BENTUK-BENTUK CAMPUR KODE DI KALANGAN REMAJA MASJID DESA BILUANGO ARTIKEL
OLEH ETON AYUBA NIM 311 408 016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO GORONTALO 2014
BENTUK-BENTUK CAMPUR KODE DI KALANGAN REMAJA MASJID DESA BILUANGO
ETON AYUBA Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FSB UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO, 2014 Anggota Penulis Prof. Dr. Hj. Sayama Malabar, M.Pd (Pembimbing I) Dr. Hj. Asna Ntelu, M.Hum (Pembimbing II)
Abstrak Permasalahan dalam penelitian ini yakni (1) bagaimanakah penggunaan campur kode bahasa di kalangan remaja masjid desa Biluango Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango? (2) apa penyebab terjadinya campur kode bahasa di kalangan remaja mesjid Desa Biluango Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango? Tujuan penelitian ini yakni (1) Mendeskripsikan bentuk campur kode di kalangan remaja mesjid di Desa Biluango Kec. Kabila Bone (2) Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode di kalangan remaja masjid di Desa Biluango Kecamatan Kabila Bone. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam peristiwa tuturan remaja masjid di desa Biluango terjadi cam[ur kode. Adapun bentuk-bentuk campur kode yang terdapat dalam tindak tutur remaja tersebut yaitu berupa (1) campur kode berwujud kata, (2) campur kode berwujud frase, (3) campur kode berwujud klausa, (4) campur kode berwujud baster, (5) campur kode berwujud perulangan kata, dan (6) campur kode berwujud ungkapan/idiom. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi campur kode yakni (1) lingkungan, (2) pembicara/pribadi pembicara, (3) topik pembicaraan, (4) fungsi dan tujuan, (5) mitra bicara, dan (6) untuk sekadar bergengsi. Kesimpulan bahwa dalam tindak tutur yang terjadi di kalangan remaja masjid di desa Biluango Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango terdapat pencampuran bahasa atau campur kode baik dalam bentuk kata, frase, klausa, baster, perulangan kata, dan campur kode yang berwujud ungkapan/idiom. Selain itu, peristiwa campur kode ini terjadi karena beberapa faktor yakni (1) faktor lingkungan, (2) faktor pembicara/pribadi pembicara, (3) faktor topik pembicaraan, (4) faktor fungsi dan tujuan, (5) faktor mitra bicara, dan (6) sekadar bergengsi. Kata kunci : campur kode, remaja masjid
Pendahuluan Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia dikatakan makhluk sosial karena secara sosiologis manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain misalnya seseorang yang kaya mempunyai kebun kelapa, maka dia membutuhkan seorang pemetik kelapa untuk memetik kelapa tersebut. Terciptanya kehidupan sosial ini menuntut adanya interaksi antarindividu atau interaksi sosial. Pada saat seseorang melakukan interaksi/komunikasi dengan orang lain, sebenarnya pembicara tersebut sedang mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya seperti yang dikemukakan oleh Pateda dan Yennie (2008: 123) bahwa dalam setiap interaksi sosial atau dalam proses berbicara, sebenarnya kita sebagai pembicara sedang mengirimkan kode-kode. Pada zaman globalisasi seperti sekarang ini, dapat dilihat bahwa begitu banyak bahasa asing yang terdapat dalam masyarakat mulai dari tayangantayangan dalam televisi sampai yang terdapat dalam spanduk-spanduk yang berbahasa asing. Hal ini secara tidak langsung, memaksa seseorang untuk menguasai bahasa lebih dari satu karena apabila kita hanya menguasai satu bahasa saja seperti bahasa daerah maka kita akan dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Seseorang yang sudah menguasai bahasa lebih dari satu/dwibahasa bisa memberi efek yang membahayakan bagi perkembangan bahasa, khususnya bahasa daerah. Dengan adanya bahasa asing/bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat sehingga situasi kebahasaan akan menjadi rumit. Kerumitan itu disebabkan mereka harus menentukan dengan bahasa apakah sebaiknya mereka berkomunikasi. Selain itu, penutur juga harus menentukan variasi kode manakah yang sesuai dengan situasinya. Sebagai akibat dari situasi kedwibahasaan tersebut terjadilah peristiwa campur kode. Peristiwa ini adalah pencampuran dua bahasa atau lebih dalam sebuah tindak tutur. Peristiwa campur kode ini antara lain dapat dilihat pada masyarakat yang ada di desa Biluango Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
khususnya para remaja. Dalam setiap komunikasi, berbagai bahasa dan istilah yang sering muncul dan digunakan oleh para remaja. Dengan adanya fakta bahwa terjadi campur kode dalam pergaulan remaja masjid di Desa Biluango sehingga peneliti tergugah untuk menelusuri lebih lanjut tentang bentuk-bentuk campur kode. Selvianti (2012) yang berjudul “Campur Kode Bahasa pada Masyarakat Buol di Lingkungan Transmigrasi Kecamatan Bokat Kabupaten Buol.” Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Skripsi ini membahas tentang : (1) bentuk-bentuk campur kode bahasa pada masyarakat Buol di lingkungan transmigrasi; (2) faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya campur kode bahasa Buol di lingkungan transmigrasi. Hasil penelitiannya yaitu campur kode bahasa Buol dan BI bentuk, kode yang ditemukan (1) kata (2) frase (3) baster (4) pengulangan kata dan (5) ungkapan atau idiom. Campur kode bahasa Buol dan bahasa Jawa, bentuk campur kode yang ditemukan (1) kata (2) frase (3) pengulangan kata (4) ungkapan atau idiom (5) klausa. Campur kode bahasa Buol dan Lombok, bentuk campur kode yang ditemukan (1) kata dan (2) frase. Campur kode bahasa Buol dan Bali, campur kode yang ditemukan (1) kata dan (2) frase. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk campur kode yang paling dominan adalah bentuk kata dan frase. Sedangkan faktor-faktor yang paling berpengaruh adalah faktor kebiasaan dan faktor lingkungan. Pada hakikatnya campur kode adalah peristiwa mencampurkan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain dalam satu pembicaraan. Berkaitan dengan itu, Nababan (1993:32) mengatakan bahwa suatu keadaan lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa ‘speech act atau discourse’ tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut percampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur dan/ atau kebiasaannya yang dituruti. Tindak bahasa demikian disebut campur kode.
Menurut Suwito (dalam Pateda dan Yennie, 2008:131) menambahkan bahwa campur kode terdiri atas beberapa bentuk, yakni (1)penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata, (2) campur kode berwujud frase, (3) campur kode berwujud klausa, (4) campur kode berwujud baster, (5) campur kode berwujud perulangan kata, dan (6) campur kode berwujud ungkapan/idiom. Selain
itu,
mempengaruhi
dalam
campur
campur
kode
kode yakni
terdapat (1)
faktor
faktor-faktor
yang
yang
(2)
faktor
lingkungan,
pembicara/pribadi pembicara, (3) faktor topik pembicaraan, (4) faktor fungsi dan tujuan, (5) faktor mitra bicara, dan (6) faktor untuk sekadar bergengsi, (7) modus pembicaraan, (8) ragam dan tingkat tutur bahasa (9) Hadirnya Penutur Ketiga, (10) untuk membangkitkan rasa humor. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Selain itu, Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006: 192). Bahasa remaja merupakan bahasa yang terbentuk dan berkembang dari kondisi
lingkungan.
Lingkungan
remaja
meliputi
lingkungan
keluarga,
masyarakat dan khususnya pergaulan teman sebaya, serta lingkungan sekolah. Bahasa yang pertama kali dikenal oleh remaja adalah bahasa ibu. Jadi, bahasa remaja atau sering disebut bahasa gaul merupakan bahasa yang tercipta akibat pergaulan remaja dengan lingkungannya, baik dengan keluarga, masyarakat, maupun teman sebayanya. Selain itu, bahasa ini merupakan bahasa rahasia.
Adapun tujuan penelitian ini yakni (1) Mendeskripsikan bentuk campur kode di kalangan remaja mesjid di Desa Biluango (2) Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode di kalangan remaja masjid di Desa Biluango Kecamatan Kabila Bone. Metode Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang sebuah fenomena maka peneliti menggunakan metode deskriptif. Data yang dianalisis dan hasil analisisnya berupa deskriptif fenomena bukan berupa angka-angka atau lambanglambang. Artinya, data yang diperoleh dianalisis dahulu kemudian dideskripsikan bentuk-bentuk campur kode di kalangan remaja di desa Biluango Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Adapun tempat yang dipilih oleh peneliti untuk melaksanakan penelitian yaitu di Desa Biluango. Desa Biluango merupakan salah satu desa dari sembilan desa yang terdapat di Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini di mulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 30 Maret 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua remaja yang tinggal di Desa Biluango yang berusia antara 12 tahun sampai dengan 21 tahun. Sesuai populasi yang ada, maka sampel dalam penelitian ini yaitu setiap remaja di Desa Biluango yang kebetulan bertemu dengan peneliti. Jenis pengambilan sampel tersebut adalah sampling insidental. Teknik yang digunakan yaitu teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap. Setelah data terkumpul langakah selanjutnya yaitu transkripsi data, mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menyimpulkan. Setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisis dengan langkahlangkah berikut yakni (1) transkripsi data, (2) mengidentifikasi data, (3) Mengklasisfikasikan data, dan (4) menyimpulkan data.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, terjadi peristiwa campur kode dalam setiap tindak tutur para remaja yang ada di desa Biluango Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Dalam tindak tutur tersebut terdapat beberapa bentuk campur kode, yakni (1) campur kode berwujud kata, (2) campur kode berwujud frase, (3) campur kode berwujud klausa, (4) campur kode berwujud ungkapan/idiom, (5) campur kode berwujud baster, dan (6) campur kode berwujud perulangan kata. Selain beberapa bentuk campur kode yang telah dipaparkan di atas, selanjutnya yang dibahas yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya campur kode. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh Hendrawati (dalam Selviyanti, 2012:17) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi campur kode maka dengan itu berikut ini akan dipaparkan beberapa faktor yang terjadi dalam tindak tutur remaja masjid desa Biluango Kecamatan Kabila Bone. Faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya campur kode dikalangan remaja masjid desa Biluango yakni (1)faktor lingkungan/tempat Tinggal, (2) faktor pembicara dan pribadi pembicara, (3) faktor topik pembicaraan, (4) faktor fungsi dan tujuan, (5) faktor mitra bicara, dan (6) untuk sekadar bergengsi. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa dalam tindak tutur yang terjadi di kalangan remaja masjid di desa Biluango Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango terdapat pencampuran bahasa atau campur kode baik dalam bentuk kata, frase, klausa, baster, perulangan kata, dan campur kode yang berwujud ungkapan/idiom. Selain itu, peristiwa campur kode ini terjadi karena beberapa faktor yakni (1) faktor lingkungan, (2) faktor pembicara/pribadi pembicara, (3) faktor topik pembicaraan, (4) faktor fungsi dan tujuan, (5) faktor mitra bicara, dan (6) faktor untuk sekadar bergengsi. Selain itu, berikut ini saran yang bisa sampaikan melalui skripsi ini yakni (1) penelitian ini semoga menginspirasi pelajar atau mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya
tentang campur kode bahasa yang terjadi di kalangan remaja masjid, (2) bagi masyarakat pada umumnya dan pada khususnya para remaja masjid yang menguasai bahasa lebih dari satu atau dwibahasa/multibahasa agar lebih banyak mendalami bahasa daerah sendiri serta bisa mengembangkan bahasa daerah tersebut, (3) mengingat adanya kekhawatiran tentang adanya pergeseran dan kepunahan bahasa, maka perlu kiranya untuk diteliti lebih jauh tentang pemertahanan bahasa daerah, khususnya pemertahanan bahasa Gorontalo. Daftar Pustaka Abiding, Muhammad Zainal. (2010). Perkembangan Bahasa Remaja. Makalah (online). http://www.masbied.com/2010/06/03/perkembangan-bahasaremaja/ (diakses 22 November 2012)
Nababan. (1993). Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Pateda, Mansoer dan Yennie Pulubuhu. (2008b). Sosiolinguistik.Gorontalo: Viladan. Selvianti. (2012). Campur Kode Bahasa pada Masyarakat Buol di Lingkungan Transmigrasi Kecamatan Bokat Kabupaten Buol. Skripsi. Gorontalo.