BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASI FISIK Edisi II SEMESTER GENAP 2012 - 2013
Disusun Oleh:
Budipratiwi W., S.Farm., M.Sc., Apt.
BAGIAN FARMASETIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2013
2
DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR 2. IDENTITAS MAHASISWA PESERTA PRAKTIKUM 3. TATA TERTIB PRAKTIKUM 4. UJI KELARUTAN INTRINSIK 5. UJI KELARUTAN SEMU (APPARENT SOLUBILITY) 6. MENENTUKAN LAJU SEDIMENTASI DAN DERAJAT FLOKULASI SEDIAAN SUSPENSI 7. PENGUKURAN PARAMETER RHEOLOGI DENGAN VISKOMETER KAPILER DAN VISKOTESTER VT-03E 8. MENENTUKAN SEBARAN UKURAN PARTIKEL SEDIAAN SUSPENSI SECARA MIKROSKOPIS 9. UJI STABILITAS LARUTAN BAHAN OBAT TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
3
KATA PENGANTAR
Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik (Edisi revisi 1) ini disusun dengan tujuan untuk membantu mahasiswa yang menempuh Praktikum Farmasi Fisik agar dapat lebih memahami kegunaan pengukuran parameter farmasi fisik, prinsip pengukuran parameter farmasi fisik, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi parameter farmasi fisik maupun pengukurannya dalam bidang farmasi.
Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik dari sejawat maupun mahasiswa pemakai akan sangat bermanfaat untuk perbaikan pada edisi berikutnya.
Sehingga akan lebih
dapat mencapai tujuan pendidikan yang kita harapkan dan untuk hal ini kami mengucapkan terima kasih. Semoga buku ini dapat bermanfaat dalam membantu memperdalam pemahaman tentang Farmasi Fisik.
Salam hormat,
Penyusun
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
4
IDENTITAS MAHASISWA PESERTA PRAKTIKUM
NAMA
: ___________________________
NIM
: ___________________________
KELAS
: ___________________________
KELOMPOK : ___________________________
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
5
TATA TERTIB PRAKTIKUM FARMASI FISIKA 1. Praktikan wajib sudah berada di laboratorium 10 menit sebelum praktikum dimulai, untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan. 2. Praktikan yang terlambat lebih dari 10 menit tidak diperkenankan mengikuti praktikum, kecuali ada alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. 3. Pada waktu praktikum berlangsung, praktikan wajib menggunakan jas laboratorium. 4. Praktikan yang meninggalkan laboratorium sebelum waktu praktikum selesai, maka harus minta ijin dosen pembimbing yang bertugas. 5. Praktikan menyediakan sendiri perlengkapan praktikum yang tidak disediakan oleh laboratorium, antara lain : kertas label, kain lap, tissue, alumunium foil, dll. 6. Praktikan wajib memelihara peralatan laboratorium, menghemat bahan praktikum, dan memelihara kebersihan laboratorium. 7. Praktikan
wajib
melaporkan
peralatan
yang
dihilangkan
atau
dirusakkan dan wajib mengganti peralatan yang rusak, pecah, serta wajib menggantinya dengan kualitas yang setara sebelum UAS. 8. Praktikan dilarang makan, minum, dan bergurau dalam laboratorium. 9. Apabila karena suatu hal praktikan tidak dapat mengikuti praktikum maka praktikan harus membuat surat ijin yang dilampiri surat bukti sebab ketidakhadirannya. 10. Praktikan harus mengikuti seluruh materi praktikum. Jika selama 2 kali berturut-turut tidak mengikuti praktikum tanpa alasan dan bukti yang jelas, dianggap mengundurkan diri dan mendapat nilai E.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
6 UJI KELARUTAN INTRINSIK
1. TUJUAN a. Memahami konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat b. Menentukan parameter-parameter kelarutan suatu zat
2. TEORI Kelarutan dalam arti kuantitatif menyatakan kadar zat terlarut dalam keadaan jenuh pada suhu teretentu. Kelarutan juga dapat dipandang dari sisi kualitatif sebagai interaksi spontan yang terjadi antara dua atau lebih solut dengan solven untuk membentuk dispersi molekular yang homogen. Suatu larutan dinyatakan sebagai larutan jenuh apabila fase solut berada pada kondisi kesetimbangan dengan fase padatan dalam larutan yang bersangkutan. Variabel-variabel yang dapat dipilih untuk penetapan kelarutan dirumuskan oleh aturan fase Gibbs, yaitu: F=C–P+2 Dengan F = derajat kebebasan, C = jumlah komponen, dan P = jumlah fase Kelarutan dapat dinyatakan dengan berbagai cara, menurut Farmakope Indonesia pernyataan kelarutan zat dalam bagian g tertentu pelarut kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair dalam bagian volume tertentu pelarut. Kelarutan secara juantitatif juga dapat dinyatakan dalam satuan % b/v, miliequivalen. molalitas, molaritas, atau fraksi molar. Kelarutan suatu zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan sebagai like dissolves like (senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan). Penjelasan pernyataan tersebut adalah kelarutan didasarkan atas polaritas antara solven dan solute yang dinyatakan dengan tetapan dielektrikum, atau momen dipole, ikatan hydrogen, ikatan Van der Waals ( London) dan ikatan elektrostatik yang lain. Kelarutan gas dalam cairan dipengaruhi tekanan, suhu, salting out, dan reaksi kimia. Perhitungan kelarutan gas dalam cairan dapat dilakukan dengan berdasarkan pada hokum Hendry (tetapan α) maupun koefisien absorbs Bunsen (tetapan α). Kelarutan cairan dalam cairan dapat digolongkan menjadi dua, atas dasar ada tidaknya penyimpangan terhadap hokum Raoult. Suatu larutan disebut sebagai larutan ideal (real solution) apabila tidak ada penyimpangan terhadap hokum BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
7 Raoult dan disebut larutan non-ideal jika ada penyimpangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan tentang sistemnya (tercampur sempurna/sebagian), pengaruh zat asing, komponen penyusun (biner/ terner), tetapan dielektrik, hubungan molekuler, dan luas permukaan molekuler. Kelarutan zat padat dalam cairan merupakan masalah yang lebih komplek tetapi paling banyak dijumpai dalam kefarmasian. Asumsi dasar untuk kelarutan zat padat dalam larutan ideal adalah bergantung pada suhu percobaan (proses melarut), suhu/ titik lebur solute, dan beda entalpi peleburan molar (Hf) solute (yang dianggap sama dengan panas pelarutan molar solute). Hubungan tersebut yang diturunkan dari hukum-hukum termodinamika dirumuskan oleh Hildebrand dan Scott sebagai berikut:
LogX 2i
H f
(To T ) 2,303R (ToxT ) x
X 2i adalah kelarutan ideal (fraksi mol), R konstanta gas, T adalah suhu larutan (dalam Kelvin), To adalah titik lebur zat padat (dalam Kelvin). Hf adalah panas peleburannya. Tipe larutan ideal sangat jarang dijumpai dalam prakteknya. Hampir semua larutan dalam kefarmasian merupakan larutan non-ideal. Dalam proses pelarutan pada larutan non-ideal harus diperhitungkan faktor-faktor aktivitas solut yang koefisiennya sebanding dengan volume (molar) solut dan fraksi volum solven , parameter kelarutan () yang besarnya sama dengan harga akar tekanan dalam (√PI) solut dan interaksi antara solven-solut. Dengan demikian persamaan yang paling sederhana untuk larutan non-ideal, dinyatakan sebagai kelarutan reguler yang dirumuskan oleh Scatchard-Hildebrand sebagai berikut:
Dengan X2 = kelarutan reguler zat dalam fraksi mol, ΔHf = beda entalpi peleburan, T0 = suhu lebur, T = suhu percobaan, R = tetapan gas, δ1= parameter kelarutan solven, δ2= parameter kelarutan solute, υ2= volume molar solute, dan ϕ1 = fraksi volume solven. Persamaan tersebut berlaku apabila dalam larutan tidak terdapat ikatan lain selain ikatan Van der Waals. Akan tetapi persamaan tersebut tidak dapat digunakan
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
8 untuk proses-proses yang didalamnya terjadi solvasi dan asosiasi antara solute dan solven, demikian pula halnya untuk larutan elektrolit.
3. PERCOBAAN a. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi: Bahan Obat (Teofilin) Dioksan Air b. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi: Botol timbang Hotplate-magnetic stirrer Spektrofotometer uv-vis Alat-alat gelas Micropipete c. Cara Kerja 1) Buat pelarut campuran Dioksan-Air sehingga diperoleh campuran dengan parameter kelarutan 12; 14; 16; 18 (masing-masing sebanyak 10 mL) 2) Masukkan bahan obat ke dalam 4 macam campuran dioksan-air yang telah dibuat, masing-masing 100 mg bahan obat 3) Campur sehingga mendapatkan larutan jenuh dengan menggunakan hotplate magnetic stirrer selama 45 menit dengan suhu 30°C 4) Ambil sejumlah tertentu sampel, saring dan tentukan kadar obat terlarut dengan menggunakan Spektrofotometer uv 5) Buat grafik hubungan antara kelarutan dengan parameter kelarutan solven dari hasil percobaan maupun dari hasil perhitungan secara teoritis dengan menggunakan persamaan kelarutan reguler! 6) Tentukan parameter kelarutan teofilin dengan data yang diperoleh! Bandingkan hasil percobaan dengan yang tercantum dalam pustaka! 4. DATA DAN PERHITUNGAN Hasil Percobaan: Parameter Volume air (mL) Kelarutan () 12 14 16 18
Volume dioksan (mL)
Pengenceran
Absorbansi
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
9 Persamaan Kurva Baku a. Untuk 12 : y = 0,6155x + 0,0124 b. Untuk 14 : y = 0,5474x + 0,0820 c. Untuk 16 : y = 0,6869x + 0,037 d. Untuk 18 : y = 0,8175x + 0,0094 a. Perhitungan Perbandingan Volume Dioksan dan Air
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
10
b. Perhitungan Fraksi Mol Teofilin Berdasarkan Percobaan
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
11
c. Perhitungan Kelarutan Teofilin secara Teoritis Menggunakan Persamaan Reguler
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
12
d. Perhitungan Parameter Kelarutan Teofilin Berdasarkan Percobaan
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
13
5. PEMBAHASAN Pertanyaan Penuntun: a. Jelaskan mengapa digunakan campuran dioksan-air untuk melarutkan teofilin! Apa hubungannya dengan prinsip like dissolved like? b. Dari keempat parameter kelarutan tersebut, manakah yang memberikan kelarutan teofilin yang paling baik? Berikan penjelasan! c. Apakah terdapat perbedaan antara parameter kelarutan teofilin hasil perhitungan dengan parameter kelarutan teofilin berdasarkan pustaka? Berikan penjelasan!
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
14
6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan tersebut adalah:
Saran yang dapat diberikan dari percobaan tersebut adalah:
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
15
7. PUSTAKA 1) Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes RI, Jakarta 2) Sinko, P.J., 2006, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 5th Ed., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 3) O’Niel, M.J., 2006, The Merck Index, John Wiley and Son, Philadelphia. 8. PERTANYAAN DISKUSI 1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan kelarutan intrinsik suatu bahan obat! 2) Apakah hubungan antara parameter kelarutan dengan Hf? 3) Jelaskan hubungan antara kelarutan bahan obat dengan parameter kelarutan obat dan parameter kelarutan pelarutnya! Bilamana kelarutan obat mencapai titik maksimum?
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
16 UJI KELARUTAN SEMU (APPARENT SOLUBILITY)
1. TUJUAN Mengetahui pengaruh variasi pH terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah 2. TEORI Sebagian besar bahan obat merupakan senyawa organic yang bersifat asam lemah atau basa lemah, dengan demikian faktor pH sangat mempengaruhi kelarutannya. Senyawa obat yang memiliki sifat asam lemah, pada pH yang absolute rendah zat tersebut praktis tidak mengalami ionisasi. Kelarutan obat dalam bentuk ini sering disebut sebagai kelarutan intrinsic. Jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun akan meningkat. Hal ini terjadi karena selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan (kelarutan intrinsic), juga dalam bentuk terion, seperti terlihat pada kesetimbangan ionisasi (gambar 1)
HAs Gambar 1. Skema kesetimbangan ionisasi asam lemah dalam keadaan jenuh Adapun fraksi obat yang terionkan (fi) dan fraksi obat yang tidak terionkan (fu) dalam larutan, hubungannya dengan pH larutan mengikuti persamaan Henderson-Hasselbalch (1):
pH pKa log
[ fi ] [ fu ]
Dari uraian di atas dalam keadaan jenuh, persamaan (1) dapat diubah menjadi (2):
pH pKa log
S So So
Apabila besarnya pH sama dengan pKa maka kelarutan obat menjadi dua kali kelarutan intrinsiknya. Jika besarnya pH satu unit di atas pKa, maka kelarutan obat menjadi 11 kali kelarutan intrinsiknya, dan jika besarnya dua unit di atas harga pKa, maka kelarutannya meningkat menjadi 101 kali kelarutan intrinsiknya.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
17 3. PERCOBAAN a. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi: Bahan Obat (Asam Benzoat) Larutan dapar fosfat dengan berbagai kondisi pH dengan kekuatan ion tertentu b. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi:
Botol timbang Hotplate-magnetic stirrer Spektrofotometer uv-vis Alat-alat gelas
c. Cara Kerja 1) Siapkan dapar fosfat pH 3,2; 5,2; 6,2 masing-masing sebanyak 10 mL 2) Timbang bahan obat 100 mg, masukkan pada masing-masing larutan dapar 3) Campur hingga homogen dengan menggunakan hotplate-magnetic stirrer pada suhu 30°C selama 30 menit dan 60 menit 4) Ambil dan saring dengan menggunakan kertas saring, jika perlu encerkan dengan menggunakan dapar fosfat pada masing-masing pH 5) Ukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer uv 6) Buatlah kurva hubungan antara kelarutan (S; So; dan Si) dan pH pelarut berdasarkan hasil percobaan dan secara teoritis! Jika terdapat perbedaan antara hasil percobaan dan teoritis, faktor-faktor apakah yang menyebabkan perbedaan tersebut? 4.
DATA DAN PERHITUNGAN a. Data dengan waktu penggojokan selama 30 menit pH Dapar 3,2 5,2 6,2
Pengenceran
Absorbansi
Persamaan Kurva Baku y = 0,8256x + 0,0133 y = 0,6320x – 0,0027 y = 0,5881x + 0,02158
b. Data dengan waktu penggojokan selama 60 menit pH Dapar 3,2 5,2 6,2
Pengenceran
Absorbansi
Persamaan Kurva Baku y = 0,8256x + 0,0133 y = 0,6320x – 0,0027 y = 0,5881x + 0,02158
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
18 Penimbangan Asam Benzoat : ……….. mg Volume pelarut : ……….. mL Ka Asam Benzoat : ………….. d. Perhitungan Kelarutan Semu Secara Teoritis c. Data:
Tabel data: pH Dapar 3,2 5,2 6,2
S (M)
So (M)
Si (M)
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
19
e. Perhitungan Kelarutan Semu dari Hasil Percobaan Tabel data: Waktu 30 menit
60 menit
pH Dapar 3,2 5,2 6,2 3,2 5,2 6,2
Pengenceran
S (M)
So (M)
Si (M)
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
20
5. PEMBAHASAN Pertanyaan penuntun: 1) Jelaskan alasan penggunaan pelarut dapat fosfat dengan kondisi pH yang berbeda dalam percobaat tersebut! 2) Jelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu bahan obat! 3) Bagaimanakah hasil pengamatan kelarutan semu antara waktu penggojokan 30 menit, 60 menit, dan kelarutan secara teoritis? Jika ada perbedaan, jelaskan penyebab atau alasannya!
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
21
6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan tersebut adalah:
Saran yang dapat diberikan dari percobaan tersebut adalah:
7. PUSTAKA 1) Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI, Jakarta 2) Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes RI, Jakarta 3) Sinko, P.J., 2006, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 5th Ed., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 8. PERTANYAAN DISKUSI a. Jika diketahui kelarutan asam benzoate pada suhu yang sama sebesar 1,2% b/v, Hitunglah pH larutan asam benzoate tersebut! b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga pKa dan jelaskan mengapa faktor-faktor tersebut berpengaruh! c. Bagaimanakah rumus perhitungan kelarutan untuk bahan-bahan obat yang bersifat basa lemah? d. Apakah hubungan antara kelarutan intrinsic dan kelarutan semu? e. Berdasarkan kesimpulan yang saudara peroleh dari hasil percobaan tersebut, usaha apakah yang dapat saudara lakukan untuk meningkatkan kelarutan Fenobarbital?
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
22
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
23 SEDIMENTASI PARTIKEL SUSPENSI
1. TUJUAN a. memahami dan mengamati faktor-faktor dan parameter-paramater yang mempengaruhi stabilitas suatu suspensi. b. memahami pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspensi. c. memahami perbedaan antara sistem suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi.
2. TEORI Suspensi dalam farmasi adalah dispersi kasar dengan partikel padat yang tidak larut terdispersi dalam medium cair. Diameter partikelnya lebih besar dari 0,1 . Aspek utama dalam stabilitas fisika suatu suspensi adalah mencegah fasa terdispersi mengendap terlalu cepat dan fasa terdispersi mengendap pada dasar wadah membentuk ”cake” yang keras, dan dapat segera terdispersi kembali menjadi campuran yang homogen. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suatu suspensi: a. b. c. d. e. f.
Ukuran partikel Jumlah partikel yang bergerak Tolak-menolak antar partikel karena adanya muatan listrik Konsentrasi suspensi Viskositas Suhu
Dua parameter sedimentasi adalah volume sedimentasi (F) dan derajat flokulasi (β). Volume sedimentasi adalah perbandingan volume akhir sedimentasi (Vu) terhadap volume awal suspensi(Vo)
F
Vu Vo
Derajat flokulasi adalah suatu parameter yang lebih mendasar, karena menghubungkan volume sedimen dalam sistem flokulasi dengan volume sedimen pada sistem deflokulasi. Volume akhir endapan dari sistem flokulasi (Vu) Β= Volume akhir endapan dari sistem deflokulasi (V~)
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
24 Secara umum kecepatan sedimentasi dinyatakandalam Hukum Stokes, dengan persamaan:
d 2 ( s o )g V 18 o Dengan ketentuan: V d s o g o
= laju sedimentasi (cm/det) = diameter partikel (cm) = massa jenis fasa terdispers = massa jenis medium pendispers = percepatan gravitasi = viskositas medium pendispers
Laju sedimentasi juga dapat ditentukan dengan persamaan:
V v H t
H t
= laju sedimentasi = selisih batas atas dan bawah = waktu
3. PERCOBAAN a. Bahan: Bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi: Parasetamol Propilen glikol CMC Na Aquadest b. Alat: Alat yang diperlukan dalam percobaan ini adlaah sebagai berikut: Gelas ukur 50 ml, 5 buah Beaker glass Mortir dan stamper Pengaduk gelas Aluminium foil
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
25 c. Cara Kerja: 1) Komposisi : bahan pada 5 tabung Bahan
Tabung keI
II
III
IV
V
Parasetamol
3g
3g
3g
3g
3g
CMC Na
-
1%
2%
1%
2%
Propilen glikol
-
-
-
5 ml
5 ml
Aqua ad
50 ml
50 ml
50 ml
50 ml
50 ml
2) Pembuatan suspensi tabung I Timbang Parasetamol 3 g Parasetamol digerus + aquadest sedikit demi sedikit sampai dapat dituang Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai homogen. 3) Pembuatan suspensi tabung II Timbang CMC Na ............mg kembangkan dalam aqua panas ......... ml (20 kali bobot), gerus hingga terbentuk mucilago Timbang Parasetamol .......g, masukkan ke dalam mucilago CMC Na, aduk hingga homogen + aquadest sampai bisa dituang Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai homogen. 4) Pembuatan suspensi tabung III Timbang CMC Na ............mg kembangkan dalam aqua panas ......... ml (20 kali bobot), gerus hingga terbentuk mucilago Timbang Parasetamol .......g, masukkan ke dalam mucilago CMC Na, aduk hingga homogen + aquadest sampai bisa dituang Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai homogen. 5) Pembuatan suspensi tabung IV Timbang CMC Na ............mg kembangkan dalam aqua panas ......... ml (20 kali bobot), gerus hingga terbentuk mucilago Timbang Parasetamol .......g, basahi dengan propilen glikol, masukkan ke dalam mucilago CMC Na, aduk hingga homogen + aquadest sampai bisa dituang Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai homogen.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
26 6) Pembuatan suspensi tabung V Timbang CMC Na ............mg kembangkan dalam aqua panas ......... ml (20 kali bobot), gerus hingga terbentuk mucilago Timbang Parasetamol .......g, basahi dengan propilen glikol, masukkan ke dalam mucilago CMC Na, aduk hingga homogen + aquadest sampai bisa dituang Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai homogen. 4. HASIL PENGAMATAN a. Hasil pengamatan tinggi sedimen Tinggi sedimen (cm)
Waktu (menit)
Tabung I
Tabung II
Tabung III
Tabung IV
Tabung V
15 30 45 60 90
b. Hasil perhitungan 1) Perhitungan harga Volume Sedimentasi (F) Volume sedimentasi (F)
Waktu (menit)
Tabung I
Tabung II
Tabung III
Tabung IV
Tabung V
15 30 45 60 90
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
27 2) Perhitungan harga Derajat Flokulasi (β) Derajat Flokulasi (β) Tabung I
Tabung II
Tabung III
Tabung IV
Tabung V
5. PEMBAHASAN Pertanyaan penuntun: a. Manakah diantara kelima tabung yang kecepatan sedimentasinya paling besar? Coba anda urutkan! b. Apakah kegunaan CMC Na dan propilen glikol dalam pembuatan suatu sediaan suspensi? c. Manakah diantara kelima tabung yang merupakan sistem terflokulasi dan mana yang deflokulasi? d. Suspensi mana yang paling stabil? e. Apakah suspensi yang paling stabil tersebut merupakan suspensi yang ideal? Bagaimana suspensi yang ideal itu?
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
28 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
Saran yang dapat diberikan dari percobaan ini adalah:
7. PUSTAKA 1) Martin A., Bustamante, and Chun A.H.C., 1993, Physical Pharmacy, 4th Ed., William and Wilkins, p. 477-487. 8. PERTANYAAN DISKUSI a. Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk membedakan suspensi flokulasi dan suspensi deflokulasi? b. Bagaimanakah cara membedakan volume sedimentasi dan derajat flokulasi? c. Apakah yang dimaksud volume akhir sedimen pada suspensi flokulasi maupun pada suspensi deflokulasi? d. Apakah artinya β = 2 dan β = 0,9, berikan penjelasan apabila perlu dengan gambar.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
29
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
30 PENGUKURAN PARAMETER RHEOLOGI DENGAN VISKOMETER KAPILER DAN VISKOTESTER VT-03E
1. TUJUAN a. memahami kegunaan pengukuran parameter rheologi, b. memahami kaidah dasar, prinsip kerja, dan spesifikasi pengukuran parameter rheologi dengan viscometer kapiler, c. memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran parameter rheologi dengan viscometer kapiler, d. mengetahui pengaruh perubahan suhu dan lama pengadukan terhadap suatu sediaan tertentu.
2. TEORI Viscometer kapiler merupakan salah satu viscometer yang tergolong sebagai alat ukur satu titik (one point instrument) karena penggunaan viscometer kapiler hanya dapat menghasilkan satu titik parameter rheologi yaitu viskositas. Pengukuran viskositas dengan viscometer ini didasarkan pada persamaan Poiseuille untuk aliran zat cair melalui tabung kapiler, yang dinyatakan dalam persamaan matematis sebagai berikut:
r 4t P 8lv
dengan ketentuan: η menyatakan viskositas cairan, r menyatakan jari-jari tabung kapiler, t menyatakan waktu alir, P menyatakan perbedaan tekanan ujung atas dan ujung bawah pipa kapiler pada saat cairan mengalir, l menyatakan panjang pipa kapiler, dan v menyatakan volume cairan. Perbedaan tekanan bergantung pada densitas cairan, percepatan gravitasi bumi, dan perbedaaan tinggi cairan pada kedua lengan viscometer, sedangkan percepatan gravitasi bumi bersifat konstan dan bila panjang pipa kapiler dibuat tetap, maka persamaan Poiseuille dapat dinyatakan menjadi persamaan berikut:
r 4k t 8lv
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
31 Dan bila digunakan bahan yang sudah diketahui densitasnya (ρ0) serta viskositasnya (η0) sebagai standart, maka dapat ditentukan viskositas relatif cairan lainnya, dengan persamaan:
rel
1 1t1 0 0t0
Viskometer kapiler atau viscometer Oswald digunakan untuk menentukan viskositas cairan Newtonian. Viskositas larutan ideal yang terbentuk dari campuran dua atau lebih cairan Newtonian, bila tidak saling berinteraksi maka secara teoritis viskositas campurannya dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
1
gab
1
1
V1
1
2
V2
Dengan ketentuan ηgab merupakan viskositas larutan gabungan, sedangkan V menyatakan fraksi volume cairan masing-masing. 3. PERCOBAAN I a. Bahan: Bahan yang dipakai dalam praktikum ini, meliputi:
Gliserin p.a. Aquadest Sorbitol Etanol
b. Alat: Alat yang dipakai dalam praktikum ini, adalah:
Viscometer Kapiler Tiang penyangga dan penjepit Karet penghisap Pipet ukur Piknometer Gelas piala dan gelas ukur Corong dan batang pengaduk Stopwatch
c. Cara Kerja: 1) Buat larutan aquadest : sorbitol = 3:1 dan 2:1, masing-masing sebanyak 150 ml, 2) Buat larutan aquadest : etanol = 2:1 dan 1:1 masing-masing sebanyak 150 ml, BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
32 3) Posisikan viscometer dengan tegak pada tiang penyangga dan dijepit dengan penjepit, 4) Pipet cairan sebanyak 3,0 ml dan dimasukkan ke dalam pipa lengan viscometer yang lebar, 5) Hisap cairan di dalam viscometer dengan karet penghisap hingga melewati batas atas pada pipa kapiler, 6) Nyalakan stopwatch pada saat meniscus menyinggung batas atas dan matikan pada saat menyinggung batas bawah pipa kapiler pada viscometer, 7) Catat waktu yang diperlukan oleh cairan untuk melewati dua batas tersebut. 8) Tentukan massa jenis cairan dengan menggunakan piknometer. 4. PERCOBAAN II a. Bahan :
Sample sediaan suspensi
b. Alat
:
Viskotester Rion VT-03E Water Bath Mixer sirup Batang pengaduk dan Beker gelas
c. Cara Kerja 1) Menentukan pengaruh temperatur terhadap viskositas sediaan Dipilih nomor spindel yang sesuai, kemudian sediaan dipanaskan pada suhu 30, 35, 40, 45, dan 50°C, diukur viskositasnya pada masing-masing suhu. 2) Menentukan pengaruh lamanya pengadukan terhadap viskositas sediaan Dipilih nomor spindel yang sesuai, kemudian sediaan diaduk selama 0, 5, 10, 15, dan 20 menit, diukur viskositasnya pada masing-masing waktu. Perhitungan lamanya pengadukan sejak awal percobaan dilakukan secara kumulatif.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
33 5. DATA DAN PERHITUNGAN DATA PERCOBAAN I Waktu alir (detik) Bahan T1 T2
T3
T rata2
ηrel
ηabs
Aquadest Etanol Sorbitol Aq:Sorb=3:1 Aq:Sorb=2:1 Aq:EtOH=2:1 Aq:EtOH=1:1 Perhitungan viskositas relative dan viskositas absolute:
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
34
Parameter
H2O
EtOH
Sorb
H2O:Sorb
H2O:Sorb
=3:1
=2:1
H2O:EtOH H2O:EtOH =2:1
Mpikno+bahan Mpikno Mbahan Vpikno ρbahan
Secara teoritis besarnya viskositas masing-masing campuran cairan tersebut adalah:
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
=1:1
35 DATA PERCOBAAN II Sediaan Suspensi Temperatur
Viskositas
Lama pengadukan
Viskositas
(° C)
(cP)
(menit)
(cP)
30
0
35
5
40
10
45
15
50
20
a. Kurva waktu versus viskositas Sediaan Suspensi
b. Kurva log 1/T versus viskositas Sediaan Suspensi
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
36 6. PEMBAHASAN Pertanyaan penuntun: a. Manakah diantara H2O, EtOH, dan sorbitol yang viskositasnya lebih besar, coba saudara urutkan dan jelaskan mengapa bahan yang satu dapat memiliki viskositas yang lebih besar daripada bahan yang lain! b. Bagaimanakah hasil perhitungan viskositas campuran bahan secara teoritis bila dibandingkan dengan hasil percobaan, mengapa terjadi perbedaan atau kesamaan? Coba saudara jelaskan! c. Bagaimanakah pendapat saudara tentang kurva hubungan waktu versus viskositas dari data yang diperoleh pada sediaan suspensi tsb? d. Bagaimanakah pendapat saudara tentang kurva hubungan log 1/T versus viskositas dari data yang diperoleh pada sediaan suspensi tsb? e. Ide baru apa atau kesulitan apa yang saudara jumpai dalam percobaan ini, coba saudara rumuskan dalam kalimat!
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
37
7. KESIMPULAN-SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini:
Saran yang dapat diberikan dari percobaan ini:
8. KEPUSTAKAAN 1) Martin A., Swarbrick J., and Cammarata A., 1983, Physical Pharmacy, 3rd Ed, Lea and Febiger, p. 532-533 2) Rawlins EA. (Eds.), 1988, Textbook of Pharmaceutics, 8th Ed, Bailliere Tindall, London, p/ 127-128 9. BAHAN DISKUSI a. Sebutkan macam-macam parameter rheologi yang ada di pustaka! b. Apakah yang dimaksud dengan viskositas 1 poise? c. Bagaimanakah prinsip kerja pengukuran viskositas dengan viskometer kapiler? d. Mengapa viskometer Oswald dikategorikan sebagai one point instrument? Apa bedanya dengan multi point instrument? e. Sebutkan beberapa keterbatasan viskometer kapiler dalam mengidentifikasikan parameter rheologi suatu bahan! f. Bagaimanakah cara menentukan apakah suatu bahan memiliki sifat dilatan atau pseudoplastis? g. Bagaimanakah cara menentukan apakah suatu bahan memiliki sifat tiksotropi atau rheopeksi?
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
38
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
39 MIKROMERITIKA
1. TUJUAN a. mampu dan terampil menggunakan mikroskopi optik untuk menentukan ukuran partikel dan distribusinya. b. memahami dan mampu menghitung parameter-parameter yang berhubungan dengan bentuk dan ukuran partikel.
2. TEORI Mikromeritik adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan ukuran partikel. Dimensi partikel serbuk dapat ditentukan menurut sifat-sifatnya,seperti: luas permukaan, volume, daerah proyeksi atau kecepatan sedimentasinya.
Sekumpulan partikel biasanya bersifat heterogen. Bentuk dan ukurannyapun sangat bervariasi, karenanya dalam menentukan ukuran sekumpulan partikel perlu diperkirakan interval (jarak) ukuran partikel yang ada dan fraksi jumlah atau bobot dari setiap jarak ukuran partikel. Kemudian dibuat kurva distribusi ukuran partikel dan dari kurva ini dapat ditentukan ukuran partikel rata-rata dari sekumpulan partikel tersebut. Metode mikroskopis optik ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel.
Umumnya sediaan obat yang digunakan dalam farmasi mengandung komponen bahan yang berupa partikel-partikel, baik sendirian maupun terdispersi sebagai partikel-partikel halus dalam medium yang lain. Pada kasus tertentu diperlukan pengecilan ukuran partikel. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan metode fisik ataupun dengan metode kimiawi. Kominusi (comminution) adalah suatu proses memperkecil ukuran partikel obat-obat yang berasal dari hewan atau obat-obat berasal dari bahan kimiawi yang dilakukan secara fisis. Prinsip metode kimiawi yang digunakan adalah dengan pengendapan dari suatu larutan dengan jalan mereaksikan satu zat dengan zat yang lainnya untuk menghasilkan senyawa kimia yang diinginkan dalam bentuk partikel-partikel halus.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
40 Beberapa parameter yang digunakan dalam mikromeritika adalah: 1) Diameter nilai tengah angka-panjang (dln)
d ln
nd n
2) Diameter nilai tengah angka-permukaan (dsn)
d sn
nd 2 n
3) Diameter nilai tengah angka-volume (dvn)
d vn 3
nd 3 n
4) Diameter nilai tengah panjang-permukaan atau panjang terbobot (dsl)
nd 2 d sl nd 5) Diameter nilai tengah volume-permukaan atau permukaan terbobot (dvs)
nd 3 d vs nd 2 6) Diameter nilai tengah momen-berat atau volume terbobot (dwm)
d wm
nd 4 nd 3
3. CARA KERJA a. Bahan: Bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah: Amylum solani Aquadest b. Alat: Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Mikroskop optik Mikrometer okuler dan obyektif Gelas obyek dan gelas penutup Ayakan partisi satu set Ro-Tap Sieve Shaker Timbangan
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
41 c. Cara Kerja: Metode Mikroskopi 1) Kaliberasi mikrometer okuler terhadap obyektif -
mikrometer okuler yang akan dikaliberasi dipasang di dalam lensa okuler
-
mikrometer obyektif dipasang di bawah lensa obyektif
-
skala 0,0 pada mikrometer obyektif dihimpitkan hingga segaris dengan salah satu skala pada skala okuler
-
sejumlah skala pada skala obyektif yang segaris dengan sejumlah skala pada skala okuler dicatat, lakukan 3 replikasi
-
mikrometer obyektif dilepas
2) Pembuatan preparat -
amylum solani + aquadest, diaduk hingga homogen
-
teteskan pada gelas obyek
3) Amati ukuran partikel sebanyak 500 kali, catat hasilnya 4) Catat ukuran partikel terbesar dan terkecil untuk membuat interval kelas 5) Hitung diameter tengahnya yang berupa dln, dsn, dvn, dsl, dvs, dan dwm.
Metode Pengayakan 1) Siapkan alat dan bahan. 2) Susun beberapa ayakan dengan nomor tertentu secara berurutan dari atas ke bawah, dengan makin besar nomor ayakan yang bersangkutan. 3) Masukkan serbuk ke dalam ayakan paling atas pada bobot tertentu yang ditimbang secara saksama (misal 100 gram). 4) Ayak serbuk selama 10 menit pada getaran tertentu. 5) Timbang serbuk yang terdapat pada masing-masing ayakan. 6) Buat kurva distribusi persen bobot di atas dan di bawah ayakan.
4. HASIL PENGAMATAN a. Hasil kaliberasi skala okuler dengan menggunakan skala obyektif Standar: .............. skala obyektif = ...............μm
...............skala okuler = ..................skala obyektif ...............skala okuler = ..................skala obyektif BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
42 ...............skala okuler = ..................skala obyektif ...............skala okuler = ..................skala obyektif 1 skala okuler = ...............................skala obyektif = ................................µm
b. Hasil pengamatan ukuran partikel dengan skala okuler (500 data) No.
Ukuran partikel dengan skala okuler
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
43 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
44
c. Hasil perhitungan diameter partikel secara statistika Rentang diameter (m)
Nilai tengah rentang (m)
Tally
Jumlah partikel pada setiap rentang (n)
∑n=
(nd)
∑ nd =
(nd2)
∑ nd2 =
(nd3)
∑ nd3 =
(nd4)
∑ nd4 =
Jumlah
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
45 d. Gambarkan kurva histogram antara ukuran partikel (μm) terhadap distribusi frekuensi
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
46 5. PEMBAHASAN Pertanyaan penuntun a. Jelaskan dengan singkat persamaan umum ukuran partikel rata-rata yang diturunkan oleh Edmunson! b. Apakah bedanya masing-masing nilai tengah diameter yang anda ukur? c. Di antara diameter statistik, manakah yang paling berguna dalam bidang farmasi, mengapa? d. Apakah yang anda dapatkan dari kurva distribusi ukuran partikel?
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
47 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini, adalah:
Saran yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
7. DAFTAR PUSTAKA 1) Martin A., Bustamante, and Chun A.H.C., 1993, Physical Pharmacy, 4th Ed., William and Wilkins, p. 477-487. 8. PERTANYAAN DISKUSI a. Apakah kegunaan pengukuran partikel pada sediaan suspensi atau emulsi? b. Apakah keuntungan dan kerugian penentuan ukuran partikel dengan metoda mikroskopi? c. Jelaskan dengan singkat prinsip-prinsip pengukuran partikel dengan beberapa metode yang ada di pustaka!
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
48
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
49 STABILITAS BAHAN OBAT TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR
1. TUJUAN a. memahami pengaruh perubahan temperatur terhadap stabilitas suatu bahan obat. b. memahami cara menentukan tetapan laju peruraian bahan obat pada temperatur tertentu c. memahami dan menghitung pengaruh energi aktivasi dalam peruraian suatu bahan obat karena pengaruh perubahan temperatur.
2. TEORI Peningkatan temperatur biasanya menambah laju reaksi, oleh karena itu peruraian suatu bahan obat biasanya meningkat dengan kenaikan temperatur. Hubungan antara laju reaksi peruraian (k) terhadap temperatur (T) dinyatakan dalam persamaan Arrhenius:
k A.e Ea / RT Atau
log K log A
Ea 1 . 2,303R T
Dengan ketentuan: k A Ea R T
= tetapan laju reaksi, nilainya diperoleh dari perhitungan berdasarkan persamaan orde reaksinya = faktor frekuensi = energi aktivasi = tetapan gas ( = 1,987 kal/mol.der) = temperatur absolut
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dibuat kurva antara 1/T terhadap log k sehingga diperoleh persamaan garis lurus dan harga k pada temperatur kamar dapat dihitung untuk memprediksi batas daluwarsa suatu bahan obat.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
50 3. PERCOBAAN a. Bahan: Bahan yang dipakai dalam praktikum ini meliputi: Vitamin C Asam sitrat (BM C6H8O7.1H2O = 210,14) p.a. NaOH p.a. Aquadest b. Alat: Alat yang dipakai dalam praktikum ini meliputi: Labu ukur dan tabung reaksi Pipet volume dan batang pengaduk Beker gelas dan corong gelas pH meter beserta dapar standar Penangas air dan Oven c. Cara Kerja: 1) Pembuatan dapar sitrat pH = 5,6 dengan kapasitas dapar = 0,01 sebanyak 250 ml. a. timbang asam sitrat ............., larutkan ke dalam aquadest secukupnya b. timbang NaOH ............., larutkan ke dalam aquadest secukupnya c. campur kedua larutan dan tambahkan aquadest hingga volume 250 ml, aduk ad homogen 2) Pembuatan larutan vitamin C a. timbang vitamin C ............., b. tambahkan larutan dapar sitrat secukupnya hingga larut, c. pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100,0 ml, tambahkan dapar sitrat sampai 100,0 ml, kocoklah sampai homogen, d. pipet larutan vitamin C ..........ml, dengan pipet volume, masukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, sampai diperoleh larutan dengan konsentrasi mendekati 10 bpj. 3) Pengamatan hasil percobaan a. amati absorban larutan vitamin C dengan konsentrasi .........bpj pada gelombang maksimumnya pada spektrofotometer uv, b. siapkan delapan tabung reaksi, isilah masing-masing tabung dengan larutan vitamin C sebanyak 10 ml dan panaskan setiap dua tabung pada temperatur 40, 45, 50, dan 55C selama 8 dan 15 menit, c. amati absorban masing-masing tabung pada panjang gelombang maksimum vitamin C, d. hitung kadarnya dengan metode perbandingan serapan.
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
51 4. DATA DAN PERHITUNGAN a. Pembuatan dapar sitrat pH = 5,6 dengan kapasitas dapat = 0,01 sebanyak 250 ml
b. Penimbangan berat botol timbang + asam sitrat berat botol timbang
= =
g g
berat asam sitrat
=
g
berat botol timbang + NaOH berat botol timbang
= =
g g
berat NaOH
=
g
berat botol timbang + vitamin C berat botol timbang
= =
g g
berat vitamin C
=
g
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
52 c. Hasil pengamatan absorban λmaks
Absorbans T kamar
T 40C
T 45C
T 50C
T 55C
8 menit 15 menit Kadar t8 Kadar t15 d. Penentuan orde reaksi dengan metode penentuan harga k Orde
k40
k45
k50
k55
Nol
Satu
Dua
e. Pembuatan kurva 1/T vs log k
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
53 f. Perhitungan harga Ea dan batas daluwarsa pada temperatur kamar untuk kadar minimum 90%
5. PEMBAHASAN Pertanyaan penuntun: a. Berdasarkan hasil percobaan di atas, berapakah orde peruraian vitamin C? Berikan penjelasan! b. Mengapa pada percobaan uji stabilitas dipercepat perlu ditetapkan dulu orde reaksi peruraiannya? c. Hal-hal apakah yang harus diperhatikan pada percobaan di atas agar dapat dijamin laju peruraiannya tunggal? d. Mengapa harga Ea perlu ditentukan dalam percobaan di atas?
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
54 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan di atas adalah:
Saran yang dapat diberikan yaitu:
7. PUSTAKA 1. Martin A., Swarbrick J., and Cammarata A., 1983, Physical Pharmacy, 3rd Ed, Lea and Febiger, p.352-398 2. Collet, DM, and Aulton, ME, Pharmaceutical Practice, 1990, Churchill Livingstone, p. 45-51. 8. PERTANYAAN DISKUSI 1) Apakah syarat uji stabilitas dipercepat? 2) Batasan atau ketentuan apakah yang harus dipenuhi pada uji stabilitas dipercepat? 3) Mengapa pada uji stabilitas dipercepat tidak boleh digunakan pengamatan pada temperatur tinggi? 4) Bagaimanakah pengaruh Ea pada reaksi peruraian? 5) Cara apa sajakah yang dapat dipakai untuk menentukan batas kadaluwarsa suatu sediaan farmasi?
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
55
BAGIAN FARMASETIKA FAK. FARMASI UNIVERSITAS JEMBER