BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisikan tentang konsep-konsep teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian jihad; (2) variasi kata jihad; (3) konsep terjemah; (4) strategi terjemah; (5) klasifikasi strategi terjemah. 2.1 Jihad 2.1.1
Pengetian Jihad
Secara etimologi dalam kamus Mahmud Yunus (1392 H:92) kata ﺟﻬﺎﺩ/jihād/ berasal dari kata ﺟﻬﺪ/jaḥada/ yang berartikan “bersungguh-sungguh”. Louis Ma’luf dalam Chirzin (2001:60) mengemukakan bahwa kata jihad berasal dari bahasa Arab, berbentuk isim masdar dari fi’il ma ḍi
ﺟﻬﺪ/jahada/“mencurahkan kemampuan”. Sedangkan kata ﺟﻬﺎﺩ/jihād/ itu
sendiri bermakna “perjuangan, jihad”, (Ahmad Warson Munawir: 1984:217) Adapun secara terminologi pengertian jihad sangat bermacam-macam, di antaranya adalah: Menurut Hasan al-Banna dalam Chirzin (1997:12), Jihad adalah suatu kewajiban muslim yang berkelanjutan hingga hari kiamat, tindakan terendahnya adalah berupa penolakan hati atas keburukan atau kemungkaran dan yang tertinggi adalah berupa perang dijalan Allah Subḥanahu wa ta’āla”. Jihad juga diartikan sebagai perang suci, (Philip K. Hitti: 2002:155) Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri mengatakan, (1430: bab Jihad, hal:3), “Jihad di jalan Allah adalah mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk memerangi orang-orang kafir dengan tujuan mengharap ridha Allah Subḥanahu wa ta’āla
dan
meninggikan kalimat-Nya”, (Ensiklopedia Fiqih Islam, bab Jihad, 1430 H:3). dikutip dari (www.bolgsport-ensiklopedia-islam-ringkasan-fiqih-sunah.2009//html). U
U
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat beberapa pengertian tentang jihad yang tidak jauh berbeda dengan yang lain, yaitu: (1) upaya dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan. (2) usaha sungguh-sungguh membela islam dengan mengorbankan harta benda, raga dan jiwa. (3) perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan Islam. Namun jika kata jihad diawali dengan awalan ber-, maka maknanya berbeda seperti yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu berperang (di jalan Allah); berjuang.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Variasi-variasi bentuk kata jihad dalam al-Qur’an
Dalam kitab ﺍﻟﻤﻌﺠﻢ ﺍﻟﻤﻔﻬﺮﺱ ﻷﺍﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ/al mu’jamu l-mufahras lialfāẓi l-qur’ani lkarīm/ yang tulis oleh Ahmad Fu’ad Baqi (1428 H:224-225) terdapat 41 kata jihad dari 37 ayat 19 surat.
Jumlah Kata
Surat dan Ayat
Transliterasi
Kata
ﺟﺎﻫﺪ
2
Qs (9:19), (29:6)
Jāhada
2
Qs (29:8), (31:15)
Jāhadāka
ﺟﺎﻫﺪﺍﻙ
Jāhadū
ﺟﺎﻫﺪﻭﺍ
Qs (2:218), (3:142), (8:72-74-75), (9:1611
20-88), (16:110), (29:69), (49:15)
1
Qs (61:11)
Tujāhidūna
1
Qs (29:6)
Yujāhidu
ﻳﺠﺎﻫﺪ
2
Qs (9:44), (9:81)
Yujāhidū
ﻳﺠﺎﻫﺪﻭﺍ
1
Qs (5:54)
Yujāhidūna
2
Qs (9:73), (66:9)
Jāhidi
1
Qs (25:52)
Jāhidhum
ﺟﺎﻫﺪﻫﻢ
4
Qs (5:35), (9:41), (9:86), (22:78)
Jāhidū
ﺟﺎﻫﺪﻭﺍ
Qs (5:53), (6:109), (16:38), (24:53),
ﺗﺠﺎﻫﺪﻭﻥ
ﻳﺠﺎﻫﺪﻭﻥ ﺟﺎﻫﺪ
ﺟﻬﺪ
Jahda
5
(35:52)
1
Qs (9:79)
Juhdahum
1
Qs (9:24)
Jihādin
ﺟﻬﺎﺩ
2
Qs (25:52), (60:1)
Jihādan
ﺟﻬﺎﺩﺍ
1
Qs (22:78)
Jihādihi
ﺟﻬﺎﺩﻩ
1
Qs (4:95)
al-Mujāhidūna
ﺍﻟﻤﺠﺎﻫﺪﻭﻥ
3
Qs (4:95), (4:95), (47:31)
al-Mujāhidīna
ﺍﻟﻤﺠﺎﻫﺪﻳﻦ
ﺟﻬﺪﻫﻢ
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pengertian Terjemah Dalam bahasa Indonesia, istilah terjemah dipungut dari bahasa Arab, tarjamah. Bahasa Arab sendiri memungut istilah tersebut dari bahasa Armenia, turjuman (Didawi, 1992:37). Kata turjuman sebentuk dengan tarjaman dan tarjaman yang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain, (Manzhur, t.t: 66) dalam Sihabuddin (2002:6). Menurut Az-Zarqoni dalam Sihabuddin (2002: 6), secara etimologis istilah terjemah digunakan untuk mengacu pada empat makna. a.
Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu, makna ini terdapat dalam puisi berikut ini:
ْ ﺇِ ﱠﻥ ﺍﻟ ﱠﺴ َﻤﺎﻧِﻴ َْﻦ – َﻭ ﺑُﻠﱢ ْﻐﺘُﻬَ ﺎ– ﻗَ ِﺪ ﺃﺣْ َﻮﺟ ﺎﻥ ٍ ﱠﺖ َﺳ ْﻤ ِﻌ ْﻲ ﺇِﻟَﻰ ﺗُﺮْ ُﺟ َﻤ / inna s-samānīna wa bullagtuhā qadi ḥwajjat samʻī ‘ila turjumānin / Usia 80, dan aku telah mencapainya, pendengaranku memerlukan penerjemah U
b. Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang sama dengan bahasa tuturan itu. misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan basaha Arab atau bahasa Indonesia dijelaskan dengan bahasa Indonesia pula. sekaitan dengan terjemah yang berarti penjelasan, Ibnu Abbas diberi gelar ﺗﺮﺟﻤﺎﻥ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥyang berarti penerjemah al-Quran. c. Menafsirkan pembicaraan atau tuturan dengan bahasa yang berbeda. misalnya bahasa Arab dijelaskan lebih lanjut dengan bahasa Indonesia ataupun sebaliknya. Dengan demikian, penerjemah disebut juga penjelas atau penafsir tuturan. d. Memindahkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa yang lain seperti mengalihkan bahasas Arab ke bahasa Indonesia. karena itu, penerjemah disebut juga pengalih bahasa. Menurut Az-Zarkasyi (t.t) yang termaktub dalam kitab Ulumul Qur’an oleh Rosihon Anwar (2006:211) mengatakan, “Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad Ṣallallahu ‘alaihi Wasallama serta menyimpulkan kandungan-kandungn hukum dan hikmahnya”.
Universitas Sumatera Utara
Makna etimologis di atas memperlihatkan adanya satu karakteristik yang menyatukan ke empat makna tersebut, yaitu bahwa menerjemahkan berarti menjelaskan dan menerangkan tuturan, baik penjelasan itu sama dengan tuturan yang dijelaskan maupun berbeda, (Sihabuddin. 2002: 7). Adapun secara terminologis, menerjemah didefenisikan seperti berikut,
ﺍَﻟﺘﱠ ْﻌﺒِ ْﻴ ُﺮ َﻋ ْﻦ َﻣ ْﻌﻨَﻰ َﻛ َﻼ ِﻡ ﻓِﻰ ﻟُ َﻐ ٍﺔ ﺑِ َﻜ َﻼ ٍﻡ ﺍَ َﺧ َﺮ ِﻣ ْﻦ ﻟُ َﻐ ٍﺔ ﺃُ َﺧ َﺮﻯ َﻣ َﻊ ْﺍﻟ َﻮﻓَﺎ ِء ﺑِ َﺠ ِﻤﻴ ِْﻊ َﻣ َﻌﺎﻧِﻴﱢ ِﻪ َﻭ ﺎﺻ ِﺪ ِﻩ ِ ََﻣﻘ / at-taʻbīru ʻan maʻna kalāmi fī lugatin bikalāmin ʹakhara min lugatin ʹukhara ma’a l-wafāʹi bijamī’i ma’āniyyihi wa maqā ṣidihi /
Menerjemah berarti mengungkapkan makna tuturan
suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu,(Sihabuddin 2002: 7)
Menurut Newmark (1988) dalam Rochayah Machali (2000:5) bahwa menerjemah adalah "rendering the meaning of a texs into another language in the way that the author intended the text", yaitu menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud pengarang.Tetapi secara luas, terjemah dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan baik verbal maupun non verbal, dari informasi asal atau informasi sumber ke dalam informasi sasaran (Suhendra Yusuf, 1994: 8). 2.3 Strategi Penerjamahan 2.3.1 Pengertian Strategi Penerjemahan Kata strategi mempunyai beberapa pengertian. Dalam Newmark (1988:81) seperti yang dicatatkan oleh Rokiah Awang: Strategiy refers to methods as the overall textual apporoach to translating, which he contrasts with translation procedures that deal with problems at sentence levels and smaller unit. (M. Husnan Lubis, 1426 H:19) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:854) disebutkan bahwa, Strategi adalah rencana cermat mengenai suatu kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Universitas Sumatera Utara
Pada kamus Dewan Bahasa Dan Pustaka (1989:1305) strategi juga didefenisikan sebagai berikut: “ ...aturan atau rancangan yang digunakan setelah memperhitungkan berbagi faktor untuk mencapai satu metlumat atau kerjaya. Dari bebera tinjauan di atas, dalam kata strategi terdapat beberapa makna utama seperti: metode, operasi, prosedur, seni merancang, dan aturan untuk mencapai suatu pesan yang terkandung (M. Husnan Lubis: 1426:20). 2.3.2
Klasifikasi Strategi Penerjemahan Manna’ al-Qattan (1393 H.) dalam Ismail Lubis (2001:60) mengklasifikasikan
Strategi penerjemahan dalam dunia Arab terbagi kepada dua jenis yaitu secara harfiyah dan tafsiriyah. (1) Terjemah harfiyah ialah pengalihan bahasa yang dilakukan sesuai urutanurutan kata bahasa sumber. Menurut az-Zarqani (1399 H), terjemahan seperti ini tak ubahnya dengan kegiatan mencari padanan kata. Maka terjemahan seperti ini disebut juga terjemahan lafziah atau musawiyah. (2) Adapun terjemah tafsiriyah atau maknawiah ialah alih bahasa tanpa terikat dengan urutan-urutan kata atau susunan kalimat bahasa sumber. Terjemahan seperti ini mengutamakan ketepatan makna dan maksud secara sempurna dengan konsekuensi terjadi perubahan urutan-urutan kata atau susunan kalimat. Oleh sebab itu terjemahan semacam ini disebut juga terjemahan maknawiah, karena mengutamakan kejelasan makna. Kemudian daripada itu, dalam literatur Barat strategi penerjemahan dikaji dan klasifikasikan lebih jelas dan rinci. Newmark (1988) dalam Sihabuddin (2002:64-66), misalnya, memandang bahwa strategi penerjemahan dapat ditilik dari segi: (1) penekanan terjemahan terhadap bahasa sumber, dan (2) penekanan terjemahannya pada bahasa sasaran. (1) Penerjemahan yang BerorientasiPada Bahasa Sumber: (a) Penerjemahan Kata Demi Kata Penerjemahan jenis ini dianggap yang paling dekat dengan bahasa sumber. Urutan kata dalam teks bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan menurut makna dasarnya diluar konteks. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan secara harfiah. Terjemahan kata demi kata berguna untuk memahami mekanisme bahasa sumber atau untuk menafsirkan teks yang sulit sebagai proses awal penerjemahan. Pada strategi ini tidak digunakan dalam terjemahan al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
(b) Penerjemahan Harfiah Terjemahan ini juga disebut terjemahan struktural. Dalam terjemahan ini konstruksi gramatikal bahasa sumber dikonversikan ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar konteks. Sebagaimana proses penerjemahan awal terjemah harfiah ini dapat membantu melihat masalah yang perlu diatasi. contoh:
/ Yā ayyuha n-nabiyyu jāhidi l-kuffāra wa l-munāfiqīna wa gluẓ ʻalaihim wa ma’wāhum jahannam wa bi’sa l-maṣīr / Hai nabi, berjihadlah terhadap orang-orang kafir dan munafiq dan keraslah terhadap mereka dan tempat mereka dalam neraka jahanam. itulah tempat kembali yang jahat, (H. Mahmud Yunus: 1984) Kata jāhidi merupakan kata perintah dari Allah kepada nabi Muhammad SAW. Kata tersebut diterjemahan secara harfiyah, ini dibuktikan dengan adanya proses pengambilan padanan secara langsung dari kamus oleh penerjemah tanpa dan memperhatikan konteks kata, dan juga diberikannya padanan dari bahasa sumber kepada bahasa sasaran berupa bentuk translitrasi saja. (c) Penerjemahan Setia Terjemahan ini mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Ia berpengang teguh pada tujuan dan maksud bahasa sumber sehingga terkesan kaku. Terjemahan ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan. Contoh:
Universitas Sumatera Utara
/ Yā ayyuha n-nabiyyu jāhidi l-kuffāra wa l-munāfiqīna wa gluẓ ʻalaihim wa ma’w āhum jahannam wa bi’sa l-maṣīr / Wahai nabi, perangilah oleh mu orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersifat kasarlah engkau atas mereka. dan tempat mereka adalah neraka jahanam. dan itulah sejelekjelek tempat kembali. Seperti apa yang menjadi tujuan strategi penerjemahan setia, bahwa starategi ini berusaha mengeluarkan makna yang dimaksudkan kata tersebut. Kata jāhididalam ayat ini diterjemahkan perangilah oleh mu, terjemahannya terkesan kaku, namun sudah dapat mewakilimakna yang terkandung dalam kata tersebut.
(d) Penerjemahan Semantis Terjemahan semantis berbeda dengan terjemahan setia. Terjemahan semantis lebih memperhitungkan unsur estetika teks bahasa sumber, dan kreatif dalam batas kewajaran. Selain itu terjemahan setia sifatnya masih terkait dengan bahasa sumber, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel. seperti pada (Q.S At-tahrim: 9)
/ Yā ayyuha n-nabiyyu jāhidi l-kuffāra wa l-munāfiqīna wa gluẓ ʻalaihim wa ma’wāhum jahannam wa bi’sa l-maṣīr / Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka adalah Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Strategi penerjemahan ini dapat dikatakan penerjemahan semantis, karena kata padanan yang diberikan telah sesuai dengan konteks kalimat dan tetap mengikut struktur bahasa sumber. (2) Penerjemahan yang Berorientasi Pada Bahasa Sasaran: (a) Penerjemahan Adaptasi Terjemahan inilah yang dianggap paling bebas dan paling dekat kepada bahasa sasaran, terutama untuk jenis terjemahan drama dan puisi, tema, karakter dan alur biasanya dipertahankan. Dalam karangan ilmiah logikanya diutamakan, sedangkan contoh dikurangi atau ditiadakan. Maka dari itu, seperti yang dijelaskan di atas bahwa bentuk penerjemahan
Universitas Sumatera Utara
yang ini merupakan penerjemahan yang banyak digunakan hanya untuk nas-nas yang sifatnya kurang formal. Al-Qur’an adalah nas agama pedoman bagi seluruh manusia terutama umat Islam yang di dalamnya berisikan aturan-aturan, baik perintah maupun larangan tentunya kurang tepat digunakan dalam menerjemahkan al-Quran. Ternyata dalam al-Qur’an dan tejemahnya oleh Depag RI. peneliti belum menemukan contoh terjemahan sejenis ini. (b) Penerjemahan Bebas Penerjemahan mereproduksi masalah yang dikemukakan dalam bahasa sumber tanpa menggunakan cara tertentu. Isi bahasa sumber ditampilkan dalam bentuk bahasa penerima yang benar-benar berbeda. Metode ini bersifat parafrastik, yaitu mengungkapkan amanat yang terkandung dalam bahasa sumber diungkapkan dengan ungkapan penerjemah sendiri di dalam bahasa penerima sehingga terjemahan bisa menajadi lebih panjang daripada aslinya. Terjemahan jenis ini juga tidak ada ditemukan oleh peneliti. Dalam menerjemahkan nas agama seperti al-Qur’an tidaklah sembarangan, oleh karena itu dalam mengambil maknanya mestilah menyesuaikan terjemahan dengan konteks keadaan suatu kata atau kalimat. (c) Penerjemahan Idiomatik Penerjemahan dilakukan dengan mereproduksi pesan bahasa sumber, tetapi cenderung mengubah nuansa makna karena penerjemah menyajikan kolokasi dan idiom-idiom yang tidak terdapat dalam nas sumber. Dalam al-Quran terjemah kata jihad tidak ada ditemukan dalam terjamahannya yang menggunakan metode ini. (d) Penerjemahan Komunikatif Terjemahan ini hampir serupa dengan terjemahan tafsiriyah, yang berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isi dan bahasanya berterima dan dapat dipahami oleh dunia pembaca bahasa sasaran. Terjemahan ini biasanya dianggap terjemahan yang ideal. Contoh: QS: at-Tahrim: 9
Universitas Sumatera Utara
/ Yā ayyuha n-nabiyyu jāhidi l-kuffāra wa l-munāfiqīna wa gluẓ ʻalaihim wa ma’wāhum jahannam wa bi’sa l-maṣīr / Wahai nabi, berjuanglahmelawan orang-orang kafir yang melanggar perjanjian damai dengan senjata dan orang-orang munafiq dengan hujah dan ancaman. lakukanlah tindakan keras kepada kaum kafir dan munafiq. Tempat tinggal mereka adalah neraka jahanam, dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal, (Muhammad Thalib: 2012). Terjemahan ini terkesan lebih panjang dan penerjemah berusaha menyampaikan makna konteks yang ada dalam bahasa sumber. Newmark (1981) dalam Husnan Lubis (2008:20) juga menguatkan dan menggariskan dua strategi terjemahan yang dapat digunakan unutk mencapai makna yang tepat, yaitu: terjemahan semantik dan terjemahan komunikatif. Firth dan Malinowski sebagaimana yang disebutkan dalam Palmer (1989) mengatakan bahwa dalam menerjemah dipandang perlu memperhatikan konteks keperihalan keadaan. Menurut beliau untuk menginterpretasikan sesuatu maksud atau makna, perlu dilihat dan diperhatian konteks keperihalan keadaan budaya dan aspek praktikal kehidupan seharian. Dengan demikian makna suatu kata ucapan erat kaitannya dengan suatu masalah yang dimaksudkan melalui ucapan tersebut. Dalam hal ini penterjemah semestinya menimbangkan kesan perkataan terhadap kesemua kata dan seluruh teks untuk memastikan penyelewengan makna tidak terjadi, (M. Husnan Lubis, 2008:11) Secara etimologi, kata konteks berasal dari kata benda bahasa Inggris yaitu context yang di-Indonesiakan dengan kata ”konteks”. Dalam (Kamus Besar Bahasa IndonesiaLuring: 2008) kata ini setidaknya memiliki dua arti:(1) Bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna.(2) Situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian, sehingga dapat dipahami bahwa kontekstual adalah menarik suatu bagian atau situasi yang ada kaitannya dengan suatu kata/kalimat sehingga dapat menambah dan mendukung makna kata atau kalimat tersebut. Kridalaksana, (1984:120) mengatakan makna kontekstual atau situasional ialah hubungan ujaran dan situasi di mana ujaran itu dipakai. Dengan kata lain, makna kontekstual ialah makna suatu kata yang dikaitkan dengan situasi penggunaan bahasa. (M. Rudalf Nababan, 2003:49). Dari beberapa teori yang telah dipaparkan di atas, teori strategi penterjemahan yang digariskan Newmark yang telah diringkaskan
Syihabudin (2002) dan teori strategi
penerjemahan yang paparkan Manna’ al-Qatan (2009) edisi terjemah, akan digunakan dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini yang objeknya untuk kata jihad yang terdapat dapat dalam al-Quran terjemahan Depag RI, karena diyakini teori ini mampu menangani penerjemahan dalam kajian ini.
Universitas Sumatera Utara