Bendera Pudar Berkibar Resah Oleh : EdI Supranoto -----------------------------------------------------Sejauh
manakah
eksistensi
KORPRI
dalam
meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara? Inilah sebuah pertanyaan yang-- bisa menjadi sebuah bola api yang menggelinding di tengah kehidupan seorang Aparatur Sipil Negara. Bola api yang senantiasa siap menyala dan menjelmakan kabut di sepanjang siang dan malam. Kabut kehidupan yang tidak jua kunjung sirna. Tetapi, ada apa dan mengapa dengan kehidupan seorang Aparatur Sipil Negara? Ada sebuah realitas pahit dan menyedihkan yang nyaris terjadi di mana-mana. Nyaris terjadi di semua instansi pemerintah. Apalagi kehidupan Aparatus Sipil Negara golongan rendah. Kehidupan Aparatur Sipil Negara ternyata bisa diteropong dan diumpamakan serupa pohon yang meranggas. Hidup ala kadarnya. Kalau toh bisa terlihat hidup layak, sejatinya adalah sebuah kamuflase saja. Mungkin benar, seorang Aparatur Sipil Negara mempunyai rumah dan kendaraan. Tetapi dengan cara bagaimana rumah dan kendaraan itu didapatkan? Subhanallah. Hutang bank dan koperasi. Dengan hutang ke bank dan koperasi-lah seorang Aparatur Sipil Negara bisa mempunyai rumah dan kendaraan. Lalu untuk makan sehari-hari, biaya anak sekolah, bayar listrik, biaya transport dan kebutuhan tetek-bengek lainnya, uang dari mana? Biasanya, sehari-harinya, seorang Aparatur Sipil Negara akan mengikat pinggangnya sekencang-kencangnya. Hidup berakrobat. Gali lobang tutup lobang. Lalu apakah mungkin seorang Aparatur Sipil Negara bisa memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat? Perhatikanlah; seorang lelaki kurus; seorang Aparatur Sipil Negara golongan rendah pun tercenung di halaman sebuah kantor instansi
pemerintah. Tatapannya nanar. Angin bertiup kencang. Kepalanya mendongak. Ditatapnya bendera merah-putih pudar yang tengah berkibar resah. Detak hatinya sangat masygul. Perlahan, melangkah gontai masuk ke dalam kantornya --seraya menelan ludahnya yang terasa amat kelat. Ilustrasi dan potret kehidupan di atas ternyata begitu nyata. Kita bisa melihatnya; ilustrasi dan potret tersebut di sejumlah instansi pemerintah yang ada di Indonesia. Lalu, peran seperti apakah yang kita harapkan kepada KORPRI, agar kehidupan seorang Aparatur Sipil Negara benar-benar layak dan nyaman? Perubahan Anggaran Dasar KORPRI sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia No.16 tahun 2005, pada Pembukaan, antara lain menyatakan seperti ini: Untuk meningkatkan peran pegawai Republik Indonesia agar lebih berdaya guna dan berhasil guna bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, perlu diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan pegawai Republik Indonesia dan keluarganya, untuk itu pegawai Republik Indonesia menghimpun diri dalam wadah organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia yang kedudukan dan kegiatannya tidak terlepas dari kedinasan. Persoalannya kemudian, apakah KORPRI sudah melakukan langkah-langkah seperti yang tertuang dalam Pembukaan Anggaran Dasar tersebut. Di instansti/kantor tempat saya bekerja, peranan KORPRI sepertinya belum mencerminkan apa yang dikehendaki oleh Anggaran Dasar KOPRI. Kegiatan yang ada, yang berkaitan dengan KORPRI, hanya berupa iuran wajib,
iuran dana sosial kematian dan adanya
pembentukan unit koperasi. Kegiatan Unit Koperasi di sejumlah instansi pemerintah juga belum maksimal. Seperti di instansi tempat saya bekerja, kegiatan koperasi baru berupa toko murah (yang tidak murah) dan unit simpan pinjam yang masih sangat terbatas besar pinjamannya. Masih sangat jauh dari fungsi KORPRI yang begitu membanggakan dan penuh harapan. Yang antara
lain adalah berfungsi sebaga pelopor peningkatan kesejahteraan dan profesionalitas anggota; pendorong peningkatan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat dan lingkungannya; dan pencetus ide, serta pejuang keadilan dan kemakmuran bangsa. Bila kita membaca bab demi bab, pasal demi pasal yang tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No.16 tahun 2005, tentang wadah KORPRI, sejatinya—alangkah hebat dan mulianya KORPRI. Dan bila benar secara profesional diterapkan, tentunya dengan perlahan bisa menghapus ilustrasi dan potret kehidupan Aparatur Sipil Negara, yang pahit terkurung kabut kemiskinan dan hutang. Izinkanlah, saya punya gagasan KORPRI melalui bentuk hukum, koperasi membuat bank sendiri. Namanya Bank Korpri. Kenapa Bank Korpri? Saya membayangkan dengan berdirinya Bank Korpri, dengan bunga pinjaman yang relatif rendah, tentunya, nantinya, seluruh Aparatur Sipil Negara tidak dibebani oleh bunga bank yang besar dan memberatkan bahkan menyiksa. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 UU Perkoperasian Th. 1992: Koperasi dapat menjalan usaha perbankan baik sebagai Bank Umum, maupun bentuk Bank Perkreditan Rakyat. Koperasi sebagai badan usaha mempunyai kekhususan, yaitu dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas kekeluargaan. Dengan demikian anggota koperasi, adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Usaha yang dilakukan koperasi dikaitkan langsung dengan anggota untuk meningkatkan usaha, dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi, termasuk kegiatan perbankan. Dalam hal kegiatan perbankan yang berbentuk hukum koperasi ini pun maka kegiatan tersebut, adalah usaha untuk mensejahterakan masyarakat. Keinginan atau gagasan saya untuk berdirinya Bank Korpri, tentunya bisa menjadi bahan masukan bagi seluruh petinggi KORPRI.
Saya juga tahu koperasi sudah cukup membantu. Tapi tentunya masih sangat terbatas, karena kemampuan kauangan masih sangat tergantung kepada masing-masing koperasi yang ada di instansi tersebut. Untuk mendirikan Bank tentunya bukan persoalan yang sederhana dan mudah. Untuk itu, kalau tidak memungkinkan untuk mendirikan Bank Korpri, adalah altrenatif atau pilihan lain; adalah membentuk Koperasi Sekunder. Seperti tertuang dalam Undang-undang No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, bab I, ayat 1, point 4: Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggota Koperasi. Hal yang saya sangat inginkan di sini adalah Koperasi Sekunder yang terorganisir secara sentral. Pengelolaannya online. Melayani simpan pinjam dengan bunga yang kecil dan dukungan dana yang besar. Sehingga seorang Aparatur Sipil Negara yang membutuhkan dana bisa langsung berurusan dengan Koperasi Sekunder KORPRI. Sebelum memulai Koperasi Sekunder yang terpusat, menurut pemikiran saya, bisa dimulai dari berdirinya Koperasi Sekunder tingkat regional dulu. Misalnya, dibentuk Koperasi Sekunder KORPRI Kabupaten Cilacap, yang nantinya bisa melayani simpan-pinjam seluruh Aparatur Sipil Negara yang berada di wilayah Kabupaten Cilacap. Kalau ini berhasil, tentunya bisa menjadi bahan percontohan oleh kabupaten-kabupaten lain
di seluruh
Indonesia,
yang kemudian--
muaranya adalah lahirnya Koperasi Sekunder Indonesia. Dan saya pikir, hal ini memungkinkan untuk bisa diwujudkan, karena pasal 14 UU No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, menguraikannya dengan sangat jelas, seperti berikut ini: (1) Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi usaha, satu Koperasi atau lebih dapat : a. menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain, atau b. bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru.
(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing Koperasi.
Begitulah gagasan dan ide kecil saya, tentang bagaimana upaya
yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan atau
eksistensi
KORPRI, dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Beban berat yang dipikul seorang Aparatur Sipil Negara berupa hutang kepada bank dan koperasi selama ini, diharapkan bisa teratasi.
Dan tentunya, bila persoalan ekonomi sudah tidak meng-
ganggu lagi, pelayanan kepada masyarakat pun akan berjalan dengan baik dan berkuaitas. Mudah-mudahan. Tidak ada lagi bendera pudar berkibar resah di negeri tercinta ini. Salam sejahtera.***