BUDAYA DAN BEHAVIOR INTENTION MAHASISWA DALAM MENILAI SERVICE QUALITY UNIVERSITAS KRISTEN PETRA Edwin Japarianto
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra, Surabaya Abstrak: Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan hubungan budaya dan behavioral intention mahasiswa Universitas Kristen Petra (UK Petra) dalam menilai kualitas layanan jasa bidang akademik UK Petra. Budaya ditinjau dari Power Distance, Uncertenty Avoidance, Indivduialism, Masculinity dan Time Orientation. Behavioral Intention ditinjau dari Loyalty, Propensity to Switch, Pay More, External Response dan Internal Response sedangkan kualitas layanan ditinjau dari tangible, Responsiveness, Reliability, Emphaty and Assurance. Menggunakan Path Analysis, hasil penelitian menunjukkan kwalias layanan dapat dinilai melalui behavioral Intention sedangkan budaya tidak signifikan sebagai dasar penilaian karena cenderung seragam. Kata kunci: Budaya, Behavioral Intention, Kwalitas layanan. Abstract: The main objective of this research is to clarify a correlaition between culture and behavioral intention of Petra Christian University students, culture observed by the dimention of: Power Distance, Uncertenty Avoidance, Individualism, Masculinity dan Time Orientation. Bahavioral Intention observed by the dimention of: Loyalty, Propensity to Switch, Pay More, External Response dan Internal Response and service quality observed by the dimention of: tangible, Responsiveness, Reliability, Emphaty and Assurance. Using Path Analysis, the result of this research indicates that service quality can be measure by behavioral Intention where as culture can not be used as the basis a evaluation because cultureof the students tend to be uniform. Keywords: Culture, Behavioral Intention, Service Quality.
PENDAHULUAN
Dari data tersebut dapat dirinci lebih lanjut: jumlah perguruan tinggi di Jawa Timur telah tercatat kurang lebih sebanyak 278 perguruan tinggi, yang terdiri dari 16 perguruan tinggi negeri dan 262 perguruan tinggi swasta. Sedangkan untuk kota Surabaya tercatat ada 55 perguruan tinggi, 6 adalah perguruan tinggi negeri dan 49 perguruan tinggi swasta. Jumlah perguruan tinggi negeri yang terbatas memberikan peluang bagi perguruan tinggi swasta untuk merekrut siswa siswi sekolah menengah umum yang baru lulus dan diantara mereka yang telah menentukan pilihan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi swasta tertentu. Hal ini menyebabkan persaingan ketat diantara beberapa perguruan tinggi swasta untuk mendapatkan mahasiswa sebanyak kapasitas yang telah disediakan, bahkan kadang-kadang jumlah mahasiswanya melebihi dari kapasitas tersebut. Situasi persaingan yang cukup ketat ini, membuat perguruan tinggi berusaha untuk terus meningkatkan kualitasnya yaitu dengan cara memberikan pelayanan-pelayanan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan dapat memuaskan mahasiswanya. Salah satu perguruan tinggi swasta terkemuka di Surabaya, adalah Universitas Kristen Petra (UK Petra) juga tidak dapat menghindar dari persaingan yang cukup ketat ini. Seperti halnya perguruan tinggi
Dewasa ini dunia perguruan tinggi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, meskipun kualitasnya masih tergolong lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi kualitas layanan di perguruan tinggi hal ini penting dilakukan mengingat perguruan tinggi bergerak dibidang jasa perlu untuk memperhatikan kualitas layanan agar mampu memenuhi kepuasan dari para mahasiswanya Meskipun kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah tetapi pertumbuhan perguruan tinggi cukup pesat. Hal ini terbukti dengan banyak berdirinya perguruan tinggi di 12 kopertis seluruh Indonesia, yang sampai tahun 2005 telah tercatat kurang lebih ada 1775 perguruan tinggi, yang terdiri dari: (www.perguruan-tinggi.ptpkp.net ) a. 112 perguruan tinggi negeri, yang mencakup: Institut Negeri, Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Polteknik Negeri, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Sekolah Tinggi Negeri (STN), Universitas Islam Negeri (UIN), Universitas Negeri. b. 1663 perguruan tinggi swasta, yang mencakup: Akademik, Sekolah Tinggi, Politeknik, Institut dan Universitas.
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
44
Japarianto: Budaya dan Behavior Intention Mahasiswa dalam Menilai Service Quality
swasta lainnya, UK Petra juga dituntut untuk menyediakan pelayanan-pelayanan yang terbaik bagi mahasiswanya Kualitas pelayanan jasa yang diberikan pada setiap mahasiswa dengan latar belakang budaya yang cenderung seragam karena mereka datang dari kelompok sosial, etnis, agama dan asal sekolah yang cenderung sama. akan berpengaruh pada behavioral intentions (keinginan berperilaku) dari mahasiswa tersebut. Behavioral intentions inilah yang akan menjelaskan apakah seorang mahasiswa akan memberikan rekomendasi positif atau negatif kepada sesama mahasiswa atau calon mahasiswa yang ingin melanjutkan kuliah di Universitas Kristen Petra. Hasil wawancara 50 mahasiswa seluruh jurusan tentang kualitas layanan jasa UK Petra berpendapat bahwa pelayanan jasa pada biro akademik sudah baik dan memuaskan, sebaliknya sebagian besar dari mereka mengeluh dan tidak puas terhadap layanan yang diberikan oleh tata usaha (TU) masing-masing jurusan, hal ini disebakan perbedaan pengertian antara petugas TU dan mahasiswa. Sebenarnya TU telah memberikan pelayanan sesuai dengan standard universitas, hanya seringkali mahasiswa yang tidak memahami prosedur menanggap TU tidak memberikan pelayanan sebagimana mestinya Berdasarkan data di atas, dapat diasumsikan bahwa budaya mahasiswa UK Petra yang seragam dapat mempengaruhi behavioral intentions mahasiswa pada service quality UK Petra, jika kualitas layanan jasa yang diterima: Dinilai superior maka behavioral intentions yang akan dilakukan cenderung bersifat positif dan dinilai inferior maka behavioral intentions yang akan dilakukan cenderung bersifat negatif. Melihat perbedaan budaya dan behavioral intentions mahasiswa pada service quality UK Petra, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut fenomena tersebut. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah budaya mahasiswa dapat dijadikan variabel penilai pada service quality Universitas Kristen Petra? 2. Apakah behavioral intentions mahasiswa dapat dijadikan variabel penilai pada service quality Universitas Kristen Petra? TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui apakah budaya mahasiswa dapat dijadikan variabel penilai pada service quality Universitas Kristen Petra 2. Mengetahui apakah behavioral intentions mahasiswa dapat dijadikan variabel penilai pada service quality Universitas Kristen Petra?
45
MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bermanfaat bagi: 1. Universitas Kristen Petra dalam melihat budaya dan behavioral intention mahasiswa yang digunakan untuk menilai service quality yang diberikan. TINJAUAN PUSTAKA Budaya Culture is a society’s distinctive and learned mode of living, interacting, and responding to environmental stimuli. This mode is shared and transmitted between members (Hanna dan Wozniak, 2001, p.523). Culture as a complex of learned meanings, values, and behavioral patterns that are shared by a society (Peter dan Olson, 1990, p.334). Culture is the sum total of learned beliefs, value, and customs that serve to direct the consumer behavior of members of a particular society (Kanuk, 2000, p.322). Culture is the accumulation of shared meanings, ritual, norms, and tradition among the member of an organization or society (Salomon, 2004, p.526) Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa budaya adalah seperangkat nilai, gagasan, artefak, dan simbol yang diwariskan secara turunmenurun dan dibagikan pada anggota masyarakat, dimana itu semua dapat menjadi identitas dari anggota masyarakat tersebut, yang tercermin dari tingkah laku dan tindakan sosial mereka. Dimensi Budaya 1. Power Distance Is the degree to which less powerful members of a society accept the fact that power is not distributed equally. Dalam high power distance, keputusan dalam keluarga menciptakan kecenderungan autokratik atau paternalistic. Anggota keluarga cenderung mentaati rekomendasi dari pemegang kuasa dalam keluarga. 2. Uncertainty Avoidance Is the extend to which people feel threatened by ambiguous situations and have created institution and believes for minimizing or averting uncertainty. Konsumen di high uncertainty tidak menerima penemuan baru. Mereka lebih menyukai merek yang sudah mereka ketahui, berbelanja di toko terkenal untuk mengurangi resiko. Konsumen di low uncertainty, cenderung untuk membedakan sedikit atau tidak sama sekali resiko dalam pembelian produk baru.
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
46
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 44-52
3. Individualism Is the tendency of people to look after themselves and their immediate family only. Konsumen high individualism cenderung menyukai iklan yang menekankan pada produk dan keuntungan secara personal. Mereka menggunakan nilai mereka sendiri dalam mengevaluasi suatu produk. Konsumen low individualism cenderung untuk menyukai iklan yang bergantung pada penerimaan produk tersebut dimata masyarakat. 4. Masculinty Masculinity was described by Hofstede as the degree to which the dominant values in society are success, money, and things. Dalam komunitas high masculinity, materi merupakan tingkat kesuksesan seseorang dan merupakan sarana komunikasi antara masyarakat sederajat. Sedangkan di low masculinity, kepedulian pada lingkungan cenderung untuk menciptakan permintaan barang yang ramah dengan lingkungan. 5. Term Orientation A long term orientation is another dimension added later by Hofstede to the original four dimensions cited above. Efek dari dimensi ini pada behavioral intentions dapat dilihat pada pengaruh yang kuat dari orang tua untuk mencari solusi terhadap masalah mereka. Sebagai tambahan, orientasi jangka panjang akan menuntun konsumen dalam mencari solusi permanen daripada membuat keputusan singkat.
seberapa banyak sebuah usaha yang mereka rencanakan untuk dikerahkan dalam upaya menunjukan perilaku. Dimensi Behavioral intentions Parasuraman identified five dimensions of behavioral intentions are loyalty to the company, propensity to switch, willingness to pay more, external response to problem, internal response to problem. Studying the relative influence of service quality on the five behavioral intentions dimensions, they found positive effects with loyalty to company and willingness to pay more, negative effects propensity to switch, external response to problem, and non significant effects with internal response to problem (Parasuraman, Zeithaml, and Berry, 1996). Bloemer, de Ruyter, and Wetzels, using the same items as Parasuraman, Zeithaml, and Berry, found different dimensions for behavioral intentions are repurchase intentions, word of mouth communication, price sensitivity, and complaining behavior. They also found that relationships between service quality and behavioral intentions had notable differences across industries (Parasuraman, Zeithaml, and Berry, 1996). Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dimensi utama dari behavioral intentions ada lima seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman yaitu loyalty to the company, willingness to pay more, propensity to switch, external response to problem, and internal response to problem. Service Quality
Pengertian Behavioral Intentions
Zeithaml et. Al. Mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu: (Umar, 2003 , p.94-95)
Behavioral intentions is created through a choice or decision process in which beliefs about two types of consequences and subjective norm are considered and integrated to evaluate alternative behaviors and select among them (Peter dan Olson, 1990, p.155). Behavioral intentions: It is an indication of how hard people are willing to try and of how much an effort they are planning to exert, in order to perform the behavior. Influenced by three components: person’s attitude toward performing the behavior, the perceived social pressure, called subjective norm and perceived behavioral control (www-nix.oit. umass.edu/~aizen) Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa behavioral intentions adalah suatu indikasi dari bagaimana orang bersedia untuk mencoba dan
a. Reliability Yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. b. Responsiveness Yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan. c. Assurance Meliputi kemampuan karyawan atas: pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam
Behavioral Intentions
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
Japarianto: Budaya dan Behavior Intention Mahasiswa dalam Menilai Service Quality
menanamkan kepercayaaan pelanggan terhadap perusahaan. d. Emphaty Yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan sepeti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. e. Tangibles Meliputi, penampilan fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersediaannya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
3. 4. 5. 6.
47
Menggambar sebuah diagram jalur Menghitung koefisien jalur untuk model dasar Menguji goodness of fit dengan model dasar Mengintepretasi hasil analisis
Analisa Deskriptif Analisa deskriptif disusun berdasar hasil survey dan mempunyai peranan penting, karena mampu memberikan gambaran multak jika data benar, mudah dimengerti da dipahami. Analisa yang digunakan adalah Mean dan Standard deviasi Struktural Equition Modelling (SEM)
Alat Analisis
SEM adalah teknik statistika yang umunya digunakan dalam analisis perilaku pelanggan, karana analisa ini merupakan kombinasi dari: analisa Faktor, Analia Regresi dan Analisa Jalur. Penerapan SEM didasarkan pada covariance dari nilai ampel, sedangkan residu merupakan perbedaan antara kovarian yang diprediksi dengan kovarian yang diamati. Hipotesis fundamental dari SEM adalah Σ = Σ (θ), dengan Σ adalah matriks kovarian populasi dari variabel yang termati sedangkan Σ (θ) adalah matriks kovarian dari model yang dispesifikasikan atau dihipotesiskan. Jika pada statistik biasanya yang dipentingkan adalah signifikansi atau penolakan Ho seperti pada regresi berganda, maka pada SEM yang diusahakan adalah Ho tidak ditolak Uji Kecocokan SEM Dilakukan untuk evaluasi kecocokan antara data dengan model. Ukuran kecocokan dalam SEM adalah sebagai berikut: 1. Nilai Chi Square, untuk mengukur overall fit. makin kecil makin baik dengan nilai p>0,05 (Hair, et.al, 1995) 2. RMSEA, indeks untuk kompensasi statistik Chi Square. Makin kecil makin baik (RMSEA<0,08) (Broune dan Cudeck, 1993) 3. GFI indek kesesuaian yang akan menghitung proposri tertimbang yang akan diestimasi. makin besar makin baik (GFI>0,9) (Bentler, 1993) 4. AGFI, analog dengan koefisien determinasi pada analisa regresi berganda. Makin besar makin baik (AGFI>0,9) (Hair, et.al, 1995)
Path Analysis
ANALISA DAN PEMBAHASAN
HYPOTESA: H1: Faktor budaya memberikan pengaruh kuat positif dalam menilai Service Quality H2: Faktor Behavioral Intention memberikan pengaruh kuat positif dalam menilai Service Quality METODE PENELITIAN Teknik Penarikan Sampling Dalam pengumpulan data untuk keperluan skripsi ini, teknik sampling probability tipe Quota sampling. Quota sampling adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (quota) yang diinginkan (Sugiono, 2002, p.77). Dalam penelitian ini, survey dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 350 mahasiswa. Skala Penilaian: 1 = Sangat Lemah 2 = Lemah 3 = Antara lemah dan kuat 4 = Kuat 5 = Sangat Kuat
Sebuah metode untuk mempelajari pola-pola sebab akibat dari segugus model. Tahap-Tahap dalam Path Analysis Miller (dalam Hatane): 1. Mengembangkan sebuah skema atau model sebab akibat 2. Menetapkan sebuah pola hubungan antar variable dalam sekuen tertentu
Karateristik Responden: Berdasar hasil reaponden maka dapat dilihat karateriskik responen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
48
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 44-52
Tabel 1. Karateristik Responden Jurusan Sastra Inggris Sastra Tionghoa Teknik Sipil Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Mesin Teknik Industri Teknik Informatika Manajemen Akuntansi Perhotelan IBM Kepariwisataan Pemasaran Desain Interior Desain Komunikasi Visual PPKAI Ilmu Komunikasi Total
Jumlah 18 14 18 20 24 18 17 20 30 20 19 18 15 21 22 20 15 21 350
Proporsi 5.14 % 4.00 % 5.14 % 5.71 % 6.86 % 5.14 % 4.86 % 5.71 % 8.57 % 5.71 % 5.43 % 5.14 % 4.29 % 6.00 % 6.29 % 5.71 % 4.29 % 6.00 % 100.00 %
Dari analisa terhadap variabel budaya: Tabel 2. Analisa dskriptif variabel budaya Dalam Persentase Atribut Power Distance 1 Power distance 2 Uncertainty aviodance 1 Uncertainty Avoidance 2 Individualism 1 Individualism 2 Masculinity 1 Masculinity 2 Term Orientation 1 Term Orientation 2
Mean 3,13 3,88 3,97 3,79 3,10 3,30 4,11 4,20 4,41 4,50
SD 1,22 1,18 1,35 1,32 1,30 1,30 0,87 1,09 0,76 1,20
Berdasar tabel diatas dapat dismpulkan: 1. Mahasiswa cenderung memiliki power distance tinggi, berarti mahasiswa cenderung percaya pada keputusan pribadi daripada masukan dari kelompok referensi 2. Mahasiswa cenderung memiliki Uncertainty Avoidance tinggi, mahasiswa cenderung menghindari resiko dimana mereka memilih universitas yang sudah ternama 3. Mahasiswa memiliki Individualisme tinggi, berarti mereka cenderung memikirkan keuntungan diri sendiri 4. Mahasiswa cenderung memiliki Masculinity Tinggi, sehingga cenderung memiliki sifat hanya mau bergaul dengan mereka yang sederajat 5. Mahasiswa memiliki Long Term Orientation, mahasiswa cenderung memikirkan keuntungan jangka panjang daripada kepentingan jangka pendek
Dari analisa, dapat diketahui, bahwa mahasiswa UK Petra cenderung memiliki budaya yang seragam, hal ini dikarenakan mereka sebagian besar dari mereka berasal dari kelompok sosial yang sama, etnis yang sama, agama yang sama dan asal sekolah yang sama Dari analisa terhadap variabel behavioral intention: Tabel 3. Analisa dskriptif variabel behavioral intention Dalam persentase Atribut Loyalty 1 Loyalty 2 Propensity to Switch 1 Propensity to Switch 2 Willingness to Pay More 1 Willingness to Pay More 2 External Response 1 External Response 2 Internal Response 1 Internal response 2
Mean 3,90 3,58 1,72 2,02 3,52 3,24 3,26 3,81 1,56 1,75
SD 0.98 1,09 0,88 1,05 1,16 1,24 1,23 1,00 1,41 1,22
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa mahasiswa UK Petra memiliki kecenderungan berperilaku yang: 1. Loyalitas tinggi 2. Propensity to Switch rendah 3. Pay More tinggi 4. External Response tinggi 5. Internal Response rendah Berdasar analisa dapat dilihat bahwa mahasiswa UK Petra memiliki variasi kecenderungan berperilaku yang besar Dari analisa terhadap variabel service quality: Tabel 2. Analisa deskriptif variabel service quality Dalam persentase Atribut Reliability 1 Reliability 2 Reliability 3 Responsiveness 1 Responsiveness 2 Responsiveness 3 Assurance 1 Assurance 2 Assurance 3 Empathy 1 Empathy 2 Empathy 3 Tangible 1 Tangible 2 Tangible 3
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
Mean 3,39 3,51 3,63 2,96 2,86 2,52 3,39 3,27 3,71 3,19 3,08 3,28 3,89 3,32 3,31
SD 1,16 1,20 1,01 1,24 1,29 1,10 1,12 1,18 0,96 1,15 1,31 1,18 1,05 1,26 1,23
Japarianto: Budaya dan Behavior Intention Mahasiswa dalam Menilai Service Quality
Berdasar analisa dapat diketahui bahwa mahasiwa cenderung menilai pelayanan di UK Petra sudah baik, kecuali Resposiveenss yang masih dinilai rendah, hal ini terjadi karena perbedaan pemahaman antara karyawan dengan Mahasiswa sehingga karyawan yang bekerja sesuai prosedur standar dinilai lambat oleh mahasiswa yang tidak memahami prosedur tersebut Contoh: Memohon tanda tangan Ketua Jurusan memerlukan proseudur penanganan yang memakan waktu 1 hari, atau kesibukan ketua jurusan yang tidak dapat serta merta memberikan tanda tangannya. Hal inilah yang menjadikan pelayanan dianggap kurang responsif Analisa SEM: Dari analisa Structural Equation Models diperoleh hasil sebagai berikut: Dari path diagram pada lampiran terlihat beberapa faktor telah direduksi, hal ini dikarenakan nilai R2 dari faktor-faktor tersebut sangat kecil sehingga tidak memberikan kontribusi bagi model tersebut, faktor-faktor itu adalah: 1. Dari komponen budaya: a. power distance1, tentang penyelesaian masalah dari mahasiswa dengan melibatkan orang lain b. uncentainty avoidance, tentang tingkat keberanian mahasiswa mengambil resiko seperti mengambil mata kuliah dengan dosen killer dan melakukan kecurangan dalam ujian c. individualism d. time orientation 2, mahsiswa berkonsentrasi penuh pada materi kuliah 2. Dari komponen behavioral intention a. pay more 2, tentang kesediaan mahasiswa membayar lebih untuk hal-hal akademik b. external response 1, tentang menceritakan hal–hal negatif tentang Universitas Kristen Petra pada orang lain c. internal response, tentang kesediaan memberikan komplain dan pujian kepada UK Petra 3. Dari analisa t value dapat terlihat nilai culture tidak signifikan, berarti Hypotesa 1 di tolak, culture tidak dapat digunakan sebagai variabel penilai service quality, hal ini disebabkan budaya yang seragam dari mahasiswa sehingga menghasilkan penilaian yang mengumpul pada satu titik ( hasil analisa deskriptif budaya) 4. Dari analisa t value dapat dilihat bilai behavioral intention signifikan, hal ini berarti Hypotesa 2 diterima, variabel behavioral intention dapat digunakan sebagai variabel penilai service quality 5. Dari nilai estimasi dapat dilihat Behavior Intention (0,42) memberikan kontribusi nilai yang
49
lebih besar dibanding Culture (0,10) dalam menilai Service Quality 6. Dari hasil estimasi dapat dilihat bahwa Variable budaya lebih ditentukan oleh Masculinity 1 dan Term Otientation 1, sedangkan Faktor Behavioral Intention lebih ditentukan oleh Loyalitas, Propensity to Swich dan Pay More 1 Structural Equations SEVQUAL = 0.10*CULTURE + 0.42*BEHAVIOR, R2 = 0.25 0.95
3.84
dari hasil R2 dapat dilihat bahwa kontribusi variabel dependent terhadap independent lemah dan tingkat penilaian mahasiswa terhadap kwalitas layanan lebih ditentukan olah behavioral intention dibanding dengan budaya, dapat dilihat melalui: 1. nilai regresi budaya rendah 2. nilai t value budaya tidak significant Hal ini disebabkan karena mahasiswa cenderung berasal dari budaya yang sama sehingga penilaian latar belakang budaya cenderung mengumpul di satu titik, dan tidak layak menjadi dasar penilaian, latar belakang budaya yang sama inilah yang akan menghasilkan penilaian yang cenderung sama. Correlation Matrix of Independent Variables CULTURE CULTURE BEHAVIOR
1.00 0.71 (0.06) 12.83
BEHAVIOR 0.71 (0.06) 12.83 1.00
Dari hasil matriks korelasi dapat dilihat bahwa hubungan antara culture dan behavior intention cukup kuat, hal ini menandakan kecenderungan berperilaku dibentuk oleh latar belakang budaya. Dari goodness of fit diatas dapat lihat bahwa model telah sesuai dan dapat digunakan untuk melakukan mengukuran hubungan, hal ini dapat dilihat dari: 1. RMSEA= 0,021<0,05 2. P-Value= 0,06098> 0,05 3. GFI= 0,94>0,9 4. AGFI= 0,92>0,9 KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisa diatas dapat disimpulkan budaya mahasiswa UK Petra cenderung seragam namun terdapat korelasi yang kuat antara behavioral intention dengan budaya berarti berperilaku dibentuk oleh latar belakang budaya dan kecenderungan
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
50
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 44-52
berperilaku inilah yang akan muncul dengan bervariasi sehingga penilaian kualitas layanan di UK Petra lebih ditentukan dari Behavioral Intention. Dari model srtuctural dan t value dapat dilihat nilai budaya tidak significant sedangkan nilai behavioral intention significant sehingga UK Petra dalam menilai service quality bidang akademik hendaknya memperhatikan behavioral intention Mahasiswa. Analisa ini memiliki keterbatasan dimana variabel budaya memiliki pengaruh yang tidak signifikan, hal ini disebabkan responden diambil dari latar belakang budaya yang sama. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya melalui quota sampling disarankan mengambil sampel dari latar belakang budaya yang lebih bervariasi DAFTAR PUSTAKA Ajzen, I., 1996. The Theory of Planned Behavior: A Bibliography. [Internet] Bentler, P.M., & Chou. C.P., 1993. Some New Covariance Structure Model. In K.A. Bollen & J.S. Long (Eds.), Testing Structural Equation Models. California, London, New Delhi: Sage Publications Inc. Broune, M.W., & Cudeck, R., 1993. Alternative Ways of Assessing Model Fit. In K.A. Bollen & J.S. Long (Eds.), Testing Structural Equation Models. California, London, New Delhi: Sage Publications Inc Bruhn, Manfrd, 2003, Relationship Marketing, management of customer relationship, 1st ed, Prentice Hall.
Chingliu., Furrer., & Sudharshan., November 2001, The Relationship Between Culture and Behavioral Intentions toward Services. Journal of Research, Vol.4, No.2, p.118-129. Egan, John, 2004, Relationship Marketing exploring Relational Strategies in marketing, 1st ed, Prentice Hall. Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L,. & Black, W.C., 1995, Multivariate Data Analysis (Fourth ed.). New Jersey: Prentice Hall. Inggrid Yuvita, Yenny, 2005, Hubungan Budaya dan Behavioral Intention terhadap Sevice Quality bidang Akademik UK Petra, Data skripsi diambil 350 data dari 600 data Kanuk, Leslie Lazar, 2003, Consumer Behavior, 8th ed, Pearson Publisher. Hatane, Semuel, 2005, Analisis PATH, Hand Out Workshop, UK PETRA. Umar, Husein, 2003, Studi Kelayakan Bisnis, Edisi ke-2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugiono, 2002, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: CV. Alfabeta. Solomon, Michael, 2004, Consumer Behavior Buying, Having, and Being 6th ed, Pearson publisher www-nix.oit.umass.edu/~aizen www.pts.co.id www.suarakarya-online.com Zeithaml., A. Valerie., Berry. L.L., & A. Parasuraman., April 1996, Journal of Marketing, Vol.60, p.31-46.
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
Japarianto: Budaya dan Behavior Intention Mahasiswa dalam Menilai Service Quality
51
LAMPIRAN Model SEM: T value: 12.27 -2.11 1.03 2.46 3.54 7.04 11.57
RE L 1
-0.84 5.60 2.79 5.06 2.74 0.00 3.78 12.42
RE L 2
-4.04 -2.62 3.67 5.86 1.77 12.14
RE L 3
-2.56 -4.00 -2.74 4.59 10.10
RE S P1
4.98 5.11 5.62 12.60
RE S P2
8.29 8.79 12.65
RE S P3
-2.73 -3.24 6.06 11.89
A SS1
-2.12 4.91 4.13 12.05
A SS2
3.40 6.63 12.61
A SS3
-2.36 2.19 11.96
PD2 M A SC1
6.76 8.48 7.09 9.85
M A SC2
-2.82 -2.68 7.74
TO1
3.36 8.61
LOY1
9.89
LOY2
4.90 11.17
PS1
10.68
PS2
12.20
PM 1
12.74
ER2
8.40 9.16 8.27 7.11 7.84 8.04 7.38 7.79 8.82 6.64 7.77 6.67 6.99 7.24
CULTURE 0.95
SEVQUAL 16.76 16.01 -13.46 -11.90 10.68 7.98
3.84
BEHAVIOR
E M P1
3.71 11.50
E M P2
3.83 12.90
E M P3
-3.18 11.76
TA N G 1
2.39 12.36
TA N G 2
6.03 12.22
TA N G 3
12.11
Chi-Square=254.41, df=221, P-value=0.06098, RMSEA=0.021
Estimasi: 0.84
PD2
-0.12 0.06 0.09 0.12 0.60
M A SC1
0.80
M A SC2
-0.11 -0.09 0.57
TO1
0.10 0.35
LOY 1
0.40
LOY 2
0.20 0.54
PS1
0.59
PS2
0.69
PM 1
0.82
ER2
0.41 0.63 0.45 0.65
CULTURE 0.10
SEVQUAL 0.81 0.77 -0.68 -0.64 0.56 0.43
0.42
BEHAVIOR
0.56 0.73 0.50 0.52 0.61 0.56 0.56 0.61 0.62 0.49 0.61 0.48 0.52 0.55
R E L1
-0.03 0.22 0.10 0.18 0.11 0.00 0.15 0.74
R E L2
-0.14 -0.08 0.15 0.24 0.07 0.67
R E L3
-0.08 -0.12 -0.09 0.15 0.46
R E S P1
0.15 0.21 0.23 0.74
R E S P2
0.36 0.39 0.71
R E S P3
-0.10 -0.11 0.21 0.61
A SS 1
-0.07 0.15 0.16 0.68
A SS 2
0.08 0.28 0.69
A SS 3
-0.06 0.07 0.62
E M P1
0.12 0.61
E M P2
0.12 0.77
E M P3
-0.12 0.62
TA N G 1
0.09 0.77
TA N G 2
0.27 0.72
TA N G 3
0.72
Chi-Square=254.41, df=221, P-value=0.06098, RMSEA=0.021
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 221 Minimum Fit Function Chi-Square = 261.96 (P = 0.031) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 254.41 (P = 0.061) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 33.41 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0; 77.05)
Minimum Fit Function Value = 0.75 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.096 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.22) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.021 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0; 0.032) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 1.00
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
52
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 44-52
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.32 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.23; 1.45) ECVI for Saturated Model = 1.86 ECVI for Independence Model = 10.46 Chi-Square for Independence Model with 300 Degrees of Freedom = 3600.51 Independence AIC = 3650.51 Model AIC = 462.41 Saturated AIC = 650.00 Independence CAIC = 3771.96 Model CAIC = 967.63 Saturated CAIC = 2228.83 Normed Fit Index (NFI) = 0.93 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.68 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.90 Critical N (CN) = 364.47 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.042 Standardized RMR = 0.043 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.94 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.64 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.042 Standardized RMR = 0.043 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.94 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.64
Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/