PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
Disusun Oleh : Nama :
AGUS SVARNHA NURPATRIA, SH
NIM
B4B005073
:
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007
PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG
TESIS
Disusun Oleh : AGUS SVARNHA NURPATRIA, SH B4B005073
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal, 23 Agustus 2007 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.
Telah disetujui :
Mengetahui ;
Pembimbing Utama
Ketua Program
Tanggal 23 Agustus 2007
Tanggal 23 Agustus 2007
HERMAN SUSETYO, SH. MHum
MULYADI,SH, MS
NIP. 130 702 192
NIP. 130 529 429
PERNYATAAN
Sehubungan dengan penulisan tesis ini, yang saya beri judul “PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG”, dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbit maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan atau daftar pustaka.
Semarang,
Agus Svarnha Nurpatria,SH
MOTTO
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Muadilah ayat 11)
KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur Alhamdullilah dan Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang telah menciptakan kita, memberikan petunjuk dan menghiasi diri kita dengan Ketaqwaan Kepada-Nya, serta telah meninggikan derajat bagi orang-orang yang berilmu. Atas petunjuk dari Allah SWT, penulis akhirnya dapat menyelesaikan tesis ini yang saya beri judul “PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG” yang diajukan guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang. Saya menyadari bahwa tesis ini tidak mungkin terwujud sebagaimana yang diharapkan, tanpa adanya bimbingan dan bantuan serta tersedianya fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat saya berikan : 1. Bapak Rektor Universitas Diponegoro Semarang beserta Staffnya. 2. Bapak Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. 3. Bapak H. Mulyadi, SH.MS, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, yang telah membantu memberikan arahan. 4. Bapak Yunanto, SH.MHum, selaku Sekretaris Bidang Akademik Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang. 5. Bapak H. Budi Ispriyarso, SH.MHum, selaku Sekretaris Bidang Keuangan Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang. 6. Bapak Dr. Arief Hidayat, SH.MS, selaku Dekan Fakultas Hukum dan Bapak Dr. Yos Johan Utama, SH.MHum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Diponegoro Semarang. 7. Bapak Herman Susetyo, SH.MHum, selaku Dosen Wali sekaligus Pembimbing Utama yang telah banyak membantu memberikan bimbingan, petunjuk, masukan serta kemudahan kepada saya, sehingga tesis ini dapat segera terselesaikan. 8. Bapak Moch. Dja’is, SH.CN.MHum, Bapak Hendro Saptono, SH.MHum, Bapak H. Achmad Busro, SH.MHum dan para Dosen Pengajar di lingkungan Program
Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, yang telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berguna. 9. Pimpinan dan Staff karyawan CV. Golden Teak Garden Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian dan memberikan keterangan-keterangan yang saya perlukan guna penulisan tesis ini. 10. Papaku Tjipto Soeroso, SH dan Mamaku Ani Suwani, yang membiayai kuliahku dan tidak henti-hentinya mendoakan untuk keberhasilanku, karena pengorbanan Keduanyalah saya bisa sampai seperti sekarang ini, semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahannya serta menyayanginya mereka berdua sebagaimana mereka menyayangi saya. 11. Istriku Indah Pujiyanti dan Anakku tercinta Maia Maharani Svarnha Devi yang selalu kusayangi dan kucintai yang senantiasa memberikan semagat pada saya dalam menempuh dan mengembangkan ilmu. 12. Kakakku Ria Ariastuti, Alm. Pradono Damardaru,SE dan keponakankeponakanku Mira Ayunda Putri dan Safira Ratnasari serta Adikku Intan Sukma Triningtyas, SH dan Suaminya Chandra Witjaksono, SE. 13. Rekan-rekan kuliah dan Pimpinan KaSubag Akademik Reguler Ibu Dra. Krismiyati Sih Pratiwi, rekan-rekan kerjaku baik di Akademik Ekstensi maupun Di Akademik Reguler Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhirnya saya berharap agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi diri saya dan juga masyarakat maupun bagi pengembangan ilmu hukum, saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari semprna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca yang budiman. Semarang,
Agus Svarnha Nurpatria, SH
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………..
ii
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………..
iii
MOTTO ……………………………………………………………………
iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
vii
ABSTRAK …………………………………………………………………
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………….
1
B. Ruang Lingkup dan Peumusan Masalah ……………………
15
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………
15
D. Manfaat Penelitian ………………………………………….
16
E. Sistematika Penulisan ………………………………………
16
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Transaksi Ekspor Impor ………………….
19
1. Pengertian dan Pengaturan Transaksi Ekspor Impor ……
19
2. Perjanjian Dasar Transaksi Ekspor Impor ………………
21
3. Cara Pembayaran Transaksi Ekspor Impor ……………..
22
B. Tinjauan Umum tentang Letter of Credit ………………….
28
1. Pengertian dan Pengaturan Letter of Credit ……………..
19
2, Perjanjian Dasar Letter of Credit ………………………..
32
3. Bentuk dan jenis Letter of Credit ………………………..
37
4. Para pihak yang terlibat dalam Letter of Credit …………
40
5 Dokumen-dokumen dalam Letter of Credit ………………
41
6. Pelaksanaan Pembayaran melalui Letter of Credit ………
45
C, Tinjauan Umum tentang Bill of Lading
47
1. Pengertian dan pengaturan Bill of Lading ……………….
47
2. Syarat sah Bill of Lading ………………………………...
48
3. Fungsi Bill of Lading …………………………………….
51
4. Bentuk dan Jenis Bill of Lading…………………………..
52
5 Para Pihak dalam Bill of Lading ………………………….
56
6. Tanggung Jawab Eksportir terhadap Bill of Lading dalam
BAB III
Dalam Letter of Credit ……………………………………
56
7. Penyimpangan Dokumen dalam Letter of Credit …………
58
METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ………………………………………….
60
B Spesifikasi Penelitian ………………………………………
61
C. Populasi dan Metode Sampling ……………………………
61
D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………
63
E Metode Analisa Data ………………………………………..
63
F. Metode Penyajian Data …………………………………… BAB IV
64
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A, HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum CV Golden Teak Garden …………….
66
2. Keunggulan dan kelemahan Letter of Credit Di CV.Golden Teak Garden……………………………….
66
3. Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden Teak Garden dalam \Pelaksanaan Pembayaran Letter of Credit ………………………………………..
67
4. Prosedur Transaksi Ekspor CV Golden Teak Garden ..
68
B, PEMBAHASAN 1. Mekanisme Transaksi Ekspor Impor …………………
80
2. Penyimpangan Dokumen/Discrepancies .....................
86
3. Tanggung Jawab Eksportir terhadap Bill of Lading ..
96
4. Langkah yang dilakukan untuk menanggulangi Discrepancies yang terjadi ………………………….. BAB V
96
PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………….
100
B. Saran ……………………………………………………
102
DAFTAR PUSTAKA
104
LAMPIRAN – LAMPIRAN
106
ABSTRAK
Perdagangan jarak jauh tidak memungkinkan bertemunya antara pembeli dan penjual. Hal yang paling menentukan ialah perlindungan kepentingan hukum pihak-pihak dan salah satu yang paling utama adalah terjaminnya pembeli terhadap barang yang dibeli sesuai dengan yang dipesan dan terjaminnya penjual dalam menerima uang hasil penjualan barang dari pembeli. Letter of Credit adalah satu sarana untuk hal-hal tersebut diatas. Tulisan ini merupakan studi kasus dan penelitian dilakukan secara langsung kepada sumber (pelaku) perdagangan antar negara dan merupakan data primer, dengan menggunakan kepustakaan dan bahan-bahan sekunder lainnya yang mendukung tesis ini. Bahan-bahan primer ini didukung dengan kenyataan dalam praktek penggunaan Letter of Credit dalam proses jual beli antar negara. Hasil penelitian menunjukkan kendala utama dalam praktek Letter of Credit adalah ketelitian dan ketepatan data-data yang ada yang menentukan pencairan L/C.
KATA KUNCI L/C, janji pembayaran dalam perdagangan internasional
ABSTRACT
International Trade Constrain how the meeting between Buyer and Seller, The most imporant is how to prevent and secure legal importance of them and its guarantee for safety of all them. This study is a case study and research directly to corporate, and it’s a primary data, interviewing respondent supported by other secondary data. Practicaly use Letter of Credit in International Trading. Conclusion of reserch shows that the mean constrain practically using Letter of Credit are the exact and precise specification of goods and the exact surrending of goods.
KEYWORDS
Letter of Credit is a important instrument in International Trade
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Kegiatan perdagangan tidak pernah terlepas dari kehidupan masyarakat, terutama dalam pemenuhan akan barang dan jasa. Namun tidak semua barang dan jasa yang dibutuhkan tersedia di dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan antar negara, ditinjau dari kedudukan geografis masing-masing negara yang mengakibatkan adanya perbedaan pada sumber daya alam, sumber daya manusia, tingkat harga, dan struktur ekonominya, sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang tidak diproduksi sendiri, suatu negara melakukan pembelian barang dan jasa dari negara lain. Realisasi dari pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa tersebut adalah dengan melalui perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan
dalam
suatu
perdagangan
yang
lazim
dikenal
dengan
perdagangan ekspor impor. Perdagangan ini merupakan suatu transaksi sederhana, yaitu membeli dan menjual barang antar pengusaha yang masing-masing bertempat tinggal di negara-negara yang berbeda.1
1
Etty Susilowati Suhardo SH.MS, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri ( Semarang: FH UNDIP, 2001 ) halaman 2
Sebagaimana yang dikatakan H. M. N Purwosutjipto, bahwa dipandang dari sudut jual beli perusahaan, perbuatan ekspor impor adalah perikatan yang timbul dari perjanjian jual beli perusahaan yang telah ditutup. Ekspor impor adalah prestasi penjual dalam usahanya untuk menyerahkan barang kepada pembeli diseberang lautan. Jadi, ekspor impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli. Ini merupakan unsur pertama dari pelaksanaan perjanjian jual beli perusahaan. Sedangkan unsur kedua adalah pembayaran.2 Mengingat jual beli merupakan salah satu bentuk perjanjian, maka perjanjian jual beli tunduk pada Hukum Perjanjian pada umumnya. Batasan tentang perjanjian dalam Hukum Perdata terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyebutkan : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Ketentuan umum yang secara mutlak harus ditaati dalam suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
2
Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum Jual Beli Perusahaan, ( Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003 ) halaman 5
3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang hal. Sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, perjanjian yang telah memenuhi syarat sah, mengakibatkan para pihak terikat. Disebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian yang telah disepakati tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang - undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan definisi perjanjian jual beli secara umum, dimana disebutkan jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik antara penjual dengan pembeli, dengan nama pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang telah diperjanjikan. Jual beli secara umum diatur KUH Perdata., sedangkan jual beli perdagangan tidak diatur dalam KUH Perdata maupun KUHD, melainkan berdasarkan perjanjian antara pihak - pihak, dan kebiasaan yang berlaku dalam perdagangan. Sebagai ketentuan umum, KUH Perdata tetap berlaku terhadap jual beli perdagangan sepanjang tidak diperjanjikan secara khusus menyimpang.3
3
C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia-Aspek Hukum Daiwa Ekonomi-bagian 2 ( Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001 ) halaman 8
Hubungan perdagangan luar negeri dalam hal ini ekspor impor sama halnya dengan perdagangan dalam negeri yaitu terdapat pembeli, penjual dan adanya transaksi jual beli. Dalam perdagangan luar negeri, kegiatan jualnya disebut ekspor dan kegiatan belinya disebut impor dan transaksinya adalah transaksi ekspor impor. Hanya saja wilayah atau domisili penjual dan pembeli melintas batas negara. Mengenai pengertian kegiatan ekspor impor tersebut, Bank Indonesia telah mmberikan definisi dari ekspor impor sesuai dengan ikhtisar ketentuan Perbankan Indonesia, yaitu :4 Ekspor adalah : Perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah Pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Impor adalah : Perdagangan dengan cara memasukkan barang kedalam wilayah Pabean Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jual beli dalam arti khusus ialah jual beli perdagangan dalam hal ini transaksi ekspor impor, dimana dalam jual beli ini terdapat ciri-ciri khusus pula. Kekhususan itu dapat ditelaah melalui unsur-unsur dalam jual beli berikut ini :5 1. Unsur subyek terdiri dari penjual dan pembeli
4
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit, halaman 3
5
C.S.T Kansil Op.cit,. halaman7
Dua pihak ini atau salah satunya adalah pengusaha, yaitu perseorangan atau badan hukum yang menjalankan perusahaan 2. Unsur obyek terdiri dari benda dan harga. Benda adalah barang dagangan, yaitu barang yang dibeli atau dijual lagi atau disewakan. Harga adalah nilai benda sebagai imbalan yang dapat menghasilkan nilai lebih yang disebut keuntungan atau laba. 3. Unsur perbuatan terdiri dari menjual dengan penyerahan dan membeli dengan pembayaran harga Penyerahan barang dengan menggunakan alat angkut khusus dan dengan syarat khusus pula. Pembayaran biasanya dilakukan melalui Bank dengan menggunakan dokumen - dokumen berharga. 4. Unsur tujuan yaitu keuntungan atau laba yang diperhitungkan. Setiap transaksi ekspor impor selalu melewati atau melintasi daerah pabean tertentu. Pabean sebagai alat pemerintah bertindak sebagai penjaga
gawang
lalu
lintas
komoditi
internasional,
disamping
mengamankan pemasukan keuangan negara bagi kepentingan APBN, juga membantu eksportir dan importir dalam memperlancar arus barang dan penumpang, dan tidak sebaliknya. Daerah Pabean adalah:6 Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara dialasnya serta tempat tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di
6
www. asiamaya.com/undang-undang/uu ppn
dalamnya berlaku Undang - undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Eksportir untuk melakukan kegiatan ekspor harus mendapatkan ijin dari pemerintah dalam bentuk Surat Pengakuan Eksportir dan diberi Angka Pengenal Ekspor (APE) dan diperkenankan melaksanakan ekspor komoditi yang dicantumkan dalam Surat Pengakuan tersebut. Secara umum persyaratan untuk ekspor adalah sebagai berikut:7 a.
Memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), untuk mendapatkannya perusahaan
dapat
mengajukan
permohonan
melalui
Kantor
Departemen Perdagangan (Kandepdag), atau b.
Memiliki Surat Ijin Usaha dari Departemen Teknis atau Lembaga Pemerintah non Teknis lainnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perdagangan ekspor impor termasuk kegiatan yang mengandung
risiko tinggi, karena eksportir dan importir berjauhan secara geografis, berbeda bahasa, kebiasaan dan hukum dalam transaksi ekspor impor. Salah satu risiko yang dihadapi oleh eksportir adalah apabila terjadi penyimpangan
maupun
pembatalan
kontrak.
Risiko
tersebut
dapat
dihindari apabila setiap transaksi ekspor yang dilakukan, dituangkan dalam bentuk tertulis atau ke dalam bentuk kontrak dagang (sales contract).
7
www. beacukai.go.id/indonesia, 2003
Pada pelaksanaan perjanjian ekspor impor tahapannya sebagai berikut:8 a) Pra kontraktual atau tahap awal perjanjian Dalam tahap ini terjadi penawaran produk yang diajukan oleh penjual (eksportir) biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang, jumlah serta syarat - syarat lain yang biasanya disebut an inquiry for a quotation. Apabila penawaran tersebut disetujui oleh pembeli (importir), maka kedua belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan “perjanjian jual beli”, dengan syarat-syarat yang telah disepakati. b) Kontraktual atau tahap terjadinya perjanjian Merupakan realisasi dari tahap awal perjanjian, yang kemudian dituangkan secara rinci dan tertulis tentang segala sesuatu yang dianggap penting dalam transaksi ekspor impor. c) Post kontraktual ; Merupakan realisasi dari perjanjian yaitu pelaksanaan kontrak Suatu perdagangan internasional berarti melibatkan kepentingan lebih dari satu hukum nasional, dan masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi perdagangan internasional mengiginkan agar kontrak yang mereka buat tunduk pada hukum di negara mereka. Pada transaksi perdagangan internasional masing - masing negara tunduk pada konvensi konvensi serta perianjian dagang internasional, yaitu ketentuan yang
8
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit, halaman 12
berlaku secara internasional yang disusun oleh badan internasional dan dalam pertemuan resmi antar negara. Jual beli perdagangan antar negara, yang menjadi pedoman adalah peraturan internasional mengenai cara pembayaran yang harus dilakukan oleh pembeli melalui bank, yaitu Uniform Customs and Practise for Documentary Credit. Di Indonesia sudah ada Undang-undang No. 32 Tahun 1964, Lembaran Negara No.131 Tahun 1964 tentang peraturan Lalu Lintas Devisa, dan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1976, Lembaran Negara No. 17 Tahun 1976 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa. Peraturan-peraturan jual beli perdagangan berbeda untuk masing masing
negara,
yaitu
perbedaan-perbedaan
ketentuan
dalam
pembayaran, transfer dana dan aturan perdagangan antar negara. Perkembangan pasar global menuntut kesiapan dan kemampuan pengusaha Indonesia untuk memanfaatkan peluang yang ada, terutama dalam mengatasi hambatan - hambatan transaksi perdagangan dengan pihak luar negeri karena adanya perbedaan - perbedaan dalam perdagangan
luar
negeri
khususnya
dalam
transaksi
ekspor
impor
mengandung risiko tinggi. Sehingga para pihak yang terlibat di dalamnya dituntut mampu memahami keseluruhan proses dan bagian dari transaksi tersebut. Perdagangan luar negeri atau transaksi ekspor impor lazim disebut sebagai perdagangan dokumen karena hampir seluruh aktivitasnya
dibuktikan atau dituangkan dalam bentuk dokumen. Misalnya, kontrak jual beli (sales contract), bukti pengiriman barang yang disebut Bill of Lading. Bagi eksportir, sistem dokumentasi mempunyai arti adanya hak untuk memperoleh imbalan, sehingga pelaksanaan penyerahan fisik barang dari eksportir kepada importir harus diiringi dengan penyerahan dokumen yang tepat dan telah disepakati.9 Perjanjian jual beli antar negara dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Jika dibuat secara tertulis, perjanjian itu disebut kontrak jual beli (sales contract). Dalam kontrak jual beli perdagangan, dimuat syaratsyarat yang berkenaan dengan penyerahan barang dan pembayaran harga, yang menjadi kewajiban pihak-pihak dan tanggung jawab penjual dan pembeli. Tanggung jawab ini meliputi biaya angkut, biaya muat, biaya asuransi dan juga kerugian akibat penyerahan barang dan pembayaran harga barang. Disamping itu juga harus ada, kesepakatan tentang dokumen-dokumen ekspor impor yang diperlukan. Dokumen - dokumen tersebut adalah.10 a. Faktur atau "Invoice", yaitu dokumen dari penjual sebagai, lainpiran B/L, yang berisi catatan barang-barang yang dikirim beserta harganya ditempat penjual. Ada dua macam "Invoice", yaitu: 1) Commercial Invoice: Invoice yang dibuat oleh penjual, berisi
9
Amir, MS, Kontrak Dagang Ekspor, ( Jakarta: Penerbit PPM,2002 ) halaman 13
10
Purwosutjipto, H.M.N, Op.cit. halaman 21
perincian barang-barang yang dikirim beserta harganya. 2) Consular invoice: invoice yang dibuat dan ditandatangani oleh Konsul Dagang dari negara pembeli yang berdomisili di negara penjual. b. Polis Asuransi, yaitu tanda bukti bahwa barang-barang yang dikirimkan itu sudah diasuransikan. Polis Asuransi itu penting sekali, sebab pengangkut tidak mau menerima barang muatan, kalau belum diasuransikan. Hal ini akan memudahkan dan meringankan pembeli, sebab ganti kerugian sudah terjamin. c. Certificate of Origin, yaitu surat keterangan asal barang, yang dibuat oleh Kaman Dagang di negara penjual dengan tujuan untuk menjamin keaslian barang-barang yang bersangkutan. Di dalam sertifikat itu dijelaskan bahwa barang tersebut benar-benar hasil produksl dari negara penandatangan sertifikat tersebut, sehingga secara tidak langstuig sertifikat itu merupakan suatu jaminan atas kualitas barang tersebut. d. Packing List, yaitu suatu daftar tentang koli-koli beserta isinya, dibuat oleh perusahaan yang mengepak barang-barang tersebut. e. Weight List (certificate of weight), yaitu daftar timbangan/beratnya barang-bararg di pelabuhan pemuatan. f.
Konosemen (Bill of Lading), Dalam Pasal 506 KUHD dinyatakan bahwa konosemen (Bill of Lading) adalah surat bertanggal dalam mana pengangkut menerangkan bahwa ia telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan
yang ditunjuk dan disana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk (penerima) disertai dengan janji-janji apa penyerahan akan terjadi. Pembayaran dalam transaksi ekspor impor juga memegang peranan penting. Cara pembayaran yang digunakan ditentukan dan disepakati bersama dalam sales contract. Menurut Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 1982 dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa cara pembayaran ekspor impor adalah dengan tunai atau dengan kredit. Kemudian dalam penjelasan pasal 3 ayat (1) tersebut, dijelaskan bahwa cara pembayaran ekspor impor dapat dilakukan dengan: 1. Pembayaran di muka ( Advance Payment ) Sistem pembayaran ini dilakukan manakala pembeli (importir) membayar terlebih dahulu kepada penjual, (eksportir) sebelum merealisasi ekspor sesuai dengan kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut tercantum dalam kontrak jual beli (sales contract). 2. Wesel Inkaso Cara pembayaran dimana eksportir adalah sebagai penarik wesel (drawer) yang memeritahkan kepada importir sebagai si tertarik (drawee) untuk membayar sejumlah uang pada waktu yang ditentukan dalam wesel itu. 3. Perhitungan kemudian (Open Account) Importir akan membayar barang setelah barang tiba di tempat importir berada. Eksportir menanggung segala risiko, sedang importir mendapat penangguhan pembayaran. Transaksi ini merupakan transaksi yang
langsung antara eksportir dengan importir. Eksportir setelah melakukan pengapalan barang, kemudian mengirimkan "invoice" atau "faktur" kepada importir yang mencantumkan tanggal atau waktu pembayaran harus diselesaikan. 4. Konsinyasi (Consignment) Dalam pelaksanaan pembayaran konsinyasi importir tidak berfungsi sebagai pembeli, melainkan hanya sebagai penerima titipan dari supplier untuk menjualkan komiditi/barang tertentu yang dikirimkan. Pembayaran baru dilakukan setelah komoditi tersebut terjual, kemudian mentransfer valuta hasil penjualan kepada supplier melalui Bank atau pos. Dan importir mendapatkan komisi dari hasil penjualan. 5. Letter of Credits (L/C) Pengertian secara umum Letter of Credit, merupakan suatu pernyataan dari bank atas permintaan importir yang merupakan nasabah dari bank tersebut, untuk menyediakan dana dan membayar sejumlah uang tertentu untuk kepentingan pihak ketiga (eksportir). Pembukaan L/C. oleh importir dilakukan melalui bank yang disebut opening bank atau issuing bank Cara pembayaran dengan Letter of Credit ini memberi rasa aman bagi kedua belah pihak, yaitu bagi pihak penjual (eksportir) akan merasa aman karena adanya kepastian akan pembayaran barang-barang yang akan dikirimkan kepada pembeli. Bagi pembeli (importir) merasa aman karena adanya kepastian akan penerimaan barang yang telah
dibelinya, karena bank sebelum melakukan pembayaran atas nama pembeli akan meneliti kelengkapan dokumen yang merupakan syarat dalam Letter of Credit, Sehingga eksportir akan menerima haknva setelah menyerahkan dokumen-dokumen yang telah disepakati. Salah satu dokumen yang wajib diserahkan oleh eksportir adalah dokumen Bill of Lading, dalam hal Letter of Credit, seorang eksportir tidak akan memperoleh pembayaran apabila ia tidak menyerahkan Bill of Lading sebagai bukti bahwa barang ekspor telah dikirimkan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. 6. Cara pembayaran lain yang biasa dilakukan dalam perdagangan internasional diantaranya adalah barter dan konsinyasi. Tanggung jawab eksportir sebagai penjual adalah menyerahkan barang ekspor ketangan pembeli (importir). Untuk itu, seorang eksportir membutuhkan jasa pengangkut untuk menyerahkan barang-barang ekspor. Karena negara Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan lautan maka sarana angkutan laut adalah sarana pengiriman barang yang dianggap lebih mudah dan murah. Dalam pengiriman barang melalui laut terdapat
beberapa
pihak
antara
lain
pihak
pengirim
(eksportir),
pengangkut, dan penerima (importir). Dokumen yang mempunyai arti penting pada pengangkutan laut adalah Bill of Lading (B/L), yang dikeluarkan oleh pihak pengangkut. Dokumen tersebut merupakan tanggung jawab eksportir terutama dalam
sistem pembayaran Letter of Credit, berdasarkan ketentuan Pasal 506 KURD ayat I dapat dilihat adanya beberapa fungsi B/L, sebagai berikut:11 a. Sebagai Surat bukti perjanjian pengangkutan, yaitu perjanjian antara pihak pengangkut dengan pengirim (shipper). b. Sebagai tanda bukti penerimaan barang, yaitu barang-barang yang diterima oleh pengangkut (carrier) dari pihak shipper untuk diangkut ke suatu tempat tujuan dan seterusnya menyerahkan kepada pihak penerima (Cosignee). c. Sebagai bukti pemilikan pemilikan barang (document of title), berarti bahwa orang yang memegang B/L sebagai pemilik dari barang-barang sebagaimana tercantum didalamnya. Berdasarkan fungsinya itu maka Amir MS memberikan definisi sebagai berikut: Bill of Lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat dalam kapal laut, yang juga merupakan documents of title yang berarti sebagai bukti atas pemillikan barang, dan disamping itu merupakan bukti dan adanya perjanjian pengangkutan barang-barang melalui laut.
Bill of Lading, biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri rangkap 3 (full set B/L ) yang penggunaannya adalah sebagai berikut :12
11
Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen ( Letter of Credit ) Dalam Jual Beli Perniagaan, ( Yogyakarta: Liberty,1991 ) halaman 73
12
Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ), halaman 125
a. (satu) lembar untuk shipper b. (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang. Berdasarkan Artikel 23 ayat (a) UCP No. 500 Tahun 1993, tersurat: Suatu kredit yang mensyaratkan suatu Bill of Lading, mencakup suatu pengapalan dari pelabuhan ke pelabuhan (port-to-port shipment), kecuali apabila ditetapkan lain dalam kredit bank-bank harus menerima suatu dokumen, apapun namanya yang: 1. Secara nyata menunjukkan nama pengangkut (Carrier) dan ditandatangani atau apabila dinyatakan keasliannya oleh: a. Pengangkut (Carrier) atau agen yang ditunjuk atau atas nama pengangkut yang bersangkutan. b. Nahkoda atau agen yang ditunjuk untuk atau atas nama nahkoda yang bersangkutan 2. Tiap tanda tangan atau pembuktian keaslian dari pengangkut atau nahkoda harus diberi tanda sebagai pengangkut atau nahkoda,
agen
yang
menandatangani
atau
membuktikan
keaslian untuk kepentingan perusahaan pengangkutan atau nahkoda hares juga menunjukkan nama dan jabatan pihak tersebut, misal pengangkut atau nahkoda, atas nama siapa agen tersebut bertindak. Bill of Lading dapat dibedakan berdasarkan "keadaan barang yang diterima untuk dimuat" sebagai berikut: 1. Clean Bill of Lading
2. Un-Clean Bill of Lading Maskapai pelayaran menganggap keadaan barang yang akan dimuat baik, maka Bill of Lading yang dikeluarkan adalah Clean Bill of Lading atau B/L yang bersih dan catatan-catatan. Sebaliknya bilamana keadaan barang yang diterima kurang atau tidak memuaskan misalnya pengepakannya tidak sempurna, kerusakan barang atau cacat barang maka di dalam B/L dicantumkan "catatan-catatan". B/L yang mengandung catatan sedemikan disebut Un-clean Bill of Lading atau Foul Bill of Lading. Berdasarkan ketentuan-ketentuan Uniform Customs and Practise for Documentary Credits (UCP) No.500 Tahun 1993, Pasal 32, pada cara pembayaran Letter of Credit, tidak semua B/L dapat diterima. Oleh karena itu Bank wajib meneliti terhadap B/L mana yang boleti diterima dan mana tidak boleh diterima, salah satunya adalah Bank akan menolak dokumen pengapalan yang memuat syarat atau catatan yang menyatakan secara jelas kondisi barang dan atau kemasan yang cacat, kecuali bila kredit itu secara jelas menyatakan syarat atau catatan itu boleh diterima. Ketentuan itu dimaksudkan bahwa Bank akan menolak B/L yang kotor (Foul B/L), B/L yang mengandung tentang kerusakan oarang atau cacat barang. Jadl yang boleh diterima oleh Bank haruslah B/L yang bersih atau clean B/L. Sehingga B/L, yang diserahkan harus sesuai dengan yang telah ditentukan dalam L/C. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara B/L
yang diserahkan eksportir dengan ketentuan dalam L/C maka pembayaran yang seharusnya diterima oleh eksportir tertunda.13 Mengacu pada UCP No. 500 Tahun 1993 Artikel 32 ayat b, jenis B/L yang mengandung catatan tentang kerusakan barang atau cacat maka Bank akan menolak jenis B/L ini. kecuali ada surat pernyataan/jaminan dari pemilik barang atau pihak Shipper untuk memberikan jaminan untuk tidak melakukan peng-klaiman di kemudian hari, surat pernyataan tersebut dikenal dengan istilah Letter of Indemnity. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara B/L yang diserahkan eksportir dengan ketentuan dalam L/C maka pembayaran yang seharusnya diterima oleh eksportir tertunda. Keinginan untuk mengetahui tentang tanggung jawab eksportir terhadap Bill of Lading dan hambatan yang dihadapi ekportir dalam Letter of Credit khususnya yang menyangkut dokumen Bill of Lading mendorong penulis untuk membuat skripsi dengan judul: “PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER OF CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG B.
PERMASALAHAN Dari uraian diatas maka skripsi yang berjudul “PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER OF CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG” ini akan dibatasi pada permasalahan-permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
13
Hartono Hadisoeprapto, Op.cit halaman 70
1. Bagaimana tanggung jawab eksportir dengan cara pembayaran Letter of Credit ? 2. Hambatan–hambatan
apa
yang
dihadapi
eksportir
pada
cara
pembayaran Letter of Credit? C. TUJUAN PENELITIAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tanggung jawab eksportir dengan cara pembayaran Letter of Credit. 2. Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai hambatan-hambatan apa yang dihadapi eksportir pada cara pembayaran Letter of Credit. D. KEGUNAAN PENELITIAN 1. Teoritis a. Untuk
mengembangkan
ilmu
pengetahuan
melalui
kegiatan
penelitian. b. Untuk
memberikan
informasi
kepada
pembaca
mengenai
pelaksanaan transaksi ekspor yang menggunakan cara pembayaran dengan Letter of Credit (L/C) khususnya mengenai tanggung jawab eksportir terhadap Bill of Lading. c. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dibidang hukum ekspor impor khususnya pengetahuan yang lebih mendalam mengenai tanggung jawab eksportir terhadap Bill of Lading dalam cara pembayaran Letter of Credit.
2. Praktis a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi berbagai pihak yang bergerak dalam bidang ekspor impor sehingga dapat mengurangi
hambatan-hambatan
atau
masalah
yang
tinibul
diantara pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan transaksi ekspor impor. b. Sebagai gambaran tentang tanggung jawab eksportir terhadap Bill of Lading bagi eksportir yang menggunakan cara pembayaran dengan Letter of Credit. c. Memberikan masukan kepada para pembaca mengenai hal-hal yang selama ini menjadi hambatan bagi eksportir dalam pelaksanaan transaksi ekspor serta bagaimana cara mengatasinya. D. SISTEMATIKA PENULISAN Dalam penulisan skripsi ini akan dibatasi menjadi Lima Bab, adapun pembagiannya adalah sebagai berikut: BAB I
:
PENDAHULUAN Didalam
pendahuluan
ini
diuraikan
latar
belakang
permasalahan, perumusan masalah, tujuan
penelitian,
kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
:
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang tinjauan umum transaksi ekspor impor dan tinjauan umum Letter of Credit. Tinjauan umum tentang ekspor impor sendiri berisikan tentang
pengertian transaksi ekspor impor, perjanjian dasar transaksi ekspor impor, sistem pembiayaan ekspor impor. Sedangkan tinjauan umum tentang Letter of Credit berisikan pengertian Letter of Credit, perjanjian dasar pembukaan Letter of Credit, jenis-jenis Letter of Credit, pihak-pihak yang terlibat dalam Letter of Credit dan dokumen-dokumendokumen dalam Letter of Credit dan tinjauan umum mengenai sistem pembayaran Letter of Credit BAB III
:
METODOLOGI PENELITIAN Bab ini merupakan sajian yang memuat tentang langkahlangkah
metode
penelitian
untuk
mencapai
tujuan
penelitian. Bab ini secara menyeluruh memuat tentang metode pendekatan, spesifikasi penelitian, populasi dan metode sampling, metode pengumpulan data, metode penyajian data, dan metode analisa data. BAB IV
:
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat tentang hasil penelitian yang merupakan penjabaran dari perumusan masalah, dan pemecahannya dengan mengacu pada BAB II tentang Tinjauan Pustaka.
BAB V
:
PENUTUP
Bab ini mengetengahkan kesimpulan pelaksanaan transaksi ekspor dengan menggunakan cara pembayaran dengan Letter of Credit disertai pula dengan sasan-saran yang perlu dikemukakan sehubungan dengan permasalahan diatas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM TRANSAKSI EKSPOR-IMPOR A.1.
Pengertian dan Pengaturan Transaksi Ekspor Impor Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan internasional (International Trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di negara yang berbeda. Berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan No 146/MPP/IV/99 tanggal 22 April 1999 tentang Ketentuan Umum di bidang Ekspor maka diperoleh pengertian ekspor, yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sesuai peraturan
dan
perundang-undang
yang
berlaku.
Sedangkan
pengertian impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang dimaksud adalah ketentuan ekspor impor yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Menurut Pasal 1 butir 13 UU No. 10 Tahun 1995, definisi dari Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Sedangkan dalam butir 14 disebutkan definisi ekspor yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Mengenai transaksi ekspor-impor ini tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata maupun dalam KUH Dagang, akan tetapi secara umum ketentuan dalam KUH Perdata dalam Bab V Buku III dan ketentuan dalam KUH Dagang tetap berlaku bagi perdagangan ekspor–impor Indonesia. Perjanjian jual beli yang dimuat dalam sales contract merupakan salah satu bentuk perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata, maka perjanjian jual beli tunduk pada Hukum Perjanjian pada umumnya, yaitu yang diatur dalam: 1. Pasal 1313 KUH Perdata mengenai batasan perjanjian, yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
2. Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. 3. Suatu hat tertentu. 4. Suatu sebab yang hal. 3. Pasal 1338 KUH Perdata tentang asas kebebasan berkontrak, yaitu: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik
4. Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan definisi perjanjian jual beli secara umum, di mana disebutkan jual beli adalah: Suatu perjanjian timbal balik antara penjual dengan pembeli, dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang telah diperjanjikan.
A.2.
Perjanjian Dasar Transaksi Ekspor Impor Ekspor impor sebagai suatu rangkaian perbuatan perusahaan dalam jual beli barang tertentu senantiasa di awali dengan perjanjian. Perjanjian tersebut merupakan hasil dari kegiatan sebelumnya yang dilakukan
oleh
eksportir
dan
importir,
yaitu
penawaran
dan
permintaan. Kemudian kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam
Sales Contract yang merupakan kesepakatan antara eksportir dan importir untuk melakukan, perdagangan barang sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama dan masing-masing pihak mengikatkan
diri
untuk
melaksanakan
semua
kewajiban
yang
ditimbulkannya. Dalam sales contract tercantum segala sesuatu yang diperjanjikan dan dibuat secara rinci dan tertulis yang menyangkut syarat perjanjian, uraian barang, pelaksanaan penyerahan barang serta cara pembayaran dan hal-hal penting lainnya. Sales contract atau perjanjian jual beli harus mencantumkan cara pembayaran yang dilakukan apakah secara tunai atau kredit, bilamana pembayaran dilakukan dengan cara kredit ditentukan pula dengan atau tanpa letter of credit. Tahap-tahap yang menyertai pelaksanaan perjanjian ekspor impor, yaitu:14 a. Pra kontraktual atau tahap awal perjanjian. Terjadi penawaran produk yang diajukan oleh penjual (eksportir), dimana biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang, jumlah serta syarat-syarat lain yang biasanya disebut an inquiry for a quotation. Apabila penawaran tersebut disetujui oleh pembeli (importir), maka kedua belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan "perjanjian jual beli", dengan syarat-syarat yang telah disepakati. b. Kontraktual atau tahap terjadinya perjanjian Merupakan realisasi dari tahap awal perjanjian, yang kemudian dituangkan secara rinci dan tertulis tentang segala sesuatu yang dianggap penting dalam transaksi ekspor impor.
14
Etty Susilowati Suhardo, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri ( Semarang: FH UNDIP, 2001 ) halaman 12
c. Post kontraktual ; Merupakan realisasi dari perjanjian yaitu pelaksanaan kontrak A.3.
Cara Pembayaran Transaksi Ekspor lmpor Pemerintah
menunjang
kegiatan
ekspor
impor
dengan
memberikan kebijaksanaan dalam fasilitas penggunaan devisa serta penyediaan kredit, jaminan kredit ekspor dan asuransi ekspor, serta kebijaksanaan lain yang sangat penting yaitu pengaturan sistem pembiayaan ekspor impor yang dapat dilakukan dengan cara tunai atau kredit. Menurut Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 1982 dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa cara pembayaran ekspor impor adalah dengan tunai atau dengan kredit. Kemudian dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) tersebut, dijelaskan bahwa cara pembayaran ekspor impor dapat dilakukan dengan:15 1. Pembayaran di muka ( Advance Payment ) 2. Wesel Inkaso dengan kondisi Document Against Payment (D/P) dan Document Against Acceptance (D/A) 3. Perhitungan kemudian (Open Account) 4. Konsinyasi (Consignment) 5. Letter of Credits (L/C) 6. Cara pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan luar negeri sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli. ad. 1 Pembayaran di muka ( Advance Payment ) Sistem pembayaran ini dilakukan manakala pembeli (importir) membayar terlebih dahulu kepada penjual (eksportir) sebelum merealisasi ekspor sesuai dengan kesepakatan para pihak.
15
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit. halaman 16
Kesepakatan tersebut tercantum dalam kontrak jual beli (sales contract). Pada sistem Pembayaran di muka terlihat bahwa di dalamnya terkandung faktor-faktor sebagai berikut: a. Adanya kepercayaan dari importir bahwa eksportir pasti akan mengirim barang-barang tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian. b. Barang/komoditi yang diekspor tidak merupakan barang yang dilarang untuk diekspor; c. Importir harus menyediakan dana/uang tunai lebih dahulu, yang sebenarnya bisa digunakan untuk keperluan lain, yang berarti juga mengurangi arti likuiditas modal kerja karena barang-barang yang dibeli baru diterima beberapa waktu kemudian. ad.2
Wesel Inkaso Cara pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan wesel dimana eksportir adalah sebagai penarik wesel (drawer) yang memerintahkan kepada Importir sebagai si tertarik (drawee) untuk membayar sejumlah uang pada waktu yang ditentukan dalam wesel itu. Dalam perdagangan internasional dikenal dua macam wesel: a. Clean draft, adalah wesel yang tidak disertai dengan dokumen pengiriman barang; b. Documentary draft, yaitu wesel yang disertai dokumen
pengiriman barang dan asuransi pertanggungan. Berdasarkan jangka waktu pembayaran atas suatu wesel dibedakan : a. Sight Draft, adalah wesel yang dibayar pada waktu diperlihatkan
pada
Importir.
Pembayarannya
tidak
tergantung pada barang, apakah sudah sampai ataukah belum; b. Arrival Draft, adalah wesel yang pelaksanaan pembayaran dilakukan pada waktu barang sudah tiba. c. Date Draft, wesel yang pembayarannya dilakukan pada waktu tanggal yang tertentu atau dalam waktu beberapa hari setelah tanggal tersebut. Ketika eksportir mengapalkan barang ekspornya untuk importir, dokumen-dokumen
dari
barang-barang
tersebut
secara
langsung atau melalui Banknya didalam negeri dikirim kepada Bank
Importir
mengeluarkan
di
luar
barang
negeri.
Dokumen-dokumen
tersebut
baru
diberikan
untuk setelah
persyaratan yang ditentukan dipenuhi. Dokumen-dokumen tersebut dapat diserahkan kepada importir atas dasar : a. D/P (Document against Payment); Penyerahan dokumen kepada importir dilakukan setelah importir membayar. b. D/A (Document against Acceptance)
Penyerahan dokumen kepada importir setelah importir mengaksep wesel. ad.3
Perhitungan, kemudian (Open Account), Importir akan membayar barang setelah barang tiba di tempat importir berada. Eksportir menanggung segala risiko, sedang Importir mendapat penangguhan pembayaran. Transaksi ini merupakan transaksi yang langsung antara eksportir dengan importir. Eksportir setelah melakukan pengapalan barang, kemudian mengirimkan "invoice" atau "faktur" kepada importir yang mencantumkan tanggal atau waktu pembayaran harus diselesaikan. Pembayaran
dengan
Open
Account
ini
mengandung
pengertian : 1. Adanya kepercayaan dari eksportir bahwa importir pasti akan membayar barang yang telah diterimanya tepat pada waktunya, 2. Barang
komoditi
yang
terkirim
oleh
eksportir
bukan
merupakan barang yang dilarang untuk di ekspor, 3. Eksportir harus menyediakan modal yang cukup besar, walaupun resiko yang ada cukup tinggi, khususnya apabila importir ingkar janji, eksportir sulit membuktikannya. ad.4
Konsinyasi (Consignment)
Importir tidak berfungsi sebagai pembeli dalam pelaksanaan pembayaran konsinyasi, melainkan hanya sebagai penerima titipan dari supplier untuk menjualkan komiditi/barang tertentu yang dikirimkan. Pembayaran baru dilakukan setelah komoditi tersebut terjual, kemudian mentransfer valuta hasil penjualan kepada
supplier
melalui
Bank
atau
pos
dan
importir
mendapatkan komisi dari basil penjualan. ad.5
Letter of Credits (L/C) Pengertian Letter of' Credit secara umum merupakan suatu pernyataan
dari
bank
atas
permintaan
importir
yang
merupakan nasabah dari bank tersebut, untuk menyediakan dana
dan
membayar
sejumlah
uang
tertentu
untuk
kepentingan pihak ketiga (eksportir). Pembukaan L/C oleh importir dilakukan melalui bank yang disebut opening bank atau Issuing Bank. Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai kembali kontrak penjualan barang jarak jauh antara pembeli dan penjual yang belum saling mengenal dengan baik.16 L/C
digunakan
untuk
membiayai
transaksi
perdagangan
internasional. Tetapi, L/C bukan merupakan garansi (guarantee)
16
Henry D. Gabriel, Standby Letter of Credit Does the Risk Out Weigh the Benefits? Columbia Business Law Review, vol 1988 Num3, halaman 139 - 153
atau
surat
berharga
yang
dapat
dipindahtangankan
(negotiable instrument).17 C.F.G. Sunaryati Hartono, mengatakan : “Secara harfiah L/C dapat diterjemakan sebagai Surat Utang atau Surat Piutang atau Surat Tagihan, tetapi sebenarnya L/C lebih merupakan suatu janji akan dilakukannya pembayaran, apabila dan setelah terpenuhi syarat-syarat tertentu.”
Sementara UCP mengatakan bahwa L/C adalah janji dari bank penerbit untuk melakukan pembayaran atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima
atas
penyerahan
dokumen-dokumen
(misalnya
konosemen, faktur, sertfikat asuransi) yang sesuai dengan persyaratan L/C.18 Inti dari pengertian L/C menurut UCP ialah bahwa L/C merupakan “Janji pembayaran”. Bank penerbit melakukan pembayaran kepada penerima baik langsung ataupun melalui bank
lain
adalah
atas
instruksi
pemohon
yang
berjanji
membayar kembali kepada bank penerbit. Dalam transaksi L/C terdapat hubungan-hubungan hukum yang utama sebagai berikut:
17
David D. Command, “The Uniform Commercial Code Law Journal. Vol.17 Num 1, Summer 1984, hal 44. 18 UCP 500, Artikel 2. Lihat juga misalnya kasus Bank of N,C,N,A v Rock Island Bank, 570 F.2d 202.
a. Hubungan hukum antara pembeli (pemohon) dan penjual (penerima) berdasarkan kontrak penjualan. b. Hubungan
hukum
antara
pemohon
dan
bank
penerbit
berdasarkan permintaan penerbitan L/C sebagai kontrak. c. Hubungan
hukum
antara
bank
penerbit
dan
penerima
berdasarkan L/C sebagai kontrak. d. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus berdasarkan kontrak keagenan. e. Hubungan
hukum
antara
bank
penerus
dan
penerima
berdasarkan kontrak pembayaran L/C. Agoes Moeljono melihat hakikat L/C sebagai suatu “perikatan.” Berikutnya lagi, Amir M.S.19, penulis dan pelaku dagang, mengatakan: “Letter of Credit atau biasa disingkat L/C adalah suatu Bank atas permintaan importir langganan Bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir itu, yang memberi HAK kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu.”
Inti dari definisi Amir M.S. yaitu
bahwa L/C merupakan “Surat
pembayaran.” ad.6
Cara pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan luar negeri sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli :
19
Amir M.S. Seluk-beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri; Suatu Penuntun IMPOR & EKSPOR. 1991, hal.37
f.
Barter Sistem perdagangan dengan barter ini merupakan perdagangan timbal balik antara dua negara yang biasa disebut "counter purchase" atau "counter trade" di mana antara dua negara saling membeli dan menjual barang/komoditi tertentu.
g. Barter Konsinyasi Seperti Barter biasa hanya apabila barang-ekspor mungkin lebih tinggi harganya dari pada barang impor maka selisih harga harus dibayar oleh importir luar negeri dengan cara transfer B. TINJAUAN UMUM TENTANG LETTER OF CREDIT B.1.
Pengertian dan Pengaturan Letter of Credit B.1.1. Pengertian Letter of Credit Amir MS: Letter of credit adalah suatu surat yang dikeluarkan bank devisa atas permintaan importir nasabah bank devisa bersangkutan dan ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut. Isi surat itu menyatakan bahwa eksportir penerima L/C diberi hak oleh importir importir untuk menarik wesel (surat perintah untuk melunasi utang) atas Bank Pembuka untuk sejumlah uang yang disebut dalam surat itu. Bank yang bersangkutan menjamin untuk mengakseptir atau menghonorir wesel yang ditarik tersebut asal sesuai dan memenuhi syarat yang tercantum di dalam surat itu.
Emmy Pangaribuan Simanjuntak : Letter of Credit adalah suatu surat perintah membayar kepada seseorang atau beberapa prang yang dialamati untuk melakukan
pembayaran sejumlah uang tertentu yang disebut dalam surat perintah itu kepada seseorang tertentu.
B.1.2. Pengaturan Letter of Credit Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) adalah pedoman yang menjadi peraturan internasional dalam jual beli antar negara, mengenai cara pembayaran yang harus dilakukan oleh pernbeli melalui Bank. Peraturan UCP ini telah diterima oleh banyak negara dan telah digunakan secara internasional. Demikian juga dengan Indonesia yang menggunakan UCP ini sebagai pedoman
pembayaran
perdagangan
luar
negeri.
Peraturan
Pemerintah No. 1 Tahun 1982 merupakan dasar hukum L/C di Indonesia. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. I Tahun 1982 yang secara rinci mengatur L/C belum ada. Sesuai dengan kenyataan
bahwa
dalam
praktek
perbankan
Indonesia
telah
digunakan UCP sebagai ketentuan L/C sejak tahun 1970-an.20 Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 mengatur L/C yang diterbitkan bank devisa (bank umum) boleh tunduk atau tidak pada UCP. Bank Indonesia secara yuridis formal memberikan kebebasan kepada bank devisa di Indonesia untuk menentukan sikap. Dalam hal L/C tunduk pada UCP, maka agar UCP mempunyai kekuatan hukum mengikat atas L/C bank
20
Ramlan Ginting, Letter of Credit: Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, ( Jakarta: Salemba empat, 2000 ) halaman 18
penerbit harus melakukan suatu tindakan yaitu mencantumkan suatu klausul dalam L/C yang menyatakan bahwa L/C tunduk pada UCP sesuai dengan ketentuan dalam Artikel 1 UCP No. 500 tahun 1993 yang mengatakan : Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) Revisi 1993 No.500, akan berlaku untuk semua "documentary credit" (termasuk standby letter of credit sejauh mana UCP ini dapat diberlakukan) bilamana di dalam teks kredit tersebut menyebutkan secara tegas bahwa kredit tersebut tunduk kepada Uniform Customs and Practice for Documentary Credit, 1993 Revision, ICC Publication No. 500. (UCP) mengikat semua pihak yang bersangkutan, kecuali dengan tegas ditentukan lain dalam kredit tersebut.
B.1.3. Keunggulan Letter of Credit L/C adalah suatu alat (instrumen) yang memudahkan transaksi dagang antara eksportir dengan importir yang belum saling mengenal, atau yang tidak mempunyai ikatan khusus tertentu. L/C dianggap instrumen yang paling penting dan paling aman didalam transaksi perdagangan internasional, terutama dilihat dari sudut
sistem
pembayaran.
Peranan
L/C
dalam
perdagangan
internasional adalah :21 a. Mempermudah lalu lintas pembayaran b. Mengamankan dana yang disediakan importir untuk melunasi
21
Eddie Renaldy, istilalt Perdagsangan Intentasional, ( Jakarta. PT Rajagrolindo Persada, 2000 ) halaman 151
kewajibannya c. Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan. Keuntungan yang diperoleh eksportir dari L/C :22 1. Kepastian pembayaran dan menghindari risiko. Sekalipun eksportir tidak mengenal importir, tetapi dengan adanya L/C sudah merupakan jaminan bagi eksportir bahwa tagihannya pasti dilunasi bank sesuai ketentuan. Reputasi atau nama baik bank yang membuka L/C merupakan jaminan pokok, dan jaminan pembayaran itu akan menjadi ganda bila bank devisa yang bertindak sebagai Advising Bank juga memberikan konfirmasinya. Jadi risiko untuk tidak terbayar menjadi sangat minim. Di sini terlihat besarnya peranan bank dalam memperlancar perdagangan internasional.
2. Penguangan dokumen dapat langsung dilakukan Bila barang sudah dikapalkan, maka dengan adanya L/C shipping documents dapat langsung diuangkan atau dinegosiasikan dengan Advising Bank dan tidak perlu lagi menunggu pembayaran atau kiriman uang dari importir. Advising Bank atau Negotiating Bank tidak ragu untuk melunasi dokumen pengapalan itu karena pembayarannya sudah dijamin oleh Opening Bank. Sebaliknya, bila tidak ada L/C maka eksportir tidak mungkin menegosiasikan shipping documents sehingga harus menunggu transfer atau kiriman uang lebih dahulu dari importir, atau dokumen harus dikirimkan dulu untuk "Collection"
3. Biaya yang dipungut bank untuk negosiasi dokumen relatif kecil bila ada L/C 4. Terhindar dari risiko pembatasan transfer valuta
22
Amir, MS, Kontrak Dagang Ekspor, ( Jakarta: Penerbit PPM,2002 ) halaman 5
Di berbagai negara terdapat pembatasan transfer valuta asing dan diperlukan izin impor sebelum dilakukan pembukaan L/C. Bank devisa di negara importir sudah mengetahui ketentuan ini dan mereka baru bersedia membuka L/C bila semua ketentuan Pemerintah sudah dipenuhi oleh importir. Oleh karena itu, pada setiap pembukaan L/C Opening Bank sudah menyediakan valuta asing untuk setiap tagihan yang didasarkan pada L/C tersebut. Dengan demikian eksportir terhindar dari risiko non-payment yang mungkin terjadi bila transaksi dilakukan tanpa L/C.
5. Kemungkinan memperoleh uang muka atau kredit tanpa bunga bila importir bersedia membuka L/C dengan syarat "Red Clause", maka eksportir dapat memperoleh uang muka dari L/C yang tersedia. Ini berarti eksportir mendapat kredit tanpa bunga atau semacam uang panjar yang biasanya diperlukan untuk memulai produksi barang yang akan diekspor itu. Keuntungan L/C bagi importir:23 1. Pembukaan meminjamkan
L/C
dapat
nama
baik
diartikan dan
bahwa
reputasinya
Opening kepada
Bank importir
sehingga dapat dipercayai oleh eksportir. Eksportir yakin bahwa barang yang akan dikirimkan pasti akan dibayar. 2. L/C merupakan jaminan bagi importir, bahwa dokumen atas barang yang dipesan akan diterimanya dalam keadaan lengkap dan utuh, karena akan diteliti oleh bank yang sudah mempunyai keahlian dalam hal itu. 3. Importir dapat mencantumkan syarat-syarat untuk pengamanan yang pasti akan dipatuhi oleh eksportir agar dapat menarik uang dari L/C yang tersedia.
23
Ibid halaman 6
B.2.
Perjanjian Dasar Pembukaan Letter of Credit Perjanjian pembukaan Letter of Credit yang diadakan bukan
merupakan
perjanjian
yang
berdiri
sendiri,
tetapi
merupakan,
perjanjian tambahan dari perjanjian pokoknya yang berupa perjanjian jual beli yang tertuang dalam kontrak dagang (Sales Contract) antara eksportir dan importir. Proses pembukaan L/C dimulai dengan adanya kontrak jual beli antara penjual dan pembeli yang mensyaratkan pembukaan L/C sebagai pembayarannya, pembeli kemudian mengajukan aplikasi L/C kepada bank devisa di negaranya untuk manfaat pihak penjual. Jalannya pembukaan suatu L/C secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut : 24
2 Opening /
Advising/
BANK
BANK
1
Open er
IMPORTIR
Negotiating
3
EKSPORTIR Beneficiar y
24
Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ) halaman 86
Luar Negeri
Dalam Negeri
1. Importir meminta kepada bank devisanya untuk membuka sebuah Letter of Credit (L/C) sebagai dana yang dipersiapkan untuk melunasi hutangnya kepada eksportir, sejumlah yang disepakati dalam sales contract dan sesuai dengan syarat-syarat pencairan yang disebut dalam Miles Contract dan merujuk pada ketentuan dari The Uniform Customs and Practise for Documentary Letter of Credit dari Kamar Dagang Internasional, Paris No. 500 atau UCP-DC-500. L/C yang dibuka adalah untuk dan atas nama eksportir atau orang atau badan usaha lain yang ditentukan eksportir, sesuai kesepakatan dalam sales contract. Bank devisa yang diminta eksportir membuka L/C itu disebut opening bank. Opening bank inilah yang bertanggung jawab melakukan pembayaran atas L/C itu kepada eksportir penerima L/C. Importir yang disebut pembukaan L/C disebut applicant. 2. Opening bank setelah menyelesaikan jaminan dana L/C dengan importir, melakukan pembukaan L/C melalui bank korespondennya di negara eksportir. Pembukaan L/C dilakukan dengan surat, kawat, teleks, faksimile, atau media elektronik lainnya yang sah. Penegasan pembukaan UC dalam bentuk tertulis itu disebut L/C confirmation yang diteruskan oleh opening bank kepada bank korespondennya untuk disampaikan kepada penerima, yaitu eksportir yang disebut
dalam surat itu. Bank koresponden yang diminta opening bank untuk menyampaikan amanat pembukaan L/C disebut Advising Bank. 3. Advising Bank setelah meneliti keabsahan amanat pembukaan L/C yang
diterimanya
dari
opening
bank
meneruskan
amanat
pembukaan L/C itu kepada eksportir yang berhak menerima dengan surat pengantar dari Advising Bank. Surat pengantar itu disebut L/C advice,
sedangkan
eksportir
penerima
L/C
disebut
sebagai
beneficiary dari L/C itu. Bila Advising Bank diminta dengan tertulis oleh opening bank untuk turut menjamin pembayaran atas L/C tersebut, maka Advising Bank juga disebut sebagai confirming bank. Isi pokok dari Letter of Credit antara lain: a. Nomor dan tanggal L/C b. Jenis dan sifat L/C yang dibuka. c. Nama dan alamat eksportir (penerima L/C) yang lazim disebut sebagai "beneficiary". d. Jumlah dana yang tersedia. e. Uraian barang dan jumlahnya. f.
Perincian dokumen pengapalan yang disyaratkan seperti: 1. Bill of Lading 2. Faktur perdagangan 3. Daftar Pengepakan 4. Daftar kubikasi
5. Daftar timbangan 6. Keterangan negara asal 7. Sertifikat mutu 8. Laporan Kebenaran Pemeriksaan 9. Polis asuransi, dan lain-lain. g. Batas waktu pengapalan terakhir. h. Batas waktu berlakunya L/C. i.
Syarat pengapalan seperti partial shipment, transshipment dan lain-lain.
j.
Ketentuan negosiasi dokumen pengapalan. Etty Susilowati SH. MS menerangkan lebih lanjut mengenai
mekanisme pembayaran dengan L/C dalam bukunya yang berjudul "Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri", dimana mekanisme pembayaran L/C dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Tahap pembukaan Importir mengajukan permohonan pembukaan L/C kepada sebuah Bank yang dianggap bonafide. Untuk ini importir diminta mengisi formulir
aplikasi
(permohonan)
pembukaan
L/C
yang
mencantumkan semua syarat yang harus dipenuhi oleh eksportir di negara lain. 2. Tahap penerusan kredit advis
Apabila Issuing Bank menyetujui aplikasi pembukaan L/C, maka Issuing Bank menerbitkan "kredit advis" yang menyebutkan bahwa pembeli akan membayar sejumlah uang kepada penjual atas barang yang dibeli. Kredit advis ini dilengkapi dengan syarat-syarat yang tercantum daim formulir permohonan L/C yang ditujukan kepada Bank di tempat eksportir, sebagaimana disyaratkan dalam formulir aplikasi tersebut. Apabila nama dari Bank di negara eksportir tidak disyaratkan oleh importir, maka biasanya Bank pembuka L/C akan memilih sendiri Advising Banknya yaitu Bank korespondennya yang setelah menerima advis kredit kemudian akan meneruskannya kepada eksportir. Advising Bank ditempat eksportir inilah yang akan melakukan pembayaran
atau
akseptasi
atau
negosiasi
atas
dokumen-
dokumen yang disyaratkan dan diserahkan oleh eksportir. Dalam tahap penerusan kredit advis ini, adakalanya terjadi suatu perubahan dari kondisi L/C yang harus dilakukan dan harus disampalkan
kepada
pihak-pihak
yang
terlibat
dalam
L/C,
sehingga L/C yang dibuka harus dimintakan amandements (perubahan-perubahan) terhadap syarat L/C, khususnya sebelum L/C jatuh tempo. Adanya perubahan terhadap syarat-syarat L/C harus dimintakan persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat dalam L/C. Sekiranya
sudah disetujui dan sudah cukup lengkap dan tepat, kemudian disampaikan oleh Advising Bank kepada eksportir dengan surat, kawat atau telex sesuai dengan permintaan importir. 3. Tahap pengapalan barang Setelah eksportir menerima kredit advis dari Bank koresponden, maka eksportir mengajukan formulir Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) kepada Perusahaan Pelayaran untuk dapat mengirim barang yang akan diekspor. Dalam instruksi muat tercantum: jumlah dan kualitas, harga barang, pelabuhan tujuan, nama pembeli dan penerima barang di luar negeri, shipping mark, serta syarat pembayaran freight. Formulir PEB tersebut diajukan kepada kantor Bea dan Cukai untuk mendapatkan izin meat barang, yang menunjukkan bahwa barang dapat diekspor dan Maskapai Pelayaran melaksanakan pemuatan barang ke atas kapal dan mengeluarkan dokumen pengangkutan atau Bill of Lading (B/L). Dokumen pengangkutan yang asli dikirimkan kepada pembeli, sedang copy-nya diberikan kepada eksportir. 4. Tahap pengumpulan dokumen Eksportir yang telah menerima dokumen pengangkutan selanjutnya mengumpulkan
dokumen-dokumen
yang
disyaratkan,
yaitu
dokumen pengangkutan (Bill of Lading/ Airway Bill/ Railway Bill); Invoice (Profoma Invoice/ Comercial Invoice/ Consular Invoice);
Dokumen asuransi (Insurance Policy/ Insurance Certificate/ Cover Note). Dokumen-dokumen utama tersebut masih harus ditambah dengan
dokumen-dokumen
lain
sebagai
pelengkap,
yaitu
dokumen yang diperlukan sesuai dengan jenis barang yang diperjanjikan. Misalnya certificate of analysis, certificate of origin dan sebagainya. 5. Tahap penyelesaian pembayaran Setelah Bank pembayar meneliti kelengkapan dan kebenaran formal dokumen dari dokumen yang dipersyaratkan dan ternyata sudah sesuai dengan kredit advis, maka Bank pembayar sejumlah uang yang diperjanjikan kepada eksportir. Eksportir harus mempelajari dengan seksama semua keterangan yang tercantum di dalam L/C. Kalau semua ketentuan itu tidak dipenuhi secara cepat dan cermat, maka bank dari importir yang membuka L/C berhak penuh untuk menolak dokumen pengapalan yang diajukan dan menolak pembayaran atas beban L/C itu. B.3.
Bentuk dan Jenis-jenis Letter of Credit. Menurut
Pasal
6
Uniforms
Customs
and
Practice
for
Documentary Credit No.500 Tahun 1993 ( tJCP), Letter of Credit dapat dibedakan menjadi dua bentuk: a. Revocable Letter of Credit; Letter of Credit dalam bentuk ini mempunyai risiko yang tinggi, karena kurang menjamin pembayaran. Pada Letter of Credit yang
berbentuk revocable, importir setiap saat dapat memerintahkan banknya (Issuing Bank) untuk membatalkan L/C yang telah dibuka tanpa memberitahukan dan meminta persetujuan terlebih dahulu dari pihak eksportir. Pembatalan yang diperintahkan oleh importir di luar negeri tidak berlaku (tidak mempunyai kekuatan) bilamana eksportir telah mengapalkan dan wesel ekspor telah dinegoisir oleh Negotiating Bank pada saat pembatalan diterima. b. Irrevocable Letter of Credit. Letter of Credit dalam bentuk ini dapat dibatalkan hanya atas persetujuan ksportir dan importir. L/C dalam bentuk ini memberikan jaminan pembayaran yang lebih baik jika dibandingkan dengan Revocable L/C. Dilihat dari segi saat pembayaran, L/C dapat dibagi menjadi:25 1. Sight L/C Yaitu L/C yang jika semua persyaratan dipenuhi, maka Negotiating Bank wajib membayar nominal L/C kepada eksportir paling lama dalam 7 hari kerja. 2. Usance L/C
25
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis InternasionalEkspor Impor dan Imbal Beli, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001 ) halaman 28
Yaitu yang L/C yang pembayarannya baru dapat dilunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan (tanggal Bill of Lading). 3. Red Clause L/C Yaitu L/C dimana bank pembuka L/C memberi kuasa kepada bank pembayar untuk membayar uang muka kepada beneficiary sebagian tertentu atau seluruh nilai L/C sebelum beneficiary menyerahkan dokumen. Dan syarat-syaratnya L/C dibagi menjadi: 1. Open L/C Yaitu suatu L/C yang memberi hak kepada eksportir penerima L/C untuk menegoisasikan dokumen melalui bank mana saja yang diingininya. 2. Restricted L/C Yaitu kebalikan dari Open L/C di mana, negotiating bank dibatasi pada bank tertentu. 3. Documentary L/C Yaitu
L/C
yang
mewajibkan
eksportir
penerima
L/C
untuk
menyerahkan dokumen pengapalan yang membuktikan pemilikan barang serta dokumen pelengkap lainnya sebagai syarat untuk memperoleh pembayaran. 4. Revolving L/C
Yaitu L/C di mana kredit yang, tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu mengadakan perubahan syarat baik dalam bentuk waktu maupun nilai uang. 5. Back to back L/C Yaitu L/C yang dapat dibuka lagi oleh eksportir penerima L/C pertama kepada eksportir kedua dengan menjaminkan L/C yang diterimanya. L/C
ini biasa digunakan dalam perdagangan segi
tiga. B.4.
Para Pihak yang terlibat dalam Letter of Credit.26 Pihak-pihak yang terlibat dalam pembukaan L/C adalah: a. Opener atau Applicant Importir yang meminta bantuan bank devisanya untuk membuka L/C guna keperluan penjual atau eksportir. b. Opening bank atau Issuing Bank Bank devisa yang dimintai bantuannnya oleh importir untuk suatu L/C untuk keperluan eksportir. Bank devisa inilah yang memberikan jaminan kepada eksportir. Oleh karena itu, "nilai" L/C sangat bergantung pada nama baik dan reputasi dari bank devisa yang membuka L/C tersebut. c. Advising Bank
26
Amir, Letter of Credit: dalam Bisnis Ekspor Impor.Op.cit halaman 3
Opening bank membuka L/C untuk eksportir melalui bank lain di negara eksportir yang menjadi koresponden dari Opening bank tersebut
Bank
korespondensi,
ini
berkewajiban
untuk
menyampaikan amanat yang terkandung dalam L/C kepada eksportir yang berhak. Oleh karena itu bank korespondensi yang bersangkutan
disebut
Advising
Bank
atau
Bank
Penyampai
Amanat. d. Beneficiary Eksportir yang menerima pembukaan L/C dan diberi hak untuk menarik uang dari dana L/C yang tersedia itu disebut sebagai penerima L/C atau beneficiary. e. Negotiating Bank Di dalam L/C biasanya disebutkan bahwa Beneficiary boleh menguangkan (menegosiasikan shipping document) melalui bank mana saja yang disukainya asalkan memenuhi syarat L/C. Bank yang membayar dokumen itu disebut sebagai Negotiating Bank. B.5.
Dokumen-dokumen dalam Letter of Credit. Sehubungan dengan pentingnya dokumen dalam pembayaran melalui L/C di dalam Pasal 13 (a) UCP No. 500 Tahun 1993 disebutkan: Bank harus memeriksa semua dokumen yang disebutkan dalam kredit dengan seksama untuk memastikan apakah dokumen tersebut, secara nyata sesuai atau tidak dengan persyaratan dan kondisi kredit.
Kesesuaian dokumen dengan persyaratan dan kondisi kredit harus dilakukan berdasarkan standar praktek perbankan internasional. Dokumen yang tidak sesuai satu dengan yang lainnya akan dianggap tidak sesuai dengan persyaratan dan kondisi kredit yang bersangkutan. Pemeriksaan dokumen oleh Bank hanya dilakukan terhadap dokumendokumen yang diminta atau disepakati dalam kredit. Dokumen yang tidak diminta. tidak akan diperiksa oleh Bank. Dokumen dalam pembayaran transaksi ekspor impor dengan L/C merupakan hal penting sesuai dengan pasal 4 UCP No.500 Tahun 1993 disebutkan bahwa: Dalam pelaksanaan kredit semua pihak yang bersangkutan berurusan dengan dokumen-dokumen, dan bukan dengan barang-barang, jasajasa dan/atau pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan dokumendokumen yang bersangkutan.
Dokumen-dokumen yang harus disepakati dan diminta dalam L/C tersebut adalah:27 1. Dokumen Induk a. Dokumen Pengangkutan: i.
Bill of Lading Bill of Lading atau Marine Bill of Lading atau Konosemen merupakan dokumen pengapalan yang paling penting, karena mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Bill of
27
Etty Susilowati Suhardo SH.MS.Op.cit. halaman 60
Lading (Marine Bill of Lading/Konosemen) menunjukkan hal pemilikan atas barang-barang yang dikirim melalui laut ke sesuatu tujuan tertentu, dan selanjutnya barang-barang tersebut diserahkan kepada penerima. ii. Airway Bill Apabila Letter of Credit mensyaratkan barang-barang untuk diangkut dengan pengangkutan udara, maka digunakan Airway Bill. Airway Bill (AWB) ini merupakan tanda terima yang dikirim melalui udara untuk orang dan alamat tertentu. iii. Railway Consignment note Dalam
pengiriman
barang-barang
ekspor
dengan
pengangkutan kereta api dari satu negara ke negara lainnya (misalnya di Eropa), eksportir memperoleh tanda terima yang dinamakan Consignment note (surat angkutan kereta api). Dokumen ini mencantumkan nama stasiun pemberangkatan, tujuan, nama eksportir dan alamat yang dituju, kemudian dicap dengan nama perusahaan kereta api yang bersangkutan. Barang-barang akan diserahkan pada
Consignee
bersangkutan
dan
setelah
adanya
dibuktikan
oleh
perusahaan kereta api di tempat tujuan. b. Invoice atau Faktur :
permohonan
yang
pejabat-pejabat
Invoice atau faktur penjualan ini sangat penting karena merupakan dokumen resmi dari penjualan yang menguraikan barang-barang apa saja yang tercantum dalam Invoice tersebut yang sesuai dengan L/C yang bersangkutan. Invoice atau faktur dapat dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu: i.
Profoma Invoice: Profoma Invoice ini menyatakan syarat-syarat jual beli dan bersangkutan menyetujui pesanan tersebut maka akan ada kontrak antara pembeli dengan penjual sesuai dengan yang ditetapkan dalam Proforma Invoice.
ii. Commercial Invoice Nota perincian tentang keterangan barang-barang yang dijual, dan harga dari barang-barang tersebut. Commercial Invoice dari penjual (eksportir) ini ditujukan kepada pembeli (importir) yang nama dan alamatnya sesuai dengan yang tercantum dalam L/C dan ditandatangani oleh pihak yang berhak menandatangani. iii. Consular Invoice Invoice yang dikeluarkan oleh instansi resmi, yakni kedutaan (konsulat), ditandatangani oleh Konsul Dagang dari negara pembeli yang berdomisili di negara penjual. c. Dokumen Asuransi: i.
Insurance Policy:
Polis Asuransi ini menyatakan bukti kontrak asuransi atas barang-barang yang akan diongkut dengan kapal dan si tertanggung yang membayar premi. ii. Insurance Certificate: Merupakan surat keterangan yang menjelaskan terhadap barang-barang
tertentu
telah
dilakukan
penutupan
asuransinya dalam bentuk Open policy. Open policy ini diperlukan untuk pengapalan-pengapalan dalam jumlah yang
tidak
terbatas.
mengapalkan
Setiap
barang,
ia
kali
yang
akan
bersangkutan
memberitahukan
perusahaan asuransi dan membayar preminya. iii. Cover Note . Merupakan
sebuah
pemberitahuan
yang
digunakan
sebagai “permulaan alai bukti" dari perusahaan asuransi yang menyatakan bahwa sebuah asuransi telah ditutup sementara
menunggu
polis
atau
sertifikat
asuransi
dikeluarkan. d. Draft (wesel) Fungsi wesel sama dengan dokumen-dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian. Apabila suatu L/C, telah disyaratkan disertai dengan wesel, maka seorang penjual akan menerima
pembayaran
setelah
dokumen disertai dengan wesel.
menyerahkan
dokumen-
2. Dokumen Tambahan atau dokumen yarg diperlukan: a. Certificate of Origin, yaitu Surat keterangan asal barang, yang dibuat oleh Kamar Dagang di negara penjual dengan tujuan untuk menjamin keaslian barang-barang yang bersangkutan. Di dalam sertifikat itu dijelaskan bahwa barang tersebut benarbenar hasil produksi dari negara penandatangan sertifikat tersebut,
sehingga
secara
tidak
langsung
sertifikat
itu
merupakan suatu jaminan atas kualitas barang tersebut. b. Packing List, yaitu suatu daftar tentang koli-koli beserta isinya, dibuat oleh perusahaan yang mengepak barang-barang tersebut. c. Weight
List
(certificate
of
weight),
yaitu
daftar
timbangan/beratnya barang-barang di pelabuhan pemuatan. d. Dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan sesuai dengan jenis barang ekspor yang dilakukan. B.6.
Pelaksanaan Pembayaran melalui L/C Pelaksanaan pembayaran dilakukan oleh Bank adalah atas dasar kuasa yang diberikan kepada Bank pembayar oleh Issuing Bank, maka Bank pemberi kuasa harus bertanggung jawab untuk mengganti pembayaran tersebut kepada Bank penerima kuasa yang disebut dalam kredit advis.
Pelaksanaan pembayaran tersebut dapat dilakukan melalui cara:28 1. Pembayaran Tunai Pihak
eksportir
akan
menyerahkan
dokumen-dokumen
yang
diminta dalam L/C kepada, Bank pembayar untuk memperoleh pembayaran
atas
barang
yang
dikapalkan.
Setelah
Bank
melakukan pemeriksaan atas dokumen dan ternyata memenuhi sernua, syarat yang telah ditentukan, maka Bank pembayar akan membayar kepada pihak eksportir dan kemudian mengirimkan dokumen-dokumen
tersebut
kepada
bank
pembuka.
Atas
pembayaran yang telah dilakukan itu Bank pembayar akan memperoleh pembayaran kernbali dari Bank pembuka, menurut cara
yang
pembayaran
telah
diperjanjikan
dengan
tunai
ini
sebelumnya. pelaksanaannya
Pelaksanaan ada
yang
menggunakan wesel dan ada pula yang tidak. Dalam praktek kebanyakan dilaksanakan dengan menggunakan wesel 2. Pembayaran bertangguh Jika penyerahan dokumen telah sesuai dengan syarat L/C, eksportir akan menerima Surat pernyataan tertulis dari Bank yang akan melakukan pembayaran pada tanggal jatuh tempo. Namun dimungkinkan eksportir dapat meminta pembayaran sebelum jatuh tempo
dari
Bank
pembayar.
Penyelesaian
pembayaran
bertangguh ini tidak menggunakan wesel. Pembayaran yang
28
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit. halaman 53
dilakukan pada waktu jatuh tempo atau sebelumnya, Bank pembayar akan tetap menerima pembayaran kembali dari Issuing Bank menurut cara yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Akseptasi Pada
penyelesaian
pembayaran
dengan
akseptasi
ini
dilaksanakan dengan menggunakan wesel berjangka. Penjual diwajibkan
untuk
menyerahkan
dokumen-dokumen
yang
disyaratkan disertai dengan wesel yang ditarik pada Bank yang disebutkan dalam L/C dengan jangka yang telah ditetapkan. Setelah dokumen-dokumen diperiksa dan telah memenuhi syarat L/C, Bank kemudian meng-aksep wesel dan mengembalikannya kepada Penjual. Bank memberikan akseptasi tersebut karena telah mendapat kuasa dari pihak Bank pembuka. Hal ini berarti bahwa Bank telah menyatakan sanggup membayar nilai wesel pada waktu jatuh tempo. Atas pembayaran yang telah dilakukan, Accepting Bank akan memperoleh penggantian pembayaran dari Bank pernbuka seperti yang telah diperjanjikan. 4. Negosiasi Untuk memperoleh barang yang telah dikapalkan, pihak Penjual menyerahkan suatu bukti pengapalan barang dan dokumendokumen yang ditetapkan dalam L/C disertai dengan wesel yang ditarik dari pembeli atau yang disebutkan dalam L/C yang bersangkutan. Setelah Bank melakukan perneriksaan dokumen dan
diketahui bahwa dokumen telah memenuhi syarat serta kondisi yang ditetapkan dalam L/C, maka Bank tersebut dapat mengambil alih (menegosiasi) wesel itu atas dasar kuasa dari pihak Bank pembuka, sedang penggantian pembayaran akan diperoleh menurut perjanjian yang telah saling disepakati. C. TINJAUAN UMUM TENTANG BILL OF LADING C.1. Pengertian Dan Pengaturan Bill Of Lading Bill of Lading merupakan dokumen pengangkutan barang dengan kapal laut. Bill of Lading (B/L) lebih dikenal dengan nama 'konosemen' yaitu dokumen pengapalan yang sangat penting karena mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Bill of Lading ini menunjukkan hak pemilikan atas barang-barang yang dikirim melalui laut. Kitab Undang-undang Hukum Dagang Buku II Bab V. A, tentang Pengangkutan Barang di dalam Pasal 506 memberikan pengertian Bill of Lading: Konosemen adalah suatu Surat yang bertanggal, dalam mana si pengangkut menerangkan, bahwa ia telah menerima barangbarang tersebut untuk diangkutnya ke suatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya kepada seseorang tertentu yang ditunjuk beserta dengan klausula-klausula apa penyerahan akan terjadi.
C.2. Syarat Sah Bill of Lading
Untuk sahnya suatu Bill of Lading harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:29 a. B/L
harus
dikeluarkan
oleh
seorang
pengangkut
dan
ditandatangani; b. Memuat pernyataan dari pengangkut bahwa ia telah menerima sejumlah barang; c. Memuat pernyataan dari pengangkut bahwa ia akan mengangkut barang-barang yang diterimanya dan sesuai dengan syarat-syarat penyerahannya akan diserahkan ditempat tujuan; d. Memuat syarat-syarat penyerahannya. Berdasarkan ketentuan-ketentuan Uniform Customs and Practise for Documentary Credit (UCP) no 500 tahun 1993, pasal 32, pada sistem pembayaran Letter of Credit, tidak semua B/L dapat diterima. Ketentuan mengenai dokumen pengangkutan laut yang dapat diterima bank diatur dalam UCP 500 pasal 23 sampai dengan pasal 26. Pasal 23 mengatur mengenai Marine /Ocean Bill of Lading; pasal 24 mengatur mengenai Sea Way Bill of Lading yang tidak dapat dinegosiasikan; pasal 25 mengatur mengenai Charter party Bill of Lading; pasal 26 mengenai dokumen angkutan multimodal. Ciri Bill of Lading yang dapat diterima bank berdasarkan pasal 23 UCP 500 adalah:
29
Ibid halaman 62
Marine Ocean Bill of Lading a. Kredit yang mensyaratkan suatu Bill of Lading yang mencakup suatu pengapalan dari pelabuhan ke pelabuhan (port-to port shipment), kecuali apabila ditetapkan lain dalam kredit bank-bank harus menerima suatu dokumen, apapun namanya, yang: i.
Secara nyata menunjukkan nama pengangkut (carrier) dan ditandatangani atau apabila dinyatakan keasliannya oleh:
Pengangkut (carrier) atau agen yang ditunjuk atau atas nama pengangkut yang bersangkutan, atau
Nahkoda atau agen yang ditunjuk untuk atau atas nama nahkoda yang bersangkutan Tiap
tanda
tangan
atau
pembuktian
keaslian
dari
pengangkut (carrier) atau nahkoda harus diberi tanda sebagai pengangkut (carrier) atau nahkoda. Agen yang menandatangani
atau
membuktikan
keaslian
untuk
kepentingan perusahaan pengangkut atau nahkoda juga harus menunjukkan nama dan jabatan pihak tersebut, misal pengangkut (carrier) atau nahkoda, atas nama siapa agen tersebut bertindak. ii. Menunjukkan bahwa barang-barang sudah dimuat di atas kapal, atau dikapalkan dengan menggunakan kapal yang sudah ditentukan.
Pemuatan di atas kapal atau pengapalan dengan suatu kapal yang ditentukan boleh diberi tanda dengan kata-kata yang tercetak pada Bill of Lading bahwa barang–barang tersebut sudah dimuat di atas kapal yang sudah ditentukan, dalam mana tanggal penerbitan Bill of Lading tersebut akan dianggap sebagai tanggal pemuatan di atas kapal, dan tanggal pengapalan. iii. Menunjukkan pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar yang ditentukan dalam kredit, meskipun dokumen: a. Menunjukkan suatu tempat penerimaan yang berbeda dari pelabuhan muat dan atau suatu tempat tujuan akhir berbeda dari pelabuhan bongkar, dan atau b. Memiliki tanda "intended' atau kualifikasi yang serupa sehubungan dengan pelabuhan muat dan atau pelabuhan bongkar, sepanjang dokumen tersebut juga menyebutkan pelabuhan--pelabuhan muat dan atau bongkar yang disebutkan dalam kredit tersebut. iv. Terdiri dari hanya asli Bill of Lading, atau bila diterbitkan lebih dari satu asli, seberkas lengkap sebagaimana diterbitkan. v. Nyata memiliki semua persyaratan dan kondisi pengangkutan, atau beberapa dari persyaratan dan kondisi tersebut menunjuk kepada suatu sumber atau dokumen selain Bill of lading (short form/blank back Bill of Lading) dan bank-bank tidak akan memeriksa isi persyaratan dan kondisi tersebut
vi. Tidak memiliki petunjuk bahwa dokumen tersebut tunduk pada charter party dan atau tidak ada petunjuk bahwa kapal pengangkut dijalankan dengan layar saja vii. Dalam segala hat memenuhi ketentuan-ketentuan dalam kredit. C.3. Fungsi Bill of Lading Konosemen atau Bill of Lading mempunyat beberapa fungsi, yakni:30 a. Sebagai bukti penerimaan muatan dari shipper untuk diangkut ke pelabuhan tujuan yang tercantum dalam Bill of Lading. b. Sebagai kontrak pengangkutan laut antara tiga pihak yaitu shipper (pengirim/eksportir), carrier (perusahaan pelayaran) dan Cosignee (penerima barang/Importir). c. Sebagai kuitansi pembayaran uang tambang (freight) apabila uang tambang dibayar di pelabuhan muat (freight prepaid) atau perjanjian pembayaran uang tambang bila uang, tambang dibayar di pelabuhan tujuan (freight payble at destination) d. Sebagai documents title, artinya pemegang Bill of Lading adalah pemilik barang yang disebutkan didalamnya. Sebagai dasar penyelesaian klaim/tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh
pengirim
muatan
atau
wakilnya
kepada
pengangkut/perusahaan asuransi berhubung dengan kekurangan atau kerusakan pada barang muatan.
30
Soperiyo Adhibroto, Letter of Credit: dalam teori dan praktek, ( Sernarang: Dahara Prize, 1992 ) halaman 22
C.4. Bentuk dan Jenis Bill of Lading Konosemen atau Bill of Lading dapat berbentuk: 1. Konosemen Atas nama, dengan mana nama si penerima disebut dengan jelas dalam. Cara penyerahan konosemennya adalah dengan Cessie 2. Konosemen atas pengganti, konosemen ini dapat diperalihkan dan juga cukup aman. Cara penyerahan konosemennya dengan endossemet. 3. Konosemen atas tunjuk, konosemen ini mengandung risiko yang besar sekali karena penyerahan hak atas konosemen itu hanya terjadi dari tangan ketangan saja, sehingga kemungkinan iatuh ketangan orang yang tidak berhak adalah lebih besar. Mengacu pada UCP No. 500 tahun 1993 pasal 32, B/L terbagi dua jenis, yaitu apabila dilihat dari segi fisik barang 1. Foul B/L / Dirty R/L atau Unclean B/L Jenis B/L yang mengandung catatan tentang kerusakan barang atau cacat barang, Seperti yang terkandung dalam pasal 32 ayat b tersebut, maka bank akan menolak jenis B/L ini kecuali ada surat pernyataan/jaminan dari pemilik barang atau pihak shipper untuk memberikan jaminan untuk tidak melakukan pengklaim-an. Bank akan menolak dokumen pengangkutan yang memuat klausul atau catatan yang menyatakan secara jelas kondisi barang dan/atau kemasan yang cacat kecuali kredit
secara jelas menyatakan bahwa klausul atau catatan dimaksud dapat diterima. 2. Clean Bill of Lading atau B/L yang bersih Jenis B/L yang tidak mengandung catatan tentang keadaan fisik barang yang diangkut oleh perusahaan pelayaran yang mengeluarkan B/L tersebut. Secara umum jenis jenis Bill of Lading dapat diuraikan sebagai berikut:31 1. Negotiable B/L (OriginaL B/L) dan Non Negotiable B/L Negotiable B/L adalah B/L yang dapat digunakan sebagai dokumen
berharga
diperjualbelikan.,
untuk
Sebagai
pencairan lawan
L/C
negotiable
atau B/L
dapat ini
kita
mengenal Non Negotiable B/L yaitu copy B/L yang tidak dapat dipergunakan untuk pencairan L/C. 2. On Board B/L dan Receipt B/L On Board B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh pengangkut sebagai tanda terima barang di mana barangnya sudah diterima di atas kapal pengangkut. Sedangkan Receipt B/L adalah B/L yang diterbitkan pengangkut, namun barang belum diterima di atas dek kapal.
31
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.cit halaman 162
3. Foul B/L atau Dirty B/L / Unclean B/L, Jenis B/L yang mengandung catatan atau kerusakan barang atau cacat barang. Seperti terkandung dalam pasal 32 ayat b, maka bank akan menolak jcnis B/L ini, kecuali ada surat pernyataan/jaminan dari pcmilik barang atau pihak shipper untuk memberikan jamman untuk tidak melakukan peng-klaiman dikemudian hari, surat pernyataan tersebut dikenal dengan Letter of Indemnity. Bila pihak bank menerima jenis Clean B/L disertai
dengan
Letter
of
Indemnity, maka
pihak
bank
mengetahui bahwa keadaan barang yang akan diangkut oleh maskapai
pelayaran
tersebut
terdapat
catatan
tentang
keadaan fisik baring, namun ketentuan dalam artikel/pasal tersebut memungkinkan bank menerima dokumen tersebut. Clean Bill of Lading atau B/L yang bersih. Jenis B/L yang tidak mengandung catatan tentang keadaan fisik barang yang telah diangkut oleh perusahaan pelayaran yang mengeluarkan B/L tersebut. 4. Long form and Short Form Long form B/L merupakan B/L yang mencantumkan syaratsyarat pengangkutan pada halaman belakangnya. yang merupakan sumber acuan. Jika, terjadi perselisihan antara pengirim dan pengangkut. Syarat-syarat itu diterapkan secara sepihak oleh perusahaan pelayaran. Sebaliknya Short Form B/L
tidak mencantumkan syarat-syarat pengangkutan tersebut. jika terjadi
perselisihan
maka
hukum
di
mana
perusahaan
pelayaran berdomisili yang dipakai. 5. Combined Transport B/L ( Multimodal B/L); Single Modal B/L Multimodal B/L adalah jenis B/L yang menggunakan lebih dari satu macam alat transportasi dengan B/L yang sama. Alat angkutan tersebut dapat berupa alat transportasi udara, laut dan darat. Sedangkan Single B/L, hanya menggunakan satu alat angkut saja. 6. Express B/L Express B/L adalah B/L yang dikirim melalui faxcimile, dan untuk itu B/L yang asli tidak perlu diserahkan. 7. Stale B-L Stale B/L merupakan B/L yang sudah "basi" karena B/L tersebut datangnya terlambat dan kapal pengangkut telah datang terlebih dulu. Hal seperti ini biasanya terjadi untuk jarak pengangkutan yang dekat. Lazimnya B/L dianggap "basi" jika dijauhkan ke bank lebih dari 21 hari dihitung dari tanggal pengeluaran B/L tersebut. Tujuannya adalah untuk melindungi importir dari biaya-biaya yang tidak perlu karena kelambatan penyelesaian
pabean,
sebagai
akibatnya
importir menerima dokumen pengapalan. 8. Switch B/L
terlambatnya
Switch B/L merupakan B/L, yang diganti. Hal seperti ini biasanya terjadi dalam Back to Back L/C, dimana perantara/trader tidak ingin pembeli mengetahui alamat penjual, sehingga nama shipper diganti dengan nama trader dalam B/L nya. 9. Thrid Party B/L Dalam jenis B/L ini nama shipper yang tercantum dalam L/C adalah nama shipper lain. Misalnya karena eksportir awal tidak sanggup mengirimkan barang, sehingga diambil alih oleh shipper lain. Syarat penggunaan B/L jenis ini adalah jika L/C membolehkannya, kalau tidak diatur maka tidak boleh dipergunakan. 10. Ocean B/L dan House B/L Ocean B/L adalah B/L, yang diterbitkan oleh perusahaan pelayaran, sedangkan House B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh forwarding company. 11. Chartered B/L Chartered B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh pihak yang mencharter kapal. C.5.
32
Para Pihak dalam Bill of Lading 32
Rivai Wirasasmita: Kuidah Bangun;Yosc Arie Purnomo, Se1tik Beluk Kredit Berdokumen dan Peraturan Devisa, ( Bandung: Pionir Jaya,1999 ) halaman 138
a. Shipper (pengirim/eksportir); Salah satu kewajiban eksportir adalah mempersiapkan barang menjadi siap ekspor dan mengirimkannya kepada pembeli/importir. Untuk itu, eksportir harus mengurus dan mengadakan kontrak pengangkutan dalam rangka menyampaikan barang ekspor kepada importir. b. Carrier (perusahaan pelayaran) Dalam perdagangan internasional sebagian barang ekspor dan impor diangkut melalui laut, karena itu jasa pelayaran memegang peranan yang sangat menentukan. c. Cosignee (penerima barang/importir). Dalam hal Letter of Credit, importir akan menerima barangnya setelah shipping documents diterima. C.6.
Tanggung jawab Eksportir terhadap Bill of Lading dalam Letter of Credit Eksportir bertanggung jawab melengkapi dokumen-dokumen yang disepakati dalam Letter of Credit termasuk di dalamnya Bill of Lading. Dokumen-dokumen, yang harus diserahkan oleh eksportir termasuk didalamnya Bill of Lading, harus sesuai dengan kondisi syarat kredit. Dimana kesesuaian Bill of Lading tersebut merupakan tanggung jawab eksportir sehingga dalam menyiapkan dan menyerahkan Bill of Lading harus mengacu pada syarat-syarat yang telah disepakati dalam Letter of Credit.
Penyimpangan dari syarat-syarat yang tercantum dalam L/C dapat dijadikan alasan Bank untuk menolak pembayaran. Hal ini berarti eksportir tidak dapat menerima pembayaran barang yang sudah dikirimkan. Salah satu hal yang harus diperhatikan eksportir terhadap B/L adalah penanggalan yang terdapat pada B/L. Dalam Article 22a UCP revisi 1993 disebutkan bahwa L/C harus menetapkan tanggal jatuh tempo
penyerahan
dokumen
untuk
pembayaran,
akseptasi
atas
negosiasi. Sedang dalam Pasal 22b selanjutnya disebutkan bahwa dokumen harus diserahkan pada atau sebelum tanggal jatuh tempo dari L/C tersebut. Apabila L/C tidak menetapkan tanggal penyerahan dokumen, maka Bank akan menolak dokumen yang diserahkan melebihi dari 21 hari setelah tanggal Bill of Lading. Hal ini tercantum dalam Article 43a UCP Revisi 1993. Dengan demikian tanggal suatu konosemen sangat penting karena tanggal itulah yang menunjukkan atau menentukan kapan dokumen tersebut diterbitkan, kapan dokumen tersebut jatuh tempo, dan kapan dokumen tersebut harus diserahkan. Bill of Lading dalam cara pembayaran Letter of Credit diatur dalam Uniform Customs and Practise.for Documentary Credits (UCP) no 500 tahun 1993, kecuali apabila masing-masing pihak mengatur lain. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh eksportir pada Bill of Lading:33
33
Amir, MS. Op.cit. halaman 83
1. B/L yang diajukan harus merupakan seperangkat dokumen sah yang lengkap, seperti yang dikeluarkan. Jumlah konosemen asli yang ditandatangani
dan
dikeluarkan
perusahaan
pelayaran
yang
merupakan satu perangkap dokumen lengkap selalu diterangkan di bagian bawah konosumen di atas tanda tangan. 2. Pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar harus seuai dengan persayaratan kredit. 3. Tanda-tanda pengapalan dan nomor-nomornya harus sesuai dengan tanda pengapalan dan nomor-nomor dalam dokumen lainnya seperti faktur dagang, dokumen asuransi dan sebagainya. 4. Uraian barang yang terdapat dalam konosemen harus sesuai, atau setidak-tidaknya merupakan penjelasan umum dari barang yang terdaftar dalam faktur, dokumen asuransi dan dokumen pengapalan lainnya yang diserahkan, dan tidak bertentangan dengan uraian barang dalam kredit atau dokumen lainnya. 5. Barang dikirimkan kepada pihak yang disebutkan dalam kredit. 6. Tidak ada klausul tambahan luar biasa pada konosemen yang secara tegas menerangkan keadaan tidak baik dari barang-barang atu pengepakan sehingga menyebabkan B/L menjadi "tidak bersih" atau unclean. C.7.
Penyimpangan Dokumen dalam Letter of Credit
Di dalam praktek transaksi perdagangan Luar negeri yang menggunakan yang menggunakan cara pembayaran L/C terdapat penggolongan penyimpangan yaitu: 34 a. Penyimpangan atas syarat-syarat L/C Penyimpangan atas syarat-syarat L/C antara lain: tidak lengkapnya dokumen yang telah ditentukan, antara dokumen yang satu dengan yang
lain
tidak
konsisten,
melampaui
batas
akhir
tanggal
pengapalan, L/C sudah melampaui waktu yang sudah ditentukan (expired). b. Penyimpangan
yang
bersumber
pada
dokumen
yang
belum
sempurna. Bentuk penyimpangan-penyimpangan atas dokumen tersebut dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu: 1. Penyimpangan yang sifatnya
dapat diperbaiki (Correctable
Discrepancies) Correctable Discrepancies adalah penyimpangan-penyimpangan yang disebabkan oleh kekeliruan kecil dalam penyiapannya dan dimungkinkan bagi eksportir untuk memperbaiki dokumen yang menggalami penyimpangan tersebut. Kekeliruan-kekeliruan seperti ini disebut dengan minor discrepancies. 2. Penyimpangan
yang
sifatnya
tidak
dapat
diperbaiki
(Uncorrectable Discrepancies)
34
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996 halaman 211
Uncorrectable
discrepancies
adalah
penyimpangan-
penyimpangan yang dianggap besar dan tidak dapat diperbaiki langsung
oleh
eksportir.
Penyimpangan-penyimpangan
ini
dinamakan major discrepancies.
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Dalam suatu penelitian diperlukan suatu metode yang tepat agar dapat menganalisa masalah secara akurat sekaligus memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Oleh karena itu penelitian sebagai sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.35 Soerjono Soekanto mengemukakan peranan metodologi dalam suatu penelitian adalah :36 1. Menambah
kemampuan
pada
ilmuwan
untuk
mengadakan
atau
35
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normal & Suatu Tinjauan Singkat, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2003 ), halaman 1
36
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : UI Press, 1986 ), halaman 7
melaksanakan Penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap. 2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui. 3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner. 4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan dan mengintregasikan pengetahuan tentang masyarakat.
Fungsi penelitian di sini adalah untuk mencarikan penjelasan dan juga jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini permasalahan yang diteliti adalah mengenai tanggung jawab eksportir terhadap Perjanjian Jual Beli Dengan Menggunakan L/C (Letter Of Credit) Pada CV. Golden Teak Garden Semarang” Sehubungan dengan peranan dan fungsi metode dalam penelitian ilmiah, Soerjono Soekanto dalam bukunya "Pengantar Penelitian Hukum", menyatakan: “Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang tata cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkunganlingkungan yang dihadapinya".37
37
Ibid, halaman 6
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metodologi merupakan bagian yang harus untuk memberikan nilai pada penelitian ilmiah. Langkah-langkah yang akan digunakan dalam melakukan penelitian guna menyusun tesis ini, yaitu sebagai berikut : A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris yaitu cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.38 Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan dan akan dikumpulkan dengan mengadakan wawancara langsung dengan pihak yang akan diteliti. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka sebagai dasar menganalisa. Dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya data sekunder dapat dibedakan menjadi:39 a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat. Adapun yang digunakan sebagai bahan hukum primer yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini antara lain:
38 39
Soerjono Soekanto,Sri Mamudji,Op.cit, halaman 52 Ronny,Hanitijo Soemitro, MPH dan Jurimetri, ( Jakarta : Gahlia Indonesia,1980 ), halaman 64
1. Buku III KUH Perdata tentang Perikatan. 2. Buku 11 bab V A KUHD tentang Pengangkutan Barang 3. Undang-undang No.24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar Devisa. 4. PP No. 24 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Ekspor Impor dan Devisa. 5. Keputusan
Menteri Perindustrian
dan Perdagangan
No.146/MPP/KEP/IV/1999 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor. 6. The Uniform Customs and Practice No. 500 Revisi Tahun 1993. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, misalnya: hasil karya ilmiah para sarjana, hasil-hasil penelitian. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang
bahan
primer
dan
bahan
sekunder.
Misalnya:
kamus,
ensiklopedia. B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu cara atau prosedur memecahkan masalah penelitian, dengan cara memaparkan keadaan obyek yang diteliti sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta pada saat sekarang.40 Penelitian yang bersifat deskriptif analitis ini bertujuan agar hasil penelitian yang diperoleh, dapat memberikan gambaran mengenai tanggung jawab eksportir dengan
40
H. Barda Nawawi A, HM Martini Hardadi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, ( Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1992 ) hal.42
cara pembayaran Letter of Credit serta memperoleh gambaran mengenai hambatan–hambatan apa yang dihadapi eksportir pada cara pembayaran Letter of Credit. C. Populasi Dan Metode Sampling Populasi adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau kejadian atau seluruh unit yang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan (eksportir) yang melakukan
transaksi
perdagangan
luar
negeri
khususnya
yang
menggunakan cara pembayaran Letter of Credit. Populasi biasanya sangat besar dan luas maka tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi sehingga cukup diambil sebagaian saja untuk diteliti sebagai sample. Untuk itu penulis mengambil sample yang mewakili populasi yaitu CV. Golden Teak Garden Semarang. Metode sampling yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah non random-purposive sampling, yaitu penarikan sampel dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu. Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel sebagai berikut:41 1. Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama dari populasi.
41
Ronny,Hanitijo Soemitro, Op.cit, halaman 64
2. Obyek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan obyek yang paling banyak mengandung ciri-cirinya yang terdapat pada populasi. 3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan teliti dalam studi pendahuluan. Penulis mengambil sampel yang mewakili yaitu CV. Golden Teak Garden Semarang, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1. Merupakan badan hukum yang melaksanakan kegiatan ekspor impor 2. Merupakan badan hukum yang menyelenggarakan transaksi ekspor impor menggunakan cara pembayaran dengan Letter of Credit. 3. Merupakan badan hukum yang menggunakan Bill of Lading dalam cara pembayaran Letter of Credit. 4. Merupakan badan hukum
yang memberikan kemudahan dalam
memberi ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian. D. Teknik Pengumpulan Data Untuk menunjang keberhasilan dan efektifitas penelitian, penulis memerlukan data-data yang bersumber pada keadaan di lapangan ataupun sumber lain dengan pemisahan secara garis besar antara data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan: 1. Data Primer Interview atau wawancara
Yaitu dilakukan dengan wawancara bebas terpimpin, artinya dengan melakukan tanya jawab langsung kepada responden, kemudian diadakan pencatatan terhadap hasil tanya jawab tersebut. Observasi langsung Yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada obyek penelitian. 2. Data sekunder, diperoleh dengan cara : Melakukan penelitian perpustakaan untuk mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat atau tulisan para ahli dan pihak yang berwenang ketentuan
untuk formal
memperoleh atau
informasi
naskah-naskah
baik
resmi
dalam
ketentuan-
misalnya
peraturan
perundang-undangan. E. Metode Analisis Data Data-data yang diperoleh dikumpulkan untuk ketnudian dianalisa untuk mendapatkan penjelasan atas masalah yang akan dibahas. Dalam penyusunan skripsi ini data yang, diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang dinyatakan oleh responder secara tertulis maupun lisan, digambarkan dan selanjutnya dianalisa. Dari hasil tersebut disusun secara sistematis dalam bentuk laporan peneliti tesis. F. Metode Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk yang sistematis untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas, kemudian data yang disajilkan dalam bentuk sistematis tersebut akan dianalisa dan dituangkan dalam bentuk tesis.42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian CV. Golden Teak Garden
berlokasi di Jl. Puri Executive A1/31 Puri
Anjasmoro Semarang, didirikan pada tahun 1996. Hasil produksi dari perusahaan ini telah berhasil menembus pasar dunia seperti Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat dan Asia. Sejak didirikan perusahaan ini memang berorientasi ekspor. Agar ticlak kalah bersaing dipasar dunia, maka CV. Golden Teak Garden berusaha menghasilkan produk dengan mutu tinggi.
42
H. Mursaleh dan Musanef, Pedoman Membuat Skripsi, ( Jakarta : Gunung Agung, 1985 ), halaman 18
Supaya produk yang diproduksi lebih dikenal dalam dunia internasional maka CV. Golden Teak Garden mengikuti pameran-pameran baik yang diselenggarakan di Jakarta maupun di. negara lain seperti di Singapore, Dubai, Jerman, Perancis. CV. Golden Teak Garden adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang industri mebel kayu, seperti meja, kursi, lemari, style yang dihasilkan adalah antique repro. CV. Golden Teak Garden adalah salah satu eksportir yang menggunakan Letter of Credit untuk cara pembayaran dalam transaksi ekspor yang dilakukan. Cara pembayaran dengan Letter of Credit ini dianggap mempunyai keunggulan, yaitu: 1. Memberi rasa aman bagi CV. Golden Teak Garden sendiri, mendapatkan kepastian akan pembayaran barang ekspor setelah adanya penyerahan dokumendokumen yang sesuai dengan syarat-syarat L/C. 2. Sedangkan
bagi
importir
akan
mendapatkan
kepastian
akan
penerimaan barang yang telah dibelinya. 3. Risiko yang harus diliadapi oleh kedua belah pihak berkurang dengan peranan Bank yang terlebih dahulu memeriksa dokumen-dokumen dalam LC dan bank akan menolak dokumen-dokumen yang tidak sesuai dengan persyaratan L/C. 4. Importir dapat mencantumkan syarat-syarat untuk pengamanan yang harus dipatuhi oleh eksportir agar dapat menarik uang dari L/C yang tersedia.
Namun
demikian,
LC
juga
mempunyaj
kelemahan-kelemahan
disamping kelebihan-kelebihan yang dirasakan sangat bermanfaat bagi eksportir maupun importir. Kelemahan tersebut antara lain: 1. Prosedur yang digunakan memakan waktu cukup lama. 2. Besamya biaya yang harus ditanggung oleh importir dan eksportir dalam kaitannya dengan jasa Bank, yaitui: biaya komisi, biaya bunga, biaya telex, biaya akseptasi. Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden Teak Garden dalam pelaksanaan pembayaran dengan Letter of Credit, khususnya yang berkaitan dengan Bill of Lading, menurut Chandra Wicaksono Direktur CV Golden
Teak
Garden
terjadinya
discrepancies
atau
penyimpangan
dokumen seringkali menghambat dan menyita waktu. Namun apabila CV. Golden Teak Garden dapat memenuhi semua ketentuan dalam L/C maupun
B/L
yang
diminta
maka
tidak
ada
permasalahan
yang
menghambat. Begitu juga dengan terbatasnya staff yang ada di CV. Golden Teak Garden terutama staff bagian L/C, kurangnya tenaga kerja tersebut terkadang menjadi hambatan. Prosedur yang harus dilalui oleh CV. Golden Teak Garden dapat dijelaskan dengan skema prosedur sebagai berikut :43
43
Syarif
Arbi, Petunjuk Perdagangan Luar Ekspor ( Yogyakarta: BPFE,1999 ) halaman 6
EKSPORTIR / BENEFICIARY
IMPORTIR / APPLICANT
1
5
2
4
7
ADVINSING BANK
3
ISSUING BANK
NEGOTIATING BANK PAYING BANK
6
OPENING BANK
Sumber : Syarif Arbi, Petunjuk Perdagangan Luar Negeri halaman 6.
Keterangan : 1. Eksportir dan Importir mengadakan kontrak jual beli (sales contract). Dalam Sales Contract dicantumkan cara pembayaran yang digunakan. 2. Apabila menggunakan L/C maka importir - importir akan meminta bank devisanya untuk membuka sebuah Letter of Credit (L/C) sebagai dana yang dipersiapkan untuk melunasi hutangnya kepada eksportir, sejumlah
yang disepakati dalam sales contract. Bank devisa yang diminta eksportir membuka L/C itu disebut Opening Bank. Opening Bank inilah yang bertanggung jawab melakukan pembayaran atas L/C kepada eksportir penerima L/C. Importir yang meminta pembukaan L/C disebut applicant. 3. Opening Bank setelah menyelesaikan jaminan dana
L/C dengan
importir melakukan pembukaan L/C melalui bank korespondennya di negara eksportir. Pembukaan L/C dilakukan dengan surat, kawat, teleks, faksimile,
atau
media
elektronik
lainnya
yang
sah.
Penegasan
pembukaan L/C dalam bentuk tertulis itu disebut L/C Confirmation yang diteruskan oleh Opening Bank kepada bank korespondennya untuk disampaikan kepada penerima, yaitu eksportir yang disebut dalam surat itu. Bank koresponden yang diminta Opening Bank untuk menyampaikan amanat pembukaan L/C disebut Advising Bank. 4. Advising Bank setelah meneliti keabsahan amanat pembukaan L/C yang diterimanya dari Opening Bank meneruskan amanat pembukaan L/C itu kepada eksportir yang berhak menerima dengan surat pengantar dari advising bank. Surat pengantar itu disebut L/C advis, sedangkan eksportir penerima L/C disebut Beneficiary dari L/C itu. Bila Advising Bank diminta tertulis oleh Opening Bank untuk turut menjamin pembayaran atas L/C tersebut maka Advising Bank juga disebut Confirming Bank. 5. Eksportir setelah menerima L/C Confirmation kemudian mempersiapkan barang untuk diekspor, melakukan pemesanan ruang/tempat kepada perusahaan pelayaran (shipping company) yang kapalnya akan
berangkat ke pelabuhan tujuan yang dimaksud dalam Sales Contract serta sesuai dengan waktu pengapalan (shippment date) yang disepakati dalam sales contract. Eksportir kemudian mengurus formalitas ekspor seperti mengisi pemberitahuan ekspor barang, membayar Pajak Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan melalui advising Bank, mengurus izin muat kepada Kantor Inspeksi Bea dan Cukai di pelabuhan muat. Setelah semua formalitas ekspor selesai, eksportir menyerahkan barang kepada perusahaan pelayaran (shipping company) untuk dimuat pada waktu yang disepakati. •
Shipping company setelah selesai melakukan pemuatan barang ke atas kapal, menyerahkan bukti penerimaan barang, bukti kontrak angkutan, dan bukti pemilikan barang dalam bentuk Bill of Lading atau transport document lainnya kepada eksportir yang dalam pengangkutan ini disebut shipper.
•
Shipping company selanjutnya bertanggung jawab mengangkut muatan itu sampai ke pelabuhan tujuan, serta menyerahkannya dengan selamat dan utuh kepada penerima barang yang disebut dalam B/L di pelabuhan tujuan (destination port) yang juga disebut dalam B/L itu.
6. Eksportir setelah menerima Bill of Lading dari perusahaan pelayaran, menyiapkan semua dokumen pengapalan yang disyaratkan dalam Letter of credit seperti faktur/invoice, packing list/daftar pengepakan, wesel/draft serta surat pengantar negosiasi dokumen secara lengkap dan cermat. Semua dokumen pengapalan itu diserahkan eksportir
kepada
negotiating
bank
yang
ditentukan
dalam
L/C
untuk
memperoleh pembayaran. Negotiating bank meneliti dengan seksama semua dokumen pengapalan yang diminta dalam syarat - syarat L/C. Bila semuanya cocok baik jumlah, jenis, maupun uraian sebagaimana yang dituntut oleh L/C, maka negotiating bank akan membayarkan jumlah yang ditagih oleh eksportir dari dana L/C yang tersedia. Formalitas
ekspor
seperti
mengisi
pemberitahuan
ekspor
barang,
membayar Pajak Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan melalui advising Bank, mengurus izin muat kepada Kantor Inspeksi Bea dan Cukai di pelabuhan muat. Setelah semua formalitas ekspor selesai, eksportir menyerahkan
barang
kepada
perusahaan
pelayaran
(shipping
company) untuk dimuat pada waktu yang disepakati. 7. Negotiating Bank meneruskan dokumen pengapalan yang sudah dilunasi itu kepada Opening Bank yang membuka L/C bersangkutan sebagai penagihan kembali dari uang yang sudah dibayarkan oleh negotiating bank tersebut kepada eksportir. Opening Bank memeriksa dengan seksama semua dokumen pengapalan itu dan bila ternyata sesuai dengan syarat - syarat yang dibuka maka Opening Bank kemudian melunasi uang yang sudah dibayarkan oleh Negotiating Bank. Pembayaran pelunasan kembali ini disebut reimbursement. Opening bank selanjutnya memberitahukan penerimaan dokumen pengapalan itu kepada importir. Importir akan mengambil dokumen pengapalan itu dari opening bank dan menyelesaikan pelunasan dokumen pengapalan tersebut dengan opening bank yang bersangkutan. Setelah itu Opening
Bank akan menyerahkan seluruh dokumen pengapalan itu kepada importir untuk dipergunakan menerima barang yang bersangkutan dari perusahaan pelayaran dan Bea cukai setempat. Pemuatan barang ekspor ke atas sarana pengangkut dilaksanakan setelah mendapat persetujuan muat dari Pejabat Bea dan Cukai. Dan telah diteliti baik berupa penelitian dokumen maupun penelitian fisik, dalam hal tertentu diadakan pemeriksaan fisik terhadap barang ekspor yang :44 a. Berdasarkan petunjuk kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran ketentuan di bidang ekspor ; b. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak terdapat petunjuk kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran ketentuan di bidang perpajakan dalam kaitannya dengan restitusi PPN dan PPn BM ; atau ; c. Akan dimasukkan kembali ke dalam Daerah Pabean (re-impor) Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kawasan Pabean, Gudang eksportir, atau tempat lain yang digunakan eksportir untuk menyimpan barang ekspor. Sehingga dengan adanya PEB yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai memberikan jaminan bahwa barang yang diekspor adalah barang yang diminta oleh importir. Salah satu hal pokok yang perlu diperhatikan oleh eksportir dalam pelaksanaan transaksi ekspor impor adalah penyiapan dokumen sesuai dengan apa yang dipersyaratkan dalam Letter of Credit. Penyiapan
44
http://www. beacukai.go.id
dokumen ini sangat penting karena Bank membayar atas dokumen yang diserahkan oleh eksportir yang telah sesuai dengan L/C. Dan pembayaran oleh bank dengan menggunakan L/C dilakukan bukan atas barangnya melainkan berdasarkan dokumen. CV. Golden Teak Garden menyiapkan dokumen - dokumen yang diisyaratkan dalam L/C atas dasar L/C yang dibuka oleh sebuah bank untuk keperluan importir. Dokumen - dokumen yang diserahkan CV. Golden Teak Garden kepada Bank untuk dinegosiasikan, yaitu :45 1. Full set clean on board Bill of Lading 2. Commercial Invoice 3. Dan dokumen tambahan yang diminta oleh importir, misalkan Cerificate of Origin, Certificate of Fumigation, Packing List. Dokumen Bill of Lading (B/L) merupakan dokumen pengapalan yang paling penting karena mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Asli B/L menunjukkan hak pemilikan atas barang - barang dan tanpa B/L tersebut seseorang atau orang lain yang ditunjuk tidak dapat menerima barang barang yang disebutkan di dalam B / L yang bersangkutan. B / L yang dikeluarkan
oleh
pihak
pengangkut
berfungsi
sebagai
bukti
tanda
pengiriman barang, bukti kontrak pengangkutan, dan penyerahan barang, dan sebagai bukti atau pemilikan barang. Dengan Bill of Lading ini importir dapat mengeluarkan barang impor miliknya. Sehingga eksportir maupun
45
Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
bank harus lebih memperhatikan B/L sehingga tidak ada discrepancies yang akan merugikan eksportir. Hal - hal yang harus diperhatikan terhadap B/L :46 1. Bill of Lading (B/L) yang diajukan harus merupakan seperangkat dokumen asli yang lengkap, seperti yang dikeluarkan. Jumlah B/L asli yang ditandatangani dan dikeluarkan perusahaan pelayaran merupakan satu perangkat dokumen lengkap selalu diterangkan dibagian bawah B/L di atas tanda tangan. 2. Pelabuhan muat (Port of Loading) dan pelabuhan bongkar (Port Of Destination) harus sesuai dengan persyaratan kredit. 3. Nama pihak pengangkut, pengirim dan penerima barang harus sesuai dengan yang tercantum dalam L/C. 4. Tanda - tanda pengapalan dan nomor - nomornya harus sesuai dengan tanda pengapalan dan nomor - nomor dalam dokumen lainnya seperti invoice, dokumen asuransi, dan sebagainya. 5. Sifat dari B/L adalah Clean. Tidak ada klausul tambahan luar biasa pada B/L yang secara tegas menerangkan keadaan tidak baik dari barang barang atau pengepakan yang menandakan bahwa dokumen itu adalah Foul and Unclean. 6. Harus mencantumkan nama shipper atau agennya. 7. B/L tidak boleh kadaluwarsa. B/L harus disampaikan dalam waktu tertentu setelah tanggal penerbitannya, seperti yang ditentukan dalam L/C. Apabi!a waktu tersebut tidak disebutkan dalam L/C, bank akan
46
Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
menolak dokumen yang disampaikan kepadanya lewat dari 21 hari, dari tanggal pengeluaran
B/L.
8. Segala perubahan atau penggantian pada B/L harus ditandatangani oleh penandatangan B/L. 9. Uraian barang - barang pada B/L tidak boleh berlawanan dengan yang terdapat di L/C. 10. Bukti bahwa barang - barang telah dimuat di atas kapal (on board). On board pada B/L haruslah diberi tanggal dan ditandatangani oleh pejabat
perusahaan
pelayaran
atau
agennya.
Apabila
B/L
mencantumkan tanggal pengapalan terakhir (latest shippment date) 11. Dalam C&F atau C. I. F harus tercantum kata – kata : freight prepaid. Dalam hal F. O. B atau F. A. S harus tercantum kata - kata : freight to be paid at destination atau freight collect. CV. Golden Teak Garden selaku eksportir akan menerima langsung pembayaran dari Bank Pembayar/Bank yang menegoiser L/C apabila dokumen yang telah diserahkan dinyatakan memenuhi syarat - syarat L/C termasuk didalamya dokumen B/L. Sementara bank akan memungut pembayaran kembali (reimbursement) dari Bank Pembuka L/C (importir). Apabila
Bank
yang
menegoisasi
L/C
dalam
pemeriksaan
dokumen
menemukan adanya penyimpangan yang tidak sesuai dengan syarat L/C dan
kondisi
L/C,
maka
kemungkinan
dapat
terjadi
non
payment
(pembayaran tidak dilakukan). Dokumen yang tidak sesuai dengan syarat L/C dinyatakan /penyimpangan dokumen.
Penggolongan penyimpangan dokumen dibagi dalam 2 jenis, yaitu penyimpangan dokumen yang sifatnya dapat diperbaiki (Correctable discrepancies), dan yang sifatnya tidak bisa diperbaiki (uncorrectable discrepancies) Dalam penyimpangan dokumen yang sifatnya dapat diperbaiki sepanjang jangka waktu berakhimya (expiry date) L/C masih memungkinkan, maka dokumen masih bisa untuk diperbaiki oleh eksportir.47 Sedangkan penyimpangan dokumen yang tidak bisa diperbaiki merupakan penyimpangan - penyimpangan yang dianggap besar dan tidak bisa diperbaiki langsung oleh eksportir tanpa adanya persetujuan dari Issuing Bank dan importir sendiri. Penyimpangan dokumen dalam prakteknya terbagi dalam dua bentuk, yaitu penyimpangan-penyimpangan dokumen yang bersumber pada dokumen yang belum sempurna dan penyimpangan atas syarat syarat L/C. Penyimpangan atas syarat - syarat L/C antara lain : tidak lengkapnya dokumen yang telah ditentukan, antara dokumen yang satu dengan yang lain tidak konsisten, melampaui batas akhir tanggal pengapalan, L/C sudah melampaui
waktu
yang
sudah
ditentukan
(expired).
Sedangkan
penyimpangan dokumen yang bersumber pada dokumen yang belum sempurna, meliputi : lembar - lembar dokumen yang diharuskan tidak lengkap, adanya kesalahan ketik atau kesalahan serta yang diterima, tidak sempurnanya dokumen karena tidak dicantumkan tanggal, stempel, atau 47
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996) halaman 211
tanda tangan pada dokumen yang bersangkutan, isi dokumen tidak sesuai dengan kredit advis. Dan
hasil
penelitian
diketahui
bentuk-bentuk
penyimpangan
dokumen yang dialami CV. Golden Teak Garden dalam transaksi ekspor impor dengan cara pembayaran L/C adalah sebagai berikut :48 1. Adanya kesalahan penulisan di dalam dokumen yang diisyaratkan dalam L/C (termasuk penyimpangan dokumen - dokumen yang bersumber pada dokumen yang belum sempurna) •
Adanya kesalahan penulisan di dalam dokumen yang diketahui pada saat
Advising
Bank/Negotiating
Bank
melakukan
pemeriksaan
terhadap dokumen dan diketahui ada penyimpangan terhadap dokumen yang diserahkan. Mengingat penyimpangan dokumen yang terjadi berupa penyimpangan yang bersifat masih bisa diperbaiki, dalam hal ini CV. Golden Teak Garden masih bisa memperbaiki. •
Kesalahan penulisan dalam dokumen yang diisyaratkan dalam L/C ini disebabkan
karena
adanya
kesalahan
pengetikan
terhadap
dokumen-dokumen yang telah diserahkan tersebut. Hal ini bisa terjadi mengingat dokumen-dokumen yang diminta oleh importir tidak sedikit sedangkan tenaga kerja CV. Golden Teak Garden yang mengurusi bagian ekspor impor sangat terbatas. •
48
Langkah - langkah yang diambil kemudian oleh CV. Golden Teak
Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
Garden
setelah
adanya
penulisan
dokumen
dokumen
yang
pemberitahuan
tersebut
mengalami
mengenai
adalah
memperbaiki
kesalahan
penulisan
kesalahan dokumen
tersebut
-
dan
menyerahkan kembali kepada Advising Bank/Negotiating Bank untuk diteliti ulang (sepanjang dokumen yang mengalami penyimpangan tersebut bersifat correctable) 2. Pengiriman barang yang melebihi batas waktu pengapalan (latest shipment dan jumlah dollar / amount) yang melebihi L/C (penyimpangan atas syarat L/C) •
Untuk penyimpangan dokumen seperti ini, CV. Golden Teak Garden tidak
bisa
begitu
saja
memperbaikinya
seperti
terhadap
penyimpangan dokumen yang belum sempurna. Dalam hal terjadi penyimpangan seperti ini maka Negotiating Bank dengan persetujuan CV. Golden Teak Garden akan mengirim berita dengan teletransmisi kepada Issuing Bank dan menunjukkan adanya penyimpangan penyimpangan serta meminta persetujuan untuk membayar atau mengalihkan dokumen - dokumen tersebut. •
Apabila Issuing Bank bisa menerima penyimpangan - penyimpangan yang ada maka Negotiating Bank akan menyarankan kepada CV. Golden Teak Garden untuk menghubungi importir untuk penyelesaian atau mengadakan penyesuaian - penyesuaian.
•
Penyimpangan dokumen yang berupa pengiriman barang yang melebihi batas waktu pengapalan hal ini dapat terjadi karena adanya keterlambatan produksi oleh CV. Golden Teak Garden
sehingga pengiriman barang menjadi terlambat. •
Penyebab dari adanya keterlambatan produksi oleh CV. Golden Teak Garden ini disebabkan oleh faktor - faktor sebagai berikut :
Keterbatasan tenaga kerja dalam pengerjaan barang - barang ekspor sedangkan permintaan pasar terkadang bersamaan.
Permintaan dari importir secara berkala yang sebelumnya telah melakukan
transaksi
menyebabkan
dengan
permintaan
CV.
Golden
melebihi
Teak
Garden
kemampuan
untuk
memproduksi.
Waktu yang diberikan oleh importir terlalu sempit sehingga kurangnya waktu dalam mengerjakan barang ekspor dan jangka waktu pengapalan barang terlalu singkat.
•
Upaya
yang dilakukan oleh CV.
Golden
Teak
Garden
agar
pengiriman barang - barang yang dipesan tidak melampaui batas waktu
pengapalan
adalah
dengan
permintaan
amandement
(perubahan) atas L/C. Permintaan perubahan atas L/C ini dilakukan agar importir menerima penyimpangan dalam dokumen yang akan diterima oleh Issuing Bank. •
Sedangkan dalam penyimpangan dokumen di CV. Golden Teak Garden berupa jumlah dollar / amount dalam hal ini terjadi karena jumlah dollar dalam invoice dengan yang tertera dalam L/C tidak sesuai. Hal ini disebabkan karena komoditi yang diekspor oleh CV. Golden Teak Garden adalah mebel, mengingat perhitungan volume barang sering tidak akurat bila diaplikasikan ke dalam kontainer. Hal
demikianlah yang menyebabkan adanya keterangan yang berbeda dalam L/C yang mencantumkan amount seperti yang ditulis oleh importir dengan jumlah amount dalam invoice yang diserahkan oleh CV. Golden Teak Garden •
Barang yang dikirim rusak atau tidak sesuai dengan permintaan importir yang tercantum dalam B/L maka importir dapat mengajukan klaim atau pemberitahuan kepada eksportir. Mengingat komoditi yang diekspor adalah mebel dan pengangkutan yang digunakan melalui laut sehingga barang dapat mengalami kerusakan. Apabila terjadi penyimpangan B/L, CV. Golden Teak Garden sebagai eksportir bertanggung
jawab.
Bentuk
pertanggungjawabannya
berupa
pemberian diskon kepada importir atau penggantian barang ekspor. Oleh karena itu, dalam menyiapkan dokumen dibutuhkan ketelitian dan kewaspadaan, dan harus benar - benar sesuai persyaratan L/C. Penyimpangan dokumen (discrepancies) dalam transaksi ekspor impor dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam praktek transaksi ekspor - impor yang menggunakan cara pembayaran L/C di CV. Golden Teak Garden penyimpangan dokumen yang terjadi disebabkan oleh faktorfaktor :49 a. Kekurangtelitian
staff
pegawai
sehingga
menyebabkan
kesalahan
pengetikan dalam dokumen - dokumen yang disyaratkan dalam L/C. b. Keterbatasan waktu yang diberikan oleh importir dalam pengiriman
49
Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
barang yang mengakibatkan pengiriman barang melampaui batas waktu pengapalan (latest shipment) c. Sifat dari barang ekspor (mebel) yang terkadang menyebabkan jumlah (amount) yang tertulis dalam invoice tidak sesuai dengan jumlah amount yang ada di L/C. d. Karena adanya prinsip dagang yang tidak jujur yang dilakukan importir.
B. PEMBAHASAN Transaksi ekspor impor yang menggunakan cara pembayaran dengan L / C mekanisme yang biasa ditempuh oleh pihak - pihak yang bertransaksi adalah sebagai berikut :50 1. Pembeli dan penjual mengadakan perjanjian jual beli atas suatu barang (komoditi) tertentu. Perjanjian ini lazim disebut dengan istilah Sales Contract. 2. Pembeli memberi instruksi untuk membuka L / C kepada Bank relasinya (Issuing Bank) untuk kepentingan pihak penjual (eksportir, Beneficiary). Apabila
Bank
menyetujui
pembukaan
ini,
maka
Bank
akan
mengeluarkan kredit advis. 3. Kredit Advis ini dikirim oleh Issuing Bank kepada Advising Bank ; 4. Advising Bank mengirimkan kredit advis tersebut kepada penjual. 5. Setelah penjual dapat menerima syarat - syarat L/C yang tercantum
50
Etty Susilowati Suhardo, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri ( Semarang: FH UNDIP, 2001 ) halaman 49
dalam kredit advis, maka penjual segera menyiapkan barang - barang, menghubungi, pihak asuransi, mengurus izin pemuatan dari bea cukai, menghubungi maskapai pelayaran untuk mengangkut barang yang dikirim. 6. Penjual
menyerahkan
dokumen
pengapalan
beserta
dokumen
-
dokumen lain yang diisyaratkan kepada Advising Bank atau bank lain yang disebut dalam
L/C dengan pembayaran, akseptasi atau
negosiasi. 7. Dokumen diperiksa oleh Bank. Apabila telah sesuai dengan syarat syarat
L/C yang ditetapkan, Bank kemudian melakukan pembayaran,
mengaksep atau menegosiasi atas dasar L/C tersebut. Pembayaran yang dilakukan oleh Bank melalui : a. Pembayaran Tunai Dalam pembayaran tunai, eksportir akan menyerahkan dokumen yang diminta dalam L/C kepada Pank pembayar untuk memperoleh pembayaran atas barang yang dikapalkan. Setelah Bank melakukan pemeriksaan atas dokumen dan ternyata memenuhi semua syarat yang ditentukan, maka Bank pembayar akan membayar kepada pihak eksportir dan kemudian mengirimkan dokumen tersebut kepada Bank pembuka. Atas pembayaran yang telah dilakukan itu Bank pembayar akan memperoleh pembayaran kembali dari Bank pembuka menurut Cara yang telah diperjanjikan sebelumnya. Pelaksanaan pembayaran dengan tunai ini pelaksanaannya ada
yang menggunakan wesel dan ada pula yang tidak. Dalam praktek kebanyakan dilaksanakan dengan menggunakan wesel. b. Akseptasi Cara pembayaran dengan akseptasi harus dilengkapi dokumendokumen dan pembayaran ini dilaksanakan dengan wesel berjangka. Dalam Cara ini setelah eksportir menyerahkan dokumen-dokumen yang disertai wesel tersebut kepada Bank, kemudian Bank akan mengaksep wesel dan mengembalikan kepada eksportir. Bank memberikan akseptasi tersebut karena telah mendapat kuasa dari Bank pembuka. Hal ini berarti bahwa Bank telah menyatakan sanggup untuk membayar nilai wesel tersebut pada waktu jatuh tempo. Atas pembayaran yang dilakukan, accepting Bank akan memperoleh penggantian pembayaran dari Bank pembuka seperti yang telah diperjanjikan. c. Negoisasi. Cara pembayaran dengan negoisasi, harus dilengkapi dengan dokumendokumen yang disertai dengan wesel. Setelah eksportir menyerahkan suatu bukti pengapalan barang dan dokumendokumen yang ditetapkan dalam L/C disertai dengan wesel yang ditarik dari pembeli atau disebutkan dalam L/C yang bersangkutan. Setelah Bank melakukan pemeriksaan dokumen dan diketahui bahwa dokumen telah memenuhi syarat serta kondisi yang ditetapkan dalam L/C, maka Bank tersebut dapat mengambil alih (menegoisasi wesel itu
atas dasar kuasa dari pihak Bank pembuka. Kemudian mengirimkan dokumen-dokumen beserta wesel kepada Bank Pembuka, sedang penggantian pembayaran akan diperoleh menurut perjanjian yang telah disepakati. 8. Advising Bank mengirinikan dokumen kepada Issuing Bank. 9. Issuing Bank memeriksa dokumen. Apabila telah sesuai dan memenuhi persyaratan dalam L/C, selanjutnya me-reimburse (mengganti biaya) menurut cara yang telah disetujui sebelumnya kepada Advising Bank atau bank lain yang telah melakukan pembayaran, akseptasi atau negoisasi atas dasar L/C tersebut. 10. Dokumen diserahkan kepada pihak pembeli dan selanjutnya pembeli akan membayar sesuai dengan perjanjian kepada Issuing bank. Dokumen yang diterima pembeli kemudian digunakan untuk mengambil barang-barang yang telah dikirim oleh penjual. Transaksi perdagangan luar negeri dengan menggunakan cara pembayaran dengan L/C ini di awali dengan Sales Contract. Kedudukan Sales Contract dalam pembayaran L/C im adalah menjadi dasar hukum antara kedua beleh pihak (eksportir dengan importir). Di dalam suatu Sales Contract dicantumkan segala sesuatu yang diperjanjikan mengenai syarat perjanjian, cara pembayaran, dokumen yang harus disertakan, cara pelaksaman penyerahan barang, tempat penyerahan barang, serta hal hal yang dianggap penting. Sales Contract atau perjanjian jual beli harus mencantumkan cara pembayaran yang akan dilakukan dengan cara kredit atau tunai, bilamana pembayaran dilakukan dengan cara kredit ditentukan
pula dengan atau tanpa Letter Of Credit. Transaksi ekpor impor merupakan suatu rangkaian perbuatan perusahaan dalam jual beli barang tertentu antara satu orang atau lebih yang masing masing pihak bertempat tinggal pada suatu negara yang berlainan. Sarana pengangkutan yang digunakan adalah melalui darat, laut, udara. Dan cara penyerahan barang disertai syarat-syarat tertentu, juga tempat penyerahannya sudah ditentukan. Dalam KUHPerdata secara khusus memang tidak diatur mengenai Ekspor impor ini tetapi secara umum ketentuan Bab V buku ke III tetap berlaku bagi perdagangan ekspor impor di Indonesia. Mengingat jual beli merupakan salah satu bentuk perjanjian maka perjanjian jual beli tunduk pada hukum perjanjian pada umumnya yang diatur dalam : 1. Pasal 1313 KUHPerdata mengenai batasan perjanjian, yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhedap satu orang lain atau lebih.”
2. Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab, yang hal. 3. Pasal 1338 KUH Perdata tentang asas kebebasan berkontrak, yaitu: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
4. Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan definisi perjanjian jual beli secara umum, di mana disebutkan jual beli adalah : Suatu perjanjian timbal balik antara penjual dengan pembeli, dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang telah diperjanjikan.
Mengingat
L/C
merupakan
salah
satu
pembayaran
transaksi
perdagangan Luar Negeri, maka secara umum prinsip-prinsip yang terdapat dalam KUHPerdata mengenai jual beli dapat berlaku di dalamnya. L/C sebagai salah satu cara pembayaran dalam transaksi ekspor impor merupakan cara pembayaran yang dianggap paling aman, baik bagi eksportir
maupun
importir.
Bagi
eksportir
adanya
kepastian
akan
pembayaran barang-barang yang telah dikirimkan sedangkan bagi importir adanya kepastian akan penerimaan barang yang telah dibelinya. Pengertian L/C menurut UCP No. 500 tahun 1993 tercantum dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut :
...Setiap perjanjian, apapun namanya atau maksudnya di mana suatu bank (Issuing Bank) bertindak atas permintaan dan instruksi seorang nasabah (applicant) atau atas namanya sendiri melakukan pembayaran kepada pihak ketiga (beneficiary) atau ordernya (orang yang ditunjuk oleh pihak ketiga), atau mengaksep dan membayar wesel-wesel yang ditarik oleh beneficiary,...
Keunggulan penggunaan L/C:51 1. L/C menjadi jembatan bagi eksportir maupun importir yang terpisah oleh negara dan apabila belum saling kenal dengan baik. L/C akan memudahkan pelunasan pembayaran, mengamankan dana yang disediakan importir dan menjamin kelengkapan dokumen pengapalan, serta resiko dapat dialihkan kepada bank yang terkait. 2. Eksportir dapat menggantungkan kepercayaan pada L/C karena pembayaran terjamin. Pada jenis tertentu seperti Sight L/C pembayaran dapat segera diterima yang berarti eksportir memperoleh kredit tanpa bunga. L/C juga dapat dijadikan jaminan Untuk memperoleh pinjaman. 3. Bagi importir dengan adanya L/C tersebut berarti dengan dana minimum dapat mengimpor barang setidak-tidaknya sampai barang tiba. Importir akan merasa aman karena bank akan menolak pembayaran kalau semua persyaratan L/C belum terpenuhi. Perlu diingat oleh eksportir maupun importir bahwa disamping L/C mempunyai
51
keuntungan
atau
kelebihan
dibanding
dengan
cara
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional Ekspor Impor dan Imbal Beli, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001 ) halaman 29
pembayaran lain tetapi L/C juga mempunyai kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain: a. Prosedur yang digunakan memakan waktu cukup lama. b. Besarnya biaya yang harus ditanggung oleh importir dan eksportir dalam kaitannya dengan jasa Bank (biaya komisi, biaya bunga, biaya telex, biaya akseptasi)
Penyimpangan Dokumen/Discrepancies Bank
mempunyai
kewajiban
untuk
memeriksa
dokumen-dokumen
tersebut apakah telah sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam L/C dalam hal ini. Mengingat Bank adalah sebagai pihak perantara yang menyediakan
jasanya
dalam
penanganan
dan
pengolahan
dokumen-
dokumen tersebut. Di dalam peraturan yang mengatur tentang L/C yaitu UCP Revision, ICC Publication No.500, 1993, pada dasarnya tidak diadakan perbedaan antara kedua discrepancies tersebut. Baik pada minor discrepancies maupun pada major discrepancies, pihak Bank berhak untuk menolak pembayaran atas dokumendokumen
yang
menyimpang,
karena
pihak
Bank
tidak
mau
menanggung risiko apapun. Berdasarkan Pasal 4 UCP No.500 tahun 1993 disebutkan bahwa dalam pelaksanaan kredit semua pihak yang bersangkutan berurusan dengan dokumendokumen, dan bukan dengan barang-barang, Jasa-Jasa dan atau pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan dokumen-
dokumen yang bersangkutan. Selanjutnya dalam Pasal 13(a) UCP No.500 tahun 1993 disebutkan : Bank harus memeriksa semua dokumen yang disebutkan dalam kredit dengan seksama untuk memastikan apakah dokumen tersebut, secara nyata sesuai atau tidak dengan persyaratan dan kondisi kredit.
Kesesuaian dokumen dengan persyaratan dan kondisi kredit harus dilakukan berdasarkan standar praktek perbankan internasional sebagaimana diatur dalam UCP No.500 Tahun 1993. Dokumen-dokumen yang secara nyata tidak sesuai dengan yang lainnya akan dianggap sebagai tidak sesuai dengan persyaratan dan kondisi kredit yang bersangkutan. Pasal 15 UCP No 500, menyebutkan bahwa: "Bank-bank tidak berkewajiban atau bertanggung jawab atas bentuk, kesempurnaan, ketetapan keaslian, pemalsuan atau akibat hukum dari dokumen apapun, atau atas kondisi umum dan/atau khusus yang disebutkan dalam dokumen atau yang ditambahkan dan di dalamnya; Bank juga tidak berkewajiban atau bertanggung jawab atas uraian, jumlah, berat, mute, kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai atau adanya barang-barang yang tercantum dalam dokumen, atau atas itikad baik atau tindakan-tindakan dan/atau kelalaian, kesanggupan melunasi pembayaran (solvency), pelaksanaan atau bonafiditas si pengirim, pengangkut, forwarder, si penerima atau si penjamin dari barang-barang, atau orang lain siapapun.
Berdasarkan artikel tersebut, Bank mempunyai dasar hukum yang lebih kuat untuk menolak dokumen-dokumen yang dianggap tidak memenuhi syarat sehubungan dengan adanya penyimpangan. Oleh karena dokumen yang harus diserahkan eksportir harus sesuai dengan ketentuan dan syarat yang disebutkan dalam L/C beserta perubahannya, maka Bank akan segera meneliti
kelengkapan dan kebenaran formal dari dokumen tersebut dan sesegera mungkin menghubungi eksportir untuk membicarakan hal-hal yang dianggap kurang, sehingga pada waktu pengapalan barang tidak mengalami kesulitan yang berarti. Pemeriksaan dokumen memerlukan ketelitian dan kecermatan yang baik oleh Bank. Sebab kekurangtelitian dan ketidakcermatan Bank dalam meneliti dokumen ini akan mengakibatkan kerugian baik oleh eksportir maupun importir. Pemeniksaan dokumen oleh Bank bertujuan untuk mencari kesesuaian antara dokumen-dokumen yang diminta dalam L/C sebagai dasar adanya pembayaran transaksi. Dalam pemeriksaan dokumen, yang menjadi acuan bank adalah UCP No.500 tahun 1993, Surat Keputusan dan Surat Edaran dari Bank Indonesia yang berlaku dan kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. 52 Disamping diperlukan ketelitian Bank, dalam pemeriksaan dokumen juga diperlukan kecermatan eksportir sendiri dalam mempersiapkan dokumen dokumennya. Karena dokumen yang tidak sesuai dengan L/C akan merugikan eksportir sendiri. Apabila Bank menemukan adanya ketidaksesuaian antara dokumen eksportir dengan L/C. Adanya ketidaksesuaian inilah yang disebut dengan penyimpangan dokumen, (discrepancies).53 Pada waktu pembukaan L/C, importir menentukan dokumen-dokumen yang diminta dimana Bank pembuka harus meneliti apakah syarat-syarat
52 53
Hasil wawancara dengan Chandra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden Semarang Roselyne Hutabarat, Op.cit. halaman 205 - 208
penentuan dokumen tersebut mungkin dipenuhi oleh eksportir. Kemudian setelah sampai kepada Bank yang mengadvis L/C tersebut kepada eksportir juga diteliti kemungkinan - kemungkinan pelaksanaan persyaratan L/C tersebut apakah dapat dipenuhi atau bertentangan dengan peraturan-peraturan setempat. Dalam hal eksportir tidak sanggup memenuhi persyaratan, L/C yang dibuka dapat mintakan Amendments (perubahan-perubahan syarat L/C). Perubahan-perubahan yang diinginkan atas sebuah L/C yang dibuka baru dapat
dilaksanakan
setelah
ada
persetujuan
dari
pihak-pihak
yang
bersangkutan. Perubahan-perubahan L/C yang dilakukan secara dini akan banyak
membantu
transaksi
ekpor
impor
dan
menghindari
terjadinya
discrepancies. Penyebab adanya penyimpangan dokumen di dalam prakteknya sangat kompleks sekali, antara lain :54 1. Mendesaknya penjualan yang harus dilakukan dengan segera, karena akan merebut pasar; 2. Banyaknya peraturan yang berlaku serta sering terjadinya perubahan terhadap peraturan tersebut; 3. Banyaknya instansi yang turut menangani suatu transaksi ekspor impor; 4. Banyaknya pihak yang terlibat dalam suatu produksi, menyebabkan masalah menjadi cukup kompleks. Penyimpangan
dokumen
dalam
transaksi
ekspor
impor
akan
menimbulkan pengaruh terhadap kelangsungan transaksi tersebut. Dampak
54
Etty Susilowati Suhardo, Op.cit. halaman 89
dari adanya penyimpangan dokumen ini adalah eksportir tidak akan mendapatkan pembayaran (non-payment) disamping importir yang tidak akan menerima barang yang dipesannya (non-delivery) Transaksi ekspor impor dengan menggunakan cara pembayaran L/C, Bank adalah pihak perantara yang menyediakan jasanya untuk pengolahan dokumen
sebagai
dasar
pembayaran
kepada
eksportir.
Sedangkan
pembayaran itu sendiri akan dilakukan oleh Bank apabila dokumen-dokumen tersebut telah sesuai dengan L/C artinya tidak diketemukan adannya penyimpangan dokumen oleh Bank, perlu diingat bahwa pembayaran yang dilakukan
Bank
ini
bukan
atas
dasar
penyerahan
barang
melainkan
berdasarkan dokumen. Apabila penyimpangan dokumen terjadi, pihak Bank biasanya akan memberikan pelayanan maksimal bagi nasabahnya, sehingga Bank akan mempertimbangkan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu yang cukup fleksibel untuk membantu eksportir sebagai nasabahnya. 55 Hal penting yang perlu diperhatikan apabila terjadi penyimpangan dokumen ini adalah petugas Bank yang menegoiser tidak bisa langsung menyetujuinya tanpa adanya ijin dari importir walaupun penyimpangan tersebut dianggap kecil. Oleh karena itu perlu kiranya diperhatikan oleh petugas
55
Hasil wawancara dengan Chandra Witjaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden Semarang
Bank hal–hal yang harus dinyatakan kepada importir importir tersebut, antara lain: 56 1.
Apakah importir dapat menerima adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut;
2.
Apakah Bank akan meneruskan transaksi tersebut sampai selesai dengan syarat syarat tertentu;
3.
Apakah dokumen-dokumen dengan penyimpangan-penyimpangan yang ada diperbaiki terlebih dahuiu,
4.
Apakah eksportir harus segera diberitahu akan penyimpangan yang ada, dan lain sebagainya. Di dalam praktek transaksi perdagangan Luar negeri yang menggunakan
cara pembayaran L/C terdapat penggolongan penyimpangan yaitu : 1. penyimpangan atas syarat-syarat L/C 2. penyimpangan yang bersumber pada dokumen yang belum sempurna. Sekiranya Bank yang bersangkutan masih mempanyai banyak waktu (waktu jatuh tempo masih panjang), maka bank yang bersangkutan akan menghubungi beneficiary dan meminta agar kekurangan-kekurangannya dapat dilengkapi, diperbaiki, serta disesuaikan dengan syarat L/C. Setiap koreksi tersebut, harus dibubuhi Stempel koreksi serta paraf dari pihak yang berwenang.
56
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, halaman 208
( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996)
Bentuk
penyimpangan-penyimpangan
atas
dokumen
tersebut
dapat
digolongkan dalam dua kelompok, yaitu: 57 1.
penyimpangan yang sifatnya dapat diperbaiki, (Correciable Discrepancies) Correctable Discrepancies adalah penyimpangan - penyimpangan yang disebabkan oleh kekeliruan kecil dalam penyiapannya dan dimungkinkan bagi
eksportir
untuk
memperbaiki
dokumen
yang
mengalami
penyimpangan tersebut. Kekeliruan-kekeliruan seperti ini disebut dengan minor discrepancies. 2.
Penyimpangan
yang
sifatnya
tidak
dapat
diperbaiki
(Uncorrectable
Discrepancies) Uncorrectable discrepancies adalah penyimpangan-penyimpangan yang dianggap besar dan tidak dapat diperbaiki langsung oleh eksportir. penyimpangan-penyimpangan
ini
dinamakan
major
discrepancies.
Kerugian-kerugian lain yang akan muncul lagi adalah apabila terjadi penyimpangan dokumen dalam transaksi ini. Akibat yang timbul apabila terjadi penyimpangan dokumen ini adalah tidak dilakukannya pembayaran (non-payment) kepada eksportir disamping tidak diterimanya barang oleh importir (non-delivery). Kerugian yang akan diderita oleh eksportir akibat tidak dilakukannya pembayaran ini adalah:
57
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, halaman 211
( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996)
a. Kerugian biaya produksi b. Biaya pengurusan dokumen c. Biaya polis d. Biaya pengangkutan, dan e. Biaya lain yang mungkin timbul Salah satu dokumen yang penting dalam transaksi ekspor impor adalah dokumen pengangkutan yaitu Bill of Lading. Karena dengan adanya B/L ini importir dapat mengeluarkan barang-barang impor dari pelabuhan. Pihak-pihak yang tercantum dalam B/L: Shipper Consignee
: pengirim/beneficiary : kepada siapa barang ditujukan, atau diberitahukan
tentang tibanya barang Carrier
: pengangkutan/perusahaan pelayaran.
Konosemen atau Bill of Lading mempunyai beberapa fungsi, yakni :58 a. Sebagai bukti penerimaan muatan dari shipper untuk diangkut ke pelabuhan tujuan yang tercantum dalam Bill of Lading. b. Sebagai kontrak pengangkutan laut antara tiga pihak yaitu shipper (pengirim/eksportir), carrier (perusahaan pelayaran) dan Cosignee (penerima barang/importir).
58
Soperiyo Adhibroto, Letter of Credit: dalam teori dan praktek, ( Sernarang: Dahara Prize, 1992 ) halaman 22
c. Sebagai kuitansi pembayaran uang tambang (freight) apabila uang tambang dibayar di pelabuhan muat (freight prepaid) atau perjanjian pembayaran
uang
tambang
bila
uang
tambang
dibayar
di
pelabuhan tujuan (freight payble at destination). d. Sebagai documents title, artinya pemegang Bil of Lading adalah pemilik barang yang disebutkan didalamnya. Sebagai dasar penyelesaian klaim/tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh
pengirim
muatan
atau
wakilnya
kepada
pengangkut/perusahaan asuransi berhubung dengan kekurangan atau kerusakan pada barang muatan. Bil of Lading,biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri rangkap 3 (full set B/L) yang penggunaannya adalah sebagai berikut:59 a. (satu) lembar untuk shipper. b. (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Buku II Bab V,A, tentang Pengangkutan Barang di dalam pasal 506 memberikan pengertian Bill of Lading: Konosemen adalah suatu surat yang bertanggal, dalam mana si pengangkut menerangkan, bahwa ia telah menerima barang-barang tersebut untukdiangkutnya ke suatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya kepada seseorang tertentu yang ditunjuk beserta dengan klausula-klausula apa penyerahan akan terjadi.
59
Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ), halaman 125
Tanggal penerbitan B/L atau on board sangat penting, antara lain untuk:60 1.
Menunjukkan apakah barang-barang telah dikapalkan pada waktunya bilaman dalam L/C ditetapkan satu tanggal terakhir pengapalan barang-barang (latest shipment date).
2.
Memenuhi syarat bahwa dokumen-dokumen harus diajukan untuk memperoleh pembayaran, akseptasi atau negosiasi sebagaiman syaratsyarat L/C, yakni dalam batas 21 hari dari tanggal penerbitan B/L, kecuali L/C menetapkan jangka waktu lain.
3.
Menentukan
penerimaan
dari
dokumen
asuransi
yang
kecuali
dinyatakan lain dalam L/C atau kecuali dengan jelas dinyatakan bahwa cover note (penutup asuransi) tersebut berlaku selambat-lambatnya sejak tanggal pengapalan, harus diberi tanggal tidak lewat dari tanggal penerbitan B/L. Bank dalam meneliti atau memeriksa B/L, mengacu pada ketentuan UCP yaitu UCP No.500 tahun 1993, hal-hal yang ditentukan dalam L/C dan tidak boleh menyimpang dari peraturan-peraturan yang berlaku. Apabila terdapat ketidaksesuaian maka B/L dianggap terdapat penyimpangan atau discrepancies. Bill of Lading dalam sistem pembayaran Letter of credit diatur dalam pasal 23 sampai dengan pasal 33 Uniform Customs and Practise for Documentary Credits (UCP) no 500 tahun 1993, kecuali apabila masing-masing pihak mengatur lain.
60
Roselyne Hutabarat, Op.cit. halaman 66
Eksportir
bertanggung
jawab
melengkapi
dokumen-dokumen
yang
disepakati dalam Letter of Credit termasuk didalamnya Bill of Lading. Dokumen-dokumen
yang
harus
diserahkan
oleh
eksportir
termasuk
didalamnya Bill of Lading, harus sesuai dengan kondisi syarat kredit. Dimana kesesuaian Bill of Lading tersebut merupakan tanggung jawab eksportir sehingga dalam menyiapkan dan menyerahkan Bill of Lading harus mengacu pada syarat-syarat yang telah disepakati dalam Letter of Credit. Penyimpangan dari syarat-syarat yang tercantum dalam L/C dapat dijadikan alasan Bank untuk menolak pembayaran. Hal ini berarti eksportir tidak dapat menerima pembayaran barang yang sudah dikirimkan. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh eksportir pada Bill of Lading: 61 1. B/L yang diajukan harus merupakan seperangkat dokumen asli yang lengkap, seperti yang dikeluarkan. Jumlah konosemen asli yang ditandatangani
dan
dikeluarkan
perusahaan
pelayaran
yang
merupakan satu perangkap dokumen lengkap selalu diterangkan di bagian bawah konosumen di atas tanda tangan. 2. Pelabuhan
muat
dan
pelabuhan
bongkar
harus
sesuai
dengan
persyaratan kredit. 3. Tanda-tanda pengapalan dan nomor-nomornya harus sesuai dengan tanda pengapalan dan nomor-nomor dalam dokumen lainnya seperti faktur dagang, dokumen asuransi dan sebagainya. 4. Uraian barang yang terdapat dalam konosemen harus sesuai, atau
61
Amir, MS.Op.cit. halaman 83
setidak-tidaknya merupakan penjelasan umum dari barang yang terdaftar dalam faktur, dokumen asuransi dan dokumen pengapalan lainnya yang diserahkan, dan tidak bertentangan dengan uraian barang dalam kredit atau dokumen lainnya. 5. Barang dikirimkan kepada pihak yang disebutkan dalam kredit. 6. Tidak ada klausul tambahan luar biasa pada konosemen yang secara tegas menerangkan keadaan tidak baik dari barang-barang atau pengepakan sehingga menyebabkan B/L menjadi "tidak bersih" atau unclean Ketidaksesuaian Bill of lading dengan ketentuan-ketentuan dalam L/C dinyatakan sebagai discrepancies. Dalam B/L, discrepancies yang terjadi yaitu sebagai berikut :62 1. Charier party13/1, 2. Nama consignee tidak seperti yang disebutkan di dalam L/C 3. Nama pihak yang harus diberitahu setibanya barang (notify party) tidak sesuai dengan L/C 4. Pelabuhan muat tidak sesuai dengan L/C 5. Pelabuhan tujuan tidak sesuai dengan L/C 6. rerjadi Transshipment sedangkan L/C melarang. 7. Keterangan mengenai barang tidak sesuai dengan L/C 8. B/L yang yang diajukan termasuk B/L kotor atau Unclean B/L 9. Tidak terdapat catatan On Board
62
Op.cit. halaman 209
10. Catatan on board tidak diberi tanggal dan tidak ditandatangani 11. Catatan on board bertanggal setelah tanggal pemuatan terakhir L/C 12. Tidak terdapat catatan Freight telah dibayar sebagaimana syarat L/C 13. Terdapat tanda/catatan barang disimpan/diangkut on deck 14. Pengapalan teriambat 15. B/L yang diserahkan tidak, full set 16. Syarat-syarat L/C lainnya tidak dipenuhi. Langkah-langkah yang dilakukan oleh eksportir dalam menanggulangi adanya discrepancies antara lain: 63 1. Memperbaiki dokumen-dokumen L/C yang diperlukan supaya sesuai dengan syarat-syarat L/C, apabila discrepancies tersebut correctable (dapat diperbaiki). 2. Meminta amandment yang diperlukan atas L/C tersebut supaya sesuai dengan dokumen yang disiapkan. 3. Meminta negotiating bank memperoleh kuasa importir untuk menerima dokumen-dokumen sesuai yang diserahkan. 4. Eksportir dapat menyerahkan Letter of Indemnity yang menyatakan perjanjian
kerugian pada bank yang melakukan pembayaran atas
dokumen-dokumen yang berisi discrepancies yang diketahui. 5. Menyerahkan
bank
garansi
dan
meminta
pembayaran
langsung.
Pembayaran tersebut akan dibayarkan kembali oleh eksportir dengan tambahan bunga apabila dokumen-dokumen kemudian ditolak bank
63
Roselyne Hutabarat,Op.cit, halaman 224
pembuka. Akibat penyimpangan dokumen L/C :64 1. Pada penyimpangan ringan atau yang masih dapat diperbaiki, Bank dapat melakukan. a. Pembayaran dengan syarat Bank mempunyai hak untuk menagih kembali jumlah yang telah dibayarkan sekiranya pihak Issuing Bank menolak dokumen atas dasar penyimpangan. b. Pembayaran berdasarkan jaminan Bank melakukan pembayaran kepada eksportir berdasarkan suatu penandatanganan suatu surat jaminan (Letter of Guarantee) oleh eksportir yang bersangkutan. Pada surat jaminan tersebut dicantumkan segala sesuatu yang menyangkut penyimpangan-penyimpan dokumen yang ada, serta memuat pernyataan pihak eksportir bahwa ia akan membayar kembali dengan segera kepada Bank sejumlah uang yang telah diterimanya, apabila ternyata kemudian dokumen tersebut ditolak berdasarkan penyimpangan-penyimpangan yang ada. 2. Penyimpangan yang sifatnya dianggap berat atau tidak bisa diperbaiki. a. Pembayaran diselesaikan atas dasar inkaso. Apabila penyimpangan-penyimpangan dari dokumen dianggap berat sehingga tidak mungkin dilaksanakan secara under reserve atau against guarantee, maka penyelesaian pembayaran dilakukan atas dasar inkaso 64
Etty Susilowati Suhardo,Op.cit, halaman 98-104
(on collection basis). Pihak Bank atas persetujuan eksportir akan mengurus penagihan sebesar nilai dokumen melalui bank korespondennya diluar negeri yang tidak bersedia melakukan pembayaran lebih dahulu kepada eksportir tersebut. b. Penolakan pembayaran atas wesel (Unpaid Bills) Yang termasuk Unpaid Bills adalah wesel-wesel ekspor yang dinyatakan tidak
dapat
dibayar
oleh
Issuing
Bank/Paying
Bank,
karena
dokumen/wesel yang diterimanya tidak sesuai dengan persyaratanpersyaratan yang tercantum dalam L/C yang dibuka. Penyimpangan dokumen yang ada dinyatakan dengan tegas sehingga nampak jelas sebagai suatu penyimpangan/discrepancies. c. Tertundanya Pembayaran (Delay of Payment) Keadaan
yang
menyebabkan
penundaan
pembayaran,
juga
penundaan yang tidak dapat dihindarkan apabila sarana komunikasi ke daerahdaerah yang terpencil kurang lancar shingga penyimpanganpenyimpangan dokumen akan sangat terlambat sampai kepada yang bersangkutan. d. Wesel yang masih harus diselesaikan (settlement of draft) Penyimpangan-penyimpangan dari persyaratan L/C di sini menyangkut pembayaran wesel sesuai dengan tenor wesel yang ditentukan, khususnya instruksi pembukaan L/C tentang pembayaran oleh Bank terhadap wesel tersebut.
Eksportir dalam melaksanakan transaksi ekspor impor khususnya dalam cara pembayaran Letter of Credit (L/C) mempunyai kewajiban dalam penyiapan dokumen sesuai dengan persyaratan L/C. Penyiapan dokumen ini sangat penting dan merupakan tanggung jawab eksportir, karena Bank melakukan pembayaran berdasarkan dokumen. Untuk itu eksportir harus benarbenar memperhatikan kesesuaian dokumen dengan L/C karena apabila terdapat
ketidaksesuaian
maka
dokumen-dokumen
tersebut
dinyatakan
menyimpang atau discrepancies. Namun dalam proses penyiapan dokumen sering
kali
terjadi
kesalahan-kesalahan
yang
disebabkan
keterbatasan
kemampuan eksportir atau kesalahan yang disebabkan kurang ketelitian misalkan kesalahan dalam penulisan dokumen. Kesalahan yang kecil tersebut cukup dijadikan dasar untuk menolak seluruh shipping documents. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat diperbaiki dengan cara mengubah dan membetulkan semua kekeliruan itu dan eksportir dapat memberikan surat jaminan Letter of Indemnity kepada Bank atas kemungkinan-kemungkinan keberatan/claims yang akan diajukan oleh importir. Apabila penyimpangan dianggap tidak dapat diperbaiki (uncorrectable) maka pembayaran dapat dilakukan setelah importir menyatakan setuju atas penyimpangan yang dibuat oleh eksportir. Dokumen penting dalam L/C adalah Bill of Lading karena B/L adalah bukti bahwa barang telah dikirimkan kepada importir. Namun dalam B/L sendiri seringkali
terdapat
discrepancies.
penyimpangan-penyimpangan
yang
dianggap
Berdasarkan basil penelitian, tanggung jawab eksportir terhadap Bill of Lading adalah menyiapkan B/L sesuai dengan permintaan L/C dan apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam B/L yang dapat diperbaiki, eksportir diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Dalam hal penyimpangan berupa barang tidak sesuai dengan pesanan maka importir dapat melakukan klaim langsung kepada eksportir. Karena bila importir sudah mengeluarkan barang dari pelabuhan maka bank sudah menyelesaikan tugasnya dan importir telah melakukan pembayaran kepada bank. Sehingga importir dapat meminta pertanggung jawaban kepada eksportir. Bentuk pertanggungjawaban dari eksportir apabila terjadi penyimpangan terhadap B/L atau terhadap barang menurut CV. Golden Teak Garden, adanya pemberian diskon bagi importir dan bila importir masih menuntut maka akan diberikan penggantian barang. Hal ini dilakukan agar eksportir tidak kehilangan pelanggankarena kelalaian yang dilakukan. Namun demikian, penyimpangan tersebut tidak pernah terjadi pada CV. Golden Teak Garden. Penyerahan barang kepada importir merupakan tanggung jawab eksportir, dalam hal penyerahan barang dokumen yang sangat penting adalah Bill of lading. Oleh karena itu eksportir harus lebih berhatihati dalam penyiapan Bill of Lading agar tidak terdapat permasalahan yang mengakibatkan adanya tuntutan atau klaim dari importir.
BAB V KESIMPULAN
5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.a. Transaki ekspor impor khususnya mengenai cara pembayaran dengan L/C berpedoman pada UCP No. 500 Tahun 1993. Di Indonesia ketentuan khusus yang mengatur mengenai L/C adalah Surat Edaran yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yaitu Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 yang mengatur mengenai kebebasan bank devisa tunduk pada UCP No.500 tahun 1993. Secara umum ketentuan dalam Buku III Bab V KUH Perdata dan ketentuan-ketentuan dalam KUHD tetap berlaku bagi transaksi ekspor impor. 1.b. Kewajiban eksportir sebagai perijual adalah menyerahkan barang ekspor kepada importir sesuai perjanjian. Untuk itu, seorang eksportir membutuhkan jasa pengangkut. Sarana angkutan laut adalah saran pengiriman barang yang dianggap lebih mudah dan murah. Dokumen
yang mempunyai arti penting pada pengangkutan laut adalah Bill of lading (B/L) yang dikeluarkan oleh pengangkut. Tanggung jawab eksportir
dalam
cara
pembayaran
dengan
Letter
of
Credit,
melampirkan dokumen B/L yang berfungsi berfungsi : 1) Bukti tanda pengiriman barang; 2) Bukti kontrak pengangkutan; 3) Bukti penyerahan barang; 4) Bukti pemilikan atau dokumen pemilikan barang. Tanggung jawab eksportir terhadap dokumen B/L adalah menyiapkan B/L sesuai dengan cara pembayaran L/C dan apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan
dalam
eksportir
untuk
diberi
kesempatan
B/L
yang
dapat
memperbaikinya.
diperbaiki, Dalam
hal
penyimpangan berupa barang tidak sesuai dengan pesanan maka importir dapat melakukan klaim langsung kepada eksportir. Penyerahan barang kepada importir merupakan tanggung jawab eksportir. Dalam hal penyerahan barang dokumen yang sangat penting adalah Bill of lading. B/L tersebut sebagai bukti bahwa eksportir telah melaksanakan kewajibannya, yaitu menyerahkan barang untuk diangkut. 1.c. Hak eksportir adalah mendapatkan pembayaran atas barang yang telah diekspornya. Eksportir akan mendapatkan hak tersebut apabila telah memenuhi kewajibannya, yaitu menyerahkan barang kepada importir. Dalam hal cara pembayaran menggunakan Letter of Credit, eksportir akan mendapatkan pembayaran setelah dokumen-dokumen
yang disyaratkan telah terpenuhi, diantaranya dokumen Bill of Lading. Penyiapan dokumen-dokumen terutama dokumen B/L sangat penting karena Bank melakukan pembayaran berdasarkan dokumen yang telah memenuhi
syarat-syarat
yang
telah
disepakati
dalam
L/C.
Penyimpangan dari kondisi syarat kredit dapat dijadikan alasan Bank untuk menolak pembayaran. Hal ini berarti eksportir tidak menerima hak pembayaran atas barang yang telah dikirimkannya. 2. Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden Teak Garden dalam pelaksanaan pembayaran dengan Letter of Credit, khususnya yang berkaitan dengan Bill of Lading, adalah apabila terjadi discrepancies atau penyimpangan dokumen seringkali menghambat dan menyita waktu. Discrepancies yang terjadi disebabkan antara lain oleh: Kekurang
telitian
staff
pegawai
dalam
membuat
dokumen
menyebabkan kesalahan pengetikan dalam dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C. Namun apabila CV. Golden Teak Garden dapat memenuhi semua ketentuan dalam cara pembayaran L/C maupun dokumen B/L yang diminta maka tidak ada permasalahan yang menghambat.
5.2. SARAN-SARAN Setelah dilakukan penelitian tentang tanggung jawab eksportir terhadap Letter Of Credit, maka penulis memberikan saran-saran agar dapat dipergunakan;
1. Pelaksanaan pembayaran dengan L/C pada transaksi ekspor impor perlu adanya peraturan yang bersifat fleksibel dan bersifat internasional sehingga memberikan keuntungan bagi eksportir dan importir dan mengurangi perbedaan atau tumpang tindih antara peraturan yang satu dengan yang lain baik di tingkat nasional maupun internasional. Perlu adanya sosialisasi terhadap peraturan yang baru oleh pemerintah agar pelaksanaan ekspor impor dapat terlaksana dengan biaya murah dan lancar. 2. Agar pembayaran dengan L/C ini dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat memberikan keuntungan-keuntungan bagi para pihak diperlukan
kesungguhan
dari
masing-masing
pihak
untuk
melaksanakannya, mulai dari sales contract hingga penyelesaian pembayarannya. Kejujuran dan ketelitian masing-masjng pihak juga diperlukan untuk mencegah agar tidak terjadi discrepancies atau penyimpangan-penyimpangan,
sehingga
apa
yang
ditransaksikan
benar-benar sesuai dengan yang diperjanjikan dalam sales contract. 3. Kesulitan lain yang dihadapi eksportir dan importir adalah terlalu banyaknya instansi yang harus terlibat dalam menangani suatu transaksi ekspor impor. Sehingga penulis memandang perlu kiranya pemerintah khususnya instansi yang berwenang untuk menyederhanakan proses ekspor impor agar memudahkan penyelesaian proses ekspor impor dalam satu atap tanpa mengurangi manfaat dan peraturan-peraturan tersebut. 4. Eksportir harus lebih meningkatkan ketelitian dalam penyiapan Bill of
Lading agar tidak terdapat permasalahan yang mengakibatkan adanya tuntutan atau klaim dan importir. 5. Eksportir diharapkan meningkatkan pengetahuan tentang ekspor impor bagi tenaga kerjanya terutama staff bagian ekspor impor sehingga mempermudah proses ekspor yang dilaksanakan. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan tenaga kerja adalah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan ekspor impor yang sering diadakan.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Moerjono, Melangkah Menuju Ekspor Suatu Petunjuk Praktis, 1993 Amir M.S. Seluk-beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri; Suatu Penuntun IMPOR & EKSPOR. 1991 Amir, MS, Kontrak Dagang Ekspor, ( Jakarta: Penerbit PPM,2002 ) Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ), Amir, Letter of Credit: dalam Bisnis Ekspor Impor, (Jakarta: Penerbit lPM, 2002), C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia-Aspek Hukum Daiwa Ekonomi-bagian 2 (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001) David D. Command, “The Uniform Commercial Code Law Journal.” Vol.17 Num 1, Summer 1984 Etty Susilowati Suhardo SH.MS, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri ( Semarang: FH UNDIP, 2001 ) Eddie Renaldy, Istilah Perdagangan Internasional, ( Jakarta. PT Rajagrolindo Persada, 2000 ) Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pembukaan Kredit Berdokumen: Documentary Credit Opening, (Yogyakarta: FEL UGM, 1980) Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional Ekspor Impor dan Imbal Beli, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001 ) Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen (Letter of Credit) Dalam Jual Beli Perniagaan, ( Yogyakarta: Liberty,1991 ) H. Barda Nawawi A, HM Martini Hardadi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1992) Henry D. Gabriel, Standby Letter of Credit Does the Risk Out Weigh the Benefits? Columbia Business Law Review, vol 1988 Num3
H. Mursaleh dan Musanef, Pedoman Membuat Skripsi, (Jakarta : Gunung Agung, 1985), Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persa a 2002 ) Soperiyo Adhibroto, Letter of Credit: dalam teori dan praktek, ( Sernarang: Dahara Prize, 1992 ) Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : UI Press, 1986 ), Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normal & Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2003), Syarif
Arbi, Petunjuk Perdagangan Luar Ekspor ( Yogyakarta: BPFE,1999 ) 114
Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum Jual Beli Perusahaan, ( Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003 ), Ronny,Hanitijo Soemitro, MPH dan Jurimetri, ( Jakarta : Gahlia Indonesia,1980 ) Ramlan Ginting, Letter of Credit: Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, ( Jakarta: Salemba empat, 2000 ) Rivai Wirasasmita: Kuidah Bangun;Yosc Arie Purnomo, Se1uk Beluk Kredit Berdokumen dan Peraturan Devisa, ( Bandung: Pionir Jaya,1999 ) Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 1999 ) Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-tuidang Hukum Dagarg dan UndangUndang Kepailitan, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 1997 ) UCP 500, Artikel 2. Lihat juga misalnya kasus Bank of N,C,N,A v Rock Island Bank, 570 F.2d 202 Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
The Uniform Customs and Practice No. 500 Revisi Tahun 1993 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.146/MPP/KEP/IV/1999 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor. Surat Edaran BI No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 www. asiamaya.com/undang-undang/uu ppn www. beacukai.go.id/indonesia, 2003
LAMPIRAN