167
bukan
hanya
dikembangkan
mengenai
standar
mutu,
tatapi
produk
terus menerus (product differentiation)
juga
harus
pada pasar yang
berbeda Misalnya, PT. Nutrifood Indonesia mengembangkan instant powder tea drink dengan merek Nutri Tea rasa jeruk, dengan target pasarnya adalah anak-anak dan remaja. Selain itu, pendapat Nana Subarna dan Dadang Surjadi (1999:2), menyatakan bahwa salah satu kelemahan penyajian teh di pasar konsumen akhir, disebabkan karena teh yang beredar di pasar dalam negeri mutu core product (kualitas air seduhan) masih tergolong rendah dan sedang. Selain itu, menurut Spillane (1992:128-129)
kualitas
teh (rasa, aroma, warna air
seduhan) yang diproduksi oleh suatu pabrik tertentu dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen. Faktor eksogen yang di luar control produsen misalnya iklim, kesuburan tanah, kemiringan dan ketinggian tanah di atas permukaan laut, sedangkan faktor endogen meliputi pilihan awal jenis biji teh atau bibit (clone) jenis pupuk,
pengawasan terhadap penyakit,
prosedur pemetikan, cara
pengangkutan, dan pengolahannya. Selanjutnya, Suryatmo (2003:2), menjelaskan mutu teh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukungnya seperti kandungan kimia dalam teh dan hasil uji organoleptik teh keringnya. Di antara senyawa
168
kimia yang paling besar peranannya dalam pembentukan cita rasa dan berbagai khasiat istimewa teh adalah katekin dari golongan polifenol. Semakin
tinggi kandungan katekin dalam produk teh
yang
dikonsumsi, semakain maksimal cita rasa, penampilan dan sifat-sifat serta khasiat khususnya dari segi kesehatan, pengobatan, anti kuman, dan sebagainya. Syarat-syarat
mutu
teh
ditetapkan
dengan
mengutamakan
ketampakan warna teh, aroma, rasa, warna dan aroma ampas teh, sebagai berikut: a). Mutu Khusus Ketampakan teh dengan bentuk besar, kurang besar atau kecil menurut jenisnya dan mengandung tip (pucuk daun), warna kehitam-hitaman, air seduhan
berwarna merah kekuning-kuningan, aroma harum dan rasa
kuat, serta ampas seduhan berwarna tembaga kehijauan dengan aroma harum b). Mutu I Ketampakan dengan bentuk besar, kurang besar, atau kecil menurut jenisnya dan persentase daun lebih banyak, warna teh kehitaman dan rata, air seduhan berwarna merah kekuning-kuningan, aroma harum dan rasa kuat, ampas seduhan berwarna merah tembaga, kekuningan dan kehijauan dengan aroma harum
169
c). Mutu II Ketampakan dengan bentuk besar, kurang besar, kecil menurut jenis dengan persentase daun lebih sedikit, warna teh kemerah-merahan dan kurang rata, air seduhan berwarna kurang merah, aroma kurang harum, rasa kurang kuat, dan ampas kehitaman serta aromanya kurang harum (Spillane (1992:75) Untuk melihat pilihan kualitas berdasarkan warna air seduhan, aroma, dan kekuatan rasa di enam wilayah penelitian dapat disajikan pada Tabel 4.25. Tabel 4.25. Pilihan Responden Tentang Kualitas Teh Berdasarkan Warna Air Seduhan, Aroma, dan Kekuatan Rasa. No
1
2
3
Kriteria
Warna Air Seduhan: • Merah Kehitaman • Merah Kekuningan • Merah Kemerahan • Hijau Kekuningan • Suram Jumlah Aroma : • Sangat Wangi • Wangi • Sedang • Biasa • Tidak Wangi Jumlah Kekuatan Rasa: • Sangat Sepet • Sepet • Sedang • Biasa • Tidak Pahit Jumlah
Kota Bandung (persen)
Kota Depok (%)
Kota Cirebon (%)
Kabupaten Bekasi (%)
Kabupaten Cirebon (%)
Kabupaten Purwakarta (%)
10,34 55,17 25,86 8,62 0,00
6,90 31,03 51,72 10,34 0,00
14,29 28,57 57,14 14,29 0,00
9,09 34,09 47,73 9,09 0,00
4,17 47,92 8,33 35,42 4,17
5,26 42,11 31,58 21,05 0,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
12,07 22,41 58,62 6,90 0
10,34 31,03 51,72 6,90 0,00
28,57 42,86 14,29 14,29 0,00
4,55 25,00 56,82 13,64 0,00
29,17 56,25 10,42 4,17 0,00
15,79 47,37 36,84 0,00 0,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
8,62 27,59 51,72 12,07 0,00
13,79 17,24 48,28 20,68 0,00
14,29 42,86 28,57 14,29 0,00
6,82 22,73 61,35 9,09 0,00
27,08 54,17 12,50 6,25 0,00
10,53 42,11 47,37 0,00 0,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Tabel 4.25 menunjukkan, preferensi responden yang berbeda antar wilayah penelitian. Di Kota Bandung, responden lebih dominan pada pilihan
170
warna air seduhan merah kekuningan dan merah kemerah-merahan, sedangkan pilihan warna air seduhan lainnya relatif kecil. Responden di Kota Depok, Kota Cirebon, dan Kabupaten Bekasi memiliki preferensi yang relatif sama yaitu lebih dominan pada pilihan warna air seduhan
merah kemerah-merahan dan merah kekuning-kuningan,
sedangkan lainya relatif kecil. Responden di Kabupaten Purwakarta, pilihan warna air seduhannya lebih berimbang pada tiga pilihan, yang menonjol merah kemerah-merahan, merah kekuning-kuningan. Namun, di daerah Kabupaten Cirebon sedikit berbeda, di mana responden lebih dominan pada pilihan rasa air seduhan merah kekuning-kuningan dan hijau kekuning-kuningan. Pilihan responden pada aroma teh di Kota (Bandung dan Depok) serta Kabupaten Bekasi lebih dominan pada pilihan yang beraroma sedang dan beraroma wangi. Namun,
di Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon
mempunyai karakteristik yang sama yaitu lebih memilih teh beraroma wangi dan sangat wangi, sedangkan di Kabupaten Purwakarta pilihannya lebih berimbang antara beraroma sedang, wangi, dan sangat wangi. Selain pilihan rasa air seduhan dan aroma, tidak kalah pentingnya preferensi responden pada kekuatan rasa air seduhannya. Pilihan pada kekuatan rasa, di Kota Bandung, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Purwakarta mempunyai karakteristik yang relatif sama, yaitu lebih banyak memilih rasa sedang dan sepet.
171
Kota Depok dan Kota Cirebon, pilihannya lebih merata pada empat pilihan, yaitu rasa sedang, biasa, sepet, dan sangat sepet, sedangkan, di Kabupaten Cirebon agak berbeda dengan responden di kota lainnya, di mana lebih dominan pada pilihan rasa sepet dan sangat sepet. Kebutuhan dan keinginan pembeli yang bervariasi menjadi pedoman bagi rancangan strategi pemasaran. Pembeli biasanya memperlihatkan preferensi dan prioritas produk yang berbeda-beda. Konsumen pada umumnya menginginkan produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dengan harga yang bersaing. Perbedaan-perbedaan inilah yang menciptakan segmentasi pasar (membagi-bagi pasar). Lamb et al., (2001:281) mengemukakan bahwa segmentasi pasar adalah proses menempatkan konsumen dalam sub-kelompok di pasar produk, sehingga para pembeli memiliki tanggapan yang hampir sama dengan strategi pemasaran dalam penentuan posisi perusahaan. Segmentasi memberikan peluang bagi perusahaan teh untuk menyesuaikan produk atau jasanya dengan permintaan yang efektif. Selanjutnya Cravens (2000:128), menjelaskan bahwa variabel segmentasi pasar dilihat dari karakteristik pasar konsumen terbagi atas dua kategori: (1) geografis (jarak, iklim) dan demografis (usia, pendapatan, pendidikan, pekerjaan), serta (2) psikografi yaitu, gaya hidup dan kepribadian.
172
Selain pertimbangan kualitas, responden juga mempertimbangkan merek teh pada saat melakukan pembelian. Hal ini mencerminkan bahwa merek produk teh merupakan faktor yang sangat penting bagi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian. Stanton et al., (1993:269), menjelaskan bahwa pada suatu produk sangatlah
penting
pemberian merek
untuk mempermudah konsumen
mengidentifikasikan produk atau jasa. Di samping itu, merek merupakan alat utama yang digunakan oleh pemasar untuk membedakan produk mereka dari produk pesaing. Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa indentitas
merek bukan hanya berupa logo atau nama produk, tetapi merupakan suatu campuran yang terpadu dari informasi verbal dan visual. Identitas ini pada umumnya harus mempunyai cakupan rasa, nilai-nilai, dan gaya hidup sesuai dengan konsumen sasaran agar memperoleh kredibilitas dan kepercayaan konsumen. Artinya sebagai suatu tugas yang memerlukan suatu pemahahaman tentang apa yang khas dari produk yang relevan dengan selera konsumen. Strategi merek akan berpengaruh terhadap citra merek (brand image) dari perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, beberapa merek yang paling berhasil di Amerika sudah menjadi sinonim dengan kategori produk.
173
Konsumen sering menanyakan ketersediaan Coke dan bukan Cola; serta menanyakan Kleenex bukan tisu. Di dalam negeri, beberapa merek teh yang telah terkenal seperti Sariwangi dan
Teh Sosro. Di mana, brand image
kedua merek tersebut telah sinonim dengan minuman keluarga. Citra merek yang diciptakan oleh produsen
melalui ekuitas merek
sangatlah penting. Sesuai dengan pendapat Gregorius Chandra (2002:137) menyatakan akseptansi konsumen terhadap produk baru dipengaruhi oleh citra merek. Apabila perusahaan memiliki ekuitas merek yang tinggi biaya peluncuran produk barunya cenderung lebih rendah. Citra merek dapat menekan persepsi
konsumen terhadap risiko
mencoba produk. Sebagai contoh, teh Sosro mempunyai strategi line extension, artinya menggunakan nama merek yang sudah mapan untuk diversifikasi produk barunya dalam kategori atau lini produk yang sama (teh botol Sosro, teh kotak Sosro). Merek yang baik memiliki karakteristik-karakteristik antara lain:(1) mengingatkan
pada kegunaannya, (2) mudah dieja, dibaca, diingat,
sederhana/pendek, dan memiliki
ciri khas tersendiri (Stanton, 1993: 271;
Lamb et al., 2001:421). Merek yang biasanya dibeli konsumen rumah tangga di enam daerah penelitian dapat disajikan pada Tabel 4.26.
174
Tabel 4.26. Pilihan Merek Teh oleh Responden Rumah Tangga No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
(%) 20,69 18,97 15,52 13,79 8,62 6,90 1,72 -
Kota Depok (%) 24,14 34,48 13,79 10,34 3,45 3,45 -
Kota Cirebon (%) 28,57 14,29 14,29 42,86 -
Kabupaten Bekasi (%) 25,00 11,36 13,64 11,36 6,82 4,55 4,55 2,27 4,55
Kabupaten Cirebon (%) 6,25 8,33 6,25 6,25 31,25 4,17 12,50 6,25 4,17
Kabupaten Purwakarta (%)
3,45 10,34 100,00
6,90 3,45 100,00
100,00
2,27 4,55 2,27 6,82 100,00
4,17 4,17 6,25 100,00
10,53 100,00
Kota Bandung
Merek
Sariwangi Sosro 2 Tang Cap Poci Upet Tongji Botol Kerbau Kepala Jenggot Bendera Sayang Anak Nutr tea Gopek Walini Jumlah
26,32 15,79 10,53 5,26 15,79 10,53 5,26 -
Tabel 4.26 menunjukkan, preferensi responden di Kota Bandung, Kota Depok, Kota Cirebon, dan Kabupaten Bekasi lebih banyak memilih merek teh Sariwangi, Sosro, 2 Tang, Cap Poci, Upet dan Walini. Namun, di Kabupaten Cirebon lebih banyak memilih merek Upet dan cap Botol, sedangkan di Kabupaten Purwakarta ada tiga merek yang paling disukai yaitu Sariwangi, Sosro, dan Upet Beberapa alasan utama mengapa responden memilih merek tersebut antara
lain,
kemasannya,
harga,
mudah
diperoleh,
dan
promosi.
Pertimbangan lainnya dari responden adalah daya tarik kemasan. Pendapat responden
tersebut, mencerminkan pada umumnya
kemasan yang dibuat oleh produsen sudah baik dan menarik, khususnya pada teh celup dilihat dari segi desain warna kemasannya, misalnya teh
175
merek Sosro memiliki keunikan dari segi budaya dengan desain kemasan bermotif batik Di samping itu setiap isi di dalamnya diberikan kemasan khusus, Merek Tong Tji lebih memilih desain warna merah yang menggambarkan warna air teh (black tea), di sisi depan terdapat gambar cangkir dan poci. Merek Sariwangi lebih menonjolkan warna biru – merah, di sisi depan terdapat gambar cangkir dan poci dengan latar belakang perkebunan teh, Cap Poci
lebih memilih warna kombinasi desain warna orange-merah-
kuning, dengan gambar sebuah poci, cangkir dan pisau. Merek Walini sebagai pendatang baru (produk baru) di pasar memiliki keunikan yang didominasi desain warna merah, kuning dan hijau sebagai daun teh serta di dalam kemasan dilapisi oleh almunium foil. Namun, pada teh curah masih banyak produk yang dipasarkan belum mempertimbangkan daya tarik kemasan, misalnya teh Cap Botol dan teh Upet dalam bentuk curah, produsen belum mempertimbangkan daya tarik kemasannya sebagai suatu daya tarik bagi konsumen. Fungsi pengemasan yang paling penting adalah untuk memuat dan melindungi produk, mempromosikan produk, memudahkan penyimpanan dan kemudahan penggunaan produk. Sejalan dengan pendapat Stanton (1993: 278), peranan kemasan dalam pemasaran semakin meningkat dan mulai diakui sebagai satu kekuatan utama dalam persaingan pasar.
176
Fungsi kemasan dalam pemasaran dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, makin meningkatnya standar kesehatan dan sanitasi yang dituntut oleh masyarakat. Oleh karena itu, memaksa pihak manajemen untuk terus
memperhatikan pembaharuan dalam desain kemasan. Menurut Portland, dikutip oleh Martini Pambayun (2003:32) dari Anstey
Healy Design, yang
bermarkas di Oregon, para pabrikan teh sedang
mengubah pendekatan dalam hal kemasan. Kemasan teh dibuat dari hiasan dengan tujuan untuk keindahan yang dapat mengungkapkan kepribadian tertentu yang berbeda beda untuk masing-masing produk. Pesan melalui kata-kata, gambar, dan warna, bercerita banyak kepada konsumen tentang nilai-nilai inti yang terkandung di balik produk dan manifestasi para pembeli untuk membuat
suatu hubungan emosional.
Harapan konsumen terhadap tampilan kemasan adalah “ apa yang kami lihat adalah apa yang kamu dapatkan “, citra kemasan harus mencerminkan apa yang ada di dalamnya, sedangkan pertimbangan lainnya adalah label produk. Setiap label produk makanan dan minuman sangat
penting menekankan
pada etiket dalam memberikan informasi (informational labeling). Selanjutnya, Lamb et al., (2001:434) mengemukakan informasi dalam kemasan perlu mempertimbangkan, pertama; etiket yang membujuk (persuasive labeling) yakni memfokuskan pada tema promosi atau logo, ke dua : etiket
yang memberi informasi (informational labeling) yang didesain
untuk membantu konsumen membuat pilihan atas suatu produk yang tepat
177
dan mengurangi
ketidaksesuaian
terhadap harapan konsumen
setelah
membeli. Stanton
(1993:
284),
memberikan
contoh
di Amerika
Badan
Pengawasan Obat dan Makanan yang dipasarkan (Food and Drug Administration) mengeluarkan standar label untuk makanan dan minuman yang diproses pabrik yaitu label produk harus mencantumkan secara lengkap kandungan nutrisi di dalamnya. Namun, di Indonesia pada umumnya perusahaan
teh
hanya
mencantumkan
cara
penyajian,
batas
akhir
penggunaan, nama perusahaan, tetapi belum mencantumkan jenis teh atau kualitas teh yang digunakan dan manfaat yang dikandungnya. Konsumen seringkali berpikir
mengenai manfaat
yang ia akan
rasakan jika mengkonsumsi atau membeli suatui produk, bukan mengenai atributnya. Konsumen mungkin tidak tertarik untuk mengetahui berbagai kandungan zat gizi (atribut) dari buah mengkudu, tetapi konsumen lebih tertarik untuk mengetahui apa manfaat buah mengkudu tersebut dan untuk mengobati penyakit apa. Konsumen akan merasakan dua jenis manfaat setelah mengkonsumsi suatu produk, manfaat
yaitu manfaat fungsional (functional consequences)
psikososial (psycosocial consequences). Manfaat
dan
fungsional
(functional consequence) adalah manfaat yang dirasakan konsumen secara fisiologis, misalnya salah satu iklan teh Sosro berbunyi “ minum teh Sosro
178
akan menghilangkan rasa letih dan dahaga, atau iklan susu Tropicana Slim yang
berusaha
mempengaruhi
pengetahuan
konsumen
dengan
menginformasikan manfaat fungsional dengan ungkapannya “ untuk terus mendapatkan manfaat susu, nggak perlu jadi gemuk, kan ?”. Iklan ini menekankan informasi bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari minum susu Tropicana Slim tanpa harus gemuk. Manfaat psikososial adalah aspek psikologis (perasaan, emosi, mood) dan aspek sosial (persepsi konsumen terhadap bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya) yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk. Contoh Slimming Tea Mustika Ratu “ tubuh langsing menjadikan penampilan lebih percaya diri ”. 4.3.2 Harga Penetapan harga yang tepat menunjang keberhasilan perusahaan, karena harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pendapatan bagi perusahaan, akan tetapi, keputusan mengenai harga sangat sulit ditetapkan. Harga yang terlalu mahal dapat meningkatkan laba jangka pendek, tetapi di sisi lain akan sulit dijangkau oleh konsumen dan dalam jangka panjang
harga yang tinggi dapat menjadikan konsumen berpindah pada
produk pesaing yang menetapkan harga yang lebih murah. Untuk
179
mengetahui tingkat persepsi responden terhadap harga komoditi teh dapat disajikan pada Tabel 4.27. Tabel 4.27 Persepsi Responden Rumah Tangga Terhadap Harga Teh
Murah
Kota Bandung F % 34 58.62
Kota Depok F % 12 41.38
Kota Cirebon F % 2 28.57
Kab. Bekasi F % 18 40.91
Kab. Cirebon F % 7 14.58
Sedang
22
14
48.28
4
22
50.00
23
Persepsi
37.93
57.14
47.92
Kab. Purwakarta F % 5 26.32 9
47.37
F 78
Total % 38.05
94
45.85
Mahal
2
3.45
3
10.34
1
14.29
4
9.09
18
37.50
5
26.32
33
16.10
Jumlah
58
100.00
29
100.00
7
100.00
44
100.00
48
100.00
19
100.00
205
100.00
Tabel 4.27 menunjukkan, pada umumnya responden menyatakan teh yang dijual di pasar harganya relatif tidak terlalu mahal (sedang) dan murah. Namun, yang menyatakan harga teh mahal relatif kecil Hal ini mencerminkan bahwa produsen teh memperhatikan harga sebagai indikator daya tarik bagi konsumen. Menurut keputusan
Cravens (2000:344), beberapa faktor mempengaruhi
manajemen
mengenai
bagaimana
strategi
harga
dalam
pemasaran. Salah satu hal yang penting adalah mengestimasi bagaimana para pembeli akan menanggapi harga-harga alternatif untuk suatu produk atau jasa. Banyaknya
permintaan, biaya produksi, dan distribusi
dapat
mempengaruhi keputusan penetapan harga. Konsumen sangat tergantung pada harga sebagai indikator kualitas sebuah produk, terutama jika konsumen harus membuat keputusan untuk membeli, sedangkan informasi yang diperoleh tidak lengkap.
180
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa persepsi konsumen terhadap kualitas produk berubah-ubah
seiring
dengan perubahan yang
terjadi pada harga. Jadi, semakin tinggi harga suatu produk makin tinggi pula kualitas produk yang dipersepsi oleh konsumen. Konsumen mempunyai persepsi seperti ini pada waktu mereka tidak memiliki petunjuk lain dari kualitas produk selain harga. Padahal persepsi kualitas dapat dipengaruhi pula oleh reputasi perusahaan, toko, periklanan, dan variabel lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa harga adalah atribut yang paling sering digunakan oleh sebagian besar konsumen untuk mengevaluasi produk, terutama masyarakat yang berpendapatan rendah. Diskon harga atau potongan harga dapat dijadikan suatu strategi untuk mempengaruhi konsumen dengan tujuan untuk memperbesar volume penjualan. Menurut Fandy Tjiptono (1999:166), potongan harga diberikan oleh penjual kepada pembeli sebagai penghargaan atas aktivitas tertentu dari pembeli yang menyenangkan bagi penjual. Senada dengan pendapat Stanton et al., (1993:366), setiap perusahaan pada dasarnya harus selalu waspada terhadap perubahan harga yang mungkin dilakukan oleh pesaing. Beberapa harga komoditi teh yang beredar di pasar dapat disajikan pada Tabel 4.28.
181
Tabel 4.28. Harga Beberapa Jenis Teh No
Merek
Isi Kemasaan
Harga (Rp)
1.
Sariwangi (hitam)
25 kantong = 50 gram
3.250
50 kantong = 100 gram
5.750
2.
Teh Sosro (wangi)
25 kantong = 50 gram
4.450
3
2 Tang (hitam)
30 kantong
2.900
4.
Teh Poci (hitam)
25 kantong = 50 gram
2.250
5
Walini (hitam)
25 kantong = 50 gram
2.750
6
Tong Tji (hitam)
25 kantong = 50 gram
3.250
7
Teh Upet (wangi)
25 kantong = 50 gram
2.750
8
Teh Upet Curah (wangi)
100 gram
3.000
9
Cap Botol Curah (wangi)
100 gram
3.250
Setiap perusahaan harus selalu siap dengan pedoman kebijakan tentang bagaimana reaksi perusahaan apabila pesaing memulai menurunkan harga dan memberikan diskon. Seiring dengan semakin ketatnya persaingan di antara
produsen teh, beberapa perusahaan telah
menerapkan strategi
penjualan. Produsen teh merek Sariwangi melakukan strategi diskon kuantitas (quantity discounts), jika membeli dua kemasan yang berukuran 50 kantong atau 50 gram dengan harga Rp.5.750.- ditambah bonus sebuah buku resep Sariwangi yang memuat hasil kreasi
para
pemenang lomba racik teh
Sariwangi, seperti teh lidah buaya shake, berinas (stroberi dan nanas) di lautan Sariwangi, es teh buah bersoda, es campur Sariwangi, dan teh tiramisu berlapis biskuit coklat. Di samping itu, produsen Sariwangi juga
182
memberikan bonus sebuah cangkir cantik untuk pembelian kemasan 100 gram. 4.3.3 Saluran Distribusi Strategi distribusi berkenaan dengan penentuan dan manajemen saluran distribusi yang dipergunakan oleh perusahaan untuk memasarkan barang dan jasanya sehingga produk tersebut dengan mudah
sampai di
tangan konsumen sasaran dalam jumlah dan jenis yang dibutuhkan. Untuk mengetahui lebih jelas tempat responden melakukan pembelian teh, dapat dilihat pada Tabel 4.29. Tabel 4.29. Pilihan Tempat Pembelian Komoditas Teh oleh Responden Kota Bandung F %
Kota Depok F %
Kota Cirebon F %
Kab. Bekasi F %
53
91.38
18
62.07
6
85.71
30
68.18
0
0.00
3
15.79
110
53.66
P.Tradisional
5
8.62
1
3.45
1
14.29
4
9.09
30
62.50
3
15.79
44
21.46
Toko
0
0.00
1
3.45
0
0.00
10
22.73
9
18.75
4
21.05
24
11.71
Warung/Kios
0
0.00
9
31.03
0
0.00
0
0.00
9
18.75
7
36.84
25
12.20
Teman/Kerabat
0
0.00
0
0.00
0
0.00
0
0.00
0
0.00
2
10.53
2
0.98
58
100.00
29
100.00
7
100.00
44
100.00
48
100.00
19
100.00
205
100.00
Pilihan Pasar .Modern
Jumlah
Kab. Cirebon F %
Kab. Purwakarta F %
F
Tabel 4.29 menunjukkan, responden pada masing-masing daerah penelitian membeli teh di tempat yang berbeda, seperti di Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Depok, dan Kabupaten Bekasi,
lebih dari separuh
responden membeli teh di pasar modern serta sebagian kecil saja yang melakukan pembelian di pasar tradisional.
Total %
183
Kabupaten Cirebon, lebih dari separuh responden memilih pasar tradisonal dan sebagian kecil yang membeli di toko atau warung. Akan tetapi di Kabupaten Purwakarta, responden lebih banyak membeli di warung atau kios yang terdekat, sebagiannya lagi membeli di toko, dan responden yang membeli di pasar modern serta pasar tradisional sama banyaknya. Di samping itu, ada juga responden yang membeli teh dari teman/keluarga, misalnya teh merek Arganaga. Kondisi ini mencerminkan bahwa ketersediaan produk teh di berbagai tempat bukan lagi suatu kendala bagi konsumen untuk memperoleh sesuai dengan keinginan atau sesuai dengan merek yang diinginkan.
Namun
demikian, tidak semua merek teh mempunyai saluran distribusi yang sama, seperti pada pasar modern beberapa merek yang dijual tidak terdapat pada pasar tradisional atau toko. Demikian sebaliknya, merek yang beredar di pasar tradisional tidak terdapat pada pasar moderen Cravens (2000:317), mengemukakan strategi distribusi yang baik mensyaratkan analisis penetrasi dari alternatif yang ada untuk memilih jaringan saluran yang paling sesuai dengan karakteristik produk, sedangkan Gregorius Chandra (2002:225), menjelaskan
pilihan saluran distribusi
berkaitan dengan tujuan penjualan. Oleh karena itu, tujuan penjualan dan distribusi dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu : (1) Account development, yaitu tujuan yang dirancang untuk menekankan penambahan distributor atau pelanggan baru.
184
(2) Distributor support, yaitu tujuan yang mengarah pada upaya menjalin kerjasama dengan para distributor grosir maupun eceran dalam rangka menerapkan strategi pemasaran. (3)
Account
maintenance,
yaitu
tujuan
yang
dirancang
untuk
mempertahankan posisi penjualan yang efektif melalui kunjungan penjualan reguler dalam rangka menyediakan informasi mengenai produk baru, mendapatkan informasi mengenai perubahan kebutuhan pelanggan atau distributor, dan melaksanakan aktivitas-aktivitas layanan pelanggan. (4)
Acount penetration, yaitu dirancang
untuk meningkatkan volume
penjualan total atau meningkatkan penjualan produk yang lebih menguntungkan dan produk komplementer lainnya kepada distributor atau pembeli saat ini. Pertimbangan konsumen rumah tangga untuk melakukan pembelian pada suatu tempat sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya; ketersediaan banyaknya pilihan merek dan rasa,
belanja bulanan,
kenyamanan dan keamanan, rekreasi, kebersihan, dekat dengan lokasi rumah, harga
relatif murah, mutu yang terjamin, serta alasan karena di
pasar tersebut tempat responden berdagang.
Alasan responden
rumah
tangga dalam memilih tempat pembelian teh dapat disajikan pada Tabel 4.30.
185
Tabel 4.30. Alasan Responden Rumah Tangga dalam Memilih Tempat Pembelian Kota Bandung F %
Kota Depok F %
Kota Cirebon F %
Kab. Bekasi F %
Kab. Cirebon F %
Kab. Purwakarta F %
Total %
Alasan Kenyaman/ keamanan
12
20.69
4
13.79
3
42.86
2
4.55
0
0.00
2
10.53
23
11.22
Rekreasi
10
17.24
3
10.34
2
28.57
2
4.55
0
0.00
2
10.53
19
9.27
2
3.45
4
13.79
2
28.57
2
4.55
2
4.17
6
31.58
18
8.78
15
25.86
12
41.38
0
0.00
13
29.55
6
12.50
0
0.00
46
22.44
B.Bulanan
9
15.52
3
10.34
0
0.00
19
43.18
9
18.75
5
26.32
45
21.95
Dekat
0
0.00
0
0.00
0
0.00
3
6.82
14
29.17
4
21.05
21
10.24
Harga
0
0.00
0
0.00
0
0.00
0
0.00
15
31.25
0
0.00
15
7.32
Mutu
10
17.24
3
10.34
0
0.00
0
0.00
0
0.00
0
0.00
13
6.34
0
0.00
0
0.00
0
0.00
3
6.82
2
4.17
0
0.00
5
2.44
58
100.00
29
100.00
7
100.00
44
100.00
48
100.00
19
100.00
205
100.00
Kebersihan B.Pilihan
Berdagang Jumlah
F
Tabel 4.30 menunjukkan, pada umumnya responden di wilayah Kota (Bandung, Depok, Cirebon) mengungkapkan alasan mereka membeli di pasar moderen, karena kenyamanan / kenyamanan, banyak pilihan merek/rasa/mutu terjamin, kebersihan, dan di samping membeli teh juga belanja bulanan atau sambil rekreasi. Responden di tiga wilayah Kabupaten (Bekasi, Purwakarta, Cirebon), pada umunya memberikan alasan karena kedekatan dengan tempat tinggal, harga yang relatif murah, dan banyak pilihan. Akan tetapi, ada lima responden
di
wilayah
Kabupaten
Bekasi
dan
Kabupaten
Cirebon,
memberikan alasan membeli teh di tempat tersebut (pasar tertentu) karena memang kesehariannya berdagang di tempat itu.
186
Seiring tumbuhnya perekonomian ke arah yang lebih baik, maka munculnya pasar swalayan di kota-kota besar maupun di daerah-daerah tidak dapat dielakkan lagi akibat kecenderungan masyarakat pada umumnya lebih senang berbelanja di pasar swalayan tersebut. Besarnya minat konsumen memilih pasar swalayan sebagai tujuan berbelanja, karena cukup tersedia jaminan kualitas barang yang dibeli, ruangan nyaman ber AC serta barang yang akan dibeli lebih lengkap. Penelitian Taufiq Amir (2004:16), di PD Pasar Jaya Jakarta alasan konsumen berbelanja di pasar swalayan tersebut, disebabkan adanya mutu barang yang terjamin, kepastian harga, dapat berbelanja sambil rekreasi, menghemat waktu, dapat memakai kartu kredit, lebih nyaman, dan penataan barang yang menarik. Hasil penelitiannya di AC Neelson Indonesia mencatat berbagai trend menarik tentang industri ritel, menyatakan bahwa jumlah konsumen yang berbelanja
di pasar swalayan cenderung meningkat terutama untuk
konsumen yang hidup di perkotaan. Cakupan luas wilayah pemasaran menjadi strategi yang penting untuk memperkenalkan produk dan meningkatkan penjualan. Senada
dengan
pendapat Fandy Tjiptono (1999:208), menjelaskan bahwa ada tiga strategi yang dapat dilakukan: (1) Distribusi eksklusif, yaitu produsen hanya menunjuk satu orang perantara khusus untuk menyalurkan barang ke daerah atau wilayah tertentu,
187
dengan syarat perantara tersebut tidak boleh menjual produk produsen lain. Strategi ini membutuhkan adanya kemitraan yang kuat antara produsen dan perantara, keuntungan strategi ini loyalitas perantara yang tinggi, meningkatkan citra produk, dan tingkat pengendalian yang tinggi atas harga yang diberikan perantara, sedangkan kelemahannya antara lain volume penjualan rendah dan opportunity cost produsen di suatu daerah menjadi besar. Strategi distribusi eksklusif digunakan oleh produsen teh merek Arganaga, yang hanya ada satu distributor di Kota Bandung yaitu: di perumahan Arcamanik yang langsung menjual ke konsumen akhir (2) Distribusi intensif, yaitu produsen berusaha menyediakan produknya di semua retail outlet yang mungkin memasarkannya. Keuntungan strategi ini adalah produk perusahaan tersedia secara luas. Kelemahan strategi ini adalah sulit mengendalikan outlet yang terlalu banyak dan komitmen retailer untuk melakukan promosi produk rendah. Strategi distribusi intensif digunakan anatara lain oleh produsen teh merek Sariwangi. (3) Distribusi selektif, yaitu strategi yang menempatkan produk perusahaan di beberapa retail outlet saja dalam satu daerah tertentu. Keuntungan dari strategi ini adalah mampu mendapatkan cakupan pasar yang cukup luas dengan tingkat pengendalian yang besar tanpa biaya tinggi, dan
188
memberikan laba yang cukup besar bagi produsen serta
perantara,
sedangkan kelemahannya adalah risiko kegagalan cukup tinggi, jika gagal memperoleh cakupan pasar bagi produk tersebut. Strategi distribusi selektif digunakan oleh produsen teh merek Walini, yang hanya memilih beberapa supermarket misalnya Supermarket Yogya dan Supermarket Griya. Di samping strategi cakupan distribusi di atas, perusahaan hendaknya melakukan saluran distribusi berganda (multiple channel strategy) dengan tujuan untuk mencapai segmen pasar yang berbeda dalam pasar yang luas dan untuk memperoleh akses yang optimal
pada setiap segmen.
Penggunaan saluran distribusi ganda ini ada dua jenis yaitu: (1) Saluran komplementer, yaitu jika masing-masing saluran menjual produk yang tidak saling berhubungan atau melayani segmen pasar yang tidak saling berhubungan. Tujuan dari penggunaan saluran komplementer adalah untuk mencapai segmen pasar yang tidak dapat dicapai oleh saluran distribusi perusahaan yang ada sekarang (2) Saluran kompetitif, yaitu jika produk yang sama dijual melalui dua saluran yang berbeda tapi bersaing satu sama lain. Tujuan strategi ini untuk meningkatkan penjualan. Hal ini didasarkan atas pandangan bahwa jika para distributor
harus
saling bersaing, baik dalam menjual produk perusahaan maupun produk
189
perusahaan lainnya, maka masing-masing distributor akan bekerja dan berusaha secara gigih. Meskipun demikian strategi ini memerlukan penanganan yang cermat, karena
mengandung risiko yang cukup besar berupa beralihnya
distributor sehingga lebih suka menjual produk perusahaan lain. Strategi ini digunakan untuk merespons perubahan lingkungan (Fandy Tjiptono, 1999:210). 4.3.4 Promosi Komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik terutama konsumen sasaran atas keberadaan suatu produk.
Untuk menyampaikan komunikasi pemasaran tersebut
medianya harus tepat, isi pesan promosi
hendaknya
pilihan
menarik, informasi
yang disampaikan jelas, dan personalitynya punya daya tarik. (a) Media Promosi Media penyampaian pesan memegang peranan yang sangat penting dalam proses komunikasi. Tanpa media,
pesan
tidak
akan
sampai
kepada kelompok audiens yang diinginkan. Memilih media yang tepat akan sangat menentukan apakah pesan yang ingin disampaikan kepada kelompok sasaran sampai atau tidak. Konsumen rumah tangga
memperoleh informasi tentang
produk atau merek
melalui beberapa media, seperti tampak pada Tabel 4.31.
teh
190
Tabel 4.31. Sumber Informasi Responden tentang Merek Produk Teh Kota
Kota
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Bandung
Depok
Cirebon
Bekasi
Cirebon
Purwakarta
Sumber
F
%
F
%
F
TV Radio Koran Majalah/ Bilboard Teman/ Keluarga
40 7 6
68.97 12.07 10.34
17 3 4
58.62 10.34 13.79
4 3 0
4
6.90
3
10.34
1 58
1.72 100.00
2 29
6.90 100.00
Jumlah
%
F
%
F
%
F
57.14 42.86 0.00
23 15 2
52.27 34.09 4.55
21 21 2
43.75 43.75 4.17
7 5 2
0
0.00
2
4.55
2
4.17
0 7
0.00 100.00
2 44
4.55 100.00
2 48
4.17 100.00
%
Total F
%
36.84 26.32 10.53
112 54 16
54.63 26.34 7.80
2
10.53
13
6.34
3 19
15.79 100.00
10 205
4.88 100.00
Tabel 4.31 menunjukkan, di tiga kota (Bandung, Depok, Cirebon) dan Kabupaten Bekasi lebih dari lima puluh persen responden mengetahui merek teh dari media televisi, sedangkan di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Purwakarta, responden mengetahui merek teh melalui media televisi dan radio
hampir
sama
banyaknya,
namun
sebagian
mengetahuinya dari koran atau majalah/bilboard.
kecil
responden
Hal ini mencerminkan,
bahwa iklan atau informasi melalui media televisi dianggap cukup efektif menggugah konsumen untuk melakukan pembelian. Temuan
ini
memperkuat
hasil
penelitian
Dadang
Suryadi
dkk.,(2002:105), yang menyimpulkan bahwa televisi merupakan media yang efektif sebagai alat promosi iklan untuk menyampaikan informasi teh. Seiring dengan perkembangan pembangunan sarana dan prasarana sampai di pedasaan, yang berdampak pada perkembangan teknologi informasi
hampir di seluruh wilayah Indonesia dapat menangkap stasiun
191
televisi swasta dan hampir seluruhnya responden memiliki televisi, sehingga mereka dapat menangkap iklan teh melalui media tersebut. Lebih lanjut, Peter dan Olson (2000:101), menjelaskan hasil penelitian di Amerika
dalam kurun waktu tahun 1967, 1982, dan 1997, total jumlah
iklan meningkat dua kali lipat dengan menggunakan media iklan produk terutama televisi, majalah, koran, radio, dinding-dinding bus atau halte, dan papan Bilboard ditemukan hampir di semua jalan besar. Beberapa merek teh yang terkenal seperti Sariwangi, Sosro, dan teh cap Botol telah
melakukan periklanan melalui media televisi, radio, juga
dapat dilihat hampir di setiap
persimpangan jalan utama mencantumkan
papan Bilboard. (a) Daya Tarik Promosi Teh Promosi yang disampaikan melalui media yang telah diuraikan di atas, memunculkan berbagai tanggapan dari responden,
seperti tampak pada
Tabel 4.32. Tabel 4.32 Tanggapan Responden tentang Daya Tarik Promosi Teh
Tanggapan
Kota
Kota
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Bandung
Depok
Cirebon
Bekasi
Cirebon
Purwakarta %
Total
F
%
F
%
F
%
F
%
F
%
F
F
%
Menarik
23
39.66
11
37.93
3
42.86
15
34.09
20
41.67
7
36.84
79
38.54
Jelas
10
17.24
5
17.24
2
28.57
7
15.91
8
16.67
4
21.05
36
17.56
19
32.76
9
31.03
2
28.57
19
43.18
18
37.50
7
36.84
74
36.10
Tidak
Mdh di ingat Personalty Jumlah
6
10.34
4
13.79
0
0.00
3
6.82
2
4.17
1
5.26
16
7.80
58
100.00
29
100.00
7
100.00
44
100.00
48
100.00
19
100.00
205
100.00
192
Tabel 4.32 menunjukkan, hasil penelitian di enam wilayah penelitian, mengungkapkan sebagian besar responden menyatakan daya tarik promosi melalui iklan teh di media televisi tidak menarik, dibandingkan dengan iklan non-teh (susu, soft drink) yang menurut responden lebih menarik serta bervariasi. Namun demikian, sebagian besar responden menyatakan iklan teh mudah diingat. Walaupun, sebagian kecil responden menyatakan iklan teh jelas dan daya tarik personality cukup menarik. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
pesan yang disampaikan oleh
produsen melalui berbagai media terutama televisi perlu dievaluasi kembali agar pemirsa menjadi lebih tertarik. Sejalan dengan meningkatnya jumlah informasi pemasaran dalam lingkungan konsumen, maka konsumen menjadi semakin selektif terhadap informasi pemasaran. Meningkatnya teknologi, memungkinkan konsumen memilih iklan televisi yang ingin mereka tonton dengan lebih mudah, berkat remote control, pemirsa dapat berpindah dari satu stasiun ke stasiun lain selama jeda iklan. Salah satu strategi untuk menghindari pemirsa memindahkan saluran TV, maka produsen perlu mengembangkan iklan yang sangat menarik dengan mendemonstrasikan
tata cara
penyeduhan dan manfaat yang
dikandung dalam produk teh, yang baik agar mendapatkan khasiat teh yang optimal, sehingga mereka tidak tertarik pindah ke saluran TV yang lain (Peter dan Olson; 2000:101).
193
Produsen
dalam kegiatan promosi hendaknya memperhatikan dari
aspek isi pesan yang menyangkut product advertising yaitu iklan yang berisi informasi produk suatu perusahaan dan institutional advertiising yaitu iklan didesain untuk memberikan informasi tentang usaha bisnis pemilik iklan dan membangun goodwill serta image positif bagi perusahaan. Seperti yang dikemukakan oleh Gregorius Chandra (2002:170) dalam perancang pesan berkaitan erat dengan empat isu utama, yaitu: (1). Apa yang ingin disampaikan (isi pesan atau message content), yaitu menyangkut tiga macam daya tarik (a) daya tarik rasional (rational appeals) yaitu menekankan manfaat produk, kualitas produk, dan harga; (b)
daya
tarik
emosional
(emotional
appeals)
yaitu
berusaha
memanfaatkan emosi positif seperti, humor, cinta, rasa bangga, rasa senang atau emosi negatif seperti, rasa takut, rasa bersalah, malu; dan (c) daya tarik moral (moral appeals) yaitu berfokus pada upaya mendorong konsumen agar mendukung dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas sosial. Strategi isi pesan yang
pada umumnya dilakukan oleh produsen teh,
mengacu pada daya tarik rasional dengan menawarkan harga yang relatif sama antar merek produk teh dan daya tarik emosional yang positif seperti salah satu iklan yang berbunyi “ kebersamaan dalam keluarga tidaklah lengkap tanpa secangkir teh”.
194
(2) Bagaimana
menyampaikan secara logis struktur pesan
structure), yaitu berkaitan dengan penarikan kesimpulan drawing
(message (conclusion
one sided arguments) artinya bentuk presentasi pesan yang
semata-mata hanya menegaskan
keunggulan produk, sedangkan two
sided arguments artinya di samping menyebutkan keunggulan produk sekaligus kelemahan produk. (3). Bagaimana cara menyampaikan secara simbolis tentang format pesan (message format) yaitu menyangkut ilustrasi dan warna yang biasanya digunakan dalam periklanan di media cetak. Kualitas suara
dan
vokalisasi yang biasanya untuk iklan di radio. Kata-kata, warna, ilustrasi, kualitas suara, dan body language yang biasanya untuk iklan di televisi (TV), serta pertimbangan warna, tekstur, ukuran, bentuk, dan aroma untuk strategi kemasan produk. (4). Siapa yang harus source)
menyampaikan
atau
sumber pesan (message
terutama menyangkut kredibilitas penyampaian pesan. Sumber
pesan yang atraktif atau populer cenderung dapat meraih perhatian dan ingatan yang lebih besar dibandingkan dengan orang awam. Itulah sebabnya kalangan selebriti banyak dimanfaatkan dalam iklan. Ketidakjelasan informasi yang disampaikan melalui promosi akan berakibat pada ketidaktahuan konsumen
betapa besar manfaat
yang
dikandung oleh produk teh. Jika diamati pada setiap kemasan teh hanya mencantumkan cara penyeduhan saja belum mencantumkan komponen
195
komponen yang dikandungnya, seperti produk susu pada kemasannya telah mencantumkan
semua
nutrisi
yang dikandung, atau produk minuman
kesehatan merek Lemon, pada kemasannya telah mencantumkan komponen dan komposisi kandungan vitamin, energi, protein, lemak, serta karbohidrat yang dipromosikan mempunyai kegunaan sebagai antioksidan. Strategi ini dilakukan dilakukan agar
konsumen dapat mengetahui
dan menjadi pertimbangan dalam pembelian. Menurut Anthor Junzhi (1993), menjelaskan bahwa setiap 100 gram teh kering jumlah kadar vitamin utama seperti pada Tabel 4.33. Tabel 4.33. Jumlah Kadar Vitamin Utama pada 100 Gram Teh Kering Jenis Vitamin
Kandungan Setiap 100 Gram Teh Kering (mg)
Vitamin C
100 – 150
Vitamin P
340
Vitamin B1
150 – 600
Vitamin B2
1,3 – 1,7
Vitamin B5
5,0 – 7,5
Vitamin B6
50 – 76
Vitamin B3
1,0 – 2,0
Vitamin H
50 – 80
Vitamin E
30 – 80
Vitamin K
40 – 80
Vitamin B12
15 – 25
Inositol
1,0
Sumber : Anthor Junzhi, Tahun 1993. Di samping menjelaskan
informasi pada Tabel 4.33, juga sangat
penting dicantumkan kandungan kimia dalam teh, seperti dijelaskan oleh
196
Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung (1997) yang disajikan padaTabel 4.34. Tabel 4.34. Kandungan Kimia dalam Teh Komponen Kesehatan/obat - Polyfenol - Kafein - Methylxanthins - Peptida - Phenolik -Tanin - Mineral -Zat aromatis - Zat organik
Komponen Nutrisi - Protein - Asam Amino - Lemak - Karbohidrat - Vitamin - Mineral
Vitamin - Vitamin C (Asam Askorbat) - Vitamin P (Ruttin) - Vit.B1, B2, B3, B6, dan B12 - Vit. H - Vit. E - Vit. K - Inositol
Mineral - Potassium - Zink - Fluorin - Mangaanese(Mn) -- Natrium
Sumber : Pusat Penelitian Teh dan Kina, Tahun 1997.
Tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi dan membujuk serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan produk yang dihasilkan. Untuk mencapai tujuan promosi sangatlah tergantung pada efektivitas
media yang digunakan untuk melakukan
promosi. Menurut Kotler (2000:550), menjelaskan dewasa ini terdapat suatu pandangan baru yang memandang komunikasi sebagai dialog interaktif antara perusahaan dan pelanggannya yang berlangsung selama tahap prapenjualan, penjualan, konsumsi dan prakonsumsi. Perusahaan tidak hanya menyatakan bagaimana dapat mencapai
197
pelanggan, melainkan
juga
perusahaan.
terobosan
Adanya
bagaimana pelanggan bisa teknologi,
mencapai
konsumen
dapat
berkomunikasi melalui media tradisional ( surat kabar, radio, TV) dan
juga
melalui media komunikasi yang lebih canggih (komputer, faks, ponsel, internet). Daya tarik personality sangat penting untuk menyampaikan pesan dalam promosi. Menurut Gregorius
Chandra (2002:170), penggunaan
sumber pesan yang kredibel biasanya akan memiliki daya persuasif yang besar. Kredibilitas sumber pesan dipengaruhi oleh tiga faktor (1) expertise, yaitu pengetahuan khusus yang dimiliki oleh komunikator. Contoh dokter memiliki kredibilitas tinggi dalam memberikan resep
obat bagi para
pasiennya, sehingga jarang ditemukan pasien memprotes obat yang diresepkan, (2) trustworthiness, berkenaan dengan persepsi audiens terhadap objektivitas dan kejujuran sumber pesan, dan (3) likeability yaitu daya tarik sumber pesan, misalnya populer, cantik, ganteng, dan humoris. Fandy Tjiptono (1999:227), menjelaskan tujuan periklanan dapat dibagi atas berupaya
tiga
aspek: (1)
pioneering
advertising
yaitu
iklan
yang
menciptakan permintaan awal, (2) competitive advertising yaitu
iklan yang berupaya mengembangkan pilihan pada merek tertentu, dan (3)
198
reminder advertising yaitu iklan yang berupaya melekatkan nama atau merek produk tertentu di benak khalayak. Selain itu,
Gregorius Chandra (2002:170), menjelaskan tujuan
komunikasi dapat diarahkan pada pengembangan respons yang diharapkan pada tiga tahap yaitu: tahap kognitif, afektif dan tahap konatif. Ketiga tahapan ini
dikenal
dengan
Learn-Fee-Do,
yang
dijadikan
dasar
dalam
pengembangan model hirarki respons dengan model AIDA (attention, interest, desire, action).
4.4 Keputusan Pembelian Komoditas Teh oleh Konsumen Rumah Tangga Keputusan merupakan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Menurut Ujang Sumarwan (2004:307), menjelaskan apabila seorang konsumen hendak melakukan pilihan, maka ia harus memiliki alternatif. Ada empat macam perspektif dari model tingkah laku keputusan dari individu, yaitu: (1) manusia ekonomi (economic man) adalah manusia dipandang sebagai individu yang melakukan keputusan secara rasional, (2) manusia pasif (passive man) adalah manusia sebagai individu yang digambarkan sebagai pembeli yang irasional, (3) manusia kognitif (cognitive man) adalah manusia sebagai individu yang berpikir untuk memecahkan masalah dalam mencari alternatif produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasannya, dan (4) manusia emosional (emotional man) adalah
199
manusia sebagai individu yang memiliki perasaan mendalam dan emosi yang mempengaruhi pembelian. Keputusan pembelian komoditas teh yang dilakukan oleh konsumen rumah tangga mengenai jumlah (gram), jenis yang disukai, kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan, dan loyalitas mereka terhadap merek tertentu akan diukur secara empirik sebagai berikut. (a)
Jumlah Pembelian Per Bulan (gram) Jumlah
anggota
keluarga
pada
masing-masing
rumah
tangga
responden, akan mempengaruhi jumlah konsumsi teh per bulan. Diperoleh informasi bahwa tingkat konsumsi teh
responden
rumah tangga
sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4.35. Tabel 4.35. Jumlah Teh yang Dibeli Per Bulan (gram) Kota Bandung
Kota Depok
Kota Cirebon
Jumlah (Gram)
F
%
F
%
50-100
33
56.90
13
44.83
3
42.86
150-200
22
37.93
12
41.38
4
250-300
3
5.17
4
13.79
350-400
0
0.00
0
Jumlah
58
100.00
29
F
%
Kab. Cirebon
Kab. Bekasi
Total
%
F
%
F
%
F
%
27
61.36
28
58.33
12
63.16
116
56.59
57.14
15
34.09
20
41.67
6
31.58
79
38.54
0
0.00
2
4.55
0
0.00
1
5.26
10
4.88
0.00
0
0.00
0
0.00
0
0.00
0
0.00
0
0.00
100.00
7
100.00
44
100.00
48
100.00
19
100.00
205
100.00
Tabel 4.35 memperlihatkan,
F
Kab. Purwakarta
di Kota Bandung lebih dari separuh
(56,90 persen) responden mengkonsumsi antara 50 – 100 gram per bulan per rumah tangga, kemudian 37,93 persen mengkonsumsi rata-rata antara
200
150-200 gram, dan hanya 5,17 persen yang mengkonsumsi 250-300 gram per bulan per rumah tangga. Kota Depok hampir sama banyaknya yang mengkonsumsi antara 50100 gram dan 150-200 gram masing-masing 44,83 persen dan 41,38 persen, sisanya 13,79 persen mengkonsumsi rata-rata antara 250-300 gram dan hanya 5,17 persen yang mengkonsumsi 250-300 gram per bulan per rumah tangga. Kota Cirebon lebih dari separuhnya (57,14 persen) mengkonsumsi antara 150-200 gram dan
sisanya 42,86 persen mengkonsumsi rata-rata
antara 50-100 gram, sedangkan di tiga Kabupaten (Bekasi, Cirebon, dan Purwakarta) lebih dari separuh mengkonsumsi antara 50 – 100 gram per bulan per rumah tangga, dan sisanya mengkonsumsi di atas 150 – 200 gram. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
jumlah
konsumsi per kapita adalah 295,928 gram (dengan asumsi jumlah keluarga rata-rata 5 orang), hampir sama banyaknya dengan konsumsi
rata-rata
nasional yang mencapai 350 gram per kapita per tahun. Akan tetapi, perbedaannya cukup besar jika dibandingkan dengan konsumsi teh rata-rata dunia yang mencapai 933 gram per kapita, seperti tampak pada Gambar 4.10.
Konsumsi teh per kapita
201
933
1,000.00 800.00 600.00 400.00
350
295.92
200.00 0.00 Jawa Barat
Nasional
Dunia
Gambar 4.10. Grafik Jumlah Konsumsi Teh Rata-rata Per Kapita/Tahun, Jawa Barat, Nasional, dan Dunia.
Rendahnya
tingkat
konsumsi
tersebut
berkaitan
erat
dengan
rendahnya penghargaan konsumen terhadap teh dan masih beranggapan bahwa minuman teh adalah hanya sekedar penawar rasa haus. Selain itu, rendahnya tingkat konsumsi teh disebabkan cara penyeduhan yang dilakukan belum sesuai yang diajurkan pada label kemasan (tepat jumlah) artinya setiap satu kantung teh celup disarankan hanya untuk satu cangkir, tetapi konsumen rumah tangga memanfaatkan untuk beberapa cangkir. Pada takaran teh curah, disarankan setiap satu sendok teh gula hanya untuk satu cangkir dan kemudian ampas teh tidak dimanfaatkan lagi agar memperoleh khasiatnya. Walaupun,
terungkap bahwa konsumen rumah
tangga memiliki persepsi bahwa dengan minum teh akan memperoleh
202
manfaat kesehatan, namun hal ini masih bersifat kognitif (pengetahuan), affektif (kepercayaan) konsumen belum pada tingkatan tindakan (konatif). Nana Subarna12) menjelaskan masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap teh, karena sebagian besar orang Indonesia belum mengetahui setiap teh yang dihasilkan dari berbagai perkebunan, memiliki aroma dan cita rasa yang berbeda-beda. Apresiasi yang rendah tersebut menyebabkan konsumsi teh Indonesia hanya mencapai 350 gram per kapita per tahun. Padahal
konsumsi
dikatakan tinggi jika angkanya mencapai 500 gram per kapita per tahun. Keberdaan tanaman teh di Indonesia khususnya Jawa Barat telah lebih dari tiga abad. Namun, konsumsi masyarakat Jawa Barat masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang bukan penghasil teh. (b) Jenis Teh yang dibeli Di pasar domestik dikenal tiga jenis teh yaitu teh hitam, hijau, dan teh wangi. Ke tiga jenis teh tersebut dibedakan dari cara pengolahannya. Teh hitam dalam proses pengolahannya
terjadi fermentasi yang merupakan
proses oksidasi ereinatis. Proses pengolahan teh hijau fermentasi enzim
dalam daun teh
dihilangkan dengan cara pengeringan, sedangkan teh wangi adalah teh yang berasal dari teh hijau yang dicampur dengan bunga melati sebagai
12
). Kompas, 2004. Minum Teh Belum Dianggap Bergengsi., 20 Desember: Jakarta.
203
penambah aroma. Untuk mengetahui jenis teh yang dibeli oleh responden rumah tangga di enam wilayah penelitian dapat disajikan pada Tabel 4.36. Tabel 4.36. Jenis Teh yang Dibeli oleh Konsumen Rumah Tangga Kota Bandung
Kota Depok
Kota Cirebon
Kab. Bekasi
Kab. Cirebon
Kab. Purwakarta
Total
Jenis Teh Hitam Curah Hitam Celup Hijau Curah
F 5
% 8.62
F 5
% 17.24
F 2
% 28.57
F 4
% 9.09
F 3
% 6.25
F 4
% 21.05
F 23
% 11.22
17
29.31
12
41.38
3
42.86
4
9.09
4
8.33
4
21.05
44
21.46
14
24.14
4
13.79
0
0.00
14
31.82
10
20.83
4
21.05
46
22.44
Hijau Celup
8
13.79
5
17.24
0
0.00
15
34.09
7
14.58
3
15.79
38
18.54
Wangi Curah Wangi Celup Jumlah
9
15.52
3
10.34
2
28.57
0
0.00
19
39.58
0
0.00
33
16.10
5
8.62
0
0.00
0
0.00
7
15.91
5
10.42
4
21.05
21
10.24
58
100.00
29
100.00
7
100.00
44
100.00
48
100.00
19
100.00
205
100.00
Tabel 4.36 menunjukkan, jenis teh yang dibeli oleh konsumen rumah tangga di tiga Kota (Bandung, Depok, dan Cirebon) relatif sama dan merata pada beberapa jenis teh, sedangkan di tiga Kabupaten (Bekasi, Cirebon, dan Purwakarta)
lebih menyukai
teh hijau curah dan celup, serta teh wangi
celup, terutama di daerah Kabupaten Cirebon lebih banyak menyukai teh wangi curah, karena salah salah satu pabrik teh wangi merek Upet berlokasi di Kabupaten Cirebon yang menguasai pasar setempat. Pilihan tersebut mencerminkan konsumen rumah tangga memilih jenis teh, terutama teh hitam untuk memperoleh warna dan mutu rasa air seduhan yang lebih sepet, sedangkan alasan memilih kemasan celup hanya sematamata karena kepraktisan dalam penyajian. Konsumen mengkonsumsi teh
204
hijau mempunyai alasan untuk memperoleh manfaat kesehatan. Namun, yang mengkonsumsi teh wangi melati hanya untuk memperoleh aroma yang wangi dan memiliki rasa khas. Hasil temuan ini melengkapi hasil penelitian Nana Subarna et al., (1997:93), menyatakan mutu rasa air seduhan (core product quality) menjadi tolok ukur konsumen dalam memilih teh di pasaran dibanding unsur lainya, seperti warna air seduhan dan bentuk partikelnya. Dalam temuan penelitian ini, ternyata konsumen rumah tangga tidak hanya berpatokan pada mutu rasa air seduhan, tetapi juga mempertimbangkan aroma dan warna air. (c) Kepuasan dan ketidakpuasan Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancy disconfirmation model,
yang
mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk teh yang dibeli tersebut. Tingkat kepuasan dan ketidakpuasan konsumen dapat disajikan pada Tabel 4.37. Tabel 4.37 menunjukkan, responden
di enam
wilayah penelitian
relatif sama yaitu sebagian besar responden menjawab puas dan sangat puas. Sebagian lagi menjawab cukup puas dan hanya sebagian kecil menjawab tidak puas. Hal ini mengcerminkan bahwa faktor kepuasan atau
205
ketidakpuasan konsumen
sangat penting, karena konsumen tidak akan
berhenti hanya sampai pada proses konsumsi. Tabel 4.37. Tingkat Kepuasan dan Ketidakpuasan
Pilihan Sangat Puas
Kota Bandung F % 8 13.79
Kota Depok F % 9 31.03
Kota Cirebon F % 3 42.86
Kab. Bekasi F % 17 38.64
Kab. Cirebon F % 17 35.42
Kab. Purwakarta F % 5 26.32
Puas
25
43.10
12
41.38
2
28.57
19
43.18
14
29.17
9
Cukup Puas
20
34.48
8
27.59
2
28.57
1
2.27
17
35.42
Tidak Puas
3
5.17
0
0.00
0
0.00
7
15.91
0
S.Tidak Puas Jumlah
2
3.45
0
0.00
0
0.00
0
0.00
58
100.00
29
100.00
7
100.00
44
100.00
F 59
Total % 28.78
47.37
81
39.51
2
10.53
50
24.39
0.00
3
15.79
13
6.34
0
0.00
0
0.00
2
0.98
48
100.00
19
100.00
205
100.00
Konsumen akan melakukan proses evaluasi
terhadap produk teh
yang telah di konsumsinya. Hasil dari proses evaluasi adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap
pasca
merek
konsumsi produk teh
tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk teh, maka ia memiliki harapan
tentang
bagaimana
produk
tersebut
berfungsi
(product
performance): (1) Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, iniah yang disebut sebagai diskonfirmasi positif (positive discorfirmation). Jika ini terjadi, maka konsumen akan merasa puas. (2) Produk berfungsi seperti yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak
206
memberikan rasa puas, dan produk tersebut tidak mengecewakan konsumen. Konsumen akan memiliki perasaan netral. (3) Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, maka inilah yang disebut sebagai diskonfirmasi negatif (negative discorfirmation). Produk yang berfungsi buruk, tidak sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan kekecewaan, sehingga konsumen tidak puas (Arnould et al., 2003;625-626).
(d) Loyalitas Kunci sukses suatu perusahaan agar tetap eksis terletak pada kemampuannya untuk mempertahankan pelanggannya (retensi), oleh karena itu perusahaan perlu mendeteksi sikap pelanggan terhadap perusahaan yang dibentuk melalui kontak langsung dengan obyek sikap yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, sehingga terjalin hubungan pelanggan dengan perusahaan menjadi kuat. Kondisi ini tercermin dari perilaku pelanggan seperti, menceritakan halhal yang positif tentang produk perusahaan, merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain, loyal, atau tidak keberatan untuk membayar produk yang dihasilkan dengan harga yang lebih mahal (pay more). Sebaliknya, produk yang gagal memenuhi fungsinya akan menimbulkan sikap negatif yang menyebabkan pelanggan akan pindah ke produk lain yang
207
merupakan pesaing.
Untuk melihat
loyalitas konsumen rumah tangga
terhadap merek produk teh disajikan pada Tabel 4.38. Tabel 4.38 Loyalitas Terhadap Merek Produk Teh Bila merek dikonsumsi ada, maka :
yang tidak
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Depok
Kab. Bekasi
Kab. Cirebon
Kab. Purwakarta
Total
Menunda pembelian
F 4
% 6.90
F 3
% 10.34
F 1
% 14.29
F 3
% 6.82
F 8
% 16.67
F 2
% 10.53
F 21
% 10.24
Beli merek lain
49
84.48
18
62.07
4
57.14
18
40.91
17
35.42
10
52.63
116
56.59
5
8.62
8
27.59
2
28.57
23
52.27
23
47.92
7
36.84
68
33.17
58
100.00
29
100.00
7
100.00
44
100.00
48
100.00
19
100.00
205
100.00
Mencari di tempat lain Jumlah
Tabel 4.38 menunjukkan, responden di enam wilayah penelitian, lebih dari separuh responden menyatakan bila merek yang biasanya dikonsumsi tidak ada maka mereka mengambil keputusan untuk membeli merek lain, dengan jenis yang sama dengan yang biasanya dikonsumsi sehari-hari. Kondisi ini terjadi terutama di tiga wilayah kota, persentasenya ratarata di atas 57 %, bahkan di wilayah Kota Bandung mencapai 84,48 %. Hal ini
karena
responden
pada
wilayah
kota,
umumnya
berbelanja
di
Supermarket yang banyak menawarkan berbagai merek teh dan juga mereka tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mencari lagi di tempat yang lain. Kelompok responden tersebut dapat dikategorikan
belum loyal
terhadap satu merek teh, karena masih mau berpindah merek hanya karena alasan merek yang biasanya dikonsumsi tidak tersedia. Responden yang menyatakan menunda pembelian relatif kecil ratarata hanya 10,24 %. Namun, di wilayah Kabupaten Cirebon masih relatif
208
tinggi yaitu 16,67 %, sedangkan responden yang menyatakan mau mencari di tempat lain persentasenya cukup tinggi yaitu 36 – 47,92 %, terutama di tiga wilayah Kabupaten (Bekasi, Cirebon, Purwakarta). Kelompok tersebut dapat
responden
dikatakan sebagai konsumen yang loyal terhadap merek
yang dikonsumsinya. Hasil penelitian di atas, berbeda dengan hasil
penelitian produk
makanan sereal sarapan oleh Nurjanah (2000:30) terhadap 100 responden di wilayah Kota Bogor, mengatakan bahwa sebanyak 26 persen responden membeli merek lain, 42 persen menunda pembelian, dan 30 persen mencari di tempat lain. Ini mengindikasikan bahwa konsumen makanan sereal lebih loyal terhadap satu merek dibandingkan dengan konsumen teh. Penelitian Hamdi (1999:60), mengukur
loyalitas konsumen
terhadap merek susu Ultra di Kota Bandung, dalam kesimpulannya mengungkapkan bahwa ternyata 53,52 persen konsumen tidak loyal terhadap satu merek loyalitas konsumen
Namun, penelitian Murti (2001:33), yang mengukur terhadap merek produk rokok, dalam kesimpulannya
mengungkapkan bahwa 71,17 persen responden sangat loyal terhadap satu merek. Lovelock dan Wright (2005:103) dan Engel et al., (1994:37), menyatakan pelanggan yang sedikit puas atau netral dapat direbut oleh pesaing, sedangkan pelanggan yang benar-benar puas hampir 42 persen
209
lebih loyal walaupun ada tawaran yang menarik dari pesaing dibandingkan dengan pelanggan yang sekedar puas. Sejalan dengan pendapat Dyah Hasto Palupi (2005:33-34), konsumen semakin lama semakin rasional, karena pendorong utama konsumen membeli produk adalah karena kualitas riil barang dan harga. Akibatnya mudah bagi konsumen beralih ke merek lain atau loyalitas merek cenderung lemah. Kepuasan pelanggan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan dan tingkat kepuasan pelanggan yang makin tinggi akan menghasilkan loyalitas pelanggan
yang lebih besar. Dalam jangka panjang, akan lebih
menguntungkan mempertahankan pelanggan yang baik daripada
terus
menerus menarik dan membina pelanggan baru untuk menggantikan pelanggan yang pergi.
Pelanggan yang sangat puas akan menyebabkan
cerita positif dari mulut ke mulut dan malah akan menjadi iklan berjalan yang efektif. Lovelock dan Wright (2005:104), menjelaskan hanya pelanggan yang benar-benar puas atau benar-benar senang (delight) yang akan loyal kepada satu
merek atau perusahaan. Demikian halnya, pendapat Sudarmadi
(2005:50), bahwa kepuasan dan loyalitas itu berbeda, kepuasan lebih pada functional performance dari produk atau berbicara tentang pertimbangan rasional (rational appeal), sedangkan loyalitas pada beyond emotional atau lebih banyak berbicara tentang pertimbangan emosional (emotional appeal).
210
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa persaingan merek teh yang semakin terbuka, menyebabkan konsumen semakin banyak mendapatkan pilihan. Dengan demikian, otomatis mereka semakin mudah berpindah apalagi didukung oleh tingkat pendidikan yang lebih baik, sebagai contoh perusahaan teh Sariwangi begitu gencar melakukan pendekatan dengan konsumen dan dengan acara-acara
mengumpulkan masayarakat di berbagai kota
yang menarik perhatian pelanggan, menawarkan
program pemberian penghargaan bagi kesetiaan mereka dengan membagibagi hadiah serta mengadakan lomba yang diberi tema “Lomba Racik Teh Sariwangi”. 4.5 Pengukuran Kuat/Lemah Faktor Internal dan Kinerja Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Komoditas Teh oleh Konsumen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat Untuk mengukur kuat/lemah bauran pemasaran
perlu
faktor internal konsumen dan kinerja
dilakukan dengan
analisis
variabel,
secara
kualitatif dengan menggunakan interval score, di mana jumlah skor : 1.
Pernyataan responden berada di antara minimum dengan kuartil 1, berarti faktor internal dan kinerja bauran pemasaran
tersebut sangat
lemah 2.
Berada di antara kuartil 1 dengan kuartil 2 (median) berarti
faktor
internal dan kinerja bauran pemasaran tersebut lemah 3.
Berada di antara kuartil 2 (median) dengan kuartil 3 berarti faktor internal
211
dan kinerja bauran pemasaran tersebut kuat 4.
Berada di antara kuartil 3 dengan maksimum berarti faktor internal dan kinerja bauran pemasaran tersebut sangat kuat Faktor internal konsumen dan kinerja bauran pemasaran telah diukur
dengan memperhatikan indikator hasil tabulasi data. Berdasarkan hal tersebut, diperoleh rekapitulasi hasil pengukuran, seperti disajikan pada Tabel 4.39. Tabel 4.39. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Faktor Internal dan Kinerja Bauran Pemasaran menggunakan Interval Score dengan Pembagian Median. Variabel
Minimal
Kuartil 1
Kuartil 2 (Median)
Kuartil 3
Maksimal
Skor yang dicapai
Kesimpulan
Faktor Internal Konsumen : Budaya konsumen
615
1.230
1.845
2.460
3.075
2.480
Sangat kuat
1.025
2.050
3.075
4.100
5.125
2.533
Lemah
820
1.640
2.460
3.280
4.100
2.977
Kuat
1.845
3.690
5.535
7.380
9.225
7.488
Sangat kuat
1.845
3.690
5.535
7.380
9.225
7.009
Kuat
Harga
410
820
1.230
1.640
2.050
1.392
Kuat
Sal.Distribusi
615
1.230
1.845
2.460
3.075
2.341
Kuat
Promosi
820
1.640
2.460
3.280
4.100
2.871
Kuat
Kelas Sosial Karakteristik Individu Faktor Psikologis Kinerja Bauran Pemasaran : Produk
Tabel 4.39 menunjukkan, jumlah skor yang dicapai responden untuk budaya konsumen 2.480. Skor terebut berada di antara kuartil 3 dan mak-
212
simum, yang berarti
bahwa budaya konsumen sangat kuat pengaruhnya
terhadap keputusan pembelian komoditas teh, yang mencakup kebiasaankebiasaan, jumlah yang diminum, dan waktu minum teh. Menurut Ujang Sumarwan (2004:173), bahwa kebiasaan adalah berbagai bentuk perilaku dan tindakan yang diterima secara budaya, seperti halnya minum teh pekat pada saat sakit diare diturunkan dari generasi ke generasi secara turun temurun. Jumlah skor yang dicapai responden untuk kelas sosial 2.533. Skor tersebut berada di antara kuartil 1 dan kuartil 2 (median), yang berarti bahwa faktor kelas sosial lemah komoditas
teh,
yang
pengaruhnya terhadap keputusan
pembelian
mencakup pendapatan keluarga, pendidikan,
pekerjaan dan lokasi tempat tinggal. Menurut Kotler (2000:167), pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya, pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok profesi tertentu dan pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang dan besarnya penghasilan yang dapat dibelanjakan. Jumlah skor yang dicapai responden untuk karakteristik individu 2.977. Skor tersebut berada di antara kuartil 2 (median) dan kuartil 3 yang berarti bahwa karakteristik individu kuat pengaruhnya terhadap keputusan pembelian komoditas teh, yang mencakup umur, jumlah anggota keluarga, keinginan dan selera
keluarga, pergaulan, serta sikap.
213
Menurut Kotler (2000:199), setiap pembelii memiliki motivasi, persepsi, dan preferensi
pribadi atau individu yang dipengaruhi oleh umur,
penghasilan, jabatan,
kepribadian, sikap terhadap
risiko,
dan budaya
pembeli yang tidak mau ambil pusing, pembeli yang ahli, pembeli yang ingin terbaik, dan pembeli yang ingin semuanya beres. Jumlah skor yang dicapai responden untuk faktor psikologis 7.488. Skor tersebut berada di antara kuartil 3 dan maksimum, yang berarti bahwa faktor psikologis sangat kuat pengaruhnya terhadap keputusan pembelian komoditas teh, yang mencakup manfaat minum teh, minuman murah, memberikan kenikmatan, sebagai pelepas dahaga, minuman utama, mudah diperoleh, pergaulan, pengahargaan, dan memberikan rasa aman Nugroho J. Setiadi (2003:14 -15) menjelaskan, faktor psikologis sangat erat kaitannya dengan kebutuhan yang bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan lain yang bersifat psikogenik yaitu timbul
dari
kebutuhan yang
keadaan fisiologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui,
dihargai, dan diterima oleh lingkungan. Lebih lanjut, dikatakan keputusan membeli merupakan hasil suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara faktor budaya, kelas sosial, karakteristik pribadi, dan faktor psikologis. Jumlah skor yang dicapai responden untuk produk sebesar 7.009. Skor tersebut berada di antara kuartil 2 (median) dan kuartil 3, yang berarti
214
bahwa faktor produk
kuat pengaruhnya terhadap keputusan pembelian
komoditas teh, yang mencakup kualitas, merek, kemasan, label, citra merek, warna air seduhan, aroma, dan kekuatan rasa. Menurut Fandy Tjiptono (1999:103-105), atribut produk yang meliputi merek, kemasan, label, jaminan, dan pelayanan adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Di antara atribut tersebut mereklah yang sangat berperan dalam pemasaran, karena merek akan membentuk ekuitas merek (brand equity). Inti konsep ini adalah bahwa sebuah merek dapat memiliki posisi yang sangat kuat dan menjadi modal (ekuitas), apabila merek tersebut memenuhi empat faktor utama yaitu brand awareness (telah dikenal oleh konsumen), strong brand association (memiliki asosiasi merek yang baik), perceived quality (dipersepsikan konsumen sebagai produk berkualitas), dan brand loyalty (memiliki pelanggan yang setia), contoh merek teh yang memenuhi kriteria di atas, yaitu merek Sariwangi dan merek Teh Sosro. Jumlah skor yang dicapai responden untuk harga sebesar 1.392. Skor tersebut berada di antara kuartil 2 (median) dan kuartil 3, yang berarti bahwa faktor harga
kuat pengaruhnya terhadap keputusan pembelian komoditas
teh, yang mencakup harga produk dan potongan harga.
215
Hermawan Kartajaya (2000:210) menjelaskan, brand tetap pengaruh terhadap persepsi
konsumen
pada
kualitas produk
punya yang
akhirnya juga berpengaruh pada besarnya pengorbanan yang mau dilakukan konsumen
dalam bentuk harga yang lebih tinggi. Sebaliknya, kalau
perusahaan memandang brand sebagai value utama yang harus dipegang teguh, maka penerapan dan penyempurnaan kualitas produk sesuai dengan harga harus dipertimbangkan baik - baik, agar makin memperkuat brand equity yang sudah dimiliki. Jumlah skor yang dicapai responden untuk variabel saluran distribusi sebesar 2.341. Skor tersebut berada di antara kuartil 2 (median) dan kuartil 3, yang
berarti bahwa
faktor
saluran
distribusi
kuat pengaruhnya
terhadapkeputusan pembelian komoditas teh, yang mencakup jarak/tempat pembelian, cakupan distribusi, dan daya tarik tempat penjualan. Titik awal dalam memilih saluran distribusi yang efektif adalah menentukan sasaran pasar yang jelas untuk usaha pemasaran dan menentukan kebutuhan serta pilihan pasar sasaran, terutama menyangkut lokasi (tempat) dan biaya distribusi, menentukan siapa konsumennya, bagaimana
preferensi konsumen, dan seberapa peka mereka terhadap
perubahan harga. Menurut Keegan (1997:124), jika perusahaan memasuki
pasar
yang
kompetitif,
pilihan
yang
mendasar
menyediakan insentif bagi agen independen yang akan merangsang
ingin adalah
216
mereka untuk mempromosikan produk perusahaan Jumlah skor yang dicapai responden untuk
promosi 2.871. Skor
tersebut berada di antara kuartil 2 (median) dan kuartil 3, yang berarti bahwa faktor promosi kuat pengaruhnya terhadap keputusan pembelian komoditas teh, yang mencakup isi pesan dalam promosi, kejelasan informasi, daya tarik personality, dan media yang digunakan. Hasil penelitian Dadang Surjadi dkk.,( 2002:105) yang menyimpulkan, televisi merupakan media menyampaikan yang
yang
efektif
informasi tentang teh
menyatakan
sebagai
alat
promosi
untuk
dan proporsi jumlah konsumen
berminat sama atau tidak berbeda dengan jumlah
konsumen yang merespon produk sesuai iklan. Pemasaran moderen memerlukan lebih dari sekedar mengembangkan produk yang berkualitas, harga yang menarik, dan mudah dijangkau. Namun, perusahaan harus mengkomunikasikannya dengan para stakeholder yang ada sekarang dan potensial, serta masyarakat umum. (Kotler, 2000:550; Best,
2000:216).
Demikian
halnya
pendapat
Hermawan
Kartajaya
(2000:260), iklan memang penting bagi suatu produk, dan iklan itu
sendiri
merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran. Iklan dapat efektif asalkan pesan yang disampaikan tidak memberikan ekspektasi, atau menyesatkan dengan memberikan janji-janji yang muluk.
217
Brand yang akan diiklankan harus mempunyai dua tujuan: (1) cognitive objective artinya membentuk kesan di benak konsumen, dan (2) behavior objective artinya usaha untuk menggiring konsumen supaya bertindak untuk membeli. 4.6 Pengaruh Faktor Internal Konsumen dan Kinerja Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Komoditas Teh oleh Konsumen Rumah Tangga 4.6.1 Pengaruh Secara Simultan Berdasarkan uji keberartian koefisien jalur secara keseluruhan (simultan), disimpulkan bahwa variabel internal konsumen yang meliputi budaya konsumen (X1.1), kelas sosial (X1.2), karakteristik individu(X1.3), faktor psikologis (X1.4) dan kinerja bauran pemasaran yang meliputi produk (X2.1), harga (X2.2), saluran distribusi (X2.3), serta promosi (X2.4), secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga (Y), seperti tampak pada Tabel 4.40. Tabel 4.40. Uji Analisis Jalur Secara Simultan Hipotesis Faktor internal konsumen dan kinerja bauran pemasaran berpengaruh terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Provinsi Jawa Barat
F hitung
68,226
F tabel
Kesimpulan
1,9859
F- hitung > Ftabel, maka Ho ditolak (Signifikan)
Tabel 4.40 menunjukkan, hasil pengujian tersebut mengindikasikan bahwa faktor internal konsumen dan kinerja bauran pemasaran hendaknya
218
dirancang secara terintegrasi dan sinergis dengan mempertimbangkan pengaruh antarvariabel dalam rangka mempengaruhi keputusan pembelian konsumen rumah tangga, seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2000:176) dan Engel et al., (1994:198), pemasar harus berhati-hati dalam menetapkan keputusan mengenai target pasar, karena peran pembelian selalu berubah. Ada lima peran yang dimainkan konsumen dalam keputusan pembelian: (1) initiator yaitu, seseorang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk membeli suatu produk atau jasa, (2) influencer yaitu, seseorang yang dipandang dapat mempengaruhi keputusan, (3) decider yaitu, seseorang yang mengambil keputusan untuk setiap komponen keputusan pembelian apakah membeli membeli, dan di mana
atau tidak membeli, bagaimana
akan membeli, (4)
buyer
yaitu, orang yang
melakukan pembelian yang sesungguhnya, dan (5) user yaitu, seseorang yang
mengkonsumsi
atau
menggunakan
produk
atau
jasa
yang
bersangkutan. Gregorius Chandra (2002:92) mengemukakan, program pemasaran (bauran pemasaran) meliputi tindakan-tindakan pemasaran yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap produk, di antaranya mengubah harga, memodifikasi kampanye iklan, merancang promosi khusus, menentukan pilihan saluran distribusi, dan sebagainya. Dalam penerapannya, kerapkali berbagai program pemasaran dipadukan atau dilaksanakan secara bersamasama (terintegrasi dan sinergistik) untuk mengoptimalkan penjualan.
219
4.6.2 Pengaruh Secara Individu (Parsial) Berdasarkan uji pengaruh secara individual (parsial) diperoleh hasil dari ke delapan variabel tersebut budaya (X1.1), kelas sosial (X1.2), karaktristik individu (X1.3), faktor psikologis (X1.4) produk (X2.1), harga (X2.2), saluran distribusi (X2.3), dan promosi (X2.4),
kesemuanya berpengaruh signifikan
terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga pada tingkat kepercayaan 95 persen. Lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 4.41. Tabel 4.41. Pengujian Hipotesis Secara Individu (Parsial) Koef Jalur
T_hitung T_Tabel Kesimpulan
PYX1.1
0.283
6.507
1.653
Signifikan
PYX1.2
0.100
2.530
1.653
Signifikan
PYX1.3
0.095
2.338
1.653
Signifikan
PYX1.4
0.182
4.182
1.653
Signifikan
PYX2.1
0.186
4.316
1.653
Signifikan
PYX2.2
0.159
3.740
1.653
Signifikan
PYX2.3
0.140
3.387
1.653
Signifikan
PYX2.4
0.242
5.605
1.653
Signifikan
Tabel 4.41 mengindikasikan, bahwa manajer pemasaran dapat menggunakan dua atau lebih variabel di atas, untuk merancang strategi yang dianggap lebih berpengaruh pada pengambilan keputusan konsumen
220
dalam rangka meningkatkan volume penjualan. Hal ini senada dengan pendapat
Gregorius
Chandra
(2002:93),
bahwa
strategi
pemasaran
merupakan rencana yang menjabarkan ekspektasi perusahaan akan dampak dari berbagai aktivitas atau program pemasaran terhadap permintaan produk atau lini produk di pasar sasaran tertentu dengan mempertimbangkan berbagai faktor internal konsumen. Berdasarkan struktur diagram jalur dapat disajikan pada Gambar 4.11.
X1.1
0.264
0.340
0.199
0.236 0.283
X1.2
0.395 0.265 0.153
0.197
0.345
0.180
0.100
ε
X1.3
0.168
0.095
0.218 0.368
0.270
0.020
0.514
X1.4
0.130 0.281 0.195
0.188
0.182
0.290
Y 0.186
X2.1 0.302
0.317
0.159
0.347
0.362
X2.2 0.381
0.186 0.314
0.140
0.242
X2.3 0.299
X2.4
Gambar 4.11. Struktur Diagram Jalur Perusahaan dapat menggunakan dua atau lebih program pemasaran, sebab setiap variabel program pemasaran (bauran pemasaran) memiliki
221
pengaruh dibutuhkan
yang berbeda-beda terhadap permintaan. Oleh sebab itu, mekanisme yang dapat mengkoordinasi program-program
pemasaran. Mengacu pada Gambar 4.11 dapat dijelaskan, kontribusi besarnya pengaruh masing-masing sub-variabel baik secara langsung maupun tidak langsung, disajikan pada Tabel 4.42. Tabel 4.42. Kontribusi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung (X1.1) Terhadap (Y) Pengaruh Langsung dan tidak Langsung X1.1 terhadap Y
Besarnya Kontribusi (%)
X1.1 langsung
PYX1.1.PYX1.1
8,03
X1.1 melalui X1.2
PYX1.1 rX1.1X1.2 PYX1.2
0,67
X1.1 melalui X1.3
PYX1.1 rX1.1X1.3 PYX1.3
0,54
X1.1 melalui X1.4
PYX1.1 rX1.1X1.4 PYX1.4
1,76
X1.1 melalui X2.1
PYX1.1 rX1.1X.2.1 PYX2.1
1,39
X1.1 melalui X2.2
PYX1.1 rX1.1X2.2 PYX2.2
1,78
X1.1 melalui X2.3
PYX1.1 rX1.1X2.3 PYX2.3
1,37
X1.1 melalui X2.4
PYX1.1 rX1.1X2.4 PYX2.4
1,93
Total Pengaruh X1.1 terhadap Y
17,46
Tabel 4.42 memperlihatkan, hasil analisis koefisien jalur berdasarkan besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung budaya (X1.1) terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Jawa Barat (Y) 17,40 persen. Hal ini mengindikasikan, bahwa aspek budaya dalam rumah tangga
merupakan penentu keinginan dan perilaku yang
mendasar untuk mengkonsumsi teh. Kebiasaan minum teh yang dilakukan
222
anggota keluarga dalam rumah tangga mencerminkan suatu budaya yang turun temurun, sejak teh diperkenalkan di Indonesia pada zaman Belanda. Perubahan budaya dapat mempengharuhi berbagai makna budaya dalam masyarakat dalam suatu proses yang berkesinambungan. Perubahan dalam nilai-nilai yang dianut membawa pada kepercayaan dan sikap baru terhadap produk yang dapat mengkomunikasikan perbedaan sosial yang dimilkinya yang berakibat pada perubahan dalam perilaku pembelian (Wilkie, 1994:311 dan Nugroho J. Setiadi, 2003: 331). Tabel 4.43. Kontribusi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung (X1.2)Terhadap (Y) Pengaruh Langsung dan tidak Langsung X1.2 terhadap Y
Besarnya Kontribusi (%)
X1.2 langsung
PYX1.2.PYX1.2
1,00
X1.2 melalui X1.1
PYX1.2 rX1.2X1.1 PYX1.1
0,67
X1.2 melalui X1.3
PYX1.2 rX1.2X1.3 PYX1.3
0,17
X1.2 melalui X1.4
PYX1.2 rX1.2X1.4 PYX1.4
0,28
X1.2 melalui X2.1
PYX1.2 rX1.2X.2.1 PYX2.1
0,49
X1.2 melalui X2.2
PYX1.2 rX1.2X2.2 PYX2.2
0,31
X1.2 melalui X2.3
PYX1.2 rX1.2X2.3 PYX2.3
0,23
X1.2 melalui X2.4
PYX1.2 rX1.2X2.4 PYX2.4
0,65
Total Pengaruh X1.2 terhadap Y
3,81
Tabel 4.43 menunjukkan, bahwa hasil analisis koefisien jalur berdasarkan besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung kelas sosial (X1.2) terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Jawa Barat (Y) 3,81 persen. Hal ini mencerminkan kelas
223
sosial menunjukkan preferensi mereka terhadap produk dan merek, seperti yang dikemukakan Kotler (2000: 162), beberapa pemasar memusatkan perhatian kepada pelanggan kelas atas, sementara memusatkan perhatian pada kelas
perusahaan
lain
bawah sebagai target pasarnya.
Perbedaan target pasar tersebut mempunyai implikasi yang berbeda pula dalam strategi bauran pemasarnnya. Konsumen yang berada pada kelas yang sama akan menunjukkan persamaan dalam nilai-nilai yang dianut, gaya hidup dan perilaku yang sama. Kelas sosial mengelompokkan keluarga atau rumah tangga, karena semua anggota keluarga menggambarkan
persamaan
nilai-nilai
yang dianut,
penggunaan pendapatan dan daya beli yang sama. Pemasar sangat tertarik untuk mengetahui kelas-kelas sosial yang ada di dalam suatu masyarakat, karena kelas sosial akan mempengaruhi apa yang dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen atau sebuah keluarga. Menurut Ujang Sumarwan, (2004:219) dan
Nugroho J. Setiadi
(2003:300), menjelaskan bahwa kelas sosial memiliki ciri, antara lain: (1) orang-orang dalam kelas sosial yang sama cenderung bertingkah laku lebih seragam daripada orang-orang dari dua kelas sosial yang berbeda; dan (2) orang-orang
merasa
menempati
posisi
sehubungan dengan kelas sosial mereka.
yang
inferior
atau
superior
224
Tabel 4.44. Kontribusi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung (X1.3) Terhadap (Y) Pengaruh Langsung dan tidak Langsung X1.3 terhadap Y X1.3 langsung PYX1.3.PYX1.3
Besarnya Kontribusi (%) 0,90
X1.3 melalui X1.1
PYX1.3 rX1.3X1.1 PYX1.1
0,54
X1.3 melalui X1.2
PYX1.3 rX1.3X1.2 PYX1.2
0,17
X1.3 melalui X1.4
PYX1.3 rX1.3X1.4 PYX1.4
0,64
X1.3 melalui X2.1
PYX1.3 rX1.3X.2.1 PYX2.1
0,38
X1.3 melalui X2.2
PYX1.3 rX1.3X2.2 PYX2.2
0,03
X1.3 melalui X2.3
PYX1.3 rX1.3X2.3 PYX2.3
0,26
X1.3 melalui X2.4
PYX1.3 rX1.3X2.4 PYX2.4
0,30
Total Pengaruh X1.3 terhadap Y
3,21
Tabel 4.44 memperlihatkan, hasil analisis koefisien jalur berdasarkan besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung karakteristik
indivudu
(X1.3) terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Jawa Barat (Y) 3,21 persen. Hal ini mengindikasikan, bahwa karakteristik individu
mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pengambilan keputusan. Engel et al., (1994: 253) dan Nugroho J. Setadi (2003:129), untuk merencanakan
program pemasaran, yaitu mulai dari merancang produk,
mengkomunikasikannya kepada konsumen dan mendistribusikannya kepada pemakai akhir, pemasar dapat menggunakan faktor kepribadian dan gaya hidup (life style), karena sikap tertentu yang dimiliki
konsumen
terhadap
suatu produk (misalnya hanya menyukai merek teh Sosro) mencerminkan
225
gaya hidupnya dan dapat juga dilihat dari pendapatnya tentang sesuatu objek tertentu. Tabel 4.45. Kontribusi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung (X1.4) Terhadap (Y) Pengaruh Langsung dan tidak Langsung X1.4 terhadap Y X1.4 langsung PYX1.4.PYX1.4
Besarnya Kontribusi (%) 3,32
X1.4 melalui X1.1
PYX1.4 rX1.4X1.1 PYX1.1
1,76
X1.4 melalui X1.2
PYX1.4 rX1.4X1.2 PYX1.2
0,28
X1.4 melalui X1.3
PYX1.4 rX1.4X1.3 PYX1.3
0,64
X1.4 melalui X2.1
PYX1.4 rX1.4X.2.1 PYX2.1
0.98
X1.4 melalui X2.2
PYX1.4 rX1.4X2.2 PYX2.2
0,54
X1.4 melalui X2.3
PYX1.4 rX1.4X2.3 PYX2.3
0,77
X1.4 melalui X2.4
PYX1.4 rX1.4X2.4 PYX2.4
1,60
Total Pengaruh X1.4 terhadap Y
9,89
Tabel 4.45 memperlihatkan, hasil analisis koefisien jalur berdasarkan besarnya pengaruh langsung
maupun tidak langsung faktor
psikologis
(X1.4) terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Jawa Barat (Y) 9,89 persen. Hal ini mengindikasikan, bahwa faktor psikologis
mempunyai peranan yang sangat penting yang
mendorong
konsumen dalam memutuskan apakah mengkonsumsi minuman teh atau tidak. Nugroho J Setiadi (2003:95),
menjelaskan bahwa perilaku
yang
termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan atau pengenalan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada
ketidakcocokkan
226
yang memadai antara keadaan aktual dengan keadaan yang diinginkan atau
yang disukai. Semakin kuat dorongan tersebut, maka semakin besar
pula urgensi respons yang dirasakan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan yang dirasakan konsumen (felt need) dapat dimunculkan oleh faktor diri konsumen sendiri. Kebutuhan yang dirasakan dibedakan kepada manfaat yang diharapkan dari pembelian dan penggunaan produk. Pertama, kebutuhan utilitarian (utilitarian needs), yang mendorong konsumen membeli produk karena manfaat fungsional dan karakteristik objektif dari produk tersebut. Ke dua, kebutuahan exspresive atau hedonik (hedonic needs) yaitu kebutuhan yang bersifat psikologis seperti rasa puas, gengsi, emosi, dan perasaan subjektif lainnya (Lamb et al., 2001:228 dan Ujang Sumarwan, 2004:36). Tabel 4.46. Kontribusi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung (X2.1) Terhadap (Y) Pengaruh Langsung dan tidak Langsung X2.1 terhadap Y
Besarnya Kontribusi (%)
X2.1 langsung
PYX2.1.PYX2.1
3,46
X2.1 melalui X1.1
PYX2.1 rX2.1X1.1 PYX1.1
1,39
X2.1 melalui X1.2
PYX2.1 rX2.1X1.2 PYX1.2
0,49
X2.1 melalui X1.3
PYX2.1 rX2.1X1.3 PYX1.3
0,38
X2.1 melalui X1.4
PYX2.1 rX2.1X.1.4 PYX2.1
0,98
X2.1 melalui X2.2
PYX2.1 rX2.1X2.2PYX2.2
1,02
X2.1 melalui X2.3
PYX2.1 rX2.1X2.3 PYX2.3
0,83
X2.1 melalui X2.4
PYX2.1 rX2.1X2.4 PYX2.4
1,72
Total Pengaruh X2.1 terhadap Y
10,28
227
Tabel 4.46 memperlihatkan, hasil analisis koefisien jalur berdasarkan besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung produk (X2.1) terhadap terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Jawa Barat (Y) 10,28 persen. Hal ini mengindikasikan, bahwa produk teh sangat memperhatikan keamanan pangan terutama
pada atribut seperti
kualitas produk, kemasan sehingga komponen vitamin agar tetap terjaga dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi konsumen. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu produk yang telah dilakukan oleh perusahaan yaitu menerapkan konsep TQM (Total Quality Management). Menurut Kotler dan Susanto (2001:394), rancangan suatu produk dapat diukur dari (1) mutu kesesuaian yaitu mengukur sejauhmana sifat rancangan dan operasi produk mendekati standar yang dituju. Hal ini menunjukkan apakah barang yang diproduksi semuanya sama dan memenuhi spesifikasi, (2) ketahanan yaitu mengukur harapan hidup produk atau tingkat keawetan produk, dan (3) keandalan yaitu mengukur kemungkinan produk tidak rusak selama jangka waktu tertentu, dan (4) gaya yaitu menunjukkan bagaimana penampilan produk terhadap pembeli, artinya banyak orang mau membayar mahal suatu produk hanya karena gayanya. Perusahaan dapat menggunakan kemasan sebagai senjata untuk membedakan gaya. Fandy Tjiptono (1999:109), secara garis besar strategi produk dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori :
228
(1) Positioning produk, artinya strategi yang berusaha menciptakan diferensiasi yang unik dalam benak pelanggan sasaran, sehingga terbentuk
citra (image) merek
atau
produk yang lebih unggul
dibandingkan merek/produk pesaing. Pendekatan digunakan
berdasarkan
positioning
dapat
positioning atribut, ciri, atau manfaat bagi
pelanggan (2) Positioning berdasarkan harga dan kualitas, yaitu positioning yang berusaha menciptakan kesan/citra berkualitas tinggi lewat harga tinggi atau sebaliknya menekankan harga murah sebagai indikator nilai (3) Positioning yang dilandasi aspek penggunaan atau aplikasi (4) Positioning berdasarkan pemakai produk, yaitu mengaitkan
produk
dengan kepribadian atau tipe pemakai (5) Positioning berdasarkan kelas produk tertentu (6) Positioning berkenaan dengan pesaing, yaitu dikaitkan dengan posisi persaingan terhadap pesaing utama (7) Positioning berdasarkan manfaat . Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kunci utama keberhasilan positioning terletak pada persepsi yang
diciptakan oleh
pelanggan, pesaing, dan perusahaan itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukan oleh menempatkan
Sucherly (2003:6), bahwa perspektif pemasaran stratejik nilai
pelanggan
sebagai
dimensi
dalam
menciptakan
keunggulan posisional dan kinerja suatu organisasi. Dalam hal ini, organisasi yang memiliki distinctive capabilities potensial dapat menciptakan nilai pelanggan yang superior, sekaligus menciptakan keunggulan posisional dan kinerjanya.
229
Tabel 4.47 Kontribusi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung (X2.2) Terhadap (Y) Pengaruh Langsung dan tidak Langsung X2.2 terhadap Y
Besarnya Kontribusi (%)
X2.2 langsung
PYX2.2.PYX2.2
2,52
X2.2 melalui X1.1
PYX2.2 rX2.2X1.1 PYX1.1
1,78
X2.2 melalui X1.2
PYX2.2 rX2.2X1.2 PYX1.2
0,31
X2.2 melalui X1.3
PYX2.2 rX2.2X1.3 PYX1.3
0,03
X2.2 melalui X1.4
PYX2.2 rX2.2X.1.4 PYX1.4
0,54
X2.2 melalui X2.1
PYX2.2 rX2.2X2.1PYX2.1
1,02
X2.2 melalui X2.3
PYX2.2 rX2.2X2.3 PYX2.3
0,41
X2.2 melalui X2.4
PYX2.2 rX2.2X2.4 PYX2.4
1,21
Total Pengaruh X2.2 terhadap Y
7,82
. Berdasarkan Tabel 4.47 menunjukkan, hasil analisis koefisien jalur berdasarkan besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung harga (X2.2) terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Jawa Barat (Y) 7,82 persen. Besarnya pengaruh harga tersebut, mengindikasikan memegang peranan yang sangat penting
bahwa harga
bagi keputusan pembelian
konsumen, karena makna harga tidak lain hanyalah sebuah sebuah tawaran
atau sebuah eksperimen untuk menguji denyut nadi pasar. Jika
konsumen menerima tawaran berarti harga sudah tepat, namun jika mereka menolak maka biasanya harga akan cepat diubah atau bila perlu produk tersebut ditarik dari peredarannya.
230
Menurut Kotler (2000:465), harga kemungkinan
ditentukan
oleh
permintaan pasar dan biaya perusahaan, biaya pesaing, harga pesaing dan kemungkinan reaksi harga oleh pesaing. Jika tawaran perusahaan
lebih
besar atau rendah dengan tawaran pesaing utamanya, maka perusahaan harus menetapkan harga yang dekat dengan harga pesaing. Ketika perusahaan mempertimbangkan untuk melakukan perubahan harga, ia harus secara cermat mempertimbangkan reaksi pelanggan dan pesaing.
Jika
penawaran perusahaan lebih rendah mutunya, maka
perusahaan tidak dapat menetapkan harga yang lebih tinggi dari pada pesaing, namun perusahaan harus menyadari bahwa pesaing dapat mengubah harganya sebagai tanggapan atas harga perusahaan. Demikian halnya menurut Gregorius Chandra (2002:151), harga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang membutuhkan pertimbangan cermat, karena dimensi strategi harga adalah : (a) Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk (a statement of value). Nilai adalah rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaat dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk
mendapatkan
produk. (b) Harga merupakan aspek yang tampak jelas (visible) bagi pembeli dan kadang-kadang harga dijadikan indikator kualitas.
231
(c) Harga adalah determinan utama permintaan (the law of demand), besar kecilnya harga mempengaruhi kuantitas produk yang dibeli konsumen. Tabel 4.48. Kontribusi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung (X2.3)Terhadap (Y) Pengaruh Langsung dan tidak Langsung X2.3 terhadap Y X2.3 langsung PYX2.3.PYX2.3
Besarnya Kontribusi (%) 1,96
X2.3 melalui X1.1
PYX2.3 rX2.3X1.1 PYX1.1
1,37
X2.3 melalui X1.2
PYX2.3 rX2.3X1.2 PYX1.2
0,23
X2.3 melalui X1.3
PYX2.3 rX2.3X1.3 PYX1.3
0,26
X2.3 melalui X1.4
PYX2.3 rX2.3X.1.4 PYX1.4
0,77
X2.3 melalui X2.1
PYX2.3 rX2.3X2.1PYX2.1
0,83
X2.3 melalui X2.2
PYX2.3 rX2.3X2.2 PYX2.2
0,41
X2.3 melalui X2.4
PYX2.3 rX2.3X2.4 PYX2.4
1,01
Total Pengaruh X2.3 terhadap Y
6,85
Tabel 4.48 menunjukkan, hasil analisis koefisien jalur berdasarkan besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung saluran distribusi (X2.3) terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Jawa Barat (Y) 6,85 persen. Hal ini mengindikasikan, bahwa saluran distribusi
memiliki
peranan
yang
sangat penting, karena
pengorbanan yang minimal, konsumen
dengan
dapat membeli produk yang
dinginkan tepat waktu, tepat tempat, tepat jenis, dan tepat harga. Lamb
et
al.,
(2001:21-24)
mengemukakan,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pilihan saluran distribusi tergantung pada: (1) faktor pasar
232
yaitu, berdasarkan pada pertimbangan pasar sasaran atau pelanggan, secara khusus manajer pemasaran hendaknya mengetahui konsumen beli, di mana mereka membeli, kapan
mereka
apa yang
membeli, dan
bagaimana mereka membeli, (2) faktor produk yaitu, produk yang tidak tahan lama memerlukan saluran yang lebih pendek dibandingkan dengan produk
yang
tahan
lama, dan (3) faktor produsen yaitu, berkaitan
dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki. Perusahaan yang lebih kecil dan lemah seharusnya mengandalkan para perantara. Selanjutnya, dijelaskan bahwa produsen memiliki tiga pilihan untuk intensitas distribusi yaitu: (1) Distribusi intensif yaitu distribusi yang bertujuan untuk mencapai cakupan pasar secara maksimum dengan menyediakan barangnya di seluruh outlet di mana
pelanggan potensial mungkin menginginkanya, seperti
kebijakan distribusi pemasaran teh merek Sariwangi, Sosro,
dan 2
Tang. (2) Distribusi selektif dilakukan dengan menyeleksi sejumlah distributor secara terbatas di satu wilayah pemasaran, seperti kebijakan distribusi teh merek Walini. (3) Distribusi eksklusif yaitu salah satu bentuk pencakupan pasar yang memerlukan satu atau dua distributor saja dengan wilayah tertentu, seperti teh merek Arganaga yang hanya dijual khusus di rumah.
233
Tabel 4.49. Kontribusi Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung (X2.4) Terhadap (Y) Pengaruh Langsung dan tidak Langsung X2.4 terhadap Y
Besarnya Kontribusi (%)
X2.4 langsung
PYX2.4.PYX2.4
5,80
X2.4 melalui X1.1
PYX2.4 rX2.4X1.1 PYX1.1
1,93
X2.4 melalui X1.2
PYX2.4 rX2.4X1.2 PYX1.2
0,65
X2.4 melalui X1.3
PYX2.4 rX2.4X1.3 PYX1.3
0,30
X2.4 melalui X1.4
PYX2.4 rX2.4X.1.4 PYX1.4
1,60
X2.4 melalui X2.1
PYX2.4 rX2.4X2.1PYX2.1
1,72
X2.4 melalui X2.2
PYX2.4 rX2.4X2.2 PYX2.2
1,21
X2.4 melalui X2.3
PYX2.4 rX2.4X2.3 PYX2.3
1.01
Total Pengaruh X2.4 terhadap Y
14.26
Tabel 4.49 menunjukkan, hasil analisis koefisien jalur berdasarkan besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung promosi (X2.4) terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Jawa Barat (Y) 14,26 persen. Hal ini mengindikasikan,
bahwa
promosi
mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk mengubah perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan. Cravens
(2000:368)
menjelaskan,
mempengaruhi penjualan yang dicapai strategi promosi yaitu
aktivitas
perusahaan
promosi
sangat
dengan melakukan
menggabungkan periklanan, penjualan perorangan,
promosi penjualan dan publisitas menjadi suatu program terpadu untuk mengkomunikasikan
dengan
para
mempengaruhi keputusan membeli.
pembeli
dan
orang
lain
yang
234
Selanjutnya, Kotler dan Susanto (2001:781) menjelaskan
bahwa
begitu pasar sasaran dan karakteristiknya telah diidentifikasi, komunikator pemasaran harus memutuskan respons audiens yang diharapkan. Respons terakhir, tentu saja adalah pembelian dan kepuasan konsumen. Pemasar dapat mencari respons kognitif, afektif, atau perilaku dari audiens sasaran, yaitu pemasar dapat memasukkan sesuatu ke dalam pikiran konsumen, mengubah sikap konsumen atau membuat konsumen bertindak. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses pengembangan komunikasi pemasaran yang efektif meliputi tahapan yang saling terkait yaitu: mengidentifikasikan pasar sasaran, menentukan tujuan komunikasi, merancang pesan, memilih saluran komunikasi, menyusun anggaran komunikasi total, menentukan bauran komunikasi, mengukur hasil komunikasi, dan mengelola proses komunikasi pemasaran terintegrasi. Penjelasan model kesiapan pembeli yaitu:
hirarki-efek
membahas
keenam tahapan
kesadaran, pengetahuan, kesukaan, preferensi,
keyakinan, dan pembelian, sebagai berikut: (1). Kesadaran Jika sebagian besar audiens sasaran tidak sadar akan objek tersebut, tugas komunikator adalah membangun kesadaran, mungkin cukup dengan pengenalan terlebih dahulu. Hal ini dapat dicapai dengan pesan yang mengulang nama merek tersebut, yang memerlukan waktu yang
235
cukup dalam membangun kesadaran. (2). Pengetahuan Audiens sasaran mungkin memiliki kesadaran akan perusahaan atau produk tetapi kurang lengkap informasi yang diterima. (3). Kesukaan Jika anggota sasaran mengetahui produk itu, bagaimana perasaan mereka mengenalinya, jika audiens terlihat kurang suka, komunikator harus mencari tahu mengapa dan kemungkinan mengembangkan kampanye
komunikasi
untuk
membangun
perasaan
yang
lebih
menguntungkan. (4) Preferensi Audiens sasaran mungkin menyukai produk itu tetapi lebih menyukai produk pesaing. Dalam hal ini, komunikator harus berusaha membangun preferensi
konsumen. Komunikator akan mempromosikan kualitas
produk, nilai, kinerja, dan keistimewaan lainnya. (5). Keyakinan Audiens sasaran mungkin lebih menyukai produk tertentu tetapi tidak berkembang ke arah keyakinan untuk membelinya. (6). Pembelian Beberapa anggota audiens sasaran mungkin memiliki keyakinan tetapi
236
tidak cukup dekat untuk melakukan pembelian. Mereka mungkin menunggu
lebih
banyak
informasi.
Komunikator harus
menuntun
konsumen ini untuk mengambil langkah akhir. Tabel 4.50. Total Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Internal Konsumen dan Kinerja Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian Pengaruh Pengaruh Tidak Langsung, melalui Langsung X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 Sub Total Total X1.1 8.03% + 0.67% + 0.54% + 1.76% + 1.39% + 1.78% + 1.37% + 1.93% + 9.42% + 17.46% + X1.2
1.00% + 0.67% +
X1.3
0.90% + 0.54% + 0.17% +
X1.4
3.32% + 1.76% + 0.28% + 0.64% +
X2.1
3.46% + 1.39% + 0.49% + 0.38% + 0.98% +
X2.2
2.52% + 1.78% + 0.31% + 0.03% + 0.54% + 1.02% +
X2.3
1.96% + 1.37% + 0.23% + 0.26% + 0.77% + 0.83% + 0.41% +
X2.4
5.86% + 1.93% + 0.65% + 0.30% + 1.60% + 1.72% + 1.21% + 1.01% +
0.17% + 0.28% + 0.49% + 0.31% + 0.23% + 0.65% + 2.81% + 3.81% + 0.64% + 0.38% + 0.03%
0.26% + 0.30% + 2.31% + 3.21% +
0.98% + 0.54% + 0.77% + 1.60% + 6.57% + 9.89% + 1.02% + 0.83% + 1.72% + 6.82% + 10.28% + 0.41% + 1.21% + 5.30% + 7.82% + 1.01% + 4.89% + 6.85% + 8.41% + 14.26% +
Pengaruh Total X1.1, X1.2, . . ., X2.4 thd Y = 73.58% Pengaruh Lainnya thd Y
= 26.42%
Total
= 100%
Tabel 4.50 memperlihatlan, total pengaruh langsung dan tidak langsung faktor internal konsumen dan kinerja bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Jawa Barat (Y) 73,58 persen (koefisien determinasi = R2), sedangkan pengaruh variabel lain yang tidak diteliti (Є) 26,42 persen. Besarnya
pengaruh
(koefisien
mengindikasikan, bahwa setiap
determinasi
=
R2)
tersebut,
perubahan faktor internal konsumen dan
kinerja bauran pemasaran ke arah yang lebih baik, akan meningkatkan ke-
237
putusan pembelian konsumen. Peningkatan
keputusan
pembelian
konsumen,
pada
akhirnya
memberikan dampak bagi peningkatan jumlah konsumsi teh baik dari konsumsi per kapita maupun peningkatan jumlah peminum teh di Indonesia pada umumnya dan Jawa Barat khususnya, sehingga diharapkan minuman teh dapat dijadikan sebagai bagian dari gaya hidup (life style) dan bukan hanya sebagai budaya. Selanjutnya, berdasarkan Tabel 4.50 akan dikelompokkan pengaruh berdasakan variabel internal konsumen dan
kinerja bauran
pemasaran,
agar terlihat variabel mana yang memberikan pengaruh paling besar terhadap keputusan pembelian konsumen rumah tangga, seperti ditampilkan pada Gambar 4.12.
Internal konsumen 34.36%
Kinerja bauran pemasaran 73.58%
Var. lain tdk diteliti 39.22%
Total
14.26%
Gambar 4.12 Pengaruh Faktor Internal Konsumen dan Kinerja Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Komoditas Teh
238
Gambar 4.12 menunjukkan, persentase pengaruh internal konsumen terhadap keputusan pembelian komoditas teh adalah 34,37 persen, sedangkan persentase pengaruh kinerja bauran pemasaran lebih tinggi terhadap keputusan pembelian yaitu 39,21 persen. Hal ini mengindikasikan, bahwa peranan bauran pemasaran yang dilakukan oleh produsen teh sangatlah penting dalam mengubah perilaku konsumen rumah tangga. 4.7. Uji Organoleptik Teh Uji organoleptik adalah pengujian secara langsung kepada responden rumah tangga dengan
uji rasa, aroma, dan warna air seduhan terhadap
beberapa merek teh. Tujuan dilakukan uji organoleptik adalah
untuk
mengetahui selera responden, dengan cara responden tidak mengetahui terlebih dahulu merek yang disajikan, tetapi pada akhir pengujian barulah merek tersebut diumumkan. Hasil akhir dari uji tersebut di enam lokasi penelitian, seperti tampak pada Tabel 4.51. Tabel 4.51. Uji Organoleptik Teh Lokasi Kota Bandung
Merek ( takaran 2 gram) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sariwangi (celup) hitam Walini (celup) hitam 2 Tang (celup) hitam Tongji (celup) hitam Sosro Teh Wangi (celup) Cap Botol Wangi (curah) Upet Teh Wangi (curah) Poci (celup) hitam
Jumlah Kota Depok
1. Sariwangi (celup) hitam
Dengan Gula Org % 12 20,69 18 31,03 8 13,79 6 10,34 9 15,52 5 8,62 -
Tanpa Gula Org % 9 15,52 15 25,86 10 17,24 5 8,62 11 18,96 3 5,17 3 5,17 2 3,45
58
100,00
58
100,00
7
24,14
4
13,80
239
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kota Cirebon
Kab.Bekasi
Kab. Purwakarta
Kab. Cirebon
Walini (celup) hitam Tang (celup) hitam Tongji (celup) hitam Sosro Teh Wangi (celup) Cap Botol Wangi (curah) Upet Teh Wangi (curah) Poci (celup) hitam
9 4 5 3 1
31,03 13,79 17,24 10,34 3,44
7 3 9 4 2
24,13 10,34 21,03 13,79 6,90
Jumlah 1. Sariwangi (celup) hitam 2. Walini (celup) hitam 3. 2 Tang (celup) hitam 4. Tongji (celup) hitam 5. Sosro Teh Wangi (celup) 6. Cap Botol Wangi (curah) 7. Upet Teh Wangi (curah) 8. Poci (celup) hitam
29 2 12 6 5 10 -
100,00 5,71 34,28 17,14 14,29 28,57 -
29 2 4 1 1 9 5 13 -
100,00 5,71 4,11 2,86 2,86 25,71 14,28 37,14 -
Jumlah 1. Sariwangi (celup) hitam 2. Walini (celup) hitam 3. 2 Tang (celup) hitam 4. Tongji (celup) hitam 5. Sosro Teh Wangi (celup) 6. Cap Botol Wangi (curah) 7. Upet Teh Wangi (curah) 8. Poci (celup) hitam
35 9 9 2 5 7 5 4 3
100,00 20,45 20,45 4,54 11,36 15,91 11,36 9,09 6,82
35 8 12 2 3 9 7 3 -
100,00 18,18 27,27 4,54 6,81 20,45 15,91 6,82 -
Jumlah
44
100,00
44
100,00
Sariwangi (celup) hitam Walini (celup) hitam 2 Tang (celup) hitam Tongji (celup) hitam Sosro Teh Wangi (celup) Cap Botol Wangi (curah) Upet Teh Wangi (curah) Poci (celup) hitam
6 9 2 8 7 3 -
17,14 25,71 5,71 22,86 20,45 8,57 -
3 9 2 1 7 5 6 2
8,57 25,71 5,71 2,86 20,00 14,28 17,14 5,71
Jumlah 1. Sariwangi (celup) hitam 2. Walini (celup) hitam 3. 2 Tang (celup) hitam 4. Tongji (celup) hitam 5. Sosro Teh Wangi (celup) 6. Cap Botol Wangi (curah) 7. Upet Teh Wangi (curah) 8. Poci (celup) hitam
35 3 7 4 10 9 15 -
100,00 6,25 14,58 8,33 20,83 18,75 31,25 -
35 4 6 3 12 4 16 3
100,00 8,33 12,50 0,00 6,25 25,00 8,33 33,33 6,25
Jumlah
48
100,00
48
100,00
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
240
Tabel 4.51 menunjukkan, di Kota Bandung pada perlakuan pertama, uji dengan menambah gula responden lebih
banyak memilih teh merek
Walini (31,03 persen), berikutnya Sariwangi (20,69 persen), Sosro teh wangi (15,52 persen) dan sisanya merek lainnya. Perlakuan ke dua, tanpa gula lebih banyak memilih teh merek Walini (25,86 persen), berikutnya Sosro teh wangi (18,96 persen), 2 Tang (17,24 persen), dan sisanya merek lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa seduhan air teh dengan menambah gula maupun tanpa gula ternyata di Kota Bandung yang unggul adalah merek Walini. Wilayah penelitian di Kota Depok, pada
perlakuan pertama, uji
dengan menambah gula responden lebih banyak memilih teh merek Walini (31,03 persen), berikutnya Sariwangi (24,14 persen), Sosro teh wangi (17,24 persen) dan sisanya merek lainnya. Perlakuan ke dua, tanpa gula lebih banyak memilih teh merek Walini (24,13 persen), berikutnya Sosro teh wangi (21,03 persen), Upet dan Sariwangi masing-masing (13,80 persen), dan sisanya merek lainnya. Kedua perlakuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa seduhan air teh dengan menambah gula maupun tanpa gula ternyata di Kota Depok yang unggul adalah merek Walini. Wilayah penelitian di Kota Cirebon pada
perlakuan pertama, uji
dengan menambah gula responden lebih banyak memilih teh merek Walini
241
(34,28 persen), berikutnya teh Upet wangi (28,57 persen), Sosro teh wangi (17,14 persen), dan sisanya merek lainnya. Perlakuan ke dua, tanpa gula lebih banyak memilih Upet teh wangi (37,14 persen), berikutnya Sosro teh wangi (25,71 persen), Teh Cap Botol (14,28 persen), dan sisanya merek lainnya. Kedua perlakuan tersebut, disimpulkan bahwa seduhan air teh dengan menambah gula
lebih unggul pada pilihan merek teh Walini, sedangkan
seduhan aii teh tanpa gula lebih unggul pada pilihan teh wangi merek Upet. Kesukaan responden pada merek Upet tersebut, karena pabrik merek Upet berlokasi di Cerebon dan memiliki pangsa pasar terbesar di kota tersebut. Wilayah penelitian di Kabupaten Bekasi pada perlakuan pertama, uji dengan menambah gula responden lebih
banyak memilih teh merek
Sariwangi dan Walini (20,45 persen), berikutnya Sosro teh wangi (15,91 persen) sisanya merek lainnya. Perlakuan ke dua, tanpa gula lebih banyak disukai teh merek Walini, Sosro teh wangi (20,45 persen), Sariwangi
(18,18 persen), dan sisanya
merek lainnya. Kedua perlakuan tersebut, disimpulkan bahwa seduhan air teh dengan menambah gula ternyata baik merek Walini maupun merek Sariwangi samasama unggul di Kabupaten Bekasi, sedangkan seduhan air teh tanpa gula merek Walini juga unggul di kabupaten tersebut.
242
Di Kabupaten Purwakarta pada perlakuan
pertama, uji dengan
menambah gula responden lebih banyak memilih teh merek Walini (25,71 persen), berikutnya teh Sosro wangi (22,86 persen), teh cap Botol (20,45 persen) dan sisanya merek lainnya. Perlakuan ke dua, tanpa gula lebih banyak memilih teh Walini (25,71 persen), berikutnya Sosro teh wangi (20,00 persen), merek Upet (17,14 persen), dan sisanya merek lainnya. Kedua perlakuan tersebut, disimpulkan bahwa seduhan air teh dengan menambah gula maupun tanpa gula ternyata merek teh Walini unggul di Kabupaten Purwakarta. Selanjutnya, di Kabupaten Cirebon pada
perlakuan
pertama, uji
dengan menambah gula responden lebih banyak memilih teh merek Upet teh wangii (31,25 persen), berikutnya Sosro teh wangi (20,83 persen), Cap Botol wangi (18,75 persen) dan sisanya merek lainnya. Perlakuan ke dua, tanpa gula lebih banyak memilih teh merek Upet teh wangi (33,33 persen), berikutnya Sosro teh wangi (25,00 persen), merek walini (12,50 persen), dan sisanya merek lainnya. Kedua perlakuan tersebut, disimpulkan bahwa seduhan air teh dengan menambah gula maupun tanpa gula ternyata teh merek Upet unggul di Kabupaten Cirebon. Alasan responden menyukai teh merek Upet, sama dengan kondisi responden di wilayah Kota Cirebon.
243
Fakta menunjukkan bahwa dari beberapa merek yang telah diuji terdapat salah satu merek yaitu merek Walini (pendatang baru) produksi PTP. Nusantara VIII memiliki potensi pasar, yang memungkinkan dapat menggeser posisi merek Sariwangi sebagai market leader, karena dari enam wilayah penelitian merek Walini unggul di lima wilayah. Fakta yang disajikan pada Tabel 4.51 tersebut dapat dibandingkan dengan Tabel 4.26, di mana pada umumnya merek yang biasanya dikonsumsi sehari-hari adalah merek Sariwangi karena merek tersebut sudah terkenal dan telah memiliki brand image serta memiliki saluran distribusi yang luas, sedangkan merek Walini, menurut responden relatif belum dikenal dan sulit diperoleh di pasar. Untuk mengetahui komponen
atau kualitas teh yang telah diuji
laboratorium, seperti terlihat pada Tabel 4.52. Tabel 4.52. Hasil Analisa Beberapa Komponen Merek Teh No 1
Contoh Merek Poci Teh Hitam
Komponen 1. Dust (bubuk) IV,ORT 2. Pluf (tulang) CTC + ORT 3. + + 2 Walini Teh Hitam 1. Fann CTC 2. Dust IV CTC 3 2 Tang Teh Hitam 1. Pluf ORT 2. CTC + + 4 Tong Tji Teh Hitam Peko Fann ORT 5 Sariwangi Teh Hitam 1. Fann II CTC 2. Fann II ORT 6 Sosro Teh Wangi 1. Bubuk teh hijau 2. Dust teh hijau 3. Pewangi melati 7 Cap Botol Teh Wangi 1. Peko II 2. Tulang 3. Kempring 4. Bunga melati 8 Upet Teh Wangi 1. Peko Fann IV 2. Kempring, Tulang, dan Bunga melati Sumber : Balai Penelitian Teh dan Kina Gambung, 2005.
Kualitas Rendah
Sedang Rendah Sedang Sedang Rendah
Sedang
Rendah
244
Tabel 4.52 menunjukkan, produk PTP. Nusantara sangat berpeluang untuk meraih pangsa pasar dengan melakukan strategi saluran distribusi pemasaran yang luas dan melakukan bauran promosi, karena teh merek Walini menggunakan grade mutu I yaitu Fann CTC, hal ini jika dilihat dari jenis grade pada tabel sebelumnya (Tabel 2.3) yang berkualitas tinggi dibandingkan dengan merek lain 4.8 Temuan Hasil Penelitian 4.8.1 Temuan Empirik Keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Provinsi Jawa Barat, diperkaya dengan temuan sebagai berikut: 1. Keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor internal konsumen yang mencakup: a. Budaya konsumen, yang diukur melalui kebiasaan-kebiasan dalam rumah tangga. Temuan
hasil penelitian menunjukkan
bahwa
sebagian besar rumah tangga menghabiskan teh 50 – 100 gram per bulan atau konsumsi teh per kapita per tahun 295,92 gram, hampir sama banyaknya dengan konsumsi rata-rata per kapita nasional yaitu 350 gram. Akan tetapi, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi rata-rata per kapita per tahun dunia yang telah mencapai 933 gram.
245
Anggota keluarga rumah tangga mengkonsumsi teh 3 (tiga) sampai 4 (empat) kali sehari yang setara dengan 3 (tiga) sampai 4 (empat) cangkir teh. Adapun waktu yang dipilih untuk minum teh, pada umumnya lebih senang mengkonsumsi teh panas di waktu pagi sebelum berangkat kerja atau sebelum melakukan aktivitas rutin dan siang hari minum teh dingin, yang disertai atau sambil makan siang, serta minum teh panas pada malam hari terutama di waktu istirahat. Adapun, proses atau cara penyeduhan air teh umumnya tidak berpatokan pada waktu, tetapi berpatokan pada warna air seduhan yang diinginkan. Namun, menurut ahli gizi dan anjuran produsen teh yang telah mencantumkan keterangan waktu penyeduhan pada setiap label kemasan selama 3 menit. Jumlah atau takaran teh yang digunakan, ditemukan bahwa setiap satu kantung teh celup dimanfaatkan untuk beberapa cangkir atau satu sendok teh diseduh dengan satu cerek air panas dan kadangkala digunakan berulang-ulang untuk satu hari. Kebiasaan ini menurut
penjelasan ahli gizi (Sudarmani Djoko:2005:5), konsumen
kurang memperoleh manfaat gizi maupun manfaat kesehatan. Akibat dari kebiasaan ini, akan berimplikasi terhadap rendahnya jumlah (gram) konsumsi teh per
bulan dalam rumah tangga. Jika
sesuai dengan takaran yang dianjurkan, maka setiap rumah tangga akan menghabiskan teh 450 gram per bulan atau konsumsi teh per
246
kapita per tahun akan naik menjadi 1.080 gram (asumsi setiap rumah tangga memiliki anggota keluraga 5 (lima) orang, mengkonsumsi 3 (tiga) kali dalam sehari dan dikalikan dengan 30 hari). b. Konsumsi teh pada kelas sosial tertentu menunjukkan perbedaan, misalnya pada strata pendapatan rendah dan menengah (pendapatan kurang dari Rp. 1 juta sampai dengan Rp. 2 juta), konsumsi teh per bulannya relatif tinggi. Strata pendapatan tinggi (di atas Rp 2 juta) ada kecenderungan semakin menurun dan diganti dengan minuman lain seperti kopi, coklat, susu dan soft drink. Akan tetapi,
di Kota Depok pada
pendapatan di atas Rp.2 juta sampai dengan Rp. 4 juta justru konsumsi teh cenderung tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa barang inferior tidak berlaku
bagi semua orang, melainkan hanya
berlaku bagi suatu kelompok masyarakat berpenghasilan tertentu saja. Hal ini mengindikasikan bahwa
konsumsi teh masih dalam taraf
budaya dan belum dijadikan bagian dari gaya hidup (life style), kondisi ini sangat berbeda dengan negara lain yang telah menjadikan minum teh bagian dari gaya hidup di samping juga sebagai budaya. c. Karakteristik individu, seperti usia dan jumlah anggota keluarga menunjukkan, semakin besar jumlah anggota keluarga, maka rata-
247
rata konsumsi teh relatif meningkat, tetapi pada titik tertentu dengan jumlah anggota keluarga enam orang konsumsinya mulai menurun. Menurunnya konsumsi tersebut, karena dalam rumah tangga terdapat anggota keluarga
yang masih balita (usia di bawah lima
tahun) yang lebih sering diberikan susu, atau terdapat anggota keluarga manula (manusia usia lanjut) yang memilih konsumsi susu untuk tulang. Namun, di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Cirebon, jumlah anggota keluarga di atas 6 (enam) orang konsumsi teh relatif tinggi. d. Faktor psikologis menunjukkan, bahwa 38,05 persen konsumen rumah tangga meyakini minuman teh akan memperoleh manfaat kesehatan. Temuan
ini
berbeda
dengan
hasil
penelitian
Suryatmo
(2003:20) yang mengatakan, persepsi konsumen rumah tangga (Kota Bandung dan Kota Cirebon) terhadap manfaat kesehatan hanya 3,6 persen dan 11,10 persen. Hal ini mengindikasikan, bahwa konsumen rumah tangga telah memiliki pengetahuan yang cukup luas tentang manfaat kesehatan, walaupun masih terbatas pada pengetahuan yang diperolehnya dari kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga. Pernyataan konsumen rumah tangga tersebut, dibuktikan dengan jika ada anggota keluarga yang sakit, lebih banyak menyukai minum teh daripada minuman lain. Ini berarti, dalam kondisi tertentu ternyata minuman teh merupakan suatu pilihan yang terbaik, namun sebagian
248
besar konsumen relatif belum mengetahui secara luas tentang manfaat yang begitu besar dengan adanya minum teh. 2. Kinerja bauran pemasaran
mempengaruhi keputusan pembelian
komoditas teh, yang mencakup: a. Kualitas dan merek produk teh cenderung menjadi pertimbangan konsumen rumah tangga pada saat melakukan keputusan pembelian. Preferensi kualitas berdasarkan warna air seduhan, lebih dominan merah kekuningan dan merah kemerahan, sedangkan preferensi terhadap aroma lebih menyukai aroma wangi dan sedang. Pada pilihan kekuatan rasa, lebih menyenangi rasa sepet dan sedang. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Suryatmo (2003:19) menjelaskan, di Kota Bandung dan di Kota Cirebon, pilihan rasa sepet dan sedang lebih dominan serta aroma yang paling digemari adalah aroma wangi. Pilihan jenis teh yang lebih disukai adalah teh hitam dan teh hijau wangi celup. Pilihan tersebut mencerminkan konsumen rumah tangga memilih jenis teh, terutama teh hitam
untuk memperoleh
warna dan mutu rasa air seduhan yang lebih sepet. Alasan memilih kemasan celup hanya semata-mata karena kepraktisan dalam penyajian. Konsumen mengkonsumsi teh hijau mempunyai alasan untuk memperoleh manfaat kesehatan, sedangkan yang mengkonsumsi teh
249
wangi melati hanya untuk
memperoleh aroma yang wangi dan
memiliki rasa khas. b. Harga teh masih merupakan indikator terpenting bagi konsumen rumah tangga dalam memilih salah satu merek produk. Walaupun, persaingan harga yang ditawarkan produsen relatif tidak jauh berbeda, sehingga konsumen rumah tangga menganggap bahwa harga teh relatif murah. Konsekuensi harga akan berkaitan dengan mutu produk dan produk teh yang beredar di pasar rata-rata masih tergolong mutu rendah dan sedang. c. Saluran distribusi atau tempat pembelian produk teh oleh konsumen rumah tangga, lebih memilih pasar modern daripada pasar tradisional. Alasan pilihan tempat tersebut, semata-mata karena kenyamanan dan banyak pilihan serta alasan sekaligus berbelanja bulanan. Walaupun, beberapa merek di tempat tersebut belum tersedia, seperti merek Walini dan merek Tongtji. d. Televisi merupakan media paling banyak dipilih konsumen rumah tangga sebagai sumber informasi merek produk teh. Hasil temuan ini sejalan
dengan
penelitian
Nana
Subarna
et
al.,
(2002:105),
menjelaskan bahwa televisi merupakan media yang paling efektif sebagai alat promosi iklan untuk menyampaikan informasi teh.
250
Akan tetapi, promosi melalui media televisi belum menjadi pilihan sebagian produsen teh, kecuali produsen Sariwangi intensif
yang begitu
melakukan promosi. Hal ini dilakukan oleh Sariwangi agar
merek tersebut tetap melekat di benak konsumen dengan harapan konsumen akan tetap loyal. Walaupun hasil temuan ini menunjukkan bahwa konsumen rumah tangga yang loyal hanya 10,24persen. Akan tetapi, promosi yang dilakukan oleh produsen melalui media televisi maupun media yang lain, belum diterima secara jelas, terutama informasi tentang manfaat kesehatan maupun kandungan gizi teh. Pengetahuan tentang manfaat teh bagi konsumen rumah tangga hanya diperolehnya dari keluarga. Oleh karena itu, konsep ketepatan jumlah, jenis, dan proses perlu disosialisasikan
agar
konsumen rumah tangga memperoleh manfaat gizi dan kesehatan yang optimal dengan mengkonsumsi teh. 3. Berdasarkan kuat lemahnya pengaruh faktor internal konsumen, ternyata budaya dan faktor psikologis konsumen memiliki pengaruh yang sangat kuat, sedangkan karakteristik individu tergolong kuat dan kelas sosial mempunyai pengaruh yang lemah terhadap keputusan pembelian komoditas teh. Namun, keseluruhan variabel kinerja bauran pemasaran mempunyai pengaruh yang kuat.
251
Temuan
ini
diperkuat
oleh
hasil
pengujian
hipotesis
yang
menunjukkan, bahwa kinerja bauran pemasaran berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian, dengan kontribusi pengaruh cukup tinggi 39,22 persen, sedangkan mencapai
pengaruh faktor internal konsumen hanya
34,36 persen.
4. Berdasarkan uji organoleptik dengan uji rasa, aroma, dan warna air seduhan terhadap beberapa merek teh, pada perlakuan dengan menambah maupun tanpa gula lebih dominan pada
pilihan teh celup
hitam merek Walini, selanjutnya Sariwangi, teh celup wangi Sosro dan teh Upet curah. Pengujian ini ternyata pilihan responden terhadap merek tersebut relatif berbeda dengan merek yang biasanya wilayah penelitian,
dikonsumsi. Dari enam
merek Walini unggul di lima wilayah penelitian.
Perbedaan ini disebabkan antara lain merek tersebut belum dikenal dan relatif sulit diperoleh di pasar. 4.8.2 Implikasi Teori Implikasi teori dari temuan penelitian ini sebagai berikut: Teori yang dikemukakan oleh Engel, et al., (1994:3), Wilkie (1994:14) dan Lamb, et al., (2001:188) menjelaskan, bahwa faktor internal konsumen berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen yaitu, (1) budaya konsumen; (2) kelas sosial; (3) karakteristik individu; dan (4) faktor psikologi.
252
Teori tersebut diperkuat oleh hasil temuan empirik, bahwa secara simultan maupun secara parsial faktor internal konsumen rumah tangga berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian komoditi teh di Provinsi Jawa Barat. Secara parsial pada subvariabel kelas sosial mempunyai pengaruh yang lemah atau kecil terhadap keputusan pembelian komoditas teh. Terutama pada indikator pendapatan yaitu pada strata pendapatan tinggi (di atas dua juta rupiah) ada kecenderungan semakin menurun konsumsi teh dan semakin tinggi konsumsi non teh, karena konsumen mempunyai persepsi bahwa minuman non teh lebih bergengsi (mewah) dibandingkan dengan minuman teh. Temuan ini sesuai dengan teori kurva Engel (Engel Curve) menjelaskan hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi, untuk
barang kebutuhan pokok, seperti makanan pokok,
perubahan
pendapatan nominal tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan permintaan. Bahkan jika pendapatan terus meningkat, permintaan terhadap barang tersebut perubahannya makin kecil dibandingkan perubahan pendapatan Kenaikkan pendapatan nyata menurunkan permintaan (efek pendapatan negatif). Hal ini terjadi pada barang inferior dan barang Giffen. Teori kurva Engel tersebut, tidak berlaku di wilayah penelitian Kota Depok, karena pada pendapatan di atas du juta sampai dengan empat juta rupiah, konsumsi teh cenderung tinggi. Artinya kenaikkan pendapatan nyata
253
menaikkan permintaan (efek pendapatan positif), maka bagi responden di kota tersebut, komoditi teh dapat digolongkan sebagai barang normal. Perilaku konsumen yang terjadi di Kota Depok, dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi produsen teh, agar orang berpendapatan tinggi tidak beralih pada minuman non teh. Upaya yang dapat dilakukan oleh produsen teh adalah memberikan informasi yang jelas
melalui promosi, bahwa
komoditi teh jauh lebih bermanfaat, karena memiliki manfaat gizi dan kesehatan. Sesuai dengan salah satu implikasi mengemukakan
bahwa orang
dari
teori
Engel
yang
yang berpendapatan tinggi pengeluaran
untuk kesehatan persentasenya semakin meningkat. Atas dasar teori Engel, dapat diharapkan perilaku orang yang berpendapatan tinggi akan berubah, dengan
menjadikan minum teh bagian dari gaya hidup seperti beberapa
negara lain di dunia. Teori yang dikemukakan oleh Kotler (2000:160-161), Best (2000:151) dan Cravens (2000:17), selain faktor-faktor yang telah diuraikan di atas, rangsangan dari produsen melalui bauran pemasaran (marketing mix) juga berpengaruh terhadap
keputusan pembelian oleh konsumen, yang terdiri
atas produk, harga, tempat, dan promosi termasuk ke dalam kesadaran pembeli. Teori tersebut diperkuat oleh hasil temuan empirik, bahwa secara simultan maupun parsial faktor
kinerja bauran pemasaran mempunyai
254
pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga di Provinsi Jawa Barat. Kontribusi pengaruh yang cukup tinggi pada variabel kinerja bauran pemasaran adalah promosi dan produk. Ini artinya, bahwa produsen hendaknya
merenovasi kembali strategi bauran pemasaran dengan
mempertimbangkan segmentasi pasar, target pasar, dan positioning (STP), misalnya segmen pasar yang berpendapatan tinggi hendaknya lebih mengutamakan kualitas produk dan promosi lebih diarahkan pada informasi yang berkaitan dengan aspek kesehatan dan gizi yang dikandung oleh teh. Selanjutnya, dengan memberikan pembelajaran/pengetahuan bahwa untuk memperoleh manfaat yang optimal hendaknya konsep tepat jumlah, tepat jenis, dan tepat proses perlu di sosialisasikan oleh produsen kepada konsumen, sehingga konsep ini akan berimplikasi pada peningkatan ratarata konsumsi per kapita nasional. Hal ini dipertegas oleh teori Lamb et al., (2001:190), bahwa
keinginan dapat diciptakan
melalui iklan dan bauran
promosi lainnya Berdasarkan hasil temuan empirik dan implikasi teori yang diuraikan di atas, maka menghasilkan model hubungan kausalitas antara faktor internal dan kinerja bauran pemasaran dengan keputusan pembelian konsumen rumah tangga, disajikan pada Gambar 4.13.
255
Budaya
Internal Konsumen
Kelas Sosial
Karakteristik Individu Faktor Psikologis Produk
Kinerja Bauran Pemasaran
Rata-rata Konsumsi / Kapita Nasional Meningkat Keputusan Pembelian Konsumen Rumah Tangga
Manfaat optimal Gizi dan Kesehatan
Konsep 3 T • Tepat Jumlah • Tepat Jenis • Tepat Proses
Harga
Saluran Distribusi Promosi
Memposisikan produk
Renovasi Strategi Bauran Pemasaran (4 P)
Target Pasar Segmentasi Pasar
Gambar 4.13. Model yang dibangun atas dasar kajian empirik dan kajian teoritis hubungan kausalitas antara faktor internal konsumen dan kinerja bauran pemasaran dengan keputusan pembelian komoditi teh oleh konsumen rumah tangga di Provinsi Jawa Barat.
Keterangan : : korelasi timbal balik : pengaruh : mempertimbangkan
256