Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 8 No.17 Juni 2010 ISSN 1693-248X
PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI Satriananda1 1
Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe email :
[email protected]
ABSTRAK Air yang keruh disebabkan oleh adanya kandungan partikel-partikel tersuspensi. Kekeruhan dapat menurunkan nilai estetika air dan membahayakan kesehatan. Kekeruhan secara konvensional dihilangkan dengan penambahan bahan-bahan kimia ke dalam air, namun kelemahannya adalah endapan yang dihasilkan lebih banyak, sehingga membutuhkan lahan yang luas dan biaya mahal. Proses elektrokoagulasi memanfaatkan arus listrik untuk menurunkan kekeruhan dalam air. Fokus penelitian ini adalah melihat pengaruh waktu tinggal cairan terhadap penurunan kekeruhan dalam air. Percobaan dilakukan pada reaktor elektrokoagulasi sistem kontinyu menggunakan elektroda aluminium. Arus listrik menggunakan arus searah pada kuat arus 10 Ampere. Sampel air yang digunakan adalah air tanah di Politeknik Negeri Lhokseumawe. Waktu tinggal cairan divariasikan 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Hasil yang diperoleh, efisiensi penurunan kekeruhan dalam air yang terbaik mencapai 97,6 % pada waktu tinggal cairan 6 jam. Kata kunci : elektrokoagulasi, waktu tinggal cairan, kekeruhan Kemampuan pengendapan dari partikulat tersebut tergantung pada berat jenis material dan ukuran partikelnya. Partikel yang memiliki berat jenis lebih besar dari air akan mengendap akibat gaya gravitasi. Partikel-partikel kecil, terutama yang memiliki berat jenis hampir sama dengan air, seperti bakteribakteri dan partikel-partikel koloid tidak akan mengendap dan akan tersuspensi di dalam air. Oleh karena itu, partikelpartikel tersebut harus digumpalkan terlebih dulu agar dapat disisihkan melalui proses sedimentasi (Rahmani, 2008). Pengolahan secara konvensial biasanya dilakukan melalui penambahan garam-garam logam yang berfungsi sebagai coagulating agents seperti alum dan ferri khlorida, atau berbagai
PENDAHULUAN Salah satu permasalahan dalam penyediaan air bersih adalah kekeruhan. Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel tersuspensi. Batas maksimum kekeruhan air yang diizinkan oleh PERMENKES RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 adalah 5 NTU. Kekeruhan air merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam penyedian air karena kekeruhan tersebut akan mempengaruhi kesehatan dan mengurangi estetika. Partikel – partikel kecil seperti algae, tanah lempung, lumpur, partikel-partikel organik dan bahan-bahan terlarut dalam air sering menyebabkan air menjadi keruh dan berwarna.
35
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 8 No.17 Juni 2010 ISSN 1693-248X
polielektrolit seperti PAC. Bahan-bahan ini berfungsi untuk destabilisasi partikel-partikel koloid melalui proses koagulasi, kemudian dilanjutkan dengan proses pembentukan flok (flokulasi). Flok yang terbentuk dipisahkan melalui proses pengendapan. Pada metode ini, penggunaan bahan-bahan kimia seperti alum, kapur, soda abu, dan lain-lain, berperan penting pada proses penjernihan air. Kelemahan metode konvensional adalah membutuhkan pengawasan yang lebih intensif untuk penambahan bahan kimia dan endapan yang dihasilkan lebih banyak, sehingga membutuhkan lahan yang lebih luas dan biaya penanganan yang lebih besar. Proses elektrokoagulasi memanfaatkan arus listrik untuk mendestabilisasi partikel koloid dalam air, sehingga dapat menyebabkan terjadinya proses koagulasi dan air menjadi lebih jernih. Proses ini lebih ekonomis, dapat dilakukan ditempat (on site) dan tidak menggunakan bahan kimia, sehingga lebih ramah lingkungan. Pada proses ini, arus listrik searah dilewatkan melalui kepingkeping elektroda yang dimasukkan ke dalam air (Peter Holt dkk, 2006). Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang pemanfaatan proses elektrokoagulasi untuk pengolahan limbah. Rahmani AR (2008) telah melakukan penelitian penyisihan kekeruhan dari air dengan metode elektrokoagulasi. Szpyrkowicz (2002) telah melakukan pengolahan limbah industri tekstil dengan metode elektrokoagulasi. Satriananda (2008) telah melakukan penyisihan besi dari air dengan metode elektrokoagulasi. Pada penelitian ini dicoba untuk menyisihkan kekeruhan dari air menggunakan reaktor elektrokoagulasi sistem kontinyu. Penelitian dilakukan
pada berbagai variasi waktu tinggal cairan, tujuannya adalah untuk melihat kinerja reaktor elektrokoagulasi sistem kontinyu dalam menurunkan kekeruhan dalam air. Prinsip proses elektrokoagulasi adalah reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Pada sel elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di elektroda positif yaitu anoda, sedangkan reduksi terjadi di elektroda negatif yaitu katoda. Faktor utama yang berperan dalam proses elektrokoagulasi adalah elektroda yang digunakan, serta air yang diolah. Air berfungsi sebagai larutan elektrolit yang menghantarkan arus listrik di dalam larutan. Pada proses elektrokoagulasi, anoda yang digunakan akan larut ke dalam elektrolit sehingga ion-ion akan berpindah dari logam ke dalam larutan. Ion-ion yang terbentuk akan merusak stabilisasi koloid dalam air, sehingga partikel-partikel tersebut akan berkumpul membentuk gumpalangumpalan. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk akan mengendap oleh gaya gravitasi dan sebagian lagi akan mengapung akibat flotasi oleh gas-gas yang terbentuk selama proses elektrolisis. Reaksi yang terjadi pada elektroda sel elektrokoagulasi (misalnya Aluminium) jika dialiri listrik arus searah, adalah sebagai berikut: o Reaksi oksidasi di anoda 3+
0
Al Al + 3e
E = 1,66 V
+
0
2 H O 4H + O + 4e 2
E = - 1,23 V
2
o Reaksi reduksi di katoda -
2 H O + 2e 2OH + H 2 3+
Al + 3e
36
Al
0 2
E = - 0,83 V 0
E = - 1,66 V
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 8 No.17 Juni 2010 ISSN 1693-248X
Ion Aluminium (Al3+) yang terbentuk akan mendestabilisasi partikel-partikel koloid dalam air dan membentuk endapan, sehingga air menjadi lebih jernih. Untuk mendapatkan kualitas air yang lebih baik, proses elektrokoagulasi dapat dilanjutkan dengan proses pemisahan endapan seperti proses sedimentasi, flotasi, filtrasi, dan lain-lain.
Untuk melihat pengaruh waktu tinggal cairan (detention time) terhadap efisiensi penurunan kekeruhan, reaktor dioperasikan pada laju alir berbedabeda. Waktu tinggal divariasikan 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Pengukuran kekeruhan dilakukan setiap selang waktu 15 menit sampai data menunjukkan kondisi steady state. Arus listrik disuplai menggunakan adaptor arus searah (DC) pada kuat arus 10 A.
Metode Penelitian Sampel penelitian diambil dari air tanah di Politeknik Negeri Lhokseumawe. Proses penurunan kekeruhan dilakukan menggunakan sebuah reaktor elektrokoagulasi. Kekeruhan sampel diukur menggunakan Turbidimeter (Hach 4800) baik sebelum maupun sesudah proses elektrokoagulasi. Reaktor elektrokoagulasi dibuat dari bahan kaca dengan volume efektif 2000 ml dan menggunakan elektroda Aluminium. Reaktor kemudian di isi sampel air dan plat elektroda dicelupkan ke dalam air hingga terendam sedalam 5 cm. Masingmasing 2 plat katoda dan 2 plat anoda disusun berselang-seling sedemikian rupa dan dirangkai secara paralel untuk dialiri arus listrik (Gambar 1).
Hasil Penelitian Sampel air tanah Politeknik Negeri Lhokseumawe merupakan air alami yang banyak mengandung senyawa-senyawa penyebab kesadahan seperti Kalsium dan Magnesium. Partikel-partikel terlarut tersebut menyebabkan warna air menjadi keruh. Selama proses elektrolisis berlangsung, beda potensial antar katoda dan anoda akibat pemberian arus listrik akan menyebabkan terbentuknya ion OH- (hidroksil) di katoda dan penguraian aluminium menjadi Al3+ di anoda. Ion-ion hidroksil dan ion-ion aluminium yang terbentuk tersebut akan bereaksi dengan partikel-partikel terlarut sehingga menyebabkan terjadinya proses flokulasi.
Influent
Efluent
Tangki Umpan
Gambar 1. Rangkaian peralatan proses elektrokoagulasi 37
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 8 No.17 Juni 2010 ISSN 1693-248X
Pemberian arus listrik terhadap air menyebabkan terjadinya penguraian senyawa-senyawa kalsium dan 2+ magnesium menjadi ion-ion Ca dan Mg2+. Ion-ion ini selanjutnya akan bereaksi dengan ion-ion hidroksil yang dihasilkan oleh katoda membentuk endapan, akibatnya akan terjadi penurunan kekeruhan dari air. Perbandingan kekeruhan sampel air sebelum proses dengan setelah proses elektrokoagulasi berlangsung diperlihatkan pada Gambar 2.
terelektrolisis, sehingga semakin banyak zat yang terendapkan. Secara teoritis, hal ini dapat dijelaskan dengan konsep Hukum Faraday: W= e.i.t /96500 Dimana : w= massa zat hasil elektrolisis ( gram) atau massa zat yang terendapkan e = massa atom relatif / valensi senyawa i = kuat arus t = waktu elektrolisis
kekeruhan (NTU)
40
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa semakin lama waktu elektrolisis, maka semakin besar massa zat yang terendap. Hasil elektrolisis terhadap sampel air secara umum menunjukkan terjadi penurunan kekeruhan dalam sampel dengan meningkatnya waktu tinggal cairan. Dari Gambar 3 dapat dilihat penurunan terbesar terjadi pada waktu tinggal cairan 6 jam, yaitu dari kekeruhan awal sebesar 34,20 NTU menjadi 0,82 NTU dengan efisiensi penyisihan sebesar 97,60 %.
35 30 kekeruhan awal kekeruhan akhir
25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Waktu Tinggal cairan (jam)
Efisiensi penurunan kekeruhan (%)
Gambar 2. Perbandingan kekeruhan sampel air sebelum proses dengan setelah proses elektrokoagulasi pada kondisi steady state Lamanya waktu tinggal cairan di dalam reaktor mempengaruhi kekeruhan akhir yang dapat dicapai serta efisiensi penyisihan kekeruhan. Semakin lama waktu tinggal cairan di dalam reaktor, maka semakin banyak tingkat kekeruhan yang dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu tinggal cairan, maka kontak antara elektroda yang mengandung arus listrik dengan partikulat di dalam air semakin lama. Semakin lama kontak memungkinkan semakin banyak senyawa-senyawa di dalam air yang
120 100 80 60 40 20 0
0
1
2
3
4
5
6
7
Waktu Tinggal cairan (jam)
Gambar 3. Pengaruh waktu tinggal cairan terhadap efisiensi penurunan kekeruhan
38
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 8 No.17 Juni 2010 ISSN 1693-248X
Kesimpulan Proses elektrokoagulasi sistem kontinyu dapat efektif menurunkan kekeruhan air. Semakin lama waktu tinggal cairan di dalam reaktor maka semakin besar tingkat kekeruhan yang dapat diturunkan. Daftar Pustaka Holt PK, Barton GW, Mitchell CA. Deciphering the science behind electrocoagulation to remove suspended clay particles from water. J of Water Science and Technology. 2004; 50(12):177-84. Peter H., Barton, G., dan Mitchell, C., Electrocoagulation as A Wastewater Treatment, The Third Annual Australian Engineering Research Event, Victoria, 2006. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/ IV/2010 Rahmani AR, Removal of Water Turbidity by the Electrocoagulation Method, Journal Res. Healt Science, Vol. 8, No. 1, pp. 18-24, 2008. Satriananda, Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi, Jurnal Reaksi, Politeknik Negeri Lhokseumawe, 2009. Szpyrkowicz L. Electrocoagulation of textile wastewater bearing disperse dyes. J of Ann Chim. 2002; 92(10): 1025-34.
18