swastiko's blog | BIOLOGI TIKUS Copyright Swastiko Priyambodo
[email protected] http://swastiko.staff.ipb.ac.id/2010/05/25/biologi-tikus/
BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS
Kemampuan Fisik
1. Menggali (digging)
Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi kedalaman 50 cm. Walaupun demikian, tikus riul mampu menggali melebihi kedalaman 200 cm tanpa mengalami kesulitan, terutama pada tanah yang gembur. Sistem sarang tikus di dalam tanah ini sering diperpanjang dengan membuat lorong-lorong tambahan yang saling berhubungan satu sama lain terutama bila populasinya meningkat. Demikian juga, tikus akan membuat beberapa pintu alternatif selain satu pintu utamanya, dalam upaya untuk mengelabuhi predatornya (ular, garangan) yang akan memangsa. Wirok besar, wirok kecil, tikus riul, tikus sawah, dan mencit ladang termasuk hewan terestrial yang dicirikan dengan ekor yang pendek relatif terhadap kepala dan badan, serta tonjolan pada telapak kaki (footpad ) yang relatif kecil dan halus permukaannya.
2. Memanjat (climbing)
Tikus arboreal mampu memanjat pohon dengan baik, memanjat tembok dengan permukaan kasar, memanjat pipa paralon, berjalan pada seutas kawat/tali tambang, serta turun dari suatu ketinggian dengan kepala menuju ke bawah tanpa mengalami kesulitan. Kemampuan memanjat ini ditunjang oleh adanya tonjolan pada telapak kaki yang disebut dengan footpad yang berukuran relatif besar dan permukaan yang relatif kasar. Ditambah lagi dengan cakar atau kuku yang berguna untuk memperkuat pegangan, serta ekor sebagai alat untuk menjaga keseimbangan pada saat memanjat. Ekor tikus arboreal berukuran lebih panjang daripada kepala dan badan. Tikus rumah, tikus pohon, tikus ladang, dan mencit rumah termasuk hewan arboreal.
page 1 / 5
swastiko's blog | BIOLOGI TIKUS Copyright Swastiko Priyambodo
[email protected] http://swastiko.staff.ipb.ac.id/2010/05/25/biologi-tikus/
3. Meloncat (jumping)
Sesuai dengan otot-otot kakinya yang relatif kuat, tikus dapat meloncat cukup baik. Tikus riul dewasa dapat meloncat secara vertikal sampai ketinggian 77 cm, dan horizontal mencapai 240 cm, bahkan loncatan ini akan lebih tinggi dan lebih jauh bila dimulai dengan berlari (ancang-ancang). Sementara itu, mencit rumah dapat meloncat vertikal sampai 25 cm.
4. Mengerat (gnawing)
Tikus mengerat dengan bantuan bahan-bahan yang keras, yang bertujuan untuk mengurangi panjang gigi serinya yang tumbuh terus menerus. Aktivitas mengerat ini dapat berlangsung tanpa adanya benda keras, tetapi hasil pengeratannya masih kalah cepat dibandingkan dengan pertumbuhan gigi serinya yang mencapai 0.3 mm/hari. Pertumbuhan gigi seri ini disebabkan tidak adanya penyempitan pada bagian pangkal, sehingga terdapat celah yang memungkinkan pertumbuhan tersebut. Email gigi seri hanya terdapat pada sisi yang menghadap ke arah depan (ke luar). Oleh karena itu sisi yang menghadap ke arah belakang (ke dalam) lebih cepat aus dan bagian yang runcing terdapat pada sisi depan. Tikus tidak mempunyai taring, sehingga di antara gigi seri dan geraham terdapat celah yang disebut dengan diastema, yang berfungsi untuk membuang kotoran yang ikut terbawa bersama dengan pakan masuk ke dalam mulut.
Tikus dapat merusak bahan-bahan yang keras sampai nilai 5,5 pada skala kekerasan geologis, termasuk kayu pada bangunan dan kayu pohon, lembaran aluminium, beton berkualitas buruk, dan aspal. Logam yang dilapisi secara galvanis dan bahan-bahan yang mempunyai skala kekerasan geologis > 5,5 tidak dapat ditembus oleh gigi seri tikus. Bahan tersebut sering dipakai sebagai penghalang mekanis dari gangguan tikus.
5. Berenang (swimming) dan menyelam (diving)
Tikus merupakan hewan yang pandai berenang. Dalam suatu percobaan untuk melihat kemampuan tikus berenang dalam keadaan terpaksa, tikus mampu
page 2 / 5
swastiko's blog | BIOLOGI TIKUS Copyright Swastiko Priyambodo
[email protected] http://swastiko.staff.ipb.ac.id/2010/05/25/biologi-tikus/
berenang selama 50 – 72 jam pada suatu bak air dengan suhu 35° C, dan dengan kecepatan berenang 1,4 km/jam, serta kecepatan 0,7 km/jam untuk mencit. Lama menyelam dari seekor tikus maksimum mencapai 30 detik. Tikus berenang dengan menggunakan kedua tungkai belakangnya dengan cara menendang secara bergantian.
Kemampuan Indera
1. Indera Penglihatan (vision)
Mata tikus telah dibiasakan untuk melihat di malam hari. Penglihatan tikus kurang berkembang dengan baik, tetapi mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap cahaya. Tikus mempunyai kemampuan untuk mengenali bentuk benda dalam cahaya yang remang-remang. Pada jarak pandang 10 m, tikus masih dapat mengenali bentuk benda yang ada di depannya, bahkan untuk mencit sampai jarak 15 m. Tikus adalah hewan yang buta warna. Sebagian besar warna ditangkap oleh penglihatan tikus sebagai warna kelabu. Namun ada kecenderungan bahwa tikus tertarik pada warna-warna kuning dan hijau terang yang ditangkapnya sebagai warna kelabu cerah (terang). Di laboratorium, intensitas cahaya yang lemah atau cahaya merah (inframerah) membuat tikus lebih mudah dikendalikan atau ditangani daripada cahaya yang terang. Hal ini dimanfaatkan untuk menangani tikus dalam penelitian. Demikian juga manusia dapat mengamati aktivitas tikus di malam hari dengan memasang kamera inframerah di tempat aktivitas tikus yang tinggi.
2. Indera Penciuman (smell)
Indera penciuman tikus berkembang dengan sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan aktivitas tikus menggerak-gerakkan kepala serta mendengus pada saat mencium bau pakan, tikus lain, atau musuh (predator). Penciuman tikus yang sangat baik ini juga bermanfaat untuk mencium urin dan sekresi genital dari tikus lain. Dengan kemampuan ini, maka tikus dapat menandai wilayah pergerakan ( home range) dari tikus lain, mengenali jejak tikus yang masih tergolong ke dalam kelompoknya, serta mendeteksi tikus betina yang sedang estrus. Indera penciuman tikus yang sangat tajam ini dapat dimanfaatkan untuk menarik atau mengusir tikus dari suatu wilayah. Untuk menarik tikus jantan dapat digunakan bahan kimia
page 3 / 5
swastiko's blog | BIOLOGI TIKUS Copyright Swastiko Priyambodo
[email protected] http://swastiko.staff.ipb.ac.id/2010/05/25/biologi-tikus/
penarik (attractant) yang dibuat dari senyawa kimia sintetis yang mirip dengan senyawa yang dikeluarkan oleh tikus betina pada saat birahi. Untuk mengusir tikus, dapat digunakan bahan kimia penolak (repellent) yang dibuat dari senyawa kimia sintetis yang mirip dengan senyawa bau dari predatornya.
3. Indera Pendengaran (hearing)
Indera pendengaran tikus berkembang dengan sangat baik. Sebagian besar hewan pengerat memiliki tanggap akustik bimodal cochlear yang artinya ada dua puncak akustik yang dapat dideteksinya. Puncak pertama pada selang audible yaitu frekuensi 40 KHz (tikus) dan 20 KHz (mencit). Puncak kedua pada suara ultrasonik yang mencapai 100 KHz (tikus) dan 90 KHz (mencit). Suara ultrasonik digunakan oleh tikus untuk melakukan komunikasi sosial, terutama pada tikus jantan, yang mengeluarkan suara tersebut saat melakukan aktivitas seksual maupun saat berkelahi dengan jantan lain, terutama berkaitan dengan penentuan daerah kekuasaan. Anak tikus mengeluarkan suara dengan frekuensi 40 – 65 KHz pada saat kehilangan induknya, dan induk yang masih menyusui akan berusaha untuk mencarinya. Anak tikus yang baru lahir akan mengeluarkan suara ultrasonik sebagai reaksi terhadap lingkungan baru yang dingin dibandingkan dengan lingkungan di dalam rahim induknya. Hal yang sama juga terjadi pada saat induknya sedang keluar sarang. Indera pendengaran tikus yang sangat sensitif ini dapat dimanfaatkan untuk menarik atau mengusir tikus dari suatu wilayah dengan bantuan suara ultrasonik yang direkam pada pita suara.
4. Indera Perasa (taste)
Indera perasa tikus berkembang dengan sangat baik. Sebagai gambaran, tikus riul di laboratorium maupun di alam mampu membedakan umpan yang diberi estrogen 2 ppm atau tidak. Gambaran lain adalah tikus mampu mendeteksi dan menolak minuman yang mengandung senyawa phenylthiocarbamide 3 ppm suatu senyawa beracun yang berasa pahit di lidah manusia. Kemampuan tikus untuk mendeteksi zat-zat yang berasa pahit, bersifat toksik, atau berasa tidak enak berhubungan dengan pengelolaan tikus dengan menggunakan umpan beracun. Kemampuan tersebut menyebabkan tikus menolak racun yang disediakan untuknya atau dapat juga menimbulkan masalah dosis sub-lethal yaitu tingkat dosis yang tidak sampai membunuh tikus yang memakannya, sehingga secara akumulasi dapat menimbulkan resistensi tikus pada racun tersebut.
page 4 / 5
swastiko's blog | BIOLOGI TIKUS Copyright Swastiko Priyambodo
[email protected] http://swastiko.staff.ipb.ac.id/2010/05/25/biologi-tikus/
5. Indera Peraba (touch)
Indera peraba tikus berkembang dengan sangat baik. Hal ini sangat membantu di dalam pergerakan tikus di tengah kegelapan. Rambut halus dan panjang yang tumbuh di antara rambut normal pada bagian tepi (lateral) dan bawah (ventral) tubuhnya (vibrissae) dan misai dapat digunakan untuk meraba dan memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi. Bentuk rabaan tersebut dapat berupa sentuhan dengan lantai, dinding, maupun benda-benda yang ada di dekatnya. Dengan demikian, hal ini dapat membantu tikus untuk menentukan arah dan memberi tanda bahaya jika ada lubang atau rintangan di depannya. Tikus cenderung untuk bergerak dengan cara menyentuhkan bagian yang sensitif (vibrissae dan misai) pada permukaan vertikal suatu benda. Tingkah laku yang demikian ini disebut dengan thigmotaksis. Biasanya tikus bergerak antar satu tempat dengan yang lainnya melalui suatu jalan khusus yang dirasakannya aman, dan selalu diulang-ulang yang disebut dengan runway. Tingkah laku tikus tersebut dapat dimanfaatkan dalam pengelolaannya dengan cara meletakkan perangkap atau umpan beracun pada runway.
page 5 / 5