34
BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR
ARFI IRAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015 Arfi Irawati NIM A151110031
RINGKASAN ARFI IRAWATI. Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI, ATANG SUTANDI dan KOMARUDDIN IDRIS. Biodiversitas tanah merupakan keragaman sifat biologi tanah yang terjadi di permukaan tanah hingga ke daerah rizosfer atau pada kedalaman tanah tertentu. Keragaman sifat kimia, fisika dan biologi tanah pada suatu ekosistem pertanian akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah sehingga dalam pengelolaan tanah perlu disesuaikan dengan karakteristik komoditas yang akan dikembangkan. Tanaman budidaya dapat menjadi penciri spesifik bagi suatu daerah, dalam hal ini tanaman lada merupakan komoditas asli Daerah Lampung yang produk pasca panennya dikenal sebagai Lada Hitam Lampung dan ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki nilai investasi agribisnis dan fungsi ketahanan pangan. Permasalahan yang terjadi pada tanaman lada adalah produksi yang rendah (8.25%) berada di bawah potensi hasil yaitu 4 ton.h-1 per tahun, sedangkan tanaman ubi kayu telah dapat mencapai target (87.63%) dari potensi produksi nasional 25–30 ton.h-1 per tahun. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi lada dan mempertahankan produksi ubi kayu dikarenakan kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari biodiversitas fauna tanah, mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu serta kontribusi sifat-sifat biologi dan kimia tanah sebagai penciri dari kedua ekosistem tersebut. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Bulan Juli 2013 sampai Februari 2014. Lokasi pengambilan contoh tanah pada wilayah kecamatan Sukadana dan Margatiga di Kabupaten Lampung Timur. Ektraksi fauna tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Indentifikasi fauna tanah dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan analisis kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Bahan kimia untuk mengektraksi fauna tanah adalah etilen glikol dan alkohol 70% untuk mengidentifikasi dan menyimpan fauna tanah, sedangkan alat yang digunakan adalah berlese funnel extractor. Analisis mikrob tanah fungsional menggunakan bahan dan alat untuk membuat media spesifik bagi pertumbuhan azotobacter, mikrob pelarut fosfat, mikrob sellulotik, total fungi dan total mikrob. Analisis sifat kimia tanah menggunakan bahan dan alat laboratorium yang disesuaikan dengan metode yang dilakukan untuk mengetahui kadar air, pH, N total, P tersedia, P potensial, K potensial, C organik, Al dapat ditukar (Aldd), H dapat ditukar (Hdd), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), Ca dapat ditukar (Cadd), Mg dapat ditukar (Mgdd), K dapat ditukar (Kdd), Na dapat ditukar (Nadd) dan tekstur di laboratorium. Perhitungan dilakukan terhadap jumlah fauna tanah, indeks keragaman Shannon, indeks kemerataan Pielou, indeks dominansi Simpson, bobot biomassa fauna tanah, populasi mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah. Variabilitas data pada setiap lokasi pengambilan contoh tanah diuji menggunakan standar deviasi dan uji t (p<0,05) dilakukan untuk membandingkan dua nilai tengah variabel pengamatan. Analisis diskiriminan dilakukan untuk mengetahui peranan dari variabel pengamatan yang dapat menjadi penciri yang membedakan ekosistem lada dan ubi kayu. Keseluruhan data dianalisis menggunakan program Statistical Product and Service Solution versi 16 (SPSS 16). Berdasarkan hasil indentifikasi fauna tanah, ditemukan sebanyak 11 taksa yang dikelompokkan sebagai mesofauna (Acari dan Collembola), sedangkan yang termasuk makrofauna (Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda, Hymenoptera, Isopoda,
Isoptera dan Pseudoscorpion). Total jumlah fauna tanah yang ditemukan pada kedua ekosistem adalah 17529 individu, dalam hal ini jumlah makrofauna lebih dominan dibandingkan dengan jumlah mesofauna. Kemungkinan terdapat keadaan yang sesuai bagi perkembangan makrofauna tanah, yaitu berkurangnya kompetisi dalam memperoleh sumber makanan dan terjaminnya ketersediaan ruang gerak untuk mendukung aktivitas fauna tanah dan mempertahankan populasi. Pada ekosistem lada, berdasarkan lama penggunaan terjadi pengurangan jumlah taksa pada lama penggunaan lahan 11-20 yaitu menjadi 10 taksa karena tidak ditemukan Diplopoda. Pada ekosistem ubi kayu, pengaruh lama penggunaan lahan ≤5 tahun secara signifikan tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 6-13 tahun. Rata-rata populasi azotobacter, mikrob sellulotik dan total mikrob, pada ekosistem lada lebih tinggi dan berbeda secara signifikan dengan ekosistem ubi kayu. Sedangkan rata-rata populasi mikrob pelarut fosfat dan total fungi tidak berbeda nyata pada ekosistem lada dibandingkan ekosistem ubi kayu. Berdasarkan lama penggunaan lahan dapat diketahui bahwa suatu ekosistem yang telah digunakan untuk menanam tanaman budidaya selama kurun waktu tertentu, ternyata menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap populasi mikrob tanah fungsional pada ekosistem lada dan ubi kayu. Sifat kimia tanah pada ekosistem lada tidak berbeda nyata secara signifikan dengan ekosistem ubi kayu, tetapi terjadi heterogenitas terhadap nilai rata-rata yang dapat disebabkan perubahan iklim, tindakan budidaya tanaman yang dilakukan dan campur tangan manusia. Untuk mengetahui informasi mengenai variabel pengamatan yang paling berperan (berkontribusi) sebagai faktor pembeda pada ekosistem lada dan ubi kayu, dimana variabel pengamatan yang memiliki nilai koefisien yang lebih besar akan menyumbangkan kekuatan diskriminasi yang lebih besar pada kedua ekosistem. Variabel-variabel tersebut adalah KTK, Aldd, kandungan liat, C organic, kandungan pasir dan total mikrob. Kata kunci: fauna tanah, mikrob fungsional, penggunaan lahan
SUMMARY ARFI IRAWATI. Soil Biodiversity and Soil Chemistry at Pepper and Cassava Ecosystems in East Lampung. Supervised by RAHAYU WIDYASTUTI, ATANG SUTANDI and KOMARUDDIN IDRIS. Soil biodiversity is the variability among organisms living in the soil, from the soil surface to the rhizosphere, or in specific soil depth. The diversity of the chemical, physical and biological
soil in an agricultural ecosystem will affect the level of soil fertility so that the soil management needs to be adapted to the characteristics of commodities that will be developed. Crops are able to be a specific marker for a region and in this case the native commodities in Lampung are pepper plant that is known as Lampung Black Pepper and also cassava as a valuable crops in agribusiness investment and food security functions. The main problems that happened in the pepper production is the actual productivity (8.25%) lower than the potential productivity, i.e. 4 ton.h-1, while the cassava plant has been able to reach the target (87.63%) of the national potential production about 25-30 ton.h-1. Therefore, it is important to increase the production of pepper and keep up the cassava production. The objective of this research was to study the biodiversity of soil fauna, soil microbial functional groups and chemical characteristic of soil in the ecosystem of pepper and cassava along with the contribution of the characteristic of biological and chemical soil as an additional indicator of these ecosystems. The study was started from July 2013 to February 2014. The location of soil sampling was in Margatiga and Sukadana districts in East Lampung Regency. Extraction of soil fauna was carried out in the Laboratory of Biotechnology, Faculty of Agriculture, University of Lampung. Identification of soil fauna was conducted at the Laboratory of Soil Biotechnology and soil chemical analysis was carried out in the Laboratory of Soil Chemistry and Fertility, Department of Soil Science and Land Resources, Bogor Agricultural University. Chemical materials for soil fauna extraction was ethylene glycol and alcohol 70% was used to preserve soil fauna samples. Berlese funnel extractor was used to extract soil fauna. Analysis of the soil microbial functional groups were used a specific medium for azotobacter, phosphate solubilizing microbes, sellullotic microbes, population of total fungi and microbes. Analysis of soil chemical properties used materials and laboratory equipments that was adapted to the method to determine water content, pH, total N, available P, potential P, the potential K, organic C, exchangeable Al, exchangeable H, cation exchange capacity (CEC), based saturation (BS), exchangeable Ca, exchangeable Mg, exchangeable K, exchangeable Na and soil textures. The calculation was performed for soil fauna population, Shannon's diversity index, Pielou's evenness index, Simpson’s dominance index, soil fauna biomass, population of soil microbial functional groups and soil chemical characteristics. The variability of the data at each site soil sampling was tested by using standard deviation and t-test (p <0.05) in order to compare the two mean values of observation variables. Discriminant analysis was conducted to determine the role of observation variables that could be a marker to distinguish pepper and cassaca ecosystems. All the data were analyzed using the program Statistical Product and Service Solutions (SPSS 16). The identified soil fauna in pepper and cassava ecosystems presented 11 taxa which were classified as mesofauna (Acari and Collembola) and macrofauna (Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda, Hymenoptera, Isopoda, Isoptera and Pseudoscorpion). The total soil fauna abundance found in both ecosystems were 17529 individuals, which the macrofauna abundance were more dominant than the mesofauna. It was assumed that environmental condition was more suitable for soil macrofauna than mesofauna since there were less food competition and ensuring the space availability to support the activities of soil fauna and maintain the population. In pepper ecosystems, after 11-20 years, one taxa were disappeared, i.e. Diplopod group. In the cassava ecosystem, the effect of land use time ≤5 years was not significantly different with land use time of 6-13 years. The average population of azotobacters, cellullotic microbes and total microbes in pepper ecosystem significantly higher than cassava ecosystem.While the average population of phosphate solubilizing microbes and total fungi in the ecosystem was not significantly different with the ecosystem pepper cassava. Moreover, based on the land use time could be seen that an
ecosystem that has been used to grow crops for a certain period had no significant effect on soil microbial functional groups in both ecosystems. Soil chemical properties in the ecosystem was not significantly different between the pepper and cassava ecosystem, but the heterogeneity of the average value could be influenced by climate change, the actions and the cultivation of human intervention. Based on discriminat analysis showed that the variables had contribution to differentiate the both ecosystems were (CEC), exchangeable Al, clay content, organic carbon, sand content and total microbes.
Keywords: functional microbes, land use, soil fauna
BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR
ARFI IRAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR
ARFI IRAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
2 METODE PENELITIAN
3
Bahan
3
Alat
4
Prosedur
5
Analisis Data
9
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Kondisi Umum Wilayah
10
Kelimpahan Fauna Tanah
12
Biomassa Fauna Tanah
18
Populasi Mikroba Tanah Fungsional
21
Sifat Kimia Tanah
24
4 SIMPULAN DAN SARAN
30
Simpulan
30
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
43
DAFTAR TABEL
1
Medium spesifik untuk menentukan kelompok mikrob tanah fungsional
3
2
Parameter pengamatan dan metode analisis sifat kimia tanah
4
3
Referensi bobot individu fauna tanah
7
4 5
Kriteria penilaian hasil analisis sifat kimia tanah Data curah bulanan (mm.bln-1) tahun 2013 di wilayah Kecamatan Sukadana dan Margatiga, Lampung Timur Jenis tanah dan lama penggunaan lahan lada dan ubi kayu pada lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Rata-rata biomassa fauna tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Sifat-sifat kimia dan tekstur tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Tabel karakteristik sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Sifat kimia tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur Sifat kimia tanah pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Nilai Wilks’ lamda terhadap ekosistem lada dan ubi kayu Koefisien fungsi diskriminan terstandardisasi terhadap rata-rata kelimpahan fauna, mikrob fungsional dan sifat kimia tanah Hasil klasifikasi terhadap keanggotaan dalam kelompok ekosistem
9
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
10 11 14 16 17 19 20 21 22 22 23 24 25 26 27 28 28 29
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4
Berlese Funnel Extractor untuk mengekstraksi contoh tanah Titik pengambilan contoh tanah pada luasan 0.5 ha pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Total biomassa fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur
4 5 13 18
DAFTAR LAMPIRAN
1
Lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur
34
2
Informasi kondisi lahan sebagai lokasi pengambilan contoh tanah penelitian
35
3
Fauna tanah pada ekosistem lada di Lampung Timur
37
4
Fauna tanah pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur
38
5
Mikrob tanah fungsional pada ekosistem lada di Lampung Timur
39
6 7
Mikrob tanah fungsional pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada di Lampung Timur Kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada di Lampung Timur Populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur
40
8 9 10
41 41 42 42
35
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Biodiversitas tanah merupakan keragaman sifat biologi tanah yang terjadi di permukaan tanah hingga ke daerah rizosfer atau pada kedalaman tanah tertentu. Biodiversitas tanah pada lingkungan tumbuh tanaman akan melengkapi data sifat kimia dan fisika tanah yang telah lebih dahulu menjadi fokus perhatian dalam pengelolaan tanah pertanian. Keragaman sifat kimia, fisika dan biologi tanah pada suatu ekosistem pertanian akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah sehingga dalam pengelolaan tanah perlu disesuaikan dengan karakteristik komoditas yang akan dikembangkan. Menurut Breure (2004), biodiversitas tanah ditujukan terhadap semua organisme yang hidup di dalam tanah yang dapat dikelompokkan ke dalam makro, meso maupun mikrofauna dan kelompok mikrob yaitu bakteri, jamur, protozoa dan alga. Mikrob tanah memiliki peranan penting dalam mempertahankan kemampuan tanah secara terus menerus dengan menjaga fungsi ekologi di daerah perakaran melalui hubungan timbal balik dengan tanaman pada suatu ekosistem. Tanah yang sehat didefinisikan sebagai tanah yang mampu mendukung fungsi suatu ekosistem, mampu mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman secara biologi dan mampu mempertahankan kualitas lingkungan (Doran dan Safley 1997). Kesuburan tanah untuk kegiatan pertanian umumnya terbatas pada pengelolaan unsur hara dan tindakan pencegahan terjadinya kekurangan unsur hara, sedangkan tanah yang sehat merujuk secara global terhadap kemampuan tanah yang berfungsi sebagai suatu sistem kehidupan yang berkelanjutan dalam suatu ekosistem (Doran dan Zeiss 2000). Tanah memiliki keragaman biologi yang sangat tinggi dan organisme tanah merupakan faktor kunci yang akan dipengaruhi oleh tanah sebagai habitatnya (Havlicek 2012). Sifat-sifat tanah akan berhubungan dengan pengolahan tanah, residu pengelolaan lahan, rotasi tanaman dan input kimia yang dapat memperkirakan kualitas tanah pada suatu ekosistem. Hal tersebut dengan mempertimbangkan kehadiran makro, meso dan mikrofauna karena organisme tanah tersebut berpengaruh terhadap status unsur hara, struktur tanah dan proses-proses yang terjadi di dalam tanah (Elliot et al. 1996). Hubungan antara keragaman produsen tingkat 1 (tanaman) dengan dekomposer yaitu mikrob dan kelompok fauna tanah dapat menjadi petunjuk dasar dari keberadaan suatu ekosistem yang berfungsi sebagai ekosistem pertanian (Schloter et al. 2003). Tanaman budidaya dapat menjadi penciri spesifik bagi suatu daerah. Tanaman lada merupakan komoditas asli Daerah Lampung yang produk pasca panennya dikenal sebagai Lada Hitam Lampung (Lampung Black Pepper) dan ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki nilai investasi di bidang agribisnis dan memiliki peranan penting untuk ketahanan pangan. Menurut Suyamto dan Wargiono (2009), salah satu cara untuk pengembangan agribisnis ubi kayu dalam usaha memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku industri adalah dengan
36
menerapkan pengelolaan tanaman terpadu pada tanah Inceptisols dan Ultisols. Lampung Timur adalah salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan sentra pertanaman lada dan ubi kayu. Data pada tahun 2013 menunjukkan bahwa luas tanaman lada di Kabupaten Lampung Timur adalah 8.621 ha dengan produktivitas 0.33 ton.ha -1 per tahun, sedangkan luas tanaman ubi kayu adalah 54.073 ha dengan produktivitas 26.39 ton.ha-1 per tahun (BPS Lampung Timur 2014). Dengan demikian, Lampung Timur memiliki potensi wilayah yang mendukung budidaya tanaman lada dan ubi kayu, sehingga apabila disertai dengan memperbaiki sifat biologi dan kimia tanah maka akan dapat meningkatkan produktivitas lahan kedua komoditas tersebut.
Perumusan Masalah Permasalahan yang terjadi pada tanaman lada adalah produktivitas yang rendah (8.25%) berada di bawah potensi hasil yaitu 4 ton.h-1, selain itu terjadi penurunan luas lahan yang salah satunya diakibatkan alih fungsi lahan sehingga mempengaruhi penurunan produksi lada. Alih fungsi lahan yang dimaksud adalah dengan mengganti tanaman lada menjadi tanaman ubi kayu sehingga kemudian tanaman lada ditinggalkan petani. Padahal lada masih memiliki harga jual yang tinggi. Dalam hal ini tanaman ubi kayu telah dapat mencapai target (87.63%) dari potensi produksi nasional 25–30 ton.h-1. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi lada dan mempertahankan produksi ubi kayu dengan memanfaatkan hasil analisis yang dilakukan terhadap biodiversitas tanah dan sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu, dikarenakan kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan daerah.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari biodiversitas fauna tanah, mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu serta kontribusi sifat-sifat biologi dan kimia tanah sebagai penciri dari kedua ekosistem tersebut.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat dimanfaatkan menjadi data dasar karena data yang diperoleh merupakan gambaran kondisi tanah sekarang yang dapat menjadi bagian dari bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam melakukan pengelolaan tanah bagi tanaman lada dan ubi kayu di Lampung Timur.
37
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai pada Bulan Juli 2013 sampai Februari 2014. Lokasi pengambilan contoh di Kabupaten Lampung Timur yaitu di Desa Sukadana Timur, Sukadana Baru, Margatiga, Lehan, Pakuan Aji, Putra Aji, Surya Mataram, Gedungwani, Sukaraja dan Sukadana Selatan. Desa-desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Sukadana dan Margatiga. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada ekosistem lada dan ubi kayu yang masih produktif . Pada penelitian ini, ektraksi fauna tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Indentifikasi fauna tanah dan analisis mikrob tanah fungsional dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan analisis kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Bahan kimia yang digunakan untuk menampung fauna tanah hasil ekstraksi adalah etilen glikol, sedangkan untuk mengidentifikasi dan menyimpan fauna tanah digunakan alkohol 70%. Analisis mikrob menggunakan bahan-bahan untuk pembuatan larutan pengenceran (larutan fisiologis) dan media spesifik bagi pertumbuhan mikrob tanah fungsional (Tabel 1). Analisis sifat kimia dan tekstur tanah menggunakan bahan-bahan yang sesuai dengan metode analisis untuk setiap parameter pengamatan (Tabel 2). Tabel 1 Medium spesifik untuk menentukan kelompok mikrob tanah fungsional No. Mikrob fungsional Media 1. Azotobacter Nitrogen Free Media (NFM) 2. Mikrob pelarut fosfat Pikovskaya 3. Mikrob sellulotik Carboxymethyl cellulase (CMC) 4. Total Fungi Martin agar 5. Total mikrob Nutrient agar
38
Tabel 2 Parameter pengamatan dan metode analisis sifat kimia tanah No. Parameter Metode Analisis 1. pH H2O; KCl 2. N total (%) Kjeldahl -1 3 P (ppm); P (mg.100g ) Bray I; HCl 25% 4. K (mg.100g-1) HCL 25 % 5. C organik (%) Walkey and Black 6. Aldd; Hdd (cmol (+) kg-1) Titrasi -1 7. KTK (cmol (+) kg ) Destilasi 8. KB (%) Perkolasi -1 9. Cadd;Mgdd;Kdd;Nadd (cmol (+) kg ) Perkolasi 10. Tekstur Metode pipet
Alat Pada pengamatan fauna tanah, alat yang digunakan untuk mengekstraksi contoh tanah adalah Berlese Funnel Extractor dan untuk mengidentifikasi fauna tanah hasil ekstraksi digunakan stereomikroskop. Berlese Funnel Extractor merupakan serangkaian alat yang digunakan untuk mengekstrak dan mengumpulkan fauna tanah. Alat ini terdiri dari lampu bohlam 40 watt, pipa paralon berdiameter 20 cm, kain penutup, corong plastik berukuran besar, kain kasa berukuran 2 mm dan botol penampung berdiameter 6 cm (Gambar 1).
39
Gambar 1 Berlese Funnel Extractor untuk mengekstraksi contoh tanah
Berlese Funnel Extractor disusun dengan cara: Pipa paralon yang berisi contoh tanah diletakkan di atas sebuah corong plastik berukuran besar. Sebelumnya diletakkan kain kasa berukuran 2 mm di bagian bawah paralon yang berfungsi untuk menyaring fauna tanah sekaligus menahan tanah turun ke botol penampung. Lampu bohlam (40 watt) yang berfungsi sebagai sumber panas, dipasang ± 10 cm di atas pipa. Fauna tanah akan turun sebagai reaksi dari panas yang diberikan, sehingga akhirnya tertampung pada botol yang berisi etilen glikol sebanyak 30 ml. Etilen glikol berfungsi sebagai pengawet sementara bagi fauna tanah. Fauna tanah hasil ekstraksi akan disimpan dalam alkohol 70%. Alat-alat laboratorium yang digunakan pada analisis mikroba tanah fungsional diantaranya adalah timbangan digital, autoklaf dan laminar flow. Analisis sifat-sifat kimia tanah menggunakan alat-alat laboratorium diantaranya yaitu pH-meter, flamefotometer dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).
Prosedur Pengambilan Contoh Tanah Lokasi pengambilan contoh tanah berada pada kondisi lahan yang relatif homogen. Pada 20 lokasi, contoh tanah yang diambil berasal dari lahan seluas 0.5 ha. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara diagonal dari 5 titik pengambilan contoh tanah pada kedalaman 0 – 20 cm. Contoh tanah untuk pengamatan fauna tanah diambil dari 20 lokasi sehingga diperoleh 100 contoh tanah dalam paralon. Contoh tanah komposit digunakan untuk pengamatan populasi mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah yaitu dengan mengambil sebanyak 1-2 kg dari kelima titik tersebut kemudian dicampur merata. Untuk analisis mikrob tanah fungsional maka contoh tanah dikemas di dalam cool box untuk menjaga suhu tetap kondusif bagi kehidupan mikrob tanah (2-4 oC), sedangkan untuk pengamatan sifat kimia tanah maka contoh tanah dikemas secara baik yaitu disimpan dengan cara memasukkan contoh tanah dalam kantong plastik ± 2 kg kemudian diikat dan ditutup rapat serta diberi kode berupa catatan tentang lokasi dan waktu pengambilan contoh tanah.
Titik pengambilan contoh tanah
40
Gambar 2 Titik pengambilan contoh tanah pada luasan 0.5 ha pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Fauna Tanah Contoh tanah diekstraksi dengan Berlese Funnel Extractor selama 7 – 10 hari dengan suhu tidak lebih dari 60 oC karena pada suhu yang lebih tinggi akan mempengaruhi kondisi fauna tanah yang sangat rentan dan dapat mengalami kematian. Fauna tanah hasil ekstraksi disimpan ke dalam tempat (botol penampung) yang berisi alkohol 70% sebanyak 30 ml, kemudian dilakukan pengamatan menggunakan stereomikroskop. Identifikasi fauna tanah mengacu kepada Borror et al. (1989) dan Coleman et al. (2004). Perhitungan dilakukan terhadap jumlah individu, keragaman, kemerataan, dominansi dan bobot biomassa fauna tanah yaitu: 1. Jumlah individu fauna tanah ditetapkan dengan rumus Meyer (1996) dalam Margurran (2004). IS I= A = jumlah individu/m2 = rata-rata jumlah individu per contoh tanah = luas paralon (m2) = r2π = (10 cm)2 x 3.14 = 314 cm2 = 0.0314 m2 2. Keragaman fauna tanah yang menggambarkan banyaknya taksa (kelompok) dalam suatu habitat dihitung berdasarkan rumus indeks keragaman Shannon (Ludwig dan Reynold 1988; Margurran 2004). Keterangan : I IS A
S
H' =
(pi ) (ln pi ) i=1
Keterangan:
H’ = indek keragaman Shannon pi = ni/N ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu fauna dalam contoh tanah
Kriteria indeks keragaman:
H’<1.0 = keragaman rendah 1.0
3.322 3. Kemerataan fauna tanah dihitung menggunakan rumus indeks kemerataan Pielou (1969;1975) dalam Margurran (2004). H' E= H max Keterangan : E = Indeks kemerataan H’ = Indeks keragaman H max = Indeks keragaman maksimum (ln S) S = Jumlah jenis Kriteria nilai indeks kemerataan (0 – 1) : E > 0.5 = kemerataan tinggi E < 0.5 = kemerataan rendah
41
4. Dominansi fauna tanah dihitung menggunakan rumus indeks dominansi Simpson (Ludwig dan Reynold 1988; Margurran 2004). n
D=
pi
2
i=1
Keterangan :
D = Indeks dominansi Simpson pi = ni/N ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu fauna dalam contoh tanah Kriteria nilai indeks dominansi : D < 0.5 = dominansi rendah D > 0.5 = dominansi tinggi 5. Biomasa fauna tanah adalah ukuran berat (massa) seluruh organisme hidup suatu habitat pada waktu tertentu yang diukur dalam satuan miligram (mg) dan dihitung dengan merujuk pada tabel bobot individu fauna tanah (Widyastuti 2002) (Tabel 3). Tabel 3 Referensi bobot individu fauna tanah No. 1.
2.
3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14. 15. 16. 17.
18. 19. 20. 21. 22.
Taksa Acari : Oribatida Lainnya Collembola : Hypogastruridae Onychiuridae Isotomidae Entomobrydae Sminthuridae Poduridae Neelidae Protura Symphila Araneae (Spiders) Coleoptera: Carabidae Staphylinidae Lainnya Coleoptera (larva) Diptera Diptera (Larva) Chilopoda Diplopoda Diplura Hemiptera Homoptera Hymenoptera: Formicidae Lainnya Isopoda Isoptera Lepidoptera (larva) Oligochaeta: Earthworms Enchytraeids Orthoptera Pseudoscorpiones Psocoptera Thysanoptera Trichoptera
Sumber : Widyastuti (2002)
Bobot Individu (mg)
Referensi
0.0011 0.0045
Edwards (1967) Edwards (1967)
0.0056 0.0114 0.0044 0.0084 0.0023 0.0023 0.0023 0.0004 0.0800 0.5724
Edwards (1967) Edwards (1967) Edwards (1967) Edwards (1967) Edwards (1967) Edwards (1967) Edwards (1967) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999)
0.9128 0.3160 0.8689 0.9894 0.4490 0.8000 0.0521 0.9405 0.0200 0.3360 0.9010
Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999) Edwards (1967) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999)
0.5000 0.5000 0.1130 0.6000 1.9800
Petersen and Luxton (1982) Petersen and Luxton (1982) Hanagarth et al. (1999) Petersen and Luxton (1982) Hanagarth et al. (1999)
21.000 0.0320 0.0100 0.1587 0.2777 0.0200 0.2200
Petersen and Luxton (1982) Petersen and Luxton (1982) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999) Edwards (1967) Hanagarth et al. (1999) Hanagarth et al. (1999)
42
Mikrob Tanah Fungsional Seri pengenceran Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukkan ke dalam 90 ml larutan pengenceran (NaCl 0.85%) sehingga menjadi 100 ml larutan. Kemudian diambil 1 ml dan ditambahkan ke dalam 9 ml larutan pengenceran dalam tabung reaksi untuk memperoleh pengenceran 10 -2. Dari pengenceran tersebut, kemudian diambil 1 ml dan ditambahkan ke dalam 9 ml larutan pengenceran pada tabung reaksi yang lain sehingga diperoleh pengenceran 10-3, demikian seterusnya hingga diperoleh pengenceran 10 -7. Tingkat pengenceran yang dilakukan untuk masingmasing parameter mikrob tanah fungsional adalah: Populasi azotobacter: pengenceran 10 -3 dan 10-4 Populasi mikrob pelarut fosfat: pengenceran 10-3 dan 10-4 Populasi mikrob sellulotik: pengenceran 10-3 dan 10-4 Total fungi: pengenceran 10 -3 dan 10-4 Total mikrob: pengenceran 10 -6 dan 10-7 Medium spesifik yang digunakan, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf. Tahap analisis mikrob selanjutnya dilakukan di dalam laminar flow yaitu memasukkan 1 ml dari larutan pengenceran ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan medium steril (47-50oC) sebanyak 10–15 ml dan digoyangkan supaya menyebar dan merata. Metode cawan hitung Prinsip dari metode cawan hitung adalah menumbuhkan sel mikrob yang masih hidup pada medium agar sehingga sel mikrob tersebut akan berkembangbiak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Hasil akhir penghitungan mikrob tanah fungsional pada cawan menggunakan colony forming unit (cfu) per berat kering mutlak (bkm) yaitu sel tunggal atau sekumpulan sel yang jika ditumbuhkan dalam cawan akan membentuk koloni dan telah dikonversi ke dalam berat kering mutlak contoh tanah. Pengamatan populasi koloni dilakukan terhadap kelompok mikrob tanah fungsional yaitu azotobacter, mikrob pelarut fosfat, mikrob sellulotik, total fungi dan total mikrob. Asumsi yang digunakan pada metode ini adalah bahwa tiap mikrob yang hidup pada suspensi tanah yang berkembang membentuk suatu koloni dalam keadaan lingkungan memungkinkan. Identifikasi koloni Koloni yang tumbuh pada media spesifik dihitung jumlahnya dengan memperhatikan beberapa syarat yaitu: 1. Azotobacter pada media NFM dicirikan dengan munculnya koloni kecil, biasanya memiliki permukaan cekung dibagian tengah seperti susu dan mengkilap. 2. Mikroba pelarut fosfat membentuk koloni dengan zona bening pada medium pikovskaya. 3. Mikroba sellulotik pada media agar CMC akan memiliki daerah yang terang di sekitar koloni setelah diwarnai dengan merah kongo 3–4 tetes ke cawan petri sehingga dapat membantu dalam identifikasi koloni.
43
4. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Fungi yang tumbuh pada media martin agar umumnya berbentuk spora yang berasal dari miselium yang aktif tumbuh dan berada dalam kondisi dorman. Syarat koloni yang dapat dihitung adalah: Satu koloni dihitung satu koloni. Dua koloni yang bertumpuk dihitung satu koloni. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung satu koloni. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung dua koloni. Koloni yang terlalu besar (lebih dari setengah luas cawan) tidak dihitung. Koloni yang besar kurang dari setengah luas cawan dihitung satu koloni.
Populasi mikrob dihitung berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh di dalam cawan petri pada tingkat pengenceran tertentu sehingga diperoleh nilai cfu/bkm. Populasi mikrob (cfu/bkm) =
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒐𝒍𝒐𝒏𝒊 𝒙 (
𝟏 ) 𝒇𝒂𝒌𝒕𝒐𝒓 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏𝒄𝒆𝒓𝒂𝒏
𝒃𝒌𝒎
Analisis Sifat Kimia Tanah Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005) (Tabel 4). Tabel 4 Kriteria penilaian hasil analisis sifat kimia tanah Nilai Parameter Tanah N (%) P2O5 Bray 1 (ppm P) P2O5 HCl 25% (mg.100g-1) K2O HCl 25% (mg.100g-1) KTK (cmol (+) kg-1) KB (%) Ca (cmol (+) kg-1) Mg (cmol (+) kg-1) K (cmol (+) kg-1) Na (cmol (+) kg-1) sangat masam pH
Sangat Rendah <0.1 <4 <15 <10 <5 <20 <2 <0.3 <0.1 <0.1 Masam
<4.5 4.5 – 5.5 Sumber : Balai Penelitian Tanah (2005)
Rendah
Sedang
Tinggi
0.1–0.2 5-7 15-20 10-20 5-16 21-40 2-5 0.4-1 0.1-0.3 0.1-0.3 Agak Masam 5.5 – 6.5
0.21-0.5 8-10 21-40 21-40 17-24 41-60 6-10 1.1-2.0 0.4-0.5 0.4-0.7 Netral
0.51-0.75 11-15 41-60 41-60 25-40 61-80 11-20 2.1-8.0 0.6-1.0 0.8-1.0 Agak alkalis 7.6 – 8.5
6.6 – 7.5
Sangat Tinggi >0.75 >15 >60 >60 >40 >80 >20 >8 >1.0 >1.0 Alkalis >8.5
Analisis Data Variabilitas data pada setiap lokasi pengambilan contoh tanah diuji menggunakan standar deviasi. Dua nilai tengah variabel pengamatan dibandingkan menggunakan uji t (p<0.05). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berbeda atau tidaknya nilai tengah variabel pengamatan pada kedua lokasi penelitian. Kemudian dilakukan analisis diskriminan untuk mengetahui kontribusi dari peubah-peubah atau variabel pengamatan yang membedakan ekosistem lada dan ubi kayu. Keseluruhan data dianalisis menggunakan program Statistical Product and Service Solution versi 16 (SPSS 16).
44
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Lampung Timur terletak pada posisi 105°15' BT – 106°20' BT dan 4°37' LS – 5°37' LS dan berjarak 80.24 km dari ibukota propinsi. Suhu udara berkisar antara 24° – 34°C. Wilayah Lampung Timur berada pada ketinggian 25 meter di atas permukaan laut (m dpl). Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2000 – 2500 mm termasuk dalam kategori iklim B menurut Smith dan Ferguson yang dicirikan oleh bulan basah selama 6 bulan yaitu Desember – Juni dan bulan kering selama 6 bulan yaitu Juli – Nopember (BPS Lampung Timur 2014). Pengambilan contoh tanah dilakukan pada bulan Agustus 2013 yaitu pada kondisi curah hujan berjumlah 2 mm.bln-1 di wilayah Kecamatan Sukadana dan 1 mm.bln-1 di wilayah Kecamatan Margatiga (Tabel 5). Tabel 5 Data curah bulanan (mm.bln-1) tahun 2013 di wilayah Kecamatan Sukadana dan Margatiga, Lampung Timur Bulan
Sukadana
Marga Tiga mm.bln
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
315 215 176 234 178 38 152 2 0 134 87 309
-1
372 88 370 180 170 110 9 1 2 78 80 520
Sumber : BPS Lampung Timur (2014)
Pemilihan lokasi dilakukan melalui penelusuran data sekunder dan informasi yang diperoleh dari penyuluh pertanian dan petani setempat. Berdasarkan hal tersebut, terpilih Kecamatan Sukadana dan Margatiga yang memiliki luas panen lada tertinggi di Kabupaten Lampung Timur. Selama ini, pada kedua kecamatan tersebut merupakan wilayah potensial untuk pengembangan tanaman lada dan terdapat juga tanaman ubi kayu yang menjadi tanaman pilihan petani untuk menggantikan tanaman lain yang sudah tidak produktif. Hal ini menjadi penyebab yang mempengaruhi terjadinya penurunan luas panen tanaman lada, selain karena serangan hama penyakit dan alih fungsi lahan lainnya. Pengambilan contoh tanah pada ekosistem lada dilakukan pada lahan yang telah ditanami selama 10 tahun hingga 20 tahun. Ekosistem lada yang tanamannya berumur 10 tahun merupakan tanaman lada yang telah menggantikan tanaman
45
lada yang sudah tidak produktif. Pada budidaya lada, petani tidak melakukan pemupukan dan pemeliharaan tanaman secara intensif karena petani masih beranggapan bahwa tanaman masih dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil panen yang cukup. Pada ekosistem ubi kayu, pengambilan contoh tanah dilakukan saat tanaman berumur 6 bulan yaitu pada lahan yang telah ditanami selama 3 tahun hingga 13 tahun. Pengolahan tanah, pemupukan dan pemeliharaan tanaman pada ubi kayu dilakukan lebih intensif dibandingkan terhadap tanaman lada. Sejarah penggunaan lahan pada ekosistem lada dan ubi kayu adalah semak belukar dan pernah ditanami padi lahan kering, jagung, kedelai, kakao dan kopi (Tabel 6). Tabel 6 Jenis tanah dan lama penggunaan lahan lada dan ubi kayu pada lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur Lokasi Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedungwani Timur Sukaraja Sukadana Selatan Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedungwani Timur Sukaraja Sukadana Selatan
Jenis tanah
Tanaman
Ultisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Ultisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols Inceptisols
Lada (tahun 1998) Lada (tahun 2000) Lada (tahun 2003) Lada (tahun 1998) Lada (tahun 2003) Lada (tahun 1993) Lada (tahun 2003) Lada (tahun 2003) Lada (tahun 2000) Lada (tahun 2000) Ubi kayu (tahun 2005) Ubi kayu (tahun 2000) Ubi kayu (tahun 2008) Ubi kayu (tahun 2006) Ubi kayu (tahun 2007) Ubi kayu (tahun 2010) Ubi kayu (tahun 2007) Ubi kayu ( tahun 2008) Ubi kayu (tahun 2008) Ubi kayu (tahun 2009)
Lama penggunaan lahan 15 tahun 13 tahun 10 tahun 15 tahun 10 tahun 20 tahun 10 tahun 10 tahun 10 tahun 13 tahun 8 tahun 13 tahun 5 tahun 7 tahun 6 tahun 3 tahun 6 tahun 5 tahun 5 tahun 4 tahun
Jenis tanah pada lokasi penelitian dikelompokkan ke dalam ordo Inceptisols sebanyak 18 lokasi dan 2 lokasi termasuk ke dalam ordo Ultisols. Ordo Inceptisols dapat bergradasi ke ordo lain dan terjadi di bawah bentuk lahan yang bervariasi serta ditemukan vegetasi yang sangat beragam (Rachim dan Arifin 2011). Inceptisols dapat disebut sebagai tanah muda karena profilnya mempunyai horizon yang pembentukannya agak cepat sebagai hasil perubahan bahan induk. Tanah Inceptisols memiliki produktivitas alamiah yang sangat beragam dan berguna untuk tanah pertanian dengan tingkat kesuburan dari rendah hingga sedang bahkan dapat menjadi sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman tertentu. misalnya di daerah Kerinci Jambi sangat baik untuk tanaman kopi. Ultisols dapat menjadi tanah yang produktif dengan pemberian pupuk buatan dan dapat
46
memberikan respon baik terhadap pengelolaan tanah karena memiliki golongan liat tipe 1:1 yang bersama dengan oksida besi dan aluminium dapat menjamin daya olah yang baik (Soepardi 1983). Liat tipe 1:1 disebut juga kaolinit yang liatnya tidak mudah terdispersi, dapat membentuk agregat yang stabil dan memiliki sifat tidak mudah mengembang. Karakteristik tanaman lada dan ubi kayu merupakan bagian penting dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan kedua tanaman tersebut. Tanaman lada (Piper nigrum L.) sebagai King of Spice dapat ditanam pada daerah yang memiliki ketinggian tempat 0-700 m dpl (di atas permukaan laut), curah hujan 1000-3000 mm.tahun-1 dengan jumlah hari hujan 110-170 hari per tahun, kisaran suhu 20-35oC, kelembaban 60-93% dan terdapat keseimbangan perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau. Ubikayu modern (Manihot esculenta Cranzt) merupakan salah satu spesies dari genus Manihot yang telah teridentifikasi dan dibudidayakan secara komersial yang secara taksonomi sinonim dengan Manihot utilissima. Tanaman ubikayu akan tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian <1500 dpl, memiliki curah hujan 750-1000 mm.tahun-1, kisaran suhu 25-28oC, tumbuh baik pada tanah bertekstur berpasir hingga liat dan gembur serta berkembang optimal pada pH 5.8 (pH 4.5–8.0).
Kelimpahan Fauna Tanah Biodiversitas adalah keragaman organisme hidup yang berada di daerah daratan, laut dan ekosistem air termasuk juga aspek ekologi berupa keragaman individu dalam suatu spesies, keragaman antar spesies dan keragaman dalam suatu ekosistem. Keragaman berguna untuk menggambarkan keberadaan individu suatu spesies atau kelompok suatu spesies dalam ekosistem yang menjelaskan tentang proses ekologi yang berbeda-beda. Biodiversitas merupakan fungsi dari beberapa komponen yaitu (1) Total jumlah spesies yang ditemukan dan kekayaan spesies; (2) Keragaman genetik dalam suatu spesies; (3) Keragaman ekosistem (pertanian atau alami); (4) Distribusi individu dari suatu spesies (kemerataan) (Breure 2004). Sistem klasifikasi fauna tanah Van der Drift (1951 dalam Widyastuti 2002) berdasarkan ukuran tubuh yaitu kelompok mikrofauna (<0.2 mm), mesofauna (0.2 – 2.0 mm), makrofauna (2.0 – 20.0 mm) dan mega fauna (>20.0 mm). Berdasarkan hasil indentifikasi, fauna tanah yang ditemukan dikelompokkan ke dalam 11 taksa yaitu Acari, Collembola, Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda, Hymenoptera, Isopoda, Isoptera dan Pseudoscorpion. Kelompok mesofauna yaitu Acari dan Collembola, sedangkan yang termasuk kelompok makrofauna adalah Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda (Centipedes), Hymenoptera, Isopoda, Isoptera dan Pseudoscorpion. Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem lada sebesar 7210 individu yang terdiri dari 860 individu dalam kelompok mesofauna dan 6350 individu dalam kelompok makrofauna. Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem ubi kayu lebih tinggi yaitu terdapat 10319 individu terdiri dari 447 individu dalam
47
1000
Mesofauna Total Individu
Total Individu
kelompok mesofauna dan 9872 individu dalam kelompok makrofauna. Total jumlah fauna tanah yang ditemukan pada kedua ekosistem adalah 17529 individu (Gambar 3).
800 600 400
12000 10000 8000 6000 4000
200
2000
0
0 Lada
Ubi kayu
Ekosistem
Makrofauna
Lada
Ubi kayu
Ekosistem
Gambar 3 Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Populasi fauna tanah yang lebih tinggi pada ekosistem ubi kayu dibandingkan dengan ekosistem lada menunjukkan bahwa tindakan penggunaan lahan dapat mempengaruhi kelimpahan fauna tanah. Hal ini juga dapat diketahui dari jumlah makrofauna yang lebih dominan dibandingkan dengan jumlah mesofauna pada kedua ekosistem. Kemungkinan yang terjadi adalah terdapat keadaan yang sesuai bagi perkembangan makrofauna tanah, yaitu berkurangnya kompetisi dalam memperoleh sumber makanan dan terjaminnya ketersediaan ruang gerak untuk mendukung aktivitas fauna tanah dan mempertahankan populasi. Hubungan fungsional yang terjadi pada siklus rantai makanan dapat dilihat pada makrofauna yang akan memanfaatkan fauna tanah yang ukurannya lebih kecil sebagai sumber makanan. Hasil penelitian menunjukkan populasi mesofauna yang lebih rendah dibandingkan makrofauna. Penyebab lain rendahnya populasi mesofauna adalah berkurangnya kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan cekaman lingkungan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi curah hujan yang rendah (bulan Agustus) pada waktu pengambilan contoh tanah. Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2002) bahwa jumlah fauna tanah mengalami penurunan pada periode lahan sawah tidak ditanami (bera) yaitu bulan Agustus-Oktober. Fauna tanah yang terdapat di ekosistem lada dan ubi kayu merupakan arthropoda tanah yang memiliki sifat-sifat khas yang dapat mempengaruhi prosesproses yang terjadi di dalam tanah. Menurut Borror et al. (1989), arthropoda dicirikan dengan memiliki bagian tubuh yang beruas, tidak hanya pada kakinya. Arthropoda memanfaatkan serasah sebagai tempat hidup dan sumber makanannya. Moldenke (1999) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam kelompok arthropoda predator dan parasit yaitu acari, aranea, hymenoptera dan pseudoscorpion. Acari dan isoptera merupakan kelompok arthropoda penghancur yang dapat menjadi hama bagi tanaman karena memakan akar tanaman yang masih hidup bila bahan makanan dari sumber yang telah mati ternyata kurang mencukupi. Acari dan colembola (springtails) merupakan kelompok mikro arthropoda pemakan fungi dan beberapa jenis bakteri yang ada di permukaan akar.
48
Fauna tanah memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mempertahankan hidupnya yaitu pada kondisi lingkungan spesifik yang paling memungkinkan bagi kehidupan dan aktivitasnya. Berdasarkan hal tersebut, kemudian dilihat pengaruh ekosistem terhadap rata-rata jumlah fauna tanah pada masing-masing taksa (Tabel 7). Hasil uji nilai tengah menunjukkan bahwa ratarata kelimpahan fauna tanah pada masing-masing taksa tidak berbeda nyata pada ekosistem lada dengan ekosistem ubi kayu, kecuali pada Pseudoscorpion yang berbeda nyata. Hal ini dapat disebabkan Pseudoscorpion memiliki sifat khas yaitu menyukai tempat yang memiliki naungan seperti kondisi pada ekosistem lada dan tersedianya sumber makanan yang sesuai karena merupakan kelompok predator yang memakan fauna dengan ukuran tubuh lebih kecil seperti acari-mites dan hymenoptera (formicidae) (Moldenke 1999). Tabel 7 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Taksa
Mesofauna Acari Collembola Makrofauna Araneae Chilopoda Coleoptera Diplura Diplopoda Hymenoptera Isopoda Isoptera Pseudoscorpion Jumlah taksa Total individu.m-2 Indeks Keragaman Shannon (H’) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D)
Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu Rata-rata STD Rata-rata STD -2 a (individu.m ) 69 a 17 a
69.3 21.96
33 a 12 a
22.21 23.05
26 a 21 a 89 a 136 a 11 a 152 a 125 a 21 a 49 a
20.92 15.43 141.82 103.84 14.40 130.78 210.79 71.76 44.33
18 a 23 a 31 a 155 a 8a 541 a 185 a 11 a 14 b
12.92 17.82 27.03 90.71 23.90 763.62 299.88 24.20 18.04
11 721 1.85 0.77 0.11
11 1032 1.24 0.52 0.31
a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Keragaman fauna tanah dapat dikelompokkan berdasarkan besarnya nilai indeks keragaman Shannon (H’) yaitu pada ekosistem lada H’ = 1.85 dan pada ekosistem ubi kayu H’ = 1.24. Kedua nilai tersebut termasuk dalam kategori sedang (1.0
49
semakin tinggi keanekaragaman atau jumlah jenis fauna tanah. Menurut Schloter et al. (2003) bahwa indeks keragaman Shannon menunjukkan distribusi dari kelimpahan spesies dan dapat mengungkap spesies yang jarang ditemukan. Indeks kemerataan Pielou (E) pada ekosistem lada sebesar 0.77 dan pada ekosistem ubi kayu sebesar 0.52. Hal ini berarti bahwa pada ekosistem lada menunjukkan penyebaran individu fauna tanah yang lebih merata dibandingkan ekosistem ubi kayu dan kemungkinan masih ada fauna tanah yang mendominasi. Nilai kemerataan yang mendekati 1 berarti bahwa indeks kemerataan mendekati nilai maksimal (0-1) dan indeks kemerataan ini dapat digunakan untuk menunjukkan derajat kemerataan terhadap kelimpahan jenis dan dapat menjadi indikator adanya dominansi suatu spesies dalam suatu komunitas. Indeks dominansi Simpson menunjukkan distribusi kelimpahan suatu spesies yang dititikberatkan pada spesies yang sering ditemui (Schloter et al. 2003). Indeks dominansi Simpson (D) pada ekosistem lada adalah rendah dan fauna tanah yang mendominasi pada ekosistem lada yaitu Hymenoptera, Famili Formicidae (semut). Sedangkan pada ekosistem ubi kayu (D = 0.31) menunjukkan dominansi sedang dan fauna tanah yang mendominasi adalah Hymenoptera (Famili Formicidae) dan Isopoda. Dominansi oleh Hymenoptera dapat dipengaruhi oleh kemampuannya yang lebih mudah beradaptasi dengan mudah pada kondisi lingkungan yang terbuka seperti pada ekosistem ubi kayu, bahkan pada saat terjadi perubahan faktor lingkungan. Menurut Borror et al. (1996), Hymenoptera merupakan kelompok taksa yang memiliki keragaman besar terhadap kebiasaan dan perilaku sosialnya (serangga eusosial), hidupnya berkoloni dengan beberapa tingkatan (kasta). Famili Formicidae (semut) terdapat di semua habitat darat dan jumlahnya melebihi berbagai jenis hewan darat lainnya. Formicidae memiliki kebiasaan makan yang beragam yaitu banyak yang memakan hewan lain dalam keadaan hidup atau mati (karnivora), beberapa makan tanaman (herbivora), jamur dan di dalam sarang makan sekresi dan bertukar makanan dengan individu lain. Coleman et al. (2004), semut memiliki pengaruh yang besar dalam suatu ekosistem yaitu sebagai ecosystems engineers dan mempengaruhi karakteristik tanah. Umumnya bersifat sebagai predator terhadap invertebrata kecil termasuk Acari (Oribatida-Mites) dan dapat mengurangi kelimpahan predator lain (Spiders). Menurut Coleman (2004), bahwa Isopoda umumnya sebagai saprofor dan merupakan serangga persemaian yang disebut serangga gulung yang mampu menggulungkan tubuhnya seperti bola dan merupakan hama penting bagi tumbuh-tumbuhan yang dibudidayakan (Borror et al. 1989). Pada ekosistem lada, berdasarkan lama penggunaan lahan tidak terdapat perbedaan terhadap rata-rata jumlah fauna tanah masing-masing taksa, antara lama penggunaan lahan ≤10 tahun dan 11-20 tahun (Tabel 8). Tetapi terjadi pengurangan jumlah taksa pada lama penggunaan lahan 11-20 yaitu menjadi 10 taksa karena tidak ditemukan Diplopoda. Indeks keragaman Shannon sedang (H’ = 1.96) dan kategori tinggi untuk indeks kemerataan Pielou (E = 0.85). Indeks dominansi Simpson rendah (D = 0.16) menunjukkan bahwa ekosistem dapat didominasi oleh lebih dari satu jenis fauna tanah. Fauna tanah yang mendominasi pada lama penggunaan lahan ≤10 tahun adalah Hymenoptera dan Diplura, sedangkan pada lama penggunaan lahan 11-20 adalah Coleoptera dan Isopoda, Berkurangnya jumlah taksa pada penggunaan lahan 11-20 tahun dapat disebabkan
50
adanya kompetisi antar jenis fauna tanah. Persaingan dalam memanfaatkan sumber makanan maupun energi dan persaingan dalam pemangsaan terhadap fauna tanah yang ukurannya lebih kecil. Kecenderungan tersebut menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan mempertahankan populasi, sehingga suatu jenis hanya bertahan dalam beberapa generasi. Kecepatan penambahan dan pengurangan jenis dapat terjadi karena populasi yang padat atau menurut Sugiyarto (2003) makrofauna tanah dapat merespon perubahan lingkungan dengan cara bermigrasi ke tempat lain. Menurut Mazzoncini et al. (2010) bahwa keragaman populasi mesofauna (mikroarthropoda) sedikit dipengaruhi oleh pengolahan tanah dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan yang mempengaruhi biodiversitas fauna tanah pada seluruh taksa (Liiri 2012). Keberadaan fauna tanah memberikan pengaruh terhadap total individu, jumlah jenis dan kelimpahan fauna tanah, sedangkan untuk dapat mengetahui tingkat kesuburan tanah maka diperlukan pengamatan secara menyeluruh terhadap fauna dan mikrob tanah serta produktivitas tanah (Zhu dan Zhu 2015). Tabel 8 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur Taksa
Mesofauna Acari Collembola Makrofauna Araneae Chilopoda Coleoptera Diplura Diplopoda Hymenoptera Isopoda Isoptera Pseudoscorpion Jumlah taksa Total individu.m-2 Indeks Keragaman Shannon (H’) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D)
10 thn 11-20 thn Rata-rata STD Rata-rata STD -2 a (individu.m ) 52 a 26 a
37 27
85 a 9a
95 14
20 a 28 a 6a 152 a 22a 191 a 88 a 46 a 40 a
25 14 14 144 13 169 73 102 47
31 a 14 a 172 a 121 a 0b 112 a 163 a 6a 52 a
16 14 167 54 0 77 302 11 44
11 676 2.04 0.85 0.17
10 766 1.96 0.85 0.16
a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Pada ekosistem ubi kayu, pengaruh lama penggunaan lahan ≤5 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 6-13 tahun terhadap rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa pada lama penggunaan lahan yang berbeda tidak mempengaruhi kelimpahan fauna tanah, namun variasi kelimpahan fauna tanah masih dapat dilihat pada masing-masing lokasi pengambilan contoh tanah. Indeks keragaman Shannon
51
(sedang), indeks kemerataan Pielou (rendah), baik pada lama penggunaan lahan ≤5 tahun maupun 6-13 tahun. Indeks dominansi Simpson termasuk kategori rendah, baik pada lama penggunaan lahan ≤5 tahun maupun 6-13 tahun. Dalam hal ini kelimpahan fauna tanah didominasi oleh Hymenoptera, baik pada lama penggunaan lahan ≤5 tahun maupun 6-13 tahun yang disebabkan Hymenoptera memiliki rata-rata jumlah fauna tanah yang tertinggi. Tabel 9 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Taksa Mesofauna Acari Collembola Makrofauna Araneae Chilopoda Coleoptera Diplura Diplopoda Hymenoptera Isopoda Isoptera Pseudoscorpion Jumlah taksa Total individu.m-2 Indeks Keragaman Shannon (H’) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D)
≤5thn 6-13 thn Rata-rata STD Rata-rata STD (individu.m-2)a 32 a 5a
14 5
33 a 19 a
30 32
19 a 30 a 44 a 120 a 15 a 553 a 38 a 10 a 23 a
14 18 31 77 34 961 69 23 21
18 a 15 a 18 a 191 a 1a 529 a 331 a 13 a 5a
14 16 16 97 3 623 379 28 8
11 890 1.41 0.59 0.41
11 1173 1.44 0.60 0.31
a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Pada penelitian ini, indeks keragaman fauna tanah dalam kelompok sedang, baik pada ekosistem lada maupun ubi kayu sehingga dapat memberikan gambaran tentang keragaman jumlah jenis yang ditemukan tidak banyak, karena menurut Partaya (2002) bahwa suatu komunitas mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan yang sama atau hampir sama. Menurut de Goede and Brussaard (2001) bahwa sejak terjadi keseimbangan yang baik pada kelompok arthropoda tanah maka akan bermanfaat dalam menguraikan residu tanaman menjadi humus dan menyediakan kembali unsur hara yang diperlukan untuk pertanaman berikutnya. Demikian halnya dengan hasil penelitian Widyastuti (2005) menunjukkan bahwa fauna tanah dapat membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara pada lahan sawah tadah hujan selama musim kering yang akan digunakan oleh tanaman padi untuk musim tanam berikutnya. Menurut Li et al. (2014) bahwa makrofauna pada periode freeze-thaw memiliki peranan yang cukup besar dalam pelepasan N dari dekomposisi serasah cemara dibandingkan dengan mesofauna.
52
Biomassa Fauna Tanah Biomassa fauna tanah sangat dipengaruhi oleh kelimpahan dan perbedaan bobot individu fauna tanah dan merupakan salah satu sumber bahan organik dalam tanah. Keragaman sifat biologi tanah termasuk didalamnya adalah ukuran dan kepadatan populasi mikrob, jumlah dan biomassa mikrofauna dan makrofauna (Elliot et al. 1996). Dalam hal ini total biomassa fauna tanah lebih tinggi pada ekosistem ubi kayu yaitu sebesar 3560.00 mg (biomassa mesofauna = 87.26 mg dan makrofauna = 2194.95 mg) di bandingkan ekosistem lada sebesar 2282.21 mg (biomassa mesofauna = 60.36 mg dan makrofauna = 3500.03 mg) (Gambar 4). Mesofauna
80
4000
Biomassa (mg)
Biomassa (mg)
100
60 40 20
Makrofauna
3000 2000 1000 0
0 Lada
Ubi kayu Ekosistem
Lada
Ubi kayu Ekosistem
Gambar 4 Total biomassa fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Berdasarkan rata-rata biomassa setiap taksa, diketahui bahwa rata-rata biomassa fauna tanah pada ekosistem lada tidak berbeda nyata dengan ekosistem ubi kayu, kecuali biomassa Pseudoscorpion (Tabel 10), dimana hal ini berkaitan dengan populasi Pseudoscorpion pada kedua ekosistem tersebut. Walaupun ratarata biomassa fauna tanah pada kedua ekosistem tidak berbeda nyata, tetapi heterogenitas antar lokasi pengambilan contoh tanah menunjukkan keragaman yang cukup bervariasi. Menurut Tan et al. (2010); Xin et al. (2012) bahwa biomassa fauna tanah dipengaruhi oleh fauna tanah dengan ukuran tubuh yang berbeda-beda dan memiliki peranan serta respon yang berbeda terhadap perubahan lingkungan. Pada ekosistem lada, rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada setiap taksa menunjukkan tidak berbeda nyata dengan ekosistem ubi kayu, kecuali pada Pseudoscorpion yang berbeda nyata. Berdasarkan rata-rata biomassa fauna tanah dapat diketahui bahwa indeks keragaman Shannon sedang (H’ = 1.81) dan indeks kemerataan Pielou tinggi (E = 0.75). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata biomassa fauna tanah relatif menyebar merata dan tidak ada dominansi. Hal ini dijelaskan dengan indeks dominansi Simpson rendah (D = 0.24). Pada ekosistem ubi kayu, rata-rata biomassa fauna tanah menunjukkan indeks keragaman Shannon sedang (H’ = 1.04) dan indeks kemerataan Pielou rendah (E =0.43). Indeks kemerataan yang relatif rendah berkaitan dengan nilai indeks dominansi Simpson yang sedang (D = 0.59) menunjukkan bahwa yang mendominasi adalah Hymenoptera (Tabel 10).
53
Tabel 10 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Taksa Mesofauna Acari Collembola Makrofauna Araneae Chilopoda Coleoptera Diplura Diplopoda Hymenoptera Isopoda Isoptera Pseudoscorpion Jumlah taksa Total biomassa (mg.m-2) Indeks Keragaman Shannon (H’) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D)
Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu Rata-rata STD Rata-rata STD -2 a (mg.m ) 0.08 a 8.65 a
0.08 10.93
0.04 a 6.00 a
0.02 11.52
14.62 a 1.09 a 77.49 a 2.73 a 10.15 a 75.80 a 14.18 a 15.56 a 7.77 a
11.94 0.80 123.20 2.08 13.54 65.39 23.82 42.93 7.03
10.51 a 1.19 a 27.02 a 3.11 a 7.70 a 270.50 a 20.79 a 6.84 a 2.22 b
7.38 0.93 23.72 1.81 22.45 381.81 33.71 14.52 2.86
11 228.22 1.81 0.75 0.24
11 356.04 1.04 0.43 0.59
a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Berdasarkan lama penggunaan lahan, pada ekosistem lada, rata-rata biomassa fauna tanah pada lama penggunaan lahan ≤ 10 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 11-20 tahun, kecuali berbeda nyata terhadap biomassa Diplopoda (Tabel 11). Hal ini disebabkan terjadinya pengurangan jumlah taksa pada lama penggunaan 10-20 tahun, sehingga berpengaruh terhadap bobot biomassanya. Menurut Bargett et al. (1998) bahwa pengaruh kegiatan pertanian pada arthropoda dapat menyebabkan fast cycle sehingga keragaman akan berkurang, tetapi tidak ada kepastian arthropoda terbaik antara pertanian organik dan intensif karena sangat dipengaruhi oleh lokasi, iklim, jenis tanaman dan jenis arthropodanya (Hole et al. 2005). Pada lama penggunaan lahan ≤ 10 tahun indeks keragaman Shannon menunjukkan keragaman yang sedang (H’ = 1.69) dan indeks kemerataan Pielou tinggi (E = 0.70) dengan indeks dominansi Simpson rendah (D = 0.28). Hal ini menunjukkan jumlah jenis cukup beragam dengan kemerataan biomassa yang tinggi sehingga tidak ada taksa yang mendominasi. Pada lama penggunaan lahan 11-20 tahun, walaupun terdapat 10 taksa tetapi menunjukkan indeks keragaman Shannon yang sedang (H’ = 1.30), indeks kemerataan Pielou yang relatif tinggi (E = 0.56) dengan indeks dominansi Simpson yang rendah (D = 0.40). Dalam hal ini masih terdapat fauna tanah yang mendominasi dengan rata-rata biomassa yang tertinggi yaitu Coleoptera, pada lama penggunaan lahan 10-20 tahun pada ekosistem lada.
54
Tabel 11 Rata-rata biomassa fauna tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur Taksa
a
Mesofauna Acari Collembola Makrofauna Araneae Chilopoda Coleoptera Diplura Diplopoda Hymenoptera Isopoda Isoptera Pseudoscorpion Jumlah taksa Total biomassa (mg.m-2) Indeks Keragaman Shannon (H’) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D)
10 tahun 11-20 tahun Rata-rata STD Rata-rata STD -2 a (individu.m ) 0.06 a 12.80 a
0.04 13.39
11.65 a 14.50 1.46 a 0.74 5.56 a 12.43 3.03 a 2.88 20.32 a 12.45 95.50 a 84.60 9.94 a 8.25 27.4 a 61.27 7.27 a 7.93 11 195.09 1.69 0.70 0.28
0.06 a 5.80 a
0.09 6.56
16.80 a 8.70 0.80 a 0.84 126.14 a 130.38 2.55 a 1.03 0b 0 42.70 a 38.60 2.58 a 3.23 6.72 a 7.70 8.09 a 6.93 10 212.30 1.30 0.56 0.40
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Pada ekosistem ubi kayu, rata-rata biomassa fauna tanah pada lama penggunaan lahan ≤5 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 6-13 tahun (Tabel 12). Indeks keragaman Shannon dan indeks kemerataan Pielou pada kedua lama penggunaan lahan termasuk dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan terjadinya dominansi yaitu pada lama penggunaan lahan ≤5 tahun memiliki indeks dominansi Simpson yang tinggi (D = 0.61) yaitu dominansi oleh Hymenoptera yang menunjukkan rata-rata biomassa tertinggi. Sedangkan pada lama penggunaan lahan 6-13 tahun memiliki indeks dominansi Simpson yang sedang ( D = 0.58) dan terdapat dua taksa yang mendominasi yaitu Hymenoptera dan Isopoda. Hymenoptera memiliki populasi yang lebih tinggi dibandingkan fauna tanah lain yang ada di ekosistem lada dan ubi kayu dan merupakan fauna tanah yang mudah beradaptasi, bahkan pada lingkungan yang ekstrim. Kemudian bobot tubuh yang dimiliki juga lebih tinggi sehingga dapat menyumbangkan biomassa yang besar. Hal ini mempengaruhi total biomassa pada lama penggunaan lahan ≤5 tahun menjadi tinggi daripada lama penggunaan lahan 6-13 tahun.
55
Tabel 12 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Taksa
≤5thn 6-13 thn Rata-rata STD Rata-rata STD (individu.m-2)a
Mesofauna Acari Collembola Makrofauna Araneae Chilopoda Coleoptera Diplura Diplopoda Hymenoptera Isopoda Isoptera Pseudoscorpion Jumlah taksa Total biomassa (mg.m-2) Indeks Keragaman Shannon (H’) Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Dominansi Simpson (D)
0.04 a 2.50 a
0.017 7.76
0.04 a 10.30 a
0.03 7.92
10.76 a 1.58 a 38.58 a 2.40 a 14.28 a 276.6 a 4.32 a 6.12 a 3.65 a
7.76 0.41 26.96 1.54 31.39 960.99 7.79 13.68 3.41
10.30 a 0.80 a 15.47 a 3.82 a 1.13 a 264.4 a 37.42 a 7.56 a 0.79 a
7.92 0.84 14.33 1.04 2.52 311.50 42.86 16.90 1.31
11 360.84 0.90 0.38 0.61
11 351.24 0.97 0.40 0.58
a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Populasi Mikrob Tanah Fungsional Ekosistem lada menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan ekosistem ubi kayu terhadap rata-rata populasi azotobacter, mikrob sellulotik dan total mikrob. Sedangkan rata-rata populasi mikrob pelarut fosfat dan total fungi lebih tinggi pada ekosistem lada dibandingkan ekosistem ubi kayu tetapi tidak berbeda nyata (Tabel 13). Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional yang lebih tinggi pada ekosistem lada dibandingkan ekosistem ubi kayu dapat disebabkan pada ekosistem lada memiliki kondisi lingkungan yang lebih mendukung untuk kelangsungan hidup azotobacter, mikrob pelarut fosfat, mikrob sellulotik dan total mikrob. Mikrob akan berkembang dengan baik pada suatu habitat yang memiliki sumberdaya yang cukup. Dikarenakan untuk dapat mempertahankan populasinya maka harus tersedia sumber makanan, sumber energi, ruang dan udara yang cukup. Sumber makanan ini berhubungan langsung dengan rantai makanan yang menghasilkan sumber energi dan unsur hara. Pada penelitian ini, kondisi ekosistem lada masih ditutupi oleh serasah walaupun hanya tipis, tidak merata dan masih terdapat naungan. Sedangkan rendahnya populasi mikrob pada ekosistem ubi kayu kemungkinan dapat disebabkan pengaruh dari tekstur tanah yang memiliki persentase pasir lebih tinggi (26.04%) daripada ekosistem lada (22.55%)
56
walaupun tidak berbeda nyata secara signifikan. Pada tanah dengan persentase pasir yang tinggi akan memiliki komposisi pori-pori makro yang lebih besar dibandingkan pori-pori yang kecil. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mikrob yang hanya dapat berkembang dalam pori-pori mikro. Sedangkan pada ekosistem ubi kayu, permukaan tanah hampir tidak ada serasah dan lebih terbuka karena tidak adanya naungan. Tabel 13 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Mikrob fungsional Azotobacter Mikrob Pelarut Fosfat Mikrob Sellulotik Total Fungi Total Mikrob
Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu Rata-rata STD Rata-rata STD ( log cfu.bkm-1)a 3.11 b 0.12 3.06 a 0.21 3.37 a 0.18 3.26 a 0.09 3.53 b 0.14 3.31 a 0.12 3.10 a 0.29 3.11 a 0.18 6.56 b 0.13 6.21 a 0.27
a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Berdasarkan lama penggunaan lahan dapat diketahui bahwa suatu ekosistem yang telah digunakan untuk menanam tanaman budidaya selama kurun waktu tertentu, ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap populasi mikrob tanah fungsional. Pada ekosistem lada, rata-rata populasi mikrob tanah fungsional pada lama penggunaan lahan ≤10 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 11-20 tahun (Tabel 14). Tabel 14 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur Mikrob fungsional
a
Azotobacter Mikrob Pelarut Fosfat Mikrob Sellulotik Total Fungi Total Mikrob
10 tahun 11-20 tahun Rata-rata STD Rata-rata STD ( log cfu.bkm-1)a 3.05 a 0.16 3.17 a 0.02 3.28 a 0.16 3.47 a 0.16 3.50 a 0.09 3.55 a 0.19 3.00 a 0.37 3.20 a 0.14 6.54 a 0.10 6.57 a 0.16
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Pada ekosistem ubi kayu, lama penggunaan lahan ≤ 5 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 6-13 tahun terhadap rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (Tabel 15).
57
Tabel 15 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Mikroba fungsional Azotobacter Mikrob Pelarut Fosfat Mikrob Sellulotik Total Fungi Total Mikrob
≤5thn 6-13 thn Rata-rata STD Rata-rata STD (log cfu.bkm-1)a 3.08 a 0.17 3.04 a 0.26 3.28 a 0.08 3.24 a 0.10 3.34 a 0.09 3.27 a 0.14 3.10 a 0.17 3.13 a 0.21 6.12 a 0.35 6.30 a 0.16
a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Hal tersebut dapat berarti bahwa perubahan kondisi lingkungan tumbuh yang disebabkan penerapan kegiatan budidaya tidak memberikan pengaruh terhadap perkembangan mikrob tanah fungsional. Walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada lama penggunaan lahan tetapi menurut BBSDLP (2007) bahwa analisis terhadap terhadap keragaman jenis dan kepadatan populasi mikrob tanah dapat menjadi indikator untuk menilai kualitas dan kesehatan tanah, dimana keragaman tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik, kadar air, jenis penggunaan lahan dan cara pengelolaannya. Menurut Xin et al. (2012), fauna tanah berperan dalam penghancuran serasah tanaman, sehingga mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik dan menstimulasi aktivitas mikrob. Pada ekosistem lada dan ubi kayu, rata-rata populasi azotobacter lebih rendah daripada mikrob tanah fungsional lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan kondisi tanah masam yang mempengaruhi perkembangan azotobacter yang sangat sensitif pada pH rendah (pH<6) sehingga jarang dijumpai (BBSDLP 2007). Azotobacter akan memanfaatkan sumber N untuk mempertahankan hidupnya dan kemudian akan menyediakan N tersebut untuk tanaman. Azotobacter merupakan bakteri penambat N yang sudah ada pada rizosfer tanaman di dalam tanah dan keberadaannnya tanpa melalui suatu simbiosis serta mampu tumbuh pada berbagai macam karbohidrat dan asam organik (Aquailanti et al. 2004). Mikrob pelarut fosfat memiliki kemampuan meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman dan hal ini sangat tergantung dari jenis mikrob pelarut fosfat dan sumber P yang ada. Kemampuan bakteri dalam melarutkan P dari fosfat tidak larut dapat diketahui secara kualitatif dengan adanya zona bening. Perbedaan ratarata populasi mikrob pelarut fosfat dapat disebabkan antar lokasi pengambilan contoh tanah memiliki keragaman sumber fosfat dan keragaman kandungan fosfat. Penambahan pupuk yang mengandung fosfat dapat mempengaruhi kelangsungan hidup mikrob pelarut fosfat yang memanfaatkan fosfat untuk kepentingan metabolismenya walaupun dari sumber yang jumlahnya sedikit. Fungi adalah mikrob yang dapat ditemukan di semua habitat. Pada tanah yang diusahakan untuk kegiatan pertanian, fungi memiliki peranan penting dikaitkan dengan siklus unsur hara dan mineralisasi karbon. Fungi juga diketahui memiliki peranan terhadap kelarutan fosfat dan transformasi biologi pada
58
biomassa tanaman (Anderson dan Cairney 2004). Menurut Groenigren et al. (2010) bahwa pengelolaan tanah dapat mempengaruhi keberadaan kelompok mikrob tanah dengan berbagai cara yang mungkin diakibatkan karena kehilangan N, pertumbuhan tanaman dan karbon organik tanah. Pada pengolahan tanah minimum, populasi bakteri dan jamur secara signifikan meningkat pada lapisan permukaan tanah dibandingkan pengolahan tanah konvensional yang melakukan pengolahan tanah dengan cara dibajak hingga kedalaman 25 cm dan kemudian dihaluskan. Hasil penelitian Schloter et al. (2003) bahwa populasi bakteri dan jamur kemungkinan dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan kualitas tanah. Menurut Buckley dan Smith (2001) bahwa struktur kelompok mikrob tanah pada lahan yang ditinggalkan selama 7 tahun setelah ditanami memiliki banyak kemiripan dengan lahan terdekat yang dibudidayakan dibandingkan dengan lahan yang tidak dibudidayakan. Penelitian dalam jangka panjang oleh Steenwerth et al. (2002) di daerah dekat pesisir pantai menunjukkan populasi mikrob lebih tinggi pada lahan padang rumput untuk penggembalaan dalam dibandingkan pada lahan yang digunakan untuk pertanaman. Sifat Kimia Tanah Berdasarkan uji dua nilai tengah menunjukkan bahwa sifat kimia tanah pada ekosistem lada tidak berbeda nyata dengan ekosistem ubi kayu dan keragaman yang terjadi berasal dari nilai rata-rata parameter pengamatan yang bervariasi pada tiap-tiap lokasi pengambilan contoh tanah (Tabel 16). Tabel 16 Sifat kimia dan tekstur tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Sifat Kimia Tanah pH N total (%) P tersedia (ppm P) P potensial (mg.100g -1) K potensial (mg.100g -1) C organik (%) KTK (cmol (+) kg-1) KB (%) Al-dd (cmol (+) kg-1) H-dd (cmol (+) kg-1) Ca-dd (cmol (+) kg-1) Mg-dd (cmol (+) kg-1) K-dd (cmol (+) kg-1) Na-dd (cmol (+) kg-1) Pasir (%) Debu (%) Liat (%) a
Ekosistem lada Rata-rataa STD 5.17 a 0.29 0.18 a 0.04 5.45 a 2.47 75.54 a 18.8 163.25 a 72.11 2.06 a 0.27 17.85 a 1.48 59.45 a 10.87 0.14 a 0.10 0.16 a 0.23 7.02 a 1.37 1.76 a 0.51 1.01 a 0.29 0.80 a 0.05 22.55 a 5.49 27.18 a 2.33 50.28 a 4.43
Ekosistem ubi kayu Rata-rata STD 5.35 a 0.16 0.16 a 0.04 5.08 a 2.72 69.00 a 23.61 114.75 a 64.54 1.95 a 0.50 19.32 a 5.07 53.41 a 15.80 0.25 a 0.29 0.13 a 0.05 6.82 a 1.86 1.57 a 0.71 0.83 a 0.26 0.75 a 0.21 26.04 a 13.28 23.57 a 5.88 48.61 a 8.29
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
59
Heterogenitas tersebut dapat disebabkan perubahan iklim, tindakan budidaya tanaman yang dilakukan dan campur tangan manusia dalam mengelola suatu ekositem. Pada ekosistem lada tidak dilakukan pengolahan tanah dan pemupukan hanya satu tahun sekali, sedangkan pada ekosistem ubi kayu dilakukan pengolahan tanah intensif dan pemberian pupuk Nitrogen:Phosphat:Kalium (NPK) dengan perbandingan 15:15:15 dengan frekuensi satu hingga dua kali selama satu musim tanam (<1 tahun). Penambahan bahan organik dilakukan satu tahun sekali pada takaran yang disesuaikan dengan ketersediaan bahan organik tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi keragaman sifat kimia tanah pada lokasi pengambilan contoh tanah dan dalam hal karakterisasi sifat kimia tanah (Tabel 17). Hasil karakterisasi sifat-sifat kimia tanah menunjukkan bahwa kandungan P potensial dan K potensial sangat tinggi baik pada ekosistem lada maupun ubi kayu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kandungan P dan K yang sangat tinggi tetapi belum dapat dimanfaatkan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan fosfat dan kalium bagi tanaman. Kemungkinan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengapuran yang bertujuan untuk meningkatkan pH tanah karena reaksi tanah akan berjalan baik pada kondisi pH mendekati netral (6.6 – 7.5). Menurut Cakmak (2005) bahwa unsur K berperan penting dalam meningkatkan kualitas, ukuran dan berat buah. Kurangnya ketersediaan K dapat mengakibatkan rendahnya efisiensi N dan P dan tidak tercapainya produksi tinggi suatu tanaman. Tabel 17 Tabel karakteristik sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur Sifat Kimia Tanah pH N total (%) P tersedia (ppm P) P potensial (mg.100g -1) K potensial (mg.100g -1) C organik (%) KTK (cmol (+) kg-1) KB (%) Cadd (cmol (+) kg-1) Mgdd (cmol (+) kg-1) Kdd (cmol (+) kg-1) Nadd (cmol (+) kg-1) Tekstur
Ekosistem Lada Masam Rendah Rendah Sangat tinggi Sangat tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Liat
Ekosistem Ubikayu Masam Rendah Rendah Sangat tinggi Sangat tinggi Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Liat
Tanaman lada yang tumbuh pada semua jenis tanah dengan kisaran pH 5.0-6.5 dapat tumbuh pada tanah yang bertekstur pasir hingga gembur dan memiliki drainase baik. Kondisi tanaman lada yang relatif sehat mempunyai rasio N/K sebesar 1.61 sehingga diperlukan keseimbangan komposisi unsur hara untuk meningkatkan produktivitas (Zaubin et al. 1995). Pada penelitian ini diperoleh nilai rasio N/K adalah 1.12 yang berarti masih diperlukan perbaikan terhadap lingkungan tumbuh tanaman lada yaitu dengan penambahan unsur N melalui
60
pemupukan. Lada merupakan tanaman yang menghendaki unsur-unsur hara dalam jumlah yang cukup besar. Untuk menghasilkan 1 kg buah lada dibutuhkan 32 g N, 5 g P, 28 g K, 8 g Ca dan 3 g Mg (Wahid et al. 1996). Untuk mencapai produksi lada sekitar 1500 kg/ha pada tiap musim maka di Lampung disarankan melakukan pemupukan dengan dosis 1600 g NPKMg (12-12-4-2).tnm-1 (Zaubin et al. 2005). Untuk mendapatkan dosis pemupukan dan kultivasi yang optimal pada tanaman lada diperlukan identifikasi karakter wilayah pengembangan (spesifik lokasi) sehingga formulasi dan dosis pemupukan yang diberikan menjadi lebih rasional yaitu pemupukan berimbang (Tjahjana et al. 2012). Pada ekosistem lada dan ubi kayu menunjukkan ketersediaan Ca dan Mg dalam kategori sedang. Hal tersebut menjadi perhatian karena ketersediaan unsur hara Ca dan Mg dapat menjadi rendah diakibatkan kehilangan karena terangkut tanaman, pencucian dan erosi. Ketersediaan Ca dan Mg yang rendah dapat disebabkan rendahnya usaha untuk meningkatkan bahan organik dan pupuk anorganik yang dapat mempengaruhi KB, pH, kegiatan biologi dan ketersediaan hara lainnya (Soepardi 1983). Tanaman ubi kayu sangat respon terhadap pupuk N dan pembentukan umbi memerlukan unsur hara P dan K(Onwueme 1978 dalam Wargiono et al. 2009). Kebutuhan terhadap unsur hara K akan melebihi kebutuhan terhadap N dan apabila terjadi kekurangan N dan K maka tidak akan memperoleh hasil umbi optimal. Kebutuhan ubikayu terhadap K adalah sekitar 187 kg untuk menghasilkan 30 t/ha (Ispandi 2003). Ubikayu tidak memerlukan pupuk N terlalu banyak karena dapat menghambat perkembangan umbi dan meningkatkan kandungan sianida. Berdasarkan lama penggunaan lahan maka diketahui bahwa antara ekosistem lada dan ubi kayu tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap parameter sifat-sifat tanah yang diamati (Tabel 18 dan Tabel 19). Tabel 18 Sifat kimia tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur Sifat Kimia Tanah pH N total (%) P tersedia (ppm P) P potensial (mg.100g -1) K potensial (mg.100g -1) C organik (%) KTK (cmol (+) kg-1) KB (%) Al-dd (cmol (+) kg-1) H-dd (cmol (+) kg-1) Ca-dd (cmol (+) kg-1) Mg-dd (cmol (+) kg-1) K-dd (cmol (+) kg-1) Na-dd (cmol (+) kg-1) Pasir (%) Debu (%) Liat (%) a
≤10 tahun Rata-rataa STD 5.08 a 0.25 0.19 a 0.04 4.09 a 2.65 65.48 a 18.40 154.00 a 70.99 2.23 a 0.23 17.53 a 1.38 66.32 a 9.55 0.08 a 0.05 0.10 a 0.02 7.68 a 1.27 1.98 a 0.36 1.11 a 0.29 0.81 a 0.03 20.54 a 4.95 28.17 a 2.82 51.32 a 4.58
11-20 tahun Rata-rata STD 5.27 a 0.33 0.18 a 0.05 5.67 a 3.39 85.60 a 14.26 172.50 a 80.29 1.90 a 0.22 18.17 a 1.67 52.59 b 7.54 0.20 a 0.11 0.22 a 0.32 6.37 a 1.24 1.54 a 0.58 0.91 a 0.29 0.80 a 0.07 24.56 a 5.75 26.20 a 1.39 49.24 a 4.53
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
61
Tabel 19 Sifat kimia tanah pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur Sifat Kimia Tanah
a
pH N total (%) P tersedia (ppm P) P potensial (mg.100g -1) K potensial (mg.100g -1) C organik (%) KTK (cmol (+) kg-1) KB (%) Al-dd (cmol (+) kg-1) H-dd (cmol (+) kg-1) Ca-dd (cmol (+) kg-1) Mg-dd (cmol (+) kg-1) K-dd (cmol (+) kg-1) Na-dd (cmol (+) kg-1) Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
≤5 tahun Rata-rataa STD 5.25 a 0.18 0.17 a 0.03 3.32 a 1.76 67.97 a 14.52 109.00 a 51.89 2.16 a 0.23 16.93 a 3.05 63.35 a 6.73 0.13 a 0.05 0.14 a 0.06 7.41 a 1.95 1.83 a 0.74 0.80 a 0.26 0.80 a 0.12 18.89 a 3.05 27.72 a 3.13 53.38 a 3.56
6-13 tahun Rata-rata STD 5.45 a 0.03 0.16 a 0.05 6.84 a 2.41 70.11a 32.31 120.50 a 81.23 1.74 a 0.63 21.69 a 5.84 43.47 a 16.42 0.36 a 0.40 0.13 a 0.05 6.23 a 1.77 1.32 a 0.65 0.87 a 0.29 0.69 a 0.28 33.18 a 16.11 22.98 a 7.34 43.84 a 9.23
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi
Hal tersebut kemungkinan disebabkan penambahan pupuk, bahan organik dan kegiatan pengolahan tanah tidak mempengaruhi sifat-sifat kimia tanah baik pada ekosistem lada maupun ekosistem ubi kayu. Bahkan, pada ekosistem lada tidak dilakukan pemberian pupuk anorganik dan organik sehingga sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi lada. Demikian halnya pada ekosistem ubi kayu, pemupukan yang dilakukan tidak disesuaikan dengan dosis anjuran walaupun hasil panen cukup tinggi. Hasil penelitian pada tanah Ultisols Lampung yang ditanami ubi kayu kurang dari 10 tahun menunjukkan bahwa mineralisasi N dan kesuburan tanah lebih tinggi dengan mempertimbangan beberapa sifat kimia tanah yaitu pH, N, Corganik, P dan basa-basa dapat ditukar lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang telah ditanami ubi kayu selama lebih dari 30 tahun (Wijanarko et al. 2012). Ubikayu memiliki beberapa keunggulan agronomis yaitu potensi hasil tinggi, kadar pati tinggi, toleran terhadap kemasaman tanah dan kekeringan, umur panen fleksibel dan fleksibel dalam usahatani (Wargiono et al. 2006). Salah satu fase penting dalam pertumbuhan ubikayu adalah kemampuan adaptasi terhadap cekaman lingkungan yang terjadi pada keadaan suhu lebih rendah atau lebih tinggi, kondisi ternaungi dan kekurangan air karena secara fisiologis akan mempengaruhi laju akumulasi bahan kering (Wargiono et al. 2009). Keterkaitan antara biodiversitas dan kimia tanah terhadap ekosistem Kehadiran fauna dan mikroba tanah serta hasil analisis sifat kimia tanah dapat memberikan gambaran mengenai kondisi suatu ekosistem. Keterkaitan diantaranya merupakan hal yang penting untuk diamati karena akan saling
62
mempengaruhi dalam siklus kehidupan fauna tanah, mikrob tanah dan ketersediaan unsur hara. Kompetisi akan terjadi dalam mempertahankan sumber energi dan sumber makanan sehingga dapat menyebabkan unsur hara menjadi tersedia atau bahkan tidak tersedia untuk menjamin kelangsungan hidup organisme tanah dan pertumbuhan tanaman. Dengan mempertimbangkan bahwa pada uji dua nilai tengah terhadap masing-masing variabel pengamatan menunjukkan tidak berbeda nyata antara ekosistem lada dan ekosistem ubi kayu, maka kemudian dilakukan analisis diskriminan. Berdasarkan hal tersebut, kemudian diketahui bahwa analisis diskriminan dimaksudkan untuk mengetahui informasi mengenai variabel pengamatan yang paling berperan (berkontribusi) dalam melakukan diskriminasi pada kedua ekosistem yaitu lada dan ubi kayu. Nilai wilks’ lamda (0,131) menunjukkan matriks keragaman (covarian matrix) variabel-variabel pengamatan pada kedua ekosistem tidak berbeda nyata. Artinya bahwa berdasarkan matriks keragaman tersebut maka kemudian keseluruhan data variabel pengamatan dapat dilanjutkan untuk diuji diskriminansi (Tabel 20). Tabel 20 Nilai Wilks’ lambda terhadap ekosistem lada dan ubi kayu Nilai Wilks' Lambda
Chi-square
Derajat bebas
Sig.
0.131
20.359
16
0.204
Dalam analisis diskriminan, terdapat nilai fungsi pada koefisien fungsi diskriminan terstandardisasi (Tabel 21) yang dapat menunjukkan bahwa secara relatif, variabel yang memiliki nilai koefisien yang lebih besar maka akan menyumbangkan kekuatan diskriminasi yang lebih besar pada kedua ekosistem tersebut. Tabel 21
Koefisien fungsi diskriminan terstandardisasi terhadap rata-rata kelimpahan fauna, mikrob fungsional dan sifat kimia tanah Variabel
pH N total P potensial K potensial C organik KTK KB Aldd Pasir Liat Fauna tanah Azotobacter Mikroba pelarut fosfat Mikroba sellulotik Total fungi Total mikroba
Nilai fungsi 0.20 0.45 -0.19 -0.68 1.29 1.70 0.27 1.54 1.10 1.43 0.27 -0.13 -0.25 -0.43 0.94 -1.43
63
Pada analisis diskriminan, variabel-variabel yang mempunyai kontribusi besar dalam membedakan kedua ekosistem tersebut adalah KTK, Aldd, liat, C organik, pasir dan total mikrob dibandingkan dengan variabel pengamatan lainnya. Sedangkan berdasarkan klasifikasi terhadap keanggotaan (variabel pengamatan) dalam kelompok menunjukkan bahwa hasil pengelompokan setiap anggota adalah 100% benar, baik keanggotaan untuk ekosistem lada maupun keanggotaan pada ekosistem ubi kayu (Tabel 22). Tabel 22 Hasil klasifikasi terhadap keanggotaan dalam kelompok ekosistem Lokasi Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu a
Keanggotaan dalam kelompoka Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu 100 0 0 100
Pengelompokan secara benar (100%)
Total 100 100
64
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur, ditemukan 11 taksa yaitu kelompok mesofauna (Acari dan Collembola) dan kelompok makrofauna (Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda, Hymenoptera, Isopoda, Isoptera, dan Pseudoscorpion) dengan total jumlah fauna tanah 17529 individu. 2. Kelimpahan fauna tanah tidak berbeda pada ekosistem lada dan ubi kayu, dan didominasi oleh Hymenoptera. Pada ekosistem lada dengan lama penggunaan lahan 11-20 tahun terjadi pengurangan taksa yaitu tidak ditemukannya Diplopoda. 3. Rata-rata populasi mikroba tanah fungsional menunjukkan bahwa azotobacter, mikrob sellulotik dan total mikrob lebih tinggi dan berbeda nyata dengan ekosistem lada dan ubi kayu, sedangkan mikrob pelarut fosfat dan total fungi tidak berbeda nyata. Demikian halnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan lama penggunaan lahan. 4. Sifat kimia tanah tidak berbeda pada ekosistem lada dan ubi kayu bahkan berdasarkan perbedaan lama penggunaan lahan. 5. Analisis diskriminan terhadap seluruh variabel pengamatan menunjukkan bahwa KTK, Aldd, liat, C organik, pasir dan total mikrob memberikan kontribusi sebagai penciri/pembeda pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur. Saran Penelitian tentang pengaruh suatu ekosistem terhadap perubahan sifatsifat tanah disarankan untuk dilakukan pada musim yang berbeda (musim hujan dan musim kemarau) dan secara berkelanjutan sehingga dapat diperoleh informasi yang lengkap untuk dapat dimanfaatkan sebagai informasi dasar bagi pengembangan suatu komoditas pada wilayah tertentu.
65
DAFTAR PUSTAKA Alexander M. 1976. Introduction to Soil Microbiology. New York (US): J Wiley. Anderson IC, Cairney JWG. 2004. Diversity and ecology of soil fungal communities: increased understanding through the application of molecular techniques. Environ Microbiol. 6:769-779. Aquilanti L, Favilli F, Clementi F. 2004. Comparison of different strategies for isolation and preliminary identification of Azotobacter from soil samples. Soil Biol Biochem. 36:1475-1483. BBSDL (Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian). 2007. Saraswati R, Husen E, Simanungkalit RDM (Eds.) Metode Analisis Biologi Tanah. Bogor (ID): BBSDL. BPS (Badan Pusat Statisitik) Kabupaten Lampung Timur. 2014. Lampung Timur Dalam Angka. Lampung Timur (ID): BPS. Bini D, Santos CAD, Carmo KBD, Kishino N, Andrade G, Zangaro W, Nogueira MA. 2013. Effects of land use on soil organic carbon and microbial processes associated with soil health in southern Brazil. Eur J Soil Biol. 55:117-123. Borror BV, Triplehorn CA, Johnson NF. 1989. An Introducing to The Study of Insects. Ed ke-6. New York (US): WB Saunders. Breure AM. 2004. Soil Biodiversity: measurements. indicators. threats and soil functions. International Conference Soil and Compost Eco-Biology. 15–17 September 2004. Leon-Spain. Session 1. Paper 3:83-96. Buckley DH, Smith TM. 2001. The structure of microbial communities in soil and lasting impact of cultivation. Microb Ecol. 42:11-21. Bargett, Richard D, Cook R. 1998. Functional aspect of soil animal diversity in agricultural grassland. App Soil Ecol. 10:303-310. Cakmak I. 2005. The role of potassium in alleviating detrimental effects of abiotic stresses in plants. J Plant Nutr Soil Sci. 168:521-530. Coleman DC, Crosley DA, Hendrix PF. 2004. Fundamentals of Soil Ecology. Second Edition. Institut of Ecology. University of Georgia. Georgia (GE): Elsevier Pr. Cluzeau D, Guernion M, Chaussod R, Martin-Laurent F, Villenave C, Cortet J, Ruiz-Chamaco N, Pernin C, Mateille T, Philippot L. 2012. Integration of biodiversity in soil quality monitoring: Baseline for microbial and soil fauna parameters for different land-use types. Eur J Soil Biol. 49:63-72. de Goede RGM, Brussaard L. 2001. Soil Zoology: An indispensable component of integrated ecosystem studies. Eur J Soil Biol. 38:1-6 Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian RI. 2012. Pedoman Teknis Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Lada. Jakarta (ID): Dirjen Perkebunan. Doran JW, Safley M. 1997. Defining and assesing soil health and sustainable productivity. in: Pankhrust CE, Doube BM, Gupta VVSR (Eds.). Biological Indicators of Soil Health. New York (US): CAB International. pp. 1-28. Doran JW, Zeiss MR. 2000. Soil health and sustainability: managing the biotic component of soil quality. Appl Soil Ecol. 15:3-11.
66
Elliot LF, Lynch JM, Papendick RI. 1996. The microbial component of soil quality. Stotzky G, Bollag JM (Eds.). Soil Biol Biochem. 9:1-21. Groenigen KJ, Bloem J, Baath E, Boeckx P,. Rousk J, Bode S, Forristal D, Jones MB. 2010. Abundance. production and stabilization of microbial under conventional and reduce tillage. Soil Biol Biochem. 42:48-55. Havlicek E. 2012. Soil biodiversity and bioindication: from complex thingking to simple acting. Europan J Soil Biol. 49:80-84. Hole DG, Perkins AJ, Wilson DJ, Alixander IH, Grice PV, Evans AD. 2005. Does organic farming benefit biodiversity?. Biol Conserv. 122:113-130. Ispandi A. 2003. Pemupukan P, K dan waktu pemberian pupuk K pada tanaman ubi kayu di lahan kering vertisol. JIPI. 10 (02):35:50. Li X, Wu F, Yang W, Xia L, Tan B. 2014. Contribution of meso and macro fauna to nitrogen release in needle litter decomposition of Abies faxoniana during freeze thaw period. Acta Ecol Sin. 34:290-293. Liiri M, Hasa M, Haimi J, Setala. 2012. History of land use intensity can modify the relationship betwwen functional complexity of the soil fauna and soil ecosystem services – A microcosm study. Appl Soil Ecol. 55:53-61. Ludwig AJ. Reynolds FJ. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods and Computing. New York (US): J Wiley. Margurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. Oxford (AU): Blackwell. Mazzoncini M, Canali S, Giovannetti M, Castagnoli M, Tittarelli F, Antichi D, Nannelli R, Cristani C, Barberi P. 2010. Comparison of organic and conventional stcokless arable systems: A multidisciplinary approach to soil quality evaluation. Appl Soil Ecol. 44:124-132. Meyer E. 1996. Meso fauna: Methods in Soil Biology. Schinner F. Ohlinger R. Kandeler E. Margesin R (Eds.). Berlin (DE): Springer-Verlag. Moldenke AR. 1999. Soil-dwelling arthropods: Their diversity and functional roles. Meurisse RT, Ypsilantis WG, Seybold C. (Eds). Proceedings: Pacific Northwest Forest and Rangeland Soil Organism Symposium, March 17-19, 1998. US Dept.Agric. Forest Service, Pacific Northwest Research Station, 215 pp. Partaya. 2002. Komunitas fauna tanah dan analisis bahan organik di TPA Kota Semarang. Seminar Nasional Pengembangan Biologi Menjawab Tantangan Kemajuan IPTEK, 29 April 2002. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Rachim AA. Arifin M. 2011. Dasar-Dasar Klasifikasi Taksonomi Tanah. Jakarta (ID): Pustaka Reka Cipta. Schloter M, Dilly O, Munch JC. 2003. Indicators for evaluating soil quality. Agriculture. Ecosys and Environ. 9:255-262. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pr. Steenwerth KL, Jackson LE, Cakderon FJ, Stromberg MR, Scow KM. 2002. Soil microbial community composition and land use history in cultivated and grassland ecosystem of coastal California. Soil Biol Biochem. Sugiyarto. 2003. Konservasi Makrofauna tanah dalam sistem agroforestri. Puslitbang Bioteknologi dan Biodiversitas LPPM UNS. Surakarta (ID): UNS Pr. Suyamto, Wargiono. 2009. Kebijakan pengembangan agribisnis ubi kayu. Wargiono J. Hermanto. Sunihardi (Eds). Ubikayu. Inovasi Teknologi dan Kebijakan Pengembangan. Bogor (ID): Puslitbang Tanaman Pangan.
67
Tan B, Wu FZ, Yang WQ, Liu L, Yu S. 2010. Characteristics of soil animal community in the subalpine/alpine forests of western Sichuan at the early stage of the freeze-thaw season. Acta Ecol Sin. 30:93-99. Tjahjana BE, Daras U, Heryana N. 2012. Formula pupuk berimbang tanaman lada di Lampung. Buletin RISTRI 3:239-244. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Wahid P, Manohara D, Wahyuno D, Rivai AM. 1996. Pedoman Budidaya Tanaman Lada. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Wargiono J, Hasanudin A, Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubikayu Mendukung Industri Bioetanol. Bogor (ID): Puslitbang Tanaman Pangan. Wargiono J, Solihin, Sundari T, Kartika. 2009. Fisiologi dan sejarah penyebaran ubi kayu. Wargiono J, Hermanto, Sunihardi (Eds). Ubikayu. Inovasi Teknologi dan Kebijakan Pengembangan. Bogor (ID): Puslitbang Tanaman Pangan. Widyastuti R. 2002. Soil fauna in rainfed paddy field ecosystems:their role in organic matter decomposition and nitrogen mineralization. Ecology and Development Series No 3. Center for development research University of Bonn. Gotingen (DE): University of Bonn. Widyastuti R. 2005. Population dynamics of microarthropods (orabatida and collembola) in rainfed paddy field ecosystem in Pati, Central Java. JTL. 7 (1):11-14. Wijanarko A, Purwanto BH, Shiddieq D, Indradewa D. 2012. Pengaruh kualitas bahan organik dan kesuburan tanah terhadap mineralisasi nitrogen dan serapan oleh tanaman ubikayu di Ultisols. JPLT. 2:1-14. Xin WD, Yin XQ, Song B. 2012. Contribution of soil fauna to litter decomposition in songnen sandy lansd in Northeastern China. J Arid Environ. 77:90-95. Zaubin R, Hidayat A. Sesda M. 1995. Effect of NPK composition growth and health of black pepper. J Spice Med. Crop. 3:51-55. Zaubin R, Manohara D. 2005. The strategy of fertilizer use on black pepper (piper nigrum L.) in Lampung focus on pepper (piper nigrum L). International Pepper Community. 17-24. Zhu X, Zhu B. 2015. Diversity and abundance of soil fauna as influenced by longterm fertilization in cropland of purple soil, China. Soil Till Research. 146:39-46.
68
Lampiran 1 Lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur
35
Lampiran 2 Informasi kondisi lahan sebagai lokasi pengambilan contoh tanah penelitian Tabel 23 Jenis tanah dan pengelolaan tanaman lada dan ubi kayu pada lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur Produksi Thn 2012 (Kg/ha)
Umur Tanaman
Pengolahan Tanah
Pupuk Anorganik (kg/ha)
Pupuk Organik (kg/ha)
Pestisida
Tanaman Sebelumnya
700
15 tahun
Tidak
SP36 200 kg; KCl 200 kg;
Tidak
Tidak
Padi gogo (tahun 1981)
800
13 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Semak belukar
2000
10 tahun
Tidak
NPK 100 kg; KCl 100 kg;
2000 kg
Tidak
Lada
900
15 tahun
Tidak
NPK
Komersial
Tidak
Lada (tahun 1984)
1400
10 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Semak belukar
2000
20 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Kopi
Lada (mulai tahun 2003)
1600
10 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Kedelai Jagung (tahun 1971)
Inceptisols
Lada (mulai tahun 2003)
800
10 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Lada
Sukaraja
Inceptisols
Lada (mulai tahun 2000)
1400
10 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Sukadana Selatan
Inceptisols
500
13 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
30000
6 bulan
Sapi
NPK 50 kg; Urea 100 kg; SP36 50 kg;
Kotoran ayam 1500 kg
Tidak
LOKASI
Jenis Tanah
Sukadana Timur
Ultisols
Sukadana Baru
Inceptisols
Margatiga
Inceptisols
Lehan
Inceptisols
Pakuan Aji
Inceptisols
Putra Aji
Inceptisols
Surya Mataram
Inceptisols
Gedungwani Timur
Sukadana Timur
Ultisols
Tanaman Lada (mulai tahun 1998) Lada (mulai tahun 2000) Lada (mulai tahun 2003) Lada (mulai tahun 1998) Lada (mulai tahun 2003) Lada (mulai tahun 1993)
Lada (tahun 2000) Ubi kayu (mulai tahun 2005)
Kedelai Jagung (tahun 1980) Lada (tahun 1983) Ubi kayu (tahun 1975)
36
lanjutan Lampiran 2 LOKASI
Jenis Tanah
Tanaman
Produksi Thn 2012 (Kg/ha)
Umur Tanaman
Pengolahan Tanah
Pupuk Anorganik (kg/ha)
Pupuk Organik (kg/ha)
Pestisida
Tanaman Sebelumnya
Sukadana Baru
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2000)
24000
6 bulan
Sapi
NPK 150 kg; Urea 100 kg
Tidak
Tidak
Jagung – Kedelai (tahun 1970)
Margatiga
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2008)
14000
6 bulan
Sapi
NPK
Tidak
Tidak
Ubi kayu (tahun 2008)
Lehan
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2006)
10000
6 bulan
Traktor
NPK 150 kg; Urea 75 kg;
Tidak
Lada (1984)
Pakuan Aji
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2007)
10000
6 bulan
Sapi
Tidak
Tidak
Jagung – ubi kayu (tahun 2007)
Putra Aji
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2010)
15000
6 bulan
Sapi
NPK
Tidak
Tidak
Lada (mulai tahun 1993)
Surya Mataram
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2007)
12000
6 bulan
Sapi
Urea 200 kg
Tidak
Tidak
Lada (tahun 1993)
Gedungwani Timur
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2008)
10000
6 bulan
Manual
NPK
Tidak
Tidak
Kakao (tahun 2003)
Sukaraja
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2008)
10000
6 bulan
Sapi
NPK
Tidak
Tidak
Padi-jagungkedelai (tahun 1980)
Sukadana Selatan
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2009)
9000
6 bulan
Manual
NPK
Tidak
Tidak
Lada (tahun 1983)
Kotoran kambing 1000 kg Kotoran ayam 1.0 ton
37
Lampiran 3 Fauna tanah pada di ekosistem lada di Lampung Timur Acari
Araneae
Chilopoda
Coleoptera
Diplura
Hymenoptera
Isopoda
Pseudoscorpion
38
Lampiran 4 Fauna tanah pada di ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Acari
Isoptera
Chilopoda
Araneae
Diplura
Hymenoptera
Isopoda
Pseudoscorpion
39
Lampiran 5 Mikroba tanah fungsional pada ekosistem lada di Lampung Timur
Azotobacter
Mikroba Pelarut Fosfat
Mikroba Sellulotik
Total Fungi
Total Mikroba
40
Lampiran 6 Mikroba tanah fungsional di ekosistem ubi kayu, Lampung Timur Azotobacter
Mikroba Pelarut Fosfat
Mikroba Sellulotik
Total Fungi
Total Mikroba
41
Lampiran 7 Kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada di Lampung Timur Lokasi Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedung wani Sukaraja Sukadana Selatan Nilai Maksimum Nilai Minimum Rata-rata a
1a
2
0 197 32 13 44 178 96 6 83 38 197 0 69
0 32 0 0 32 0 64 32 0 13 64 0 17
3 13 45 6 13 0 45 45 0 51 38 51 0 26
4 0 0 32 13 25 25 45 32 6 32 45 0 21
5 13 369 32 0 0 306 0 0 0 172 369 0 89
6 191 153 76 51 357 89 248 45 32 121 357 32 136
7 0 0 32 0 19 0 25 32 0 0 32 0 11
8 89 217 197 57 134 166 471 19 134 32 471 19 152
9 6 57 45 51 51 701 217 51 76 0 701 0 126
10 0 6 0 0 0 0 229 0 0 25 229 0 26
11 0 121 51 44 0 51 57 0 121 45 121 0 49
1. Acari; 2. Collembola; 3. Araneae; 4. Chilopoda; 5. Coleoptera; 6. Diplura; 7. Diplopoda; 8. Hymenoptera; 9. Isopoda; 10. Isoptera; 11. Pseudoscorpion;
Lampiran 8 Kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Lokasi Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedung wani Sukaraja Sukadana Selatan Nilai Maksimum Nilai Minimum Rata-rata a
1a 6 38 13 26 83 45 13 32 26 45 83 6 33
2 0 13 13 6 0 6 76 0 6 0 76 0 12
3 13 32 6 13 0 25 32 38 6 19 38 0 18
4 13 0 6 32 0 38 32 38 51 19 51 0 23
5 13 6 6 0 38 32 32 32 70 82 82 0 31
6 70 268 115 108 287 32 223 89 242 121 287 32 156
7 0 6 0 0 0 0 0 76 0 0 76 0 8
8 1535 166 472 739 102 26 102 0 2236 32 2236 0 541
9 917 83 0 0 503 159 153 0 32 0 917 0 185
1. Acari; 2. Collembola; 3. Araneae; 4. Chilopoda; 5. Coleoptera; 6. Diplura; 7. Diplopoda; 8. Hymenoptera; 9. Isopoda; 10. Isoptera; 11. Pseudoscorpion;
10 0 0 51 0 0 0 63 0 0 0 63 0 11
11 6 0 0 0 19 38 0 45 0 32 45 0 14
42
Lampiran 9 Populasi mikroba tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada di Lampung Timur Ekosistem Lada Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedungwani Sukaraja Sukadana Selatan
1a 3.13 3.17 2.87 3.19 3.31 3.17 3.04 3.05 3.00 3.18
2 3.75 3.36 3.47 3.40 3.08 3.49 3.17 3.27 3.40 3.35
3 3.61 3.68 3.51 3.69 3.61 3.23 3.55 3.36 3.49 3.53
4 3.32 3.22 3.27 3.16 3.07 2.99 3.04 3.25 2.36 3.33
5 6.68 6.48 6.55 6.44 6.65 6.46 6.43 6.62 6.45 6.80
a
1.Azotobacter; 2. Mikroba pelarut fosfat; 3. Mikroba sellulotik; 4. Total fungi; 5. Total mikroba
Lampiran 10 Populasi mikroba tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Ekosistem ubi kayu 1a 2 3 4 5 Sukadana Timur 3.15 3.36 3.09 3.24 6.03 Sukadana Baru 2.76 3.23 3.31 3.09 6.30 Margatiga 3.19 3.42 3.34 3.35 6.61 Lehan 3.28 3.32 3.26 3.35 6.36 Pakuan Aji 3.26 3.23 3.22 2.79 6.41 Putra Aji 2.86 3.22 3.32 3.02 6.07 Surya Mataram 2.75 3.09 3.48 3.17 6.40 Gedungwani 2.94 3.25 3.49 3.19 6.14 Sukaraja 3.16 3.26 3.23 2.90 6.15 Sukadana Selatan 3.23 3.27 3.32 3.06 5.62 a
1.Azotobacter; 2. Mikroba pelarut fosfat; 3. Mikroba sellulotik; 4. Total fungi; 5. Total mikroba
43
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 30 Juni 1974 dari pasangan Bapak H. Sarwono (alm) dan Ibu Hi. Pergiwati (alm), sebagai anak tertua dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan S1 di Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan memperoleh gelas Sarjana Pertanian pada tahun 1997. Pada tahun 2011, penulis mendapatkan kesempatan beasiswa tugas belajar dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian), Kementrian Pertanian untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Pengabdian di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, yang merupakan bagian dari Badan Litbang Pertanian, diawali pada tahun 1999 dengan menjadi tenaga honorer selama 8 tahun dan kemudian diangkat sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 2007 di BPTP Lampung sebagai tenaga fungsional bidang penelitian. Karya ilmiah sebagai syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 telah dikirimkan ke Jurnal Tanah Indonesia (JTI) di Balai Besar Sumberdaya Lahan (BBSDL). Penulis telah menikah dengan Yusuf Efendi, SE dan dikarunia dua orang anak yaitu Sekar Ayu Anindiarani dan Satrio Nabihan Yusuf.
34
Lampiran 1 Lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur
35
Lampiran 2 Informasi kondisi lahan sebagai lokasi pengambilan contoh tanah penelitian Tabel 23 Jenis tanah dan pengelolaan tanaman lada dan ubi kayu pada lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur Produksi Thn 2012 (Kg/ha)
Umur Tanaman
Pengolahan Tanah
Pupuk Anorganik (kg/ha)
Pupuk Organik (kg/ha)
Pestisida
Tanaman Sebelumnya
700
15 tahun
Tidak
SP36 200 kg; KCl 200 kg;
Tidak
Tidak
Padi gogo (tahun 1981)
800
13 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Semak belukar
2000
10 tahun
Tidak
NPK 100 kg; KCl 100 kg;
2000 kg
Tidak
Lada
900
15 tahun
Tidak
NPK
Komersial
Tidak
Lada (tahun 1984)
1400
10 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Semak belukar
2000
20 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Kopi
Lada (mulai tahun 2003)
1600
10 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Kedelai Jagung (tahun 1971)
Inceptisols
Lada (mulai tahun 2003)
800
10 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Lada
Sukaraja
Inceptisols
Lada (mulai tahun 2000)
1400
10 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Sukadana Selatan
Inceptisols
500
13 tahun
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
30000
6 bulan
Sapi
NPK 50 kg; Urea 100 kg; SP36 50 kg;
Kotoran ayam 1500 kg
Tidak
LOKASI
Jenis Tanah
Sukadana Timur
Ultisols
Sukadana Baru
Inceptisols
Margatiga
Inceptisols
Lehan
Inceptisols
Pakuan Aji
Inceptisols
Putra Aji
Inceptisols
Surya Mataram
Inceptisols
Gedungwani Timur
Sukadana Timur
Ultisols
Tanaman Lada (mulai tahun 1998) Lada (mulai tahun 2000) Lada (mulai tahun 2003) Lada (mulai tahun 1998) Lada (mulai tahun 2003) Lada (mulai tahun 1993)
Lada (tahun 2000) Ubi kayu (mulai tahun 2005)
Kedelai Jagung (tahun 1980) Lada (tahun 1983) Ubi kayu (tahun 1975)
36
lanjutan Lampiran 2 LOKASI
Jenis Tanah
Tanaman
Produksi Thn 2012 (Kg/ha)
Umur Tanaman
Pengolahan Tanah
Pupuk Anorganik (kg/ha)
Pupuk Organik (kg/ha)
Pestisida
Tanaman Sebelumnya
Sukadana Baru
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2000)
24000
6 bulan
Sapi
NPK 150 kg; Urea 100 kg
Tidak
Tidak
Jagung – Kedelai (tahun 1970)
Margatiga
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2008)
14000
6 bulan
Sapi
NPK
Tidak
Tidak
Ubi kayu (tahun 2008)
Lehan
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2006)
10000
6 bulan
Traktor
NPK 150 kg; Urea 75 kg;
Tidak
Lada (1984)
Pakuan Aji
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2007)
10000
6 bulan
Sapi
Tidak
Tidak
Jagung – ubi kayu (tahun 2007)
Putra Aji
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2010)
15000
6 bulan
Sapi
NPK
Tidak
Tidak
Lada (mulai tahun 1993)
Surya Mataram
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2007)
12000
6 bulan
Sapi
Urea 200 kg
Tidak
Tidak
Lada (tahun 1993)
Gedungwani Timur
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2008)
10000
6 bulan
Manual
NPK
Tidak
Tidak
Kakao (tahun 2003)
Sukaraja
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2008)
10000
6 bulan
Sapi
NPK
Tidak
Tidak
Padi-jagungkedelai (tahun 1980)
Sukadana Selatan
Inceptisols
Ubi kayu (mulai tahun 2009)
9000
6 bulan
Manual
NPK
Tidak
Tidak
Lada (tahun 1983)
Kotoran kambing 1000 kg Kotoran ayam 1.0 ton
37
Lampiran 3 Fauna tanah pada di ekosistem lada di Lampung Timur Acari
Araneae
Chilopoda
Coleoptera
Diplura
Hymenoptera
Isopoda
Pseudoscorpion
38
Lampiran 4 Fauna tanah pada di ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Acari
Isoptera
Chilopoda
Araneae
Diplura
Hymenoptera
Isopoda
Pseudoscorpion
39
Lampiran 5 Mikroba tanah fungsional pada ekosistem lada di Lampung Timur
Azotobacter
Mikroba Pelarut Fosfat
Mikroba Sellulotik
Total Fungi
Total Mikroba
40
Lampiran 6 Mikroba tanah fungsional di ekosistem ubi kayu, Lampung Timur Azotobacter
Mikroba Pelarut Fosfat
Mikroba Sellulotik
Total Fungi
Total Mikroba
41
Lampiran 7 Kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada di Lampung Timur Lokasi Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedung wani Sukaraja Sukadana Selatan Nilai Maksimum Nilai Minimum Rata-rata a
1a
2
0 197 32 13 44 178 96 6 83 38 197 0 69
0 32 0 0 32 0 64 32 0 13 64 0 17
3 13 45 6 13 0 45 45 0 51 38 51 0 26
4 0 0 32 13 25 25 45 32 6 32 45 0 21
5 13 369 32 0 0 306 0 0 0 172 369 0 89
6 191 153 76 51 357 89 248 45 32 121 357 32 136
7 0 0 32 0 19 0 25 32 0 0 32 0 11
8 89 217 197 57 134 166 471 19 134 32 471 19 152
9 6 57 45 51 51 701 217 51 76 0 701 0 126
10 0 6 0 0 0 0 229 0 0 25 229 0 26
11 0 121 51 44 0 51 57 0 121 45 121 0 49
1. Acari; 2. Collembola; 3. Araneae; 4. Chilopoda; 5. Coleoptera; 6. Diplura; 7. Diplopoda; 8. Hymenoptera; 9. Isopoda; 10. Isoptera; 11. Pseudoscorpion;
Lampiran 8 Kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Lokasi Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedung wani Sukaraja Sukadana Selatan Nilai Maksimum Nilai Minimum Rata-rata a
1a 6 38 13 26 83 45 13 32 26 45 83 6 33
2 0 13 13 6 0 6 76 0 6 0 76 0 12
3 13 32 6 13 0 25 32 38 6 19 38 0 18
4 13 0 6 32 0 38 32 38 51 19 51 0 23
5 13 6 6 0 38 32 32 32 70 82 82 0 31
6 70 268 115 108 287 32 223 89 242 121 287 32 156
7 0 6 0 0 0 0 0 76 0 0 76 0 8
8 1535 166 472 739 102 26 102 0 2236 32 2236 0 541
9 917 83 0 0 503 159 153 0 32 0 917 0 185
1. Acari; 2. Collembola; 3. Araneae; 4. Chilopoda; 5. Coleoptera; 6. Diplura; 7. Diplopoda; 8. Hymenoptera; 9. Isopoda; 10. Isoptera; 11. Pseudoscorpion;
10 0 0 51 0 0 0 63 0 0 0 63 0 11
11 6 0 0 0 19 38 0 45 0 32 45 0 14
42
Lampiran 9 Populasi mikroba tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada di Lampung Timur Ekosistem Lada Sukadana Timur Sukadana Baru Margatiga Lehan Pakuan Aji Putra Aji Surya Mataram Gedungwani Sukaraja Sukadana Selatan
1a 3.13 3.17 2.87 3.19 3.31 3.17 3.04 3.05 3.00 3.18
2 3.75 3.36 3.47 3.40 3.08 3.49 3.17 3.27 3.40 3.35
3 3.61 3.68 3.51 3.69 3.61 3.23 3.55 3.36 3.49 3.53
4 3.32 3.22 3.27 3.16 3.07 2.99 3.04 3.25 2.36 3.33
5 6.68 6.48 6.55 6.44 6.65 6.46 6.43 6.62 6.45 6.80
a
1.Azotobacter; 2. Mikroba pelarut fosfat; 3. Mikroba sellulotik; 4. Total fungi; 5. Total mikroba
Lampiran 10 Populasi mikroba tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur Ekosistem ubi kayu 1a 2 3 4 5 Sukadana Timur 3.15 3.36 3.09 3.24 6.03 Sukadana Baru 2.76 3.23 3.31 3.09 6.30 Margatiga 3.19 3.42 3.34 3.35 6.61 Lehan 3.28 3.32 3.26 3.35 6.36 Pakuan Aji 3.26 3.23 3.22 2.79 6.41 Putra Aji 2.86 3.22 3.32 3.02 6.07 Surya Mataram 2.75 3.09 3.48 3.17 6.40 Gedungwani 2.94 3.25 3.49 3.19 6.14 Sukaraja 3.16 3.26 3.23 2.90 6.15 Sukadana Selatan 3.23 3.27 3.32 3.06 5.62 a
1.Azotobacter; 2. Mikroba pelarut fosfat; 3. Mikroba sellulotik; 4. Total fungi; 5. Total mikroba
43
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 30 Juni 1974 dari pasangan Bapak H. Sarwono (alm) dan Ibu Hi. Pergiwati (alm), sebagai anak tertua dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan S1 di Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan memperoleh gelas Sarjana Pertanian pada tahun 1997. Pada tahun 2011, penulis mendapatkan kesempatan beasiswa tugas belajar dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian), Kementrian Pertanian untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Pengabdian di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, yang merupakan bagian dari Badan Litbang Pertanian, diawali pada tahun 1999 dengan menjadi tenaga honorer selama 8 tahun dan kemudian diangkat sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 2007 di BPTP Lampung sebagai tenaga fungsional bidang penelitian. Karya ilmiah sebagai syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 telah dikirimkan ke Jurnal Tanah Indonesia (JTI) di Balai Besar Sumberdaya Lahan (BBSDL). Penulis telah menikah dengan Yusuf Efendi, SE dan dikarunia dua orang anak yaitu Sekar Ayu Anindiarani dan Satrio Nabihan Yusuf.
44