ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF UBI KAYU (Manihot esculenta) DI KECAMATAN TERUSAN NUNYAI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Skripsi)
Oleh Guntur Nugrahana
JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015
ABSTRAK
ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF UBI KAYU DI KECAMATAN TERUSAN NUNYAI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh Guntur Nugrahana1, Wan Abbas Zakaria2, Eka Kasymir2
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis keuntungan usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Lampung Tengah dan (2) menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah dengan menggunakan metode survey pada bulan Februari - Maret 2014. Data dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara 40 petani yang berdasarkan teknik representatif sampling dan data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani dan PAM (Policy Analysis Matrix) untuk mengetahui daya saing ubi kayu. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) keuntungan per hektar tertinggi terdapat pada usahatani ubi kayu casessart dan thailand di lahan subur dengan pengelolaan intensif, yaitu sebesar Rp 25.788.175 dan Rp 21.072.222 dan (2) daya saing tertinggi terdapat pada usahatani ubi kayu Casessart dan Thailand pada lahan subur dengan pengelolaan intensif, dengan nilai PCR dan DRC sebesar 0,229 dan 0,073 pada ubikayu Casessart serta 0,265 dan 0,087 pada usahatani ubikayu Thailand.
Kata kunci : keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, usahatani ubi kayu, PAM 1 2
Mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung Dosen Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
ABSTRACT
Analysis of Comparative and Competitive Advantages of Cassava Farming in Terusan Nunyai Subdistrict of Central Lampung Regency
By Guntur Nugrahana1, Wan Abbas Zakaria2, Eka Kasymir2
This study aims to analyze : (1) the benefit of cassava farming and (2) the comparative and competitive advantages of cassava farming in Terusan Nunyai Subdistrict, Central Lampung Regency. The study was conducted in the subdistrict using a survey method in February-March 2014. Data were collected in the form of primary data obtained by interviewing 40 farmers based on a representative sampling techniques and secondary data obtained from relevant agencies. Analyses of the data used were farming benefit and PAM (Policy Analysis Matrix) to determine the competitiveness. The results showed that the first and second highest benefits per hectare were on Casessart cassava farming and on Thailand cassava farming on fertilized land with intensive management, with the benefit of Rp 25,788,175 and Rp 21,072,222 respectively. Likewise, the highest competitiveness was on Casessart cassava farming with PCR value of 0.229 and DRC value of 0.073; and then on Thailand cassava farming with PCR value of 0.265 and DRC value of 0.087. Keywords: cassava farming, comparative advantage, competitive advantage, PAM
ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF UBI KAYU DI KECAMATAN TERUSAN NUNYAI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh GUNTUR NUGRAHANA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Desa Pulau Panggung, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara pada tanggal 30 Agustus 1989 dari pasangan Dismanapura dan Nuraini. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD N 1 Pulau Panggung, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2002, tingkat SLTP di SLTP N 1 Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2005, tingkat SMA di SMA N 1 Bandar Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2008 dan memasuki kuliah di Universitas Lampung Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis pada tahun 2008 dengan jalur Seleksi ujian mandiri (UM).
Pada Tahun 2011 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di kelompok tani jamur tiram Sejahtera Mandiri di desa Lingsuh, kecamatan Rajabasa Jaya, Bandar Lampung. Penulis melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) pada tahun 2012 di Desa Gading Rejo, kecamatan Padang Cermin, kabupaten Pesawaran dan melakukan penelitian dalam penyelesaiian tugas akhir Skripsi pada tahun 2013 di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Dialah Allah ArRasyid Yang Maha Cerdas dan Dialah Al-Alim Yang Maha Berilmu Pengetahuan karena dengan kehendak, anugerah serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam untuk Rasulullah SAW, seorang Nabi yang mengajarkan cinta pada ilmu pengetahuan dan kasih sayang. Penulis menyadari skripsi ini tidak aka terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan,, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, nasihat, sara, dan masukan dari awal hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
2.
Ir. Eka Kasymir, M. Si., selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen pembimbing kedua yang telah memberikan nasihat, saran, kritik dan bimbingan kepada penulis.
3.
Dr. Ir. Raden Hanung Ismono, M. S., selaku dosen pembahas atas semua saran, kritikan, bantuan dan bimbingan kepada penulis.
4.
Novi Rosanti, S.P., M.E.P., selaku dosen yang selalu memberikan masukan, pelajaran, semangat dan motivasi yang berharga selama penulis menjalani perkuliahan.
5.
Keluarga yang paling aku sayangi dan kucintai, Ayahanda Dismanapura/Daud, Ibunda Nuraini, ketiga saudara aku ; Andri Suhendri, Rifki Danu Tirta dan Rika Octavia beserta seluruh keluarga besarku yang tak ternilai jasa, kerja keras, pengorbanan, do’a,
kesabaran, nasihat yang sangat berharga sampai saat ini untuk terus berjuang menapaki hidup dan pengertian yang luar biasa besar kepada penulis. 6.
Keluarga yang paling kusayangi dan kucintai, Paman tersayang Triwana, Edi Sudirman, Idris Sani, Pakcik Samsul, bibi Idawati, Mastinah, Tatik, Tini dan saudara-saudara aku yang lainnya terimakasih atas masukan, doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik.
7.
Keluarga yang paling kusayangi dan kucintai, Kakek aku Raden Lanang, Sukri/Sangon, Abdullah, Nenek aku Saodah, Alm. Amnah/Ombai Sangon dan Nenek Abdullah yang selalu mendoakan aku dan membimbing dalam penyelesaian tugas akhir perkuliahan ini.
8.
Kepada sepupuku ; Adinda Fitri Riskaliana, Ferian Haristama, Febri, Dinda, Meliyanti, Angga, Ivan, Marsha, Darma, singgih, Alfis, Nanda Mutia, Dzaki, Keyla, Ardian, Aldi, dan Azwar Santosa atas doa, bantuan, motivasi dan dukungan yang telah diberikan.
9.
Untuk seseorang yang spesial yang selalu mengisi hari-hariku terima kasih atas perhatian, bantuan, semangat dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
10. Keluarga Besar Kos Tri Putra; Arif Darma Kiti, Aryan Sugara, Rozab Fadilah, Erwan, Lukman, Enggal, Andri, Wayan, Putu Setiawan dan Edo atas kebersamaan kalian. 11. Keluarga besar Agribisnis 2008; Fadilah, Fani Pratama Yuda, Pramita Yuliana, S.P., Sri Wulandari, Rico Pahlevi, Fauzi, Umiyati K, Yemima Sinaga, Titik gustina, Nuni Anggraini dan Seluruh rekan-rekan Agribisnis 08 yang tidak bisa disebutkan semua. 12. Staf administrasi; Mbak Iin, Mbak Aii, Mas Bo, Mas Kardi dan Mas Boim terimakasih atas dukungan, bantuan, dan peminjaman buku-buku yang sangat berguna bagi penulisan skripsi ini. 13. Sahabat-sahabatku; Vitho Yeriandha, M. Fariando Marga, Arif Nurdiansyah, Taufik Aji Nugraha, Ashari Maliki, Arif Rahmatulloh, Bondan Galuh, Andi Saputra, Desi
Suprihatiningsih, Indah Kartika Sari, Ayu Rahayu, Ria Pebriana dan Ribut Widiyanto, S.P., terima kasih atas canda tawa dan bantuan yang telah kalian berikan. 14. Kakanda Bang Angga Andala yang telah membantu dan memberikan ilmu dalam penyelesaian tugas akhir. 15. Teman-teman kampung halaman; Aman Fahrozi, Anton Herlambang, Hardi, Apri Solehan, Sihol Maluri, Tyas, Ayu, Reno, Misra, Anta, Yadi, Dedi DJ dan teman-teman lainnya terimakasih atas doanya. 16. Kakak-kakak Agribisnis 06 dan 07, serta adik-adik 09, 10, 11, 12 dan rekan-rekan di FP atas kerjasamanya selama ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya, semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan, semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bandar Lampung, 30 Desember 2015 Penulis,
Guntur Nugrahana
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................i DAFTAR TABEL.......................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1 B. Tujuan Penelitian ................................................................................13 C. Kegunaan Penelitian ...........................................................................13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ...................................................................................14 1. 2. 3. 4. 5.
Tinjauan Agronomis Ubi kayu........................................................14 Pohon Industri Ubi kayu .................................................................18 Konsep Dasar Usahatani .................................................................19 Teori suplay, Demand dan Kebijakan .............................................22 Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...............................25
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ..............................................................29 C. Kerangka Pemikiran..............................................................................34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ...............................................36 B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian............................................ 40 C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data........................................... 40 D. Metode Analisis Data ............................................................................41 1. Analisis Rugi/Laba Usahatani Ubi kayu .........................................41 2. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif .......................... 42
ii
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. B. C. D. E.
Letak dan Luas Daerah .................................................................. 53 Topografi dan iklim......................................................................... 56 Demografi… ................................................................................... 56 Sarana dan prasarana....................................................................... 57 Jenis Lahan Pertanian...................................................................... 60
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaaan Umum Petani Responden ............................................... 62 1. Umur Petani Responden.................................................................. 62 2. Tingkat Pendidikan Petani Responden............................................ 63 3. Jumlah Tanggungan Keluarga......................................................... 64 4. Pengalaman Berusahatani Ubi kayu Petani Responden .................. 65 5. Luas Lahan Usahatani Ubi Kayu Petani Responden........................ 66
B. Budidaya Ubi Kayu di Kecamatan Terusan Nunyai ………………...67 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pembibitan.......................................................................................67 Pengolahan Tanah ...........................................................................67 Penanaman ......................................................................................68 Pemeliharaan ...................................................................................68 Penyiangan ...................................................................................... 69 Pemanenan ..................................................................................... .70
C. Analisis Penerimaan, Biaya dan Pendapatan……………………….…70 D. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Ubikayu……...…73 1. Penentuan Harga Privat dan Harga Sosial.......................................73 2. Matriks Analisis Kebijakan .............................................................80 3. Indikator Daya Saing.......................................................................87 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan.................................................................................... 98 2. Saran.................................................................................................99 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................100 LAMPIRAN............................................................................................103
iii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Pada Sektor Pertanian tahun 2008 - 2011 ...............................................2 2. Volume nilai impor ubi kayu Indonesia tahun 2003-2012......................4 3. Target Produksi Tanaman Pangan di Indonesia tahun 2010 2014.........................................................................................................5 4. Luas panen, produksi dan produktivitas ubi kayu Indonesia dan Provinsi Lampung tahun 2007 - 2011 ..............................................6 5. Komposisi Zat Gizi pada komoditas pangan .........................................8 6. Perkembangan harga Ubi kayu ditingkat petani, produsen dan eceran tahun 2007 - 2011 .................................................................8 7. Luas panen, produksi dan produktivitas ubi kayu menurut Kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2012..........................................9 8. Kesimpulan dari tinjauan terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian tersebut.......................................................................29 9. Sampel Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai .............................40 10. Penentuan alokasi biaya produksi .........................................................42 11. Penentuan harga paritas impor output...................................................43 12. Penentuan harga paritas impor input.....................................................44 13. Policy Analysis Matrix (PAM)..............................................................46 14. Sebaran jumlah penduduk Kecamatan Terusan Nunyai tahun 2012. ............... ...........................................................................57 15. Sebaran jumlah pendidikan di Kecamatan Terusan Nunyai ................57
iv 16. Sebaran banyaknya tempat ibadat menurut Kampung di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012. ...............................................................58 17. Banyaknya Fasilitas dan sarana kesehatan di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 ... ...........................................................................59 18. Panjang jalan menurut jenis permukaan dan kualitas jalan di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 ..........................................59 19. Luas lahan pertanian dan bukan pertanian di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 ................................................................60 20. Luas Lahan pertanian bukan sawah menurut jenis lahan di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 ..........................................61 21. Sebaran umur produktif petani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 ... ...........................................................................63 22. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 ..........................................64 23. Sebaran petani respondent berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 ...........................65 24. Sebaran petani berdasarkan pengalaman berusahatani di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 ..........................................65 25. Sebaran petani berdasarkan luas lahan usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 ..........................................66 26. Sebaran petani responden berdasarkan jarak tanam ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Tahun 2012.........................................67 27. Analisis penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani ubi kayu cassesart per hektar di Kecamatan Terusan Nunyai, Tahun 2012 .......71 28. Analisis penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani ubi kayu thailand per hektar di Kecamatan Terusan Nunyai, Tahun 2013.........72 29. Harga privat dan sosial output (ubi kayu) di Kecamatan Terusan Nunyai, Tahun 2013.........................................74 30. Harga sosial pupuk dalam usahatani ubi ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Tahun 2013.........................................76 31. Biaya pupuk yang dikeluarkan dalam berusahatani ubi kayu per hektar di Kecamatan Terusan Nunyai, Tahun 2013........................78
v 32. Harga privat dan sosial pestisida dalam berusahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2013 ..........................................78 33. Harga peralatan dalam usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2013 ..........................................78 34. PAM usahatani ubi kayu casessart di lahan subur per hektar di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2013 ..........................................81 35. PAM usahatani ubi kayu casessart di lahan tidak subur per hektar di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2013 ..........................................82 36. PAM usahatani ubi kayu thailand di lahan subur per hektar di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2013 ..........................................84 37. PAM usahatani ubi kayu thailand di lahan tidak subur per hektar di Kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2013 ..........................................86 38. Indikator daya saing ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai Tahun, 2013............... ...........................................................................89 39. Perkembangan luas panen, Produksi dan produktifitas ubi kayu beberapa daerah sentra di Indonesia tahun 2007-2011 .......................104 40. Varietas Unggul Ubi Kayu ..................................................................104 41. Jenis dan harga pupuk berdasarkan HET (Harga Eceran Tertinggi) tahun 2007 – 2011.............................................................105 42. Luas panen, produksi dan produktivitas ubi kayu menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2011 .....................105 43. Luas lahan, produksi dan produktivitas Ubi kayu di kecamatan Terusan Nunyai, tahun 2012 .............................................106 44. Identitas petani responden pada usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 ...........106 45. Identitas petani responden pada usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013.............106 46. Identitas petani responden pada usahatani ubi kayu casessart lahan tidak subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013...........107 47. Identitas petani pada usahatani ubi kayu casessart lahan tidak subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 ......................107
vi 48. Identitas petani responden pada usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Tanjung Anom, tahun 2013 ...................107 49. Identitas petani responden pada usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur non intensif di Tanjung Anom, tahun 2013 ............107 50. Identitas petani responden pada usahatani ubi kayu thailand lahan tidak subur intensif di Tanjung Anom, tahun 2013..................108 51. Identitas petani responden pada usahatani ubi kayu thailand lahan tidak subur intensif di Tanjung Anom, tahun 2013..................108 52. Penggunaan bibit dan pupuk usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013...................109 53. Penggunaan bibit dan pupuk usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013............110 54. Penggunaan bibit dan pupuk usahatani ubi kayu casessart pada lahan tidak subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013..........111 55. Penggunaan bibit dan pupuk usahatani ubi kayu casessart lahan tidak subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .............112 56. Penggunaan bibit dan pupuk usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Tanjung Anom, tahun 2013...........................113 57. Penggunaan bibit dan pupuk usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur non intensif di Tanjung Anom, tahun 2013.....................114 58. Penggunaan bibit dan pupuk usahatani ubi kayu thailand pada lahan tidak subur intensif di Tanjung Anom, tahun 2013..................115 59. Penggunaan bibit dan pupuk usahatani ubi kayu thailand pada lahan tidak subur non intensif di Tanjung Anom, tahun 2013 ............116 60. Penggunaan obat-obatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 ............................117 61. Penggunaan obat-obatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .....................117 62. Penggunaan obat-obatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan tidak subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 ...................118 63. Penggunaan obat-obatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan tidak subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .............118
vii 64. Penggunaan obat-obatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013............................119 65. Penggunaan obat-obatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013............................119 66. Penggunaan obat-obatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013............................120 67. Penggunaan obat-obatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013............................120 68. Penyusutan peralatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .............................121 69. Penyusutan peralatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 ......................122 70. Penyusutan peralatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan tidak subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 ....................123 71. Penyusutan peralatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan tidak subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .............124 72. Penyusutan peralatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013.............................125 73. Penyusutan peralatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013......................126 74. Penyusutan peralatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan tidak subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013....................127 75. Penyusutan peralatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan tidak subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013.............128 76. Penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013....................129 77. Penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013.............130 78. Penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu casessart pada lahan tidak subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013...........131 79. Penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu casessart lahan tidak subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .............132
viii 80. Penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013.............................133 81. Penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013......................134 82. Penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu thailand pada lahan tidak subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013....................135 83. Penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu thailand pada lahan tidak subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013.............136 84. Biaya penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 ...........137 85. Biaya penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu casessart lahan subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013.............138 86. Biaya penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu casessart lahan tidak subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013...........139 87. Biaya penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu casessart lahan tidak subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .............140 88. Biaya penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013...................141 89. Biaya penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013............142 90. Biaya penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu thailand pada lahan tidak subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013..........143 91. Biaya penggunaan tenaga kerja usahatani ubi kayu thailand lahan tidak subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013.............144 92. Biaya angkut dan produksi usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013....................145 93. Biaya angkut dan produksi usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013.............145 94. Biaya angkut dan produksi usahatani ubi kayu casessart pada lahan tidak subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013...........145 95. Biaya angkut dan produksi usahatani ubi kayu casessart lahan tidak subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .............146
ix 96. Biaya angkut dan produksi usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013...................146 97. Biaya angkut dan produksi usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013............146 98. Biaya angkut dan produksi usahatani ubi kayu thailand pada lahan tidak subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013..........147 99. Biaya angkut dan produksi usahatani ubi kayu thailand lahan tidak subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013.............147 101.Analisis pendapatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .............................148 101.Analisis pendapatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 ......................149 102.Analisis pendapatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan tidak subur intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 ....................150 103.Analisis pendapatan usahatani ubi kayu casessart pada lahan tidak subur non intensif di Desa Bandar Agung, tahun 2013 .............151 104.Analisis pendapatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013..………………….........152 105.Analisis pendapatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013..………………….........153 106.Analisis pendapatan usahatani ubi kayu thailand pada lahan tidak subur intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013..………………….........154 107.Analisis pendapatan usahatani ubi kayu thailand tidak lahan subur non intensif di Desa Tanjung Anom, tahun 2013..…………….……........155 108.penentuan nilai SCF dan SER,………….....……………….…….......156 109.Asumsi dasar……………….., …………....……………….…….......156 110.Perhitungan harga paritas singkong..…………..…………….............156 111.Perhitungan harga paritas pupuk urea..…..………….……….............156 112.Perhitungan harga paritas pupuk TSP .................................................157 113.Perhitungan harga paritas pupuk KCL ................................................157
x 114.Perhitungan harga paritas pupuk phonska...........................................157 115.Komponen input output pada usahatani ubi kayu casessart di Desa Bandar Agung .. .........................................................................158 116.Komponen input output pada usahatani ubi kayu thailand di Desa Tanjung Anom.. .........................................................................159 117.Harga privat input – output usahatani ubi kayu, tahun 2013 ..............160 118.Harga sosial input – output usahatani ubi kayu, tahun 2013...............161 119.Komponen input output per hektar ubi kayu casessart pada harga privat.......................... .........................................................................162 120.Komponen input output per hektar ubi kayu thailand pada harga privat.......................... .........................................................................163 121.Komponen input output per hektar ubi kayu casessart pada harga sosial.......................... .........................................................................164 122.Komponen input output per hektar ubi kayu thailand pada harga sosial.......................... .........................................................................165 123.PAM usahatani ubi kayu casessart pada lahan subur per hektar.........166 124.PAM usahatani ubi kayu casessart lahan tidak subur per hektar ........166 125.PAM usahatani ubi kayu thailand pada lahan subur per hektar ..........167 126.PAM usahatani ubi kayu thailand lahan tidak subur per hektar..........167 127.Harga pupuk subsidi dan non subsidi..................................................167
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Perkembangan konsumsi pangan Indonesia............................................5 2. Pohon Industri Ubi kayu .......................................................................19 3. Kurva Permintaan dan Penawaran .......................................................23 4. Kurva permintaan dan penawaran dalam pembentukan harga .............24 5. Kerangka pemikiran Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah ..................................................35 6. Gambar Provinsi Lampung dan lokasi penelitian .................................53
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia, pertanian merupakan sektor ekonomi yang penting kedudukannya sebagai sumber pangan untuk kelangsungan hidup masyarakat dan penghasil devisa negara. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan diarahkan untuk meningkatkan produksi, sehingga akan tercipta swasembada pangan yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Selain peningkatan produksi, negara dapat mengekspor dan menghasilkan bahan-bahan baku untuk kepentingan dalam negeri. Pentingnya pembangunan pertanian merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terciptanya lapangan pekerjaan, pembangunan wilayah, peningkatan nilai tambah, daya saing, ekspor dan pengentasan kemiskinan.
Pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan tentunya tidak lepas dari kebijakan pemerintah dan peran serta petani dalam peningkatan hasil produksi. Kebijakan pemerintah harus lebih mendukung peningkatan hasil produktivitas antara lain penyediaan sarana dan prasarana produksi, penetapan harga standar, perbaikan jalur distribusi hasil pertanian, penyediaan saprodi dan lebih meningkatkan kinerja fungsi kelembagaan khususnya lembaga dibidang pertanian (Ibrahim, 2004).
2
Pentingnya peranan sektor pertanian bagi perekonomian nasional, dapat dilihat dari jumlah terbesar pada Pendapatan Domestik Bruto Indonesia. Perkembangan Pendapatan Domestik Bruto atas dasar harga berlaku dari Sektor Pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Pada Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2008-2011 No 1 2 3 4 5
Pertanian
2008 Tanaman Pangan 349.795,00 Perkebunan 105.969,30 Peternakan 82.676,40 Kehutanan 40.375,10 Perikanan 137.249,50 Jumlah 716.065,30
Tahun 2009 2010 2011 418.963,90 254.865,50 529.968,00 112.522,10 59.249,10 153.709,30 104.040,00 56.268,10 129.297,70 44.952,10 22.393,10 51.781,30 177.773,90 95.848,40 226.691,00 858.252,00 488.624,20 1.091.447,30
% (*) 48,55 14,48 11,85 4,75 20,77 100,00
Keterangan: *) persentase tahun 2011 Sumber: Statistik Indonesia, 2012
Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi subsektor tanaman pangan pada tahun 2011 adalah sebesar 48,55% dari keseluruhan sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman pangan merupakan subsektor yang penting dan sangat potensial dalam sektor pertanian, oleh karena itu diperlukan upaya nyata untuk meningkatkan tanaman pangan secara berkelanjutan. Pembangunan ekonomi pada sektor pertanian terutama di bidang subsektor tanaman pangan merupakan upaya yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan menekankan pentingnya persediaan pangan untuk dikonsumsi oleh masyarakat dalam jumlah dan mutu gizi yang seimbang. Rendahnya laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya produksi di Indonesia antara lain disebabkan oleh: (1) produktivitas tanaman pangan yang masih rendah (2) peningkatan luas areal penanaman yang terus menurun,
3
khususnya di lahan pertanian pangan yang dekat dengan perkotaan. Kombinasi dari dua faktor di atas memastikan laju pertumbuhan produksi pertanian dari tahun ke tahun cenderung terus menurun (Soekartawi, 1995). Komoditas tanaman pangan yang diusahakan di Indonesia banyak ragamnya, antara lain padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan kedelai. Padi atau beras merupakan tanaman pangan yang paling banyak ditanam di Indonesia, oleh karena itu masyarakat Indonesia menjadikan padi atau beras sebagai makanan pokok. Untuk dapat mengurangi ketergantungan masyarakat akan padi atau beras, terdapat alternatif pangan pengganti yaitu ubi kayu (Tantriadisti, 1995). Komoditas ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan makanan pokok ke tiga setelah padi dan jagung. Tanaman ubi kayu diharapkan sebagai tanaman pangan yang kedudukannya dapat menggantikan tanaman pangan seperti padi atau beras. komoditas ubi kayu (Manihot esculenta) memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber karbohidrat dan protein setelah beras dan jagung. Keunggulan ubi kayu dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya adalah kondisi alam Indonesia yang mendukung pertumbuhannya baik dikondisi kering atau basah, kandungan gizi yang tinggi, banyak daerah di Indonesia yang berbudaya mengkonsumsi ubi kayu, harganya relatif murah dan tersedianya teknologi dari budidaya hingga pengolahan.
Pembangunan sektor pertanian khususnya pangan ubi kayu merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah mengingat pentingnya komoditas ubi kayu
4
untuk kebutuhan industri dan konsumsi masyarakat. Alternatif yang dilakukan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri adalah melakukan impor dari negara produsen ubi kayu dan meningkatkan hasil produksi dalam negeri. Volume impor ubi kayu Indonesia tahun 2003-2012 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Volume nilai impor ubi kayu Indonesia tahun 2003-2012 No.
Volume Impor Nilai Impor Tahun (Ton) (US$/Ton) (US$) 1 2003 190.627 132 25.250.369 2 2004 56.760 187 10.657.036 3 2005 103.075 223 27.683.569 4 2006 269.860 188 50.789.654 5 2007 209.669 274 57.449.274 6 2008 64.443 168 10.862.424 7 2009 168.715 78 13.159.770 8 2010 294.839 253 74.594.267 9 2011 435.423 257 111.903.711 10 2012 13.300 255 3.400.000 Sumber : Kementerian Pertanian, 2013 (data sekunder, diolah)
Pada Tabel 2 dapat dilihat volume nilai impor ubi kayu tahun 2003 hingga tahun 2011 berfluktuasi mengalami peningkatan yang cukup drastis sebesar 435.423 ton dengan nilai US$ 111 juta. Pada tahun 2012 impor komoditas ubi kayu Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu sebesar 13.300 ton dengan nilai US$ 3.400.000. Impor merupakan alternatif yang dilakukan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan ubi kayu dalam negeri. Pemerintah harus melakukan kebijakan dalam mendukung subsektor tanaman pangan khususnya produksi ubi kayu melalui penyediaan sarana produksi dan punyuluhan.
5
Gambar 1. Perkembangan konsumsi pangan penduduk Indonesia tahun 2009-2013 (Kg/kapita/tahun)
Sumber : Badan Pusat Statistik diolah, 2013
Pada Gambar diatas dapat dilihat pola konsumsi pangan pokok penduduk Indonesia masih terpusat pada komoditi beras dan terigu (termasuk turunannya) sebagai komoditi pangan utama. Konsumsi beras di Indonesia mencapai 96,32 kg/kapita/tahun meskipun mengalami penurunan akan tetapi masih jauh melebihi rata-rata tingkat konsumsi beras dunia 60 kg/kapita/tahun, hal ini akibat dari kebijakan pemerintah mengenai pergeseran pangan pokok seperti beras ke pangan ubi kayu dan jagung. Akibat adanya kondisi ketergantungan pangan pada satu jenis produk dapat menjadikan Indonesia rawan pangan, oleh sebab itu diperlukan pengembangan produk pangan pengganti beras yaitu pangan ubi kayu. Untuk memenuhi kebutuhan ubi kayu nasional tersebut serta untuk mencapai swasembada berkelanjutan, pemerintah telah menetapkan target produksi yang akan dicapai. Target Produksi Komoditas Pangan tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 3.
6
Tabel 3. Target Produksi Tanaman Pangan di Indonesia tahun 2010-2014 No Komoditas
2010 1 Padi 66.680 2 Jagung 19.800 3 Kedelai 1.300 4 Ubi kayu 22.248 5 Ubi jalar 2.000 Sumber: Kementerian Pertanian, 2009
Tahun (dalam 000 ton) 2011 2012 2013 68.800 71.000 73.300 22.000 24.000 26.000 1.560 1.900 2.250 22.400 25.000 26.300 2.150 2.300 2.450
2014 75.700 29.000 2.700 27.600 2.600
Tabel 3 menunjukan bahwa pada tahun 2012 pemerintah menetapkan target produksi ubi kayu yang harus dicapai sebesar 25 juta ton. Apabila target produksi pada tahun 2012 tersebut dapat dicapai, maka pada tahun 2012 Indonesia mencapai swasembada dan mengalami surplus ubi kayu yang mungkin dapat digunakan sebagai stok atau untuk diekspor ke negara lain. Namun kenyataannya, pada bulan Mei 2013 sebanyak 100 ton ubi kayu asal Thailand dengan nilai US$ US$ 38 ribu masuk ke Indonesia. Dengan demikian impor ubi kayu sepanjang tahun 2013 hanya terjadi pada bulan Mei (Detik Finance, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi ubi kayu belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang berarti pemerintah harus bekerja keras untuk meningkatkan produksi baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Pengembangan subsektor tanaman pangan ubi kayu merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian yang perlu mendapat perhatian, mengingat peranannya yang cukup besar dalam penyediaan sumber ketahanan pangan negara. Agribisnis ubi kayu di Indonesia telah menyediakan lapangan kerja yang luas, mulai dari subsistem penyediaan sarana produksi, usahatani, industri pengolahan hingga pemasaran ubi kayu dan produk olahannya. Usahatani ubi kayu bersifat labor intensif, dengan menyerap lapangan kerja sebanyak 135 hari
7
kerja setara pria (HKP)/ha/tahun. Di tingkat pabrik pengolahan, lapangan kerja yang tersedia sebesar 17.444 HKP/tahun (untuk kapasitas pabrik 300 ton/24 jam) (Zakaria, 2010).
Peningkatan produksi ubi kayu dapat dilakukan dengan cara peningkatan areal tanam, peningkatan produktivitas dan manajemen kebijakan dari awal penanaman hingga pemanenan. Peralatan usahatani yang modern juga berpengaruh terhadap peningkatan hasil panen. Data perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas ubi kayu nasional dan Provinsi Lampung pada tahun 2007–2011 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas komoditas Ubi kayu Indonesia dan Provinsi Lampung tahun 2007-2011 No
Keterangan Tahun
Luas panen Produksi (Ha) (ton) 2007 1.201.481 19.988.058 1 Indonesia 2008 1.204.933 21.756.991 2009 1.175.666 21.990.381 2010 1.183.047 23.918.118 2011 1.184.696 24.044.025 Pertumbuhan (%/th) 0,21 4,80 2 Lampung 2007 316.806 6.394.906 2008 318.969 7.721.882 2009 309.047 7.569.178 2010 346.217 8.637.594 2011 368.096 9.193.676 Pertumbuhan (%/th) 15,9 9,83 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012
Produktivitas (ton/Ha) 16,63 18,05 18,70 20,21 20,29 5,20 24,20 24,20 24,49 24,94 24,97 0,78
Tabel 4 menunjukan bahwa perkembangan luas panen ubi kayu Indonesia pada tahun 2007 hingga pada tahun 2011 berfluktuasi mengalami penurunan, sedangkan pada hasil produksi dan produktivitas mengalami peningkatan yang cukup besar. Meningkatnya produksi dan produktivitas ubi kayu di Indonesia
8
dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, perluasan lahan tanam dan peningkatan produktivitas pada daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan seperti Provinsi Lampung. Provinsi Lampung, Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel (lampiran 1). Adapun beberapa varietas ubi kayu unggulan yang diproduksi di Indonesia yaitu varietas Adira , Malang, Thailand (UJ-3) dan Cassesart (UJ-5) dapat dilihat pada Tabel (Lampiran 2) .
Pada umumnya varietas UJ-3 dan UJ-5 merupakan varietas yang banyak ditanam di Indonesia khusunya Provinsi Lampung. Petani lebih memilih varietas UJ-3 dan UJ-5 karena varietas tersebut dapat berproduksi lebih optimal sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Luas lahan tanam dan hasil produksi yang rendah merupakan salah satu penyebab masih banyaknya petani miskin yang ada di Provinsi Lampung. Dalam hal ini, dibutuhkan upaya yang nyata oleh pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan petani Lampung. Peningkatan hasil produktivitas diharapkan dapat memberikan pendapatan yang tinggi bagi petani dan memberikan nilai gizi bagi masyarakat. Nilai gizi yang terkandung dalam ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi gizi beras, jagung, ubi kayu dan kedelai dalam 100 gram berat bahan makanan Jenis Zat Gizi
Beras
Jagung
Ubi Kayu
Kalori (kal) 360,00 155,56 194,64 Protein (gram) 6,90 5,22 1,60 Lemak (gram) 0,70 1,44 0,40 Kabohidrat (gram) 78,20 36,78 46,27 Vitamin A (SI) 0,00 483,35 0,00 Vitamin B (mg) 0,12 0,27 0,08 Vitamin C (mg) 0,00 8,89 40,00 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1993
Kedelai 331,00 34,90 18,10 34,80 110,00 1,07 -
9
Potensi harga ubi kayu Provinsi Lampung berfluktuasi meningkat dari tahun 2007 hingga tahun 2011 mencapai Rp 800/kg pada tingkat petani dan Rp 860/kg pada tingkat eceran (Tabel 6). Tingginya harga komoditas ubi kayu diharapkan dapat menarik minat petani untuk dapat meningkatkan hasil produksinya. Sebaliknya, apabila harga ubi kayu rendah maka akan mengurangi minat petani untuk berproduksi.
Tabel 6. Perkembangan harga ubi kayu di tingkat petani dan eceran di Provinsi Lampung tahun 2007-2011 Tahun
Harga rata-rata Pertumbuhan Margin tahunan Rp/Kg (%) Petani Pengecer Petani Pengecer 2007 305 385 80 2008 335 395 9,84 2,60 60 2009 475 560 41,79 41,77 85 2010 640 720 34,74 28,57 80 2011 800 860 25 19,44 60 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2012
Alternatif yang harus dilakukan petani untuk meningkatkan hasil produksi dan produktivitasnya adalah dengan cara penggunaan pupuk dan peralatan produksi modern. Penggunaan pupuk ditujukan untuk menyediakan unsur-unsur hara dan memperbaiki struktur tanah. Adapun harga dan jenis – jenis pupuk yang digunakan dalam usahatani ubi kayu dapat dilihat pada Tabel (lampiran 3). Kabupaten Lampung Tengah merupakan sentra produksi penghasil ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung. Perkembangan Luas panen, produksi dan produktivitas komoditas ubi kayu menurut kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 7.
10
Tabel 7. Luas panen, produksi dan produktivitas komoditas ubi kayu menurut kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2012 Kabupaten/Kota
Luas panen Produksi Produktivitas (ha) (ton) (ton/ha) Lampung Barat 760 14.863 19,55 Tanggamus 812 16.396 20.19 Lampung Selatan 13.735 283.225 20,62 Lampung Timur 54.073 1.360.303 25,15 Lampung Tengah 129.094 3.183.153 24,65 Lampung Utara 50.466 1.281.005 25,38 Way Kanan 16.899 388.290 22,97 Tulang Bawang 32.329 847.575 26,21 Pesawaran 3.734 76.833 20,57 Pringsewu 954 19.125 20,05 Mesuji 11.384 301.219 26.46 Tulang B. Barat 53.579 1.416.060 26,43 Bandar Lampung 174 3.579 20,57 Metro 103 2.050 19,97 Provinsi Lampung 368.096 9.193.676 24.97 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013
Pangsa % 0,17 0,18 3,08 14.79 34,62 13,93 4,22 9,22 0,84 0,21 3,28 15,40 0,04 0,02 100
Tabel 7 menunjukan bahwa Kabupaten Lampung Tengah merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung. Pada tahun 2011 Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas lahan panen sebesar 129.094 ha, produksi sebesar 3.183.153 ton dan menyumbang ubi kayu sebesar 34,62 % dari total produksi Lampung.
Kabupaten Lampung Tengah merupakan sentral produksi terbesar di Provinsi Lampung, Produktivitas ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah masih tergolong rendah karena produktivitas optimal adalah 30 ton/ha (Zakaria, 2000), sedangkan produktivitas rata-rata yang dicapai Lampung Tengah adalah 24,97 ton/ha, Hal ini karena manajemen pengelolaan budidaya yang belum optimal, penguasaan teknologi yang kurang dan keterbatasan modal. Produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah dihasilkan dari beberapa kecamatan yang ada di Lampung
11
Tengah yaitu Kecamatan Terusan Nunyai dan Kecamatan Bandar Mataram, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel (lampiran 4).
Kebutuhan ubi kayu baik sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri, dapat dipenuhi melalui peningkatan produksi secara lokal atau dengan melakukan kegiatan impor dari negara lain. Pemenuhan kebutuhan ubi kayu dengan melakukan impor akan memberikan dampak negatif, karena impor akan menguras devisa negara. Usahatani ubi kayu yang dilakukan secara lokal menguntungkan serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, maka akan lebih baik jika pemenuhan kebutuhan ubi kayu tersebut dilakukan dengan memproduksi ubi kayu secara lokal.
Keunggulan komparatif akan terwujud apabila kegiatan usahatani tersebut memiliki alokasi efisiensi faktor – faktor produksi dan memiliki opportunity cost yang lebih rendah. Keunggulan kompetitif merupakan faktor penentu daya saing suatu usahatani, sedangkan keunggulan kompetitif terkait erat dengan faktor penentu daya saing. Peningkatan daya saing dapat dilihat dari terjadinya peningkatan kesejahteraan yang diukur dari peningkatan produktivitas usahatani.
Untuk meningkatkan hasil produktivitas ubi kayu, maka penggunaan kombinasi faktor–faktor produksi, pemanfaatan lahan dan manajemen yang terintegerasi harus dilaksanakan lebih efektif serta menekan biaya produksi usahatani. Jika kombinasi faktor-faktor produksi dan manajemen sudah diarahkan dengan baik, maka akan meningkatkan hasil produktivitas, sehingga akan memperbesar pendapatan petani. Serta kebijakan pemerintah seperti subsidi input dan
12
penetapan harga dasar regional sangat dibutuhkan untuk menunjang keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani ubi kayu Lampung.
Keuntungan yang diterima petani ditentukan atas harga hasil produksi (output) dan harga faktor produksi (input) yang diterima petani. Semakin tinggi harga output yang diterima petani, maka semakin tinggi keuntungan petani (cateris paribus). Jika harga produk yang diterima petani cukup tinggi, maka otomatis kehidupan petani akan sejahtera.
Meskipun Provinsi Lampung merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di Indonesia. Namun, terdapat beberapa daerah di Kabupaten Lampung yang memiliki potensi produksi tinggi akan tetapi produktivitasnya masih rendah yaitu Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah. Rendahnya hasil Produktivitas menyebabkan berkurangnya pendapatan petani ubi kayu, sehingga akan mempengaruhi keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani ubi kayu. Selain itu, tingginya harga faktor produksi dan rendahnya harga ubi kayu menyebabkan pendapatan petani menjadi rendah. Permasalahan tersebut dapat mempengaruhi keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah. Sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat meningkatkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif ubi kayu yang akan berdampak pada ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.
13
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1.
Apakah usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah menguntungkan?
2.
Apakah usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif?
B. Tujuan Penelitian Untuk menjawab permasalahan di atas, maka penelitian ini akan dilakukan dengan tujuan : 1.
Menganalisis keuntungan usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah.
2.
Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah.
C. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Petani, sebagai masukan dalam menetapkan langkah-langkah usahanya untuk peningkatan pendapatan. 2. Pemerintah, sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan pengembangan subsektor tanaman pangan khususnya usahatani komoditas ubi kayu di Provinsi Lampung. 3. Sebagai referensi bagi penelitian sejenis terutama untuk memperluas penelitian tentang ubi kayu.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1.
Tinjauan Agronomis Ubi kayu
Di Indonesia, tanaman ubi kayu cocok ditanam di daerah dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 1.500 m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan suhu minimum 100 C dan kelembaban rata-rata 65 persen (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung, 2005).
Menurut Rukmana (1997), taksonomi tanaman yang berasal dari negara Brasil ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dycotiledonae Ordo : Eupphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot Spesies : Manihot Esculenta Crantz
15
Ubi kayu mempunyai tinggi batang hingga mencapai 3 meter atau lebih dengan warna batang yang bervariasi, tergantung kulit luar, tetapi batang yang masih muda pada umumnya berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi keputih-putihan, kelabu, hijau kelabu, atau coklat kelabu. Empulur batang berwarna putih, lunak, dan strukturnya empuk seperti gabus. Daun ubi kayu memiliki susunan berurat menjari dengan canggap 5 - 9 helai.
Ubi kayu merupakan tanaman rakus terhadap hara, hal ini ditunjukkan oleh tingginya hara yang terangkut panen, yaitu 4,91 kg N; 1,08 kg P; 5,83 kg K; 1,83 kg Ca; dan 0,79 kg Mg per hektar tiap ton umbi basah. Oleh karena itu penggunaan pupuk organik terhadap ubi kayu yang ditanam secara terus menerus perlu dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan hara di dalam tanah dan meminimalkan penurunan hasil (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung, 2011).
Tahapan - tahapan dalam usahatani ubi kayu adalah sebagai berikut : a. Pengolahan tanah Tanaman ubi kayu ditanam pada permulaan musim penghujan, maka sebaiknya pengolahan tanah sudah dikerjakan sebelum turun hujan. Tanah dibajak atau dicangkul sehingga tanah menjadi halus dan siap ditanami. b. Penanaman Pengembangbiakkan ubi kayu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan biji dan stek, namun pada umumnya ubi kayu ditanam dalam bentuk stek. Penanaman dalam bentuk biji hanya diperlukan untuk pemuliaan tanaman.
16
Bagian batang pohon yang baik untuk keperluan bibit adalah batang yang sudah berkayu berumur 7 – 12 bulan dengan panjang batang stek 25 cm. Pada jarak tanam 100 cm x 80 cm atau 100 cm x 60 cm. Stek ditanam tegak lurus dengan cara menancapkan bagian yang runcing sedalam 5 -10 cm pada tanah yang sudah disiapkan sebelumnya.
Ubi kayu terkenal sebagai tanaman yang banyak menghisap unsur hara dari tanah dan semakin meningkat sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya hara yang terangkut panen, yaitu 4,91 kg N; 1,08 kg P; 5,83 kg K; 1,83 kg Ca; dan 0,79 kg Mg per hektar tiap ton umbi basah, sehingga untuk mendapatkan hasil optimal diperlukan pemupukan yang baik untuk mempertahankan keseimbangan unsur hara di dalam tanah (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung, 2005).
c. Pemeliharaan Pemupukan biasanya bersamaan dengan penyiangan. Pemupukan pertama diberikan apabila tanaman sudah berumur 1 – 1,5 bulan setelah penyiangan pertama, sedangkan pemupukan dan penyiangan yang kedua dilakukan apabila tanaman sudah berumur 2 – 3 bulan. Dosis umum pemupukan tanaman ubi kayu untuk luasan satu hektar adalah 200 kg urea, 100 kg TSP, dan 100 kg KCL.
Cara pemberian pupuk dengan dibenamkan lebih efektif dalam meningkatkan hasil daripada disebarkan. Peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dapat dilakukan dengan cara mengatur waktu permberian yaitu P dan 1/3 NK sebagai dasar dan 2/3 NK pada umur 2 – 3
17
bulan setelah tanam. Peningkatan efisiensi penyerapan P tersedia di dalam tanah akan terjadi bila akar ubi kayu bersimbiosa dengan cendawan Vasicular arboscular (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung, 2005).
Ubi kayu sangat peka terhadap penggunaan pupuk. Apabila dosis pupuk diberikan terlalu tinggi, maka hasilnya akan menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya indeks luas daun yang melampaui optimal, sehingga efisiensi fotosintesis rendah. Tanaman akan mengatur pertumbuhan organorgannya apabila hara di dalam tanah dalam keadaan tidak mencukupi kebutuhan, yaitu dengan mempertahankan larutan hara pada konsentrat yang relatif tetap tinggi untuk mempertahankan hidupnya.
Pengaruh penggunaan kapur pada tanah asam terhadap pertumbuhan ubi kayu cukup besar, yakni akan memperbaiki pertumbuhan tanaman bila dosisnya tepat. Sebaliknya, bila dosisnya tinggi akan menyebabkan defisiensi Fe. Di samping penggunaan pupuk, pemilihan varietas juga akan menetukan tingkat hasil produksi. Penggunaan varietas unggul seperti UJ-5 yang ditanam melalui sistem tanam yang dianjurkan mampu menghasilkan ubi kayu hingga mencapai 50 – 60 ton/ha atau meningkat lebih dari 150% (Asnawi dkk, 2004).
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman ubi kayu dilakukan apabila terjadi serangan hama dan penyakit seperti tungau merah atau uret. Hama penyakit merupakan kendala produksi yang cukup serius jika tidak dilakukan pengendalian secara efektif, terutama di daerah ubi kayu yang
18
penanamannya dilakukan secara terus-menerus. Cara pengendalian yang efektif adalah dengan menggunakan varietas resisten, bibit dan alat yang tidak terkontaminasi dengan hama penyakit, mengadakan rotasi tanaman dan penggunaan obat pencegah.
Tanaman ubi kayu sangat peka terhadap kompetisi, oleh karena itu pengendalian gulma harus dilakukan dengan cara kultur teknik, penyiangan secara manual dan penggunaan herbisida. Penerapan cara pengendalian gulma tersebut dipengaruhi oleh jenis pertanaman, modal, ketersediaan tenaga kerja atau buruh, kondisi lahan dan pola tanam.
d. Pemanenan Waktu panen ubi kayu yang paling tepat adalah saat karbohidrat atau kandungan tepung dalam umbi dan produksi dalam keadaan maksimum. Tanda-tanda pada saat pemanenan yang tepat adalah pertumbuhan daun yang sudah mulai menguning dan banyak yang rontok, umur tanaman telah mencapai 7 - 11 bulan dan bergantung dari varietasnya (Najiyati, 2000).
2. Produk Turunan Ubi kayu
Tanaman ubikayu mempunyai peran ekonomis yang sangat besar dalam pemberdayaan perekonomian pedesaan. Seluruh bagian tananam ubi kayu dari akar sampai daun memberikan manfaat yang sangat tinggi bagi kehidupan. Produk yang berbahan baku dari ubi kayu antara lain: tepung
19
cassava, tepung tapioka, pakan, makanan, mocaf, chip, gaplek, gula cair, lem, bahan kertas dan bioethanol. Produk turunan ini biasa dilihat pada Gambar 2. Kulit
pakan
onggok asam sitrat
gaplek
pelet
Ubi kayu tepung Ubi
MOCAF
tapioka
bahan industri makanan tapioka pearl dekstrin
maltosa makanan Si Daun
pakan
Sumber: Kementerian pertanian, 2012
bahan industri kertas - glukosa - fruktosa - alkohol - asam - organik - sorbitol
metanol
tr a t
Gambar 2. Bagan Aneka Kegunaan Ubi kayu
3.
Konsep Dasar Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaikbaiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan
20
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiah, 2009).
Usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah, air, perbaikanperbaikan yang telah dilakukan diatas tanah itu, sinar matahari, bangunan, dan lain sebagainya (Mubyarto, 1994).
Menurut Mubyarto (1989), usahatani yang bagus adalah usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti usahatani itu produktivitasnya tinggi. Efisiensi usahatani merupakan banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu usahatani yang efisien diperlukan bantuan kerjasama beberapa faktor produksi sekaligus seperti tanah, modal dan tenaga kerja, dimana salah satu faktor produksi dianggap variabel sedangkan faktor produksi lainnya dianggap konstan.Untuk mendapatkan faktor-faktor produksi, petani harus mengeluarkan sejumlah biaya (cost).
Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1) biaya tetap dan (2) biaya tidak tetap. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap diantaranya sewa lahan, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar-
21
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contoh biaya variabel ini adalah biaya untuk sarana produksi seperti benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Dengan demikian, total biaya dalam usahatani merupakan penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya variabel. Secara matematis dapat dituliskan: TC = FC + VC Dimana: TC FC VC
= Total Biaya = Biaya Tetap = Biaya Variabel
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara matematis dapat dituliskan: TR = Yi . Pyi Dimana: TR Yi Pyi
= Total Penerimaan = Jumlah Produksi = Harga per Satuan Produksi
Dalam setiap kegiatan usahatani, hal yang ingin dicapai oleh petani terutama petani ubi kayu adalah memaksimalkan keuntungan usahataninya. Keuntungan merupakan salah satu indikator keberhasilan usahatani. Menurut Soekartiwi (1995) keuntungan adalah penerimaan dari suatu hasil yang telah dikurangi dengan biaya-biaya selama proses produksi. Ada dua pengertian mengenai keuntungan yaitu keuntungan kotor dan keuntungan bersih. Secara matematis besarnya keuntungan usahatani dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
22
π = TR - TC Dimana: π TR TC
4.
= Keuntungan usahatani = Total penerimaan = Total biaya
Teori (Demand) permintaan, (Suplay) penawaran dan kebijakan
Permintan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Hukum Permintaan merupakan suatu hipotesis yang menyatakan hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang tersebut, dimana hubungan berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau naik maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya apabila harga turun jumlah barang meningkat.
Faktor – faktor yang mempengaruhi seseorang dalam membeli suatu produk adalah : 1. Harga barang itu sendiri (Px) 2. Harga barang lain ( Py) 3. Pendapatan konsumen (Inc) 4. Cita rasa (T) 5. Iklim (S) 6. Jumlah penduduk (Pop) 7. Ramalan masa yang akan datang (F)
Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat harga tertentu. Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa : Semakin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang
23
tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang, semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menjual atau menawarkan suatu produk adalah: 1. Harga P Q 2. Harga barang lain Px Qy 3. Biaya faktor produksi FP cost π Qs 4. Teknologi T cost π Qs 5. Tujuan perusahaan 6. Ekspektasi (ramalan) Secara matematis Qs = F (Px, Py, Fp, T1 ............... ) Persamaan penawaran Qs = a + bp Untuk menggambarkan hubungan antara jumlah yang diminta atau ditawarkan dan harga dapat dilakukan dengan dua cara , yaitu dengan menggunakan skedul permintaan/penawaran dan kurva permintaan/penawaran.
Kurva permintaan dan penawaran dapat dilihat pada Gambar 3 PpwwP
PpwwP
PpwwS
PpwwD Ppww0
PpwwQ
Ppww0
Gambar 3. Kurva Permintaan dan Penawaran
PpwwQ
24
Hubungan antara jumlah yang diminta atau ditawarkan dan harga suatu komoditas dinyatakan dalam fungsi permintaan (Qd) dan penawaran (Qs). Persamaan matematis fungsi permintaan /penawaran adalah : Qd/Qs = f (P) Dimana :
Qd Qs f P
= = = =
Jumlah barang yang diminta Jumlah barang yang ditawarkan Fungsi dari Harga barang
Pada umunya harga suatu barang ditentukan oleh interaksi antara permintaan terhadap barang (demands for goods) dan penawaran dari barang (supply for goods). Interaksi kedua kekuatan tersebut dapat dilihat pada gambar 4. Ppsss P Ppsss S Ppsss E Ppsss D Ppsss 0
Ppsss Qe
Ppsss Q
Sssa Keterangan: D S Pe Qe E
= = = = =
Kurva permintaan Kurva penawaran harga pasar (keseimbangan) Jumlah keseimbangan Titik keseimbangan
Gambar 4. Kurva permintaan dan penawaran dalam pembentukan harga Permintaan komoditas ubi kayu yang tinggi menyebabkan pemerintah harus memberikan kebijakan yang mendukung dalam peningkatan hasil produksi. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk memenuhi kebutuhan ubi kayu di Indonesia adalah melakukan kegiatan impor. Kegiatan impor sebenarnya tidak perlu dilakukan jika pemerintah ikut serta dalam peningkatan hasil produksi dan daya saing. Pemerintah harus menetapkan kebijakan subsidi pupuk, penyediaan bibit unggul, perbaikan tataniaga atau pemasaran tiap
25
daerah yang memiliki potensi ubi kayu dan penetapan harga dasar yang tidak merugikan petani.
5. Teori Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Kelayakan finansial melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut, sedangkan analisa ekonomi menilai suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah dkk, 1978).
Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Selanjutnya Simatupang (1995) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan dayasaing produk pertanian dapat dilakukan dengan strategi pengembangan agribisnis melalui koordinasi vertikal sehingga produk akhir dapat dijamin dan disesuaikan preferensi konsumen akhir. Implementasinya di lapangan oleh pelaku agribisnis dilakukan dengan membangun kelembagaan kemitraan usaha dalam berbagai pola kemitraan usaha (Simatupang ,1993)
Teori David Ricardo yang didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Teori
26
klasik Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja). Perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas (production comparative advantage) ataupun perbedaan efisiensi (cost comparative advantage). Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis diantara dua negara. Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan efisiensi di dua negara sama, maka tentu tidak akan terjadi perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis akan menjadi sama di kedua negara (Hady, 2004).
Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh G. Haberler yang menafsirkan bahwa labor of value hanya digunakan untuk barang antara, sehingga menurut G. Haberler teori biaya imbangan (theory opportunity cost) dipandang lebih relevan. Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga relatif dari komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. Biaya disini menunjukkan produksi komoditas alternatif yang harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang bersangkutan. Selanjutnya teori Heckscer Ohlin tentang pola perdagangan menyatakan bahwa komoditi-komoditi yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi (yang melimpah) dan faktor produksi (yang langka) diekspor untuk ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan faktor produksi dalam produksi yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah diekspor dan faktor produksi yang langka diimpor (Ohlin,1933,dalam Lindert dan Kindleberger, 1993).
27
Keunggulan komparatif memiliki dua pengertian. Pertama, pengertian mengenai efisiensi produksi yang membandingkan antara dua atau lebih negara-negara yang melakukan perdagangan. Negara-negara dengan opportunity cost yang paling rendah adalah relatif lebih efisien dan memiliki keunggulan komparatif. Mereka memiliki biaya keunggulan dibanding dengan produsen lainnya dan memiliki daya saing internasional. Kedua, pengertian keunggulan komparatif merujuk pada efisiensi dari berbagai jenis produksi di dalam ekonomi domestik, yang dibandingkan pada pendapatan atau simpanan dari setiap unit devisa (Mantau, 2009).
David Ricardo mendasarkan hukum keunggulan komparatifnya pada sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu (Salvatore, 1997): 1. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi. 2. Perdagangan bersifaat bebas. 3. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara. 4. Biaya produksi konstan. 5. Tidak terdapat biaya transportasi. 6. Tidak ada perubahan teknologi. 7. Menggunakan teori tenaga kerja.
Menurut Boediono (1990), terdapat tiga faktor utama yang menentukan atau mempengaruhi keunggulan komparatif suatu negara. Faktor-faktor ini merupakan faktor-faktor yang fundamental dalam menentukan pola
28
perdagangan internasional, sebab keunggulan komparatif itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor ini. Ketiga faktor ini adalah: 1.
Tersedianya sarana produksi atau faktor produksi dalam macam atau jumlah yang berbeda antara negara satu dengan yang lain.
2.
Adanya kenyataan bahwa dalam cabang-cabang produksi tertentu orang bisa memproduksikan secara lebih efisien apabila skala produksi semakin besar.
3.
Adanya perbedaan dalam corak dan laju kemajuan teknologi.
Asumsi yang digunakan dalam keunggulan komparatif adalah kondisi pasar persaingan sempurna baik untuk pasar input maupun pasar output. Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing potensial yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali (Wasono, 2010).
Konsep atau teori keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku (Mantau, 2009).
Menurut Tangkilisan (2003), Keunggulan Kompetitif adalah merujuk pada kemampuan sebuah organisasi untuk memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan Kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Sedangkan menurut Dirgantoro ( 2002),
29
Keunggulan kompetitif atau keunggulan bersaing berkembang dari nilai yang mampu diciptakan produsen untuk komsumen yang melebihi biaya produksi. Terdapat dua jenis keunggulan bersaing yaitu keunggulan biaya dan diferensiasi.
Menurut Michael Porter, terdapat empat atribut dari sebuah negara yang membentuk lingkungan di mana di dalamnya perusahaan-perusahaan lokal bersaing, dan keempat atribut ini mempromosikan atau menyumbang penciptaan keunggulan kompetitif (competitive adventages). Keempat atribut keunggulan daya saing atau competitive adventage tersebut adalah (1) Anugerah faktor, (2) Kondisi permintaan, (3) Industri yang berkaitan dan mendukung, dan (4) Struktur, strategi, persaingan perusahaan (Mulyawan, 2007).
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Tinjauan penelitian terdahulu diambil sebagai acuan untuk mendukung dan memperkuat argument penelitian ini. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kesimpulan dari tinjaun penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan penelitian tersebut. No Judul/Tahun 1 Analisis daya saing ubi jalar cilembu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat (Ahmad Hoeridah 2011).
Metode Analisis Tujuan dan Hasil Pembahasan Policy Analysis Penelitian ini bertujuan menganalisis Matrix (PAM) daya saing ubi jalar cilembu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Penelitian ini disimpulkan bahwa usahatani ubi jalar cilembu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat memiliki daya saing yang tinggi. Dari perhitungan PAM didapat Nilai Rasio Biaya Privat (PCR) 0,57 dan nilai Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) sebesar 0,15.
30
2
Pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap daya saing dan efisiensi usahatani jambu mete di nusa tenggara barat (Ketut Budastra dan Dipokusumo, 2002).
Policy Analysis Matrix (PAM)
Penelitian ini bertujuan mengukur daya saing dan efisiensi usahatani jambu mete monokultur dan tumpang sari. Kesimpulan penelitian ini adalah dalam kondisi kebijakan yang berlaku saat ini, kedua sistem usahatani mete di NTB memiliki daya saing yang tinggi dan efisien dalam penggunaan sumberdaya. Sistem monokultur memperoleh keuntungan privat sebesar Rp 11.764.556,00 per hektar dan keuntunga sosial sebesar Rp 10.242.158,00 per hektar, sementara sistem tumpang sari menerima keuntungan privat sebesar Rp 20.194.868,00 per hektar dan keuntungan sosial sebesar Rp 18.434.768,00 per hektar. Keuntungan ini adalah keuntungan yang telah memperhitungkan nilai present value dalam kurun waktu 25 tahun .
3
tentang analisis Policy Analysis efisiensi dan Matrix (PAM) daya saing usahatani kedelai di jember, jawa timur (Joni Muhamad, 2002).
Penelitian ini bertujuan mengukur dampak kebijakan pemerintah terhadap efisiensi dan daya saing usahatani kedelai di jember. Kesimpulan penelitian ini adalah kedua sistem usahatani kedelai yang menjadi fokus studi ini amat kompetitif. Tingkat daya saing varietas baru lebih tinggi dibanding varitas lama yang umum digunakan. Kebijakan pemerintah yang ada tidak memiliki dampak yang besar pada kedua sistem usahatani. Nilai PC kedua sistem usahatani sedikit dibawah, artinya divergensi menyebabkan sedikit penurunan keuntungan kedua sistem tersebut.
31
4
Analisis dampak pengembangan analisis irigasi terhadap produksi beras di lampung (Wan Abbas Zakaria, 2003)
Policy Analysis Matrix (PAM)
Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak pengembangan irigasi terhadap daya saing sistem usahatani padi di provinsi lampung. Hasil penelitian ini lampung.menyimpulkan bahwa: 1) sitem usahatani padi kompetitif baik di lahan beririgasi maupun tadah hujan, baik musim hujan (MH) maupun musim kemarau (MK). 2) sistem usahatani diirigasi memiliki daya saing yang lebih tinggi dibanding usahatani di lahan tadah hujan. 3) pembangunan infrastruktur irigasi bisa meningkatkan produktivitas dan daya saing. Namun kesimpulan yang tegas tentang apakah investasi publik dalam bentuk pembangunan jaringan irigasi efisiensi atau tidak, tidak dapat diketahui. Sebuah Benefit-Cost analisis yang lengkap membutuhkan estimasi nilai social opportunity cost of land yang digunakan dalam kondisi normal serta informasi berkenaan dengan biaya investasi dan pemeliharaan dari pembangunan infrastuktur irigasi tersebut.
5
Analisi daya saing usahatani ubi kayu untuk biofuel di lahan kering lampung tengah (Zainal Abidin, 2007)
Policy Analysis Matrix (PAM)
Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat daya saing ubi kayu untuk boiful serta melihat keuntungan. usahatani ini memberikan keuntungan pribadi dan sosial sebesar Rp 6,88 juta dan Rp 6,72 juta per hektar masing –masing. Bahkan, jika subsidi untuk urea dihapus, petani masih mendapatkan keuntungan yang besar. Pertanian ini juga efisien dalam hal penggunaan sumber daya dalam negeri seperti yang ditunjukan dengan nilai biaya sumber daya domestic (DRC) pada 0,43 dengan subsidi dan 0,44 tanpa subsidi menunjukan bahwa pertanian ini hanya membutuhkan 4344% untuk mendapatkan US$ 1 pendapatan. .
32
6
Analisis Keunggulan Komparatif dan Insentif Berproduksi Jagung di Sumatera Utara (Kariyasa, 2007)
Policy Analysis Matrix (PAM)
Penelitian ini bertujuan menganalisis keunggulan komparatif dan insentif berproduksi jagung. Menyimpulkan bahwa secara finansial usahatani jagung pada lahan sawah dan kering di Sumatera Utara mampu memberikan keuntungan. Analisis ekonomi juga menunjukkan Sumatera Utara mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi jagung baik pada lahan sawah maupun lahan kering yang ditunjukkan oleh nilai DRCR < 1. Kinerja pasar jagung tidak menguntungkan petani, terbukti dengan harga jagung yang diterima petani lebih rendah dari harga seharusnya, yang ditunjukkan dari nilai NPCO < 1. Kebijakan input produksi, seperti subsidi pupuk dan subsidi benih ternyata tidak efektif, hal ini terlihat dari nilai NPCI > 1.
7
Analisis daya Policy Analysis saing dan Matrix (PAM) dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Adeling Rajamandala Bandung (Aliyatillah, 2009)
Penelitian ini bertujuan menganalisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas kakao di PTPN VIII Bandung. Penelitian ini disimpulkan bahwa komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Ciumpay Deling Rajamandala Bandung memiliki daya saing yang tinggi. Dapat dilihat dari perhitungan PAM dengan PCR sebesar 0,92 dan DRC sebesar 0,95.
C. Kerangka Pemikiran
Usahatani merupakan suatu organisasi produksi yang mengelola faktor-faktor produksi (input) untuk menghasilkan (output). Usahatani ubi kayu merupakan kegiatan mengelola faktor-faktor produksi untuk menghasilkan komoditi pangan
33
ubi kayu yang dipergunakan sebagai bahan pangan alternatif dan bahan baku agroindustri serta menjadi sumber pendapatan petani. Untuk dapat meningkatkan ketahanan pangan, maka produksi dan produktifitas ubikayu harus ditingkatkan, namun upaya yang harus di benahi adalah penyediaan sarana produksi dan dan penggunaan faktor-faktor produksi secara efisien, hal ini di Profinsi Lampung masih banyak petani yang belum menggunakan faktor-faktor produksi secara efektif karena terbatasnya lahan dan modal.
Ketersedian sarana dan prasarana produksi di Provinsi Lampung masih tergolong kurang memadai atau sulit untuk didapat dipasar lokal. Petani ubi kayu hanya dapat menyewa traktor untuk membajak lahannya yang luas itupun dengan harga yang tinggi. Ketersediaan sarana produksi untuk ubi kayu yang tergolong jarang mengakibatkan tingginya nilai upah bajak lahan atau sewa traktor. Dalam usahatani harga input dan output dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk melindungi petani. Kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya yaitu kebijakan harga, subsidi, tingkat suku bunga dan nilai tukar rupiah.
Peningkatan hasil produksi ubi kayu dapat meningkatkan ketahanan pangan dan dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif. Penggunaan berbagai kombinasi faktor produksi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktifitas komoditi ubi kayu sehingga akan meningkatkan pendapatan petani. Pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan dari hasil produksi ubi kayu dengan total biaya produksi pada usahatani ubi kayu. Usahatani ubi kayu akan terus dilakukan oleh petani jika petani mendapatkan keuntungan yang optimal. Jika petani menggunakan berbagai
34
kombinasi faktor produksi secara efisien maka hal ini akan meningkatkan produktifitas, sehingga akan memcukupi kebutuhan ubi kayu di Lampung.. Usahatani ubi kayu dapat memberikan keuntungan apabila komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif dan kompetitif dapat dilihat dari penggunaan faktor produksi seefektif mungkin serta harga output yang tinggi dan dapat dianalisis dengan menggunakan analisis PAM (Policy Analysis Matrix). Selain itu, dalam analisis PAM perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap keberlangsungan usahatani ubi kayu. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
14
Lingkungan Ekonomi : - Domestik - Dunia Input
PASAR
Kebijakan
Harga Input
Output
Harga Output
pemerintah
INPUT
Total Biaya
Tidak Berdaya Saing
Proses Produksi
Analisis PAM
Keunggulan: Komparatif & kompetitif
OUTPUT
Penerimaan
Berdaya Saing
35
Gambar 4. Kerangka pemikiran keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah
36
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian dan teknik yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
Produksi ubi kayu adalah jumlah output yang dihasilkan dari kegiatan usahatani ubi kayu per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. Produktivitas adalah hasil produksi ubi kayu per satuan luas lahan dalam berusahatani ubi kayu, diukur dalam satuan ton per hektar (ton/ha). Luas lahan adalah tempat yang digunakan oleh petani untuk melakukan usahatani ubi kayu, diukur dalam satuan hektar (ha). Jumlah obat-obatan adalah banyaknya bahan kimia yang digunakan untuk memberantas gulma serta hama dan penyakit tanaman ubi kayu dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan liter (lt). Jumlah pupuk adalah banyaknya pupuk yang digunakan oleh petani pada proses produksi ubi kayu dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan kilogram (kg).
37
Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tetap berapapun besarnya output yang dihasilkan, seperti bunga modal, penyusutan alat, sewa lahan, dan pajak lahan yang diukur dalam satuan rupiah (Rp). Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dapat berubah sesuai dengan perubahan tingkat output, seperti biaya pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja yang diukur dalam satuan rupiah (Rp). Penerimaan petani adalah hasil perkalian antara jumlah produksi ubi kayu dengan harga jual ubi kayu yang diterima petani, diukur dalam satuan rupiah (Rp). Biaya penyusutan (berdasarkan metode garis lurus) adalah hasil bagi antara harga peralatan yang dikurangi nilai sisa, dengan umur ekonomis peralatan yang diukur dalam satuan Rupiah (Rp). Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi selama musim tanam, terdiri dari tenaga kerja pria, wanita, hewan, dan mesin, diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK). Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani dalam satu kali musim tanam, yang merupakan hasil perkalian antara harga input dengan jumlah input, diukur dalam satuan rupiah (Rp). Keuntungan usahatani ubi kayu adalah penerimaan dari usahatani ubi kayu dikurangi dengan total biaya variabel dan biaya tetap tunai, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
38
Policy Analysis Matrix (PAM) adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar dalam keuntungan privat dari sistem usahatani dan dalam efisiensi dari penggunaan sumber daya. Input tradeable adalah sejumlah input yang diperdagangkan sehingga memiliki harga pasar internasional, seperti pupuk dan pestisida. Input non tradeable adalah sejumlah input yang tidak diperdagangkan sehingga tidak memiliki harga pasar internasional seperti lahan dan tenaga kerja. Harga sosial adalah harga yang menggambarkan harga yang sesungguhnya baik harga input maupun output, diukur dalam satuan rupiah (Rp). Harga pasar, harga privat atau harga finansial adalah tingkat harga riil yang diterima petani dalam penjualan hasil produksinya atau tingkat harga yang dibayar petani dalam pembelian faktor produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp). Keuntungan finansial (privat profitability) adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan total biaya dalam harga privat, yang diukur dalam satuan rupiah (Rp). Keunggulan komparatif adalah keunggulan suatu wilayah atau negara dalam memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari biaya untuk komoditas yang sama di daerah yang lain dan diukur
39
berdasarkan harga sosial. Indikator keunggulan komparatif adalah nilai DRCR (Domestic Resources Cost Ratio). Keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu komoditas yang dihasilkan dalam kegiatan produksi yang efisien sehingga memiliki daya saing di pasar lokal maupun internasional yang diukur berdasarkan harga privat. Indikator keunggulan kompetitif adalah nilai PCR (Private Cost Ratio). Keuntungan ekonomi (social provitability) adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan total biaya usahatani yang diperhitungkan dengan menggunakan harga bayangan. Keuntungan ekonomi diukur dalam satuan rupiah (Rp). Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya Efek divergensi adalah selisih antara penerimaan, biaya dan keuntungan usahatani yang diukur dengan harga aktual/privat yang diukur dengan harga sosial, dihitung dalam satuan rupiah (Rp).
Pengolahan secara intensif adalah kegiatan usahatani ubi kayu yang menggunakan faktor-faktor produksi secara efektif dan efisien seperti: penggunaan pupuk, pestisida, traktor, tenaga kerja dan faktor produksi lainnya, sehingga mendapatkan hasil yang optimal.
Pengolahan secara non intensif adalah kegiatan usahatani ubi kayu yang tidak menggunakan faktor-faktor produksi secara efektif sehingga mendapatkan hasil yang tidak optimal.
40
B. Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Bandar Agung dan Desa Tanjung Anom, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa menurut hasil survei daerah tersebut merupakan daerah sentra produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik representatif sampling dimana jumlah responden adalah 40 petani yang diambil berdasarkan jenis varietas ubi kayu unggulan, pola pembudidayaan, tingkat teknologi dan luas lahan yang diusahakan didaerah penelitian, dengan rincian pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Sampel Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kab. Lampung Tengah Varietas
Jenis Tanah Tidak Subur
Subur Intensif
Non Intensif
Intensif
Non Intensif
Total
Varietas UJ-3 Varietas UJ-5
5 5
5 5
5 5
5 5
20 20
Total
10
10
10
10
40
Pengumpulan data penelitian direncanakan akan dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2014.
C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan metode survei dan pengamatan langsung di lapang. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan petani (responden) melalui penggunaan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah
41
dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian. D. Metode Analisis Data
1.
Analisis Rugi/Laba Usahatani Ubi kayu
Untuk mengetahui keuntungan dari suatu model usahatani ubi kayu dapat dilakukan analisis keuntungan usahatani yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : n
Y .Py Xi.Pxi - BTT i 1
Keterangan :
Y Py Xi Pxi BTT
= Keuntungan usahatani = Jumlah produksi = Harga per satuan produksi = Faktor produksi = Harga per satuan faktor produksi = Biaya tetap total
Untuk mengetahui apakah usahatani ubi kayu menguntungkan petani atau tidak, analisis di atas diteruskan dengan mencari rasio antara penerimaan dengan biaya yang dikenal dengan Return Cost Rratio (R/C). Secara matematis, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995). R/C
= TR/TC
Keterangan : TR = Total revenue (Total penerimaan) TC = Total cost (Total biaya)
42
Adapun kriteria pengambilan keputusannya adalah : 1) Jika R/C < 1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi belum menguntungkan. 2) Jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi menguntungkan. 3) Jika R/C = 1, maka usahatani yang dilakukan berada pada titik impas.
2.
Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
a. Identifikasi input dan output
Usahatani ubi kayu menggunakan input yang meliputi lahan (ha), benih (kg), pupuk (kg), alat pertanian (unit), tenaga kerja (HOK), dan obatobatan (lt). Output yang dihasilkan adalah ubi kayu.
b. Penentuan alokasi biaya
Pengalokasian seluruh biaya tradeable dilakukan dengan pendekatan langsung, karena pendekatan langsung sesuai dengan analisis keunggulan kompetitif dan komparatif. Semua input tradeable digolongkan ke dalam komponen biaya asing 100 persen dan input non tradeable dimasukkan ke dalam biaya domestik 100 persen, seperti tampak pada Tabel 10. Tabel 10. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen domestik dan asing No
Komponen
1 Benih 2 Pupuk 3 Pestisida 4 Tenaga kerja 5 Bunga modal 6 Lahan 7 * Biaya lainnya Sumber : Pearson, et al. 2005
Domestik
Asing %
100 0 0 100 100 100 100
0 100 100 0 0 0 0
43
c. Penentuan harga social
Harga sosial untuk input dan output tradeable dihitung berdasarkan harga bayangan (shadow price) yang dalam hal ini didekati dengan harga batas (border price). Untuk komoditi yang diimpor dipakai harga CIF (Cost Insurance and Freight), sedangkan komoditi yang diekspor digunakan harga FOB (Free on Board). Sedangkan untuk input non tradeable digunakan biaya imbangannya (opportunity cost), yang diketahui dari penelitian di lapang.
1) Harga sosial output Harga sosial output yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga perbatasan (border price). Oleh karena ubi kayu merupakan komoditi yang di impor, maka harga sosial yang digunakan adalah harga CIF. Penentuan harga sosial output dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Penentuan harga paritas impor output No Uraian 1 Harga FOB ubi kayu (US$/ton) 2 Pengapalan dan asuransi (US$/ton) 3 Harga CIF (US$/ton) 4 Nilai tukar (Rp/US$) 5 CIF dalam mata uang domestic (Rp/kg) 6 Bongkar/muat, gedung, susut (Rp/kg) 7 Biaya transportasi ke propinsi (Rp/kg) 8 Harga paritas impor di pedagang besar (Rp/kg) 9 Distribusi ke tingkat petani (Rp/kg) 10 Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg) Sumber : Pearson dkk, 2005
Rincian A b c = a+b X d =c.X/1000 e f g = d+e+f h i = g-h
44
2) Harga sosial sarana produksi dan peralatan (input) Penentuan harga sosial input yang digunakan berdasarkan harga perbatasan input yaitu harga FOB, CIF atau sama dengan harga pasar, jika input tersebut diperdagangkan pada kondisi pasar persaingan sempurna, sedangkan harga sosial untuk input non tradeable ditentukan berdasarkan harga pada pasar domestik. Penentuan harga sosial paritas impor sarana dan prasarana dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Penentuan harga paritas impor input No 1 2 3 4 5 6 7 8
Uraian Harga CIF (US$/ton) Nilai tukar (Rp/US$) CIF dalam mata uang domestik (Rp/Kg) Bongkar/muat, gudang, susut Biaya transportasi ke provinsi (Rp/Kg) Nilai sebelum pengolahan (Rp/Kg) Faktor konversi proses (%) Harga paritas ekspor di pedagang besar (Rp/Kg) 9 Distribusi ke tingkat petani (Rp/kg) 10 Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg) Sumber : Pearson, et al. 2005
Rincian a X b = a.X/1000 c d e = b+c+d Y f = e.Y g h = f+g
3) Harga sosial tenaga kerja Menurut Gittinger (1986), harga tenaga kerja di dalam pasar yang bersaing secara sempurna, hendaknya ditetapkan dengan nilai produksi marjinalnya. Harga bayangan tenaga kerja ini dinilai tiap tahun pada tingkat harga yang ditentukan dengan cara mengalikan upah yang diterima pada saat kelangkaan tenaga kerja dengan jumlah hari dalam satu tahun, di mana tenaga kerja benar-benar bekerja secara produktif.
45
4) Harga sosial lahan Menurut Gittinger (1986), harga bayangan lahan dapat ditentukan dari nilai nilai neto dari produksi yang hilang bila penggunaan lahan diubah dari penggunaan tanpa proyek menjadi penggunaan dengan proyek. 5) Harga sosial bunga modal Penentuan harga sosial bunga modal dilakukan dengan perhitungan antara tingkat bunga yang diukur dengan menggunakan harga privat (aktual), ditambah dengan rata-rata nilai inflasi.
6) Harga sosial nilai tukar Harga bayangan nilai tukar adalah kaitan harga mata uang domestik dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang yang bersaing sempurna. Menurut Gittinger (1986), hubungan antara nilai tukar resmi (Official Exchange Rate atau OER), Nilai tukar bayangan (Shadow Exchange Rate (SER) dan faktor konversi baku (Standard Convertion Factor (SCF) adalah : OER SER
= SCF M+X
SCF
= (M + Tm) + (X –Tx)
Keterangan : SCF M X Tm Tx
= = = = =
Faktor Konversi Baku Nilai impor (Rp) Nilai ekspor (Rp) Pajak impor (Rp) Pajak ekspor (Rp)
46
d. Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif
Untuk menjawab tujuan penelitian kedua digunakan Analisis PAM (Police Analysis Matrix). PAM digunakan untuk menganalisis secara menyeluruh dan konsisten terhadap kebijakan mengenai penerimaan, biaya usahatani, tingkat perbedaan pasar, sistem pertanian, investasi pertanian, dan efisiensi ekonomi. Perhitungan model PAM dilakukan melalui matrik PAM yang terdapat pada Tabel 13.
Tabel 13. Policy Analysis Matrix (PAM) Biaya No
Keterangan
1 2 3
Harga privat Harga sosial Dampak kebijakan
Penerimaan Output A E I
Input Tradeable B F J
Input Nontradeable C G K
Keuntungan D H L
Sumber: Pearson, dkk., 2005 Keterangan: Keuntungan Finansial (D) Keuntungan Ekonomi (H) Transfer Output (OT) (I) Transfer Input Tradeable (IT) (J) Transfer Input Nontradeable (FT) (K) Transfer Bersih (NT) (L) Rasio Biaya Privat (PCR) Rasio BSD (DRC) Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) Koefisien Proteksi Efektif (EPC) Koefisisen Keuntungan (PC) Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP)
= A (B+C) = E-(F+G) = A-E = B-F = C-G = I-(K+J) = C/(A-B) = G/(E-F) = A/E = B/F = (A-B)/(E-F) = D/H = L/E
Baris pertama dari tabel PAM berisikan komponen biaya dan pendapatan yang dihitung dalam harga privat (harga aktual atau harga pasar). Huruf A
47
adalah simbol untuk pendapatan pada tingkat harga privat, huruf B adalah simbol untuk biaya input tradeable pada tingkat harga privat, huruf C adalah simbol biaya faktor domestik pada tingkat harga privat, dan huruf D adalah simbol keuntungan privat. Dalam analisis PAM secara empiris, pendapatan dan biaya privat (simbol A, B, dan C) didasarkan pada data yang diperoleh dari usahatani maupun pengolahan hasil. Simbol D, keuntungan privat, diperoleh dengan menerapkan identitas keuntungan. Menurut kaidah identitas keuntungan tersebut, D identik dengan A-(B+C). Oleh karena itu, keuntungan privat pada PAM adalah selisih dari penerimaan privat dengan biaya privat (Pearson, dkk., 2005). Baris kedua dari tabel PAM berisikan angka-angka bujet yang dinilai dengan harga sosial (harga yang akan menghasilkan alokasi terbaik dari sumber daya dan dengan sendirinya menghasilkan pendapatan tertinggi). Huruf E adalah simbol pendapatan yang dihitung dengan harga sosial, huruf F adalah simbol biaya input tradeable sosial, huruf G adalah simbol biaya faktor domestik sosial, dan huruf H adalah simbol keuntungan sosial. Pendapatan dan biaya pada tingkat harga sosial (simbol E, F, dan G) didasarkan pada estimasi the social opportunity costs dari komoditas yang diproduksi dan input yang digunakan. Simbol H, keuntungan sosial, diperoleh dengan menggunakan identitas keuntungan, yaitu H = E-(F+G). Dengan demikian, keuntungan sosial adalah selisih antara penerimaan sosial dengan biaya sosial (Pearson, dkk., 2005). Baris ketiga disebut sebagai baris effects of divergence. Divergensi timbul karena adanya distorsi kebijakan atau kegagalan pasar. Kedua hal tersebut
48
menyebabkan harga aktual berbeda dengan harga efisiensinya. Simbol huruf I mengukur tingkat divergensi revenue atau pendapatan (yang disebabkan oleh distorsi pada harga output), simbol J mengukur tingkat divergensi biaya input tradeable (disebabkan oleh distorsi pada harga input tradeable), simbol K mengukur divergensi biaya faktor domestik (disebabkan oleh distorsi pada harga faktor domestik), simbol L mengukur net transfer effects (mengukur dampak total dari seluruh divergensi). Efek divergensi (baris ketiga) dihitung dengan menggunakan identitas divergensi (divergences identity). Menurut aturan perhitungan tersebut, semua nilai yang ada di baris ketiga (efek divergensi) merupakan selisih antara baris pertama (usahatani yang diukur dengan harga aktual atau harga privat) dengan baris kedua (usahatani yang diukur dengan harga sosial). Oleh karena itu, I = A-E, J = B-F, K = C-G, dan L = D-H (Pearson, dkk., 2005).
a) Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial
1) Private profitability (PP): D = A-(B+C) Keuntungan privat merupakan indikator daya saing dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Apabila D > 0, maka secara finansial kegiatan usahatani menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.
2) Social profitability (SP): H = E-(F+G) Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparatif atau efisiensi dari sistem produksi pada kondisi tidak ada divergensi dan
49
penerapan kebijakan efisien. Apabila H > 0 dan nilainya makin besar berarti sistem komoditi makin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi.
b) Efisiensi Finansial Dan Efisiensi Ekonomi
1) Privat Cost Ratio: PCR = C/(A-B) PCR yaitu indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem komoditi untuk membayar biaya sumber daya domestik dan tetap kompetitif. Jika PCR < 1, berarti sistem komoditi yang diteliti memiliki keunggulan kompetitif dan jika PCR > 1, berarti sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif. 2) Domestic Resource Cost Ratio : DRCR = G/(E-F) DRCR yaitu indikator keunggulan komparatif yang menunjukkan jumlah sumber daya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa. Sistem mempunyai keunggulan komparatif jika DRCR < 1, dan sebaliknya jika DRCR > 1 tidak mempunyai keunggulan komparatif.
c) Dampak Kebijakan Pemerintah
1) Kebijakan Output
a)
Output Transfer: OT = A-E Transfer output merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat dengan penerimaan yang dihitung
50
berdasarkan harga bayangan atau sosial. Jika nilai OT > 0, maka hal itu menunjukkan adanya transfer dari masyarakat (konsumen) terhadap produsen, dan sebaliknya. b) Nominal Protection Coefficient on Output: NPCO = A/E NPCO yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap output domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap output jika nilai NPCO > 1, dan sebaliknya kebijakan bersifat disinsentif jika NPCO < 1.
2) Kebijakan Input
a)
Transfer Input: IT = B-F Transfer input adalah selisih antara biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya yang dapat diperdagangkan pada harga sosial. Jika nilai IT > 0, menunjukkan adanya transfer dari petani produsen kepada produsen input tradeable, demikian pula sebaliknya.
b) Nominal protection Coefficient on Input: NPCI = B/F NPCI yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input pertanian domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika nilai NPCI < 1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradeable, demikian juga sebaliknya.
51
c)
Transfer Factor : FT = C-G Transfer faktor merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosialnya yang diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak diperdagangkan. Nilai FT > 0, mengandung arti bahwa ada transfer dari petani produsen kepada produsen input non tradeable, demikian juga sebaliknya.
3) Kebijakan Input-Output
a)
Effective Protection Coefficient : EPC = (A-B)/(E-F) EPC yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi simultan terhadap output dan input tradeable. Kebijakan masih bersifat protektif jika nilai EPC > 1. Semakin besar nilai EPC berarti semakin tinggi tingkat proteksi pemerintah terhadap komoditi pertanian domestik.
b) Net Transfer: NT = D-H Transfer bersih merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilai NT > 0, menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output, demikian juga sebaliknya. c)
Profitability Coefficient: PC = D/H Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan
52
bersih sosialnya. Jika PC > 0, berarti secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen, demikian juga sebaliknya. d) Subsidy Ratio to Producer: SRP = L/E = (D-H)/E SRP yaitu indikator yang menunjukkan proporsi penerimaan pada harga sosial yang diperlukan apabila subsidi atau pajak digunakan sebagai pengganti kebijakan.
98
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani ubi kayu di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah menguntungkan. Keuntungan per hektar tertinggi terdapat pada usahatani ubi kayu casessart dan thailand pada lahan subur dengan pengelolaan intensif, yaitu sebesar Rp 25.788.175 dan Rp 21.072.222. Keuntungan per hektar terendah terdapat pada usahatani ubi kayu di lahan tidak subur dengan pengelolaan non intensif, yaitu sebesar Rp 4.217.095 pada usahatani ubi kayu casessart dan Rp 2.937.711 pada usahatani ubikayu thailand.
2. Usahatani ubi kayu casessart dan ubi kayu thailand di Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (berdaya saing). Daya saing usahatani ubi kayu tertinggi terdapat pada usahatani di lahan subur dengan pengelolaan intensif, dengan nilai PCR dan DRC sebesar 0,2293 dan 0,0737 pada ubikayu casessart serta 0,2650 dan 0,0878 pada usahatani ubikayu Thailand. Daya saing usahatani ubi kayu
99
terendah terdapat pada usahatani ubi kayu pada lahan tidak subur dengan pengelolaan non intensif, dengan nilai PCR dan DRC sebesar 0,5996 dan 0,1998 pada usahatani ubi kayu casessart serta 0,6946 dan 0,2307 pada usahatani ubi kayu thailand.
B. Saran
1. Kepada petani produsen ubi kayu diharapkan agar mampu menerapkan teknologi intensifikasi usahatani ubi kayu agar produksi, produktivitas, pendapatan dan daya saing usahatani ubi kayu meningkat.
2. Kepada Pemerintah Provinsi Lampung agar melanjutkan kebijakan Harga Minimum Regional (HMR) ubi kayu sesuai dengan perkembangan perekonomian Provinsi Lampung, sehingga diharapkan swasembada ubi kayu dapat terwujud dan daya saing ubi kayu dapat ditingkatkan.
3. Peneliti lain, disarankan agar dapat meneliti tentang aspek pemasaran atau rantai tataniaga dan kelembagaan pada usahatani ubi kayu.
100
DAFTAR PUSTAKA
Aliyatillah, F. M. 2009. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Kakao (Kasus : PTPN VIII Kebun Cikumpay Adeling Rajamandala Bandung). Program Studi Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor. Abidin, Zainal. 2007. Daya Saing Usahatani Ubi Kayu Untuk Biofuel di Lahan Kering Lampung Tengah. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Vol.1. No 1. 2013 Alfarisi, Fitrah. 2010. Analisis Pemasran Ubikayu di Kecamtan Jati agung Kabupaten Lampung selatan. Skripsi Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2010. Lampung dalam Angka 2011. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2011. Lampung dalam Angka 2012. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah. 2012. Lampung Tengah Dalam Angka. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung. Budastra, Ketut dan B. Dipokusumo. 2002. Pengaruh Liberalisasi Perdagangan Terhadap Daya Saing dan Efisiensi Usahatani Jambu Mete di Nusa Tenggara Barat. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Nasional. 2012. Laporan Tahunan. Bandar Lampung. Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah. 2012. Laporan Tahunan. Lampung Tengah Dirgantoro, Crown. 2002. Keunggulan bersaing melalui proses bisnis. PT. Grasindo. Jakarta
101
Gray, C., P. Simanjuntak, L.K. Sabur, P.F.L. Maspaitella, dan R.C.G. Varley. 2005. Pengantar Evaluasi Proyek Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gittinger, J.P. 1986. Analisis Proyek-Proyek Pertanian; Edisi II. Diterjemahkan oleh P. Sutomo dan K. Magin. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hamdy, Hady. 2000. Ekonomi Internasional. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Hoeridah, A. 2011. Analisis Daya Saing Ubi Jalar Cilembu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Skripsi Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Bogor. Bogor. Ibrahim, A. 2004. Manajemen Tataniaga. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung. Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek: Analisis Ekonomis. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Kadariah. 1999. Pengantar Evaluasi proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Kariyasa. 2007. Analisis Keunggulan Komparatif dan Insentif Berproduksi Jagung di Sumatera Utara . Jurnal Jurusan Agribisnis. Universitas Sriwijaya. Palembang Lindert, Charles, dan Kindleberge. 1988. Ekonomi Internasional. Penerbit Erlangga. Jakarta. Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. 305 hlm Muhamad, Joni. 2002. Analisis Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Kedelai di Kabupaten Jember Jawa Timur. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Jember. Jawa Barat Najiyati, Sri dan Danarti. 2000. Palawija: Budidaya dan Analisis Usahatani. Penerbit Swadaya. Jakarta. Pearson, Scott., Carl Gotsch, dan Sjaiful Bahri. 2004. Aplikasi Policy Analisys Matrix pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Rukmana, H. Rahmat. 1997. Ubi Jalar: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogjakarta, Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI. Press). Jakarta.
102
Tantriadisti, Sinta. 2010. Analisis Efisiensi Produksi dan Daya Saing Usahatani Jagung Varietas Hibrida pada Lahan Kering di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung. Tangkilisan,Yuda. 1996. Sejarah Pertanian Indonesia. Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Tim Dosen Pengantar Ilmu Ekonomi. 2009. Buku Ajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian . Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung . Yamami, M uhamad Zaki. 2009. Analisis Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Ubi kayu di Desa Terbanggi Besar Kecamatan Terbanggi Besar. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung. Zakaria, Wan Abbas. 2000. Analisis Permintaan dan Penawaran Ubi Kayu di Propinsi Lampung. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Indonesia. Zakaria, Wan Abbas., Dyah Aring H.L., dan Yaktiworo Indriani. 2003. Analisis Dampak Pengembangan Irigasi Terhadap Produksi Beras di Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.