BID EVALUATION SYSTEM Kristiawan – Quantity Surveyor
Tulisan dibawah ini akan membahas beberapa metode yang digunakan oleh Owner untuk meng-evaluasi penawaran yang diajukan oleh para bidder dalam tender proyek konstruksi. Proyek konstruksi diawali dengan proses tender yang dilakukan oleh Owner. Ada beberapa cara untuk memilih peserta tender 1) : - competitive bidding / tender terbuka - negotiated bidding / hanya kontraktor tertentu yang diundang - kombinasi dari kedua metode di atas Setelah melalui beberapa tahapan, akhirnya Owner akan sampai pada evaluasi penawaran untuk menentukan pemenang tender. Berikut akan dibahas metode evaluasi penawaran dengan menggunakan sistem lowest bid, non lowest bid dan sistem best value. Yang disebut terakhir baru dikembangkan dua dasawarsa belakangan ini.
Lowest Bid System Sesuai namanya, lowest bid system akan memenangkan bidder yang mengajukan harga penawaran paling rendah. Sistem ini didasarkan pada asumsi bahwa para bidder mengajukan penawaran terhadap detailed plan, spesifikasi, schedule dan kondisi kontrak yang sama. Kadang begitu detailnya dokumen kontrak sehingga tender dokumen tidak hanya memberi rincian apa yang harus di bangun, tetapi juga memberi rincian bagaimana cara membangunnya. Dengan demikian, maka penawaran komersial merupakan satu-satunya faktor yang perlu di-evaluasi oleh Owner dari berbagai bid offer yang diterima. 2) Harga penawaran terendah menunjukkan bahwa bidder tersebut paling efektif dan inovatif dalam mengelola biaya proyek dibanding bidder lain. Tetapi juga dimungkinkan bahwa harga penawaran rendah disebabkan oleh faktor lain, seperti keuntungan geografis dari bidder terhadap lokasi proyek, sehingga mobilisasi lebih dekat dan lebih murah. Atau juga dimungkinkan ada bidder yang tim proyek-nya sedang bekerja di lokasi, jika tender tersebut adalah untuk perluasan fasilitas. Keuntungan dari sistem lowest bid adalah : - Proses persiapan tender-nya relatif sederhana, walaupun butuh banyak waktu untuk menyiapkan dan me-review dokumen tender yang lengkap. - Proses seleksinya sederhana, pemenang adalah penawar paling rendah. - Keputusan akhir tidak mudah di-protes oleh peserta tender. Kerugian dari sistem ini adalah : - Keputusan pemenang tender murni berdasarkan penawaran harga, bukan berdasar atas pertimbangan kualitas. - Penawaran diajukan dengan asumsi bahwa design & spesifikasi dari Owner sempurna.
Bid Evaluation System
1/5
-
-
Kontraktor pemenang tender akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan minimum yang diminta oleh Owner. Memberikan hasil kerja yang lebih baik dari spesifikasi / waktu yang diminta, tidak akan memberikan keuntungan apapun bagi Kontraktor. Sistem ini bisa memenangkan bidder yang under estimate pekerjaan, atau bidder yang “belanja pekerjaan / bid shopping ” dengan cara memberikan harga penawaran rendah di berbagai tender. Resikonya, pada saat pelaksanaan kerja bisa terjadi banyak perselisihan mengenai permintaan variation work / pengajuan claim atau waktu penyelesaian proyek terlambat.
Non Lowest Bid System Memperhatikan kelemahan sistem lowest bidder, terutama untuk menghindari under estimate offer, maka dikembangkan sistem non lowest bid. Keputusan pemenang tender masih tetap berdasarkan kepada penawaran komersial. Ada berbagai sistem non lowest bid, dua diantaranya dibahas dibawah ini 1) : 1. Nearest to the average of all bids received Owner akan menghitung nilai rata-rata dari seluruh penawaran yang diterima. Pemenang tender adalah yang nilai penawarannya terdekat diatas nilai rata-rata. 2. Danish system Dalam sistem ini, Owner akan mencoret penawaran terendah dan penawaran tertinggi. Kemudian dihitung nilai rata-rata dari semua penawaran tersisa. Selanjutnya dihitung nilai rata-rata baru berdasarkan persamaan berikut : NA = ( NH+4A+NL) / 6 dimana : NA : new average / nilai rata rata baru NH : new highest offer / harga tertinggi dari penawaran tersisa NL : new lowest offer / harga tertendah dari penawaran tersisa A : average / nilai rata-rata dari penawaran tersisa Pemenang tender adalah yang nilai penawarannya terdekat diatas nilai rata-rata baru ini.
Best Value System Sistem ini dikembangkan tahun 1992 oleh US Army Corps of Engineers – Europe District (EUD) untuk menggantikan system lowest bidder yang biasanya mereka gunakan 2). Pengamatan terhadap 4 proyek bermasalah di Germany & Turkey menunjukkan hal berikut : - semua proyek behind schedule - semua proyek melebihi nilai kontrak awal - kualitas pekerjaan menurun selama proses pekerjaan konstruksi - semua proyek dimenangkan oleh “marginal contractors” yang menawarkan harga rendah Penelitian terhadap proses tender pada proyek-proyek bermasalah tersebut menunjukkan bahwa kontraktor-kontraktor pemenang tender seharusnya bisa dicoret dari daftar peserta, seandainya saja EUD menggunakan kriteria & strategi bidding yang lebih tepat. Salah satu kontraktor bermasalah diketahui mempunyai problem finansial dan dikenal sebagai bid shopper, walaupun secara teknis baik. Kontraktor lain ternyata belum pernah mengerjakan proyek internasional. Juga ditemui kontraktor yang over loaded, pekerjaan yang ditangani melebihi kapasitas finansial dan management mereka.
Bid Evaluation System
2/5
EUD kemudian mengembangkan best value contracting system. Sistem yang quality based ini memilih bidder yang memberikan penawaran paling menguntungkan bagi Owner. Selain pertimbangan harga proyek, kriteria pemilihan pemenang tender antara lain juga akan didasarkan pada hal berikut 2) : - kemampuan teknis - kemampuan management - kemampuan finansial - kualifikasi personil - pengalaman di proyek sejenis - prestasi di proyek-proyek sebelumnya - jadwal penyelesaian proyek yang ditawarkan - aspek lain yang ditawarkan - resiko terhadap Owner Untuk mendukung keberhasilan sistem best value, Owner perlu melakukan hal berikut : - Menentukan dari awal key parameter dari proyek Performance / kualitas proyek, tanggal penyelesaian, security requirement, dst. ditentukan secara dini. - Menyusun performance requirements Owner hanya menyusun key project criteria. Dengan meminimalkan project requirements, bidder yang berpengalaman akan mendapat kesempatan untuk mengajukan usulan inovatif atau pilihan alternatif yang menguntungkan. - Menyusun kriteria evaluasi tender Owner harus menyusun kriteria penilaian pemenang yang mengacu pada hasil akhir proyek dan memberi kesempatan untuk trade off antara keuntungan teknis yang didapat dengan biaya proyek. Biaya proyek yang lebih tinggi harus memberikan nilai lebih kepada proyek tersebut. Keuntungan dari sistem best value : - Owner & Kontraktor memahami secara dini tentang kriteria penting dari proyek yang akan dilaksanakan. - Hubungan kontraktual berfokus terhadap kualitas dan “nilai proyek”, tidak sekedar mempertimbangkan biaya konstruksi. - Sistem ini memungkinkan bidder untuk memberikan usulan inovatif atau menawarkan proposal alternatif. - Sistem ini memilih bidder yang paling mampu memenuhi requirements Owner. Kerugian dari sistem best value : - Persiapan dokumen tender butuh waktu lama dan usaha lebih banyak. - Proses evaluasi lebih rumit dan membutuhkan ketelitian. - Hasil keputusan mungkin mengundang protes dari peserta tender, sehingga contract award menjadi terlambat. Untuk menghindari kemungkinan protes terhadap keputusan pemenang tender, disarankan agar kriteria penilaian juga diketahui oleh peserta tender. Chen 3) memberikan contoh penerapan best value contracting untuk meng-evaluasi penawaran pada berbagai type pekerjaan. Table 1 menunjukkan contoh evaluasi kontraktor untuk proyek EPC. Secara umum, kriteria penilaian akan dipusatkan pada : - technical evaluation - project execution plan - commercial evaluation
Bid Evaluation System
3/5
Biasanya evaluasi teknis dan komersial dilakukan terpisah. Evaluasi teknis dilakukan terlebih dahulu, agar anggota tim evaluasi tidak terpengaruh dengan harga penawaran yang diajukan.
Tabel 1. Contoh Evaluasi Kontraktor untuk proyek EPC Criteria Weight Technical - proposed technology - processes / equipment - job spec compliance - exceptions / alternatives
Project Execution - Similar project experience - Execution plan - Project organization - Key personnel - Workload - Preliminary schedule - Safety record / program
Commercial - Lump sum price - Terms / conditions
Total
Rating 1-10
Score
10 10 5 5 30
5 10 5 5 5 5 10 45
20 5 25
100
Weight factor yang diterapkan untuk setiap item akan tergantung pada kondisi spesifik proyek. Pemenang tender adalah bidder yang meraih score tertinggi. Penutup Tulisan ini membahas beberapa metode evaluasi tender : - Sistem lowest bid dan non lowest bid mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan komersial, sedangkan - Sistem best value mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan kualitas. Sistem non lowest bid dan sistem best value dikembangkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada sistem lowest bid. Keuntungan dan kerugian dari masing-masing metode dibahas secara singkat. Pemilihan metode evaluasi yang digunakan akan tergantung pada kondisi spesifik yang dihadapi oleh Owner.
Bid Evaluation System
4/5
Sistem lowest bid sangat umum digunakan, banyak negara mengatur bahwa tender untuk public works harus di-evaluasi menggunakan sistem ini. Walaupun demikian, beberapa negara diketahui menggunakan sistem non lowest bid untuk public works. Organisasi non pemerintah mempunyai kebebasan yang lebih besar untuk memilih metode evaluasi tender yang paling menguntungkan.
References : 1. Assaf, Sadi & Bubshait, Abdulaziz, Bid Awarding Systems : An Overview, Cost Engineering, 1998 2. Gransberg, Douglas & Ellicot, Michael E., Best Value Contracting : Breaking the Low Bid Paradigm, AACE Transactions, 1996 3. Chen, Mark T., Selecting the Right Engineer, Contractor and Supplier, AACE Transactions, 2000
Bid Evaluation System
5/5