangan Buddha yang tidak terbatas yaitu Cinta Kasih [maitri/metta], Kasih Sayang [karuna], Simpati [mudita] dan Keseimbangan Batin [upeksa/ upekkha]. Dengan demikian tindakan seorang Bodhisattva haruslah benarbenar terlepas dari semua kepentingan atau kebanggaan pribadi, tanpa ikatan, tanpa batas, tanpa henti dan tanpa perbedaan dalam membantu semua makhluk yang memerlukan pertolongan. Tindakan seorang Bodhisattva, dapat disamakan dengan matahari yang menyinari bumi ini, tanpa membeda-bedakan, tanpa ikatan, tanpa batas, tanpa henti, dan tidak pernah membanggakannya atau mengakui pahalanya. Enam Paramita tersebut terjalin sebagai satu kesatuan, karena pengaruh dari ajaran Asanga (pendiri Yogacara) sebagaimana disebutkan dalam Mahayana Sutralankara dengan urutan : dana-sila-ksantivirya-dhyana-prajna. Adapun dalam pelaksanaan paramita ini dapat dibagi dalam tiga tingkatan sebagaimana tersebut dalam Lankavatara Sutra, yaitu : I. Tingkat Biasa; merupakan suatu pelaksanaan paramita dengan
7
harapan untuk memperoleh pahala baik pada masa kehidupan saat ini maupun pada kehidupan berikutnya. II. Tingkat Luarbiasa; merupakan suatu pelaksanaan paramita dengan tujuan untuk mencapai nirvana, untuk tidak dilahirkan kembali. III. Tingkat Tertinggi; merupakan suatu pelaksanaan paramita oleh para Bodhisattva dalam usahanya untuk menyelamatkan semuat makhluk dari lingkaran penderitaan [samsara].
1. Dana Paramita
D
ana Paramita merupakan perbuatan luhur tentang beramal, berkorban baik materi maupun non-materi. Dana paramita ini dapat digolongkan lagi atas : Dana, Atidana (yang lebih tinggi) dan Mahatidana (yang tertinggi). Para penerima Dana dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu: (1) Dana kepada teman dan keluarga; (2) Dana kepada yang membutuhkan yang miskin, yang menderita dan yang tidak berdaya; (3) dana kepada para bhikshu/bhikkhu dan para brahmana (orang suci Hindu). Dana yang diberikan adalah merupakan milik kekayaan. Atidana adalah merupakan suatu pemberian dana dimana merupakan miliknya yang terakhir dengan tujuan pemupukan kebajikan untuk mengatasi kemelekatan terhadap rasa cinta yang dapat dianggap sebagai penghambat menuju jalan Kebuddhaan, sehingga
No.11 / Agustus 2005
menimbulkan kepribadian yang luhur. Contoh pelaksanaan Atidana dikisahkan dengan baik dari cerita Raja Visvantara yang dikutip dari Jatakamala dan Avadana Kalpa Lata. Pangeran Menyerahkan Semuanya Visvantara merupakan putra Raja Sanjaya. Beliau telah membagi habis harta miliknya sebagai derma, sampai akhirnya Beliau menyerahkan juga gajah putih milik kerajaan kepada kaum pendeta. Kedermawaannya yang tinggi tersebut menyebabkan ayahnya mengusirnya dari kerajaan untuk dikucilkan di Gunung Vanka. Visvantara dalam perjalanan ke Gunung Vanka ditemani oleh istrinya dan dua orang anaknya dengan menaiki kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda. Di tengah perjalanan, mereka bertemu seorang pendeta yang meminta kuda-kuda mereka dimana diberikan semua oleh Beliau. Pada kesempatan lain, keretanya juga diberikan kepada pendeta lain yang ditemuinya. Akhirnya mereka meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki dimana Visvantara menggendong putranya, dan istrinya menggendong putrinya. Sesampainya di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah yang terbuat dari daun-daunan. Pada suatu hari sewaktu istrinya sedang pergi, datanglah seorang brahmana yang meminta kedua orang anaknya untuk dijadikan pelayannya. Visvantara tidak sanggup untuk menolak permintaan seorang brahmana, sehingga diserahkannya kedua anaknya tersebut juga. Kejadian tersebut menggugah Deva Sakra yaitu pemimpin para Deva yang kemudian muncul dalam penyamarannya sebagai seorang pendeta yang miskin dan memohon kepada Visvantara agar dapat menyerahkan istrinya kepadanya. Tentu saja permohonan
inipun dikabulkannya, dan atas ketulusan Visvantara kemudian Deva Sakra menjelma kembali ke bentuk aslinya dan memberkahi Visvantara. Brahmana yang membawa kedua anaknya kemudian menyerahkannya kepada kakeknya, Raja Sanjaya . Kejadian ini membuat Raja Sanjaya dan rakyatnya menjadi terharu sehingga Visvantara dipanggil kembali dan diberikan kedudukan kembali sebagai pangeran kerajaan yang kemudian hari menjadi Raja menggantikan ayahnya. Mahatidana merupakan pengorbanan dana tertinggi karena yang diberikan adalah anggota tubuh seorang Mahasattva. Pengertian anggota tubuh ini dapat mencakup daging, darah, organ mata ataupun organ tubuh lainnya, bahkan seluruh tubuhnya karena Sang Mahasattva sudah tiada mempunyai sedikitpun rasa cinta kepada semuanya itu. Kesediaannya memberikan pengorbanan yang besar ini merupakan pencurahan kasih yang luar biasa kepada makhluk hidup dengan tujuan untuk mengakhiri penderitaan. Terdapat banyak kisah di dalam Jataka yang menceritakan tentang pemberian mahatidana oleh Sang Bodhisattva Mahasattva. Salah satunya adalah kisah di bawah ini. Bodhisattva Mengorbankan Tubuh Pada suatu masa yang silam, hiduplah Raja Maharatha bersama tiga putranya, Mahapranada, Mahadeva, dan Mahasattvavan. Pada suatu hari ketiga pangeran berjalan di dalam suatu hutan yang besar dan sunyi, dimana di tengah perjalanan mereka bertiga bertemu dengan seekor harimau betina yang baru beranak lima ekor. Tubuh harimau betina begitu kurus dan lemah karena lapar dan haus. Mereka bertiga membicarakan tentang keadaan harimau tersebut
8
dan membayangkan bagaimana bisa harimau betina yang malang tersebut beserta anak-anaknya dapat bertahan hidup. Mahasattvavan kemudian meminta agar kedua saudaranya berangkat dulu dengan mengatakan nanti dia akan menyusul ke lembah karena hendak melakukan sesuatu. Setelah ditinggal sendirian, maka Mahasattvavan berucap kepada harimau tersebut, “Saya terharu dan dengan rela memberikan tubuh saya untuk kebaikan dunia dan untuk pencapaian bodhi.” Kemudian dia melemparkan dirinya di hadapan harimau betina tersebut, namun harimau yang lemah tersebut tidak dapat berbuat apa-apa terhadap dirinya. Mahasattvavan akhirnya mengambil sebilah bambu tua yang ditemukannya di sekitar lokasi tersebut dan memotong kerongkongannya sehingga mati terbaring dekat harimau tersebut. Para bhiksu / bhiksuni melakukan Fuse (Dana) berupa Dharma dan Pikiran, sedangkan umat kebanyakan melakukan Fuse Materi. Keseimbangan keduanya dalam Sangha akan menciptakan keharmonisan dan kesinambungan penyebarluasan Dharma. Namun di Nichiren Shu, ketika sebuah kuil tidak mampu mencukupi biaya dari Dana yang diberikan oleh umat, maka para bhiksu/bhiksuni terpaksa untuk terjun mencari pembiayaan hidup sendiri. Hal ini di Jepang banyak kita jumpai, para bhiksu/bhiksuni yang masih bekerja dan juga sekaligus melayani umat di Kuil pada hari Minggu. Sungguh sebuah perjuangan yang tidak mudah, karena itu kita perlu menghargai jerih payah para Bhiksu/bhiksuni dalam tugasnya membimbing umat manusia.
" Bersambung
No.11/ Agustus 2005
Buku "Writing Of Nichiren Shonin" Doctrine 2
Edited by George Tanabe.Jr, Compiled by Kyotsu Hori Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association, Tokyo - Japan Diterjemahkan oleh Shami Josho S.Ekaputra
SHOKYO TO HOKEKYO TO NAN’I NO KOTO (Sulit dan Mudahnya, Dalam Mengerti Saddharma Pundarika Sutra dan Sutra-sutra lainnya)
Pendahuluan
S
urat asli yang ditujukan kepada Tuan Toki Jonin, ditulis pada tanggal 26 bulan lima tahun Koan ke-3 (1280) di Gunung Minobu, masih tersimpan dengan baik di Kuil Nakayama Hokekyoji di Ichikawa, Propinsi Chiba. Surat ini menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Tuan Toki yang didasarkan pada kutipan kalimat Bab.10, Saddharma Pundarika Sutra yang menyatakan bahwa sutra ini adalah “nanshin, nange” (sangat sulit dipercaya dan dipahami). Mengutip penjelasan dan pemahaman dari Nagarjuna dan T’ien-t’ai, Nichiren Shonin menyatakan bahwa berbagai macam sutra-sutra lain selain Saddharma Pundarika Sutra dapat dengan mudah dimengerti dan dipercaya karena mereka di babarkan oleh Sang Buddha sebagai ajaran Upaya / Kebijaksanaan dengan menyesuaikan dengan para pendengarnya (Zuitai). Sebaliknya, Beliau menjelaskan dan membabarkan bahwa Saddharma Pundarika Sutra sangat sulit dimengerti dan dipercaya karena Sang Buddha langsung membabarkan Kebenaran Yang Sebenarnya
berdasarkan Apa Yang Ada di PikiranNya tanpa memperhatikan hal lain seperti bakat pendengar (Zuijii). Nichiren memperingatkan bahwa kesalahpahaman dari berbagai guru seperti Kobo, Jikaku and Chisho telah menghancurkan Buddhisme, sebab telah menghilangkan makna sebenarnya dari Dharma Yang Sesungguhnya, yang pada akhirnya menyebabkan keruntuhan dan kehancuran di Jepang. Ia juga menyatakan dengan tegas bahwa Buddhisme adalah Badan dan Dunia ini adalah Bayangannya, Saddharma Pundarika Sutra dapat membimbing semua orang mencapai KeBuddhaan, ini harus ditegakkan sebagai dasar dari Buddhisme di dunia ini.
9
Sulit dan Mudahnya, dalam Mengerti Saddharma Pundarika Sutra dan Sutra-sutra lainnya
P
ERTANYAAN: Hal ini dibabarkan didalam Bab.10 “Guru Dharma” Saddharma Pundarika Sutra, paragraf ke 4, dikatakan bahwa Saddharma Pundarika Sutra adalah “Sulit Untuk Dipercaya dan Dimengerti.” Apakah arti kalimat ini ? JAWAB: Lebih dari 2,000 tahun sejak Sang Buddha membabarkan Saddharma Pundarika Sutra. Meskipun telah ada di India selama 1,200 tahun lebih dan selama 200 tahun di China, Saddharma Pundarika Sutra telah disebarkan ke Jepang lebih dari 700 tahun yang lalu. Selama masa setelah kemoksaan Buddha Sakyamuni, tidak seorangpun kecuali tiga guru, yang benar-benar
No.11 / Agustus 2005
telah membaca ungkapan ini dalam Saddharma Pundarika Sutra. Mereka adalah Bodhisattva Nagarjuna, Maha Guru T’ien-t’ai dan Dengyo. Pertama, dari semuanya, Bodhisattva Nagarjuna di India menyatakan dalam tulisan Beliau “Percakapan Maha Bijaksana (Daichido-ron)”: “Ajaran dalam Saddharma Pundarika Sutra memungkinkan orang-orang dari Dua Kendaraan (Dwiyana) yaitu Sravaka dan Pratyekabuddha, yang diketahui tidak mempunyai kesempatan untuk mencapai KeBuddhaan, namun dalam sutra ini mereka dapat mencapai KeBuddhaan. Ini sama seperti seorang tabib yang hebat yang diketahui mengunakan racun sebagai obat.” Pernyataaan ini menunjukkan bahwa Bodhisattva Nagarjuna telah membaca dan mengerti makna empat karakter dari ungkapan “Sulit dipercaya dan dimengerti.” Di China, Maha Guru T’ien-t’ai, yang paling bijaksana, menjelaskan ungkapan ini dalam tulisan Beliau “Makna Mendalam dari Saddharma Pundarika Sutra (Hokke Gengi)” : “Diantara semua sutra baik yang telah dibabarkan, sedang dibabarkan, dan akan dibabarkan pada masa mendatang, Saddharma Pundarika Sutra adalah yang paling sulit dipercaya dan dimengerti.” Maha Guru Dengyo di Jepang menjelaskan lebih lanjut dalam tulisan Beliau “Prinsip Mendalam
dari Saddharma Pundarika Sutra (Hokke Shuku)” : “Sutra-sutra yang telah dibabarkan selama empat periode (sebelum Saddharma Pundarika Sutra) selama hidupnya Buddha Sakyamuni, seperti Sutra Makna Tanpa Batas (Muryogi-kyo), yang sekarang sedang diajarkan, dan Sutra Nirvana (Nehan-gyo), yang akan diajarkan adalah mudah dipercaya dan dimengerti. Ini karena sutra itu semua dibabarkan sebagai Kebijaksanaan / Upaya yang berarti disesuaikan dengan kemampuan orang untuk mengerti. Sebaliknya, Saddharma Pundarika Sutra adalah sangat sulit dipercaya dan dimengerti sebab sutra ini adalah Ajaran Sesungguhnya dibabarkan berdasarkan Pikiran Sang Buddha Sendiri, segera setelah Beliau mencapai Penerangan Agung.” PERTANYAAN : Kenapa Saddharma Pundarika Sutra itu sulit untuk dipercaya dan dimengerti sedangkan sutra-sutra lain mudah dipercaya dan dimengerti? JAWAB : Berbagai sutra-sutra lainnya dibandingkan dengan Saddharma Pundarika Sutra adalah mudah dipercaya dan dimengerti sebab Buddha Sakyamuni membabarkan sutra itu semua dengan menyesuaikan dengan kapasitas / kemampuan dari semua orang untuk mengerti tanpa menyatakan Kebenaran Yang Sesungguhnya. Pada sisi lain dalam Saddharma Pundarika Sutra, Buddha Sakyamuni langsung mewujudkan Yang Ada PikiranNya tanpa mempertimbangkan kemampuan orang untuk mengerti. Yang jelas ini adalah Ajaran Sesungguhnya, dimana tidak mudah bagi orang-orang biasa
10
untuk dapat percaya dan mengerti. Meskipun demikian, Maha Guru Kobo dan para pengikut Buddhisme Shingon dari Kuil Toji di Jepang, salah mengerti tentang Saddharma Pundarika Sutra bahwa sutra ini paling sulit diantara ajaran eksoterik (kengyo) tetapi adalah mudah jika dibandingkan dengan ajaran esoterik (mikkyo). Menurut para Guru Agung Jikaku (Ennin) dan Chisho (Enchin) dan para pengikut mereka, keduanya baik Saddharma Pundarika Sutra (Myoho Renge Kyo) dan Sutra Buddha Matahari (Dainichi-kyo) adalah sulit, tetapi jika dibandingkan dengan keduanya, meskipun yang pertama adalah sulit, tetapi yang kedua jauh lebih sulit. Kedua pendapat ini baik Toji esoterisme dan Tendai esoterisme tersebarluas diseluruh Jepang. Setelah membaca Sutra ini, Saya, Nichiren, menyimpulkan bahwa jika kita membandingkan Ajaran Bukan Buddhis dengan Sutra Hinayana Buddhisme, yang pertama lebih mudah dipercaya dan dipahami dibandingkan yang kedua. Membandingkan Sutra Buddha Matahari (Dainichi-kyo); bagaimanapun Sutra Hinayana adalah mudah dipercaya dan dimengerti dibandingkan Sutra Buddha Matahari (Dainichi-kyo). Dibandingkan dengan Sutra Kebijaksanaan (Hannya-kyo atau Mahaprajnaparamita Sutra), Sutra Buddha Matahari (Dainichikyo) lebih mudah dipercaya dan dimengerti, sedangkan Sutra Kebijaksanaan lebih sulit. Demikian juga, ketika kita membandingkan Sutra Kebijaksanaan dengan Sutra Karangan Bunga (Kegon-kyo); Sutra Karangan Bunga (Kegon-kyo) dengan Sutra Nirvana (Nehan-gyo);
No.11/ Agustus 2005
Sutra Nirvana (Nehan-gyo) dengan Saddharma Pundarika Sutra (Myoho Renge Kyo), Separuh Awal (Bagian Teori) dengan Separuh Akhir (Bagian Pokok) Saddharma Pundarika Sutra, kita akan melihat bahwa yang pertama dari semua sutra diatas adalah lebih mudah dipercaya dan dimengerti dibandingkan yang kedua, yang membuktikan bahwa Saddharma Pundarika Sutra adalah lebih sulit dibandingkan dengan semua sutra, ini dapat dikatakan karena ini adalah Ajaran Yang Sesungguhnya. PERTANYAAN : Apakah yang perlu diketahui, mana sutra-sutra yang dibabarkan berdasarkan Pikiran Sang Buddha atau tidak, dan mana sutra-sutra yang mudah atau sulit untuk dipercaya dan dimengerti? JAWAB : Ajaran ini membuktikan bahwa Saddharma Pundarika Sutra, ajaran terakhir dari semua sutra adalah lampu yang menyinari dalam kegelapan malam panjang dari dunia ilusi yang melewati hidup dan mati, dan ini adalah pedang tajam yang dapat memotong semua akar rumput ketidaktahuan spiritual. Ajaran seperti berbagai sekte Buddhis seperti Sekte Tanah Suci (Shingon Shu) dan Sekte Karangan Bunga (Kegon Shu) mengajarkan dengan cara Kebijaksanaan / Upaya yang didasarkan pada kapasitas dari orang untuk mengerti, jadi ini sangat mudah dipercaya dan dimengerti. Bagaimanapun, mereka tidak mencerminkan Keinginan Sesungguhnya dari Sang Buddha. Seperti yang terdapat dalam sutra mereka, Buddha membabarkan hanya sampai pada tingkatan sembilan dunia (neraka, jiwa kelaparan, binatang, kemarahan, manusia, dewa, sravaka,
pratyekabuddha, dan bodhisattvas), mereka menyebut ini sebagai “Zuitai” (Berdasarkan pikiran orang lain). Ini sama seperti Ayah Bijaksana yang mengikuti keinginan dari kebodohan / ketidaktahuan anak-anaknya. Sutra dimana Sang Buddha menjelaskan tentang Penerangan Beliau disebut “Zuijii” (Berdasarkan Pikiran Sendiri). Ini sama seperti Ayah Bijaksana yang membimbing anak-anak bodohNya. Hasil pengujian terhadap sutrasutra seperti Sutra Buddha Matahari (Dainichi-kyo), Sutra Karangan Bunga (Kegon-kyo), dan Sutra Kebijaksanaan (Hannya-kyo), dapat Saya katakan bahwa sutra itu semua adalah ajaran-ajaran “Zuitai”. PERTANYAAN : Apa yang membuktikan bahwa sutra-sutra lain selain Saddharma Pundarika Sutra telah diajarkan sesuai dengan pikiran orang lain ? JAWAB : Sutra Srimala membabarkan: “Mereka yang mempunyai kemampuan rendah untuk mengerti ciri penyebab dari akibat dan berbudi luhur jauh dari iblis, diajarkan “lima ajaran’ dan ‘sepuluh perbuatan baik’ yang merupakan akar kebaikan bagi manusia dan mahluk surgawi, dalam rangka menyesuaikan dengan kemampuan mereka. Untuk mereka yang ingin menjadi seorang sravaka, ajaran sravaka (Empat Kebenaran Mulia) dibabarkan, dan bagi mereka yang menginginkan menjadi pratyekabuddha, ajaran pratyekabuddha (12 rantai sebab dan akibat) pun dibabarkan. Mereka yang menginginkan menjadi seorang Bodhisattva Mahayana, ditegaskan untuk melaksanakan jalan Bodhisatva dari Enam Paramita.” Ini
11
adalah sungguh sebuah jalan pembabaran yang mudah dari sutra. Hal yang sama dapat dikatakan terhadap berbagai sutra seperti Sutra Karangan Bunga (Kegon-kyo), Sutra Buddha Matahari (Dainichikyo), Sutra Kebijaksanaan (Hannyakyo) dan Sutra Nirvana (Nehangyo). Sebaliknya, pernyataan dalam Saddharma Pundarika Sutra, Bab.10 “Guru Dharma” dikatakan: “Yang Dimuliakan Dunia, kemudian berkata kepada 80,000 bodhisattva melalui Bodhisattva Raja Obat (Yakuo Bosatsu atau Bodhisattva Bhaisyajaraja) : “Raja Obat ! kamu lihat dalam pesamuan agung ini terdapat jumlah yang tak terhitung para dewa-dewi, raja naga, yaksa, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia, dan mahluk bukan manusia, serta keempat kelompok pengikut, mereka yang mencari ajaran sravaka, ajaran pratyekabuddha atau jalan untuk KeBuddhaan? Jika ada seseorang diantara mereka merasa gembira meskipun hanya sebentar mendengarkan sebait sajak atau ungkapan dari Saddharma Pundarika Sutra dihadapan Sang Buddha, Aku akan menetapkan bahwa mereka semua pasti akan mencapai KeBuddhaan.” Banyak sutra-sutra lain selain Saddharma Pundarika Sutra
No.11 / Agustus 2005
SEBAIKNYA ANDA TAHU
dibabarkan dengan berbagai cara yang didasarkan kepada kapasitas dari para pendengar. Sebagai contoh “Lima Ajaran” dibabarkan kepada mereka yang ada dalam dunia manusia, “Sepuluh Perbuatan Baik” untuk mereka yang ada di dunia surga, “Welas Asih dan Dana” untuk Raja Surga Brahma, “Memberikan Sumbangan antar Bhiksu” untuk Raja Iblis, “250 aturan” untuk bhiksu, “500 aturan” untuk bhiksuni, “Empat Kebenaran Mulia” untuk manusia sravaka, “12 Rantai Sebab dan Akibat” untuk manusia pratyekabuddha, dan “Enam Paramita” untuk para bodhisattvas. Ini semua sama seperti air yang mengikuti bentuk sesuai dengan tempatnya atau seekor gajah yang mengunakan kekuatannya sesuai dengan jenis musuhnya. Hal-hal ini tidak terjadi dalam Saddharma Pundarika Sutra, dimana Saddharma Pundarika Sutra dibabarkan sama bagi semua “Delapan Jenis Pelindung” Saddharma Pundarika Sutra dan “Empat Kelompok Pengikut”. Hal ini sama seperti sebuah kekuasaan yang berlaku lurus dalam satu garis atau seekor singa yang mengunakan seluruh kekuatannya tanpa memikirkan kekuatan dari mangsanya. Ketika kita menguji berbagai macam sutra dengan cermin terang dari Saddharma Pundarika Sutra, jelas tidak terdapat keraguan sedikitpun bahwa keduanya baik Sutra Tiga Rangkap Shingon dan Sutra Tiga Rangkap Tanah Suci adalah ajaran Upaya / Kebijaksanaan yang dibabarkan sesuai dengan pikiran orang lain. Meskipun demikian, apa yang
terjadi dengan Buddhisme di Jepang? Karena semua orang dipengaruhi oleh pendapat dari Maha Guru Kobo, Jikaku dan Chisho, Kebenaran dari Saddharma Pundarika yang menyatakan Tujuan Sesungguhnya Sang Buddha telah tertutup dan tersembunyi selama 400 tahun di Jepang. Ini sama seperti menukar sebuah permata dengan sebongkah batu, dan cendana dengan kayu biasa. Ketika Kebenaran Dharma Buddha sirna, dunia pun demikian. Buddhisme adalah Tubuh dan Dunia ini adalah Bayangannya. Ketika Tubuh tidak lurus, maka bayangan pun demikian halnya. Beruntunglah, meskipun pengikutKu hanya sedikit, yang mempercayai Saddharma Pundarika Sutra, Keinginan Sesungguhnya Buddha Sakyamuni, secara otomatis mengalir kedalam lautan Nirvana untuk mencapai KeBuddhaan. Sebaliknya, para buddhis sekte lainnya didunia sekarang ini, yang percaya dalam ajaran sementara yang dibabarkan sesuai pikiran orang lain, akan jatuh kedalam lautan penderitaan. Saya akan menjelaskan hal ini lagi secara terperinci pada kesempatan lain. Dengan hormat, Tanggal 26 bulan lima Surat Balasan kepada Tuan Toki
Nichiren (tanda tangan)
12
BODHISATTVA SAMANTABHADRA Penjelasan Bentuk Ditangan kiri, Bodhisattva Samantabhadra memegang sebuah bunga teratai mekar. Bunga Teratai melambangkan dasar dari setiap manusia itu adalah suci dan tanpa cela. Kadang-kadang Ia digambarkan duduk diatas seekor gajah, dan sekaligus menyatakan Welas Asih yang tak terbatas dari Bodhisattva Samantabhadra. Makna dan Janji Samantabhadra Bodhisattva dapat dikatakan melambangkan welas asih dari Sang Buddha. Pelaksanaan dan Janji dari Bodhisattva Samantabhadra, yang mendorong pelaksanaan bahwa semua orang dapat mencapai KeBuddhaan. Ini pelaksanaan dan 10 janji dari Bodhisattva Samantabhadra: 1. Menghormati semua Buddha, 2. Memuji semua kebajikan para Buddha, 3. Menahan diri melakukan kejahatan, 4. Melakukan persembahan kepada para Buddha, 5. Suka melakukan kebajikan para Buddha, 6. Selalu mencari ajaran para Buddha, 7. Berusaha mewujudkan Tanah Abadi Buddha, 8. Selalu belajar dari para Buddha, 9. Selalu memberikan kebajikan kepada seluruh mahluk hidup, dan 10.Mempersembahkan seluruh kebajikan kepada Tanah Buddha.
No.11/ Agustus 2005
Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra
Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai Sumber Acuan: Buku "The Lotus Sutra" By Senchu Murano Diterjemahkan oleh: Sidin Ekaputra,SE
BAB VI
RAMALAN TENTANG YANG AKAN TERJADI RINGKASAN
B
ab terdahulu berakhir dengan kata-kata : “Belajar dan laksanakanlah secara terus-menerus, dan kalian akan menjadi Buddha”. Dalam bab ini, Buddha Sakyamuni memberikan kepastian akan masa depan Kebuddhaan kepada empat dari sepuluh murid utamaNya. Kepastian ini lebih seperti suatu piagam sementara. ‘Sertifikat’ Kebuddhaan yang sesungguhnya akan diberikan pada saat mereka menyelesaikan berbagai macam pelajaran dan pelaksanaan. Meskipun hanya ‘serifikat’ sementara, tapi ini menjadi dorongan semangat yang luar biasa bagi keempat muridNya dan bagi kita semua. PENJELASAN Keempat Kepastian: 1. “Maha-Kasyapa akan menjadi seorang Buddha bergelar Tathagata Cahaya.” (P.115, LL.510) 2. “Subhuti akan menjadi seorang Buddha bergelar Tathagata Berrupa Indah.” (P.118, LL.25-29) 3. “Katyayana Agung akan menjadi seorang Buddha bergelar Tathagata Cahaya Emas
Jamabunada.” (P.121, LL.2-13) 4. “Maudgalyayana Agung akan menjadi seorang Buddha bergelar Tathagata Wewangian Tamalapattracandama.” (P.122, L.26 - P.123, L.4) Apa sajakah persyaratan untuk mencapai Kebuddhaan?
m
Salinan Saddharma Pundarika Sutra dan Komentar Nichiren ereka akan Daishonin diantara kata-katanya. menjumpai ribuan dan Kalimat ini seringkali dikutip jutaan Buddha, ketika bhiksu Nichiren Shu dalam memberi persembahan bagi mereka, melakukan pemberkatan "kito". Bagi menghormati mereka, memuliakan para pelaksana Saddharma Pundarika mereka, memuji mereka, dan Sutra, semua setan dan iblis menjadi membabarkan ajaran-ajaran mulia pelindung mereka. Sebuah contoh dari para Buddha yang tak terhitung yang bagus adalah Kishimo-jin jumlahnya di kehidupan mendatang atau Hariti. Ia mempunyai banyak mereka. (P.115, P.118, P.121, P.122) anak dan memberi mereka makan Berkaitan dengan berupa bayi-bayi orang lain. Ketika persembahan bagi ribuan dan jutaan ia mendengar ajaran Buddha, ia Buddha, dalam bab mendatang menyesali kesalahan-kesalahannya Saddharma Pundarika Sutra, dan bersumpah melindungi diberikan pelaksanaan yang lebih Buddhisme dan para penganutnya. realistis. Hal ini diungkapkan dalam bab 26 “Meski Mara dan para Saddharma Pundarika Sutra. pengikutnya juga akan tinggal “Andaikan ada seseorang disana, mereka tidak akan berbuat yang datang dari negeri yang kejahatan tetapi akan melindungi sedang menderita wabah kelaparan. ajaran-ajaran dari Buddha.” (P.115, Sekarang ia melihat makanan LL.26-28): dari seorang raja besar. Ia tidak
13
No.11 / Agustus 2005
Buku "A Collection of Nichiren's Wisdom" Volume 1 Nichiren Shonin Goibun Terbitan : Nichiren Buddhist International Center Diterjemahkan oleh : Sidin Ekaputra,SE
Seorang Pelaksana Saddharma Pundarika Sutra Yang Sebenarnya Sulit dan Jarang Ket. (kiri) Kishimojin atau Hariti, (Kanan) Juratsetsunyo, Dua Iblis Pelindung yang menjadi pelindung Buddha Dharma.
akan makan dalam keraguraguan dan rasa takut. Setelah ia diperintah orang sang raja untuk mengambilnya, ia mengambilnya dengan segera.” (P.118, LL.3-8) Kalimat ini selalu digunakan ketika bhiksu Nichiren Shu mengadakan upacara peringatan "Segaki". "Segaki" adalah sebuah upacara pemberian persembahan bagi roh-roh kelaparan. Upacara ini diadakan bagi ketenangan arwah orang-orang yang telah meninggal dunia. Bendera-bendera dalam upacara Segaki yang terdiri dari lima jenis warna yang berbeda juga dikibarkan dengan kalimat-kalimat di atas tertera pada bendera tersebut. Kalimat-kalimat tersebut dimaksudkan untuk memberi ketenteraman bagi para arwah, tapi juga menjamin masa depan Kebuddhaan kita. Kita akan merasa sesejuk dan sesegar pada saat kita disirami dengan minuman. Pesan dari bab ini: Meski sang Buddha memastikan Kebuddhaan kita, kita masih saja berharap agar Ia memanggil nama kita satu per satu dan memberikan kita gelar Buddha. Bukankah kita ini anak-anak yang manja? GASSHO.
"Sesuai dengan apa yang Sang Buddha ramalkan dalam Sutra, bahwa ada “Tiga Macam Musuh Saddharma Pundarika Sutra” diseluruh Jepang. Meskipun demikian, kita tidak melihat adanya pelaksana Saddharma Pundarika Sutra. Apakah ini berarti bahwa kata-kata Sang Buddha itu sebuah kebohongan belaka ? Mungkinkah ? Meskipun demikian, siapa orang yang telah dicaci maki dan diremehkan oleh orang-orang bodoh hanya demi Saddharma Pundarika Sutra? Siapa bhiksu yang telah diserang dengan pedang dan tongkat demi Saddharma Pundarika Sutra? Bhiksu manakah yang telah memohon kepada pemerintah demi Saddharma Pundarika Sutra? Bhiksu manakah yang telah dikucilkan atau diasingkan demi Saddharma Pundarika Sutra? Tidak seorang pun di Jepang, kecuali Nichiren. Bagaimanapun, para dewa telah meninggalkan Aku, Nichiren. Aku mungkin bukanlah seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra. Siapa orang yang akan menjadi pelaksana Saddharma Pundarika Sutra, untuk mewujudkan ramalan Sang Buddha? Buddha Sakyamuni dan musuh berbuyutannya, Devadatta selalu bersama-sama, kehidupan demi kehidupan, bagaikan bayangan yang mengikuti badannya. Pangeran Shotoku dan musuh politiknya Mononobe-no-Moriya selalu bersama-sama bagaikan bunga dan buah Bunga Teratai yang tumbuh pada waktu yang bersamaan. Hal yang sama pula, ketika ada seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra, maka harus ada Tiga Musuh Sutra ini. Bagaimanapun “Tiga Macam Musuh Sutra” telah muncul, siapakah pelaksana Saddharma Pundarika Sutra itu? Kita harus menemukan dan mencari untuk dijadikan guru kita. Untuk dapat bertemu dengan orang itu adalah sangat sulit, bagaikan seekor kura-kura bermata satu yang berusaha menemukan potongan kayu dengan ukuran lubang yang sesuai untuknya, yang mengapung di samudra luas. Kaimoku Sho Membuka Mata Kepada Saddharma Pundarika Sutra (Latar Belakan: Pebruari 1272, di Pulau Tsukahara Sado, Showa Teihon P.598) Note: Nichiren Shonin (1222-1282) seumur hidupnya berjuang untuk menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra. Risalah Beliau yang terkenal adalah "Rissho Ankoku-ron" yang menegaskan perlunya menegakkan ajaran yang sesuai dengan Kehendak Sang Buddha, yakni Saddharma Pundarika Sutra, demi tercapainya kedamaian negara Jepang dan seluruh dunia."
14
No.11/ Agustus 2005
Perayaan 100 Tahun Patung Perunggu Agung
Nichiren Shonin di Hakata - Jepang
Perayaan 100 Tahun
L
ebih dari 2.700 umat Nichiren Shu ikut bergabung bersama dalam peringatan ulang tahun ke-100, patung perunggu agung Nichiren Shonin pada tanggal 28 oktober 2004 di Hakata, Fukuoka, Jepang. Untuk peringatan 100 tahun, tiga pintu gerbang telah dibangun untuk menciptakan suasana lebih khidmat ketika memasuki daerah ini. Selama perayaan upacara ulang tahun ke-100 ini, YM.Bhiksu Zengyo Sano, yang mengurusi patung raksasa ini mengatakan bahwa dukungan dari seluruh kuil Nichiren Shu dan anggota sangat luar biasa. Beliau mengatakan, “Aku tidak bisa menghentikan air mataKu setiap hari, ketika aku menerima berbagai macam sumbangan dan dukungan dari seluruh Jepang. Sumbangan itu kami gunakan untuk membangun tiga pintu gerbang dan bagian jalan-jalan menuju ke patung agung, Nichiren Shonin dan juga untuk renovasi daerah ini. Sumbangan ini akan terukir ditempat ini selamanya. Silahkan datang untuk melihat patung agung Nichiren Shonin, dan bertanyalah kepadaNya jika kamu mempunyai banyak kebimbangan, dan dengarkanlah jawaban dariNya. Taruhlah tanganmu dalam Gassho atau anjali dan perkuatlah hati kepercayaanmu.”
P
atung ini terletak dan berdiri megah di Higashi-koen (taman timur) di kota Fukuoka dan mempunyai tinggi keseluruhan 22 meter (sekitar 73 kaki) dari dasarnya. Tinggi badan Nichiren Shonin sendiri 10 meter (33 kaki). Patung Nichiren Shonin itu menghadap ke barat dan membawa sebuah naskah Rissho Ankoku Ron di tangan kanannya, sedangkan ditangan kananNya terdapat sebuah Juzu. Patung ini melambangkan Nichiren Shonin sedang membabarkan Saddharma Pundarika Sutra kearah Mongolia atau seberang lautan. Pada dasar patung disalah satu sisinya diukir isi dari Rissho Ankoku Ron. Dan juga dikelilingi oleh ukiran-ukiran mengenai tujuh penganiayaan besar yang dialami seumur hidup Nichiren Shonin. Biasanya orang-orang yang berkunjung
Ket. Patung Perunggu Agung dari Nichiren Shonin terletak di Taman Timur Hakata, menghadap ke Mongolia
mengelilingi seluruh patung dengan menyebut Odaimoku dan berdoa. Lukisan-lukisan itu terlihat mengkilap karena orang-orang menyentuhnya ketika mengelilingi patung tersebut. Sungguh begitu besar perhatian dan penghormatan dari seluruh umat kepada Beliau, Nichiren Shonin. Para pejiarah itu datang dari seluruh Jepang, dan ini merupakan sebuah monumen yang luar biasa dan ini membuktikan bahwa Nichiren Shonin mendapatkan tempat dihati seluruh umat dan masyarakat Jepang bahkan dunia.
15
No.11 / Agustus 2005
rencana dari YM.Bhiksu Sano. Perselisihan antara YM.Bhiksu Sano dengan organisasi agama lain terjadi disana sini. Kadang-kadang mereka mengadakan debat agama, kadangkadang menyerang secara fisik terhadap YM.Bhiksu Sano, sehingga Ia mendapatkan banyak ancaman seumur hidupnya.
P Ket. Ukiran yang mengambarkan tujuh penganiayaan yang dialami oleh Nichiren Shonin dipahat mengelilingi bagian dasar dari monumen. Terlihat mengkilap karena disentuh oleh para pejiarah.
Awal Pembangunan Patung Agung
P
ada tahun 1888, Gubernur Propinsi Fukuoka, Yasukazu Yasuba memulai merencanakan membangun sebuah monumen peringatan tentang serangan dari Mongolia ke Jepang bertempat didaerah dimana awal terjadinya peperangan. Ketika itu YM.Bhiksu Zenrei Sano, seorang Kepala Bhiksu dari Kuil Honbutsuji Nichiren Shu di Fukuoka, mendengar tentang berita ini. Beliau melakukan perundingan dan menyetujui rencana untuk meletakkan monumen patung Nichiren Shonin. Namun, rencana ini mendapat tantangan keras dari organisasi agama lainnya, sehingga rencana pembangunan tertunda.
Yorimichi Saigo dan akhirnya mendapatkan persetujuan untuk membangun patung tersebut. Pada bulan Nopember 1890, sebuah upacara pembukaan dilakukan untuk pelaksanaan proyek ini. Kemudian, untuk meningkatkan dana bagi proyek ini, YM.Bhiksu Sano bersama dengan para bhiksu pengikutnya melakukan kunjungan ke seluruh kuil dan sangha diseluruh Jepang. Namun, para bhiksu dan penganut awam dari organisasi lainnya berusaha untuk menghalangi
ada tahun 1892, dari tanggal 23 april, selama tiga hari lamanya, Upacara peletakkan batu pertama dilakukan didaerah dimana patung itu akan diletakkan di bagian timur taman. Sekitar seratus bhiksu melakukan upacara itu dan sekitar 10.000 umat memenuhi seluruh daerah upacara. Pada hari itu, perusahaan kereta api Kyushu, mengangkut penumpang dengan muatan berlebihan, bahkan ada yang berada diatas atap kereta api. Sesudah itu, YM.Bhiksu Sano dan pengikutnya melakukan kunjungan keliling seluruh Jepang dan mengumpulkan sumbangan dan bahan baku perunggu dan tembaga yang akan menjadi bahan dasar pembuatan patung tersebut. Jumlah berat keseluruhan dari sumbangan perunggu yang terkumpul adalah 37
Y
M.Bhiksu Sano kemudian memutuskan untuk membangun sebuah patung perunggu Nichiren Shonin yang akan dibangun oleh Nichiren Shu, jadi dia mengajukan ijin kepada pemerintah Fukuoka. Setelah terjadi penundaan dan hambatan beberapa kali, beliau melakukan perundingan secara pribadi dengan menteri
Ket. 2.700 bhiksu dan umat Nichiren Shu bersama-sama melakukan upacara peringatan 100 tahun patung perunggu agung Nichiren Shonin, Fukuoka - Jepang.
16
No.11/ Agustus 2005
ton. Pada musim semi tahun 1897, pembangunan pondasi dimulai dan lebih dari 200 sukarelawan datang untuk bekerja setiap hari. Meskipun secara fisik mereka harus bekerja keras, namun penyebutan Odaimoku tiada henti mengiringi pekerjaan mereka dan mengetarkan seluruh taman tersebut.
P
embuatan dari patung raksasa ini, dicetak di Tokyo dan Saga, Kyushu hal ini berkaitan dengan kemudahan transportasi. Kepala dan tangan patung dibuat di Tokyo dan badan di buat oleh perusahaan Taniguchi di Saga. Seihachi Taniguchi, pemilik dari perusahaan tersebut adalah seorang pengikut Nichiren Shu yang kuat hati kepercayaannya dan Ia menempah badan patung itu dengan tangannya sendiri. Pembuatan tubuh utama dari patung dibagi dalam tujuh bagian dan memakan waktu empat tahun, dan selesai pada tanggal 20 Juni 1904. Total keseluruhan beratnya mencapai 75 ton.
P
ada tanggal 8 Nopember 1904, sebuah upacara pembukaan patung perunggu agung Nichiren Shonin dilaksanakan. Kedua sisi dari patung itu dihiasi oleh sejumlah panji, bendera negara dan lantera. Dilihat dari sisi jalan akan terlihat sebuah kota baru muncul di taman itu. Upacara itu diselenggarakan oleh 100 orang lebih Bhiksu, dan penutup dari patung agung Nichiren Shonin pun dibuka. Tinggi keseluruhan patung mencapai 73 kaki berdiri tegak bagaikan stupa pusaka, dan dibagian dasarnya diukir lukisan tentang pembabaran Saddharma Pundarika Sutra. Semua usaha keras dari YM.Bhiksu Zenrei Sano dan pengikutnya telah terbayar pada acara ini. Air mata bercucuran di wajah YM.Sano. Sebuah contoh bagi kita semua. Gassho.
Sakyamuni Buddha dan Para Pendukung Oleh: Prof. Ken-yo Mitomo, Ph. D
N
ichiren Shonin berkata bahwa “Buddha Dharma itu akan berkembang dengan pesat jika terdapat para murid yang tulus (faktor dalam) dan dukungan dari para pengikut (faktor luar).” Sang Buddha lahir di Taman Lumbini, daerah pinggiran kota Kapilavastu. AyahNya adalah Raja Suddhodana, seorang raja dari Kapilavastu (sekarang Tilonakot, Nepal) terletak di India Tengah. Pangeran Siddhartha meninggalkan istananya untuk melaksanakan pertapaan sebagai seorang biarawan. Masalah pertama yang muncul adalah bagaimana caranya hidup sendiri, karena sejak kecil ia sudah terbiasa dikelilingi oleh para pelayan yang siap melayaninya setiap hari. Ia tidak mempunyai kekhwatiran tentang apapun dan segala sesuatunya akan dilayani secara baik. Tetapi sekarang diluar istana, ia harus menghadapi kenyataan yang sebenarnya. Ia harus meminta-minta untuk mendapatkan makanan, diganggu oleh nyamuk, lalat dan berbagai macam serangga lainnya yang memenuhi daerah tersebut. Di istana, ia mempunyai sandal yang nyaman untuk berjalan, tetapi sekarang ia harus melaksanakan praktek pertapaan, ia harus berjalan sekeliling dengan kaki telanjang. Duri bunga mawar, semak belukar, rumput, kerikil tajam, dan batu-batuan lain menyakiti kakinya ketika berjalan. Untuk sang pangeran, hal-hal seperti ini adalah untuk pertama kalinya, sehingga banyak rintangan dan kesulitan harus dialami untuk memasuki kependetaan. Dan hal ini butuh beberapa waktu untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan kenyataan yang sekarang berbeda.
17
Prof. Ken-yo Mitomo, Ph. D
Dukungan dari “Teman Yang Baik”
K
etika sang pangeran meninggalkan istana, ayahnya, Raja Suddhodana, mengirimkan lima orang kepercayaannya untuk mengikuti anaknya dan pergi untuk melaksanakan praktek pertapaan. Ini adalah sebuah wujud cinta dari seorang ayah kepada anaknya, yang berkeinginan untuk mencapai dunia luar. Sang Buddha pada akhirnya mencapai Penerangan, dan mendapat bantuan dan dukungan dari orang-orang ini. Ketika Sang Buddha telah mencapai Penerangan Agung, Beliau memberikan pembabaran yang pertama kepada para pendukungnya. Kelima orang tersebut adalah pengikut yang setia dan bersemangat, sehingga mereka juga dapat segera mencapai Jalan Penerangan.
No.11 / Agustus 2005
“Anya! Kaudinya! Apakah kamu mampu mencapai Jalan Penerangan?” tanya Sang Buddha. Ini adalah nama dari salah satu dari kelima pengikut pertama. Kemudian Sang Buddha memberitahukan kepada para muridnya tentang proses dengan “Teman Yang Baik”. Ketika kamu tidak dapat menemukan “Teman Yang Baik”, maka majulah sendiri bagaikan badak dengan cula satu. Wapadalah terhadap “Teman Yang Buruk”, mereka yang ingin kamu keluar dari jalan, kata Sang Buddha. Raja Bimbisara, raja kelima dari dinasti Saisnaga di Magadha, yang sangat mengagungkan Sang Buddha dan menginginkan Ia agar membantunya dalam memimpin tentaranya. Namun, Sang Buddha menolak, Ia berkata bahwa Ia menjadi seorang bhiksu bukan untuk mendapatkan kekuasaan atau ketenaran. Raja Bimbisara kemudian menjadi pengikut Buddha yang setia dan bersemangat sampai pada akhirnya ia dipenjara oleh anaknya sendiri, Ajatasatru, sampai akhir hidupnya. Suku Shaka, dimana Sang Buddha berasal, yang merupakan sebuah kerajaan kecil yang berlokasi di antara kerajaan Kosala dan Magadha. Sang Buddha tahu bahwa suatu hari nanti, kerajaan kecil itu akan diambil alih oleh tetangganya.
Dukungan Dari Seorang Asusila (Pelacur)
A
jaran Buddha tidak melakukan diskriminasi yang membeda-bedakan golongan dan jenis kelamin. Amrapali adalah seorang pelacur dan ia memberikan sumbangan sebuah taman dengan nama Taman Amrapali kepada Sang Buddha. Sebagian orang mengatakan bahwa sumbangan dari seorang pelacur adalah kotor; namun
Ket. Relik ini terpahat di Grandhara, Pakistan yang mengambarkan Sang Buddha sedang menerima kue dari pasir dari seorang anak lakilaki kecil, diluar Vihara Venawana. Anak kecil sedang bermain-main rumah-rumahan ketika Sang Buddha lewat untuk meminta sedekah. Legenda mengatakan bahwa anak kecil itu pada kehidupan selanjutnya menjadi Raja Asoka. Relik ini berukuran 32 x 37 x 9cm tertanggal Abad 2 atau 3 SM, sekarang tersimpan di Musium Peshawar. Foto diambil oleh Hiroki Fujita.
Sang Buddha menerimanya tanpa keraguan sedikitpun. “Persembahan dari seseorang harus diterima sebab itu akan memberikan kebajikan bagi orang tersebut,” kata Buddha. Sang Buddha sering menerima persembahan dari orang-orang miskin. Pembabaran Sang Buddha biasanya dilakukan pada sore hari, untuk menghindari udara panas di siang harinya. Ketika sore hari seluruh murid dan pengikutnya mengelilingi Beliau dengan lilin atau minyak lilin. Ketika itu angin bertiup dengan kencang sehingga memadamkan semua lilin, namun terdapat sebuah nyala api dari sebuah minyak lilin kecil yang masih menyala. Lilin itu adalah sumbangan dari seorang wanita tua miskin, ia begitu miskin sehingga hanya bisa menyumbang sedikit minyak, sekuat apapun angin bertiup tidak mampu memadamkan apinya. Ia membawa minyak lilin itu dan mempersembahkan kepada Sang Buddha dan untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Ini membuktikan bahwa meskipun seseorang itu miskin, tetapi terdapat kesungguhan hati dan kebajikan yang luar biasa. Biara Hutan Bambu
18
I
ni adalah biara pertama Buddhis yang dibangun di Magadha untuk Sang Buddha. Segera setelah Sang Buddha mencapai Penerangan, seorang yang kaya menyumbangkan sebuah Biara Hutan Bambu kepada Sang Buddha. Pada masa itu di India, Hutan Bambu adalah sungguh berharga dan sangat jarang, sehingga orang yang menyumbangkannya meskilah seorang yang sangat kaya atau ia adalah seorang raja. Seorang bhiksu harus meminta sedekah untuk hidup; kadang mereka tinggal di dalam goa atau dibawah pohon atau menginap di rumah kerabat. Sebagian orang mengatakan bahwa seorang bhiksu harus keluar dari rumah dan yang lain mengatakan untuk tinggal di rumah. Buddha tidak pernah mengatakan mana yang baik, tinggal di luar atau didalam, tetapi Beliau mengatakan bahwa tujuan utama dari seorang bhiksu adalah mencapai Penerangan Agung.
Biara Hutan Jeta
B
iara ini disumbangkan kepada Sang Buddha oleh dua orang yakni Pangeran Jeta dari Sravasti, anak dari Raja Prasenajit, dan Sudatta, seorang
No.11/ Agustus 2005
yang sangat kaya yang terkenal sering memberikan makanan kepada orang-orang miskin. Sudatta, sedang mencari sebuah tempat yang tenang dan bersih untuk biara bagi para bhiksu. Beliau menemukan tempat yang cocok di Taman Jeta Anathapindala dan bertanya kepada Pangeran Jeta, apakah tamannya itu bisa disumbangkan kepada Sang Buddha dan para muridnya. Pangeran Jeta, pada mulanya menolak, tetapi karena Sudatta begitu gigih, sehingga akhirnya ia menyerah dengan syarat: Sudatta harus terlebih dulu menyumbangkan emas yang banyak untuk mendapatkan taman itu. Ia melakukannya dan Pangeran Jeta terkejut akan kesungguhan hatinya. Jika ini merupakan sebuah hal yang baik, Ia akhirnya ingin ikut terlibat didalamnya. Berdua antara Sudatta dan Pangeran Jeta saling mendukung dan menyumbangkan Biara Taman Jeta kepada Sang Buddha dan para muridnya. Sang Buddha terlihat menyukai Biara Hutan Jeta ini dan sering tinggal disini untuk membabarkan Dharma. Tempat ini menjadi tempat pembabaran dari berbagai sutra dan ceramahNya.
kaya itu mendengar hal itu, dan segera ia mengirimkan jubah mandi untuk Sang Buddha dan para muridnya. Sejak hari itu, Sang Buddha memberitahukan kepada para pengikutnya agar mengenakan jubah mandi ketika sedang mandi. Kelengkapan seorang bhiksu terdiri dari tiga jubah dan sebuah mangkuk sedekah. Ketiga jubah itu menutupi tubuh dan mangkuk itu digunakan untuk mencari sedekah makanan. Inilah alasan kenapa mereka harus mandi telanjang, tetapi sejak hari itu mereka tidak ingin mempermalukan orang lain lagi, terima kasih atas pengertian dari para pendukung. Aturan buddhis telah berubah dari waktu ke waktu, namun tidak merubah dasar utamanya. Buddha pada awalnya tidak mengerti budaya dari masyarakat awam. Jadi, Ia terus berpergian untuk mendapat sedekah sepanjang musim. Banyak orang yang tidak menyetujui hal itu. Setelah orang-orang menyumbang biara, para bhiksu tinggal didalam biara. Dengan cara ini maka dukungan dari semua orang pun berdatangan dan menyebarluaskan Buddhisme.
Sumbangan Jubah Mandi dari Wanita Kaya
Raja Asoka, Pendukung Setelah Sang Buddha Moksa.
K
etika itu terdapat seorang wanita kaya yang ingin mengundang Sang Buddha dan kelompoknya untuk menikmati sebuah jamuan makan. Ia menyuruh seorang pelayan untuk mengundang mereka kerumahnya. Pada waktu itu hujan turun dengan derasnya, Sang Buddha dan para pengikutnya sedang mandi disungai dalam keadaan telanjang. Melihat hal itu pelayan itu segera pulang dan mengatakan kepada majikannya mengenai apa yang ia lihat dan mengatakan bahwa mereka bukan kelompok yang suci. Ketika wanita
A
pakah kamu tahu bahwa terdapa gambar seekor singa sebagai tiang utama dalam bendera India? Ini awalnya berasal dari Raja Asoka. Ketika ia berusaha menyatukan seluruh India, banyak orang yang kehilangan hidupnya dan sang raja menemukan bahwa menyatukan negeri dengan kekuatan senjata adalah salah. Beliau akhirnya memutuskan untuk menyatukan seluruh negeri dengan hukum. Raja Asoka tidak hanya menolong agama Buddha tetapi juga agama-agama lainnya. Ia menyediakan rumah 19
sakit untuk binatang, dan menanam pohon disepanjang jalan dan membangun tiang singa diseluruh India dengan Sutra Buddha tercantum didalamnya. Dalam naskah Buddhis dikatakan bahwa pada kehidupan lampaunya, Raja Asoka adalah seorang anak kecil yang mempersembahkan kue pasir kepada Sang Buddha. Sang Buddha tersenyum dan menerimanya dengan senang hati. “Kenapa Sang Buddha menerima kue ini padahal tidak bisa dimakan?” tanya salah seorang muridNya. Sang Buddha menjawab bahwa perasaan untuk memberikan adalah hal yang terpenting. Sang Buddha meramalkan bahwa pada kehidupan selanjutnya, anak kecil ini akan menjadi seorang raja yang luar biasa yang mempersatukan seluruh India. Akhirnya Raja Asoka ditempatkan dalam naskah Buddhis sebagai seorang pendukung yang terpenting. Gassho.
No.11 / Agustus 2005
ANEKA PERISTIWA NICHIREN SHU (Liputan Aneka Berita Nichiren Shu Indonesia dan Luar Negeri)
UPACARA TOKUDO 26 JUNI 2005
S
atu lagi peristiwa penting yang berlangsung dalam susunan Nichiren Shu Indonesia, yang merupakan awal dari sejarah panjang untuk Kosenrufu di Indonesia. Pada tanggal 26 Juni 2005, telah berlangsung Upacara Tokudo. Upacara Tokudo adalah upacara untuk pentabhisan seorang calon bhiksu dalam tradisi Nichiren Shu. Upacara ini adalah tahap awal dari tiga tahap yang harus dilalui oleh seseorang yang berkeinginan untuk mengabdikan hidupnya dalam tugas seorang Bhiksu. Tahap kedua adalah Upacara Docho, yang diadakan di Kuil Seicho-Ji, dimana merupakan tempat Nichiren Daishonin masuk sebagai calon bhiksu, maka jarak waktu antara upacara Tokudo dan Docho adalah 3 tahun. Tahap terakhir adalah pelatihan selama 30 hari di Kuil Pusat Nichiren Shu, Minobusan Kuon-Ji, yang merupakan tempat pelatihan bagi para calon-calon bhiksu/ bhiksuni. Jarak waktu dari Upacara Docho Ket. (Atas) kiri; Shami Josho S.Ekaputra dan kanan; YM.Bhiksuni Myosho Obata, (Bawah - Kiri); Foto bersama dengan umat Tangerang, (Bawah - Kanan); Foto bersama dengan anggota Yayasan Atman Shakti - Bandung
20
No.11/ Agustus 2005
dengan pelatihan adalah 10 tahun. Seorang calon bhiksu Nichiren Shu tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan selang waktu itu juga melatih diri dan dibimbing oleh seorang bhiksu/i (guru). Upacara Tokudo ini dipimpin oleh YM.Bhiksuni Myosho Obata dibantu oleh YM. Bhiksu Dairyo Tomikawa (Misssionary Department Nichiren Shu Headquater), dan YM.Bhiksu Kakimoto (General Affair Department Nichiren Shu Headquater). Calon bhiksu Nichiren Shu Indonesia adalah Sdr.Sidin Ekaputra. Keinginan untuk menjadi seorang Bhiksu sudah lama dipendam dan sekarang adalah langkah awal perjalanan untuk mencapai tujuan tersebut. Upacara yang berlangsung sekitar 1 jam lebih ini dihadiri oleh lebih dari 30 orang yang terdiri dari umat Tangerang, Jakarta, dan utusan dari D.I.Yogyakarta (2 orang) serta terdapat juga para anggota dari Yayasan Atman Shakti - Bandung. Pada upacara ini, terdiri dari beberapa tahapan diantaranya; pembacaan Sutra, mengenakan pakaian kasaya (putih) untuk Sdr.Sidin Ekaputra, prosesi cukur rambut (hanya sekedar ceremonial)
Ket. (Atas) Nama Buddhis dari Shami Josho dengan guru pembimbing YM.Bhiksuni Myosho Obata; (Bawah) upacara pemberian nama Buddhis oleh YM.Bhiksuni Myosho Obata kepada Shami Josho S.Ekaputra
dan janji menjadi seorang Shami / Samanera, mengenakan jubah hitam serta juga upacara pemberian nama Buddhis. Upacara berlangsung dengan hikmat dan sakral, semua anggota mengikuti dengan serius jalannya upacara. Adapun nama buddhis sebagai seorang shami bagi Sdr.Sidin Ekaputra adalah Shami Josho, yang berarti "Menyinari" atau boleh dikatakan diharapkan Shami Josho selalu dapat memberikan kesejukan dan pencerahan bagi semua umat Nichiren Shu Indonesia. Nichiren Shu Buddhisme mempunyai Tiga Tiang Pokok (Tri Ratna) yaitu Buddha, Dharma dan Sangha. Sangha adalah terdiri dari para Bhiksu/Bhiksuni, Shami/Shamini dan Umat Awam serta dipimpin oleh Nichiren Daishonin sebagai pemimpin dari Bodhisattva Muncul dari Bumi (Jogyo Bosatsu / Visistakaritra). Kesatuan antara para Bhiksu/ Bhiksuni, Shami/Shamini dan umat awam adalah sebuah keharmonisan yang utama. Bersama-sama bersatu hati untuk menyebarluaskan Dharma "Namu Myoho Renge Kyo" adalah tujuan utama bagi semua muridmurid Nichiren Daishonin. Sekarang susunan Nichiren Shu Indonesia telah lengkap, kini perjuangan untuk menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra akan semakin berkembang dari hari ke hari. Mari kita bersama-sama mewujudkan cita-cita agung pendiri kita, Nichiren Daishonin dan menciptakan kedamaian di Indonesia. Gassho. Namu Myoho Renge Kyo. Ket.Foto-foto selengkapnya lihat di website: www.nshi.org 21
No.11 / Agustus 2005
KONFERENSI TAHUNAN PARA BHIKSU/BHIKSUNI MISIONARIS DI TOKYO 17-19 MEI 2005
D
epartemen Misionaris, Kantor Pusat Nichiren Shu, mengadakan acara rutin konferensi bhiksu/bhiksuni misionaris luar negeri dari tanggal 17 sampai 19 mei 2005, di Kantor Pusat Nichiren Shu di Tokyo - Jepang. 19 orang bhiksu/bhiksuni misionaris menghadiri acara tersebut, mereka berasal dari Amerika Serikat, Korea, Malaysia, Inggris, Italia, dan Brasil dan 6 orang bhiksu dari Amerika Serikat, India dan Jerman bergabung dalam konferensi Ket. (Atas) Para bhiksu/bhiksuni misionaris berdiskusi mengenai permasalahan dalam tugas mereka dan (Bawah) berfoto bersama didepan Kantor Pusat Nichiren Shu, Tokyo - Jepang ini untuk mengemukakan Kechien.” “Rissho Ankoku” untuk melakukan reformasi sistem permasalahan dan informasi terbaru mengenai misionaris diluar berarti menyebarkan kedamaian misionaris luar negeri, yang telah negeri, dan juga mengenai kesiapan melalui penyebaran Dharma Sejati dibahas selama beberapa tahun ini. mereka untuk Kampanye Odaimoku yang didasarkan risalah “Rissho "Perubahan ini bertujuan agar kerja di seluruh dunia untuk menyambut Ankoku-ron,” dan “Odaimoku dari para misionaris diluar negeri kelahiran dari pendiri kita, Nichiren Kechien” berarti menyebarkan dapat berjalan lebih baik dan mudah bibit Odaimoku. Komite Urusan pada masa depan," kata YM.Bhiksu Daishonin yang ke-800. YM.Bhiksu Giko Tabata, Internasional Kantor Pusat, yang Ishii. Para bhiksu / bhiksuni Direktur Departemen Misionaris, bertujuan untuk memutuskan strategi menyampaikan penjelasan mengenai dalam misionaris diluar negeri, juga misionaris saling bertukar pendapat kampanye baru ini yang ditujukan mengumpulkan informasi mengenai tentang penyebarluasan dharma untuk menyambut ulang tahun ke- keadaan pelaksanaan misionaris, diluar negeri. Acara ditutup oleh 800, Nichiren Daishonin, dengan YM.Eiyu Ishii, ketua dari Komite YM.Bhiksu Tansei Iwama, kepala tentang rencana administrasi Nichiren Shu, yang tema “Rissho Ankoku Odaimoku menjelaskan mendukungan agar semua bekerjasama untuk mewujudkan keinginan luhur dari pendiri kita, Nichiren Daishonin agar Odaimoku ini tersebarluas diseluruh dunia sehingga tercipta kebahagiaan dan perdamaian dunia. Gassho. 22
No.11/ Agustus 2005
Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu
(Menjelajahi Kuil-Kuil Nichiren Shu di seluruh Jepang dan Dunia) Oleh: Sidin Ekaputra,SE
KUIL MYOGON ZAN HONGAKU JI • Nama Resmi : Myogon Zan Hongaku-Ji • Sekte: Nichiren Shu Buddhisme • Didirikan Pada tahun: 1436 Oleh: Mochiuji Ashikaga • Bhiksu Pendiri: Ichijo Nisshutsu • Objek Utama Pemujaan : Sekelompok Rupang dan Stupa Odaimoku • Alamat: 12-12, Komachi 1-chome, Kamakura, Kanagawa 248-0006 • Luas Kuil: 8,500 meter persegi • Lokasi: 300 meter selatan dari stasiun Kamakura • Biaya masuk: Gratis • No Telepon: 0467-22-0490 • Penginapan : Tersedia
Latar Belakang Sejarah
S
ejak awal kuil ini mempunyai hubungan yang erat dengan Nichiren Shonin (1222-1282), pendiri dari Nichiren Shu Buddhisme. Beliau adalah seorang bhiksu yang luar biasa, dengan gagah berani mengkritik sekte-sekte buddhisme lainnya atas kesalahan mereka. Kenyataannya, Ia mendapatkan Empat Penganiayaan Besar sepanjang hidupnya. Pada kasus terakhir, Beliau dihukum mati, namun dapat selamat dari hukuman tersebut dan menjalani hukuman pembuangan Ket. (Atas), Kuil Hongaku-ji, (bawah) peta kuil
23
No.11 / Agustus 2005
Ket. (Atas) Aula Ebisudo dan (Bawah) Pintu Gerbang "Nio" (Dua Dewa)
ke Pulau Sado pada tahun 1271. Tiga tahun lamanya, setelah itu Beliau kembali ke Kamakura. Tempat dimana Ia tinggal di Aula Ebisudo, pada saat sekarang menjadi Kuil Hongaku-Ji. Pada masa lalu, kuil ini adalah merupakan cabang dari sekte Tendai. Pada masa lampau, tempat ini adalah merupakan tempat kapal melakukan bongkar muat yang melalui sungai Nameri untuk membongkar muat berbagai macam barang bawaan. Pemerintah menetapkan tempat ini sebagai daerah perdagangan dan melarang melakukan bisnis ditempat lain. Ebisu atau Dewa Perdagangan, Nelayan dan Keberuntungan, dipuja ditempat ini yang dipercaya akan membawa keberuntungan dan rejeki bagi penduduk setempat. Nichiren tinggal di tempat ini selama enam minggu dan terus berusaha agar pemerintah dapat menerima ajaran Saddharma Pundarika Sutra tetapi tetap mengalami kegagalan. Dalam perasaan kecewa, akhirnya Ia meninggalkan Kamakura dan memasuki pengasingan di Gunung Minobu, Propinsi Yamanashi, dimana
ia mempunya sebuah gubuk dan kemudian membangun sebuah kuil yang dikenal sebagai Kuon-Ji, Kuil Pusat dari Sekte Nichiren Buddhisme. Setelah Ia meninggal pada tahun 1282, abuNya dimakamkan disini. Pada tahun 1436, 150 tahun setelah Nichiren meninggal dunia, Bhiksu Nisshutsu (13811459), seorang pengikut Nichiren
24
Shu, datang ke Kamakura dari Propinsi Shizuoka Prefecture untuk menyebarluaskan ajaran Nichiren Buddhisme. Sebagaimana Nichiren, Beliau juga sering mendapatkan rintangan dari pemerintah. Mochiuji Ashikaga (1398-1439), pendiri dari kuil ini, yang merupakan penguasa Gubernur Kamakura pada waktu itu sangat marah akan penyebaran yang dilakukan oleh Nisshutsu’s, Mochiuji sekali pernah mencoba menetapkan hukuman berat kepadanya. Tetapi kepribadian Nisshutsu’s yang baik, telah merubah pikiran Mochiuji’s. Ia mengenali Bhiksu Nisshutsu sebagai seorang lelaki yang tulus, seorang yang punya integritas. Mochiuji tidak hanya memaafkan dia, tetapi juga memberikan Aula Ebisudo. Aula ini adalah bagian asli dari Kuil ini. Bhiksu Nisshutsu merubah kepercayaan dari kuil ini menjadi Nichiren Shu Buddhisme sebagai penghargaan kepada Nichiren, pendiri dari Nichiren Shu Buddhisme. Kepala Bhiksu Kuil ke-2 adalah Bhiksu Niccho (1421-1500), yang juga melayani sebagai Kepala Kuil ke-11, Kuon-Ji, membawa bagian dari abu Nichiren dari Kuon-Ji
No.11/ Agustus 2005
ke kuil ini. Kuil Kuon-ji berjarak 130 kilometer sebelah barat Kamakura dan merupakan sebuah gunung yang tinggi, dengan ketinggian 1.153 diatas permukaan laut. Pada hari ini sudah terdapat kereta kabel yang akan membawa kita kesana dalam beberapa menit. Dengan terdapatnya abu Nichiren di kuil ini, maka hal itu menempatkan kuil ini menjadi sejajar dengan Kuil Kuon-Ji yang juga disebut Higashi Minobu. Daerah ini terdapat banyak para nelayan yang tinggal disekitar Kamakura. Sebuah jembatan yang terdapat didepan kuil disebut Jembatan Ebisudo, dan merupakan tempat yang sangat sibuk pada masa lalu. Bhiksu Niccho sering menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit mata, akan dapat sembuh jika berkunjung ketempat ini dan berdoa dengan tulus. Ia sendiri menderita penyakit mata yang akut, tetapi dapat sembuh berkat hati kepercayaannya kepada Saddharma Pundarika Sutra. Kuil ini juga menyebut dirinya sebagai ‘Nicchosama’ (sama adalah sebuah gelar kehormatan, hampir sama denga san) sebagaimana yang terjadi telah begitu banyak mereka yang mengalami penyakit mata sembuh setelah berkunjung ke kuil ini. Bahkan sampai saat sekarang, mereka yang mengalami sakit mata datang kesini mengharapkan penyembuhannya. Kuil ini juga terdiri dari sebuah Pintu Gerbang Nio-mon (Pintu Dua Dewa), Aula Utama, Soshido (Aula Bhiksu Pendiri) , ruang tamu, tempat tinggal bhiksu, Aula Ebisudo, bel, dan lain-lain.
Pintu Gerbang ‘Nio-mon ‘
P
ada tahun 2000, kuil melaksanakan sebuah acara besar yang disebut ‘Onki’ (biasanya dilaksanakan setiap 500 tahun sekali untuk Bhiksu
Ket.Tugu Peringatan Masamune Okazaki
agung) untuk memperingati 500 tahun meninggalnya Bhiksu Niccho. Untuk memperingati peristiwa itu, kuil mulai merenovasi pintu gerbang ini pada tahun 1999. Pintu gerbang baru ini selesai pada April 2002.
Aula Utama
O
bjek utama pemujaan di kuil ini adalah rupang Tiga Serangkai yaitu rupang Buddha Sakyamuni berada ditengah, diapit oleh rupang Fugen Bosatsu (Bodhisattva Samantabhadra) disebelah kiri, dan sebelah kanan terdapat rupang Monju Bosatsu (Bodhisattva Manjusri). Rupang Buddha Sakyamuni itu setinggi 105.7 centimeters, rupang Monju 57.1 centimeters dan rupang Fugen 56.1 centimeters. Semuanya dibuat pada abad ke-14 dan merupakan sebuah karya luar biasa dengan gaya Sung. Sebagaimana semua kuil Nichiren Shu, selalu terdapat Sanbohonzon yang juga di semayamkan di aula ini bersama dengan objek lainnya. Sanbo sesungguh berarti Tiga Elemen (Buddha, Dharma dan
25
Sangha), dan dalam sekte Nichiren, terdapat sebuah stupa ditengahtengahnya. Yang mana diatasnya ditulis aksara Namu Myoho Renge Kyo (Odaimoku). Disekeliling Stupa itu terdapat rupang Tiga Elemen dan rupang Nichiren didepannya. Berikut ini beberapa rupang yang terdapat dialtar: • Rupang kayu Bhiksu Nisshutsu, Bhiksu pendiri, dan Bhiksu ke-2 Niccho. • Rupang kayu Kishimojin atau Hariti, Dewi Anak-anak. Rupang ini dengan posisi tangan kiri memegang seorang bayi. • Rupang kayu Jikokuten atau Dhrtarastra, satu dari Empat Raja Langit . • Sepasang Daikokuten (Mahakala), atau dewa Kekayaan Bishamonten (Vaisravana.), atau dewa Pusaka dan Perang. Semua rupang ini dibuat pada periode Edo (16031868), dengan tinggi 1.8 meters. Kuil ini juga menyimpan banyak tulisan-tulisan kuno. Termasuk tujuh bagian tulisan dari
No.11 / Agustus 2005
terdapat Shichifukujin atau Tujuh Dewa Keberuntungan di Kamakura.
Bel Besar
D
Ket. (Atas) Bel Besar Kuil, (Bawah) Perayaan Ebisudo setiap 10 Januari
Nichiren, sebuah surat yang ditulis oleh Niccho dan lain-lain.
Aula Soshido
S
ebelah kanan dari Aula utama terdapat sebuah bangunan yang disebut Soshi Bunkotsudo, dimana abu Bhiksu Nichiren yang dibawa dari Gunung Minobu ditempatkan. Ini menjadikan kuil sebagai salah satu kuil penting yang menyimpan abu Nichiren Shonin selain Kuil Ikegami Honmonji, dan Kuil Kuonji Minobu.
mancing ditangan kanannya. Dalam aula ini, juga terdapat sebuah rupang Nichiren yang terletak ditengahtengahnya. Sebuah festival rutin dilaksanakan pada tanggal 10 Januari setiap tahunnya. Para pedagang mengunjungi tempat ini dan berdoa agar usah dan keberuntungan bagi mereka. Disamping Ebisu disini juga
Aula Ebisudo
A
ula ini telah dibangun pada tahun 1981 untuk memperingati 700 tahun kematian dari Nichiren. Bangunan berbentuk bersegi delapan ini dengan atap bulat. Ebisu adalah nama dari dewa Jepang untuk Perdagangan dan Nelayan. Juga disebut Mercuri Jepang. Rupang ini biasanya memegang seekor ikan air tawar ditangan kirinya dan alat 26
ibuat pada tahun 1410, ini sebuah bel yang dibuat khusus untuk kota Kamakura. Terdapat cerita yang menarik dari bel ini. Aslinya bel ini bertempat dan milik dari sebuah kuil di Propinsi Chiba. Ketika Bhiksu Nisshutsu sebagai kepala kuil, ia mengadakan debat agama Buddha dengan bhiksu dari kuil tersebut dan Ia menang dan mendapatkan bel ini. Permasalahan muncul, bagaimana cara untuk memindahkannya. Beruntunglah, ia mempunyai para pelayan yang berbadan kuat, sehingga mereka akhirnya bisa mengangkut bel tersebut ke Kamakura. Berat bel tersebu adalah 700 kg. Bel yang asli sekarang tersimpan di Musium Sejarah Propinsi di Yokohama, dan yang ada dikuil ini adalah duplikasinya.
Tugu Peringatan Masamune Okazaki
Untuk
No.11/ Agustus 2005
M
asamune adalah seorang yang sangat terkenal dan pembuat pedang yang handal di Jepang. Namun tanggal lahir dan meninggalnya serta tempat tidak diketahui sampai sekarang, diyakini bahwa ia tinggal didekat Kuil Jufukuji pada akhir periode Kamakura (1185-1333) dan membuat banyak pedang-pedang yang luar biasa. Nama Masamune serta merta mengingatkan kita kepada pedang samurai Jepang, tidak hanya sekedar sebagai sebuah senjata tetapi juga sebuah bentuk karya seni yang tinggi. Pedang dihormati sebagai jiwa dari para samurai. Pedang sering dipersembahkan untuk tempat-tempat suci Shinto. Di tempat pemakaman kuil, Ia dan tugu peringatan untuk anaknya Sadamune dibuat dalam bentuk Hokyo-into. Ketika Nichiren kembali ke Kamakura pada tahun 1274 dari Pulau Sado, Beliau tinggal di Ebisudo. Mendengar hal ini, Masamune mengunjunginya untuk bertanya tentang ajaran Beliau. Nichiren mengajarkan ajaranNya kepada beliau. Pada akhirnya Masamune menjadi percaya dan mengikuti Nichiren. Arti dari nama Masamune adalah Masa berarti benar, dan Mune berarti agama dalam aksara china. Jadi nama dari Masamune berarti agama yang benar, atau Saddharma Pundarika Sutra. Namun, kuil ini baru dibangun pada tahun 1436, lebih dari 100 tahun setelah Masamune wafat. Tugu Hokyo-into dibuat pada tahun 1836 oleh sebuah kelompok pembuat pedang di Tokyo, mereka yang mempelajari teknik dari Masamune. GASSHO.
Buku - Buku dan Makalah : 1. Buku Nichiren Shonin di Pertapaan Gunung Minobu, Oleh: YM.Bhiksu Nichiyu Iwama, Kepala Bhiksu Kuil Kuon-Ji 2. Buku Penjelasan Gohonzon Nichiren Shu, Oleh Shami Josho S.Ekaputra 3. Buletin "Lotus" Terbit Setiap Bulan 4. Makalah "Tiga Hukum Rahasia Agung" Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai 5. Makalah "Penjelasan Odaimoku" Oleh: YM.Bhiksu Shoryo Tarabini 6. Makalah "Silsilah Nichiren Shu" Oleh: Shami Josho S.Ekaputra 7. Makalah "Perbedaan dan Persamaan Antara Nichiren Shu, Nichiren Shoshu, dan Soka Gakkai, Oleh: YM.Bhiksu Shoryo Tarabini 8. Makalah "Isu Klaim dari Nichiren Shoshu" Oleh:Shami Josho S.Ekaputra 9. Buku Dokyo Nichiren Shu Indonesia (3 bahasa; Inggris, Indonesia, Mandarin)
CD dan VCD :
1. VCD "Life Of Nichiren Daishonin" (Animasi) 2. CD "Dokyo" Nichiren Shu 3. VCD Pameran "Nichiren Art and Belief" 4. VCD 750 thn Nichiren Shu Buddhisme 5. VCD Pembukaan Nichiren Shu Indonesia 6. VCD Nichiren Shu Youth Retreat at Minobu 7. VCD Kuil-Kuil Nichiren Shu dan Tempat Bersejarah Lainnya 8. VCD Kuil Pusat Nichiren Shu "Minobusan Kuon-Ji" 9. CD "Saddharma Pundarika Sutra" Mandarin, Bab.25, dll
Rupang dan Juzu :
1. Rupang Nichiren Daishonin, dibuat dari kayu lengkeng - china 2. Juzu untuk pria dan wanita, dll
Untuk Pemesanan Buku, Makalah, CD, VCD, Rupang dan Juzu, Silahkan hubungi Sdr. Sidin Ekaputra, Hp.081311088060
27
No.11 / Agustus 2005
JADUAL DAN BAHAN pelajaran JAKARTA, TANGERANG, BATAM, JAWA TENGAH DAN D.I.YOGYAKARTA
BAHAN PELAJARAN ::: MINGGU I, 7 AGUSTUS 2005 Bahan : Topik Utama : "Cahaya Terang Odaimoku Menerangi Dunia" MINGGU II, 14 AGUSTUS 2005 Bahan: Ceramah Bhiksuni Myosho Obata: "Dimana Surga dan Neraka?" MINGGU III, 21 AGUSTUS 2005 Bahan: Goibun Nichiren Shonin "Shokyo To Hokekyo To Nan'i No Koto" MINGGU IV, 28 AGUSTUS 2005 Bahan : Diskusi Umum
JADUAL PERTEMUAN :::
Topik Utama:
~Cahaya Terang Odaimoku Menerangi Dunia, Hal. 01
Ceramah :
~Dimana Surga dan Neraka ?, Hal.04 ~Buddha Sakyamuni dan Para Pendukung, Hal.17
Goibun:
JAKARTA (SETIAP MINGGU): 10:00 - 10:40 Dokyo Shodai (Membaca Paritta dan Odaimoku) 10:40 - 12:00 Pelajaran / Diskusi
~Shokyo To Hokekyo To Nan'i No Koto, Hal.09
TANGERANG (MINGGU KE-3) 14:00 - 14:30 Dokyo Shodai 14:30 - 16:00 Pelajaran / Diskusi
~Seri Pelajaran Mahayana, Hal.06 ~Sebaiknya Anda Tahu, Hal.12 ~Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra, Hal.13 ~Seri Kata-kata Mutiara Nichiren Shonin, Hal.14 ~Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu, Hal.23
SEMARANG / JAWA TENGAH (SETIAP RABU) 19:00 - 21:00 Dokyo Shodai / Pelajaran / Diskusi D.I.YOGYAKARTA (SETIAP JUMAT) 20:00 - 22:00 Dokyo Shodai / Pelajaran / Diskusi
Serba Serbi:
Aneka Peristiwa:
PENGUMUMAN Mulai Pebruari 2005, bagi anda yang ingin memberikan Dana Paramita untuk Yayasan Buddhis Nichiren Shu Hokekyo Indonesia, atau Cetya Pundarika, Sunter dapat melakukannya melalui Transfer Bank dengan data sebagai berikut:
Bank Central Asia (BCA) KCP.Muara Karang No.Account : 637-012-8152 A/N: Nichiren Shu Hokekyo Indonesia
~Perayaan 100 thn, Patung Nichiren Hakata, Hal.15 ~Upacara Tokudo, Hal.20 ~Konferensi Bhiksu / Bhiksuni Misionaris, Hal.22
Dana Paramita Buletin "LOTUS"
Rp.6.000,-
(Dapat juga download di www.nshi.org)
Alamat Redaksi Buletin "LOTUS" : Apartemen Permata Surya I, Blok.A No.201, Cengkareng - Jakarta Barat. Telp.081311088060, Email:
[email protected] Website: www.nshi.org 28