ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN SYARI’AH (IMPLEMENTASI PADA PERJANJIAN BAKU DI BAITUL MAAL WA ATTANWIL/BMT KOTA METRO)
Elfa Murdiana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The existence of a contract cannot be separated from the basics of tying, to reach a consensus in the agreement, the parties should have the same inclination, good and gives you the freedom to decide something that should be included in the agreement/contract, without any compulsion, for agreement this will occur as a law for the parties to agree to make it. The basic substance is an illustration of the principle of freedom of contract for which the perspective of law in Indonesia implementation must be framed by other Articles in the framework of the legal system and the full contract round. These articles are article 1320 BW, 1335BW, 1337-1339BW and 1347 BW. But in fact the implementation of the principle of freedom of contract only to the determination of the amount of profit sharing clause for clause contained in a contract already programmed into the existing financial system. Keywords: Freedom of contract, contracts, BMT.
A. PENDAHULUAN Perkembangan perekonomian berbasis syari’ah saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan tak dapat dipungkiri keberadaannya memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Di awali dengan berdirinya Bank
304 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 Mu’ammalat Indonesia (BMI) sebagai lembaga keuangan makro pada 1 Mei 1992 yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya lembaga-lembaga keuangan berbasis syri’ah lainnya salah satunya adalah Baitul Maal wa Tanwil (BMT)1 Sebagai lembaga keuangan yang berbadan hukum koperasi, BMT selain memiliki produk dalam aktivitasnya selalu berhubungan dengan perjanjian , atau kontrak bisnis2. Subekti mendefinisikan perjanjian sebagai suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan atas pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.3 Artinya bahwa suatu perjanjian bukan hanya mengatur tentang formalitas syahnya perjanjian4 saja tetapi secara materiel harus mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak, sanksi, serta pilihan penyelesaian sengketa (Choice of Farum)5 bila terjadi perselisihan diantara keduanya. Perjanjian pada BMT memiliki peranan sangat penting sebab perjanjian merupakan dasar dari seluruh transaksi yang ada. Perjanjian yang akan menentukan bagaimana pola transaksi yang disetujui serta akibat yang timbul dari adanya transaksi , Bahkan dalam prinsip syari’ah, perjanjian merupakan dasar dari seluruh transaksi yang memiliki
Selanjutnya disebut dengan BMT, BMT merupakan lembaga keuangan syari’ah yang tunduk pada UU Koperasi karna BMT berbattanwil. 1
2 Perjanjian dalam bahasa belanda disebut sebagai “Verbintenis” yang berasal dari kata kerja “Verbinden” memiliki arti ikatan atau hubungan, oleh karenya verbintenis disebut juga sebagai hubungan hukum.
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2001), h. 1.
3
Secara Formil, syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPedata antara lain sebagai berikut: adanya Kesepakatan para pihak yang mengikatkan dirinya; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu hal tertentu;Suatu sebab yang halal. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. 4
5 Choice of forum atau choice of yurisdiction memberikan kebebasan pada pelaku bisnis untuk memilih pengadilan mana yang akan menyelesaikan sengketa dimana ini merupakan konsekuensi dari adanya asas kebebasan berkontrak atau disebut juga sebagai Freedom of Contract.
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Syari’ah..... | 305
konsekuwensi baik dunia maupun akhirat, inilah yang membedakannya dengan prinsip konvensional . Keberadaan suatu kontrak tidak terlepas dari asas-asas yang mengikatnya, untuk mencapai kata sepakat dalam perjanjian, para pihak harus sama-sama memiliki i’tikad baik dan memberikan kebebasan untuk menentukan hal-hal apa sajakah yang harus dicantumkan dalam perjanjian tanpa adanya paksaan , sebab perjanjian ini akan berlaku sebagai suatu undang-undang bagi para pihak yang sepakat membuatnya6. Kebebasan yang dimaksud dalam perjanjian adalah kebebasan yang terkait dengan asas kebebasan berkontrak7, mengabaikan asas kebebasan berkontrak juga berdampak pada tidak terpenuhinya pula dengan asas lain yaitu asas konsensuil8 dan asas keadilan9. Olehkarenanya para pihak tidak boleh mengabaikan keberadaaan dan pemenuhan asas kebebasan berkontrak dalam suatu perjanjian. Asas kebebasan (Al-hurriyah) dalam prinsip ekonomi syari’ah merupakan salah satu prinsip dasar dalam hukum perjanjian Islam, alhurriyah mengandung arti bahwa :
6 Disebut juga dengan asas Pacta Sun Servanda , yang secara eksplisit diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.
Dalam Hukum Islam asas ini disebut dengan Asas Al-hurriyah (kebebasan), Asas ini merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian Islam, kebebasan dalam prinsip ini mengandung makna bahwa para pihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad, bebas menentukan isi dan objek perjanjiandan bebas menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian, serta bebas menentukan bagaimana cara menentukan penyelesaian dikemudian hari 7
Asas konsensuil adalah asas kesepakatan para pihak artinya suatu perjanjian di��anggap syah bila para pihak telah mencapai kata sepakat baik secara tulis maupun lisan sehingga perjanjian tersebut akan menimbulkan akibat hukum diantara kedua belah pihak. 8
9 Pelaksanaan asas keadilan dalam suatu perjanjian meuntut para pihak untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi semua kewajibannya. Perjanjian harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang, serta tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak
306 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 1. Para pihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad 2. Bebas menentukan objek perjanjiandan bebas menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian 3. Bebas menentukan bagaimana cara menentukan penyelesaian dikemudian hari.10 Asas kebebasan berkontrak (Alhurriyah) di dalam hukum Islam dibatasi oleh ketentuan syariah Islam, dalam membuat perjanjian tidak boleh ada paksaan, kekhilafan, dan penipuan. Secara teoritis keberadaan asas dalam setiap aktivitas hukum dapat berfungsi memberikan arah , tujuan serta penilaian fundamental terhadap suatu norma hukum11, maka sudah seharusnyalah perjanjian yang di buat harus memperhatikan dan memfungsikan asas-asasnya dengan benar sehingga perjanjian tersebut bukan hanya berlaku sebagai sumber hukum bagi mereka yang membuat tetapi perjanjian tersebut juga memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat di persidangan. Praktek perjanjian pada BMT seringkali dilakukan dalam bentuk perjanjian baku (standard contract)12 , pada beberapa lembaga keuangan syariah di kota Metro, lembaga telah memiliki standar perjanjian baku dalam sebuah program terpadu yang disebut sebagai IBSS (Integreted Banking Syari’ah System). IBSS merupakan sistem terpadu yang memudahkan suatu lembaga untuk mengelola transaksi keuangan dan termasuk didalamnya dilengkapi juga dengan draft perjanjian pembiayaan yang dibutuhkan .13 10 Fathurrahman Djamil dalam Mariam darus Badruzzaman et al, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung, Citra aditya Abadi, 2001) Cet I, h. 250.
Dyah Ochtorina S, Asas Keadilan (Konsep dan Implementasiny dalam Hukum Islam & Hukum Barat), (Malang: Bayu Media, 2011), h. 4. 11
Perjanjian baku dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu “standard contract” atau “standard voorwaarden” yang di artikan sebagai konsep perjanjian tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimya dtuangkan dalam sejumlah perjanjian , perjanjian baku isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat dalam hal ini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi kuat dibandingkan pihak debitur. 12
Hasil Wawancara dengan pimpinan beberapa Lembaga Keuangan Syari’ah di Kota
13
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Syari’ah..... | 307
Dengan adanya IBSS maka seluruh transaksi yang di lakukan telah di siapkan oleh lembaga termasuk dalam membuat perjanjian pembiayaan, karna IBSS merupakan sistem menejemen operasional berstandar perbankkan nasional yaitu Bank Indonesia. Kondisi tersebut tentunya sangat membatasi berlakunya asas kebebasan berkontrak ( asas Alhurriyah), sehingga mau tidak mau , suka tidak suka sebagai pihak yang “Butuh” , nasabah tidak memiliki nilai tawar apapun dan hanya dihadapkan pada dua pilihan Take it or Leave it. Fakta tersebut selalu menunjukkan bahwa nasabah adalah pihak yang lemah. Sebagai kota yang memiliki karakteristik perdagangan dan jasa14 , keberadaan Lembaga Keuangan Syari’ah baik makro maupun mikro di kota Metro, memberikan pengaruh positif dalam pengembangan usaha dan bisnis penduduknya, sebaliknya Lembaga Keuangan Syari’ahpun sangat diuntungkan dengan tingginya apresiasi masyarakat terhadap penawaran pembiayaan yang ada. Dari survey awal yang peneliti lakukan, menunjukkan bahwa perjanjian yang di lakukan antara nasabah dan pihak lembaga dituangkan dalam bentuk perjanjian baku yang telah disiapkan oleh pihak lembaga. kondisi tersebut, sangat menarik untuk di analisa mengenai bagaimana implementasi asas kebebasan berkontrak pada perjanjian baku yang digunakan dalam merealisasikan pengajuan pembiayaan oleh masyarakat, analisa ini juga akan diperkaya dengan pembahasan mengenai keabsahan perjanjian baku kontrak menurut pandangan Hukum Perdata di Indonesia. Pada tataran praktis , hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada pihak BMT mengenai arti pentingnya suatu asas dalam aktivitas hukum yang dilakukan khususunya mengenai urgensi asas kebebasan berkontrak dalam pembuatan suatu perjanjian. Tak kalah pentingnya adalah dapat memberikan informasi Metro, Mei 2012. 14 Pernyataan ini dibuktikan dengan data statistik mata pencaharian penduduk kota metro , bergerak dibidang jasa (28,56%), sektor perdagangan (28,18%), sektor pertanian (23,97%), transportasi dan komunikasi (9.84 %) serta konstruksi (5,63%). www.metrokota. go.id, diunduh 12 Mei 2012.
308 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 penting bagi masyarakat akademisi dan para praktisi ekonomi mengenai fungsi asas hukum sebagai dasar atau pondasi dari terbentuknya suatu norma hukum dalam bentuk perjanjian, sehingga akan difahami akibat hukum yang akan timbul bila asas diabaikan . Dari penelusuran referensi yang ada, tidak banyak dijumpai karyakarya ilmiah yang membahas tentang penerapan sebuah asas yakni asas kebebasan berkontrak pada standar baku kontrak yang telah dipersiapkan oleh pihak lembaga keuangan syari’ah. beberapa tulisan dan karya ilmiah yang ada menunjukkan bahwa masih kurang komprehensipnya penelitian yang dilakukan terkait dengan asas kebebasan berkontrak khususnya terhadap perjanjian baku atau standar baku kontrak terlebih terkait implementasinya pada BMT yang saat sedang menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan di kota peneliti.
B. KAJIAN TEORI 1. Hukum Perjanjian Perjanjian berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. R. Subekti menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu dari peristiwa ini timbul hubungan perikatan15 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian itu terdiri dari : a. Ada pihak-pihak ; Sedikitnya dua orang atau lebih, pihak ini disebut subyek perjanjian, dapat manusia atau badan hukum dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum seperti yang di tetapkan oleh Undang-undang.
R. Subekti, “Hukum Perjanjian”, (Jakarta: Intermasa, Tahun 1987), h. 1.
15
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Syari’ah..... | 309
b. Ada persetujuan antara pihak-pihak ; Persetujuan antara pihak-pihak tersebut sifatnya tetap bukanmerupakan suatu perundingan. Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai syarat-syarat dan obyek perjanjian maka timbulah persetujuan. c. Ada prestasi yang akan di laksanakan ; Prestasi merupakan kewajiban yang harus di penuhi oleh pihak sesuai dengan syarat – syarat perjanjian, misalnya pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang dan penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang. d. Ada bentuk tertentu lisan atau tulisan ; Perlunya bentuk tertentu karena ada ketentuan dalam Undang-undang yang menyebutkan bahwa dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat. e. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian ; Dari syarat-syarat tertentu dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Syarat-syarat ini terdiri dari syarat pokok yang menimbulkan hak dan kewajiban pokok. f. Ada tujuan yang hendak di capai ; Tujuan yang hendak di capai dalam perjanjian adalah isi dari perjanjian itu sendiri dalam menentukan isi perjanjian meskipun didasarkan atas kebebasan berkontrak akan tetapi tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak di larang oleh Undang-undang. 2. Fungsi Asas Hukum Asas juga bisa di artikan sebagai prinsip16 didalamnya mengandung dua norma, yaitu principa prima (norma-norma kehidupan yang berlaku secara fundamental, universal dan mutlak serta kekal (berlaku bagi segala bangsa dan masa) dan principia 16 Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 60 dan 788.
310 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 secundaria (norma-norma yang tidak fundamental, tidak universal, tidak mutlak, melainkan relatif tergantung pada manusianya).17 Asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat didalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan, perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusankeputusan individual dapat di pandang sebagai penjabarannya. Jadi asas hukum merupakan dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif, sehingga dalam pembentukan hukum praktis harus berorientasi pada asas hukum.18 Posisi asas hukum sebagai meta norma hukum pada dasarnya memberikan arah, tujuan serta penilaian fundametal bagi keberadaan suatu norma hukum.19 Bahkan banyak ahli mengatakan bahwa asas hukum merupakan jantung atau hatinya norma hukum (peraturan hukum). Menurut G.W.Paton dalam Satjipto Rahardjo, hal ini didasari oleh adanya pemikiran sebagai berikut: a. Asas hukum merupakan “landasan “ yang paling luas bagi lahirnya suatu norma hukum. Dengan demikian setiap norma hukum itu pada akhirnya dapat dikembalikan pada asas hukum yang dimaksud. b. Asas hukum merupakan “alasan” bagi lahirnya suatu norma hukum atau merupakan “ratio legis” dari norma hukum. Asas hukum tidak akan pernah habis kekuatannya dengan melahirkan norma hukum melainkan tetap ada dan akan terus melahirkan norma-norma hukum yang baru.20
17 J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, Alih Bahasa: Arief Sidharta, (Bandung: Citra Aditya Bakti), h. 34.
Sudikno Mertokusumo, Mengenl Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 2003), h. 34. 18
Amir Hamzah, Asas-asas Hukum dan sistem Hukum, (Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 1995), h. 3. 19
20 Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 49.
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Syari’ah..... | 311
Asas hukum berfungsi sebagai pondasi yang memberikan arah, tujuan serta penilaian fundamental, mengandung nilai-nilai dan tuntunan-tuntunan etis. Terkait dengan hal tersebut, dalam satu mata rantai sistem, asas, norma dan tujuan hukum berfungsi sebagai pedoman dan ukuran atau kriteria bagi prilaku manusia. 21 Keberadaan asas hukum adalah conditio sine quanon bagi norma hukum, karena mengandung nilai-nilai moral dan etis, yang memberikan arah bagi pembentukan hukum yang memenuhi nilainilai filsafati, yang berintikan rasa keadilan dan kebenaran, nilainilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku di masyarakat, serta nilai-nilai yuridis yang sesuai dengan hukum yang berlaku.22 Mahkamah Agung dalam norma-norma kehormatan Mahkamah Agung, menyatakan bahwa adil pada hakikat bermakna “menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya.”23 C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: IMPLEMENTASI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA STANDAR BAKU KONTRAK BMT DI KOTA METRO Untuk menunjang kegiatan-kegiatan bisnis atau transaksitransaksi dagang yang semakin modern dan mengglobal, peranan hukum perjanjian menjadi sangat diperlukan, Sebab perjanjian dalam aktivitas ekonomi merupakan dasar dari keabsahannya. Perjanjian yang dibuatpun saat ini semakin berkembang, klausul-kalusul yang dimuat dalam perjanjian juga harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan transaksi. Oleh karenanya peran masing-masing pihak dalam membuat suatu perjanjian tidak boleh diabaikan. Ibid.
21
Soejadi, Pancasilan sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, (Jakarta: Lukman Offset, 1999), h. 68. 22
Muchsin, Ikhtisar materi Pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: STIH IBLAM, 2004), h. 83.
23
312 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 Salah satu asas yang menjelaskan tentang kedudukan dan peran para pihak dalam penyusunan perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak. Asas tersebut merupakan asas universal dan dianut oleh hukum perjanjian hampir di seluruh negara di dunia. Pada dasarnya asas kebebasan ini memberikan hak kepada tiap subyek hukum untuk menggunakan kebebasannya dalam aktivitas ekonomi dimulai dari kebebasan memilih dan menentukan dengan siapa dia ingin melakukan hubungan ekonomi, serta hal hal yang terkait yang timbul ketika hubungan ekonomi dilakukan termasuk dalam menentukan isi perjanjian. Hal tersebut tentunya berlaku pula pada akktivitas di dunia keuangan termasuk pada Baitul Maal Wattanwil (BMT). Asas kebebasan berkontrak atau yang dikenal dengan istilah Freedom of Contract, Liberty of Contract, atau Party Autonomy24, menggambarkan bahwa tiap orang sebagai para pihak dalam aktivitas perjanjian berhak menetukan isi suatu kontrak atau perjanjian .25 Berlakunya asas kebebasan berkontrak lebih di mantapkan dengan adanya asas konsensualisme yang juga harus digunakan dalam penyusunan perjanjian. Konsensualisme difahami sebagai bentuk kesepakatan kedua belah pihak mengenai apa yang diperjanjian dalam suatu perjanjian sehingga menjadi suatu keniscayaan bahwa timbulnya sepakat merupakan sebab dari adanya penuangan isi perjanjian dari masing-masing pihak dengan bebas dan tanpa paksaan . Dari gambaran diatas difahami bahwa asas kebebasan berkontrak merupakan aktualisasi kebebasan pelaku perjanjian dalam menentukan dengan siapa dan apa isi perjanjian yang dibuat dan didasari oleh adanya kesepakatan bersama. Pada prakteknya di beberapa lembaga keuangan baik makro maupun mikro perjanjian sudah dibuat secara tersistem dan terprogram dalam sistem komputerisasi sehingga perjanjian yang dibuat tidak lagi berbentuk tulisan tangan atau masing-masing pihak membawa draft I.G.Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Megapoin, 2002), h. 27. 25 Ibid. 24
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Syari’ah..... | 313
isi perjanjian yang nantinya disepakati bersama. Kompleksnya aktivitas dilembaga keuangan memberikan peluang untuk diberlakukannya Perjanjian baku sebagai suatu kontrak tertulis pada lembaga-lembaga keuangan. Perjanjian baku atau standart baku kontrak dalam prakteknya diakui sangat memberikan kemudahan bagi pihak lembaga keuangan dalam memberikan layanan perbankkan, sebab isi atau klausul perjanjian telah dibuat dalam suatu program instan sehingga pihak lembaga hanya memilih jenis kontrak apa yang akan digunakan lalu mengisi syarat formil (identitas para pihak) dan syarat –syarat tambahan lain seperti agunan, lamanya pembiayaan dan lain-lain demikian yang diuraikan oleh Bapak Mutholib , S.Ag. selaku Dewan Pengawas Syari’ah BMT AlIhsan. Diakui oleh beberapa pimpinan BMT yang ada di kota Metro seperti BMT Fajar, BMT Lrisma, dan BMTAlIhsan bahwa sistem yang sudah menyediakan draft-draft perjanjian/kontrak sangat membantu dalam memperlancar aktivitas di lembaga keuangan bahkan keberadaannya justru dapat membantu lembaga dalam memberikan pelayanan terbaik bagi para nasabah anggota. Berbelit-belit dan memakan banyak waktu, demikian yang dikatakan oleh Bapak Andri Yulinto , SE (Menejer BMT L-Risma Cab. Metro) ketika para pihak yaitu BMT dan Nasabah bila harus membuat draft perjanjian. Adanya perjanjian baku yang sudah terprogram sudah sangat mudah dimengerti dan difahami isinya. Para fihak cukup membaca lalu membubuhi tanda tangan pada tiap lembar perjanjian dan persetujuan diakhir perjanjian. Disinilah dianggap bahwa nasabah telah membaca dan memahami isinya sebab sebelum di tandatangani pihak BMT akan membacakan isi perjanjian dan meminta nasabah untuk meneliti kembali isi perjanjian tersebut, artinya para pihak telah sepakat atas apa yang mereka perjanjikan.26 Mengenai kebebasan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan perjanjian di BMT L-Risma adalah dengan memberikan kebebasan para Wawancara Dengan Menejer BMT L-Risma Cab Metro Pada 20 November 2012.
26
314 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 pihak untuk menolak atau menerima isi perjanjian , melalui proses tawar menawar seperti mengenai besarnya nisbah dan jaminan. Bahkan menurut Hamdani selaku Menejer BMT Al Ihsan Cendrawasih bahwa dengan menandatangani perjanjian yang dibuat artinya pihak anggota secara sukarela dan tanpa paksaan menyepakati isi perjanjian. 27 bahkan kisaran besarnya bagi hasil tidak serta merta ditetapkan besarannya oleh BMT karna akan ditentukan berdasarkan proses tawar menawar antara kedua belah pihak. Inilah yang menurut Bapak Hamdani dikatakan sebagai aktualisasi kebebasan . begitupun pada BMT Al Ihsan Aljihad Metro yang merupakan cabang dari BMT Al-Ihsan Cendrawasih , juga memberikan gambaran yang sama mngenai pelaksanaan asas kebebasan berkontrak. Kondisi yang sama juga peneliti peroleh saat peneliti melakukan observasi di BMT lainnya seperti BMT Fajar, BMT Al-Furqon, BMT Adzkia, BMT Amanah, BMT Al Mukhsin dan Salma Syari’ah. Pada saat observasi peneliti lakukan peneliti juga melihat proses pengajuan pembiayaan yang terjadi dimana pengajuan tertuang dalam sebuah form yang disediakan oleh pihak BMT sehingga anggota hanya tinggal mengisi saja lalu pihak BMT akan mengadakan rapat penentuan persetujuan pembiayaan. Terjadinya proses tawar menawar antara pihak lembaga dengan nasabah menunjukkan adanya upaya di wujudkannya prinsip keadilan atau kesetaraan oleh pihak lembaga. Hal tersebut sejalan dengan Teori Tawar Menawar (Bargain Theory) yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian/kontrak mengikat sejauh apa yang di negosiasikan (tawar menawar) dan kemudian disepakati oleh para para pihak , namun Melalui proses wawancara peneliti dengan para pimpinan dari tiaptiap BMT ,peneliti melihat perbedaan pengertian kebebasan pada asas kebebasan berkontrak. Bila ditinjau berdasarkan pengertian Asas Kebebasan berkontrak maka pada hakikatnya apa yang dilaksanakan di BMT-BMT yang ada di kota Metro belum sejalan dengan konsep kebebasan kontrak yang Wawancara Dengan Hamdani, Menejer BMT Al-Ihsan Cendrawasih Pada 12 November 2012. 27
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Syari’ah..... | 315
seharusnya . sebab bebas dalam asas ini bukan bebas yang terbatas tetapi bebas sebebas-bebasnya dalam menentukan dengan siapa dan apa saja isi perjanjian yang diinginkan. 28 sedangkan dari hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan , tampak bahwa kebebasan yang dapat dilakukan dan dimiliki oleh pihak nasabah hanyalah dalam dua hal yaitu: 1. kebebasan untuk memutuskan apakah akan membuat perjanjian atau tidak, yaitu dikaitkan pada sebuah teori kehendak yang dimiliki oleh seseorng dalam hal ini nasabah atau anggota yang berhak menentukan kehendaknya untuk melakukan perjanjian dengan pihak lembaga. Artinya bahwa jika nasabah atau anggota merasa tidak setuju dengan berbagai persyaratan yang ada maka nasabah dan anggota dapat menolak perjanjian tersebut. 2. kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat suatu perjanjian. Dengan menetapkan pilihan kepada lembaga mana seseorang membuat perjanjian dua bentuk kebebasan tersebut merupakan wujud dari implementasi asas kebebasan berkontrak. Kebebasan yang pihak BMT berikan adalah kebebasan terbatas atau kebebasan relatif dengan memperhatikan kepentingan umum, artinya bahwa pelaksanaan kebebasan relatif ini untuk menghindari seseorang membuat hukumnya sendiri tetapi tetap harus disesuaikan dengan aturan umum yang berlaku. Perjanjian merupakan kesepakatan dua belah pihak oleh karena nya bila belum tercapai kata sepakat diantara keduanya maka tidaklah dapat dilaksanakan perjanjian tersebut artinya bahwa bila salah satu pihak hanya mengutamakan kepentingan individu saja maka kata sepakat sebagai salah satu syarat syahnya suatu perjanjian tidak akan terpenuhi.
D. SIMPULAN Deskripsi mengenai analisis terapan pasal 1338 BW dalam perjanjian di Lembaga Keuangan Syari’ah makro dan mikro di Kota Metro 28 Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, (Jakarta;Institut Bankir Indonesia, 1993), h. 296.
316 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 mengantarkan kesimpulan bahwa ssas kebebasab berkontrak pada perjanjian pada BMT di Kota Metro, tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh semua lembaga , asas kebebasan akan dilaksanakan pada proses tawar menawar diawal pengajuan pembiayaan dan kredit dimasing-masing lembaga. Tawar menawar yang terjadi hanya terbatas pada besarnya nisbah atau margin bagi hasil juga terhadap agunannya. Mengenai isi dari perjanjian pemberian kredit dan pembiayaan smua lembaga terikat pada sebuah software perbankkan yang isinya sudah disesuaikan dengan ketentuan Bank Indonesia sehingga nasabah tidak bisa memiliki kebebasan untuk ikut menetukan isi perjanjian. Keberadaan perjanjian baku pada BMT dianggap sebagai sebuah kebiasaan hukum yang memenuhi syarat materiel dan syarat psikologis dan pada implementasinya asas kebebasan berkontrak hendaknya dilaksanakan dengan juga memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam pasal 1320 BW, 1335BW, 1337-1339BW dan 1347 BW.
DAFTAR PUSTAKA Badruzzaman, Mariam darus, et al, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra aditya Abadi, 2001. Bruggink, J.J.H., Refleksi tentang Hukum. Alih Bahasa: Arief Sidharta. Bandung: Citra Aditya Bakti, tth. Hamzah, Amir, Asas-asas Hukum dan Sistem Hukum, Malang, Fakultas Hukum Univ Brawijaya, 1995. Mertokusumo, Sudikno, Mengenl Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 2003. Muchsin , Ikhtisar materi Pokok Filsafat Hukum, Jakarta: STIH IBLAM, 2004. Ochtorina S, Dyah, Asas Keadilan (Konsep dan Implementasiny dalam Hukum Islam & Hukum Barat), Malang: Bayu Media, 2011.
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Syari’ah..... | 317
Sjahdeini, Sutan Remi, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, Jakarta;Institut Bankir Indonesia, 1993. Soejadi, Pancasila sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, Jakarta: Lukman Offset, 1999. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2001. Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995. Widjaya, I.G. Rai, Merancang Suatu Kontrak Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: Megapoin, 2002.