Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:69−77 ISSN: 2085-6717
Pengaruh Macam Tanaman Sela Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Hasil Rehabilitasi Tahun Ketiga Effect of Intercropping on Growth and Yield of the Third Year Rehabilitated Physic Nut (Jatropha curcas L.) Sri Mulyaningsih dan Budi Hariyono Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Jln. Raya Karangploso Kotak Pos 199 Malang E-mail:
[email protected] Diterima: 5 Februari 2013 disetujui: 23 Agustus 2013
ABSTRAK Pada pertanaman jarak pagar yang masih muda (umur 1–2 tahun) dengan jarak tanam 2 m x 2 m ada lahan kosong yang tidak termanfaatkan. Upaya optimalisasi pemanfaatan lahan adalah menanam tanaman sela, sehingga petani mempunyai pendapatan dari tanaman sela sebelum jarak pagar menghasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tanaman sela terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar dan mendapatkan macam tanaman sela yang sesuai pada jarak pagar hasil rehabilitasi (penyambungan) pada tahun ketiga. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Muktiharjo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah mulai bulan Januari hingga Desember 2011, menggunakan rancangan acak kelompok diulang enam kali. Perlakuan yang diuji adalah: 1) jarak pagar + kacang tanah, 2) jarak pagar + kedelai, 3) jarak pagar + kacang hijau, 4) jarak pagar + wijen, dan 5) jarak pagar tanpa tanaman sela. Ukuran petak 8 m x 8 m, jarak tanam jarak pagar 2 m x 2 m. Jarak tanam tanaman sela kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau masing-masing 25 cm x 25 cm, sedangkan jarak tanam wijen 50 cm x 25 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil biji kering tanaman jarak pagar dengan tanaman sela kedelai, kacang hijau, dan wijen tidak berbeda nyata dengan hasil biji kering jarak pagar monokultur kecuali dengan kacang tanah. Hasil biji kering jarak pagar + kedelai 655,87 kg/ha + 1.316,07 kg/ha; jarak pagar + kacang hijau 644,70 kg/ha + 1.557,5 kg/ha; jarak pagar + wijen 511,49 kg/ha + 1.416,67 kg/ha; jarak pagar + kacang tanah yaitu 358,31 kg/ha + 1.015,28 kg/ha; dan hasil biji kering tanaman jarak pagar tanpa tanaman sela 602,27 kg/ha. Tumpang sari jarak pagar dengan keempat macam tanaman sela (kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dan wijen), efisien dalam pemanfaatan lahan dan layak secara ekonomi untuk ditanam dan dikembangkan bersama dengan tanaman jarak pagar rehabilitasi tahun ketiga dengan nilai NKL masing-masing: 1,32; 1,64; 1,98; 1,72 dan B/C ratio 4,79; 1,88; 5,71; 7,03. Kata kunci: Tanaman sela, Jatropha curcas, jarak pagar
ABSTRACT In young jatropha plantation (1–2 years aged) with 2 m x 2 m spacing there is fallow land. The effort to optimize of land use was by planting intercrops, so that the farmers get income before the jatropha plant produce. This study aimed to determine the effect of intercrops on growth and yield of jatropha and get suitable intercrops in the jatropha rehabilitated plantation (by grafting) in the third year. Research was conducted at Muktiharjo Research Station, Pati, Central Java from January to December 2011. The experiment was arranged in randomized block design with 6 replications. Treatments were 1) intercropping physic nut + peanut, 2) intercropping physic nut + soybean, 3) intercropping physic nut + mungbean, 4) intercropping physic nut + sesame, and 5) physic nut monoculture. Plot size was 8 m x 8 m, plant distance of physic nut were 2 m x 2 m, and plant distances for peanut, soybean, and mungbean were 25 cm x 25 cm and for sesame was 50 cm x 25 cm. Result showed that intercropping was not significantly effect on seed yield of physic nut, however intercropping physic nut with peanut decreased the physic nut seed yield. Seed yield of intercropping physic nut + soybean 655.87 kg/ha + 1,316.07 kg/ha; physic nut + mungbean 644.70 kg/ha + 1,557.55 kg/ha; physic nut + sesame 511.49 kg/ha + 1,416.67 kg/ha; physic nut + peanut 358.31 kg/ha + 1,015.28 kg/ha; and physic nut monoculture 602.27 kg/ha. Intercropping physic nut with four kinds
69
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:69−77
of intercrop plant (peanut, soybean, mungbean, and sesame), efficient land use and economically viable for the grown and developed along with physic nut rehabilitation third year with the value of each land equivalent ratio (LER) 1.32; 1.64; 1.98; 1.72 intercropping and B/C ratio 4.79; 1.88; 5.71; and 7.03. Keywords: Physic nut, Jatropha curcas L., intercropping
PENDAHULUAN
T
umpang sari antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim banyak diterapkan untuk meningkatkan pendapatan usaha tani sebelum tanaman tahunan mampu memberikan hasil optimal. Pada usaha tani tanaman tahunan jarak pagar, sebelum jarak pagar menghasilkan terdapat ruang kosong antartanaman yang dapat dimanfaatkan untuk tumpang sari dengan tanaman semusim untuk menekan biaya pemeliharaan dan menjamin pendapatan petani sampai jarak pagar menghasilkan (Raden et al. 2008; Sahoo et al. 2009; Wahl et al. 2009). Menurut Wahid (1992) introduksi tanaman sela pada berbagai agroekologi tidak bermasalah apabila memperhatikan (a) kesesuaian antara tanaman pokok dengan tanaman sela, (b) tidak terdapat pengaruh yang saling merugikan, (c) tidak terdapat persaingan dalam pengambilan cahaya, air, hara, dan CO2, (d) tidak diserang hama dan penyakit yang sama, dan (e) memiliki pengaruh yang saling menguntungkan dalam memenuhi kebutuhan hara tanaman. Sinergisme antara tanaman pokok dan tanaman sela ditentukan oleh tingkat kompetisi dari kedua jenis tanaman tersebut. Pertumbuhan dua populasi tanaman yang berdekatan tidak akan saling berkompetisi apabila kandungan air tanah, hara, dan radiasi matahari yang tersedia berada pada taraf cukup untuk setiap tanaman (Mangoensoekardjo 1982). Pemilihan jenis tanaman sela yang sesuai, dapat meminimumkan pengaruh kompetisi dengan tanaman pokoknya (Ijoyah 2012). Tanaman pokok yang mempunyai habitus tinggi akan lebih baik bila ditumpangsarikan dengan tanaman sela yang mempunyai habitus rendah dan toleran naungan. Herman et al. (2007) melaporkan bahwa jarak pagar kurang mampu bersaing bila ditumpangsarikan dengan tanaman jagung berhabitus tinggi karena jarak 70
pagar ternaungi dan hasilnya menurun 90%, sebaliknya jagung dapat menghasilkan 7 ton/ ha pipilan kering. Apabila jarak pagar ditumpangsarikan dengan tanaman berhabitus rendah seperti sawi, kangkung darat, buncis tegak, dan kacang merah tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan jarak pagar. R/C ratio tertinggi diperoleh pada tumpang sari jarak pagar dengan sawi daging yaitu 2,72. R/C ratio tumpang sari jarak pagar dengan kangkung darat 2,67; jarak pagar dengan buncis tegak 2,11; dan jarak pagar dengan kacang merah 1,56 (Widaryanto 2008). Dalam rangka food security, pengembangan jarak pagar sebaiknya diintegrasikan dengan tanaman pangan semusim seperti kacang tanah, kacang hijau, kedelai, atau wijen (Gour 2006; Mogaka et al. 2010; Favretto et al. 2012). Menurut laporan Curcas Oil Philippines Inc. (2011) di Filipina selama tanaman jarak pagar belum menghasilkan pada tahun pertama hingga kedua jarak pagar ditumpangsarikan dengan kacang tanah, sehingga diperoleh pendapatan dari hasil kacang tanah sebagai tanaman sekunder. Singh et al. (2007) melaporkan bahwa tumpang sari kacang tanah dengan jarak pagar yang dipangkas memberikan pengaruh sinergis pada tanaman jarak pagar. Kanopi tanaman jarak pagar tidak menutupi kacang tanah, dan pertumbuhan jarak pagar (tinggi tanaman, lebar kanopi, dan jumlah cabang per tanaman) lebih baik. Mulyaningsih & Hariyono (2010) melaporkan bahwa kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau sesuai sebagai tanaman sela pada tanaman jarak pagar yang sudah direhabilitasi pada tahun pertama. Hasil biji kering tumpang sari jarak pagar + kacang tanah mencapai 183,26 kg/ha + 1.187,5 kg/ha polong kering; jarak pagar + kedelai 200 kg/ha + 2.008,3 kg/ha; jarak pagar + kacang hijau 236,95 kg/ha + 1.712,2 kg/ha. Pada tahun kedua, hasil biji kering jarak pagar + kacang tanah mencapai 870,57 kg/ha +
S Mulyaningsih & B Hariyono: Pengaruh macam tanaman sela terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar …..
627,87 kg/ha; jarak pagar + kedelai 980,05 kg/ha + 1.115,42 kg/ha; jarak pagar + kacang hijau 974,22 kg/ha + 1.008,71 kg/ha; jarak pagar + wijen 712,92 kg/ha + 501,68 kg/ha; dan tanaman jarak pagar tanpa tanaman sela 1.094,84 kg/ha (Mulyaningsih et al. 2010). Rejila & Vijayakumar (2011) melaporkan bahwa tanaman wijen juga sangat cocok digunakan sebagai tanaman sela pada pertanaman jarak pagar dengan pola tumpang sari, karena tidak ada pengaruh alelopati dari jarak pagar, bahkan memacu perkecambahan dan pertumbuhan wijen. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tanaman sela terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar (Jatropha curcas) rehabilitasi dengan penyambungan pada tahun ketiga, dan mendapatkan tanaman sela yang sesuai untuk tumpang sari dengan jarak pagar.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Desember 2011, di Kebun Percobaan Muktiharjo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Bahan penelitian meliputi pertanaman jarak pagar yang sudah direhablitasi (penyambungan dengan IP-2A) pada tahun 2009, sehingga pada penelitian ini jarak pagar hasil rehabilitasi memasuki tahun ketiga. Benih tanaman sela yang digunakan adalah kedelai varietas Grobogan, kacang tanah varietas Jerapah, kacang hijau varietas Kutilang, dan wijen varietas Sumberrejo-2 (Sbr 2). Bahan lainnya adalah pupuk kandang, pupuk majemuk NPK (Phonska), pestisida, dan bahan pembantu lainnya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah acak kelompok terdiri atas 5 perlakuan diulang 6 kali. Perlakuan tumpang sari yang diuji yaitu 1) jarak pagar + kacang tanah; 2) jarak pagar + kedelai; 3) jarak pagar + kacang hijau; 4) jarak pagar + wijen; dan 5) jarak pagar tanpa tanaman sela (kontrol). Ukuran petak perlakuan 8 m x 8 m, jarak tanam yang digunakan untuk jarak pagar 2 m x 2 m, jarak tanam kacang tanah, kedelai, dan ka-
cang hijau 25 cm x 25 cm (5 baris di antara jarak pagar), jarak tanam wijen 50 cm x 25 cm (3 baris di antara jarak pagar), jarak antara jarak pagar dengan tanaman sela 50 cm (Gambar 1 dan 2). Penanaman tanaman sela dilaksanakan pada awal bulan April 2011 secara ditugal, untuk kedelai, kacang hijau, dan wijen 2 tanaman/lubang dan kacang tanah 1 tanaman/lubang. Sebelum tanam tanaman sela dilakukan pemangkasan tanaman jarak pagar pada cabang-cabang samping non produktif (10%) untuk memudahkan penanaman tanaman sela. Tanaman jarak pagar diberi pupuk majemuk NPK 15 : 15 : 15 (Phonska) 750 kg/ha pada awal musim penghujan, dan pupuk kandang 2 kg/ tanaman pada waktu pendangiran. Pemupukan pada tanaman sela dilakukan setelah tanam dengan pupuk majemuk Phonska 150 kg/ha. Pengairan dilakukan pada saat memasuki musim kemarau sebanyak 8 kali dengan interval 2 minggu sekali untuk mencegah tanaman mengalami kekeringan. Pengendalian penyakit layu bakteri Ralstonia Solanacearum dilakukan dengan pemberian bakterisida Streptomicin Sulfonat 20%. Pengamatan pertumbuhan tanaman jarak pagar dan tanaman sela meliputi tinggi tanaman dan diameter kanopi dilakukan setiap 30 hari sekali pada 8 tanaman contoh jarak pagar (diambil secara diagonal dalam barisan tanaman di setiap petak) sedangkan untuk tanaman sela diambil secara acak 10 tanaman contoh per petak. Pengamatan jumlah tandan per tanaman dan jumlah buah per tandan dilakukan setiap 30 hari pada 8 tanaman contoh. Sedangkan pengamatan hasil biji kering tanaman sela dan jarak pagar dilakukan pada saat panen. Persentase penurunan hasil tanaman jarak pagar terhadap hasil jarak pagar monokultur dihitung dengan rumus: Hasil tumpang sari 100% –
x 100% Hasil monokultur
Jika hasilnya kurang dari 100% berarti terjadi penurunan hasil sebesar nilai tersebut, dan sebaliknya jika hasilnya lebih dari 100%, berarti terjadi peningkatan sebesar nilai tersebut. 71
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:69−77
ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo
ooooooooooooooooooooooooo ooooooooooooooooooooooooo ooooo ooooo ooooo X ooooo X ooooo X ooooo ooooo ooooo ooooo ooooooooooooooooooooooooo ooooooooooooooooooooooooo ooooooooooooooooooooooooo ooooooooooooooooooooooooo ooooooooooooooooooooooooo ooooo ooooo ooooo X ooooo X ooooo X ooooo ooooo ooooo ooooo ooooooooooooooooooooooooo ooooooooooooooooooooooooo
ooooooo ooooooo oooo X oooo oooo ooooooo ooooooo ooooooo ooooooo ooooooo oooo X oooo oooo ooooooo ooooooo
Keterangan: Ukuran petak: 8 m x 8 m X: jarak tanam jarak pagar (2 m x 2 m), populasi: 16 tanaman/ petak O: jarak tanam kacang tanah/kedelai/kacang hijau (25 cm x 25 cm), jarak antara jarak pagar dengan kacang tanah/ kacang hijau/kedelai: 50 cm
Gambar 1. Tata letak tanaman tumpang sari jarak pagar dengan kacang tanah, kacang hijau, dan kedelai ooo ooo oo oo oo ooo ooo ooo ooo ooo oo oo oo ooo ooo
oooooo oooooo ooo X ooo ooo oooooo oooooo oooooo oooooo oooooo ooo X ooo ooo oooooo oooooo
ooooooo ooooooo ooo X ooo ooo ooooooo ooooooo ooooooo ooooooo ooooooo ooo X ooo ooo ooooooo ooooooo
ooooooooooooo ooooooooooooo ooo ooo X ooo X ooo ooo ooo ooooooooooooo ooooooooooooo ooooooooooooo ooooooooooooo ooooooooooooo ooo ooo X ooo X ooo ooo ooo ooooooooooooo ooooooooooooo
Keterangan : Ukuran petak: 8 m x 8 m X: jarak tanam jarak pagar (2 m x 2 m), populasi: 16 tanaman/petak O: jarak tanam wijen (50 cm x 25 cm), jarak antara jarak pagar dengan wijen: 50 cm
Gambar 2. Tata letak tanaman tumpang sari jarak pagar dengan wijen.
Untuk mengetahui efisiensi dalam pemanfaatan lahan dan kelayakan antar sistem tanam digunakan analisis NKL (Nilai kesetaraan lahan) dan B/C ratio. Nilai kesetaraan lahan dihitung dengan rumus sebagai berikut: NKL =
YSts YSm
+
YJts YJm
NKL: Nilai kesetaraan lahan YSts: hasil tanaman sela tumpang sari YSm: hasil tanaman sela monokultur YJts: hasil jarak pagar tumpang sari YJm: hasil jarak pagar monokultur 72
Bila NKL>1, berarti pertanaman tumpang sari lebih efisien dalam memanfaatkan lahan daripada pertanaman monokultur. B/C ratio adalah nilai antara tambahan pendapatan (benefit) dan tambahan biaya usahatani (cost) dari sistem monokultur ke sistem tumpang sari. Apabila B/C >1, maka sistem usaha tani tersebut layak dikembangkan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan hasil dilakukan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman tanaman sela kedelai, kacang hijau, dan wijen di antara tanaman jarak pagar hasil rehabilitasi (penyambungan dengan IP-2A) pada tahun ketiga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jarak pagar. Tinggi tanaman dan lebar kanopi jarak pagar yang ditumpangsarikan dengan ketiga macam tanaman sela tersebut tidak berbeda dengan tanaman jarak pagar monokultur. Sementara itu tumpangsari jarak pagar dengan kacang tanah, pertumbuhan jarak pagar terhambat dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 1). Tinggi tanaman dan lebar kanopi tanaman jarak pagar yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah lebih rendah dibanding dengan perlakuan lainnya. Terhambatnya pertumbuhan tinggi dan lebar kanopi tanaman jarak pagar diduga karena tanaman kacang tanah yang ditumpangsarikan dengan jarak pagar terserang penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum hampir 25% sehingga berpengaruh juga terhadap pertumbuhan tanaman jarak pagar. Hal ini diduga sebagai akibat adanya pengaruh alelopati akibat interaksi jarak pagar dengan kacang tanah sehingga menimbulkan pengaruh negatif terhadap tanaman kacang tanah yaitu menjadi peka terserang penyakit. Hasil kacang tanah tumpang sari dengan jarak pagar lebih rendah dibanding hasil kacang tanah monokultur. Jarak pagar di ketahui me-
S Mulyaningsih & B Hariyono: Pengaruh macam tanaman sela terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar …..
Tabel 1. Pengaruh tanaman sela terhadap tinggi dan lebar kanopi tanaman jarak pagar rehabilitasi tahun ketiga Tinggi tanaman (cm) Tanaman sela Jarak pagar Tumpang sari Monokultur 48 151,56 b 45,0 60 188,96 a 58,7 80 188,64 a 68,1 151 173,12 a 160,5 176,35 a
Perlakuan tanaman sela Jarak pagar + kacang tanah Jarak pagar + kedelai Jarak pagar + kacang hijau Jarak pagar + wijen Monokultur jarak pagar KK (%)
9,63
Jarak pagar 120,52 150,42 161,56 140,31 158,85
b a a ab a
Lebar kanopi (cm) Tanaman sela Tumpang sari Monokultur 36,0 31,4 31,1 66,8
37,0 30,5 31,0 40,0
13,66
Keterangan: Angka pada kolom yang didampingi huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan 5%.
Jumlah tandan bunga/tanaman
14 12 10 8 6 4 2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bulan
Jumlah tandan buah/tanaman
T1
T2
T3
T4
T5
14 12 10 8 6 4 2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bulan T1
T2
T3
T4
T5
Jumlah buah/tanaman
50 40 30 20 10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bulan T1
T2
T3
T4
T5
T1 = Jarak pagar + kacang tanah; T2 = Jarak pagar + kedelai; T3 = Jarak pagar + kacang hijau; T4 = Jarak pagar + wijen; T5 = Monokultur jarak pagar.
Gambar 3. Perkembangan jumlah tandan bunga, jumlah tandan buah, dan jumlah buah per tanaman jarak pagar pada berbagai tanaman sela mulai bulan Januari hingga Oktober 2011
ngandung senyawa toksin yaitu jatrophine, curcin, dan phorbol ester yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman yang tumbuh berasosiasi dengan jarak pagar (Naengchomnong et al. 1986; Makkar et al. 1997; Liu et al. 1997; Wink et al. 1997; Ma et al. 2011). Hasil penelitian Raden et al. (2008) menunjukkan bahwa ekstrak daun, biji, dan akar tanaman jarak pagar dapat menekan perkecambahan, pertumbuhan akar, dan plumula pada jagung, tomat, serta padi gogo. Hasil pengamatan komponen produksi selama bulan Januari sampai dengan Oktober 2011 menunjukkan komponen produksi tandan bunga, tandan buah, dan buah terbentuk secara optimal pada bulan Mei–Juli, puncaknya pada bulan Juni (Gambar 3). Pada bulan Juni tanaman jarak pagar menunjukkan hasil yang tertinggi karena pada bulan tersebut merupakan puncak hasil akumulasi terbentuknya buah pada bulan-bulan sebelumnya (Januari–Mei) yang didukung oleh ketersediaan air yang cukup (musim penghujan) dan berangsur berkurang setelah memasuki musim kemarau (Juli–September). Menurut Riajaya & Hariyono (2011) bahwa tanaman jarak pagar selama ini secara normal pola terbentuknya buah tertinggi adalah pada bulan Juni–Juli. Adanya tanaman sela tidak mempengaruhi perilaku/pola dari tanaman jarak pagar. Demikian juga untuk jumlah tandan bunga dan jumlah tandan buah terbentuk maksimal pada bulan Juni menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara perlakuan tumpang sari jarak pagar dengan tanaman sela kedelai, kacang hijau, dan wijen dibanding jarak pagar monokultur kecuali dengan kacang tanah (Ta73
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:69−77
bel 2). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan tanaman sela kedelai, kacang hijau, dan wijen pada tanaman jarak pagar yang direhabilitasi pada tahun ketiga masih dimungkinkan, karena tidak mempengaruhi pertumbuhan dan hasil jarak pagar. Shukla (2006) dan Favretto et al. (2012) melaporkan bahwa tanaman sela dapat ditanam di antara jarak pagar hingga tahun ketiga pada jarak pagar yang ditanam 3 m x 3 m. Pada jarak pagar yang ditanam 2 m x 2 m, masih dimungkinkan adanya tanaman sela di antara tanaman jarak pagar apabila dilakukan pemangkasan cabang-cabang nonproduktif. Tabel 2. Pengaruh tanaman sela terhadap jumlah tandan bunga, jumlah tandan buah dan jumlah buah tanaman jarak pagar hasil rehabilitasi tahun ketiga pada bulan Juni 2011 Jumlah Jumlah Jumlah tandan tandan buah/ bunga/ buah/ tanaman tanaman tanaman Kacang tanah 6,56 b 4,00 b 19,29 tn Kedelai 11,93 a 8,73 a 40,46 Kacang hijau 10,46 a 8,56 a 42,19 Wijen 9,04 ab 6,02 ab 29,54 Monokultur 11,87 a 9,21 a 42,56 KK (%) 25,54 34,01 47,18 *) Angka pada kolom yang didampingi huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan 5%. Perlakuan tanaman sela pada jarak pagar
Penggunaan tanaman sela (kedelai, kacang hijau, dan wijen) di antara tanaman jarak pagar rehabilitasi pada tahun ketiga memberikan hasil biji kering jarak pagar tidak berbeda dengan hasil biji kering jarak pagar mo-
nokultur. Hasil biji kering jarak pagar + kedelai 655,87 kg/ha + 1.316,07 kg/ha; jarak pagar + kacang hijau 644,70 kg/ha + 1.557,55 kg/ha; dan jarak pagar + wijen 511,49 kg/ha + 1.416,67 kg/ha; jarak pagar monokultur (tanpa tanaman sela) 602,27 kg/ha (Tabel 3). Penggunaan kedelai dan kacang hijau sebagai tanaman sela berpengaruh positif yaitu meningkatkan hasil biji kering jarak pagar masingmasing 8,90% dan 7,05% (Tabel 3). Keuntungan penggunaan tanaman jenis kacang-kacangan (Leguminosae) yang mempunyai bintil-bintil akar, dapat bersimbiose dengan bakteri Rhizobium yang berfungsi menambat N dari udara sehingga dapat menambah ketersediaan hara N dalam tanah, yang menguntungkan tanaman jarak pagar (Behera et al. 2010). Menurut Miller & Fernandes (1988) dalam Trustinah (1993) banyaknya nitrogen yang dapat difiksasi berkisar antara 58–107 kg N/ha per jenis tanaman dan 30% dari N fiksasi tersebut disumbangkan kepada tanaman lain dalam sistem tumpang sari (Fujita 1977 dalam Wargiono 2005). Selain itu perontokan daun-daun kacang hijau dan kedelai pada saat panen juga dapat berfungsi sebagai pupuk sehinggga memperbaiki struktur tanah, tanahnya menjadi subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman jarak pagar selanjutnya. Penggunaan tanaman sela kacang tanah yang diharapkan dapat meningkatkan hasil biji jarak pagar seperti kedelai dan kacang hijau, ternyata hasilnya lebih rendah (358,31 kg/ha) dibanding jarak pagar monokultur yang mampu memberikan hasil 602,27 kg/ha biji kering.
Tabel 3. Hasil biji kering jarak pagar dan tanaman sela (kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dan wijen) pada jarak pagar rehabilitasi tahun ketiga
Jarak pagar J. pagar + kacang tanah J. pagar + kedelai J. pagar + kacang hijau J. pagar + wijen Monokultur j. pagar Monokultur tan. sela KK (%)
Persentase penurunan terhadap monokultur (%)
Hasil biji kering (kg/ha)
Perlakuan tanaman sela 358,31 b 655,87 644,70 511,49 602,27
Kacang tanah 1 015,28
a a a a
Kedelai
Kacang hijau
Wijen
1 316,07 1 557,55 1 416,67 1 400,00
2 389,20
3 200,00
Tanaman sela
-40,50
-27,48
1,32
+8,90 +7,05 -15,07
-44,92 -51,32 -13,26
1,64 1,98 1,72
1 633,33
21,01
Keterangan: Angka sekolom yang didampingi huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan 5%.
74
NKL
Jarak pagar
S Mulyaningsih & B Hariyono: Pengaruh macam tanaman sela terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar …..
Tabel 4. Biaya, penerimaan, pendapatan, dan B/C ratio usaha tani jarak pagar rehabilitasi dengan tanaman sela tahun ketiga Perlakuan tanaman sela Jarak pagar + kacang tanah Jarak pagar + kedelai Jarak pagar + kacang hijau Jarak pagar + wijen Monokultur jarak pagar
Biaya (Rp/ha) 18 19 18 18 15
590 493 482 172 560
700 750 250 500 000
Penerimaan (Rp/ha) 19 351 650 13 154 205 21 403 475 22 784 520 1 806 810
Sesuai dengan pembahasan sebelumnya pertumbuhan tanaman yang terhambat akan berpengaruh terhadap hasil akhir. Tanaman jarak pagar yang ditumpangsarikan dengan tanaman sela kacang tanah pertumbuhannya terhambat karena tanaman kacang tanahnya terserang penyakit. Menurut Sastroutomo (1990) penurunan hasil panen disebabkan oleh pengaruh langsung dari senyawa beracun yang dilepaskan atau adanya senyawa alelopati yang menimbulkan tumbuhnya patogen yang dapat menyebabkan penurunan hasil. Menurut Wahl et al. (2009), tumpang sari jarak pagar dengan bunga matahari, pada tahun ketiga produktivitas jarak pagar dapat mencapai 40% dari potensinya, sedangkan produktivitas tanaman sela menurun hanya 30% dari potensi maksimalnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil jarak pagar masih di atas 40% dari monokulturnya, bahkan untuk tanaman sela kedelai dan kacang hijau melebihi monokultur jarak pagar. Dari Tabel 3 dan 4 dapat dilihat bahwa penggunaan tanaman sela kacang tanah, kedelai, kacang hijau dan wijen yang ditumpangsarikan dengan jarak pagar mempunyai nilai kesetaraan lahan (NKL) >1 dan B/C ratio >1, hal ini menunjukkan bahwa pertanaman tumpang sari jarak pagar dengan keempat tanaman sela (kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dan wijen) lebih efisien dalam memanfaatkan lahan daripada pertanaman monokultur dan secara ekonomi sistem usaha tani tersebut layak dikembangkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan jarak pagar di tingkat petani sebaiknya tidak dilakukan secara monokultur, melainkan diintegrasikan dengan tanaman se-
Pendapatan (Rp/ha)
- 6 2 4 - 13
760 339 921 612 753
950 545 225 020 190
Tambahan biaya (Rp/ha) 3 3 2 2
030 933 922 612
700 750 250 500
Tambahan pendapatan (Rp/ha) 14 7 16 18
514 413 674 365
140 645 415 210
B/C ratio 4,79 1,88 5,71 7,03
musim penghasil pangan atau yang bernilai ekonomi relatif tinggi dengan sistem tumpang sari terutama pada pertanaman jarak pagar baru. Pada pertanaman jarak pagar yang sudah tua dan tidak produktif dapat direhabilitasi dengan penyambungan menggunakan entres (batang atas) jarak pagar yang produktivitasnya tinggi. Selama tiga tahun pertama sejak tanaman jarak pagar direhabilitasi, lahan di antara pertanaman jarak pagar dapat digunakan untuk budi daya tanaman pangan semusim, untuk keamanan pangan (food security), penambahan pendapatan petani, pemeliharaan kesuburan tanah, dan pemeliharaan keragaman tanaman.
KESIMPULAN Tanaman kedelai, kacang hijau, dan wijen sesuai digunakan sebagai tanaman sela di antara pertanaman jarak pagar rehabilitasi (penyambungan dengan IP-2A) pada tahun ketiga dengan tanpa menyebabkan penurunan hasil. Penggunaan kacang tanah sebagai tanaman sela pada pertanaman jarak pagar, berisiko menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil jarak pagar. Penanaman tanaman sela kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dan wijen di antara tanaman jarak pagar rehabilitasi pada tahun ketiga, mampu meningkatkan produktivitas lahan dan memberikan keuntungan lebih tinggi dibanding monokultur jarak pagar. Masing-masing dengan nilai nilai kesetaraan lahan (NKL): 1,32; 1,64; 1,98; 1,72; dan B/C ratio 4,79; 1,88; 5,71; dan 7,03.
75
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:69−77
UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Kepala Kebun Muktiharjo, Pati, Jawa Tengah beserta staf, khususnya bapak Nawi teknisi yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Behera, SK, Srivastava, P, Tripathi, R, Singh, JP & Singh, N 2010, Evaluation of plant performance of Jatropha curcas L. under different agro-practices for optimizing biomass – A case study, Biomass and Bioenergy 34:30–41. Curcas Oil Philippines Inc. 2011, Peanut intercropping for Jatropha curcas, diakses pada 23 Maret 2011 (http://biozio.com/blog/category/ bio-source/jatropha/page/3). Favretto, N, Stringer, LC & Dougill, AJ 2012, Cul-
tivating clean energy in Mali; policy analysis and livelihood impacts of Jatropha curcas, Centre for Climate Change Economics and Policy, Working Paper 84, 26, Sustanability Research Institute.
Ma, Y, Chun, J, Wang, S & Chen, F 2011, Allelopathic potential of Jatropha curcas, African Journal of Biotechnology 10(56):11.932–11.942. Makkar, HPS, Becker, K, Sporer, F & Wink, M 1997, Studies on nutritive potential and toxic constituents of different provenances of J. Curcas, J. Agric. Food Chem. 45:3.152–3.157. Mangoensoekardjo, S 1982, Masalah gulma di perkebunan, Makalah Penataran Manajemen Gulma di Perkebunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Tropika IPB & HIGI, Bogor. Mogaka, VM, Iiyama, M, Mbatia, OLE & Jonathan, N 2010, Reality or romantism? Potential of Jatropha to solve energy crisis and improve livelihoods, Poster presented at the Joint 3rd
African Association of Agricultural Economists (AAAE) and 48th Agricultural Economists Association of South Africa (AEASA) Conference, Cape Town, South Africa, September 19–23, 2010, 30 p. Mulyaningsih, S & Hariyono, B 2010, Kesesuaian tanaman sela pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L. ), Prosiding Lokakarya Nasio-
nal V Inovasi Teknologi dan Cluster Pioneer Menuju DME Berbasis Jarak Pagar, Nov. 2009, Penerbit Tunggal Mandiri, Malang, hlm. 137– 140.
Gour, VK 2006, Production practices including post harvest management of Jatropha curcas, in Singh, B et al. (eds.), Biodiesel Conference To-
Mulyaningsih, S, Djumali, Hariyono, B, Tirtosuprobo, S & Sudibyo, N 2010, Pengaruh tanaman
wards Energy Independence–Focus on Jatropha, Papers presented at the Conference
sela pada pola tanam jarak pagar (Jatropha curcas L.), Laporan Hasil Penelitian Balai Pe-
Rashtrapati Nilayam, Bolaram, Hyderabad on 9–10 June, 2006, p. 223–251.
nelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.
Herman, M, Pranowo, D & Hasibuan, AM 2007, Pola tanam berbasis jarak pagar (Jatropha curcas L.), Prosiding Lokakarya II “Status Teknologi Jarak Pagar”, Puslitbang Perkebunan, Bogor. Ijoyah, MO 2012, Review of intercropping research: Studies on cereal-vegetable based cropping system, Scientific Journal of Crop Science 1(3): 55–62. Liu, L, Sporer, F, Wink, M, Jourdane, J, Hennig, R, Li, YL & Ruppel A 1997, Anthraquinones in Rheum palmatum and Rumex dentatus (Polygonaceae) and phorbolesters from J. curcas (Euphorbiaceae) with molluscicidal activity against schistosomias vector snails Oncomelania, Biomphalaria, and Bulinus, Tropical Med. Int. Health 2:179–188.
76
Naengchomnong, W, Thebtaramonth, Y, Wiriyachitra, P, Okamoto, KT, & Clardy, J 1986, Isolation and structure determination of two novel Lathyrane from Jatropha curcas, Tetrahedron Lett. 27:5.675–5.678. Raden, I, Purwoko, BS, Santosa, E, Hariyadi & Ghulamahdi, M 2008, Pengaruh alelopati (Jatropha curcas L.) terhadap perkecambahan benih jagung, tomat, dan padi gogo, Bul. Agron. 36(1):78–83. Rejila, S & Vijayakumar, N 2011, Allelopathic effect of Jatropha curcas on selected intercropping plants (green Chilli and Sesame), Journal of Phytology 3(5):01–03. Riajaya, PD & Hariyono, B 2011, Pengaruh pengairan terhadap produksi dan kandungan minyak biji tiga provenan jarak pagar, Jurnal Littri 17(2):67–76.
S Mulyaningsih & B Hariyono: Pengaruh macam tanaman sela terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar …..
Sahoo, NK, K umar, A, Sharma, S & Naik, SN 2009, Interaction of Jatropha curcas plantation with ecosystem, Proceedings of International Conference on Energy and Environment, March 19–21, 2009, p. 666–671. Sastroutomo, SS 1990, Ekologi gulma, Penerbit Gramedia, Jakarta, 217 hlm. Shukla, A 2006, Jatropha (Physic nut) in research frame at Pantnagar, in Singh B et al. (eds),
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Wahl, N, Jamnadass, R, Baur, H, Munster , C & Iiyama, M 2009, Economic viability of Jatropha curcas L. plantations in Northern Tanzania – Assessing farmers‟ prospects via costbenefit analysis, ICRAF, Working Paper no. 97, Nairobi, World Agroforestry Centre. Wargiono, J 2005, Peluang pengembangan kacang
Biodiesel Con-ference Towards Energy Independence–Focus on Jatropha p. 268– 281, Papers presented at the Conference
tanah melalui tumpang sari dengan ubi kayu,
Rashtrapati Nilayam, Bolaram, Hyderabad on 9–10 Juni, 2006.
Widaryanto, E 2008, Optimalisasi pemanfaatan lahan dengan penanaman rapat dan tumpang sari pada pertanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebelum mencapai kestabilan produksi, Prosiding Lokakarya Nasional Jarak
Singh, RA, Kumar, M & Haider, E 2007, Synergistic cropping of summer groundnut with Jatropha curcas - A new two-tier cropping system for Uttah Pradesh, An Open Access Journal, 5(1):2. Trustinah 1993, Biologi tanaman kacang hijau, Monograf Kacang Hijau, Balittan Malang No. 9, Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian, hlm. 12–22. Wahid, P 1992, Peningkatan intensitas tanaman melalui tanaman sela dan tanaman campuran,
Prosiding Temu Usaha Pengembangan Hasil Penelitan Tanaman Rempah dan Obat, Balai
diakses pada 23 Maret 2011 (http://www. puslittan.bogor.net)
Pagar III “Inovasi Teknologi Jarak Pagar untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi”, Penerbit Bayumedia, hlm. 160–168. Wink, M, Koschmieder, C, Sauerwein, M, Sporer, F 1997, Phorbol esters of J. curcas biological activities and potential applications, in Gubitz, GM at al. (eds), Biofuel and industrial products from J. curcas, Graz: Dbv-Verlag Univ., pp. 160–166.
77