laporan peNDAHULUAN TENTANG
BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI
YAYASAN PENDIDIKAN SETIH SETIO AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO
BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI
1. Pengertian
Benigna Prostat Hyperplasi adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebakan obstuksi dan ristriksi pada jalan urine (uretra). Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.
2. Etiologi
Akan ditemukan pada umur kira-kira 45 tahum dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira–kira 80% menderita penyakit ini. Etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin testosteron dianggap mempengaruhi akan tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal mempengaruhi bagina tengah prostat). Patofisiologi BPH terjadi pada umur yang semakin tua ( >45 tahun) dimana fungsi testis sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan/pembesaran prostat. Maskrokospik dapat mencapai 60-100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi sehingga 200 gram atau lebih. Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian posterior daripada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus posterior, yang gsering merupakan tempat berkembangya karsinoma (Moore). Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen uretra. Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik. Warnanya bermacam2 tergantung kepada unsur yang bertambah. Apabila yg bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnnya kuning kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan & padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar cairan seperti susu. Apabila unsur fibromuskuler, yang bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaingan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran mikrokopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista2 yang dilapisi epitel torak/koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil2 ke dalam lemen. Membran basalis masih utuh. 3.
Kadang- kadang terjadi penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga menyerupai dengan karsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan corpora anylcea. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya saling berjauhan. 4. Tanda dan gejala
Gejala Klinis Gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi dua kelompok. a. gejala iritatif, terdiri dari sering buang air kecil, tergesa-gesa untuk buang air kecil, buang air kecil malam hari lebih dari satu kali, dan sulit menahan buang air kecil. b. gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong, menunggu lama pada permulaan buang air kecil, harus mengedan saat buang air kecil, buang air kecil terputus-putus, dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow. Tanda Klinis Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan colok dubur/digital rectal examination (DRE). Pada BPH, prostat teraba membesar dg konsistensi kenyal . 5. Komplikasi
Urinary traktus infection Retensi urin akut Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis Bila operasi bisa terjadi : Impotensi (kerusakan nevron pudendes) Hemoragic paska bedah Fistula Struktur paska bedah Inkontinensia urin 6. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin b) Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. c) Prostatektomi Retro Pubis Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat. d) Prostatektomi Parineal Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
7. Penatalaksanaan
a) Konservatif b) Obat-obatan Antibioktik jika perlu c) Self care Kencing dan minum teratur Rendam hangat, seksual interconrse d) Pembedahan Retopubic prostatectomy Perineal prostatectomy Suprapubik / open prostatectomy Trans urethral resectio (TUR), yaitu suatu tindakan untuk menghilang ostruksi prostat dengan menggunakan cyctoscope melalui melalui uretra. Tindakan ini dilakukan pada BPH grade I 8.
Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Sirkulasi Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada gejala) Elininasi a) Penurunana kekuatan kateter berkemih. b) Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih c) Nokturia, disuria, hemaaturia d) Duduk dalam mengosongkan kandung kemih e) Kekambungan UTL riwaya batu (urinary stage I) f) Konstepasi (penonjolan prostat ke rektum) Makanan cairan a) Anoreksia, nausea, vomiting b) Kehilangan BB mendadak Nyeri nyaman a) Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens (pada prostatitis akut) b) Rasa nyaman : demam Seksualitas a) Perhatikan pada efek dari kondisinya/ tetapi kemampuan seksual. b) Takut beser kencing selama kegiatan intim. c) Penurunan kontraksi ejakulasi d) Pembesaran prostat. Pengetahuan / pendidikan : a) Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula. b) Penggunaan obat antihipertensi atau antidepressan, antibiotika/ antibacterial untuk saluran kencing, obat alergi.
b. Diagnosa keperawatan 1. Gangguan rasa nyamam, nyeri berhubungan dengan spasme otot spinter. Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil: - Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang, - Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) Beri kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang) Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi Lakukan perawatan aseptik terapeutik Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat 2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi
sekunder. Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin Kriteria hasil: Pasien dapat BAK teratur bebas dari distensi kandung kemih. Intervensi: Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea) Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah / jaringan Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi) Ukur intake output cairan Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasi Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya. 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran
ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh. Tujuan: Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya. Kriteria hasil: Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi: Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual Beri penjelasan penting tentang Impoten terjadi pada prosedur radikal, Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal dan Adanya kemunduran ejakulasi Anjurkan pasien u/ menghindari hubungan seksual selama 1 bulan post operasi 4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme
melalui kateterisasi. Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi Kriteria hasil: - Tanda-tanda vital dalam batas normal - Tidak ada bengkak, aritema, nyeri - Luka insisi semakin sembuh dengan baik Intervensi: Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. Observasi insisi, adanya indurasi drainage & kateter, adanya sumbatan, kebocoran Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter & drainage Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal u/ menjamin dressing Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin) 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
dan cara perawatannya Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari klien mengerti tentang keadaannya. Kriteria hasil: Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan Intervensi: Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, dan perawatannya. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter o Perawatan di rumah o Adanya tanda-tanda hemoragi, infeksi c. Implementasi Implementasi dilakukan berdasarkan pengkajian diagnosa keperawatan dan intervensi. d. Evaluasi Evaluasi dilakukan berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan intervensi dan implementasi.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC, jakarta Arif, Mansjoer, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius, jakarta Brunner & Suddart, 2001. Buku Ajar Medikal keperawatan vol 3. EGC, jakarta Sylvia A. Price, dkk. 2006. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, jakarta www.google.com/ Askep tentang Benigna Prostat Hypertropi/akses 17 Okt. 09