BUDIDAYA JAMBU AIR DI KABUPATEN DEMAK Miranti D. Pertiwi1, Djoko Prajitno2, Djafar Shiddieq2 1
Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada 2 Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Jl. Flora Bulaksumur Yogyakarta 55281
Abstrak Kabupaten Demak merupakan sentra produksi jambu air terbesar di Jawa Tengah. Hasil survei di tiga kecamatan sentra menunjukkan kondisi tanah dan agroklimat di Demak sesuai dengan persyaratan tumbuh jambu air, seperti tekstur tanah cenderung berlempung, pH tanah antara 7 – 8,1 dengan kandungan C-Organik antara 1-1,64%. Ketinggian tempat kurang dari 100 m dpl, rata-rata curah hujan antara 200- 3000 mm/th, dengan minimal 4 bulan kering, suhu udara 33-33,8ºC, kelembaban udara 45 – 56,6 % dan intensitas cahaya dibawah tajuk sekitar 35.000 lux. Pengembangan jambu air di Demak dilakukan pada lahan kering/pekarangan dan lahan sawah dengan menerapkan sistem surjan atau dipadukan dengan kolam budidaya ikan lele. Jenis jambu air andalan petani adalah ‘Jambu Air Merah Delima’. Keunggulan jambu ini yaitu merupakan varietas spesifik Demak, produksi tinggi, dapat berbuah 2-3 kali per tahun, penampilan fisik menarik, rasa buahnya manis, daging buah tebal dan renyah serta harga jualnya tinggi. Rata-rata produksi per pohon per musim mencapai 66.9 kg. Buah yang siap dipanen berwarna merah cerah, dengan berat segar antara 40 – 120 g dan ukuran panjang 6.5 cm dan lebar 3.7 cm, serta ketebalan daging buah rata-rata 2 cm. Kadar kemanisan rata-rata mencapai 9.4 %brix. Pada tahun 2011 populasi jambu air di Demak mencapai 126.900 pohon, tersebar di 14 kecamatan dan jumlah tanaman produktif sebanyak 96.677 pohon. Jumlah kepemilikan per petani bervariasi antara 10 – 100 pohon, tergantung dari luas kepemilikan lahan. Selama tahun 2008 produksi yang dihasilkan mencapai 4.878 ton. Pada tahun 2011, dalam satu musim panen menghasilkan produksi sebesar 1.755 ton. Melihat keberhasilan tersebut, pengembangan budidaya jambu air ke depan masih akan terus berlangsung. Namun kecenderungan petani ingin mengejar produksi yang tinggi dengan meningkatkan intensitas aplikasi pestisida dan pupuk anorganik perlu diwaspadai, agar tidak terjadi pelandaian produksi dan kerusakan lingkungan. Diperlukan perhatian yang lebih besar dari pemerintah daerah, akademisi dan peneliti agar komoditas jambu air dapat terus berkembang dan lestari. Kata kunci : Budidaya Jambu Air, Lahan Kering, Lahan Sawah, Kabupaten Demak Pendahuluan Jambu air termasuk komoditas buah lokal potensial dan semakin banyak peminatnya namun belum banyak disentuh pembudidayaannya. Salah satu spesies jambu air yang berkembang di Asia Tenggara berasal dari pulau Jawa dan terkenal dengan sebutan ‘Java Apple’ (Morton,1987; Zen-hong, et al. 2007) dari species Syzygium samarangense (Blume.) Merr.& Perry (Verheij & Coronel (editors), 1992 yang tergolong istimewa karena mempunyai bentuk buah yang besar dan rasa yang manis (Morton, 1987; Hariyanto, 1992). Di Indonesia, tanaman jambu air biasanya ditanam sebagai peneduh di pekarangan dan buahnya hanya untuk konsumsi keluarga. Padahal bila dibudidayakan dan dikelola secara serius pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, jambu air akan memberikan produksi dengan kualitas tinggi bahkan tidak kalah dengan buah unggul lainnya. Kabupaten Demak adalah wilayah sentra produksi jambu air di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2008, populasi sekitar 88.000 pohon, dan selama satu tahun produksi yang dihasilkan mencapai 4.878 ton. Pada tahun 2011 populasi jambu air telah mencapai 126,901 pohon dengan jumlah tanaman produktif sebanyak 96,677 pohon yang tersebar di 12 kecamatan. Dalam satu musim panen menghasilkan produksi sebesar 1.755 ton. Jumlah kepemilikan per petani bervariasi antara 10 – 100 pohon, tergantung dari luas kepemilikan Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
35
lahan. Ada tiga macam jambu air jenis unggul yang dikembangkan petani di Kabupaten Demak, yaitu varietas unggul nasional asli Demak yaitu jambu air Merah Delima, varietas introduksi yaitu jambu air Citra dari Taman Buah Mekar Sari Bogor, dan jambu air lokal Demak warna hijau. Permintaan konsumen terhadap tiga jenis jambu air tersebut terutama varietas Merah Delima terus meningkat. Hal ini menyebabkan perkembangan populasinya meningkat dengan pesat. Luas wilayah Kabupaten Demak sebesar 89.743 hektar, dimana 48.947 hektar (54,53%) merupakan lahan sawah dan 40.796 ha (45,47%) sisanya merupakan lahan kering. Ditinjau dari posisinya dari permukaan laut, termasuk dataran rendah dengan ketinggian tempat antara 0-100 m dpl. Dari aspek sumberdaya lahannya, tanah di Kabupaten Demak memiliki tekstur tanah halus (klei) dan sedang (lom), dengan jenis tanah didominasi oleh tanah Grumosol (Anonim, 2000), kandungan pH tanah antara 6,77-8,22 dan C-organik dari sangat rendah sampai sedang. Kondisi lahan dan agroklimat tersebut termasuk sesuai untuk pengembangan komoditas jambu air (Anonim, 2005). Budidaya jambu air di Demak telah dilakukan lebih dari dua puluh tahun yang lalu, dan berhasil menggeser posisi buah belimbing yang telah dikenal sebagai buah unggulan Demak. Potensi pengembangan jambu air di Demak masih terbuka disebabkan karena wilayah budidayanya tidak hanya pada lahan kering seperti pekarangan rumah, kebun atau tegalan, namun telah berkembang dengan mengkonversi lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Apakah terdapat perbedaan teknik budidaya, kondisi iklim mikro yang terbentuk dan pertumbuhan serta produksi jambu air yang dihasilkan antara lahan kering dan sawah? Untuk mengetahui hal itu, maka dalam makalah ini akan diuraikan tentang karakteristik lahan dan iklim mikro, teknik budidaya, pertumbuhan dan produksi jambu air Merah Delima yang dikembangkan petani di lahan kering dan lahan sawah di tiga kecamatan serta apa saja permasalahan yang dihadapi. Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di tiga kecamatan yang mengembangkan jambu air di lahan kering dan sawah yaitu Kecamatan Wonosalam, Demak dan Bonang dengan metode survei pada bulan Maret-Juni 2012. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Sebagai sampel adalah petani sebanyak 50 orang petani dari tiga kecamatan dan dua jenis lahan. Data primer meliputi teknik budidaya jambu air petani sampel, data produksi dan mutu hasil jambu air yang diperoleh melalui pengamatan sub sampel tanaman jambu air sebanyak 54 tanaman yang tersebar di tiga kecamatan dan dua jenis lahan. Hasil survei disajikan dalam tabel, grafik dengan metode deskriptif eksplanatif dan sidik ragam serta uji beda nyata terkecil. Hasil dan Pembahasan 1. Gambaran Umum Kondisi Wilayah Budidaya Jambu air di Kabupaten Demak Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang terletak pada 6043’ 26” – 70 09’ 43” LS dan 1100 48’ 47” BT. Luas wilayah Kabupaten Demak adalah 89.743 hektar, dimana 48.947 hektar (54,53 %) merupakan lahan sawah dan 40.796 ha (45,47%) sisanya merupakan lahan kering. Topografi wilayah datar dengan ketinggian tempat antara 0 – 100 m diatas permukaan laut. Jenis tanah didominasi oleh Grumosol. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa budidaya jambu air berawal dari kecamatan Demak dan dilakukan di lahan kering. Pada perkembangannya, populasi jambu air terbesar terdapat di Kecamatan Wonosalam yaitu 1172 pohon dengan rata-rata kepemilikan 41.86 pohon per petani dan semakin bear populasinya di lahan sawah. Dari perkembangan populasi jambu air di lahan kering dan sawah terlihat terjadi pergeseran yaitu semula pada kelompok umur > 15 tahun populasi di lahan kering lebih banyak dibanding lahan sawah, pada kelompok umur 10-15 tahun populasi di sawah sudah agak lebih banyak dan pada kelompok umur 5-10 tahun dan 3-5 tahun, populasi di sawah semakin lebih banyak dibanding di lahan kering.
36
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Tabel 1. Kepemilikan Jambu Air Merah Delima Berdasarkan Kelompok Umur Tanaman di Lahan Kering dan Sawah di Tiga Kecamatan, tahun 2012
Kecamatan
Jumlah sampel (orang)
Kepemilikan Jambu Air Merah Delima (pohon) Umur 3-5 th
Umur 5-10 th
Umur 10-15 th
Umur > 15 th
Jumlah per jenis lahan
LK
S
LK
S
LK
S
LK
S
LK
S
Total
Ratarata
Wonosalam
28
67
156
303
241
152
215
28
10
550
622
1172
41.86
Demak
14
0
0
20
87
24
75
212
18
256
180
436
31.14
Bonang
8
17
0
25
98
55
5
50
30
147
133
280
35.00
Jumlah
50
84
156
348
426
231
295
290
58
953
935
1888
37.76
28
52
116
142
77
98.3
96.7
19.3
317.7
311.7
629.3
Rata-rata
a. Sifat Fisika dan Kimia Tanah di Lahan Kering dan Sawah di Tiga Kecamatan Jenis tanah di lokasi penelitian adalah Grumosol, yaitu jenis tanah yang bertekstur klei atau tanah halus. Kadar air di lahan kering di tiga kecamatan cenderung lebih rendah dibanding dilahan sawah meskipun pengamatan dilakukan saat musim penghujan. Tabel 2. Sifat Fisika dan Kimia Tanah d Lahan Kering dan Sawah di Tiga Kecamatan Parameter
Satuan
WONOSALAM
DEMAK
BONANG
L.Kering
Sawah
L.Kering
Sawah
L.Kering
Sawah
%
12,41 7,43 (Netral) 9
12,85 7,79 (Agak Alkalis) 18
11,9 8,13(Agak Alkalis) 13
12,88 8,02(Agak Alkalis) 10
12,28 7,78(Agak Alkalis) 3
12,75 7,75(Agak Alkalis) 1
%
20
19
43
19
7
18
71
63
71
90
81
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
1,64 (R)
0,38 (SR)
44 Lempung berdebu 1,04 (R )
0,37 (SR)
1,21 (R )
0,12 (SR)
0,27 (S) 225,23 (ST) 0,68 (T)
0,18 (R ) 197,87 (ST)
0,24 (S) 471,20 (ST)
0,19 (R ) 310,71 (ST)
0,16 (R ) 454,14 (ST)
0,27 (S) 513,96 (ST)
0,75 (T)
1,82 (ST)
1,19 (ST)
1,4 (ST)
0,68 (T)
55,31 (ST)
49,65 (ST)
50,13 (ST)
56,44 (ST)
53,89 (ST)
51,41 (ST)
0,62 (T)
0,66 (T)
1,64 (ST)
1,11 (ST)
1,29 (ST)
0,56 (S)
66,92 (ST)
76,39 (ST)
81,86 (ST)
74,19 (ST)
78,06 (ST)
72,7 (ST)
Na-ttk
2,33 (ST)
1,17 (ST)
2,74 (ST)
3,84 (ST)
2,7 (ST)
1,97 (ST)
Mg-ttk
5,17 (T)
6,27 (T)
6,03 (T)
6,88 (T)
7,59 (T)
7,87 (T)
1,17
1,17
1,13
1,11
1,21
1,10
2,02 42,08
2,03 42,36
2,08 45,67
1,98 43,94
2,01 39,80
2,02 45,54
58,91
59,82
60,66
64,07
62,24
61,58
pF 2,54
48,58
51,62
51,53
60,45
53,81
53,64
pF 4,2
44,65
44,57
44,56
48,82
41,60
44,22
Ka pH Pasir Debu Klei Kelas Tekstur C-Org N-Total P-Trsdia
% ppm
K-Trsdia KPK K-ttk Ca-ttk
BV BJ
(+)
cmol . (-) kg
mg/ 3 cm
n-Porositas pF 2,0
%
Keterangan : Harkat Status Hara : SR = Sangat rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
37
Kandungan hara makro penting seperti C, N, P, K antara lahan kering dan sawah hampir sama. Kondisi N dalam tanah sangat dinamis, karena sifat hara N yang mudah terlindi dan di lahan sawah kandungan N cenderung lebih rendah karena kadar air lebih tinggi, sehingga lebih banyak N yang terlindi. Sementara tingginya kandungan P dan K menunjukkan bahwa pemupukan yang dilakukan cukup intensif dan tidak semuanya dimanfaatkan oleh tanaman. Sifat tanah grumosol juga dicirikan oleh tingginya KPK tanah dan kandungan Ca, Na dan Mg tertukar dalam tanah, karena sifat tanah bertekstur klei mempunyai kemampuan lebih besar dalam mengikat kation-kation dalam tanah. b. Iklim Mikro, Pertumbuhan, Produksi dan Mutu Buah Jambu Air di Lahan Kering dan Sawah Perbedaan iklim mikro antara lahan kering dan sawah secara nyata terjadi pada parameter suhu udara dan intensitas cahaya, dimana suhu udara dan intensitas cahaya di lahan sawah nyata lebih tinggi dibanding lahan kering. Kelembaban udara tidak berbeda nyata antara lahan kering dan sawah namun nyata berbeda antar kecamatan, dimana kecamatan Wonosalam dan Bonang tidak berbeda nyata tetapi nyata lebih tinggi dibanding kecamatan Demak (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata Kelembaban Udara, Suhu Udara dan Intensitas Cahaya di bawah Tajuk Tanaman Jambu Air pada Lahan Kering dan Sawah di Tiga Kecamatan Kecamatan
Kelembaban udara L.Kering
Sawah
Suhu udara L.Kering
%
Intensitas cahaya
Sawah
L.Kering
C
Sawah Lux
Wonosalam
54,67a
56,54a
33,42 b
34,14 b
Demak
45,80b
46,23b
34,80 a
35,70 a
Bonang
56,36a
54,39a
34,71 a
35,29 a
Rata-rata
52,27
52,39
34,31
35,04
27.275,42 b 24.053,96 b 43.954,50 b 31,761.29
41.942,39 a 28.874,83 a 45.795,75 a 38,870.99
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada LSD dengan α=10%. Pada parameter pertumbuhan, jumlah cabang nyata berbeda antar kecamatan tetapi tidak berbeda nyata antara lahan kering dan sawah, dimana jumlah cabang tanaman jambu air di Kecamatan Wonosalam dan Demak tidak berbeda nyata tetapi nyata lebih banyak dibanding di Kecamatan Bonang. Untuk parameter lebar tajuk dan diameter batang tidak berbeda nyata antar kecamatan ataupun antara lahan kering dan sawah (Tabel 4). Tabel 4. Rata-rata Jumlah Cabang, Lebar Tajuk, dan Diameter Batang Tanaman Jambu Air pada Lahan Kering dan Sawah di Tiga Kecamatan Jumlah Cabang
Lebar tajuk
Diameter Batang
L.Kering
Sawah
L.Kering
Sawah
L.Kering
Sawah
cbg
cbg
m
M
cm
cm
Wonosalam
19,67 a
20,00 a
3,20 a
3,23 a
83,81 a
88,12 a
Demak
17,67 a
21,67 a
3,18 a
3,70 a
90,32 a
92,44 a
Bonang
15,33 b
15,67 b
3,32 a
3,09 a
84,60 a
91,17 a
Rata-rata
17,56
19,11
3,23
3,34
86,24
90,58
Kecamatan
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada LSD dengan α=10%.
38
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Produksi jambu air berbeda nyata antar kecamatan tetapi tidak berbeda nyata antara lahan kering dengan lahan sawah. Dimana produksi di Kecamatan Wonosalam dan Demak tidak berbeda nyata tetapi keduanya nyata lebih tinggi dibanding produksi di Kecamatan Bonang (Tabel 5). Dari kondisi pertumbuhan dan produksi jambu air dapat dijelaskan bahwa produksi dipengaruhi oleh jumlah cabang, namun tidak dipengaruhi oleh lebar tajuk dan diameter batang. Tabel 5. Produksi Jambu Air Merah Delima pada Lahan Kering dan Sawah di Tiga Kecamatan Kecamatan Lahan kering Sawah Rata-rata Wonosalam 69,94 73,08 71,51 a Demak 74,68 63,19 68,94 a Bonang 57,87 49,20 53,54 b Rata-rata 67,50 61,82 64,66 Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada LSD dengan α=10%. Pengembangan ke depan komoditas jambu air bisa dilakukan di lahan kering atau sawah, karena produksi antara dua jenis lahan tersebut idak berbeda nyata. Yang perlu diperhatikan adalah teknik pengelolaan lahan dan tanamannya, agar dapat tumbuh secara optimal dan berproduksi maksimal. Tabel 6. Mutu Buah Jambu Air Merah Delima pada Lahan Kering dan Sawah di Tiga Kecamatan Wonosalam
Demak
Bonang
Parameter
Satuan
Lahan Kering
Sawah
Lahan Kering
Sawah
Lahan Kering
Sawah
Ukuran Super
%
7,46
7,42
11,52
4,50
1,03
0
Ukuran A
%
32,77
56,11
44,35
40,47
37,76
26,82
Ukuran B
%
23,78
27,02
31,68
26,78
36,19
45,26
Ukuran C
%
36,00
9,46
12,45
28,24
25,02
27,93
Berat maksimal
g
94,79
111,36
103,99
94,18
96,61
73,17
Kerenyahan
N
94,21
97,51
95,89
92,54
95,10
94,95
Kadar kemanisan
% brix
8,26
8,86
9,28
9,17
9,42
8,86
21,48
16,38
18,28
20,08
16,27
19,63
95,33
95,65
95,21
93,11
94,73
95,23
Kadar warna merah Kadar air
%
Produksi berbanding lurus dengan buah ukuran super (>85 gram), ukuran A (60-85 gram), ukuran B (50-60 gram), berat maksimal buah, kerenyahan, kadar kemanisan dan kadar air buah. Akan tetapi produksi berbanding terbalik dengan persentase buah ukuran C (<50 gram) kadar warna merah buah. Dari peramater mutu buah diketahui bahwa perbedaan nyata antara produsi di Kecamatan Wonosalam dan Demak dengan Kecamatan Bonang disebabkan oleh perbandingan antara persentase buah ukuran super, A, B, dan C. Dimana di Wonosalam dan Demak, persentase buah ukuran super dan A lebih besar dibanding ukuran B dan C, sementara di Kecamatan Bonang, buah ukuran super dan A lebih kecil dibanding ukuran B dan C. Fakta berikutnya yaitu, semakin tingi produksi maka
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
39
kadar warna merah buah semakin berkurang namun tidak mengurangi kerenyahan, kadar air dan kadar kemanisan buah. Hal ini diduga karena kadar kemanisan, kerenyahan dan kadar air buah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetis namun kadar warna merah lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan. 2. Pengelolaan Lahan dan Tanaman Jambu Air Merah Delima Jambu air bukan merupakan komoditas unggulan nasional, sehingga hasil penelitian tentang teknologi budidayanya masih sangat terbatas. Kondisi ini menjelaskan bahwa keberhasilan budidaya jambu air di Kabupaten Demak merupakan hasil dari percobaan dan pengalaman dari petani yang telah melakukan usahatani selama belasan tahun. Berdasarkan hasil wawancara, berikut dipaparkan teknik pengelolaan tanaman dalam budidaya jambu air di lahan kering dan sawah yang telah dilakukan oleh petani. a. Teknik Penataan Kebun dan Jarak Tanam Jarak tanam yang digunakan dalam budidaya jambu air Merah Delima di lahan kering pada umumnya di cukup bervariasi seperti 3 x 3 m, 3 x 4 m, 3 x 5 m atau 4 x 5 m. Permasalahan yang dihadapi pada lahan kering yaitu keterbatasan lahan, karena status pekarangan dan tegalan disekitar pemukiman mulai tergeser oleh keberadaan bangunan, sehingga untuk mendapatkan populasi yang tinggi jarak tanam yang digunakan cenderung sempit dan kurang teratur, menyesuaikan kondisi lahan yang ada. Di lahan sawah, digunakan sistem surjan, hal ini dilakukan untuk mengatur drainase air karena Kabupaten Demak merupakan dataran rendah yang rawan banjir ketika musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Jarak tanak di lahan sawah biasanya lebih teratur dengan lebar guludan sekitar 3 – 4 m dengan jarak tanam 6 x 7 m atau 6 x 8 m. Lebar salauran air kurang lebih 1m dengan kedalaman antara 75–100 cm. Selain sistem surjan, petani juga mengembangkan model sawah rata atau dibuat seperti lahan kering. Model ini banyak dilakukan di Kecamatan Wonosalam (Gambar 4). Model penataan lainnya yaitu tanaman jambu air ditanam disekitar kolam budidaya ikan air tawar. Model seperti ini bisa dijumpai di Kecamatan Bonang dan dikenal dengan sebutan Jambu–Lele (Bule) yang artinya kolam ikan yang ditanami pohon jambu di sekitarnya (Gambar 4).
a. b. c. Gambar 4. Berbagai macam teknik budidaya jambu air a. Budidaya jambu air di lahan sawah dengan sistem guludan/surjan b. Budidaya jambu air dilahan sawah tanpa guludan/datar c. Budidaya jambu air di sekeliling kolam ikan lele b. Teknik Pemeliharaan Tanaman b.1. Teknik Pengairan Tekstur tanah lempung atau klei di wilayah penelitian menyebabkan lengas tanah dapat bertahan lebih lama dalam kondisi lembab ketika musim hujan, sehingga pengairan hanya dilakukan pada awal dan selama musim kemarau baik di lahan kering atau sawah. Sistem pengairan yang digunakan petani lahan kering yaitu menggunakan mesin pompa air untuk menyedot air dari saluran irigasi sekunder di persawahan dan
40
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
menyalurkannya ke kebun-kebun di sekitar rumah mereka. Petani lahan sawah dengan sistem guludan atau surjan mengairi kebun jambu dengan membuka saluran drainase yang telah dibuat dan memasukkan air irigasi ke dalam saluran-saluran air diatara barisan tanaman jambu. b.2. Teknik Pemupukan Teknik pemupukan yang dilakukan di lahan kering dan sawah sama. Pupuk yang biasa digunakan oleh petani yaitu pupuk majemuk NPK, namun beberapa petani menambah dengan pupuk tunggal sumber hara phospat dan kalium seperti SP36 dan KCl. Dosis yang digunakan bervariasi, biasanya berdasarkan kondisi tanamannya, jika pertumbuhan vegetatif baik maka dosis yang diberikan sedang sekitar 0,5 – 1 kg per pohon per aplikasi, namun jika kurang baik dosis lebih banyak sekitar 1-2 kg per pohon per aplikasi. Waktu aplikasi sangat bervariasi, sebagian petani melakukan pemupukan setelah panen atau saat fase vegetative aktif dan saat pembentukan bunga atau pembesaran buah sehingga bila panen tiga kali maka aplikasi per tahun menjadi 6 kali. Sebagian petani memberikan pupuk pada fase pembesaran buah saja sehingga bila tanaman berbuah 2 atau 3 kali, maka pemupukan hanya 2 atau 3 kali per tahun. b.3. Teknik Pengendalian Hama dan Penyakit Hama utama dalam budidaya tanaman jambu air yaitu penggulung daun (Apoderus sp), penggerek daun (Acrocercops eugeniella), kutu putih (Pseudococcus citrilus Cox) dan lalat buah (Bractocera albistrigata). Penyakit utama jambu air adalah jamur upas, busuk akar dan pangkal batang, antarcnose dan layu fusarium (Anonim, 2010). Serangan hama jika tidak dikendalikan akan menurunkan produksi secara nyata karena rusaknya organ fotosintesis. Pengendalian hama yang digunakan oleh petani masih mengutamakan pengendalian secara kimia dengan pestisida kimia sintetik baik di lahan kering maupun sawah secara berkala antara 7 sampai 15 hari sekali tergantung kondisi serangan. Sistem penyemprotan menggunakan mesin pompa air yang dirakit dengan bak air berkapasitas 200 liter air larutan pestisida. Dosis yang digunakan petani satu dengan petani lainnya sangat variatif. Dosis rendah apabila larutan 200 liter air cukup diaplikasikan untuk 20 pohon jambu air, sementara dosis tinggi hanya untuk 8-10 pohon jambu air. b.4. Teknik Penjarangan, Pembungkusan dan Pemanenan Buah Jambu Air Merah Delima Penjarangan buah dimaksudkan untuk meningkatkan ukuran dan mutu buah yang dihasilkandan memperoleh produksi yang lebih tinggi. Perlakuan penjarangan disarankan dilakukan segera setelah benangsari rontok. Dalam satu tangkai dompolan, dipilih maksimal 4 – 5 buah yang kondisinya terbaik. Penjarangan juga dilakukan untuk mengurangi jumlah dompolan dalam satu cabang. Jarak yang optimal antar dompolan dalam satu cabang adalah 40 cm (Anonim, 2010). Pada umumnya petani enggan melakukan penjarangan buah, namun sebagian petani melakukan bersamaan dengan saat pembungkusan (pembrongsongan) buah yaitu sekitar 2 minggu setelah benangsari rontok dan telah terbentuk buah seperti lonceng kecil, karena dianggap lebih efisien tenaga kerja oleh petani, terutama bagi petani yang populasi kepemilikannya besar. Perlakuan pembungkusan buah merupakan upaya yang paling aman untuk melindungi buah jambu agar tidak diserang lalat buah yang dapat menurunkan produksi dan mutu hasil secara nyata. Pembungkusan sebaiknya dilakukan segera setelah bunga rontok atau sekitar 3-4 minggu sebelum panen (anonim, 2010). Kebanyakan petani melakukan pembungkusan buah hanya 10-15 hari sebelum panen. Saat panen buah jambu air dapat diketahui dari waktu rontoknya benangsari dari dasar bunga, yaitu sekitar 5 – 6 minggu kemudian atau dari tampilan fisik buah yaitu ukuran dan warna buah. Interval waktu panen juga perlu diperhatikan dalam pemanenan buah, yang baik adalah dilakukan 3 hari sekali, akan menghasilkan buah dengan ukuran dan berat maksimal sehingga produksi total meningkat.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
41
3. Siklus Berbuah Jambu Air Merah Delima Jambu air pada umumnya berbuah lebat dua kali dalam satu tahun (Morton, 1987). Begitu juga dengan Jambu air Merah Delima. Berdasarkan pengamatan selama 6 bulan (Januari -Juli) diketahui bahwa tanaman jambu yang dipelihara dengan baik, dapat berbuah lebih dari dua kali dalam setahun. Waktu yang diperlukan oleh tanaman jambu air dalam satu periode berbuah sejak munculnya calon bunga hingga selesai panen yaitu sekitar 2,5 – 3 bulan (Tabel 6). Tanaman jambu air dapat menghasilkan buah optimal sebanyak dua kali dalam setahun. Periode berbuah optimal pada tahun 2012 terjadi selama musim kemarau, sedangkan periode berbuah kurang optimal terjadi pada akhir musim penghujan atau memasuki musim kemarau (April). Periode berbuah kurang optimal dapat ditandai dari kondisi fisik tanaman jambu air, yaitu selama fase pembungaan sampai pembentukan buah masih banyak tumbuh tunas serta daun baru sehingga fotosintat yang menuju ke pembentukan bunga dan buah terbagi ke organ vegetative akibatnya ukuran, berat dan mutu buah lainnya tidak bisa maksimal. Tabel 6. Siklus Berbuah Tanaman Jambu Air Merah Delima Pebruari - Agustus 2012 di Wilayah Penelitian Maret April Mei Juni Juli Agustus Maret April Mei Juni Juli 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 bunga mekarPeriode berbuah 1 - muncul bakal pembentukan bunga mekar-Pembentukan Pembesaran benang sari bakal pembentukan Pembesaranpanen Periode berbuah 1 - muncul bunga bunga benang sari Pembentukan buah buah kurang optimal panen rontok bunga bunga buah buah kurang optimal rontok bunga mekarmuncul bakal pembentukan bunga mekarPembentukan Pembesaran Periode berbuah 2 panen benang sari muncul PembentukanbuahPembesaran Periode berbuah 2bungabakal pembentukan bunga buah optimal panen benang sari rontok bunga bunga buah buah optimal rontok bunga mekarmuncul bakal pembentukan Pembentukan Pembesaran Periode berbuah 3 panen benang sari bunga mekarbunga buah buah optimal muncul bakalbungapembentukan Periode berbuah 3rontok benang sari Pembentukan Pembesaran panen bunga bunga buah bungabuah optimal mekarrontok muncul bakal pembentukan Pembentukan Pembesaran Periode berbuah 4 panen benang sari bunga mekarbunga bunga buah buah optimal muncul bakal pembentukan Pembentukan Pembesaran Periode berbuah 4 rontok 2012
2012
optimal
Pebruari
1
Pebruari 2 3 2 3
4
bunga
bunga
benang sari rontok
buah
buah
Beberapa hal yang belum disadari oleh petani namun perlu diwaspadai dalam
Beberapa hal yang belum disadari oleh petani namun perlu diwaspadai dalam pengembangan budidaya dan agribisnis jambu air di Kabupaten Demak adalah sistem pertanaman monokultur dalam kawasan yang luas biasanya memiliki jenis hama yang sama. Sistem pengendalian yang dilakukan hanya secara kimia dan intensif serta terus menerus. Hal ini pada suatu saat akan menyebabkan resistensi sehingga populasi hama sulit untuk dikendalikan lagi. Akibatnya produksi mulai berkurang dengan kualitas buah yang semakin menurun juga. Pada saat itu petani dan lingkungan yang akan menanggung kerugian. Oleh karena itu, diperlukan dukungan teknologi dan perhatian yang lebih besar dari pemerintah agar kemungkinan tersebut dapat diantisipasi dan diminimalisir sehingga pengembangan budidaya jambu air akan tetap terjaga dan lestari. Permasalahan yang disadari oleh petani yaitu rendahnya harga jual ketika musim panen raya jambu air yaitu sekitar bulan juni-juli dan ketika musim panen buah lain seperti mangga dan rambutan ketika bulan agustus-oktober. Kondisi ini menimbulkan keinginan dari petani untuk dapat menggeser atau mengatur musim berbunga jambu air, namun belum ditemukan formula yang tepat. Oleh karena itu diperlukan dukungan penelitian tentang pengaturan waktu berbunga jambu air untuk mengantisipasi kerugian karena rendahnya harga jual saat panen raya dan musim buah lainnya. Kesimpulan 1. Perbedaan teknik budidaya jambu air di lahan kering dan sawah adalah mengenai penataan lahan dan jarak tanam, dan teknik pengairan, sedangkan teknik pemupukan,
42
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Agustus 2 3
panen
4
pengendalian hama, penjarangan dan pembungkusan buah serta pemanenan tidak berbeda. 2. Produksi jambu air di lahan kering dan sawah tidak berbeda nyata namun berbeda nyata antar kecamatan sehingga pengembangan budidaya jambu air ke depan bisa dilakukan di lahan kering atau sawah dengan memperhatikan kondisi sumberdaya lahan dan teknik budidayanya. 3. Diperlukan teknologi alternatif pengendalian hama dan penyakit ramah lingkungan dan pengaturan waktu berbunga agar budidaya jambu air di Kabupaten Demak dapat berkembang ke arah agribisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2000. Teknologi Budidaya Jambu Air. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. BAPPENAS. Jakarta. www.warintek.ristek.go.id. Diakses tanggal 22 November 2011. Anonim, 2005. Laporan Akhir Pemetaan Unsur Hara Tanah Untuk Rekomendasi Pemupukan Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Demak. Bappeda Kabupaten Demak. Pemerintah Kabupaten Demak. 43 hal. Anonim. 2010. Standar Operasional Prosedur (SOP) Jambu Air di Kabupaten Demak. Dinas Pertanian Kabupaten Demak. Pemerintah Kabupaten Demak. Anonim.2011. Demak Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak. Hariyanto, 1992. Jambu Air : Jenis Perbanyakan Dan Perawatan. Penebar Swadaya. Jakarta. Morton, J. 1987. Java Apple. p. 381–382. In: Fruits of warm climates. Julia F. Morton, Miami, FL. Verheij, EWM and R.E. Coronel (editors), 1992. Prosea. Plant Resources of South-East Asia 2. Edible Fruits and Nuts. Bogor Indonesia. Zen-hong. S., Ts.Lin, J.Lai, C.Huang, D.Wang, H.Pan. 2007. The Industri and progrees Review on the Cultivation and Physiology of Wax Apple - with Special Reference to ‘Pink Variety’. The Asian and Australasian Journal of plant Science and Biotechnology. Global Science Book. 1(2), pp 48-53.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
43