BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1
Analisa Pengujian Rasio Kumparan / Belitan Trafo Dengan TTR Rasio perbandingan belitan trafo distribusi yang masih baik ditunjukkan
dengan hasil pengukuran yang masih berada didalam batas toleransi yang diijinkan, yaitu ± 0,5 % dari rasio tegangan (standard IEC). berikut ini merupakan contoh perhitungan perbandingan rasio normal belitan trafo pada tap 1 pada trafo dengan acuan manufaktur SPLN 50 : 1997.
Tap _ 1
22.000 400 / 3
95,262
Kemudian dihitung besarnya toleransi perbandingan batas maksimal dan miminal trafo, batas maksimal dikalikan dengan 1,005 sedangkan batas minimal juga dikalikan dengan 0,995. Sehingga didapatkan:
95,262 x 1,005 = 95,739
95,262 x 0,995 = 94,785 Berdasarkan hasil perhitungan diatas, sebuah Trafo Distribusi dapat
dikatakan baik perbandingan belitannya apabila nilai rasionya berada diantara batas maksimal dan batas minimal pada masing-masing tap pada saat pengukuran. Tabel berikut ini merupakan hasil perhitungan rasio normal dan toleransi rasio belitan Trafo Distribusi yang masih dikatakan baik (Tabel 4.1). 43
44
Tabel 4.1 Standar Perbandingan Belitan
45
4.2
Analisa dan Hasil Pengujian Rasio Tahanan Belitan Menggunakan Ohm Meter Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pengukuran tahanan belitan
adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui berapa nilai tahanan listrik pada kumparan yang akan menimbulkan panas bila kumparan tersebut dialiri arus. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran tahanan belitan yang besar (Primer) / ≥1 ohm adalah Wheatstone Bridge seperti yang digunakan pada alat pengukuran Ohm Meter, sedangkan untuk tahanan yang kecil (Sekunder) / ≤1 Ohm (Mili Ohm) seharusnya digunakan Precision Double Bridge akan tetapi karena keterbatasan peralatan yang dimiliki unit-unit operasional PLN pengujian ini sulit untuk dilakukan. Dengan konsep dasar bahwa nilai rasio perbandingan belitan trafo normal jika berada diambang batas toleransi ± 0,5% permasing-masing phase, maka nilai perbandingan tegangan masing-masing phasepun berada pada toleransi ± 0,5% pula. hal inilah yang dijadikan dasar pemikiran bahwa apabila diketahui nilai tahanan belitan disisi primer dan sekunder adalah sama pada masingmasing phase maka rasio perbandingan tegangan pun akan sama pula. Berikut ini merupakan hubungan antara tegangan, jumlah lilitan dan tahanan belitan trafo, seperti yang terdapat pada persamaan (1), (2), (3) dan (4) berikut ini. …………………….(1) …………………….(2) pada kebanyakan peralatan daya (Power Apparatus), sebenarnya penurunan oleh tahanan dalam keadaan tanpa beban (Non – Load Resistance Drop) sangat
46
kecil, dan GGL induksi e1 hampir sama persis dengan tegangan yang di gunakan v1. sehingga : ……………….. (3) ………………. (4) Dimana :
= Fluks (dianggap semua terkurung di dalam inti) V1 = Tegangan Primer (Volt) V2 = Tegangan Sekunder (Volt) = Jumlah Lilitan dalam Kumparan Primer = Jumlah Lilitan dalam Kumparan Sekunder e1 = Tegangan GGL Induksi Primer e2 = Tegangan GGL Induksi Sekunder
selain itu lilitan primer dan sekunder terdiri dari kawat tembaga yang mempunyai panjang dan penampang yang berpengaruh terhadap tahanan seperti yang terdapat pada dengan persamaan berikut. ………………… (5) ………………… (6) Dimana : RP & RS = Tahanan Primer & Sekunder () LP & LS
= Panjang Kawat Primer & Sekunder (Meter) = Tahanan Jenis Tembaga (0,0175)
AP & AS = Penampang Kawat Primer & Sekunder (mm2)
47
Berikut ini merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam proses substitusi Pengukuran Rasio Belitan Trafo menggunakan TTR dengan Ohm Meter. 1.
Nilai tahanan belitan disisi primer maupun sekunder harus rata, tidak ada perbedaan nilai di pengukuran antar phasa-nya. seperti yang terdapat pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Contoh hasil pembacaan belitan trafo dengan menggunakan Ohm Meter
Dengan tidak adanya perbedaan tahanan belitan berarti tidak ada perbedaan tegangan (rasio belitan masih berada dalam batas normal). 2.
Pada saat pengukuran tahanan belitan trafo, nilai tahanan yang diperoleh harus berada pada batas toleransi yang diperkenankan. Masing-masing trafo mempunyai nilai toleransi yang berbeda sesuai dayanya untuk menentukan apakah kondisi belitan trafo masih berada dalam keadaan baik atau tidak. Berdasarkan pengujian / pengukuran yang telah dilakukan. perbedaan nilai
tahanan belitan sisi primer adalah berbeda-beda (tergantung dari kapasitas trafo, merk, dan jenis trafo). sedangkan disisi sekunder nilai tahanan belitannya adalah sama yaitu 0.1 - 0.5 tergantung dari besarnya tahanan kabel yang digunakan saat pengujian. Untuk nilai tahanan belitan disisi sekunder sebenarnya bukanlah nilai Real, nilai tahanan disisi sekunder sebenarnya sangatlah kecil dalam satuan (m) sehingga tidak terbaca dengan menggunakan Ohm Meter yang skala pembacaannya ialah dalam satuan Ohm.
48
Akan tetapi dengan diketahui hasil pengukuran awal sebesar 0.1 - 0.5 berdasarkan Ohm Meter yang berbeda-beda, acuan pembacaan dapat ditetapkan karena apabila kondisi belitan trafo disisi sekunder tidak baik (rasionya tidak normal) maka nilai tahanan yang awalnya kecil (m) kurang dari 0.1 tadi akan terbaca di peralatan, karena nilainya akan meningkat menjadi satuan Ohm dengan demikian Ohm Meter dapat melakukan pembacaan. Sebagai contoh apabila dilakukan pengukuran di Trafo 400 KVA. Trafo tersebut masih dikategorikan kondisi belitannya baik bilamana berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan pengukuran phasa U-V, V-W, W-U (Sisi Primer) nilai tahanan belitannya adalah sama, misal 8.8 dan disisi sekunder akan didapat nilai yang sama pula, misal 0.1 (Tabel 4.3) Tabel 4.3 Contoh Hasil Pengukuran Belitan Trafo yang Baik
Namun apabila saat pengukuran Trafo 400 KVA terdapat perbedaan nilai tahanan sedangkan dalam kondisi normal nilai tahanan belitannya sebesar 8.8 , misal disisi sekunder pengukuran antar phasa U-V hasilnya 18 , phasa V-W hasilnya 8.8 , phasa W-U hasilnya 3 dan sisi sekunder didapat nilai tahanan pengukuran antar phasa 2n-2u hasilnya 5 , phasa 2n-2v hasilnya 0.1 , phasa 2n-2w hasilnya 29 . Maka trafo tersebut dikategorikan kondisi belitannya tidak baik (Tabel 4.4)
49
Tabel 4.4 Contoh Hasil Pengukuran belitan Trafo yang Tidak Baik
4.3
Analisa Perbandingan Pengukuran dengan TTR dan Ohm Meter Pada Trafo Kondisi Rusak Kapasitas Trafo : 400 KVA Tegangan
: 20.000 Volt/ 400 Volt
Posisi Tap
: Tap 3
Merk
:UNINDO
Gambar 4.1 Hasil Print Out Pengujian dengan TTR Berikut adalah hasil pengujian pada trafo 400 KVA dengan posisi Tap Trafo ada di Tap 3. Nilai M_Ratio menunjukan pembacaan pada ratio belitan yang terukur pada trafo tersebut, C_Ratio Merupakan batas dari rasio belitan pada kapasitas trafo yang diukur, sedangkan % Diff menunjukan presentase perbedaan pada setiap phasanya, Pengujian dengan Transformer Turn Ratio
Phasa 1 (R-T)
50
Phasa 2 (R-S)
Phasa 3 (S-T)
Pengujian dengan menggunakan Ohm Meter
Phasa 1 (R-T)
Phasa 2 (R-S)
Phasa 3 (S-T)
Hasil perhitungan dan pengukuran dengan TTR bahwa: Phasa 1 = (OUR RING) >99 % Phasa 2 = (86.558) 00.05 % Phasa 3 = (86.558) 15.24 % Perbedaan rasio perbandingan jumlah belitan lebih dari 0.05 pada setiap phasanya.
Perbedaan
bermsalaha/rusak.
yanglebih
dari
0.05
%
masuk
dalam
kategori
51
Hasil perhitungan dan pengukuran dengan Ohm Meter bahwa: Phasa 1 = (16.5 Ω) 120 % Phasa 2 = (16.5 Ω) 00.00 % Phasa 3 = (16.5 Ω) 24 % Perbedaan rasio perbandingan jumlah belitan lebih dari 0.05 pada setiap phasanya.
Perbedaan
yanglebih
dari
0.05
%
masuk
dalam
bermsalah/rusak.
(S-T) 9.3 Ω
(R-S) 7.5 Ω
(R-T) 16.5 Ω
Gambar 4.2 Pengukuran dengan Ohm Meter Sisi Primer
(N-U) 0.1 Ω
(N-V) 0.1 Ω
(N-W) 0.1 Ω
Gambar 4.3 Pengukuran dengan Ohm Meter Sisi Sekunder
kategori
52
Dari pengukuran yang dilakukan dengan kedua peralatan tersebut, yaitu pengukuran ratio belitan dengan menggunakan TTR dan pengukuran tahanan belitan , telah didapatkan hasil yang hampir mendekati. apabila hasilnya dibandingkan ternyata dapat mewakili dan masih dalam kategori normal. Adanya perbedaan pengukuran bisa dipengaruhi oleh kondisi tingkat ketelitian dari peralatan Ohm Meter yang digunakan. Jika tingkat ketelitian Ohm Meter yang digunakan tinggi, hasil yang didapat seperti pada phase 3 hasilnya akan lebih mendekati. Contoh hasil nilai 24 % akan berkurang apabila Ohm Meter tingkat ketelitian peralatannya tinggi sehingga lebih mendekati ke 14.25%. Begitu juga dengan phasa yang lainnya. Sehingga nilai yang muncul dari hasil pengukuran rasio perbandingan belitan dengan menggunakan TTR dapat terwakili dengan hasil pembacaan nilai tahanan belitan dengan Ohm Meter karena kedua peralatan tersebut menunjukan perbedaan rasio pada masing-masing phasa lebih dari 0.05 %. Maka dapat disimpulkan dari kedua peralatan tersebut bahwa mengalami masalah pada phasa 1 dan 3. Berikut gambar yang menunjukkan hasil pengukuran dan perhitungan dengan kedu aperalatan tersebut.
Gambar 4.4 Perbandingan Hasil Pengukuran Trafo Kondisi Rusak
53
4.4
Analisa Perbandingan Pengukuran dengan TTR dan Ohm Meter Pada Trafo Kondisi Baik Kapasitas Trafo : 630 KVA Tegangan
: 20.000 Volt/ 400 Volt
Posisi Tap
: Tap 3
Merk
:SCNEIDER
Gambar 4.5 Hasil Pengukuran TTR Trafo Kondisi Baik Berikut adalah hasil pengujian pada trafo 630 KVA dengan posisi Tap Trafo ada di Tap 3. Nilai M_Ratio menunjukan pembacaan pada ratio belitan yang terukur pada trafo tersebut, C_Ratio Merupakan batas dari rasio belitan pada kapasitas trafo yang diukur, Sedangkan % Diff menunjukan presentase perbedaan pada setiap phasanya,
Pengujian dengan Transformer Turn Ratio
Phasa 1 (R-T)
54
Nilai 0.005 pada TTR dibulatkan sehingga yang tampil pada Priont Out TTR menjadi 00.01 %
Phasa 2 (R-S)
Nilai -0.002 pada TTR dibulatkan sehingga yang tampil pada Priont Out TTR menjadi 00.00 %
Phasa 3 (S-T)
Nilai -0.015 pada TTR dibulatkan sehingga yang tampil pada Priont Out TTR menjadi 00.02 % Pengujian Ratio Tahanan Belitan dengan Ohm Meter
Phasa 1 (R-T)
Hasil yang didapat dari perhitungan diatas mendekati dengan hasil menggunakan TTR. Pembacaan pada TTR adalah 00.01 %, sedangkan dengan Ohm Meter hasilnya 0 %.
Phasa 2 (R-S)
Hasil yang didapat dari perhitungan diatas mendekati dengan hasil menggunakan TTR. Pembacaan pada TTR adalah 00.00 %, sedangkan dengan Ohm Meter hasilnya 0 %.
55
Phasa 3 (S-T)
Hasil yang didapat dari perhitungan diatas mendekati dengan hasil menggunakan TTR. Pembacaan pada TTR adalah 00.02 %, sedangkan dengan Ohm Meter hasilnya 0 %. Hasil perhitungan dan pengukuran dengan TTR bahwa: Phasa 1 = (86.601) 00.01 % Phasa 2 = (86.607) 00.00 % Phasa 3 = (86.618) 00.02 % Perbedaan rasio perbandingan jumlah belitan tidak lebih dari 0.05 pada setiap phasanya. Perbedaan yang tidak lebih dari 0.05 % masuk dalam kategori baik/normal. Hasil perhitungan dan pengukuran dengan Ohm Meter bahwa: Phasa 1 = (8.9 Ω) 00.00 % Phasa 2 = (8.9 Ω) 00.00 % Phasa 3 = (8.9 Ω) 00.00 % Perbedaan rasio perbandingan jumlah belitan tidak lebih dari 0.05 pada setiap phasanya. Perbedaan yang tidak lebih dari 0.05 % masuk dalam kategori baik/normal
56
(S-T) 8.9 Ω
(R-S) 8.9 Ω
(R-T) 8.9 Ω
Gambar 4.6 Pengukuran dengan Ohm Meter Sisi Primer
(N-U) 0.1 Ω
(N-V) 0.1 Ω
(N-W) 0.1 Ω
Gambar 4.7 Pengukuran dengan Ohm Meter Sisi Sekunder Dari pengukuran yang dilakukan dengan kedua peralatan tersebut, yaitu pengukuran ratio belitan dengan menggunakan TTR dan pengukuran tahanan belitan , telah didapatkan hasil yang hampir mendekati. Apabila kedua hasilnya dibandingkan ternyata dapat mewakili dan masih dalam kategori normal. Adanya perbedaan pengukuran bisa dipengaruhi oleh kondisi tingkat ketelitian dari peralatan Ohm Meter yang digunakan. sehingga nilai yang muncul dari hasil pengukuran rasio perbandingan belitan dengan menggunakan TTR dapat terwakili
57
dengan hasil pembacaan nilai tahanana belitan dengan Ohm Meter karena kedua peralatan tersebut menunjukan perbedaan rasio pada masing-masing phasa tidak lebih dari 0.05 %. Sehingga sama-sama dapat disimpulkan bahwa trafo dalam kategori baik. Berikut gambar yang menunjukkan hasil pengukuran dan perhitungan dengan kedua peralatan tersebut bahwa trafo dalam kategori normal/ tidak rusak.
Gambar 4.8 Perbandingan Hasil Pengukuran Trafo Kondisi Baik
4.5
Perbandingan Ohm Meter Dan TTR dari Sisi Kecepatan Instalasi dan Kemudahan Operasional
Gambar 4.9 Permasalahan Apabila menggunakan TTR untuk Identifikasi Trafo di lapangan
58
Bahwa dari hasil dilapangan bahwa proses identifikasi trafo mengalami ganguan atau tidak harus memerlukan waktu yang sesegera mungkin dalam pengambilan keputusan, ternyata apabila menggunakan peralatan TTR masih ditemui kendala yang cukup berarti. Sehingga proses pengambilan keputusan untuk mempercepat recovery time terpengaruh. Hambatan- hambatan yang muncul apabila menggunakan TTR untuk operasional dilapangan yaitu: a.)
TTR memerlukan Power supply untuk operasional pealatannya, sedangkan pada saat terjadi gangguan trafo tidak mengeluarkan tegangan dan jarang ada power supply untuk menghidupkan TTR. Sehingga memerlukan power dari sumber lain karena tidak ada sumber apabila gardu padam.
b.)
Untuk memastikan trafo mengalami ganguan diperlukan pengujian belitan dan tahanan isolasi, apabila akan melakukan enegize apakah trafo rusak atau tidak perlu peralatan TTR yang mahal / harus dibawa ke workshop untuk memeriksannya. Unit-unit yang ada dilapangan karena keterbatasan biaya untuk peralatan pengujian rasio belitan trafo kebanyakan hanya memiliki alat untuk menguji tahanan isolasi. Maka dari 2 faktor diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ohm Meter dapat
mengatasi hambatan yang muncul seperti faktor diatas. Keuntungan menggunakan Ohm Meter daripada menggunakan TTR adalah : a.) Ohm
Meter
tidak
butuh
power
supply
seperti
TTR
dapalam
pengoperasiannya, sehingga tidak menjadi msalah apabila dilokasi pada saat trafo mengalami gangguan tidak ada power supply
59
b.) Pengoperasian yang lebih mudah menggunakan Ohm Meter karena proses instalasi yang lebih sederhana serta kemudahan bagi unit-unit operasional karena selalu tersedia di Unit. c.) Proses pengusutan / pengidentifikasian gangguan trafo dapat terlaksana dalam waktu yang relatif cepat dalam pengambilan keputusan kondisi trafo (rusak atau baik) sebagai dasar percepatan recovery time. mengingat, selama ini petugas lapangan hanya dapat melakukan pengujian visual dan pengukuran tahanan isolasi trafo saja karena keterbatasan alat. Dimana kondisi ini belum dapat memenuhi proses pengidentifikasian internal trafo untuk mengetahui apakah trafo bisa dioperasikan kembali, trafo rusak dinyatakan bila peralatan proteksi (Fuse link / HRC Fuse) selalu putus setelah trafo dioperasikan kembali.
4.6
Manfaat Finansial Dengan penggunaan Ohm Meter (Tang Amper Meter) Merk Kyoritsu type :
Kew Snap 2002PA untuk pengujian tahanan belitan, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.250.000,00- sedangkan bila menggunakan Transformer Turn Ratio (TTR) Merk Megger Type TTR 310 ± memerlukan biaya sebesar Rp. 85.000.000,00 dengan demikian Efisiensi biaya pembelian Peralatan sebesar Rp. 83.750.000,00