BUKU PEGANGAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM
DIREKTORAT DANA PERIMBANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2017
KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Inpres No. 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan 2017 maka dapat kita ketahui salah satu strategi pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat adalah terkait dengan Reformasi tentang Tata Kelola Minyak Bumi dan Gas Bumi secara Efektif dan Efisien dalam rangka membangun industri minyak dan gas nasional yang kuat dan dan berorientasi kedaulatan energi nasional. Salah satu aksi yang terkait dengan Kementerian Keuangan c.q DJPK untuk mewujudkan strategi nasional di atas adalah aksi tentang “Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif”. Peran DJPK terkait aksi transparansi yang dimaksud telah ditetapkan dalam lampiran Inpres No. 10 Tahun 2016 dengan ukuran keberhasilan berupa Terpublikasinya Buku Manual Penghitungan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) di website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.kemenkeu.go.id). DBH SDA sesuai amanat UU No. 33 Tahun 2004 dan PP No. 55 Tahun 2005 merupakan salah satu jenis dana perimbangan yang pengalokasiannya didasarkan pada realisasi PNBP dan dibagihasilkan dengan persentase tertentu ke daerah penghasil, provinsi, dan kabupaten/kota sekitarnya yang mungkin terkena dampak eksternalitas dari proses usaha pertambangan minyak bumi dan gas bumi, mineral dan batu bara, panas bumi, kehutanan dan perikanan. Dalam rangka mewujudkan output untuk mendukung transparansi yang dimaksud maka DJPK menyusun Buku Pegangan Pengalokasian DBH SDA yang didasarkan pada proses bisnis dan peraturan perundang-undangan yang ada selama ini serta disertai contoh atau ilustrasi atas simulasi penghitungan alokasi Dana Bagi Hasil SDA yang dikemas dengan sedemikian rupa agar lebih mudah dipahami oleh para pembaca. Semoga buku pegangan pengalokasian DBH SDA ini bermanfaat bagi para stakeholders terkait. Direktur Dana Perimbangan Putut Hari Satyaka
DAFTAR ISI
I.
Definisi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
II.
Dasar Hukum Dana Bagi Hasil
III.
Jenis-Jenis Dana Bagi Hasil SDA
IV.
Siklus Penetapan Rincian Alokasi DBH SDA
V.
Jenis Penghitungan DBH SDA
VI.
DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi
VII.
DBH Mineral dan Batubara
VIII.
DBH Pengusahaan Panas Bumi
IX.
DBH Kehutanan
X.
DBH Perikanan
XI.
Penutup
I. Definisi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Ps. 1 angka 20 UU 33/2004 & Ps. 1 angka 9 PP 55/2005). DBH dialokasikan berdasarkan dua prinsip yaitu (1) prinsip by origin, dimana daerah penghasil penerimaan negara mendapatkan bagian (persentase) yang lebih besar dan daerah lainnya dalam satu provinsi mendapatkan bagian (persentase) berdasarkan pemerataan, (2) penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip by actual, dimana besarnya DBH yang disalurkan kepada daerah, baik daerah penghasil maupun yang mendapat alokasi pemerataan didasarkan atas realisasi penyetoran Penerimaan Negara Pajak (PNP) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun anggaran berjalan (Ps. 23 UU 33/2004) II. Dasar Hukum DBH • UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah • PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan • PMK No. 48 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa yang telah diubah dengan PMK No. 187 Tahun 2016. III. Jenis-Jenis Dana Bagi Hasil SDA Dana Bagi Hasil SDA yang dibagikan kepada daerah pada dasarnya ada lima jenis yaitu 1) DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi, 2) DBH Pertambangan Umum/Mineral dan Batu Bara, 3) DBH Pengusahaan Panas Bumi, 4) DBH Kehutanan dan 5) DBH Perikanan (Ps. 1 angka 15 PP 55/2005). Kelima jenis DBH tersebut dibagihasilkan dengan berdasarkan jenis-jenis PNBP dengan besaran persentase yang beragam. Di bawah ini terdapat skema seluruh jenis DBH SDA beserta jenis PNBPnya serta persentase pembagian antara Pusat dan Daerah.
Pusat (20%) Bagi Hasil Sumber Daya Alam
Provinsi (16%)
Iuran Hak Penguasaan Hutan (IHPH)
Daerah (80%) Pusat (20%)
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)
Kehutanan
Daerah (80%) Pusat (60%)
Kabupaten/Kota (64%) Provinsi (16%) Kabupaten/Kota Penghasil (32%) Kabupaten/Kota dalam satu provinsi (32%)
Dana Reboisasi Daerah (40%) Pusat (20%)
Provinsi (16%)
Iuran Tetap (Land Rent) Daerah (80%)
Pertambangan Umum
Pusat (20%)
Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (Royalty)
Daerah (80%)
Pusat (20%)
Perikanan Pungutan Hasil Perikanan
Pertambangan Gas Bumi
Pusat (84,5%)
Kabupaten/Kota Penghasil (32%) Kabupaten/Kota dalam satu provinsi (32%)
Pungutan Pengusahaan Perikanan
Pertambangan Minyak Bumi
Kabupaten/Kota (64%) Provinsi (16%)
Kabupaten/Kota (80%) Provinsi (3,1%)
0,1% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Kabupaten/Kota Penghasil (6,2%)
0,2% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Kabupaten/Kota dalam satu provinsi (6,2%)
0,2% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Daerah (15,5%) Pusat (69,5%) Daerah (30,5%) Setoran Bagian Pemerintah
Pertambangan Panas Bumi
Provinsi (6,1%)
0,1% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Kabupaten/Kota Penghasil (12,2%)
0,2% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Kabupaten/Kota dalam satu provinsi (12,2%)
0,2% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Pusat (20%) Iuran Tetap dan Produksi
Daerah (80%)
16 % Provinsi; 32% Kab/Kota Penghasil; 32% Kab/Kota dalam satu provinsi
Keterangan: Selain mendapatkan alokasi DBH SDA Minyak Bumi sebesar 15,5% dan DBH SDA Gas Bumi sebesar 30,5%, khusus untuk Provinsi Aceh dan Provinsi Papua Barat juga mendapatkan alokasi DBH SDA Minyak Bumi dan DBH SDA Gas Bumi Dalam Rangka Otonomi Khusus di Provinsi Aceh masing-masing sebesar 55% dan 40% yang diperuntukkan untuk mendanai program/kegiatan bidang pendidikan dan kesehatan.
IV. Siklus Penetapan Rincian Alokasi DBH SDA Uraian
Waktu
UIC
Pagu DBH SDA (RUU APBN)
Minggu II Agustus
DJA
Penetapan Daerah Penghasil & Dasar Penghitungan
Paling Lambat Minggu II September
Kementerian terkait (Kementerian ESDM & LH dan Kehutanan, Perikanan dan Kelautan)
Penghitungan Rincian Alokasi DBH SDA
Minggu III SeptemberMinggu IV Oktober
DJPK
Persetujuan RUU APBN
Paling Lambat Minggu V Oktober
DJA
Keterangan
Penghitungan Rincian Alokasi DBH SDA dilakukan bersamaan dengan pembahasan RUU APBN
Upload Rincian Alokasi Dana DBH SDA (publikasi)
Minggu I November
DJPK
Penetapan Rincian Alokasi Dana Transfer ke Daerah dan Desa (Perpres)
Paling Lambat 31 November
DJA
Upload Rincian Alokasi DBH SDA dilakukan bersamaan dengan upload Dana Transfer ke Daerah dan Desa.
V. Jenis Penghitungan DBH SDA
Berdasarkan PMK No. 48/PMK.07/2016 terdapat empat jenis penghitungan DBH yang dilakukan oleh DJPK, yaitu: 1. Perkiraan Alokasi DBH TA berkenaan yang ditetapkan melalui Perpres mengenai rincian APBN TA berkenaan 2. Perkiraan Alokasi TA berkenaan karena adanya perubahan APBN-P dimana perkiraan alokasi yang baru tersebut ditetapkan melalui Perpres tentang rincian APBN-P TA Berkenaan; 3. Prognosa Realisasi TA berkenaan yang digunakan untuk memvalidasi penyaluran Tw IV. Perubahan alokasi yang sudah disesuaikan dengan prognosa realisasi ditetapkan dalam PMK mengenai Perubahan Alokasi DBH SDA; 4. Realisasi TA Berkenaan. Berdasarkan realisasi PNBP yang sudah diaudit maka dilakukan perhitungan kurang/lebih bayar DBH yang selanjutnya ditetapkan melalui PMK mengenai kurang bayar dan lebih bayar DBH SDA.
VI. DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi
Berdasarkan PMK No. 48 Tahun 2016 yang sudah direvisi dengan PMK No. 187/2016, alur Penghitungan Alokasi DBH SDA (Migas) 1. Data dasar penghitungan alokasi DBH Migas berasal dari a. Ditjen Migas/Kem. ESDM mengirimkan SK Daerah Penghasil beserta data lifting dan atau Gross Revenue per daerah (PMK No. 48/2016 pasal 14 ayat 3) b. Ditjen Anggaran Kemenkeu wajib mengirimkan PNBP per Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat dengan KKKS (Pasal 16 ayat 2) 2. Berdasarkan data-data tersebut DJPK c.q. Subdit DBH melakukan: a. Membuat pengelompokan data berdasarkan data dari ESDM yang terdiri dari data Daerah Penghasil, KKKS dan Jenis Minyak dengan data dari DJA, Kemenkeu yang terdiri dari data KKKS dan Jenis Minyak. Kedua jenis tersebut dikelompokkan kembali berdasarkan KKKS, Jenis Minyak dan Daerah Penghasil.
Ilustrasi: Contoh Pengelompokan Data Berdasarkan KKKS dan Jenis Minyak
b. Menghitung Rasio dan Porsi Penerimaan SDA Migas per Daerah Penghasil. Untuk perhitungan Perkiraan Alokasi digunakan RASIO LIFTING, Sedangkan untuk perhitungan Realisasi, karena realisasi PNBP per KKKS dalam bentuk satuan mata uang, maka digunakan pendekatan RASIO GROSS REVENUE. Ilustrasi: Contoh Pengelompokan Data Daerah Penghasil, Lifting dan Rasio.
c. Setelah diketahui rasio lifting per daerah maka selanjutnya dilakukan penghitungan PNBP Minyak Bumi per daerah dengan cara mengalikan rasio lifting dimaksud dengan PNBP Minyak Bumi per KKKS. Ilustrasi: Hasil Penghitungan PNBP Minyak Bumi Per Daerah
Menghitung besaran alokasi DBH Migas per daerah berdasarkan persentase sesuai dengan UU dan PP
d. Menghitung alokasi DBH Minyak Bumi 15% ke yang menjadi bagian daerah provinsi, daerah penghasil dan daerah pemerataan seperti ilustrasi di bawah ini.
Rincian alokasi DBH SDA Migas per daerah bisa secara lengkap dilihat di Perpres No. 97 Tahun 2016 tentang Rincian APBN 2017 di Lampiran No. IX.
VII. Dana Bagi Hasil Mineral dan Batubara DBH SDA Pertambangan Umum adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam pertambangan umum. Dua jenis PNBP dari perusahaan tambang pertambangan umum atau Mineral dan Batubara yang dibagihasilkan ke daerah, yaitu: Iuran Tetap (Landrent) adalah iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi atau eksploitasi pada suatu wilayah kerja. Iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty) adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/eksploitasi.
JENIS KEWAJIBAN PNBP SDA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2004 tentang Tatacara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi PNBP Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2009 tentang Tatacara Penentuan Jumlah dan Penyetoran PNBP yang Terutang DJPK menerima data PNBP dari Kementerian ESDM terkait besaran masing-masing iuran tetap (landrent) dan royalty dalam nilai rupiah. Selanjutnya dilakukan penghitungn alokasi sebagai berikut: 1.
PNBP landrent minerba dibagihasilkan ke Provinsi sebesar 16% dan ke kab/kota penghasil sebesar 64%. Adapun cara menghitung alokasi DBH Landrent per daerah adalah: a. Pertama-tama dari nilai PNBP di kolom (2) dikalikan 20% terlebih dahulu untuk mengetahui besaran PNBP landrent minerba yang menjadi hak pemerintah pusat per daerah, kolom (3). b. Selanjutnya di kolom (4) dihitung PNBP Landrent yang menjadi hak provinsi yaitu sebesar 16% dikalikan dengan kolom (2) yaitu PNBP per kab/kota penghasil. c. Untuk mengetahui besarnya DBH Landrent yang akan diterima oleh daerah penghasil maka di kolom (5) PNBP per daerah penghasil dikalikan dengan 64%. d. Kolom (6) menunjukkan jumlah DBH Landrent minerba yang merupakan bagian daerah kab/kota penghasil dan provinsi.
2.
PNBP royalti minerba dibagihasilkan ke Provinsi sebesar 16%, ke kab/kota penghasil sebesar 32% dan ke kab/kota sekitarnya (pemerataan) sebesar 32%. Adapun cara menghitung alokasi DBH royalti minerba per daerah adalah: a. Pertama-tama di kolom (3) perlu dihitung terlebih dahulu besarnya PNBP yang menjadi bagian Pemerintah Pusat yaitu sebesar 20% yang dikalikan dari masingmasing PNBP royalti per kabupaten/kota penghasil. b. Kolom (4) menunjukkan jumlah DBH royalti minerba yang menjadi hak provinsi yang dihitung dengan cara mengkalikan masing-masing PNBP Per daerah Penghasil di Kolom (2) dengan 16%. c. Besaran DBH royalti yang akan diterima oleh daerah penghasil di kolom (5) dihitung dengan mengalikan PNBP per daerah penghasil dikalikan dengan 32%. d. Setiap daerah kab/kota dilingkup wilayah Provinsi tertentu berhak untuk mendapatkan bagian pemerataan DBH royalti minerba yaitu di kolom (6). Besaran masing-masing DBH pemerataan tersebut dihitung dengan cara (1) total PNBP per daerah dibagi dengan n-1 (n=jumlah daerah), lalu (2) jumlah alokasi untuk Daerah penghasil dibagi dengan jumlah n-1. Selanjutnya hasil perhitungan (1) dibagi dengan hasil perhitungan (2) tersebut. 3. Kolom (7) menunjukkan seluruh jumlah alokasi DBH royalti minerba baik yang akan diterima oleh setiap daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota). Gambar berikut ini menunjukkan kertas kerja penghitungan alokasi Minerba yang dimaksud diatas.
Sumber: Dit. Daper, DJPK
Rincian alokasi DBH SDA Mineral dan Batu Bara per daerah bisa secara lengkap dilihat di Perpres No. 97 Tahun 2016 tentang Rincian APBN 2017 di Lampiran No. X.
VIII. DANA BAGI HASIL SDA PANAS BUMI Panas Bumi merupakan sumber energi panas yang terkandung dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam sistem panas bumi (UU No. 21 Tahun 2014 tentang panas bumi).
Dasar Hukum: UU Nomor 20 Tahun 1997 : Penerimaan Negara Bukan Pajak PP Nomor 54 Tahun 2002, Pasal 13 : Pemberian kewenangan penerbitan perizinan pusat dan daerah; PP No. 59 Tahun 2007 Jo. PP No. 70 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi PP No. 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ESDM UU Nomor 21 Tahun 2014 : Panas Bumi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2016 tentang Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1991 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan lainnya terhadap Pelaksanaan Kuasa dan Ijin Pengusahaan Panasbumi untuk Pembangkitan energi/Listrik Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 766/KMK.04/1992
tentang Tatacara
Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan Lainnya Atas Hasil Pengusahaan
Sumber daya Panas Bumi Untuk Pembangkitan Energi/Listrik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 209/KMK.04/1998.
Jenis penerimaan SDA Panas Bumi yang dibagihasilkan terdiri dari: 1. Iuran tetap: Iuran yang dibayarkan kepada negara sebagai kesempatan atas eksplorasi, studi kelayakan, dan eksploitasi pada suatu wilayah. 2. Iuran produksi: Iuran yang diberikan kepada negara atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan panas bumi. 3. Setoran dari pengusaha panas bumi setelah dikurangi kewajiban perpajakan dan pungutan lainnya atas dasar kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sebelum UU No 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi ditetapkan. Berdasarkan jenis penerimaan di atas maka dapat kita ketahui bahwa Wilayah Kerja Produksi (WKP) panas bumi terdiri dari WKP yang kontrak pengusahaannya sudah ditandatangani sebelum UU No. 27 Tahun 2003 (existing) dan yang kontrak pengusahaannya setelah UU No. 27 Tahun 2003 (pemegang Ijin Panas Bumi/IPB). WKP yang belum berproduksi baik yang eksisting maupun yang pemegang IPB wajib membayar iuran tetap sesuai dengan tarif yang diatur dalam UU No.21 Tahun 2014. Sedangkan WKP eksisting wajib membayarkan Setoran Bagian Pemerintah sebesar 34% dari NOI Perusahaan setelah dikurangi biaya-biaya produksi yang relevan. Untuk WKP IPB yang sudah berhasil berproduksi wajib membayar Iuran Produksi sesuai tarif yang diatur dalam UU No. 21 Tahun 2014.
Skema DBH Panas Bumi dari WKP Pabum Existing (Setoran Bagian Pemerintah)
Skema DBH Panas Bumi dari WKP IUP
Langkah-Langkah Penghitungan DBH Panas Bumi Persiapan data sumber: Data dari ESDM: Ketetapan Menteri ESDM tentang Daerah Penghasil. Angka PNBP (Iuran Tetap) per daerah penghasil Angka Persentase PNBP (Setoran Bagian Pemerintah) Per Kabupaten tiap WKP Dari Kemenkeu, DJA (Dit. PNBP) Angka PNBP (SBP) Per WKP
a. Penghitungan DBH SDA Panas Bumi dari Iuran Tetap: Berdasarkan data PNBP dari Iuran Tetap yang diterima dari Kementerian ESDM maka selanjutnya dihitung bagian pemerintah provinsi sebesar 16% dari kolom (2) dan bagian alokasi untuk daerah penghasil sebesar 32% di kolom (4). Untuk daerah pemerataan cara menghitungnya adalah 32% dikalikan dengan total PNBP IUP di kolom (2) lalu dikurangi dengan alokasi DBH per daerah penghasil di kolom (4) lalu dibagi dengan jumlah daerah kab/kota-1 dikolom (1)
b. Penghitungan DBH SDA Panas Bumi dari SBP: Tahap pertama untuk menghitung alokasi DBH Panas Bumi dari Setoran Bagian Pemerintah adalah melakukan pengelompokan atas PNBP SBP Per Daerah. Untuk itu diperlukan dua dokumen utama, (1) Keputusan Menteri ESDM tentang persentase WKP penyetor SBP per daerah penghasil, dan (2) Surat dari Direktorat Jenderal Anggaran tentang besaran PNBP SBP Per Pengusaha. Berdasarkan kedua dokumen tersebut
selanjutnya bisa ditentukan besaran masing-masing PNBP Setoran Bagian Pemerintah untuk setiap daerah penghasil. Ilustrasi penghitungannya sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan PNBP per daerah pada tabel di atas maka selanjutnya dilakukan penghitungan alokasi DBH SBP. Ilustrasi di bawah ini menunjukkan simulasi perhitungan alokasi DBH SBP di Provinsi Lampung dimana di wilayah tersebut hanya ada satu kabupaten penghasil SBP yaitu Kab. Tanggamus. Jadi bisa diatakan persentase PNBP SBP di wilayah Lampung sebesar 100% berasal dari PNBP SBP yang dihasilkan oleh Kab. Tanggamus. Pertama-tama berdasarkan dihitung PNBP SBP nettonya, yaitu mengurangkan jumlah PNBP SBP di Kab. Tanggamus pada tabel di atas dengan besaran Pph dan PBB yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat seperti yang telah disampaikan pada Surat dari DJA tentang PNBP SBP per pengusaha. Setelah diketahui PNBP SBP Nettonya (kolom 2) maka dihitung alokasi bagian pemerintah adalah sebesar 20% (kolom 3), alokasi bagian Pemerintah Provinsi sebesar 16% (kolom 4), dan alokasi bagian kabupaten penghasil sebesar 32% (kolom 5). Selanjutnya untuk alokasi kab/kota dalam rangka pemerataan dihitung dengan cara: 32% dikalikan dengan total PNBP Netto di kolom (2) lalu dikurangi dengan alokasi DBH per daerah penghasil di kolom (5) lalu dibagi dengan jumlah daerah kab/kota-1 dikolom (1)
Rincian alokasi DBH SDA Panas Bumi per daerah bisa secara lengkap dilihat di Perpres No. 97 Tahun 2016 tentang Rincian APBN 2017 di Lampiran No. XIII.
IX. Dana Bagi Hasil Kehutanan Dana bagi hasil kehutanan pada dasarnya bersumber dari tiga jenis PNBP Kehutanan sebagai berikut: 1. Provisi Sumber Daya Hutan. Subyek : Pemegang izin sah (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu/Izin Pemanfaatan Kayu/Izin Sah Lainnya) pada hutan alam dan hutan tanaman Obyek : Hasil Hutan Kayu/Bukan Kayu yang berasal dari kawasan hutan negara Prinsip Tata Cara P3-PSDH adalah : - Pengenaan PSDH kayu dan bukan kayu didasarkan pada LHP - Tidak ada lagi tunggakan PSDH. - Tepat waktu penerbitan SPP 2. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Subyek :
Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan, Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan HHK dan atau HHBK pada hutan alam, Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan HHK dan atau HHBK pada hutan tanaman.
Obyek : Areal hutan yg dibebani Izin Usaha Pemanfaatan seperti tersebut di atas. Prinsip Tata Cara P3-IIUPHH adalah : -
Dikenakan berdasarkan luas areal hutan dikalikan dengan tarif IIUPH yang berlaku.
-
Izin diberikan/diserahkan kepada yang berhak setelah SPP IIUPHH dilunasi oleh Wajib Bayar.
3. Dana Reboisasi Subyek : Pemegang izin sah Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari Kayu/Izin Sah Lainnya pada Hutan Alam. Obyek : HHK yang berasal dari HA Prinsip Tata Cara P3-DR adalah : - Pengenaan DR kayu dikenakan berdasarkan LHP - Tidak ada lagi tunggakan DR. - Tepat waktu penerbitan SPP DR. a. Penghitungan Alokasi PSDH bagian Daerah Berdasarkan data PNBP PSDH dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di kolom (2) maka dihitung terlebih dahulu bagian Pemerintah Pusat yaitu dengan mengalikan angka PNBP PSDH di kolom (2) dengan 20%. Selanjutnya bagian Provinsi dihitung dengan cara yang sama hanya saja persentasenya hanya sebesar 16%. Untuk alokasi kabupaten/kota penghasil dihitung dengan mengalikan besaran PNBP di kolom (2) dengan 32%. Bagian pemerataan DBH PSDH dihitung dengan cara (1) total PNBP per daerah dibagi dengan n-1 (n=jumlah daerah), lalu (2) jumlah alokasi untuk Daerah penghasil dibagi dengan jumlah n-1. Selanjutnya hasil perhitungan (1) dibagi dengan hasil perhitungan (2) tersebut.
b. Penghitungan alokasi IIUPH Bagian Daerah Berdasarkan data PNBP IIUPH dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di kolom (2) maka dihitung terlebih dahulu bagian Pemerintah Pusat yaitu dengan mengalikan angka PNBP PSDH di kolom (2) dengan 20%. Selanjutnya bagian Provinsi dihitung dengan cara yang sama hanya saja persentasenya hanya sebesar 16%. Untuk alokasi
kabupaten/kota penghasil dihitung dengan mengalikan besaran PNBP di kolom (2) dengan 64%.
c. Penghitungan Alokasi DBH Dana Reboisasi (DR) Penghitungan alokasi DBH Dana Reboisasi (DR) sesuai dengan proporsi bagian pemerintah sebesar 60% dan kab/kota penghasil sebesar 40%. Berdasarkan PNBP DR yang didapatkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maka dihitung terlebih dahulu bagian Pemerintah Pusatnya seperti yang diilustrasikan pada kolom (3) tabel di bawah ini. Kemudian dihitung alokasi DBH DR untuk kab/kota penghasilnya sebesar 40%. Selanjutnya seperti yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 pasal 14 ayat 2 serta lampiran matrik pembagian urusan telah mengatur tentang kewenangan kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan di bidang kehutanan hanya pengelolaan taman hutan raya. Hal ini menunjukkan bahwa kewenangan Kabupaten/Kota dalam mengelola DBH Dana Reboisasi menjadi tidak sesuai lagi dengan peraturan yang terkait utamanya PP No. 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi. Untuk itu jumlah DR bagian daerah di kolom (5) selanjutnya dikelompokkan kembali per provinsi dalam rangka diundangkan pada Lampiran XI Perpres No. 97 Tahun 2016 tentang rincian APBN 2016.
Rincian alokasi DBH SDA Kehutanan per daerah bisa secara lengkap dilihat di Perpres No. 97 Tahun 2016 tentang Rincian APBN 2017 di Lampiran No. XI.
X. Dana Bagi Hasil Perikanan Dana Bagi Hasil Perikanan merupakan dana bagi hasil dari penerimaan negara sektor perikanan yang dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk seluruh kabupaten/kota (Pasal 14 huruf d, UU No. 33 Tahun 2004). Bagian daerah sebesar 80% tersebut dibagikan dengan porsi yang sama besar kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia (Pasal 18 ayat 2, UU No. 33 Tahun 2004). DBH Perikanan, dihitung berdasarkan PNBP sektor perikanan yang berasal dari (1) Pungutan Pengusahaan Perikanan (P3) dan (2) Pungutan Hasil Perikanan (PHP). Pungutan Pengusahaan Perikanan pada dasarnya merupakan pungutan negara yang dikenakan kepada pemegang Izin Usaha Perikanan dan/ atau Persetujuan Penggunaan Kapal Asing (PPKA) sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah untuk melakukan usaha perikanan dalam Wilayah Perikanan Republik Indonesia. Pungutan Hasil Perikanan merupakan pungutan negara yang dikenakan kepada pemegang Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan atau Surat Izin Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPPII) dan atau Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sesuai dengan hasil produksi perikanan yang diperoleh dan dijual di dalam negeri dan atau luar negeri. Jika ditinjau dari dua prinsip dana bagi hasil yaitu by origin (berdasarkan daerah penghasil) dan by realization (berdasarkan penerimaan yang terealisasi) maka DBH perikanan tidak memenuhi prinsip “by origin” tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan pembagian porsi PNBP Perikanan yang dibagihasilkan ke daerah (80%) diamanatkan dalam UU No. 33 Tahun 2004 untuk dibagihasilkan dengan besaran yang sama untuk seluruh Kabupaten/Kota otonom. Cara penghitungan alokasi DBH Perikanan relatif mudah. Berdasarkan pagu alokasi DBH SDA Perikanan 2017 yaitu Rp760 miliar, maka selanjutnya dihitung alokasi DBH Perikanan untuk seluruh kabupaten/kota dan Prov. DKI Jakarta atau 509 daerah. Maka bisa kita dapatkan pagu alokasi DBH Perikanan untuk setiap daerah penerimanya sesuai yang ditampilkan pada lampiran Perpres No. 97 Tahun 2016 tentang Rincian APBN 2017 adalah sebesar Rp1.493.123.772,00.
Rincian alokasi DBH SDA Perikanan per daerah bisa secara lengkap dilihat di Perpres No. 97 Tahun 2016 tentang Rincian APBN 2017 di Lampiran No. XII.
PENUTUP
Pengalokasian DBH SDA yang pada dasarnya berupa persentase tertentu dari PNBP SDA secara ringkas telah dipaparkan dalam buku ini. Pada dasarnya DJPK melakukan penghitungan alokasi DBH SDA berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, DJA, dan unit-unit lain terkait. Ilustrasi kertas kerja yang sebenarnya sangat banyak dengan terpaksa dicuplik untuk beberapa daerah di lingkup provinsi tertentu. Diharapkan ilustrasi-ilustrasi tersebut sudah bisa mewakili proses penghitungan alokasi DBH SDA secara menyeluruh baik per jenis DBH SDA maupun penghitungan alokasi per daerah. Penyelesaian buku pegangan ini tidak akan bisa tuntas tanpa adanya dukungan penuh dari Direktur Dana Perimbangan, DJPK. Terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan untuk Pak Anwar Syahdat, selaku Kasubdit DBH, Pak Bambang Rahmat Raflis, Pak Mulyono, dan Pak Ilham Syafari selaku Kepala Seksi di Subdit tersebut, serta para staf di Subdit DBH yang telah memberikan data dan informasi mengenai manual penghitungan alokasi DBH SDA.