22
20
6
12 Blast
Chart
With The Sound of Music > 6
SoundUp Top 20 Smells Like 90s
An Evening With The Bannery Starwick Gribs Ian Mosley
>12 >14 >15 >16
Live SoundUp eX Hype! Music >20 Hard Rock Anniversary >22 Tortured Soul >24 Viva El Score! >26 Queen >28 Soundrenaline >29 JGTC >30 djakartartmosphere >32 Young Progressive Blood>34
Bray Elvyn
>44
26 >45 >53
42
PLAYBACK Brian Welch
>60
Misc I Know What I Like Soundbuzz Fashion Code New Release Recommended Soundscape Showcase Event Movie Clinic Tools Tiz Ole Skoolz Paparazzi
>36 >38 >39 >40 >42 >46 >47 >48 >52 >55 >56 >57 >62
50
44
47 58
SoundUp Speaks Hi, nice to see YOU again!
INBOX
“Bulan Desember bukan hanya bulan terakhir
WEB SITE SoundUp?
kalender, namun juga saat orang melakukan refleksi dan melihat apa yang telah dilakukan selama 12 bulan terakhir serta membuat resolusi untuk mencapai yang lebih baik di tahun berikutnya. Seorang musisi juga bisa membuat resolusi dan bertobat melepas godaan duniawi. Bulan Desember
Bro/sis, Iseng-iseng gw nge-browse dan nemuin soundupmagz.com. Apa ini alamat resmi edisi online SoundUp? Koq ga ngapdet ya? Asyik juga SoundUp sudah onlen, jadi qt bisa ngikutin secara teratur.
juga saatnya menikmati liburan akhir tahun –atau
Akmal via e-Mail
menikmati sajian musik dan film baru yang banyak
Bro Akmal, Soundupmagz.com memang alamat kita di dunia maya tapi masih dalam tahap pengembangan. Masih ada beberapa hal yang perlu dibenahin. Pada waktu kita akan umumkan kalo sudah siap. Terima kasih atas perhatiannya.
muncul di penghujung tahun. Selamat menikmati, entah itu musik, film, atau sibuk membuat resolusi akhir tahun. Selamat datang 2010...!!”
Keep The Spirit On!
SEGENAP DIREKSI & STAFF PT. SWARA MEDIAKITA PRIMA
Mengucapkan SoundUp Music & Lifestyle Magazine No. 45 / Vol. 4 Desember 2009
SELAMAT HARI NATAL 2009 & SELAMAT TAHUN BARU 2010
Cover: Hape esia Musik
Kirimkan saran/kritik/pertanyaan Anda ke redaksi:
[email protected]
Cantumkan identitas diri dan alamat lengkap. Surat yang terpilih akan mendapatkan souvenir dari SoundUp Editor In Chief Beben SM | Managing Editor Indra Akkermann | Editor David Dewata, Didik Kusprihartanto, Niantoro Sutrisno, Santoso “@LTE” Sanz, Supriyanto, Surjorimba Suroto | Reporter Amin, Fikri, Ferdy, Medhy, Tri, Surya (magang), Timmy, Gerald Orlando | Contributor Welly (creativedisc.com), Eddo FN (IBC Bandung), Michael Laquais, Novita, Rinaldi Triasepta, eskei, Juice | Photografer Pe-em, Ferdy, Surya (magang) | Advertising & Promotion Patricia Veronica-Manager (
[email protected]), Marina Fabiola (marina_
[email protected]) | Creative Designer Santoso Kurniawan
Publisher PT Swara Mediakita Prima STC Senayan Lt. 3 Unit 165 | Jl. Asia Afrika, Jakarta Pusat 10270 Tel. (021) 5793 6481, (021) 933 03633, (021) 999 45658 | Fax. (021) 5793 1771 Wadah Ideal para insan idealis yang gila musik, menghargai musik, tiada waktu berlalu tanpa musik [MUSIC-melihat mendengar mengerti menghayati mengamalkan dan mendarah daging-] SoundUp, FREE music & lifestyle magz akan hadir setiap bulan. Dilarang KERAS mengutip, mengambil, mencantumkan dan/atau mengambil pernak pernik materi yang terdapat di dalam majalah tanpa persetujuan/izin hitam di atas putih bermaterai dari SoundUp.
Blast
Layar dibuka, proyektor dinyalakan, dan keajaiban yang bernama sinema pun dimulai. Tapi ditengah-tengah film baru sadar, hey kemana suaranya?? Bayangkan bila itu terjadi pada film malam minggu. Apa yang akan anda rasakan? Marah? Gregetan? Bosan? Nah, sekarang mari kita melangkah lebih jauh, bayangkan apa yang terjadi bila film tidak pernah bersuara. Bayangkanlah sekumpulan gambar bergerak yang tidak ada hentinya. Menarik untuk dilihat sesaat, tapi untuk 90 menit? Apa tahan untuk menahan kantuk? Sebuah film tidak akan lengkap tanpa suara, titik. Selain itu musik di dalam film akan menjadi sensasi tersendiri karena dapat membawa penonton ke emosi tertentu. Nah musik di dalam lazimnya disebut soundtrack. Sekarang pertanyaanya, apa itu soundtrack? Apakah hanya sekedar tempelan dalam film? Berikut beberapa cerita menarik mengenai soundtrack.
Apa itu Soundtrack? Secara terminologi, istilah soundtrack terdiri dari dua kata “sound” (suara) dan “track” (jejak), di mana dalam medium film terdapat 2 jenis track yaitu gambar dan suara. Awalnya dialog, efek suara, dan musik mempunyai track-nya masing-masing lalu digabung menjadi satu track dalam proses editing sehingga menjadi track suara seperti yang kita dengar di hasil akhir film. Kata soundtrack pertama kali diasosiasikan dengan musik yang menemani film pada awal 1950an, ketika itu studio Hollywood merilis album yang berisi musik dari film sebagai strategi bisnis mereka. Mereka merilis album rekaman yang diberi embel-embel “music from the original motion picture soundtrack” yang lalu diperpendek menjadi “original motion picture soundtrack”. Istilah ini sebenarnya kurang tepat karena rekaman yang dirilis berasal dari music track bukan dari sound track yang berisi gabungan dialog dan efek suara. 6 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Film pertama yang dibuat album soundtracknya adalah film musikal yang berjudul ‘Till The Clouds Roll By’. Film yang berkisah tentang musisi bernama Jerome Kern ini dirilis album soundtracknya oleh MGM pada tahun 1946. Semenjak itu terus bermunculan album-album soundtrack, bahkan yang filmnya dirilis pada era 1930an sekalipun seperti ‘Gone With The Wind’ dan ‘The Wizard Of Oz’. Pada tahun 2005, American Film Institute memilih soundtrack film ‘Stars Wars Episode IV: A New Hope’ yang ditulis oleh John Williams sebagai soundtrack terbaik sepanjang masa. ia juga menjadi soundtrack dengan penghargaan terbanyak dalam karir Williams yang memenangi Academy Award (piala Oscar), Golden Globe, BAFTA Award, Saturn Award dan Grammy Award. Sementara untuk film sekuelnya, ‘The Empire Strikes Back’, Williams kembali memperoleh penghargaan BAFTA Award dan Grammy Awards. Selain diakui sebagai soundtrack terbaik sepanjang masa, Star Wars juga menjadi soundtrack terlaris sepanjang masa dengan rekor penjualan yang melebihi 1 juta kopi.
Klasifikasi Soundtrack
Secara umum soundtrack terbagi menjadi 3 jenis. Tapi seiring dengan perkembangan jaman tak tertutup kemungkinan untuk terciptanya jenis soundtrack baru di masa mendatang.
Film Score
Film score adalah background musik yang diciptakan khusus untuk film oleh seorang komposer dan merupakan bentuk paling star dalam pembuatan musik untuk film. Lazimnya musik yang dibuat berbentuk simphoni orkestra yang menyerupai musik klasik. Ketika pertama kali medium film diciptakan, suara belum menyatu dengan film, sehingga setiap kali ada pemutaran film biasanya disertai oleh sebuah orkestra yang membawakan lagu secara langsung. Film dengan bujet besar biasanya akan mempunyai orkestra lengkap, sementara film dengan bujet kecil atau untuk pemutaran di teater yang lebih kecil biasanya ditemani oleh instrumen piano solo. Seiring dengan perkembangan jaman, film score mengalami progres yang cukup menarik. Film score tidak lagi berbentuk musik klasik, tapi juga terdiri dari berbagai macam genre seperti jazz, elektronik, hingga “world music”. Proses pembuatan film score biasanya dilakukan pada saat tahap paska produksi, dimana film telah selesai diambil dan sedang dalam tahap editing. Pada tahap ini “rough-cut” film sudah terbentuk dan sutradara biasanya akan mengisi film dengan musik sementara yang menjadi referensi dalam bagaimana mood musik yang ia inginkan. Komposer diberi kesempatan untuk melihat rough-cut film dan meng-aransemen musik berdasarkan referensi yang diberikan tersebut. Seringkali seorang sutradara begitu jatuh cinta dengan musik sementara ini, kadang ia ngotot untuk memasukan musik tersebut ke dalam filmnya. Contoh paling terkenal adalah ketika Stanley Kubrik menolak score musik dari Alex North dan memutuskan untuk menggunakan musik klasik karangan György Ligeti (yang tadinya hanya digunakan sebagai referensi) untuk mahakaryanya ‘2001: A Space Odyssey’. Tapi tak selamanya itu yang terjadi. Komposer, khususnya yang sudah memiliki hubungan yang dekat dengan sutradara, diberi kebebasan oleh sutradara untuk membuat musiknya sendiri. Sejarah mencatat sejak pertama kali medium film diciptakan, banyak kolaborasi terkenal antara sutradara dan maestro musik dunia. Sehingga nama beberapa sutradara begitu identik dengan komposer yang biasa mengisi filmnya, sebut saja Alfred Hitchcock - Bernard Hermann, Frederico Fellini- Nino Rota, Sergio Leone - Ennio Morricone hingga filmmaker kontemporer seperti Steven Spielberg – John Williams dan Tim Burton – Danny Elfman. 7 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Don’t Miss It: Amélie
Mutiara tersembunyi dari Perancis. ‘Amelie’ adalah sebuah film yang manis dan musik yang ditulis oleh Yann Tiersen juga tak kalah manisnya. Dengan sentuhan Eropa yang kental dan menggunakan akordion sebagai kekuatan utamanya, ‘Amélie’ menjadi sebuah soundtrack yang membuat a sedang berada di sebuah kafe di Paris sambil melihat menara Eiffel yang mempesona.
Blast
Film Musikal Film musikal adalah film yang para karakternya menyanyikan lagu secara langsung sambil diiringi oleh tari-tarian yang mempesona. Lagu dalam film jenis ini sering menjadi elemen yang tidak bisa dipisahkan dari cerita. Film musikal hadir bersamaan dengan munculnya film bersuara melalui ‘The Jazz Singer’ dan sempat menjadi primadona di Hollywood, khususnya saat “The Golden Age Of Hollywood” tahun 1930-1950an. Banyak bintang-bintang bermunculan pada saat itu, sebut saja Gene Kelly, Fred Astaire, dan sutradara seperti Busby Berkeley. Salah satu film musikal yang paling terkenal adalah film ‘The Wizard Of Oz’, yang diadaptasi dari buku anak-anak karangan L. Frank Baum. Lagu ‘Over The Rainbow’ yang dinyanyikan oleh Judy Garland memenangi Piala Oscar untuk “Best Original Song” tahun 1939 dan menempati posisi no.1 untuk lagu dari fim terbaik versi American Film Institute. Walaupun diproduksi lebih dari 7 dekade yang silam, ‘Over The Rainbow’ tetap menjadi lagu pop terkenal yang sering diputar di radio hingga kini. Selain ‘The Wizard Of Oz’, film musikal lain yang tidak kalah terkenalnya adalah ‘The Sound Of Music’. Siapa yang tidak kenal lagu ‘Edelweis’ atau ‘The Sound Of Music’? Kisah keluarga Trapp yang melegenda ini menjadi film dengan penghasilan terbesar yang diproduksi oleh 20th Century Fox. Film yang mengangkat nama Julie Andrews ini memenangi hingga 5 piala Oscar di tahun 1965, termasuk untuk penghargaan film terbaik. Don’t Miss It: Sayangnya setelah era 60an, pamor film Moulin Rouge. musikal mulai memudar. Penonton, khususnya Kapan lagi melihat generasi muda, mulai bosan dengan film yang bintang-bintang isinya hanya orang nyanyi melulu. Mereka Hollywood seperti menginginkan film yang berisi dengan Nicole Kidman dan Ewan adegan action yang seru dan ledakan yang McGregor berdansa dan spektakuler. Perkembangan teknologi film bernyanyi? Ditambah dan munculnya film action di tahun 1970an lagu-lagunya pun lagumembuat film musikal mulai ditinggal. lagu pop seperti dari Hollywood mulai memalingkan arahnya dari Madonna, David Bowie film musikal sehingga membuat produksi film dan Elton John! Film ini musikal selepas dekade 70an dapat dihitung sempat membuat film dengan jari. musikal diperhitungkan Berbeda dengan Hollywood, film musikal kembali di kancah masih menjadi primadona di dunia film India. perfilman dunia. Siapa yang tak kenal istilah ‘Bollywood’? Nama Shahrukh Khan dengan goyangannya yang heboh masih dapat membuat penonton wanita berteriak. Bollywood masih memegang teguh prinsip ‘song and dance’ dan penonton pun masih tetap membeludak menonton film-film Bollywood. Perkembangan jaman malah membuat film musikal ala India ini semakin heboh dan spektakuler, dan juga membuat penonton bergoyang makin dahsyat.
Koleksi dari lagu-lagu yang sudah pernah dipublikasikan sebelumnya Musik mengalami evolusi yang penting di abad 21 ketika rock n’ roll merajalela di tahun 60’an. Generasi muda sudah menganggap para bintang rock sebagai dewa dan musik mereka sebagai penyelamat dunia yang penuh kebobrokan. Perkembangan musik di dalam film juga mengalami sebuah pergeseran trend. Para petinggi Hollywood mulai sadar bahwa musik populer dapat mendongkrak penjualan film dan mulai memasang musisi sebagai bintang film mereka. Elvis, “The King Of Rock n’ Roll, sering membintangi film yang musiknya diisi oleh lagu-lagunya sendiri. Begitu juga dengan fenomena, The Beatles, yang pernah membintangi film ‘A Hard Day’s Night ‘dan ‘Help’ serta menyutradarai filmnya sendiri di film ‘Magical Mystery 8 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Blast
Tour’. Di dekade 80 dan 90’an, film Hollywood khususnya yang bergenre komedi romantis sering memasukan lagu-lagu pop yang sedang trend sebagai soundtrack. Kadang musik tersebut bukan hanya untuk menciptakan mood yang diinginkan sutradara, tapi juga untuk meningkatkan penjualan album si musisi dan album kompilasi soundtrack film tersebut. Soundtrack film ‘Sleepless In Seattle’ bahkan sempat merajai tangga lagu Billboard dengan lagu-lagunya yang romantis. Lagu-lagu yang sudah menjadi legenda sering menjadi inspirasi para filmmaker. Bukan hanya untuk membuat mood tertentu, tapi musik menjadi inspirasi untuk pembuatan cerita. Pada tahun 1972, seorang pemuda bernama Cameron Crowe menjadi kontributor termuda majalah Rolling Stone di usianya yang ke 15 tahun. Tiga puluh tahun kemudian Crowe menjadi salah satu sutradara papan atas Hollywood, dan ia menceritakan pengalamannya sebagai saksi mata suatu era terhebat dalam sejarah musik di filmnya ‘Almost Famous’. Sudah tentu soundtrack ‘Almost Famous’ berisi berbagai band yang mengisipirasikannya seperti Led Zeppelin, The Who, Yes dan David Bowie. Bahkan adegan ketika lagu ‘Tiny Dancer’ oleh Elton John dinyanyikan di dalam bus menjadi salah satu scene yang paling dikenal di ‘Almost Famous’. Tidak hanya lagu pop ataupun rock, lagu jazz bahkan musik klasik sekalipun sering menjadi inspirasi bagi para filmmaker. Siapa yang tak kenal Mozart? Kehidupan komposer legendaris ini menjadi subjek dalam film ‘Amadeus’ oleh Milos Forman. Di film yang menyorot kehidupan Wolfgang Armadeus Mozart dan persaingannya dengan Antonio Salieri ini musik Mozart tidak hanya pelengkap cerita, tapi juga menjadi karakter yang membuat film ini lebih hidup. Sir Neville Marriner yang menjadi konsultan musik mengatakan ia tidak akan membantu produksi film bila musik Mozart diubah satu nada pun, sesuatu yang tentu saja gampang diamini oleh para pembuat film. Dengan pesatnya perkembangan musik, tidak tertutup kemungkinan akan terciptanya berbagai jenis musik yang baru. Dan selama masih ada penggemar musik, tidak mustahil bila soundtrack film akan berevolusi ke bentuk yang baru lagi.
Don’t Miss It: All Guy Film.
Guy Ritchie dengan London-nya yang kelam, gangster yang keji, dan kekonyolan yang akan membuat Ratu Elizabeth pun tertawa tidak akan lengkap tanpa soundtracknya yang keren. Ritchie sering memasukan segala jenis lagu khas Inggris kedalam soundtracknya. Rock, Britpop, funk, punk, reggae, ditambah dengan dialog dari film yang membuat soundtrack filmfilm Ritchie sangat-sangat “British’.
Soundtrack Di Tanah Air Seiring dengan bangkitnya kembali dunia film di tanah air, soundtrack mulai mendapat perhatian lebih dari penggemar musik dan film di Indonesia. Ada beberapa soundtrack yang patut disimak oleh penggemar musik dan film. Tidak hanya karena mutunya, namun beberapa soundtrack ini juga memegang peranan penting dalam perkembangan dunia film dan musik di tanah air.
Badai Pasti Berlalu Di edisi 150 album Indonesia terbaik, majalah Rolling Stone Indonesia menempatkan soundtrack film ‘Badai Pasti Berlalu’ di urutan puncak. Sebuah penghargaan yang sudah sepantasnya disematkan kepada album ini. Siapa yang tak tahu senandung lagu ‘Pelangi’, ‘Merpati Putih’, ‘Angin Malam’, ‘Badai Pasti berlalu’ atau ‘Serasa’? Album soundtrack yang dirilis tahun 1977 ini merupakan gagasan Eros Djarot yang juga mengisi score untuk film yang disutradarai oleh Teguh Karya. Bersama Yockie Soerjoprajogo dan Chrisye, ia berinisiatif untuk membuat album soundtrack karena melihat potongan-potongan musik dalam film tersebut layak untuk dijadikan album penuh. Mereka lalu merekam ulang lagu-lagu dari film, lagu-lagu yang tadinya dinyanyikan oleh Broery Pasolima dinyanyikan ulang oleh Chrisye sehingga materi yang tadinya terdiri dari tiga lagu (‘Baju Pegantin’, ‘Merpati Putih’, ‘Badai Pasti Berlalu’), berkembang menjadi 12 lagu. Salah satu yang membuat album soundtrack ‘Badai Pasti Berlalu’ menjadi penting adalah karena keberaniannya untuk mendobrak pasar yang pada saat itu dikuasai oleh musik pop. Dunia musik Indonesia pada saat itu terbilang stagnan dengan musik pop yang mengejar kuantitas semata, sangat jarang sebuah film non musikal mempunyai album soundtracknya sendiri. Tapi tiba-tiba muncul album soundtrack ini dengan dengan aromanya yang berbau rock progressive. Sehingga tidak hanya filmnya yang diakui film Indonesia terbaik sepanjang masa, ‘Badai Pasti Berlalu’ selalu mempunyai tempat di hati penggemar musik. 10 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Janji Joni Ketika memulai proses pembuatan film Janji Joni, produser Nia Dinata mengatakan bahwa ia akan mengisi lagu untuk film yang disutradari oleh Joko Anwar ini dengan band-band indie yang pada saat itu baru bermunculan. Ia percaya bahwa semangat band indie tersebut sesuai dengan semangat yang film Janji Joni yang muda dan energetik. Sebuah perpaduan yang sama-sama membuat film dan soundtracknya terasa begitu segar. Selang berapa tahun, band-band yang mengisi soundtrack tersebut seperti The Adams, Goodnight Electric, White Shoes & The Couples Company, Sore, dan Zeke & The Popo kini menjadi front runner dunia musik Indie Indonesia. Album mereka sering dinantikan oleh penggemar musik di tanah air dan sering mengisi berbagai festival musik di dalam maupun di luar negeri. Proyek album soundtrack ini secara tak langsung juga memperkenalkan dunia musik indie kepada masyarakat umum, dan menegaskan bahwa proyek musik dengan bujet terbatas pun dapat mendobrak pasar.
Fiksi Film ini sempat menjadi perbincangan hangat karena menyabet beberapa penghargaan penting di Festival Film Indonesia 2008. Tercatat film debut sutradara Mouli Surya ini memenangi katagori film, sutradara, skenario, dan tata musik terbaik. Sebuah fenomena tersendiri karena jarang film Indonesia yang menyabet beberapa penghargaan sekaligus, apalagi mengingat ini adalah film debut sang sutradara. Film ini juga merupakan debut sang komposer, Zeke Khaseli yang sebelumnya lebih banyak bekecimpung bersama bandnya Zeke & The Popo. Dalam menggarap komposisi film Fiksi, Zeke menggunakan pendekatan yang agak berbeda dengan komposer film lain. Ia lebih banyak menggunakan instrumen harmonium dan “toy piano” daripada menggunakan piano atau simphoni orkestra. Dalam catatan produksi di DVD Fiksi, Zeke menulis bahwa ia sengaja menghindari bunyi-bunyian yang terkesan megah karena ia percaya dengan konsep filmnya yang minimalis. Selain itu ia menggunakan nada-nada tunggal seperti “music box” untuk menggambarkan pribadi karakter utamanya yang introvert. Hasilnya? Musik yang memperdalam suasana gelap dan tragis dari film thriller yang elegan namun menengangkan ini.
Petualangan Sherina Dunia film Indonesia sempat mengalami mati suri di dekade 90’an. Jarang film Indonesia yang dirilis pada periode ini, kalaupun ada biasanya diputar secara terbatas sehingga susah untuk dicapai oleh masyarakat umum. Sebuah kondisi yang mengenaskan bagi dunia seni di Indonesia … sampai akhirnya tiba milenium baru. Tahun 2000, dunia film Indonesia menemukan gairah baru ketika film musikal anak-anak yang berjudul ‘Petualangan Sherina’ muncul di bioskop. Muncul sebuah fenomena yang jarang terjadi ketika antrian panjang terlihat dimana-mana dan anak-anak menyeret orang tuanya untuk melihat seorang bintang cilik yang sedang naik daun kala itu menyanyi dan menari di layar lebar. Anak mana yang tak tahu lirik, “dia pikir dia yang paling hebat, merasa paling jago dan paling dahsyat?” Lagu-lagu di ‘Petualangan Sherina’ mengingatkan kita pada film-film kartun musikal Disney, sehingga menonton ‘Petualangan Sherina’ menjadi sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Baik film maupun soundtrack ‘Petualangan Sherina’ menjadi angin segar bagi dunia seni apalagi dengan genre-nya yang tidak umum di Indonesia: film musikal. Selain melambungkan nama penyanyi (yang sekarang sudah tidak cilik lagi) Sherina dan duo filmmaker Riri Riza dan Mira Lesmana. Film ini juga memiliki efek domino yang sangat kuat. Hasil penjualan film ini mampu menghidupkan gairah perfilman Indonesia yang sempat loyo, dan masyarakat Indonesia dapat sekali lagi memang positif dunia film tanah air. *Penulis adalah lulusan The Puttnam School of Film, Lasalle College of The Arts Singapore jurusan directing. Ia mulai membuat film pendek semenjak SMA dan terakhir menyutradarai ‘Bukan Flu Biasa’ yang menjadi finalis LA Lights Indiemovie 2009 dan sempat diputar di Indonesia International Fantastic Film Festival dan RCTI. 11 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
An Evening With
THE BANNERY SALAM KUPU-KUPU DAN PENGARUH BRITPOP Selepas mengikuti ajang La Lights Indiefest, nama The Bannery mulai akrab di telinga pendengar musik Indonesia. Single ‘Semua Karena Dia’ yang sukses meroketkan nama The Bannery turut andil membuat predikat kalau band yang beranggotakan Rafly (vokal, bas), Yudhi (gitar, vokal), Egi lead gitar, vokal), Oddo (keyboard, vokal) dan Adam (drum) sebagai The Beatles wannabe. Padahal jika didengarkan seluruh album Janji Pasti maka Anda akan mendengarkan berbagai macam genre music seperti rock ‘n’ roll, alernatif, British Pop dan sebagainya. Inilah ringkasan wawancara SoundUp dengan Bannery.
Apa kesibukan The Bannery sekarang? Masih sibuk manggung. terutama untuk La Lights Indiefest 2009, selain itu kita juga lagi promo album Janji Pasti. Musik kalian sangat identik dengan The Beatles, apa itu
mempengaruhi pembuatan album Janji Pasti? Kita memang terpengaruh The Beatles tapi bukan berarti keseluruhan album kita musiknya seperti The Beatles. Mungkin karena single ‘Karena Dia’, jadi semua orang beranggapan musik The Bannery tuh The Beatles banget. Coba kalau mau didengerin satu album, pasti anggapan itu musnah. Banyak kok pengaruh musik lain ke kita.. Tapi yah semuanya kebanyakan berasal dari Inggris. Dari semua finalis La Lights Indiefest 2008 hanya The Bannery yang dibuatkan full album. Apa band yang lain tidak bermasalah dengan hal itu? Mungkin pas label (Universal) mau bikin full album buat finalis La Lights Indiefest 2008, kebetulan kita yang punya materi yang penuh dan pas didengerin mereka oke. Untuk band lain ga ada masalah. Krisna J. Sadrach bertindak
12 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
sebagai produser The Bannery. Apa ia berperan besar dalam album kalian? Seperti yang tadi kita sudah bilang, materi kita sudah lengkap, jadi mas Krisna nambahin sedikit. dan dia juga bantu milih trek mana yang mau dibikin single pertama. Semua personil mendapat pos vokal. Apakah tidak sulit mengatur posisi tersebut? Engga sih yah. Soalnya dari awal kita bikin lagu, kita sudah nentuin suara siapa yahng cocok untuk lagu ini dan suara siapa yang cocok untuk lagu itu. Jadi yah kita sudah biasa. Lagian suara kita juga semuanya bagus: D Terakhir, sampai kapan kalian akan mengenakan dasi kupukupu? Sampai The Bannery sudah ga ada. Soalnya ini sudah jadi trademark The Banery, seperti di awal dan di akhir kita selalu bilang salam dasi kupu-kupu. Teks: Amin, Foto: Surya
An Evening With
STARWICK NGEBAND BAND GARA-GARA WEEZER Ketika tahun 2000 semua band seperti berlomba untuk mengcover Weezer yang saat itu tengah merilis album ‘Green’ yang sukses dengan single ‘Hash Pipe’. Kemudian band-band yang mengcover Weezer tersebut mendapat predikat Weezerian. Salah satu band yang termasuk Weezerian saat itu adalah Starwick meski mereka sudah lama membawakan Weezer dan tetap setia hingga sekarang di saat banyak band seangkatan mereka yang tumbang satu persatu. Seusai gelaran Sound Up eX Hype! Music. Dindin sang vokalis berbincang dengan SoundUp di dalam ruang tunggu tentang berbagai hal mulai dari kecintaan mereka terhadap power pop hingga tingkah nerd musisi power pop. Bisa perkenalkan Starwick personil dan sejarahnya! Starwick terdiri dari Dindin (vokal),
Nafri (guitar), Audy (drum), Sarvi (bas). Starwick sendiri terbentuk dari tahun 2004 yang bermula dari para Weezerian Jakarta yang berniat untuk membentuk band maka jadilah Starwick. Bisa dibilang Starwick adalah band yang setia memainkan power pop dan Weezer sebagai influence kalian. Sampai kapan kalian akan membawakan power pop? Weezer adalah alasan utama kita bikin bikin band. Dan kalau ditanya sampai kapan, bingung juga jawabnya. Soalnya kita juga ga tau sampai kapan. Banyak band power pop yang membuat album kompilasi di luar negri. Menurut kalian bagaimana perkembangan power pop di Indonesia? Perkembangan power pop musiman. Seperti saat tahun 2000 Weezer rilis
14 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
album Green jadi banyak orang yang membawakan Weezer dan banyak terlihat Rivers Cuomo-Rivers Cuomo di mana-mana. Oh yah, bisa ceritakan ngak, bagaiman lagu ‘My Room’ bisa masuk kedalam album kompilasi Pesta Bintang di Malaysia? Itu awalnya manajer kita yang kontak dengan yang bikin kompilasi. Itu semua kompilasi band power pop, saat itu kita nawari lagu dan ‘My Room’ dipilih untuk masuk kompilasi. Apakah penampilan setiap personil band power pop wajib berpenampilan nerd? Mungkin karena banyak pecinta power pop yang ter-influence sama Weezer jadi yang menjadi frontman di Weezer, yaitu Rivers Cuomo yang ditiru dengan penampilan nerd-nya. Teks: Amin, Foto: Surya
GRIBS
GONDRONG KRIBO BERSAUDARA
ROCK ADALAH SPIRIT, INSPIRASI, MEMUASKAN ADRENALIN DAN PEMBERONTAKAN Telah menjelajahi panggung musik rock Indonesia sejak 2005, akhirnya Rezanov (vokal), Dion (gitar), Arief (bas) dan Rashta (drum) terjun langsung dengan album self titled-nya. Mereka mengajak kita untuk lebih menghargai karya kita sendiri. Berikut obrolan Leonardus Surya untuk Soundup.
menceritakan apa? Balik ke proses penciptaan lirik, bisa dari masalah yang dimiliki atau dari sekitar penciptanya. Payung besarnya memang kegelisahan, seperti ‘Sinetron Indonesia’ kegelisahan pada salah satu program TV yang tidak mendidik. Lalu ada ‘Malam Frustasi’ tentang ingin mempertahankan prinsip konservatif di era yang maju ini.
Pengusung Rock yang seperti apa sih kalian? Rock yang seharusnya itu dimainkan, bukan Rock yang buat becandaan, jadi Rock yang bener-bener R-O-C-K!
Hampir seluruh lagu tempo-nya kenceng, dan ada 1 lagu slow rock ‘Ketika’. Apa tujuannya? Untuk album pertama kita ingin nunjukin “kayak gini lho Rock itu”. Dari 60 materi ada yang slow juga, tapi untuk album pertama ini 13 lagu itu adalah yang terbaik dari kesepakatan kita.
Album pertama berisi 13 lagu, cukup banyak untuk sebuah band rock (baru). Gimana prosesnya? Tergantung compare-nya, kita dari 60 materi, jadi biasa aja. Pemilihan lagu kita rundingkan dengan manager dan produser untuk direkam 30 lagu, dan akhirnya 13 yang dimasukkan album. Recording kalian lakukan dengan digital dan live, alasannya? Kita mau nemuin spirit yang kita gak dapet kalo pake metronome. Sebenernya lebih prefer ke pita, tapi belum dapet. Kita mau balikin konsep ‘70an, di mana kalo mau nge-band gak bisa setengah-setengah, dari awal sampe akhir satu kesatuan. Keseluruhan materi album sepertinya bercerita tentang kegelisahan, ingin
Apa sih cerita dari lagu ‘Klaten’? Tentang road song yang dibuat Dion ketika di Klaten. Waktu proses pembuatannya dia ngrasain dapet ilham, sesuatu yang mistis dan ada aura tersendiri. Tapi lagu ini semangatnya adalah gimana kita jauh dari rumah. Kalau diminta untuk bawain cover lagu musisi lain, siapa dan lagu apa? Loudness, ‘Crazy Nights’ sama ‘Let It Go’, bisanya cuma itu (hahaha). Tapi kita dah punya album nih, ngapain juga bawain lagu orang. Jadi kalau kita diundang untuk nonton kita bakal datang, tapi kalau untuk main kita bawain lagu sendiri. Sorry nih, tapi kelemahan bangsa Indonesia tu lebih
ngehargain karya orang lain, harusnya kita lebih ngehargain karya kita sendiri. Kalau Reza sendiri, loe kayak Steven Tyler’nya Indonesia nih, gimana tuh? Gue kira loe bakal bilang gue the next Candil (hahaha). Tergantung referensi siapa yang gue idolain kayak Robert Plant, Bon Scott dan Steven Tyler tidak menutup kemungkinan. Tapi gue ambil ilmunya aja dari mereka. Udah berapa kopi penjualan album? Puas nggak? Dari laporan Agustus-September itu 200, yang sekarang kita belum dapat laporan lagi. Kita pasti puas karena udah ngelakuin yang terbaik dan kita udah ada bukti karya itu album kita sendiri. Udah ada rencana album kedua? Temanya apa? Materi udah ada, tinggal dijadiin aja, benang merahnya masih Rock. Kita bakal lebih kritis tentang kehidupan sih tema besarnya. ROCK menurut GRIBS? Rastha : ROCK adalah sebuah spirit Dion : ROCK itu bersumber dari hati, mengalir ke tangan dan itu disebut pemain ROCK, mengalir ke otak dan itu disebut pemikiran ROCK Reza : ROCK adalah pemberontakan Arief : ROCK adalah sesuatu yang bisa memuaskan adrenalin kita. Teks & Foto: Surya
15 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
An Evening With
IAN MOSLEY
(DRUMMER MARILLION)
“WE STILL FEEL WE HAVE SOMETHING TO OFFER” Marillion berisikan musisi yang sangat sibuk. Ketika gitaris Steve Rothery juga disibukkan dengan proyek sampingan bersama Wishing Tree, vokalis Steve Hogarth dengan tur musik minimalisnya, atau pemain bass Pete Trewavas yang kembali sibuk bersama Transatlantic, entitas Marillion juga tidak kalah sibuknya. Dalam lima tahun terakhir, setidaknya mereka telah merilis 4 album studio dan puluhan album live yang bisa diunduh dari website mereka. Bersama dengan rilis album mereka, para penggemar selalu terbagi dua antara mereka yang memuji dan mencerca. Dan album seperti Marbles (2004), Somewhere Else (2007), atau Happiness is The Road (2008) juga melalui proses yang sama. Kini, begitu selesai dengan tur promosi album yang baru dirilis tahun lalu, Marillion sudah kembali lagi via Less is More. Ini adalah album yang memainkan repertoire klasik Marillion....dalam format akustik. Lebih jauh lagi mengenai album ini, redaktur SoundUp, David Dewata, mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara dengan Ian Mosley (drum) dari Marillion di tengah kesibukan mereka tur di Belanda bulan lalu. Berikut kutipan percakapan tersebut.
Why now, the acoustic album? Who came up with the first idea of this? And why is the title is Less Is More? We had just finished recording and touring the Happiness Is The Road album and felt that it would be far too early to go back into the studio and start writing another full blown Marillion album. It was a joint idea. The idea was to go back and pick tracks from our
massive back catalogue strip them down to the bare bones and use acoustic instruments i.e., dulcimers, autoharps, xylophones etc. How the band did chose which songs getting an acoustic treatment and included in this album? We all made our own lists of tracks that we thought were suitable and then pulled them together and as it
16 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
turned out all of us had chosen just about the same songs. How do you think, what are the difference between the new album and Unplugged at The Walls? Was it more spontaneously and this acoustic studio album is more well-thought and received proper treatment? Less is More is much more of an
experiment with the band playing many more different types of instruments. Is there any song in this album that after receiving the acoustic treatment, that you almost don’t recognize from its original form? Quite a few of the arrangements are very different from the original studio versions but the two that stand out for me are ‘Hard As Love’ and ‘Quartz’.
Is current Marillion’s music aiming for new/younger fans or maintaining those who have been supporting the band? Hopefully both From the new album, what is the most challenging song to play (music wise and drumming wise), with regards to the original form? None of them are particularly challenging but I enjoy playing Quartz.
Marillion has been around since early 80s. What do you think is the most important factor of Marillion’s longevity through all these years? That we still feel that we have something to offer and we are still enjoying ourselves. And of course the fan base helps. For the past few years, Marillion has been focusing on touring Europe and North America. Is this because where the stronger fan base is or is this because there is more demands from these regions, rather than from Asia/Japan/ Australia? We don’t seem to have many fans in Asia – we do have quite a few in Australia but it is so expensive for us to come and tour there which is why we never have. What’s the plan for Marillion’s touring? Is this going to be a push boundary, perhaps to Japan or Australia? If we get offers from promoters we would certainly consider them.
Marillion has been considered as one of the front liners of neo progressive rock band. Do you think it is what the case with the band, Marillion as a neo progressive rock band? Or do you guys even ever consider yourselves as a neo progressive rock band? I have never really given it much thought we just do what we do! To me music is either good or bad. I would say that there have been some changes in Marillion’s musical direction from the early 90s until today. And I see that the music from Somewhere Else to Happiness is The Road is pretty much in the same route. How comfortable it is now Marillion with its current style of music? Personally I think we are all very comfortable.
From all Marillion’s material, which song that you wish to play on stage but have not been played for quite some time? ‘Cinderella Search’ and ‘Voice From The Past’. I believe all the material in the new album will be performed live. Any other song will be played in an acoustic setting? Check out the setlists so far at http:// www.marillion.com/tour/2009. htm#less I love the acoustic version of ‘Hard as Love’! Who came up with the idea to bring this song in the new album? We all did. Is there any song from Fish era ever get played on Marillion recent tour? ‘Sugar Mice’
How do you maintain your stamina during touring? We try and sleep as much as possible and pace ourselves for partying. What do you do when you’re not touring? Take the dog for walks and play tennis. What kind of music that you are listening lately? System of A Down, Tool, Dream Theater. Are there any drummers out there that make you impressed? Thousands. Christian Vander, Simon Phillips, Jack Dejonette – are particular favourites Thanks for taking the time to respond to my question. Hope you guys will make it to Asia in the not so far future! Thanks David.
17 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Live
SURYA SLIMS STAGE
PLAYGROUND EMBASSY’S ANNUAL MUSIC FESTIVAL
COME AND DANCE WITH US, FRANZ FERDINAND TONIGHT TOUR 14 November 2009, Pantai Carnaval, Ancol Pertengahan November lalu di malam Minggu yang panjang, Franz Ferdinand tampil sebagai bagian dari pertunjukan hiburan Playground Music Festival. Playground merupakan gelaran rutin setiap tahun yang diselenggarakan salah satu kelab hit di Jakarta, Embassy. Diawali sebelumnya oleh DJ Remy Irwan yang menghangatkan suasana dengan musiknya yang bearoma techno dan tech-house. Pukul sebelas malam lewat, Franz Ferdinand mengawali konsernya dengan membawakan komposisi berjudul ‘Michael’ yang berasal dari album perdana mereka. Dan mengalunlah di udara suara dari Alex Kapranos.
I’m all that you see, you wanna see So come and dance with me Michael So close now, so close now So come and dance with me Pilihan lagu yang energik untuk menghangatkan penonton yang sudah cukup lama berdiri menanti-nantikan penampilan mereka. Setelah ‘Michael’ dilanjutkan berturut-turut dengan ‘Turn It On’ dan ‘This Fire’. Digawangi oleh Alex Kapranos pada vokal dan gitar, Bob Hardy pada bas, Nick McCarthy pada keyboard dan gitar serta Paul Thomson sebagai penggebuk drum, Franz Ferdinand mengawali serangkaian tur promo album ketiga mereka, Tonight di Asia Tenggara dengan tampil perdana di Jakarta dalam Playground kali ini. Didukung dengan panggung yang sederhana Franz Ferdinand meski tidak terlalu komunikatif dengan penonton, tapi tetap mampu membuat mood terjaga selama pertunjukan berlangsung. Alunan musik
bernuansa rock, dance dan post punk membuat sebagian penonton ikut bergoyang. Meski nampaknya sebagian penonton kurang mengenali sebagian nomor lagu yang berasal dari album ketiga mereka, namun mereka sanggup membuat penonton larut menikmati penampilan mereka. Franz Ferdinand menampilkan total 17 lagu. Sebagian besar berasal dari album ketiga mereka macam ‘Turn It On’, ‘Live Alone’ dan ‘Can’t Stop Feeling’ . Juga yang lumayan ngetop ‘Ulysses’. Selain ‘Michael’ mereka juga menampilkan sejumlah komposisi dari album pertama, Franz Ferdinand (2004) seperti ‘This Fire’, ‘Tell Her Tonight’, ‘The Dark Of Matinee’, ‘Take Me Out’ dan ‘40’. Mereka hanya menampilkan 3 tembang dari album kedua seperti ‘Outsiders’, ‘Do You Want To’ dan ‘Walk Away’. Menarik sekali melihat penampilan Kapranos yang energik sambil memainkan gitarnya. Dipadukan permainan keyboard yang kental dengan sentuhan electro juga gebukan drum yang dinamis dan cabikan gitar meraung membuat penampilan Franz Ferdinand terasa hidup. Pada bagian penutup mereka menampilkan Lucid Dreams. Lagu ini terasa bagai perpisahan yang manis dimana satu per satu personel mulai meninggalkan panggung dengan meninggalkan instrument musik mereka. Diawali dengan sang Kapranos, dilanjutkan dengan McCarthy kemudian Hardy. Sementara Thompson masih asyik bersolo menggebuk drumnya dengan powerful. Hingga akhirnya ia sendiri yang melakukan closure dengan melemparkan kedua stik drum ke arah penonton sebagai tanda berakhirnya konser malam itu. Sungguh sebuah pengalaman yang musikal yang menyenangkan.
18 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Teks: Timmy, Foto: Surya
Live GRIBS
eX Hype! Music THE PORNO
POST PUNK, POWER POP DAN HEAVY METAL BERUNJUK RASA Featuring: The PORNO, STARWICK, GRIBS 20 November 2009, CityHall Atrium eX, Jakarta
STARWICK
20 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Seorang personil band menonton pertunjukan musik, apakah band yang ditonton akan tampil grogi atau malah semakin menunjukan tajinya. Keadaan itu yang terjadi di gelaran rutin Sound Up eX Hype! Music, di deretan penonton tampak wajah-wajah familiar yang bergelut di industry musik indie. Wajah-wajah itu terdiri dari Jimmy The Upstairs, Bin Harlan Boer mantan vokalis C’mon Lennon dan Indra Ameng manajer White Shoes And The Couple Company dan terakhir tampak Iyub dan Dita dari Santa Monica. Jika dilihat dua orang terakhir yang disebut, sudah tentu mereka ingin menyaksikan The Porno, band yang kini bergabung dengan Sinjitos Records, label yang juga menaungi Santa Monica. Sound Up eX Hype! Music kali ini tampil tiga band dengan corak musik yang jauh berbeda satu dengan yang lain. Band pertama adalah The Porno yang mengusung post punk dengan pengaruh dari Joy Division, Velvet Underground hingga The Stooges. Kemudian dari genre power pop diwakili Starwick, band yang pasti langsung mengingatkan Anda akan Weezer. Yah band yang berangotakan Didin (vokal), Naph Frie (gitar) dan Arvi (bas) mengakui jika pengaruh mereka berasal dari band kini baru saja merilis album ‘Raditude’. Dan band yang terakhir adalah The Gribs yang akan membawa Anda mengarungi waktu kembali ke era heavy metal masih berjaya dengan celana kulit ketat dan rambut di semprot dengan hair spray. The Porno yang terdiri dari Daniel Hangga (vokal), Pandu F (gitar, vokal), Yanu F (bas), dan N.A Prabowo (drum) membuka Sound Up eX Hype! Music. Jika diawal disebutkan banyak wajah musisi yang familiar di antara penonton maka jawabannya sudah bisa ditemukan. Adalah The Porno yang menarik para tamu familiar itu. Sayang penampilan The Porno agak kurang maksimal, sound yang dihasilkan tidak keluar apalagi untuk divisi gitar. Sangat disayangkan untuk band seperti The Porno yang memiliki materi matang tampil kurang maksimal pada penampilannya kali ini. Kemudian Starwick membuka penampilannya dengan lagu ‘Domino Effect’ milik Ozma. Dari sini sudah bisa dilihat jika musik yang diusung Starwick sangat kental dengan unsur power pop yang kemudian diteruskan dengan ‘Star’ dan ‘My Room’. Sedikit informasi, lagu kedua pernah terpilih untuk kompilasi album Pesta Bintang (2004) yang dirilis di Malaysia bersama band dari Singapura dan Malaysia lainnya. Entah memang tipikal musisi power pop atau karena vokalisnya saja yang nerd, penampilan Starwick minim interaksi. Anda yang dibesarkan dengan era kejayaan Gun N Roses, Cinderella, Van Hallen dan band heavy metal lainnya maka The Gribs adalah jawaban untuk pemuja musick heavy metal. Kuartet Rozanov (vokal) dan Dion (gitar) yang gondrong dan Arief (bas) dan Rashta (drum) mampu memutar waktu dengan lagu-lagu ‘Rocker’, ‘Ketika’, ‘Lawan’ dan ‘Tersesat di Klaten’ dijamin akan membuat menganggukan kepala sambil mengacungkan tiga jari ke udara. The Gribs yang berkata akan mengembalikan musik metal ke jalurnya membuktikan hal itu di Sound Up eX Hype! Music. Teks: Amin, Foto: Surya
21 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Live
“Rocking Seventeen Anniversary” of Hard Rock Café Jakarta 18 November 2009, Hard Rock Cafe Jakarta Usia tujuh belas memang masa yang menyenangkan. Masa ketika kita mulai beranjak dewasa dan mencoba segala hal yang menantang dan sedikit menyerempet bahaya. Di usia ini pula semuanya mulai berubah dan hal inilah yang dirasakan Hard Rock Cafe Jakarta, kafe yang identik dengan musik rock dan segala hal yang berhubungan dengan musik. Pada 18 November 2009, Hard Rock Cafe Jakarta merayakan usianya yang ke 17. Sebuah usia yang bisa dibilang ‘tua’ untuk sebuah kafe yang merekam perjalanan musik Indonesia. Tidak pas jika ulang tahun sweet seventeen ini tidak dirayakan dengan meriah. Untuk itu Hard Rock Cafe Jakarta menghadirkan tiga band papan atas; The Dance Company, God Bless, dan Slank, serta seorang vokalis wanita, Melanie Subono untuk tampil menyemarakan acara bertajuk “Rocking Seventeen Anniversary”, dengan mendaulat Melanie Ricardo sebagai pemandu acara. Melanie Subono yang malam itu lengkap dengan full band-nya tampil sebagai pembuka pesta. Ada hal yang sedikit mengganggu dari penampilan Melanie saat itu. Meski telah memiliki album sendiri, Melanie masih saja suka meng-cover lagu milik band lain, seperti ‘Bulls On Parade’, ‘Smells Like Teen Spirits’ dan ‘Sweet Child O’Mine’. Hmm... sebuah siasat yang jitu jika mengharapkan penonton ikut bernyanyi bareng. Usai Melanie, giliran The Dance Company tampil menghibur. “Di Hard Cafe Jakarta inilah The Dance Company me-launching albumnya... Terima kasih Hard Rock Cafe Jakarta!”, ujar Pongky. Menariknya, grup berpersonil empat musisi senior; Pongky, Nugie, Baim dan Aryo ini tidak hanya tampil membawakan lagu-lagu pada album perdana mereka, tetapi juga membawakan lagu hits dari masing-masing ex grup mereka sebelumnya. Mereka juga kerap melemparkan lelucon yang membuat penonton tertawa. Adalah God Bless yang tampil di urutan ke tiga. Agak
aneh memang. Awalnya saya mengira God Bless akan tampil sebagai band penutup, mengingat God Bless adalah band ‘senior’ papan atas. Namun perkiraan saya meleset. ‘N.A.T.O’ yang merupakan single terbaru dari God Bless menjadi nomor pembuka aksi band rock gaek ini. Sejumlah fans God Bless yang didominasi pria-pria paruh baya yang dari awal memang menantikan Achmad Albar cs. ini mulai merapat ke bibir panggung dan ber-sing a long disetiap lagu. Suasana Hard Rock Café Jakarta yang penuh sesak itupun memanas. Sejumlah hits seperti ‘Semut Hitam’, ‘Menjilat Matahari’, ‘Rumah Kita’ dan ‘Panggung Sandiwara’ menjadi pemicu yang membuat penonton melakukan koor massal. Sebuah tontonan yang disuguhkan God Bless yang menerjemahkan arti sebenarnya, apa itu rock. Tidak seperti kebanyakan band sekarang yang mengaku mengusung rock, tapi jiwanya pop. Ketika God Bless menyudahi aksinya, pertunjukan pun diteruskan dengan aksi Slank. “Selamat Malam Hard Rocker!!”, sapa Kaka yang malam itu tampil bertelanjang dada sepanjang penampilannya. Selagi personil yang lain sibuk men-setting alat, Kaka mulai sibuk berbincang dengan penonton. Sebagai band penutup, Slank tampil prima malam itu. Meski tenaga penonton telah banyak terkuras ketika God Bless tampil, namun Slank mampu menaikkan kembali adrenalin para rocker yang khusus datang untuk merayakan ulang tahun Hard Rock Café Jakarta ini. Seakan ingin bernostalgia dengan Slank ketika masih berformasikan Bim bim, Kaka, Pay, Indra dan Bongky, di acara itu Slank banyak membawakan hits lawasnya seperti ‘Terlalu Manis’, ‘Kamu Harus Cepat Pulang’ dan lain-lain. ‘Parlemen Jalanan’ didaulat sebagai lagu penutup. Sebuah lagu yang cocok untuk anthem keadaan negeri ini sekarang. Usai acara, wajah-wajah para penonton yang hadir tampak puas dengan suguhan acara ulang tahun Hard Rock Café Jakarta ini. Happy 17th Anniversary Hard Rock Café Jakarta! We’ll gonna rock this town…! Teks: Amin, Foto: Surya
22 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Live
TORTURED SOUL LIVE
@ AXIS Jakarta International Java Soulnation Festival 2009 THIS IS SIMPLE, BUT IT’S NICE 30-31 Oktober 2009, Istora Senayan Jakarta Sukses ketika Java Jazz Festival 2006, membuat trio Ethan White (keyboard, backing vocal), John Christian Ulrich (drum, lead vocal) dan Jason Kriveloff (bass, backing vocal) kembali menggoyang publik Jakarta di event Axis Jakarta International Java Soulnation Festival 2009. Tidak tanggungtanggung mereka 2 kali mengisi panggung yang berbeda. Hari pertama band yang berasal dari Brooklyn – New York ini perform di Axis Main Stage yang membuat penonton kembali memadati area indoor panggung seusai diajak berhingar bingar bersama The Ting Tings. Dengan genre perpaduan antara soul, dance, pop dan jazz membuat suasana menjadi rileks dan calm down. Membuka konser dengan ‘Home To You’ dan kemudian ‘Did You Miss Me’, menunjukkan bahwa mereka kembali untuk kita dan ternyata memang penggemar musik di Jakarta merindukan mereka. Penonton kembali disuguhi musik yang menghadirkan perpaduan antara house music dari sebuah DJ tapi dengan format band dalam lagu seperti ‘In My Fantasy’. Keahlian mereka membuat lagu house music tapi menjadi musik dance dengan groove yang klasik patut diacungi jempol, terlebih mereka hanya bertiga. Meski begitu John tidak rendah diri, ia mengatakan “this is simple, but it’s nice”. Kemampuan John bernyanyi sambil memainkan drum memang menarik perhatian, memang beat yang dihasilkannya sedikit monoton namun staminanya tidak diragukan. Jason yang kadang membantu bernyanyi juga memanaskan suasana dengan selalu bergerak dan melompat-lompat. Sementara Ethan yang lebih berperan sebagai DJ dengan keyboard synthesizer-nya membuat musik Tortured Soul selalu hidup. Hari kedua mereka manggung di Avolution Stage yang outdoor membuat suasana semakin meriah, penonton yang datang pun bahkan melebihi hari pertama. Terlebih mereka menjadi (semacam) penutup event Soulnation. Dengan song list yang kurang lebih sama dengan hari pertama, mereka membuat kejutan dengan memberikan 3 CD album terbaru mereka Did You Miss Me secara gratis. Masing-masing personil melempar CD tersebut ke arah penonton. Hampir dalam setiap lagu mereka melakukan semacam solo instrumen, meski memang tidak seperti solo dalam konser musik rock misalnya. Solo ini hanya untuk membuat badan semakin bergoyang, dengan progresi dan tempo yang mereka ubah dalam setiap detiknya membuat applause penonton membahana. Meski sempat mengalami masalah dengan baut hi-hat cymbals yang lepas, namun mereka profesional dengan tidak menunjukkan bahwa sedang terjadi ketidakberesan waktu itu dan musik tetap berjalan. Lagu-lagu dari kedua album mereka Introducing dan Did You Miss Me hampir sebagian mereka bawakan, tentu dengan aransemen yang berbeda, sebab live mereka lebih terasa hidup dibandingkan versi album. Selalu menutup dengan lagu andalan ‘Fall In Love’, membuat penonton pulang dengan menjadikan Tortured Soul sebagai salah satu band favorit mereka. Sesuai dengan liriknya “I just want you to fall in love with me”. Teks & foto: Surya 24 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Sabtu pagi 31 Oktober 2009, saya berkesempatan untuk melakukan wawancara terbatas dengan Jessica Mauboy, salah satu pendukung AXIS Jakarta International Java Soulnation Festival 2009.
Jessica Mauboy, gadis kelahiran Darwin 20 tahun yang lalu ini muncul dengan setelan blazer hitam berpayet di bagian bahu dengan dalaman berupa tank top dilengkapi celana jeans hitam. Tak disangka Jessica ternyata seorang gadis yang sederhana, ramah, hangat, murah senyum dan tawa. Dalam tanya jawab selama 15 menit itu saya dan temanteman wartawan mendengar berbagai cerita tentang dirinya. Dari soal kegemarannya berbelanja terutama sepatu, hingga soal kejadian-kejadian lucu saat ia harus tampil. Seperti ketika hak sepatunya menyangkut di lantai panggung yang membuatnya harus bertelanjang kaki selama sisa waktu pertunjukkan. Atau saat gaun yang dikenakannya robek sepuluh menit sebelum ia tampil. Jessica mampu membuat kejadian-kejadian tak menyenangkan itu menjadi lucu. Jessica juga bercerita pengaruh keluarganya yang membuatnya tetap membumi hingga soal pengaruh nilai-nilai positif yang diperolehnya dari garis ayah berasal dari Indonesia. Dikisahkannya pula soal kekagumannya terhadap Mariah Carey dan lagu-lagunya. Berikut ini petikan wawancara saya dengan Jessica Mauboy: Jessica, Anda memenangkan beberapa penghargaan tahun ini di Australia seperti Best Aussie dalam MTV Australia Awards, Favourite Singer dalam Cosmopolitan Fun, Fearless, Female, Women of the Year Awards, Female Artist of the Year from The Deadlys . Apa arti penghargaan-penghargaan itu buat kamu? Aku rasa penghargaan itu benar-benar membuat diriku makin percaya diri untuk menjadi diri sendiri. Banyak orang termasuk diriku berpikir menjadi seorang penghibur adalah sebuah pekerjaan yang glamour. Tapi sebenarnya menjadi penghibur adalah pekerjaan biasa dengan kerja keras setiap hari. Dengan penghargaan itu aku menjadi lebih menghargai pekerjaanku sebagai seniman, penulis lagu dan penghibur. Banyak artis musisi Australia yang memutuskan untuk mengembangkan karirnya dengan hijrah ke Inggris atau Amerika. Apa Anda ingin juga melakukan hal yang sama suatu saat nanti? Ehm sebenarnya agak sulit juga ya, karena bisa saja keputusan itu membuahkan sukses atau kegagalan.
JESSICA
MAUBOY
Keputusan itu harus membuahkan hasil yang sepadan dengan pengorbanannya. Buat aku pribadi semua ini adalah perjalanan yang tidak mudah, proses untuk memperkenalkan musikku ke dunia, karena ada begitu banyak bakat luar biasa di dalam bisnis ini. Aku merasa aku harus mendengarkan kata hatiku untuk tetap menekuni dan lebih memantapkan jalur musikku lebih dulu. Seandainya memang musikku diterima di Inggris atau Amerika, seperti harapanku, aku mungkin akan pindah ke sana untuk bekerja sama dengan musisi dan artis lainnya. Aku akan berusaha keras untuk meperkenalkan musikku lebih dulu sampai itu semua terjadi.
BERMIMPI MENULIS LAGU INDAH BUAT MARIAH CAREY
Apa Anda pernah terpikir tentang menulis lagu untuk penyanyi lain? Aku selalu bermimpi menulis sebuah lagu yang indah dan berharap suatu waktu Mariah Carey menyanyikan lagu ciptaanku itu. Aku mengidolakan Mariah Carey dan mencintai musiknya. Tahu lagu
‘Dreamlover’? Aku cinta dengan lagu itu. Aku menirukan Mariah Carey membawakan lagu itu dengan berlari-lari keliling rumah. Aku ingin menciptakan sebuah lagu yang melodius, karena aku cukup memiliki kemampuan untuk bermain piano. Aku ingin sebuah lagu yang dibawakan dalam sebuah orkestra di mana Mariah akan menyanyikan lagu itu. Seandainya mimpi itu terjadi tentu akan menjadi pengalaman yang luar biasa buatku. Begitulah wawancara saya dengan Jessica Mauboy. Malamnya Jessica tampil dengan membawakan 6 lagu. Sayangnya penampilan Jessica agak di bawah ekspektasi saya, meski cukup mengesankan dengan akrobat vokalnya. Jessica juga tampil cukup komunikatif dengan penonton.
25 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Teks: Timmy, Foto: Surya
Live
Viva El Score! Jakarta 6th Anniversary
20 November 2009, Score! Jakarta Apa jadinya jika Score! Jakarta berulang tahun ke 6? Sebuah persembahan event yang menarik bagi para pengunjung Score! tentunya, juga untuk para media, corporate client dan pihak-pihak yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam programprogram Score! Jakarta. Beberapa nama performer yang menjadi pemikat pengunjung dihadirkan pada malam 20 November 2009 itu seperti: Twentyfirst Night, Soulvibe, Boogiemen, Renita, dan penampilan spesial dari Maliq & D’Essentials. Selain itu, DJ Ditto // Future 10, Maxim Home Town Hotties, DJ Toto dan DJ Left // Score! Jakarta turut tampil memanaskan suasana acara yang dipandu oleh MC Rico Ceper dan Dhea ini. Acara yang dimulai pukul 22.30 dengan opening Soulvibe cukup bisa mengundang audiens malam itu yang mayoritas mengenakan baju hitam dan merah sebagai dress code-nya. Terdiri dari 3 stage, sehingga pengunjung Score! Jakarta bebas menentukan pilihan tempat yang mereka inginkan. Soulvibe yang diproduseri Rayendra Sunito dan Juno Adhi (Parkdrive) membawakan beberapa lagu seperti ‘Warna Cinta’, ‘Biarlah’ dan ‘Your Smile’. Reputasi Soulvibe yang berdiri sejak 2003 memang patut diperhitungkan melalui genre mereka yaitu Neo Soul, R&B, dan Jazz Act. Sebelum penampilan Soulvibe, opening dance dari Inline Dancer dengan iringan minus one Pink Panther di stage utama mendapat applause tersendiri. Sekedar info, lagu Pink Panther adalah soundtrack ber-genre Jazz Swing, di Indonesia sering dipakai untuk musik film Warkop Dono Kasino Indro. Di malam yang spesial itu, Score! Jakarta memberikan beberapa penghargaan untuk para mitranya, juga untuk pengunjungnya dengan anugerah “The Most Loyal Customer”, kepada insan yang menjadi pengunjung setia Score! Jakarta selama kurun waktu 6 tahun ini. Sebagai mitra setia Score!
Jakarta, SoundUp juga mendapatkan anugerah “The Most Supported Media” … Thank U Score! Jakarta! Sebelum penampilan Maliq & D’Essentials yang menjadi puncak acara dan tentunya sudah sangat ditunggu oleh para penggemarnya, Score! Jakarta terlebih dahulu melakukan seremonial perayaan ulang tahun ke 6 nya itu dengan meniup lilin bersama oleh para crew Score! Jakarta yang naik ke atas panggung. Happy 6th Anniversary Score Jakarta! Teks: Fikri, Foto: eskei
26 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Live
“QUEEN”
BOHEMIAN RHAPSODY LIVE CONCERT IT’S A KINDA MAGIC
5 & 6 November 2009 – Kempinski Grand Ballroom Grand Indonesia I’s a kinda magic to bring the sound, performance, character and of course songs from Freddie Mercury and Queen alive again... Tribute band dari Australia yang konsisten membawakan lagu-lagu Queen ini telah berdiri sejak 1986. Selama 2 hari Craig Pesco (Freddie Mercury), Travis Hair (Brian May), Brett Millican (Roger Taylor) dan Matt Newton (John Deacon) menggelar konser di Kempinski dan membuat para penonton yang memang berusia dari era kejayaan Queen bernostalgia dan bergoyang. Seolah ingin mengenalkan namanya, ‘A Kind of Magic’ menjadi pembuka. Pada lagu ‘Another One Bites The Dust’, Matt Newton menunjukkan influensnya pada Deep Purple dan Michael Jackson dengan membawakan solo bass ‘Black Night’, ‘Smoke On The Water’ dan ‘Billie Jean’. Para personel “Queen” (bukan Queen sebenarnya-red) ini sangat mirip dengan aslinya, baik penampilan, lagu maupun keahlian dalam memainkan instrumen. Craig Pesco mampu bermain gitar dengan apik pada lagu ‘Crazy Little Thing Called Love’. Kemudian Brett Millican memiliki style yang sama dengan Roger Taylor, terlebih ketika memukul drum sambil berjalan memutarinya pada lagu ‘Fat Bottomed Girls’. Konser diselingi break seusai ‘Tie Your Mother Down’ dibawakan. Pada sesi kedua, penonton tampak masih menginginkan konser berlanjut ketika ‘I Want It All’ dikumandangkan. Para personel tidak mengalami ‘It’s a Hard Life’ mendalami lagu-lagu Queen karena mereka diasuh
langsung oleh Brian May. Walaupun dalam solo instrumen tiap personel masih terasa sedikit miss, seperti ketika Travis Hair solo dengan Brian May Red Special gitarnya, sound aneh yang dimiliki gitar dan amplifier Brian May yang memang custom itu masih kurang terasa. Suasana menjadi meriah ketika Craig Pesco keluar dengan pakaian pelayan wanita lengkap dengan kemocengnya, it’s time for ‘I Want To Break Free’. Tiap personil berdandan persis seperti video klip, bahkan Craig berjalan menuju tengah-tengah penonton sebelumnya akhirnya ia sempat mencium seorang kameramen (pria tentunya) di depan panggung. Kejutan lainnya adalah Craig yang memakai jubah besar yang berwana merah putih lambang negara kita pada lagu ‘Keep Yourself Alive’, seolah ingin mendukung kita untuk tetap berjuang meski dilanda banyak bencana. ‘Under Pressure’ yang sempat dibawakan dengan apik oleh Queen dan David Bowie menjadi lagu selanjutnya yang kemudian disusul ‘Somebody To Love’. Para personel sempat pamit, namun penonton meminta encore yang menghasilkan ‘We Are The Champions’ dan ‘We Will Rock You’. Konser tampak akan berakhir, namun sesi akustik dimulai dan sudah ditebak ‘Love Of My Life’ menjadi permintaan penonton ketika Craig membuka sesi request lagu. Sesuai dengan judul konser, mereka menutup keseluruhan acara dengan ‘Bohemian Rhapsody’ 1dimana Craig memainkan piano dengan apik. Teks & foto: Surya
28 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
A MILD PROUDLY PRESENTS
SOUNDRENALINE “LEAD THE BEAT” 2009 15 November 2009, Garuda Wisnu Kencana, Bali
Kali ini pihak A Mild dan Deteksi Pro selaku promotor “Soundrenaline Lead the Beat 2009” mencoba mengangkat tema “Lead the Beat” yang dimaksudkan agar kita bisa tampil beda demi perubahan yang lebih baik. Tema ini mungkin masih nyambung dengan tema kampanye iklan A Mild yang baru diusung yaitu “Go A Head” atau lakukan saja sesuai dengan kemampuan masing-masing. Stage di area Garuda Wisnu Kencana yang diisi oleh bandband papan atas seperti Slank, Gigi, Ungun, The Changcuters, The Rock Indonesia, dipecah menjadi 4 stage besar dan 4 stage kecil-kecil (Alternative,Pop,Rock,Techno) untuk bandband yang lolos audisi Soundrenaline. Meramaikan acara adalah permainan berhadiah merchandise menarik dari A Mild Soundrenaline. Acara ini juga dihadiri oleh pemenang band audisi regional Jabodetabek: Kiansantang dan Kaesar. Serta para pemenang kuis radio, beat percussion dan vokal di hotel Kartika Chandra dan Bekasi seluruhnya berjumlah 43 orang ditambah dengan pemenang kontes pilox seluruh Indonesia. Main Stage Lotus Ponds Area Di hari yang cerah itu, stage utama langsung saja diisi oleh band pembuka yang sebenarnya lolos dari gojlokan acara musik pencari bakat yang dilakukan oleh A Mild tahun lalu yaitu D`Masiv. Disusul oleh musisi senior yang ditunggutunggu juga pada malam itu Ari Lasso yang membuka dengan lagu “Cintai Aku Sepenuh Hati”. Setelah Ari Lasso, band yang selanjutnya tampil adalah Ungu diikuti oleh Andra & The Backbone, Mulan Jameela dan Nidji. Gigi tampil cukup menawan dengan panggung yang ditata dengan efek-efek panggung. Dan kemudian panggung utama ini ditutup oleh Slank. Festival Park Area Stage 1 Dibuka oleh Ardo Delight dan dilanjut oleh XXX yang berasal dari Bali Setelah itu berturut-turut The Sigit dan The Upstairs serta band yang lumayan ditunggu-tunggu, Koil. Mereka tampil cukup mengagetkan dan berbeda. Mereka juga memainkan lagu ‘Kenyataan Dalam Dunia Fantasi” yang berduet dengan Ahmad Dhani. Penampilan selanjutnya
adalah band underground Burger Kill dan Pee Wee Gaskins, lalu dilanjutkan oleh band punk rock ternama asal Bali, S.I.D. yang mengundang histeris penggemarnya. Aksi show dipanggung ini akhirnya lengkap ditutup oleh band hip metal Saint Loco yang tampil bersama Astrid yang tampil cantik menawan. Festival Park Area Stage 2 Stage ini mungkin boleh dibilang paling kecil, namun stage ini memiliki keunikan yaitu stage ini berbentuk seperti trisula yang membuat sang pemain band bisa leluasa berkeliling panggung dan melakukan aksi panggungnya. Adapun band yang bermain di stage ini adalah Kanan 5, Seringai, Naroe Biroe, Kotak dengan vokalis barunya, Tantri. Disusul oleh J-Rocks dan The Rocks Indonesia. Netral mengangkat emosi penonton dengan lagu ‘Garuda Di Dadaku’ yang bernyanyi bersama penuh semangat seakan mengungkapkan rasa nasionalisme penonton yang tidak pernah pudar. Dilanjutkan oleh Pas Band yang kemudian ditutup oleh band yang tidak kalah ditunggu-tunggu aksi panggungnya oleh penonton, The Changcuters. Amphiteater Area Stage yang satu mirip arena gladiator, dibuka oleh KSP dan dilanjut oleh GoodNight Electric. Tak lama setelah GE selesai bermain tiba-tiba amphteater yang yang cukup kecil dan semi tertutup itu dipenuhi oleh penonton yang ingin menonton band selanjutnya yaitu Maliq & D’Essential. Spontan para crew mencoba menutup pintu masuk dengan barikade karena dikhawatirkan akan penuh sesak. Selanjutnya adalah musisi kebanggaan masyarakat Bali, Balawan yang tidak saja membawakan karya-karyanya sendiri yang cukup rumit bagi pendengar awam, dia juga memainkan beberapa lagu rock klasik era tahun 70 dan 80an seperti ‘Rock & Roll’ milik Led Zeppelin dan ‘Fear Of The Dark’- nya Iron Maiden. Penampilan selanjutnya adalah Ello, yang pada lagu ketiganya tampil dengan telanjang dada dan membuat penonton wanita sedikit histeris melihatnya. Dilanjutkan oleh Naif yang aksi panggungnya bikin geger penonton karena turun langsung ke penonton sambil mengajak bernyanyi. Sebagai penutup adalah The Virgin yang gitarisnya tampil di di 3 stage, main bareng dengan The Rock dan Mulan Jameela. Teks & foto: Artnandia Dharsa Priaji
29 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Live
THE 32nd JAZZ GOES TO CAMPUS
SENSE OF REJUVENATION 29 November 2009, FE-UI, DEPOK Tidak terasa perhelatan Jazz Goes To Campus (JGTC) yang dahulu diprakarsai Chandra Darusman, saat ini telah memasuki tahun ke 32. Salah satu event jazz tertua di dunia ini mencoba untuk menghidupkan kembali gairah musik jazz di Indonesia dengan tema “Sense of Rejuvenation”. Sebelumnya telah diadakan pre-event seperti JGTC Awards, klinik musik, kompetisi band dan roadshow di beberapa kota besar. Acara puncak pada tanggal 29 November 2009 sendiri seperti biasa diadakan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Terlihat antusias penikmat musik jazz sangat besar. Dengan harga tiket yang dibandroll 40 ribu rupiah (dan kabarnya sold out!), acara ini ramai dan penuh sesak, tidak hanya di siang hari, namun semakin malam justru penonton semakin bertambah banyak meski hujan lebat sempat mengguyur. Sebelumnya, para pemenang dari Jazz Competition mendapat kesempatan manggung di siang hari. JGTC yang terdapat 3 panggung hampir selalu dipadati penonton. Panggung A misalnya, penampilan dari Ecoutez, Soulvibe, Barry Likumahuwa Project dan Syaharani dengan ESQI:EF’nya membuat panggung ini tidak pernah sepi meski bukan main stage. Panggung B yang bisa dibilang mini stage dan desainnya seperti di kafe, tidak kalah ramai dengan stage lainnya. Penampilan Starlite dan EndahNRhesa membuat penonton tidak beranjak dari stage ini, selain karena kebetulan stage ini satu-satunya yang memakai tenda. Tentu yang paling mendapat perhatian adalah panggung C atau main stage, disini bisa terlihat keunikan dari JGTC yang memang diadakan kebetulan ketika musim hujan datang. Karena hujan sebagian penonton memakai payungnya, sehingga terlihat menarik melihat sekumpulan payung warna-warni menghiasi bagian depan panggung. Kesulitan untuk berjalan dari panggung yang satu ke panggung lainnya dikarenakan hujan, genangan air dan padatnya penonton menjadi terhapuskan dengan penampilan musisi di stage ini. Sebut saja Indro Hardjodikoro Trio, Olivia Ong (Singapura), Maliq & d’essentials dan Balawan. Tampaknya Maliq & d’essentials menjadi magnet terbesar untuk panggung ini. Penonton yang didominasi kaum hawa ini tidak pernah berhenti untuk sing along tiap lagu seperti ‘Dia’, ‘Coba Katakan’ atau ‘Pilihanku’ dibawakan. Acara yang berlangsung hingga kurang lebih pukul 1 dini hari itu ditutup oleh penampilan Balawan & friends. Teks & Foto:Surya 30 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Live
djakartartmosphere
(Arts For A Better Indonesia) TATKALA INDIE DAN LEGENDA MENnyatu 7 November 2009, Upperroom, Annex Building, Jakarta Apa jadinya bila 4 band indie lokal terbaik berkolaborasi dengan legenda musik nasional? Itu yang terjadi pada Djakarta Artmosphere yang baru pertama kali digelar ini. Acara yang sempat molor 1 jam dari jadwal ini, dimulai pada pukul 3 siang dengan pertunjukkan pada panggung Mini Atmosphere dengan penampilan dari band-band indie dengan musik yang khas. Berturut-turut Angsa & Serigala, Tembang Pribumi, Endah & Rhesa, Anda with the Joints, Gugun & The Blues shelter serta GRIBS mengibur penonton dengan penampilan sangat baik meskipun terkendala masalah sound. Acara utama pada panggung Main Atmosphere dipandu duo MC kocak Soleh Solihun dan Sarah Sechan dimulai pukul 7 malam. Sore langsung menggebrak dengan 2 lagu mereka, dilanjutkan dengan cover version luar biasa dari lagu ‘Menggapai Matahari’ karya Ebiet. Berikutnya Sore berkolaborasi dengan Ebiet G. Ade menyanyikan 3 lagu klasik Ebiet yaitu ‘Jakarta’, ‘Camelia II’ serta ‘Berita Kepada Kawan’ yang membuat penonton ikut terbawa suasana haru. Kemudian White Shoes & The Couples Company menguasai panggung dengan 2 lagu mereka dan 2 lagu kolaborasi dengan gitaris Oele Pattiselanno. Lalu giliran Fariz RM berkolaborasi sangat apik dengan WSatCC membawakan ‘Selangkah ke Seberang’, ‘Senja Menggila’, dan ‘Barcelona’ dengan bantuan gitar dari Oele.
Kolaborasi ketiga antara Tika & The Dissidents dengan Vina Panduwinata. Dimulai dengan Tika membawakan 2 lagu miliknya serta 2 cover version lagu Vina yang sangat unik karena mengobrak-abrik lagu ‘Cinta’ dan ‘Di Dadaku Ada Kamu’ yang aslinya ceria menjadi berkesan mistis. Kemudian kolaborasi Tika dan Vina membawakan ‘Infidell Castratie’ dan ‘Surat Cinta’. Di sini jelas terlihat Tika berhasil menyaingi keindahan suara dari Vina. Penampil terakhir yaitu Efek Rumah Kaca berturut-turut membawakan ‘Balerina’ (dengan ballerina sungguhan), ‘Jangan Bakar Buku’ (dengan bantuan Ade Sore) dan ‘Mosi Tidak Percaya’. Lalu ERK berkolaborasi dengan Doel Sumbang membawakan ‘Martini’ dan ‘Di Udara’.
Kolaborasi seluruh pengisi acara utama serta Brass Band TNIAD lewat ‘Indonesia Pusaka’ yang khidmat menutup Djakarta Artmosphere malam itu. Sebuah acara yang mempesona dan perlu diadakan terus tiap tahun sebagai salah satu alternatif acara musik yang berkualitas di Jakarta. Teks: Harry Lesmana, Foto: Surya
32 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Live
Young Progressive Blood Yogya Meets The Capital Cities 28 November 2009, Toba Café, Jakarta Akhir pekan lalu 29 November 2009, Maqnet Entertainment telah mempersembahkan hadiah yang yang menyenangkan bagi para penggemar musik progresif, teristimewa progresif metal. Young Progressive Blood mempertemukan Lex Luthor The Hero, Spider’s Last Moment & Cranial Incisored dengan perwakilan dari Jakarta dan Tangerang: In Memoriam, Ghaust & Van Java. Terlambat dari jadwal yang direncanakan, Lex Luthor The Hero sebagai penampil pertama naik ke atas panggung. . Di tangan mereka, Death Metal berubah wujud menjadi lebih kompleks. Bak menghadirkan almarhum Chuck Schuldiner (Death) bangkit dari kubur untuk mengoyak benak kita dengan olahan musik yang penuh lekuk liku. Mereka menggebrak dengan kedahsyatan Death Metal yang khas mereka. Yang telah menjelma sedemikian rupa hingga menjadi satu wujud yang lebih kompleks. Sang gitaris terlihat tampil sebagai leader dengan berbagai ornament riff, progresi chord dan tarian jemari yang lincah menjelajahi fret sembari men-direct komposisi-komposisi yang dimainkan. Didukung oleh rhythm section yang kompeten, terutama pada sektor drummer yang bermain mumpuni dan powerful. Patut disayangkan bahwa vokal yang bercorak metal core tak mampu memberikan sumbangsih yang sepadan dengan kompleksitas musik rekanrekannya. Terlebih olahan sound engineering juga tidak mampu menghadirkan dinamika yang dibutuhkan bagi aransemen musik yang sebenarnya sudah cukup bagus. Satu kasus yang juga terjadi pada band kedua, Spider’s Last Moment. Band penampil kedua ini didominasi pula oleh sosok sang gitaris yang bisa dibilang lebih lincah memainkan jari jemarinya alias lebih skillful dibanding gitaris Lex Luthor The Hero. Petang itu keempat musisi terebut menghadirkan satu komposisi utuh namun terbagi menjadi tiga chapter, penuh dengan variasi riff & pola permainan birama yang dinamis. Sayangnya, terkesan tidak didukung oleh rhythm section yang bermain ala kadarnya. Satu hal yang menarik bahwa komposisi terakhir yang mereka bawakan, adalah satu karya tribut mereka terhadap guitarist Manic Street Preacher, Richey Edwards yang melegenda karena telah hilang tak berbekas di tahun 1995, di masa puncak kejayaan mereka. Meninggalkan tanda tanya yang seakan tak akan pernah terjawab Menyusul sebagai penampil ketiga adalah Van Java, surprising band yang yang telah menjejak final LA Light Indie Fest 2009. Surprising, karena musik mereka bukan musik yang
sederhana ataupun khas indie sebagaimana khalayak jurnalis biasa mengkotakkan. Tampil berlima, dengan dual lead guitarist yang sangat skillful. Menarikan jemari mereka dengan lincah dan berkecepatan tinggi bagai kendaraan formula I yang melesat menembusi sirkuit Monza, Italia. Mereka memainkan dual harmony yang melodius bak duet Adrian Smith – Neil Murray (Iron Maiden) di era 80-an. Selepas tampilan Van Java, acara sejenak disela dengan diskusi singkat mengenai sosok musik Progresif dengan dipandu oleh Yanti Yusfid dari RRI Programa 2, Nengah Rikon dari Indonesian Progressive Society serta Didik K dari SoundUp. Menarik mencermati sekelumit tanya jawab antara para pemandu dengan wakil dari beberapa band yang tampil malam tersebut. Diskusi usai. Kini giliran In Memoriam menggebrak dengan unique progressive gothic metal khas mereka. Sayangnya mereka harus tampil tanpa vokalis utama Didi & drummer utama Anton. Pemilihan lagu untuk dibawakan bagi IM malam itu pun terlihat menjadi terbatasi oleh kemampuan vocal Reynold, Martin dan Susan, yang memang seharusnya hanya berperan sebagai backing vocal. Setelah Ghaust dengan atmosfer kelam, Cranial Incisored (CI) tanpa basa basi menggebrak dengan technical avant jazz grind metal core (???!!!!) mereka. Tarian birama penuh dengan bilangan ganjil, pola riffing yang sesak dengan kelok dan dinamika bak bilangan acak serta kompleksitas jemari demi menjelajahi sekujur fret gitar dan bas secara nyata mereka tunjukkan. Tempo seolah sudah menjadi mainan anak-anak bagi CI. Sementara kontras genre antar menit dan detik dalam satu komposisi sudah tidak menjadi hal yang istimewa untuk dieksekusi. Mencipta belaian & tamparan silih berganti bagi para penikmat. Akibatnya pada malam tersebut CI berhasil memupus rasa penasaran akan wujud eksekusi dari komposisi-komposisi pada kedua album mereka di atas panggung. Dengan komposisikomposisi yang rata-rata tak lebih dari 3 menit, CI berhasil memadatkan gizi musik mereka dengan berbagai vitamin yang lengkap dengan kadar yang tepat. Mengawinkan kekerasan metal dengan kecerdasan jazz. Hadirin pun terperangah melihat tampilan keempat pemuda Yogya ini. Mencermati kenyataan bahwa ‘orkestrasi’ musik macam Meshugghah, Spastik Ink, Watchtower, Cynic, Atheist, Spiral Architect, Blotted Science serta Naked City ternyata exist di negeri ini. Tak percuma bahwa CI menjadi headliner, karena mereka tampil paling sempurna malam tersebut. Teks: Didik , Foto: Surya
34 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Music Festival
Belakangan ini Indonesia digempur dengan banyaknya festival musik, namun tidak semua festival musik tersebut berhasil. Ada festival musik yang minim penonton, padahal line up artisnya keren-keren. Sebenarnya apa sih yang membuat sebuah festival musik itu sukses dan dihadiri banyak penonton?
Rizki Masfufah
Sekretaris ”Kalau gue sih bakalan datang ke festival musik yang bener-bener gue tau, mulai dari musik dan para performer-nya. Lebih enak lagi kalau event-nya itu weekend, waktunya lebih bebas.”
Edit Wahyuningtyas
Accounting ”Kalau menurut gue, selain yang jadi line up artisnya harus oke, timing pelaksanaan juga penting, karena nggak semua orang punya waktu luang untuk datang ke sebuah festival musik.”
Randy Hasbi Freelancer
”Acaranya happening atau nggak? Kalau happening bisa dijadiin ajang eksis, walaupun nggak ngerti siapa aja yang main, yang penting datang aja.”
Rizky Grisnawati
Sekretaris ”Kalau menurut gue sih, yang penting artis-artis yang jadi performer-nya siapa aja… kalo emang oke pasti bakalan banyak yang ngebela-belain untuk ngantri kok…”
Bugi Nursayidi Sales
”Gue pikir sih tempat acaranya harus yang mudah dijangkau dan harga tiketnya murah, karena siapapun yang main kalau tempatnya mudah dijangkau dan murah, yang datang pasti berjibun!”
36 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Teks: Ferdy, Foto: Dok. Pribadi
SoundBuzz
A Spicy New Year’s Eve With TATA YOUNG Penyanyi kelahiran Thailand, Tata Young akan memeriahkan acara malam tahun baru 2010 tanggal 31 Desember 2009 mendatang di Grand Ballroom, Hotel Mulia Senayan. Nama Tata Young tidak asing bagi penggemar musik Indonesia. Dia sudah beberapa kali datang ke Indonesia mempromosikan album-albumnya. Tercatat sudah 3 album berbahasa Inggris (di luar album bahasa Thai) yang dirilis dan diedarkan secara internasional. Single hits dari album pertama, ‘Sexy, Naughty, Bitchy’ sempat mengundang kontroversi dan sangat populer di Asia Tenggara. Di Temperature Rising, album keduanya, dia menyanyikan lagu-lagu karya nama-nama tenar seperti Natasha Bedingfield maupun Paul McCartney. Pada New Year’s Eve nanti di Grand Ballroom, Hotel Mulia, dia juga akan mengajak Anda ber-sing along membawakan lagu-lagu dari album terakhirnya, Ready For Love (2008) setelah menikmati makan malam prasmanan lezat dan mewah khas Hotel Mulia.
Album pertama Orianthi, Believe, sudah masuk pasar. Tadinya album ini akan di rilis bertepatan dengan konser Michael Jackson di O2 Arena, London, konser yang yang diperkuat oleh Orianthi, namun akhirnya dirilis bertepatan dengan beredarnya film terakhir Jacko, This Is It. Gitaris asal Australia bernama lengkap Orianthi Panagaris mulai diperhatikan banyak orang ketika ketika dia membuka konser Steve Vai di usia 15 tahun. Dia juga diundang bermain di shownya Santana, gitaris idolanya, saat tur di Australia.
Pemesanan tempat: (62 21) 574 7777 ext 4512, 4546, 4802, 4502.
• Veteran rocker Scorpions tidak pernah lelah menebar sengatan kalajengkingnya, awal 2010 mereka sudah siap merilis album baru, Sting In the Tail. Album ini diproduseri oleh Mikael Andersson dan Martin Hansen.
Maestro gitar Yngwie Malmsteen siap merilis album kompilasi High Impact. Lagu bonus dalam album ini adalah interpretasi atas lagu klasik Michael Jackson, ‘Beat It’.
Tantri (vokal), Cella (gitar), Posan (drum) dan Chua (bas) dari Kotak Band sedang menyiapkan album ketiga yang masih belum ditentukan judulnya. Salah satu materi yang akan masuk album ketiga itu adalah ‘Pelan Pelan Saja’, yang liriknya ditulis oleh Dewiq. Lagu bertempo medium rock ini lahir dari jamming KotaK dengan Ipay dan Dewiq pada Oktober lalu. Saat ini mereka bernaung di Warner Music Indonesia.
Steven Tyler OUT? Aerosmith mungkin akan bubar? Bisa saja, karena vokalis Steven Tyler ingin vakum sekitar dua tahun untuk fokus mengerjakan solo album. Sedangkan anggota Aerosmith lainnya tetap ingin menegerjakan album baru. Lebih lanjut gitaris Joe Perry menyatakan Aerosmith tidak akan menunggu kembalinya Steven Tyler.
38 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
• Tahun 2010 juga menandai kembalinya Michael Kiske (ex-Helloween) secara resmi di dunia musik rock. Kiske sendiri secara resmi menyatakan kembali membentuk sebuah grup dengan Denis Ward (bass) dan Kosta Zafiriou (drum) serta gitaris Mandy Meyers (ex-Asia). Grup ini diberi nama Unison dan debut album akan dirilis pertengahan 2010. • Album baru Avantasia ternyata nanti berupa dobel yang dirilis dalam paket terpisah. Album ini akan diberi judul The Wicked Symphony dan Angel of Babylon dan mungkin menjadi rilisan terakhir grup sampingan Tobias Sammet ini. • Setelah karir panjang lebih dari dua dekade, veteran Metal Church akhirnya menyatakan dirinya bubar. Namun kemungkinan masih ada satu album lagi yang dirilis oleh mereka sebagai paket perpisahan.
IPAY
“Aftersix” THE SIMPLE CHIC Simple is power. Itulah yang terekam dari gaya frontwoman Aftersix, band asal Jakarta yang memang menonjolkan sang vokalis ini. Walaupun cuek dan simpel, Ipay lancar dalam membahas soal seputar fashion dan musik. Berikut ringkasan perbincangan Novita untuk SoundUp dengan gadis cantik ini pada saat mereka manggung di sebuah café di bilangan Thamrin pada pertengahan November 2009. Fashion in music Penting ya, soalnya kita manggung dan dilihat oleh audience. Kalo fashionnya biasa-biasa atau terlalu heboh orang juga akan menilai. Fashion function in music Lebih ke aksesoris ya. Karena bagi gue nggak suka yang terlalu heboh, gue lebih suka yang cuek. Misalnya gue suka pake kaos superhero, ya udah itu dijadikan fashion gue. Fashion style Simpel dan minimalis. Generation Y2K, 2000an. Style inspiration Hayley Williams (Paramore). Tapi gue nggak contoh dia banget ya. Gue tetap gue, persamaannya kita sama-sama simpel. Music genre Pop alternatif. Anything else? Intinya fashion menunjukkan jati diri. Fashion memang penting tapi jangan dipaksakan, yang penting bisa membuat kita nyaman dan sesuai dengan jati diri kita. 39 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Foto:Foto: Istimewa Teks:Novita, eskei
New Release SAMSONS, Samsons ***1/2
Universal Music Indonesia/Massive Music Corp, 2009 Album self titled terbaru Samsons ini cukup menggebrak, karena memiliki kemasan yang berbeda dari album-album sebelumnya. Masih tetap dengan tema cinta dan wanita, tapi Samsons ingin membawakan lagu dengan cara berbeda. Single ‘Tak Ada Tempat Seperti Surga’ menjadi megah dengan balutan orkestra dan pantas menjadi hits. Lagu ini berkisah tentang kepasrahan kepada Tuhan. Hits kedua ‘Masih (Mencintainya)’ dan ‘Bahasa Cinta’ layak juga untuk dijadikan favorit. Bams menyanyikan lirik cinta dengan tidak “berteriak-teriak” lagi, sehingga menjadi lebih lembut pembawaannya.
VARIOUS ARTISTS, New Moon Soundtrack ***1/2 Chop Shop/Atlantic Records, 2009
Kesuksesan film kadang didukung oleh soundtrack-nya. Menghadirkan musisi seperti Muse dengan ‘I Belong To You’, The Killers - ‘A White Demon Love Song’ dan Thom Yorke - ‘Hearing Damage’ telah membuat album ini cukup menjanjikan. Tapi justru ‘Meet Me On The Equinox’ dari Death Cab for Cutie yang menjadi single. Kebanyakan lagu bergenre alternatif namun ‘Satellite Heart’ dari Anya Marina dan ‘No Sound But The Wind’ dari Editors yang mellow menjadi penyejuk dalam album ini. Bagi yang sudah menonton filmnya, album ini akan mengingatkan pada adegan tertentu dalam film.
MOBY, Wait For Me *** Mute/Sony Music, 2009
Album ke-9 dari Moby ini menghadirkan ‘Shot In The Back Of The Head’ sebagai single’nya. Tetap dengan ciri khasnya, memadukan format band dengan electronic music dari kemampuannya nge-DJ, Moby mampu menghasilkan musik dance yang tidak begitu-begitu saja. Sepertinya Moby perlu menjadikan ‘Scream Pilots’ sebagai salah satu hits, karena hanya lagu ini dan ‘Mistake’ yang jenis musiknya tidak begitu kelam suasananya.
MICHAEL BUBLE, Crazy Love **** 143 Records/Reprise, 2009
Cover version masih tetap menjadi andalan Michael Steven Buble di album keempatnya ini. Dibuka dengan single lawas milik Arthur Hamilton –‘Cry Me A River’ namun dengan vokal khas Buble yang indah dan megah. Ada juga ‘Gerogia On My Mind’ yang terkenal oleh Ray Charles atau ‘Crazy Love’nya Van Morrison. Namun hits single ‘Haven’t Met You Yet’ yang ditulis oleh Buble tidak kalah menariknya. Lirik dan lagu yang riang terasa nikmat untuk dinikmati saat sedang penat. Atau ‘Hold On’ yang suasananya lebih mellow dan mengajak untuk selalu tegar dalam hidup.
OST, Sang Pemimpi ***1/2
Trinity Optima Production/Miles Music, 2009 Bagian kedua dari tetralogi yang ditulis Andrea Hirata ini siap-siap diputar di layar bioskop di tanah air. Banyak yang meramalkan, film kedua ini akan sama larisnya seperti film pertama ‘Laskar Pelangi’. OST Sang Pemimpi yang berisi 12 track menampilkan nama-nama tenar di blantika musik nasional seperti Gigi, Ipang (interpretasi menarik untuk lagu ‘Apatis’ yang pernah populer lewat Benny Soebardja dan menjadi lagu paling menarik di OST ini), Ungu serta nama-nama yang relatif baru. Selain lagu pop, OST ini menyertakan lagu beraroma Deli yang pernah populer pada jamannya, Pak Ketipung’ dengan suara gendang dan akordion sebagai penanda utamanya atau ‘Fatwa Pujangga’ yang rasanya dibawakan terlalu kenes. Lagu lain yang menarik adalah ‘Ini Mimpiku’ dari Claudia Sinaga atau ‘Tetaplah Berdiri’ dari NineBall. 40 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Desember 2009 DEAD BY SUNRISE, Out of Ashes **** Warner Bros, 2009
Band side job dari Chester Bennington ini layak untuk dimiliki, baik bagi penggemar Linkin Park maupun rock mania. Tampaknya Chester mengeksplorasi kemampuannya untuk lebih bernyanyi dengan genre rock di band ini. Hits single ‘Crawl Back In’ menunjukkan Chester mampu terjun dalam musik hard rock atau alternatif rock. Namun ia tetap tidak meninggalkan scream’nya yang khas. ‘Too Late’, ‘Let Down’ dan ‘Give Me Your Name’ menjadi lagu yang cukup mellow di album ini, namun tidak meninggalkan ciri khas Chester namun dengan nuansa yang baru.
BLUR, Midlife: A Beginner’s Guide to Blur ***1/2 EMI, 2009
Sesuai namanya, album ini sangat cocok bagi penikmat musik yang belum dan ingin mengenal Blur. Album kompilasi kedua Blur ini terdiri atas 2 CD yang berisi hits-hits mereka sejak pertama berdiri seperti ‘She’s So High’, ‘Song 2’, ‘Tender’, ‘Coffee & TV’ hingga ‘Good Song’. Ini juga menjadi come back mereka untuk rencana reuni di tahun ini. Semua lagu adalah materi lama yang tentu sudah tidak diragukan lagi telah membuat orang nge-fans dengan Blur. Tentu yang lebih ditunggu adalah album baru setelah reuni mereka nanti.
BACKSTREET BOYS, This Is Us ***1/2 Sony BMG, 2009
Eksistensi artis dibuktikan dengan karya-karyanya. Lewat album barunya, Backstreet Boys yang terdiri dari 11 lagu plus bonus DVD live mereka di O2 Arena, London. Perbedaan karakter lagu mungkin agak terasa,karena beberapa lagu ditrack awal lebih cenderung rhyhmnya disco, seperti lagu ‘Bigger’,’Bye Bye Love’, ‘All Of Your Life’. Back Street Boys memiliki kekuatan harmoni pada vokalnya, band yang dominan di mixed choir. Namun mereka mau tidak mau harus mengikuti selera pasar untuk mempertahankan eksistensinya serta menarik penggemar baru. Warna musik mereka di album ini sedikti berubah tapi kekuatan vokal mereka tetap sama.
JET, Shaka Rock **** EMI, 2009
Album keempat band asal Australia ini masih kental rock ‘n roll’nya, malah sepertinya mereka lebih bermain rapi sekarang. Hits single ‘She’s a Genius’ memang layak menjadi lagu andalan untuk album ini, dengan corak vokal Nic Cester yang khas dan kocokan gitar yang khas Jet banget. Single kedua ‘Black Hearts (On Fire)’ masih terasa musik rock ala Jet yang selalu mengajak kita untuk bergoyang. Selain itu lagu ‘K.I.A (Killed In Action)’ yang pertama diperkenalkan namun tidak menjadi hits cukup melepas rindu pada Jet yang lama tidak mengeluarkan album.
SHAKIRA, She Wolf ***1/2
Epic Records/Sony Music Entertainment, 2009 Album baru penyanyi sexy asal Kolombia ini terasa terasa beda. Lebih banyak unsur disco elektroniknya,dengan sedikit gaya notasi khas modes phrygian, dengan rhythm-rhythm Afro lebih membuat beberapa lagu sangat ngegroove dan cocok diputar di lantai dansa. Eksplorasi Timur tengah dan juga Spanish terasa sekali di lagu ‘Good Stuff’ walaupun pas di bagian reffrein sedikit beda. Lagu ‘Gypsy’ juga merepresentasikan hip-hop yang bisa di kombinasi dengan notasi-notasi khas Shakira dengan polesan loop-loop beatnya yang catchy. Terdiri dari 12 track, She Wolf pas untuk menyemarakkan perjalanan jauh serta membuang kelelahan. 41 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Recommended
MARIAH CAREY Memoirs Of An Imperfect Angel Inilah album yang ditunggu oleh penggemar maupun “musunya”. Tidak banyak yang berubah pada album ini. Selain Mariah Carey (MC) sendiri yang bertindak sebagai penulis, hampir pada keseluruhan lagunya ditulis oleh The-Dream dan Tricky Stewart serta Mariah Carey yang juga bertindak sebagai produser eksekutif serta dibantu produser dan penulis lagu terkenal lainnya seperti L.A. Reid, Heatmyzer, James ‘Big Jim’ Wright, Los Da Mystro, dan Randy Jackson, yang tentunya diharapkan membuat ini menjadi lebih padat selain dari materi, juga pada musik tentunya. Masih mengandalkan genre pop, R&B, hip hop dan nuansa ballad pada singlenya, MC mencoba membuat pertaruhan besar pada album ini. Apa kata MC mengenai album Memoirs Of An Imperfect Angel? ‘Very personal and dedicated to the fans’, ujar MC. Jika dilihat secara keseluruhan album MC yang terakhir ini memang bersifat lebih personal dan menceritakan pengalaman hidupnya, terutama pasca pernikahannya dengan Nick Cannon hingga yang paling kontroversi pada salah satunya lagunya menyindir seorang rapper terkenal, dengan inisial “E” meski pihak MC membantah jika lagu tersebut ditujukan kepada ‘E’. ‘Each song is its own snapshot of a moment in a story… has its own mood; some flow seamlessly into each other, and that was the purpose, and others are very different. The album has a sense of humor, (you can hear me laughing out loud at certain points), but it also has deep and introspective moments.’ ungkap MC. Pada awalnya, saya sempat berharap yang lebih pada album terakhirnya ini, dengan menemukan single-single ballad sebelum MC merambah jalur R&B terlalu jauh, namun ternyata ekspektasi yang saya dapat ternyata sangat berbeda. Cukup menarik menyimak materi yang bisa dikatakan cukup banyak berisi 17 lagu. Dibuka dengan ‘Betcha Gon’ Know (The Prologue)’ dengan nuansa R&B slow sebagai pembuka yang mengiringi lagu berikutnya ‘Obsessed’ yang kontoversial karena MC dengan terang-terangan menyindir salah seorang rapper “cowok” dengan inisial “E” yang sangat terobsesi pada MC, jika didengar sekilas mempunyai kemiripan dengan single ‘Touch My Body’. Lanjut dengan ‘H.A.T.E.U.’ (Having A Typical Emotional Upset), ‘Candy Bling’, ‘It’s A Wrap’ dengan nuansa R&B ballad. Pada track ‘Ribbon’ dengan intro terdengar hip hop dan “Inseparable” terdengar sekilas mirip dengan ‘Don’t Forget About Us’. Terakhir sampai kepada ‘Languishing (The Interlude)’ single ballad piano yang berlanjut dan ditutup dengan cover version ‘I Want to Know What Love Is’ yang dibawakan dengan banyak menggunakan improvisasi yang tidak perlu dan menyebabkan tidak seimbang pada perpindahan nada pada saat menyanyikannya, cukup mengecewakan karena hanya dibawakan selama 3 menit dan menurut saya masih kurang cukup untuk lagu ballad populer ini. Secara keseluruhan, meski jauh dari harapan saya, namun kehadiran album Memoirs Of An Imperfect Angel cukup menjadi kerinduan bagi penggemarnya, meski selang waktu perilisannya hanya berbeda setahun dari album sebelumnya. Semenjak perpindahan label, image musik R&B ditambah embel-embel ballad memang sangat melekat di bawah label Universal Music Group, dan tentunya jangan harap bisa mendengarkan lagu-lagu ballad pop seperti ‘My All’, ‘Hero’ dan berbagai track lainnya dimana MC bisa mengeluarkan suaranya dengan maksimal, meski secara materi musik hampir sama dengan album-album sebelumnya. Satu hal yang membuat salut, keberanian MC mengolok-olok penyanyi atau orang lain yang biasanya jarang dilakukan penyanyi wanita. Direkomendasi oleh: Joe Ari Shasta 42 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Produser: Mariah Carey & Antonio “La” Reid Label: Island Records, 2009
Lagu • Betcha Gon’ Know • Obsessed • H.A.T.E.U. • Candy Bling • Ribbon • Inseparable • Standing O • It’s a Wrap • Up Out My Face • Up Out My Face (The Reprise) • More Than Just Friends • The Impossible • The Impossible (The Reprise) • Angel (The Prelude) • ‘Angels Cry’ • Languishing (The Interlude) • I Want to Know What Love Is
DREAM THEATER BLACK CLOUDS & SILVER LININGS Setelah dua dekade berada di dunia musik profesional dan posisi duet Portnoy dan Petrucci yang semakin mantap sebagai produser album-album Dream Theater, apalagi yang bisa diharapkan sebagai kejutan dalam album baru mereka ini? Hampir tidak ada. Bukan karena tidak bagus, namun grup ini bisa dibilang sudah masuk dalam jajaran mereka yang dinikmati apa adanya. Ada dua alasan untuk itu, kualitas yang pasti terjamin; atau mereka sudah memiliki basis penggemar yang sangat kuat yang akan selalu menerima keluaran dari grup ini. Terserah kita menempatkan diri di barisan yang mana. Terutama setelah album Train of Thought, arah musik Dream Theater sudah bisa dibilang semakin stabil. Tidak banyak kejutan yang ditampilkan dalam album-album mereka setelah itu. Menu progressive metal yang semakin keras dari album ke album. Serta durasi lagu yang semakin panjang. Tentu saja ini sudah bukan kejutan bagi grup yang mengaku justru tantangan besar buat mereka untuk menulis lagu yang tidak lebih panjang daripada 5 menit! Dan kali ini, mereka “hanya” memajang enam buah lagu di album ini. Aroma kental dari ‘A Nightmare To Remember’ langsung menyeruak dari lagu pembuka sepanjang 16 menit ini. Tahan napas dan jangan terlalu keasyikan mendengarkannya, jika tidak ingin kelelahan begitu masuk ke ‘A Rite of Passage’ yang hanya berdurasi delapan menitan. Namun di kedua lagu ini, sisi metal mereka nampak tidak mengendurkan kemampuan dan keinginan mereka untuk menunjukkan kemampuan bermusik dari masing-masing personel. Walau nampaknya di album ini tidak ada satu musisi yang muncul paling depan dan masing-masing mendapatkan porsi yang seimbang. Kecuali sepertinya Jordan Rudess yang terdengar sangat asyik bermain-main dengan menggunakan iPhone-nya saat solo di ‘A Rite of Passage’. Kemudian ‘The Shattered Fortress’ menutup serial Alcohol Anonymous yang ditulis Portnoy khusus untuk menggambarkan perjuangannya dalam memerangi alkohol beberapa tahun yang lalu. Ah, Dream Theater tetap saja Dream Theater. Sebuah kejutan diselipkan di lagu ‘The Best of Times’. Menarik, karena lagu karya Portnoy ini sangat melodik dan berkurang secara signifikan kadar progressive metal-nya. Menggambarkan hubungannya dengan sang mendiang ayah, lagu ini secara konsep musik mengingatkan pada era Images And Words. Mungkin ini lebih melodik dari ‘Wither’, satu-satunya lagu balada di album ini. Ini adalah album yang cukup melelahkan, bahkan dari lima lagu pertama saja. Seringkali saya harus berhenti dan mendengarkan ‘The Count of Tuscany’ di lain waktu –karena seringkali sudah tidak ada energi sisa untuk mendengarkan satu lagu ini. Para penggemar grup ini kemungkinan akan menyukai album ini. Untuk para pemula, tidak disarankan. Namun ada yang cukup menarik dari album ini, yaitu edisi khusus berisikan 3 keping cakram padat. Dimana keping ke-dua berisikan materi tribut mereka kepada Rainbow, Queen, The Dixie Dregs, Zebra, King Crimson, dan Iron Maiden. Keping terakhir berisikan versi instrumental dari album ini. Versi inilah yang layak dikoleksi. Direkomendasi oleh: David Dewata 43 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Produser: Mike Portnoy & John Petrucci Label: Roadrunner, 2009
Musisi • James laBrie – vokal • John Myung – bass • John Petrucci – gitar • Mike Portnoy – drum • Jordan Rudess – keyboard
Lagu • A Nightmare to Remember • A Rite of Passage • Wither • The Shattered Fortress • The Best of Times • The Count of Tuscany
Bray
ELVYN G. MASASSYA MENGANALISIS PERILAKU EKONOMI MELALUI MUSIK
Nama Elvyn G. Masassya (EGM) barangkali masih sangat asing di blantika musik nasional. Mungkin, baru kali ini Anda mendengar namanya. Tapi cobalah Anda menanyakan kepada teman-teman Anda yang bekerja di perbankan atau yang berkaitan dengan utak-atik ekonomi, keuangan, barangkali mereka akan langsung mengenal namanya. Ya, EGM pernah menjabat sebagai direktur sebuah bank swasta di Indonesia. Sebelumnya dia juga banyak dikenal sebagai penulis masalah-masalah ekonomi, keuangan yang tulisannya dimuat di surat kabar nasional. Kredit namanya berlanjut pada buku-buku ekonomi populer yang ditulisnya yang bisa Anda dapatkan di toko-toko buku besar. Dia kini menjabat direktur di PT Jamsostek, sebuah perusahaan yang bertanggung jawab untuk kesejahteran sosial ekonomi pekerja di seluruh Indonesia. Kali ini kami akan perkenalkan sisi lain dari EGM yaitu minatnya pada musik. Ternyata EGM tidak hanya ahli dalam menganalisa pergerakan ekonomi tetapi juga lihai dalam menjalin kata-kata dan musik untuk mencipta sebuah lagu dan bahkan menyanyikannya sendiri dengan suaranya yang tidak kalah bagusnya dengan para penyanyi yang memang berlabel penyanyi. Sesungguhnya, diam-diam dia sudah meluncurkan 5 album yaitu Kata Hati featuring Lisa A. Riyanto (2005), Kolaborasi featuring Dian Pramana Poetra (2007), Mawar Jingga (2008), album religi Titik
KUIS SoundUp Dapatkan 5 CD untuk 5 pemenang.
Balik Ramadhan (2008), Sisi Lain kumpulan romantic jazz collection (2009). Dan pada September yang lalu, EGM kembali meluncurkan sebuah album baru berjudul Jakarta Voice yang diproduksi dan didistribusikan oleh Omega Pacific Production. Album Jakarta Voice tergabung dari dua belas jati diri : Dian Pramana Poetra, Henry Restoe Putra, Ika Ratih Puspa, Daniella, Wansyah Fadli, Andrea, Lenggie, Lisa A. Riyanto, Ryan, Lita Pramana, Irman S Azwar dan Elvyn G Masassya, bermusik dan bernyanyi secara duet, bergantian, membentuk warna. Ada 11 lagu, 7 di antaranya diaransir oleh Dian Pramana Poetra, sementara 4 lagu lagi diaransir oleh Imam S Azwar dengan motif jazzy pop. Kesebelas lagu tersebut merupakan karya EGM dan Dian Pramana Poetra, baik secara sendiri-sendiri maupun berkolaborasi. Mengusung tema cinta, dengan lirik-lirik yang puitis dan diaransir dengan harmoni yang mendalam. (ik)
Subject : Kuis EGM Pengamat ekonomi/perbankan, Elvyn G. Masassya meluangkan waktu senggangnya untuk menulis lagu dan masuk studio rekaman. Sudah beberapa album yang dia luncurkan
dan dibawakan sendiri maupun dengan mengajak musisi/penyanyi lain, termasuk album terbarunya Jakarta Voice. Tahun berapa Elvyn G. Masassya untuk pertama kalinya merekam lagu?
A. 2004 B. 2005 C. 2006
December 2009
Posisi
Judul Lagu
Artis
1
Who Says [Battle Studies / Columbia]
John Mayer
2
Never Knew I Needed [OST. The Princess & The Frog / Disney]
Ne-Yo
3
Halfway Gone [Smoke And Mirros / Geffen]
Lifehouse
4
I’m All Over It [The Pursuit / UCJ]
Jamie Cullum
5
Cry Me Out [Turn It Up / Mercury Records]
Pixie Lott
6
Rain [The Boy Who Knew Too Much / Universal]
Mika
7
According To You [Believe / Geffen]
Orianthi
8
For Your Entertainment [For Your Entertainment / RCA]
Adam Lambert
9
October & April [Best of 2001–2009 / Universal]
The Rasmus ft.Anette Olzon of Nightwish
10
About A Girl [Alb. Sweet 7 / Island]
Sugababes
11
Bad Romance [The Fame Monster / Interscope]
Lady GaGa
12
One Less Lonely Girl [My World / Island]
Justin Bieber
13
Belle of The Boulevard [Alter The Ending / Interscope]
Dashboard Confessional
14
Russian Roulette [Rated R / Def Jam]
Rihanna
15
Stay [Winter Songs / Polydor UK]
Ronan Keating
16
Alpha Dog [Believers Never Die: Greatest Hits / Island]
Fall Out Boy
17
This Is It [This Is It / Sony Music]
Michael Jackson
18
Doesn't Mean Anything [The Element of Freedom / J]
Alicia Keys
19
3 [The Singles Collection / Jive]
Britney Spears
20
Empire State Of Mind [The Blueprint 3 / RocNation]
Jay-Z ft.Alicia Keys
SoundUp Top 20 Singles ini dikompilasi dari chart beberapa station radio di beberapa kota besar di Indonesia seperti: Agri FM, Bimantara FM, CDBS FM, DJFM, Hard Rock FM, Istara FM, ITB 8EH FM, Kalaweit FM, Kiss FM Medan, Kuta Radio, Memora, MG Radio, M Radio, Ninety Niners FM, OZ Radio, Pacific FM, Paramuda FM, Phoenix FM, Prambors FM, Produa FM, Radio-M, RCTFM, Soka Radio, Sky FM, Sky Radio, Swaragama FM, UTY FM dan VISI FM. Untuk keterangan lebih lengkap bisa click di www.creativedisc.com , Disusun oleh : Welly
Subject : Kuis AIC Bulan September 2009 yang lalu, Alice In Chains mengeluarkan album Black Gives Way To Blue melalui label EMI/Vrigin. Pada minggu-minggu pertama beredar
di pasar, album berisi 11 lagu ini terjual 126.000 keping yang mengangkatnya ke posisi 5 Billboard 200. Pertanyaan: Black Gives Way To Blue adalah album Alice In Chains yang ke:
A. 2 B. 3 C. 4
Kirim jawaban beserta data pribadi lengkap (nama, pekerjaan, alamat, no. HP) ke email:
[email protected] dengan sebelum 25 Januari 2010. Pemenang akan dihubungi via telepon.
Soundscape
God.Inc.
The Marmalade Pantry
Kesan Gothic akan langsung Anda rasakan ketika mengunjungi tempat ini. Jajaran baju-baju berwarna hitam memang memenuhi hampir seluruh bagian di toko ini, mulai dari atribut band-band hingga beragam aksesoris bertemakan musik metal dapat dengan mudah ditemui. Toko bernama God.Inc. yang terletak dibilangan Sultan Agung, Bandung ini memang sedikit mencirikan pribadi dari sang pemilik yang merupakan salah satu personil band Koil. Tak hanya koleksi-koleksi t-shirt untuk kaum adam saja, God.Inc. juga menyediakan beragam tee’s khusus untuk wanita yang model dan desainnya pun tidak begitu dibedakan, karena God.Inc. memang menjual tema dark kepada para pelanggan setia yang datang hampir tiap masa new arrival tiba. Beberapa diantaranya terdapat pula brand lokal yang berkonsinyasi dengan toko ini. Mulai dari jaket, sepatu, sandal, dan beberapa koleksi topinya pun tidak jauh-jauh dengan konsep utama God.Inc. Pemilik toko yang merupakan personil dari band Koil ini menyulap beberapa sudut etalasenya dengan deretan action figure villains yang menghiasi beberapa etalasenya. God.Inc. Jl. Sultan Agung No. 9 Bandung, Jawa Barat. Tel. (022) 24234308. Buka: 09.00 - 21.30 (setiap hari)
Hadir menghias di sudut Plaza Indonesia, The Marmalade Pantry merupakan Bistro yang asalnya dari Singapura. ‘Healthy and homey’ merupakan makna yang tersembunyi di balik nama bistro ini. Untuk interior, The Marmalade Pantry membawa beberapa interior dari Finlandia (Artek), kolaborasi meja dan kursi kayu serta dekorasi yang simpel memancarkan kesan modern. Kayu-kayu cantik berwarna natural menghadirkan kesan layaknya berada di dalam dapur yang luas. Deretan kaca hampir ditiap sudutnya membuat bistro bergaya bohemian chic ini seakan mengerti keinginan para pengunjungnya yang ingin tampil maksimal dalam penampilan mereka. Hidangan berkualitas tinggi dan sehat ala eropa merupakan sajian utamanya. Menggunakan bahan baku terbaik dalam tiap makanannya, sehingga dapat menjamin betapa sehatnya tiap makanan yang Anda nikmati. Bistro ini akan memanjakan para vegetarian yang ingin menyantap makanan internasional dengan harga reasonable. Silakan mencicipi Falafel Warp with Yoghurt Tahini & Spring Onions yang merupakan menu andalannya. Sepiring Crab Ceasar yang menghidangkan warm salad dengan campuran sayuran dan potongan daging kepiting merupakan pilihan tepat sebagai appetizer. The Marmalade Pantry Plaza Indonesia Lt. 1 #E18, E19T, Jakarta Pusat Tel. (021) 3154374. Buka: 10.00 - 22.00 WIB (setiap hari) 46 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Showcase
Music makes my day Musik telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak kurang lebih 50.000 tahun yang lalu. Musik dikatakan sebagai universal language, bahasa yang dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, umur dan budaya, serta menjadi bagian yang sangat lekat dengan keseharian manusia. Kamu salah satu penggemar musik, yang hari-harinya selalu ditemani musik, dan dikenal paling update tentang musik-musik terbaru? Ada hape keren yang pas buat kamu yang megang banget soal musik, Hape esia Musik. Ada tiga pilihan hape sesuai dengan kesukaan kamu akan musik:
Hape esia Idolaku Buat yang hobi banget sama karaoke-an, ini hapenya. Karena disini bisa download lagu-lagu favorit untuk karaokean... ada liriknya lagi, serta info musik untuk dapetin update berita penyanyi idolamu, chart lagu, lirik & kord lagu favorit. Selain itu, kamu juga bisa memasang foto frame artis idolamu di hape ini. Ada banyak pilihan foto artisnya lho. Keren banget kan? Aplikasi lain yang tentunya menarik dan penting buat kamu adalah facebook. update status facebook kamu tetap bisa jalan, kapan saja dan dimana saja. Lengkap kan?
Hape esia Idolaku
Hape esia Musicbox dan Musicbox 2.0 Adalah hape CDMA pertama di Indonesia yang memungkinkan penggunanya men-download langsung musik dari hape, melalui aplikasi Digital Music Downloader. Dengan hape ini, kamu bisa ngedapetin hitshits terbaru dari artis favorit kamu dengan tarif TERMURAH untuk mendownload lagu ASLI, yaitu cuma Rp 1000,- per hari, untuk 30 lagu begitu pula kelipatannya dari pilihan ribuan lagu, praktis, berkualitas karena langsung dari sumbernya. Jelas kalau udah punya hape esia Musicbox atau Musicbox 2.0, nggak perlu beli cd musik bajakan lagi! Hape esia Musicbox
Bicara tentang harga, esia selalu memberikan yang termurah dengan kualitas hape terbaik di kelasnya. Hape esia Musicbox dijual dengan harga hanya Rp 449.000,- +Ppn, Hape esia Musicbox 2.0 (plus Speaker Dock Eksklusif ) dengan harga Rp. 888.000,dan hape esia Idolaku cuma Rp 299.000,- +Ppn,- saja! Hape esia Musicbox 2.0 + dock Speaker
Hape esia Musik, emang buat kamu yang megang soal musik! 47 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Soundup Event
Foto: dok. esia
esia Luncurkan 2 Tipe Hape Baru Para penggemar musik dan gadget saat ini semakin terpuaskan dengan adanya 2 hape baru yang diluncurkan esia pada 24 November 2009 di Jakarta kemarin. Adalah Hape esia Musicbox dan Hape esia Idolaku, dengan aplikasi Digital Music Download (DMD) menjadikan kita dapat men-download ribuan lagu nasional maupun internasional. Hal ini karena didukung pula oleh label seperti Warner Music Indonesia, Universal Music Indonesia, Sony Music Indonesia dan Musica Studio. Hape esia Musicbox dilengkapi fasilitas mp3, kamera dan opera mini browser, cocok bagi pengguna yang selalu mobile. Sementara Hape esia Idolaku menyediakan aplikasi mobile karaoke diiringi musik dan lirik lagu. Selain itu ada juga aplikasi facebook dan aplikasi esia shop untuk men-download ring tone dan wall paper.
Press Conference MTV Staying Alive “Resound The Message” Menyambut hari AIDS sedunia tanggal 1 Desember, Global TV bersama Kondom Fiesta menggelar konser pro-sosial MTV Staying Alive 2009 pada 6 Desember 2009 di Lapangan D-Senayan. Bertempat di Hard Rock Café 26 November 2009 lalu, Daniel Hartanto (Direktur Utama Global TV) mengatakan bahwa acara yang telah digelar sejak 2004 ini sebagai bentuk pertanggungjawaban moral MTV untuk menyampaikan informasi mengenai penanganan HIV/AIDS. Dinilainya musik dapat menjadi tempat aspirasi yang tepat untuk menyampaikan pesan itu. Adapun pendukung acara ini adalah Andra and The Backbone, Kotak, Pas Band, RAN, Afgan, Vidi Aldiano dan lain-lain. Andra and The Backbone sendiri dipilih sebagai spokesperson MTV Staying Alive 2009 dan membawakan theme song ‘Selamat Tinggal Masa Lalu’.
Launching iMac, Magic Mouse, Macbook, dan Mac Mini dari Apple Bertempat di Krakatau Room, Grand Hyatt Hotel pada 19 November 2009, Apple meluncurkan beberapa produk terbarunya. Pertama adalah iMac dengan tampilan 21.5 dan 27 inci. Dengan spesifikasi yang lebih tinggi. Kemudian ke dua adalah Magic Mouse, bisa dibilang ini adalah sebuah trackpad yang dijadikan mouse. Fungsinya hampir sama dengan trackpad Macbook namun lebih multi fungsi dan tentunya wireless. Ke tiga adalah Mac Mini, sebuah desktop dengan ukuran yang menguntungkan bagi pengguna yang mobile. Menurut Melvyn Chey (Product Marketing Manager Desktop Asia Pasifik), Mac Mini ini mampu dikoneksikan dengan iMac sebagai monitor tanpa perlu merubah setting-annya. Terakhir adalah Macbook dengan tampilan LED-Backlit, trackpad Multi-Touch dan baterai built-in yang tahan lama.
Grand Launching Album Baru Samsons Berlokasi di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, 6 November 2009 digelar Grand Launching album terbaru Samsons – Samsons. Acara yang dibuka oleh penampilan Armand Maulana dan Tohpati yang membawakan ‘Kenangan Terindah’ ini juga dihadiri puluhan Samsonia. Samsons sendiri selama hampir 1 jam membawakan lagu-lagu hits mereka, dan tentunya lagu dari album terbarunya. Ada beberapa lagu yang mereka aransemen ulang seperti ‘Hey Gadis’ yang dibawakan dengan apik secara akustik. Dalam live-nya mereka juga sedikit menceritakan kisah di balik lagu-lagu yang mereka bawakan. Dalam album ini, personil Samsons yang lain juga turut membuat lagu, setelah di album-album sebelumnya Irfan yang mendominasi pembuatan lagu. Album terbaru ini menampilkan ‘Tak Ada Tempat Seperti Surga’ dan ‘Masih (Mencintainya)’ sebagai hits single.
48 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Launching OST Sang Pemimpi Melanjutkan kesuksesan Nidji dalam Laskar Pelangi, Miles Music dan Trinity Optima Production kembali dengan soundtrack untuk film Sang Pemimpi. Digelar di Hard Rock Café Jakarta pada 23 November 2009, pengisi soundtrack seperti Bonita, Ipang, Ungu dan GIGI juga tampil membawakan lagu dalam film tersebut. Theme song yang dipilih Mira Lesmana adalah ‘Sang Pemimpi’ dari GIGI, menurutnya aura lagu ini sangat pas dengan cerita di film. Selain itu Andrea Hirata sang penulis novel juga menyumbangkan lagu ‘Cinta Gila’ yang dibawakan Ungu, lagu ini kental nuansa melayu namun dibalut dengan musik khas Ungu. Total ada 13 lagu dalam album ini, sedangkan filmnya sendiri akan diputar di JIFFEST 2009 dan FFI Desember ini untuk premier-nya.
Press Conference Arthur Guinness Found “Dari Satu untuk Banyak” Masih dalam rangkaian ulang tahun Guinness ke 250 tahun, Arthur Guinness Found memberikan hadian uang sebesar 230.000 Poundsterling kepada Guinness Indonesia dan British Council Indonesia. Dijelaskan di Immigrant Café, Plaza Indonesia pada 18 November 2009 lalu, uang tersebut akan diberikan kepada satu orang wirausahawan yang terpilih. Menurut Fergal Murray (Brand Ambassador & Master Brewer Guinness) kriteria yang ditentukan supaya wirausahawan itu terpilih masih dibahas lebih lanjut dengan pihak British Council Indonesia. Fergal juga menambahkan, ini dilakukan karena melihat semangat Arthur Guinness yang dahulu diberi uang 100 Poundsterling oleh ayah baptisnya, yang kemudian digunakan untuk membangun Guinness hingga terkenal saat ini. Guinness ingin menularkan semangat itu ke seluruh dunia. Tentunya orang yang terpilih itu harus memiliki jiwa komunitas yang besar sehingga nantinya akan menguntungkan komunitasnya. Program ini sendiri akan berjalan 2 tahun.
The Power of Harmony Sebuah seminar motivasi bertajuk “The Power of Harmony for Success and Happiness” diselenggerakan pada tanggal 14 November 2009 lalu, bertempat di JITEC – Lt. 8, Mangga Dua Square, Jakarta Utara. Acara yang digagas oleh Andrie Wongso ini merupakan sebagai bagian dari usaha menyelamatkan budaya ANGKLUNG asli Indonesia. Selain penampilan khusus dari motivator terkenal Andrie Wongso, beliau juga didampingi oleh Djoko Nugroho (Master of Inspirational by Angklung). Tak ketinggalan acara ini dihibur oleh penampilan menarik dari Joe Sandy “The Master”. Seminar ini juga akhirnya mampu memecahkan rekor MURI bermain angklung bersama yang dihadiri lebih dari 4.000 orang.
Sushi Tei dan Jolly Time Popcorn Raih Rekor MURI Foto: dok. Plaza Indonesia Giant jumbo dragon roll terpanjang berhasil diciptakan restoran Sushi Tei Plaza Indonesia dan memperoleh rekor MURI. Giant jumbo dragon roll ini terbuat dari 100 kg beras Jepang, 20 liter sushi vinegar, dan bahan lainnya yang diolah sedemikian rupa sehingga membentuk seekor naga dengan panjang sekira 4 meter, diameter badannya 50 cm, dengan bobot 55 kg! Dikerjakan oleh 20 orang dan menghabiskan waktu 12 jam pembuatannya. Sementara itu, Jolly Time Popcorn Plaza Indonesia dalam waktu yang bersamaan juga menerima penghargaan atas rekor pemrakarsa pembuatan replika Monas tertinggi berbahan popcorn. Replika Tugu Monas ini dibuat dengan skala 1:22, mempunyai ketinggian 600cm dan lebar cawan berbentuk bujur sangkar seluas 205 cm x 205 cm, yang menghabiskan 123 kg popcorn! Giant jumbo dragon roll dan replika Monas tertinggi ini dipamerkan di Plaza Indonesia.
49 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Teks & Foto: Tri, Surya, Ferdy
Special Event
Score! Friday Addiction Special Featuring UNGU
6 November 2009, Score! Jakarta Pada gelaran acara regular Score! Jakarta bertajuk “Friday Addiction Special” tanggal 6 November 2009 lalu, Score! Jakarta menampilkan band papan atas, Ungu, yang merupakan salah satu band terbaik Indonesia dan sudah berkiprah di blantika musik Indonesia selama kurun waktu 13 tahun. Sudah bisa ditebak sebelumnya, bahwa acara ini pasti akan ramai dipenuhi para Cliquers (sebutan untuk fans Ungu) yang sudah memadati area Score! Jakarta sejak pukul 9 malam. Seperti biasa, acara dibuka dengan penampilan home band Score! Jakarta, Chaplin Band, dengan gaya kocaknya yang khas menghibur pengunjung malam itu selama satu jam. Acara kemudian diteruskan dengan penampilan DJ Toto yang dilanjutkan dengan games yang dipandu oleh MC. Sekitar pukul 23.20 wib, Ungu tampil dengan sambutan histeris para Cliquers. Kehadiran Pasha (vokal), Makki (bass), Enda (gitar), Onci (gitar) dan Rowman (drum) malam itu sungguh memanaskan suasana Score! Jakarta yang semakin dipadati pengunjung. Meskipun Rowman saat itu tidak dalam kondisi yang prima, namun secara keseluruhan Ungu berhasil tampil memukau dengan lagu-lagu hits-nya seperti ‘Hampa Hatiku’, Kekasih Gelapku’, dan ‘Tercipta Untukku’. Aksi band yang sudah mendapatkan 3 Platinum Awards dari hasil penjualan 4 buah album yang telah mereka rilis ini sungguh membius para Cliquers yang didominasi oleh kaum hawa. Usai penampilan Ungu, Chaplin Band kembali hadir sebagai band penutup, kemudian diakhiri dengan penampilan DJ Left. Teks: Tri, Foto: Surya
“Proud & Loud” Featuring Yovie & Nuno
20 November 2009, Hard Rock Café Jakarta Yovie Widianto memang seorang musisi jenius. Hal itu yang bisa ditangkap ketika Yovie tampil dengan dua band di satu acara, hari dan tempat yang sama. Yup, semua orang tahu kalau Yovie tergabung di Kahitna dan Yovie & Nuno. Dalam acara regular bertajuk “Proud & Loud” yang digelar di Hard Rock Café Jakarta pada 20 November 2009, Yovie bermain di dua band yang telah ia besarkan tersebut. Lazimnya acara yang dipersembahkan oleh L.A. Lights, acara malam itu dibuka oleh penampilan dari salah satu finalis L.A. Lights Indiefest 2008, The Banery, yang dengan ciri khas dasi kupu-kupu memainkan sederet single seperti ‘Semua Karena Dia’ dan ‘Cemburuisme’. Sebuah sajian pembuka yang memukau ditampilkan oleh Rafly dkk. Yang menjadi pamungkas pada gelaran “Proud & Loud” malam itu adalah Yovie & Nuno, karena sebagian besar penonton didominasi oleh Teman Yovie & Nuno (sebutan untuk penggemar Yovie & Nuno). Meski demikian, penampilan Kahitna yang lebih dulu tetap mendapat tempat di hati para audiens, khususnya Soulmate Kahitna (sebutan untuk penggemar Kahitna). Hampir semua lagu yang dibawakan Kahitna sukses dinyanyikan bersama oleh seluruh audiens yang malam itu didominasi oleh para wanita. Nama Yovie Widianto memang menjadi bintang malam itu. Puluhan wanita terus berteriak memanggil namanya ketika lagu yang dibawakan baik oleh Kahitna dan Yovie & Nuno usai. Sungguh pemandangan yang luar biasa melihat kekompakan para Teman Yovie & Nuno dan Soulmate Kahitna. Teks: Amin, Tri, Foto: Surya 50 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
KUMPUL BARENG
INDO BEATLEMANIA CLUB (IBC) @ Indonesian Community Expo 2009 21-22 November, Plaza Timur Senayan ICE adalah acara tahunan yang mempertemukan berbagai komunitas yang ada di Indonesia, mulai dari musik, film, otomotif hingga lingkungan hidup. 2 hari itu sekitar 150 komunitas kumpul bersama dan berinteraksi dengan sesama komunitas maupun dengan pengunjung. Salah satu komunitas musik yang hadir adalah IBC (Indo Beatlemania Club) yang diketuai oleh Dr. Nancy Tobing. Mereka menyumbang hiburan dengan menampilkan band-band tribut yang bernaung di bawah IBC. Sepanjang Sabtu, tampil menghibur pengunjung adalah Top Ten Club Band & Apple Rooftop Band. Kemudian sore harinya, di main stage Zona Music, tampil Today Conversation Band, 909 Band dan Plastic Soul Band. Mereka memainkan lagu-lagu abadi karya Beatles seperti mulai dari ‘I Saw Her Standing There’, ‘Help’, ‘Anytime At All’, ‘Octopus Garden’, ‘Roll Over Beethoven’ hingga ‘Here Comes The Sun’. Kurang meriah? Di booth IBC, band-band tribut nyaris tidak berhenti menyanyikan hits Beatles yang membuat penggemar Beatles puas. Keesokan paginya di tenda activity B, IBC memutar rilis film Beatles terbaru ( Xbox set), ‘090909’, koleksi teranyar anggota senior IBC, Pak Pandu Ganesa. Hingga jam 22.00, booth IBC yang tidak luas itu menjadi titik temu para anggota Beatles yang datang dari Jakarta dan sekitarnya. Lewat acara ini, kembali IBC menunjukkan sebagai komunitas musik yang aktif dan dinamis. Teks: Dr. Nancy Tobing SpP FCCP MARS.), Foto: dokumentasi IBC
iNAFFF 09 13-22 November 2009, blitzmegaplex Jakarta
Indonesia International Fantastic Film Festival 2009 (iNAFFF 09), kembali digelar untuk yang ketiga kalinya. Di Jakarta, iNAFFF 09 berlangsung selama 10 hari mulai 13-22 November 2009 bertempat di blitzmegaplex Grand Indonesia dan blitzmegaplex Mall of Indonesia, sementara di Bandung, iNAFFF 09 berlangsung selama 3 hari mulai 27-29 November 2009 di blitzmegaplex Paris van Java. Festival film khusus bergenre horor, thriller, anime, sci-fi dan fantasy ini di tahun ketiganya berhasil menarik jumlah penonton yang lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya, dengan jumlah penoton mencapai total 12.650 orang selama penayangannya di dua kota tersebut. Film-film yang disukai penonton pun semakin meluas, tidak hanya film Asia saja, namun juga film-film dari luar Asia pun menjadi incaran para penonton, seperti Rec 2 (Spanyol), Paranormal Activity (USA), Dead Snow (Norwegia) dan 4th Kind (USA). Total sebanyak 29 feature film dari berbagai negara diputar pada gelaran iNAFFF 09 ini, 3 feature film Indonesia, dan 8 film pendek dari L.A Lights. Sebagai film pembuka tahun ini, terpilih film produksi dalam negeri berjudul ‘Rumah Dara (Macabre)’ yang diputar pada 13 November 2009 di blitzmegaplex Grand Indonesia. Malam itu, hampir tidak tersisa kursi kosong di Auditorium 1. Semua undangan hadir untuk menyaksikan film arahan Mo Brothers tersebut, meskipun kondisi malam itu hujan dan lalu lintas padat dimana-mana. Selain pemutaran film, seperti biasa iNAFFF 09 juga menggelar “Movie Workshop” gratis yang diadakan pada 21 November 2009. Kali ini mengangkat film teknik bela diri dari film Merantau yang dihadiri oleh Gareth Evans (sutradara), Ario sagantoro (produser), Iko Uwais (pemeran utama), dan Yayan Ruhian (koreografer). iNAFFF 09 di Jakarta ditutup pada 22 November 2009 dengan pemuutaran film ‘4th Kind’ yang menceritakan misteri mahluk luar angkasa yang menghilangkan penduduk di suatu desa di Alaska. Teks: Tri, Foto: dok. Jive 51 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Movies
Zombieland
Jenis Film: Horror Comedy | Sutradara: Ruben Fleischer | Penulis: Rhett Reese & Paul Wernick | Pemain: Woody Harrelson, Jesse Eisenberg, Emma Stone, Abigail Breslin Kalau biasanya film zombie menyeramkan dan perlu ekstra nyali untuk menontonnya, lain halnya dengan film zombie yang satu ini. Memadukan horor dengan komedi, Zombieland menjadi film yang sungguh menghibur! Dua pemuda, Columbus dan Tallahassee, berusaha menyelamatkan diri dari dunia yang telah dikuasai zombie. Dalam perjalanannya, mereka bertemu dengan kakak beradik, Wichita dan Little Rock yang juga sedang bersembunyi untuk menghindari para zombie tersebut. Dengan segala kekonyolannya, mereka berjuang bersama melawan ratusan zombie itu untuk menyelamatkan diri masing-masing.
Penelope
The Descent 2
Jenis Film: Adventure, Horror, Thriller | Sutradara: Jon Harris | Penulis: J. Blakeson, James McCarthy | Pemain: Shauna Macdonald, Natalie Jackson Mendoza, Krysten Cummings Masih menceritakan kelanjutan dari serial pertamanya, dalam The Descent 2 ini dikisahkan Sarah berhasil menyelamatkan diri dari gua bawah tanah tempat ia mendapatkan berbagai mimpi buruk. Namun 5 orang temannya dilaporkan hilang dalam gua tersebut. Karena lupa ingatan akibat ketakutan, Sarah tidak dapat menceritakan kejadian yang menimpanya, hingga ia pun harus meyakinkan polisi bahwa ia tidak bersalah dengan kembali ke dalam gua itu. Bersama tim penyelamat yang dipimpin oleh Dan, Sarah pun kembali menemui berbagai kejadian mencekam di dalam gua tersebut oleh makhluk menyeramkan, Crawlers.
Jenis Film: Drama/ Comedy | Sutradara: Mark Palansky | Penulis: Leslie Caveny | Pemain: Christina Ricci, James Mcavoy, Catherine O’hara, Reese Witherspoon, Peter Dinklage Sebuah kutukan menimpa keluarga aristokrat Wilhern sejak berabad-abad lalu, dimana setiap gadis yang lahir dari keturunannya akan memiliki hidung seperti hidung babi. Penelope Wilhern, putri pasangan Jessica dan Franklin harus menanggung kutukan tersebut sejak lahir. Kutukan baru hilang apabila Penelope berhasil meraih cinta sejati, dan menikah dengan kalangan yang sama dengannya. Meskipun berasal dari keluarga bangsawan, hal ini tidak mudah baginya, karena setiap lelaki yang bertemu dengannya langsung lari begitu melihat wajah Penelope sebenarnya.
Under The Mountain
Jenis Film: Adventure, Mystery, Thriller | Sutradara: Jonathan King | Penulis: Jonathan King, Matthew Grainger | Pemain: Sam Neill, Oliver Driver, Sophie McBride, Tom Cameron, Leon Wadham, Matthew Sunderland Setelah kematian ibunya, si kembar Rachel dan Theo dikirim ayah mereka untuk tinggal bersama paman Cliff dan bibi Kay. Kepindahan itu membuat hubungan Rachel dan Theo justru menjauh. Tiba-tiba mereka tertarik dengan legenda tempat tinggal paman mereka, Danau Pupuke, yang merupakan kawah besar bekas letusan gunung berapi besar. Ternyata, Rachel dan Theo menemukan kenyataan kalau mereka dikejar oleh sosok makhluk alien bernama Mr. Wilberforce untuk dibunuh, karena Rachel dan Theo menyimpan kekuatan gaib. Dibantu oleh Mr. Jones, Rachel dan Theo harus kompak dan saling membantu untuk menghancurkan kekuatan jahat Mr. Wilberforce melalui tangan mereka berdua. Film ini memadukan unsur fantasi dan horror dengan latar belakang dunia nyata dan fantasi.
Paranormal Activity
Jenis Film: Horror | Sutradara/Penulis: Oren Peli | Pemain: Katie Featherston, Micah Sloat, Mark Fredrichs, Ashley Palmer Pasangan muda, Micah dan Katie, baru saja menempati rumah baru yang mereka sewa di San Diego-California. Katie yang dari kecil selalu diganggu oleh roh halus melalui mimpi buruk, membuat Micah penasaran hingga selalu merekam Katie dan dirinya ketika sedang tidur setiap malam melalui video kamera khusus yang dipasang dikamar tidur mereka. Hal ini dilakukan Micah karena mereka tidak berhasil meminta bantuan paranormal untuk mengetahui keberadaan sosok roh halus tersebut. Beberapa hari menempati rumah barunya itu, Micah berhasil merekam sejumlah fenomena mengerikan. Berbagai kejadian aneh mulai sering terjadi setiap harinya. Film besutan sutradara Oren Peli ini sukses mencetak sejarah sebagai film horor low budget (modal USD 10 ribu) paling sukses sepanjang masa. 52 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Desember 1990
SCANDAL OF THE DECADE Penghargaan tertinggi industri musik dunia, Grammy Award menetapkan Milli Vanilli sebagai Best New Artist versi tahun 1990. Duo yang jago menari ini memang pantas menerima banyak penghargaan mengingat prestasi penjualan album yang mencapai 6 kali platinum hanya di Amerika saja. Namun 4 hari kemudian penghargaan grammy itu ditarik kembali akibat terbongkarnya salah satu skandal terbesar dalam industri musik dunia.
Anda pasti selalu mendengar lagu ‘Blame It to the Rain’ atau ‘Girl, I’m Gonna Miss You’ di radio atau di MTV saat mengerjakan tugas sekolah. Rotasi pemutaran lagu ini memang gila-gilaan menyusul gaya tarian yang banyak ditiru, begitu juga cara dandanan dan pakaian mereka. Bukanlah hal yang gampang bagi musisi asal Jerman untuk merajai tangga lagu dunia, namun Fab Morvan dan Rob Pilatus mencapai puncak dunia di bawah naungan nama Milli Vanilli. Hidup di bawah sorotan memang tidak selamanya menyilaukan, apalagi jika memang ada sesuatu yang tidak beres. Media Amerika mulai mempertanyakan penampilan Milli Vanilli yang kelihatan seperti lip-sync saat penampilan mereka di acara MTV pada akhir tahun 1989. Namun pernyataan sang pencipta proyek Milli Vanilli yang bernama Farian-lah yang menampar wajah musik industri pada saat itu. Milli Vanilli yang mereka puja tidak bernyanyi dalam arti sebenarnya selama ini. Album yang telah menjadi koleksi, single yang merajai lantai-lantai dansa, pertunjukan-pertunjukan yang laris manis. Semua seolah-olah menjadi semu. Suara yang dinikmati dan dikagumi ternyata tidak berasal dari sosok yang terwujud dalam poster-poster yang tertempel di dinding kamar. Penggemar marah dan media mengutuk. Namun siapa yang pantas disalahkan? Duo Morvan dan Pilatus? Label rekaman yang menikmati hasil penjualannya? Atau Farian sendiri? Namun bagaimanapun juga kita harus berterima kasih kepada Milli Vanilli karena mereka yang mengenalkan lip-sync pada dunia.
Top Hits Desember 1990 High Enough – Damn Yankees (2) Because I Love You (The Postman Song) – Stevie B (3) Tom’s Diner – D.N.A. Featuring Suzanne Vega (4) Impulsive – Wilson Phillips (5) From A Distance – Bette Midler (6) Justify My Love - Madonna (7) New York Minute – Don Henley (8) Love Will Never Do (Without You) – Janet Jackson (9) Freedom – George Michael (10) Sensitivity – Ralph Tresvant 53 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Clinic
Rudiment (2) Pada kesempatan kali ini, penulis akan melanjutkan pembahasan mengenai beberapa “roll rudiment” yang cukup populer berikut aplikasinya ke dalam drumset, antara lain “five stroke roll & six stroke roll” Sebagai drummer kita banyak menghabiskan waktu berlatih dasar-dasar, tetapi kita seringkali mengalami kesulitan untuk menerapkannya dalam bermain. Pola-pola berikut dimaksudkan untuk menunjukkan beberapa aplikasi praktis untuk berbagai dasar-dasar. Sebagian besar ide-ide yang dibahas di sini cukup sederhana dan dimaksudkan hanya sebagai titik awal. Selanjutnya kita dapat mengaplikasikannya sendiri jauh lebih luas lagi.
5 Stroke Roll Terdiri dari 5 note, dengan tehnik sticking seperti di bawah ini : Bar sebelah kiri menunjukkan notasi yang tertulis, bar sebelah kanan menunjukkan cara memainkannya.
Tehnik ini dapat dimainkan dalam dua ketukan, yaitu “off the beat” (ketukan lemah) :
Dan “on the beat” (ketukan kuat) :
Contoh berikut ini menunjukkan aplikasi fill-in sederhana (biasanya untuk intro), dengan memanfaatkan 5 stroke rolls pada ketukan “off the beat” (Ex.3a) dan “ on the beat” (Ex.3b).
54 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Michael Laquais *
* Penulis adalah Head Instructor Gilang Ramadhan Studio Drummer (GRSD Bintaro) dan tergabung dalam Pendulum Band (progresive rock band) sebagai drummer. e-mail:
[email protected]
Selanjutnya kita dapat menggunakan tehnik ini ke dalam drumset seperti di bawah ini, mainkan hanya di snare (Ex.4a) setelah itu pada snare, tom 1, tom 2 & floor tom (Ex 4b)
5 stroke rolls seringkali digunakan untuk beberapa style seperti funk, rock dan lain-lain. Mainkan di snare & hi-hat terlebih dahulu :
Selanjutnya masukkan dalam bentuk beat seperti ini :
Selain beberapa contoh diatas, 5 stroke rolls juga dapat dimainkan dalam notasi triplet seperti berikut :
6 stroke roll Terdiri dari 6 note triplet 1/8, perhatikan aksennya :
Atau 1/16 triplet
Contoh berikut adalah aplikasi tehnik ini ke dalam drumset, setelah semakin mahir memainkannya, cobalah untuk bereksperimen dengan menggunakan beberapa element drums yang lain (misalnya hi-hat, cymbals, dll)
(Bersambung ke edisi selanjutnya) 55 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Tools
DJ R/EVOLUTION: TONIUM PACEMAKER Setiap beberapa tahun, muncul suatu produk yang melampaui tugasnya sebagai komoditas belaka. Produk-produk ini menggambarkan suatu pemikian yang baru, yang belum pernah ada sebelumnya. Penciptanya digambarkannya sebagai orangorang dengan cara berpikir yang baru tentang sesuatu. Bahwa sesuatu yang dulunya tampak sulit dan eksklusif mestinya jadi mudah dan familiar. Bahwa suatu konseplah yang mestinya menjadi suatu kenyataan masa depan. Karya yang dihasilkannya pun bukan sekedar sebuah benda jual tapi suatu medium untuk mendorong konsepnya tersebut pada kenyataan. Menciptakan masa depan. Salah satu produk demikian adalah Tonium Pacemaker. Tonium Pacemaker adalah pemutar musik digital genggam yang memiliki kemampuan khusus yakni membolehkan pemiliknya menghasilkan mixing dari satu lagu ke lagu berikutnya layaknya seorang disc jockey (DJ). Sebagai DJ di dalam sistem Pacemaker, kita dapat otomatis menyandingkan tempo satu lagu dengan lagu yang lain, mencari cue menggunakan built-in touchpad yang canggih, lantas memicu perpindahan dari satu lagu ke lagu berikutnya dengan smooth. Canggihnya lagi, Pacemaker juga memiliki fitur DJ otomatis yang membolehkan semua yang di atas terjadi secara otomatis. Tonium pacemaker yang berslogan “electronic instruments for human being” ini berangkat dari suatu visi bahwa semua orang dapat menjadi DJ, mampu menampilkan individualitasnya dalam pilihan-pilihan lagunya, dan mampu merealisasikan kreativitasnya membentuk mix dari lagu-lagu tersebut dengan mudah,
kapanpun, dimanapun. Seorang DJ mulai kini bukan lagi sesuatu yang hanya pantas dilakoni oleh beberapa kalangan tertentu saja. Seperti blog yang dengan gampang membolehkan setiap orang menjadi penulis dan penerbit, Tonium membolehkan dengan mudah setiap orang menjadi DJ. Ini adalah revolusi. Penampilan Tonium yang berbeda dari alat-alat pemutar digital lainnya futuristik tapi juga terlihat kokoh, kekar dan militeristik, portable tapi penuh fitur - menggambarkan perancangnya yang ingin pemilik Tonium ini menjadi DJ yang instan namun tetap jumawa. DJ-DJ Tonium digambarkan sebagai orang-orang biasa yang memiliki segudang lagu-lagu – seperti kebanyakan kita sekarang – tapi memiliki suatu ide khusus tentang bagaimana menyusun lagunya menjadi suatu playlist yang unik dan individual, lengkap dengan transisi-transisi antar lagu-lagunya yang personal. Dan tidak ketinggalan, DJ-DJ Tonium juga digambarkan sebagai orang-orang yang gemar sekali membagi ide musiknya ini bersama-sama dengan orang-orang lain sebanyak-banyaknya – mungkin dalam sebuah pesta, event di club, ataupun ketika kumpul-kumpul
Oleh: Rinaldi Triasepta S.T, MSc
Accoustic Engineer
di rumah teman mereka. Dari konsep “create and share” seperti inilah – yang juga dijalankan demikian banyak vendor perangkat teknologi informasi yang merajai dunia seperti Sony, Kodak dan Nokia – Tonium telah sungguhsungguh menjadi perangkat ciri khas abad 21 yang ciri utamanya adalah “give power to the people”; tidak berbeda halnya dengan Wikipedia, Facebook, Twitter, dan Blogspot. Sekelumit fitur-fitur yang dimiliki Tonium Pacemaker antara lain layar resolusi tinggi dengan warna-warna yang cemerlang untuk menampilkan grafik untuk auto beatmatch, loop, pitch speed, dan lain-lainnya; cue control yang dikontrol dengan jari; efek-efek seperti Hi-Cut/Lo-Cut, Key Music; perekaman ke dalam hard disk yang sudah terintegrasi di dalamnya (untuk kemudian di upload ke komputer atau internet misalnya); crossfader seperti mixer DJ; dan sebagainya. Cara paling handal untuk merasakan r/ evolusi DJ paling anyar ini sebenarnya adalah dengan menjajalnya langsung. Namun bagi yang belum bisa dan tertarik mempelajarinya, silakan cek www.pacemaker.net untuk melihat film tutorialnya yang sangat menarik. Selamat ber/evolusi!
‘Tiz ole Skoolz
BILL BRUFORD
A Part And Yet A Part Bagaimana jika seorang musisi bergenre progresif rock memainkan jazz advant garde? “Transisi” ini bisa kita dengar pada album milik grupnya Bill Bruford, Earthworks: A Part & Yet Apart (1999). Bagi penggemar musik rock progresif, nama Bill Bruford besar gemanya. Drummer kelahiran Inggris bernama lengkap William Scott Bruford, sebelumnya pernah bergabung dengan Yes, salah satu band rock progresif terbesar dan terbaik yang pernah ada. Dia juga pernah memperkuat King Crimson, satu lagi nama besar dalam kancah musik rock progresif. Juga pernah ikut tur Genesis. Yes dan King Crimson mulai aktif sejak tahun 70an dan masih aktif hingga saat ini. Sejak keluar dari Yes dan King Crimson, dia memfokuskan pada musik yang dia sukai: jazz. Earthworks adalah salah satu proyeknya. Secara musikal A Part And Yet A Part adalah album modern jazz seperti avant garde, jazz progresif bahkan bisa juga kita masukin sebagai jazz rock. Pengolahannya tidak melulu memainkan progresi kord jazz standard. Di sini tuntutan mengedepankan konsep modern jazz lebih diutaman di antaranya aplikasi sebuah modalitas, tutti/unison yang saling bersahut-sahutan bak percakapan dua sahabat serta frasering dan format lagu. Modalitas secara awam bisa diterjemahkan sebagai lepasnya konsep dari leburnya kebakuan tonalitas yang melulu terpatok pada acuan kord pertama sebagai centernya. Padahal jikta kita pelajari secara detil, konsep modalitas adalah mengkombinasi secara vertikal (konstruksi akord) dan horisontal (gerakan akord). Ditambah lagu alur unison atau beberapa instrumen memainkan notasi dan ritme sama dengan alur yang bebas. Album yang terdiri dari 9 lagu ini memperlihatkan bahwa semua konsep yang disebut di atas bisa ditemui di sini. Beat-beat fusion rock dengan polesan unison/ tutti di track ke 6 sangat mengalir dan penuh nuansa. Improvisasi bebas dan saksofon dilanjutkan dengan arpeggion kord piano yang menggunakan kord-kord altered dominan, menyuguhkan konsep yang menarik. Ditambah lagi tempo lagi yang kemudian didobel swing/bebop untuk kemudian pada bagian coda kembali mengulang tema secara unison/tutti. Konsep-konsep notasi yang terkadang disonan dan melanggar aturan baku tonalitas, menjadi ciri khas album ini. Notasi yang sering berbenturan dengan progresi kord inilah yang menjadi trademark konsep modern jazz. Tak luput juga polyrhytm menghiasi rhythm section, membuat album ini paripurna bagi kita untuk mencicipi taste “modern jazz”. (fikri) 57 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Label
Discipline Global Mobile, 1999
Line Up
• Bill Bruford (drum) • Patrick Clahar (saksofon) • Steve Hamilton (piano, keyboard) • Mark Hodgson (bas)
Tracklist
• No Truce With The Furies • A Part And Yet Apart • Some Shiver, While He Cavorts • Footloose And Fancy Free • Sarah’s Still Life • The Emperor’s New Clothes • Curiouser And Curiouser • Eyes On The Horizon • Dewey-eyed, Then Dancing
MENJADI BAND STUDIO A Collection Of Beatles Oldies Setelah merilis album Revolver pada tanggal 5 Agustus 1966, The Beatles melakukan konser untuk terakhir kalinya pada tanggal 29 Agustus 1966 di Candlestick Park, San Francisco. Setelah melalui berbagai pertimbangan, Beatles akhirnya memutuskan untuk berhenti melakukan konser dan beralih menjadi band studio. The Beatles memutuskan untuk (lagi-lagi) istirahat panjang dan berencana untuk kembali ke studio rekaman pada bulan Desember 1966. George Martin memberi tahu EMI bahwa Beatles tidak akan merilis album baru pada akhir 1966. Untuk mengisi kekosongan, EMI merilis album A Collection Of Beatles Oldies yang berisi kompilasi lagu-lagu Beatles yang pernah sukses sebelumnya seperti ‘She Loves You’, ‘I Want To Hold Your Hand’, ‘Help!’, ‘Eleanor Rigby’ dan sebagainya. Satu-satunya lagu “baru” di album ini adalah ‘Bad Boy’. Lagu ini sebenarnya sudah pernah dirilis di Amerika di album Beatles VI pada tahun 1965, tapi di Inggris, baru pertama kali dirilis di album A Collection Of Beatles Oldies. Tidak adanya lagu baru menjadikan album ini sebagai album Beatles pertama di Inggris yang gagal mencapai puncak tangga album. Album ini hanya berhasil mencapai #4. Pada waktu itu, yang menjadi #1 adalah album (dari film) The Sound Of Music.
Strawberry Fields/Penny Lane Selama masa istirahat pasca rilis Revolver, John Lennon sempat membintangi film ‘How I Won The War’ yang shooting-nya dilakukan di Spanyol, sedangkan Paul McCartney membuat soundtrack untuk film ‘The Family Way’ yang diaransemen oleh George Martin. George Harrison pergi ke India bersama Pattie Boyd, istrinya, untuk belajar sitar pada Ravi Shankar. Ringo… tidak ada catatan mengenai apa yang dilakukan Ringo pada saat itu. Ketika The Beatles berkumpul lagi di studio untuk rekaman, John muncul dengan lagu ‘Strawberry Fields Forever’ dan Paul punya lagu ‘Penny Lane’. Kedua lagu ini diilhami dari tempat yang sering dikunjungi oleh John dan Paul ketika mereka masih kecil. Strawberry Fields adalah nama sebuah panti asuhan dekat rumah John ketika ia masih kecil. Ia sering bermain di pepohonan di sana dan sering diajak ke sana oleh Aunt Mimi ketika ada acara. Penny Lane adalah nama sebuah jalan di pusat kota Liverpool dekat tempat tinggal Paul ketika ia masih kecil. Penny Lane sebenarnya adalah daerah perbelanjaan yang kumuh, tapi entah mengapa sangat berkesan bagi para personil The Beatles. Ketika membuat lagu ‘In My Life’, John pernah berencana memasukkan Penny Lane ke dalam liriknya, tapi akhirnya ia tidak jadi memasukannya. Setahun kemudian, Paul membuat lagu dengan judul ‘Penny Lane’. 58 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Menengok kembali perbandingan John vs Paul yang pernah kita singgung di rubrik ini beberapa waktu lalu, ada beberapa persamaan dan perbedaan yang mendasar dari kedua lagu ini yang mencerminkan cara John dan Paul dalam membuat lagu, antara lain:
John Pada saat itu memiliki kecenderungan untuk membuat lirik yang melukiskan sesuatu secara abstrak/tidak nyata dan mengajak pendengar untuk pergi ke alam bawah sadar. Misalnya, pada lagu ‘Strawberry Fields Foerver’, pendengar disuruh membayangkan bahwa di Strawberry Fields tidak ada yang nyata (“nothing is real”). Pada lagu ‘Lucy In The Sky With Diamonds’, pendengar mesti membayangkan dirinya berada di atas perahu di atas sungai dengan berlatar langit yang berwarna “marmalade” (“picture yourself in a boat on a river with tangerine trees and marmalade skies”), lalu dipanggil oleh gadis yang memiliki mata kaleidoskop yang terbang di atas langit yang bertabur intan. Pada lagu ‘Across The Universe’, pendengar mesti membayangkan rangkaian kata demi kata yang mengalir bagai hujan (“words are flowing out like endless rain”), dan sebagainya. John juga memiliki kecenderungan untuk membuat lagu dengan lirik yang tidak memiliki arti seperti ‘I Am The Walrus’. Sampai sekarang masih ada saja orang yang mencaricari arti dari lirik lagu ‘I Am The Walrus’ meskipun John sudah menyatakan bahwa lirik lagu tersebut tidak memiliki arti.
Paul Lebih suka membuat lirik yang melukiskan sesuatu yang bisa dibayangkan di alam nyata secara mendetil. Misalnya, pada lagu ‘Penny Lane’, pendengar bisa membayangkan di sana ada tukang cukur, bankir dan petugas pemadam kebakaran dengan kesibukannya masing-masing. Pada lagu ‘Eleanor Rigby’, kita bisa membayangkan kehidupan Eleanor Rigby dan Father MacKenzie yang kesepian. Pada lagu ‘She’s Leaving Home’, pendengar bisa membayangkan bagaimana dan mengapa sang gadis meninggalkan rumahnya.
Dari segi lirik, kedua lagu ini menceritakan sesuatu secara deskriptif.
Dari segi aransemen, kedua lagu ini menggunakan segala macam teknik rekaman yang pernah digunakan di album ‘Revolver’ (dan single ‘Paperback Writer/Rain’) yang dirilis sebelumnya. Bedanya, sebagian besar teknik rekaman yang digunakan pada lagu ‘Strawberry Fields Forever’ digunakan juga pada lagu-lagu John yang dirilis di album ‘Revolver’, sedangkan teknik rekaman yang digunakan pada lagu ‘Penny Lane’ digunakan juga pada lagu-lagu Paul yang dirilis di album ‘Revolver’. • ‘Strawberry Fields Forever’: Menggunakan segala macam trik studio yang pernah digunakan pada tahun 1966, misalnya tape loop (‘Tomorrow Never Knows’), ADT (‘Tomorrow Never Knows’, ‘Doctor Robert’), pita vari-speed (‘Rain’) dan rekaman pita mundur (‘Rain’, ‘I’m Only Sleeping’). • ‘Penny Lane’: Menggunakan berbagai macam alat brass (‘Got To Get You Into My Life’), beberapa kali overdub piano (‘Good Day Sunshine’) dan solo yang dimainkan oleh alat tiup (‘For Noone’). Kita akan membahas kedua lagu ini secara lebih detil pada edisi-edisi Beatles Forever berikutnya. 59 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Playback
Bagian 1
SAVE ME FROM MYSELF Kisah Pertobatan Hidup saya tak ubahnya dengan pria lainnya, makan secukupnya dan terkadang membuat marah pria lainnya. Seperti umumnya, selama bertahun-tahun saya seperti berada di antara baik dan buruk. Sama dengan kebanyakan orang, banyak hal yang sudah dikejar dalam hidup ini namun saya merasa kosong dan tak puas. Satu yang berbeda dengan orang lain, waktu kecil saya sering bermimpi menjadi bintang dan berupaya mewujudkan menjadi kenyataan. Saya dapat melakukan segala keinginan, pergi sesuka hati, dan membeli semaunya. Hal lain yang membedakan dengan orang lain, saat saya berhubungan dengan Tuhan, maka selanjutnya ingin meninggalkan dunia musik. Selanjutnya saya ingin masa depan, melupakan masa lalu yang gelap, menempuh di jalan yang baru.
Prolog
Mulanya, saya tidak tahu bagaimana saya berada di sekitar itu. Saya tidak tahu jika saya ingin mengenang masa yang menyiksa dari masa lalu. Sebagai seorang pengikut baru Kristus, saya sudah melakukan proses mengecam masa lalu saya dengan keras dan memberikan cabang baru kesempatan hidup saya. Lantas mengapa saya ingin melupakan masa lalu? Baik, saya berdoa tentang itu, dan setelah banyak pemikiran, saya sadar kembali bahwa masa gelap merupakan proses masa penyembuhan. Saya juga menyadari ingin mencegah tindakan bodoh agar tidak diikuti orang lain. Oleh sebab itu harapan saya ada orang mau menolong dengan menuliskan masa gelap dan keinginan kembali ke jalan Illahi. Namun di sisi lain saya tetap menjadi orang yang penuh dosa. Sebenarnya saya memiliki waktu menjadi orang baik sejak dulu, namun susah untuk diwujudkan. Harapan lain dari tulisan di buku ini bahwa saya ingin menumpahkan perasaan dan keinginan di hadapan teman, saudara, keluarga untuk kembali menjadi pengikut Kristus. Anda lihat sendiri, saya adalah orang yang bersembunyi dalam rasa sakit dan penderitaan. Saya adalah “setan” yang tersisa dunia, ada banyak hal yang terjadi di dalam diri saya hingga tak seorang pun tahu. Ini adalah catatan kehidupan yang penting untuk disampaikan. Sebelum diambil Tuhan, tiada salahnya bila saya ingin menjadi orang yang baik. Dan kini aku telah bersih dan bebas dari hal yang memabukkan. Oleh sebab itu saya berharap cerita di buku ini bias menjadi hal yang mengharukan.
Brian
Kangen Jennea Saat saya di rumah mendengar suara anak perempuan saya, Jennea, yang melompat-lompat di seluruh kamar sembari menyanyi. Ada keakraban bahwa saya tidak selamanya berkutat dengan pekerjaan. Saya juga tekun melihat dia melompat mengelilingi rumah, yang nyaring suaranya saat berusia lima tahun, dan suasanya seperti Shirley Temple (artis cilik terkenal tahun 30an) dengan rambutnya menjuntaikan bulu burung di ikal kecil ringan-coklat yang keriting. Beberapa hari yang lalu, saya baru kembali dari tour musim panas tahun 2004 dengan Korn. Saat itu saya belum sempat bertemu Jennea di musim panas, namun sudah mengemukakan keinginan dalam minggu ke depan untuk berlibur. Jennea itu cinta hidup saya. Dia selalu begitu bahagia, dan kebahagiaannya selalu mencuat dari dalam dirinya. Dia anakku yang cantik dan sulit tertandingi. Saya ingin Jennea menemani bermain gitar setiap malam, dan oleh sebab itu saya memberinya headphone istimewa ini untuk menepis kerinduan saat sibuk tour. Jarang sekali ada seorang musisi rock yang setiap kali berlatih selalu ditemani putrinya, karena biasanya mereka ditemani wanita cantik untuk pelampiasan bercumbu rayu. Pada tahun 2004 saya telah merasakan titik jenuh mengarungi dunia musik rock lengkap dengan kostum dan Foto: brianheadwelch.net raungan permainan gitar. Saya seperti manusia yang merana dalam dosa walau bergelimang harta berjuta-juta dolar di bank dan dikelilingi wanita-wanita cantik. Kondisi itu membuat saya begitu murung dan saya telah bergantung untuk berlari dari kenyataan hidup melalui obat-obatan terlarang. Intinya saya ingin meninggalkan minuman keras dan obat-obatan. Ketika saya tour keliling musim panas itu, saya mengkhayal tentang seandainya saya pingsan dan meninggal dunia di dalam bus tur. Lalu, sesudah saya meninggal, semua akan merindukan dan menyesalkan apa yang telah saya perbuat selama hidup. Akhirnya, saya akan kalap dan berniat kembali ke jalan yang benar. Di sisi lain saya juga memiliki Jennea yang menjadi teman bermain hidup saya. Saya akan mengenang rambut keritingnya yang ringancoklat- indah dan senyumnya yang bisa mengusir semua pikiran tentang kematian. Saya akan memikirkan bahwa saya manusia yang menggelepar untuk ke jalan yang benar. Akhirnya setelah tour, saya akan mencoba bergaul dengannya dan menjadi normal. Saya mencoba tidak mengkonsumsi obat di dekatnya, namun saya memerlukan obat untuk
60 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
(Korn)
Welch - Nugroho Wahyu Utomo -
beraktifitas. Oleh sebab itu saya akan pergi diam-diam entah di mana sambil menghirup meth, atau menunggu sampai dia tertidur dengan hati-hati. Intinya saya masih menjadi tawanan obat. Satu-satunya hal positif adalah saya bersama Jennea dan mendengarkan dia menyanyi sepuasnya, guna menghilangkan bayangan akan kematian. Lalu saya mendengar apa yang dinyanyikannya. Ternyata lagu milik Korn berjudul ‘A.D.I.D.A.S (All Day I Dream About Sex)’. Lagu itu seolah-olah mengingatkan saya apakah selamanya akan menjadi bintang di Korn tetapi jauh dari kebenaran Illahi, atau sebaliknya? Lama saya berpikir untuk meninggalkan Korn, dan kembali ke jalan yang benar. Itu saja belum cukup ketika nanti saya keluar, lantas apa yang akan saya perbuat? ((bersambung)
Disarikan dari buku ‘Save Me from Myself: How I Found God, Quit Korn, Kicked Drugs, and Lived to Tell My Story’ (Harper Collins, 2008)
Paparazzi
AXIS JAKARTA INTERNATIONAL
JAVA SOULNATION FESTIVAL 2009 30-31 Oktober 2009, Istora Senayan
SURYA SLIMS STAGE
PLAYGROUND EMBASSY’S ANNUAL MUSIC FESTIVAL 14 November 2009, Pantai Carnaval, Ancol
62 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
DANCING QUEEN 14 Oktober 2009, Istora Senayan
SoundUp eX Hype! Music
Foto: Surya
20 November 2009, CityHall Atrium eX, Jakarta
63 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
Get SoundUp at These Spots and Shop
JAKARTA
Cilandak Town Square • Brew & Co • The Coffee Bean & Tea Leaf • Dixie • Dome • d’Excelso • Fish&Co • Gloria Jean’s Coffees • M-Studio • Nando’s • Over Rice • Red Ginger • Score! • Soho • Wing Dome • Tartine • 2nd Kitchen • Mother’s Cook • Do An • Pams • Mangkok Putih • Bistro Delifrance • Mixx Grill • Chatter Box • Double Decker • Freezium • Secret Recipe • Billiechick • D’Crepes • iBox • d’Place • Asahi • Churrasco • Thai Express •Coid Stone Creamery •Starbucks Coffe Mal Pondok Indah I • American Grill • Daily Bread • Lee Cooper • Secret Recipe • Spaghetti House • Disc Tarra Mal Pondok Indah II • Avenue A Pizza • Bakerzin • CinnZeo • Daily Bread • Gelare • Gelatissimo • MusiKlub • NYDC • PHO’2000 • Fish&Co • Red Tomato • Regal Coffee • Kafe Victoria • Saint Cinnamon • Ya Kun Kaya Toast • Haagen-Dazs • Billiechick • Chatter Box • Hot Shots • Sony Center • Rockets Plaza Semanggi • American Grill • Avenue A Pizza • Gloria Jean’s Coffees • SAS Cafe - Sky Dinning • Soho Music • Starbucks Coffee • www.bukumusik.com Plaza Senayan • Billiton Bistro • Café Oh La La • Kafe Victoria • Nannini Grill • Courtyard • Haagen-Dazs • Ya Kun Kaya Toast • The Coffee Bean&Tea Leaf • Starbucks Coffee • Chatter Box • Din Tai Fung • Sony Center • MG Music&Audio • BlackCat (Plaza Senayan Arcadia) Senayan City • Café Oh La La • d’Excelso • Hot Shots • iBox • PHO’2000 • Takigawa • Pizza Marzano • Starbucks Coffee • Rockets • Krispy Kreme • Ita~Suki • Secret Recipe • Spageddies • Yoshoku • Urban Kitchen • Soho • Chatter Box • RAJA’s • Rice • Hanei Plaza Setiabudi • Ya Kun Kaya Toast • Amadeus • Mangkok Putih • Chatter Box • Frankfurter • Imperial Cakery •
Krispy Kreme • Churrasco • Platters • Ta Wan • Sing Sing Japanese Ramen • Spinelli • Starbucks Coffee • Ming • Miethai • Pisa Café&Resto • Dabu-Dabu • D’Music
88 • Gloria Jean’s Coffees, Plaza Adorama • Pizza Marzano • Star Deli • The Rock Café, Grand Flora Hotel • Krispy Kreme • Café Amor • Tamani Kafe • The Green
Plaza Indonesia • Aksara Bookstore • Dome • The Coffee Bean&Tea Leaf • Segafredo Zanetti • Starbucks Coffee • Corica • Sausage World • Secret Recipe • d’Excelso • Krispy Kreme • Chatter Box • Courtyard • MG Music&Audio
Panglima Polim • Bosarita • MG Music&Audio • Takigawa
EX Plaza Indonesia • Hard Rock Cafe • DJ Booth • The Burger Spot • Andersen’s • Saint Cinnamon • Ya Kun Kaya Toast • California Pizza kitchen • Pain de France • PHO’2000 • Fish&Co • Beppu Menkan • Red Tomato • iBox • Sony Center • Haagen Dazz
Golden Plaza (D’Best) • DT Sound Music Studio • Elfa Secioria Music School • Nayada Kanca Music Studio
Grand Indonesia • Pizza Marzano • Starbucks Coffee • Chatter Box • Digital Beat-Blitz Megaplex • Krispy Kreme • Sony Center • NYDC • T-Rex Family Karaoke Mal Taman Anggrek • Musik Plus • Andersen’s • Saint Cinnamon • The Venus Bistro • Fish&Co • Ta Wan • Beppu Menkan • Canton Bay • Pizza Matrix Mal Kelapa Gading & La Piazza • American Grill • Chatter Box • Dome • Hot Shots • iBox • Krispy Kreme • La Porchetta • Lee Cooper • Segafredo Zanetti • Starbucks Coffee • Takigawa • Tarra Megastore • The Venus Bistro • Ya Kun Kaya Toast • Tiamo • Secret Recipe • Churrasco • CinnZeo • Sony Center Pacific Place - SBCD Sudirman • A Presto by Crystal Jade • Coffe World • Cinnzeo • Crystal Jade Restaurant • Fiano • Fish N Co • Haagen Dazz • Hot Shots • Over Rie • Pasta Matrix • Secret Recipe • Segafredo Zanetti • Sony Center • Starbucks Coffe • Tator Cafe • Y&Y Pluit Village • Disc Tarra • Rice Bowl • Golden Rice • Ajisen • Ta Wan • Fuji Restaurant Kemang • The Coffee Bean&Tea Leaf, Plaza
Wijaya • Music Pool-Family Karaoke, Grand Wijaya Center • Tee Box, Wijaya II
Pancoran • Bistik Baqar, TIS Square • Dome, TIS Square • Gang Gang Sulai, TIS Square • Kedai Tiga Nyonya, TIS Square • Starbucks Coffe • Toko Yahud Naif’s Merchandise, Pancoran Timur Menteng (Hotel Formule 1) • Café Oh La La • Brew&Co • Hot Shots • Starbucks Coffee • Pizza Marzano, Menteng Huis • Kafe Pisa, Gereja Theresia Cikini • AMI • Au Lait Café • Mario’s Place • Tator Cafe Others • Bistro 54, Teuku Cik Ditiro • Café Oh La La, Menara Cakrawala • Café Oh La La, Mal Puri Indah • Corica, Pluit Permai Raya • Daily Café, STC Senayan • Gading Music School & Studio Band, Kelapa Gading • Gilang Ramadhan Studio Drummer, Bintaro • Grounds Coffee, JakTV • iBox, Puri Imperium • iBox, Ratu Plaza • Indobeatles Mania Club Jakarta • Institut Musik Indonesia, Pulo Lentut • Kopi Luwak - Blok M Plaza • Komunitas Jazz Kemayoran • Moonlight House Of Rhythm, KH Mas Mansyur • Multiplus, Kebon Jeruk • Multiplus, Tanjung Duren • Musik Plus, Blok M Plaza • Musik Plus, Sarinah Dept. Store-Thamrin • OZRadio 90.8 FM • Radio Mercu Buana 107.1 FM, raya meruya selatan • Ringmaster - Blok M Plaza • Pizza Marzano, Sudirman • Sing!, FX, Sudirman • Trimusica Art Center, Muara Karang • Wanna B,
K.H. Ahmad Dahlan • Willy Sumantri Music School, Muara Karang • Viky Sianipar Music Center, Minangkabau • Planet Hollywood, Gatot Subroto • 9 Clouds, Menara Jamsostek • Clairmont Bistro, Bulungan • The Coffee Bean & Tea Leaf • Trans TV
BANDUNG
Cihampelas Walk • Score! • Soho • Pisa Café & Resto • Dago Vienna Juicee & Kafein Ardan • Le Petit Paris cafe & bakery Others • Aquarius, Ir. H. Djuanda • Borobudur Cd, Borma Setiabudi • Borobudur Cd, Compugraf Wastu Kencana • Common Room, Kyai Gede Utama • Distro Chronic, Kalimantan • Digital Beat, Blitz Megaplex-Paris van Java • Disc Tarra Dago Ir. H. Djuanda • Lemonade Cafe & Karaoke - PAris Van Java • Indobeatles Mania Club Bandung • Potluck Café, H. Wasyid • Produa 96FM RRI Bandung, Diponegoro • Radio MGT 101.1FM • Warung Laos, Prof. Eyckman
SEMARANG • RCT FM 101,2, Bukit Ratih
SOLO
• Prambors 99,2FM, Solo Permai
SURABAYA
• Aquarius Music, Polisi Istimewa • Disc Tarra, Galaxy Mall • DJ FM Radio • Illegal Music Studio, Bendul Merisi Selatan • WIN Audiophile, Pakuwon Trade Center
YOGYAKARTA
• Akademi Music Jogja/Anima Music College • Alamanda Music Corner, Alamanda • Dixie Easy Dining, Gejayan • Indobeatles Mania Club Jogja • Swaragama 101.7 FM, Bulaksumur • Warta Jazz, Munggur
BALI
• CDBS 94,5FM, Ngurah RaiSanur • Kuta106FM, Kuta • Phoenix FM, Renon-Denpasar
Encore
TENTANG FILM SCORE PENGARUH MUSIK DALAM SEBUAH FILM - Fikri Salem -
Entah darimana sejarah kata-kata film score dimulai, yang pasti ketika tahun 1950 sudah mulai tumbuh seiringan dengan munculnya film-film berbalut musik orkestra. Terminologi film score mungkin masih rancu dengan istilah “soundtrack”. Yang ini lebih ke featuring lagu-lagu dengan menggunakan band atau penyanyi solo sedangkan film score lebih untuk mengiringi film itu sendiri atau background musik film tersebut. Jadi lebih ke suasana film tersebut,atau bahasa kerennya “ambience”. Satu-satunya tujuan musik dalam film adalah untuk menjelaskan “mood” dari tiap scene. Di sini lewat musiknya, sang composer memberitahu para penonton apa yang harus mereka rasakan ketika menonton film. Adakah nuansa tegang, horor, gembira, sedih berhasil direpresentasikan oleh musiknya? Saya pernah ngobrol sharing dengan beberapa sutradara di negeri ini tentang film score mengatakan bahwa pengaruh musik untuk film adalah 40% dari film sendiri. Kebutuhan film score itupun relatif berbeda antara film satu dengan film lain dan tergantung kategori filmya. Drama, action, komedi, thriller kah atau lainnya..Kalau dideskripsikan secara singkat, musik yang dibutuhkan ada beberapa jenis seperti full orkestra, full band, choir atau sekedar efek suara yang terdiri dari beberapa synthesizer/ pads untuk mempermainkan emosi penonton film tersebut. Dan yang penting lagi,film score bisa match dengan adegan-adegan filmnya. Untuk masalah teknis maupun ide musikal, tergantung dari masing-masing komposernya. Apakah dia sekedar memainkan musik yang ada atau murni buah ide si komposernya sendiri. Banyak sekali komposer film score di dunia ini yang benar-benar jenius karya-karyanya. Yang paling dikenal di kepala saya adalah John Williams, Hans Zimmer, Henry Mancini dan lain-lain. Favorit film score saya adalah ‘Star Wars’, ‘Jurassic Park’, ‘The Godfather’, ‘Back To The Future’, ‘The Lord Of The Rings’, ‘The Bourne’ series dan masih banyak lagi film score yang benar-benar berkualitas secara musikal selain filmnya memang bagus. Industri ilustrasi musik cukup berkembang pesat. Tak hanya film layar lebar saja yang memakai musik, advertorial produk-produk massal pun memakai musik sebagai daya tarik dalam beriklan. Dan sesuai perkembangan jaman, proses rekaman untuk membuat musik sangat simple. Tiap orang pun bisa melakukannya dengan hanya bermodal PC/komputer dan Midi Controller tanpa harus pergi ke studio musik. Dengan harga handycam/ camcorder semakin murah, tidak ada salahnya kalau kalian coba bikin/isi musik untuk film yang kalian bikin sendiri. Rubrik ini terbuka buat siapa saja yang mau nulis uneg-uneg, ide atau apapun boleh sepanjang masih berkaitan (atau sengaja dikait-kaitkan!) dengan musik ;-). Kirim artikel antara 1600-2000 karakter dan sertakan foto keren Anda (kalau mau) ke
[email protected] 66 | SoundUp | With The Sound of Music | Desember 2009
h gar u k n e “p untu k i s mu adalah film ari film d 40% ndiri” se