BIOREMEDIASI LIMBAH MENGANDUNG MERKURI MENGGUNAKAN BAKTERI TEMPATAN DENGAN SISTEM BIOREAKTOR DAN LAHAN BASAH BUATAN
SENDY BEATRIX RONDONUWU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
i
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
Dengan ini saya menyatakan dengan benar bahwa disertasi “Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri menggunakan Bakteri Indigenous dengan Sistem Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Sendy B. Rondonuwu NRP P061060051
ii
ABSTRACT SENDY BEATRIX RONDONUWU. Bioremediation of Mercury using Indigenous Bacteria with Bioreactor and Artificial Wetland Systems. Under supervision of DWI ANDREAS SANTOSA, BIBIANA W. LAY and SUPRIHATIN. Small scale gold mining (SSGM) Talawaan-Tatelu, North Minahasa District, North Sulawesi Province, operated since 1998, utilizes mercury in processing gold material and creates mercury waste that pollutes rivers, soil, plants, and air in the area. Sample data of 2002 to 2006 showed that there were mercury pollution in the area. Bioremediation using microbe is a more effective and efficient technology for cleaning of mercury contaminated environment. This experiment was aimed to: (1) identify, characterize and test the mercury-reducing bacteria from SSGM Talawaan-Tatelu; (2) study the ability of bioreactor and artificial wetland using the mercury-reducing bacteria from SSGM, active carbon, aquatic plant (Typha sp. and Eichornia crassipes) in reducing mercury during 6 days biofilm formation. The experiment was carried out in Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) Laboratory, Bogor. Soil sample was taken collected from SSGM Manado. The results of the experiments revealed that there were 10 superior isolates of mercury-reducing bacteria that were able to grow in Luria Bertani medium containing 500 ppm HgCl 2 . Those identified as Bacillus sp. group were ICBB 9116, ICBB 9118, ICBB 9121, and ICBB 9122. There were two isolates of Brevibacillus sp. group, namely ICBB 9123 and ICBB 9124; and one isolate for each of Micrococcos luteus, Pseudomonas sp, Morganella morganii, Eschericia coli were ICBB 9120, ICBB 9115, ICBB 9119, ICBB 9117, respectively. The top four highest capability of isolates in reducing mercury, are as follows i.e. ICBB 9120 can reduce 79.42% - 98.65%, ICBB 9119 (80.10% - 97.06%), ICBB 9118 (80.60% - 98.62%), and ICBB 9121 (79.15% - 98.50%). Mercury reduction capability in bioreactor using isolate ICBB 9118 was 98.89%, ICBB 9119 was 98.73%, ICBB 9120 was 99.12%, and ICBB 9121 was 99.33%. The observation results showed that Bacillus sp. ICBB 9121 had the highest capacity in reducing mercury. Typha plant, carbon active, and water hyacinth were used simultaneously with microbes within bioreactor showed their ability in reducing mercury with the level of 98.50%, 97.96%, and 96.73, respectively. The experiment results of artificial wetland reactor demonstrated that the capacity of active carbon, typha plant, and water hyacinth, in reducing mercury without microbes were 85.34%, 82.18%, and 44.25%, respectively. Keywords: bioremediation, mercury-reducing bacteria, mercury, bioreactor, artificial wetland
iii
RINGKASAN SENDY BEATRIX RONDONUWU. Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri Menggunakan Bakteri Tempatan dengan Sistem Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan. Dibawah bimbingan : DWI ANDREAS SANTOSA, BIBIANA W. LAY dan SUPRIHATIN. Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Talawaan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara yang mulai beroperasi 1998 menggunakan merkuri dalam memproses
produk emas menghasilkan limbah merkuri yang mencemari
sungai, sumur, tanah, tanaman, dan udara yang ada dilokasi dan sekitarnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa telah terjadi pencemaran merkuri di lokasi tersebut berdasarkan data sampel tahun 2002 s/d 2006. Bioremediasi dengan menggunakan bakteri merupakan suatu teknik pembersihan lingkungan tercemar merkuri yang efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengisolasi dan mengkarakteristik serta menguji aktivitas bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK Talawaan-Tatelu; (2) mengkaji kemampuan bakteri pereduksi merkuri, arang aktif, tanaman typha
dan
tanaman eceng gondok menggunakan bioreaktor dalam mereduksi merkuri; (3) mengkaji kemampuan tanaman typha, tanaman eceng gondok, dan arang aktif menggunakan reaktor lahan basah buatan dalam mereduksi merkuri.
Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor. Sampel tanah diambil dari PESK Talawaan-Tatelu. Isolasi dilakukan dengan metode sebar, contoh tanah diencerkan dengan larutan fisiologis (8.5 g NaCl/l) sampai dengan pengenceran 10-4, kemudian disebar pada media Luria Bertani (LB) yang mengandung 10 ppm HgC1 2 dan diinkubasi pada suhu 27°C selama tiga hari. Isolat yang diperoleh diseleksi berdasarkan kemampuan tumbuh pada media LB yang telah ditetesi dengan berbagai konsentrasi Hg, dikarakterisasi
iv
morfologi dan diidentifikasi sampai tingkat genus serta diuji aktivitas bakteri tersebut dalam mereduksi merkuri. Penelitian ini memperoleh 10 isolat bakteri pereduksi merkuri yang mampu tumbuh pada 500 ppm HgCl2 yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp. ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, Bacillus sp. ICBB 9121, Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB 9124. Reduksi merkuri kelompok bakteri gram positif berbentuk batang berspora adalah Bacillus sp. ICBB 9116 sebesar 77.79% - 96.00%; Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 80.60% - 98.62%; Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 79.15% 98.18%; dan Bacillus sp. ICBB 9122 sebesar 52.65% - 96.46%. Hasil reduksi merkuri dari kelompok bakteri gram positif berbentuk batang dan bulat berturut-turut yaitu: Brevibacillus sp. ICBB 9123 sebesar 63.75% - 94.91%; Brevibacillus sp. ICBB 9124 sebesar 69.27% - 96.40%; dan Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 79.42% - 98.65%. Hasil reduksi merkuri kelompok bakteri gram negatif berbentuk batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115 sebesar 59.69% - 96.20%; Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 80.10% - 98.50%; dan isolat Eschericia coli ICBB 9117 sebesar 53.76% - 95.19%. Reduksi merkuri dalam sistem bioreaktor selama 6 hari pembentukan biofilm menggunakan Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 98.89% (dari 6.85 menjadi 0.076 ppm), Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 98.73% (dari 6.72 menjadi 0.085 ppm), Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 99.12% Bacillus sp.
(6.92 menjadi 0.061 ppm), dan
ICBB 9121 sebesar 99.33% (6.61 menjadi 0.044 ppm). Kemampuan
mereduksi merkuri reaktor lahan basah buatan selama 3 hari dengan tanaman typha sebesar 82.18% (dari 6.96 menjadi 1.24 ppm), dengan eceng gondok sebesar 44.25% (dari 6.96 menjadi 3.88 ppm), dan arang aktif sebesar 85.34% (dari 6.96 menjadi 1.02 ppm).
v
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepenttingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor
vi
BIOREMEDIASI LIMBAH MENGANDUNG MERKURI MENGGUNAKAN BAKTERI TEMPATAN DENGAN SISTEM BIOREAKTOR DAN LAHAN BASAH BUATAN
SENDY BEATRIX RONDONUWU
Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
vii
Judul
: Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri Menggunakan Bakteri Tempatan Dengan Sistem Bioreaktor Dan Lahan Basah Buatan
Nama
: Sendy Beatrix Rondonuwu
NRP
: P061060051
Program Studi
: PSL
Komisi Pembimbing
: Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS Prof. Dr. drh. Bibiana W. Lay, MSc. Prof. Dr. -Ing. Ir. Suprihatin
Ujian Tertutup telah dilakukan pada Hari/Tanggal
: Jumat/ 13 Januari 2012
Waktu
: 08.30 - selesai
Tempat
: Ruang Riau 1, Lt 1 Sekolah Pascasarjana IPB Baranang Siang, Bogor
Penguji Luar Komisi
: Prof. Dr. Ir. Erliza Noor Dr. Ir. Rahayu Widiastuti, MSc
Ujian Terbuka Hari/ Tanggal
: Rabu/ 25 Januari 2012
Waktu
: 08.30 - selesai
Tempat
: Ruang Sidang III Departemen AGH Wing 8 Level 5 Kampus Darmaga IPB, Bogor
Penguji Luar
: Dr. Ir. M. Yusron, MSc Kepala Bidang Program dan Evaluasi Pusat Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Departemen Pertanian RI Dr. Ir. Untung Sudadi, MSc Dosen DISTL, Departemen Ilmu Tanah & Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Bogor
ix
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi dengan judul “Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri Menggunakan Bakteri Tempatan dan Tanaman dengan Sistem Bioreaktor dan Lahan
Basah Buatan”. Disertasi ini merupakan salah satu syarat penyelesaian
pendidikan program Doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa MS, Prof. Dr. drh. Bibiana W. Lay, MSc. dan Prof. Dr.Ing. Ir. Suprihatin selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sejak penyusunan proposal, pelaksanan penelitian hingga selesainya penyusunan disertasi ini. 2. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah banyak memberikan arahan, dorongan dan motivasi selama masa studi sampai penyusunan disertasi ini. 3. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa yang telah menyediakan bahan penelitian dan peralatan laboratorium sehingga penulis dapat menyelesaikan keseluruhan tahapan penelitian. 4. Rektor Universitas Sam Ratulangi dan Dekan Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi, yang telah memberikan kesempatan dan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 5. Seluruh staf dan teknisi pada Laboratorium Bioteknologi Lingkungan, Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan penelitian.
x
6. Pimpinan Dikti Mendiknas yang telah memberikan beasiswa program doktor kepada penulis sehingga dapat melanjutkan studi S3. Akhirnya penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan disertasi ini.
Bogor, Januari 2012 Sendy B. Rondonuwu
xi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara
pada tanggal 30 Mei 1964,
merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Abo Denatos Rondonuwu (almarhum) dan Amelia Sumual (almarhumah). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Manado, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1992, penulis diterima di Program Studi Agronomi pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1995. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai Dosen di bidang Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sam Ratulangi Manado sejak tahun 2000. Sebelumnya penulis menjadi Anggota Dewan Kota Manado tahun 1997-1999.
xii
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….……… xiv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………............
xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………. xvi 1. PENDAHULUAN…………………………………………………………………
1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………...................
1
1.2. Kerangka Pemikiran……………………………………………................... 3 1.3. Perumusan Masalah…………………………………………………...........
4
1.4. Pertanyaan Penelitian……………………………………….........................
6
1.5. Tujuan Penelitian………………………………………………...................
6
1.6. Hipotesis……………………………………………………......................... 6 1.7. Manfaat Penelitian………………………………………….........................
7
1.8. Kebaharuan…………………………………………………........................
7
2. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….......................
9
2.1. Keadaan di Lokasi PESK Talawaan-Tatelu……………………................... 9 2.2. Karakteristik Merkuri…………………………………………………......... 11 2.3. Bioremediasi Menggunakan Bakteri……………………….......................... 14 2.4. Bioremediasi Menggunakan Bioreaktor……………………………………
19
2.5. Bioremediasi Menggunakan Tanaman…………………………................... 22 2.6. Lahan Basah Buatan……………………………………………................... 27 3. METODE PENELITIAN………………………………………………………….. 29 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………….
29
3.2. Bahan dan Alat Penelitian………………………………………………….. 29 3.3. Pelaksanaan Penelitian…………………………………………...................
30
3.3.1. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri……………………………...
30
3.3.2. Pengujian Aktifitas Bakteri Pereduksi Merkuri……………………..
35
3.3.3. Pertumbuhan BPM pada Berbagai Kondisi Lingkungan…………....
36
xiii
3.3.4. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Bioreaktor Biofilm BPM……
36
3.3.5. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Lahan Basah Buatan………..
38
3.4. Metode Analisa…………………………………………………………….
39
3.5. Penyimpanan Biakan Bakteri Pereduksi Merkuri………………………….
40
4. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………
41
4.1. Isolasi Bakteri Pereduksi Merkuri………………………………………….. 41 4.2. Seleksi Bakteri Pereduksi Merkuri…………………………………………
42
4.3. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri…………………………………….. 43 4.4. Pertumbuhan BPM pada Berbagai Kondisi Lingkungan…………………...
50
4.5. Uji Aktivitas Bakteri Pereduksi Merkuri…………………………………...
54
4.6. Pengolahan Limbah Menggunakan Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan…
60
4.6.1. Kemampuan Mereduksi Hg dalam Bioreaktor…………………………...
61
4.6.2. Kemampuan Mereduksi Hg dalam Lahan Basah Buatan………………...
64
5. SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………….. 66 6. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...
68
LAMPIRAN………………………………………………………………………….. 75
xiv
DAFTAR TABEL Halaman
1
Hasil uji 31 isolat dengan media LB dari berbagai lokasi sampling……...
41
2
Kemampuan tumbuh isolat dari PESK Talawaan-Tatelu…………………
42
3
Uji morfologi dan fisiologi kesepuluh BPM………………………………
49
4
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan sepuluh isolat BPM………………
50
5
Pertumbuhan sepuluh isolat BPM pada berbagai nilai pH………………..
54
6
Hasil reduksi merkuri kesepuluh isolat BPM dalam tabung reaksi……….
55
7
Prosentase reduksi merkuri kesepuluh isolat BPM dalam tabung reaksi…
57
xv
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Bagan alir kerangka berpikir……………………………………………..... 4
2
Bagan alir perumusan masalah…………………………………………….
5
3
Jenis-jenis Tanaman Lahan Basah (Khiatuddin, 2003)……………………
25
4
Tanaman Eceng gondok (a) dan tanaman Typha (b)………………….......
26
5
Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan bioreaktor biofilm bpm…
38
6
Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan reaktor lahan basah……..
39
7
Bentuk Koloni ke-10 bakteri pereduksi merkuri…………………………..
47
8
Bentuk Sel ke-10 bakteri pereduksi merkuri……………………….……...
48
9
Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9123………………..………
51
10
Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9124………………..………
51
11
Kurva pertumbuhan isolat Morganella sp. dan Micrococcos sp….………
52
12
Kurva pertumbuhan kedelapan isolat bpm….……………………………..
53
13
Hasil reduksi pada berbagai konsentrasi merkuri (kontrol)………………. 56
14
Prosentase reduksi merkuri bakteri Gram positif batang berspora….....
58
15
Prosentase reduksi merkuri bakteri Gram positif batang dan bulat...….
59
16
Prosentase reduksi merkuri bakteri Gram negatif batang……………...
59
17
Pertumbuhan isolat bpm terpilih pada uji bioreaktor……………………… 60
18
Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor berisi batuan 63 Vulkanik…………………………………………………………………… Prosentase reduksi merkuri tanaman typha, eceng gondok, dan arang aktif 64 menggunakan bioreaktor berisi bpm……………………............................ Prosentase reduksi merkuri tanaman typha, eceng gondok, dan arang aktif 65 menggunakan bioreaktor berisi bpm……………………………………….
19 20
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1
Peta Lokasi PESK Talawaan-Tatelu………………………………………
76
2
77
5
Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk batang berspora……………………………………………………….. Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk batang dan bulat tidak berspora…………………………….……….. Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram negatif bentuk batang……………………………………………………………….... Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor bpm……………
6
Hasil reduksi merkuri menggunakan bakteri……………………………...
81
7
Hasil reduksi merkuri dalam reaktor Lahan Basah Buatan……………….
83
8
Pengolahan limbah merkuri menggunakan bioreaktor ……………..
84
9
Pengolahan limbah merkuri menggunakan lahan basah buatan……
85
3 4
78 79 80
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sulawesi Utara adalah daerah di bagian utara dari pulau Sulawesi yang dikenal dengan pulau Celebes, terletak pada 0°30' - 4°30' LU dan 124°-127°BT. Manado adalah ibukota provinsi yang terletak di Teluk Manado dikelilingi oleh beberapa pulau, salah satunya pulau Bunaken yang memiliki Taman Laut Nasional dengan bukit karang yang indah tempat rekreasi para turis baik turis domestik maupun turis mancanegara. Terdapat 3 sungai kecil yang mengalir masuk ke Teluk Manado, salah satunya ke muara Talawaan dengan jarak 20-30 km dari Manado yang melewati tempat penambangan emas skala kecil di Talawaan-Tatelu. Aktivitas penambangan emas dialiri air yang berasal dari puncak Gunung Klabat ( 1995 meter) dengan luas area kurang lebih 34.400 ha. Pertambangan di Talawaan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara merupakan salah satu lokasi pertambangan emas skala kecil (PESK) di Sulawesi Utara. Pertambangan emas rakyat ini memiliki produk limbah yang mengandung logamlogam berat yang dapat membawa efek buruk bagi lingkungan karena adanya elemen toksik yang digunakan dalam proses ekstraksi logam mulia (emas). Pertambangan rakyat ini dilakukan sejak tahun 1997 dan melibatkan 262 sampai dengan 3289 penambang. Limbah hasil pengolahan emas dibuang di sekitar daerah pengolahan yang biasanya berada di sekitar daerah aliran sungai, sehingga limbah yang mengandung merkuri akan mengkontaminasi sepanjang aliran sungai dan lingkungan sekitarnya. Jika alam telah tercemar maka makhluk hidup juga akan turut tercemar pula, dan pencemaran yang masuk melalui jalur makanan, dampaknya akan sampai pada manusia. Sampai saat ini penanganan limbah merkuri di PESK Talawaan-Tatelu belum dilakukan secara serius. Data penelitian awal tahun 2002 menunjukkan konsentrasi merkuri (Hg) pada tailing sebesar 55.16 ppm, sedimen sebesar 2.59 ppm, tanah sebesar 2.19 ppm, rumput sebesar 1.47 ppm, ikan sebesar 0.85 ppm, dan kerang sebesar 2.10 ppm (Tulalessy, 2005). Hasil penelitian dari CETEM (Centro de Tecnologia Mineral),
2
2004 berdasarkan kurang lebih 250 sampel di akhir tahun 2003, menunjukkan bahwa kandungan rata-rata merkuri pada moluska di bagian hilir dari tempat operasi tambang sebesar 2.6 ppm, pada tanah sepanjang sungai Talawaan sebesar 91 ppm, pada tanaman mulai dari lokasi tambang menuju hilir sungai sebesar 317 ppm, dan di lokasi pertambangan sebesar 317.6 ppm. Data penelitian menunjukkan bahwa air limbah tambang emas rakyat mengandung merkuri sebesar 9.03 mg/l dan tumbuhan air yang paling efektif sebagai agen bioremediasi adalah teratai (Nelumbium nelumbo) dengan biomassa 15 kg mampu menurunkan kadar merkuri air limbah hingga 0.02 mg/1 dengan Indeks Bioremediasi (IBR) 99 % terjadi pada hari ke-15 (Palapa, 2009). Kandungan merkuri di lokasi PESK Talawaan-Tatelu berdasarkan hasil penelitian telah melewati baku mutu lingkungan. Baku mutu adalah batas / kadar maksimum suatu zat atau komponen dari kegiatan manusia atau proses alam yang diperbolehkan berada pada suatu lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif. Standar baku mutu kelimpahan logam berat merkuri pada tanah berkisar <10300 ppm, pada air berkisar 0.01-0.05 ppm, dan pada sedimen sungai berkisar <10100 ppm (Stwertka, 1998). Merkuri merupakan logam berat yang sangat toksik terhadap organisme. Semua bentuk merkuri, baik dalam bentuk unsur, gas maupun dalam bentuk garam merkuri organik adalah beracun. Merkuri memiliki waktu tinggal (residence time) ribuan tahun yang akan mengendap pada sedimen dan masuk serta terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan yaitu: melalui pernapasan, saluran pencernaan dan kulit sehingga dapat menimbulkan kematian (Wardhana, 2004). Metode-metode remediasi (proses penyehatan) berbasis fisika dan kimia telah dikembangkan dan diterapkan untuk mengatasi pencemaran. Dalam dua dekade terakhir penelitian, pengembangan dan penerapan metode remediasi berbasis biologi khususnya mikroorganisme mendapat perhatian luas di Amerika, Australia, dan Eropa termasuk Indonesia karena memiliki potensi aplikasi yang sangat luas, efektif, dan relatif murah. Metode bioremediasi merupakan proses penyehatan (remediasi)
3
secara biologis terhadap komponen lingkungan, tanah dan air yang telah tercemar oleh kegiatan manusia (Said dan Fauzi, 1996). Dengan demikian jelaslah bahwa lokasi PESK di Talawaan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara telah mengandung logam berbahaya merkuri yang sangat mengkhawatirkan karena telah melebihi ambang batas baku mutu lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dalam masalah penanganan limbah merkuri akibat aktivitas penambangan emas rakyat. Bioremediasi adalah salah satu teknik penyehatan lingkungan dengan
memanfaatkan proses biologi dalam
mengendalikan pencemaran yang telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri. Teknik bioremediasi sangat efektif dan murah dari sisi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun.
1.2. Kerangka Penelitian Pertambangan emas skala kecil (PESK) di lokasi Talawaan-Tatelu telah beroperasi mulai tahun 1997 dengan menggunakan merkuri dalam memproses produk emas. Pertambangan ini menghasilkan limbah cair, limbah padat, dan uap merkuri yang mencemari sungai, sumur, tanah, tanaman, dan udara yang ada di lokasi pertambangan dan sekitarnya. Data penelitian menunjukkan telah terjadi pencemaran merkuri di lokasi tersebut, namun belum ada upaya penanganan limbah dan penyehatan lingkungan disekitarnya. PESK di lokasi Talawaan-Tatelu memberikan dampak positif dan negatif terhadap aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Dampak positif dari aspek sosial seperti perbaikan sarana transportasi, dan dari aspek ekonomi menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan. Sedangkan dampak negatif yang dirasakan dari aspek sosial yaitu terciptanya kesenjangan sosial, dan dari aspek ekonomi mengakibatkan perubahan pola hidup, serta dari aspek ekologi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Logam berat merkuri merupakan salah satu jenis pencemar yang mendapat perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah karena memiliki sifat racun yang
4
kuat dibandingkan dengan logam berat lainnya. Merkuri dapat terakumulasi dan tetap tinggal dalam tubuh makhluk hidup dengan jangka waktu yang lama sebagai racun.
TAMBANG EMAS RAKYAT
DAMPAK POSITIF
DAMPAK NEGATIF
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
LIMBAH MERKURI
PENCEMARAN Hg
MASALAH LINGKUNGAN
MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT
MASALAH SOSEK
PENANGGULANGAN LIMBAH MERKURI
EKOLOGI
TEKNOLOGI
PENGOLAHAN LIMBAH RAMAH LINGKUNGAN
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Gambar 1. Kerangka berpikir
Adanya berbagai kepentingan, memperlihatkan bahwa lokasi PESK di Talawaan-Tatelu harus segera dibenahi yaitu dengan cara mencegah pencemaran yang semakin meningkat dan menanggulangi dampak akibat pencemaran, serta
5
memperbaiki
kerusakan alam di lokasi tersebut dan sekitarnya dengan teknik
bioremediasi yang menggunakan mikrob dan tanaman dalam strategi pengelolaan limbah ramah lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan (Gambar 1).
1.3. Perumusan masalah Skema perumusan masalah disajikan pada Gambar 2. Kegiatan PESK di Talawaan-Tatelu masih menggunakan merkuri sebagai bahan pengikat emas (amalgam) sampai saat ini. Data penelitian menunjukkan kandungan merkuri di lokasi pertambangan dan sekitarnya telah melewati ambang batas baku mutu lingkungan. Untuk itu diperlukan upaya penanganan limbah yang dapat menurunkan kandungan merkuri.
TAMBANG EMAS (PESK) (PESK) LIMBAH MERKURI
BIOREMEDIASI BAKTERI TEMPATAN TANAMAN BAKTERI PEREDUKSI MERKURI
LAHAN BASAH BUATAN
BIOREAKTOR LIMBAH RAMAH LINGKUNGAN
Gambar 2. Perumusan masalah
6
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan
memanfaatkan
proses
biologi
dalam
mengendalikan
pencemaran.
Bioremediasi adalah proses penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap komponen lingkungan, tanah dan air yang telah tercemar oleh kegiatan manusia. Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena bakteri telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri. (Munir, 2006). Bioremediasi dengan mikroorganisme dan tanaman merupakan salah satu teknologi penyehatan lingkungan yang efektif dan murah dari sisi ekonomi. Bakteri
dapat
digunakan
untuk
mereduksi
logam
merkuri
dengan
cara
mentransformasikan logam berat tersebut melalui proses oksidasi, reduksi, metilasi, dan dimetilasi. Sifat kontinyu dari bakteri yang tahan Hg2+ yaitu yang dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan merkuri reduktase dari limbah yang terkontaminasi (Gadd, 1992; Misra, 1992). Bioremediasi tidak hanya terbatas pada pemanfaatan aktifitas bakteri, tetapi juga menggunakan tanaman yang disebut fitoremediasi. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al. 1998).
1.4. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana kemampuan bakteri pereduksi asal PESK Talawaan-Tatelu dalam mereduksi merkuri? 2. Bagaimana kemampuan tanaman typha dan tanaman eceng gondok dalam mereduksi merkuri? 3. Bagaimana kemampuan bioreaktor dan lahan basah buatan dalam mengolah limbah merkuri? 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengisolasi dan mengkarakteristik serta menguji aktivitas bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK Talawaan-Tatelu;
7
2. Mengkaji kemampuan bakteri pereduksi merkuri, arang aktif, tanaman typha dan tanaman eceng gondok menggunakan bioreaktor dalam mereduksi merkuri; 3. Mengkaji kemampuan tanaman typha, tanaman eceng gondok, dan arang aktif menggunakan reaktor lahan basah buatan dalam mereduksi merkuri.
1.6. Hipotesa 1. Bakteri pereduksi merkuri asal PESK Talawaan-Tatelu mampu mereduksi merkuri; 2. Bioreaktor dengan tanaman typha, tanaman eceng gondok, arang aktif, menggunakan bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK TalawaanTatelu memiliki kemampuan mereduksi merkuri; 3. Reaktor bahan basah buatan menggunakan tanaman typha, tanaman eceng gondok, dan arang aktif memiliki kemampuan mereduksi merkuri.
1.7. Manfaat Penelitian 1. Memberikan tambahan pengetahuan mengenai teknik bioremediasi dengan menggunakan bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK TalawaanTatelu yang menggunakan sistem bioreaktor dalam upaya penanganan limbah merkuri; 2. Memberikan tambahan pengetahuan tentang lahan basah buatan dengan menggunakan tanaman typha dan tanaman eceng gondok, dan arang aktif; 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi limbah berbahaya dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan pencemaran merkuri. 1.8. Kebaharuan Dari penelitian ini diperoleh: (1) sepuluh isolat bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK Talawaan-Tatelu yang mampu hidup sampai 500 ppm HgCl2
8
dan dapat digunakan untuk pengolahan limbah merkuri, (2) alternatif pengolahan limbah merkuri dari pertambangan emas rakyat dengan sistem bioreaktor yang memanfaatkan bakteri tempatan dalam mereduksi merkuri, dan sistem lahan basah buatan dengan tanaman dalam mereduksi merkuri.
9
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan di Lokasi PESK Talawaan-Tatelu Lokasi pertambangan emas skala kecil (PESK) di Kecamatan TalawaanTatelu tersebar terutama di Desa Tatelu, Tatelu Rondor, Wasian, Warukapas dan Talawaan yang semuanya berada di Kabupaten Minahasa Utara, termasuk dalam DAS Talawaan yang mempunyai luas sekitar 34.000 ha dan membentang mulai dari Gunung Klabat sebagai bagian hulu dan bermuara di Talawaan Bantik / Talawaan Bajo Kecamatan Wori di depan garis pantai kawasan Taman Nasional Laut Bunaken. Wilayah PESK Talawaan-Tatelu tersebar pada tanah-tanah Pasini seluas 822 ha terutama di lokasi yang disebut Bukit Batu Api dan Lempaoi, berada pada bagian hulu Sungai Talawaan, sehingga pengaruhnya kebagian hilir sangat besar. Jumlah masyarakat yang ikut aktif dalam penambangan sekitar 3.000 s/d 5.000 orang. Kegiatan PESK Talawaan-Tatelu ini telah berlangsung sejak tahun 1997, berawal informasi dari calon pekerja PT. Tambang Tondano Nusa Jaya yang melakukan penelitian bahwa di daerah ini terdapat deposit emas. Kegiatan ini juga dipicu oleh kondisi perekonomian bangsa kita yang sulit waktu itu akibat krisis. Tahun 1999 semakin berkembang karena ternyata batuan emas yang ditambang di daerah ini mengandung kadar emas yang cukup tinggi, disamping lokasinya yang dekat dengan pemukiman penduduk serta aksesibilitas yang begitu mudah ke lokasi galian. Saat ini, meskipun PESK Talawaan-Tatelu dikategorikan ilegal namun operasinya tetap berlangsung bahkan bahan merkuri yang sangat ketat pemasarannya dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat. Mekanisme pengolahan emas di PESK sebagai berikut: 1) Diawali dengan penambangan batuan mengandung emas yang disebut rep.
Rep yang diperoleh
dimasukkan dalam karung goni dan diangkut ke tempat pengolahan, 2) Batuan rep dihancurkan di tempat pengolahan dengan alat penghancur yang digerakkan mesin atau ditumbuk dengan menggunakan martil, 3) Hancuran batuan rep dimasukkan kira-kira sebanyak 40 kg per tromol dan diputar selama 3 jam dimana masing-masing tromol diisi dengan merkuri sebanyak 1 s/d 2 kg per tromol kemudian diputar sekitar
10
setengah jam untuk memungkinkan terjadinya amalgamasi unsur emas dengan merkuri, 4) Isi tromol dikeluarkan dan dilakukan pemisahan antara batuan rep yang telah halus dari amalgam dengan bantuan aliran air. Rep halus disimpan dalam karung menjadi limbah padat, sedangkan amalgam dibakar untuk memisahkan merkuri dan emas berdasarkan titip uap karena merkuri lebih dulu menguap dan terlepas dari emas, 5) Pembakaran secara sederhana dengan kompor gas pada sebuah pinggan tanah liat secara langsung di udara terbuka sehingga uap merkuri yang berwarna kebiru-biruan tersebar di lingkungan sekitar. Ada yang menggunakan retort untuk mengumpulkan kembali merkuri, tapi umumnya perlengkapan keselamatan pekerja seperti sarung tangan dan arah angin masih kurang diperhatikan, 6) Aliran air yang digunakan memisahkan merkuri amalgam dan rep halus ini dialirkan ke kolam, namun ada juga yang melalui saluran kecil langsung ke selokan yang pada akhirnya menuju ke Sungai Talawaan. Meskipun ada yang menggunakan kolam tetapi karena air yang diperlukan sangat banyak sehingga kolam menjadi penuh dan tidak mampu menampung semua air yang mengalir masuk. Apalagi bila musim hujan tiba, kolam yang ada sama sekali hampir tidak ada manfaatnya, 7) Limbah dalam bentuk lumpur rep di buang ke tempat penimbunan yang nantinya pada saat penghujan mengalir dalam bentuk suspensi ke sungai Talawaan. Data pemantauan yang dilakukan sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Provinsi Sulawesi Utara kerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Regional III Makassar, The Canada Education for Peace Initiative (CEPI) Kanada, Natural Resource Management (NRM) Sulut, The United Nations Industrial Development Organization- Global Mercury Project (UNIDO – GMP) Phase I menunjukkan selang
tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 konsentrasi merkuri dalam perairan sungai Talawaan telah melebihi standar baku mutu lingkungan. Konsentrasi merkuri pada lokasi yang dekat dengan unit pengolahan emas telah melebihi standar baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 0.05 ppm. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka kontaminasi merkuri atas para pekerja tambang dan masyarakat sekitar daerah tambang akan semakin tinggi, sehingga dapat menjadi suatu ancaman yang serius
11
bagi kesehatan mereka. Kebijakan penanggulangan harus segera diupayakan untuk mencegah terjadinya keadaan yang lebih buruk.
2.2. Karakteristik Merkuri Merkuri adalah salah satu unsur logam penting dalam teknologi saat ini, memiliki nomor atom (NA=80) dan massa molekul relatif (MR=200,59). Memiliki simbol kimia Hg yang merupakan singkatan dari bahasa Yunani Hydrargyrum yang berarti cairan perak, dan masyarakat umum mengenal dengan nama merkuri yang berarti mudah menguap. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam temperatur kamar (250C) dengan titik beku paling rendah (-390C), memiliki kecenderungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan logam-logam lain menjadi logam campuran (Amalgam/Alloi), dan dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah, serta dapat menghambat kerja enzim dan protein (Alfian, 2006). Menurut Darmono (2006), secara umum merkuri memiliki 3 bentuk kimia yang berpengaruh pada pengendapannya, yaitu: (1) unsur merkuri (Hg0) memiliki tekanan uap yang tinggi dan sukar larut di dalam air. Pada suhu kamar kelarutannya kira-kira 60 mg/l dalam air dan antara 5- 50 mg/l dalam lipida. Bila ada oksigen, merkuri diasamkan langsung ke dalam bentuk ionik. Uap merkuri hadir dalam bentuk monoatom (Hg). Saluran pernapasan merupakan jalan utama penyerapan unsur Hg dalam bentuk uap, (2) merkuri anorganik (Hg2+ dan Hg2
2+
), terdiri dari raksa unsur
dan garam merkurous (Hg2Cl2) dan merkurik (HgCl2) yang dapat terurai. Di antara dua tahapan pengoksidaan, Hg2+ adalah lebih reaktif. Ia dapat membentuk kompleks dengan ligan organik, terutama golongan sulfurhidril. Contohnya HgCl 2 sangat larut dalam air dan sangat toksik, sebaliknya HgCl tidak larut dan kurang toksik, (3) merkuri organik adalah senyawa merkuri yang terikat dengan atom karbon yaitu: senyawa alkil merkuri = CH3HgCl, senyawa aril merkuri = C6H5HgCl, senyawa alkoksiaril merkuri= CH3OCH2HgCl, ikatan merkuri karbon stabil karena aktivitas merkuri yang stabil terhadap oksigen.
12
Menurut WHO (2000) secara umum merkuri memiliki 3 bentuk kimia yang berpengaruh pada pengendapannya, yaitu: (1) Merkuri metal atau unsur merkuri (Hg0) merupakan logam berwarna putih, berkilau dan pada suhu kamar berada dalam bentuk cairan. (2) Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan dengan elemen lain seperti klorin (Cl), sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini biasa disebut garam-garam merkuri. Senyawa merkuri anorganik berbentuk bubuk putih atau kristal, kecuali merkuri sulfida (HgS) yang biasa disebut Sinabar adalah berwarna merah dan akan menjadi hitam setelah terkena sinar matahari. (3) Senyawa merkuri organik terjadi ketika merkuri bertemu dengan karbon atau organomerkuri. Banyak jenis organomerkuri, tetapi yang paling populer adalah metilmerkuri (dikenal dengan monometilmercuri) CH3-Hg-COOH. Pada waktu yang lampau, senyawa organomerkuri yang dikenal adalah fenilmerkuri yang digunakan dalam beberapa produk komersial. Organomerkuri lainnya adalah dimetilmerkuri (CH3-Hg-CH3) yang juga digunakan sebagai standar referensi tes kimia. Merkuri termasuk logam yang sangat toksik pada organisme maka pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menetapkan kriteria mutu untuk setiap kelas air dan dimana kadar merkuri maksimum yang diziinkan untuk berada dalam badan air yaitu pada kualitas air golongan I adalah air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan (dimasak sampai 100oC) terlebih dahulu sebesar 0.001 mg/l (ppm), pada kualitas air golongan II
adalah air yang dapat
digunakan sebagai air baku air minum sebesar 0.001 mg/l, pada kualitas air golongan III adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan sebesar 0.002 mg/l, dan pada kualitas air golongan IV adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air sebesar 0.005 mg/l. Diagnosa toksisitas merkuri tidak dapat dilakukan dengan tes biokimia, tapi dengan diagnosis analisis kadar Hg dalam darah, urin, dan rambut. Konsentrasi maksimum Hg dalam darah 1020 μg/l, dalam urin sebesar 50 μg/l, dan dalam rambut sebesar 1-2 mg/kg (CETEM, 2004).
13
Dampak positif merkuri adalah: (1) Merkuri metal atau unsur merkuri (Hg0) dapat digunakan untuk bahan pembuat themometer, barometer. Merkuri metal banyak digunakan untuk produksi gas khlorin dan kaustik soda serta pemurnian emas. Juga digunakan untuk pembuatan baterai, dan saklar listrik. Untuk bahan penambal gigi biasanya mengandung merkuri metal 50%. Estimasi yang dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa sekitar 3% dari total konsumsi merkuri digunakan untuk dental amalgam. (2) Senyawa merkuri anorganik digunakan sebagai fungisida. Garamgaram merkuri anorganik termasuk amoniak merkurik klorida dan merkuri iodide digunakan untuk cream pemutih kulit. Merkuri chlorida (HgCl 2) adalah sebagai antiseptik atau disinfektan. Merkuri klorida digunakan sebagai katalis, industri baterai kering, dan fungisida dalam pengawetan kayu. Merkuri asetat digunakan untuk sintesa senyawa organomerkuri, sebagai katalis dalam reaksi-reaksi polimerisasi organik dan sebagai reagen dalam kimia analisa. Senyawa-senyawanya banyak digunakan sebagai disinfektan, pestisida, bahan cat, antiseptik, baterai kering, photografi, di pabrik kayu dan pabrik tekstil. (3) Senyawa merkuri organik, metil merkuri dan fenil merkuri ada dalam bentuk garam-garamnya seperti metal merkuri klorida dan fenil merkuri asetat. Sampai tahun 1970-an metil merkuri dan etil merkuri digunakan untuk mengawetkan biji-bijian dan infeksi fungi. Ketika diketahui adanya efek negatif terhadap kesehatan dari bahan berbahaya metil merkuri dan etil merkuri, maka penggunaan selanjutnya sebagai fungisida biji-bijian dilarang. Sabun dan krem yang mengandung merkuri telah digunakan dalam waktu yang lama oleh masyarakat kulit hitam di beberapa wilayah untuk pemutih kulit (WHO, 2000). Dampak negatif pada lingkungan yang terkontaminasi merkuri sangat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Jalur utama pajanan metilmerkuri pada manusia adalah melalui konsumsi ikan (Barkay, 2005). Merkuri terakumulasi dalam mikroorganisme yang hidup di air sungai, danau, dan laut melalui proses metabolisme. Bahan-bahan mengandung merkuri yang terbuang ke dalam sungai atau laut dimakan oleh mikroorganisme tersebut dan secara kimiawi terubah menjadi senyawa metilmerkuri. Mikroorganisme dimakan ikan sehingga metilmerkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai
14
makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan penelitian, konsentrasi merkuri yang terakumulasi dalam tubuh ikan diperkirakan 40-50 ribu kali lipat dibandingkan konsentrasi merkuri dalam air yang terkontaminasi (Stwertka, 1998). Pengaruh toksisitas merkuri terhadap ikan dan biota perairan dapat bersifat lethal dan sublethal. Pengaruh lethal menyebabkan gangguan pada saraf pusat sehingga ikan tidak bergerak atau bernapas akibatnya cepat mati. Pengaruh sub lethal terjadi pada organ-organ tubuh, menyebabkan kerusakan pada hati, mengurangi potensi untuk berkembangbiak, pertumbuhan dan sebagainya. Selain itu pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap serta terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme air (Alfian, 2006). Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003). Oleh karena itu usaha pengolahan emas dengan menggunakan merkuri tidak boleh membuang limbahnya ke dalam aliran sungai sehingga tidak terjadi kontaminasi pada lingkungan disekitarnya, dan limbah yang mengandung merkuri harus ditempatkan secara khusus serta ditangani secara hati-hati (Darmono, 2006).
2.3. Bioremediasi Menggunakan Bakteri Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan
memanfaatkan
proses
biologi
dalam
mengendalikan
pencemaran.
Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikrob telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mereduksi senyawa organik dan
15
bahan beracun. Pada lingkungan tercemar merkuri banyak ditemukan komunitas bakteri pereduksi merkuri. Bakteri dapat digunakan untuk mereduksi logam merkuri dengan cara mentransformasikan logam berat tersebut melalui proses oksidasi, reduksi, metilasi, dan dimetilasi. Sifat kontinyu dari bakteri yang tahan Hg2+ yaitu yang dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan merkuri reduktase serta menguapkan Hg0 dari limbah yang terkontaminasi (Gadd, 1992; Misra, 1992). Nakamura et al. (1990) menemukan bakteri aerob dan aerob fakultatif yang dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi antara lain: Bacillus sp., Pseudomonas sp., Corynebacterium sp., Micrococcus sp. dan Vibrio sp. dari pantai Minamata, Jepang. Beberapa bakteri aerobik dan fakultatif dapat mengkatalisasi proses reduksi Hg2+ menjadi Hg0 seperti Bacillus, Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio (Blake et al., 1993). Sadhukhan et al. (1997) menemukan bakteri resisten merkuri dari genus Bacillus, Escherichia, Klebsiella, Micrococcus, Pseudomonas, Salmonella, Streptococcus, Staphylococcus, Shigella, and Sarcina yang diisolasi dari tambak ikan di Calcutta, India. Handayani (2001) menemukan bakteri pereduksi merkuri Pseudomonas sp. dan Flavobacterium sp. asal Pongkor dan Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah. Petrova et al. (2002) menemukan bakteri Gram positif (Micrococcos, Exiguobacterium, Arthrobacter dan Bacillus) dan bakteri Gram negatif (Pseudomonas, Acinotobacter, Myxobacteriales, dan Plesiomonas) yang diisolasi dari sedimen permafrost di Kolyma dan Canada. Sulastri (2002) menemukan bakteri pereduksi merkuri yaitu Escherichia coli, Aeromonas cavidae, Hafnia alvei, Citrobacter frundii, Pseudomonas psedomallei, dan Enterobacter agglomerans dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah yang mampu tumbuh pada konsentrasi 320 ppm HgCl2 dan bakteri Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512 memiliki aktivitas cukup tinggi dalam mereduksi merkuri dibandingkan isolat Flavobacterium sp. Zulkifli (2002) memperoleh bakteri pereduksi merkuri yang mampu tumbuh pada media LB dengan konsentrasi sampai 1000 ppm HgCl2 yaitu ICBB 2813, ICBB 2820, ICBB 1508, dan ICBB 1512. Nofiani (2004) menemukan bakteri Gram negatif yang resisten terhadap merkuri yaitu
16
Enterobacter cloacae dan E. hafniae dari daerah bekas penambangan emas tanpa izin (PETI) yang berumur 6 tahun di daerah Mandor, Kalimantan Barat. Media seleksi yang digunakan isolasi bakteri resisten merkuri adalah media seleksi padat Canstein yang mengandung HgCl2 10 g/ml. Menurut Green-Ruiz (2005) dengan menggunakan isolat Bacillus sp. dan pemberian pH optimal antara 4.5 – 7.0 pada 25 °C, kebanyakan adsorpsi merkuri terjadi pada 20 menit pertama. Madigan (2006) menemukan bakteri yang tahan terhadap merkuri dan menurunkan pencemaran merkuri, seperti Pseudomonas, Bacillus, Serratia, dan Enterobacter karena mempunyai operan gen mer yang menyandi enzim merkuri reduktase yang terkait dengan NADPH. Enzim ini mereduksi ion merkuri yang bersifat racun Hg2+ menjadi ion Hg0 yang tidak berbahaya. Jaysankar (2008) menemukan beberapa bakteri resistan merkuri dari laut yang mampu tumbuh sampai 25 ppm (mg/l) yaitu: Alcaligenes faecalis (tujuh isolat), Bacillus pumilus (tiga isolat), Bacillus sp. (satu isolat), Pseudomonas aeruginosa (satu isolat), and Brevibacterium iodinium (satu isolat). Suheryanto et al., (2008) menemukan 6 isolat yang mampu tumbuh pada media LB dengan konsentrasi antara 1.0 ppm sampai 2.5 ppm MeHg (metil merkuri) dari Sungai Sangon, Yogyakarta. Santi (2009) menemukan bahwa Pseudomonas fluorescens strain KTSS yang diisolasi dari tambang batu bara wilayah penambangan PT Tambang Batu Bara Bukit Asam, Sumatera Selatan memiliki potensi mereduksi logam merkuri dalam tanah. Shovitri et al., (2010) menemukan 17 isolat bakteri tahan merkuri dari Kali Mas Surabaya dan berdasarkan karakter biokimia ke-17 isolat tersebut masuk ke dalam tujuh genus yang berbeda, yaitu ada kecenderungan masuk ke genus Providencia, Neisseria, Shigella, Lampropedia, Serratia, Enterobacter dan Bacillus. Ketujuh belas isolat tersebut secara individu mampu hidup pada 10 ppm HgCl2 dan mereduksi 43%-75% ion Hg2+ menjadi ion Hg0.
Mekanisme Transformasi Merkuri Mekanisme resistensi merkuri pada bakteri merupakan reduksi enzimatik Hg2+ oleh enzim merkuri reduktase di dalam sitoplasma menjadi logam Hg0 yang bersifat kurang toksik dibanding Hg2+, volatil dan cepat hilang dari lingkungan.
17
Selain menghasilkan enzim merkuri reduktase, bakteri resisten merkuri juga menghasilkan enzim organomerkuri liase yaitu: enzim yang memotong ikatan karbon merkuri dalam senyawa seperti metal merkuri dan fenil merkuri, sehingga Hg 2+ yang dilepas dan secara bertahap direduksi oleh merkuri reduktase (Misra, 1992). Proses detoksifikasi merkuri secara umum terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, senyawa organomerkuri didegradasi melalui pemecahan secara katalis ikatan C-Hg oleh organomerkuri liase, yang merupakan produk dari gen mer B. Pada tahap kedua, ion merkuri hasil tahap pertama direduksi secara enzimatik dengan menggunakan enzim merkuri reduktase (hasil dari mer A) dan mengkonsumsi NADPH, selanjutnya menghasilkan produk akhir logam merkuri (Hg0) yang dilepaskan keluar sel (Misra, 1992). Menurut Wagner-Dobler (2003) bakteri memiliki mekanisme untuk mendetoksifikasi merkuri [operon resisten merkuri (mer)] berdasarkan pada mekanisme reduksi intraselular Hg2+ menjadi bentuk non-toksik Hg0 oleh enzim merkuri reduktase. Aktivitas merkuri reduktase dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: konsentrasi Hg2+, pH, dan redoks potensial (Barkay et al., 1991). Aktivitas maksimal merkuri reduktase adalah 1.2 nmol mg-1 terjadi pada konsentrasi awal Hg2+ 50 mol dm-3 dan pH optimum 7.0 (Chang et al., 1999). Barkay (2000) menjelaskan bahwa ada empat jenis mekanisme enzimatis terkait dengan mekanisme transformasi merkuri yang dilakukan oleh bakteri yaitu: (1) reduksi Hg2+ menjadi Hg0, (2) pemecahan senyawa organomerkuri (termasuk MeHg+), yang menghasilkan bentuk Hg0, (3) metilasi Hg2+, dan oksidasi Hg0 menjadi Hg2+. Reaksi reduksi dan pemecahan senyawa organomerkuri dilakukan oleh enzim dan protein (mer) operon dari bakteri yang resisten terhadap merkuri dengan produk akhir Hg0. Operon mer memiliki situs pelekatan spesifik untuk protein (merT, merP, dan merC) yang mentransport Hg2+ ke dalam sitoplasma dan mencegah penghancuran sel. Di dalam sel, Hg2+ direduksi oleh NADPH menjadi Hg0 oleh enzim merkuri reduktase (merA). Beberapa operon mer bakteri mengandung gen merB yang mengkodekan enzim merkuri liase. Enzim ini dapat mendetoksifikasi senyawa organomerkuri termasuk MeHg2+ dan Me2Hg.
18
Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri resisten merkuri memiliki gen resisten merkuri, mer operon. Struktur mer operon berbeda untuk tiap jenis bakteri. Umumnya struktur mer operon terdiri dari gen metaloregulator (merR), gen transpor merkuri (merT, merP, merC), gen merkuri reduktase (merA) dan organomerkuri liase (merB) (Silver, 1998; Nascimento, 2003). Yamaguchi et al., (2007) mengidentifikasi 3 tipe transport dalam bakteri yaitu gen mer C, gen mer F and gen mer T untuk mereduksi ion (Hg2+) dan metil merkuri menjadi elemen merkuri (Hg0) yang volatil dan tidak toksik. Menurut Tedja (2009) bahwa suhu dan pH merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan kehidupan bakteri. Suhu yang rendah dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat mendenaturasi protein enzim. Pada suhu optimum pertumbuhan bakteri berlangsung dengan cepat. Diluar kisaran suhu optimum pertumbuhan bakteri menjadi lambat atau tidak ada pertumbuhan. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : (1) psikrofil (0-200C), (2) mesofil (20-500C), dan (3) termofil (501000C), sedangkan pH mempengaruhi metabolisme bakteri. Pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral (7.0). Berdasarkan nilai pH yang dibutuhkan untuk kehidupannya dikenal 3 kelompok: (1) Acidofilik/ acidotoleran (asam), (2) Mesofilik/ mesotoleran (netral), dan (3) Basofilik/ basotoleran (basa). Pertumbuhan
sel
dicirikan
dengan
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
menggandakan massa atau jumlah sel. Umumnya pertumbuhan sel dinyatakan melalui massa sel, karena lebih mudah, cepat dan sederhana. Massa sel dalam penelitian dapat dianalisa melalui kerapatan optik/kekeruhan cairan media kultivasi dan bobot biomassa kering. Kurva kerapatan optik (OD) memiliki 3 fase yaitu: fase adaptasi, fase eksponensial, dan fase stasioner (Laily, 2004). Metode pewarnaan Gram bakteri ditemukan oleh Christian Gram tahun 1883. Pewarnaan gram merupakan pewarnaan diferensial dalam pencirian dan identifikasi bakteri. Bakteri gram positif berwarna ungu sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah, perbedaan hasil dalam pewarnaan gram disebabkan perbedaan struktur dinding sel bakteri. Dalam pewarnaan Gram digunakan biakan segar yang berumur
19
24-48 jam untuk mendapatkan hasil yang baik terutama pada bakteri Gram positif, jika digunakan biakan tua maka banyak sel mengalami kerusakan pada dindingnya sehingga zat warna dapat keluar sewaktu dicuci dengan larutan pemucat. Ini berarti bahwa bakteri Gram positif dengan dinding yang rusak tidak lagi dapat mempertahankan kompleks warna kristal violet-yodium sehingga terlihat sebagai bakteri gram negatif (Bibiana, 1994). Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif terletak pada dinding selnya. Pada bakteri Gram positif dinding sel tersusun atas peptidoglikan dan komponen khusus berupa asam-asam teikhoat dan teikhuronat serta polisakarida; sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif tersusun atas peptidoglikan dengan komponen-komponen khusus berupa lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida (Tedja, 2009). Kemampuan bakteri menghasilkan polisakarida ekstraselular dapat melindungi sel dari pengaruh toksik logam berat (Ahmad et al., 2005).
2.4. Bioremediasi Menggunakan Bioreaktor Bioremediasi adalah upaya penanganan masalah limbah dan pencemaran lingkungan dengan menggunakan bakteri untuk membersihkan senyawa pencemar dari lingkungan. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Bioremediasi dengan bakteri merupakan salah satu dari beberapa teknologi penyehatan lingkungan yang ekonomis dimana 1/400 lebih murah dibanding teknologi resin. Bioremediasi dapat membersihkan polutan yang ada dalam tanah dan air (Crawford, 2005). Bakteri resistan merkuri mampu membersihkan limbah industri mengandung merkuri secara sederhana, ramah lingkungan, dan merupakan salah satu teknologi alternatif yang efektif (Wagner, 2003). Menurut Sunarko (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu proses bioremediasi dalam pengolahan pencemar lingkungan yaitu (1) tersedianya mikroorganisme yang dapat mentransformasikan, mendegradasi dan mendetoksifikasi kontaminan sasaran, (2) ketersediaan nutrien dan kontaminan bagi
20
pertumbuhan bakteri, (3) kondisi lingkungan yang kondusif untuk hidup dan tumbuh, serta menunjang aktivitas transformatif bakteri dengan laju yang optimal. Bioreaktor atau reaktor biologis adalah tempat berlangsungnya perubahan suatu zat akibat adanya reaksi kimia dalam proses tangki fermentasi yang dikendalikan (Hartoto dan Sailah, 1992). Menurut Machfud et al. (1989), fermentasi memiliki pengertian sebagai suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktifitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Menurut Tjokrokusumo (1998) pada dasarnya reaktor pengolahan secara biologis dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu: reaktor pertumbuhan tersuspensi dan reaktor ertumbuhan melekat. Pada reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikrob tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi; sedangkan pada reaktor pertumbuhan melekat, bakteri tumbuh pada media pendukung dengan membentuk lapisan film atau biofilm untuk melekatkan dirinya. Pertumbuhan bakteri akan melekat bila tumbuh pada medium padat sebagai pendukung dan aliran limbah kontak dengan organisme. Media pendukung dapat berupa batuan vulkanik, batu-batu besar karang, lembaran plastik bergelombang atau cakram yang berputar. Batuan vulkanik yang berperan sebagai media pendukung dimana bakteri pereduksi merkuri tumbuh diatas media tersebut membentuk lapisan biofilm untuk melekatkan diri pada permukaan batu (Tjokrokusumo, 1998). Menurut Barus (2007), dari hasil foto scanning electron micrograph (SEM) memperlihatkan morfologi batu vulkanik yang tidak teratur dan memiliki banyak rongga-rongga didalamnya. Rongga-rongga tersebut berfungsi sebagai tempat melekat bagi bakteri, membentuk koloni (pertumbuhan biofilm), dan memberikan perlindungan terhadap abrasi aliran limbah cair dalam bioreaktor (Elfrida, 1999). Biofilm merupakan suatu fenomena alamiah dimana sebagian besar bakteri di alam berasosiasi dengan permukaan padatan. Biofilm terdiri dari sel-sel bakteri yang melekat erat ke suatu permukaan sehingga berada dalam keadaan diam (sesil), tidak mudah lepas atau berpindah tempat (irreversible). Pelekatan ini seperti pada bakteri disertai oleh penumpukan bahan-bahan organik yang diselubungi oleh matrik polimer ekstraseluller yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Matrik ini berupa struktur
21
benang-benang bersilang satu sama lain yang dapat berupa perekat bagi biofilm. Biofilm terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri dan permukaan yang ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan adanya faktor-faktor yang meliputi kelembaban permukaan, makanan yang tersedia, pembentukan matrik ekstraseluller (exopolimer) yang terdiri dari polisakarida, faktor-faktor fisikokimia seperti interaksi muatan permukaan dan bakteri, ikatan ion, ikatan Van Der Waals, pH dan tegangan permukaan serta pengkondisian permukaan. Dengan kata lain terbentuknya biofilm adalah karena adanya daya tarik antara kedua permukaan (psikokimia) dan adanya alat yang menjembatani pelekatan (matrik eksopolisakarida). Odergaard et al. (1994) menyatakan bahwa keuntungan reaktor biofilm dalam menangani limbah industri yaitu: (1) perlakuan yang diterapkan dapat dibuat lebih kompak karena membutuhkan tempat yang relatif sedikit, (2) hasil perlakuan tidak terikat oleh pemisahan slugde pada akhir proses, dan (3) biomassa yang terjerat dapat digunakan dengan cara lain yang lebih khusus karena tidak tercampur dengan sludge. Menurut Barus (2007) pengolahan limbah cair dengan menggunakan sistem bioreaktor mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mereduksi merkuri dalam waktu yang relatif singkat. Pembentukan biofilm 6 hari merupakan kondisi paling optimum untuk mereduksi merkuri. Pada perlakuan tersebut menggunakan bakteri Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512 yang mampu hidup pada 6 ppm HgCl2 dan dapat menurunkan merkuri sebesar 98.54 % (dari 6.53 menjadi 0.10 ppm). Pengoperasian bioreaktor menggunakan kultur tunggal bakteri pereduksi merkuri lebih efisien daripada penggunaan kultur campuran karena memiliki aktivitas yang tinggi sehingga dapat digunakan dalam pengolahan limbah tercemar merkuri (Zulkifli, 2002). Karbon aktif merupakan karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar sehingga dapat digunakan untuk berbagai aplikasi seperti menyerap bau, warna, pengotor, bahkan logam berat seperti merkuri. Karbon aktif dalam bentuk serbuk kecepatan adsorpsinya lebih cepat daripada dalam bentuk butiran (granula). Sumber bahan baku karbon aktif terdiri dari kayu, ampas tebu, kulit buah, batok kelapa, dan batubara muda. Karbon aktif memiliki 2 bentuk yang biasa digunakan dalam
22
pengolahan air minum yaitu: bentuk bubuk dan bentuk butiran (granular). Karbon aktif selain dapat menghilangkan zat-zat organik, juga digunakan untuk menjerap bahan-bahan anorganik seperti Fe, Pb, Ag, Cd, Hg dan sebagainya dalam jumlah tertentu. Menurut Gluszcz et al. (2008) penggunaan karbon aktif dengan a fixed-bed bioreaktor dapat digunakan dalam proses bioreduksi ion merkuri karena dapat menurunkan konsentrasi merkuri sekitar 50%. Suhu berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme bagi semua makhluk hidup. Khususnya bagi bakteri, suhu lingkungan yang berada lebih tinggi dari suhu yang dapat ditoleransi akan menyebabkan denaturasi protein dan komponen sel esensial lainnya sehingga sel akan mati. Demikian pula bila suhu lingkungannya berada di bawah batas toleransi, membran sitoplasma tidak akan berwujud cair sehingga transportasi nutrisi akan terhambat dan proses kehidupan sel akan terhenti. Power of Hidrogen yang lazimnya disingkat pH (derajat keasaman) untuk menyatakan tingkat keasaman dan atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan “keasaman” adalah konsentrasi ion hydrogen (H+) dalam pelarut air, sedangkan “kebasaan” adalah konsentrasi ion OH- dalam pelarut air. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7, nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, dan nilai pH<7 menunjukan keasaman (Bibiana, 1994). Pertumbuhan dan kemampuan hidup bakteri sangat dipengaruhi sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan dan tiap bakteri menunjukkan kebutuhan yang berbeda. Tiap mikrob memiliki kemampuan tumbuh dalam kisaran pH yang spesifik yang mungkin lebar atau sempit dengan laju pertumbuhan yang cepat dalam kisaran optimum yang sempit.
2.5. Bioremediasi Menggunakan Tanaman Bioremediasi tidak hanya terbatas pada pemanfaatan aktifitas mikrob, tetapi juga menggunakan tanaman yang disebut fitoremediasi. Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris „phytoremediation‟; kata ini sendiri tersusun atas dua kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton "tumbuhan" dan remediation yang
23
berasal dari kata Latin remedium "menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga "menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan". Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan: penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al., 1998). Fitoremediasi adalah salah satu teknologi yang bersahabat dengan lingkungan yang tidak mahal dan efektif. Tanaman-tanaman hiperakumulator logam dapat digunakan untuk mengubah logam baik yang berasal dari daratan maupun lautan (Shah, 2007). Menurut Suthersan (2001) bahwa proses dalam fitoremediasi berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya, yaitu: 1. Phytoacumulation adalah proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga Hyperacumulation. 2. Rhizofiltration adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. 3. Phytostabilization adalah penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media. 4. Rhyzodegradation adalah penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikrob yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bakteri. 5. Phytodegradation adalah proses yang dilakukan tumbuhan menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan
24
enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi. 6. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang. Laporan pertama mengenai adanya tumbuhan hiperakumulator muncul pada tahun 1948 oleh Minguzzi dan Vergnano, yang menemukan kadar nikel sebesar 1.2% dalam daun Alyssum bertolonii. Tumbuhan hiperakumulator logam adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi. Kriteria tanaman hipertoleran (Chaney et al., 1995) adalah sebagai berikut: (1) Tumbuhan harus bersifat hipertoleran agar dapat mengakumulasi sejumlah besar logam berat di dalam batang serta daun, (2) tumbuhan harus mampu menyerap logam berat dari dalam larutan tanah dengan laju penyerapan yang tinggi, dan (3) tumbuhan harus mempunyai kemampuan untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian batang serta daun. Hasil penelitian Syafrani (2007) bahwa tumbuhan wlingen (Scirpus grossus), melati air (Echinodorus paleafolius), genjer (Limnocharis flava), kiapu atau apu-apu (Pistia stratiotes) dapat digunakan untuk pengendalian limbah cair dari sub-DAS Tapung Kiri, Propinsi Riau. Menurut Guntur (2008) bahwa kualitas limbah rumah tangga yang telah melalui proses bioremediasi dengan simulasi tanaman air yaitu: Mendong (Iris sibirica), Teratai (Nymphaea firecrest), Kiambang (Spirodella polyrrhiza) dan Hidrilla (Hydrilla verticillata) pada umumnya telah memenuhi syarat untuk dilepas ke lingkungan, baik ditinjau dari kualitas fisik dan kimia, maupun kualitas mikrobiologis. Menurut Supradata (2005) bahwa tanaman hias jenis Cyperus alternifolius memiliki kinerja yang cukup baik dalam pengolahan air limbah rumah tangga dengan system lahan basah buatan aliran bawah permukaan (SSF-Wetlands).
25
Menurut Khiatuddin (2003) jenis-jenis tanaman yang dapat digunakan pada lahan basah buatan yaitu: 1) tanaman yang mencuat di permukaan air seperti: Andropogon virginianus, Polygonum spp., Alternanthera spp; Phalaris arundinacea, Thypa domingensis, Thypa latifolia, Thypa orientalis, Canna flaccid; 2) tanaman yang mengambang dalam
air
seperti:
Potamogeton
spp.,
Egeria
densa,
Ceratophyllum demersum, Elodea nuttallii, Myriophyllum aquaticum, Algae; dan 3) tanaman yang mengapung di permukaan air seperti: Lagorosiphon major, Salvinia rotundifolia, Spirodela polyrhiza, Pistia stratoites, Lemna minor, Eichornia crassipes, Lemna gibba.
Gambar 3. Jenis-jenis Tanaman Lahan Basah (Khiatuddin, 2003) Proses pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu (Reed, 2005). Tanaman Typha sp. termasuk Kingdom: Plantae, (unranked): Angiosperms, (unranked): Monocots, (unranked): Commelinales, Ordo: Poales, Family: Typhaceae, Genus: Typha L. Tanaman Typha sp. sering digunakan sebagai bahan kerajinan atau tali. Menurut Hidayah (2010) tanaman Cattail (Typha Angustifolia) dalam sistem lahan basah buatan pengolahan air limbah domestik dapat menurunkan kandungan pencemar dalam air limbah dengan waktu tinggal 3 sampai dengan 15 hari, efisiensi penyisihan COD 77.6% - 91.8%, BOD 47.4% – 91.6% dan TSS 33.3% – 83.3%.
26
Keunggulan pengolahan air limbah dengan sistem ini selain kualitas hasil air pengolahan yang sesuai baku mutu air limbah domestik juga dapat meningkatkan kualitas tanah. Hibrid dari tanaman Typha angustifolia and Typha latifolia dapat digunakan sebagai tanaman lahan basah buatan (Selbo, 2004). Sedangkan tanaman Eceng gondok termasuk Kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Liliopsida, Ordo: Commelinales, Famili: Pontederiaceae, Genus: Eichhornia Kunth, dan Spesies: E. crassipes. Eceng gondok atau enceng gondok adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0.4 – 0.8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Eichhornia crassipes merupakan tumbuhan air yang dapat menyerap hara dan logam berat dalam jumlah yang cukup signifikan. Zat hara yang terserap oleh akar tanaman akan ditranslokasikan di dalam tubuh tanaman. Hasil penelitian yang telah dilakukan di bak percobaan menunjukkan bahwa penggunaan eceng gondok dengan penutupan 50% dari luas area percobaan pengolahan limbah cair tahu dapat menurunkan residu
a b Gambar 4. Tanaman Eceng gondok (a) dan tanaman Typha (b)
27
2.6. Lahan Basah Buatan Istilah “Lahan Basah”, sebagai terjemahan “wetland” baru dikenal di Indonesia sekitar tahun 1990. Sebelumnya masyarakat Indonesia menyebut kawasan lahan basah berdasarkan bentuk/nama fisik masing-masing tipe seperti: rawa, danau, sawah, tambak, dan sebagainya. Pengertian fisik lahan basah yang digunakan untuk menyamakan persepsi semua pihak mulai dikenal secara baku sejak diratifikasinya Konvensi Ramsar tahun 1991 yaitu: “Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut.” Salah satu upaya minimalisasi limbah secara efektif dan efisien adalah menggunakan sistem lahan basah buatan. Lahan basah buatan adalah semua lahan basah yang secara sengaja diciptakan untuk menggantikan habitat alam sebagai suatu keharusan dalam rangka menurunkan tekanan limbah yang begitu besar dilepaskan ke perairan alam. Lahan basah buatan harus direncanakan, didisain, dikontruksi dan di monitor secara hati-hati. Komponen yang harus diperhatikan dalam lahan basah buatan adalah air, tanah, dan tanaman (Sabaruddin, 2006). Menurut Wang et al. (2010) Sistem Lahan Basah Buatan diklasifikasikan ke dalam 2 tipe yaitu sistem aliran horizontal (HFS) dan system aliran vertikal (VFS). Dalam sistem aliran horizontal dikenal 2 tipe yaitu: sistem aliran permukaan (surface flow = SF) dan sistem aliran bawah permukaan (subsurface flow = SSF). Klasifikasi Lahan Basah Buatan berdasarkan jenis tanaman yaitu : 1) sistem yang menggunakan tanaman makrophyta mengambang (floating), 2) sistem yang menggunakan tanaman makrophyta dalam air (submerged) dan umumnya digunakan pada sistem Lahan Basah Buatan tipe Aliran Permukaan (Surface Flow Wetlands), dan 3) sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam (amphibiuos) dan biasanya digunakan untuk Lahan Basah Buatan tipe Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Wetlands) SSF-Wetlands. Sistem lahan basah bisa menggunakan aliran air dalam (submerged flow) ataupun aliran air permukaan (surface flow). Direkomendasikan ketinggian air sekitar
28
30 cm karena sel yang dangkal dipercaya memiliki aerasi limbah yang lebih baik daripada sel yang dalam. Selain itu, akar akan lebih banyak berada di bagian atas substrat dimana oksigen tersedia lebih banyak. Substrat yang umum digunakan adalah kerikil bersih dengan ukuran tertentu. Batuan sungai berbentuk bulat lebih disukai karena menghindari substrat mengeras. Pasir atau campuran kerikil/pasir merupakan alternatif yang baik. Batuan kapur tidak direkomendasikan karena mudah mengeras. Diameter kerikil yang digunakan berkisar antara 0.5-1.3 cm, bahkan ada yang menggunakan ukuran 5.0 cm, tetapi ukuran kerikil yang kecil diyakini lebih mendukung pertumbuhan tanaman. Sel terakhir dari sistem pengolah limbah lahan basah buatan biasanya berisi filter pasir. Selain kerikil dan pasir, dapat juga digunakan substrat yang mengandung tanah lempung dan lumpur. Substrat yang digunakan sebaiknya dicuci lebih dahulu untuk menghindari partikel halus yang dapat menyumbat ruang pori substrat sehingga terjadi aliran permukaan.
29
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi pengambilan sampel tanah adalah pertambangan emas skala kecil (PESK) Talawaan-Tatelu terletak di Kabupaten Minahasa Utara, arah utara dari pulau Sulawesi (001° 31' 51,2" LU - 124° 58' 53,2"BT). Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Pengambilan sampel tanah di lokasi PESK Talawaan-Tatelu, (2) Isolasi, seleksi, identifikasi, dan uji aktivitas bakteri pereduksi merkuri (BPM), (3) Pengolahan limbah mengandung merkuri dalam bioreaktor biofilm BPM, dan reaktor lahan basah buatan. Tahap (2) dan (3) dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan, Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor mulai April 2009 sampai dengan Oktober 2010.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian Sampel berasal dari tanah sekitar lokasi di PESK Talawaan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Tanaman Typha dan Eceng gondok diambil dari Laboratorium ICBB, Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi, seleksi, identifikasi, dan uji aktivitas bakteri yaitu : tryptone, yeast ekstrak, sukrosa, nutrient agar NA, NaCl, HgCl2, NaOH 0,1N dan HCl 0,1N (Bibiana, 1994). Bahan media pendukung yang digunakan yaitu: batu vulkanik berdiameter 0.5 – 1.0 cm sebanyak 1 kg dan arang aktif berbentuk granula dengan diameter 0.1 – 0.2 cm sebanyak 1 kg. Peralatan yang digunakan dalam bioreaktor dan reaktor lahan basah buatan adalah : (1) reaktor yang terbuat dari kaca dengan ukuran ketebalan 5 mm dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 15 cm (volume 6 liter) sebanyak 9 buah; (2) kran air; (3) slang silikon; (4) lem kaca (5) lem plastik. Peralatan yang digunakan untuk analisis pertumbuhan bakteri adalah neraca analitik, oven, pH meter, autoklaf, cawan petri, pipet mohr, labu erlenmeyer, batang penebar, jarum ose, vortex, shaker, thermometer, inkubator, ruang aseptic (laminar air flow cabinet), jam dan botol sampel. Peralatan yang digunakan untuk menghitung jumlah kerapatan mikrob atau Density Optical
30
(OD) dengan menggunakan spektrophotometer Bio Rad Smart Spec. TM. 300. Peralatan yang digunakan untuk analisis merkuri adalah tabung erlenmeyer dengan berbagai ukuran, pipet, buret, gelas ukur dan Cold Vapour Atomic Absorption Spektrofotometer (CV-AAS).
3.3. Pelaksanaan Penelitian 3.3. 1. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri Tahapan penelitian yang dilakukan di Laboratorium
Bioteknologi
Lingkungan ICBB Bogor terdiri atas: (1) isolasi, (2) seleksi, (3) identifikasi bakteri pereduksi merkuri. Analisis merkuri menggunakan AAS. Identifikasi dan karakteristik yang dilaksanakan meliputi morfologi dan fisiologi berpedoman pada Analisis Mikroba di Laboratorium (Bibiana, 1994) dan Eksperimen Mikrobiologi dalam Laboratorium (Tedja, 2007). Uji morfologi meliputi: bentuk sel, pewarnaan gram dan spora, serta koloni (bentuk, diameter, warna, elevasi, tepian, permukaan, dan motilitas). Uji fisiologis meliputi fermentasi karbohidrat (uji gula: glukosa, fruktosa, mannitol, xylose, sukrosa, laktosa, inositol, sorbitol, arabinosa, galaktosa, maltosa, dan dulsitol), respirasi karbohidrat (uji oksidase, uji katalase, reduksi nitrat), uji sitrat, uji lisin, uji urease, uji indol, uji metil red, uji voges proskauer, dan uji hidrogen sulfida. Identifikasi dikerjakan hingga tingkat genus dengan berpedoman pada buku Bergey’s Mannual of Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994). 3.3.1.1. Isolasi Isolasi bakteri pereduksi merkuri dilakukan dengan metode sebar. Sampel tanah diencerkan dengan larutan fisiologis (8.5 gr NaCl/ liter) sampai dengan pengenceran 10-4. Cara pembuatan pengenceran 10-1 yaitu memasukkan 0.5 g tanah ke dalam tabung reaksi yang berisi 4.5 ml larutan garam fisiologis, kemudian dikocok dan dibiarkan beberapa saat supaya bagian yang kasar mengendap. Untuk memperoleh pengenceran 10-2, maka suspensi tanah tersebut sebanyak 0.5 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 4.5 ml larutan garam fisiologis, kemudian dikocok. Hal yang sama dilakukan untuk pengenceran 10 -3 dan 10-4. Dari pengenceran 10-4 diambil sebanyak 0,1 ml dan disebarkan ke atas cawan petri yang
31
berisi media agar Luria Bertani (LB) dengan komposisi 10 g tryptone, 5 g yeast ekstrak, 5 g NaCl, 15 g agar per liter, dan mengandung 10 ppm dan 25 ppm HgCl2. Kemudian diinkubasi pada suhu 27oC selama 3 hari. Bakteri yang telah diperoleh kemudian dimurnikan sehingga diperoleh koloni bakteri yang murni. Pemurnian isolat bakteri dilakukan dengan mengambil koloni yang terpisah dan tampak jelas berbeda dengan jarum ose dan digoreskan pada cawan petri berisi media agar LB, kemudian diinkubasi pada suhu 27oC selama 3 hari. 3.3.1.2. Seleksi Bakteri Pereduksi Merkuri Seleksi bakteri didasarkan pada kemampuan isolat tumbuh dalam media dengan berbagai konsentrasi HgCl2. Isolat bakteri ditumbuhkan dengan metode gores pada media agar LB yang ditambahkan dengan 25 ppm HgCl2. Jika isolat tumbuh, maka isolat bakteri tersebut ditumbuhkan dengan metode gores pada media agar LB yang telah ditambahkan HgCl2 dengan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 400 ppm, 500 ppm sehingga diperoleh isolat unggul yang mampu hidup pada konsentrasi HgCl2 yang tertinggi. Isolat hasil pemurnian disimpan dalam gliserol 20% dan kompos pada suhu -20oC serta agar miring berisi media Luria Bertani (per liter medium): 1.0 g tripton, 0.5 g ekstrak khamir, 0.5 g NaCl, 1.5 g bacto agar, pH 7.2 pada suhu 8-10oC. 3.3.1.3. Karakteristik Bakteri Pereduksi Merkuri Isolat yang dipilih untuk uji morfologis dan fisiologis adalah isolat yang tumbuh pada medium LB yang disuplementasi dengan HgCl2 500 ppm. Identifikasi morfologi meliputi pewarnaan gram, pewarnaan spora, morfologis koloni dan sel. Pengamatan koloni dilakukan secara visual terhadap bentuk koloni, diameter koloni, warna koloni, elevasi koloni, tepian koloni, permukaan koloni, dan motilitas sedangkan pengamatan morfologi sel dilakukan dengan menggunakan mikroskop meliputi bentuk sel dan bentuk spora. Identifikasi fisiologis yang diuji yaitu Fermentasi Karbohidrat (uji gula: Glukosa, Fruktosa, Mannitol, Xylose, Sukrosa, Laktosa, Inositol, Sorbitol, Arabinosa, Galaktosa, Maltosa, Dulsitol), Respirasi Karbohidrat (uji Oksidase, uji Katalase, Reduksi Nitrat), uji Sitrat, uji Lisin, uji Urease, uji Indol, uji Metil Red, uji Voges Proskauer, dan uji Hidrogen sulfida. Ke-
32
14 uji morfologi dan uji fisiologi yang dilakukan mengikuti petunjuk buku Analisis Mikroba di Laboratorium (Bibiana, 1994) dan Eksperimen Mikrobiologi dalam Laboratorium (Tedja, 2007). 1. Uji Pewarnaan Gram Isolat ditumbuhkan pada media agar LB. Setelah berumur 18-20 jam dibuat olesan isolat di atas kaca obyek dengan cara satu ose isolat diletakkan pada kaca objek yang telah ditetesi aquades, kemudian difiksasi di atas bunsen 2 -3 kali dengan cepat supaya isolat melekat pada kaca obyek. Pewarnan Gram dilakukan terhadap hasil olesan isolat bakteri dengan cara olesan digenangi dengan ungu kristal selama satu menit, kemudian dicuci dengan air dan dibiarkan kering udara. Selanjutnya olesan digenangi dengan iodium selama dua menit, dicuci dengan air, dan setelah kering udara kemudian ditetesi dengan alkohol 95% selama 30 detik. Terakhir olesan digenangi dengan pewarna tandingan safranin selama 30 detik, dicuci dengan air dan dikeringkan dengan kertas penghisap. Bila isolat berwarna ungu termasuk Gram positif namun bila berwarna merah termasuk Gram negatif. 2. Uji Pewarnaan Spora Prosedur pewarnaan spora dengan metode Schaeffer-Fulton digunakan untuk uji lanjut bakteri bentuk batang dan Gram positif. Dibuat preparat ulas dari ke-2 isolat lalu ditutup dengan kertas saring. Selanjutnya ulasan pada gelas objek ditetesi dengan malachite green di atas kertas saring. Meletakkan gelas objek di atas air yang sedang mendidih, membiarkan selama 5 menit dan menjaga jangan sampai mengering. Jika bagian pinggir mulai mengering ditambahkan lagi malachite green. Preparat didinginkan selama 1 menit sebelum meneruskan pewarnaan. Buang kertas saring, kemudian dicuci dengan aquades. Tetesi dengan safranin (zat warna basa) dan didiamkan selama 60 detik, safranin tidak akan masuk dalam spora. Sel vegetatif terlihat berwarna merah sedangkan spora berwarna hijau.
33
3. Uji Motilitas Isolat ditanam pada media NA tegak dengan cara tusuk sedalam + 5 mm. Selanjutnya di inkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam. Hasil positif (motil) jika bakteri tumbuh pada seluruh permukaan media, hasil negatif menunjukan bakteri hanya tumbuh pada daerah tusukan saja. Bakteri motil akan bermigrasi ke seluruh permukaan agar dan bekas tusukan. 4. Uji Fermentasi Karbohidrat Untuk
mempelajari
kemampuan
bakteri
dalam
mendegradasi
dan
memfermentasikan karbohidrat yang disertai produksi asam atau asam dan gas. Terdiri dari Uji Glukosa, Uji Fruktosa, Uji Mannitol, Uji Xylose, Uji Sukrosa, Uji Laktosa, Uji Inositol, Uji Sorbitol, Uji Arabinosa, Uji Galaktosa, Uji Maltosa, dan Uji Dulsitol. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung karbohidrat. Uji positif ditandai dengan warna kuning. Khusus pada uji glukosa ditambahkan tabung Durham untuk pengamatan pembentukan gas. 5. Uji Aerob dan Anaerob Fakultatif Isolat ditumbuhkan dalam media padat atau media cair Luria Bertani yang ditambah dengan agar bakto (Oxoid) pada tabung reaksi. Bila isolat tumbuh pada permukaan media berarti aerob dan bila pertumbuhannya menyebar berarti anaerob fakultatif. 6. Uji Katalase Untuk menguji kemampuan bakteri penghasil enzim katalase dalam mendegradasi hydrogen peroksida. Isolat ditumbuhkan pada media LB. Hidrogen peroksida 3% diteteskan pada kaca obyek kemudian ditambahkan satu ose isolat dari media NA tersebut. Uji positif ditandai oleh terbentuknya gelembung oksigen. 7. Uji Oksidase Untuk menguji aktivitas sitokrom oksidase bakteri. Uji oksidase dilakukan dengan cara mengenangi koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media LB dengan larutan dimetil p-fenildiamina hidroklorida 1%. Uji positif ditandai dengan
34
berubahnya warna koloni menjadi merah muda, lalu merah tua, merah gelap dan akhirnya hitam. 8. Uji Reduksi Nitrat Untuk menguji kemampuan bakteri mereduksi nitrat (NO3) menjadi nitrit (NO2)Isolat ditumbuhkan dalam media mengandung KNO3 diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam selanjutnya ditambahkan larutan A (asam sulfanilat) dan larutan B ( alfa-naftilamin). Uji positif ditandai perubahan warna merah atau merah muda dimana nitrit dalam media akan bereaksi dengan larutan A dan B. 9. Uji Sitrat Untuk membedakan bakteri enterik yang mampu memfermentasi sitrat sebagai sumber karbon satu-satunya. Isolat ditumbuhkan pada media padat SitratSimmon yang merupakan media sintetik dengan Na-sitrat sebagai sumber karbon, NH4 sebagai sumber nitrogen, dan brom thymol blue sebagai indikator pH. Uji positif ditandai dengan warna media berubah dari hijau menjadi hitam dimana mikroorganisme mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. 10. Uji Urease Untuk menguji kemampuan bakteri yang dapat mendegradasi urea dengan enzim urease. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung urea. Beberapa mikroorganisme mampu menghasilkan enzim urease yang dapat menguraikan urea menjadi amonium dan CO2. Uji positif ditandai perubahan warna dari merah jingga menjadi merah ungu merupakan petunjuk terjadinya hidrolisis urea. 11. Uji Indol Untuk menentukan kemampuan bakteri mendegradasi asam amino triptofan. Isolat ditumbuhkan pada media yang kaya dengan triptofan. Digunakan reagen yang mengandung
para-dimetil-aminobenzaldehida.
Uji
terbentuknya cincin warna merah pada permukaan media.
positif
ditandai
dengan
35
12. Uji Metil Red Untuk menentukan kemampuan bakteri dalam mengoksidasi glukosa dengan menghasilkan asam sebagai produk akhir dan berkonsentrasi tinggi. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa, diinkubasi dan setelah itu ditambahkan reagen metil red. Uji positif ditandai warna merah karena terjadi fermentasi asam campuran. 13. Uji Voges Proskauer Untuk membedakan bakteri enterik antara Eschericia coli, E. aerogenes, dan E. pneumonieae. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa dan diinkubasi. Selanjutnya ditambahkan reagen KOH 40% serta 15 tetes larutan alpha naphtol. Uji positif ditandai perubahan menjadi warna merah. 14. Uji Hidrogen sulfida Untuk menguji kemampuan bakteri dalam menghasilkan H2S. Produksi H2S dapat terlihat dengan menggunakan media mengandung polipeptida dan kaya akan asam amino yang mengandung sulfur dan ion Fe 2+ . Isolat ditumbuhkan pada media TSIA (Triple Sugar Iron Agar), uji positif ditandai dengan reaksi Fe menjadi FeS yang berwarna hitam. 14. Uji Metil Red Untuk menentukan kemampuan bakteri dalam mengoksidasi glukosa dengan menghasilkan asam sebagai produk akhir dan berkonsentrasi tinggi. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa, diinkubasi dan setelah itu ditambahkan reagen metil red. Uji positif ditandai warna merah karena terjadi fermentasi asam campuran.
3.3.2. Pengujian Aktifitas Bakteri Pereduksi Merkuri Pengujian aktifitas bakteri pereduksi merkuri dilakukan untuk melihat kemampuan isolat-isolat unggul dalam mereduksi Hg. Pada tahap pengujian ini isolat bakteri ditumbuhkan dalam media cair LB selama 24 jam pada erlenmeyer 250 ml, kemudian diambil 0.5 ml dan ditumbuhkan pada media cair LB sebanyak 30 ml pada
36
erlenmeyer 250 ml yang mengandung konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm HgCl2. Kemudian diinkubasi selama 48 jam dan digoyang. Konsentrasi Hg yang tersisa dalam media cair LB diukur dengan Cold Vapour Atomic Absorption Spektrofotometer (CV-AAS). Prinsip kerja CV-AAS menurut adalah mengubah senyawa merkuri raksa dioksida menjadi ion raksa, selanjutnya ion raksa direduksi menjadi logam raksa dan dianalisa serapan atom uap dingin pada panjang gelombang 253.7 nm. Reagen yang digunakan Reduktor SnCl2, larutan asam H2SO4 + HCl.
3.3.3. Pertumbuhan BPM pada Berbagai Kondisi Lingkungan Kegiatan ini dilakukan untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pereduksi merkuri, seperti suhu, pH, dan Hg total sampel tanah. 3.3.3.1. Pengaruh Suhu pada Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Merkuri Untuk mengetahui suhu pertumbuhan optimum, maka isolat bakteri ditumbuhkan pada media cair LB dengan berbagai suhu yaitu: 4oC, 27°C (suhu ruang), 45oC. Biakan diinkubasi pada suhu tersebut selama 24 jam dengan goyangan lemah. Selanjutnya pertumbuhan isolat diukur derajat kekeruhannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Setiap perlakuan diulang 3 kali. 3.3.3.2. Pengaruh pH pada Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Merkuri Untuk mengetahui pH optimum maka isolat bakteri ditumbuhkan pada media cair LB dengan pH 5, 7, dan 9. Biakan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam dengan goyangan lemah. Pertumbuhan isolat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm dan setiap perlakuan diulang 3 kali.
3.3.4. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Bioreaktor Biofilm BPM Rancangan ini menggunakan 5 buah bioreaktor dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm dan tinggi 15 cm. Perlakuan 6 hari waktu pembentukan biofilm. Bakteri yang digunakan adalah ke-4 isolat yaitu: Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella
37
morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, dan Bacillus sp. ICBB 9121 yang diisolasi dari lokasi PESK Talawaan-Tatelu. Nutrien yang digunakan mengandung komposisi ekstrak ragi 2 g dan sukrosa 4 g per liter media, sedangkan limbah cair merkuri yang digunakan adalah limbah cair sintesis dengan menggunakan 10 ppm HgCl2. Pembuatan inokulum bakteri pereduksi merkuri diambil dari ke-4 isolat hasil uji aktivitas sebanyak 1 ml isolat yang sudah disimpan dan ditumbuhkan pada media LB cair sebanyak 500 ml untuk dimasukkan ke dalam bioreaktor yang berisi batuan vulkanik. Tanaman typha dan eceng gondok yang digunakan telah disiapkan tujuh hari sebelum pengoperasian bioreaktor, dengan memberikan perlakuan yang sama. Arang aktif dan batuan vulkanik di masukkan ke autoklaf untuk mensterilkan, demikian juga dengan media tanam yang terdiri atas kerikil, pasir, dan tanah gembur. Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam laboratorium menggunakan uap air panas bertekanan sekitar 2 atm dan dengan suhu 121oC. Pengoperasian bioreaktor dilakukan dengan tahapan: (1) Wadah A yang berisi campuran nutrisi dan limbah sintesis 10 ppm HgCl2 sebanyak 5 liter dialirkan ke bioreaktor B dengan aliran berlanjut, pergantian nutrisi dilakukan pada setiap 2 hari selama 6 hari pembentukan biofilm; (2) Bioreaktor B berisi batu vulkanik dan bakteri yang sudah ditumbuhkan di erlenmeyer sebanyak 500 ml. Bakteri hanya diberikan satu kali selama satu perlakuan; (3) Wadah C, D, dan E masing-masing berisi: arang aktif, tanaman typha, tanaman eceng gondok; (4) Setiap perlakuan diambil sampel limbah cair yaitu hari pertama pada reaktor A sebelum pengolahan, pada outlet bioreaktor B dilakukan pengambilan sampel pada hari ketujuh, dan pada reaktor C, D, dan E dilakukan pengambilan sampel pada hari kesepuluh, masing-masing sebanyak 10 ml. Pengambilan sampel dengan 3 ulangan. Variabel yang diteliti adalah: (1) kadar merkuri dalam wadah A yang berisi limbah cair dan nutrisi sebelum diberi perlakuan; (2) kadar merkuri dalam bioreaktor B yang berisi bakteri dan batuan vulkanik; (3) kadar merkuri dalam wadah C yang berisi arang aktif; (4) kadar merkuri dalam wadah D yang berisi tanaman typha; (5) kadar merkuri dalam wadah E yang berisi tanaman eceng gondok; (6) jumlah
38
kerapatan biomassa mikrob (OD) yang dimasukkan ke dalam bioreaktor B; (7) efisiensi penurunan kadar merkuri dalam masing-masing bioreactor B, wadah C, wadah D, dan wadah E dalam prosentase.
A Nutrisi Limbah Merkuri
B BPM B. Vulkanik Arang Aktif
Tanaman Typha sp.
Eceng gondok
C
D
E
Gambar 5. Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan bioreaktor biofilm bpm 3.3.5. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Reaktor Lahan Basah Buatan Rancangan ini menggunakan 4 buah wadah dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm dan tinggi 15 cm. Limbah cair merkuri yang digunakan adalah limbah cair yang dibuat sintesis dengan menggunakan 10 ppm HgCl2. Tanaman typha dan eceng gondok yang digunakan telah disiapkan tujuh hari sebelum pengoperasian bioreaktor, dengan memberikan perlakuan yang sama. Media tanam pada reaktor yang terdiri atas batuan kerikil, pasir, dan tanah gembur disterilkan dalam autoklaf, termasuk arang aktif untuk mencegah kontaminasi. Pengoperasian lahan basah buatan dilakukan dengan tahapan: (1) reaktor A yang berisi limbah sintesis 10 ppm HgCl2 dialirkan ke reaktor B yang berisi arang aktif, reaktor C yang berisi tanaman Typha, dan reaktor D yang berisi tanaman Eceng gondok; (2) pengambilan sampel pada reaktor A dilakukan pada hari pertama
39
sebelum perlakuan; sedangkan pada outlet B, C, dan D dilakukan pengambilan sampel pada hari ketiga, masing-masing sebanyak 10 ml dengan 3 ulangan. Variabel yang diteliti adalah: (1) kadar merkuri dalam wadah A; (2) kadar merkuri dalam wadah B yang berisi arang aktif; (3) kadar merkuri dalam wadah C yang berisi tanaman typha; (4) kadar merkuri dalam wadah D yang berisi tanaman eceng gondok; dan (5) efisiensi penurunan kadar merkuri dalam masing-masing unit A, B, C, dan D dalam prosentase seperti rancangan sistem bioreaktor (lihat sub-sub bab 3.3.4). Limbah Merkuri
A B Arang aktif Tanaman Typha sp. Eceng gondok
C D
Gambar 6. Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan reaktor lahan basah buatan 3.4. Metode Analisa Data yang diperoleh direkapitulasi dan ditabulasi serta disajikan dalam bentuk tabel. Untuk melihat adanya perbedaan perlakuan dilakukan dengan analisa sidik ragam. Analisa statistik yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, dan perbedaan kemaknaan dilakukan dengan uji beda nyata. Perhitungan efisiensi hasil pengolahan ditentukan dengan mengukur parameter tersebut sebelum dan sesudah proses. Untuk mengetahui efisiensi penurunan kadar merkuri digunakan rumus:
Dimana:
C1 C2 Eff
Eff = C1-C2 X 100 % C1 = Konsentrasi awal (mg/L) = Konsentrasi akhir (mg/L) = Effisiensi
40
Analisa data menggunakan metode deskriptif dengan tabel dan narasi yang menggambarkan kondisi seluruh perlakuan selama penelitian.
3.5. Penyimpanan Biakan Bakteri Pereduksi Merkuri Penyimpanan biakan dimaksudkan untuk preservasi jangka panjang koleksi isolat murni bakteri pereduksi merkuri. Untuk tujuan tersebut, maka isolat murni bakteri pereduksi merkuri disimpan dengan menggunakan dua cara, yaitu (1) penyimpanan dalam tanah/kompos steril, (2) penyimpanan dalam gliserol, dan (3) penyimpanan dalam agar miring. Ketiga cara tersebut disimpan pada suhu 8oC-10oC. Cara penyimpanan dalam tanah/kompos steril adalah: (1) tanah/kompos kering dimasukkan ke dalam botol hingga penuh, kemudian diautoklaf pada suhu 121oC selama 1 jam, (2) Selanjutnya botol dioven kering pada suhu 105oC selama 1 jam, (3) suspensi kultur bakteri diambil dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol. Sedangkan pada cara penyimpanan dalam biakan gliserol adalah: (1) 1 ml gliserol steril dimasukkan ke dalam ampul dan ditambahkan 1 ml suspensi kultur bakteri, kemudian dikocok sampai merata dengan vortex. Dan segera disimpan dalam suhu 8oC-10oC.
41
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Isolasi Bakteri Pereduksi Merkuri Hasil isolasi bakteri pereduksi merkuri (bpm) dari pertambangan emas skala kecil (PESK) Talawaan-Tatelu memperlihatkan bahwa bpm dapat ditemukan pada keenam lokasi pengambilan sampel. Ke-31 bpm yang ditemukan termasuk kelompok bakteri yang mampu tumbuh cepat yakni antara 3-6 hari inkubasi. Isolat bpm mampu tumbuh pada media Luria Bertani yang mengandung HgCl2 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 250 ppm yaitu sebanyak 31 isolat; yang mampu tumbuh pada HgCl2 400 ppm yaitu 12 isolat; dan yang mampu tumbuh pada HgCl 2 500 ppm yaitu sebanyak 10 isolat. Hasil pengujian kadar merkuri ke-31 sampel tanah yang diambil di lokasi PESK Talawaan-Tatelu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji 31 isolat dengan media Luria Bertani dari berbagai lokasi sampling No 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Isolat A1 A2 A3 A4 A5 S1 S2 S3 S4 S5 P1 P2 P3 P4 P5 K1 K2 K3 K4 K5 D1 D2 D3 D4 D5 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Asal Lokasi Tromol Bp. Alex Tromol Bp. Alex Tromol Bp. Alex Tromol Bp. Alex Tromol Bp. Alex Tromol Bp. Sonny Tromol Bp. Sonny Tromol Bp. Sonny Tromol Bp. Sonny Tromol Bp. Sonny Tromol Bp. Paul Tromol Bp. Paul Tromol Bp. Paul Tromol Bp. Paul Tromol Bp. Paul Tromol Bp. Karel Tromol Bp. Karel Tromol Bp. Karel Tromol Bp. Karel Tromol Bp. Karel Tromol Bp. Decky Tromol Bp. Decky Tromol Bp. Decky Tromol Bp. Decky Tromol Bp. Decky Tromol Ibu Telly Tromol Ibu Telly Tromol Ibu Telly Tromol Ibu Telly Tromol Ibu Telly Tromol Ibu Telly
+ : tumbuh - : tidak tumbuh
25 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Kadar HgCl2 pada media LB (ppm) 50 100 250 400 500 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
pH tanah 7.23 6.90 7.35 7.53 6.85 6.92 7.11 7.21 7.01 6.89 7.43 7.28 7.12 7.22 7.49 7.29 6.97 7.14 7.34 6.98 7.02 6.99 7.00 7.43 7.14 7.12 7.23 7.42 7.48 7.33 7.03
Hgtotal Tanah (ppm) 2975.10 2100.45 2867.50 3804.48 1862.29 643.10 856.29 737.21 878.03 890.22 908.47 1256.27 1089.47 1177.41 717.76 749.11 776.14 568.79 831.98 687.31 1987.05 2178.32 1831.11 1882.22 2549.45 2387.32 2198.02 2471.37 2566.83 2899.25 2101.72
42
Kondisi lokasi yang tercemar merkuri melewati ambang batas terlihat dari hasil pengujian Hg total sampel tanah antara 568.79 sampai dengan 3804.48 ppm. Apabila bakteri pereduksi merkuri dapat beradaptasi pada lingkungan dengan tingkat kontaminasi logam berat merkuri yang tinggi, maka diasumsikan bahwa penggunaan bpm tersebut sangat efektif dalam mereduksi merkuri. Isolat bakteri mampu tumbuh pada media LB dengan berbagai konsentrasi HgCl2 karena bakteri tersebut menggunakan merkuri sebagai substrat. Kadar Hg total sampel tanah yang tinggi
memungkinkan kesepuluh bakteri pereduksi merkuri mampu tumbuh
sampai 500 ppm HgCl2. Walaupun demikian kelompok bakteri tersebut memiliki karakteristik yang berbeda berdasarkan kemampuan tumbuh dan mereduksi merkuri pada media mengandung HgCl2.
4.2. Seleksi Bakteri Pereduksi Merkuri Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 isolat bpm yang mampu tumbuh sampai dengan 500 ppm HgCl2 karena berasal dari tanah yang mengandung Hg tinggi; sedangkan 21 isolat tidak mampu tumbuh. Hal ini membuktikan bahwa HgCl2 pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri bahkan bersifat toksik bagi sebagian bakteri. Kesepuluh isolat yang mampu bertahan hidup diduga memiliki kemampuan adaptasi genetis maupun fisiologis. Ke-10 isolat yang mampu tumbuh sampai 500 ppm HgCl 2 dianggap isolat unggul (Tabel 2). Tabel 2. Kemampuan tumbuh isolat dari PESK Talawaan-Tatelu Kadar HgCl2 pada media LB (ppm) Isolat K 25 50 100 250 400 ICBB 9116 + + + + + + ICBB 9118 + + + + + + ICBB 9123 + + + + + + ICBB 9124 + + + + + + ICBB 9115 + + + + + + ICBB 9119 + + + + + + ICBB 9120 + + + + + + ICBB 9117 + + + + + + ICBB 9121 + + + + + + ICBB 9122 + + + + + +
500 + + + + + + + + + +
43
K : kontrol (tanpa HgCl2); + : tumbuh, - : tidak tumbuh
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 isolat bpm yang dapat tumbuh mulai 25 ppm sampai dengan 500 ppm HgCl2, tergantung pada jenis-jenis bakteri dan lingkungan tempat bakteri tumbuh. Data ini mendukung penelitian lain seperti Handayani (2001) menemukan tujuh isolat yang mampu tumbuh pada konsentrasi 320 ppm HgCl2; Sulastri (2002) menemukan bakteri pereduksi merkuri yaitu Escherichia coli, Aeromonas cavidae, Hafnia alvei, Citrobacter frundii, Pseudomonas psedomallei, dan Enterobacter agglomerans dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah yang mampu tumbuh pada konsentrasi 320 ppm HgCl2; Zulkifli (2002) menemukan isolat mampu tumbuh 1000 ppm HgCl2; Suheryanto et al. (2008) menemukan enam isolat yang mampu tumbuh pada konsentrasi antara 1 ppm sampai dengan 2,5 ppm MeHg; Jaysankar (2008) menemukan beberapa bakteri resistan merkuri dari laut yang mampu tumbuh sampai 25 ppm (mg/l) yaitu: Alcaligenes faecalis (tujuh isolat), Bacillus pumilus (tiga isolat), Bacillus sp. (satu isolat), Pseudomonas aeruginosa (satu isolat), and Brevibacterium iodinium (satu isolat); Shovitri et al. (2010) menemukan 17 isolat bakteri tahan merkuri dari Kali Mas Surabaya. Berdasarkan karakter biokimianya ke-17 isolat tersebut masuk ke dalam tujuh genus yang berbeda, yaitu ada kecenderungan masuk ke genus Providencia, Neisseria, Shigella, Lampropedia, Serratia, Enterobacter dan Bacillus. Ketujuh belas isolat tersebut secara individu mampu hidup pada 10 ppm HgCl2.
4.3. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri Hasil uji morfologis dan fisiologis dari ke-10 isolat bakteri pereduksi merkuri diidentifikasi berdasarkan pada buku Bergey’s Mannual of Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994) yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp. ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, Bacillus sp. ICBB 9121, Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB 9124 (Tabel 3). Bentuk koloni dan sel bakteri dapat dilihat pada gambar 7 dan 8.
44
Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif terletak pada susunan kimia dinding selnya. Pada bakteri Gram positif dinding sel tersusun atas peptidoglikan dan komponen khusus berupa asam-asam teikhoat dan teikhuronat serta polisakarida; sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif juga tersusun atas peptidoglikan sedang komponen-komponen khusus berupa lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida (Tedja, 2009). Perbedaan komponen dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif menyebabkan interaksi yang berbeda terhadap logam berat (Giller et al., 1998). Bakteri Gram negatif menunjukkan toleransi yang lebih besar terhadap logam daripada Gram positif karena memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks yang mampu mengikat dan mengimobilisasi ion logam termasuk Hg2+. Hasil penelitian menemukan 7 isolat bakteri Gram positif dan 3 isolat bakteri Gram negatif. Penelitian ini membuktikan bahwa kelompok bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat mereduksi merkuri tergantung enzim yang dimiliki bakteri tersebut (Gadd, 1992). Hasil uji pewarnaan spora pada bakteri Gram positif menunjukkan 4 isolat yang memiliki spora yaitu: Bacillus spp. ICBB 9116, Bacillus spp. ICBB 9118, Bacillus spp. ICBB 9121 memiliki spora di bagian tengah, dan Bacillus spp. ICBB 9122 memiliki spora di bagian tepi. Pewarnaan spora bertujuan membedakan sel vegetatif dengan spora. Spora bakteri merupakan struktur yang tahan panas dan dibentuk bakteri untuk mengatasi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti langkanya sumber karbon, energi, atau fosfat, bahan yang bersifat toksik, suhu yang tidak sesuai, lingkungan yang kering (hipotonik). Spora terbentuk dalam sel bakteri serta seringkali disebut sebagai endospora, dalam sel bakteri hanya terdapat 1 spora dan tidak berfungsi untuk reproduksi. Spora merupakan bentuk dorman dari sel vegetatif (Bibiana, 1994). Berdasarkan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, hasil identifikasi 10 isolat unggul bpm, diperoleh bahwa 4 isolat tersebut termasuk dalam kelompok Bacillus sp. yaitu ICBB 9116, ICBB 9118, ICBB 9121, dan ICBB 9122. Termasuk salah satu kelompok bakteri yang banyak diteliti karena dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi (Nakamura et
45
al., 1990; Blake et al., 1993; Sadhukhan et al., 1997; Petrova et al., 2002; GreenRuiz, 2005; Madigan, 2006; Jaysankar, 2008; Shovitri et al., 2010). Hasil penelitian menemukan 2 isolat bpm yang termasuk dalam kelompok Brevibacillus sp. yaitu ICBB 9123 dan ICBB 9124. Termasuk kelompok bakteri yang mampu mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi (Jaysankar, 2008). Micrococcos luteus ICBB 9120 adalah satu-satunya bakteri pereduksi merkuri dari kelompok gram positif bentuk sel bulat yang ditemukan dalam penelitian ini. Ciri khusus Micrococcos luteus adalah uji katalase positif, uji manitol negatif, uji glukosa negatif dan warna koloni kuning. Termasuk kelompok bakteri mampu mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi (Nakamura et al., 1990; Blake et al., 1993; Sadhukhan et al., 1997; Petrova et al., 2002). Bakteri pereduksi merkuri yang ditemukan dari kelompok gram negatif dan bentuk sel batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Eschericia coli ICBB 9117, dan Morganella morganii ICBB 9119. Ciri khusus Pseudomonas sp adalah uji oksidase positif dan uji glukosa negatif. Termasuk kelompok bakteri yang mampu mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi (Nakamura et al., 1990; Blake et al., 1993; Sadhukhan et al., 1997; Handayani, 2001; Petrova et al., 2002; Sulastri, 2002; Madigan, 2006; Jaysankar, 2008; Santi, 2009). Eschericia coli ICBB 9117 adalah bakteri pereduksi merkuri gram negatif dengan bentuk sel batang. Ciri khusus Eschericia coli adalah uji laktosa positif, uji indol positif, dan uji sitrat negatif. Termasuk kelompok bakteri yang mampu mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi (Sadhukhan et al., 1997). Morganella morganii ICBB 9119 adalah bakteri pereduksi merkuri gram negatif dengan bentuk sel batang. Morganella morganii memiliki ciri khusus yaitu uji laktosa negatif, uji indol positif, uji H2S negatif dan termasuk kelompok bakteri yang mampu mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi. Morganella sp. merupakan salah satu bakteri penghasil histamin yang banyak
46
ditemukan pada ikan tuna/ tongkol (Mangunwardoyo et al., 2007).
47
a
f
b
g
c
d
h
e
i
j
Gambar 7. Koloni ke-10 bakteri pereduksi merkuri isolat Bacillus sp. ICBB 9115 (a), Bacillus sp. ICBB 9118 (b), Bacillus sp. ICBB 9123 (c), Bacillus sp. ICBB 9124 (d), Brevibacillus sp. ICBB 9123 (e), Brevibacillus sp. ICBB 9124 (f), Micrococcos luteus ICBB 9120 (g), Eschericia coli ICBB 9117 (h), (i) Morganella morganii ICBB 9119 (i), Pseudomonas sp. ICBB 9115 (j).
48
10µm
a
10µm
b
10µm
f
10µm
c
10µm
g
10µm
d
10µm
e
10µm
10µm
h
i
10µm
j
Gambar 8. Bentuk sel bakteri pereduksi merkuri isolat Bacillus sp. ICBB 9116 (a), Bacillus sp. ICBB 9118 (b), Bacillus sp. ICBB 9121 (c), Bacillus sp. ICBB 9122 (d), Micrococcos luteus ICBB 9120 (e), Brevibacillus sp. ICBB 9123 (f), Brevibacillus sp. ICBB 9124 (g), Eschericia coli ICBB 9117 (h), Pseudomonas sp. ICBB 9115 (i), dan Morganella morganii ICBB 9119 (j)..
49
Tabel 3. Uji morfologi dan fisiologi sepuluh isolat unggul bakteri pereduksi merkuri ICBB 9116
ICBB 9118
ICBB 9121
ICBB 9122
ICBB 9120
ICBB 9123
ICBB 9124
ICBB 9115
ICBB 9117
ICBB 9119
Batang
Batang
Batang
Batang
Bulat
Batang
Batang
Batang
Batang
Batang
+
+
+
+
+
+
+
–
–
–
Tengah
Tengah
Tengah
Tepi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
B e n t u k K ol on i
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Iregular
Iregular
Bulat
D i a m e t e r k ol on i
<1mm
<1mm
<1mm
<1mm
<1mm
>1mm
<1mm
>1mm
<1mm
>1mm
Krem
Kuning
Krem
Kuning
Krem
Salem
Orange
Bentuk sel Pewarnaan Gram E n d os p or a A e r ob
W a r na k ol on i
Krem
Krem
Krem
E l e va s i k ol on i
R a ta
Cembung
Cembung
Cembung
Cembung
Cembung
Cembung
Cembung
R a ta
R a ta
T e p i a n k ol on i
Berlekuk
Rata
Rata
Rata
Rata
Rata
Rata
G e l om b a n g
G e l om b a n g
Rata
P e r m . K ol on i
Kering
C a ha ya
Lendir
C a ha ya
C a ha ya
C a ha ya
C a ha ya
C a ha ya
Kering
Kering
M ot i l i t a s
–
–
+
–
–
+
+
–
–
+
Uji Katalas e
–
+
–
–
+
+
+
–
+
+
U j i O k s id a s e
–
+
+
+
+
+
–
+
–
–
U j i N it r a t
–
+
+
+
–
–
–
–
+
–
U j i L ys i n
–
–
–
–
–
+
–
–
–
–
Uji H2S
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
50
U j i M a nn i t ol
+
–
+
–
–
+
–
–
+
–
U j i I n d ol e
+
+
+
+
+
–
–
+
+
+
Uji Urease
–
–
–
–
–
+
+
–
–
–
Uji VP
–
–
–
–
–
+
–
+
–
–
Uji MR
–
–
–
+
–
–
–
–
–
–
U j i S i t ra t
–
–
–
–
–
+
+
–
–
–
U j i G l u k os a
+
–
+
+
–
+
+
–
+
–
U j i F r u k t os a
+
+
+
–
+
+
+
–
+
+
U j i X yl os e
+
–
+
–
–
+
+
–
+
–
U j i S u k r os a
+
–
+
–
–
+
–
–
+
–
U j i La k t os a
+
–
+
–
–
–
–
–
+
–
U j i I n os i t ol
–
–
–
–
–
–
–
–
+
–
U j i S or b i t ol
–
–
+
–
–
+
–
–
+
–
Uji A r a b i n os a
+
–
+
–
+
–
+
–
+
–
Uji G a l a k t os a
+
+
+
–
+
+
+
–
–
–
U j i M a l t os a
–
–
+
–
–
–
–
–
+
–
U j i D u l s it ol
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
Bacillus sp.
Bacillus sp.
Bacillus sp.
Bacillus sp.
Micrococcos luteus
Brevibacillus sp.
Brevibacillus sp.
Pseudomonas sp.
Eschericia coli
Morganella morganii
51
4.4. Pertumbuhan BPM pada Berbagai Kondisi Lingkungan 4.4.1. Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Merkuri Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat Pseudomonas sp. ICBB 9115, Eschericia coli ICBB 9117, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120,
Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB 9124
menunjukkan suhu pertumbuhan optimum pada suhu ruang (27oC). Sedangkan isolat Bacillus sp. ICBB 9116, Bacillus sp. ICBB 9118, Bacillus sp. ICBB 9121, dan Bacillus sp. ICBB 9122 menunjukkan suhu pertumbuhan optimum pada suhu 45oC. Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan kehidupan bakteri, pengaruh suhu berhubungan dengan aktivitas enzim. Suhu yang rendah dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat mendenaturasi protein enzim (Bibiana, 1994 dan Tedja, 2009) (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan sepuluh isolat BPM Isolat ICBB 9116 ICBB 9118 ICBB 9121 ICBB 9122 ICBB 9123 ICBB 9124 ICBB 9120 ICBB 9115 ICBB 9117 ICBB 9119
Suhu 4oC OD 0.007 0.006 0.005 0.012 0.024 0.004 0.011 0.008 0.011 0.014
[sel] 0.38 0.31 0.23 0.35 0.47 0.37 0.57 0.51 0.75 0.88
Suhu ruang (27oC) OD 0.52 0.69 0.89 0.95 1.04 1.47 1.53 1.35 1.42 1.57
[sel] 1.12 1.07 1.09 1.01 5.64 7.81 8.74 6.89 7.28 8.96
Suhu 45oC OD 1.39 1.49 1.58 1.56 0.02 0.32 0.46 0.44 0.53 0.61
[sel] 7.05 7.85 8.36 8.30 0.45 2.01 3.35 2.98 3.07 3.77
Keterangan : [sel] : konsentrasi sel (x 108)
Untuk menghitung jumlah bakteri dapat digunakan dua cara yaitu: (1) jumlah bakteri secara keseluruhan bakteri yang hidup dan yang mati (total cell count)), dan (2) jumlah bakteri yang hidup (viable count). Penghitungan bakteri secara keseluruhan terbagi atas dua cara yaitu: menghitung langsung secara mikroskopik dan menghitung dengan cara kekeruhan ( Bibiana, 1994). Dalam penelitian ini digunakan cara menghitung keseluruhan bakteri berdasarkan kekeruhan dengan menggunakan spektrofotometer. Jumlah bakteri dalam suspensi ditentukan dengan menentukan
52
kerapatan optik (OD = optical density). Kurva standar bakteri menyuguhkan data perbandingan antara nilai OD (absorbans) dengan konsentrasi sel bakteri yang ditumbuhkan.
Gambar 9 dan 10 menunjukkan kurva standar isolat bakteri
Brevibacillus sp. ICBB 9123 dan Brevibacillus sp. ICBB 9124 yang ditumbuhkan pada media Luria Bertani dengan konsentrasi 500 ppm HgCl2 pada suhu ruang.
OD ( 620 nm)
Gambar 9. Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9123 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
y = 0,2074x + 0,0002 R² = 0,9971
0,6
1,2
2,4
4,8
Konsentrasi sel
9,6
(108)
OD (620nm)
1 y = 0,1982x - 0,0698 R² = 0,9972
0,8 0,6 0,4 0,2 0
0,54
1,09
2,18
konsentrasi sel
4,35
8,70
(108)
Gambar 10. Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9124 Pertumbuhan
sel
dicirikan
dengan
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
menggandakan massa atau jumlah sel. Umumnya pertumbuhan sel dinyatakan melalui massa sel, karena lebih mudah, cepat dan sederhana. Massa sel dalam penelitian ini dianalisa melalui kerapatan optik/ kekeruhan cairan media kultivasi. Secara kualitatif pertumbuhan biomassa bakteri ditunjukkan dengan kerapatan optik. Metode ini merupakan cara yang baik untuk melihat pertumbuhan bakteri tanpa harus
53
mengganggu kultur bakteri (Black, 2005). Pola pertumbuhan biomassa setiap bakteri berbeda satu dengan lainnya, terdiri atas: 1) fase adaptasi yaitu sel-sel bakteri menyesuaikan dengan lingkungannya, pada fase awal terjadi sintesis enzim oleh sel yang diperlukan untuk metabolisme metabolit; 2) fase eksponensial yaitu sel-sel bakteri
sedang
aktif
memproduksi
enzim-enzim
yang
dibutuhkan
untuk
metabolismenya, dimana terlihat peningkatan kekeruhan cairan kultivasi yang tinggi; dan 3) fase kematian disebabkan karena ketahanan hidup sel menurun akibat akumulasi berbagai produk metabolit dan inhibitor, sehingga terjadi lisis sel dan massa sel berkurang (Laily, 2004 dan Tedja, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke-8 isolat bpm yaitu Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp. ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB 9118, Bacillus sp. ICBB 9121, Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB 9124 memiliki bentuk pola pertumbuhan yang sama. Memiliki fase adaptasi pada 6 jam s/d jam 12, fase eksponensial pada >12 jam s/d 24 jam, dan fase kematian pada > 24 jam dapat dilihat pada Gambar 10. 2,5
Populasi Bakteri OD (620 nm)
Bacillus spp. ICBB 9116
2
Bacillus spp. ICBB 9118
1,5
Brevibacillus spp. ICBB 9123 Pseudomonas sp. ICBB 9115 Eschericia coli ICBB 9117 Bacillus spp. ICBB 9121
1 0,5 0 6
12
24
48
72
Waktu (jam)
Gambar 11. Kurva pertumbuhan delapan isolat BPM Ke-2 isolat lainnya yaitu: Micrococcos luteus ICBB 9120 dan Morganella morganii ICBB 9119 memiliki fase eksponensial yang lebih panjang. Isolat Micrococcos luteus ICBB 9120 memiliki fase eksponensial pada >12 jam s/d 72 jam dan isolat Morganella morganii ICBB 9119 memiliki fase eksponensial pada >12 jam
54
s/d 96 jam. Perbedaan ini berdasarkan kepada kemampuan masing-masing bakteri dalam menghasilkan enzim-enzim untuk metabolismenya (Tedja, 2009) dapat dilihat
Populasi Bakteri OD (620 nm)
pada Gambar 12. 3,5 3 2,5
2 1,5
Morganella morganii ICBB 9119 Micrococcos luteus ICBB 9120
1 0,5 0 6
12
24 48 72 96 120 144 Waktu (jam)
Gambar 12. Kurva pertumbuhan isolat Morganella sp. dan Micrococcos sp.
4.4.2. Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Merkuri Pertumbuhan dan aktivitas bakteri pereduksi merkuri (bpm) sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan bakteri dapat melalui dua cara, yakni melalui (1) fungsi sistem enzimatis dalam sel bakteri dan (2) pembentukan energi dalam sel. Perubahan pH secara langsung mempengaruhi struktur enzim dan protein lain dalam sel, karena aktivitas fisiologis intraselular selalu berada dalam kondisi mendekati netral. Oleh karena itu, sel bakteri perlu melakukan penyesuaian apabila kondisi lingkungan di luar sel terlalu masam atau terlalu basa (Yusron, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima isolat bpm menunjukkan pertumbuhan optimum pada pH 7 yaitu: ICBB 9116, ICBB 9118, ICBB 9121, ICBB 9122, dan ICBB 9124; sedangkan kelima isolat lainya yaitu: ICBB 9120, ICBB 9123, ICBB 9115, ICBB 9117, dan ICBB 9119 menunjukkan pertumbuhan optimum pada pH 9. Keempat isolat bpm kelompok Gram positif bentuk batang berspora yaitu: Bacillus sp. ICBB 9116, Bacillus sp. ICBB 9118, Bacillus sp. ICBB 9121, dan Bacillus sp. ICBB 9122 menunjukkan pertumbuhan pada pH 5 setelah inkubasi 24 jam dan pertumbuhan optimum pada pH 7. Hasil penelitian ini mendukung Green-
55
Ruiz (2005) yang mengatakan bahwa pemberian pH antara 4.5 – 7.0 pada 25°C menggunakan isolat Bacillus sp. dapat mempercepat adsorpsi merkuri terjadi pada 20 menit pertama. Kedua bpm Gram positif bentuk batang tidak berspora menunjukan perbedaan pertumbuhan terhadap pengaruh pH. Isolat Brevibacillus sp. ICBB 9123 menunjukkan pertumbuhan optimum pada pH 9 dan Brevibacillus sp. ICBB 9124 pada pH 7. Isolat bpm bentuk bulat tidak berspora yaitu Micrococcos luteus ICBB 9120 menunjukkan pertumbuhan pada pH 7 dan pertumbuhan optimum pada pH 9. Ketiga bpm Gram negatif bentuk batang yaitu:
Pseudomonas sp. ICBB 9115,
Eschericia coli ICBB 9117, dan Morganella morganii ICBB 9119 menunjukkan pertumbuhan pada pH 5 dan pH 7, serta pertumbuhan optimum terlihat pada pH 9 (Tabel 5). Tabel 5. Pertumbuhan sepuluh isolat BPM pada berbagai nilai pH (OD = 620 nm) Isolat pH 5 pH 7 pH 9 Bacillus sp. ICBB 9116 1.27 1.44 0.95 Bacillus sp. ICBB 9118 1.34 1.75 1.58 Bacillus sp. ICBB 9121 1.49 1.85 1.72 Bacillus sp. ICBB 9122 1.47 1.66 0.94 Brevibacillus sp. ICBB 9123 0.60 1.39 1.42 Brevibacillus sp. ICBB 9124 0.41 1.31 0.70 Micrococcos luteus ICBB 9120 1.66 1.92 2.07 Pseudomonas sp. ICBB 9115 1.36 1.79 1.82 Eschericia coli ICBB 9117 1.58 1.74 1.79 Morganella morganii ICBB 1.58 1.92 1.93 9119
4.5. Uji Aktivitas Bakteri Pereduksi Merkuri Hasil penelitian menemukan 10 isolat bpm dari PESK TalawaanTatelu yang mampu hidup pada media LB yang ditambahkan HgCl 2 sampai konsentrasi 500 ppm (mg/l) yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp. ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, Bacillus sp. ICBB 9121, Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB 9124. Ke-10 isolat bpm diduga mampu beradaptasi dengan lingkungan asalnya dan
56
telah mampu merubah pola metabolismenya untuk mendegradasi merkuri dengan cara mensintesis protein reduksi merkuri (Misra, 2002). Bakteri yang resisten terhadap merkuri menghasilkan enzim organomerkuri lyase (produk gen mer B) yang dapat memutuskan ikatan C-Hg dan enzim merkuri reduktase (produk gen mer A) yang mereduksi Hg 2+ menjadi Hg 0 yang terjadi di dalam sitoplasma. Hasil reduksi (Hg0) akan dilepaskan keluar sel (Gadd, 1990; Gupta, et al., 1999; Brown et al., 2002). Hasil reduksi merkuri ke-10 bpm dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil reduksi merkuri kesepuluh isolat BPM dalam tabung reaksi ISOLAT
Bacillus sp. ICBB 9116 Bacillus sp. ICBB 9118 Brevibacillus sp. ICBB 9123 Brevibacillus sp. ICBB 9124 Pseudomonas sp. ICBB 9115 Morganella morganii ICBB 9119 Micrococcos luteus ICBB 9120 Eschericia coli ICBB 9117 Bacillus sp. ICBB 9121 Bacillus sp. ICBB 9122
34.75 1.39 0.48 1.77 1.25 1.32 0.52 0.47 1.67 0.63 1.23
Kadar merkuri (ppm) 69.76 178.04 284.88 5.68 32.75 62.25 2.31 12.35 48.95 1.63 91.38 101.23 3.35 23.88 87.54 7.59 43.20 71.20 3.19 16.20 62.30 3.78 49.05 96.50 9.89 35.45 64.25 4.01 23.09 58.04 14.31 51.97 89.77
350.33 77.80 67.95 127.00 103.25 141.20 69.70 108.10 162.30 73.03 165.89
Pada kondisi lapang, merkuri berada dalam tiga tingkat valensi yang berbeda. Hal ini sangat tergantung pada kondisi redoks yang memungkinkan sebagai Hg0 dan Hg2+ yang sering dijumpai di dalam tanah. Redoks potensial, pH dan konsentrasi Hg 2+ merupakan peubah kunci dalam menetapkan spesifikasi bentuk merkuri di dalam larutan tanah. Percepatan laju reduksi Hg 2+ oleh bakteri memungkinkan untuk digunakan dalam teknik bioremediasi in situ di tanah atau air yang tercemar (Barkay et al., 1991). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada media kontrol (tanpa isolat) terjadi reduksi Hg. Pada pemberian Hg dalam HgCl2 50 ppm terjadi penurunan Hg sebanyak 2.19 ppm (dari 36.94 ppm menjadi 34.75). Pada pemberian Hg dalam HgCl2 100 ppm terjadi penurunan Hg sebanyak 4.12 ppm (dari 73.88 ppm menjadi 69.76 ppm). Pada
57
pemberian Hg dalam HgCl2 250 ppm terjadi penurunan Hg sebanyak 6.67 ppm (dari 184.71 ppm menjadi 178.04 ppm). Pada pemberian Hg dalam HgCl2 400 ppm terjadi penurunan Hg sebanyak 10.65 ppm (dari 295.53 ppm menjadi 284.88 ppm). Pada pemberian Hg dalam HgCl2 500 ppm terjadi penurunan 19.09 ppm (dari 369.42 ppm
Reduksi Merkuri
menjadi 350.33 ppm) (Gambar 13). 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 50 ppm
100 ppm
250 ppm
400 ppm
500 ppm
Perlakuan 50 ppm
100 ppm
250 ppm
400 ppm
500 ppm
Gambar 13. Hasil reduksi pada berbagai konsentrasi merkuri (kontrol) Kemampuan isolat dalam mengakumulasi Hg ditunjukkan oleh adanya penurunan konsentrasi Hg pada medium LB setelah ditumbuhkan selama 48 jam. Konsentrasi Hg dalam medium dianalisis dengan menggunakan alat AAS. Hasil analisis konsentrasi Hg yang tersisa menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara konsentrasi Hg pada media LB yang diberi isolat dibandingkan dengan kontrol (tanpa isolat). Hal ini menunjukkan telah terjadi reduksi merkuri secara enzimatik oleh isolat-isolat tersebut. Hal ini diduga penambahan HgCl 2 tersebut telah melebihi nilai hasil kali kelarutan (Ksp) HgCl2 . Nilai Ksp adalah 2 x 10 -18 sehingga konsentrasi Hg 2+ maksimal untuk larut sebesar 0.794 x 10-6 M. Penambahan HgCl2 dengan konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm ternyata melebihi nilai konsentrasi Hg2+ maksimal akibatnya HgCl2 tidak dapat larut semua dan terbentuk endapan sehingga Hg yang terukur menjadi lebih sedikit. Jumlah ion Hg yang direduksi oleh bpm yaitu selisih antara kandungan Hg dalam media kontrol (tanpa isolat) dengan kandungan Hg dalam media yang diberi isolat bpm. Jumlah ion Hg yang direduksi pada media mengandung HgCl2 50 ppm
58
yaitu 32.98 ppm (94.19%) sampai dengan 34.28 ppm (98.65%), media yang mengandung HgCl2 100 ppm yaitu 55.45 ppm (79.49%) sampai dengan 67.45 ppm (96.69%), media yang mengandung HgCl 2 250 ppm yaitu 126.07 ppm (70.81%) sampai dengan 165.69 ppm (93.06%), media yang mengandung HgCl2 400 ppm yaitu 183.65 ppm (64.47%) sampai dengan 235.95 ppm (82.82%), media yang mengandung HgCl2 500 ppm yaitu 184,44 ppm (52.65%) sampai dengan 282.95 ppm (80.60 %). Isolat bakteri pereduksi merkuri yang paling tinggi mereduksi ion Hg dalam 50 HgCl 2 ppm adalah Micrococcos luteus ICBB 9120 sebanyak 98.65%; isolat yang paling tinggi mereduksi ion Hg dalam HgCl 2 100 ppm adalah Bacillus sp. ICBB 9118 sebanyak 96.69%; isolat yang paling tinggi mereduksi ion Hg dalam HgCl 2 250 ppm adalah Bacillus sp. ICBB 9118 sebanyak 93.06%; isolat yang paling tinggi mereduksi ion Hg dalam HgCl 2 400 ppm adalah Bacillus sp. ICBB 9118 sebanyak 82.82%; isolat yang paling tinggi mereduksi ion Hg dalam HgCl 2 500 ppm adalah Bacillus sp. ICBB 9118 sebanyak 80.60% (Tabel 7).
Tabel 7. Prosentase reduksi merkuri kesepuluh isolat BPM dalam tabung reaksi ISOLAT
Bacillus sp. ICBB 9116 Bacillus sp. ICBB 9118 Brevibacillus sp. ICBB 9123 Brevibacillus sp. ICBB 9124 Pseudomonas sp. ICBB 9115 Morganella morganii ICBB 9119 Micrococcos luteus ICBB 9120 Eschericia coli ICBB 9117 Bacillus sp. ICBB 9121 Bacillus sp. ICBB 9122
34.75 96.00 98.62 94.91 96.40 96.20 98.50 98.65 95.19 98.18 96.46
Kadar merkuri (%) 69.76 178.04 284.88 91.86 81.61 78.15 96.69 93.06 82.82 94.59 76.76 64.47 95.20 86.59 69.27 89.12 75.73 75.01 95.43 90.90 81.64 94.58 89.30 80.17 85.82 80.09 73.94 94.25 87.03 79.63 79.49 70.81 68.49
350.33 77.79 80.60 63.75 70.59 59.69 80.10 79.42 53.76 79.15 52.65
Hasil penelitian menunjukkan reduksi merkuri kelompok bakteri Gram positif bentuk batang berspora adalah Bacillus sp. ICBB 9116 sebesar 77.79% 96.00%; Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 80.60% - 98.62%; Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 79.15% - 98.18%; dan Bacillus sp. ICBB 9122 sebesar 52.65% -
59
96.46%. Berdasarkan uji statistik menunjukkan ke -4 isolat bakteri pereduksi merkuri berbeda nyata satu dengan lainnya pada p<0,05. Dapat disimpulkan bahwa masing-masing isolat bakteri kelompok Gram positif bentuk batang dan berspora yaitu ICBB 2016, ICBB 2018, ICBB 2021, dan ICBB 2022 dapat digunakan sebagai bakteri yang mampu mereduksi merkuri (Gambar
Kandungan Merkuri (%)
14). 100 99 98 97 96 95 94 93 ICBB 9116 ICBB 9118 ICBB 9121 ICBB 9122 Isolat bakteri Gram positif bentuk batang berspora
Gambar 14. Prosentase reduksi merkuri isolat Bacillus sp. ICBB 9116, Bacillus sp. ICBB 9118, Bacillus sp. ICBB 9121, dan Bacillus sp. ICBB 9122 Hasil reduksi merkuri dari kelompok bakteri Gram positif berbentuk batang dan bulat serta tidak berspora berturut-turut yaitu: Brevibacillus sp. ICBB 9123 sebesar 63.75% - 94.91%; Brevibacillus sp. ICBB 9124 sebesar 69.27% - 96.40%; dan Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 79.42% 98.65%. Uji statistik menunjukkan ke-3 isolat bakteri pereduksi merkuri berbeda nyata satu dengan lainnya pada p<0,05. Dapat disimpulkan bahwa masing-masing isolat bakteri kelompok Gram positif bentuk batang dan bulat serta tidak berspora yaitu ICBB 9123, ICBB 9124, dan ICBB 9120 memiliki kemampuan sebagai bakteri pereduksi merkuri (Gambar 15).
Kandungan Merkuri (%)
60
102 100 98 96 94 92 90 ICBB 9123 ICBB 9124 ICBB 9120 Isolat bakteri Gram positif bentuk batang dan bulat tidak berspora
Gambar 15. Prosentase reduksi merkuri isolat Brevibacillus sp. ICBB 9123 Brevibacillus sp. ICBB 9124, dan Micrococcos luteus ICBB 9120 Hasil reduksi merkuri kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115 sebesar 59.69% - 96.20%; Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 80.10% - 98.50%; dan isolat Eschericia coli ICBB 9117 sebesar 53.76% - 95.19%. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ke-3 isolat bakteri pereduksi merkuri berbeda nyata satu dengan lainnya pada p<0,05. Dapat disimpulkan bahwa masing-masing isolat bakteri kelompok Gram negatif berbentuk batang yaitu ICBB 9115, ICBB 9119, dan ICBB 9117 memiliki kemampuan
mereduksi merkuri
Kandungan Merkuri (%)
(Gambar 16). 100 98 96 94 92 90 ICBB 9115 ICBB 9119 ICBB 9117 Isolat bakteri Gram negatif bentuk batang
Gambar 16. Prosentase reduksi merkuri isolat Pseudomonas sp. ICBB 9115, Morganella morganii ICBB 9119, isolat Eschericia coli ICBB 9117
61
4.6. Pengolahan Limbah Menggunakan Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 isolat bakteri pereduksi merkuri yang memiliki kemampuan tinggi dalam mereduksi merkuri, masing-masing: 1) Bacillus sp. ICBB 9118 yang memiliki kemampuan mereduksi HgCl 2 dalam larutan sebanyak 80.60 % sampai dengan 98.62%; 2) Morganella morganii ICBB 9119 yang memiliki kemampuan mereduksi HgCl 2 dalam larutan sebanyak 80.10% sampai dengan 98.50%; 3) Micrococcos luteus ICBB 9120 yang memiiki kemampuan mereduksi HgCl2 dalam larutan sebanyak 79.42 % sampai dengan 98.65%; dan 4) Bacillus sp. ICBB 9121 yang memiliki kemampuan mereduksi Hg dalam HgCl2 sebanyak 79.15% sampai dengan 98.18%.
Keempat isolat bpm
tersebut diduga memiliki operon gen mer yang dapat menyandi enzim merkuri reduktase. Enzim ini dapat mengkatalisis reduksi ion merkuri Hg2+ yang bersifat racun menjadi ion merkuri Hg0 yang bersifat kurang/tidak beracun (Brown et al., 2002). Populasi Bakteri OD (620 nm)
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 ICBB 9118
6 jam
12 jam
ICBB 9119 ICBB 9120 Isolat terpilih BPM
ICBB 9121
18 jam
36 jam
24 jam
30 jam
Gambar 17. Pertumbuhan isolat bpm terpilih pada uji bioreaktor
Gambar 17 menunjukkan kerapatan biomassa (OD) dari isolat Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, Bacillus sp. ICBB 9121 yang diuji lanjut dalam bioreaktor pada 6 jam, 12 jam, 18 jam, 24 jam, 30 jam, 36 jam. Terlihat pertumbuhan yang baik pada media cair LB mengandung 10 ppm HgCl2 atau 7.39 ppm Hg. Hal ini dapat terjadi karena kondisi
62
lingkungan tempat pertumbuhan isolat diatur pada temperatur suhu ruang 27 oC dan pH optimum dari masing-masing isolat. Terjadi peningkatan pertumbuhan bakteri dari 6 jam sampai dengan 36 jam, peningkatan nilai OD tersebut menunjukkan bahwa biomassa bakteri dapat tumbuh dengan baik. Inokulan dimasukkan ke dalam bioreaktor pada nilai OD 0.6 – 0.7 karena pada nilai tersebut populasi sel bakteri tumbuh dengan baik dan menghasilkan sel-sel baru. Hasil penelitian menunjukkan nilai OD 0.6 – 0.7 terletak pada 18 jam sampai dengan 24 jam.
4.6.1. Kemampuan mereduksi Hg dalam bioreaktor Pengolahan
limbah
mengandung
merkuri
sintesis
dalam
bioreaktor
menggunakan bakteri kultur tunggal. Menurut Zulkifli (2002) bahwa aktivitas reduksi merkuri pada bakteri kultur tunggal lebih baik dibandingkan kultur campuran karena pada kultur campuran memerlukan pengkondisian yang lebih lama, terjadi kompetisi antar spesies, dan terjadi interaksi yang tidak seimbang. Sistem bioreaktor pertumbuhan melekat digunakan dalam penelitian ini karena memiliki keuntungan yaitu adanya biofilm dan polimer-polimer ekstraselular yang dapat tumbuh dan melekat pada media pendukung seperti batuan vulkanik (Tjokrokusumo, 1998; Odergaard et al., 1994). Dalam penelitian ini dipilih waktu pembentukan biofilm 6 hari untuk uji bioreaktor dalam mereduksi merkuri karena waktu pembentukan biofilm yang lebih lama menyebabkan reduksi merkuri lebih tinggi dibandingkan waktu pembentukan 3 hari, semakin banyak jumlah biomassa maka proses reduksi merkuri semakin cepat (Barus, 2007; Little et al., 1990; Canstein et al., 1999). Hasil penelitian menemukan bahwa biofilm sudah terbentuk dengan baik pada satu minggu dan reduksi merkuri dapat mencapai 92% sampai dengan 99%, mirip dengan yang ditemukan Canstein et al. (1999) dan Barus (2007). Arang aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk serbuk karena memiliki kecepatan adsorpsinya lebih cepat dibandingkan dalam bentuk butiran (granula). Arang aktif merupakan karbon yang telah diaktifkan dan memiliki luas permukaan yang sangat besar sehingga dapat digunakan untuk berbagai aplikasi seperti menyerap bau, warna, pengotor, bahkan logam berat termasuk merkuri. Hasil
63
penelitian menunjukkan reduksi merkuri dari arang aktif dalam sistem bioreaktor menggunakan isolat bakteri sebesar 97.04% sampai dengan 98.94% lebih tinggi dari hasil penemuan Gluszcs et al. (2008) yang hanya dapat menurunkan konsentrasi merkuri sekitar 50%. Batuan vulkanik digunakan sebagai media pendukung yang ikut berperan dalam proses pengolahan limbah cair yang mengandung merkuri dan diharapkan sebagai tempat pertumbuhan sel-sel yang terikat ke matrik. Morfologi batu vulkanik memiliki bentuk tidak teratur dan banyak terdapat rongga-rongga didalamnya yang dapat memperbesar area yang digunakan sebagai tempat pertumbuhan biofilm juga bakteri pereduksi merkuri untuk melekat dan membentuk koloni. Struktur batuan vulkanik juga dapat berfungsi memberikan perlindungan bagi mikrob terhadap abrasi akibat aliran limbah cair dalam bioreaktor sehingga biofilm yang terbentuk tidak mudah rusak (Elfrida, 1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman typha dalam bioreaktor mampu mereduksi merkuri sebesar 98.03% sampai dengan 99.08% selanjutnya tanaman eceng gondok sebesar 95.57% sampai dengan 97.76%. Tanaman typha (Thypha latifolia) dan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) termasuk tanaman yang memiliki kemampuan tinggi untuk mengangkut bahan pencemar yang terdapat di alam. Ke-2 tanaman ini memiliki kemampuan yang disebut dengan hiperakumulator, yaitu relatif tahan terhadap berbagai macam bahan pencemar seperti logam–logam berat Hg, Pb, Cr, Mn, Mg dan mampu mengakumulasikannya dalam jaringan dengan jumlah yang cukup besar. Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen (Reddy, 1990; Crawford dan Crawford, 2005). Hasil penelitian menunjukkan prosentase reduksi merkuri dalam bioreaktor berisi batuan vulkanik selama 6 hari pembentukan biofilm menggunakan Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 98.89% (dari 6.85 menjadi 0.076 ppm), Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 98.73% (dari 6.72 menjadi 0.085 ppm), Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 99.12% (6.92 menjadi 0.061 ppm), dan Bacillus sp. ICBB 9121
64
sebesar 99.33% (6.61 menjadi 0.04 ppm). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Barus (2007) bahwa bakteri memiliki kemampuan mereduksi merkuri sampai 99%. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ke -4 isolat berbeda nyata satu dengan lainnya pada p<0,05. Dapat disimpulkan bahwa masingmasing isolat bpm yaitu ICBB 9118, ICBB 9119, ICBB 9120, dan ICBB 9121 dapat digunakan sebagai bakteri pereduksi merkuri dalam bioreaktor yang
Reduksi Merkuri %
berisi batuan vulkanik (Gambar 18). 99,6 99,4 99,2 99 98,8 98,6 98,4 98,2 98 1
ICBB 9118
2 Ulangan ICBB 9119
ICBB 9120
3
ICBB 9121
Gambar 18. Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor berisi batuan vulkanik Hasil penelitian menunjukkan prosentase reduksi merkuri dalam bioreaktor menggunakan isolat Morganella morganii ICBB 9119 memiliki kemampuan rata-rata sebesar 98.47%, diikuti Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 98.16%, Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 97.42%, dan Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 96.88%. Uji statistik menunjukkan bahwa Morganella morganii ICBB 9119 tidak berbeda nyata pada p>0.05 dengan Bacillus sp. ICBB 9118, tapi berbeda nyata pada p<0,05 dengan Bacillus sp. ICBB 9121 dan Micrococcos luteus ICBB 9120. Dan dapat disimpulkan bahwa
Morganella morganii ICBB 9119 dan Bacillus sp.
ICBB 9118 terbaik
digunakan pada bioreaktor dalam mereduksi limbah mengandung merkuri. Hasil uji statistik pada prosentase reduksi merkuri (%) oleh tanaman typha, arang aktif, dan tanaman eceng gondok dalam bioreaktor menggunakan isolat Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB
65
9120, dan Bacillus sp. ICBB 9121 menunjukkan bahwa tanaman typha tidak berbeda nyata pada p>0.05 dengan arang aktif, tapi berbeda nyata pada p<0,05 dengan tanaman eceng gondok. Tanaman typha menunjukkan kemampuan tertinggi mereduksi limbah mengandung merkuri dalam bioreaktor rata-rata sebesar 98.50% diikuti arang aktif sebesar 97.96% dan tanaman eceng gondok sebesar 96.73%. Hasil penelitian ini mendukung bahwa tanaman typha dan eceng gondok termasuk tanaman yang memiliki kemampuan untuk menetralisir polutan dilingkungannya (Stowel,
Reduksi Merkuri %
2000; Palapa, 2005; Supradata, 2005; Reed, 2005; Syafrani, 2007) (Gambar 19).
100 98 96 94 92
Tan. Typha
ICBB 9118
Eceng gondok Perlakuan ICBB 9119
ICBB 9120
Arang Aktif
ICBB 9121
Gambar 19. Prosentase reduksi merkuri tanaman typha, eceng gondok, dan arang aktif menggunakan bioreaktor berisi bpm 4.6.2. Kemampuan mereduksi Hg dalam Lahan Basah Buatan Dalam penelitian ini digunakan limbah sintesis yang mengandung 10 ppm HgCl2 atau setara dengan 7.39 ppm Hg serta tidak menggunakan bakteri pereduksi merkuri. Rancangan dalam percobaan ini menggunakan 4 buah reaktor dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm dan tinggi 15 cm. Tanaman typha dan tanaman eceng gondok ditanam pada reaktor yang berisi batuan, pasir, dan tanah gembur dengan perbandingan masing-masing 30% selama 7 hari. Kedua tanaman dipelihara sehingga mencapai kondisi segar dan siap untuk diberi perlakuan. Pengambilan sampel sebanyak 10 ml pada reaktor A yang berisi limbah sintetik HgCl2 dilakukan pada hari ke-1 dengan 3 ulangan. Selanjutnya limbah sintesis merkuri dialirkan ke
66
reaktor B, C, dan D yang masing-masing berisi tanaman typha, arang aktif, dan tanaman eceng gondok. Pengambilan sampel sebanyak 10 ml pada reaktor B, C, dan D dilakukan pada hari ke-4 dengan 3 ulangan. Kemampuan mereduksi merkuri (%) dalam reaktor lahan basah buatan selama 3 hari dari tanaman typha sebesar 82.18% (dari 6.96 menjadi 1.24 ppm), tanaman eceng gondok sebesar 44.25% (dari 6.96 menjadi 3.88 ppm), dan arang aktif sebesar 85.34% (dari 6.96 menjadi 1.02 ppm). Tanaman typha memiliki kemampuan mereduksi merkuri lebih tinggi dibandingkan tanaman eceng gondok, karena berdasarkan kemampuan hiperakumulator. Tanaman typha termasuk jenis tanaman mencuat di permukaan air (emergent) dan akarnya tenggelam (amphibious) sehingga memiliki kemampuan lebih tinggi dalam mengakumulasi logam berat termasuk merkuri; sedangkan tanaman eceng gondok termasuk jenis tanaman mengambang (floating) (Khiatuddin, 2003). Hasil uji statistik menunjukkan berbeda nyata satu dengan lainnya pada p<0,05. Dan dapat disimpulkan bahwa masing-masing perlakuan yaitu tanaman typha dan tanaman eceng gondok serta arang aktif dapat digunakan pada sistem lahan basah buatan dalam mereduksi merkuri
Reduksi Merkuri %
(Gambar 20). 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
Ulangan Tan. Typha
Eceng gondok
Arang Aktif
Gambar 20. Prosentase hasil reduksi merkuri dalam reaktor lahan basah buatan
67
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN Penelitian ini menemukan sepuluh isolat bakteri pereduksi merkuri yang mampu tumbuh pada media Luria Bertani dengan kandungan 500 ppm HgCl2 yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp. ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, Bacillus sp. ICBB 9121, Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB 9124. Reduksi merkuri kelompok bakteri gram positif berbentuk batang berspora dalam tabung reaksi adalah Bacillus sp. ICBB 9116 sebesar 77.79% sampai dengan 96.00%, Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 80.60% sampai dengan 98.62%, Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 79.15% sampai dengan 98.18%, dan Bacillus sp. ICBB 9122 sebesar 52.65% sampai dengan 96.46%. Hasil reduksi merkuri dari kelompok bakteri Gram positif bentuk batang dan bentuk bulat berturut-turut yaitu: Brevibacillus sp. ICBB 9123 sebesar 63.75% sampai dengan 94.91%; Brevibacillus sp. ICBB 9124 sebesar 69.27% sampai dengan 96.40%, dan Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 79.42% sampai dengan 98.65%. Hasil reduksi merkuri kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115 sebesar 59,69% sampai dengan 96.20%, Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 80.10% sampai dengan 98.50%, dan isolat Eschericia coli ICBB 9117 sebesar 53.76% sampai dengan 95.19%. Reduksi merkuri dalam sistem bioreaktor selama 6 hari pembentukan biofilm menggunakan Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 98.89% (dari 6.85 menjadi 0.076 ppm), Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 98.73% (dari 6.72 menjadi 0.085 ppm), Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 99.12% (6.92 menjadi 0.061 ppm), dan Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 99.33% (6.61 menjadi 0.04 ppm). Kemampuan mereduksi merkuri reaktor lahan basah buatan selama 3 hari dengan tanaman Typha sp. sebesar 82.18% (dari 6.96 menjadi 1.24 ppm), Eceng
68
gondok sebesar 44.25% (dari 6.96 menjadi 3.88 ppm), dan arang aktif sebesar 85.34% (dari 6.96 menjadi 1.02 ppm).
5.2. SARAN Dari hasil penelitian telah ditemukan sepuluh isolat bpm yang tahan sampai 500 ppm HgCl2. Hasil ini perlu dikaji lebih lanjut terutama untuk mengetahui taxa spesies dari ketujuh bakteri yang diidentifikasi. Kami menyarankan untuk melakukan analisis 16S-rRNA untuk mengetahuinya. Perlu diaplikasikan lebih lanjut pada skala lapang yang lebih besar volumenya (scale-up). Untuk uji lanjut skala lapang disarankan menggunakan tanaman Typha sp. daripada tanaman Eceng gondok. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari nutrisi yang lebih murah dalam mengidentikasi bakteri pereduksi merkuri.
69
6. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad IS, Hayat A, Ahmad A, Inam, Samiullah. 2005. Effect of heavy metal on survival of certain groups of indigenous soil microbial population. J Appl Sci Environ Man 9(1):115-121. Alfian Z. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya bagi Kesehatan Manusia dan Lingkungan. FMIPA USU. Medan. Barkay T, Turner RR, Brook VA, Liebert C. 1991. The relationship of Hg(II) volatilization from a freshwater pond to the abundance of mer genes in the gene pool of the indigenous microbial community. Microb Ecol 21:151-161. Barkay T. 2000. Mercury cycle. Encyclopedia of Microbiology 3:171-181. Barkay T, Wagner-Dobler I. 2005. Microbial transformations of mercury: potentials, challenges, and achievements in controlling mercury toxicity in the environment. Adv Appl Microbiol 57:1–52. Barus L. 2007. Kajian Bioreaktor Untuk Detoksifikasi Limbah Yang Mengandung Merkuri. [Tesis] Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. IPB. Bogor. Bibiana WL. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Black JG. 2005. Microbiology. Principles and Explorations. Sixth Edition. John Wiley and Sons, Inc. p.150. Blake RC, Choate DM, Bardhan S, Revis N, Barton LL, Zocco TG. 1993. Chemical transformation of toxic metals by Pseudomonas strain from a toxic waste site. Environ Toxic Chem 12:1365-1376. Brooks RR, Robinson BH. 1998. The Potensial Use of Hyperaccumulators and Other Plants for Phytomining. Department of Soil Science. Massey University. Palmerston North. New Zealand. XV:321-354. Brown N, Shih Y, Leang C, Glendinning K, Hobman J, and Wilson J. 2002. Mercury Transport and Resistance Biometals. 3
rd
International Biometals Symposium. King's College
London, 11-13 April 2002. London. p HgCl2. 715-718.
70
Canstein HL, Timmis W, Wagner-Dobler I. 1999. Removal of mercury from chloralkali elektrolysis wastewater by a mercury resistant Pseudomonas putida strain. App Environ Microb 75:5279-5284. Chaney RL. et al. 1995 Potential Use of Metal Hyperaccumulators. Mining Environmental Man 3(3):9-11. Chang JS, Hwang YP, Fong YM, Wagner ID. 1999. Detoxification Of Mercury By Immobilized Mercury Reductase. Chem Tech Biotech 74:965-973. [CETEM] Centro de Tecnologia Mineral. 2004. Environmental And Health Assessment In Two Small-Scale Gold Mining Areas – Indonesia Final Report Sulawesi And Kalimantan. Crawford RL, Crawford DL. 2005. Bioremediation: Principles and Applications. Cambridge University Press. USA. Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Dhahiyat Y. 1991. Kandungan Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahannya dengan Eceng gondok (Eichhornia crassipes). Jurnal Lingkungan & Pembangunan 11(1):5-9. Elfrida N. 1999. Biodegradasi Epiklorohidrin oleh Bakteri Halohidrin dengan menggunakan Reaktor Biofilm. [Tesis] Program Studi Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gadd GM. 1992. Metals and Microorganisms: A Problem of Definition. FEMS Microbiol Lett 100:197-204. Giller KE, Witter E, McGrath SP. 1998. Toxicity of heavy metals to microorganisms and microbial processes in agricultural soils: a review. Soil Biol Biochem 30:1389-1414. Glendinning KJ, Macaskie LE, Brown NL. 2005.
Mercury Tolerance of
Thermophilic Bacillus sp. and Ureibacillus sp. Biotechnol Lett 27(21):16571662.
71
Gluszcz P, Zakrzewska K, Wagner ID, Ledakowicz S. 2008. Bioreduction of ionic mercury from wastewater in a fixed-bed bioreactor with activated carbon. Chemical Papers 62(3):232-238. Green-Ruiz C. 2006. Mercury(II) removal from aqueous solutions by nonviable Bacillus sp. from a tropical estuary. Biores Technol 97(15):1907-1911. Guntur Y. 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga dengan Sistem Simulasi Tanaman Air. Jurnal Bumi Lestari 8(2):136-144. Gupta ML, Phung T, Chakravarty LT, Silver S. 1999. Mercury resistance in Bacillus cereus RC 607: transcriptional organization and two new open reading frames. J Bacteriol 181(22):7080-7086. Handayani EP. 2001. Karakterisasi dan Uji aktivitas Pseudomonas sp. dan Flafobacterium sp. Pereduksi Merkuri asal Pongkor dan Kalimantan Tengah [Tesis] Program Studi Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartoto L, Sailah I. 1992. Sistem Bioreaktor. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hidayah EN, Aditya W. 2010. Potensi dan Pengaruh Tanaman pada Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Sistem Constructed Wetland. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan 2(2):11-18. Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A. Sneath, J.T. Staley and S.T. Williams. 1994. Bergey‟s manual of Determinative Bacteriology. Williams and Wilkins. Baltimore, USA. Jaysankar D, Ramaiah N, Vardanyan L. 2008. Detoxification of Toxic Heavy Metals by Marine Bacteria Highly Resistant to Mercury. Marine Biotecnol 10(4):471477. Khiatuddin M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Universitas Indonesia Press. Jakarta Laily N, Atariansyah, Nurani D, Istini S, Susanti I, Hartoto L. 2004. Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasteuriallum pada Kultur Kocok. Jurnal Al Azhar Indonesia 3:7-13.
72
Liebert CA, Hall RM, Summers AO. 1999. Transposon Tn21, flagship of the floating genome. Microbiol Mol Biol Rev 63:507-522. Little BJ, Wagner PA, Characklis WG, Lee W. 1990. Microbial Corrosion in Biofilm. New York. 635-670. Lovely DR. 2001. Anaerobes of the Rescue. Science 293:1444-1446. Machfud, Gumbira E, Krisnani. 1989. Fermentor. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms. 11th Ed. Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ. Mangunwardoyo W, Romauli AS, Endang SH. 2007. Seleksi dan Pengujian Aktivitas Enzim L-Histidin Decarboxylase dari Bakteri Pembentuk Histamin. Makara, Sains 11(2):104-109. Misra
TK.
1992.
Bacterial
resistances
to
inorganic
mercury salts
and
organomercurials. Plasmid 25: 4-16. Misra TK. 2000. Heavy metals. Bacterial Resistance. Encyclopedia of Microbiology. 2 nd Ed. Academic Press 2:618-626. Munir E. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan. Nakamura KM, Sakamoto F, Uchiyama, Yagi O. 1990. Organomercurial Volating Bacteria in the Mercury-Polluted Sediment of Minamata Bay, Japan. Appl Environ Microbiol 56:304-311. Nakamura K, Aoki J, Morishita K, Yamamoto M. 2000. Mercury volatilization by the most mercury-resistant bacteria from the seawater of Minamata Bay in various physiological conditions. Clean Technol Environ Policy 2(3): 174-178. Nascimento AMA, Souza EC. 2003. Operon mer: Bacterial resistance to mercury and potential for bioremediation of contaminated environments. Genet Mol Res 2(1):92-101.
73
Nofiani R, Gusrizal. 2004. Bakteri Resisten Merkuri Spektrum Sempit dari Daerah Bekas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Mandor, Kalimantan Barat. Jurnal Natur 6(2): 67-74. Odergaard H, Rusten B, Westrum T. 1994. A New Moving Bed Biofilm Reactor Application and Result. Wat Sci Tech 29:157-165. Palapa TM. 2009. Bioremedasi Merkuri (Hg) Dengan Tumbuhan Air Pada Limbah Tambang Emas Rakyat Dimembe Kabupaten Minahasa Propinsi SulawesiUtara. Agritek 17(5):918-931. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Republik Indonesia. 2001. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Petrova MA, Mindlin SZ, Gorlenko ZM, Kalyaeva ES. 2002. Mercury Resistant Bacteria from Permafrost Sediments and Prospects for their Use in Comparative Studies of Mercury Resistance Determinants. Russian Journal of Genetics 38(11):1330-1334. Reed SC, Midlebrooks EJ, Crites RW. 2005. Natural System of Waste Management and Treatment McGraw Hill Book Company, New York. Sabaruddin WT. 2006. Upaya Mitigasi Pencemaran Laut dengan Artificial Wetlands. Jurnal Teknologi Lingkungan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Sadhukhan PC, Ghosh S, Chaundhari J, Ghosh DK, Mandal A. 1997. Mercury and Organomercurial Resistance in Bacteria Isolated from Freshwaater Fish of Fisheries around Calcutta. Environ Poll 97(1):71-78. Salt DE, Smith RD, Raskin I. 1998. Annual Review Plant Physiology and Plant Molecular Biology : Phytoremediation. Annual Reviews. USA. 501–662. Santi LP, Goenadi DH. 2009. Potensi Pseudomonas fluorescens strain KTSS untuk bioremediasi merkuri di dalam tanah. Menara Perkebunan 77(2):110-124. Selbo SM,
Snow AA.
2004. The potential for hybridization between Typha
angustifolia and Typha latifolia in a constructed wetland. Aquatic Biology 78:361-369.
74
Shah K, Nongkynrih JM. 2007. Metal hyperaccumulation and bioremediation. Biologia Plantarum 51(40):618-634. Shovitri M, Zulaika E, Koentjoro MP. 2010. Bakteri Tahan Merkuri dari Kali Mas Surabaya Berpotensi sebagai Agen Bioremediasi Merkuri. Jurnal Berkala Penelitian Hayati Ed. Khusus 4F:1-6. Silver S, Phung LT. 1996. Bacterial heavy metal resistance: new suprises. Annu Rev Microbiol 50:753-789. Stowel RR, Ludwig JC, Thobanoglous G. 2000. Towad the Rational Design of Aquatic Treatments of Wastewater. Departement of Civil Engineering and Land, Air and Wastewater Resources. University of California. California. Stwertka A. 1998. Guide To The Elements. Oxford University Press. New York. 240 hlm. Suheryanto ES, Soetarto E, Sugiharto, Djohan TS. 2008. Bakteri Resisten MetilMerkuri dari Sedimen Sungai Sangon Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berkala Ilmiah Biologi 7(2):43-51. Sulastri. 2002. Uji Aktivitas Merkuri Reduktase Bakteri dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah [Tesis] Program Studi Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supradata. 2005. Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Cyperus alternifolius, L. dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands). [Tesis] Program Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Susilo YEB. 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan. Averroes Press. Malang. 156 hlm. Suthersan SS. 2001. Natural and Enhanced Remediation Systems. Arcadis Geraghty & Miller Science and Engineering. Lewis Publishers. New York. Syafrani. 2007. Kajian Pemanfaatan Media Penyaring dan Tumbuhan Air Setempat untuk Pengendalian Limbah Cair pada Sub-DAS Tapung Kiri Provinsi Riau. [Disertasi] IPB. Bogor.
75
Tedja IS. 2007. Eksperiment Mikrobiologi dalam Laboratorium. Penerbit Ardy Agency. Jakarta. Tedja IS. 2009. Mikrobiologi Esensial. Penerbit Ardy Agency. Jakarta. Tjokrokusumo. 1984. Pengantar Enginering Lingkungan. Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan. Yogyakarta. Tulalessy AH. 2005. Studi Pencemaran Merkuri pada Kawasan Penambangan Emas Rakyat Tatelu Sulawesi Utara [Disertasi]. Program Studi pengelolaan Sumber daya alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wagner-Dobler I. 2003. Pilot Plant for Bioremediation of Mercury-Containing Industrial Wastewater. Mini-Review. Appl Microbiol Biotecnol 62:124-132. Wang LK, Tay JH, Tay STL, Hung YT. 2010. Environmental Bioengenering. Handbook of Environmental Engineering. 1st Ed. Volume 11. Chapter 28. 867 hlm. Humana Press. USA. Warhdana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta. WHO. 2000. Air Quality Guidelines. 2nd Ed. WHO Regional Office for Europe. Copenhagen. Denmark. Yamaguchi A, Tamang GD, Saier MH. 2007. Mercury Transport in Bacteria. Water Air Soil Pollut 182:219-234. Yusron M. 2009. Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan Biofilm Bakteri Pereduksi Sulfat. [Disertasi] Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Zulkifli. 2002. Uji Aktivitas Bakteri Pereduksi Merkuri dalam Bioreaktor. [Tesis] Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. IPB. Bogor.
76
LAMPIRAN
77
Lampiran 1 Peta Lokasi PESK Talawaan-Tatelu
78
Lampiran 2 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk batang berspora
The ANOVA Procedure Dependent Variable: reduksi Sum of Source DF Squares Pr > F Model <.0001 Error Total
Mean Square
F Value
183.72
3
14.82143333
4.94047778
8 11
0.21513333 15.03656667
0.02689167
R-Square 0.985693
Coeff Var 0.168506
Root MSE 0.163987
reduksi Mean 97.31833
t Tests (LSD) for reduksi Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of t Least Significant Difference
0.05 8 0.026892 2.30600 0.3088
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping A B C D
Mean 98.6267 98.1867 96.4600 96.0000
N 3 3 3 3
isolat ICBB9118 ICBB9121 ICBB9122 ICBB9116
79
Lampiran 3 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk batang dan bulat tidak berspora The ANOVA Procedure Dependent Variable: reduksi
Source Pr > F Model <.0001 Error Total
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
2
21.27020000
10.63510000
704.31
6 8
0.09060000 21.36080000
0.01510000
R-Square 0.995759
Coeff Var 0.127137
Root MSE reduksi Mean 0.122882 96.65333
t Tests (LSD) for reduksi Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of t Least Significant Difference
0.05 6 0.0151 2.44691 0.2455
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping A B C
Mean 98.6500 96.4000 94.9100
N 3 3 3
isolat ICBB 9120 ICBB 9124 ICBB 9123
80
Lampiran 4 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram negatif bentuk batang The ANOVA Procedure Dependent Variable: reduksi
Source Pr > F Model <.0001 Error Total
Sum of Squares
Mean Square
F Value
2
17.23742222
8.61871111
1310.28
6 8
0.03946667 17.27688889
0.00657778
DF
R-Square 0.997716
Coeff Var 0.083931
Root MSE reduksi Mean 0.081104 96.63111
t Tests (LSD) for reduksi Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of t Least Significant Difference
0.05 6 0.006578 2.44691 0.162
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping A B C
Mean 98.50000 96.20000 95.19333
N 3 3 3
isolat ICBB 9119 ICBB 9115 ICBB 9117
81
Lampiran 5 Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor berisi batuan vulkanik dengan waktu pembentukan biofilm 6 hari The ANOVA Procedure Dependent Variable: reduksi
Source Pr > F Model <.0001 Error Total
Sum of Squares
Mean Square
F Value
3
0.62806667
0.20935556
45.59
8 11
0.03673333 0.66480000
0.00459167
DF
R-Square 0.944745
Coeff Var 0.068432
Root MSE reduksi Mean 0.067762 99.02000
t Tests (LSD) for reduksi Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of t Least Significant Difference
0.05 8 0.004592 2.30600 0.1276
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping A B C D
Mean 99.33667 99.12000 98.89000 98.73333
N 3 3 3 3
isolat ICBB 9121 ICBB 9120 ICBB 9118 ICBB 9119
82
Lampiran 6 Hasil reduksi merkuri menggunakan mikrob dalam bioreaktor The ANOVA Procedure Dependent Variable: reduksi
Source Pr > F Model 0.0015 Error Total
Sum of Squares
Mean Square
F Value
5
11.22567500
2.24513500
17.76
6 11
0.75835000 11.98402500
0.12639167
DF
R-Square 0.936720 Source Pr > F isolat kel
Coeff Var 0.363764
Root MSE reduksi Mean 0.355516 97.73250
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
3 2
4.65322500 6.57245000
1.55107500 3.28622500
12.27 26.00 t Tests (LSD) for reduksi
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of t Least Significant Difference
0.05 6 0.126392 2.44691 0.7103
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping A A B B
Mean 98.4700 98.1600 97.4200 96.8800
N 3 3 3 3
isolat ICBB 9119 ICBB 9118 ICBB 9121 ICBB 9120 t Tests (LSD) for reduk
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of t Least Significant Difference
0.05 6 0.126392 2.44691 0.6151
83
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping A A B
Mean
N
kel
98.5000 97.9650 96.7325
4 4 4
Tanaman Typha Arang Aktif Eceng Gondok
84
Lampiran 7 Hasil reduksi merkuri dalam reaktor Lahan Basah Buatan
The ANOVA Procedure Dependent Variable: reduksi
Source Pr > F Model <.0001 Error Total
Sum of Squares
Mean Square
F Value
2
3137.058600
1568.529300
230666
6 8
0.040800 3137.099400
0.006800
DF
R-Square 0.999987
Coeff Var 0.116818
Root MSE reduksi Mean 0.082462 70.59000
t Tests (LSD) for reduksi Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of t Least Significant Difference
0.05 6 0.0068 2.44691 0.1648
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping A B C
Mean 85.34000 82.18000 44.25000
N 3 3 3
isolat Arang Aktif Tanaman Typha Eceng Gondok
85
Lampiran 8 Pengolahan Limbah Merkuri menggunakan Bioreaktor
86
Lampiran 9 Pengolahan Limbah Merkuri menggunakan Reaktor Lahan Basah Buatan