BIAS GENDER DALAM BUKU PELAJARAN SKI TINGKAT MADRASAH IBTIDAIYAH
OLEH: ABDUL GANI JAMORA NASUTION NIM: 1220420019
TESIS
Diajukan kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Konsentrasi Pendidikan Agama Islam
YOGYAKARTA 2015
i
ii
iii
iv
v
vi
ABSTRAK Abdul Gani Jamora Nasution, Bias Gender dalam Buku Pelajaran SKI Tingkat Madrasah Ibtidaiyah, (Tesis: Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), 2015. Gender discourses (wacana gender) yang digulirkan sebenarnya diilhami dari normatif Islam tanpa ada unsur diskriminasi atas nama jenis kelamin. Terlebih ketika memetakan persoalan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) yang hanya dikonotasikan dan didominasi laki-laki tumbuh subur dalam buku pelajaran tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI). Padahal tingkat MI yang diyakini sebagai awal doktrinisasi Islam. Penelitian bertujuan menganalisa muatan bias gender dalam buku mata pelajaran SKI tingkat MI yang diterbitkan Tiga Serangkai Solo dengan rumusan masalah bias gender dalam materi, gambar ilustrasi, dan rubrik buku pelajaran. Penelitian ini library research yang bersifat deskripti-analisis didukung data kuantitatif dengan menggunakan instrumen teknik analisis isi (content analysis). Guna akurasi data, digunakan konsep Krippendorff analisis isi semantik dengan prosedur analisis penunjukan (destignation), analisa penafsiran (attribution), dan analisis pernyataan. Kerangka teori digunakan pendapatnya Mansour Fakih tentang manifestasi ketidakadilan gender yakni marginalisasi, subordinasi, streotipe (pelabelan), violence (kekerasan), dan double bourden (beban ganda). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) bias gender dalam materi pelajaran SKI masih terdapat penyebarluasan bias gender berupa marginalisasi, subordinasi, dan streotipe terlihat ketika pembahasan ketokohan atau peran sejarah, juga terdapat bahasa yang digunakan menguntungkan pada pihak laki-laki, didukung data persentasi rata-rata akumulasi kelas (laki-laki sebesar 83.75% dan perempuan 19.25%). (2) bias gender dalam gambar. Gambar dalam buku pelajaran berupa gambar permanen, gambar ilustrasi pelajaran, dan gambar qissah mu’assirah (cerita bermakna) menampilkan wajah dan perilaku yang didominasi laki-laki daripada perempuan merujuk pada manifestasi bias gender. didukung data persentasi frekuensi wajah peran atau tokoh yang ditampilkan. (a) gambar permanen laki-laki 56% dan perempuan 44%. (b) gambar ilustrasi pelajaran, dengan rata-rata akumulasi laki-laki 78.5% dan perempuan 21.5% (c) gambar qissah mu’assirah frekuensi secara rata-rat akumulusi laki-laki 83.70% dan perempuan 17.54%. (3) bias gender dalam rubrik dengan jenis rubrik (akhlak terpuji, karakter bangsa, qira’ah mu’assirah, dan qira’ah rasyidah (cerita teladan), masih diperdapati penggunaan bahasa yang memarginalkan, mensubordinasi, dan stretiope terhadap salah satu jenis kelamin. Bahkan dalam
vii
qira’ah rasyidah sebanyak 18 kali hanya satu kali biografi perempuan yang dijabarkan. Sebagai kontribusi penelitian ini dengan menyadari bahwa SK-KD dari Kementerian Agama, oleh karenanya para penerbit buku dan atau penulis buku harus lebih memperhatikan isu-isu gender dalam implementasi buku pelajaran SKI tingkat MI. Key word: Bias Gender, Buku Pelajaran SKI
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Transliterasi huruf-huruf Arab yang dipakai dalam penyusunan tesis ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b /U/1987. A. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
ا
Alif
tidak dilambangkan
tidak dilambangkan
ب
Bā’
b
be
ت
Tā’
t
te
ث
Sā’
ṡ
es (dengan titik di atas)
ج
Jīm
j
Je
ح
Hā’
ḥ
ha (dengan titik di bawah)
خ
Khā
kh
ka dan ha
د
Dāl
d
de
ذ
Zāl
ż
zet (dengan titik di atas)
ر
Rā’
r
Er
ز
Zai
z
zet
س
Sin
s
es
ش
Syin
sy
es dan ye
ص
Sād
ṣ
es (dengan titik di bawah)
ض
Dād
ḍ
de (dengan titik di bawah)
ط
tā’
ṭ
te (dengan titik di bawah)
ظ
zā’
ẓ
zet (dengan titik di bawah)
ع
‘ain
‘
koma terbalik diatas
ix
غ
gain
g
Ge
ف
fā’
f
Ef
ق
Qāf
q
Qi
ك
Kāf
k
Ka
ل
Lām
l
‘el
م
Mī
m
‘em
ن
Nūn
n
‘en
و
wāwū
w
W
هـ
hā’
h
Ha
ء
hamzah
‘
Aprostrof
ي
yā’
y
Ye
B. Konsonan Rangkap karena syaddah ditulis rangkap
متعددة
ditulis
Muta’addidah
عدة
ditulis
‘iddah
حكمة
ditulis
Ḥikmah
علة
ditulis
‘illah
C. Ta’ marbutoh di akhir kata 1. Bila dimatikan ditulis “h”
x
(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya). 2. Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah maka ditulis dengan “h”.
األولياء كرامة
Karāmah al-auliyā’
ditulis
3. Bila ta’ marbutoh hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan ḍammah ditulis “t” atau “h”.
الفطر زكاة
Zakāh al-fiṭr
ditulis
D. Vokal Pendek
----فعل ----ذكر ----يذهب
ditulis
A
ditulis
Fa’ala
ditulis
I
ditulis
Żukira
ditulis
U
ditulis
yażhabu
ditulis
Ā
fatḥaḥ
kasrah
ḍammah
E. Vokal Panjang 1.
Fatḥaḥ + alif
xi
2.
3.
4.
جاهلية
ditulis
jāhiliyyah
Fatḥaḥ + ya’ mati
ditulis
Ā
تنسى
ditulis
tansā
Kasrah + ya’ mati
ditulis
Ī
كريم
ditulis
karīm
ḍammah + wawu mati
ditulis
Ū
فروض
ditulis
furūd
Fatḥaḥ + ya’ mati
ditulis
ai
بينكم
ditulis
bainakum
Fatḥaḥ + wawu mati
ditulis
au
قول
ditulis
qaul
F. Vokal Rangkap
1.
2.
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
أأنتم
ditulis
a ‘antum
أعدت
ditulis
u ‘iddat
شكرتم لئن
ditulis
la’in syakartum
H. Kata sandang alif + lam xii
1. Bila diikuti huruf Qomariyyah ditulis dengan “l”.
القرآن
ditulis
Al-Qur’ān
القياس
ditulis
Al-Qiyās
2. Bila diikuti huruf syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf syamsiyyah yang mengikutinya, serta dihilangkan huruf l (el)nya
السماء
ditulis
As-Samā’
الشمس
ditulis
Asy-syams
I. Penulisan Kata-kata dalam rangkaian kalimat Ditulis menurut penulisannya
الفروض ذوى
Ditulis
Zawī al-furūḍ
السنة أهل
Ditulis
Ahl as-Sunnah
xiii
Motto
Aku tidak tahu mengapa aku seperti ini, atau siapa aku, atau bagaimana aku, yang aku ketahui hanyalah aku tengah menyangga singgasana syariat dan hukum Tuhan
‘Alā’ud Daulah as-Simnānî
xiv
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini, saya persembahkan untuk: Almamater ku UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai tempat membenahi diri untuk saleh individu dan saleh sosial
Kedua orangtua penulis (ayahanda Japijor Nasution dan ibunda Hotnida Hasibuan) dengan cinta, kasih dan sayang dalam didikan mereka penulis dapat “berdiri tegak” untuk menjalani proses insan kamil Saudara dan saudari penulis (kak Jani Nasution, bang Muhajir Lelo Nasution, Septi Novita Nasution, April Sabri Nasution), kehadiran kalian semua memberikan warnawarni kehidupan dan “malaikat pencerah”. Dan tesis ini teristimewa untuk kelahiran babere (ponakan) Iskan Hasibuan, pasangan dari kak Jani Nasution dengan bang Ipar Riyadul Muslim Hasibuan
Buat para dosen yang mengampu di ruang PGMI-PAI dan terkhusus buat almarhum Prof. M. Agus Nuryatno, MA, Ph.D yang telah menginspirasi penulis mengkaji tentang gender (allah yarham)
xv
KATA PENGANTAR Alhamdulillahhi rabbil ‘alamin, kalimat itulah yang pantas diucapkan atas terselesaikannya tesis ini, sebagai gerbang membuka lembaran baru dalam dunia akademik. Shalawat serta salam tertuju untuk Nabi Muhammad, patron kehidupan yang kamil memberikan konsep “innama buistu li utammima karima al-akhlaq”. Selanjutnya, peneliti tidak dapat pungkiri akan kedangkalan ilmu pengetahuan, sehingga sangat membutuhkan buku sebagai literatur untuk memformulasikan penelitian ini. Dengan demikian, melalui tulisan ini, saya sangat berterimakasih pada kaum intelektual yang peneliti rujuk buku mereka mudah-mudahan mereka terus diberi ‘inayah dan hidayah melahirkan karyakarya untuk kemashlahatan dunia. Jika di antara mereka sudah meninggalkan alam dunia ini, maka peneliti berdo’a semoga mereka ditempatkan Allah pada singgasana yang sebaik-baiknya. Amiin.. Tentu juga, tidak terlepaskan ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Drs. Ahk. Minhaji, M.A.,Ph.D selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga 2. Bapak Prof. Noorhaidi Hasan, MA., M.Phil., Ph.D selaku Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
xvi
3. Bapak Dr. Mahmud Arif, M. Ag dan Ibu Dr. Siti Fatonah, M.Pd selaku Ketua Program studi PGMI dan sekretaris program studi PGMI Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 4. Bapak Mur selaku staf program studi PGMI Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 5. Kepala Perpustakaan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dan Kepala Perpustakaan Umum UIN Sunan Kalijaga beserta staf. 6. Ibu Dr. Hj. Marhumah, M.Pd selaku pembimbing penulis, sosok uswatun hasanah dengan keilmuan yang mumpuni dan patron praktik sosialisasi gender untuk kehidupan yang lebih bermartabat antara perempuan dan laki. 7. Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, M.A, selalu memotivasi peneliti dalam kuliah dengan kata-kata “kamu harus unggul”. 8. Ayahanda Japijor Nasution dan Ibunda Hotnida Nasution, telah sabar mendidik peneliti sampai sekarang bisa menyelesaikan studi di program magister. Tidak ada yang bisa saya ucapkan mudah-mudahan ayahanda dan ibunda tetap sehat dalam rangka menjalankan ibadah kepada Allah Swt. 9. Kakak ku Jani Nasution, S.Kep, yang terus menanyakan kapan selesai studi peneliti, itu merupakan motivasi tidak terhitung nilainya. Abang ku Muhajir Lelo Nasution, S.Psi, Adek ku Septi Novita Nasution, Am.Keb selalu mengingatkan harus menyelesaikan studi, dan adek ku April Sabri Nasution, tidak banyak bicara akan tetapi sekali bicara menggetarkan pemikiran peneliti untuk percepatan penyelesaian tesis. Tentu peneliti tidak xvii
bisa nafikan kehadiran bere Iskan Hasibuan dalam keluarga besar kami dari pasangan kak Jani Nasution, S.Kep dengan abang ipar Riyadul Muslim Hasibuan, M.Pd.I. kalian semua malaikat penolong dan pemberi warnawarni kehidupan. 10. Kawan-kawan satu perjuangan dalam program magister di PGMI konsentrasi PAI-PGMI angkatan 2012, diskusi ilmiah dan canda tawa yang kadang tidak terpisahkan dalam keseharian kami. 11. kawan-kawan satu daerah dari kawasan Tapanuli Bagian Selatan Sumatera Utara, Arifin Hidayat Nasution, M.Pd.I, Chandra Simamora, M.Pd.I, Fahri Siregar, M.Pd.I, Darwin Harahap, M.Pd.I. Mereka satu tim dari IAIN Padangsidimpuan melanjutkan studi magister di UIN Sunan Kalijaga, Khomadsu Siregar (alias Ahmad Hanafi Siregar) selalu setia sebagai driver sekaligus petunjuk arah untuk mengenalkan dunia Yogyakarta, Rizki Hamdan Syaputra Nasution, Ardi Sinaga, Muslim Pohan, Nuristana Pasaribu, Syarif Husein Pohan, Faisal Armando Harahap, Efrida Yanti Rambe, Desniati Harahap, ibotku Nur Aminah Nasution, Ibot ku Nur Ainun Nasution, Ria Ramadhani Rambe dan Kawan-kawan yang bergabung dalam IMATAPSEL (Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan) Yogyakarta, dan IKAMUS (Ikatan Alumni Musthafawiyah) Yogyakarta. 12. Tentu, masih banyak lagi yang turut berpartisipasi dalam menyelesaikan studi peneliti. Untuk itu, peneliti ucapkan terimakasih banyak.
xviii
Kalimat jauh dari kesempurnaan bagian yang disadari peneliti dalam karya kecil ini. Oleh karenanya, peneliti sangat mengharapkan kritik konstributif yang positif untuk kajian komprehensif dan pengembangan khazanah keilmuan Islam terutama pada tingkat pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Peneliti
xix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ........................................................... NOTA DINAS PEMBIMBING..................................................................... PENGESAHAN .............................................................................................. PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN TESIS ....................................... ABSTRAK ...................................................................................................... PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... MOTTO .......................................................................................................... PERSEMBAHAN ........................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GRAFIK ........................................................................................
i ii iii iv v vi vii viii xiii xiv xv xix xxi xxiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... A. Latar Belakang Masalah .......................................................................
1 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................
11
D. Kajian Pustaka......................................................................................
12
E. Kajian Teori .........................................................................................
15
F. Metodologi Penelitian ..........................................................................
24
G. Sistematika Pembahasan ......................................................................
29
BAB II : KAJIAN GENDER DAN KURIKULUM SKI ............................
31
A. Gender ................................................................................................
31
1. Defenisi Gender ...........................................................................
31
2. Perbedaan Gender dengan Sex.....................................................
37
3. Pemaknaan Gender Sebagai Konstruksi Sosial ...........................
42
B. Perempuan dalam Sejarah Islam ........................................................
49
1. Perempuan di Era pra-Islam.........................................................
50
2. Perempuan di Era Nabi dan Sahabat ............................................
57
3. Perempuan di Indonesia ...............................................................
67
C. Kurikulum dan Pelajaran SKI ............................................................
72
xx
1. Kurikulum ....................................................................................
72
a. Pengertian Kurikulum ..............................................................
72
b. Asas-asas Kurikulum ...............................................................
84
c. Komponen Kurikulum .............................................................
91
2. Mata Pelajaran SKI ......................................................................
99
a. Pengertian SKI..........................................................................
101
b. Fungsi Pembelajaran SKI .........................................................
105
c. Tujuan Pembelajaran SKI.........................................................
109
d. Ruang Lingkup Pembelajaran SKI ...........................................
110
e. Aspek-aspek Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ...........
111
BAB III: GAMBARAN UMUM MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM TINGKAT MI .....................................................
117
A. Deskripsi Muatan Buku Pelajaran SKI ................................................
117
1. Sepintas Kurikulum 2013.........................................................
117
2. Perbandingan kurikulum 2013 dengan KTSP ..........................
122
3. Buku SKI Terbitan Tiga Serangkai ..........................................
127
B. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ........................................
128
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN ..................................................
134
A. Bias Gender Dalam Materi Pelajaran SKI MI .....................................
134
B. Bias Gender Dalam Gambar Pelajaran SKI MI ...................................
154
C. Bias Gender Dalam Rubrik Pelajaran SKI MI .....................................
191
D. Reinterpretasi Bias Gender Dalam Buku Teks Pelajaran SKI MI .......
218
BAB V PENUTUP ..........................................................................................
232
A. Kesimpulan...........................................................................................
232
B. Saran-saran ...........................................................................................
234
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
236
LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP xxi
DAFTAR TABEL Tabel 1
Perbedaan Sex dan Gender, 18.
Tabel 2
Pembagian Peran Gender Dikotomis, 45.
Tabel 3
Kurikulum dalam Persfektif Teori, 82.
Tabel 4
Perbandingan Tata Kelola Pelaksanaan Kurikulum, 123.
Tabel 5
Perbandingan Tata Kelola Pelaksanaan Kurikulum, 124.
Tabel 6
Perbedaan Esensial Kurikulum SD/MI, 124.
Tabel 7
SK/KD Mata Pelajaran SKI Kelas III , 129.
Tabel 8
SK/KD Mata Pelajaran SKI Kelas IV, 130.
Tabel 9
SK/KD Mata Pelajaran SKI Kelas V, 131.
Tabel 10
SK/KD Mata Pelajaran SKI Kelas VI, 131.
Tabel 11
Tokoh Laki-laki dan Perempuan, 135.
Tabel 12
Tokoh Laki-laki dan Perempuan, 139.
Tabel 13
Tokoh Laki-laki dan Perempuan, 143.
Tabel 14
Tokoh Laki-laki dan Perempuan, 148.
Tabel 15
Ilustrasi Gambar Dalam Materi Kelas III, 157.
Tabel 16
Ilustrasi Gambar Dalam Materi Kelas IV, 164.
Tabel 17
Ilustrasi Gambar Dalam Materi Kelas V, 171
Tabel 18
Ilustrasi Gambar Dalam Materi Kelas VI, 182.
Tabel 19
Analisa Qissah Mu’assiroh Kelas III, 194.
Tabel 20
Analisa Qissah Mu’assirah Kelas IV, 198.
xxii
Tabel 21
Analisa Rubrik Qira’ah Rasyidah Kelas IV, 201.
Tabel 22
Analisa Qissah Mu’assirah Kelas V, 205.
Tabel 23
Analisa Qira’ah Rasyidah Kelas V, 209.
Tabel 24
Analisa Qissah Mu’assirah Kelas VI, 214.
Tabel 25
Analisa Qissah Rasyidah Kelas VI, 217.
xxiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1
Grafik Tokoh/Peran dalam Materi, 221.
Grafik 2
Grafik Persentasi Gambar Permanen, 222.
Grafik 3
Grafik Gambar Ilustrasi Materi, 223.
Grafik 4
Grafik Persentasi Ilustrasi Gambar Qissah Mua’ssirah Kelas III, 223.
Grafik 5
Grafik Persentasi Ilustrasi Gambar Qissah Mua’ssirah Kelas IV, 224.
Grafik 6
Grafik Persentasi Ilustrasi Gambar Qissah Mua’ssirah Kelas V, 225.
Grafik 7
Grafik Persentasi Ilustrasi Gambar Qissah Mua’ssirah Kelas VI, 2225.
xxiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persfektif Islam laki-laki dan perempuan pada dasarnya adalah sama yakni makhluk yang diciptakan Allah Swt, sama-sama dianugerahi potensi untuk mengembangkan diri, memiliki harkat dan martabat kemanusia, dan sama-sama diperintahkan untuk mengabdikan diri kepada-Nya.1 Pembawa obor kemenangan Islam dalam altar kehidupan yakni Muhammad Saw. dengan mu’jizatnya alQur’ān diyakini membawa misi besar. Misi utama ajaran Islam adalah memberikan rahmat bagi alam semesta, mewujudkan kemaslahatan bagi manusia, dan membebaskannya
dari berbagai
bentuk anarki, ketimpangan, dan
ketidakadilan.2 Misi inilah yang dikenal dengan maqāṣid asy-syari’ah (tujuan pensyariatan), baik dalam bentuk maṣlaḥah ḍaruriyah (primer), maṣlaḥah hajiyah (sekunder), maupun maṣlaḥah taḥsiniyyah (tersier).3 Karena itu tidak ada perbedaan prinsipil antara laki-laki dan perempuan. Jika ada, perbedaan itu lebih menyangkut fungsi-fungsi reproduksi belaka. Namun, tataran empirik masih ditemukan konsep dan prinsip persamaan antara keharusan normatif dengan dimensi praktinya. Dalam masyarakat patrianial di mana kedudukan, peran dan fungsi laki-laki lebih diutamakan dari pada Lihat misalnya QS. al-Nisā’ (4:124), QS. al-Taubah (9:71), dan QS. al-Hujurāt (49: 13). Tentang misi pembawa rahmat, lihat Q.S. al-Anbiyā’ (21): 107, tentang keamanan dan ketenteraman, Q.S al-Nisa’ (4): 58, tentang mengutamakan kebaikan dan mencegah kejahatan lihat Q.S Ali Imr ān (3): 4, dan tentang menyerukan keadilan Q.S. al-Nahl (6): 90. 3 Wahbah al- Żuhaili, Uṣul Fiqh al-Islāmi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), hlm. 1017. 1 2
1
perempuan. Sebaliknya, kedudukan, peran, dan fungsi perempuan sering diposisikan pada tempat yang lebih rendah. Artinya, masyarakat patrinial cenderung berlaku bias gender. Banyak fakta memperlihatkan berbagai perlakuan bias gender dalam masyarakat
seperti
memarginalkan
peran
perempuan,
menomorduakan
perempuan, membebani perempuan dengan peran dan kerja ganda, melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan, dan memberikan pencitraan atau pelabelan negatif terhadap perempuan. Sikap masyarakat yang bias gender tersebut, ternyata terus diwariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Orang tua dan masyarakat misalnya, masih memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda. Laki-laki sering diutamakan misalnya disekolahkan sampai ke jenjang pendidikan tinggi, sedangkan perempuan dinomorduakan dan dianggap kurang penting sekolah tinggi. Ketidakadilan gender sebenarnya tidak hanya dialami oleh kaum perempuan namun perlakuan ketidakadilan gender juga bisa dialami laki-laki. Sebab, sebagaimana dinyatakan Fakih dalam Achmad Muthali’in, ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem.4 Secara umum,5 tindakan bias gender meliputi pertama, marginalisasisalah satu pihak, baik laki-laki maupun 4
Ahcmad Muthali’in, Bias Gender Dalam Pendidikan, (Surakarta: Muhammadiyah University, 2001), hlm. 5 Mansour Faqih, Analisis gender & Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 24
2
perempuan. Kedua, subordinasi (menomorduakan) salah satu pihak. Ketiga, stereotype yakni pelabelan negatif atau memberi pencitraan terhadap salah satu pihak. Keempat, kekerasan (violence) merupakan menjustifikasi tindakan kekerasan terhadap salah satu pihak. Kelima, beban kerja (double barden), memberikan klaim pembenaran (truth clim) akan beban kerja ganda lebih berat yang harus dilakukan laki-laki atau perempuan. Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas mengatur persamaan hak dan kedudukan antara pria dan wanita dalam kedudukannya sebagai warga Negara Indonesia. Kesamaan itu, diantaranya dalam lapangan pendidikan. Pasal 28B ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia. Terdapat juga, pada Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Meskipun konstitusi di atas telah mengakui adanya persamaan hak dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, namun dalam kenyataannya masih sering terjadi kasus ketidaksetaraan. Kesetaraan jender masih jauh dari yang diharapkan, tak terkecuali di dalam dunia pendidikan. Jika dirunut melalui gerakan-gerakan yang dilakukan kaum perempuan atas tindakan laki-laki baik secara legal standing maupun pemahaman yang menyemai dalam praktik masyarakat, dengan konotasi atas perlakuan ketidakadilan terhadap perempuan (secara umum tidak bisa terbantahkan akan perlakuan ketidakadilan terhadap perempuan). Yakni, gerakan yang mengatasnamakan feminis pada awal tahun
3
1977. Ketika sekolompok feminis di London tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriakhal atau sexist tetapi menggantinya dengan isu gender (gender discourse). Di Indonesia, wacana gender diawali sekitar periode 1990-an. Sejak itu kajian gender terutama dalam bentuk penelitian baik di perguruan tinggi maupun di lembaga masyarakat mulai banyak di lakukan. Meskipun berbagai kegiatan penelitian dan kajian persfektif gender baik di bidang agama, ekonomi, pendidikan, sastra, seni, maupun disiplin ilmu sosial budaya lainnya sering dilakukan. Namun sampai saat ini masih banyak dijumpai pelbagai ketidakadilan berbasis gender. Diskursus gender tersebut menempatkan tantangan besar bagi pendidikan khusus Pendidikan Agama Islam untuk menjawab permasalahan yang kerap menghantui masyarakat tersebut. Dengan menyakini akan pendidikan merupakan aktivitas yang khas bagi manusia dalam suatu komunitas masyarakat dengan tujuan untuk memanusiakan manusia,6 dan merupakan instrumen yang penting bagi pemberdayaan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang termarginalkan.7 Pendidikan juga merupakan kunci terwujudnya keadilan gender dalam masyarakat, karena di samping merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat, pengetahuan dan kemampuan manusia, juga sebagai alat untuk mengkaji dan menyampaikan ide-ide dan nilai baru. Dengan demikian, lembaga
6
Ahmad Tafsir, Flsafat Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), hlm. 33. Rr. Suhartini, “Dimensi Gender dalam Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Rawan Longsor”, dalam Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 137. 7
4
pendidikan merupakan sarana formal untuk sosialisasi sekaligus transfer nilainilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, termasuk nilai dan norma gender. Nilai dan norma tersebut ditransfer secara lugas maupun secara tersembunyi, baik melalui buku-buku teks yang digunakan maupun pada suasana dan proses pembelajaran. Penggunaan buku ajar itu sendiri disusun berdasarkan pada Peraturan Menteri Agama nomor 02 tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 000912 tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab, yang berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah di mana menurut panduan penyusunan operasionalnya adalah sebagai berikut: a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia: Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik: Kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spiritual, dan kinestik peserta didik. c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan: Kurikulum harus memuat potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
5
d. Tuntutan Pembangunan Daerah dan Nasional: Kurikulum perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, tuntutan pembangunan daerah dan nasional harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi. e. Tuntutan Dunia Kerja: Kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. f. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni: Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. g. Agama: Muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia. h. Dinamika Perkembangan Global: Pergaulan antar bangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain. i. Persatuan Nasional dan Nilai-nilai Kebangsaan: Kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI. j. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Setempat: Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari dan bangsa lain. k. Kesetaraan Jender: Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender. l. Karakteristik Satuan Pendidikan: Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan. Pada point k, perlu digarisbawahi bahwa penyusunan kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender. Dari beberapa tinjauan atas isi kurikulum pendidikan sekolah/MI bahwa kurikulum pendidikan merupakan perluasan streotipe dari kegiatan laki-laki dan perempuan yang berlangsung dalam masyarakat. Implikasi dari model kurikulum tersebut lebih menunjukkan adanya pembakuan peran sosial antara kaum perempuan dan laki-laki, karena dalam kaitan itu sangat ditekankan proses sosialisasi pengetahuan mengenai pekerjaan kerumah-tanggaan dan kemampuan 6
keperempuanan ketimbang pengetahuan keilmuan dan keterampilan teknik. Maka kurikulum lebih mempersiapkan perempuan untuk berkerja di bidang produksi sub-sistem dan reproduksi di lingkungan keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga Ketua Sub Pokja Studi Bahan Ajar Responsif Gender, Dr. Yulfita Raharjo membuktikan bahwa buku-buku pelajaran sarat dengan nuansa bias gender lebih dari 50%, meskipun telah di lakukan perbaikan, namun masih ditemukan bias gender dalam buku ajar.8 Ketidakadilan gender yang terjadi pada pendidikan formal di tingkat SD/MI seringkali tidak disadari para pendidikan, juga murid sendiri. Mereka tidak mengetahui dan tidak memperhatikan apakah buku-buku pelajaran yang mereka gunakan benar-benar adil gender. Reformasi terhadap konsep gender, sistem dan praktik pendidikan formal yang paham gender perlu segera dilakukan. Dengan ini, pendidikan dapat digunakan untuk mengubah persepsi yang kurang benar terhadap sumber daya perempuan dan sumber daya laki-laki. Pemahaman yang timpang tentang perempuan (bias gender) itu juga terkesan “dipelihara” dalam buku-buku teks pelajaran di SD/MI. Banyak buku pelajaran memanipulasi kenyataan peran perempuan. Misalnya, meskipun dalam masyarakat tidak ada lagi soal dengan dokter laki-laki atau perempuan, dalam buku.
8
Rukmina, Jurnal Iqra, Vol. 4, Fenomena Bias Gender dalam Pendidikan Islam, 2007, hlm.
35.
7
Pendidikan Agama Islam (selanjutnya disingkat PAI) mestinya diberikan secara proporsional, wajar dan berlandaskan pada pokok ajaran Islam yang utama yaitu al-Qur’ān dan Hadis nabi Muhammad Saw. pendidikan agama Islam tidak bisa berupa pengajaran sejarah Islam yang terikat pada setting dan kondisi sosial tertentu (budaya jahiliyyah). Namun PAI harus menyentuh seluruh aspek kehidupan, bersifat universal tidak dikotomis dan tidak parsial serta dapat merespon perkembangan budaya masyarakat. Jika dirunut melalui keputusan peraturan menteri agama nomor 000912 tahun 2013 tentang kurikulum madrasah 2013 mata pelajaran pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab, terdapat empat kelompot mata pelajaran PAI. Yaitu, alQur’ān hadis, akidah akhlak, fikih, dan sejarah kebudayaan Islam.9 Urgensi pelajaran dari keempat materi tersebut merekomendasikan menembus ranah kognitif, afektif dan psikomotorik kemudian tidak ada unsur bias gender dalam muatan yang terkandung dalam buku pelajaran tersebut sesuai prasyarat harus terpenuhi (termasuk di dalamnya harus berbasis gender). Dari keempat muatan pelajaran PAI, Sejarah Kebudayaan Islam (selanjutnya disingkat SKI) punya spirit mengambil ibrah (manfaat) apa yang terjadi pada masa lalu baik berupa tindakan individual maupun suatu komunitas. Maka apa yang sering terdengar di telinga akan ungkapan presiden kita Soekarno 9
Baca lampiran peraturan Menteri Agama Nomor 000912 tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab, Bab II Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, hlm. 60.
8
“Jasmerah” jangan sesekali melupakan sejarah, perlu dilestrasikan. Kendatipun Soekarno berbicara dalam tataran semangat nasionalis akan tetapi punya nilai amat penting untuk dielaborasi pada materi SKI. Paling tidak ada tiga unsur yang tidak bisa dilupakan berbicara sejarah yaitu ruang, waktu dan manusia. Adapun ruang berbicara pada permasalahan tempat terjadinya peristiwa, jadi terkait dengan aspek geografis. Unsur ruang ini akan menjadikan pemahaman kita tentang peristiwa sejarah menjadi riil. Kemudian adanya waktu. Unsur yang sangat penting dari konsep sejarah. Sejarah adalah studi tentang aktivitas manusia dilihat dari kurun waktunya. Karena itu waktu menjadi unsur dan konsep dalam sejarah. Dari unsur waktu inilah, maka di dalam sejarah, sifat kronologis menjadi sangat penting. Dari unsur waktu dan sifat kronologis, di dalam kajian sejarah dikenal adanya konsep periodisasi. Terakhir adanya manusia. Manusia di dalam peristiwa sejarah menjadi sentral, ibarat drama sebagai pemegang peran. Karena itu manusia sangat menentukan di dalam suatu peristiwa. Sejarah adalah sejarahnya manusia, bukan alam atau binatang. Peristiwa yang dikaji pun adalah peristiwa yang terkait dengan manusia. Peristiwa itu bisa cepat atau bisa berlangsung lama, bisa kompleks, tetapi bisa sederhana, tergantung akal manusia dengan lingkungan yang ada. Namun, demi kepentingan orang-orang yang bejat sejarah seolah-olah di ekspoilitasi dan bahkan dihilangkan kebenarannya. Atau paling tidak, termuatnya unsur bias gender dalam sejarah karena subyektivitas dari pemujanya. Nah, ketika
9
unsur bias gender dalam sejarah ini terus dipelihara dalam buku pelajaran SKI Madrasah Ibtidaiyah maka tidak pernah akan menemukan kunci keadilan dalam membangun dan mengembangkan potensi peserta didik. Dikarenakan diperdapati manifestasi konstruksi bias subyektifisme. Padahal, herois ketokohan bagi kalangan peserta didik sangat dibutuhkan sebagai awal doktrinisasi. Karena, sifat imitasi pada anak berumur tingkat Madrasah Ibtidaiyah melekat setiap apa yang diperlihatkan, diperdengarkan, dan diperaktikkan pada mereka. Deskripsi di atas, perhatian serius bagi peneliti dalam membongkar berupa praktik bias gender dalam buku pelajaran SKI tingkat Madrasah Ibtidaiyah. Karena, sadar akan posisi stategis tingkat Madrasah Ibtidaiyah merupakan awal doktrinisasi, penanaman nilai untuk diserap dan dikembangkan kemudian hari. Hal yang lazim, ketika pemahaman yang salah diberikan mulai dini maka praktik kesalahan akan terus berkembang biak hingga akhir hayat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan pertanyaan untuk diteliti sebagai acuan dalam penelitian ini. Yaitu: 1. Bagaimana bias gender dalam materi yang terdapat dalam buku teks pelajaran SKI di tingkat MI? 2. Bagaimana bias gender dalam gambar ilustrasi yang tedapat dalam buku teks pelajaran SKI di tingkat MI?
10
3. Bagaimana bentuk dan jenis bias gender dalam rubrik pada buku teks pelajaran SKI di tingkat MI?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dilakukan sebagai berikut: a. Untuk menunjukkan adanya bias gender dalam materi yang terdapat dalam buku teks SKI di tingkat MI. b. Untuk menunjukkan adanya bias gender dalam gambar ilustrasi yang terdaoat dalam buku teks pelajaran SKI di tingkat MI. c. Untuk menunjukkan bentuk dan jenis bias gender dalam rubrik pada buku teks pelajaran SKI di tingkat MI.
2. Manfaat penelitian Secara teoritis, hasil penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat sebagai bahan merumuskan konsep-konsep teoritik tentang gender dalam buku teks pelajaran SKI di tingkat MI sehingga penanaman informasi dan pengetahuan yang keliru dan salah tentang gender bisa dihindari dalam rangka mempraktikkan konsep persamaan kemanusiaan dalam Islam. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan: a) Menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para penulis buku pelajaran
SKI
ditingkat
11
MI
dalam
mendeskripsikan,
mengkonseptualisasikan, dan menginformasikan berbagai hal yang berkenaan gender. b) Menjadi bahan acuan dan pertimbangan bagi para penerbit buku-buku pelajaran SKI dalam memilih dan memutuskan penerbit naskah buku pelajaran yang ditulis para penulis buku atau sebagai bahan masukan untuk melakukan revisi bagi penerbit buku SKI pada penerbitan berikutnya.
D. Kajian Pustaka Sejauh ini, kajian tentang gender sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sesuai dengan pembahasan penekanan masing-masing. Dari sini bisa dibuktikkan akan respon kaum intelektual yang terjadi dalam masyarakat baik secara ruang lingkup domestik maupun tataran publik. Lebih jelasnya di bawah ini peneliti akan mengambarkan beberapa penelitian yang sudah pernah ditulis baik dipublikasikan maupun tidak. Pertama, Marhumah dalam disertasinya yang berjudul Gender dalam Lingkungan Sosial Pesantren (Studi Tentang Peran Kyai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Ali Maksum Krapyak)10, memberikan gambaran bagaimana Kyai dan Nyai berperan sebagai agen dalam melakukan sosialsissi hender di lingkungan pesantren. Dengan melakukan perbandingan antara dua
10
Marhumah, Gender dalam Lingkungan Sosial Pesantren: Studi Tentang Peran Kyai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak, (Yogyakarta: Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2008).
12
pesantren, yaitu pesantren al-Munawwir dan pesantren Ali Maksum Krapyak sebagai refresentatatif dari pesantren salafi dan modern. Melalaui penelitiannya beliau menyimpulkan bahwa pada dasarnya Kyai dan Nyai secara garis besar memainkan peran yang sangat penting dalam diskursus gender di lingkungan sosial pesantren. Kyai dan Nyai secara kuat mempengaruhi pandangan para santri berkenaan dengan isu gender dalam Islam. Keduanya memiliki posisi yang sama penting dalam kehidupan pesantren yaitu sebagai sumber pengaruh terkuat bagi santri, khususnya mengenai perempuan dan laki-laki. Kyai dan Nyai bukan saja berperan sebagai salah satu sumber informasi utama ajaran yang mengandung pesan-pesan dan muatan gender, tetapi juga teladan hidup tentang bagaimana ajaran itu dipraktekkan. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Nurul Huda Kurniawan yang berjudul “Bias Gender dalam buku-buku teks Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP.11 Penelitian ini fokus pada buku teks PAI sebagai salah sumber belajar yang digunakan di SMP. Buku PAI tersebut telah disusun berdasarkan model kurikulum KTSP. Temuan penelitian tersebut mempotret adanya biasa gender pada teks pelajaran pendidikan Agama Islam di tingkat SMP terjadi melalui bentuk gambar, rubrik, dan aspek buku ajar PAI yang terjadi baik secara kuantitatif dengan peta dominasi laki-laki dan pelabelan negatif (stereotyping) pada perempuan. Pada gambar rubrik dan aspek PAI jumlah tokoh laki-laki
11
Nurul Huda Kurniawan, Bias Gender dalam Buku-Buku Teks Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP, (Yogyakarta, Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2009).
13
sangat dominan, sementara tokoh perempuan kurang mendapat tempat. Beberapa materi pada aspek PAI cenderung mensubordinasi perempuan. Selain itu, pengambilan hadis dengan perawi laki-laki sangat dominan. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Iin Saroh Faiqoh yang berjudul “Bias gender dalam kurikulum Mata Pelajaran Fikih di Madrasah Aliyah Negeri Klaten”.12 Hasil temuan, adanya temuan bias gender dalam kurikulum mata pelajaran Fikih pada kelas XI semester genap berupa subodinasi, marginalisasi dan beban ganda. Bentuk bias tersebut ditemukan melalui pendekatan teks pada beberapa dokumen kurikulum. Seperti silabus, RPP, dan Maeri. Bias gender tersebut dapat dilihat melalui bahasa yang digunakan, ilustrasi gambaran dan kalimat penjelas. Sedangkan melalui pendekatan konteks, pada praktiknya proses pembelajaran maupun evaluasi di kelas tidak menampakkan adanya bias gender secara signifikan. Namun demikian, guru sebagai fasilitator, tidak memasukkan wacana gender terkait dengan materi-materi pembahasan di dalam kelas. Adapun yang menjadi faktor penyebab adalah munculnya bias gender dalam kurikulum, minimnya wacana kesetaraan gender, minimnya sikap peka gender di kalangan siswa-siswi, terutama di kalangan guru. Ketiga, tesis Nur Jannah yang berjudul Bias gender dalam Buku teks Pelajaran fikih madrasah Ibtidaiyah.13 Penelitian ini menggunakan motode
12
Iin Saroh Fariqoh, Bias Gender dalam Kurikulum Mata Pelajaran Fikih di Madrasah Aliyah Negeri Klaten, (Yogyakarta: Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2009). 13 Nur Jannah, Bias Gender dalam Buku Teks Pelajaran Fikih Madrasah Ibtidaiyah, (Yogyakarta: Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2010).
14
analisis konten (content analysis) pada sampel buku pelajaran Agama Islam tingkat MI yakni Fikih kelas I sampai kelas VI terbitan Erlangga 2009 dan Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Solo tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan diperdapati bias gender pada materi, gambar, dan rubrik pelajaran. Dominasi lakilaki dan pelabelan negatif pada perempuan. Beberapa materi pelajaran cenderung mensubordinasi perempuan. Sedangkan pada gambar dan rubrik jumlah tokoh laki-laki sangat dominan, sementara tokoh perempuan kurang mendapat tempat. Beberapa peneilitan yang telah dilakukan mengenai tema serupa oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Setelah penulis melakukan pengamatan pada penelitian tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa setiap penelitian memiliki kontribusi yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang dicapai masing-masing peneliti (observer) dalam kajian pendidikan Islam yang terkait wacana gender. Secara umum, dapat dibedakan dengan penelitian sebelumnya yakni fokus yang diteliti pada buku pelajaran SKI MI, sesuai dengan ketentuan Keputusan Peraturan Menteri Agama nomor 000912 tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab.
E. Kajian Teori 1. Kosep gender a. Bias gender
15
Pengertian bias dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: simpangan atau belokan arah dari garis tempuhan yang menembus benda bening yang lain (seperti cahaya yang menembus kaca, bayangan yang berada di air).14 Selanjutnya kata bias adalah semacam prasangka yakni pendapat yang terbentuk sebelum adanya alasan untuk itu, dalam penelitian ilmiah bias dapat menyelinap ke dalam pengamatan atau penafsiran data eksperimen. Bias ini dapat mengakibatkan kurangnya validitas dan nilai ilmiah dari hasil yang di peroleh. Jadi pengertian bias dapat terjadi karena faktor-faktor yang ada pada diri pengamat itu sendiri usaha untuk mencegahnya terjadi itu sendiri, usaha untuk mencegahnya terjadi bias dapat dilakukan latihan pada mereka yang akan bertindak.15
b. Pengertian gender Dalam buku Women’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwa gender suatu konsp kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, peilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Sedang menurut Hillany M. Lips dalam bukunya Sex And Gender: an Introduction mengatakan gender sebagai harapan-harapan
14 15
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 146. Ensiklopedi Nasional Indonesia, Cet. III (Jakarta: Delta Pamungkas, 1997), hlm. 351.
16
budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultur expectations for women and men). Menurut Elaine Showalter mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat konstruksi sosial budaya. Ia menekankkan sebagai konsep analisis (an analytic concept) yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu.16 Sedangkan
menurut kantor
Menteri urusan peranan wanita dengan ejaan “jender”. Jender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.17 Mengacu pada beberap pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
gender
adalah
suatu
konsep
yang
digunakan
untuk
mengindetifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya mapun kultural. Seperti anggapan bahwa perempupan itu dikenal cantik, lembut, emosianal dan ke-ibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dari sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sigfat yang dapat dipertukarkan.18 Istilah sex (jenis kelamin) konsentrasi pada aspek biologi sesorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi 16
Nasruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender Persfektif al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2001), hlm. 33-35. 17 Kantor Kementerian Negara urusan Peranan Wanita, Buku III: Pengantar Teknik Analisis Jender, 1992, hlm. 3. 18 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, hlm. 8.
17
fisik, reproduksi dan karakteristik biologi lainnya. Sementara, gender lebih menekankan pada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek non biologis lainnya.19 Untuk lebih jelasnya, Mufidah20 mengidentifikasi perbedaan seks dan gender sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 1 Perbedaan Sex dan Gender Identifikasi
Laki-laki
Perempuan
Sifat
Kategori
ciri biologis
Penis,
Vagina,
Tetap,
Jekun,
payudara
dapat
sperma
(ASI),
dipertukarkan,
Ovum,
kodrati
Rahim,
pemberian
tidak Jenis kelamin/sex
Haid, hamil, Tuhan melahirkan, menyusui Sifat/karakter Rasional,
Emosional,
Ditentukan oleh Gender
kuat,
lemah,
masyarakat,
cerdas,
bodoh,
disosialisasikan,
pemberani, penakut,
dimiliki
oleh
superior,
inferior,
laki-laki
dan
maskulin.
feminime.
perempuan, dapat berubah.
19
Kantor Kementerian Negara Urusan Peranan Wanita, hlm. 4. Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam berwawasan Gender, (Malang: UIN Maliki Press, 2013), hlm. 3. 20
18
Urgensi deskripsi tersebut menghantarkan pemahaman akan perbedaan fundamental gender dengan sex. Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya. Sedangkan sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.
c. Kesetaraan Gender Gender merupan sifat yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan oleh masyarakat. Sifat titu bisa dipertukarkan dan dirubah, karena sifat itu tidak alami. Perubahan itu bisa terjadi karena adanya kesadaran akan peran-peran yang selama ini dilekatkan pada laki-laki dan perempuan. Rekonstruksi tersebut karena skill atau kualitas seseorang. Suatu peran sosial, seperti jabatan atau profesi tertentu bisa dipegang atau dijalani siapa. Syaratnya seseorang tersebut harus mempunyai skill atau kualitas yang memadai dibidang itu, bukan lagi yang menentukan jenis kelamin. Bagi Mansour Fakih, semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa dirubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ketempat lainnyam maupun berbeda dari kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.21
21
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,. hlm. 9.
19
Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal. Di antarnya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksikan secra sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun Negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang seolah-olah bersifat biologis sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan.22 Sosialisasi gender ini terjadi sejak seorang bayi lahir, diketahui jenis kelaminnya, sejak itu dibebani peran gender sesuai dengan budaya yang ada dalam masyarakatnya, begitu seterusnnya. Sehingga peran gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat. Perbedaan gender dianggap sebagai kodrat ini menjadikan perbedaan itu seolah-olah tidak bisa dirubah ataupun dipertukarkan, bahkan melahirkan anggapan laki-laki itu lebih unggul dari perempuan. Jika ditinjau dari ajaran normatif Islam, Allah Swt. telah menempatkan laki-laki dengan perempuan pada posisi yang sama. Paling tidak, dapat direkomendasikan dengan tiga alasan sebagai berikut. Pertama, jika ditinjau dari hakikat kemanusiannya. Islam memberikan sejumlah hak kepada laki-laki dan perempuan meningkatkan kualitas kemanusiaanya. Hak tersebut antara lain, waris (Q.S. al-Nisā’ ayat 11), 22
Ahmad Muthali’in, Bias Gender., hlm. 26-27
20
persaksian (QS. al-Baqārah: ayat 282), aqiqah (QS. al-Taubah: ayat 21), dan lain sebagaianya. Kedua, Islam mengajarkan bahwa laki-laki maupun perempuan mendapat pahala yang sama atas amal saleh yang diperbuatnya. Sebaliknya, laki-laki dan perempuan memperoleh azab yang sama atas pelanggaran yang diperbuatnya. Ketiga, Islam tidak mentolelir adanya perbedaan dan perlakuan adil antara umat manusia (QS. al-Hujurāt: ayat 13). Secara teori fungsionalisme struktural,23 menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait, masing-masing bagian akan terus mencari keseimbangan (equlibrium) dan harmoni, dapat menunjukkan posisi teori ini dalam menjelaaskan pemilihan peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat seperti yang berlaku sekarang. Menurut teori ini, penyimpangan yang melanggar norma akan melahirkan gejolak. Jika tidak gejolak, maka masing-masing bagian akan berusaha secepatnya menyesuaikan diri untuk mencapai keseimbangan kembali. Oleh karena itu, harmoni dan integrasi dipandang sebagai fungsional bernialai tinggi dan harus ditegakkan. Sedangkan konflik mesti ditinggalkan. Dengan demikian dalam konteks inilah pemilihan peran laki-laki dan perempuan seperti yang terjadi saat ini. Merupakan 23
Siti Musdah Mulia & Marzani Anwar (ed), Keadilan dan Kesetaraan Jender Persfektif Islam, (Jakarta: Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001), hlm. 73-74.
21
pengaturan yang paling baik dan berguna bagi harmoni dan keuntungan masyarakat secara keseluruhan. Jadi, menurut teori ini, pembagian peran antara laki-laki dan perempuan mutlak diperlukan untuk menjaga harmoni dari keseluruhan sistem.24
2. Parameter Bias Gender Untuk memahami bagaimana perbedaan gender yang menyebabkan ketidakadilan
gender
dapat
dilihat
melalui
parameter
manifestasi
ketidakadilan gender. Menurut Mansour fakih,25 menyebutkan ada lima manifestasi ketidakadilan gender. Pertama Marginalisasi. Perbedaan gender bisa mengakibatkan terjadinya proses marginalisasi perempuan. Proses marginalisasi perempuan berdampak pada pemiskinan perempuan. Proses marginalisasi perempuan bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tadfsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu ilmu pengetahuan. Marginalisasi perempuan tidak hanya di tempat kerja, juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan bahkan Negara. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat dan tafsir keagamaan. Misalnya, banyak di antara suku-suku di Indonesua yang tidak memberi hak kepada perempuan untuk mendapatkan harta waris. Sebagian tafsir
24
Dzuhayatin, Ideologi Pembebasan Perempuan: Persfektif Feminisme dalam Islam” dalam Baidar (ed), Wacana Perempuan dalam keindonesiaan dan Komodrenan, (Jakarta: CIDES-UII, 1998), hlm. 14. 25 Mansour fakih, Analisis gender dan Transformasi Sosial., hlm.
22
keagamaan memberi hak setengah dari hak waris laki-laki terhadap perempuan. Kedua, subordinasi. Anggapan bahwa perempuan irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak pantas tampil menjadi pemimpin, berakibat muncul sikap yang menempatkan pada posisi tidak penting. Subordinasi karena perbedaan gender terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat dan waktu ke waktu. Ketiga, streotipe. Secara umum streotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Streotipe seringkali merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis streotipe adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan (streotipe) yang dilekatkan kepadanya. Misalnya penandaan dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah alam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan sekseual selalu dikaitkan dengan streotipe ini. Bahkan jika ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat berkecendderungan menyalahkan korbannya. Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Streotipe ini berakibat wajar sekali jika pendidikan kaum perempuan dinomorduakan. Streotipe ini terjadi di mana-mana. Banyak peraturan pemerintah aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena streoripe. 23
Keempat, violence (kekerasan). Kekerasan adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental seseorang. Salah satu kekerasan adalah kekerasan terhadap saru jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender yang kemudian disebut gender related violence. Kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender, di antaranya adalah pemerkosaaan terhadap perempuan, pemukulan dalam rumah tangga, penyiksaan pada organ alat kelamin, pelacuran, pornografi, pemaksaan sterilisasi dalam keluarga berencana, kekerasan terselubung, pelecehan seksual, dan lain sebagainya. Kelima, beban kerja ganda. Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah
tangga
menjadi
tanggungjawab
harus
bekerja
keras
untuk
membersihkan dan merapikan rumah. Di kalangan keluarga miskin beban berat tersebut harus ditanggung permpuan itu sendiri. Terlebih lagi jika si perempuan harus bekerja maka ia akan memikul beban kerja ganda.
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penulisan karya ilmiah, yang dapat disebut dengan penelitian bilamana menggunakan salah satu dari tiga grand metode, yaitu library
24
research, field research dan bibliography research. Yang dimaksud dengan library research adalah penelitian yang didasarkan pada literatur atau pustaka. field research adalah penelitian yang didasarkan pada studi lapangan. Bibliography research adalah penelitian yang memfokuskan pada gagasan yang terkandung dalam teori.26 Jenis penelitian ini merupakan penelitian jenis library research.27 Library research yaitu kajian merujuk kepada data-data yang ada pada referensi berupa buku pelajaran SKI tingkat MI sesuai dengan Keputusan Peraturan Menteri Agama nomor 000912 tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Yakni buku ajar yang diterbitkan oleh Tiga Serangkai tingkat dari kelas III sampai kelas VI.
2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis, yaitu data-data yang ada disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis.28 Penelitian ini menguraikan dan menggambarkan bias gender yang terdapat dalam buku pelajaran SKI tingkat MI.
26
Tim IKIP Jakarta, Memperluas Cakrawala Penelitian Ilmiah, (Jakarta: IKIP Press, 1988),
27
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm.
hlm. 6. 113. 28
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, (Bandung: TARSITO, 1980), hlm. 140.
25
3. Jenis Pengumpulan Data Data-data yang peneliti kumpulkan untuk menyusun tesis ini ada 2 (dua) kategori: a. Data primer, berupa buku-buku pelajaran SKI MI berdasarkan Keputusan Keputusan Peraturan Menteri Agama nomor 000912 tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Tiga Serangkai tingkat MI dari kelas III sampai kelas VI. b. Data sekunder, yaitu data tambahan yang ada relevansinya dengan masalah di atas. Data diambil dari beberapa buku pendidikan Islam, hukum Islam, hadist, tafsir, buku-buku yang berkaitan dengan masalah gender, fikih dan feminisme serta beberapa buku lainnya yang terkait dengan penelitian, di samping menggunakan jurnal, internet dan media informasi lainnya.
4. Analisis Data Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan dua teknik anislis data. Pertama, teknik analisi isi (content analysis). Menurut Noeng Muhadjir29 dalam melakukan analisis isi ada tiga langkah yang harus ditempuh peneliti yaitu: a) Menetapkan tema dan kata kunci yang dicari dalam dokumen yang akan diteliti dan dikaji. 29
Noeng Muhadjir, Metrodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1995),
hlm. 90-94.
26
b) Memberi makna atas tema dan kata kunci tersebut dan c) Melakukan interpretasi internal. Sesuai pendapat di atas, maka analisis data penelitian ini dilakukan dengan mengikuti tiga langkah berikut. Pertama, menetapkan tema atau kata kunci. Dalam konteks penelitian ini tema atau kata kunci berkenaan informasi bias gender, baik marginalisasi, subordinasi, beban kerja ganda, tindakan kekerasan, dan pencitraan atau pelabelan negatif terhadap salah satu gender yang terdapat dalam buku pelajaran SKI tingkat MI. Kedua, memberi makna terhadap tema atau kata kunci tersebut dengan cara mempelacari dan menelusuri kandungan makna yang terdapat pada setiap tema atau kata kunci untuk memperjelas keseluruhan pengertian, informasi yang disampaikan, baik melalui pernyataan maupun ilustrasi atau gambar yang terdapat dalam buku pelajaran SKI tingkat MI yang diteliti. Ketiga, melakukan interpretasi internal, yaitu menguji keabsahan informasi bias gender yang berhasil diidentifikasi dengan sumber data yang sama. Hal dimaksudkan, agar data-data tentang bias gender yang berhasil diperoleh peneliti dari buku-buku tidak bertentangan secara internal dengan informasi lain yang terdapat sumber yang sama. Keperluan akurasi data, menganalisa tema atau kata kunci akan diadopsi melalui analisis isi semantik yang dikemukakan oleh Krippendorff30 yang terfokus tiga bagian. Pertama, analisis penunjukan (designation), yaitu
30
Klaus Krippendorff, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi, Terj. Farid Wajidi, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1993), hlm. 36.
27
menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu ditunjuk atau dirujuk. Kedua analisis penafsiran (attribution), yaitu menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi tertentu dirujuk. Ketiga, analisis pernyataan (assertions), yaitu menggambarkan frekuensi sebarapa sering objek tertentu dikarakterisasikan secara khusus. Kedua, metode gender analysis dalam menganalisis data-data yang diperoleh.
Oakley
menyatakan
bahwa
analisis
jender
memusatkan
perhatiannya pada ketidakadilan struktural.31 Analisis gender adalah proses analisis data dan informasi secara sistematis, tentang laki-laki dan perempuan, untuk mengidentifikasi kedudukan, fungsi, peran, dan tanggung jawab lakilaki dan perempuan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kerangka kerja analisis jender merupakan kerangka analisis dasar yang sifatnya masih sederhana,
yakni
untuk
mengumpulkan
data
yang
nantinya
akan
didiskripsikan. Analisis gender adalah kerangka kerja yang dipergunakan untuk mempertimbangkan dampak dari relasi laki-laki dan perempuan.32 Penelitian berorientasi gender adalah penelitian riset aksi yang mempresentasikan realitas perempuan, mengangkat prioritas kebutuhan perempuan dan mengubah situasi untuk mewujudkan kesetaraan gender. Yaitu memperjuangkan perubahan posisi perempuan. Termasuk counter hegemoni dan counter discourse terhadap ideologi gender yang telah mengakar dalam 31
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,. hlm. 12. Handayani, Trisakti dan Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002), hlm. 37. 32
28
keyakinan perempuan maupun laki-laki. Menurut Mansour Faqih, analisis gender strategis bukan saja berarti bagi kaum feminis untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan, melainkan juga sangat diperlukan bagi setiap usaha untuk melakukan perubahan sosial.33 Tidak lupa akan menguraikan data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian, peneliti menggunakan data kuantitatif dalam rangka mempersentasekan dominasi jenis kelamin. Sehingga lebih mudah mengambil sebuah kesimpulan, tentang kesenjangan (bias) gender yang ada dalam buku pelajaran SKI tingkat MI.
G. Sistematika Pembahasan Penulisan tesis ini dapat digambarkan melalui beberapa bab dan sub bab pembahasan. Bab I pendahuluan berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian secara teoritis dan praktis, metode penelitian, landasan teoritik, kajian pustaka dan sitematika pembahasan. Bab II mendeskripsikan kajian gender dan kurikulum SKI. Memiliki sub pembahasan pertama gender, kedua Perempuan dalam Sejarah dan ketiga Kurikulum dan pelajaran SKI. Bab III gambaran umum mata pelajaran SKI tingkat MI. yang meliputi pertama, deskripsi muatan buku pelajaran SKI. Kedua, standar kompetensi dan Kompetenasi Dasar. Ketiga, refleksi materi, rubrik, dan gambar dalam pelajaran SKI MI.
33
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,. hlm. 17.
29
Bab IV analisis hasil penelitian. Yang meliputi; pertama, bias gender dalam materi pelajaran SKI MI. Kedua, bias gender dalam gambar pelajaran SKI MI. Ketiga, bias gender dalam rubrik pelajaran SKI MI. Keempat, refresentatif bias gender dalam buku teks pelajaran SKI MI. Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.
30
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari analisa deskripsi penelitian ini dengan mempertanyakan eksistensi bias gender yang termuat dalam buku pelajaran SKI MI maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama, materi pelajaran SKI MI mulai dari kelas III hingga kelas VI sebagaimana telah diuraikan menggambarkan bahwa peran laki-laki dan perempuan dalam sejarah bisa dikatakan belum berbasis gender masih didominasi peran laki-laki dalam pembahasan sejarah. Informasi ini didukung data persentasi ketokohan dari kelas III hingga kelas VI. Yakni laki-laki dan peran yang diasosiasikan pada mereka sebagai berikut (kelas III sebesar 72 %, kelas IV sebesar 84%, kelas V sebesar88 %, dan kelas VI sebesar 91%%) dengan rata-rata akumulasi sebesar 83.75%. Sedangkan ketokohan dan peran yang diasosiasikan pada perempuan (kelas III 28%, kelas IV 28%, kelas V 12%, dan kelas VI 9%) dengan rata-rata akumulasi sebesar 19.25%. Kemudian, penjelasan materi yang dipaparkan terungkap tindakan streotipe (pelabelan negatif) tertuju pada pihak laki-laki dengan semisal penentang dakwah Rasulullah yakni Abu Lahab, mengubur anak perempuan, dan memperistri perempuan bekas istri ayah. Kedua, bias gender dalam gambar yang terdapat dalam buku pelajaran SKI MI dari kelas III hingga kelas VI dibagi menjadi tiga macam. (1) gambar permanen atau konstan dari kelas III hingga kelas VI merekomendasikan masih 232
diperdapati ruang bias gender dengan alasan bahwa pelabelan negatif terhadap laki-laki sedangkan pada perempuan pelabelan positif. Laki-laki divisualisasikan bermain sedangkan perempuan belajar bersama. Kemudian, data kuantitatif persentasi gambar yang dimunculkan laki-laki 14 kali (56 %), sedangkan perempuan 11 kali (44 %). (2) Gambar ilustrasi materi pelajaran. Kelas III hingga kelas VI dalam mengilustrasikan gambar diperdapati dominasi wajah laki-laki dari pada perempuan. Dengan persentasi data laki-laki (kelas tiga 73 %, kelas IV 70 %, kelas V 97 % dan kelas VI 74%) dengan rata-rata akumulasi sebesar 78.5%. Sedangkan perempuan (kelas III 27%, kelas IV 30 %, kelas V 3%, dan kelas VI 26%) dengan rata-rata akumulasi 21.5%. (3) gambar qissah mu’assirah (cerita bermakna) diperdapati praktik marginalisasi terhadap perempuan dalam mengilustrasikan gambar. Ini terlihat praktik dominasi yang diperankan laki-laki. Tentu juga, laki-laki pada satu sisi mendapatkan pelabelan positif namun di sisi lain terjebak pada pelabelan negatif. Sebagai data pendukung persentasi akumulasi gambar dalam qissah mu’assirah ini sebagai berikut: untuk laki-laki kelas III 84.28%, kelas IV 91.2%, kelas V 82.67%, kelas VI, 70.67% untuk lakilaki Untuk perempuan, kelas III 15.72%, kelas IV 7.8%, kelas V 17.33%, kelas VI 29.33%. Dengan rata-rata akumulasi, laki-laki sebesar 83.70% dan perempuan sebesar 17.54%. Ketiga, bias gender dalam rubrik yang terdapat dalam buku pelajaran SKI MI. Jenis rubrik dalam buku pelajaran yakni akhlaq mahmudah (akhlak terpuji), karakter bangsa, qira’ah mu’assirah (cerita bermakna), dan qiraah rasyidah 233
(cerita bermakna). Penelusuran peran laki-laki dan perempuan yang digambarkan dalam rubrik didominasi laki-laki. ini diperdapati dengan penggunaan bahasa yang memarginalkan perempuan yakni kata muslim, siswa, pak guru, pak Amin, Ustazd Fadil dan deretan nama siswa (laki-laki) yang diperdapati dalam qissah mu’assirah (Ahmad, Hasan, Abu, Huma, Ahmad, Dodo, Amin, Jahil, Ilham, Amir) sedangkan perempuan hanya dua kali saja (Ibu dan Zahra). Kemudian qira’ah rasyidah (cerita teladan). Dari 18 kali cerita teladan yang dimulai dari kelas IV hingga kelas VI hanya satu kali yang menggangkat tentang cerita teladan dari perempuan yakni Maimunah binti al-Haris selain itu hanya laki-laki.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, sebagai peneliti ada beberapan rekomendasi yang di tawarkan dalam kajian ini: pertama, bagi para penerbit buku MI khususnya dalam bidang pelajaran MI perlu dipertegas pembahasan dan penjabaran pelajaran dengan muatan yang berimbang antara peran laki-laki dan perempuan dalam setiap materi, rubrik dan gambar agar tidak terjebak dalam bias gender. Kedua, sejarah Islam memainkan peran penting. Untuk itu pengkajian ketokohan sejarah yang berimbang antara perempuan dan laki-laki perlu disosialisasikan. Terlebih dalam buku pelajaran SKI tingkat MI yang diamini sebagai awal doktrinisasi Islam. Perlu kiranya kementerian Agama RI sebagai pemegang kebijakan khususnya berkaitan dengan pelajaran SKI sudah seharusnya
234
dikaji kembali terhadap muatan Standar Kompetensi (SK ) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran SKI tingkat MI yang membuka lebar terhadap penyebar luasan bias gender. Karena bagi peneliti terjadinya bias gender dalam penulisan buku SKI tingkat MI termasuk kepatuhan penerbit terhadap SK KD yang ada. Padahal SK-KD juga hanya beriorentasi condong pada satu jenis kelamin. Maka, diperlukan kajian serta rumusan baru SK-KD beriorentasi tematik berbasis Gender dalam SKI. Ketiga, guru-guru dan segenap instansi pendidikan dengan fokus pada MI sebagai garda terdepan dalam menstransfer SKI sebuah keharusan untuk kreatif dan inovatif dalam mengembangkan keseteraan gender dalam setiap proses pembelajaran.
235
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Amin, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan IntegrtifInterkonektif, (Ed) M. Adib Abdushomad, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, Cet. III. Abdullah, Yatimin, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2006, Cet. I. Abidin, Munirul, Paradigma Tafsir Perempuan di Indonesia, Malang: UIN-Maliki Press, 2011. Al-Abrasy, Muhammad ‘Atiyyat, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Terj) Abdullah Zakiy Al-Kaqaf, Bandung: Pustaka Media, 2003. Al-Hafizh, Muhammad, “Pengertian Sejarah Kebudayaan http://alhafizh84.wordpress.com/ , 08 April 2014.
Islam”,
dalam
Al-Haitimy, Said Abdullah Seif Woman in Islam: A Comparative Study, (Terj) Hamid Abud, Surabaya: Risalah Gusti, 1994. Al-Maududi, Abul A’la, Khilafah dan Kerajaan (Terj) Muhammad al-Baqir, Bandung: Mizan, 1996. Al-Zuhaili, Wahbah, Ushul Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Fikr, 1986. Amilia, Fatma, Membincangkan Kedudukan Perempuan, dalam Koran Tribun Jogja, Jum’at 18 Juli 2014. Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung: Mizan, 1994. Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, Edisi Revisi Yogyakarta: Gading Publishing, 2012. Burhanuddin, Jajat (Ed), Ulama Perempuan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002. Ch, Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN Maliki Press, 2013. Daradjat, Zakiah, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1999, Cet. I.
236
Darajat, Zakiah, “Peranan Agama dalam Pengembangan Jati Diri Wanita”, dalam H. M. Atho Mudzahar (Ed), Wanita Dalam Masyarakat Indonesia: Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan, Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2001. Departemen Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Departemen Pendidikan Agama RI, 2004. ____________________, Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab Madrasah Aliyah, Jakarta: Depag RI, 2008. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, tt. Dzuhayatin, Ideologi Pembebasan Perempuan: Persfektif Feminisme dalam Islam” dalam Baidar (ed), Wacana Perempuan dalam keindonesiaan dan Komodrenan, Jakarta: CIDES-UII, 1998. El-Saadawi, Nawal, Wajah Telanjang Perempuan, (Terj). Azhariyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. ________________, Women at Point Zero, (Terj). Amir Sutarga, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, Cet. Ke-10. Engineer, Asghar Ali, Pembebasan Perempuan (Terj) Agus Nuryatno, Yogyakarta: 2007, Cet. II. _________________, The Qur’an Women and Modern Society, (Terj) Agus Nuryatno, Yogyakarta: LKiS, 2003. _________________, The Right of Women in Islam, (Terj). Farid Wajidi & Cici Farkha, Hak-hak Perempuan dalam Islam, LSPPA Yayasan, 1994. Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: Delta Pamungkas, 1997, Cet. III. Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang: 1979. Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. _____________, Analisis gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
237
Fariqoh, Iin Saroh, Bias Gender dalam Kurikulum Mata Pelajaran Fikih di Madrasah Aliyah Negeri Klaten, Yogyakarta: Tesisi UIN Sunan Kalijaga, 2009. Fayuni, Badriyah & Alai Najib, “Makhluk yang Paling Mendapat Perhatian Nabi: Perempuan dalam Hadist”, dalam buku Ali Muhanif (Ed), Literatur Islam Klasik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002. Fikri,
Nurul, “Tujuan Pembelajaran Sejarah Kebudayaan http://tongkal09.wordpress.com/, 07 april 2014.
Islam”,
dalam
Gani, Roelan Abdul, “Kesadaran Sejarah da Hari Depan Indonesia”, dalam Arsip dan Sejarah, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1980. Garraghan S.J., Gilbert J. A Guide to Historical Method, New York: Foedham University Press, 1957. Gazalba, Sidi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1999. Habibie, Ainun B.J., Peran wanita dalam Menciptakan Keluarga Sakinah, dalam Dadang S. Anshori, dkk. (Ed). Membincangkan Feminisme: Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum Wanita, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997. Hakim, Atang Abdul dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. VIII. Hamami. Tasman, Pemikiran Pendidikan Islam: Transformasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Yogyakarta: Pustaka Book Publiser, 2008. Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995, Cet. I. Hasibuan, Zainal Efendi “Profil Rasulullah Sebagai Pendidik Ideal: Telaah Pola Pendidikan Islam Era Rasulluah Fase Mekkah dan Madinah”, dalam buku Syamsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013. Hasimy, Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, Cet. I. Hitti, Philip K. Histori of The Arabs: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, (Terj) R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005.
238
HS. Soetopo & Soemarno W, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1993. http://id.wikipedia.org/wiki/pembelajaran, 04 April 2014. Hubeis, Aida Vitalaya S. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa, Bogor: IPB Press, 2010. Humm, Maggie, Ensiklopedia Feminisme, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2002. Jannah, Nur, Bias Gender dalam Buku Teks Pelajaran Fikih Madrasah Ibtidaiyah, Yogyakarta: Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2010. Jum’ah, Ahmad Khalil, Nisa’ Min Ashr at-Tabi’in, (Terj), Sofwan Abbas, Jakarta: alI’tishom, Cahaya Ummat, 2012. Kadir, Ustadz Muhammad Khair Abdul, Konsepsi Sejarah Islam dalam Sorotan, Terj. dari Tarikhuna Fi Dlau’i al-Islam, oleh Nabhan Husein, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992, Cet. II. Kamarga, Hansiswany, Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Berbasis Informasi, Perlukah? Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, Cet. I. Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, Buku III: Pengantar Teknik Analisa Jender, 1992. Karwadi, “Implikasi Multiple Intellegences dalam Pembelajaran di SD/MI” dalam Mahmud Arif, dkk. Antologi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar Islam Jilid 2, Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015. KOMPAS.com diunggah tanggal, 14 April 2014. Krippendorff, Klaus, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi, Terj. Farid Wajidi, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1993. Kunandar, Penilaian Autentik, Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013. Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika, Jakarta: Teraju, 2004. ___________, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, Bandung: Mizan, 2001. 239
___________, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang, 1995. Kurniawan, Nurul Huda Bias Gender dalam Buku-Buku teks Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP, Yogyakarta: Tesis UIN SUnan Kalijaga, 2009. Latif, Yudi, Genealogi Inteligensia: Pengetahuan dan Kekuasaan Inteligensia Muslim Indonesia Abad XX, Jakarta: Kencana, 2013. _________, Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuaatan, Jakarta: Mizan, 2014. _________, Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualisasi Pancasila, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011. Lindsey, Linda L. Gender Roles a Sociological Perspective, New Jersey: Prentice Hall, 1990. Lips, Hilary M. Sex & Gender an Introduction, California, London, Toronto: Mayfield Publishing Company, 1993. M. Echols, John dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1983, Cet. XII. Madjid, Nurcholis, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan Pustaka, 1987. Majid, Abdul & Dian Andayani, Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. III. Majid, Abdul, Pembelajaran Tematik Terpadu, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014. Marhumah, Ema, Konstruksi Sosial Gender di Pesantren Studi Kuasa Kiai atas Wacana Perempuan, Yogyakarta: LKiS, 2011. _____________, Gender dalam Lingkungan Sosial Pesantren: Studi Tentang Peran Kyai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta: Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2008. Martanto, Iswo Dwi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam: Permasalahan dan Solusinya, Yogyakarta: Ombak Press, 2008, Cet. I. Minaji, Akh. Tradisi Akademik di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Suka Press, 2013.
240
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Mottier, Veronique “Feminisme dan teori Gender: Kembalinya Negara” dalam buku, Gerald F. Gaus dan Chandran Kukathas, Handbook Teori Politik (Terj). Derta Sri Widowatie, Bandung: Nusa Media, 2013. Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997. Muhadjir, Noeng, Metrodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1995. Muhaimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Jakarta: Prenada Media, 2005, Cet. II . Muhajir,
Pergeseran Kurikulum Madrasah Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Disertasi UIN Syarif Hidyataullah, 2005.
Muhammad, Husein, Fikih Perempuan Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender, Yogyakarta: LKiS, 2007. Muhammad, K.H Husein, Fiqh Sosial (Ed), Faqihuddin Abdul Qadir, Yogyakarta: LKiS, 2012, Cet. VI. Mulia, Siti Musdah & Marzani Anwar (Ed), Keadilan dan Kesetaraan Jender Persfektif Islam, Jakarta: Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001. Mulyasa, E., Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: Remaja Rosdakarya: 2013. Muqawwim, Geneologi Intelektual Saintis Muslim Sebuah Kajian Tentang Pola Pengembangan Sains dalam Islam Periode ‘Abbasyiyah, Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012. Mursi, Syaikh Muhammad Said, Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (Terj) Khoirul Amru Harahap dan Achamad Faozan, Jakarta: Pustaka al-Kaustar, 2012. Mustofa, Ahmad, Pengembangan Materi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. I.
241
Muthali’in, Ahcmad, Bias Gender Dalam Pendidikan, Surakarta: Muhammadiyah University, 2001. Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: ACAdeMIA, 2012. Nasution, S. Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. _________, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Citra Aditya, 1993. Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, Cet. IV. ____________, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, Cet. I. Neufeldt, Victoria (ed.), Webster's New World Dictionary, New York: Webster's New World Cleveland, 1984. Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002, Cet. I Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: Pustaka LP3ES, 1994. Nugroho, Riant, Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannuya di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Nurbakhsh, Javad, Wanita-wanita Sufi, (Terj) MS. Nasrullah & Ahsin Mohammad, Bandung: Mizan, 1996. Nuryatno, M. Agus, “Urgensi Filsafat Pendidikan dalam Pusaran Pragmatisme”, dalam Mukhrizal Arif, dkk., Pendidikan Pos-Modernisme: Telaah Pemikiran Tokoh Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014, Cet. 1. O’neil, William F., Educational Ideologies: Contemporary Expressions of Educational Philosophies, (Terj) Omi Intan Naomi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Onionss, C.T. (Ed), The Word Dictionary of English Etymology, Oxford: Oxford at the Clarendon Press, 1979. Ornstein C. Allan & Hunkins P. Francis, Curriculum: Foundations, Principles and Issues, Boston: Allyn and Bacon, 2004. 242
Papalia, Diane E. dkk. Human Development, Edisi 10, Buku 1, (Terj) Brian Marswendy, Jakarta: Salemba Humanika. 2009. Peraturan Menteri Agama Nomor 02 tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab. Prastowo, Andi, Paradigma Baru Madrasah dalam Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013, Jurnal Pendidikan Islam, Volume, III, Nomor 1, Juni 2014/1435 Ridho, M. Subkhi (Ed), Perempuan Agama dan Demokrasi, Yogyakarta: LSIP, 2007. Rukmina, Jurnal Iqra, Vol. 4. Fenomena Bias Gender dalam Pendidikan Islam, 2007. Sadli, Saparinah, Berbeda Tetapi Setara, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010. Sarkawi, “Posisi dan Peran Perempuan dalam Parlemen di Jawa Timur” dalam Sejarah & Dialog Peradaban: Persembahan 70 Thahun Prof. Dr. Taufik Abdullah, (Ed) A.B. Lapian, dkk, Jakarta: LIPI Press, 2005. Scunk, H. Dale, Learning Theories an Educational perspective, Terj. Eva Hamdiah & Rahmat Fajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan Pustaka, 2007. _______________, Perempuan, Jakarta: Lentera Hati, 2013. _______________, Perempuan: Dari Cinta Sampai ke Seks, dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama Samapai Bias Baru, Jakarta: Lentera Hati, 2006. _______________, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan Pustaka, 2007. Showalter, Elaine (Ed.), Speaking of Gender, New York & London: Routledge, 1989. Soekarno & Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 1986. Starawaji, Muhammad, “Pengertian http://strawaji.wordpress.com/, 01April 2014.
243
Pembelajaran”,
dalam
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1993. Suhartini, Rr, “Dimensi Gender dalam Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Rawan Longsor”, dalam Model-modelPemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: LKiS, 2005. Sukmadinata, Nana Syoidah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010. Sukmadinata, Nana Syoidah, Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdiknas, 1988. Sunarto, Ahmad, Ensiklopedi Biografi Nabi Muhammad dan Tokoh-tokoh Besar Islam: Panutan dan Teladan bagi Umat Sepanjang Masa, Jilid I-III, Jakarta: Widya Cahaya, 2013. Supriadi, Dedi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2005. Susetyo, Benny, Politik Pendidikan Penguasa, Yogyakarta: LKiS, 2005. Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, Jakarta: al-Husana Zikra, 1997. Tafsir, Ahmad, Flsafat Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. Tierney, Helen (Ed.), Women's Studies Encyclopedia, Vol. I, NewYork: Green Wood Press. Tilaar, H.A.R, Kekuasaan dan Pendidikan, Magelang: Indonesia Tera, 2003. Tim IKIP, Memperluas Cakrawala Penelitian Ilmiah, Jakarta: IKIP Press, 1988. Trisakti, Handayani, dan Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002. Umar, Nasruddin, “Dekonstruksi Pemikiran Islam tentang Persoalan Jender”, dalam Karya Sri Suhandjati Sukri (Ed), Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender, Jilid II, Yogyakarta: Gama Media, 2002. ______________, “Metode Penelitian Bersfektif Gender tentang Literatur Islam” dalam Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam,
244
Siti Ruhaini Dzuhaytin, dkk. Yogyakarta: PSW UIN Sunan Kalijaga dan Pustaka Pelajar, 2002. ______________, Argumentasi Keseteraan Gender Persfektif al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 1999. ______________, Argumentasi Keseteraan Jender Persfektif al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001. Wahid, M. Nurhidayat Nur, “Kajian atas Kajian Fatimah Merenissi tentang Hadist Misogini”, dalam Mansour Fakih et.al, Membincangkan Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 2000. Wilson, H.T., Sex and Gender, Making Cultural Sense of Civilization, Leiden, New York, Kobenhavn, Koln: EJ. Brill, 1989. Winarno, Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, Bandung: TARSITO, 1980. Winarno, Budi, Kebijakan Publik (Teori. Proses, dan Studi Kasus), Yogyakarta: CPAS, 2011. Woolfolk, Anita, Educational Pshychology Active Learning Edition Tent, (Terj). Helly Prajitni Soetjipto dan Sari Mulyantini Soejtipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990. Zubaedi, Isu-isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, Cet. I.
245
Lampiran Ayat al-Qur’an NO 1
QS. dan Ayat
al-Baqarah (2: ayat 282)
Terjemahan 282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
2
al-Nisa’ (4: ayat 11)
11. Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masingmasingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. yang diamalkan Nabi.
3
al-Nisa’ (4: Ayat 12)
4
al-Nisa’ (4: Ayat 58)
12. dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benarbenar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu)
apabila
menetapkan
hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi
5
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
124. Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.
al-Nisa’ (4: Ayat 124)
6
Ali Imran (3: Ayat 4)
7
Q.S. al-Nahl (16: Ayat 90)
8
al-Taubah (9: Ayat 21)
9
al-Taubah (9: Ayat 71)
4. sebelum (al-Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan al-Furqaan Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai Balasan (siksa). 90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
21. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal,
71. dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi
penolong
bagi
sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang
10
Q.S. al-Anbiya’ (21 Ayat 107)
11
al-Hujurat (49: Ayat 13)
munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 107. dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Identitas Diri Nama
:
ABDUL GANI JAMORA NASUTION
Tempat/tgl. Lahir
: Hutaraja Tinggi, 04 Pebruari 1990
Alamat Rumah
: Hutaraja Tinggi, Kec. Hutaraja Tinggi, Kab. Padang Lawas. Prov. SUMUT
Nama Ayah
: Japijor Nasution
Nama Ibu
:
No. Hp
: 081264453738
Email
:
[email protected]
:
SD Inpres Hutaraja Tinggi, Kec. Hutaraja Tinggi
Hotnida Hasibuan
B. Riwayat Pendidikan 1. SD
lulus Tahun 2002 2. SMP/Mts
:
MTs. Musthafawiyah Purba Baru, Mandailing Natal-SUMUT lulus tahun 2005
3. SMA/MA
: MAs. Musthafawiyah Purba Baru, Mandailing Natal-SUMUT lulus tahun 2008
4. S-1
:
STAIN Padangsidimpuan (Sekarang IAIN) lulus tahun 2012
5. S-2
:
PPS. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta masuk tahun 2012
Tahun 2010
C. Prestasi/Penghargaan 1. Beasiswa
Yayasan
Supersemar
:
2. Beasiswa Mahasiswa 2011 Berprestasi
Pemda
Kab. PALAS
:
D. Pengalaman Organisasi 1. Ketua
Bidang Periode 2009-2010
Perguruan Tinggi dan Kepemudaan (Kabid. PTKP)
HMI
Komisariat Tarbiyah, Cabang Padangsidimpuan 2. Ketua
:
Bidang Periode 2011-2012
Pemberdayaan Ummat (Kabid. PU) HMI
Cabang
Padangsidimpuan 3. Ketua
:
Himpunan Periode 2010-2011
Periode
2010-
2011.Program
Studi
Pendidikan
Agama
Islam (HMPS PAI) STAIN Padangsidimpuan
: Yogyakarta, Mei 2015
(Abdul Gani Jamora Nasution)