Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 4 No.8, Desember 2006 ISSN 1693-248X
BIOREMEDIASI: Artikel review Zulkifli*), Satriananda*) ABSTRAK Bioremediasi adalah proses pengolahan tanah yang tercemar dengan menggunakan mikroorganisme. Tujuan untuk mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang tidak berbahaya (karbon dioksida dan air). Di negara-negara maju, bioremediasi sudah diterapkan untuk pengolahan tanah yang tercemar, namun teknologi ini belum populer di Indonesia. Artikel ini memberikan gambaran tentang proses bioremediasi, prinsip-prinsip dan teknik bioremediasi, serta berbagai keunggulan dan kelemahannya. Kata kunci: bioremediasi, degradasi, mikroorganisme, kontaminan
dibutuhkan biaya besar setiap tahun untuk proses penanganannya. Teknik pengolahan yang lebih maju adalah dengan menghancurkan semua polutan jika memungkinkan, atau paling tidak mengubahnya menjadi bentuk yang tidak berbahaya, seperti pembakaran pada temperatur tinggi. Teknik ini efektif mengurangi jumlah kontaminan, tetapi teknologinya rumit, biaya pengolahan mahal, dan kurangnya penerimaan masyarakat, karena proses pembakaran dapat meningkatkan pemaparan kontaminan ke udara, sehingga berdampak negatif terhadap pekerja maupun penduduk yang tinggal disekitar lahan (Cairney, 1993). Bioremediasi merupakan teknologi alternatif untuk menyisihkan kontaminan dari tanah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Biaya yang dibutuhkan relatif kecil, teknologinya sederhana dan lebih dapat diterima oleh masyarakat. Namun tidak semua tanah tercemar cocok diterapkan metode ini, efektifitasnya sangat tergantung pada jenis kontaminan. Waktu pengolahan yang dibutuhkan pun relatif lama dan konsentrasi kontaminan yang tersisa bisa saja masih lebih besar dari yang diinginkan. Bioremediasi telah diterapkan di sejumlah negara eropa dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Teknik-tekniknya terus disempurnakan berdasarkan pada pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh. Namun bioremediasi belum populer di Indonesia. Artikel ini mencoba memberi gambaran proses-proses yang terlibat dalam bioremediasi, teknik-teknik, keunggulan dan kelemahan proses bioremediasi, sehingga dapat memberi suatu wawasan baru bagi masyarakat Indonesia dalam menangani pencemaran tanah.
PENDAHULUAN Tanah merupakan komponen penting untuk kehidupan manusia. Tanah berperan penting dalam pertumbuhan makhluk hidup, memelihara ekosistem, dan memelihara siklus air. Saat ini, kasus pencemaran tanah terus meningkat di berbagai negara, jumlah tanah yang terkontaminasi pun cukup signifikan. Kasus pencemaran tanah terutama disebabkan oleh pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat (illegal dumping), kebocoran limbah cair dari industri atau fasilitas komersial, atau kecelakaan kenderaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah, yang kemudian tumpah ke permukan tanah (Anonymous, 2006). Saat ini, sudah mulai dilakukan usaha-usaha untuk memperbaiki lahan-lahan tersebut, baik untuk mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan atau untuk mengembalikan fungsi lahan agar dapat digunakan kembali. Remediasi adalah istilah yang digunakan untuk proses pembersihan kontaminan dari tanah. Teknik konvensional untuk remediasi tanah adalah dengan menggali tanah terkontaminasi dan memindahkannya ke area landfill, kelemahan metode ini adalah hanya memindahkan tanah terkontaminasi ke tempat lain, risiko dapat timbul pada saat penggalian, penanganan dan transportasi bahan berbahaya, juga lebih sulit dilakukan serta membutuhkan biaya besar. Teknik konvensional lainnya adalah dengan menutup dan menyekat area tanah terkontaminasi. Namun metode ini hanya solusi sementara, sementara kontaminan tetap berada pada tanah tersebut. Metode ini juga membutuhkan pemantauan dan perawatan jangka panjang terhadap penahannya (barriers), sehingga
*) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe
15
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 4 No.8, Desember 2006 ISSN 1693-248X
Agar bioremediasi dapat berlangsung efektif, mikroorganisme secara enzimatis harus dapat menyerang kontaminan dan mengubahnya menjadi produk yang tidak berbahaya, serta kondisi lingkungan harus mendukung bagi aktivitas mikrobial. Untuk mempercepat dan proses degradasi, maka harus dilakukan manipulasi terhadap beberapa parameter lingkungan yang dapat dikendalikan. Proses bioremediasi juga memiliki sejumlah batasan. Beberapa kontaminan, resisten terhadap serangan mikrobial. Senyawa-senyawa ini sangat lambat di degradasi atau bahkan tidak dapat di degradasi sama sekali, oleh karena itu tidak mudah untuk memprediksi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses bioremediasi. Tabel 1 memperlihatkan beberapa kontaminan yang potensial untuk disisihkan melalui proses bioremediasi.
PRINSIP-PRINSIP BIOREMEDIASI Bioremediasi diartikan sebagai proses degradasi limbah-limbah organik berbahaya menjadi tidak berbahaya, atau sampai tingkat dibawah batas konsentrasi minimum yang dibolehkan oleh peraturan, dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme (Mueller et al., 1996). Untuk mendegradasi kontaminan (pencemar) pada tanah yang tercemar, biasanya digunakan mikroorganisme. Bakteri dan fungi (jamur) sering digunakan untuk mendegradasi atau mengurangi kadar racun. Mikroorganisme dapat berasal dari lahan yang terkontaminasi atau dapat diisolasi dari tempat lain dan dibawa ke area yang terkontaminasi. Senyawa-senyawa kontaminan ditransformasikan oleh mikroorganisme melalui reaksi metabolisme. Proses biodegradasi suatu senyawa, sering melibatkan beberapa jenis mikroorganisme.
Tabel 1. Beberapa kontaminan yang potensial untuk disisihkan melalui proses bioremediasi Jenis kontaminan
Contoh spesifik
Aerobik Anaerobik
Pelarut yang mengandung Trichloroethylene khlor Perchloroethylene Polychlorinated biphenyls 4-Chlorobiphenyl 4,4-Dichlorobiphenyl
+
Phenol terkhlorinasi
Pentachlorophenol
+
“BTEX”
Benzene Toluen Ethyl benzene Xylene
+
Hidrokarbon Poliaromatik (PAHs)
Naphthalene Antracene Fluorene Pyrene Benzo(a)pyrene
+
Pestisida
Atrazine Carbaryl Carbofuran Coumphos Diazinon Glycophosphate Parathion Propham
+
+
(Sumber : Vidali , 2001)
16
+
+
Sumber potensial Pencucian pakaian (binatu) Industri kimia Industri elektrik Pembangkit listrik Gerbong kereta api Pengolahan kayu Landfill Fasilitas produksi dan penyimpanan minyak Lokasi penyulingan gas Bandar udara Pabrik cat Fasilitas pelabuhan laut Jalur kereta api Industri kimia Fasilitas produksi dan penyimpanan minyak Lokasi penyulingan gas Pabrik batu bara Pabrik aspal Pembangkit listrik Pertanian Pabrik pengolahan kayu Pabrik pestisida Daerah rekreasi Landfill
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 4 No.8, Desember 2006 ISSN 1693-248X
(sukar didegradasi). Substrat yang umum digunakan adalah jerami, serbuk gergaji, atau tongkol jagung. Syarat terjadinya proses degradasi adalah terjadinya kontak langsung antara bakteri dan kontaminan. Hal ini tidak mudah dilakukan, karena tidak semua mikroorganisme atau kontaminan tersebar merata pada tanah. Ada jenis bakteri yang dapat merasakan kehadiran kontaminan dan kemudian berpindah mendekatinya, namun jenis mikroorganisme lain seperti fungi tumbuh dalam bentuk serat hanya sekitar kontaminan. Untuk meningkatkan mobilisasi kontaminan, biasanya digunakan surfaktan seperti sodium dodecyl sulphate (http://www.clu-in.org).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BIOREMEDIASI Bioremediasi merupakan suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adanya populasi mikroorganisme yang mampu mendegradasi polutan, tersedianya kontaminan sebagai substrat bagi mikroorganisme serta faktor-faktor lingkungan (jenis tanah, temperatur, pH, kehadiran oksigen atau aseptor elektron, dan nutrien). Faktor-faktor ini harus diperhatikan agar proses bioremediasi dapat berlangsung pada kondisi optimum. Populasi Mikroorganisme Mikroorganisme dapat diisolasi dari lingkungan. Mikroorganisme dapat beradaptasi dan tumbuh pada temperatur yang sangat rendah, sangat panas, dalam air, dalam keadaan oksigen berlebih, atau tanpa oksigen serta pada lingkungan yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya atau pada berbagai jenis limbah. Kebutuhan utamanya adalah sumber energi dan sumber karbon. Karena kemampuannya dalam beradaptasi, maka mikroorganisme dapat digunakan untuk mendegradasi atau memperbaiki lingkungan yang telah tercemar. Mikroorganisme yang terlibat pada proses bioremediasi dapat dibagi dalam bebeberapa kelompok, yaitu : Mikroorganisme Aerobik adalah mikroorganisme yang lingkungan hidupnya kaya akan oksigen. Contohnya seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Sphingomonas, Rhodococcus dan Mycobacterium. Bakteri-bakteri ini sering digunakan untuk mendegradasi pestisida dan senyawa-senyawa hidrokarbon, baik senyawasenyawa alkana maupun senyawa-senyawa poliaromatik. Kebanyakan bakteri ini menggunakan kontaminan sebagai sumber utama bagi kebutuhan karbon. Mikroorganisme Anaerobik adalah mikroorganisme yang lingkungan hidupnya tidak mengandung oksigen. Bakteri anaerobik lebih jarang digunakan dibandingkan bakteri aerobik pada proses bioremediasi. Kebanyakan bakteri anaerobik digunakan untuk proses bioremediasi PCB (Polychlorinated Biphenyls) dalam sedimen sungai, dekhlorinasi pelarut chloroform dan TCE (trichloroethylene). Fungi (jamur) seperti Phanaerochaetea chrysosporium memiliki kemampuan untuk mendegradasi beragam polutan mulai yang bersifat toksik (racun) hingga yang persisten
Nutrien Meskipun pada tanah terkontaminasi terdapat mikroorganisme yang alami, namun populasi yang ada biasanya tidak mencukupi untuk dapat melakukan remediasi terhadap lahan yang tercemar tersebut. Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut harus di stimulasi untuk mendapatkan jumlah populasi yang cukup. Biostimulasi biasanya dilakukan dengan memasok oksigen sebagai aseptor elektron dan penambahan nutrien seperti nitrogen, phospor, dan karbon. Nutrien-nutrien tersebut merupakan unsur utama penyusun sel mikroorganisme dan membantu untuk memproduksi enzim-enzim yang akan digunakan untuk memecah kontaminan. Komposisi sel mikroorganisme diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi sel mikroorganisme Unsur Persentase Karbon 50 Nitrogen 14 Oksigen 20 Hidrogen 8 Phospor 3 Kalium 1 Natrium 1 Kalsium 0,5 Magnesium 0,5 Khlorida 0,5 Besi 0,2 Unsur-unsur lain 0,3 ( Sumber: Vidali, 2001).
Kondisi Lingkungan Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh pH, temperatur dan 17
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 4 No.8, Desember 2006 ISSN 1693-248X
kelembaban. Meskipun ada beberapa mikroorganisme dapat bertahan pada suatu kondisi lingkungan yang ekstrim, namun kebanyakan mikroorganisme hanya dapat tumbuh optimal pada suatu rentang yang sempit, sehingga penting sekali untuk mengatur suatu kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan mikroorganisme. Kondisi lingkungan yang cocok untuk proses degradasi diperlihatkan pada Tabel 3.
TEKNIK BIOREMEDIASI Banyak teknik yang dapat digunakan untuk proses bioremediasi. Teknik in situ, merupakan proses bioremediasi air dan tanah tercemar yang berlangsung di tempat. Teknik ex situ yaitu teknik bioremediasi pengolahan air dan tanah tercemar di luar lokasi yang tercemar. Teknik bioremediasi in situ Teknik in situ biasanya merupakan pilihan utama karena biaya yang dikeluarkan lebih rendah dan gangguan pengaruh lingkungan juga kecil, disamping itu teknik ini dapat mengurangi risiko pemaparan kontaminan yang luas akibat proses pengerukan dan perpindahan kontaminan melalui transportasi. Efektifitas pengolahan teknik in situ sangat bergantung pada seberapa kedalaman tanah yang dapat dijangkau oleh pasokan oksigen. Umumnya, difusi oksigen yang mencukupi untuk proses bioremediasi hanya dapat menjangkau kedalaman tanah 30 cm, namun pada beberapa jenis tanah tertentu efektifitas difusi oksigen dapat mencapai kedalaman 60 cm. Ada beberapa teknik bioremediasi in situ, antara lain : Bioventing, merupakan proses pengolahan in situ yang paling umum digunakan. Pada teknik ini, suplai udara dan nutrien dimasukkan melalui sumur-sumur ke dalam tanah yang tercemar untuk memacu pertumbuhan bakteri yang ada di tempat tersebut. Laju alir udara untuk suplai oksigen diatur cukup rendah agar dapat meminimalkan terjadinya penguapan kontaminan ke udara, namun suplai oksigen harus tetap mencukupi bagi pertumbuhan mikroorganisme. Metode ini efektif digunakan untuk remediasi tanah yang tercemar hidrokarbon sederhana dan dapat digunakan juga jika kontaminasi terjadi jauh dibawah permukaan tanah. Biodegradasi in situ. Pada teknik ini, air yang mengandung nutrien dan oksigen disirkulasikan pada tanah yang terkontaminasi. Tujuannya adalah untuk memicu pertumbuhan bakteri alami yang terdapat pada tanah tercemar agar dapat mendegradasi kontaminan. Metode ini dapat digunakan untuk pengolahan tanah dan air tanah yang tercemar. Bioaugmentasi. Proses bioremediasi biasanya hanya memanfaatkan mikroorganisme alami yang terdapat pada lahan tercemar, namun jika populasi mikroorganisme yang ada tidak mencukupi untuk melakukan proses
Tabel 3. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi proses degradasi. Parameter
Kondisi lingkungan yang dibutuhkan untuk aktivitas mikrobial Kelembaban tanah 25-28 % pH tanah 5,5 – 8,8 Kandungan Oksigen 10 – 40 % Kandungan nutrien C:N:P = 100:10:1 Temperatur (oC) 20 – 30 Jenis kontaminan kadar racun rendah Kandungan logam maksimal 2000 ppm ( Sumber: Vidali, 2001) Derajat keasaman yang baik berkisar pada pH netral. Jika pH tanah terlalu rendah (asam), maka dapat dilakukan penambahan kapur terhadap tanah untuk meningkatkan kembali pH tanah. Temperatur juga mempengaruhi laju reaksi biokimia. Pada proses biologi, laju reaksi biasanya meningkat 2 kali setiap kenaikan temperatur 10oC. Namun jika temperatur terus meningkat mencapai suatu temperatur yang ekstrim, maka sel akan mati. Kelembaban tanah juga perlu di atur untuk menjaga ketersediaan air yang dibutuhkan oleh mikroorganisme, karena sebagian besar unsur penyusun mikroorganisme adalah air. Agar kelembaban tanah tetap terjaga, maka harus terus diatur suplai air ke dalam tanah. Kebutuhan oksigen menentukan apakah suatu proses bersifat aerob atau anaerob. Senyawa-senyawa hidrokarbon lebih mudah didegradasi pada kondisi aerob, sementara senyawa-senyawa yang mengandung khlor lebih mudah terdegradasi pada kondisi anaerob. Untuk meningkatkan kandungan oksigen tanah, dapat dilakukan menggunakan pembajakan tanah atau memasukkan suplai udara ke dalam tanah. Namun perlu lebih hati-hati, karena beberapa unsur seperti hidrogen peroksida atau magnesium peroksida dapat terpapar ke udara .
18
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 4 No.8, Desember 2006 ISSN 1693-248X
bioremediasi secara efektif, maka harus dilakukan penambahan mikroorganisme dari luar area terkontaminasi. Teknik ini disebut bioaugmentasi. Penambahan mikroorganisme juga dilakukan apabila bakteri yang dapat mendegradasi kontaminan kalah bersaing dengan bakteri lokal di area terkontaminasi yang tidak memanfaatkan kontaminan sebagai substratnya (King et al, 1997).
prediksi. Namun, sistem bioreaktor juga memiliki kelemahan. Pada sistem ini, tanah terkontaminasi membutuhkan perlakuan awal seperti pengerukan atau pelucutan kontaminan dari tanah melalui pencucian atau ekstraksi secara fisika (misalnya ekstraksi vakum) sebelum ditempatkan dalam bioreaktor. Implikasinya adalah biaya yang dibutuhkan menjadi lebih besar (King et al, 1997).
Teknik Bioremediasi ex situ Teknik bioremediasi ex situ adalah teknik pengolahan tanah tercemar yang dilakukan diluar area pencemaran, melalui pengerukan atau pemindahan tanah yang telah terkontaminasi. Ada beberapa teknik untuk bioremediasi ex situ, antara lain : Landfarming, merupakan metode sederhana dimana tanah yang telah terkontaminasi di keruk dan disebarkan pada suatu alas yang telah disiapkan dan diolah secara berkala sampai polutannya terdegradasi. Tujuannya adalah untuk menstimulasi mikroorganisme dan menciptakan kondisi aerobik untuk proses degradasi kontaminan. Secara umum, praktek ini hanya terbatas untuk pengolahan tanah dangkal dengan kedalaman 10-35 cm. Composting, pada teknik ini tanah yang telah terkontaminasi di campur dengan senyawasenyawa organik tidak berbahaya yang dapat berasal dari pupuk atau limbah-limbah pertanian. Kehadiran senyawa-senyawa organik ini menyediakan kebutuhan nutrien bagi mikroorganisme sehingga dapat mendukung terbentuknya populasi mikroorganisme menjadi lebih banyak. Bioreaktor. Penggunaan bioreaktor dilakukan dengan mencampurkan tanah terkontaminasi dengan air hingga berbentuk bubur (slurry) dan kemudian dimasukkan ke dalam reaktor . Di dalam reaktor kontaminan akan mengalami kontak dengan mikroorganisme, sehingga terjadi proses degradasi terhadap kontaminan. Bioreaktor merupakan sistem yang direkayasa dengan mengontrol sejumlah parameter pertumbuhan mikroorganisme, sehingga penyisihan kontaminan pada air, tanah, sedimen atau lumpur dapat berlangsung maksimal. Secara umum, laju biodegradasi pada bioreaktor lebih cepat dibandingkan dengan sistem in situ, karena lingkungan yang direkayasa tersebut lebih terkendali sehingga tidak memberikan gangguan berarti terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu efisiensi penyisihan kontaminan lebih dapat di
KEUNTUNGAN PROSES BIOREMEDIASI Bioremediasi merupakan proses alami, oleh karena itu lebih diterima oleh masyarakat sebagai salah satu cara untuk mengolah lahan yang tercemar dibandingkan proses pengolahan secara fisika atau kimia. Mikroorganisme tumbuh dan mendegradasi kontaminan jika ada kontaminan, namun jika kontaminan telah habis terdegradasi, maka mikrorganisme tersebut mati. Residu hasil pengolahan biasanya merupakan produk tidak berbahaya seperti karbon dioksida, air dan lumpur biomassa. Bioremediasi dapat menghancurkan banyak jenis kontaminan. Senyawa-senyawa yang secara hukum dianggap berbahaya, kebanyakan diubah menjadi bentuk yang tidak berbahaya. Hal ini meminimalkan biaya dan bahaya yang mungkin timbul akibat proses pengolahan atau pembuangan bahan-bahan terkontaminasi. Bioremediasi tidak memindahkan kontaminan dari suatu lingkungan ke lingkungan lainnya, misalnya dari tanah ke air atau udara, namun bioremediasi dapat menghancurkan polutan yang ingin disisihkan. Bioremediasi dapat dilakukan di tempat (on site), bahkan proses ini sering dilakukan tanpa mengganggu aktivitas masyarakat. Hal ini juga mengurangi potensi risiko pemaparan polutan terhadap manusia dan lingkungan akibat proses transportasi dari area pencemaran ke area pengolahan. Biaya proses bioremediasi relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan teknologi lain yang digunakan untuk membersihkan kontaminan berbahaya pada tanah (Flathman, 1993). KELEMAHAN PROSES BIOREMEDIASI Proses bioremediasi hanya terbatas untuk menyisihkan senyawa-senyawa yang dapat di biodegrasi (biodegradable). Tidak semua senyawa dapat didegradasi dengan cepat dan sempurna. Beberapa peneliti menyatakan bahwa ada produk hasil proses biodegradasi dapat lebih
19
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 4 No.8, Desember 2006 ISSN 1693-248X
persisten atau lebih beracun dibandingkan senyawa induknya. Proses-proses biologi biasanya sangat spesifik. Agar proses bioremediasi dapat berlangsung baik, maka harus ada populasi mikroorganisme yang dapat melakukan biodegradasi dalam jumlah yang cukup, kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme, dan tersedia nutrien dan kontaminan yang cukup untuk sumber makanan mikroba. Sangat sulit untuk mengekstrapolasi kondisi eksperimen dan skala pilot ke kondisi operasi di lapangan. Untuk tanah yang tercemar oleh banyak jenis kontaminan atau kontaminan tidak tersebar merata di tanah, maka diperlukan penelitian serta ahli-ahli bioremediasi khusus yang menguasai teknologi bioremediasi untuk penanganannya. Bioremediasi sering membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan teknik pengolahan lainnya, seperti pengerukan dan pemindahan tanah atau pembakaran/insinerasi (Flathman, 1993).
http://www.clu-in.org. Online manual: Technology Practices Manual for Surfactants and Cosolvents, CH2MHILL, 2006. Mueller, J.G., Cerniglia, C. E., dan Pritchard, 1996. Bioremediation of Environments Contaminated by Polycyclic Aromatic Hydrocarbons. In Bioremediation: Principles and Applications, hal. 125–194, Cambridge University Press, Cambridge. Vidali, M., Bioremediation, Pure Appl. Chem., Vol. 3, 2001. King, R.B., Long, G. M., dan Sheldon, 1997, Practical Environmental Bioremediation: The Field Guide, 2nd ed., Lewis, Boca Raton.
KESIMPULAN DAN SARAN Bioremediasi merupakan teknologi untuk pengolahan tanah tercemar dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi kontaminan. Bioremediasi dapat dilakukan secara in situ atau ex situ. Tingkat keberhasilan bioremediasi dipengaruhi oleh adanya mikroorganisme, ketersediaan kontaminan, dan faktor lingkungan seperti jenis tanah, temperatur, pH, oksigen dan nutrien. Teknologi bioremediasi secara ekonomis sangat potensial sebagai alternatif pengolahan tanah yang terkontaminasi dimasa yang akan datang. Meskipun demikian, banyak tantangan dan pertanyaan seputar proses bioremediasi yang belum terjawab, masih dibutuhkan penelitian-penelitian dan kajian ilmiah untuk pengembangan dan optimisasi proses bioremediasi di masa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2006, Pencemaran Tanah, Pencemaran Tanah Online, 18 Desember 2006. Cairney, T., 1993, Contaminated Land, Blackie, London. Flathman, P. E., 1993, Bioremediation: Field Experience, Lewis, Boca Raton.
20