BUSINESS MODEL BARU “PUTULICIOUS” (KUE PUTU)
Dian Nita Supiadi, Ria Lestari, R. M. Yogi. H, dan Gabriel Chanfarry Hadylaw
Laporan Teknis
Jakarta, 10/01/2014 Disetujui:
Gabriel Chanfarry Hadylaw Sp.M.M
2
DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi........................................................................................................................2 Abstrak ..........................................................................................................................3 Pendahuluan ..................................................................................................................4 Business Model Canvas.................................................................................................6 Final Design Business Model......................................................................................12 Business Plan...............................................................................................................13 Financial Planning.......................................................................................................14 Prototyping..................................................................................................................16 Kesimpulan dan Saran ................................................................................................17 Daftar Pustaka..............................................................................................................18
3
ABSTRAK
Di tengah daya beli masyarakat Indonesia dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup stabil dalam satu dasawarsa terakhir, sektor konsumsi menjadi penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kebutuhan pokok sandang, pangan, papan yang sudah terpenuhi membuat manusia mencari kebutuhan sekunder dan mewah seperti halnya rekreasi kuliner dan bisnis kuliner dari sisi pengusaha. Peluang yang ditangkap dalam bisnis kuliner di Indonesia khusus nya di kota besar adalah pesatnya pertumbuhan restoran dan kafetaria yang ada di mal atau pusat perbelanjaan yang selalu ramai pembeli, di satu sisi kami melihat banyak produk kue atau makanan ringan asli Indonesia yang belum banyak dijual secara eksklusif di mall. Menggunakan Business Model Canvas sebagai tools, kami dapatkan value proposition yang bisa ditawarkan melalui produk kue tradisional yang dinamakan “Putulicious” ini sebagai pembeda dan nilai tambah dibanding restoran lain, didukung oleh survey, teori, dan kuesioner yang kami sebar. Value Proposition itu mencakup “rasa baru”, “lokasi (penjualan) baru“ di mall atau pusat perbelanjaan, “pemilihan topping sendiri (new experience)”, yang tidak kalah penting adalah “konsep tradisional masih dipertahankan (pemilihan bahan baku dan cara pembuatan)“. Dengan mendapatkan value proposition yang unik dan konsep manajemen yang baik, kami optimis produk ini dapat diterima pasar dengan baik mengingat pasar Indonesia khususnya di kota – kota besar adalah pasar yang daya belinya tinggi, cenderung mencoba hal baru, juga budaya makan sambil berkumpul yang mendukung hal ini. Selain hal tersebut, dengan didukung oleh perhitungan dari financial statement kemudian melihat summary-nya dengan peramalan 1-5 tahun kedepan terbukti bahwa bisnis “Putulicious” ini memang feasible untuk dilakukan. Kata Kunci: Kue, Produk, Value Preposition, Tradisional.
4
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam Survey McKinsey & Company 2011, The New Indonesian Consumer, perilaku konsumen akan bergeser terus seiring kenaikan kekayaan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, konsumsi akan mengarah pada kesenangan dan prestise seperti halnya rekreasi ke luar kota dan keluar negeri, berbelanja, juga makan di restoran– restoran mahal yang akan menjadi tren ke depannya. Sedangkan menurut survey McKinsey&Company 2011, The New Indonesian Consumer, produk–produk yang potensial dibeli oleh middle class segment adalah fast food, instant food, quick service restaurant, dan local brand baru yang memiliki akses masuk pasar yang lebih mudah. Rasa manis kue putu serta tepung dengan aroma pandan yang menyelimuti gula merah pada kue putu merupakan kombinasi rasa yang cukup menarik di lidah. Tetapi disinilah keunikan kue putu yang akan kami buat, kami akan memberikan rasa yang lain daripada kue putu biasanya, walaupun kue putu biasa juga akan termasuk dalam salah satu produk kami, tetapi kami memfokuskan kepada berbagai macam isi kue putu tersebut, dan diselimuti tepung aroma pandan seperti biasa.
1.2
Tujuan Tujuan kami memilih kue putu ini sebagai usaha yang akan kami jalankan
yaitu: Membangun bisnis yang feasible secara keuangan dan dapat tumbuh berkesinambungan (jika dilihat dari summary financial statement-nya). Menarik minat konsumen untuk mengkonsumsi produk tradisional khas Indonesia dengan pengalaman (experience) berbeda dari biasanya. Melestarikan makanan asli Indonesia yang sudah mulai hilang karena banyaknya berdatangan produk makanan asing. Mencapai target penjualan mengedepankan kualitas pelayanan dan produk.
1.3
Manfaat a.
Bagi Produsen Menyalurkan hobi kuliner. Mengkreasikan kue putu hingga muncul berbagai macam rasa.
5
b.
1.4
Membuat kue putu lebih dikenal sebagai makanan tradisional Indonesia. Bagi Konsumen Dapat merasakan berbagai macam keunikan rasa kue putu yang telah dikombinasikan (kue putu modern) dengan experience berbeda. Dapat dengan mudah merasakan kenikmatan kue putu ini karena lokasi outlet kue putu akan ditempatkan pada mall besar di Jakarta.
Ruang Lingkup Ruang lingkup pembahasan Business Model Creation (BMC) bagi produk ini
yaitu: a. b. c.
Pembuatan Business Model Canvas (BMC) mencakup semua elemenelemen pada Nine Building Blocks. Target konsumen PUTULICIOUS adalah semua kalangan tanpa ada batas usia. Target lokasi penjualan “Putulicious” yaitu mall-mall yang ada di Jakarta, seperti Pondok Indah Mall (Jakarta Selatan), Mall Kelapa Gading (Jakarta Utara), dan Central Park (Jakarta Barat).
6
BUSINESS MODEL CANVAS Ide mengenai inovasi bisnis model dapat datang dari mana saja, menurut Osterwalder dan Pigneur (2010, hal.14-15) setiap dari nine basic building blocks, dapat menjadi langkah awal untuk menentukan darimana suatu perusahaan melakukan transformasi bisnis model mereka. Nine building blocks tersebut yaitu: value preposition, customer segments, customer relationship, channels, key resources, key activities, key partnership, cost structure, dan revenue stream. Transformasi bisnis model “Putulicious” lebih menitik-beratkan pada offerdriven, dimana value proposition merupakan fokus utama dari bisnis model ini, yang akan mempengaruhi building blocks yang lain. Untuk lebih detailnya, akan dijelaskan lebih dalam dibawah ini mengenai titik transformasi dan masing-masing building blocks dalam suatu bisnis model.
2.1
Value preposition
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010, hal.22) value preposition merupakan kumpulan produk dan jasa yang memberikan nilai untuk segmen pelanggan yang spesifik. Value preposition merupakan alasan utama kenapa customer bertahan kepada sebuah produk atau bahkan pindah ke produk lainnya. Value preposition bagi "Putulicious” muncul dari beberapa hal yang membuat "Putulicious” menjadi lebih istimewa dan unik dengan cara menikmati kue putu inovatif ini yang berbeda. Value Proposition dari Putulicious adalah: 1. New Taste dengan Waktu Penyajian Singkat 2. Memilih Topping Sendiri 3. Pilihan Paket dengan Tambahan Minuman 4. Pilihan Ukuran Kue Putu 5. Suara Khas Ketika Mengukus Kue Putu serta Aroma Khas Kue Putu 6. Penggunaan Bambu sebagai Alat Tradisional untuk Mengukus Putu 7. Pertunjukan Pembuatan Kue Putu 8. Outlet dengan Kursi dan Meja
7
2.2 Customer Segments Definisi segmen pasar menurut Kotler & Keller (2009, hal.248) dikemukakan bahwa “Market Segment consists of a group of customers who share a similar set of needs and wants” yang dapat diartikan bahwa segmen pasar terdiri dari kelompok pelanggan yang saling berbagi keinginan dan kebutuhan yang sama. Dalam bisnis model "Putulicious” ini kami mempertimbangkan beberapa segmentasi utama pelanggan menurut Kotler & Keller (2009, hal.253–266) sebagai berikut : 1. Demographic Segmentation a. Anak-anak dan remaja Dari anak-anak usia 10-17 : tingkat pendidikan SMP & SMU Dan remaja usia 18-22 : tingkat pendidikan Universitas b. Dewasa dan orang tua Usia 22-tidak terhingga. Bagi dewasa dan orang tua pada usia tersebut diatas dapat menikmati camilan kue putu sesuai dengan topping sesuai dengan selera mereka. c. Kelas ekonomi menengah ke atas Yaitu masyarakat dengan pendapatan minimal 5 jt/bulan. Karena target yang kami bidik adalah kalangan menengah ke atas. 2. Psychographic Segmentation a. Working people Kalangan eksekutif muda, pebisnis dan anak muda. 3. Geographic Segmentation a. Perkotaan padat penduduk Perkotaan padat penduduk seperti ibukota Jakarta merupakan tempat dimana banyaknya berdiri mall-mall besar, dimana merupakan target market dari "Putulicious” sendiri, sehingga banyak juga orang-orang yang butuh bersosialisasi dan peminat suatu produk, sehingga diputuskanlah lokasi utama untuk outlet "Putulicious” di perkotaan padat penduduk seperti Jakarta dengan pembangunan yang berkelanjutan.
2.3
Customer Relationship
Osterwalder & Pigneur (2010, hal.29) membagi hubungan dengan pelanggan menjadi beberapa kategori yang berdampingan dengan masing-masing segmen pelanggan yaitu: Personal Assistance, Dedicated Personal Assistance, Self-Service, Automated Services, Communities dan Co-Creation.
8
Dalam bisnis model "Putulicious” ini kami mempertimbangkan beberapa alternatif untuk hubungan dengan pelanggan, antara lain : 1. Social Media dan Website Dengan adanya social media seperti: twitter, facebook, instagram, serta website, diharapkan dapat memberikan hubungan di dunia maya sekaligus informasi tentang produk "Putulicious” secara efisien secara biaya dan juga efektif. 2. Membership Dengan adanya membership yang disediakan "Putulicious” pelanggan akan merasa mereka memiliki keterikatan khusus dengan "Putulicious” jika sudah menjadi member
2.4
Channels
Menurut Kotler & Keller (2009, hal.450), channels adalah kumpulan organisasi yang saling tergantung atau terlibat satu sama lain dalam proses pembuatan produk atau layanan yang tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi oleh pelanggan. Channels yang akan kami gunakan adalah : 1. Direct Sales : Penjualan secara langsung kepada pelanggan di outlet Putulicious 2. Delivery Order (dengan pemesanan minimal dan dan daerah pengiriman yang dekat) 3. Online Order : Pemesanan secara online melalui website Putulicious
2.5
Cost Structure
Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010, hal.40) cost structure merupakan semua biaya yang muncul untuk mengoperasikan bisnis model. Cost Structure dari Putulicious adalah : 1. Biaya Produksi mencakup : Biaya Produksi "Putulicious” mencakup: biaya tempat, listrik, air, telepon, biaya mesin, Perlengkapan, Bahan Baku, dan Karyawan. 2. Biaya Pelatihan Karyawan : Biaya training digunakan untuk melatih para koki serta pelayan restoran agar dapat memberikan pelayan yang berkualitas. 3. Biaya Marketing : digunakan untuk mempromosikan produk–produk "Putulicious”
9
4. Biaya Pembelian Kendaraan : kendaraan yang akan digunakan untuk operasional adalah sepeda motor dan mobil box untuk layanan antar dan keperluan operasional lainnya.
2.6
Revenue Stream
Revenue Stream didefinikan oleh Osterwalder & Pigneur (2010, hal.30) sebagai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan uang dari setiap customer segment. Pada "Putulicious”, macam–macam revenue stream-nya yaitu : 1. Penjualan Produk: Pemasukan utama "Putulicious” yaitu dari hasil penjualan kue putu langsung kepada pelanggannya di outlet "Putulicious” 2. Membership: "Putulicious” memiliki sistem membership dimana para anggotanya akan mendapatkan membership secara gratis dengan syarat dan ketentuan yang berlaku 3. Delivery Order: Pemasukan dari sisi delivery order baik partai kecil maupun partai besar 4. Merchandising: Merchandising dilakukan dengan cara menjual barang – barang berlogo “Putulicious” untuk para penggemar “Putulicious”.
2.7
Key Activity
Key activity merupakan kumpulan proses kegiatan yang terjadi di dalam suatu perusahaan. Menurut Jacob, Chase & Aquilano (2009, hal.160) proses merupakan bagian dari perusahaan yang mengubah input menjadi output yang diharapkan memiliki value yang lebih besar kepada perusahaan daripada input awal. Key Activity dari “Putulicious” adalah: 1. Proses pembelian bahan baku yang berkualitas . 2. Proses Penyimpanan Bahan Baku dengan standar tinggi.
10
3. Proses Produksi Pelanggan melakukan order pesanan
Bahan Baku yang sudah diolah menjadi adonan mentah kue putu
Pengolahan adonan menjadi kue putu
Packaging
Diterima konsumen
4. Proses Delivery Order
Pelanggan melakukan order
Bahan Baku yang sudah diolah menjadi adonan mentah kue putu
Pengolahan adonan menjadi kue putu
Packagi ng
Dikirim ke konsumen
5. Operational Monitoring: Kegiatan operational monitoring menjaga standar mutu dan kualitas produk agar tetap berkualitas. 6. Training Karyawan: Pelatihan karyawan yang berkualitas akan mendukung kualitas operasional perusahaan. 7. Marketing: Kegiatan pemasaran “Putulicious” selain melalui iklan baik di media cetak maupun elektronik ialah dengan menggunakan media social melalui twitter, facebook dan instagram. 8. Maintain Web: Maintain web adalah menjaga website agar tetap update.
11
2.8
Key Partnership
Pada “Putulicious” kerjasama yang terjalin adalah buyer – supplier relationship, yaitu hubungan diantara penjual dan pembeli, dimana “Putulicious” menjalin hubungan jangka panjang dengan beberapa pemasok yang setia.
2.9
Key Resources
Key resources di dalam “Putulicious” terdiri dari dua key resources yang berperan sangat penting, yaitu : 1. Fisikal: Outlet yang nyaman dengan beragam fasilitas , Alat Produksi yang berkualitas dan higienis, Packaging yang ramah lingkungan, Supply bahan baku yang terjaga. 2. Human: Sistem training dan peraturan yang ketat bagi sumber daya manusia pekerja di perusahaan kami.
12
FINAL DESIGN BUSINESS MODEL
Berikut adalah Business Model Canvas dari Putulicious
13
BUSINESS PLAN
Pada Business Plan Putulicious mencakup : 1. Operational Plan: Menu , Kitchen , dan Outlet yang sudah distandarisasi. 2. Human Resources, dengan struktur organisasi sebagai berikut :
3. Marketing Plan : Sebelum menentukan Strategi Marketing, kami menggunakan analisa TOWS untuk menentukan apa strategi yang efektif dan efisien untuk produk ini, juga mencocokkan dengan hasil survey “Nielsen Global Trust in Advertising Survey, 2011”, yang menghasilkan strategi : Pemasaran melalui jejaring Social Media Website Produk Testimoni pelanggan melalui OpenRice.com Strategi “Sales Boosting” dengan Fake Crowd Strategy.
14
FINANCIAL PLANNING Berikut summary Financial Planning dari Putulicious yang diramalkan dalam 5 tahun mendatang. SUMMARY Years 1 to 5
Year 1
Year 2
Year 3
Year 4
Year 5
Summary Financials ($) Revenue
3,700,685,605
4,169,790,000
4,843,269,000
5,532,795,900
6,239,975,490
Gross Profit
1,850,342,802
2,084,895,000
2,421,634,500
2,766,397,950
3,119,987,745
EBIT
355,082,802
441,405,000
615,091,500
780,496,650
936,792,315
EBITDA
368,042,802
454,365,000
629,311,500
795,442,650
952,536,915
Net Earnings
191,270,522
Net Cash from Operating Activities
347,830,522
Capital Expenditures
777,600,000
26,000,000
29,000,000
32,000,000
60,000,000
0
0
0
0
0
Interest Income/(Expense) Dividends
268,960,500 425,520,500
426,412,350 581,712,350
575,930,385 730,504,385
717,315,224 871,090,623
95,635,261
134,480,250
213,206,175
287,965,192
358,657,612
Cash
1,025,755,210
1,443,220,303
1,240,370,082
1,186,854,012
1,282,089,236
Total Equity
1,691,270,522
1,960,231,022
2,386,643,372
2,962,573,757
3,679,888,981
0
0
0
0
0
Total Debt
Growth Revenue Growth Rate - CAGR: Net Earnings Growth Rate - CAGR:
13%
16%
14%
13%
40.6%
58.5%
35.1%
24.5%
Ratios Current Ratio
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
Debt to Capital (LT Debt + Equity)
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
Profitability Gross Profit %
50.0%
50.0%
43.8%
50.0%
50.0%
Operating Expenses %
40.0%
39.0%
37.0%
35.0%
34.7%
5.2%
6.5%
8.8%
10.4%
11.5%
11.3%
13.7%
17.9%
19.4%
19.5%
Net Earnings %
Returns Return on Assets
15
Return on Equity
12.8%
Return on Capital (LT Debt + Equity)
6.3%
FREE CASH FLOW
17.9% 8.9%
28.4% 14.2%
38.4% 19.2%
47.8% 23.9%
Year 1
Year 2
Year 3
Year 4
Year 5
191,270,522
268,960,500
426,412,350
575,930,385
717,315,224
Depreciation
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
amortisasi sewa outlet
80,000,000
80,000,000
80,000,000
80,000,000
80,000,000
amortisasi renovasi awal
18,000,000
18,000,000
18,000,000
18,000,000
18,000,000
amortisasi marketing&promotion awal
27,020,000
amortisasi kendaraan
16,000,000
Net income add back:
amortisasi uji klinis & serti halal
less Inventory
27,020,000
27,020,000
27,020,000
27,020,000
16,000,000
16,000,000
16,000,000
16,000,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
155,520,000
155,520,000
155,520,000
155,520,000
155,520,000
43,435,313
50,450,719
57,633,291
64,999,745
64,999,745
less investasi: Uang muka sewa
400,000,000 1,500,000,000
discount rate
IRR NPV
-1,500,000,000 5%
14% 448,915,362
303,355,210
374,029,781
524,299,059
666,450,640
407,835,479
16
PROTOTYPE
1. Logo
2. Merchandise
3. Packaging
17
KESIMPULAN DAN SARAN
Business Model o u t l e t “Putulicious” merupakan business model yang inovatif. Transformasi bisnis model o u t l e t “Putulicious” berasal dari value proposition baru yang memberikan dampak paling signifikan terhadap elemen lain dan menjadi titik berat bisnis model ini, sehingga dapat pula disebut offer- driven. Value proposition yang akan dijual dari o u t l e t “Putulicious” yaitu kue putu yang enak, memiliki penampilan yang menarik, dan bervariasi, atau dapat juga disingkat dengan slogan “Putulicious” yaitu: Traditional Putu, Modern Taste. Selain itu pola bisnis model o u t l e t “Putulicious” merupakan pola long tail, dimana o u t l e t “Putulicious” menjual produk market cookies (jajanan pasar) yang dikemas secara baru dan lebih modern yang akan hit di pasaran dan untuk pelanggan di segala usia. Yang membedakan business o u t l e t “Putulicious” dengan makanan ringan di mall yang lain terutama mengenai value-nya yang menegaskan bahwa “Putulicious” menyediakan cemilan cepat saji yang sehat, enak, berpenampilan menarik, dan bervariasi. Nama “Putulicious” itu sendiri memberikan kesan lifestyle yang sesuai dengan target market “Putulicious” yaitu kelas Premium. Selain itu pembeda lain yang merupakan inti dari “Putulicious” ialah Kue Putu itu sendiri. Sampai pada saat ini melalui tahapan observasi kami belum ditemukan penjual kue putu yang memasarkan kue putu di dalam mall dengan kemasan modern dan rasa baru yang berbeda daripada biasanya. Pada akhirnya, setelah melakukan analisis dan perencanaan pada bab-bab sebelumnya dalam thesis ini, business model outlet “Putulicious” ini feasible untuk diimplementasikan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dopson, Lea R., Hayes, David K., & Miller Jack E. (2009). Food and Beverage cost control, 4th edition. New Jersey: John Wiley & sons, inc. Heizer, Jay and Render, Barry (2009). Manajemen Operasi, edisi 9. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Heizer, Jay and Render, Barry (2009). Manajemen Operasi, edisi 9. Buku 2. Jakarta: Salemba Empat. Jacobs, F. Robert and Chase, Richard B. (2009). Operation and Supply Management, 12th edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Keller, Kevin Lane, (2003), Strategic Brand Management: Building,Measuring, And Managing Brand Equity, Second Edition, Pearson Prentice Hal, New Jersey. Kotler, Philip and Keller, Kevin Lane (2009). Marketing Management, 13th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. McKinsey & Company (2011). The New Indonesian Consumer Survey. Retrieved Agustus 28, 2013, from: www.neraca.co.id, 2012, par.3. Mill, Robert Christine (2007). Restaurant Management: Customer, Operation, and Employees, 3rd edition. New Jersey: Pearson Education. Osterwalder, Alexander and Pigneur, Yves (2010). Business Model Generation. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Thompson, Jr., Arthur A. and Strickland III, A. J. (2010). Crafting and Executing Strategy: The Quest for Competitive Advantage Concept and Cases, 17th edition. New York: McGraw-Hill.
19
Ekonomi Okezone (2013). Ekonomi Indonesia Paling Bertahan di Asia. Retrieved Agustus 28, 2013, from: http://economy.okezone.com/read/2013/06/24/20/826561/redirect Infoduit (2013). Camilan Adalah Candu Masyarakat Indonesia. Retrieved Agustus 28, 2013, from: infoduit.com/camilan-adalah-candu-masyarakat-indonesia Kompas (2013). “Nongkrong” di Café jadi Gaya Hidup. Retrieved Agustus 28, 2013, from: oase.kompas.com/read/2012/03/10/17493992/Nongkrong.di.Cafe.Jadi.Gaya.H idup Neraca (2012). Perkembangan Bisnis Kuliner Indonesia. Retrieved Agustus 28, 2013, from: http://www.neraca.co.id/harian/article/22553/Perkembangan.Bisnis.Kuliner.In donesia Jatim Antaranews (2012). Potensi Pasar Makanan Ringan Nasional Besar. Retrieved Agustus 28, 2013, from: http://jatim.antaranews.com/lihat/berita/81893/potensi-pasar-makanan-ringannasional-besar Wartakota Tribunnews (2013). Mendag: Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia Meningkat. Retrieved Agustus 28, 2013, from: http://wartakota.tribunnews.com/detil/berita/144368/Mendag-TingkatKonsumsi-Masyarakat-Indonesia-Meningkat Boundless (2012).Overview of Merchandising Operations.Retrieved December 18,2013, from: https://www.boundless.com/accounting/financial-statementsoverview/special-considerations-for-merchandising-companies-ab8199f8dd05-4862-9d4f-dfde9f0773f4/overview-of-merchandising-operations/