BIOLOGI POPULASI OSTREIDAE DI PERAIRAN KUALA GIGIENG, ACEH BESAR (Population Biology of Ostreidae in Kuala Gigieng Waters, Aceh Besar) Chitra Octavina1, Fredinan Yulianda2, Majariana Krisanti2 1
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB 2
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB
ABSTRAK Ostreidae merupakan salah satu famili dari bivalvia yang memiliki nilai ekonomis penting bagi masyarakat di Aceh Besar. Tingginya aktivitas penangkapan dan pencemaran ke perairan diduga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas Ostreidae. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase berat daging, tingkat dan indeks kematangan gonad, hubungan panjang-berat, serta hubungan penangkapan dengan populasi Ostreidae. Penarikan contoh Ostreidae dilakukan di lapangan dan analisis (biologi) dilakukan di laboratorium. Penarikan contoh dilakukan 1 hari dalam 1 minggu selama 2 bulan (6 kali). Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Perairan Kuala Gigieng ditemukan 2 genus dari famili Ostreidae yaitu Crassostrea dan Ostrea dengan 5 spesies yaitu C. gigas, C. iridescens, C. angulata, C. virginica dan O. edulis dengan persentase spesies paling banyak adalah C. gigas, dan C. angulata. Persentase berat daging terbesar berada di lokasi yang alami dan tekanan penangkapan yang masih rendah dibandingkan lokasi yang dekat dengan aktivitas masyarakat. Pertumbuhan Ostreidae adalah allometrik negatif dimana pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (b<3). Pada tingkat kematangan gonad hanya terdapat dua macam tahapan yang paling umum ditemukan pada Ostreidae yaitu tahap in-aktif (nol) yang umum ditemukan di lokasi yang dekat dengan aktivitas penangkapan dan tahap matang gonad (3) di lokasi yang alami dan jauh dari aktivitas masyarakat demikian pula dengan indek kematangan gonad yang lebih besar ditemukan di lokasi yang masih alami. Serta, hubungan penangkapan dengan populasi Ostreidae berbentuk fungsi polinomial dan linear dengan R2 berkisar 80-90%. Sehingga dapat disimpulkan tingginya aktivitas penangkapan ditambah dengan tekanan lingkungan akan menyebabkan menurunnya populasi Ostreidae. Kata kunci : Ostreidae, populasi, penangkapan, pencemaran, Kuala Gigieng ABSTRACT Ostreidae is one of bivalve families which is economically important for urban community in Aceh Besar. However, the quality and quantity of Ostreidae have been decreased due to exploitation and contaminaton. Therefore, the aims of this research is determine the Gonado Somatic Index (GSI), gonad maturity, relationship of length and weight, and fishing and population Ostreidae relationship. Sampling and analysis carried out in the field (biology) performed in the laboratory. Sampling done in 1 day every week in 2 months (6 times). The results showed that in the waters of Kuala Gigieng found two genera is Crassostrea and Ostrea with 5 species is C. gigas, C. iridescens, C. angulata, C. virginica and O. edulis with the percentage of most species is C. gigas , and C. angulata. The higher GSI in a natural location and fishing pressure is low compared to a location close to community activities. Ostreidae is negative allometric growth in which the length faster than weight gain (b < 3). At the level of gonad maturity stages there are only two kinds of the most common found in Ostreidae is in- active phase (0) which is commonly found in a location close to the activity of the gonads mature phase arrest and (3) in a location away from the natural and community activities such similarly, the maturity gonad index greater found in an unspoiled location. As well, the fishing and population Ostreidae relationship form is linear and polynomial function with R 2 ranged 80-90%. It can be concluded the highly of fishing activities and environmental pressures would lead a decline of Ostreidae population. Keywords : Ostreidae, population, fishing, environmental impact, Kuala Gigieng
PENDAHULUAN Ostreidae merupakan salah satu famili dari kelas Bivalvia, filum moluska yang memiliki cangkang setangkup yang kasar dan tidak beraturan, menyukai perairan hangat dan terlindung serta permukaan landai dengan substrat lumpur, pasir atau kerikil dan batu (Silulu et al. 2013). Famili ini 1
memiliki banyak manfaat, salah satu sebagai sumber makanan bernutrisi. Kuala Gigieng merupakan salah satu daerah yang banyak memanfaatkan Ostreidae sebagai mata pencaharian (perikanan) dan konsumsi. Menurut Fadhilah et al. (2012), persentase bivalvia yang berada di perairan Kuala Gigieng sebanyak 46%, gastropoda sebanyak 31% dan malacostraca sebanyak 23%. Ostrea sp. dan Crassostrea sp. merupakan salah satu Ostreidae yang umum dikonsumsi masyarakat di sekitar Kuala Gigieng. Kuala Gigieng merupakan salah satu kawasan estuaria yang berada di Kabupaten Aceh Besar. Perairan ini memiliki luas 4000 m2 dengan kedalaman ±3,5 m dan secara geografis terletak pada 5°37'20,87" LU dan 95°23'48,54" BT. Kuala Gigieng termasuk dalam Kecamatan Baitussalam yang diapit oleh tiga desa yaitu Gampong Baro, Gampong Lamnga dan Gampong Lambada Lhok serta berhubungan langsung dengan Selat Malaka dan Sungai Neuheun (Fadhilah et al. 2012; Marwantim et al. 2012; BPS Aceh 2013). Pemanfaatan Ostreidae di Kuala Gigieng telah berlangsung lama. Setiap hari para nelayan yang didominasi oleh wanita paruh baya akan mengambil kerang untuk dikonsumsi dan dijual ke pasar. Kegiatan tersebut berlangsung ketika air surut dan berakhir ketika air mulai pasang. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa satu orang nelayan kerang dapat mencuplik minimal 5-10 kg dalam satu kali periode tangkap. Sehingga dalam sebulan, sekitar 600 kg kerang diambil dari habitatnya. Pengambilan Ostreidae dilakukan dengan menggunakan pisau. Kegiatan pengambilan yang dilakukan oleh masyarakat tidak pernah memperhatikan komposisi ukuran dan berat. Implikasinya Ostreidae yang sedang tumbuh, berkembang dan memijah akan ikut tertangkap, serta ditambah lagi dengan masukan limbah berbahaya ke perairan Kuala Gigieng yang mengancam habitat alami Ostreidae sehingga diduga kegiatan pengambilan dan tekanan lingkungan perairan akan mempengaruhi populasi Ostreidae di alam. Apabila populasi Ostreidae menurun, maka keseimbangan ekosistem juga akan terganggu (Jackson et al. 2001; Kemp et al. 2005; Lotze et al. 2006; Coen et al. 2007). Guna mengantisipasi hal tersebut, diperlukan pengetahuan dasar mengenai biologi populasi meliputi panjang-berat, tingkat dan indeks kematangan gonad, persentase berat daging serta hubungan laju penangkapan dengan populasi Ostreidae yang tercantum dalam penelitian ini sehingga dapat dilakukan pengaturan daerah pencuplikan dan ukuran yang layak tangkap. Hal ini dimaksudkan agar populasi Ostreidae dapat dipertahankan secara lestari. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di perairan Kuala Gigieng Aceh besar pada tiga stasiun pengamatan. Penentuan jarak stasiun berdasarkan akses kegiatan masyarakat di sekitar Kuala Gigieng. Stasiun 1 (6°22'0.19"LU-76°53'0.6"BT) merupakan daerah yang dekat dengan aktivitas industri perikanan dan pemukiman, Stasiun 2 (6°21'5.26"LU-76°50'9.3"BT) merupakan daerah transisi dan Stasiun 3 (6°21'5.23"LU-76°43'5.4"BT) merupakan daerah tidak ada aktivitas manusia yang menonjol. Jarak Stasiun I ke Stasiun II adalah 2,25 km dan jarak Stasiun II ke Stasiun III adalah 4 km (Gambar 1). 2
Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu minggu selama dua bulan yaitu dari Agustus 2013 sampai September 2013.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Perairan Kuala Gigieng Pengambilan bivalvia didasarkan pada keterwakilan area yang melingkupi masing-masing stasiun dengan menggunakan pisau. Pencuplikan dilakukan dengan membenamkan kuadran yang berukuran 0,5 × 0,5 m2. Pada setiap stasiun, dibenamkan kuadran sebanyak 3 kali ulangan sesuai keterwakilan kelimpahan Ostreidae. Seluruh individu yang berada dalam kuadran diambil, kemudian dilakukan perhitungan jumlah individu kemudian dilakukan pencatatan, setelah itu dimasukan kedalam kantong plastik dan diberi label sesuai stasiun pengambilan. Semua sampel kemudian dibawa ke Laboratorium Ilmu Kelautan dan Biologi untuk dilakukan pengukuran morfometrik, penimbangan bobot, pengawetan tubuh Osteridae dengan NBF 10% serta identifikasi Ostreidae menggunakan buku identifikasi moluska (Dance 1974), dan untuk gonad akan dianalisis di Laboratorium Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee Banda Aceh. Selanjutnya di Laboratorium Ilmu Kelautan dan Biologi Ostreidae yang diperoleh diukur panjang, lebar, tebal (mm) dan ditimbang beratnya (g). Pola pertumbuhan kerang dapat diketahui melalui hubungan panjang cangkang dengan bobot tubuh kerang (berat basah) yang dianalisis melalui hubungan persamaan regresi kuasa (power regression) sebagai berikut: W = aLb Keterangan: W = berat total (g) L = panjang total (mm) a dan b = konstanta Kemudian diregresikan dengan analisis regresi linier sederhana dimana Log W sebagai ’y’ (variabel tak bebas) dan Log L sebagai ’x’ (variabel bebas) berdasarkan uji t dengan hipotesis : H0 : b =
3
3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik ; H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik. Hubungan Indeks Berat Daging (IBD) diambil dari perbandingan antara berat daging dengan berat total bivalvia berdasarkan kelas panjang. Besarnya persentase berat daging terhadap berat total dilihat dengan persamaan sebagai berikut: IBD = (
Wd ) × 100% Wt
Keterangan: Wd = berat daging (g) Wt = berat total (g) Penentuan TKG didasarkan pada gambaran anatomi dan morfologi gonad, penimbangan bobot gonad serta penentuan Indeks Kematangan Gonad (IKG). Analisis TKG menggunakan sediaan histologi dilakukan dengan mengambil perwakilan dari lokasi penangkapan sebanyak 3 sampel. Sedangkan IKG berfungsi untuk mengetahui perubahan yang terjadi secara kuantitatif sehingga pemijahan dapat diduga (Fisher et al. 1996). Nilai IKG ini akan terus meningkat dan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan: Wg IKG = ( ) × 100% Wt Keterangan: IKG = Indeks Kematangan Gonad Wg = berat gonad (g) Wt = berat total (g) Hubungan antara banyaknya penangkapan dengan tingkat populasi Ostreidae pada setiap stasiun dapat dimodelkan dengan menggunakan beberapa pendekatan statistika. Model yang sesuai untuk menggambarkan hubungan antara penangkapan dengan populasi Ostreidae dilihat berdasarkan koefisien determinasi (R2) yang paling besar serta simpangan baku yang paling kecil. Adapun model-model statistika tersebut sebagai berikut: 1.
Analisis Regresi Linier Sederhana (RLS): PO = a + bx
2.
Fungsi Eksponensial: PO = f(x) = ax dengan a > 0 dan a ≠ 1
3.
Logaritma: PO = loga x; x = ay dengan a ≥ 0 dan a ≠ 1
4.
Persamaan Parabola: PO= f(x) = ax2 + bx + c, a ≠ 0 berbentuk parabola
5.
Non-linear Relationship (The Power Law): PO = axn
keterangan: PO a, b, c X n
= Populasi Ostreidae (ind/m2) = Konstanta = Penangkapan = Eksponen Power Law 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi Ostreidae yang ditemukan di Perairan Kuala Gigieng Aceh Besar terdiri dari 2 genus yaitu Crassostrea dan Ostrea dengan 5 spesies yaitu O.edulis, C.virginica, C.iridescens, C.angulata dan C.gigas yang berada di Stasiun 1, 2 dan 3, namun spesies Ostreidae yang paling banyak
Jumlah Individu (Individu/m2)
ditemukan adalah Crassostrea angulata dan Crassostrea gigas (Gambar 2). 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Spesies Ostreidae
Gambar 2. Jumlah Individu Ostreidae yang ditemukan di Kuala Gigieng Indeks Berat Daging (IBD) Berdasarkan hasil analisis, persentase berat daging mengalami fluktuasi per waktu dan per stasiun pengamatan (Gambar 3). Persentase berat daging terendah berada di Stasiun 1, sedangkan persentase berat daging tertinggi berada di Stasiun 2 dan 3. Demikian pula dengan spesies Ostreidae yang ditemukan, Crassostrea angulata memiliki persentase berat daging yang lebih tinggi dibandingkan
Indeks Berat Daging (%)
spesies Ostreidae lainnya. 16000.00
Stasiun 1
14000.00
Stasiun 2
12000.00
Stasiun 3
10000.00 8000.00 6000.00 4000.00 2000.00 0.00
Spesies Ostreidae
Gambar 3. Persentase Berat Daging Famili Ostreidae di Perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar 5
Tingginya persentase berat daging di Stasiun 2 dan 3 disebabkan oleh faktor lingkungan yang mendukung kehidupan Ostreidae sehingga pemanfaatan energi lebih maksimal. Energi tersebut dapat diperoleh dari melimpahnya produsen primer fitoplankton khususnya dari kelompok diatom bentik yang merupakan makanan alami kerang. Hal ini juga didukung fakta bahwa pada bulan Agustus dan September rata-rata kerang dalam kondisi siap memijah yang disertai berat jaringan yang juga semakin bertambah (Komala et al. 2012). Menurut Afiati (2005) berat jaringan dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan siklus reproduksinya. Alokasi energi dan stok nutrisi yang diperoleh bivalvia pada makanan akan dialokasikan pertama untuk metabolisme, kedua untuk reproduksi dan terakhir untuk pertumbuhan. Bagi organisme kerang yang kemampuan hidupnya sangat rendah, banyaknya gangguan dalam lingkungan akan mempengaruhi aktifitas makan yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan yang dapat diketahui dari terhambatnya pertambahan panjang maupun bobot jaringan. Hubungan Panjang-Berat Ostreidae Seluruh spesies dari famili Ostreidae dari Stasiun 1, 2 dan 3 memiliki persamaan panjang-berat dimana b < 3, sehingga pola pertumbuhan Ostreidae adalah allometrik negatif (Gambar 4). Pertumbuhan allometrik negatif yaitu laju pertambahan berat tidak seiring dengan pertambahan panjangnya. Hal tersebut berarti pertambahan berat (cangkang ditambah dengan berat daging atau viscera weight) lebih cepat bertambah dibandingkan panjangnya seiring dengan waktu. Kondisi tersebut menandakan bahwa ada pengumpulan energi yang didapat lewat makanan dan kondisi lingkungan yang baik.
Ostrea edulis y = 0,1844x1,4884 R² = 0,6575 N = 306
40.00
80.00
Bobot (g)
60.00
Bobot (g)
Crassostrea iridescens
20.00 0.00
y = 0,4095x1,2725 R² = 0,7196 N = 286
60.00 40.00 20.00 0.00
0
10
20 30 Panjang (mm)
40
50
0
20 40 Panjang (mm)
(a) Crassostrea angulata
150.00 100.00
200.00
Bobot (g)
Bobot (g)
(b) Crassostrea virginica
y = 0,2164x1,4895 R² = 0,6792 N = 442
200.00
60
50.00 0.00
y = 0,0543x1,8652 R² = 0,7 N= 377
150.00 100.00 50.00 0.00
0
20
40 60 Panjang (mm)
80
100
0
(c)
20 40 Panjang (mm)
(d) 6
60
Crassostrea gigas 100.00
y = 0,0454x1,8757 R² = 0,7727 N = 446
Bobot (g)
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
20 40 Panjang (mm)
60
(e) Gambar 4. Hubungan Panjang-Berat Ostreidae di Kuala Gigieng Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa rata-rata koefisien deterministik (R2) antara persamaan panjang dan berat yang diperoleh berkisar 60-70%. Hal ini berarti bahwa hampir seluruh fluktuasi data pertumbuhan berat total tubuh dapat dijelaskan oleh model pertumbuhan panjang cangkang sebesar 6070%. Hubungan panjang-berat dimaksudkan untuk menduga pola pertumbuhan hewan-hewan tersebut, yang diestimasi melalui kecenderungan penyebaran data lebar dan berat yang diperoleh dari komponen morfometrik. Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan Park dan Oh (2002) menunjukkan bahwa pola isometrik pada beberapa kerang mempunyai nilai b yang berkisar antara 2,83-3,06 dengan nilai R2 berkisar antara 91-96%, yang berarti mempunyai korelasi sangat erat. Sedangkan untuk pola allometrik positif nilai b>3,31 dan untuk allometrik negatif nilai b<2,93. Untuk nilai b pada kerang yang pola pertumbuhannya isometrik tidak secara signifikan menunjukkkan bahwa nilai b = 3. Beberapa contoh kerang yang memiliki pola pertumbuhan isometrik, allometrik positif dan negatif yaitu Kerang Mactra chinensis (Park dan Oh Park 2002) yang memiliki pola pertumbuhan isometrik, Scapharca broughtonii dan Fulvia mutica (Park dan Oh Park 2002) yang memiliki pola pertumbuhannya allometrik positif serta Anadara granosa (Komala et al. 2011) dan Polymesoda erosa (Gimin et al. 2004) yang berpola allometrik negatif. Menurut Natan et al. (2008), pola pertumbuhan dari jenis yang sama belum tentu menghasilkan pola yang sama, begitupun jenis yang berbeda bisa mempunyai pola yang sama. Pola pertumbuhan bergantung pada ketersediaan makanan, dimana jika makanan berlimpah maka laju penambahan berat semakin cepat dan menghasilkan pertumbuhan allometrik negatif. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Dari hasil pengamatan terhadap kondisi gonad kerang disimpulkan bahwa kerang Ostreidae bersifat hermaprodit yaitu menghasilkan telur dan sperma pada bagian yang berbeda dalam gonad yang sama dan mempunyai gonoduct yang sama. Ostrea dan Crassostrea bersifat hermaprodit protandri 7
(Dheilly et al. 2012), namun Crassostrea gigas merupakan hermaprodit yang tidak beraturan karena pada tahun pertama gonad akan berkembang menjadi jantan kemudian tahun pada tahun berikutnya dapat berubah menjadi betina, sehingga menjadi populasi yang labil rasio jenis kelamin (Normand et al. 2009). Pengamatan gonad kerang dilakukan untuk mengetahui perkembangannya serta waktu terjadinya pemijahan. Analisis terhadap tingkat kematangan gonad tidak dapat dilakukan secara visual karena gonad terbungkus mantel dan berada dalam cangkang yang tertutup rapat. Apabila cangkang dibuka dan dikeluarkan seluruh massa visceral maka harus mematikan kerang. Ketika gonad diambil untuk diamati, gonad akan mengerut sehingga sulit untuk diamati secara visual. Tingkat berkembangan gonad kerang hanya dapat dilakukan secara histologi. Beberapa tingkatan perkembangan gonad Ostreidae baik jantan maupun betina yang diwakili oleh Ostrea edulis berdasarkan da Silva et al. (2009) dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) (b) (c) Gambar 5. (a) betina: gonad in-aktif (Tahap nol); (b) betina: matang gonad; (c) jantan: matang gonad sedangkan folikel gonad betina mulai berkembang. TKG Ostreidae Tahap 0 : Tidak ada bukti perkembangan gamet. Spesimen dewasa mengalami tahap istirahat antara siklus pemijahan atau mengalami kegagalan reproduksi (Gambar 4a). Tahap 3 : Matang gonad. Folikel membesar untuk mengisi sebagian besar ruang antara kelenjar pencernaan dan epitel mantel. Oosit matang (diameter ~90-110 μm), terdapat garis dinding folikel dan menempati lumen folikel (Gambar 4b). Untuk jantan: mayoritas folikel dikhususkan untuk kematangan bola sperma (Gambar 4c). Dari hasil analisis histologi terhadap Ostreidae, hanya ditemukan 3 tahap perkembangan gonad pada setiap bulan pengamatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa TKG Ostreidae bervariasi antara spesies. Persentase kematangan gonad saat tahap in-aktif (tahap nol) pada masing-masing spesies ditemukan lebih tinggi pada C. iridescens, sedangkan persentase terendah ditemukan pada C. virginica. Sedangkan persentase kematangan gonad saat matang gonad (tahap 3) ditemukan lebih tinggi pada O.edulis dan yang terendah pada C.gigas. Sedangkan pada masing-masing stasiun pengamatan, persentase kematangan gonad saat in-aktif (tahap nol) pada Stasiun 1 sedangkan persentase saat matang gonad (tahap 3) ditemukan lebih tinggi di Stasiun 3 (Gambar 6). 8
Tingkat Kematangan Gonad (%)
60.00 TKG 3
50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1
2 Stasiun
3
Gambar 6. Persentase Kematangan Gonad Ostreidae Di Kuala Gigieng Selama tahap awal gametogenesis (tahap nol), kelompok kecil sel induk yang mampu memperbaharui dirinya sendiri tersebar di jaringan penghubung (Fabioux et al. 2004). Pada tahap ini, jenis kelamin Ostreidae tidak dapat ditentukan, bahkan oleh histologis pengamatan. Mulai dari tahap 1 dan 2, maka sel-sel germinal yang dipisahkan oleh pembelahaan mitosis akan menghasilkan sejumlah besar gonial (gonial proliferasi) (Enriquez-Diaz et al. 2009). Dari tahap ini, jenis kelamin individu dapat ditentukan dengan menggunakan metode histologis. Pada tahap 3, gonad sepenuhnya matang dan benarbenar terisi karena pertemuan tubulus gonadik (Franco et al. 2008). Tingginya persentase TKG in-aktif pada Stasiun 1 disebabkan oleh tingginya tingkat penangkapan serta kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan Ostreidae sehingga sebagian besar spesies berada dalam kondisi tidak memijah atau mengalami kegagalan reproduksi. Populasi Ostreidae mengalami kematian secara alami serta akibat penangkapan sebelum mencapai ukuran yang siap memijah. Sedangkan pada Stasiun 2 dan 3, persentase kematangan gonad saat matang gonad (tahap 3) lebih tinggi karena sedikitnya kegiatan penangkapan serta kondisi lingkungan yang masih mendukung keberlangsungan hidup Ostreidae. Ketiadaan tahap 1,2,4, dan 5 kematangan gonad diduga akibat penangkapan yang dilakukan tidak memperhatikan kondisi gonad Ostreidae yang dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan penduduk dengan sistem reproduksi kerang. Indeks Kematangan Gonad (IKG) Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan tanda utama membedakan kematangan gonad berdasarkan berat gonad. Secara alami berhubungan dengan ukuran dan berat tubuh. Indeks kematangan gonad, IKG (Gonado Somatic Index, GSI) merupakan hasil dari rasio berat gonad dengan berat daging (viscera weight) dalam persen. Nilai tersebut akan meningkat dan akan mencapai maksimum pada saat pemijahan. Hasil penelitian terhadap 1857 individu Ostreidae baik jantan maupun betina yang didapat secara umum memiliki nilai IKG berbanding lurus dengan pertambahan ukuran panjang cangkang 9
Ostreidae (Tabel 1, 2, 3). Namun terdapat juga perbedaan antara nilai IKG dan panjang cangkang yang tidak berbanding lurus.Persentase IKG yang tinggi di Stasiun 2 dan 3 dipengaruhi oleh karena kondisi lingkungan yang sesuai dengan kehidupan Ostreidae. Tabel 1. Persentase Panjang Cangkang (PC) dan Indeks Kematangan Gonad (IKG) di Stasiun 1 Persentase Panjang Cangkang dan IKG Spesies
PC (mm)
IKG (%)
min
max
min
max
O.edulis
23,00
40,05
18,73
44,65
C. iridescens
18,00
50,00
30,94
42,00
C.virginica
21,00
47,20
20,16
45,04
C.angulata
10,00
78,20
19,48
40,68
C.gigas
30,00
52,10
15,85
44,86
Tabel 2. Persentase Panjang Cangkang (PC) dan Indeks Kematangan Gonad (IKG) di Stasiun 2 Persentase Panjang Cangkang dan IKG Spesies
PC (mm)
IKG (%)
min
max
min
max
O.edulis
21,00
61
17,39
32,32
C. iridescens
23,1
39,2
6,64
28,34
C.virginica
14,00
37
10,11
29,21
C.angulata
19,2
42,6
10,73
32,43
C.gigas
19,00
39
6,53
26,88
Tabel 3. Persentase Panjang Cangkang (PC) dan Indeks Kematangan Gonad (IKG) di Stasiun 3 Persentase Panjang Cangkang dan IKG Spesies
PC (mm)
IKG (%)
min
max
min
max
O.edulis
20,00
44
7,65
23,13
C. iridescens
13,50
43
4,17
25,00
C.virginica
13,50
48
8,08
30,00
C.angulata
19,00
46
6,53
26,88
C.gigas
18,00
50
11,27
28,67
Berdasarkan Tabel 1, 2 dan 3 terlihat bahwa Ostreidae yang memiliki panjang terkecil juga memiliki nilai IKG yang terkecil, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan stasiun pengamatan, IKG tertinggi berada di Stasiun 2 dan 3 (Gambar 8). 10
Indeks Kematangan Gonad (%)
30.00 Stasiun 1 25.00
Stasiun 2 Stasiun 3
20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 O. edulis C. iridescens C. virginica C. angulata Spesies
C. gigas
Gambar 8. Persentase Indeks Kematangan Gonad Ostreidae di Kuala Gigieng Seguineau et al. (2001) juga menyatakan bahwa banyak faktor internal dan lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi bivalvia laut, seperti interaksi kompleks dari suhu, kualitas dan kuantitas makanan. Apabila kondisi lingkungan baik dengan pasokan makanan yang cukup dapat mempengaruhi proses kecepatan kematangan gonad. Selain itu, IKG juga dipengaruhi oleh musim. Menurut Ren et al. (2003), variasi musiman dapat mempengaruhi produktivitas Ostreidae dalam bentuk alokasi cadangan metabolik untuk pertumbuhan dan reproduksi. Selama musim dingin atau musim hujan, jaringan somatik tubuh dan reproduksi berkorelasi positif, yaitu mengalami peningkatan. Gonad akan mulai berkembang karena penurunan suhu (Arafa et al. 2012). Sedangkan ketika musim kemarau, bobot gonad akan berkurang. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya pemijahan. Peningkatan suhu akan bertindak sebagai katalisator untuk proses gametogenesis dan setelah pemijahan. Analisis Hubungan Kegiatan Penangkapan dengan Populasi Famili Ostreidae Hasil analisis tingkat penangkapan terhadap populasi Ostreidae menunjukkan bahwa terdapat hubungan kegiatan penangkapan dengan hasil tangkapan Ostreidae yang berbeda antara stasiun (Gambar 9a,b,c). Stasiun 1 memiliki hubungan antara penangkapan dengan hasil tangkapan berbentuk fungsi polinomial (y = -515,45x2 + 1588,3x - 1034,5; R² = 0,824) sedangkan Stasiun 2 dan 3 berbentuk linear (Stasiun 2 yaitu y = 125,24x - 96,2; R² = 0,9648 dan Stasiun 3 yaitu y = 120,39x - 48,96; R² = 0,9674). Dari Gambar 9 (a,b,c) secara umum juga terlihat bahwa hasil tangkapan akan semakin bertambah dengan meningkatnya frekuensi penangkapan itu sendiri. Namun, apabila tingkat penangkapan semakin meningkat, maka akan berdampak pada menurunnya hasil tangkapan. Pada Gambar 9 (a), tingkat penangkapan yang tinggi di Stasiun 1 berdampak pada menurunnya hasil tangkapan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti jumlah nelayan, frekuensi penangkapan serta pengaruh lingkungan. Jumlah nelayan Ostreidae di Stasiun 1 lebih banyak 11
dibandingkan Stasiun 2 dan 3. Jumlah nelayan yang banyak ditambah dengan frekuensi tangkap yang besar akan menyebabkan menurunnya hasil tangkapan. Pada Stasiun 2 dan 3 (Gambar 9b, c) dengan frekuensi tangkap yang sama dengan Stasiun 1 yaitu 1 hingga 2 kali (namun lebih cenderung 2 kali) memiliki hasil tangkapan yang dengan Stasiun 1. Hasil tangkapan di Stasiun 2 dan 3 cenderung lebih rendah dibandingkan Stasiun 1 yaitu 1152,4 kg sedangkan Stasiun 2 yaitu 550 kg dan Stasiun 3 yaitu 658 kg. Meskipun hasil tangkapan di Stasiun 2 dan 3 lebih rendah dibandingkan dengan Stasiun 1, namun populasi Ostreidae di Stasiun 2 dan 3 masih bertahan untuk bisa ditangkapi lagi. Sehingga hasil tangkapan tidak menurun. Sedangkan Stasiun 1, meskipun hasil tangkapan berlimpah namun stok Ostreidae di alam sudah mulai berkurang sehingga mempengaruhi hasil tangkapan kedepannya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah nelayan antar stasiun, kondisi lingkungan serta akses nelayan ke stasiun penangkapan yang cenderung lebih sulit
250
Stasiun 1
200 150 100 y = -515,45x2 + 1588,3x - 1034,5 R² = 0,824 N = 10
50
Hasil Tangkapan (kg)
Hasil Penangkapan (kg)
ditempuh untuk ke Stasiun 2 dan 3 dibandingkan Stasiun 1.
0 0
0.5 1 1.5 2 Frekuensi Penangkapan
2.5
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Stasiun 2 y = 125.24x - 96.2 R² = 0.9648
0
(a)
0.5 1 1.5 2 Frekuensi Penangkapan
2.5
(b) Hasil Tangkapan (kg)
250
Stasiun 3
200 150 100
y = 120.39x - 48.96 R² = 0.9674
50 0 0
0.5 1 1.5 2 Frekuensi Penangkapan
2.5
(c) Gambar 9. (a) Hubungan Tingkat Penangkapan terhadap Populasi Ostreidae pada Stasiun 1; (b) Stasiun 2, (c) Stasiun 3 Penurunan hasil tangkapan Ostreidae ini akan berdampak pada menurunnya kelimpahan dan kepadatan Ostreidae di alam. Menurut Wilberg et al. (2011) dan Lotze et al. (2006), menurunnya 12
populasi Ostreidae disebabkan oleh penangkapan yang berlebih, penyakit dan degradasi habitat. Namun penangkapan lebih berperan dalam menurunkan populasi dibandingkan dengan mortalitas alami. Sehingga untuk mengatasi penurunan populasi Ostreidae ini, pengelolaan dan pembatasan penangkapan berdasarkan ukuran layak tangkap dan musim penangkapan sangat perlu dilakukan untuk meminimalkan kepunahan dan memberi kesempatan Ostreidae untuk berkembang. Apabila populasi Ostreidae terus menurun maka akan berakibat pada perannya sebagai penyeimbangan ekosistem perairan. Ostreidae memiliki peran sebagai pembentuk habitat bagi biota lainnya karena kerang ini memiliki ciri-ciri melekat erat pada sesamanya atau di medium-medium keras lainnya. Hamparan cangkang-cangkang tersebut dapat digunakan sebagai habitat biota akuatik lainnya sehingga dalam jumlah besar akan menyerupai terumbu tiram. Rendahnya kepadatan Ostreidae akan menyebabkan kualitas habitat akan menurun dan sebagian besar terumbu akan memiliki relief vertikal yang kecil dan terjadinya sedimentasi (Smith et al. 2005). Sehingga kombinasi antara degradasi habitat, penangkapan yang tinggi, kondisi kualitas air yang tidak mendukung ditambah penyakit dan kurangnya asupan makanan akan menyebabkan populasi Ostreidae akan terus menurun. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa (1) di Perairan Kuala Gigieng ditemukan 2 genus dari famili Ostreidae yaitu Crassostrea dan Ostrea dengan 5 spesies yaitu C. gigas, C. iridescens, C. angulata, C. virginica dan O. edulis dengan persentase spesies paling banyak adalah C. gigas, dan C. angulata, (2) persentase berat daging terbesar berada di lokasi yang alami dan tekanan penangkapan yang masih rendah dibandingkan lokasi yang dekat dengan aktivitas masyarakat; (3) pertumbuhan Ostreidae adalah allometrik negatif dimana pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (b<3); (4) hanya terdapat dua macam tahap kematangan gonad yang paling umum ditemukan pada Ostreidae yaitu tahap in-aktif (nol) yang umum ditemukan di lokasi yang dekat dengan aktivitas penangkapan dan tahap matang gonad (3) di lokasi yang alami dan jauh dari aktivitas masyarakat demikian pula dengan indek kematangan gonad yang lebih besar ditemukan di lokasi yang masih alami; (5) hubungan penangkapan dengan populasi Ostreidae berbentuk fungsi polinomial dan linear dengan R2 berkisar 80-90%, dimana populasi Ostreidae akan semakin menurun jika aktivitas penangkapan terus meningkat tanpa adanya pengelolaan ukuran dan daerah layak tangkap. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2013. Aceh dalam Angka. Diakses pada http://aceh.bps.go.id, 24 Maret 2013: Aceh. Afiati N. 2005. Karakteristik Pertumbuhan Allometri Cangkang Kerang Darah Anadara indica (Bivalvia = Arcidae). Jurnal Saintek Perikanan. Vol 1 (2): 45 – 52.
13
Arafa M, Chouaibi M, Sadok S, El Abed A. 2012. The Influence of Season on the Gonad Index and Biochemical Composition of the Sea Urchin Paracentrotus lividus from the Golf of Tunis. Scientific World Journal, 10: 1-8. Coen LD, Brumbaugh RD, Bushek D, Grizzle R. 2007. Ecosystem Services Related To Oyster Restoration. Mar Ecol Prog Ser, 341:303–307. da Silva PM., Fuentes J, Villalba A. 2009. Differences in gametogenic cycle among strains of the European flat oyster Ostrea edulis and relationship between gametogenesis and bonamiosis. Aquaculture 287(3-4): 253-265. Dance SP. 1974. The Collector’s Encyclopedia of Shells. Toronto: Mc Graw Hill. Book Company. 281 hal. Dheilly NM, Lelong C, Huvet A, Kellner K, Dubos M, Riviere, Favrel P. Gametogenesis in the Pacific Oyster Crassostrea gigas: A Microarrays-Based Analysis Identifies Sex and Stage Specific Genes. PloS ONE, 7(5): 1-15. Enriquez-Diaz M, Pouvreau S, Chavez-Villalba J, Le Pennec M. 2009. Gametogenesis, reproductive investment, and spawning behavior of the Pacific giant oyster Crassostrea gigas: evidence of an environment-dependent strategy. Aquacult Int 17: 491–506. Fabioux C, Huvet A, Lelong C, Robert R, Pouvreau S. 2004. Oyster vasalike gene as a marker of the germline cell development in Crassostrea gigas. Biochem Biophys Res Commun 320: 592–598. Fadhilah, N., N. Fadli, I. Setiawan. 2012. Diversity of macrozoobenthos in Kuala Gigieng estuary, Aceh Besar. Depik 1(1): 45 – 52. Fisher WS, Winstead JT, Oliver LM, Edmiston L, Bailey GO. 1996. Physiologic Variability Of Eastern Oysters From Apalachicola Bay, Florida. J. Shell. Res. 15 (3): 543–553. Franco A, Heude Berthelin C, Goux D, Sourdaine P, Mathieu M. 2008. Fine structure of the early stages of spermatogenesis in the Pacific oyster, Crassostrea gigas (Mollusca, Bivalvia). Tissue Cell 40: 251–260. Gimin R, Mohan R, Thinh LV, Griffiths AD. 2004. The Relationship of Shell dimensions and Shell Volume to Live Weight and Soft Tissue Weight in The Mangrove Clam, Polymesoda erosa (Solander, 1786) From Northern Australia. Naga. Worldfish Center Quarterly, 27 (3-4): 891915. Jackson JBC, Kirby MX, Berger WH, Bjorndal KA. 2001. Historical overfishing and the recent collapse of coastal ecosystems. Science, 293: 629–638. Kemp WM, Boynton WR, Adolf JE, Boesch DF. 2005. Eutrophication of Chesapeake Bay: historical trends and ecological interactions. Mar Ecol Prog Ser, 303: 1–29 Komala R., Yulianda F, Lumbanbatu DTF, Setyobudiandi I. 2011. Morfometrik Kerang Andara granos dan Andara antiquata Pada Wilayah yang Tereksploitasi di Teluk Lada Perairan Selat Sunda. UMMI, 1(1): 14-18. Lotze HK, Lenihan HS, Bourque BJ, Bradbury RH. 2006. Depletion, degradation, and recovery potential of estuaries and coastal seas. Science, 312 :1806–1809. Marwantim, Purnawan S, Setiawan I. 2012. Study of sediment distribution based on grains size in Kuala Gigieng Estuary, Aceh Besar District, Province of Aceh. Depik, 1(1): 31 – 36.
14
Natan Y, Bengen DG, Yulianda F, Dwiono SAP. 2007. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Kerang Pantai Berlumpur (Anodontia edentula, Linnaeus, 1758) Pada Ekosistem Mangrove Di Teluk Ambon Bagian Dalam. Ichthyos, 7(1): 1-8. Normand J, Ernande B, Haure J, McCombie H, Boudry P. 2009. Reproductive effort and growth in Crassostrea gigas: comparison of young diploid and triploid oysters issued from natural crosses or chemical induction. Aquatic Biology, 7: 229–241. Park KY, Oh CW. 2002. Length-Weight Relationship Of Bivalves From Coastal Waters Of Korea. ICLARM, 25(1): 21-22. Ren JS, Marsden ID, Ross AH, Schiel DR. 2003. Seasonal variation in the reproductive activity and biochemical composition of the Pacific oyster (Crassostrea gigas) from the Marlborough Sounds, New Zealand. New Zealand Journal of Marine and Freshwater Research, 37: 171-182. Seguineau C, Migaud H, Quere C, Moal J, Samain JF. 2001. Changes in the tissue concentrations of the vitamins B1 and B2 during reproductive cycle of bivalves. Part 2. The Pacific oyster Crassostrea gigas. Aquaculture 196: 139–150. Silulu PF, Boneka FB, Mamangkey GF. 2013. Biodiversity of Oyster (Mollusca, Bivalvia) in The Intertidal of West Halmahera, North Maluku. Platax,1(2): 67-73. Smith GF, Bruce DG, Roach EB, Hansen A, Newell RIE, McManus AM. 2005. Assessment of recent habitat conditions of eastern oyster Crassostrea virginica bars in mesohaline Chesapeake Bay. N Am J Fish Manag 25: 1569–1590. Wilberg MJ, Livings ME, Barkman JS, Morris BT, Robinson JM. Overfishing, disease, habitat loss, and potential extirpation of oysters in upper Chesapeake Bay. Mar Ecol Prog ser, 436: 131-144.
15