BAB III METODE EVALUASI PENGUJIAN BELITAN TRAFO DISTRIBUSI 3.1 Analisa Kondisi Trafo Dalam Keadaan Offline Analisa offline merupakan analisa yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan trafo distribusi hasil penggantian trafo distribusi dari kegiatan penilaian resiko kesehatan trafo (Online) yang tidak wajar, trafo ex gangguan, trafo ex penarikan (PAT karena berhentinya pelanggan) ataupun trafo yang sedang beroperasi sehingga
dapat diketahui apakah trafo tersebut dapat
dioperasikan/digunakan kembali, dengan demikian biaya pemeliharaan trafo distribusi dapat berjalan efektif seperti yang terdapat pada gambar 3.1 siklus / konsep pelaksanaan Condition Base Maintenance (CBM) trafo.
Gambar 3.1 Flowchart kegiatan pemeliharan berdasarkan kondisi trafo 32
33
Sama halnya dengan penaksiran kondisi kesehatan trafo (online), analisa offline dilakukan dengan membandingkan kriteria sehat trafo distribusi. Akan tetapi untuk memperoleh parameter-parameter tersebut diperlukannya pengujian secara offline. Melalui analisa ini akan diketahui apakah trafo-trafo tersebut diatas bisa atau tidak untuk digunakan kembali ataupun harus dilakukan rekondisi terlebih dahulu sebelum digunakan/dioperasikan. Mengingat faktor keterbatasan alat test/pengujian dilapangan, dalam melakukan Analisa Offline diperlukan tiga buah paramater pengujian minimal yang harus dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi internal didalam trafo masih baik (berada dalam batas normal). Adapun ketiga jenis pengujian minimal untuk analisa offline tersebut ialah : 3.1.1 Pengujian Visual Sama halnya dengan pengamatan visual yang dilakukan pada saat melakukan inspeksi dan pengukuran kinerja trafo secara online, pengujian dilakukan dengan melakukan pengamatan dari konstruksi trafo itu sendiri secara visual. Adapun pengamatan tersebut antara lain : pengamatan pada assessories trafo, Bushing primer dan sekunder, kebocoran minyak atau rembesan trafo, kondisi tangki, OLI, OTI, kondisi Seal, dll. Output dari pengujian ini ialah untuk mengetahui/mengidentifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada komponenkomponen trafo tanpa melepas/membuka tangki. 3.1.2 Pengujian Tahanan isolasi trafo Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi internal trafo dalam hal ini apakah fungsi utama trafo untuk mengisolasi tegangan antar belitan masih berada dalam kondisi baik saat dioperasikan. Dalam pelaksanaannya pengujian ini
34
dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tahanan isolasi yang sering disebut Megger. Jika hasil pengujian tahanan isolasi tidak baik, sering kali menggambarkan kondisi kertas isolasi trafo distribusi yang sudah terdegradasi (rusak) atau kualitas dari minyak isolasi yang sudah tidak baik. Berikut ini merupakan gambaran dari alat pengukur tahanan isolasi (gambar 3.2)
Gambar 3.2 Alat pengujian Tahanan isolasi Trafo Merk Metrisio Besarnya nilai tahanan isolasi trafo minimum yang dikatakan baik ditentukan oleh kapasitas (KVA) dari masing-masing trafo dengan menggunakan rumusan dibawah ini (standard IEEE Std C57.125-199) : R isolasi Min. =
CE = ...... MΩ KVA Ks
Dimana : C
= Faktor belitan yang terendam isolasi minyak = 0,8
E
= Tegangan Tertinggi / Primer trafo………. (Volt)
KVA = Daya Trafo …………… (KVA). Ks
= Faktor koreksi suhu belitan, misal pada suhu belitan 20°, Ks = 1
35
Dari rumusan diatas didapatlah nilai dari tahanan isolasi trafo minimum yang masih dikatakan baik seperti pada tabel berikut. Tabel 3.1 Batasan Nilai Tahanan Isolasi Minimum Trafo berdasarkan kapasitas
3.1.3 Pengujian Rasio kumparan/belitan Pengujian ini merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui normal/tidaknya rasio diantara belitan primer dan sekunder trafo setiap phase, pada masing-masing sadapan trafo (± 0,5 % menurut standard IEC). Sebagaimana kita ketahui bahwa akibat ketidak seimbangan sistem, maka diperlukanlah Sadapan (tap changer) pada belitan primer trafo untuk pengaturan tegangan keluaran Trafo. Pengaturan tegangan keluaran ini dimaksudkan untuk mengkompensasi jatuh tegangan pada saluran JTM yang memasok suatu trafo distribusi. Mengingat pentingnya sadapan tersebut maka diperlukanlah pengujian rasio belitan trafo pada masing-masing sadapan, dengan demikian dapat diketahui apakah rasio belitan didalam trafo masih berada dalam batas normal.
36
Dalam
pelaksanaannya
pengujian
rasio
trafo
dilakukan
dengan
menggunakan sebuah alat yang disebut dengan TTR (Transformer Turn Ratio). Melalui alat inilah akan didapatkan besaran / nilai rasio belitan trafo yang diukur.
Gambar 3.3 Alat pengujian Rasio Trafo Merk Megger Hasil pengujian yang tidak baik ditandai dengan nilai pengukuran rasio belitan yang berbeda dengan kondisi normalnya (perbedaan >0,5 %) pada masingmasing phasenya.
Kondisi ini merupakan gambaran bahwa kondisi belitan
didalam trafo mulai bermasalah / rusak sehingga perlu perbaikan khusus dalam hal ini Rekondisi / Rewinding. Ketiga pengujian tersebut diatas merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam melakukan analisa offline kondisi trafo distribusi secara offline, karena pengujian tahanan isolasi berhubungan langsung dengan kualitas isolasi trafo dan pengujian rasio dengan menggunakan TTR berhubungan langsung terhadap belitan trafo. Jika hasil pengujian ketiga fungsi diatas dinyatakan kurang baik maka trafo distribusi tersebut tidak bisa langsung digunakan atau dioperasikan, melainkan harus dilakukan perbaikan/penggantian komponen terlebih dahulu di workshop trafo. Di Workshop inilah kita dapat mengidentifikasi kegagalan dengan melalui pengujian-pengujian lebih lanjut.
37
3.2
Metode Pengukuran Rasio Belitan Trafo Dengan Menggunakan TTR (Transformer Turn Ratio) Pengukuran Perbandingan Rasio Belitan adalah adalah pengukuran yang
dimaksudkan untuk mengetahui jumlah kumparan sisi Tegangan Tinggi dan sisi Tegangan Rendah pada setiap Tapping, sehingga tegangan output yang di hasilkan oleh Trafo sesuai dengan yang di kehendaki. Karena pada Trafo terdapat rumusan dasar bahwa jumlah tegangan adalah sama dengan jumlah belitan pada tiap sisinya, atau dapat dituliskan seperti persamaan berikut : Vp/Vs = Np/Ns
Dimana: Vp
: Tegangan Primer
Vs
: Tegangan Sekunder
Np
: Jumlah Belitan Primer
Ns
: Jumlah Belitan Sekunder
Rangkaian Pengujian Perbandingan Rasio Belitan dengan menggunakan TTR dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 3.4)
Gambar 3.4 Rangkaian Pengujian Perbandingan Rasio Belitan dengan menggunakan TTR
38
Untuk dapat di gunakan dalam Jaringan Distribusi maka Trafo harus dapat disesuaikan dengan tegangan kerja pada Jaringan Distribusi tersebut. Oleh karena itu pada Trafo Distribusi dilengkapi dengan Tap Changer. Jumlah tap pada Trafo Distribusi pada umumnya terdiri dari 5 Tap dengan julat sadapan 2 x ± 5% (SPLN 50 : 1997) dan julat sadapan 2 x ± 2,5% (SPLN 50 : 1987) hingga sekarang berkembang hingga 7 Tap dengan julat sadapan 2 x ± 2,5% (SPLN D3.002-1 : 2007).
Gambar 3.5 Pengujian Perbandingan Rasio Belitan dengan menggunakan TTR
Tabel 3.2 Hasil Nilai Pengukuran Ratio Belitan Menggunakan TTR
630 KVA
TTR Phs m_Ratio m_A A OUR RING 0000 B + 86.558 0000 C + 73.404 0049
% Diff >99 0.05 15.24
C_Ratio 86.6050 86.6050 86.6050
TTR m_A 0000 0000 0000
% Diff 00.01 00.00 00.02
C_Ratio 86.6050 86.6050 86.6050
Phs 400 KVA A B C 3.3
m_Ratio + 86.601 86.607 86.618
Metode Pengukuran Tahanan Belitan Trafo Menggunakan Ohm Meter Penerapan penggunaan Ohm Meter sebagai pengganti TTR dalam
pengukuran tahanan belitan trafo sebenarnya muncul dari berawal dari adanya Trafo Distribusi yang terganggu (peralatan proteksi putus) kemudian coba
39
dinormalkan kembali berdasarkan hasil pengujian tahanan isolasi trafo dan pengujian visual yang baik akan tetapi peralatan proteksipun kembali putus hingga akhirnya dilakukan penggantian Trafo Distribusi sedangkan trafo yang terganggu dilakukan pengujian rasio belitan trafo dengan TTR keesokan harinya. Didapatkan bahwa benar rasio belitannya tidak normal (melebihi toleransi ± 0,5). Dari kasus tersebut akhirnya terbesit di pikiran penulis bagaimana caranya melakukan pengujian belitan trafo distribusi di lapangan, sedangkan jika menggunakan TTR juga tidak memungkinkan dikarenakan petugas lapangan belum tentu bisa menggunakan TTR dan pada umumnya TTR memerlukan sumber tegangan untuk pengoperasiannya, Jika kondisi gardu padam berarti diperlukan perlengkapan tambahan yaitu Generator Set (GenSet). Dalam kurun waktu tersebut, kegiatan-kegiatan operasional assessment trafo secara offline yang meliputi pengusutan gangguan, pemeliharaan gardu, dan manajemen asset trafo di gudang sudah diterapkan penggunaan Ohm Meter sebagai pengganti TTR untuk mengidentifikasi kondisi internal trafo. Pengukuran Tahanan Belitan adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui berapa nilai tahanan listrik pada kumparan yang akan menimbulkan panas bila kumparan tersebut dialiri arus.
Peralatan yang digunakan untuk
Pengukuran Tahanan Belitan yang Besar (Primer) / ≥1 ohm adalah Wheatstone Bridge seperti yang digunakan pada alat pengukuran Ohm Meter, sedangkan untuk tahanan yang kecil (Sekunder) / ≤1 Ohm (Mili Ohm) seharusnya digunakan Precision Double Bridge akan tetapi karena keterbatasan peralatan yang dimiliki unit-unit operasional pln pengujian ini sulit untuk dilakukan.
40
agar dapat diketahui ada atau tidaknya perbedaan antara tahanan belitan sisi primer dan sekunder dimana perbedaan tersebut juga akan berpengaruh terhadap perbedaan tegangan, maka pengukuran harus dilakukan pada masing-masing terminal seperti yang terdapat pada table dibawah ini (Tabel 3.3 ) Tabel 3.3 Terminal Pengukuran Belitan
Sedangkan Rangkaian Pengukuran dengan menggunakan Ohm Meter digambarkan sebagai berikut (Gambar 3.6).
Gambar 3.6 Rangkaian Pengujian Perbandingan Rasio Belitan dengan menggunakan Ohm Meter (sisi MV) Pengukuran pada sisi tegangan rendah ini dengan menggunakan Precition Double Bridge yang berfungsi untuk melakukan pengukuran tahanan di atas 1 ohm. Rangkaian pengukuran adalah sebagai berikut:
41
Trafo Yang diuji
Precition Double Brigde
2u
1U
2n 1W 2w
1V
2v
Gambar 3.7 Rangkaian pengukuran tahanan belitan (sisi LV) Tabel 3.4 Hasil Nilai Pengukuran Ratio Belitan Menggunakan Ohm Meter Ohm Meter 630 KVA
400 KVA
3.4
Primer S-T 9.3 R-S 7.5 R-T 16.5 Primer S-T 8.9 R-S 8.9 R-T 8.9
Sekunder Ω n-u 0.1 Ω n-v 0.1 Ω n-w 0.1 Ohm Meter Sekunder Ω n-u 0.1 Ω n-v 0.1 Ω n-w 0.1
Ω Ω Ω
Ω Ω Ω
Perbandingan Hasil Pengujian dan Pengukuran menggunakan TTR dan Ohm Meter Berikut adalah beberapa data hasil pengujian rasio belitan menggunakan
TTR dan Pengukuran Tahanan Belitan Menggunakan Ohm Meter. a.) Trafo 1 Kapasitas
: 630 KVA
Merk
: UNINDO
Posisi Tap Changer
: Tap 3
Tegangan
: 20.000 Volt / 400 Volt
42
Tabel 3. 5 Hasil Nilai Pengukuran Ratio Belitan dan Tahanan Belitan Pada Trafo 630 KVA
630 KVA
630 KVA
Phs A B C
S-T R-S R-T
TTR m_Ratio m_A % Diff C_Ratio OUR RING 0000 >99 86.6050 + 86.558 0000 0.05 86.6050 + 73.404 0049 15.24 86.6050 Ohm Meter Primer Sekunder 9.3 Ω n-u 0.1 Ω 7.5 Ω n-v 0.1 Ω 16.5 Ω n-w 0.1 Ω
b.) Trafo 2 Kapasitas
: 400 KVA
Merk
: SCHNEIDER
Posisi Tap Changer
: Tap 3
Tegangan
: 20.000 Volt / 400 Volt
Tabel 3. 6 Hasil Nilai Pengukuran Ratio Belitan dan Tahanan Belitan Pada Trafo 400 KVA
Phs 400 KVA A B C
400 KVA
S-T R-S R-T
TTR m_Ratio m_A % Diff C_Ratio + 86.601 0000 00.01 86.6050 86.607 0000 00.00 86.6050 86.618 0000 00.02 86.6050 Ohm Meter Primer Sekunder 8.9 Ω n-u 0.1 Ω 8.9 Ω n-v 0.1 Ω 8.9 Ω n-w 0.1 Ω