J. Hidrosfir Indonesia
Vol.3
No.1
Hal. 7-14
Jakarta, April 2008
I SSN 1907-1043
CAD_TOOL (Cage Aquaculture Decision Support Tool) Perangkat Pendukung Keputusan Dalam Budidaya Keramba Jaring Apung Arif Dwi Santoso Peneliti Oseanografi Biologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract CADS_TOOL is a software decision support tool for floating net cages management which constructs of two elemens, software and technic module. It has been developed by the copyright holders (the Australian Centre of International Agriculture Research (“ACIAR”), the Australian Institute of Marine Science (“AIMS”) and the Departem Kelautan dan Perikanan (“DKP” : Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Indonesia) as a tool. The objective of this software is to classify a site, to select the best site from several site alternatives, to calculate the sustainable holding density of a chosen site and to perform a basic economic appraisal of a farm at that site. CADS_TOOL includes 4 models for calculating holding or carrying capacity as sub-tabs under the Holding Capacity tab. For marine cages, the methods used are: Simplified MOM based on Stigebrandt et al., (2004), Tookwinas et al. (2004) and Hanafi et al. (2006), while Pulatsü et al. (2003) is used for freshwater cages in lakes/dams. In this paper will describe only a Tookwinas model. Key words : CAD_TOOL, KJA, Carying capacity
1. PENDAHULUAN Kegiatan penentuan padat penebaran (stocking rate) pada setiap tahapan perbenihan maupun pembesaran ikan merupakan kegiatan yang sangat menentukan dalam menunjang keberhasilan usaha budidaya tersebut(1). Penerapan padat penebaran yang tepat selain akan menimimasi kondisi lingkungan budidaya yang buruk juga akan memberi kesempatan yang cukup baik bagi biota budidaya dalam memanfaatkan pakan, oksigen dan ruang budidaya secara optimal sehingga pertumbuhan ikan budidaya berjalan secara optimal pula. Saat ini telah banyak tersedia sistem pendukung keputusan untuk tujuan kegiatan budidaya perairan.
Penggunaanya mulai dari seleksi dan penentuan perizinan kawasan budidaya perairan (2) dan perencanaan fasilitas pembuangan hara(3), manajemen produksi hatchery(4), peramalan produksi budidaya perairan(5), membantu kegiatan penelitian dan manajemen budidaya perairan (6) serta mendukung dalam evaluasi dampak ekonomi (7). Perangkat pendukung keputusan yang dikembangkan ini disebut CADS_TOOL (Cage Aquaculture Decision Support Tool). Tujuan dari pengembangan perangkat lunak ini adalah untuk: • Mengklasifikasikan suatu lokasi • Memilih lokasi yang terbaik dari beberapa alternatif pilihan lokasi(8)
CAD tool suatu perangkat ...J. Hidrosfir Indonesia Vol. 3 (2): 7-14
7
• Menghitung daya tampung ikan yang berkelanjutan dari lokasi yang terpilih(9). • Melakukan penilaian ekonomi dasar untuk keramba budidaya.
Terdapat empat modul pendukung dalam paket ini. Modul klasifikasi lokasi dan seleksi lokasi saling terhubung untuk menilai layak-tidaknya suatu lokasi untuk kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung. Modul kapasitas tangkar untuk menaksir daya dukung lokasi terdiri atas 4 (empat) model. Modul penilaian ekonomis dimaksudkan untuk penentuan potensi kelayakan ekonomis suatu areal budidaya. 2.1. Klasifikasi lokasi Dalam modul ini, sebuah perairan diklasifikasikan dalam 3 kategori kelayakan (rendah, sedang atau tinggi) berdasarkan pada kualitas air, kualitas substrat, hydrometeorology dan sosial ekonomi. Setiap faktor tersebut ditentukan oleh tiga parameter terukur. Kualitas air diwakili oleh konsentrasi oksigen terlarut, kandungan amonium, kecerahan. Sementara itu, kualitas substrat ditentukan melalui tekstur sedimen, potensial redoks (reduksi oksidasi) dan kandungan bahan organik. Beberapa data input yang dibutuhkan untuk penentuan suatu lokasi adalah:
2.
3. 4. 5.
6.
8
8. 9. 10.
2. MODUL PROGRAM
1.
7.
Oksigen (mg/L): Konsentrasi Oksigen (mg/L) di permukaan air, dengan kisaran 0-10. Amonium (mg/L): Konsentrasi Amonium (mg/L) di permukaan air, dengan kisaran 0-180. Kedalaman Secchi (m) : Kecerahan Tekstur sedimen: Kategori 1 (lumpur), 2 (pasir berlumpur) dan 3 (pasir). Redoks potential (mV): Potensial redoks sediment (mV), dengan rentang nilai -250 hingga + 250. Kandungan bahan organik sedimen (%), dengan kisaran 0-20.
11.
12.
Arus (m) / Kecepatan arus permukaan, dengan kisaran 0-300. Tinggi gelombang berarti (m), dengan rentang 0-3. Kedalaman Air, dengan kisaran 0100. Pasar. Jauh atau dekatnya dengan pasar, Kolom ini diisi dengan “near” jika ikan dapat mencapai pasar dalam kondisi segar tanpa menuntut infrastruktur khusus e.g. lemari es. Infrastruktur. Pada kolom ini, diisi “available” jika semua fasilitas yang dapat menjaga agar ikan tetap segar sampai di tempat pemasaran, seperti sarana ransportasi yang memadai, freezer dan lain-lain. Regulasi. Di kolom ini harus diisi “available” jika terdapat perangkat regulasi yang mencegah perusakan lingkungan dan konflik penggunaan lahan atau terdapat perangkat regulasi tentang zonasi di lokasi tersebut.
2.2. Seleksi Lokasi Seleksi lokasi digambarkan dengan nilai-nilai pada klasifikasi lokasi yang secara otomatis dimasukkan dari input Tab Klasifikasi lokasi dan selanjutnya seleksi lokasi ditentukan oleh 4 kriteria. Untuk setiap kriteria, terdapat 3 sub-kriteria. Satu-satunya input yang diperlukan adalah pembobotan kriteria dan subkriteria yang dilakukan oleh pengguna perangkat lunak ini (index of relative importance) dengan cara mengetikan nilai dari 1 – 100 (dalam persentase). Pembobotan ini merupakan penilaian secara subjektif, tergantung pendapat pengguna. Bobot total untuk kriteria dan subkriteria harus bernilai 100. Keseluruhan kelayakan suatu lokasi secara otomatis dihitung menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process)(10). 2.3. Kapasitas Tangkar Daya dukung lingkungan untuk operasional budidaya ikan dalam keramba jaring apung dapat diartikan sebagai tingkat
Santoso, A. D. 2008
kelayakan keberlanjutan produksi yang dapat diperoleh pada suatu badan air tanpa memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan misalnya penyuburan perairan (eutrofikasi), blooming alga atau memberikan pengaruh buruk terhadap ekosistem sensitif lainnya seperti terumbu karang”. (ACIAR/NACA workshop on carrying capacity, Nov 2007). CADS_TOOL terdiri atas 4 model untuk menghitung kapasitas asimilasi atau daya dukung sebagai sub-tabs pada Tab Kapasitas tangkar. Untuk keramba di laut, metode yang digunakan adalah MOM yang disederhanakan berdasarkan pada Stigebrandt dkk.., ( 2004)(11), Tookwinas dkk.. (2004) (9) dan Hanafi dkk. (2006) (12) .
Selain itu, untuk aplikasi keramba jaring apung di danau atau bendungan digunakan metoda yang dikemukakan oleh Pulatsu dkk. ( 2003)(13). 2.4. Model Tookwinas dkk. Model ini dikembangkan untuk budidaya ikan kakap (Lates calcarifer) dan jenis ikan kerapu (Epinephelus spp) di perairan laut Thailand, dan didasarkan pada kebutuhan oksigen. Dengan demikian, model ini bergantung pada pengukuran konsentrasi oksigen. Metode ini menaksir biomass ikan yang dapat ditampung di dalam suatu area budidaya. Tampilan model Tookwinas dkk. disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tampilan awal CAD_TOOL
CAD tool suatu perangkat ...J. Hidrosfir Indonesia Vol. 3 (2): 7-14
9
3. DATA INPUT CADS_TOOL 3.1 Pengukuran Sifat Fisik Perairan 3.1.1. Arus Permukaan Kecepatan arus permukaan dapat diukur melalui berbagai metode, mulai dari observasi terhadap kecepatan hanyut suatu obyek sampai dengan penggunaan pengukur kecepatan arus elektronik dimana data kecepatan arus dapat diinput oleh perangkat tersebut secara otomatis. Jika penerapan teknologi dapat dilakukan pada perairan tertentu, maka penggunaan perangkat elektronik pengukuran arus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang berkualitas berdasarkan skala waktu yang lebih akurat dan variabilitas data yang lebih baik. Namun demikian, informasi yang bermanfaat masih dapat diperoleh walaupun menggunakan perangkat yang sederhana. Penggunaan perangkat sederhana tersebut lebih sering ditemukan di areal kegiatan budidaya ikan dalam keramba. Sebuah pendekatan yang sederhana adalah dengan menghitungan jarak hanyut suatu obyek yang mengapung dalam jangka waktu yang telah diketahui. Dalam kasus ini, obyek dapat berupa apapun yang mengapung, walaupun obyek yang sedikit tenggelam di bawah permukaan air (dengan minimal bagian dari obyek tersebut terpapar di permukaan air) lebih disukai untuk mengurangi pengaruh hembusan angin. Beberapa obyek yang dapat digunakan adalah buah kelapa, jaring yang mengapung dan diberi pemberat atau potongan kecil botol plastik. Dengan menggunakan obyek yang tidak bergerak (seperti keramba atau perahu yang ditambatkan) sebagai referensi. Dengan menggunakan stopwatch, hitung waktu yang dibutuhkan oleh obyek tersebut hanyut dan mencapai jarak yang telah ditentukan. Ketika pengukuran selesai, Hitung kecepatan arus dengan cara membagi jarak hanyut dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai jarak hanyut. Prosedur ini dapat diulang dengan interval secara regular (perjam) selama beberapa hari 10
untuk diperoleh temporal variabilitas kecepatan arus dan diperoleh rata-rata kecepatan arus yang lebih akurat. 3.1.2. Simpangan Baku Kecepatan Arus Observasi kecepatan arus dengan menggunakan prosedur di atas dapat digunakan untuk memperkirakan standar deviasi kecepatan arus. Jika M adalah total jumlah observasi pengukuran kecepatan arus dan u1 dan uo secara berturut-turut adalah observasi ke-i dan rata-rata kecepatan arus, maka standar deviasi kecepatan arus ó dapat dihitung dengan rumus m ó = [1/M (Ó(ui - uo)2]1/2 i=1
dalam perhitungannya, dapat pula disederhanakan menggunakan kalkulator atau program Microsoft Excel. 3.1.3. Tinggi Gelombang (Hs) Perbedaan tinggi gelombang Hs adalah rata-rata tinggi sepertiga pasang tertinggi dalam satu urutan waktu yang bekesinambungan. Pengamatan tinggi pasang dapat dilakukan dengan mengobservasi perubahan tinggi permukaan air laut terhadap objek yang stabil seperti tiang dermaga atau penahan gelombang. Dengan membuat tanda skala vertikal (interval 5 cm) pada obyek yang stabil tersebut, seorang pengamat dapat menghitung ketinggian pasang (dari dasar hingga puncak kurva) dan jumlah total gelombang setelah jangka waktu yang telah ditentukan. Pengamatan ini sebaiknya diulangi beberapa kali selama terjadi perbedaan pasang dan keadaan angin. Akumulasi tinggi gelombang dalam satu urutan waktu kemudian disortir dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi dan dianalisa untuk menghitung rata-rata tinggi sepertiga pasang tertinggi selama pengamatan gelombang.
Santoso, A. D. 2008
3.1.4. Kedalaman Air Survei batimetris dilakukan untuk mengetahui variabilitas sebagian kedalaman air. Survey ini dapat dilakukan baik menggunakan echo-sounding maupun dengan peralatan sederhana seperti dengan cara mengukur kedalaman dengan menjatuhkan tali yang dipasangi pemberat hingga ke dasar perairan, selanjutnya panjang tali dihitung. Untuk posisi pengambilan titik, sebaiknya menggunakan GPS. 3.1.5. Kecerahan Kecerahan air dapat diukur menggunakan cakram Secchi. Kecerahan air merupakan suatu indikasi kehadiran suspensi padatan maupun adanya biomassa alga di dalam kolom air. Cakram ini diikat dengan tali yang telah diberi skala kedap air diturunkan perlahan-lahan ke air hingga cakram tersebut tidak terlihat. Observer kemudian mencatat kedalaman air yang ditunjukkan oleh skala pada tali sebagai kecerahan perairan. 3.1.6. Tekstur Sedimen Lumpur (kategori 1) merujuk pada sedimen yang butirannya halus dan cenderung berlekatan satu sama lain. Sementara itu, pasir (kategori 3) merujuk pada sedimen dengan butiran yang kasar. Kategori 2 merujuk pada gabungan antara kategori 1 dan 3. 3.1.7. Volume Teluk Formula sederhana untuk menghitung volume air di perairan teluk dinyatakan oleh Beveridge (2004)(14) sebagai berikut: V = A*D dimana: V = volume air di perairan teluk (m3) A = luas permukaan teluk (m2) D = rata-rata kedalaman teluk (m) Kedalaman rata-rata suatu teluk dapat diketahui dengan memanfaatkan data yang telah dikumpulkan melalui pengukuran
bathymetric sebagaimana telah dijelaskan pada bagian 3.1.4. Rata-rata luas permukaan teluk dapat diketahui melalui foto udara, jika tersedia dapat menggunakan GIS. 3.1.8. Laju Pembilasan Teluk Penghitungan laju pembilasan air di teluk dapat disederhanakan dengan perhitungan mengacu pada Beveridge (2004)(14): Waktu bilas (T) dapat ditaksir sebagai: T = V/F dimana: V = Volume air teluk (m3) F = Volume rata-rata air yang masuk ke perairan teluk setiap jamnya (m3), kondisi ini dipengaruhi oleh tipe pasang apakah diurnal atau semidiurnal. F = A*H/(Faktor periode pasang) dimana: H = Tinggi rata-rata pasang (m) A = Luas teluk (m2) Faktor periode pasang = 12,5 untuk pasang tipe semi-diurnal, 25 untuk pasang tipe diurnal. Sehingga: T (lama pembilasan air) = (faktor periode pasang)*D/H Dimana : D = rata-rata kedalaman teluk (m) H = rata-rata tinggi pasang (m). 3.2. Pengukuran Parameter Kimia 3.2.1. Kandungan Oksigen Terlarut Kandungan oksigen terlarut di perairan dapat diukur dengan berbagai metode. Profil kandungan okigen berdasarkan skala waktu atau kedalaman dapat diperoleh dengan menggunakan “data logger atau CTD yang terdapat pada elektroda DOmeter. Elektroda oksigennya terhubung ke sebuah alat ukur sehingga konsentrasi oksigen terlarut dapat terbaca langsung. Selain itu sebagai alternatif, metode Winkler
CAD tool suatu perangkat ...J. Hidrosfir Indonesia Vol. 3 (2): 7-14
11
digunakan untuk menganalisa sampel di laboratorium setelah penanganan dan pengawetan sampel yang benar (Parson, dkk.. 1984)(15). Elektroda oksigen sebaiknya dikalibrasi berdasarkan spesifikasi dari pabrik yang mengeluarkan alat tersebut dan kompensasi untuk suhu, kedalaman, salinitas. 3.2.2. Amoniak Amoniak dapat ditentukan dengan menggunakan kit test atau dip stick (seperti Merck, Hach) atau Palintest, pada laboratorium lokal dengan teknik lab basah (Parson, dkk.. 1984)(15) atau pada lab skala regional atau yang bersertifikat dengan fasilitas yang otomatis. Sampel air harus disaring dengan menggunakan Whatman GF/F, Sartorius minisart 0.45 µm HAWP fiters. Sampel air yang telah disaring tersebut langsung dibekukan sampai pada tahap analisis. 3.2.3. Fosfat Sampel air yang telah di saring (sebagaimana dalam pengukuran amoniak di atas) dapat dianalisa untuk kandungan -2 fosfat dalam bentuk in-organik (PO4 , fosfat atau filterable reactive phosphorus FRP) dengan metode yang dijelaskan oleh Parsons, dkk.. (1984)(15). Namun kandungan fosfat ini hanya kandungan komponen inorganic terlarut dari total konsentrasi fosfat (P) dalam perairan. Fosfor dalam bentuk particulat dan organik perlu dipertimbangkan juga. Total fosfat (P) dapat dianalisis dengan menggunakan metode yang terdapat pada buku standard methods yaitu : Standard Methods For The Examination of Water and Wastewater. 17th Ed. (APHA, AWWA, WPCA, 1987). Dillon dan Rigler (1974)(16) menyatakan bahwa konsentrasi total fosfat dalam perairan ditentukan oleh pengangkutan fosfat, ukuran danau (luasan, rata-rata kedalaman), laju pembilasan (jumlah volume air yang hilang per tahun melalui
12
aliran keluar) dan perbedaan fosfat yang secara permanen hilang ke sendimen. Konsentrasi total fosfat dirumuskan dengan : [P] = L (1-R)/ñZ Dimana [P] adalah total fosfat (gm-3), L adalah beban total fosfat (gm-2 yr-1), z adalah rata-rata kedalaman (m). R adalah perbedaan total fosfat yang tersimpan dalam sendimen dan ñ adalah laju pembilasan air (flushing rate) (volume/ tahun).CADS_TOOL membutuhkan kandungan fosfat dalam pakan (pellet) dan retensi fosfat dalam tubuh ikan. 3.2.4. Potensial Redoks Potensial redoks (Eh) dapat dicatat dari permukaan sendimen, untuk mengukur potensial redoks sediment yang digenangi air, sediment diambil menggunakan diver hand held corers, atau menggunakan gravity corer sehingga diperoleh sediment dengan profil yang yang utuh.Pengulangan pengukuran potensial redoks pada setiap ketebalan sedimen dilakukan beberapa kali dan diukur dengan interval 2 cm, sehingga dapat mendeteksi bila terjadi perubahan dari kondisi oxic dan anoxic pada suatu lapisan sedimen. Eh dapat diukur menggunakan Model PBFC pH yang telah dikalibrasi dan calomel Eh elektroda yang dikoneksikan dengan TPS LC 80 meter. 3.2.5. Karbon Organik Sampel sendimen dapat diambil menggunakan tabung core berdiameter 2.2 cm. Lapisan atas 2 cm dipisahkan untuk analisis dan disimpan pada suhu -200C. Total karbon organic dan nitrogen dalam sampel sendimen dapat ditentukan dengan CHN Elemental analyzer (eg. Perkin Elmer 2400 atau yang setara) mengikuti prosedur dari Hedges dan Stern (1984). Metode lainnya terdapat pada standar methods for examination of water and wastewater. 17th Ed (APHA, AWWA, WPCA, 1987). Metode The Loss on Ignition (LOI) yang mencatat berat
Santoso, A. D. 2008
sendimen sebelum dan sesudah pengeringan dengan temperature tinggi merupakan perlakuan yang relatif murah dan mudah untuk menentukan kandungan karbon organik dan inorganik dari sendimen (4). 3.2.6. Kebutuhan oksigen biologis (BOD) Konsumsi oksigen berdasaran kedalaman perairan ditentukan menggunakan botol gelap dan terang yang diinkubasi berdasarkan metode yang terdapat dalam APHA, AWWA dan WPCA, (1989) dan Tookwinas dkk.(2004)(9). 3.2.7. Konsumsi Oksigen Ikan Konsumsi oksigen ikan diestimasi menggunakan formula yang berhubungan dengan bobot tubuh ikan dan temperatur. Formula ditentukan secara tidak langsung dari kebutuhan energi harian untuk ikan (kJ/ day). EN (energi need/kebutuhan energi) : EN = (-1.04+3.26 T – 0.05 T2) x BW 0.824 dengan : T = suhu (0C) BW = bobot tubuh ikan (Kg) Laju konversi dari pengambilan oksigen dan EN adalah 1 g O2 = 13.6 kJ. Formula empirik yang lain berhubungan dengan konsumsi oksigen (gross) (mg O2/h) OC (Glencross dan Felsing, 2006) adalah sebagai berikut : OC = (-20.7818 + 11.4017 T – 0.0227 T2) – BW 0.673 FishBase memiliki tingkat konsumi oksigen untuk beragam spesies ikan, dapat ditemukan pada: http://www.fishbase.org/ Topic/List.cfm. Secara umum hubungan terhadap bobot tubuh tersedia pada : http:/ / w w w. f i s h b a s e . o r g / m a n u a l / e n g l i s h / FishbaseThe_OXYGEN_Table.htm. 3.2.8. Konsumsi Oksigen Pada Sedimen Proses respirasi sendimen diukur dengan menginkubasi sample dari sediment core yang diperoleh baik dari bawah maupun di sekitar keramba melalui
prosedur sebagai berikut. Sediment core yang diusahakan tidak terganggu strukturnya dikumpulkan oleh penyelam. Volume air di atas permukaan sediment tersebut, kemudian dihitung dengan cara menyipon air ke dalam tabung ukur. Sampel core ditutup dengan menggunakan segel kedap udara sehingga terdapat 400 mL air laut berada pada bagian atas sendimen. Kemudian sebuah magnet pengaduk diletakkan pada sisi bawah tutup kedap udara sehingga air laut tersebut dapat diaduk tanpa mengganggu permukaan sendimen. Core sediment diinkubasi dalam keadaan gelap pada suhu ambient air untuk beberapa jam. Setelah inkubasi, sampel air yang kedua diambil. Konsentrasi O2 pada semua sampel ditentukan di lapangan dengan metode micro-winkler(3). Alternatif lain adalah penggunaan chamber/ jar dengan menggunakan DO meter yang dilengkapi elektroda untuk merekam kelarutan oksigen dengan interval waktu tertentu. KESIMPULAN CADS_TOOL merupakan perangkat perangkat lunak yang dapat mengklasifikasikan suatu lokasi budidaya, memilih lokasi yang terbaik dari beberapa alternatif pilihan lokasi, menghitung daya tampung ikan yang berkelanjutan dan melakukan penilaian ekonomi dasar untuk budiaya dalam keramba jaring apung. Input data yang diperlukan dalam perangkat ini adalah kondisi fisik dan kimia peraiaran. Parameter fisik meliputi : kondisi arus, tinggi gelombang, kedalaman perairan, kecerahan, tekstur sedimen, volume teluk dan laju pembilasan teluk. Sementara parameter kimia meliputi : konsentrasi DO, amoniak, fosfat, potensial redoks, karbon organik, BOD, konsumsi oksigen oleh badan air dan konsumsi oksigen oleh sedimen.
CAD tool suatu perangkat ...J. Hidrosfir Indonesia Vol. 3 (2): 7-14
13
DAFTAR PUSTAKA 1. Boyd, C. E.; Tucker, C.; Mcnevin, A.; Bostick, K., and Clay, J. 2007. Indicators of Resource Use Efficiency and Environmental Performance in Fish and Crustacean Aquaculture. Reviews in Fisheries Science, 15(4):327-360. 2. Silvert, W., 1994a. Decision support systems for aquaculture licensing. Journal of Applied Ichthyology 10, 307311 3. Findlay, R.H., Watling, L., 1997. Prediction of benthic impact for salmon net-pens based on the balance of benthic oxygen supply and demand. Marine Ecology Progress Series,155, 147-157. 4. Schulstad, G., 1997. Design of a computerized decision support system for hatchery production management. Aquacultural Engineering, 16 (1), 7-25. 5. Zhang Xiaoshuan, Z., Tao, H., Revell, B., Zetian, F., 2005. A forecasting support system for aquatic products price in China. Expert systems with applications, 28 (1), 119-126. 6. Bourke, G, Stagnitti, F, Mitchell, B., 1993. A decision support system for aquaculture research and management. Aquacultural Engineering, 12 (2), 111123. 7. Chandran, B., Golden, B., Wasil, E., 2005. Linear programming models for estimating weights in the Analytic Hierarchy Process. Computers & Operations Research, 32, 2235–2254. 8. Beveridge, M.C.M., 1984. Cage and pen fish farming. Carrying capacity models and environmental impact. FAO Fish.Tech.Pap., (255) :131 p. 9. Tookwinas, S., Songsangjinda, P., Kajonwattanakul, S., Singharachai, C., 2004. Carrying capacity estimation of marine finfish cage culture at Pathew Bay, Chumphon Province, Southern Thailand.
14
Southeast Asian Fisheries Development Centre. TD/RES/91 LBCFM-PD No. 34. 10. Salam, M.A., Khatun, N.A., Ali, M.M., 2005. Carp farming potential in Barhatta Upazilla, Bangladesh: A GIS methodological perspective. Aquaculture, 245, 75-87. 11. Stigebrandt, A., Aure, J., Ervik, A., Hansen, P.K., 2004. Regulating the local environmental impact of intensive marine fish farming III. A model for estimation of the kapasitas tangkar in the Modelling–Ongrowing fish farm– Monitoring system. Aquaculture, 234: 239-261. 12. Hanafi, A., Andriyanto, W., Syahidah, D., Sukresno, B. 2006. Characteristics and carrying capacity of Kaping Bay, Buleleng Regency, Bali for marine aquaculture development (in Indonesian). Kajian Keragaan dan Pemanfaatan Perikanan Budidaya (Editors: Ahmad, T., Syah, R., Mustafa, A.): 83-95. 13. Pulatsü, S. 2003. The application of a phosphorus budget model estimating the carrying capacity of Kesikköprü dam. Turkish Journal of Veterinary Animal Sciences, 27: 1127-1130. 14.Beveridge, M.C.M., 2004. Cage aquaculture. 3rd Edition. Blackwell Publishing, Oxford, UK. 368 p. Bolte, J., Nath, S., Ernst, D., 2000. Development of decision support tools for aquaculture: the POND experience. Aquacultural Engineering, 23 (1), 103-119. 15. Parsons, T.R, Maita, Y., Lalli, C.M., 1984. A manual of chemical and biological methods for seawater analysis. Pergamon Press, Oxford, England. 16. Dillon, P.J., Rigler, F.H., 1974. A test of a simple nutrient budget model predicting the phosphorus concentrations in lake water. Journal of Fisheries Research Board of Canada, 31(14), 1771–1778.
Santoso, A. D. 2008