BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG
2010 NO: 15
SERI: E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN DAN PERTELAAN ATAS SATUAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (7) Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan, perlu menetapkan Peraturan Bupati Karawang tentang Tata Cara Permohonan Pengesahan Akta Pemisahan dan Pertelaan Atas Satuan Rumah Susun. Mengingat : 1.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950, tentang pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah UndangUndang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat ;
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
3.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun;
4.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman;
5.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
6.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
7.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
1
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 8.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung ; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan;
Nomor 34 Tahun 2003 tentang
12. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi. 13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; 14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; 15. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; 16. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun; 17. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang; 18. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 7 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Karawang; 19. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 20. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan; 21. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor .9 Tahun 2009 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan utilitas Perumahan dan Permukiman; 22. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan. MEMUTUSKAN Menetapkan
: PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PERMOHONAN PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN DAN PERTELAAN ATAS SATUAN RUMAH SUSUN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1.
Daerah adalah Kabupaten Karawang.
2
2.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3.
Bupati adalah Bupati Karawang.
4.
Unit Kerja adalah unit kerja di lingkungan pemerintah daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang penyelenggaraan bangunan gedung.
5.
Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan budaya maupun kegiatan khusus.
6.
Bangunan gedung bertingkat adalah bangunan yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang di strukturkan secara fungsional dalam arah harizonal maupun vertikal.
7.
Izin Mendirikan Bangunan Gedung, yang selanjutnya disebut IMB, adalah izin yang diberikan oleh pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk membangun dalam rangka pemanfaatan ruang dan sesuai sesuai dengan peruntukannya.
8.
Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama;
9.
Satuan Rumah Susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum;
10. Lingkungan adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas yang diatasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya, yang secara keseluruhan merupakan kesatuan tempat pemukiman; 11. Pemilik adalah perseorangan atau badan yang memiliki satuan rumah susun yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 12. Bagian Bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuansatuan rumah susun. 13. Benda Bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah serta digunakan untuk pemakaian bersama. 14. Tanah Bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan Izin Mendirikan Bangunan. 15. Laik Fungsi,atau layak huni, adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenihi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan. 3
16. Nilai perbandingan proporsional adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas tanah bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, dihitung berdarkan luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan terhadap jumlah luas bangunan atau nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggara pembangunan untuk pertamakali memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan untuk menentukan harga jual. 17. Pertelaan adalah rincian batas yang jelas dari masing-masing satuan rumah susun, bagian bersama dan tanah bersama yang diwujudkan dalam bentuk gambar dan uraian. 18. Pengesahan Pertelaan adalah pengesahan oleh Pemerintah Daerah atas pertelaan yang telah jelas dan benar menerangkan tentang pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama dalam bentuk gambar, uraian dan batas-batas dalam arah vertikal; 19. Izin Layak Huni adalah izin yang diberikan Pemerintah daerah setelah diadakan pemeriksaan terhadap rumah susun yang telah selesai dibangun berdasarkan persyaratan dan ketentuan perizinan yang telah diterbitkan, dan Izin Layak Huni tersebut dapat diberikan secara bertahap; 20. Akta pemisahan Satuan Rumah Susun adalah akta pemisahan satuan rumah susun yang harus di daftar oleh penyelenggara pembangunan pada kantor Pertanahan setempat dengan melampirkan sertifikat Hak Atas Tanah, Izin Layak Huni beserta warkah-warkah lainnya; 21. Akta Pemisahan adalah tanda bukti pemisahan rumah susun atas satuansatuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama, atau tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal yang mengandung nilai perbandingan yang proporsional. 22. Penghuni Rumah Susun adalah perseorangan yang bertempat tinggal dalam satuan rumah susun, dan selanjutnya disebut penghuni; 23. Perhimpunan Penghuni Rumah Susun yaitu perhimpunan yang anggotanya adalah kepala keluarga penghuni satuan rumah susun yang bersangkutan dan selanjutnya disebut Perhimpunan. BAB II PEMILIKAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT Pasal 2 (1) Pemilikan bangunan gedung bertingkat dibuktikan dengan bukti hak pemilikan. (2) Pemilikan bangunan gedung bertingkat dapat berupa pemilikan tunggal atau pemilikan yang terpisah dalam satu kesatuan. (3) Tanda bukti hak pemilikan bangunan gedung bertingkat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Bangunan gedung bertingkat dengan pemilikan terpisah dalam satuan-satuan sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. 4
Pasal 3 Hak pemilikan bangunan gedung bertingkat dapat dipindahtangankan baik seluruhnya atau pertelaan atas namanya, sepanjang tidak berubah fungsi. Pasal 4 Pengaturan pemilikan atas bangunan gedung bertingkat dan satuan bangunan gedung bertingkat meliputi : a.
batas pemilikan;
b.
peralihan, pembebanan, dan pendaftaran hak milik;
c.
perpanjangan, perubahan, dan penghapusan hak pemilikan. BAB III PERTELAAN DAN PEMINDAHTANGANAN HAK PEMILIKAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT Bagian Kesatu Pertelaan Pasal 5
(1) Untuk memindahtangankan hak pemilikan bangunan gedung bertingkat menjadi satuan bangunan gedung bertingkat, penyelenggara pembangunan wajib membuat pertelaan atas satuan-satuan bangunan gedung bertingkat meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, dalam bentuk gambar, uraian, dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kenyataan yang dilakukan dengan membuat akta pemisahan. (2) Pertelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan satuansatuan yang terjadi karena pemisahan menjadi hak milik atas satuan-satuan bangunan gedung bertingkat, mempunyai nilai perbandingan proposional yang sama, kecuali ditentukan lain sejak semula hingga mempunyai nilai perbandingan proposional yang lain, yang dipakai sebagai dasar untuk pemisahan dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan-satuan. (3) Permohonan Pertelaan dilampiri dengan : a. proposal pembangunan dan atau gambar rencana yang menunjukan dengan jelas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. b. sertifikat hak atas tanah. c. izin lokasi. d. izin mendirikan bangunan. (4) Pengesahaan pertelaan sebagaimana dimaksud ayat (1), dilaksanakan oleh Bupati setelah mendapat pertimbangan dari dinas teknis dan Kepala Kantor Pertanahan yang memuat gambar, uraian dan batas-batas yang jelas. Pasal 6
5
Perubahan Nilai Perbandingan Proporsional (PNPP) satuan gedung bertingkat atau satuan bangunan gedung bertingkat dimintakan pengesahannya melalui permohonan pengesahaan perubahan pertelaan. Bagian Kedua Akta Pemisahan Pasal 7 (1) Untuk memisahkan gedung bertingkat menjadi satuan-satuan, penyelenggara pembangunan bangunan gedung bertingkat wajib menuangkannya dalam bentuk Akta Pemisahan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian Serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun. (2) Untuk pengesahan Akta Pemisahan penyelenggara pembangunan wajib mengajukan permohonan kepada Bupati dengan melampirkan : a. Sertifikat Hak Atas Tanah; b. Rekomendasi Laik Fungsi; c. Izin lokasi; d. Izin mendirikan bangunan; e. Gambar, Uraian dan batas-batas yang jelas; f. Asli konsep Akta Pemisahan bangunan gedung bertingkat yang bersangkutan; g. Asli Pertelaan bangunan gedung bertingkat yang telah disahkan. Pasal 8 Akta Pemisahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus didaftar pada Kantor Pertanahan dengan melampirkan sertifikat hak atas tanah, rekomendasi laik fungsi, serta warkah-warkah lainnya. Bagian Ketiga Perubahan Bangunan Gedung Bertingkat Pemilikan Tunggal Menjadi Bangunan Gedung Bertingkat Pemilikan Terpisah Pasal 9 (1) Perubahan bangunan gedung bertingkat pemilik tunggal menjadi bangunan gedung bertingkat pemilikan terpisah diselenggarakan sesuai dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8. (2) Sepanjang fisik bangunan gedung bertingkat dibangun dan pemanfaatan bangunan gedung bertingkat sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah dikeluarkan, maka penyesuaian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya mengenai pertelaan dan akta pemisahan satuan bangunan gedung bertingkat.
6
BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 11 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini, dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Karawang.
Ditetapkan di K a r a w a n g pada tanggal BUPATI KARAWANG, ttd
DADANG S. MUCHTAR Diundangkan di K a r a w a n g pada tanggal Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN K A R A W A N G, ttd
IMAN SUMANTRI
BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2010 NOMOR : 14
SERI :E
.
7