1. Kebiasaan Shalat; (a) Shalat Wajib di awal waktu dan berjamaah diiringi shalat sunnah Rawatib; (b) Shalat Tahajud (shalat layl) di setiap sepertiga malam terakhir; dan (c) Shalat Dhuha setiap pagi. 2. Kebiasaan Puasa, di samping melaksanakan puasa Ramadhan juga membiasakan berpuasa Sunnah. 3. Kebiasaan berzakat, infaq dan shadaqah: senantiasa mengeluarkan lebih dari 2,5 persen dari total pendapatan untuk ZIS. 4. Kebiasaan membaca al-Qur’an: senantiasa membaca al-Qur’an pada waktu-waktu tertentu; sehabis maghrib, menjelang shubuh, ba’da shubuh dan lain-lain serta mengkhatamkannya minimal satu kali dalam sebulan. 5. Kebiasaan membaca buku lebih dari satu jam setiap hari. 6. Kebiasaan beradab Islami dalam setiap aktivitas yang dilakukan. 7. Kebiasaan mengaji dan berada dalam komunitas orang shaleh, lebih dari sekali dalam seminggu. 8. Kebiasaan berkata baik, beramal shaleh dan memberikan kemanfaatan bagi orang lain. 9. Kebiasaan berpikir positif dan murah senyum.
? ?
Anda belum bisa ceramah Anda belum bisa pidato
Itu bukan penghalang
!
untuk berdakwah Anda bisa berdakwah dengan cara memberikan
TUNTUNAN ISLAM kepada teman, kerabat, tetangga, saudara dan handai taulan... minat berlangganan Tuntunan ISLAM? hubungi agen terdekat: | Ambon 0813.430.86.343 | Balikpapan 0813.4741.7222 | Banjarnegara 0813.9152.7890 | | Batang 0815.654.7164 | Berau 0811.596641 | Blora 0813.2877.1832 | | Bontang 0812.581.9262 | Boyolali 0857.2557.9118 | Demak 0857.2617.1950 | | Grobogan 0813.2562.0937 | Gunungkidul 0878.3916.2755 | | Jakarta Barat 081.707.39.789 | Jakarta Pusat 0815.8415.4260 | | Jember 081234.64.793 | Jepara 0813.2524.1985 | Kebumen 0878.3779.7773 | | Karanganyar 0816.427.9538 | Kendal 08122.564.103 | Klaten 0817.942.742.3 | | Kudus 0291-333.1220 & 0815.7881.6153 | Kulonprogo 0877.3844.8284 | | Labuhan Batu Utara 081370955377 | Langkat 081370439013 | | Lampung 0812.3051.3118 | Luwuk Banggai 0817.693.5003 | | Magelang (kab.) 0813.282.565.22 | Magelang (kota) 0293-363.792 | | Malang 0812.5257.5100 | Manado 0813.5640.3232 | Medan 08126302411 | Muko-Muko 0852.6849.0850 | Padang Sidempuan 081264117005 | | Pekalongan (kab.) 0858.42.0404.77 | Pekalongan (kota) 0856.4220.5499 | | Pematang Siantar 081361173817 | Purwokerto 08564.789.5017 | | Purworejo 08522.692.1756 | Purbalingga 0821.34.600.222 | Samarinda 0812.538.0004 | | Serdang Bedagai 085261658206 | Singaparna-Tasikmalaya 085322.400.124 | | Selawan - Asahan 081375202566 | Sigambal - Rantau Perapat 081397936301 | | Sragen 0852.9371.1479 | Surakarta 0815.4854.6529 | Tapanuli Selatan 081361667759 | Tapanulis Tengah 08126382034 | Temanggung 0877.1919.7899 | | Tegal (kab.) 081228493543 | Tegal (kota) 085327910021 | |Wonosobo 0813.2871.8161 | Yogyakarta 0857.29.844.448 |
0818.040.85.282 (XL) 08532.887799.7 (As) 08571.292.3.505 (IM3) (administrasi/pemasaran)
0813.2824.8448 (iklan, sms) email:
[email protected] Akun bank: Bank Syariah Mandiri, nomor rekening: 0300126664 a.n. Berkala Tuntunan Islam MT PPM
Ragam Isi Salam Tabligh: Kita semua pasti merasa nyaman bila dikenal sebagai orang yang beradab. Sebutan sebagai orang beradab menunjukkan bahwa orang tersebut mengetahui dan mengikuti adab atau aturan dan sopan santun yang berlaku dalam masyarakat. . ................................. 4
Tafsir al-Qur’an: Surat al-Baqarah ayat 21-24 Untuk apa beribadah? Untuk menjaga diri kita manusia supaya tidak rugi di dalam kehidupan dunia dan akhirat kita. Allah memberitahu kepada umat manusia siapa diriNya: Allah adalah Dzat yang memiliki sifat-sifat yang Agung dan Sempurna. Ayat-ayat ini adalah seruan dan ajakan yang sangat menarik untuk diikuti, agar kemudian umat manusia beribadah kepada-Nya untuk menyelamatkan diri dari adzab siksanya dan memperoleh ridha dan surga-Nya. ..................... 7
Tuntunan Akidah: Wujud Allah SWT ................. 17 Tuntunan Akhlak: Sabar .................................. 25 Adab Bicara ........................ 33
Robbij-’alni muqiimas-sholaati wa-min dzurriyyatii, robbanaa wa-taqobbal du’aa, Robbanagh-firlii wa-liwaalidayya wa-lilmukminiina yaumal-hisaa b Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat, ya Tuhanku, perkenankanlah doaku. Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua ibu bapaku dan seluruh orang mukmin, pada hari terjadinya hisab (hari kiamat). (Doa Nabi Ibrahim; QS Ibrahim: 40-41)
Tuntunan Ibadah: Shalat Layl Rasulullah (2) ........................................ 39
Tuntunan Muammalah: Bekerja untuk Beribadah .................................... 47 Syarah Hadits: Keutamaan Pionir Kebijakan .............. ................... 57 disain sampul & kaligrafi:
[email protected] | foto: agus sukaca
Pemimpin Umum: Agus Sukaca. Wakil Pemimpin Umum: Ahmad Supriyadi. Pemimpin Perusahaan: Ismail TS Siregar. Pemimpin Redaksi: Farid B. Siswantoro. Dewan Ahli: Drs. H. Andy Dermawan, M.A. (Koordinator); Prof. Drs. H. Sa’ad Abdul Wahid, Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. (Tafsir); H. Fathurrahman Kamal, Lc., M.Si., Dr. H. Syamsul Hidayat, M.Ag., Drs. H. Zaini Munir, M.Ag. (Aqidah); Dr. THE WAY OF LIFE Mohammad Damami, M.Ag., Drs. H. Hamdan Hambali, Drs. Yusuf A. Hasan, M.Ag., Drs. H. Muhsin Hariyanto, M.Ag., Drs. Marsudi Iman, M.Ag. (Akhlak); Syakir Jamaluddin, S.Ag., M.A., Ghofar Ismail, S.Ag., M.Ag., Asep Salahuddin, S.Ag., Drs. H. Kamiran Qomar (Ibadah); Drs. H. Dahwan, M.Si., H. Okrisal Eka Putra, Lc., M.Ag., Drs. H. Najib Sudarmawan, Drs. H. Khamim Z. Putra, M.Ag. (Muammalah). Sidang Redaksi: M. Yusron Asrofie (Tafsir), Ahmad Muttaqien (Akidah), Farid Setiawan (Akhlak), Ridwan Hamidy (Ibadah), Wijdan Al Arifin (Muamalah), Arif Jamali (Dinamika), Mahli Zainuddin Tago (Sosok), Adim Paknala (Rancang Grafis), Munichy B. Edrees (Artistik), Nuruddin T. Widiyanto (Dokumentasi), Sutoto Jatmiko (Sekretaris Redaksi). Manajer Pemasaran: RCA Pradipto Kuswantoro, Agus Budiantoro. Manajer Keuangan: Zulbahri Sutan Bagindo. Distribusi & Iklan: Nugroho F. Triono, Sukirman, Purwana, Arief Budiman Ch. Diterbitkan oleh: Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. Alamat: Jl. KHA. Dahlan 103 Yogyakarta-55262 telp. +62-274-375025 fax. +62-274-381031 email:
[email protected] Akun bank: Bank Syariah Mandiri nomor: 0300126664 a.n. Berkala Tuntunan Islam MT PPM.
BERKALA TUNTUNAN ISLAM
ISLAM
Salam Tabligh
Agus Sukaca
K
ita semua pasti merasa nyaman bila dikenal sebagai orang yang beradab. Sebutan sebagai orang beradab menunjukkan bahwa orang tersebut mengetahui dan mengikuti adab atau aturan dan sopan santun yang berlaku dalam masyarakat. Sebaliknya, sebutan sebagai orang tidak beradab menggambarkan perilaku orang yang tidak mengikuti aturan, semaunya sendiri, dan tidak mengenal sopan santun yang berlaku pada masyarakat. Menurut Wikipedia, adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama, terutama Agama Islam. Norma tentang adab ini digunakan dalam pergaulan antarmanusia, antartetangga, dan antarkaum. Kini, istilah adab telah berkembang menjadi istilah umum dan tidak selalu dikaitkan dengan Agama Islam. Islam mengatur adab dengan sangat baik dan rinci. Tidak ada ajaran yang mengatur adab serinci dan sebaik Islam. Suatu masyarakat yang didominasi oleh orang-orang yang melaksanakan adab Islami, dijamin menjadi masyarakat yang sejahtera, aman dan damai. Di antara adab-adab yang diatur dalam Islam antara lain: 4
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Adab bicara: selalu bicara yang baik, berusaha diam bila ada dorongan bicara yang tidak baik (berbohong, ghibah dan namimah, mencaci, mengutuk, berkatakata kotor, mengkafirkan orang muslim, membuat pendengar tertawa karena suatu dusta, membuka aib saudara, membuka rahasia yang anda diminta merahasiakan), senantiasa bermuka manis, menyertai pembicaraan dengan kalimah thayyibah, bicara seperlunya saja, mendahulukan orang tua, bicara perlahan-lahan, dan merendahkan suara. Adab makan: mencuci tangan sebelum dan sesudah makan; berdo’a sebelum dan sesudah makan; mengambil makanan dari yang tempatnya terdekat, makan dengan tangan kanan mulai dari tepi piring; menunggu sampai makanan berkurang panasnya; menyuapkan makanan ke mulut secukupnya; berhenti sebelum kenyang; dan makan bersama. Adab tidur: mengunci pintu kamar, memadamkan api dan lampu; berwudhu sebelum tidur; membersihkan tempat tidur; menghadap ke kanan; membaca beberapa ayat al-Qur’an; berdoa dan berdzikir; berdoa ketika bangun tidur. Adab berpakaian: menutup aurat; tidak menyerupai lawan jenis (laki-laki
menyerupai wanita atau sebaliknya); berpakaian yang pantas; mendahulukan yang kanan ketika memakainya; berhias dan rapi; menggunakan wewangian. Adab bersin dan menguap: mengucap alhamdulillah saat bersin; merendahkan suara bersin; mendoakan orang bersin yang berucap alhamdulillah; menahan dan menutup mulut ketika menguap. Adab buang hajat: di tempat yang semestinya; tidak menghadap kiblat; berdoa ketika masuk dan keluar WC; mendahulukan kaki kiri ketika masuk dan kaki kanan ketika keluar WC; memegang kemaluan dan beristinja’ dengan tangan kiri; dan beristinja’(bersuci). Adab terhadap orang tua: menghormati keduanya; berbicara baik dan sopan; mentaati perintahnya; lemah lembut dan bermuka manis; segera memenuhi panggilan keduanya; memuliakan sahabat dan kerabat keduanya; sering mengunjungi; berdoa untuk keduanya. Adab terhadap rumah: masuk rumah mengucap salam; mendahulukan kaki kanan saat masuk, kaki kiri saat keluar; meminta ijin bila masuk kamar; menyinari rumah dengan bacaan al-Qur’an; menjaga hak-hak penghuni rumah; melakukan kebiasaan baik dalam rumah. Adab terhadap tetangga: menjaga hak-hak dan memuliakan tetangga. Adab terhadap masjid: bersegera pergi ke masjid ketika waktu shalat tiba; berdoa dalam perjalanan menuju masjid, masuk dan keluar masjid; mendahulukan kaki kanan ketika masuk masjid dan kaki kiri ketika keluar masjid; shalat tahiyatul masjid sebagai penghormatan kepada masjid yang dilakukan begitu tiba dalam
masjid; berbaju bagus ketika shalat Jum’at, tetap berada di dalam masjid setelah adzan sampai shalat selesai, lakilaki menempati shaf depan, perempuan menempati shaf belakang terlebih dahulu. Adab bepergian: berpamitan dengan anggota keluarga; melaksanakan shalat safar; mengangkat pemimpin bila pergi berombongan 3 orang atau lebih; berdoa ketika naik kendaraan; menempati tempat duduk yang sesuai; berdzikir selama perjalanan; berdoa ketika singgah dalam perjalanan; menjaga hak orang lain atas jalan; menyingkirkan gangguan di jalan; membantu orang di jalan; segera pulang setelah urusannya selesai. Adab bergaul: memilih teman hanya yang baik; saling mencintai karena Allah; bermuka manis, lemah lembut, menampakkan kasih sayang; berbaik sangka, tidak mencari-cari kesalahan/aib; saling menasehati; saling tolong menolong; rendah hati dan tidak sombong; lapang dada; mudah memaafkan; tidak hasad dan benci; memanggil dengan panggilan yang disenangi; menjaga rahasia; menghindari persangkaan buruk. Adab bertemu: memberi dan menjawab salam; berjabat tangan; memberikan penghormatan; Yang berkendaraan memberikan salam kepada yang berjalan, yang berjalan kepada yang diam, dan kelompok yang sedikit kepada kelompok yang lebih banyak. Adab bertamu: mengucap salam saat bertamu; masuk rumah setelah diijinkan; bila menginap tidak lebih dari 3 hari; menikmati hidangan yang disajikan; berdoa untuk tuan rumah. Adab menerima tamu: memuliakan; menyambut dengan EDISI 7/2012
5
adalah gambaran pribadi kita. Bayangkan semuanya menjadi bagian perilaku kita: ketika bicara, makan, tidur, berpakaian, bersin, menguap, buang hajat, bergaul dengan orang tua, di rumah, di masjid, bergaul dengan orang lain, bepergian, bertamu, menjamu tamu, menjenguk orang sakit, berada dalam suatu majelis, kesemuanya adalah perilaku kita. Dan anda semua mengatakan: “Itu semua adalah perilaku saya...” Secara periodik lakukan penilaian perkembangannya. Buat lembar penilaian secara kuantitatif dengan melakukan skoring dengan nilai minimal 0 bila sama sekali belum anda lakukan dan nilai 10 bila selalu anda lakukan. Contoh di bawah ini (lihat tabel) adalah penilaian terhadap pengamalan adab bicara. Nilailah diri anda sendiri pada skor yang mana. Anda bisa melakukannya harian, mingguan, atau bulanan. Pastikan selalu ada perbaikan! Hari ini lebih baik dari kemarin! Pekan ini lebih baik dari pekan kemarin! Bulan ini lebih baik dari bulan kemarin... Wallahul musta’an!
keramahtamahan; menjamu dengan mendahulukan yang lebih tua dan yang di sebelah kanan; mengiringi tamu ketika pulang. Adab menjenguk orang sakit: menjenguk pada waktu tepat; tidak berlamalama dalam menjenguk; posisi orang yang menjenguk: menanyakan keadaan orang yang sakit; meringankan bebannya; mendoakan; menuntunkan syahadat bila sakitnya sudah parah. Adab dalam majelis: mengucapkan salam ketika datang; mengambil tempat duduk yang tersedia atau yang memang disediakan khusus buatnya, tidak boleh menyuruh orang lain pindah dari tempat duduknya kemudian tempat itu diduduki; menyimak pembicaraan dalam majelis; bicara dengan seijin pimpinan majelis; menjaga kekhidmatan majelis dari perilaku yang mengganggu acara; berlapang dada terhadap perbedaan pendapat dalam majelis; menutup majelis dengan doa kafaratul majlis. Itulah diantara sekian banyak adab yang diatur ajaran Islam. Untuk menjadikannya menjadi adab pribadi kita, perlu proses perjuangan tiada akhir. Pertama-tama yang kita lakukan adalah menjadikannya sebagai impian kita. Kita bayangkan adab-adab tersebut
Samarinda, 3 Jumadil Awwal 1433 H Agus Sukaca
ADAB BICARA
SKOR
1) Selalu bicara baik
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2) Diam bila ada dorongan bicara tidak baik
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 10
3) Bermuka manis
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4) Disertai kalimat thayyibah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
5) Bicara seperlunya
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
6) Mendahulukan yang tua
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
7) Perlahan-lahan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
8) Merendahkan suara
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
TOTAL SKOR
6
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Tafsir al-Qur’an SURAT AL-BAQARAH (2): 21-24
Terjemah al-Baqarah ayat 21-24: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa (21). Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui (22). Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolongpenolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (23). Maka jika kamu tidak dapat membuatnya, dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir (24).
A
yat-ayat ini berada dalam urutan ayat setelah Allah menggambarkan adanya tiga kelompok manusia dalam memberi jawaban (merespons) atas seruan untuk menerima petunjuk Allah dengan beriman, yaitu: pertama, al-muttaquun; yaitu orang-orang yang mantap sekali menerima seruan untuk beriman dan mengerjakan amalan shalih. Kedua, al-ladziina kafaruu; yaitu orang-orang yang menolak sama sekali
seruan untuk beriman dan beramal shalih. Ketiga, al-munaafiquun; yaitu orangorang yang ragu-ragu untuk beriman dan beramal shalih, mereka menipu dengan menyebut dirinya beriman padahal tidak, mereka mengatakan sesuatu hal yang tidak ada dalam hatinya. Setelah itu kita tahu, Allah kemudian berfirman (ayat 21-22) dengan memerintahkan umat manusia pada umumnya supaya beribadah kepada Allah agar bisa EDISI 7/2012
7
mencapai derajat kelompok satu, yaitu orang-orang yang bertakwa.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orangorang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (21). Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui (22). Di sini kita akan membahas ayat tersebut dengan mendalami kata-kata kunci yang termaktub di dalamnya.
agak panjang, dia mengartikan beribadah itu adalah tunduk dan patuh dengan merendahkan diri. (Baca kembali Tafsir al-Fatihah di Berkala Tuntunan Islam edisi 2/2011). Ibadah adalah satu nama yang mencakup apa-apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa perbuatan dan ucapan, lahir maupun batin. Selain itu, menegakkan ibadah dan isti’anah (memohon pertolongan) kepada Allah adalah sarana untuk meraih kebahagiaan abadi dan keselamatan dari semua keburukan. Maka, tidak ada jalan untuk meraih keselamatan kecuali dengan menegakkan keduanya. Berikut adalah hadits shahih perintah Nabi SAW kepada Mu’adz bin Jabal untuk selalu berdoa setelah selesai Shalat:
Ya Allah, tolonglah aku untuk ingat dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah kepada-Mu dengan bagus. Penggalan itu demikian mashurnya. Namun, secara lengkapnya hadits di atas adalah:
Perintah ibadah paling awal 1. (an-Naas) Maksudnya adalah manusia pada umumnya, Bani Adam secara keseluruhan. Bisa juga disebut umat manusia. 2.
(U’buduu) Maksudnya, beribadahlah. Imam Tabari, seorang ahli tafsir dan sosok sejarawan Islam paling awal, mengatakan bahwa asal kata ini bagi orang Arab adalah merendahkan diri dalam arti yang penuh, puncak kerendahan diri di hadapan Allah Sang Maha Pencipta. Secara 8
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Dari Mu’adz bin Jabal dia berkata; “Rasulullah SAW memegang tanganku sambil berkata kepadaku: “Aku mencintaimu wahai Mu’adz!” Lalu
aku juga berkata: “Aku juga mencintai Engkau wahai Rasulullah Shalallah alaihi wasallam!” Lalu Beliau bersabda: “Janganlah kau meninggalkan bacaan berikut ini setelah usai shalat.”Ya Allah, tolonglah aku untuk ingat dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah kepada-Mu dengan baik.” (HR an-Nasa’i no. 1286; juga HR Abu Dawud no. 1301 ) Dalam hadits di atas, husn artinya baik dan bagus dalam segala hal. Hadist di atas oleh Imam Nashiruddin al-Albani, seorang ulama hadits yang sangat otoritatif di zaman modern ini, dinyatakan berkualitas shahih. (u’buduu) ini juga diartikan taatlah kepada Allah dengan penuh rasa iman dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dalam kaitan ini, Allah berfirman bahwa tujuan Allah menciptakan jin dan manusia itu adalah supaya beribadah kepada-Nya.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.(QS adzDzariyat, 51: 56) Yang menarik, dalam Surat Al-Baqarah ayat 21 inilah Allah untuk pertama kali memberikan perintah yang ditujukan kepada umat manusia seluruhnya agar mereka menyembah-Nya. Jika kita lacak makna ayat demi ayat sedari awal, maka di situlah keistimewaan ayat ini. Dengan tegas ayat ini memaparkan bahwa alasan penciptaan manusia dan jin adalah agar menyembah Allah.
Adapun isi perintah Allah adalah supaya manusia beribadah kepada-Nya, menyembah kepada-Nya. Jadi, ayat ini adalah ayat perintah pertama yang muncul dalam urutan Mushaf al-Qur’an. Maka, kita bisa mengambil pelajaran bahwa ayat perintah pertama ini adalah ayat perintah paling penting yang harus dikerjakan dan juga menjiwai kehidupan manusia. 3.
(Rabbakum) Kata ini mengandung tiga unsur pokok sifat, yaitu pencipta, pemilik (penguasa), dan pengatur (pemelihara). Rabbakum adalah Tuhan Pencipta, Pemilik (Penguasa), dan Pengatur serta Pemelihara kamu semua wahai umat manusia. Ini adalah seruan Allah kepada seluruh umat manusia untuk beribadah kepada Allah yang telah memelihara manusia dengan kenikmatan-kenikmatannya. Mengapa? Karena Allah-lah yang mencipta manusia dari tidak ada menjadi ada supaya manusia bisa menjadi orang yang bertakwa. 4. (Khalaqakum) Artinya: telah menciptakan kamu. Kata khalaqa dipakai oleh Allah dalam arti menciptakan dari tidak ada menjadi ada (lihat QS 6: 1) dan juga dari sesuatu menjadi sesuatu yang lain (QS 4: 1). Kata ini hampir semuanya dipakai oleh Allah kecuali di dua ayat, yaitu QS 3: 49 dan QS 5: 110 dan itupun atas izin perkenan dari Allah dan dalam arti menjadikan sesuatu dari sesuatu. Kata khalaqa yang berarti mencipta dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada hanya dipakai oleh Allah saja. (Lihat boks: Hebatnya Mencipta dari Ketiadaan). EDISI 7/2012
9
HEBATNYA MENCIPTA DARI KETIADAAN
P
erkembangan ilmu pengetahuan membuktikan kepada manusia bahwa siapa saja tidak bisa membuat sesuatu tanpa bahan apapun. Harus ada bahan mentahnya dulu sebelum bahan itu dirubah menjadi sesuatu yang lain. Harus ada oksigen dan hidrogen dulu, sebelum kedua zat itu di-‘gabung’ menjadi air. Harus ada tepung + air + gula + panas (api) sebelum barangbarang itu berubah menjadi roti. Pengertian itu dalam sain dikenal sebagai Hukum Kekekalan Massa dan Energi, yakni massa zat sebelum reaksi sama dengan setelah reaksi. Jika setelah reaksi ditemukan zat seberat 100 gram, maka total massa zat-zat sebelum reaksi selalu sebesar 100 gram pula. Jika setelah reaksi diperoleh air (H2O) sebanyak 100 gram, maka total zat-zat penyususnnya (hidrogen dan oksigen) ya selalu sebanyak 100 gram pula. Apakah mungkin massa setelah reaksi berkurang jumlahnya? Mungkin saja. Apalagi kalau itu terjadi dalam sistem terbuka, bukannya sistem tertutup seperti laboratorium. Tetapi kalau ini terjadi maka akan terjadi lepasan energi yang menggantikan selisih massa yang berkurang tadi. Bukti sain menunjukkan bahwa hilangnya massa seperti itu akan menghasilkan energi yang besarnya luarbiasa, seperti yang terjadi dalam 10
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
ledakan mercon atau dinamit atau bom. Serbuk mesiu itu sesungguhnya tidak hilang, melainkan terkonversi menjadi energi ledakan yang relatif dahsyat. Bukankah dinamit sebesar jempol kaki bisa menghasilkan energi yang membuat batu yang keras menjadi luluh lantak? Energi yang Lepas Saat Kiamat Secara teori, pengertian seperti itu dapat dibalik: untuk memperoleh beberapa gram massa saja dibutuhkan energi yang besarnya luar biasa. Para tukang sulap sudah membuktikan bahwa tidaklah mungkin membuat sesuatu dengan tanpa bahan alias membuat sesuatu dari ketiadaan. Karena mengakui hal itu, mengakui bahwa yang mereka lakukan tidak lain hanyalah “tipuan mata”, maka mereka berendah hati menyebut dirinya “ilusionis”. Maksudnya: orang yang membuat ilusi. Apa Hubungan semua ini dengan tafsir Surat Al Baqarah? Di sinilah letak sifat maha dahsyatnya Allah. Allah bisa menciptakan sesuatu dari ketiadaan --seperti pengertian khalaqa dalam ayat 21 Surat al-Baqarah itu. Maksudnya, tanpa bahan apapun Allah bisa menciptakan sesuatu. Padahal Hukum Kekekalan Massa dan Energi membuktikan bahwa untuk memperoleh beberapa gram saja suatu zat tertentu dibutuhkan energi yang amat-
sangat besarnya. Lalu seberapa besar energi dibutuhkan untuk menciptakan langit dan bumi? Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi (QS alAn’am: 1) Tentu saja, hanya ada pujian dan pujian dan pujian kepada Dia yang bisa menciptakan sesuatu dari ketiadaan. Sebab, dibutuhkan energi yang maha dahsyat untuk dapat melakukan hal itu — seperti halnya dihasilkan energi sangat dahsyat jika sesuatu itu musnah. Nah, memahami ilmu pengetahuan dengan benar ternyata mendorong kita untuk lebih memahamiAllah dan karena itu mengagungkan Asma-Nya.
5.
(Firaasyan)
Artinya: hamparan, gelaran, atau sesuatu yang bisa dibilang rata. Dalam Tafsir al-Thabari, “hamparan” di sini bisa berarti tempat tinggal dan juga tempat berjalan kaki. 7.
Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah: “Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancurhancurnya, (QS Thaha: 105). Maka kita bisa membayangkan akan adanya rangkaian ledakan yang takterpermanai hebatnya pada hari kiamat itu. Yang terjadi adalah kehancuran sehancur-hancurnya, karena lenyapnya sebiji gunung saja pasti akan menghasilkan hempasan energi luarbiasa tak terkendali di sekelilingnya. Wallahu alam.
(La’allakum tattaquun)
Maknanya: agar supaya kamu bertakwa. Artinya, agar kita manusia itu bisa menjaga diri, awas dan waspada, tunduk patuh dan taat, kepada Allah, dengan begitu kita terjaga terus memperoleh rahmat, ampunan dan pahala dari Allah serta terhindar dari murka-Nya. 6.
Sampai di sini kita menjadi mafhum tentang makna dibalik ayat ini:
(Wassamaa’a binaa’a)
Allah menjadikan langit sebagai atap (bangunan). As-samaa’ itu karena posisinya tinggi, maka disebut langit. Seperti
atap rumah bisa disebut langit (langitlangit). Binaa’a: bangunan atau atap.
Dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Pada ayat iniAllah menyebutkan salah satu kenikmatan berupa rezeki air dari langit, dan karena air hujan ini maka bijibijian kemudian tumbuh menjadi pohon yang mengeluarkan buah-buahan yang juga menjadi rezeki. Penyebutan ayat ini untuk mengingatkan umat manusia bahwa Allah-lah yang memberi rezeki, bukan patung atau berhala yang banyak orangorang kafir memuja dan menyembahnya. EDISI 7/2012
11
Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS alBaqarah: 22) 8.
(Andaada)
Bentuk jamak dari kata niddun ( ) yang berarti sekutu atau serupa. Andaada berarti sekutu-sekutu yang disamakan dengan Allah dan diberikan hak-hak yang sama dengan-Nya. Artinya, janganlah mempercayai apapun atau siapapun selainAllah dan menganggapnya memiliki kekuasaan dan kekuatan seperti Allah dan kemudian memujanya atau bahkan menyembahnya. 9.
(Wa antum ta’lamuun)
Artinya: sedangkan kamu mengetahinya. Yang dimaksud dengan kamu itu, menurut Ibn Abbas dan Qatadah, adalah setiap orang mukallaf yang mengetahui keesaan Allah dan tidak ada sekutu bagiNya, siapapun dia, baik bangsa Arab maupun selainnya, baik yang melek huruf maupun yang buta huruf, meskipun ayat ini diturunkan berkenaan dengan para Ahli Kitab maupun orang-orang munafik yang ada di sekitar kota Madinah. Keterkaitan dan makna dua ayat di atas Pada aspek munasabah (keterkaitan), setelah Allah subhanahu wa ta’ala pada ayat-ayat sebelumnya menyebut tentang orang-orang bertakwa (muttaqin) dan orang-orang beriman (mukminin) yang beruntung, orang-orang kafir yang rugi, dan juga menyebut tentang orang12
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
orang munafik, yaitu orang-orang yang berada diantara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, kemudian dengan metode yang menarik perhatian Allah menyeru kepada umat manusia seluruhnya, di mana saja dan kapan saja, untuk beribadah hanya kepada Allah saja. Untuk apa beribadah? Untuk menjaga diri kita manusia supaya tidak rugi di dalam kehidupan dunia dan akhirat kita. Allah memberitahu kepada umat manusia siapa diri-Nya: Allah adalah Dzat yang memiliki sifat-sifat yang Agung dan Sempurna. Dengan demikian, hal itu adalah seruan dan ajakan yang sangat menarik untuk diikuti, dan dengan demikian maka umat manusia kemudian beribadah kepada-Nya untuk menyelamatkan diri dari adzab siksanya dan memperoleh ridha dan surga-Nya. Allah menutup seruan dan ajakan-Nya dengan memberi penjelasan untuk tidak menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya dengan menyembahnya dengan mengabaikan Allah atau menyembahnya bersama dengan menyembah Allah. Petunjuk dari dua ayat di atas 1. Kita diperintah untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Tinggi, karena itu mencakup seluruh aspek kehidupan. 2. Penambahan perkenalan NamaNama dan Sifat-Sifat Allah Yang Maha Tinggi. 3. Larangan bagi manusia berbuat syirik baik kecil maupun besar, baik sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.
QS al-Baqarah ayat 23-24
nanti mengenai kematiannya, padahal orang akan menjadi tua itu sudah jelas dan orang akan mati itu juga sudah jelas dan pasti. 11.
(‘Abdinaa)
Artinya: hamba Kami, yakni Nabi Muhammad SAW. 12. Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (23). Maka jika kamu tidak dapat membuatnya dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir (24). 10.
(Raibin)
Artinya: keraguan disertai dengan rasa tidak tenang, tidak nyaman, ada kekhawatiran dan ketakutan. Ungkapan ini menunjukkan bahwa apa yang diturunkanAllah itu tidak bersifat meragukan. Tetapi manusia, dalam hal ini adalah orang-orang kafir dan munafik juga Ahli Kitab, dalam keadaan ragu karena keadaan yang ada pada mereka. Seseorang merasa ragu, tidak yakin terhadap sesuatu hal. Karena keadaan dan waktu maka orang kemudian menjadi ragu, bukan al-Qur’annya yang bersifat meragukan. Misalnya, orang itu suatu saat akan ragu tentang nasib hari tuanya, atau
(Fa’tuu bi suura-tin mim mitslih) Artinya: maka buatlah satu surat yang semisalnya (al-Qur’an). 13.
(Syuhadaa’akum)
Artinya: penolong-penolong kamu. Maksudnya, bisa siapa saja atau bahkan apa saja termasuk berhala-berhala yang mereka sembah dan mereka mintai pertolongannya (syafaatnya). Surat al-Baqarah ayat 23 ini adalah hujjah dari Allah bagi Rasul-Nya SAW dalam menghadapi orang-orang kafir, musyrik dan para Ahli Kitab. Ayat ini merupakan salah satu ayat tantangan bagi mereka yang meragukan al-Qur’an, yang tidak mempercayainya, dan yang tidak membenarkannya dengan tidak melaksanakan ajaran-ajarannya, maka mereka disuruh untuk membuat satu surat yang semisal dengan salah satu surat yang ada di dalam al-Qur’an. Ternyata mereka bahkan sampai sekarang tidak mampu membuat tandingan satu surat pun semisalnya. Dengan demikian, maka terbuktilah bahwa Nabi Muhammad SAW tidak mengarangnya. Kalau saja al-Qur’an itu adalah karangan Nabi saw, tentunya akan banyak orang yang bisa juga membuat surat semisalnya. EDISI 7/2012
13
14. (Wa lan taf’aluu) Artinya: dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya.
Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”. (al-Isra’: 88) 15.
(Fattaqun naaral-latii)
Artinya, peliharalah dirimu dari api neraka. Kata ittaquu banyak dipakai di dalam ayat-ayat al-Qur’an dalam bentuk dan seringkali mengikuti suatu perintah atau larangan, atau kadang mendahuluinya. Dalam kasus ini, maka arti yang mungkin tepat adalah awas dan waspada, serta hati-hati, ini adalah perintah atau larangan Allah SWT. Oleh karena itu, kita perlu sekali mentaati-Nya. Hal ini penting untuk dilaksanakan supaya memperoleh ridha Allah dan surga-Nya, serta terhindar dari siksa Allah dan masuk neraka. Oleh karena itu, sangat bisa dimengerti kalau terjemahan al-Qur’an versi Kementerian Agama memilih arti “peliharalah dirimu dari api neraka”. 16. (Waquudu hannaasu wal hijaarah) Artinya, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Kata waquud berarti 14
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
bahan bakar, kalau wuqud artinya menyala. Kalau ada yang bertanya mengapa bahan bakarnya batu, dan mengapa batu disebut secara khusus, maka jawaban sederhananya adalah bahwa batu itu menyimpan dan juga menambah daya panas, apalagi saat tersenggol atau menempel badan. Batu tertentu menjadi sangat panas apabila dibakar. 17. (U’iddat lil kaafiriin): Artinya: yang disediakan bagi orangorang kafir. Yang dimaksud dengan orang-orang kafir adalah mereka yang menolak atau tidak mau beriman dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tidak mau beribadah kepada Allah, menolak kerasulan Nabi SAW dan syariat Allah. Keterkaitan dan makna dua ayat di atas: Setelah Allah menetapkan bahwa beragama yang benar itu adalah bertauhid, artinya beribadah hanya kepada Allah saja tidak kepada lain-Nya atau dengan yang lain. Kemudian pokok agama yang selanjutnya adalah mengimani kenabian Rasulullah Muhammad SAW. Dalam hal ini, al-Qur’an memberikan alasan bahwa seandainya orang-orang itu ragu terhadap al-Qur’an, maka Allah menantang mereka untuk membuat satu surat semisal surat yang ada di dalam al-Qur’an. Sekiranya mereka tidak bisa membuatnya, maka hendaklah mereka menjaga diri mereka dari siksa api neraka dengan jalan beriman dengan wahyu Ilahi dan beribadah hanya kepada Allah saja dan menetapi ajarannya (syariatnya).
Petunjuk dari dua ayat di atas: 1. Penetapan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah dengan menurunkan al-Qur’an kepada beliau. 2. Memperkuat kesadaran manusia akan kelemahannya sehingga tidak mampu membikin satu surat-pun semisal surat yang ada dalam al-Qur’an. Bahkan sampai sekarang, yang sudah 14 abad berlalu, belum juga ada yang bisa membuat satu surat semisal surat di dalam al-Qur’an. Sehingga Allah-pun sampai berfirman yang artinya:“dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya”. 3. Orang supaya menjaga diri dari siksa api neraka dengan cara beriman kepada al-Qur’an, dengan melaksanakan ajaran-ajarannya seperti yang paling penting adalah beribadah kepada Allah saja.
Salah satu contoh ibadah yang relatif ringan sebagaimana hadis Nabi SAW:
Jagalah dirimu dari api neraka walau dengan secuil kurma, jika tidak mendapatkan, hendaknya dengan perkataan yang baik. (HR Bukhari 5564) Pada dua ayat tersebut Allah memerintahkan kepada umat manusia untuk beribadah kepada Allah saja (bertauhid), dengan tidak menyembah selain –Nya. Mengapa harus beribadah kepada Allah? Alasan burhaninya (bukti) tiga di antaranya dalam dua ayat ini adalah bahwa: Pertama, Allah adalah pencipta manusia pertama kali dari tidak ada menjadi ada. Kejadian selanjutnya apalagi sekarang sepertinya peristiwa kejadian manusia dianggap sesuatu hal yang biasa dan bersifat rutin.
melayani: Pelatihan menerjemahkan Al-Qur’an dengan Metode Al-Khomsah Pelatihan membaca Al-Qur ’an dengan Metode 10 Jam Privat atau klasikal belajar membaca atau menerjemahkan Al-Qur’an JUMLAH KOSA KATA AL QUR’AN (30 juz)
Lembaga Pendidikan Al-Qur’an AL-FADHL
LPA AL-FADHL Jogja Bedukan RT 04 Pleret Bantul DIY Telp. 085.729.844.448
keseluruhan 106.168 kosa kata yang dipelajari 7.323 (7%) (penelitian M. Fathul Mubin)
EDISI 7/2012
15
Ketiga, Allah menghidupkan bumi sesudah kematiannya. Hal ini adalah salah satu dalil paling kuat tentang adanya Hari Kebangkitan. Hal ini diisyaratkan dalam penggalan ayat 2: 22: Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)-nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya lah sifat Yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ar-Ruum: 27)
…lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu …. Penggalan ayat di atas diperkuat dengan ayat berikut:
(Catatan: Lihat juga Yunus, 10: 4, 34; AnNaml, 27: 64; al- Ankabut, 29: 19)
Kedua, Allah adalah pencipta langit dan bumi. Langit dan bumi adalah dua makhluk yang masuk pada jajaran makhluk yang agung.
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (al-Mu’min: 57)
Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. (QS Yasin: 81) (Catatan: Lihat juga al-Isra, 17: 99; alAhqaf, 46: 33; an-Naziat, 79: 27-28) 16
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Al Fushshilat 39). (Catatan: Lihat juga: Surat Qaaf, 50: 11; al-A’raf, 7: 57) Narasumber utama artikel ini: Drs. H. M. Yusron Asrofie, M.A.
Tuntunan Akidah
Wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala simplyislam.com
Alkisah, tatkala Nabi Musa AS datang untuk bermunajat kepada Allah SWT pada waktu yang telah ditentukan, dan Allah SWT pun telah berbicara secara langsung dengannya, tiba-tiba timbul keinginan beliau untuk dapat melihat secara langsung kepada Allah SWT.
N
amun, karena ketidakberdayaan dirinya berhadapan dengan Dzat Allah, keinginan tersebut tidak bisa terwujud, meskipun Allah SWT telah memenuhi keinginannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’an sebagai berikut:
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: “Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertamatama beriman”. (QS al-A’raf: 143) EDISI 7/2012
17
Kasus yang pernah dialami oleh Nabi Musa AS di atas menegaskan bahwa wujud Allah adalah bersifat ghaib dan oleh karenanya manusia tidak akan pernah bisa melihat Allah SWT, sebagaimana firman Allah berikut:
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui. (QS al-An’am: 103) Pada masa Rasulullah SAW, beberapa sahabat Nabi pernah memikirkan tentang Dzat Allah SWT. Tetapi, Nabi segera menegur mereka, beliau bersabda:
Pikirkankanlah ciptaan Allah dan jangan kamu memikirkan (Dzat) Allah. (HR Thabrani) Oleh karena wujud Allah yang tidak tampak tersebut, banyak manusia tidak mempercayai akan keberadaan-Nya. Mereka mengingkari-Nya dengan alasan karena mereka tidak dapat menangkap keberadaan Allah dengan indera mereka. Mereka bahkan menuduh orang-orang yang meyakini keberadaan Allah sebagai orang-orang yang bodoh, penghayal, tidak ilmiah dan tuduhan-tuduhan lain yang sangat menyakitkan yang dialamatkan kepada orang-orang yang beriman kepada keberadaan Allah SWT. Sejatinya orang-orang yang hanya mempercayai sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera manusia terbantah18
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
kan oleh kenyataan mereka sendiri. Misalnya, mereka mempercayai adanya kekuatan gravitasi meskipun mereka tidak pernah melihat keberadaannya secara inderawi. Mereka juga mempercayai adanya rasio meskipun tidak pernah terlihat wujudnya melainkan hanya hasil yang ditimbulkannya. Mereka juga mempercayai adanya kekuatan magnet karena adanya daya tarik menarik antara satu besi dengan besi lainnya tanpa pernah melihat wujudnya secara inderawi. Mereka juga mempercayai adanya elekton dan neutron bukan karena mereka pernah melihatnya secara inderawi melainkan karena adanya tanda-tanda yang membuktikan keberadaannya, dan lain-lain. Jadi, semestinya orang-orang yang mengingkari keberadaan Allah SWT dengan alasan mereka tidak pernah melihat-Nya secara inderawi harus pula mengingkari benda-benda lain yang juga tidak pernah mereka lihat. Memang, alat inderawi adalah salah satu perangkat yang dapat dipergunakan untuk membuktikan keberadaan sesuatu. Tetapi, ia bukan satu-satunya, melainkan masih banyak perangkat lain yang dapat dijadikan sarana untuk membuktikan adanya sesuatu. Dalam hal keberadaan Allah, terdapat tiga bukti (dalil) yang bisa mendukung dan menguatkannya. Dalil itu adalah Dalil Fitrah, Dalil Akal (Aqli) dan Dalil Wahyu (Naqli). Dalil Fitrah Pada dasarnya benih keyakinan terhadap wujud Allah merupakan fitrah atau sesuatu yang bersifat kodrat yang dibawa
oleh manusia seiring kelahirannya di alam dunia. Hal ini diakui oleh beberapa pakar dari berbagai kalangan, di antaranya: 1. Ali Issa Othman, yang menjelaskan bahwa arti fitrah tidak lain adalah inti dari sifat alami manusia, yang secara alami pula ingin mengetahui dan mengenal Allah SWT (Ali Issa Othman, Manusia Menurut al-Ghazali: 28). 2. Mircea Eliade, yang menyebutnya sebagai homo religious atau naturalier religiosa (makhluk beragama). 3. Danah Zohar dan Ian Marshal yang menamakannya dengan istilah God Spot atau Titik Tuhan (Danah Zohar, Ian Marshall, SQ: Spiritual Intelligence – The Ultimate Intelligence, 2000: 79). 4. Sayid Sabiq, yang menyebutnya dengan istilah Ghorizah Diniyah. (insting keberagamaan) (Anasirul Quwwah fil Islam: 11). 5. Yasien Muhammad, yang menerangkan bahwa karena fitrah Allah dimasukkan dalam jiwa manusia, maka manusia terlahir dalam keadaan dimana tauhid menyatu dengan fitrah. (Yasien Muhammad: 21).
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukan-
kah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (QS al-A’raf: 172) Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap manusia sejak masih berada dalam alam ruh (arwah) telah ditanamkan benih iman, kepercayaan dan penyaksian (syahadah) terhadap keberadaan Allah SWT. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, ibu bapaknyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. al-Bukhari). Jadi, Allah menciptakan manusia disertai dengan berbagai macam naluri, termasuk naluri bertuhan, naluri beragama, yaitu Agama Tauhid. Jika ada manusia yang mengingkari adanya Tuhan atau tidak beragama Tauhid, maka dia telah menyalahi fitrahnya sendiri yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan terutama kedua orang tuanya. Dan pada dasarnya para Rasul Allah diutus di muka bumi ini hanyalah dalam rangka untuk mengingatkan manusia akan fitrahnya tersebut. Gejala adanya Fitrah ini secara universal dapat diamati cukup signifikan diantaranya pada dua fenomena berikut: Pertama, dalam sepanjang sejarah perjalanan hidup manusia dari dahulu hingga saat ini umat manusia tidak bisa EDISI 7/2012
19
dilepaskan dari kehidupan keagamaan. Hubungan manusia dengan Tuhan dapat dilihat dari kehidupan keberagamaan yang paling sederhana hingga kehidupan keberagamaan yang paling komplek sekalipun, walaupun dalam perjalanannya banyak terjadi penyimpangan. Hal ini membuktikan bahwa peran Tuhan dalam kehidupan manusia sangat dominan. Penelusuran tentang sejarah pengembaraan manusia dalam pencarian menggapai Tuhan, dapat ditemukan dalam buku Karen Amstrong A History of God: 4000 Year Quest of Judaism, Christianity, and Islam (Sejarah Tuhan: 4000 Tahun Pengembaraan Manusia Menuju Tuhan). Kedua, tatkala seseorang mengalami suatu kondisi yang mencekam, misalnya sedang berada di tengah ombak lautan yang bergulung-gulung atau sedang mengalami terpaan musibah yang bertubi-tubi. Disaat itulah naluri ketuhanannya akan muncul, tanpa disadari ia akan mengucapkan: “Tuhan, tolonglah aku”. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam al-Qur’an sebagai berikut:
Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia 20
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orangorang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS Yunus: 12) Dalil Akal (Aqli) Renungan manusia dengan menggunakan akal fikiran yang bersih dan kritis disertai dengan pengamatan intuisi yang halus dan tajam pasti akan membuahkan hasil semakin bertambah kuat keyakinannya (belief) bahwa sesungguhnya jagat raya beserta seluruh isinya ini adalah makhluk Allah, yang diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dengan penuh perencanaan dan bertujuan. Untuk membuktikan keberadaan Tuhan dengan dalil akal dapat digunakan dengan melalui dua pendekatan, yakni Pendekatan Hukum Akal dan Pendekatan Fenomenologis. Pertama: Pendekatan Hukum Akal Pendekatan ini dikemukakan oleh Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc. M.Ag, dalam bukunya “Kuliah Aqidah”. Beliau menyebutkan empat macam hukum akal yang dapat dijadikan sebagai dalil wujud Allah SWT. Keempat hukum akal tersebut adalah: 1. Hukum Sebab (Qanun al-’Illah) Segala sesuatu, pasti ada sebabnya. Setiap ada perubahan tentu ada yang menjadi sebab terjadinya perubahan itu. Begitu juga sesuatu yang ada tentu ada yang mengadakannya. Sesuatu, menurut akal, mustahil ada dengan sendirinya. Maka, alam raya ini pun pasti ada yang
mengadakannya. Itulah Tuhan Yang Maha Pencipta Segala Sesuatu. 2. Hukum Wajib (Qanun al-Wujub) Wujud segala sesuatu tidak bisa terlepas dari salah satu di antara tiga kemungkinan: wajib ada, mustahil ada, atau mungkin ada. Tentang alam semesta, adanya tidaklah wajib dan tidak pula mustahil, tetapi bersifat mungkin. Ia mungkin ada dan mungkin tidak ada. Karena alam ini bersifat mungkin, maka ia mustahil diadakan oleh dirinya sendiri yang bersifat mungkin, karena sesuatu yang mungkin adanya mustahil akan mengadakan sesuatu yang mungkin menjadi ada, tetapi ia harus diadakan oleh kekuatan diluar dirinya yang bersifat wajib adanya, dan itulah yang disebut Tuhan yang bersifat wajib adanya (wajibul wujud) 3. Qanun al-Huduts Huduts artinya baru. Alam semesta seluruhnya adalah sesuatu yang hadits (baru, ada awalnya), bukan sesuatu yang qadim (tidak berawal). Kalau hadits, tentu ada yang mengadakannya. Dan yang mengadakan itu tentulah bukan yang bersifat hadits tetapi haruslah yang bersifat qadim. Dan itulah Tuhan Yang Maha Qadim 4. Qanun an-Nizham Nizham artinya aturan, teratur. Alam semesta dengan seluruh isinya seperti matahari, bulan, bintang dan planet-planet lainnya termasuk bumi dengan segala isinya adalah segala sesuatu yang “sangat teratur”. Sesuatu yang teratur tentu ada yang mengaturnya, mustahil menurut akal semuanya itu teratur dengan sendirinya secara kebetulan.
Kedua: Pendekatan Fenomenologis Pendekatan ini disampaikan oleh Sa’id Hawwa dalam buku Allah Jalla wa Jalaluhu. Pendekatan fenomenologis adalah pembuktian tentang keberadaan Tuhan dengan mengacu kepada rahasiarahasia fenomena yang terjadi di alam semesta. Fenomena yang terjadi di alam semesta ini dari makhluk yang terkecil sampai alam yang membentang luas, semuanya menyingkapkan rahasia akan keberadaan Tuhan. Menurut Said Hawa, ada sembilan fenomena yang dapat dijadikan dalil akan keberadaan Tuhan. Berikut ini kami nukilkan secara ringkas sembilan fenomena tersebut: 1. Fenomena Huduts-nya Alam. Sebagaimana diakui oleh para ilmuwan, alam raya ini bersifat baru, artinya ia bermula dari tiada lalu menjadi ada. Adanya Hukum Panas, Hukum Gerakan Elektron, dan Energi Matahari, semuanya telah memberikan bukti yang amat jelas terhadap fenomena ini. Matahari yang membakar, bintang-bintang yang menghiasi langit, dan bumi yang kaya dengan bermacam-macam kehidupan semuanya manjadi bukti jelas bahwa dasar alam ini berkaitan dengan masa yang dimulai pada suatu waktu tertentu. Karena itu, ia adalah bagian dari materi yang huduts (baru). Itu artinya pastilah ada sang Pencipta yang azali bagi alam semesta ini yang tidak berawalan. Dia memiliki kekuatan menciptakan segala sesuatu. Seorang ilmuwan Barat, Erving William, mengatakan: “Astronomi, misalnya, menunjukkan bahwa alam semesta ini EDISI 7/2012
21
memiliki awalan pada masa lampau dan sedang bergerak ke arah akhir yang sudah pasti. Tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan jika kita menyakini bahwa alam semesta ini adalah azali, yang tidak mempunyai awalan, atau abadi, tanpa akhiran, karena ia berdiri di atas dasar perubahan yang terus menerus” Dalam hal ini Allah ta’ala berfirman:
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka yang telah menciptakan langit dan bumi itu bahkan mereka tidak meyakini. (QS at-Thur: 35-36) 2. Fenomena Iradah (Kehendak) Sudah menjadi aksioma bagi akal, bahwa sesuatu yang tersusun rapi tentu ada ilmu, kehendak, kemampuan, dan kehidupan. Di mana pun ada sifat-sifat semacam itu, tentu ada Zat yang dapat memanifestasikannya. Matahari, misalnya, adalah salah satu diantara bendabenda angkasa yang mempunyai keistimewaan dan hukum yang khas. Matahari sebagai pusat perputaran di antara bintang-bintang yang berputar secara teratur, termasuk bumi yang sedang kita tempati sekarang ini, tentu tidak bergerak dengan sendirinya, tetapi atas kehendak Zat Yang Maha Berkehendak. Begitu juga manusia, dengan mekanisme yang luar biasa, pabrik yang menakjubkan, pemilik pencernaan dan pe22
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
milik sistem pembuangan; Pohon dengan akar dan kulit, pokok pohon dengan getah yang naik turun dan proses yang terjadi seperti fotosintetis, interaksi, formasi dan produksi dalam berbuah dan berbunga; alam atom dengan apa yang di dalamnya mengandung kekuatan, gerakan, dan persenyawaan serta apa-apa yang dihasilkan darinya melalui reaksireaksi. Bukankah semua ini menunjukan adanya kehendak yang agung yang bersumber dari Zat Maha Pintar dan Maha Bijaksana. Dia berkehendak menentukan segala sesuatu sebagai ketetapan terbaik.
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. 3. Fenomena Hidup Sungguh menakjubkan ketika kita melihat dengan mata kepala kita sendiri pada organ-organ tubuh yang terdapat pada makhluk hidup dan akan bertambah takjub ketika melihat lebih teliti lagi akan ketepatannya, kerjasama di antara bagian-bagiannya, kolaborasi akan tugas-tugasnya, sirkulasi di antara beberapa faktor pertumbuhan sesuai dengan proporsi yang dibutuhkan, sesuai
dengan umur, spesies, dan kelompok masing-masing. Hal tersebut terjadi baik dalam tubuh manusia, tubuh hewan, tubuh serangga, maupun tubuh tumbuh-tumbuhan. Lebih menakjubkan lagi jika mengetahui melalui mikroskop dan analisis tentang apa-apa yang tersusun dari organ-organ tersebut atas kerjasama yang unik tentang tugas-tugas organ. Di atas bumi ini terdapat miliaran makhluk hidup dan setiap satu dari mereka mengundang rasa takjub yang tidak ada habis-habisnya. Jumlah yang bermiliaran itu terbagi menjadi ribuan jenis dan spesies. Setiap jenis dan spesies mempunyai keistimewaannya sendiri-sendiri, kelebihan, bentuk tubuh, cara makan, cara hidup dan masing-masing mempunyai kerumitan hidup sendiri. Seluruhnya tersedia rezeki dan dan makanan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Perkembangan hidup ini tidak dapat dijelaskan kecuali dengan keberadaan Allah. Adanya segala jenis spesies tidak dapat ditafsirkan tanpa adanya Allah. Juga, segala sesuatu yang menyangkut keajaiban makhluk hidup tidak dapat dijelaskan tanpa keberadaan Allah. Setiap bagian terkecil dari semua ini menunjukkan tanda-tanda keberadaan Allah.
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS al-Mulk: 2)
Bagaimanapun pintarnya manusia, ia tak akan sanggup menciptakan seekor lalat pun. Allah SWT berfirman:
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (al-Hajj: 73) 4. Fenomena Istijabah Do’a Banyak kejadian yang dialami manusia mempunyai hubungan erat dengan fenomena istijabah (pengabulan) do’a. Dalam berbagai kesempatan, kita dapat menemukan pertolongan yang tidak disangka-sangka atau terkabulnya do’a yang terjadi tidak biasa. Secara sekilas, manusia merasakan adanya pengaruh kekuasaan Allah dengan dikabulkan do’anya. Kejadian semacam ini membuktikan keberadaan Allah azza wa jalla. Allah SWT berfirman:
EDISI 7/2012
23
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi. Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). (QS an-Naml: 62) Fenomena istijabah (terkabulnya) do’a ini akan selalu terjadi setiap kali syarat-syaratnya terpenuhi. Yang paling jelas dalam hal ini adalah do’a istisqo’ (do’a minta hujan), di mana kaum
muslimin mengadukan kepada Allah keadaan mereka di musim paceklik, dan seringkali permohonannya terkabul. Hal ini menunjukkan sejelas-jelasnya bahwa ada wujud tertentu yang mempunyai Zat Mahatinggi, selalu mendengar seruan do’a seseorang, memperhatikan permohonan do’anya, dan apabila Dia menghendaki, dikabulkan do’a orang tersebut, kapan saja dan dengan cara apa saja, baik ia seorang muslim maupun kafir. Narasumber utama artikel ini: Zaini Munir Fadloli
LAZISMU, lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya.
Kantor Pusat Layanan: Jl. Menteng Raya no. 62 Jakarta Pusat 10340 Telp. (021) 31 50 400 Faks. (021) 31 432 30 sms : 08561 62 62 62 22 Pin BB: 2777B132 email :
[email protected]
www.lazismu.org 24
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Tuntunan Akhlak
Sabar Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. (QS al-Kahfi, 18: 28) Sabr dalam Pengertian Umum Sabr , arti bahasa: menahan diri dan mencegah Sabr adalah menahan diri dari rasa sedih (berkeluh kesah) dan menahan lesan dari menggerutu (mengeluh) dan menahan anggota badan agar tidak menampar pipi, merobek baju, dan sebagainya. Sabr dalam Arti Syariat Islam Menahan diri (tekun, telaten, rajin) dalam melaksanakan apa saja yang dikehendaki oleh Allah atau menahan diri (bertahan) untuk tidak melakukan apa saja yang dilarang oleh Allah. Artinya: dia sabar melakukan apa yang diperintahkan Allah dan dia sabar untuk bertahan tidak mau melakukan apa yang dilarang Allah. Allah menjadikan di dalam hal itu pahala yang besar bagi orang yang mengharap ridha-Nya, dan
membalas mereka dengan menjadikannya sebagai penghuni surga karena bersabar dalam menggapai ridha Allah. Di dalam kata sabar ada makna pencegahan, kekuatan, dan menahan (penolakan). Tasabbara rajul artinya dia menanggung kesabaran, berjihad melawan hawa nafsunya (dirinya) dan mengarahkan nafsu dirinya kearah akhlaq yang baik. Dan sabbaraha apabila dia mengarahkan dirinya untuk bersabar yaitu tetap kokoh berlandaskan ajaran agama apabila datang dorongan nafsu syahwat menggodanya, dan dia tetap kokoh berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah karena siapa yang berpegang teguh kepada keduanya maka dia bersabar atas musibah dan bersabar untuk tekun rajin beribadah, dan bersabar dalam menjauhi hal-hal yang diharamkan.
EDISI 7/2012
25
Macam-macam Sabar 1. Sabar untuk tetap rajin, tekun dalam ketaatan kepada Allah. 2. Sabar untuk menahan diri dari berbuat durhaka kepada Allah. 3. Sabar untuk tetap tegar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang menyakitkan.
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS Ali Imran, 3: 200)
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-rasul yang telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. (QS al-Ahqaf, 46: 35)
Hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS az-Zumar, 39: 10) Pahala Kesabaran Allah memberikan tiga anugerah kepada orang-orang yang bersabar yang tidak diberikan kepada orang lain, yaitu: 1. Doa shalawat. 2. Rahmat kasih sayang. 3. Petunjuk. 26
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orangorang yang sabar (155). (Yaitu) orangorang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (156). Mereka itulah yang mendapat doa shalawat dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (157). (QS al-Baqarah, 2: 155-157) Allah SWT menjadikan sabar sebagai pertolongan dan peralatan serta Dia memerintahkan untuk memohon pertolongan dengan alat sabar. Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS al-Baqarah, 2: 153) Ada pula yang mengartikan: Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Maka siapa yang tidak sabar, dia tidak memiliki penolong. Allah juga
mengaitkan pertolongan (kemenangan) dengan sabar dan takwa:
Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. (QS Ali ‘Imran, 3: 125) Rasulullah SAW bersabda:
Ketahuilah bahwa di dalam kesabaran atas apa yang tidak engkau sukai ada kebaikan yang banyak sekali, dan bahwa pertolongan itu datang bersama kesabaran, dan bahwa kebahagiaan itu bersama kesusahan dan bahwa bersama kesulitan itu ada kemudahan. (HR Ahmad dan al-Hakim)
Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudha-
ratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (QS Ali Imran, 3: 120) Hukum Sabar Sebagian sabar hukumnya wajib dan sebagian lagi sunnah (disukai). Hukum sabar adalah wajib apabila berkaitan dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban agama atau menjauhi hal-hal yang diharamkan agama. Sabar adalah disukai kalau menjauhi hal-hal yang makruh. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa sabar itu wajib adalah:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. (QS al-Kahfi, 18: 28) Menyeru Tuhan atau beribadah shalat pada pagi dan petang itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan dengan sabar, rajin dan tekun. Semua itu dikerjakan dengan mengharap ridha Allah. Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa sabar itu sunnah/mustahab (disukai) dan tidak wajib adalah:
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang EDISI 7/2012
27
lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS an-Nahl, 16: 126) Apa hukum sabar untuk tidak membalas di sini? Anda bisa memilih antara membalas dan tidak membalas orang yang menyiksamu. Apa hukum syar’inya? Anda boleh melakukan qisas (balasan), yaitu membalas sepadan sebagaimana dia menzalimi dirimu. Apa hukum sabar dengan tidak membalasnya? Hukumnya sunnah (disukai). Kemudian, kalau anda bertanya apa hukum sabar, tekun dan rajin shalat Shubuh? Hukumnya wajib. Apa hukum sabar ketika terkena musibah dengan menahan diri untuk tidak meratap? Hukumnya wajib. Apa hukum sabar untuk tidak membalas orang yang berbuat jelek kepadamu dengan semisal kejelekan yang dia lakukan? Hukumnya sunnah (disukai).
Telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar, telah menceritakan kepada kami Abdul Warits, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Hafshah binti Sirin dari Ummu ‘Athiyyah RA ia berkata; Kami berbai’at kepada Rasulullah SAW, lalu beliau pun membacakan ayat kepada kami: “Dan janganlah mereka menyekutukan Allah 28
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
dengan sesuatu apapun.” Kemudian beliau juga melarang kami untuk melakukan Niyahah (meratap saat tertimpa musibah). Lalu seorang wanita menggenggam tangannya dan berkata, “Sesungguhnya si Fulanah telah membahagiakanku, dan aku ingin segera membalasnya.” Namun, Nabi SAW tidak berkata apa pun pada wanita itu. Wanita itu pergi, kemudian kembali lagi, dan beliau pun membai’atnya. (HR Bukhari, 4513) Sabar: Dua Macam 1. Badani (fisik), dan 2. Nafsi (psikhis) Masing-masing juga terbagi menjadi dua bagian: 1. Pilihan (ikhtiyari) dan 2. Terpaksa (idhtirari). Maka, jadilah sabar menjadi 4 bagian: 1. Fisik pilihan: melakukan pekerjaanpekerjaan berat. 2. Fisik terpaksa: sabar menahan sakitnya pukulan. Dia dipukul dan tidak ada cara untuk mengelak. Yang bisa dia lakukan hanyalah bersabar. 3. Psikhis pilihan: sabarnya jiwa (diri) untuk tidak berbuat yang tidak baik menurut syara’ (ajaran agama), seperti tidak mengerjakan perbuatan yang makruh (yang dibenci). 4. Psikhis terpaksa: sabarnya jiwa atas kehilangan orang yang dicintai yang memisahkan dirinya dengan dia. Kalau dia tidak bersabar maka dia akan berkeluh kesah yang diharamkan, meratap, menampar-nampar pipi, merobek-robek baju, memotong-motong atau menggunduli rambut dan sebagainya.
Macam-macam Manusia dalam Kesabaran 1. Ahli sabar dan takwa, mereka adalah orang yang diberi kenikmatan Allah sebagai pemilik kebahagiaan di dunia dan akhirat. Mereka bersabar untuk tetap taat kepada perintah Allah dan meninggalkan larangan-laranganNya. 2. Orang yang memiliki ketakwaan tetapi tanpa (minus) kesabaran. Orang itu ahli ibadah, zuhud, rajin shalat, rajin puasa, taat membayar zakat, suka infaq, ahli dzikir, dan taat, akan tetapi ketika terkena musibah dia hanyut. Dia memiliki ketakwaan tetapi apabila terkena musibah dia hanyut. 3. Orang yang punya kesabaran tetapi tidak punya ketakwaan. Contohnya adalah orang-orang jahat, mereka tahan banting dan sabar atas apa yang menimpa mereka seperti kebanyakan pencuri dan perampok jalanan yang
Tutorial
Belajar
Al-Qur’an
bersabar atas rasa sakit dan kesulitan dalam memperoleh barang haram. 4. Tidak bertakwa dan tidak sabar. Ini adalah orang yang terburuk. Mereka tidak bertaqwa padahal mereka mampu dan tidak bersabar ketika mendapat cobaan.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir (19). Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah (20). Dan apabila ia mendapat kebaikan (harta benda) ia amat kikir (21). (QS al-Ma’arij, 70: 19-21) Tingkatan Kesabaran Kesabaran memiliki beberapa tingkatan. Sabar di dalam taat kepada Allah lebih tinggi tingkatannya dibanding sabar untuk tidak berbuat maksiat. Dan sabar untuk tidak berbuat maksiat lebih tinggi
DION’S Agency Pleret, Banguntapan, Bantul DIY
(privat/klasikal) Program: - Belajar membaca - Belajar menerjemah Metode 10 jam (membaca) & Metode al-Khomsah (terjemah) LPA Al-Fadhl Yogyakarta
Distributor
Berkala Tuntunan ISLAM wilayah Jogja Timur, dsk.
menyediakan: Macam-macam buku agama, majalah-majalah Islam, LKS SD & SMP, dan lain-lain.
Sumardiyono
0852.9180.4469
“Anda Menelpon Kami Datang” EDISI 7/2012
29
tingkatannya dibanding sabar dalam menghadapi takdir. Sabar dalam melaksanakan kewajiban adalah tingkatan sabar yang paling tinggi. karena melaksanakan kewajiban itu lebih tinggi derajatnya daripada meninggalkan hal-hal yang haram. Sedangkan pahala meninggalkan hal-hal yang haram lebih besar daripada daripada pahala sabar atas musibah. Hal ini karena sabar dalam melaksanakan kewajiban dan sabar dalam meninggalkan hal-hal yang haram merupakan amaliyah pilihan. Tetapi ketika terkena musibah, sesuatu yang diluar pilihan ikhtiarnya, maka tidak ada pilihan baginya kecuali menahan diri dan bersabar. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah berkata tentang Nabi Yusuf AS: “Kesabaran Nabi Yusuf untuk tidak menuruti ajakan isteri al-Aziz yang mengajaknya berbuat hal yang haram lebih sempurna daripada kesabarannya ketika dia dilempar saudaranya ke dalam sumur.” Ruang Lingkup Sabar 1. Sabar atas cobaan dunia 2. Sabar atas dorongan nafsu. 3. Sabar untuk tidak melirik (berselera memiliki) apa yang dimiliki orang lain dan tidak tertipu atas kenikmatan memiliki harta benda dan anak. 4. Sabar untuk taat kepada Allah. Ini adalah tingkat sabar yang paling agung dan paling berat bagi jiwa. 5. Sabar dalam menanggung beban kesulitan dalam berdakwah untuk menuju kepada jalan Allah SWT. 30
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
6. Sabar di dalam peperangan, ketika bertemu musuh, dan ketika dua pasukan sedang bertempur. Sabar (keberanian) adalah syarat kemenangan dan kabur lari dari pertempuran adalah dosa besar. Hal-hal yang Memperkuat Kesabaran 1. Mengetahui tabiat kehidupan dunia bahwa dunia itu diciptakan dengan mem-bawa kesulitan dan penderitaan. 2. Mengimani bahwa dunia itu semuanya milik Allah. Dia memberikan kepada siapa yang dikehendaki dan tidak memberikan kepada siapa yang dikehendaki. 3. Mengetahui balasan dan pahala kesabaran. 4. Yakin akan adanya jalan keluar. Allah menjadikan bahwa di dalam setiap kesulitan ada kemudahan dan rahmat dari-Nya. 5. Memohon pertolongan kepada Allah, berlindung di bawah naungan-Nya, dan mencari bantuan-Nya 6. Iman kepada qadha dan qadar merupakan hal terbesar yang bisa menolong untuk berlaku sabar. Kendala-kendala di Jalan Menuju Kesabaran 1. Tergesa-gesa. 2. Kemarahan menafikan (menghilangkan) kesabaran. 3. Putus asa adalah kendala terbesar untuk bisa berlaku sabar.
Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (5). Sesung-
guhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6). (QS al-Insyirah 94: 5)
Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS al-A’raf, 7: 128)
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS Yusuf, 12: 87) Contoh-contoh Perbuatan Sabar
Manusia dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepadaKu mendatangkannya (azab) dengan segera. (QS al-Anbiya, 21: 37)
Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). (QS alQalam, 68: 48)
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orangorang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orangEDISI 7/2012
31
orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (63). Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka(64). Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal” (65). Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman (66). Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah antara yang demikian (67). Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya) (68), (Yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina (69), Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal salih, maka kejahatan mereka akan diganti dengan kebajikan. Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang (70). 32
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal salih maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya (71). Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan yang tidak berfaedah mereka lewat saja dengan menjaga kehormatan dirinya (72). Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan, mereka tidak menghadapinya sebagai orang yang tuli dan buta (73). Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami jodoh dan keturunan yang mentejukkan mata dan hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orangorang yang bertaqwa (74). Mereka itulah yang diberi balasan ruang di surga karena mereka telah melakukan kesabaran dan mereka di sana disambut dengan penuh penghormatan dan keselamatan (kedamaian) (75). Mereka kekal di dalamnya. Dan surga itu tempat menetap dan kediaman yang baik (76). (QS Al-Furqan, 25: 63-76) Tim Redaksi (Bahan diambil dari sebuah presentasi PowerPoint berbahasa Arab yang diterjemahkan dan diberi tambahan seperlunya)
Tuntunan Akhlak ADAB BICARA (7):
LARANGAN GHIBAH (MENGGUNJING) Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan prasangka, karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Janganlah kamu sekalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sekalian berghibah (menggunjing) satu sama lain. Adakah seseorang di antara kamu sekalian yang suka makan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS al-Hujurat, 49: 12). Pengertian Ghibah hibah atau menggunjing adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada saudaranya ketika ia tidak hadir dengan sesuatu yang benar tetapi tidak disukainya, seperti menggambarkannya dengan apa yang dianggap sebagai kekurangan menurut umum untuk meremehkan dan menjelekkan. Maksud saudaranya di sini adalah sesama muslim. Termasuk sebagai ghibah adalah menarik perhatian seseorang terhadap sesuatu dimana orang yang dibicarakan tidak suka untuk dikenali seperti itu. Pengertian ini didasarkan dari penjelasan Rasulullah berikut ini:
G
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya: “Tahukah kamu, apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab; “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Kemudian Nabi bersabda: “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang tidak ia sukai”. Seseorang bertanya; “Ya Rasulullah, bagaimanakah EDISI 7/2012
33
menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Beliau berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.’1 Sesuatu yang tidak disukai oleh saudara atau orang lain biasanya menyangkut aib berupa kekurangan atau hal-hal negatif yang ada pada dirinya. Tak seorangpun senang aibnya diketahui orang lain. Membeberkan aib seseorang sama halnya mempermalukannya. Semua perbuatan yang membentuk kesan buruk tentang seseorang dan membiarkan orang lain berkesan buruk kepadanya termasuk dalam kategori ghibah. Aisyah pernah menceritakan seorang isteri Nabi lainnya di sisi Nabi SAW dan menyebutnyebut kekurangannya. Kontan beliau bersabda: “Sungguh engkau telah mengghibahnya.”2 Pada umumnya manusia tidak suka kekurangan atau hal-hal negatif yang ada pada dirinya menjadi bahan perbincangan publik. An-Nawawi memberikan penjelasan tentang hal-hal yang disebut antara lain: keadaan tubuh, agama, dunia, dirinya, akhlak, harta, anak, orang tua, isteri, pembantu, pakaian, gerak-gerik, raut muka, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya.3 Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin juga berpendapat serupa. Perbincangan pada obyek-obyek tersebut menjadi ghibah bila orang yang 34
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
diperbicangkan merasa tidak suka. Perbuatan ghibah bisa dilakukan melalui pembicaraan lisan, tulisan, isyarat, atau dengan bahasa tubuh. Ghibah dengan pembicaraan lisan bisa terjadi saat berbicara dengan seseorang, sekelompok orang, atau dalam majelis. Ghibah dengan tulisan bisa dilakukan dalam bentuk surat kepada seseorang, tulisan publikasi dalam koran, tabloid, majalah, buku, website, facebook, twitter, brosur, dan lain-lain. Ghibah melalui bahasa tubuh bisa dilakukan dengan isyarat, ekspresi wajah, gerakan tubuh tertentu, atau menirukan tingkah laku dan gerak tertentu orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-olok. Dalam kehidupan masyarakat saat ini, ghibah juga dilakukan dengan dukungan media masa sehingga mempunyai efek yang sangat luas. Kita menyaksikan banyak stasiun radio dan televisi menyajikan acara ghibah yang dikemas dengan cara yang menarik, mendapat apresiasi luas dari masyarakat yang dibuktikan dengan rating jumlah penonton yang banyak. Kita juga mudah mendapatkan koran, tabloid, majalah, brosur yang tulisan-tulisannya mengandung ghibah mempunyai tiras besar, yang berarti banyak dibeli dan dibaca masyarakat. Ghibah kini telah didukung oleh teknologi informasi lainnya yang canggih seperti telepon seluler, telekonferen, audiostreaming, videostreaming, jejaring sosial facebook, twitter, dan lain-lain. Bagaimana halnya dengan orang yang hanya mendengarkan orang lain ber-
ghibah? Mau mendengarnya berarti membiarkan orang lain berbuat munkar, yakni melanggar larangan Allah berghibah. Rasulullah memerintahkan kita, bila melihat kemungkaran hendaknya merubah dengan kekuasaan, lisan, atau hatinya. Yang paling utama dengan kekuasaan. Bila hanya mampu dengan hati, imannya dalam kondisi yang selemahlemahnya. Mampu menghentikan pembicaraan ghibah berarti telah merubah kemungkaran dengan kekuasaan. Menyampaikan bahwa pembicaraan yang terjadi adalah ghibah tetapi tidak bisa menghentikannya adalah merubah dengan lisan. Berlalu dan meninggalkannya adalah bentuk merubah dengan hati. Ikut terlibat di dalamnya meskipun hanya sebagai pendengar berarti ia setuju terhadapnya dan membiarkannya terus berlangsung. Imannya berada dalam kondisi yang lebih buruk dari selemah-lemah iman. Apalagi bila mendengarkannya dilakukan dengan antusias, ia telah berperan dalam menghidupsuburkan ghibah. Mendengar, menonton dan membaca acara maupun tulisan ghibah apalagi sampai menggemarinya, termasuk pendukung ghibah. Semakin banyak didengar, ditonton dan dibaca orang, acara ghibah menjadi semakin subur. Salah satu ciri orang-orang mukmin yang beruntung adalah kemampuannya meninggalkan perbuatan yang sia-sia.4 Ber-ghibah bukan saja siasia, tetapi termasuk perbuatan munkar yang wajib dihindari dan ditinggalkan. Allah menggambarkan orang yang ber-ghibah seperti makan bangkai sau-
daranya yang telah mati. Membicarakan aib, kekurangan, hal-hal negatif orang lain berakibat pada matinya karakter seseorang. Sering disebut sebagai “character assasination”. Citra dirinya menjadi hancur dan mati seperti bangkai akibat ghibah. Bahan Ghibah Hal-hal yang disebutkan dalam ghibah antara lain: keadaan jasmani, yang dipakainya, nasab dan keluarga, perangai, pekerjaan, perbuatan, ibadah, dan hal-hal lain menyangkut cacat, kekurangan atau hal-hal yang bersifat negatif. Ghibah tentang keadaan jasmani misalnya: menyebut mukanya seperti muka monyet, kepala botak, mata juling, dahi nonong, kuping perung, tangan pendek atau panjang, punggung bungkuk, perut besar, kulit hitam atau kuning, belang, kaki pincang, jalannya menyeret kaki, bicara cedal, gagu, dan segala hal mengenai jasmaninya dimana ia tidak suka disebutkan begitu. Ghibah tentang yang dipakainya: bajunya compang-camping dan banyak tambalannya, celananya kedodoran, sarungnya terseret-seret, sepatunya pinjaman, kopiahnya bau apek, perhiasannya imitasi, dan lain-lain. Ghibah tentang nasab misalnya: ayahnya bermoral rendah, jahat, hina, pedagang asongan, pengemis, bodoh, gembel, atau predikat apapun yang tidak disukainya. Ghibah tentang keluarga antara lain dengan mengatakan: isterinya jelek, EDISI 7/2012
35
suaminya pendek, anaknya idiot, kakaknya perampok, adiknya lintah darat, keluarganya berantakan, pamannya hanya tukang sapu, dan lain-lain. Ghibah tentang perangai antara lain dengan mengatakan: orangnya sombong, pelit, rakus, pemarahan, pengecut, licik, pembual, lemah hati, pengkhianat, penindas, pendurhaka, tidak sopan, tidak adil, gampang meremehkan, menyepelekan orang karena penampilannya, dan lain-lain. Ghibah tentang pekerjaan: menyebut bahwa pekerjaannya hanya tukang sapu, tukang sol sepatu, babu, dan lainlain. Ghibah tentang perbuatannya: menyebut bahwa ia tidak berbakti kepada orang tuanya, banyak bicara, banyak makan, pernah mencuri, senang mabuk, bicara ngelantur, terlalu banyak tidur, melawan atasan, dan lain-lain. Ghibah tentang ibadahnya: suka meremehkan shalat dan zakat, tidak sempurna ruku’ dan sujudnya, tidak berhati-hati terhadap najis, tidak menyerahkan zakat kepada yang berhak, tidak memelihara puasanya dari perkataan cabul atau ghibah, dan lain-lainnya. Pendeknya, banyak hal bisa menjadi bahan ghibah bila dimaksudkan untuk memperlihatkan sisi jeleknya. Larangan Ghibah Dalam al-Qur’an surah al-Hujurat (49) ayat 12 sebagaimana tercantum di atas, Allah melarang ber-ghibah dan menggambarkan pelakunya sebagai pemakan bangkai saudaranya. Di samping 36
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
itu cukup banyak hadits yang juga melarangnya, antara lain:
Dari Abu Barzah Al-Aslamy berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Wahai orang yang imannya masih sebatas lisannya dan belum masuk ke hati, janganlah kalian mengghibah (menggunjing) orang-orang muslim, janganlah kalian mencari-cari aurat (aib) mereka. Karena barang siapa yang selalu mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah akan membongkar kesalahannya. Dan barang siapa yang diungkap auratnya oleh Allah, maka Dia akan memperlihatkannya (aibnya) di rumahnya.”5
Dari ‘Ubadah bin Ash Shamit berkata: Rasulullah SAW membaiat kami seperti membaiat kaum wanita atau semua orang: (1) kami tidak boleh menyeku-
tukan Allah dengan apa pun, (2) tidak mencuri, (3) tidak berzina, (4) tidak membunuh anak, (5) tidak ghibah satu sama lain, (6) tidak mendurhakai beliau dalam kebaikan. Barangsiapa diantara kalian melakukan tindakan yang dilarang kemudian hukuman ditegakkan padanya, maka itu adalah kafarat baginya dan siapa yang menunda maka urusannya berpulang kepada Allah, bila berkehendak Ia akan menyiksa dan bila berkehendak Ia akan mengampuni.”6 Akibat Ghibah Ghibah berakibat buruk bagi pelaku dan obyeknya, antara lain sebagai berikut. 1. Bagi Obyek Ghibah Menimbulkan kesan buruk bagi obyek ghibah, karena “pembunuhan” pada karakternya. Allah menggambarkan orang yang ber-ghibah sebagai pemakan bangkai saudaranya. Akibat perbuatannya saudaranya menjadi “bangkai”. Pencitraan buruk membuat hati tidak enak dan semangat melemah. Orang yang tidak punya semangat tidak mampu berbuat apa-apa. Orang yang tidak bisa berbuat apa apa seperti mayat atau bangkai. 2. Bagi yang Ber-ghibah a. Mengundang orang lain melakukan hal yang serupa terhadapnya. Sudah menjadi naluri manusia melakukan pembalasan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan terhadap dirinya. Orang yang suka berghibah menjadi sasaran ghibah orang lain. b. Mengurangi fungsi puasa; sebagaimana hadits dari Abu ‘Ubaidah bin
al-Jarrah ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Puasa adalah tameng selama ia belum melubanginya.” Abu Muhammad berkata, “Yaitu dengan menggunjing orang lain.”7 c. Mendatangkan siksa kubur; sebagaimana hadits dari Abu Bakrah, ia berkata: Nabi SAW melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda: “Keduanya sedang disiksa, dan mereka disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak menjaga kebersihan ketika kencing dan yang lain disiksa karena berbuat ghibah.”8 d. Mendatangkan siksa neraka; sebagaimana hadits dari dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke langit (dimi’rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka sendiri. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka.”9 Meninggalkan Ghibah Jelas sekali larangan ghibah. Kita wajib menghindari dan meninggalkannya. Caranya antara lain dengan menghindari orang-orang yang senang ber-ghibah dan menjauhkan mereka dari lingkungan pergaulan kita. Kita pilih orang-orang saleh menjadi sahabat-sahabat dekat kita. Bila terdengar atau terlihat oleh kita EDISI 7/2012
37
acara-acara yang berisi ghibah di radio atau televisi, segera matikan atau pindah channel yang acaranya baik. Bila pada tabloid, koran, majalah, atau bacaan lainnya berisi ghibah, tinggalkan. Bila ada orang datang kepada kita dan berbicara ghibah, ingatkan dan minta berhenti atau tinggalkan bila tetap saja bicara. Bila dalam suatu majelis pembicara berghibah, ingatkan atau tinggalkan majelis. Insya Allah kita akan selamat. Bagi orang-orang yang bisa meninggalkan ghibah diberikan kabar gembira, berupa kebebasan dari api neraka, sebagaimana hadits dari Asma’ binti Yazid dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Barangsiapa menahan diri dari memakan daging saudaranya dalam ghibah, maka menjadi kewajiban Allah untuk membebaskannya dari api neraka.”10 Juga hadits dari Abu Darda’ dari Nabi SAW, beliau
bersabda: “Barangsiapa yang menahan ghibah terhadap saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka kelak pada hari kiamat.”.11 Marilah kita jaga mulut, mata, dan semua anggota tubuh kita dari ghibah! Wallahul musta’an. Narasumber utama artikel ini: Agus Sukaca Catatan: 1 Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Darimi 2 Kitab Ahmad Hadits No 23898 3 An Nawawi dalam “al Adzkar“ 4 QS 23 (al Mukminun) ayat 3 5 Kitab Ahmad, Hadits No 18940 6 Kitab Ahmad, Hadist No 21672 7 Kitab Darimi Hadits No 1669 8 Kitab Ibnu Majah Hadits No 343 9 Kitab Abu Daud Hadits No 4235 10 Kitab Ahmad Hadits No 26327 11 Kitab Tirmidzi Hadits No 1854
Distributor
“AMANAH” Sedia: 1. 2.
CD 9 Imam (terjemahan, sanad, penilaian perawi, dan lain-lain) 135 ribu Buku-buku Ensiklopedi Islam: - Nabi Muhammad (7 jilid) 2,5 juta - Tafsir Kementrian Agama (11 Jilid) 1,99 juta - Mukjizat al-Qur’an dan Hadits (10 jilid) 3,1 juta - Tematis Ayat al-Qur’an dan Hadits (7 jilid) 2,3 juta - dan lain-lain
Hubungi: 38
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
0812.155.399.25
Tuntunan Ibadah
SHALA T LA ULLAH YL RASUL SHALAT RASULULLAH LAYL (Bagian 2)
Berbagai Format Shalat Layl Nabi SAW Pada bagian yang lalu (edisi 6) telah dijelaskan tentang: Cara Pelaksanaan Shalat Layl; pilihan Shalat Layl 11 rakaat format 4-4-3 dan Shalat Layl 11 rakaat format 8-2-1.
c. Shalat layl 11 rakaat dengan format 2-2-1, yaitu salam pada setiap 2 rakaat dan diakhiri dengan shalat witir 1 rakaat. Dari ‘Aisyah RA bahwa:
Rasulullah SAW mengerjakan shalat (layl) pada waktu antara selesai shalat Isya, yang disebut orang sebagai ‘Atamah, sampai fajar, sebelas rakaat. Beliau mengucapkan salam setiap dua rakaat dan beliau melakukan witir satu rakaat. Apabila muadzin diam usai adzan shalat Fajar (nama lain shalat Subuh) dan sudah jelas bagi beliau waktu fajar, beliau shalat dua rakaat yang ringan-ringan. Kemudian beliau
berbaring ke sebelah kanan hingga datang muadzin untuk qamat.” (HSR. Muslim, al-Nasâ’i, Abu Dâwud, Ahmad. Al-Bukhâri juga meriwayatkan hal yang sama meskipun tidak merinci pelaksanaan 11 rakaat, tapi setelah itu (no. 995) beliau menyebutkan jalur lain dari Ibn Umar yang merinci shalat malam Nabi SAW dengan format 2-2-1.) Hadits di atas juga menjelaskan tentang waktu shalat layl, yakni antara setelah selesai shalat Isya sampai sebelum masuk waktu (adzan) Subuh. Nabi SAW melakukan shalat layl 11 rakaat dengan rincian setiap 2 rakaat salam hingga 10 rakaat lalu mengerjakan shalat witir 1 rakaat. Kesimpulan 10 rakaat ini, selain bisa dihitung (10+1= 11 rakaat), juga karena ada hadits dari Âisyah:
Shalat Rasulullah SAW di malam hari adalah 10 rakaat dan witir dengan 1 rakaat, lalu beliau shalat 2 rakaat EDISI 7/2012
39
publicmuslim.com
sunat fajar, maka jadilah itu 13 rakaat. (HSR. Muslim) Hadits ini menyebutkan 13 rakaat karena shalat malam 10 rakaat ditambah 1 witir ditambah 2 rakaat shalat sunat fajar yang ringan-ringan (rak‘atayn khafîfatayn). Dua rakaat sunat Fajar ini tidak termasuk bagian dari shalat layl. Hanya saja pelaksanaan 10 rakaat ini sudah umum dipahami (sudah mafhûm) dengan cara 2-2 rakaat sehingga kadang tidak perlu dirinci lagi, apakah dengan tasyahud setiap 2 rakaat lalu salam, ataukah tasyahud tanpa salam kecuali di akhirnya. Hadits riwayat Hisyâm bin ‘Urwah yang meriwayatkan dari Bapaknya, dari ‘Âisyah mungkin bisa dipakai sebagai perinci keterangan dari hadits 2-2 rakaat: 40
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Bahwasanya Rasulullah SAW dulu sedang tidur. Bila beliau bangun, beliau bersiwak dan berwudlu, kemudian shalat 8 rakaat dengan duduk setiap dua rakaat lalu salam. Kemudian beliau berwitir 5 rakaat dengan tidak duduk dan tidak salam kecuali pada rakaat ke-5. (HSR. Ahmad, al-Bayhaqi. Muslim & alTirmidzi juga menyebutkan 13 rakaat dengan format 8-5, hanya saja tidak merinci salam pada setiap dua rakaat) Hadits Ahmad dan al-Bayhaqi dengan periwayat sama menjelaskan shalat layl 13 rakaat dengan format 8-5, yakni 8 dikerjakan masing-masing 2 rakaat dan hanya salam pada rakaat ke-8, lalu berwitir 5 rakaat langsung tanpa duduk kecuali pada rakaat ke-5. Hadits dari Zayd bin Khâlid al-Juhanny RA berikut akan lebih menjelaskan tentang maksud matsna-matsna (duadua) dalam praktek.
Sungguh saya mencermati shalat Rasulullah SAW pada suatu malam, beliau shalat dua rakaat ringan, kemudian shalat dua rakaat yang panjang sekali (panjang-panjang) lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, kemudian melakukan witir. Maka demikian itulah shalat 13 rakaat.” (HSR. Muslim, Abu Dâwud, Ahmad: 21172; Malik: 268. Hadits Muttafaq ‘alayh juga menceritakan shalat 13 rakaat dengan format 2-2-1 ini juga diceritakan oleh Ibn ‘Abbas) Meskipun hadits di atas menyebutkan bahwa shalat Rasulullah SAW di malam itu berjumlah 13 rakaat dengan format 2-2-1 (dalam format matsna-matsna), namun hakikatnya shalat layl Nabi itu cuma 11 rakaat karena sudah termasuk di dalamnya tuntunan shalat iftitah 2 rakaat yang ringan-ringan. Dalam riwayat lain yang juga dari ‘Aisyah bahwa pernah juga Nabi SAW shalat 13 rakaat sudah termasuk 2 rakaat sebelum Subuh dengan format 6-5, yakni 6 rakaat dikerjakan masing-masing 2 rakaat dan hanya salam pada rakaat ke-6, lalu berwitir 5 rakaat langsung:
Pernah Rasulullah SAW shalat 13 rakaat sudah termasuk 2 rakaat sebelum Subuh (shalat sunat Fajar). Beliau shalat 6 rakaat dengan cara 2-2 rakaat, dan berwitir 5 rakaat dimana beliau tidak duduk di antaranya kecuali di akhirnya saja. (HSliGR. Abu Dâwud) Hadits-hadits yang bersumber dari ‘Aisyah di atas, sepintas kilas seakanakan saling bertentangan karena riwayat ‘A’isyah yang paling pertama menyebutkan 11 rakaat, sedang riwayat ‘A’isyah yang lain —termasuk riwayat Zayd bin Khâlid RA— menyebutkan 13 rakaat. Tetapi jika dicermati secara seksama sebenarnya hadits-hadits tersebut tidaklah bertentangan, karena hadits yang menyebutkan 13 rakaat sudah termasuk di dalamnya 2 rakaat yang ringan-ringan (rak‘atayn khafîfatayn), apakah sebagai shalat Iftitah ataukah sebagai shalat sunnah Fajar. Abu Salamah RA ketika menyapa ‘Âisyah.
Ya Bunda (‘Âisyah), beritahukan kepadaku tentang shalat (malam) RaEDISI 7/2012
41
sulullah SAW. Maka Bunda ‘Âisyah RA menjawab: “Shalat Rasulullah SAW di dalam ataupun di luar bulan Ramadhan 13 rakaat, sudah termasuk di dalamnya 2 rakaat sunat Fajar. Dengan demikian, substansi shalat malam Nabi SAW baik di dalam atau pun di luar Ramadlan tetap maksimal 11 rakaat, di luar 2 rakaat shalat Iftitah dan di luar shalat sunnah Fajar. Hanya saja, cara menghitungnya yang bermacam-macam tergantung perspektif masing-masing dari mana mereka mulai menghitung, demikian pula cara pelaksanaannya. Jika hadits sebelumnya (HR. Ahmad) merinci tentang pelaksanaan format 8-5 dengan 2-2 rakaat lalu 5 rakaat witir langsung, maka untuk hadits ini menjelaskan format 6-5, yakni 6 rakaat dilaksanakan dengan 2-2 rakaat yaitu pada setiap 2 rakaat ada tasyahhud hingga berjumlah 6 rakaat salam, lalu 5 rakaat langsung tanpa duduk tahiyat di antaranya, kecuali di akhir rakaat. d. Hadits shalat witir 7 rakaat dengan format 4-3 rakaat, atau 9 rakaat dengan format 6-3 rakaat, atau 11 rakaat dengan format 8-3 rakaat, atau 13 rakaat dengan format 103 rakaat Dari ‘Âisyah RA berkata bahwa:
Rasulullah SAW dulu melakukan shalat witir. Kata ‘Âisyah: “Beliau berwitir 4 dan 3 rakaat, 6 dan 3 rakaat, 8 dan 3 rakaat, serta 10 dan 3 rakaat. Beliau tidak pernah melakukan witir kurang dari 7 rakaat, dan lebih dari 13 rakaat. (HSR. Abu Dâwud) Kebanyakan hadits yang menyebut jumlah rakaat berbeda tersebut menyebutkan bahwa Nabi SAW shalat witir itu paling sedikit 7 rakaat dan paling banyak 13 rakaat, sudah termasuk di dalamnya shalat Iftitah atau shalat sunat Fajar. Sebagian hadits tersebut menyebutkan bahwa saat beliau masih cukup kuat, beliau mengerjakan shalat layl 13 rakaat (11 + 2 rakaat shalat sunat fajar atau 2 rakaat shalat iftitah). Namun ketika beliau sudah semakin tua dan lemah, beliau mengerjakan shalat layl 7 rakaat dalam keadaan berdiri, ditambah 2 rakaat shalat sunat fajar yang kadang dikerjakan sambil duduk. e. Shalat witir 3 rakaat, yakni 2 rakaat salam lalu 1 rakaat salam Dari Ibn ‘Umar RA berkata bahwa ketika seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW tentang shalat witir (3 rakaat), maka beliau menjawab:
Rasulullah SAW biasa memisahkan antara rakaat yang ganjil dan yang genap dengan salam dan kami dapat mendengarnya. (HHR. Ahmad) 42
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
f. Shalat witir 3 rakaat terus salam Dari Sa‘îd bin ‘Abd al-Rahmân bin Abza, dari Bapaknya, dari Ubay bin Ka’ab
Rasulullah SAW membaca dalam shalat witirnya dengan Sabbihisma Rabbika al-A‘lâ, Qul yâ Ayyuha al-Kâfirûn, dan Qul Huwa Allâhu Ahad. Apabila beliau salam, maka beliau mengucapkan: Subhânal-MalikilQuddûs 3x. (HSR. Abu Dâwud, alNasâ’i). Hadits tentang 3 rakaat witir di atas sudah jelas maksud matannya, namun ada dua hal yang perlu ditegaskan di sini: Pertama, ada riwayat yang melarang witir 3 rakaat dan menganjurkan 5 rakaat atau 7 rakaat. Sesungguhnya riwayat tersebut kurang lengkap dan bertentangan (syâdz/menyimpang) dengan riwayat yang lebih sahih, seperti hadits berikut:
(Shalat) Witir itu hukum yang berlaku bagi setiap muslim. Barang siapa yang suka melakukan witir 5 rakaat, hen-
daklah ia melakukannya. Barangsiapa suka melakukan witir 3 rakaat, hendaklah ia melakukannya. Dan barangsiapa suka melakukan 1 rakaat, maka hendaklah ia melakukannya. (HSR. Abu Dâwud, al-Nasâ’i) Sebenarnya yang dimaksud dengan larangan shalat witir 3 rakaat jika dilaksanakan seperti shalat Maghrib. Nabi SAW bersabda:
Janganlah kalian berwitir tiga rakaat dengan menyerupai shalat Maghrib, berwitirlah dengan 7 rakaat atau 5 rakaat. (HSR. Al-Bayhaqi, al-Hâkim, alDâruquthni, Ibn Hibbân) Dengan demikian, yang dilarang adalah melaksanakan shalat witir 3 rakaat dengan menyerupai shalat Maghrib. Kedua, bacaan ayat pada 3 rakaat shalat witir adalah setelah membaca alFatihah maka pada rakaat pertama membaca: Sabbih isma rabbika al-A‘la, pada rakaat ke-2: dengan: Qul yâ Ayyuha al-Kâfirûn, dan rakaat ke-3: Qul Huwa Allahu Ahad, tanpa menggandengkannya dengan surat al-mu‘awwidzatayn (yakni: dua Qul a‘ûdzu) karena haditsnya daif/lemah menurut mayoritas ulama. g. Shalat witir 1 rakaat saja Ibn ‘Umar ra berkata bahwa ketika seorang bertanya kepada Nabi SAW tentang shalat layl, maka Nabi SAW menjawab: EDISI 7/2012
43
“Shalat malam itu dua-dua rakaat. Bila salah seorang kalian khawatir masuk waktu Subuh, maka cukup shalat 1 rakaat untuk mewitirkannya dari shalat malam yang telah dilakukannya.” (HSR. Al-Jamâ’ah) Hadits qawli (perkataan) dari Nabi SAW di atas menjelaskan bahwa shalat itu layl itu 2-2 rakaat dengan diakhiri satu rakaat. Sedemikian pentingnya shalat ini sehingga sangat dianjurkan Nabi SAW untuk sedapat mungkin dikerjakan meskipun hanya satu rakaat. Kebolehan untuk mengerjakan satu rakaat ini berlaku umum, khususnya ketika sudah akan masuk waktu shalat Subuh. Meskipun tetap boleh mengerjakan 1 rakaat, namun jika masih awal malam dan tidak ada kekhawatiran masuk waktu Subuh, sebaiknya jangan pelitpelit amat dengan hanya melaksanakan 1 rakaat saja. h. Hadits tidak ada dua Witir dalam satu malam Ketika Qays bin Thalq berkunjung ke Thalq bin ‘Ali pada suatu sore di bulan Ramadlan dan berbuka di sana, mereka melakukan Qiyâm Ramadlân. Ketika tinggal shalat witir, maka seseorang beranjak maju dan Thalq RA pun berkata:
44
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Berwitirlah bersama sahabat-sahabatmu, karena saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda tidak ada dua witir dalam satu malam. (HHR. Abu Dâwud, al-Tirmidzi, alNasâi) Ada dua kemungkinan makna dari ungkapan hadits di atas, yakni: Pertama; Tidak boleh ada dua shalat witir (dalam arti sempit yakni shalat sunat dengan rakaat ganjil) dalam satu malam. Kedua; Tidak ada dua shalat witir (dalam arti luas, yakni shalat layl secara keseluruhan karena Nabi SAW tidak pernah tidak, mesti mengakhiri shalat layl-nya dengan rakaat ganjil) dalam satu malam. Kalaupun makna pertama yang dipakai, maka tidak benar bila ada yang mengerjakan shalat tarawih 11 rakaat di awal waktu, lalu pada malam harinya bangun tidur untuk melaksanakan shalat layl atau shalat tahajjud (shalat malam setelah bangun dari tidur) dengan menambah 1 rakaat untuk membatalkan witir yang telah dikerjakannya supaya menjadi genap, lalu mengerjakan shalat 11 rakaat lagi sehingga total rakaatnya adalah 23 rakaat. Jika mengerjakan hal tersebut berarti sama dengan mengerjakan 3 kali witir dalam satu malam, dan ini menabrak hadits larangan 2 kali witir dalam semalam. Maka sebagian ulama menganjurkan jika tetap hendak shalat tahajjud maka tinggalkan (tunda) shalat witir pada saat shalat tarawih dan nanti dilakukan pada saat shalat di akhir malam. Atau, saat shalat tahajjud tidak usah berwitir lagi, karena sudah dilakukan
pada saat shalat Tarawih. Hanya saja memang tidak ada satupun hadits yang menceritakan bahwa Nabi SAW pernah bertahajjud tanpa menutupnya dengan rakaat witir, kecuali beliau pernah shalat 2 rakaat ringan yang sebenarnya bukanlah shalat tahajjud yang dimaksud, tapi shalat sunat sebelum fajar. Jika makna kedua yang dipakai, maka tidak ada lagi pertentangan karena memang tidak satu pun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi SAW pernah shalat tarawih di awal malam ba‘da shalat Isya kemudian malam harinya bangun untuk melaksanakan shalat layl rakaat. Catatan: Hingga sekarang penulis belum menemukan adanya riwayat yang sah yang menuntunkan adanya bacaan di sela-sela istirahat antara rakaat shalat tarawih kecuali di akhir setelah shalat witir selesai. j. Boleh shalat layl berjama‘ah Ada beberapa sahabat yang pernah bermakmum shalat malam kepada Rasulullah SAW, seperti Ibn ‘Abbâs, Hudzayfah, Ibn Mas’ud, Anas bin Malik, ‘Utban bin Malik dan Abu Bakar. Ibn ‘Abbâs ra menceritakan bahwa ketika ia masih muda belia, yakni sekitar umur 10 tahun, ia pernah menginap bersama Nabi SAW di rumah Maymunah binti al-Hârits (istri Nabi SAW):
“… Waktu itu Nabi SAW bersama istrinya pada malam itu lalu shalat Isya’. Kemudian beliau datang ke rumahnya, dan shalat 4 rakaat, kemudian tidur. Beliau lalu bangun dan berkata: “Si kecil (maksudnya Ibn ‘Abbâs) sudah tidur” atau ucapan semacamnya. Kemudian beliau berdiri, dan akupun berdiri (untuk shalat) di samping kirinya. Maka beliaupun memindahkanku ke kanannya. Lalu shalat (witir) 5 rakaat. Kemudian beliau shalat 2 rakaat (sunnah Fajar). Beliau kemudian tidur hingga aku mendengar suara nafas pelan beliau, lalu beliau keluar untuk shalat.” (Muttafaq ‘alayh) Di luar bulan Ramadlan, Nabi SAW lebih sering mengerjakan shalat layl sendirian, sedangkan di bulan Ramadlan (qiyâmu Ramadlân) beliau mengerjakannya secara berjama’ah pada tengah malam, dan kebiasaan berjamaah inilah yang berlangsung hingga saat ini. Berdasarkan hadits-hadits di atas, maka untuk mengajarkan dan membangkitkan motivasi beribadah, maka sesekali shalat malam boleh dilakukan secara berjama’ah. Narasumber utama artikel ini: Dosen Fakultas Agama Islam UMY
EDISI 7/2012
45
twitter: @lazismu facebook: lazismu.org
Jl. Menteng Raya 62 Jakarta Pusat 10340
Save Our Schools
Tani Bangkit
LAZISMU mengemban gkan gerakan masyarakat dengan tajuk SAVE OUR SCHOOLS, sebuah gerakan untuk pengembangan pendidikan dan penyelamatan sekolah yang mengalami kerusakan melalui pendekatan Integrated Development for Education (IDE).
Penanggulangan kemiskinan di kalangan masyarakat tani dengan menitikberatkan pemberdayaan petani sebagai pendekatan operasional, merupakan komitmen LAZISMU & MPM Muhammadiyah dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat Indonesia. Pemberdayaan petani merupakan perwujudan nyata bagi upaya menanggulangi kemiskinan di Indonesia.
1000 SARJANA
Tuna Daksa Pantang Menyerah
Program 1000 Sarjana adalah program beasiswa kepada lulusan SLTA dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan kejenjang kesarjanaan.
Gerakan kepedulian untuk membangkitkan spirit dan etos hidup penyandang Tuna Daksa agar mampu beraktualisasi diri secara normal di tengah-tengah masyarakat melalui berbagai program pemberdayaan.
Da’i Mandiri Program pengiriman Juru Dakwah di wilayah pedalaman dan kawasan suku terasing melalui konsep gerakan dakwah dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat.
Perempuan Berdaya Children Care Gerakan Micro Finance Development Orang Tua Humanitarian Rescue (PKO) Asuh Youth Entrepreneurship Qurban Pak Kumis Telp. 021-31 50 400 Faks. 021-31 432 30 SMS: 0856 1 62 62 22 Pin BB: 2777B132
www.lazismu.org 46
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
ternyata,
+62-21-31.50.400
Tuntunan Muamalah
BEKERJA UNTUK BERIBADAH Diriwayatkan bahwa Al-Farabi adalah orang Kisah Al Farabi ita akan sedikit menengok khazanah yang amat bersahaja, tokoh teladan dalam sejarah Islam yang mencari sesuap pagi —hanya untuk memetik hikmah kehi- sesuap petang makanan dupan, tanpa maksud mengkultuskan. dengan mengelola taman Kita mengenal nama Al Farabi. Dialah milik seorang hartawan. filsuf Muslim klasik yang dijuluki “Guru Namun, manakala tiba Besar Kedua”, karena menjadi jembatan waktu malam, dengan keilmuan modern dengan khazanah Yunani, yang memiliki “Guru Besar Perta- berbekal lampu minyak, dia berkelana di dunia filsafat ma”, yakni Aristoteles. Nama tokoh ini mengikuti nama Kota mengikuti kecemerlangan Farab di wilayah Kazakhtan, yang tidak pemikirannya.
K
lain adalah kampung halaman tokoh bernama Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Auzalagh bin Thurkhan. Waktu kelahirannya kurang dapat dipastikan, namun wafatnya dalam umur 80-an tahun terjadi. Al-Farabi memberi syarah dan komentar atas falsafahAristoteles dan Plato, serta memperkaya filsafat dengan pemahamannya tentang Islam. Komentar dan analisanya itu menjadi jembatan dari keilmuan Barat ke tradisi Yunani. Dua bukunya, Madinatun Fadhlillah (Negara Utama) dan Siyasatul Madaniah (Pengorganisasian Negara) merupakan kajian penting tentang tatakelola masyarakat yang baik — suatu persoalan yang sebagian masih relevan hari ini. Sebutan “Guru Besar Kedua” itu bukan main-main
karena ilmu pengetahuan modern berhutang budi kepada putera seorang pembesar militer Persia itu. Diriwayatkan bahwa Al-Farabi adalah orang yang amat bersahaja, yang mencari sesuap pagi sesuap petang makanan dengan mengelola taman milik seorang hartawan. Namun, manakala tiba waktu malam, dengan berbekal lampu minyak, dia berkelana di dunia filsafat mengikuti kecemerlangan pemikirannya. Boleh dibilang, pekerjaan Al-Farabi adalah tukang kebun. Sedang karyakarya pemikirannya (yang menjadi dasar dan pembelajaran filsafat sosial sampai jauh setelah wafatnya pada bulan Rajab tahun 339 H atau Desember 950 M) itu merupakan karya amal-ibadahnya. Jadi EDISI 7/2012
47
id.wikipedia.org
menjadi berdaya. Untuk sampai ke situ manusia harus bekerja — dan tentu saja menjaga kesehatannya. Dengan bekerja mencari rezeki seseorang akan dapat beribadah kepada Tuhannya; sementara perbuatan bekerja itu juga merupakan bentuk ibadah manakala diniati dengan benar, termasuk dimulai dengan membaca Asma Allah. Sehingga kita menemukan hubungan yang saling-berbalasan antara bekerja dan beribadah sebagai berikut:
Al-Farabi tepat menjadi gambaran tentang seseorang yang bekerja, lalu dengan bekerjanya itu memungkinkan dia beribadah secara lebih luas. Mengapa harus bekerja? Kita manusia memiliki kebutuhan mendasar untuk hidup, beribadah dan berkarya. Karena tujuan keberadaan manusia di dunia tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah, maka hidup manusia harus dijaga dan ditegakkan — tidak lain agar dipergunakan untuk beribadah.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. [adz-Dzariyat: 56] Cara untuk menjaga hidup agar dapat beribadah kepada Allah adalah dengan 48
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Bekerja mencari nafkah untuk membuat diri seseorang berdaya, merupakan perbuatan wajib karena dari situ memungkinkan kita memenuhi kewajiban yang lain. Sementara itu berbuat sesuatu untuk mencari ridha Allah —misalnya membantu orang lain— meskipun itu bukan untuk mencari nafkah, adalah perbuatan mulia yang dijanjikan pahalakemuliaan untuknya. Ayat berikut menegaskan lagi pokok bahasan di atas:
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang telah Allah karuniakan kepadanya. Allah tidaklah memikulkan beban
kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang telah Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan. [ath-Thalaq: 7]. Juga firman Allah:
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik. [al-Baqarah: 233]. Nabi SAW juga pernah mengatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqas: “Sesungguhnya bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan, (itu) lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam kekurangan dan menjadi beban orang lain”. (HSR Bukhari && Tirmidzi). Perkataan itu diucapkan Nabi setelah Sa’ad bermaksud menyedekahkan semua hartanya; yang kemudian disarankan beliau agar menyedekahkan sepertiga saja, karena proporsi demikian itu sudah banyak, sementara keluarganya juga harus dicukupinya. Nabi dalam haditsnya menganjurkan kita kaum muslimin untuk berusaha dan mencari nafkah apa saja bentuknya, asalkan itu halal, baik, tidak ada syubhat, dan tidak dengan meminta-minta. Kita disunnahkan untuk ta’affuf (memelihara diri dari minta-minta), sebagaimana Allah SWT sebutkan dalam firman-Nya:
(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah ayat 273]. Itu dikuatkan dengan pelbagai kejadian sepanjang hidup Nabiyullah, yang siap kita jadikan teladan saat ini. Diriwayatkan dari Zubair bin Awwam dan Abu Hurairah yang mengatakan bahwa:
Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan- Nya, sungguh seorang dari kalian yang mengambil talinya lalu dia mencari kayu bakar dan dibawa dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia mendatangi seseorang lalu meminta kepadanya, baik orang itu memberi atau menolak”. (HSR Bukhari ) Ucapan Nabi di atas disampaikan kepada para sahabat yang ganti menyampaikannya kepada orang lain. Khazanah hadits setidaknya merekam 11 jalur berbeda yang saling menguatkan EDISI 7/2012
49
yang dicatat para imam hadits dan akhirnya sampai kepada kita, yakni: Ahmad (mencatat tiga jalur), Bukhari (empat, termasuk yang di atas), Malik (satu), Nasai (dua) dan Tirmidzi (satu). Bahkan orang tetap saja bisa bekerja dalam kondisi apapun. Namun jika hal itu sudah tidak mungkin dia lakukan tetap saja dia bisa berkarya dengan caranya sendiri.
untuk sungguh-sungguh, itqan atau sebaik-baiknya, sesempurna mungkin (profesional), sabar dan berserah diri kepada Allah terhadap hasil akhirnya. Di sinilah istilah jihad memperoleh bentuknya; yakni diwujudkan dalam proses bekerja tadi. Dengan demikian prosesproses itu bisa digambarkan mengelilingi kegiatan bekerja sehingga terlihat sebagai berikut:
Nabi SAW bersabda: “Wajib bagi setiap muslim bershadaqah”. Para sahabat bertanya: “Wahai Nabi Allah, bagaimana kalau ada yang tidak sanggup?” Beliau menjawab: “Dia bekerja dengan tangannya sehingga bermanfaat bagi dirinya lalu dia bershadaqah”. Mereka bertanya lagi: “Bagaimana kalau tidak sanggup juga?” Beliau menjawab: “Dia membantu orang yang sangat memerlukan bantuan”. Mereka bertanya lagi: “Bagaimana kalau tidak sanggup juga?” Beliau menjawab: “Hendaklah dia berbuat kebaikan (ma’ruf) dan menahan diri dari keburukan karena yang demikian itu berarti shodaqah baginya”. [HR Bukhari] Dalam melakukan pekerjaan, apapun jenisnya, ajaran Islam menuntun kita
Fenomena bekerja di zaman ini Di kota-kota besar tiap tahun rutin diadakan acara yang disebut “pasar bursa kerja”, yakni rekrutmen karyawan perusahaan dipusatkan di satu tempat dan berbareng. Pola yang digunakan persis seperti pasar tempat jual-beli barang sehari-hari. Gerai-gerai perusahaan dibuka berderet-deret dengan tatanan mencolok, berlomba-lomba menarik minat pengunjung. Leaflet, selebaran, cenderamata disediakan cuma-cuma. Bedanya dengan los-los di pasar: yang dijajakan di sini bukan barang melainkan lowongan pekerjaan. Pengunjung dapat datang ke setiap gerai perusahaan, mencari informasi
50
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
tentang lowongan yang tersedia. Menjajagi kecocokan dengan ijazah, keahlian dan minat yang dimiliki dengan tuntutan dan fasilitas yang disediakan perusahaan tersebut, termasuk besaran gaji, tunjangan, ketentuan cuti, bonus dan promosi jabatan. Jika pengunjung tidak cocok dengan yang ditawarkan perusahaan tersebut, dia dapat ke gerai yang lain lagi. Sementara perusahaan itu juga dapat menolak pengunjung yang ijazah dan keahliannya tidak sesuai dengan yang dicari. Pendeknya, pasar bursa kerja itu merupakan wujud temuan akal-budi manusia yang cerdas, praktis menjawab kebutuhan dan memudahkan semua pihak —khas inovasi teknologi zaman modern. Namun di situ pula kita akan mudah menemukan snobisme yang memprihatinkan. Apa itu snobisme? Istilah snob dalam kamus berarti “orang yang senang meniru gaya hidup atau selera orang lain yang dianggap lebih dari padanya tanpa perasaan malu”. Sedangkan “snobisme” adalah sikap atau cara hidup seorang snob. Snobisme yang kita temukan di situ menyangkut sikap orang terhadap kerja dan pekerjaan. Yakni, kerja atau pekerjaan yang baik adalah: pekerjaan kantoran, yang populer, yang banyak teman, kelihatan wah atau menghasilkan banyak uang. Di zaman modern ini snobisme dimanfaatkan oleh perusahaan industri untuk kepentingannya bahkan dikaji secara ilmiah, misalnya, di bawah tema: perilaku konsumen, komunikasi periklanan dan psikologi industri. Fenomena gandrung
artis, konser-konser yang meriah padahal tiketnya relatif mahal, olahraga massal, fans yang fanatik — semua merupakan bentuk rekayasa perilaku snob. Snobisme seperti itu menuntun orang untuk berbuat keliru. Sebab, tidak ada pertimbangan kritis terhadap perbuatan meniru atau snob itu. Mestinya, meniru itu diperbolehkan sejauh dilakukan dengan dasar pertimbangan yang benar. Dalam soal pekerjaan, benar-tidaknya hal itu dilihat pada: (1) motif dibalik dipilihnya suatu pekerjaan; (2) cara pekerjaan itu dilaksanakan dan (3) tujuan akhir atau hasil akhirnya terhadap kemanusiaan. Mari kita lihat kekeliruan perbuatan asal meniru atau snob dalam memilih pekerjaan tadi. MOTIF. Dalam memilih pekerjaan, motif yang mendasari seharusnya diperbaiki menjadi: menjemput rezeki untuk “mencari ridha Allah” atau “dalam rangka beribadah” atau “agar dengan itu kita dan keluarga dapat berkarya sebagai hamba Allah”. Nah, niat seperti itu tentu berbeda jauh dari niat bekerja supaya kaya atau demi gengsi atau supaya dihargai tetangga dan kenalan. CARA. Pekerjaan dilakukan harus dengan mengindahkan adab agama maupun adab bekerja. Adab agama diperoleh dari tuntunan yang sudah jelas nash dan dalilnya dalam Islam. [Dalam Tuntunan Islam edisi selanjutnya akan dabahas lebih lanjut, insya Allah.] Sedangkan adab bekerja ditentukan oleh aturan bagaimana pekerjaan itu dilakukan — dalam istilah lain mungkin EDISI 7/2012
51
disebut sebagai pedoman pelaksanaan baku, panduan kerja, tata kerja atau istilah lainnya. TUJUAN. Yang dimaksud adalah tujuan atau akibat jangka pendek dan panjang jika pekerjaan itu dilakukan. Diharapkan, hasil pekerjaan akan memiliki manfaat bagi diri kita dan orang lain. Bahkan akan lebih baik lagi jika pekerjaan itu hasilnya akan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Pekerjaan itu seharusnya berhasil-guna, ada hasilnya atau dilaksanakan bukan untuk kesia-siaan belaka. Sehingga kisah Sisyphus dalam dongeng Yunani (yang terus menerus mengusung batu ke puncak gunung lalu batu itu menggelinding lagi ke bawah) itu tidak dilakukan. Harus dicari cara agar pekerjaan itu berhasil-guna, atau kalau tidak, ya harus ditinggalkan. Sosok seperti Al-Farabi, misalnya, layak dijadikan teladan. Dia seorang filsuf atau pemikir ulung yang mewariskan kepada kita berjilid-jilid kitab penting hasil karyanya. Pada malam hari dia menuangkan gagasan-gagasannya dengan menulis mempergunakan bulu dan tinta di atas perkamen. Apa yang dikerjakannya pada siang hari? Dia bekerja menjadi pengolah taman pada seorang hartawan. Diolahnya tanah dengan mencangkul, menggaru, menebar rabuk; menanaminya dengan bunga-bunga dan tanaman; menyianginya sepanjang siang — dari situ dia memperoleh nafkah sehari-hari. Lalu malam harinya berpikir, berfilsafat, berdiskusi dan menulis.
52
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
Bekerja dalam batas “maghrib” Pekerjaan tidak perlu merupakan pekerjaan “krah putih”, yang membuat leher baju (=krah) tidak bernoda daki sama sekali. Juga tidak perlu yang populer, yang banyak teman, yang wah atau menghasilkan banyak uang. Semua pekerjaan itu mulia asal motif, cara dan tujuannya benar. Untuk menjaga agar selalu berada di jalan yang lurus, ulama fiqih sudah merumuskan cara agar siapapun pencari kerja dapt selalu menjaga diri untuk tidak terjebak oleh godaan sesaat dalam mencari rezeki. Untuk memudahkan, di sini dikenal istilah “maghrib”, yang artinya bukanlah penanda waktu, melainkan rambu-rambu yang wajib dijauhi dalam bekerja dan mencari pekerjaan. “Maghrib” ini merupakan akronim dari istilah Arab: maisir, gharar, ghashab, haram, riba dan bathil. Ke-6 aspek itu harus dihindari jauh-jauh dalam bekerja dan mencari pekerjaan. Rinciannya sebagai berikut: a) Maisir Arti maisir adalah gampang atau mudah, berasal dari akar kata yusrun. Sebagai istilah, maisir berarti judi. Dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah; tetapi semudah itu pula mengalami kerugian dan kebangkrutan. Ajaran Islam mendorong orang untuk berusaha dan bekerja keras. Larangan terhadap judi atau maisir itu sendiri dijelaskan dalam Surah al-Baqarah 219 dan al-Maidah 90: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada
jpmi.or.id
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (QS al-Baqarah 219) Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS al-Maidah 90) Maka secara umum, pekerjaan yang untung-untungan dan kelewat mudah, sementara hasilnya kelewat besar, harus diwaspadai. Bukannya disambut sukacita ibarat seperti menemukan durian runtuh. Sebab, besar kemungkinan ada pihak lain entah siapa yang dirugikan olehnya.
b) Gharar & Ghashab Gharar berarti pertaruhan. Kadang gharar juga dipahami sebagai syak atau keraguan. Pekerjaan yang melibatkan transaksi yang masih belum jelas barangnya, atau tidak berada dalam kuasa yang bertransaksi alias di luar jangkauan dia, itu termasuk jual beli gharar. Konsep gharar berkisar pada makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu transaksi yang dilaksanakan. Mengambil contoh transaksi jual-beli, gharar meliputi keadaan: o Barang yang ditransaksikan itu wujud atau tidak; o Barang yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak; o Transaksi itu dilaksanakan secara tidak jelas; atau akad dan kontraknya tidak jelas; bisa juga waktu dan cara pembayarannya. Contohnya, membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya; juga kegiatan spekulasi jual beli valuta asing. EDISI 7/2012
53
Ghashab menurut bahasa berarti mengambil secara zalim. Secara populer, dalam praktik sehari-hari berarti mengambil hak milik orang lain tanpa izin meskipun tanpa berniat untuk memilikinya — kalau berniat untuk memilikinya, itu namanya mencuri. Menurut syariat, ghashab berarti menguasai harta orang lain dengan alasan yang tidak benar. Dalam kasus-kasus kecil, seperti menggunakan barang tanpa izin, meminjam dan tidak bertanggungjawab atas kerusakannya, semua itu merupakan konteks ghashab. Tindakan ini termasuk kezaliman yang diharamkan di dalam Al Quran, As-Sunnah dan Ijma’. Pelakunya harus mengembalikan apa yang di-ghashab, karena itu termasuk masalah mengembalikan keadilan kepada orang yang dizalimi. Pekerjaan menimbun barang dapat digolongkan ghashab karena motif penguasaan secara curang terhadap barang yang dibutuhkan orang lain. Niscaya terhadap ini berlaku peringatan hadits dari Umar tadi: “Orang yang mencari nafkah itu diberi rizki dan orang yang menimbun itu dilaknat.” c) Haram Pekerjaan yang pusat kegiatannya menyangkut barang haram atau kemaksiatan, maka harus menjadi batas yang tidak boleh dimasuki atau diikuti. Bekerja menyelenggarakan pelacuran, atau terkait dengan kemaksiatan apapun, jelas haram dan harus dijauhi. Pekerjaan memanipulasi, sama haramnya dengan korupsi. Demikian juga pekerjaan memalsu dokumen atau karya seni, misalnya, 54
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
sama terlarangnya dengan contoh-contoh terdahulu. d) Riba Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat mengenai pelarangan riba diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan turunnya ayat dimulai dari peringatan secara halus hingga peringatan secara keras — mirip dengan larangan perbudakan yang sudah menyatu dengan sistem sosial di Arab kala itu. Sampai kepada kita dewasa ini, riba merupakan praktik terlarang, sama seperti perbudakan. e) Bathil Bathil dapat diartikan kebohongan, kepalsuan-pemalsuan, penipuan, kedustaan, tipu muslihat, sumpah palsu. Pekerjaan yang melibatkan proses transaksi, harus menjunjung prinsip tidak ada kebathilan yang mewujud kezaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takaran dan proporsinyanya. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang, mengurangi timbangan, semua itu tidak dibenarkan. Begitu pekerjaan menyerempet kebathilan, maka harus segera ditinggalkan. Demikianlah kita umat Islam harus bekerja keras, bekerja cerdas, bekerja taat azas dan senantiasa berhati-hati terhadap “batas maghrib” itu. Tim Redaksi
Syarah Hadits
Keutamaan Pionir Kebijakan
Rasulullah SAW pun bersabda: “Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam (sehingga menjadi kebiasaan ummat), maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk (sehingga menjadi kebiasaan ummat), maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa me-reka sedikit pun.” (HR Bukhari Muslim dari Jarir ra). Takhrij Hadits: Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dari Muhammad ibn al-Mutsanna al‘Anaziy, dari Muhammad ibn Ja’far, dari Syu’bah, dari ‘Aun ibn Juhaifah, dari alMundzir ibn Jarir, dari Jarir dari Rasulullah (Shahih Muslim, 5: 168). Selain dari jalur tersebut. Imam Muslim juga meriwayatkan dari Zuhayr ibn Harb, dari Jarir ibn ‘Abdul Hamid, dari A’masy, dari Musa ibn Abdullah ibn Yazid dan Abi adh Dhuha, dari Abdurrahman ibn Hilal al‘Absiy, dari Jarir ibn ‘Abdullah (Shahih Muslim, 13: 163). Hadits ini merupakan Hadits Shahih. Selain diriwayatkan oleh imam Muslim, hadits ini juga diriwayatkan oleh Nasai (Sunan al-Nasiy, 8: 329), Ibn Majah
(Sunan Ibn Majah, 1: 236, 240), Tirmidzi (Sunan al-Tirmidzi, 9: 285), dan al-Baihaqi (al-Sunan al-Kubra, 4: 433, 435). Mufradat: Membuat, menetapkan, meletakkan : Sirah (peri kehidupan, perilaku), : thariqah (Jalan, cara, metode), thabi’ah (watak, tabiat). dosa, beban : Asbabul Wurud Paling tidak ada dua riwayat mengenai sebab turunnya hadits ini, keduanya terdapat dalam kitab Shahih Muslim. (MUSLIM - 4830) : Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir bin ‘Abdul Hamid dari Al A’masy dari Musa bin EDISI 7/2012
55
‘Abdullah bin Yazid dan Abu Adh Dhuha dari ‘Abdurrahman bin Hilal Al ‘Absi dari Jarir bin ‘Abdullah dia berkata; “Pada suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah SAW dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah menganjurkan para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau.” Jarir berkata; ‘Tak lama kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu, datang beberapa orang sahabat yang turut serta menyumbangkan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang Arab badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah.’ Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ‘Barang siapa dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh 56
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun.’ (Muslim 1691) Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin al-Mutsanna al-Anazi telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Aun bin Abu Juhaifah dari al-Mundzir bin Jarir dari Jarir ia berkata; Pada suatu pagi, ketika kami berada dekat Rasulullah, tiba-tiba datang serombongan orang tanpa sepatu, dan berpakaian selembar kain yang diselimutkan ke badan mereka sambil menyandang pedang. Kebanyakan mereka, mungkin seluruhnya, berasal dari suku Mudlar. Melihat mereka, wajah Rasulullah terharu lantaran kemiskinan mereka. Beliau masuk ke rumahnya dan keluar lagi. Maka disuruhnya Bilal untuk adzan dan iqamah, sesudah itu beliau shalat. Sesudah shalat, beliau pidato. Beliau membacakan firman Allah:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian. (QS. an-Nisa’: 1); Kemudian membacakan ayat yang terdapat dalam surat al-Hasyr:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Tahu apa yang kamu ketahui. (al-Hasyr 18). Mendengar khutbah Nabi SAW itu, serta merta seorang laki-laki menyedekahkan dinar dan dirhamnya, pakaiannya, satu sha’ gandum, satu sha’ kurma sehingga Nabi bersabda: “Meskipun hanya dengan setengah biji kurma.” Maka datang pula seorang laki-laki Anshar membawa sekantong yang hampir tak tergenggam oleh tangannya, bahkan tidak terangkat. Demikianlah, akhirnya orang-orang lain pun mengikuti pula memberikan sedekah mereka, sehingga kelihatan olehku sudah terkumpul dua tumpuk makanan dan pakaian, sehingga kelihatan olehku wajah Nabi berubah menjadi bersinar bagaikan emas. Maka Rasulullah pun bersabda: “Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh
pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” Kandungan Hadits Hadits ini memberikan kedudukan istimewa bagi orang pertama yang membuat inovasi, menunjukkan jalan, memberikan suatu contoh terhadap perbuatan tertentu, menciptakan kebiasaan tertentu di masyarakat, atau membuat aturan yang diikuti orang lain. Bila inovasi, contoh atau perbuatan tersebut merupakan hal baik, maka ia akan mendapatkan pahala berkali lipat, yang meliputi pahalanya sendiri karena melakukan hal baik tersebut, dan kumpulan seluruh pahala dari orang-orang yang mengerjakan perbuatan tersebut. Keteladanan yang ia lakukan, dan contoh amal baik yang ia perbuat akan menjadi shodaqah jariyah yang akan senantiasa mengalir pahalanya. Keteladannya menjadi shodaqah bagi dirinya, karena shadaqah artinya adalah bukti, yaitu bukti keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Keteladanan dan perbuatan baik yang ia lakukan adalah bukti akan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Ini sesuai dengan sabda Nabi SAW:
“Sesungguhnya orang yang menunjukkan kepada kebaikan itu, (pahalaEDISI 7/2012
57
nya) seperti orang yang mengerjakannya”. (Hadits Shahih dari Anas bin Malik, diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ahmad ibn Hanbal dan Thabrani). Akan tetapi sebaliknya, bila contoh dan teladan yang ia berikan merupakan jalan yang tidak sesuai dengan ajaran agama, menyimpang dari kebenaran dan cenderung kepada memperturutkan hawa nafsu, maka ia juga akan mendapatkan dosa dan beban yang berlipat ganda, yaitu dosanya sendiri dan dosa orang orang yang termotivasi mengikuti perbuatan munkar tersebut. Menurut Imam Nawawi (Syarh alNawawiy ‘ala Muslim, 3: 461), hadits tersebut merupakan takhsis (pengkhususan) terhadap hadits Nabi:
Dan sejelek-jelek perkara adalah halhal yang baru, setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan di dalam neraka. (HR. Nasai). Menurut Imam Nawawi, muhdatsat (hal baru) yang dilarang dalam hadits ini adalah muhdatsat yang batil, dan bid’ah yang terlarang adalah bid’ah yang sesat. An-Nawawi (3: 247) menjelaskan bahwa secara bahasa, bid’ah artinya: “semua hal yang dikerjakan tanpa ada contoh sebelumnya”. Sehingga karenanya, bid’ah terdiri dari lima macam, yaitu: wajib, mandub, mubah, makruh dan haram. Bid’ah wajib dicontohkan dengan konstruksi dalil-dalil yang dibangun oleh para 58
BERKALA TUNTUNAN
ISLAM
ahli kalam untuk menolak dan membantah teori orang ateis dan ahli bid’ah. Bid’ah mandub contohnya adalah menyusun kitab kitab ilmu pengetahuan, dan membangun madrasah. Bid’ah mubah contohnya keleluasaan untuk memberi warna pada makanan. Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa menurut Imam Nawawi, perbuatan baik walaupun belum ada contoh sebelumnya, bila bukan merupakan hal batil dan sesat, tidaklah dikategorikan sebagai bid’ah dholalah. Kata walau diartikan dengan ‘setiap/semua bid’ah adalah sesat’, tetapi ada bid’ah yang tidak sesat. Menurut imam Nawawi, kata didalamnya terdapat pengkhususan, sebagaimana pemakaian pada ayat: kata
Bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya. (QS al-Ahqaf: 24-25). Pada ayat ini, segala sesuatu akan dihancurkan oleh angin, tetapi tetap ada pengecualian hal yang tidak dapat dihancurkan oleh angin tersebut. Narasumber utama artikel ini: Agung Danarto
EDISI 7/2012
59
Membangun Masjid dan Asrama Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School Yogyakarta, sebagai bagian dari amal usaha Muhammadiyah, sejak didirikan 4 tahun yang lalu terus berbenah. Selain prestasi-prestasi yang terus ditorehkan oleh santri-santri MBS, ternyata minat masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di MBS juga tinggi dan terus meningkat. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa Ponpes Modern MBS saat ini sudah menjadi salah satu lembaga pendidikan yang dipercaya untuk membina kader Muhammadiyah yang siap menjadi Ulama Intelektual dan Intelektual Ulama. Sejalan dengan hal tersebut, MBS Yogyakarta tetap istiqomah dengan komitmennya untuk mencetak kader yang terbina secara Iman, Ilmu dan Akhlak. Untuk itu, tentu saja, perlu adanya fasilitas yang memadai sebagai penunjang sarana belajar bagi seluruh santrinya. Tahun ini, PPM MBS Yogyakarta kembali melaksanakan pembangunan Asrama dan Masjid baru. Pembangunan sarana fisik ini harus dilaksanakan mengingat daya tampung asrama dan kelas bagi para santri baru belum mencukupi. Pembangunan Asrama dan Masjid saat ini sudah berjalan sekitar 4 bulan. Hingga saat ini proses pembangunan terus berlanjut dan masih diperlukan tambahan biaya untuk pembangunannya. Pengembangan fasilitas Pesantren yang dilakukan ini adalah dalam upaya memberikan fasilitas dan kenyamanan bagi para santri untuk menimba ilmu di MBS. Rencananya, akan dibangun fasilitas Asrama untuk para santri (putra-putri) ditambah dengan masjid utama yang diperuntukan bagi para santri putra.
Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School Yogyakarta mengajak segenap kaum muslimin yang ingin terlibat dalam Pembangunan Asrama Santri dan Masjid, melalui infaq dan menyisihkan sebagian rezekinya, untuk membantu pembangunan yang sedang berjalan. Bagi yang berminat untuk memberikan bantuan dapat menghubungi
Panitia: telp. 0274-663.7697, HP. 081.392.01.6484 Nomor Rekg. BRI Syariah: 1006267552 a.n. PPM MBS Yogyakarta.