BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017
BIO KONTAMINAN PENYEBAB TIDAK TEGAKNYA DIAGNOSIS MOLEKULER BERBASIS AMPLIFIKASI ASAM NUKLEAT BUGI RATNO BUDIARTO Laboratorium Biologi Molekuler Kesehatan dan Diagnostik Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jl. Raya Bogor km. 46 Cibinong 16911
Pendahuluan
percepatan pengungkapan misteri tidak diperhatikan sejak tahapan kejahatan melalui analisa DNA[2-4] awal pengembangan metode eknologi deteksi untuk maka akan berdampak signifikan mengetahui perubahan Pada dasarnya ketangguhan pada hasil diagnosis yang suatu informasi genetika teknologi molekuler ini diletakan didapatkan. “Higienitas” disini berbasis amplifikasi asam nukleat pada dua faktor antara lain (1) berarti komponen‐komponen PCR atau dikenal dengan PCR ketepatan pemilihan komponen‐ harus terbebas dari semua jenis (Polymerase Chain Reaction) komponen reaksi dan (2) kontaminasi, baik itu bawaan, memegang peranan penting harmonisasi komponen‐ carry-over atau dari lingkungan dalam elusidasi fungsi dan komponen reaksi terpilih melalui sekitar sehingga proses diagnosis struktur suatu material genetika pendekatan optimasi sehingga menghasilkan suatu kesimpulan pada mahluk hidup. Teknologi didapatkan suatu kondisi yang tegak. deteksi ini mampu menampakan optimum untuk keberlangsungan perubahan suatu informasi suatu proses deteksi yang akurat. Bio-kontaminan dalam diagnosis genetika pada tingkatan molekul Kajian Kedua faktor tersebut berbasis amplifikasi asam nukeat seperti delesi atau insersi satu sudah dipaparkan secara rinci basa nukelotida maupun duplikasi pada banyak publikasi ilmiah, Bio‐kontaminan merupakan atau translokasi suatu fragmen seperti proses pemilihan pengotor‐pengotor yang berasal DNA di dalam genom yang komponen‐komponen PCR dari suatu substansi biologi bisa memberikan solusi nyata pada dikaitakan dengan tujuan PCR berupa jasad renik (seperti penetapan karakteristik atau apakah ini dikhususkan untuk bakteri, jamur atau kapang) atau kondisi suatu mahluk hidup yang spesifikasi deteksi atau hanya biomolekul penyusun suatu sebelumnya hanya berdasarkan untuk amplifikasi fragmen genom organisme seperti asam nukleat pada penampakan penotipenya saja, kemudian pendekatan (DNA atau RNA), protein, lipid, saja[1]. Dampak nyata dari aplikasi empirisnya yaitu bagaimana karbohidrat, atau hormon atau teknologi ini bisa sangat dirasakan semua komponen ini produk buangan hasil pada berbagai bidang dan ilmu dioptimasikan sehingga metabolisme organisme atau sel hayati seperti pada bidang mendapatkan suatu formulasi seperti amoniak, asam urat, asam kesehatan semakin baru yang spesifik untuk tujuan laktat, asam humat akibat dari berkembangnya pengobatan yang tadi juga sudah dipaparkan secara proses purifikasi atau sterilisasi berbasis personilized medicine dan komprehensif yang kurang optimal dan terbawa elusidasi penyakit‐penyakit baru; Namun demikian, satu faktor dan mengkontaminasi lingkungan bidang pertanian seperti seleksi penting lain yang banyak yang seharusnya menghendaki tanaman atau ternak yang diabaikan oleh para pegiat mereka tidak ada. Bio‐kontaminan membawa sifat gen yang bioteknologi yang berkecimpung dalam diagnostik berbasis bermanfaaat dalam rangka pada pengembangan metode amplifikasi asam nukleat dapat peningkatan qualitas pangan; berbasis amplifikasi asam nukleat digolongkan mejadi dua tipe yaitu bidang forensik seperti yaitu “higienitas”. Jika faktor ini (1) bio‐kontaminan yang
T
27
BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017
menyebabkan hasil positif palsu dan (2) bio‐kontaminan yang menyebabkan hasil negatif palsu.
melakukan diagnosis berbasis PCR untuk mengeliminasi salah diagnosis akibat positif palsu. Saat ini, komponen‐komponen PCR Bio‐kontaminan jenis pertama sudah dikemas secara praktis disebabkan oleh (1) genom asing dalam bentuk Kit PCR selain dari bakteri, jamur atau virus tujuannya untuk memudahkan berupa plasmid sirkular atau linier personel laboratorium dalam atau (2) carry-over produk PCR melakukan PCR juga untuk dari kegiatan PCR yang dilakukan menghindari kontaminasi akibat sebelumnya yang ikut faktor manusia. Namun demikian, teramplifikasi pada saat PCR pengemasan komponen PCR berlangsung dan ukuran produk dalam bentuk kit tidak serta merta PCRnya sering menampakan ada jaminan 100% bebas bio‐ ukuran yang identik dengan kontaminasi malahan dari hasil amplikon gen yang menjadi target penelitian diketahui bahwa diagnosis sehingga menimbulkan banyak Taq polymerase yang hasil PCR yang bias. Ada 4 faktor dikemas dalam bentuk Kit PCR resiko yang bisa memicu membawa bio‐kontaminan DNA timbulnya biokontaminan ini yang memiliki implikasi nyata antara lain (1) komponen‐ dalam kegiatan penelitian komponen yang digunakan pada genetika molekuler maupun kegiatan PCR, (2) alat seperti tube, diagnostik klinis[6-8]. tips, pipet, mesin PCR dan PCR cabinet (3) lingkungan kegiatan Inhibitor PCR digolongkan ke PCR seperti qualitas udara dalam bio‐kontaminan jenis laboratorium, baju laboratorium kedua. Pada umumnya prosedur steril dan penerapannya, biokintaminan golongan ini (4) cara komunikasi atar personel menghambat proses PCR dengan laboratorium[5]. Genom asing yang cara (1) mengintervensi fungsi Taq tebawa pada saat PCR bisa berasal polimerase sebagian atau secara dari tiga sumber yaitu udara, air menyeluruh dan (2) menjerap atau komponen dan alat PCR. salah satu komponen PCR (primer, dNTP, kofaktor, dan templet Kontaminasi alat dan komponen genom) sehingga proses PCR atau bahkan cuplikan yang amplifikasi tidak berlangsung[9]. menjadi sumber DNA target bisa Inhibitor PCR bisa berasal dari disebakan karena sirkulasi udara berbagai sumber seperti (1) laboratorium yang buruk. Tidak komponen‐komponen biologi, (2) jarang personel laboratorium reagen atau larutan kimia, dan (3) melakukan kegiatan PCR tanpa peralatan yang digunakan untuk mengindahkan aspek sterilitas kegiatan PCR. Saat ini, inhibitor lingkungan meskipun secara PCR masih menjadi isu hangat teknis personel tersebut sudah dalam pengembangan metode menerapkan prosedur steril pada deteksi cepat berbasis amplifikasi dirinya. Oleh sebab itu kegiatan asam nukleat pada pangan PCR yang mengikuti prosedur (foodborn contamination), atau steril yang ketat dan menggunakan liquid biopsy untuk komprehensif seperti Good tujuan deteksi cancer[10,11]. Laboratorium Practice perlu Tantang ini bisa dipencahkan diterapkan di laboratorium yang melalui (1) pengembangan sistem
28
penyangga PCR yang baru yang bisa mendukung fungsi enzimatis Taq polimerase dalam proses amplifikasi material genetika dalam pengaruh inhibitor, (2) pengembangan Taq polimerase melalui rekayasa genetika dengan sifat‐sifat unggul tahan terhadap pengaruh inhibitor, atau (3) penggabungan pendekatan 1 dan 2 sehingga didapatkan suatu komponen PCR yang bisa diunggulkan untuk tujuan deteksi cepat baik untuk aplikasi penelitian maupun klinis[12]. Implikasi bio-kontaminan pada diagnosis berbasis amplifikasi asam nukleat Bio‐kontaminan sangat mempengaruhi akurasi deteksi. Bias yang ditimbulkannya akan sangat berdampak pada (1) kegiatan penelitian epidemiologi, (2) penegakan hukum atau legalitas dari suatu kasus hukum, (3) kualitas pangan masyarakat, dan (4) tindakan klinis yang akan diberikan pada pasien yang mengalami suatu penyakit tertentu. Dewasa ini semua kegiatan diagnosis molekuler yang terdapak oleh penggunaan metode amplifikasi asam nukleat seperti Allele‐specific PCR, ARMS‐ PCR, direct sequencing dan RFLP‐ PCR: a. dikembangkan dan dioptimalisasi menggunakan PCR kit yang rentan akan sumber bio‐kontaminan bawaan b. dilakukan tanpa memperhatikan Good Laboratorium Practice c. diterapkan proses ekstrasi material genetika yang tidak disesuaikan dengan jenis matrik biologis pembawanya
BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017
sehingga diduga banyak hasil simpulan yang kontradiktif disebabkan karena hasil positif atau negatif palsu PCR. Studi genotiping pada kutu Dermacentor variabilis menggunakan PCR telah ditemukan sebanyak 29% potensi negatif palsu PCR yang disebabkan oleh contaminasi darah inang (anjing) dan berimplikasi pada validitas data
Virus (HVP) pada lichen planus awalnya memberikan hasil yang cukup memuaskan dimana kesesuain hasil dengan metode gold standard (in situ hybridization) cukup tinggi namun setelah ditelaah lebih dalam hasil positif PCR pada jaringan yang diduga terkena HPV merupakan jaringan yang sudah terkontaminasi oleh jaringan lain yang positif
dihasilkan tidak menimbulkan bias[17-20]. Adanya bio‐kontaminan di dalam proses PCR menyebabkan dua karakteristik yang harus mejadi ciri sebuah metode deteksi menjadi pudar akibat positif palsu maupun negatif palsu PCR. Oleh sebab itu, langkah paling awal dalam mengembangkan suatu metode deteksi berbasis amplifikasi asam nukleat yaitu melakukan deteksi bio‐kontaminan dan menerapkan
Tabel 1. Metode eliminasi bio-kontaminan pada beberapa diagnosis molekuler berbasis PCR
epidemiologi terkait sebaran varian kutu D. variabilis pada berbagai inangnya[13]. Pada bidang forensik, metode PCR sering dilibatkan untuk analisa material genetika yang diambil dari jaringan korban seperti darah, kuku atau rambut. Pada kasus‐ kasus seperti ini penerapan metode PCR yang tidak tegak bisa berdampak pada kesimpulan yang tidak solid dalam mengungkap suatu kejahatan[14]. Metode PCR untuk deteksi infeksi seperti pada penelitiannya Boyd et al[15] akibat Human papiloma
HPV. Dampak signifikan pada diagnosis klinis akibat kontaminasi DNA pada PCR yaitu kesalahan pemberian tindakan medis pada pasien yang diduga terinfeksi Borrelia burgdorferi yangberujung kematian[16]. Deteksi dan metode eliminasi bio-kontaminan Metode deteksi berbasis amplifikasi asam nukleat yang tangguh dan tegak merupakan syarat mutlak untuk tujuan diagnostik penelitian maupun klinis dimana validitas data yang 29
metode eliminasi terhadap sumber‐sumber yang menjadi faktor‐faktor resiko timbulnya kontaminasi[21]. Pendekatan dalam deteksi bio‐kontaminan akan berbeda bergantung pada jenisnya. Secara teknis, genom asing bisa dideteksi melalui PCR tanpa penambahan templet DNA sedangkan inhibitor PCR bisa dideteksi melalui pendekatan kromatografi atau spektroskopi melalui penetapan kemurnian DNA hasil ektrasi. Adapun Proses eliminasi bio‐kontaminan dilakukan melalui tiga metode yaitu fisika, kimia dan biokimia. Namun demikian, cara efektif
BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017
dalam menghilangkan bio‐ kontaminan yaitu menggabungkan dua atau tiga metode sekaligus untuk mengkonpensasi kemungkinan kurang optimalnya salah satu metode akibat kehadiran bio‐ kontaminan yang lebih dari satu dalam suatu komponen PCR maupun lingkungan[22]. Tabel 1 diringkas beberapa hasil penelitian terkait penerapan metode eliminasi bio‐kontaminan pada diganosis berbasis amplifikasi asam nuleat.
Pemaparan sinar ultraviolet pada semua alat dan komponen PCR pendekatan yang umum digunakan iuntuk menghilangkan genom asing yang berasal dari lingkungan[38]. Namun demikian, metode ini tidak dianjurkan untuk dekontaminasi larutan Taq polymerase karena sifat sinar ultraviolet yang bisa mendenaturasi protein[39]. Metode alternatif yaitu penambahan DNAse I pada campuran reaksi PCR sebelum digunakan untuk amplifikasi DNA[24]. Dnase I cukup ampuh (a) Bio-kontaminan genom asing dalam mendegradasi genom asing dan carry-over yang terdapat dalam komponen‐ komponen PCR. Namun pada PCR Non-Template Control (NTC) beberapa kasus, enzim ini bisa merupakan metode sederhana menjadi inhibitor Taq polimerase untuk mengevaluasi bio‐ sehingga optimasi unit enzim kontaminan yang bertujuan untuk terbaik untuk mendapatkan hasil mengetahui tingkat sterilitas eliminasi bio‐kontaminan kegiatan PCR yang ditandai oleh optimum tanpa memicu inhibisi muncul tidaknya produk PCR hasil PCR menjadi penting[40]. Eliminiasi dari amplifikasi fragmen gen asal bio‐kontaminan carry-over dapat genom asing atau carry-over di dilakukan dengan dua protokol dalam proses PCR. Genom asing yaitu (1) mengganti dNTP dengan yang berasal dari lingkungan dUTP pada larutan PCR, dan (2) dapat dideteksi dengan mengganti primer yang melakukan PCR pada dua kondisi mengandung basa timin dengan yang berbeda yaitu kegiatan PCR urasil kemudian carry-over DNA pada ruang terbuka dan kondisi yang mengandung urasil lainnya dilakukan di dalam PCR dihilangkan dengan Urasil DNA [35] cabinet . Munculnya produk PCR Glycosylase (UNG) sebelum hanya pada kondisi pertama dilakukan proses PCR [41]. Ketepan menandakan adanya kontaminasi waktu dan suhu untuk inaktivasi lingkungan. Sumber bio‐ UNG pada aplikasi dUTP/UNG kotaminan carry-over bisa untuk menghilangkan bio‐ ditemukan pada hampir semua contaminan carry-over memegang sumber daya yang digunakan pada peranan penting dalam tegaknya kegiatan PCR[36]. Bio‐kotaminan diagnosis berbasis PCR[42]. jenis ini muncul disebabkan oleh ketidakpatuhan personel (b) Bio-kontaminan inhibitor PCR laboratorium dalam menerapkan prosedur PCR yang tepat dan Pada kegiatan PCR, tahapan benar, seperti terjadi kontaminasi ekstrasi material geentika menjadi silang larutan DNA templet tahapan penting dalam eliminasi dengan larutan penyangga PCR inhibitor PCR yang dibawa oleh atau terjadi tumpahan pada matrik biologi. Prosedur ini sangat permukaan PCR cabinet yang tidak beragam bergantung dari tipe segera dilakukan sterilisasi[22,37]. matrik biologi yang digunakan 30
sehingga sangat berpengaruh pada derajat eliminasi dari bio‐ kontaminan yang dikandungnya[43]. Pemilihan prosedur ektrasi yang tidak tepat bisa menyebabkan material genetika yang sudah termurnikan masih bisa membawa bio‐ kontaminan. Modifikasi prosedur isolasi telah banyak dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan material genetika yang cukup murni agar memenuhi kriteria analisa diagnosis berbasis amplifikasi asam nukleat[44]. Penetapan rasio A260 terhadap A280 dengan spektrofotometer dari material genetika merupakan cara sederhana untuk mengetahui keberadaan bio‐kontaminan[45]. Metode eliminasi inhibitor dari matrik biologi bisa menggunakan racikan sendiri (in-lab custome) atau menggunakan kit DNA ekstrasi. Pemilihan metode mana yang cocok akan disesuaikan dengan kebutuhan masing‐masing laboratorium. Genotiping dengan keterlibatan banyak sampel maka penggunaan kit DNA ekstraksi lebih disukai karena kepraktisannya serta dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi silang genom asing dari lingkungan. Sedangkan untuk tujuan penelitian, metode in-lab custome lebih disukai karena keterbatasan anggaran penelitian yang ada dengan tetap diperhatikan faktor‐faktor resiko yang bisa menimbulkan kontaminasi silang. Saat ini banyak pengembangkan metode in-lab custome untuk mendapatkan tingkat kemurnian yang mendekati kit DNA ekstrasi komersial. Metode purifikasi material genetika yang dikembangkan oleh Sun et al[46] cukup impresif dalam menghilangkan bio‐kontaminan dari material genetika tanpa menggangu proses hilis
BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017
berikutnya seperti PCR yaitu expression analysis of genes. menggunakan teknik DNA Current genomics, 8(4), 234‐ eletroforesis digabung dengan 251. teknik purifikasi kolom dengan bahan dasar kapas. Selain Valones, M. A. A., Guimarães, R. menyederhanakan proses L., Brandão, L. A. C., Souza, P. purifikasi yang sebelumnya cukup R. E. D., Carvalho, A. D. A. T., rumit, metode ini memberikan & Crovela, S. (2009). solusi bagi laboratorium Principles and applications of molekuler yang masih dalam polymerase chain reaction in proses berkembang atau para medical diagnostic fields: a peneliti yang melakukan review. Brazilian Journal of penelitian genetika, forensik, klinis Microbiology, 40(1), 1‐11. dimana material genetika yang akan dianalisis memerlukan Butler, J. M. (2015). The future of tingkat kemurnian yang cukup forensic DNA analysis. Phil. tinggi. Trans. R. Soc. B, 370(1674), 20140252. Simpulan Borst, A., Box, A. T. A., & Fluit, A. Bio‐kontaminan sampai saat ini C. (2004). False‐positive masih menjadi problematika results and contamination in dalam pengembangan metode nucleic acid amplification molekuler berbasis amplifikasi assays: suggestions for a asam nukleat. Beragamnya faktor prevent and destroy strategy. risiko yang memicu terjadinya European journal of clinical kontaminasi perlu diketahui untuk microbiology and infectious meminimalkan terjadinya positif diseases, 23(4), 289‐299. palsu atau negatif palsu PCR yang memberi dampak signifikan baik Hilali, F., Saulnier, P., Chachaty, E., pada penelitian maupun & Andremont, A. (1997). diagnostik klinis. Indentifikasi Decontamination of jenis‐jenis bio‐kontaminan pada polymerase chain reaction tiap faktor resiko serta tindakan reagents for detection of low tepat untuk eliminasinya concentrations of 16S rRNA merupakan kunci awal dalam genes. Molecular proses pengembangan diagnostik biotechnology, 7(3), 207‐216. berbasis amplifikasi asam nukleat yang tangguh dan tegak. Newsome, T., Li, B. J., Zou, N., & Lo, S. C. (2004). Presence of Daftar Pustaka bacterial phage‐like DNA sequences in commercial Taq Garibyan, L., & Avashia, N. (2013). DNA polymerase reagents. Polymerase chain reaction. Journal of clinical Journal of Investigative microbiology, 42(5), 2264‐ Dermatology, 133(3), 1‐4. 2267.
rDNA real‐time polymerase chain reaction detection of bacterial pathogens in blood. Diagnostic microbiology and infectious disease, 66(1), 41‐ 49. Schrader, C., Schielke, A., Ellerbroek, L., & Johne, R. (2012). PCR inhibitors– occurrence, properties and removal. Journal of applied microbiology, 113(5), 1014‐ 1026. Bell, R. L., Jarvis, K. G., Ottesen, A. R., McFarland, M. A., & Brown, E. W. (2016). Recent and emerging innovations in Salmonella detection: a food and environmental perspective. Microbial biotechnology, 9(3), 279‐292. Takai, E., & Yachida, S. (2016). Circulating tumor DNA as a liquid biopsy target for detection of pancreatic cancer. World journal of gastroenterology, 22(38), 8480. Hall, A. T., Zovanyi, A. M., Christensen, D. R., Koehler, J. W., & Minogue, T. D. (2013). Evaluation of inhibitor‐ resistant real‐time PCR methods for diagnostics in clinical and environmental samples. PloS one, 8(9), e73845.
Dharmarajan, G., & Rhodes, O. E. (2011). Evaluating levels of PCR efficiency and genotyping error in DNA extracted from engorged and Deepak, S. A., Kottapalli, K. R., Mühl, H., Kochem, A. J., Disqué, non‐engorged female Rakwal, R., Oros, G., C., & Sakka, S. G. (2010). Dermacentor variabilis ticks. Rangappa, K. S., Iwahashi, H., Activity and DNA Medical and veterinary and Agrawal, G. K. (2007). contamination of commercial entomology, 25(1), 109‐112. Real‐time PCR: polymerase chain reaction revolutionizing detection and reagents for the universal 16S 31
BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017
Decorte, R., & Cassiman, J. J. Cook, L., Diem, K., Kim, W., Scott, (1993). Forensic medicine J. D., & Jerome, K. R. (2012). and the polymerase chain Allele‐specific PCR for reaction technique. Journal of determination of IL28B medical genetics, 30(8), 625. genotype. Journal of clinical microbiology, 50(12), 4144‐ Boyd AS, Annarella M, Rapini RP, 4146. Adler‐Storthz K, Duvic M(1996) False‐positive Al‐Soud, W. A., Jönsson, L. J., & polymerase chain reaction Rådström, P. (2000). results forhuman Identification and papillomavirus in lichen characterization of planus. Potential immunoglobulin G in blood laboratorypitfalls of this as a major inhibitor of procedure. J Am Acad diagnostic PCR. Journal of Dermatol 35:42–46. Clinical Microbiology, 38(1), 345‐350. Patel R, Grogg KL, Edwards WD, Wright AJ, Schwenk Champlot, S., Berthelot, C., NM(2000) Death from Pruvost, M., Bennett, E. A., inappropriate therapy for Grange, T., & Geigl, E. M. Lyme disease. Clin Infect Dis (2010). An efficient 31:1107–1109 13. multistrategy DNA decontamination procedure Paredes, R., Marconi, V. C., of PCR reagents for Campbell, T. B., & Kuritzkes, hypersensitive PCR D. R. (2007). Systematic applications. PLoS One, 5(9), evaluation of allele‐specific e13042. real‐time PCR for the detection of minor HIV‐1 Budiarto, B. R., and Desriani. variants with pol and env (2016). Dataset reporting resistance mutations. Journal detection of breast cancer‐ of virological methods, related HER2 I655V 146(1), 136‐146. polymorphism using allele‐ specific polymerase chain Wallon, M., Franck, J., Thulliez, P., reaction. Data in brief, 9, Huissoud, C., Peyron, F., 689‐695. Garcia‐Meric, P., & Kieffer, F. (2010). Accuracy of real‐time Heininger, A., Binder, M., Ellinger, polymerase chain reaction A., Botzenhart, K., Unertl, K., for Toxoplasma gondii in & Döring, G. (2003). DNase amniotic fluid. Obstetrics & pretreatment of master mix Gynecology, 115(4), 727‐733. reagents improves the validity of universal 16S rRNA Koyuncu, S., Andersson, M. G., & gene PCR results. Journal of Häggblom, P. (2010). clinical microbiology, 41(4), Accuracy and sensitivity of 1763‐1765. commercial PCR‐based methods for detection of Tetzner, R. (2009). Prevention of Salmonella enterica in feed. PCR cross‐contamination by Applied and environmental UNG treatment of bisulfite‐ microbiology, 76(9), 2815‐ treated DNA. DNA 2822. 32
Methylation: Methods and Protocols, 357‐370. Faber, K. L., Person, E. C., & Hudlow, W. R. (2013). PCR inhibitor removal using the NucleoSpin® DNA Clean‐Up XS kit. Forensic Science International: Genetics, 7(1), 209‐213. Norén, L., Hedell, R., Ansell, R., & Hedman, J. (2013). Purification of crime scene DNA extracts using centrifugal filter devices. Investigative genetics, 4(1), 8. Barbarić, L., Bačić, I., & Grubić, Z. (2015). Powdered Activated Carbon: An Alternative Approach to Genomic DNA Purification. Journal of forensic sciences, 60(4), 1012‐ 1015. Wolffs, P., Norling, B., & Rådström, P. (2005). Risk assessment of false‐positive quantitative real‐time PCR results in food, due to detection of DNA originating from dead cells. Journal of Microbiological Methods, 60(3), 315‐323. Wolffs, P., Knutsson, R., Norling, B., & Rådström, P. (2004). Rapid quantification of Yersinia enterocolitica in pork samples by a novel sample preparation method, flotation, prior to real‐time PCR. Journal of clinical microbiology, 42(3), 1042‐ 1047. Lund, M., Nordentoft, S., Pedersen, K., & Madsen, M. (2004). Detection of Campylobacter spp. in chicken fecal samples by real‐ time PCR. Journal of clinical
BioTrends Vol.8 No.1 Tahun 2017
microbiology, 42(11), 5125‐ 5132. Handschur, M., Karlic, H., Hertel, C., Pfeilstöcker, M., & Haslberger, A. G. (2009). Preanalytic removal of human DNA eliminates false signals in general 16S rDNA PCR monitoring of bacterial pathogens in blood. Comparative immunology, microbiology and infectious diseases, 32(3), 207‐219.
biomolecular techniques: JBT, 20(5), 236. Kwok, S. A., & Higuchi, R. (1989). Avoiding false positives with PCR. Nature, 339, 237‐238. Valentine‐Thon, E. (2002). Quality control in nucleic acid testing—where do we stand?. Journal of clinical virology, 25, 13‐21.
chain reactions. Gene, 93(1), 125‐128. Ritzler, M., Perschil, I., & Altwegg, M. (1999). Influence of residual uracil‐DNA glycosylase activity on the electrophoretic migration of dUTP‐containing PCR products. Journal of microbiological methods, 35(1), 73‐76.
Tamariz, J., Voynarovska, K., Prinz, Hu, Q., Liu, Y., Yi, S., & Huang, D. M., & Caragine, T. (2006). The (2015). A comparison of four Shyamala, V., Arcangel, P., application of ultraviolet methods for PCR inhibitor Cottrell, J., Coit, D., Medina‐ irradiation to exogenous removal. Forensic Science Selby, A., McCoin, C., and sources of DNA in plasticware International: Genetics, 16, Phelps, B. (2004). Assessment and water for the 94‐97. of the target‐capture PCR amplification of low copy hepatitis B virus (HBV) DNA number DNA. Journal of Psifidi, A., Dovas, C. I., Bramis, G., quantitative assay and forensic sciences, 51(4), 790‐ Lazou, T., Russel, C. L., comparison with commercial 794. Arsenos, G., & Banos, G. HBV DNA quantitative assays. (2015). Comparison of eleven Journal of clinical Corless, C. E., Guiver, M., Borrow, methods for genomic DNA microbiology, 42(11), 5199‐ R., Edwards‐Jones, V., extraction suitable for large‐ 5204. Kaczmarski, E. B., & Fox, A. J. scale whole‐genome (2000). Contamination and genotyping and long‐term Freidin, M. B., Freydina, D. V., sensitivity issues with a real‐ DNA banking using blood Leung, M., Fernandez, A. M., time universal 16S rRNA PCR. samples. PLoS One, 10(1), Nicholson, A. G., & Lim, E. Journal of clinical e0115960. (2015). Circulating tumor microbiology, 38(5), 1747‐ DNA outperforms circulating 1752. Khare, P., Raj, V., Chandra, S., & tumor cells for KRAS Agarwal, S. (2014). mutation detection in Silkie, S. S., Tolcher, M. P., & Quantitative and qualitative thoracic malignancies. Nelson, K. L. (2008). Reagent assessment of DNA extracted Clinical chemistry, 61(10), decontamination to eliminate from saliva for its use in 1299‐1304. false‐positives in Escherichia forensic identification. coli qPCR. Journal of Journal of forensic dental Witt, N., Rodger, G., microbiological methods, sciences, 6(2), 81. Vandesompele, J., Benes, V., 72(3), 275‐282. Zumla, A., Rook, G. A., & Sun, Y., Sriramajayam, K., Luo, D., Huggett, J. F. (2009). An Longo, M. C., Berninger, M. S., & & Liao, D. J. (2012). A quick, assessment of air as a source Hartley, J. L. (1990). Use of cost‐free method of of DNA contamination uracil DNA glycosylase to purification of DNA encountered when control carry‐over fragments from agarose gel. J performing PCR. Journal of contamination in polymerase Cancer, 3, 93‐95.
33