Beberapa Fakta dan Pemikiran Tentang Pembiayaan Inovatif Sektor Transportasi
FGD V RPJMN 2015-2019 16 April 2014
PENDAHULUAN
Oleh karena itu RENSTRA 2015-2019 harus menempuh lintasan non-linier…… Tahun 2025-2030 infrastruktur transportasi Indonesia seharusnya sudah “well established” melayani pergerakan ekonomi maju dan menopang negara Indonesia yang modern, bersatu dalam ekonomi dan politik, dan lebih sejahtera.
Political Determination
RPJMN I dan RPJMN II RENSTRA I & RENSTRA II Transportasi di Indonesia mengalami defisit dan kesenjangan yang luar biasa besar dan oleh karenanya perencanaan pembangunannya tidak dapat dibuat berdasarkan pendekatan linier dan teknokratik semata. Harus berani menggunakan pendekatan non-linier dan kalau perlu eksponensial dan harus ada determinasi politik yang kuat.
RPJMN III dan RPJMN IV sangat kritis bagi pembentukan landasan menuju Indonesia maju secara ekonomi, politik, sosial budaya
The future of the past
RPJMN IV 2020-2025
RENSTRA IV
Conjecture
The future of the future
Business as usual
RPJMN III 2015-2019 RENSTRA III
RPJMN II 2010-2014
RPJMN I 2005-2009
Kegagalan membangun infrastruktur transportasi yang maju dan modern akan membawa implikasi yang sangat berbahaya bagi perekonomian mendatang.
RENSTRA II RENSTRA I Technocratic Determination
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
2005
Meningkatnya kompetisi global, tuntutan global compliance dan meningkatnya kompleksitas tatanan sosial, ekonomi, dan politik domestik
2010
2015
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
2020
2025 Slide No. 2 Slide No. 2
2
APBN & PEMBELANJAAN SEKTOR PUBLIK Ruang fiskal kita untuk investasi transportasi sangat sempit akan tetap seperti itu untuk 5 tahun kedepan, kecuali ….
Pendapatan negara dalam APBNP 2013 sebesar Rp. 1.502 triliun (pajak, PNBP, hibah) sedangkan belanja negara Rp. 1.726,2 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp. 1.196,8 triliun dan transfer ke daerah Rp. 529,4 triliun. APBNP menderita defisit sebesar RP. 224,2 triliun. Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa biaya rutin dalam APBN kita mencapai lebih dari 70% dari pendapatan negara dan meninggalkan ruang fiskal yang sangat sempit untuk pembangunan infrastruktur termasuk transportasi.
dan
Belanja Pemerintah Pusat 2013
APBNP
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Bunga Utang Dalam Negeri
Bunga Utang Luar Negeri
Subsidi Energi
Subsidi Non Energi
Belanja Hibah
Bantuan Sosial
Belanja Lain Lain
2012
212,3
162,0
176,1
84,7
33,0
202,4
42,7
1,8
86,0
68,5
2013
233,0
206,5
192,6
96,8
15,8
299,8
48,3
2,3
82,5
19,3
Belanja Pemerintah Pusat (Rp. Trilun). Kecenderungan akan tetap sama 5 tahun kedepan. Sumber: APBN dan Indikator Ekonomi 2013 Kementerian Keuangan, Ditjen Anggaran. Okt. 2013
Background Paper RENSTRA 2015-2019
Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative
Slide No. 3
3
INVESTASI & PEMBIAYAAN Berapa magnitude investasi yang diperlukan untuk transportasi 5 tahun kedepan? Pendekatan makro, top-down. Investasi Transportasi 2015-2019 (Rp. Triliun) 182
Bandara
91
ASDP
Proyeksi melalui pendekatan makro yang dilakukan oleh Bappenas & JICA Study dengan benchmarking negara-negara di Asia yang sudah maju sistem dan jaringan transportasinya. Pendekatannya berbasis negara berpenghasilan menengah keatas yakni dengan PDB/kapita sebesar > USD 14.000.
Pelabuhan
563 165
Kereta Api
155
80
Jalan
278
424 100 115
60
222
282
S-75%
S-50%
Standar Internasional
Full compliance in 2020
75% compliance in 2020
50% compliance in 2020 and full compliance in 2030
Transportasi
2.543 T
1.857 T
1.294 T
Perhubungan
1.269 T
1.006 T
657 T
75 140
1274 851
Menurut Bappenas-JICA, skenario 100% akan memerlukan peningkatan rasio utang/PDB dari 22,5% ke 26%, KPS diatas 20%, dan implementasi off-balance sheet funding. Selain itu implementasi memerlukan komitmen dan kepemimpinan yang kuat dalam birokrasi.
637
Skenario Penuh 100%
S-100%
Transportasi Kota
Skenario 75%
Skenario Dasar 50%
Sumber: Medium Term Economic Infrastructure Strategy, Bappenas & JICA , Febr. 2014
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
Subsektor Pelabuhan dan Kereta Api merupakan subsektor yang harus didanai sangat besar dalam 5 tahun kedepan dan ini sangat sejalan dengan semangat untuk membangun konektivitas nasional dan membangun industri transportasi nasional yang lebih maju dan modern. Program dan proyek strategis yang termuat dalam RIPNAS dan RIPN dapat menjadi Quick Win Projects dalam pipeline pembangunan sektor perhubungan kedepan.
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
Slide No. 4
4
INVESTASI & PEMBIAYAAN Berapa magnitude investasi yang diperlukan untuk transportasi 5 tahun kedepan? Pendekatan sektor, bottom-up. KEBUTUHAN
DETAIL KEBUTUHAN
BIAYA (USD)
PERKERETAAPIAN
Proyeksi melalui pendekatan mikro sektoral didasarkan atas berbagai-bagi dokumen perencanaan yang ada seperti Rencana Induk, Cetak Biru, Kajian Latar Belakang Transportasi Perkotaan, dll. Proyeksi ini terletak antara skenario 75% dan 50% dari pendekatan makro.
28.354.310.000
Sarana kereta api
Lokomotif 1.720 unit, kereta 12.220 unit, gerbong 9.625 unit, kereta perkotaan 1673 unit
11.823.500.000
Prasarana jalan rel KA
Jalan Rel Antar Kota 3.303 km dan Jalan Rel Perkotaan 2.364 km
16.530.810.000
TRANSPORTASI LAUT
33.716.462.500
Prasarana pelabuhan
Terminal (peti kemas , CPO, minyak bumi, batubara , curah lainnya, lainnya),CDC/ multi moda, pesiar/pariwisata , lahan/infra dasar
12.391.000.000
Sarana kapal
Kapal kontainer 391 unit, tanker 467 unit, general cargo 1790 unit, penumpang 785 unit, tongkang 3163 unit, tug boat 2969 unit
19.599.462.500
TRANSPORTASI UDARA Prasarana bandara
Bandara baru (UPT dan BUMN) dan peningkatan bandara eksisting
4.430.691.085
Sarana pesawat
Pesawat komersiil (AOC 121 dan AOC 135) dan pesawat perintis
25.792.690.476
Navigasi +keselamatan penerbangan
Pembangunan, rehabilitasi dan pemiliharaan prasarana navigasi penerbangan serta prasarana keamanan penerbangan
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
298.656.108
TRANSPORTASI PENYEBERANGAN
186.000.000
Pelabuhan baru
106.250.000
Kapal penyeberangan
79.750.000
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
324.583.300
Prasarana Lalu Lintas Jalan
118.750.000
Sarana Lalu Lintas Jalan
205.833.300
TRANSPORTASI PERKOTAAN (BRT (IOM) dan sistem pendukungnya), MRT Sumber: RIPNAS, RIPN, Cetak Biru ASDP, Tatanan Kebandarudaraan, GIZ
30.522.037.669
11.230.761.900
TRANSPORTASI MULTIMODA
1.781.571.429
TOTAL (USD)
106.115.726.797
TOTAL (Rupiah, Kurs 1 USD = Rp. 1.500)
Rp. 1.114 Trilyun
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
Slide No. 5
5
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Investasi yang diperlukan untuk koridor ekonomi: siapa yang akan memikulnya? Semua pemangku kepentingan. Projects JSS
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Bali, NTB, NTT
Kep. Maluku & Papua
150.000
-
-
-
-
-
70.000
-
-
-
Toll
24.890
176.660
-
1.732
1.489
-
Kereta Api
76.400
35.010
35.300
-
12.100
-
Pelabuhan
5.710
44.880
9.713
4.692
-
58.498
Bandara
3.977
16.169
2.800
-
2.879
150
64.272
-
20.543
2.973
460
56.725
4.684
3.188
329.933
345.907
MRT
Jalan & Jembatan ASDP Total
atau- konsorsium swsta. 367 68.356
9.397
17.295
25%
BUMN Nilai Indikasi Investasi Berdasarkan Investor (%)
44%
115.373
23%
•
Sumber: MP3EI, 2011 •
•
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
Pemerintah
Swasta
-
Indikasi Investasi Kegiatan Ekonomi Utama 6 Koridor, 2011-2014
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
8%
Hybrid
Dari sekitar Rp. 2.500 triliun yang diperlukan untuk investasi infrastruktur di koridor ekonomi, investasi untuk membangun transportasi saja mencpai sekitar Rp. 886 triliun Ini masih merupakan indikasi investasi untuk Fase 1, sedangkan untuk Fase 2 dan Fase 3 akan dirumuskan kemudian Hybrid Financing merupakan indikasi investasi antara Pemerintah dan Swasta (PPP/KPS) maupun antara BUMN dan Swasta atau konsorsium swasta.
Slide No. 6
6
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Investasi transportasi tidak pernah dan tidak akan bisa ditanggung oleh pemerintah sendirian ……… Investasi Transportasi
APBN dan Pembelanjaan Sektor Publik
Infrastruktur dasar, non-komersial, non cost-recovery, secara ekonomi sangat layak, secara finansial tidak layak, strategis secara nasional, akses kepada daerah tertinggal dan perdesaan, meningkatkan ekonomi nasional dan lokal dan merupakan kewajiban pemerintah (Public Service Obligation, PSO)
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
Kemitraan Pemerintah dan Swasta
Investasi Swasta Murni
Infrastruktur dasar, komersial dan nonkomersial, potensi cost-recovery, secara ekonomi sangat layak, secara finansial layak atau kurang layak, dapat menjadi layak apabila ada dukungan pemerintah, strategis secara nasional, akses kepada daerah tertinggal dan perdesaan, meningkatkan ekonomi nasional dan lokal, mendukung logistik dan koridor ekonomi
Infrastruktur ekonomi yang komersial, full cost-recovery, secara ekonomi sangat layak, secara finansial juga layak, strategis secara nasional, akses kepada pelabuhan dan bandara internasional , meningkatkan ekonomi nasional dan lokal. Penyediaan infrastruktur khusus seperti Special Railways, Special Ports, dan Special Airports dapat menggunakan skema ini dengan sifat unsolicited dan tanpa tender.
Solicited
Program Pemerintah
Unsolicited
Inisiatif Swasta, Special Facilities
KPS Konvensional
Pemerintah melakukan persiapan
KPS Aliansi Strategis
Pemerintah & Swasta bersamasama sejak awal
Investasi Swasta Murni
Kerjasama Pemerintah Swasta
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
Slide No. 7
7
CREATIVE FINANCING
Dengan ruang fiskal yang sempit apa yang dapat dilakukan untuk membiayai transportasi kedepan? CREATIVE FINANCING
APBN On-Budget APBN 2,5% to 5% PDB PDF/ VGF
PMN
Obligasi /SUN Infrastruktur
Obligasi /Sukuk Infrastruktur
Hibah
Performance Based Annuity Scheme PBAS
Available Direct Payment
Availale Indirect Payment
DCM Off-Budget
BUMN Infrastruktur
Perbankan
Obligasi Syariah/ Sukuk
Dana Pensiun
Off-Budget Private Financing
Dana Asuransi
Pasar Modal Reksadana
KPS/ PPP
Bank Infrastruktur
Conventional KPS
Asset Backed Securities
Aliansi Strategis KPS
SMI/IIGF /PIP
Swasta Murni/ PFI
Unsolicited Fasilitas Khusus
DCM: Domestic Capital Market
PBAS= Performance-based Annuity Scheme, merupakan perjanjian kerjasama penyediaan infrastruktur antara Pemerintah dengan operator, yang besarnya didasarkan pada kinerja Pihak Swasta, melalui pembayaran angsuran multi years dari pemerintah ke operator. Swasta berperan dalam hal: design, construct, finance, operate dan maintain; sebuah proyek sehingga mencapai suatu standard tertentu yang disepakati. Pemerintah berperan dalam hal: melaksanakan pembayaran berbasis kinerja (performance-based payments) selama jangka waktu kontrak 20-20 tahun. Isu ke depan: (1) Kriteria proyek yang cocok dengan skema PBAS; (2) Strategi pemilihan proyek PBAS; (3) Alokasi anggaran MoF dana PBAS; (4) Penyusunan mekanisme dan aturan pencairan dana PBAS (di MOF, dan PJPK); dan (5) Kelembagaan yang tepat untukmengelola PBAS;
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
Slide No. 8
8
8
CREATIVE FINANCING
Batasan dan potensi aplikasinya di Indonesia ON BUDGET 2,5% PDB
OFF-BUDGET
PENGGUNAAN DANA OFF-BUDGET UNTUK PROYEK INFRASTRUKTUR
Private placement SUMBER ON-BUDGET • • • •
Pajak PNBP SUN (termasuk infrastruktur) SUKUK (termasuk infrastruktur)
PENGGUNAAN: • • • • • • •
Dukungan pemerintah VGF (MoF 223/2012) Penjaminan pemerintah PIP Hibah PBAS Road Preservation Fund
ISU STRATEGIS: Bagaimana caranya agar dana on-budget dapat ditingkatkan secara signifikan lebih dari 2,5% PDB?
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
SUMBER OFF-BUDGET •
BUMN: - BUMN Sektor - Bank BUMN
•
BANK SWASTA (short-term)
• • •
Dana Pensiun (long-term) Asuransi (long-term) Reksadana (long-term)
SINDIKASI BANK
PASAR MODAL • Penerbitan obligasi atau IPO saham • Tenor panjang (> 20 tahun)
LEMBAGA PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR (misalnya: SMI, IIF, PIP)
• Sumber dana: - Multilateral (WB/ADB/JICA) - Pasar modal • Fokus: - Pembiayaan infrastruktur - Pinjaman jangka pajang • Prasyarat: Kapasitas manajemen resiko yang kuat
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
• Leader Bank BUMN (mayoritas) • Bank Swasta sekitar 5-15% • Tenor max 7 tahun
Pinjaman = 70%
Saham pendiri
Equity = 30%
PT. BADAN USAHA INFRASTRUKTUR (BUI) (sebagai PJPK)
ISU STRATEGIS: Bentuk intervensi regulasi dan insentif fiskal apa yang diperlukan?
Slide No. 9
9
PERBEDAAN SUDUT PANDANG (GAP) ANTARA DEBITUR - KREDITUR
Akar masalah yang perlu mendapat perhatian yang proper dari semua pihak, agar proses pengembangan pembiayaan infrastruktur transportasi dapat berjalan lancar:
Debitur / Development Agent
Gap Analysis
• Pemda (selaku Penerbit Obligasi)
Kreditur / Financier / Private Investor • DCM Dana Pensiun Asuransi Bank
• SoE Transportasi • BU Transportasi
• Bank Umum Strategi meningkatkan kerjasama kreditur – debitur & membangun hubungan bisnis yang sehat :
Potensi perbaikan yang mungkin: - Masih adanyanya ambivalensi mekanisme pasar vs aturan - Kinerja keuangan + kinerja operasional perusahaan belum jelas - Penerapan GCG (good corporate governance) yang belum memadai - Leadership + managerial capacity belum standard - Standar laporan keuangan belum baku
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
Pertegas status “market friendly” Perbaiki kinerja keuangan + operasional secara jelas Tingkatkan aspek GCG (good corporate governance) Tingkatkan kualitas leadership + managerial khususnya dalam pengendalian pinjaman Perkuat kinerja keuangan & tingkat kepercayaan terhadap Laporan keuangan perusahaan
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
• Multilateral
Tuntutan yang diharapkan: - Pemberlakukan azas mekanisme Pasar yang adil dan bertanggung jawab - Perlunya prudent operation, utamanya dalam hal: Kinerja keuangan + operasional - Tuntutan terhadap Leadership + managerial capacity baik dan terpercaya - Diterapkannya GCG (good corporate governance) sebagai dasar skema B-to-B - Proffessional & Profit oriented Slide No. 10
10
10
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Dengan ruang fiskal yang sempit apa yang dapat dilakukan untuk membiayai transportasi kedepan? Creative Financing pada Public Sector Spending Funding Method
Description
Key Success Factor
Risks
Penguatan sistem Pembiayaan 3in-1 MoF (IIGF, PT IIF, PT SMI, IIA)
Memperkuat struktur permodalan dari PT SMI dan PT IIF dengan melibatkan lebih banyak lembaga donor Internasional/ Multinational Institution, membangun platform hukum yang memungkinkan percepatan dan eskalasi Project Financing untuk proyek (Mega Proyek) nasional yg dianggap strategis
• Mencapai skala ekonomi (asset)= $ 1 Billion • Coverage: ...% dr Cap 2,5% investasi infrastruktur • CAGR= ...%
• Institutional risk (birokrasi) • Regulation risk (ketidaksiapan perangkat hukum)
Peningkatan investasi BUMN
Fokus pada BUMN Transportasi, memperkuat struktur modal BUMN Transportasi, memberi ‘failitas perundangan’ agar bisa investasi capex prasarana, menyehatkan BUMN investasi sehinga feasible dlm mengeluarkan Obligasi
• Mencapai kondisi BUMN yg sehat dgn kemampuan likuiditas baik • Penyiapan aturan UU & PP yg menjadi dasar
• Corporate Business risk • Regulation risk (ketidaksiapan perangkat hukum)
Akselerasi penerapan PBAS/ Availability PPPs
Mengenalkan dan kemudian meng-aplikasikan PBAS/ Availability PPPs secara sistematis dan serempak (national-wide) dgn tujuan melibatkan se-optimal mungkin dana swasta dalam proyek infrastruktur terseleksi, memberikan prioritas dan kebijakan insentif (perundangan &/ fiscal) kepada investor
• Seleksi & kualifikasi proyek PBAS • Penyiapan aturan UU & PP yg menjadi dasar • Ketersediaan anggaran PBAS di MoF
Pengembangan Bank Infrastruktur
Membangun sebuah Institusi Bank Komersial yg berkemampuan memberkan Kredit Likuiditas untuk Pinjaman Infrastruktur dgn skema pembiayaan lunak (grass period, interest bearing rendah, tenor lama) melalui struktur permodalan gabungan antara Bank BUMN, Lembaga Donasi Internasional, dll
• Insentif regulasi khususnya untuk skema pembiayaan • Struktur Modal yg kuat/ CAR > 10%-12%
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
• Institutional risk (birokrasi) • Regulation risk (ketidaksiapan perangkat hukum) • Operational risk (praktik yg • Institutional risk (birokrasi) • Banking business risk
Slide No. 11
11
11
PENINGKATAN KAPABILITAS PEMBIAYAAN PT SMI Bagaimana membangun model bisnis baru SMI berperan besar sebagai ‘bridging financing agent’ untuk meng-absorb kebutuhan pembiayaan infrastruktur transportasi Potensi Kontribusi SMI dalam Total Kebutuhan Pembiayaan Infrastruktur 2014-2019 (Bappenas – JICA, Skenario Penuh 100%) Rp. 2.543 Trilyun
Kendala dlm eskalasi SMI Loan
Balance Sheet Investor/ Kontraktor/ SOE Transportasi
Project Preparatio n (land acq. Etc.) & Quality
Short-term Loan / Working Cap Loan
Gov Mindset in PPP financing
Rigid commerci al interest rate on SMI Loan
2.043 T Obligation / Bonds financing Long -term Loan / Capital Expenditure & Infrastructure Loan
Bond holders/ capital market
Commercial Bank
Mezannie (subordinated & shareholder) Loan
SMI
Equity financing Fasilitas Pinjaman SMI yang bersifat Mezannie Loan, dapat memperbaiki kinerja keuangan / memperbaiki DER --Debt-to-Equity Ratio ---; dengan catatan asumsi-asumsi karakter pembiayaannya dapat ‘hampir serupa’ dengan Ekuitas
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
Sisa ‘Outstanding’ pembiayaan
Peran pembiayaan PT SMI sebagai ‘bridging finance’ pembiayaan infrastruktur Berbentuk Mezannie Loan (sub-rodinated loan / shareholder Loan) dengan ciri utama: Jangka Waktu pinjaman yang panjang (misal: > 15 thn) Mezannie Loan seharusnya memiliki ‘low – interest bearing’ yang meggambarkan bentuk subsidi risiko (insentif) dari pihak Kreditur (SMI) Junior Loan Dengan asumsi (target) kemampuan ‘multiplier effect’ yang menjadi strategi SMI dimana setiap 20% bagian Loan SMI seharusnya mampu mendatangkan 80% Commercial Bank Loan memberikan peluang Debitur untuk masuk lebih jauh dalam pembiayaan infrastruktur Sampai dengan 2019, Road-map SMI direncanakan memiliki kapasitas pembiayaan sampai dgn Rp 20 Trilyun setara dengan pembiayaan infrastruktur transportasi sebesar Rp. 100 Trilyun
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
500 T
Kontribusi SMI sbg bentuk ‘stimulan’ Pemerintah
Strategic Action: Menambah kapasitas SMI hingga Rp. 100 T
Slide No. 12
12
12
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Performance Based Annuity Scheme, PBAS, memberi opsi yang rasional bagi pembiayaan on-budget Traditional Contracts
PBAS/Availability Contract
Constructor receives payments during construction
Payment only starts when project commissioned – constructor and rest of PPP consortium bear construction risk
Contractor and O&M partners work at different phases
Contractor and O&M partners work at the same time, allowing integration of whole of life efficiencies
Contractor and O&M partners do not have equity at risk
Contractor and O&M partners have equity at risk for term of concession – all parties incentivised to perform and take a “longterm” view
Conventional procurement inputs-focussed, mainly construction phase focus, and subject to scrutiny only by independent verifiers
The lenders to a PPP are an additional independent verifier…lenders will focus on quality construction to minimise any potential downstream loss to them due to poor operating and performance of an asset
Contractor not responsible for residual life of asset
PPP Consortium responsible for handing over the asset in a fit-forpurpose condition
Kontrak/pengadaan konvensional: Pemerintah memenuhi semua kebutuhan pengeluaran. Pemerintah membayar untuk masukan, bukan keluaran Kontrak-kontrak D/C/O/M terpisah – tidak ada optimalisasi siklus-hidup Tidak ada standar kinerja sepanjang masa proyek Kontraktor mempunyai insentif untuk menambah beban kerja mereka Risiko perpanjangan waktu/pembengkakan biaya ditanggung oleh Pemerintah Fluktuasi signifikan atas belanja Pemerintah
Masa Konsesi
Pengadaan Berbasis Kinerja Pemerintah membayar hanya untuk layanan yang diberikan Pemegang konsesi menyediakan layanan sepanjang siklus hidup proyek Pemegang konsesi mengelola risiko D/C/O/M melalui subkontrak – perpanjangan/pembengkakan biaya tidak mempengaruhi Pemerintah Optimalisasi siklus-hidup Pemerintah membayar hanya untuk yang diterimanya Pemegang konsesi mendapat insentif melalui mekanisme pembayaran untuk menjaga standar kinerja tinggi Belanja Pemerintah yang dapat diprediksi menjangkau masa depan
Kemenkeu mendukung sepenuhnya prinsip PBAS karena dirasakan bahwa di PBAS Pemerintah akan membiayai proyek yang sebenarnya 'sudah jadi' atau sudah 'siap pakai‘. Kemenkeu sedang menyiapkan regulasi baru, khususnya karena alasan hukum, PBAS dapat berpotensi memerlukan perubahan UU Keuangan Negara, utamanya dalam hal penerapan pembayaran proyek secara multi years dalam APBN. Pihak swasta juga memberikan tanggapan yang positif. Melalui PBAS ini diharapakan pelaksanaan proyek dapat lebih efisien, harga lebih murah dan terjadinya transparansi pengendalian proyek. Dari kacamata perbankan pun, PBAS mendapat sambutan yang cukup baik, karena pembiayaan yang dilakukan akan dijamin sepenuhnya oleh Pemerintah.
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
Slide No. 13
13
13
INVESTASI & PEMBIAYAAN Domestic Capital Market: aset perbankan, industri asuransi, dana pensiun, pasar modal, dan lembaga non-bank, …. Total Aset Perbankan Nasional (Rp. T) Sumber: DS Besar, Bank Indonesia, Juni 2012
Sektor finansial di Indonesia didominasi oleh perbankan yang menguasai 79,5% dari pasar keuangan nasional. Total aset perbankan meningkat cukup signifikan dari Rp. 2.310,6 triliun di akhir tahun 2008 ke Rp. 3.708,7 triliun di bulan Maret 2011. Jumlah bank mencapai 121 buah dengan 13.453 kantor-kantor cabang di Indonesia. Sebesar 70% dari total aset perbankan dikuasai oleh hanya 14 bank komersial besar sementara 47 bank dimiliki oleh investor asing dengan 45,8% pangsa pasar. Pada saat itu total aset pasar keuangan domestik (DCM) diperkirakan mencapai sekitar Rp.4.564 triliun. Kondisi dan komposisi dari DCM Indonesia ini pada tahun 2012 didominasi perbankan komersial yang mencapai 79,5%, diikuti oleh dana asuransi sebesar 8,8% (sekitar Rp. 402 triliun), lembaga keuangan non-bank sebesar 4,4% (sekitar Rp. 200 triliun), dan dana pensiun 3,1% (sekitar Rp. 142 triliun).
Creative Financing atau off-budget financing adalah sumber pembiayaan pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan transportasi yang inkonvensional. Satu dari opsinya adalah Domestic Capital Market, terdiri dari dana yang ada di perbankan, industri asuransi, dana pensiun, pasar modal, dan di lembaga keuangan non-bank.
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019
Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative
Slide No. 14
14
TERIMAKASIH
15