BUDAYA KOMUNIKASI ETNIS MADURA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL DI KELURAHAN MATA KOTA KENDARI *Isti Qamariah**La Ode Jumaidin**Sutiyana Fachruddin* Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo 082211018731
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Budaya Komunikasi Etnis Madura dalam Kehidupan Sosial Di Kelurahan Mata Kota Kendari. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan subjek penelitian yang terdiri dari masyarakat Madura dan Masyarakat sekitar Kelurahan Mata Kota Kendari. Adapun teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa budaya komunikasi etnis Madura mengacu kepada bagaimana bahasa yang mereka gunakan dalam sehari-hari, budaya komunikasi etnis Madura disini lebih mengarah pada budaya komunikasi yang lebih terbuka, dalam berinteraksi mereka cenderung menggunakan bahasa verbal dari pada bahasa non verbal. Komunikasi verbal yang mereka gunakan yakni bahasa dialek Madura yang terdiri dari empat macam dialek. Tidak hanya itu, budaya komunikasi etnis Madura disini juga mengacu kepada bagaimana perilaku masyarakat Madura yang pada dasarnya perilaku masyarakat Madura disini adalah jujur dan sederhana. Masyarakat Madura yang masih kental dengan budaya Madura, dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu memakai sarung dalam segala aktivitas yang dilakukan. Budaya sarungan masryarakat Madura merupakan budaya turun temurun yang dikentalkan oleh para orang tua kepada anaknya mulai dari kecil. Di kehidupan sosial masyarakat Madura memiliki suatu sistem kekerabatan yang khas dan unik. Namun masyarakat Madura tidak memiliki sistem kekerabatan dengan penamaan yang khas. Mereka hanya percaya bahwa orang Madura merupakan satu garis keturunan yang sama sejak dahulu. Masyarakat Madura juga masih mempertahankan budaya kulturalnya, dengan adanya berbagai macam kegiatan ritualitas yang masih mereka sering lakukan. Kata Kunci : Budaya Komunikasi, Etnis Madura, Kehidupan Sosial
1
ABSTRACT This study aims to determine Madura Ethnic Cultural Communication in Social Life in the Village Mata Kendari. This study uses qualitative research methods with research subjects consisting of Madurese and Communities around the Village Mata Kendari. The technique of determining the informants used in this research is purposive sampling technique. While data collection techniques used in this research is observation, interviews, literature review, and documentation. From these results it can be concluded that the communication culture of ethnic Madurese refers to how the language they use in everyday life, culture of communication ethnic Madurese here is more directed to culture more open communication, interaction they tend to use verbal language of the non-verbal language. Verbal communication they use the language of Madura dialect consisting of four different dialects. Not only that, the communication culture of ethnic Madurese herein also refers to how people's behavior is basically behavior Madura people here are honest and simple. Madura society are still dominated by the culture of Madura, in everyday life they always wear gloves in all activities undertaken. Culture sarungan etnhic Madura hereditary thickened by the parents to their children start small. In the social life of the Madurese have an alliance system that is distinctive and unique. But the Madurese community has no kinship with the naming system is typical. They simply believe that the Madurese are the same bloodline long ago. Madura community still retains its cultural culture, with a wide variety of activities spirituality that still they often do. Key Word : Culture Communication, Ethnic Madura, Social Life
PENDAHULUAN Masyarakat Madura masih mempercayai dengan kekuatan magis, dengan melakukan berbagai macam ritual dan ritual tersebut memberikan peranan yang penting dalam pelaksanaan kehidupan masyarakat Madura. Salah satu bentuk kepercayaan terhadap hal yang berbau magis tersebut adalah terhadab benda pusaka yang berupa keris atau jenis tosan aji dan ada kalanya melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji). Masyarakat Madura dalam berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh tradisi mereka yang sangat khas, mulai dari logat bahasa, cara mereka bertutur kata, menyampaikan pesan yang ada
2
dalam pikiran mereka sampai pada pengungkapan atau pengekspresian perasaan mereka. Komunitas Madura yang ada di Kelurahan Mata, mereka lebih menghargai lawan bicara mereka sehingga mereka berusaha semaksimal mungkin memperhalus kemasan pesan mereka agar tidak sampai menyinggung perasaan lawan bicaranya. Meskipun mereka tidak perlu merangkai katakata yang indah, tapi enak di dengar, mereka lebih mengutamakan inti pesan, agar pesan tersebut bisa dengan mudah dipahami oleh lawan bicaranya. Keunikan bahasa Madura telah nampak pada variasi dialektik, variasi tingkat tutur (speech level), dan varian-varian alofonnya. Pada variasi tingkat tutur. Dalam bahasa Madura yang sudah umum terdapat tiga tingkatan, yakni tingkat tutur Enja’ Iya, tingkat tutur Èngghi Enten, sedangkan yang terakhir tingkatan Èngghi Bhunten. Orang-orang Madura yang hidupnya di luar Madura atau sebagai perantauan, mereka akan cenderung mencari kelompoknya sendiri, yakni sesama orang Madura. Karena ketika mereka telah bertemu dengan orang yang berasal dari Madura, mereka akan merasa memiliki kedekatan emosional tersendiri, sekalipun orang itu bukan keluarga kandungnya akan tetapi mereka tetap menganggap orang-orang Madura yang mereka temui sebagai “taretan dhibi’” atau saudara sendiri. Hal itulah yang akan membuat orang Madura bangga dan senang ketika bertemu sesama orang Madura, sebab mereka akan menjaga satu sama lain, terlebih juga saling menjaga harga diri mereka agar tidak terinjak oleh kelompok lain. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dapat dikemukakan suatu perumusan masalah yaitu bagaimana budaya komunikasi etnis Madura dalam kehidupan sosial di Kelurahan Mata Kota Kendari. Dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memahami budaya komunikasi etnis Madura dalam kehidupan sosial di Kelurahan Mata Kota Kendari. Hasil peneletian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
3
pengembangan ilmu komunikasi, khususnya komunikasi antar budaya. Dan diharapkan dapat dijadikan salah-satu informasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya tradisi komunikasi yang ada hubunganya dengan program study ilmu komunikasi. Metode Etnografi James P. Spradley Secara lebih spesifik, Spardley mendefinisikan budaya – sebagai yang diamati dalam etnografi – sebagai proses belajar yang mereka gunakan untuk megintepretasikan dunia sekeliling mereka dan menyusun strategi perilaku untuk menghadapinya. Dalam pandangannya ini, Spardley tidak lagi menganggap etnografi sebagai metode untuk meneliti “Other culture”, masyarakat kecil yang terisolasi, namun juga masyarakat kita sendiri, masyarakat multicultural di seluruh dunia.
Namun, inti dari “Etnografi Baru” Spardley ini adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami melalui kebudayaan mereka. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya manusia dari tiga sumber: (1) dari hal yang dikatakan orang, (2) dari cara orang bertidak, (3) dari berbagai artefak yang digunakan. Namun, dalam buku ini, Spradley memfokuskan secara khusus pembuatan kesimpulan dari apa yang dikatakan orang. Wawancara etnografik dianggap lebih mampu menjelajah susunan pemikiran masyarakat yang sedang diamati.
Sebagai metode penelitian kualitatif, etnografi dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu. Spradley mengungkapkan beberapa tujuan penelitian etnografi, sbb: pertama, untuk memahami rumpun manusia. Dalam hal ini, etnografi berperan dalam menginformasikan teori-teori ikatan budaya; menawarkan suatu strategi yang baik sekali untuk menemukan teori grounded.
4
Ada beberapa konsep yang menjadi fondasi bagi metode penelitian etnografi ini. Pertama, Spradley mengungkapkan pentingnya membahas konsep bahasa, baik dalam melakukan proses penelitian maupun saat menuliskan hasilnya – dalam bentuk verbal. Sesungguhnya adalah penting bagi peneliti untuk mempelajari bahasa setempat, namun, Spradley telah menawarkan sebuah cara, yakni dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan etnografis. Konsep kedua adalah informan. Etnografer bekerja sama dengan informan untuk menghasilkan sebuah deskripsi kebudayaan. Informan merupakan sumber informasi; secara harfiah, mereka menjadi guru bagi etnografer.
Etnografi selalu menggunakan hal yang dikatakan oleh orang dalam upaya untuk mendeskripsikan kebudayaan orang tersebut. Indikasi untuk mengetahui dan menerjemahkan pengetahuan tentang kebudayaan adalah dari bahasa, karena dengan bahasa kita mampu mengetahui apa yang di maksudkan berdasarkan apa yang kita lihat, dengar dan sebagainya, hal ini juga di lakukan sebagai sarana penting untuk menyampaikan kepada satu generasi ke generasi berikutnya.
Etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Etnografi merupakan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografis, dan berbagai macam deskripsi kebudayaan. Etnotgrafi bermakna untuk membangun suatu pengertian yang sistemik mengenai sebuah kebudayaan manusia dari sebuah perspektif orang yang telah mempelajari kebudayaan itu. Etnografi juga di dasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan dari semua kebudayaan sangatlah tinggi nilainya. Dengan demikian tentu asumsi ini membutuhkan pengujian yang cermat untuk mendapakan suatu hasil yang baik. Bahasa juga ikut terlibat dalam melakukan penelitian etnografi, sehingga bahasa menjadi penting untuk di ketahui. Mempelajari
5
bahasa merupakan dasar dari penelitian lapangan. Sehingga dengan mempelajari bahasa menjadi langkah awal dan paling penting untuk mencapai tujuan utama etnografi dalam mendeskripsikan suatu kebudayaan dengan batasan-batasanya sendiri. Etnografer biasanya menulis dalam bahasa asli yang di gunakannya atau dalam bahasa khalayak khususnya, seperti masyarakat, kelompok ahli, atau masyarakat umum.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Madura yang mempunyai tradisi komunikasi dalam berinteraksi, yang bertempat tinggal di Kelurahan Mata Kota Kendari. Yang mewakili secara proposional yakni ditetapkan sebanyak 10 orang, yaitu terdiri dari 8 orang Masyarakat Madura dan 2 orang Masyarakat sekitar. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Mengadakan observasi secara langsung mengenai budaya komunikasi etnis Madura dalam kehidupan sosial di Kelurahan Mata Kota Kendari. 2. Wawancara Perolehan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan wawancara dengan informan, yaitu Masyarakat Madura dan Masyarakat sekitar yang telah ditetapkan. 3. Studi Pustaka
6
Perolehan data yang digunakan melalui perpustakaan dan literatur yang menyangkut tentang budaya komunikasi etnis Madura. 4. Dokumentasi Perolehan data yang digunakan melalui dokumentasi dilapangan tentang budaya komunikasi masyarakat Madura. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggambarkan mengenai budaya komunikasi etnis Madura di Kelurahan Mata Kota Kendari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini budaya komunikasi etnis Madura dalam kehidupan sosial di Kelurahan Mata Kota Kendari mengacu pada Metode Etnografi James P.Spradley yang mendefinisikan secara spesifik bahwa budaya sebagai yang diamati dalam etnografi sebagai proses belajar yang mereka gunakan untuk meginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan menyusun strategi perilaku untuk menghadapinya. Spradley mengungkapkan pentingnya membahas konsep bahasa, baik dalam melakukan proses penelitian maupun saat menuliskan hasilnya – dalam bentuk verbal. Sesungguhnya adalah penting bagi peneliti untuk mempelajari bahasa setempat.
Budaya komunikasi masyarakat Madura sebagaimana yang ditemukan dalam penelitian ini adalah budaya komunikasi yang lebih mengarah pada budaya komunikasi yang lebih terbuka, dimana penyampaian pesan dalam komunikasi dilakukan secara langsung, balak-blakkan, tetapi dalam berinteraksi mereka lebih banyak mengunakan bahasa verbal dari pada bahasa non verbal. 7
Ini terlihat lebih dominannya pengunaan bahasa-bahasa lisan yang muncul dari pembicaraan yang mereka lakukan. Komunikasi verbal yang mereka gunakan dalam proses komunikasi di lingkungan Kelurahan Mata Kota Kendari yakni bahasa dialek Madura yang biasa mereka gunakan seharihari dalam berinteraksi dengan sesama masyarakat Madura. Kebiasaan itulah yang membuat mereka merasa bangga dan tidak merasa malu memakai bahasa Madura.
Bahasa Madura sendiri memiliki empat macam dialek, tetapi hanya dialek Bangkalan yang memiliki logat khas tersendiri. Dengan perbedaan bahasa serta dialek itulah masyarakat Madura bisa mengenali orang atau teman yang diajak bicara tersebut berasal dari daerah mana. Walaupun dalam penggunaannya, tidak menutup kemungkinan orang Sumenep juga bisa menggunakan bahasanya orang Sampang demikian juga sebaliknya dan seterusnya. Akan tetapi bahasa serta dialek itulah yang menjadi ciri khas suatu daerah di Madura.
Akan tetapi perbedaan tersebut tidak kemudian memicu kesenjangan etnis di antara Masyarakat madura. Bahkan perbedaan tersebut malah menambah erat hubungan emosional dan kekeluargaan masyarakat Madura di kehidupan sosialnya. Masyarakat Madura dalam melakukan komunikasi antara sesama tidak terlalu berbelit-belit dan cenderung terbuka. Karena dalam masyarakat Madura mereka selalu memandang semua orang sama dan satu keturunan.
Dari 4 ragam dialek Madura dialek Bangkalan, Sampang dan pamekasan termasuk dalam Low Context Communication, untuk dialeknya dapat dikenali dari intonasi yang cepat dan tingginya intonasi nada. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa yang kasar, sekalipun menurut mereka itu merupakan bahasa yang maknanya biasa-biasa saja. Berbeda dengan dialek Sumenep, dialek yang dijadikan acuan standar Bahasa Madura adalah dialek Sumenep, karena 8
Sumenep pada masa lalu merupakan pusat kerajaan dan kebudayaan Madura. Sedangkan dialekdialek lainnya merupakan dialek rural yang lambat laun bercampur seiring dengan mobilisasi yang terjadi di kalangan masyarakat Madura. Untuk di pulau Jawa, dialek-dialek ini seringkali bercampur dengan Bahasa Jawa sehingga kerap mereka lebih suka dipanggil sebagai Pendalungan daripada sebagai Madura. Masyarakat di Pulau Jawa, terkecuali daerah Situbondo, Bondowoso, dan bagian timur Probolinggo umumnya menguasai Bahasa Jawa selain Madura.
Budaya komunikasi etnis Madura di Kelurahan Mata Kota Kendari mengacu kepada bagaimana bahasa yang mereka gunakan dalam sehari-hari, Bahasa Madura sebagaimana bahasa-bahasa lain merupakan identitas yang menunjukan karakter dan sifat manusianya. Tidak hanya itu, budaya komunikasi etnis Madura di Kelurahan Mata mengacu bagaimana perilaku masyarakat Madura di kehidupan sosialnya. Karena dengan perkataan, manusia dapat di nilai bagaimana sikapnya.
Masyarakat Madura dalam berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh tradisi mereka yang sangat khas, mulai dari logat bahasa, cara mereka bertutur kata, menyampaikan pesan mereka yang ada dalam pikiran mereka sampai pada pengungkapan atau pengekspresian perasaan mereka. Seringkali mahasiswa Madura dalam pengungkapan perasaan dan pola pikir mereka akan suatu hal cenderung tidak pakai basa basi, langsung pada pembicaraan utama, hal ini dikarenakan masyarakat Madura lebih menghargai waktu daripada kemasan pesan yang akan disampaikan. Masyarakat Madura tidak perlu merangkai kata-kata yang indah, yang enak di dengar, mereka lebih mengutamakan inti pesan, agar pesan tersebut bisa dengan mudah dipahami oleh lawan bicaranya. Komunikasi masyarakat madura terlihat sangat emosional dengan nada yang agak keras, meskipun pesan yang disampaikan mempunyai makna atau arti yang biasa
9
(tidak marah), dan itu merupakan kebiasaan masyarakat Madura dalam berinteraksi dengan sesama maupun dengan orang di luar komunitas Madura. itu sudah menjadi cirri khas orang Madura sehingga orang yang diajak bicara harus paham makna pesan yang disampaikan agar tidak terrjadi kesalahpahaman. Di kehidupan sosial, perilaku masyarakat Madura pada dasarnya jujur dan sederhana. Masyarakat Madura mempunyai hubungan yang sangat erat, walaupun mereka tidak kenal sebelumnya. Apabila bertemu dimanapun, asalkan tahu kalau dia berasal dari Madura, maka interaksi antara mereka akan terjalin dengan baik. Kebiasaan masyarakat Madura di Kelurahan Mata Kota Kendari terlihat ketika sedang berjalan diantara orang yang bergerombol mereka selalu menundukan kepala, apalagi ketika berhadapan dengan orang tua mereka selalu menghormatinya, ini terlihat ketika bersama-sama berada di ruang tamu mereka mempersilakan yang lebih tua duduk di tempat yang lebih bagus daripada dirinya. Salah satu karakteristik sosok Madura yang menonjol adalah karakter yang apa adanya. Artinya, sifat masyarakat etnik ini memang ekspresif, spontan, dan terbuka. Ekspresivitas, spontanitas, dan keterbukaan orang Madura, senantiasa termanifestasikan ketika harus merespon segala sesuatu yang dihadapi, khususnya terhadap perlakuan orang lain atas dirinya. Misalnya, jika perlakuan itu membuat hati senang, maka secara terus terang tanpa basa-basi, mereka akan mengungkapkan rasa terima kasihnya seketika itu juga. Tetapi sebaliknya, mereka akan spontan bereaksi keras bila perlakuan terhadap dirinya dianggap tidak adil dan menyakitkan hati.
10
Perbedaan mencolok dengan etnis lain salah satunya adalah Harga diri, sifat ini masyhur juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa "Lebbi Bagus Pote Tollang, atembang Pote Mata". Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata), Tradisi carok juga berasal dari sifat itu. Dalam hal atribut, sarung bukan sekedar pakaian bagi Masyarakat Madura. Sarung merupakan salah satu pakaian adat yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi pemakainya karena sarung merupakan simbol filosofi tentang keluhuran budi bagi masyarakat Madura. Masyarakat Madura yang tinggal di Kelurahan Mata Kota Kendari mengenakan sarung untuk Shalat, bersantai, tidur, dan pergi ke pasar. Memang sudah banyak masyarakat Madura yang bekerja dan ke pasar menggunakan celana. Tapi sarung masih tetap tidak ditinggalkan. Budaya sarungan mereka lakukan bukan hanya dalam kegiatan keagamaan. Masyarakat Madura yang masih kental dengan budaya Madura, dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu memakai sarung dalam segala aktivitas yang dilakukan. Selain dari slingkungan, sarungan merupakan budaya turun temurun yang dikenalkan oleh para orang tua kepada anaknya mulai dari kecil.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan James P.Spradley bahwa etnografer membuat kesimpulan budaya manusia dari tiga sumber: (1) dari hal yang dikatakan orang, (2) dari cara orang bertindak, (3) dari berbagai artefak yang digunakan. Namun, Spradley memfokuskan secara khusus pembuatan kesimpulan dari apa yang dikatakan orang. Wawancara etnografik dianggap lebih mampu menjelajah susunan pemikiran masyarakat yang sedang diamati.
Hal ini dapat dikatakan bahwa budaya komunikasi masyarakat Madura lebih menonjolkan bahasa, yakni bahasa verbal yang digunakan dalam berinteraksi dengan sesamanya. Pernyataan-pernyataan verbal bisa berbeda di setiap daerah di Madura. Walaupun perbedaan 11
tersebut tidak terlalu jauh. Tapi masyarakat Madura bisa memahami bahwa orang tersebut dari daerah Bangkalan, sumenep, sampang atau pun Pamekasan hanya dengan mendengarkan logat dan bahasa yang di pakai.
Berikut beberapa contoh perbedaan bahasa Madura sesuai dengan daerah masing-masing, yaitu seperti : Kata-kata “Be’na”, untuk daerah Sumenep, “Be’en” daerah pamekasan, “Kake” untuk daerah Sampang dan “Hedhe” untuk daerah Bangakalan, kata-kata tersebut sebetulnya mempunyai arti yang sama yaitu “Kamu“.
Etnografi selalu menggunakan hal yang dikatakan oleh orang dalam upaya untuk mendeskripsikan kebudayaan orang tersebut. Indikasi untuk mengetahui dan menerjemahkan pengetahuan tentang kebudayaan adalah dari bahasa, karena dengan bahasa kita mampu mengetahui apa yang di maksudkan berdasarkan apa yang kita lihat, dengar dan sebagainya, hal ini juga di lakukan sebagai sarana penting untuk menyampaikan kepada satu generasi ke generasi berikutnya.
Di kehidupan sosial masyarakat Madura memiliki suatu sistem kekerabatan yang khas dan unik. Sistem kekerabatan itu menjadi pembeda dengan yang lainnya. Namun masyarakat madura tidak memiliki sistem kekerabatan dengan penamaan yang khas. Hampir sebagian orang madura ketika ditanya tentang sistem kekerabatan memiliki jawaban yang tidak jelas. Mereka hanya percaya bahwa orang Madura merupakan satu garis keturunan yang sama sejak dahulu. Masyarakat Madura juga masih mempertahankan budaya kulturalnya, dengan adanya berbagai macam kegiatan ritualitas yang masih mereka sering lakukan. Seperti ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji), ritual ini biasanya di lakukan oleh masyar akat Madura ketika masyarakat Madura khususnya Nelayan akan pergi Melaut. 12
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai Budaya Komunikasi Etnis Madura Dalam Kehidupan Sosial Di Kelurahan Mata Kota Kendari, maka penulis menarik kesimpulan bahwa budaya komunikasi etnis Madura adalah budaya komunikasi yang lebih mengarah pada budaya komunikasi yang lebih terbuka, dimana penyampaian pesan dalam komunikasi dilakukan secara langsung dan blak-blakkan. Dalam pengungkapan perasaan dan pola pikir mereka akan suatu hal cenderung tidak pakai basa basi, langsung pada pembicaraan utama, hal ini dikarenakan masyarakat Madura lebih menghargai waktu daripada kemasan pesan yang akan disampaikan. Dalam berinteraksi mereka lebih banyak mengunaakan bahasa verbal. Ini terlihat lebih dominanya pengunaan bahasa-bahasa lisan yang muncul dari pembicaraan yang mereka lakukan.
Adanya perbedaan logat atau dialek antara masyarakat Madura tidak menjadikan proses komunikasi pasif, karena meskipun demikian mereka bisa memahami dan mengerti dialek-dialek maupun logat-logat Madura dan itu sudah menjadi suatu ciri khas bahasa dan dialek masyarakat Madura.
13
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku : Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Damarastuti, Rini. 2013. “Mindfulness dalam komunikasi antarbudaya: mindfulness dalam komunikasi antarbudaya pada kehidupan masyarakat Samin dan masyarakat Rote Ndao, NTT”. Sukolilo: Litera. Khodijah, Sitti. 2014. “Analisis komunikasi Antar Etnik Pendatang dengan masyarakat Lokal di Kecamatan Katobu Kabupaten Muna”. Skripsi. Kendari: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Halu Oleo. Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Teori Komunikasi Edisi 9. Jakarta: SalembaHumanika. Lull, James. 1998. Media, Komunikasi dan Kebudayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mulyana, Deddy., dan Rakhmat, Jalaludin. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda karya Pelly, Usman. 1998. Urbanisasi dan Adaptasi. Jakarta: LP3ES Sihabudin, Ahmad. 2011. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: Bumi Aksara. Uchjana, Onong. 1993. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Sumber Elektronik : http://www.distrodoc.com/378042-budaya-komunikasi-masyarakat-madura,
di
akses
pada
tanggal 1 Desember 2015, 21:49 https://zenapinkers08.wordpress.com/proposal-penelitian-kualitatif/, di akses pada tanggal 5 Desember 2015, 2:04
14
https://madurajatim.wordpress.com/category/semua-tentang-madura/, di akses pada tanggal 5 Desember 2015, 1:58 http://www.kompasiana.com/sakiena/budaya-madura-beda-denganjawa_5500de72a33311ef6f512683, di akses pada tanggal 5 Desember 2015, 2:16 http://blog.unnes.ac.id/warungilmu/2015/12/18/metode-etnografi-dan-manfaatnya-dalammencari-solusi-berbagai-permasalahan-sosial-budaya-antropologi-sma-kelas-xi/, di akses pada tanggal 7 April 2016, 22:14 http://wajahilmu.blogspot.com/2014/05/high-and-low-context-dalam-komunikasi.html di akses pada tanggal 22 Juni 2016, 3.02
15