W
buletin
ra
ai
merupakan media informasi sosialisasi demokrasi yang diterbitkan setiap 3 bulan oleh Elpagar (Lembaga Pemberdayaan Pergerakan Rakyat), bekerjasama dengan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) dan Kemitraan.
SUSUNAN REDAKSI Penanggung Jawab : Furbertus Ipur (Direktur Elpagar) Pemimpin Redaksi : Muhammad Isa Redaktur Pelaksana : Ar Irham Sidang Redaksi : Furbertus Ipur, Muhammad Isa, Ar Irham Tim Liputan : Yooce Febrina Tutkey, Jodia Sekar FL. Kontributor : Peserta Sekolah Demokrasi Desain Visual : Rudy Fransiskus Alamat Redaksi : Jalan Karya Baru Kompleks Pondok Agung Permai Nomor A1 Pontianak 78121 Telepon: (0561) 6580420 Email:
[email protected] Situsweb: sekolahdemokrasi.elpagar.org Redaksi menerima kiriman artikel/opini dan pemasangan iklan layanan masyarakat.
EDITORIAL
Pemimpin Penentu Pola Demokrasi Bangsa
B
ayangkan seandainya setiap manusia Indonesia memegang satu benang dan jarum rajut. Secara bersama-sama tiap rakyat Indonesia merajut bendera merah putih. Supaya terbentuk rajutan bendera yang diinginkan, tentu perlu berembuk terlebih dahulu bagaimana caranya menyatukan rajutan. Pasti rumit! Perlu perhitungan tepat dan pola yang disepakati bersama. Siapa mengerjakan apa dan kapan saatnya rajutan itu digabung. Walaupun tangan bekerja masing-masing, pada dasarnya merajut bersama dengan sikap rela mengikuti kesepakatan dan bersama, tentang perhitungan serta pola rajutan bendera merah putih. Seperti itulah cara kita merajut masa depan demokrasi Indonesia. Tak bisa sendiri. Takkan bisa berpola jika tak patuh pada aturan. Tak bakalan membentuk pola bendera merah putih, jika masing-masing mengedepankan ego pribadi dibanding kepentingan bersama. Rajutan masa depan demokrasi yang diinginkan akan semakin cepat terwujud, apabila tiap manusia Indonesia tidak hanya diam. Pemimpin menjalankan perannya dengan baik, mendengarkan kesulitan rakyatnya. Sebaliknya rakyat jangan hanya mengeluh tak bisa “me rajut” tanpa mau belajar “merajut”. Kalaulah memang benang dan jarum tiada, mintalah kepada pemimpin. Mintalah kepada pemimpin yang mampu menyediakan benang dan jarum itu. Jangan berharap bisa diberi benang dan jarum kepada pemimpin masa bodoh. Analogi ini adalah prinsip utama dalam memilih pemimpin di alam demokrasi. Pilihlah pemimpin yang paham “pola rajutan masa depan demokrasi Indonesia”. Salah pilih pemimpin, bisa jadi rajutan masa depan demokrasi bangsa ini menjadi kacau. Tentu sulit dan menghabiskan banyak waktu nantinya mengurai benang-benang kusut akibat salah rajut. Beruntung jika pemimpin selanjutnya mau bersusah payah mengurai kekeliruan kerja pemimpin sebelumnya. Andaikan pemimpin baru sama keliru dengan sebelumnya, makin rusaklah pola rajutan masa depan demokrasi Indonesia. Pelajarilah sosok seperti apa pemimpin yang paham pola rajutan masa depan demokrasi Indonesia. Rakyat mau belajar, pemimpin harus lebih mau belajar dan mengajari rakyat. Sikap menghargai pemimpin akan tumbuh secara alami, jika pemimpinnya tidak sok menga jari. Pemimpin yang baik akan terbentuk melalui proses belajar secara baik dan benar. Kalaulah rakyat cerdas, tentu mampu memilih sosok pemimpin seperti itu. Pilihlah pemimpin yang mau belajar dan bekerja untuk rakyat! Mestinya kita sadar untuk tidak menjadi manusia Indonesia yang hanya diam, membiarkan saja benang dan jarum rajut di tangannya, namun tentunya berharap rajutan bisa segera selesai. Itu mimpi namanya! Tanyakan apakah saya dan Anda adalah manusia Indonesia yang hanya diam? Semoga saja tidak, dan semestinya kita bertekad untuk tidak menjadi manusia seperti itu. Siapapun kita, sadarilah bahwa kita wajib merajut masa depan demokrasi. Pela jarilah cara merajut demokrasi, lalu praktikkan dalam hidup sehari-hari. Ingatlah, demokrasi bukan hanya tentang Pemilu. Demokrasi adalah kemauan kita melihat, mendengar, dan menghargai perbedaan. Redaksi
DAFTAR ISI 3-4
8
Merajut Masa Depan Demokrasi
Pilkada Sanggau dan Nilai-nilai Demokrasi
LAPORAN UTAMA 5
OPINI
Kiprah Perempuan dalam Era Globalisasi 6
OPINI 8
RESENSI FILM
Kisah Perjuangan Tanpa Lelah
VOX POPULI
9
7
Nelson Mandela Tinggalkan Warisan Cemerlang
Seperti Apa Caleg Idaman Anda?
OPINI
Pontok yang Mulai Terlupakan
2
Wai
ra
CERITE KITE
10
RUANG KITA
Paham Pemilu, Prasyarat Wajib Caleg 12
GALERI FOTO
Inaugurasi Alumnus Sekolah Demokrasi Sanggau 2013
LAPORAN UTAMA
Merajut Masa Depan Demokrasi Menghayati Bhinneka Tunggal Ika juga mengakui tidak mudah untuk ikut dalam proses belajar, hingga hanya 37 orang yang lulus dari 45 orang peserta. Suasana keakraban memenuhi ruangan aula Hotel Grand Narita. Peserta Sekolah Demokrasi, para undangan termasuk alumni SD angkatan sebelumnya, telah menjalin keberagaman untuk merayakan kelulusan yang juga merupakan pintu gerbang baru untuk para lulusan. Beragam kostum nusantara dikenakan peserta SD 2013 sesuai pengakuan dan pilihan mereka. Dominasi oleh baju adat suku Dayak tidak serta merta menutup pesona baju adat suku lain. Mulyadi memakai baju kebesaran etnis Tionghoa, “Karena sebentar lagi tahun baru Cina, Imlek, sebagai orang demokrasi kita menghargai tetangga,” katanya, sebab ia mengenakan baju di luar suku/etnis kelahirannya. Sedangkan Fera Sukowati, yang mengenakan baju adat Minang mengatakan “Saya
kan orang Jawa, pingin ngerasain budaya lain aja, ternyata menarik juga.” Beragam alasan diutarakan dari para peserta yang berpakaian berbeda, mulai dari alasan keturunan campuran suku yang berbeda, mengikuti adat suami/istri, masalah biaya, tidak ada yang muat, hingga merasa bangga telah menjadi bagian dari lingkungan adat di Sanggau. Upacara inaugurasi dibuka dengan berdoa bersama kemudian menyanyikan lagu Tanah Air dengan khidmat. Momentum khas pada inaugurasi Sekolah Demokrasi Sanggau yaitu pembagian plakat kelulusan dengan mencium ben dera merah putih terlebih dahulu. Berbaju adat nusantara, satu per satu peserta SD 2013 maju layaknya penghayatan Bhinneka Tunggal Ika menjunjung persatuan dari negara merah putih. Selingan acara lainnya ialah pemutaran video proses belajar di Sekolah DOK. SEKOLAH DEMOKRASI SANGGAU
A
khir dari sesuatu pasti membuka awal yang baru. Akhir dari suatu masa belajar, membuka masa baru untuk menerapkan pembelajaran. Inaugurasi pada 17 Januari 2014 sebagai akhir dari masa belajar Sekolah Demokrasi Sanggau angkatan III/ 2013, tetapi bukan suatu akhir dari demokrasi itu sendiri. Wisuda 37 orang peserta Sekolah Demokrasi Sanggau tidak semata-mata untuk selebrasi, mereka diutus untuk menjadi agen-agen perubahan demi perjuangan demokrasi di sekitar me reka bahkan untuk Kabupaten Sanggau yang mereka tinggali. Wakil Bupati sekaligus Bupati terpilih Sanggau periode 2014-2019, Paolus Hadi bahkan mengatakan kekuatan politik alumnus Sekolah Demokrasi dapat “mengacaukan” Sanggau dengan pengetahuan yang didapat selama setahun belajar, jika diarahkan pada hal yang negatif. Beliau
Wai
ra
3
DOK. SEKOLAH DEMOKRASI SANGGAU
LAPORAN UTAMA
Demokrasi, persembahan lagu-lagu dan puisi oleh para undangan. Selebrasi tersebut sekiranya dapat menggambarkan sukaria masyarakat menjadi warga negara yang bebas merdeka di negara demokrasi. sifat menghargai perbedaan sebagai suatu energi untuk lebih memacu positifitas, bukan sebagai pemacu kekacauan. Dari keberagaman kebiasaan, cara berpikir, cara bertindak, maka akan memperkaya pengetahuan untuk membangun yang terbaik. Berangkat dari empat pilar yang berbeda, peserta Sekolah Demokrasi diharapkan dapat menyatukan orientasi tujuan dalam membangun daerah yang menjunjung demokrasi. Furbertus Ipur, selaku Direktur Elpagar, dalam kata sambutannya pada awal acara mengindikasikan hal-hal pendukung tersebut. “Saya percaya tanpa kerjasama, tanpa koordinasi, tanpa komunikasi yang jelas dari 4 pilar ini, niscaya pertumbuhan di sebuah daerah; mau pertumbuhan ekonomi, perbaikan kualitas jaminan sosial, mau perbaikan kualitas pelayanan publik, mau perbaikan kualitas tingkat kesehatan dasar, pendidikan dasar, niscaya sulit sekali berkembang.”
4
Wai
ra
Unsur-unsur penting demokrasi adalah kerjasama, koordinasi, komunikasi, diharapkan dapat diterapkan oleh alumni-alumni Sekolah Demokrasi Sanggau yang sekarang telah berjumlah 107 orang. Paolus Hadi juga mengatakan agar para alumni dapat berpikir secara komprehensif, bisa mengkritik sekaligus mampu memberikan solusi yang konstruktif. Terutama pada isu-isu lokal di Kabupaten Sanggau. Menjelang momen pesta demokrasi, Pemilu legislatif dan Pemilu presiden, pemilih-pemilih kritis akan semakin menuntut kriteria-kriteria calon pemimpin yang beragam. Penanganan berbagai permasalahan negara di bawah pemerintahan presiden dan masalahmasalah lokal di daerah oleh kepala daerah saat ini, menjadi tolak ukur masyarakat untuk menilai. Pertanyaan pada masing-masing permasalahan tentang ketidakadilan, ketimpangan, ketidakjelasan, tanggungjawab, dan responsif dari pemerintah membuat masyarakat tidak puas dengan pemerintahan di bawah kepemimpinan sese orang. Walaupun sejatinya manusia tidak akan pernah bisa puas.
Aksi reaksi, demonstrasi, protes, pemogokan yang dilakukan masyarakat semata-mata dilakukan untuk mencapai pemenuhan kebutuhan bersama. Pemimpin negara yang baik hendaknya mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang terbaik bagi bangsanya. Alumni Sekolah Demokrasi sekiranya ialah bagian dari kaum kritis, pemilih-pemilih cerdas dalam setiap pemilihan umum. Fera Sukowati menuturkan bahwa calon presiden idamannya adalah sosok yang tidak idealis, yang tidak perfeksionis, tapi presiden yang lebih intelek. Diungkapkan oleh Damianus Toyo bahwa presiden idamannya seperti sosok Jokowi, yang rendah hati, mau terjun langsung ke masyarakat. “Presiden idaman bagi saya itu adalah presiden yang benarbenar bisa menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan sesuai asas-asas Undang-undang Dasar, sesuai dengan asas demokrasi. Seorang presiden harus dapat membuktikan bahwa dia benarbenar hidup di negara yang berepublik dan negara yang berdemokrasi Pancasila,” ujar Willybrodus Ramli dengan mengenakan busana adat Dayak yang gagah. (yooce tutkey & jodia sfl.)
OPINI
Kiprah Perempuan dalam Era Globalisasi Pransiska Friskila Alumnus Sekolah Demokrasi Sanggau Angkatan III ranan sosok Raden Ajeng Kartini di masa perjuangannya saat itu. Sosok Kartini merupakan salah satu tokoh perempuan Indonesia yang berjuang demi membela kaum perempuan dari marginalisasi pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya. Sebuah perjuangan yang lebih sering dikenal dengan “ emansipasi”, memiliki makna yang sangat dalam, terlebih makna emansipasi sering kali berkaitan erat dengan eksistensi perempuan di masa kini yang dapat dikatakan sedangkan lebih maju ketimbang era perjuangan dulu. Terlepas dari hal tersebut, konteks pemaknaan Hari Kartini saat ini cen derung mengalami pergeseran dan teredukasi. Bila kita meninjau realita, Hari Kartini seringkali diidentikkan dengan pemakaian kebaya, sanggul, dan kegiatan-kegiatan yang cenderung semakin mengkerdilkan esensi makna
yang sesungguhnya. Dalam kerangka demokrasi, sistem yang justru sekarang dipertanyakan, adalah tidak terjebak menjadi “ pemadam kebakaran” atas kebijakan kapitalisme, tidak terjebak mengambil peran publik namun dengan meninggalkan peran domestik dalam keluarga dan peran publik. Perempuan memiliki peran strategis de ngan menanamkan kecerdasan politik pada masyarakat. Dalam konteks perubahan dunia sekarang, perempuan memiliki peran untuk terlibat dalam perjuangan politik. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan intelektual yang seimbang dan se tara, antara perempuan dan laki-laki. Se hingga perempuan juga mampu mewarnai demokratisasi di Indonesia. Namun tidak melupakan peran dan kewajibannya sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya dan istri untuk suaminya. NET
P
eristiwa 10 November 1945 merupakan momentum sejarah yang mengingatkan kita pada perang antara Indonesia dan Belanda, yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. Peristiwa ini salah satu contoh perjuangan demokrasi karena merupakan bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan atas warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Tak dapat dipungkiri Indonesia memiliki pahlawan-pahlawan emansipasi. Salah satunya adalah Raden Ajeng Kartini. Beliau yang lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara adalah salah satu pelopor perjuangan “ emansipasi” wanita khususnya kaum pribumi. Berbicara mengenai perjuangan perempuan tentu kita tidak lepas dari pe
Wai
ra
5
VOX POPULI
M
emperhatikan kepentingan rakyat dengan tujuan kesejahteraan rakyat, jangan hanya menggembar-gemborkan janji palsu, mewujudkan janji-janjinya ketika terpilih, dan berkepribadian yang menghindari segala niat yang tidak baik seperti korupsi. Mariana, Guru SMP
Seperti Apa Caleg Idaman Anda? Y
ang bertanggung jawab, peduli akan kepentingan kaum marjinal dan minoritas, mengutamakan kepentingan umum serta tidak berpihak pada pemodal. Juga tidak memonopoli hanya untuk kepentingan mayoritas. Isidarius Suharto, Petani Bisa membangun, berkomitmen, dan bisa mempraktikkan nilai demokrasi dengan sebaik-baiknya. Willybrodus Ramli, Swasta
Bertanggung jawab, jujur dan adil. Akuilina Buntat, Petani Bertanggung jawab, bisa membangun Sanggau, dan mementingkan kepentingan bersama. Yustina Riani, Swasta Memikirkan kepentingan masyarakat banyak, berjiwa sosial, berbuat tanpa pamrih. Lorensius Bustami, Swasta Bertanggungjawab dengan omongan, tanggungjawab, berprinsip, amanah, dan profesional. Hermiati, Guru Honorer Down to earth, mau blusukan, dan memiliki fast response. Fera Sukowati, Guru SMA
6
Wai
ra
OPINI
Pontok yang Mulai Terlupakan Yos Sudarso Alumnus Sekolah Demokrasi Sanggau Angkatan III
P
ontok adalah tempat nenek mo yang pada zaman dahulu, memuja atau meminta berkat atau perlin dungan dari segala bahaya dan meminta rezeki. Karena zaman dahulu nenek moyang belum mengenal Tuhan namun cara atau kata-kata mereka mengucapkan mantra. Doa permohonan kepada Sang Pencipta cuma caranya saja yang berbeda tapi maksud dan tujuannya sama. Pontok bisa kita jumpai di Dusun Tatae Keladan dan Dusun Engkode Kecamatan Mukok Kab Sanggau, depannya di jalan raya lintas Entibuh. Menurut Pak Tapa (35) warga Dusun Tatae Keladan RT 10 RW 03 Desa Engkode, pontok itu setiap selesai panen padi atau sering kita sebut pesta Gawai Dayak selalu diakhiri acaranya atau penutupan acara gawai di pontok. Namun pontok di zaman sekarang bukan untuk kita berdoa tetapi hanya memberI sesaji atau makanan pada Roh atau penunggu pontok yang ada disitu menurut kepercayaan masyarakat setempat kata Pak Palarius Aban (33) Kepala Dusun Tatae Keladan yang sudah lama tinggal di RT 8 RW 3 Desa Engkode. Di pontok terdapat banyak bermacam-macam barang yang ada disitu seperti kayu yang berbentuk patung, ada botol, mangkok, piring, gelas dan masih banyak lagi benda-benda yang lain yang kelihatan aneh dan sudah berpuluh-puluh tahun ada disimpan disitu kata pak Yulius Pau (58) warga Desa Engkode yang juga menjabat sebagai Mentri Adat Desa Engkode yang saat ini tinggal di RT 6 RW 2 Desa Engkode. Selesai Gawai Dayak, tiga hari berikutnya orang berbondong-bondong pergi ke pontok untuk memberikan sesaji kepada leluhur yang ada di pontok dan masyarakat pun membawa makanan dan minuman ke pontok dan mereka makan dan minum bersama di pontok. Mereka memberikan ucapan syukur dan terimakasih kepada Yang Maha Kuasa, cuma dalam bentuk adat istiadat lama tambah ibu Sesilia Iyok (36) ibu dua anak yang juga seorang perangkat desa Engkode. Pontok itu tidak tahu kapan persisnya benda-benda itu ada di situ, yang jelas benda-benda yang ada di pontok
itu sudah berumur sekitar puluhan tahun bahkan ratusan tahun kata pak Ajon (37) kepala Desa Engkode yang tinggal di RT 6 RW 3 Desa Engkode. “Pada saat saya masih kecil pontok itu sudah ada,” tutur bapak dua anak tersebut. Pontok pada zaman sekarang sudah tidak terlalu diutamakan lagi, paling hanya satu tahun satu kali masyarakat datang ke situ kata pak Arek (56). “Pada zaman modern ini orang lebih mengutamakan dalam bentuk berdoa kepada Sang Maha Kuasa yang bisa dilakukan di tempat ibadah dan juga acara syu
kuran di rumah masing-masing,” tutur Pak Lapin (35) tokoh masyarakat Dusun Tatae Keladan. Jadi keadaan dan situasi pontok sekarang ini nampak tidak begitu dirawat, dan masyarakat setempat sudah mulai tidak begitu percaya dengan benda yang unik dan benda-benda sesaji. Zaman sudah semakin maju dan berkembang dengan Iptek, jadi hanya orang tua yang masih ada percaya itupun tinggal sedikit orang, mungkin 10 tahun kedepan atau belasan tahun kedepan pontok itu bisa hilang dan tidak dipakai lagi.
Humor Politik Kesalahan Prosedur Penyelamatan Tentara Tujuh orang prajurit tewas dibantai tentara separatis dan beberapa orang prajurit disandera. Maka segera dilakukan operasi untuk mencari prajurit yang masih disandera. Karena prajurit yang disandera tidak ditemukan, maka komandan lapangan emosi dan akhirnya menghajar para pemuda yang diduga anggota separatis hingga empat orang tewas dan puluhan orang babak belur. Komandan lapangan akhirnya ditahan karena dituduh salah prosedur. Panglima tentara menjenguk dan bertanya pada komandan lapangan. Panglima: “Kenapa kamu menyalahi prosedur?” Mayor Jono: “Karena semuanya tutup mulut, Jendral.” Panglima: “Biarpun mereka tutup mulut,sebaiknya kita sabar saja. Sekarang TNI lagi disorot, jadi harus hati-hati.” Mayor Jono: “Bagaimana nggak emosi, Tujuh anak buah saya tewas, dan lima prajurit lagi sedang disandera dan disiksa. Apakah Jendral akan tinggal diam jika menjadi saya?” Panglima: “Ya!!!” Mayor Jono: “Gila! Jendral sudah gila!!!” Panglima: “Saya tidak gila Mayor, Saya pakai akal yang logis. Pertama, tentara sedang disorot, kedua, warga sekitar masih trauma akibat operasi ini. Ketiga... “ Mayor Jono: “Yang ketiga apa Jendral?” Panglima: “Pajurit kita masih buaanyak!!” Mayor Jono: “????!!!!!” (net)
Wai
ra
7
OPINI
Pilkada Sanggau dan Nilai-nilai Demokrasi Hermina Anggiana Alumnus Sekolah Demokrasi Sanggau Angkatan III
D
alam kerangka demokrasi, pelaksa naan Pemilu merupakan momentum yang sangat penting bagi pembentukan pemerintahan dan penyelenggaraan negara periode berikutnya. Pemilu, selain merupakan mekanisme bagi rakyat untuk memilih kepala pemerintahan, juga dapat dilihat sebagai proses evaluasi dan pembentukan kembali kontrak sosial politik. Pilkada Kabupaten Sanggau yang berlangsung tanggal 19 September 2013 lalu adalah perwujudan dari nilai-nilai demokrasi yang nyata. Dari lima pasang calon, pasangan PHYO mengungguli persentase perolehan sua ra sebanyak 54,55 persen (menurut versi KPU Kabupaten Sanggau). Hal ini tak lepas dari peran masyarakat yang dinilai makin menunjukkan peningkatan partisipasi dalam Pemilu. Pada kenyataannya, Kabupaten Sanggau termasuk baik dan relatif sangat plural dalam hubungan antar komunitas dan emosi keagamaan. Pilkada langsung yang baru lewat, memberi peluang bagi masyarakat
untuk menggunakan hak sipil politik (sipol) secara lebih baik tanpa harus diintimidasi oleh kepentingan-kepentingan elite politik. Dalam proses tersebut berbagai indeks demokrasi ditegaskan pengaturan seperti pemantapan kehidupan konstitusionalisme, promosi dan perlindungan HAM, kekuasaan kehidupan yang merdeka, otonomi daerah, pemilihan umum yang jujur dan adil secara langsung baik pemilu legislatif, DPD, presiden/wakil presiden serta Pilkada. Dalam konsolidasi dan penguatan demokrasi, Pilkada langsung menjadi pilar yang memperkukuh bangunan demokrasi secara nasional. Terlaksananya Pilkada langsung menunjukkan adanya peningkatan demokrasi karena rakyat secara individu dan kelompok terlibat dalam proses melahirkan pemerintah atau pejabat negara. Sanggau bangga mengukir sejarah. Kemenangan Paolus Hadi dan Yohanes Ontot adalah kemenangan masyarakat Sanggau dalam menentukan pemimpinnya lima tahun ke depan. Dengan membuat perbe-
daan yang jelas, kematangan birokrasi Yohanes Ontot dan semangat muda Paolus Hadi akan membawa kabupaten Sanggau bangkit, maju dan terdepan menuju arah yang lebih baik, responsif terhadap aspirasi masyarakat, mampu mengartikulasikan isu-isu, program dan janji-janji kampanye menjadi sebuah kebijakan publik yang akuntabel. Kesuksesan Pilkada Kabupaten Sanggau tak lepas dari peran serta masyarakat dan instansi-instansi terkait dalam menciptakan suasana yang kondusif menjelang pilkada, saat berlangsungnya, dan setelah pelaksanaan. Kesepakatan damai yang diamini calon bupati dan wakil bupati Sanggau periode 2014-2019 berisikan sembilan 9 poin. Kesepakatan ini juga merupakan jalinan semangat dan kerjasama calon bupati dan wakil bupati 2013 beserta tim kampanye untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam pemilu langsung, demi persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
RESENSI FILM NET
Kisah Perjuangan Tanpa Lelah
F
ilm ini didedikasikan untuk mantan Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan yang sangat giat dalam memperjuangkan hak-hak keadilan di muka bumi ini, khususnya untuk orang-orang kulit hitam. Ia adalah orang Afrika Selatan berkulit hitam pertama yang memegang jabatan tersebut dan presiden pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung, dalam Pemilu multiras. Film Mandela: Long Walk to Freedom
8
Wai
ra
adalah kisah kehidupan Nelson Mandela yang diangkat dari buku biografi berjudul sama yang ditulis sendiri olehnya. Di film ini kita akan melihat bagaimana profil, perjuangan, dan kehidupan yang dilewati Nelson Mandela. Apalagi Mandela pernah dipenjara selama 27 tahun di Pulau Robben. Penjara ini sangat terkenal akan kekejamannya. Perjuangan Nelson Mandela harus ditiru oleh para generasi muda sekarang ini. Nelson Mandela menghembuskan nafas
Produser : Anant Singh Sutradara : Justin Chadwick Penulis Naskah : William Nicholson Aktor dan Aktris : Idris Elba, Naomie Harris, Mark Elderkin, Carl Beukes, Tony Kgoroge, Riaad Moosa, Zolani Mkiva, Jamie Bartlett, Lindiwe Matshikiza, Deon Lotz, Terry Pheto, Robert Hobbs terakhir tepat di pemutaran film ini, Jumat (6 Desember 2013) waktu Indonesia. Pemutaran film diadakan di ibukota London dan dihadiri oleh Pangeran William serta istrinya Kate Middleton. Keluarga Mandela hadir di sana yakni dua putrinya. Yayasan Nelson Mandela memutar film ini mengatakan dua putri Mandela tiba-tiba saja bergegas pulang ke Afrika Selatan. William dan Kate mendengar wafatnya Mandela langsung menyatakan bela sungkawa. Me reka menonton film hingga selesai, mengaku bangga dunia pernah memiliki seorang pejuang kemanusiaan tidak lelah memperjuangkan kesetaraan warna kulit dan ras, dampaknya sangat besar bagi sejagat. (net)
CERITE KITE
Nelson Mandela Tinggalkan Warisan Cemerlang
N
BLOG.SOLARCITY.COM
elson Mandela alias Madiba, tokoh politik utama Afrika Selatan, simbol perjuangan anti-apartheid wafat, dalam usia 95 tahun dengan meninggalkan warisan cemerlang dalam menegakkan perdamaian, rekonsiliasi dan keadilan. Ketika ayah Nelson Mandela, Gadla, membaptis putranya dengan nama “Rolihlahla” Juli 1918, ia mungkin tak mengira betapa nama itu akan menjadi penghormatan bagi anaknya. Dalam bahasa suku Xhosa, Rolihlahla secara harafiah berarti “dia yang mematahkan batang pohon“. Secara umum, ini juga bisa diartikan “si pembuat jengkel“. Para pendukung Mandela di Afrika Selatan tahu seberapa jengkel para lawan dibuatnya oleh lelaki yang dengan penuh kasih mereka panggil “Madiba“ ini. Madiba adalah nama marga Nelson Mandela. Rejim apartheid yang dilawan menjebloskan si Rolihlahla selama 27 tahun ke penjara. Terkenal juga kata-kata Mandela pada Proses Pengadilan Rivonia tahun 1964, dimana ia didakwa bertanggung jawab atas lebih 150 aksi sabotase dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. “Saya siap mati,” ucap aktivis itu di akhir 4 jam pledoinya yang membongkar kebusukan pemisahan rasial di Afrika Selatan. Ia memang berulang kali membuat jengkel berbagai pihak. Nelson Mandela terkenal di universitas sebagai pemimpin protes mahasiswa. Dia juga pernah menghindari kawin paksa dengan
melarikan diri ke Johannesburg, tempat ia mencemplungkan diri dalam dunia politik. Mandela tahun 1944 bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (ANC). Empat tahun kemudian Partai Nasional mengambil alih kekuasaan dan secara resmi melembagakan pemisahan ras. Beberapa tahun, Mandela yang telah menjalankan masa praktek pada sebuah kantor pengacara Yahudi, membuka lembaga bantuan hukum pertama untuk orang berkulit hitam pada tahun 1952 di Johannesburg. Perlawanan Bersenjata Menentang Apartheid Pada saat inilah ANC melancarkan rangkaian protes massal dan aksi-aksi pembangkangan sipil terhadap sistim apartheid. Mandela pun memegang peran sentral dalam aksi-aksi tersebut. Setelah ANC dilarang 1961, petinju amatir itu mendirikan sayap militer “Umkhonto we Sizwe” (Tombak Bangsa) dan sebagai komandan gerakan bawah tanah melancarkan berbagai serangan gerilya terhadap lembaga-lembaga pemerintah. Setahun kemudian, 1962, Mandela secara rahasia berangkat ke luar negeri guna menggalang dana dan mendapatkan pelatihan militer bagi kader ANC. Sekembalinya, ia ditangkap dan kemudian digi ring ke pengadilan yang dikenal sebagai Proses Rivonia. Tujuh belas tahun Mandela menjalani hukuman dalam penjara kenamaan Pulau Robben di Capetown. Matanya rusak saat melakukan kerja paksa. Inilah alasan larangan penggunaan lampu blitz saat memotretnya di kemudian hari. Semasa di penjara, ia menggulirkan “Universitas Pulau Robben“ dan memberikan pelajaran membaca dan menulis kepada para narapidana yang buta huruf. Sel no 5 yang ia tempati dulu, kini menjadi lokasi kunjungan utama wisata di Afrika Selatan. Pada 1988, pembebasan Mandela mulai dipersiapkan. Tiga tahun sebelumnya, ia menolak pengampunan yang dikaitkan dengan janji ANC untuk menghentikan perlawanan bersenjata. Rangkaian negosiasi rahasia menyusul dan berakhir dengan pembebasan Mandela pada 11 Februari 1990, setelah ia mendekam 27 tahun di penjara. Kepada massa pendukungnya yang menyambutnya gegap gempita di Capetown, Mandela berseru, “Saya berdiri di depan Anda, penuh kebanggaan dan su-
kacita. Kami telah bebas“. Pembela Bangsa Afrika Pemilihan umum bulan April 1994, yang merupakan pemilihan bebas pertama Afrika Selatan adalah buah kerja keras Mandela menghapus apartheid. Pada 10 Mei 1994, Nelson Mandela resmi menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan. Iapun segera memfokuskan upayanya pada rekonsiliasi suku dan ras di Afrika Selatan. Bersama dengan Uskup Agung Desmond Tutu, ia mendorong penanganan kejahatan Apartheid dalam Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC). Setelah mundur dari dunia politik aktif, 1999 “Madiba“ menggulirkan sebuah lembaga yang mengemban tugas sosial, khususnya di bidang pengentasan anakanak dan penyakit AIDS. Putranya yang kedua Makghato meninggal dunia pada usia 54 tahun akibat penyakit itu. “Warga Afrika Selatan telah berhasil melawan Apartheid. Sekarang kita berhadapan de ngan ancaman yang lebih besar,” ujarnya ketika itu. Namun kali ini, Mandela bagai bekerja sendiri. Penggantinya Mbeki tidak memiliki perhatian yang sama, juga dalam me ngentaskan kemiskinan. Slogan ANC 1994 “Kehidupan lebih baik bagi semua orang “ hanya dipenuhi bagi sekelompok kecil elit. Korupsi yang meraja lela, kriminalitas dan kurangnya lapangan kerja kini mengancam bangsa itu. Afrika Selatan Kehilangan Panutan Moral Di panggung internasional Mandela tampil sebagai mediator dalam perang saudara di Burundi. Secara terbuka, ia juga melancarkan kritik atas politik Irak yang dijalankan oleh Amerika Serikat dan Inggris. Penyandang hadiah Nobel Perdamaian yang mencintai sepakbola ini, tahun 2004 juga berperan membawa pertandingan Piala Dunia ke Afrika. Kematian cicitnya, Zenani pada malam sebelum pembukaan pertandingan Piala Dunia 2010 memperburuk kesehatan mantan Presiden itu dan sejak itu spekulasi mengenai kesehatannya kerap mencuat. Dunia kehilangan seorang pejuang kebebasan dan tokoh negara dengan kematian Nelson Mandela, dan negaranya Afrika Selatan kehilangan seorang tokoh panutan yang kerap menunjukkan jiwa kemanusiaan yang kokoh. Karenanya ada kekhawatiran, bahwa ANC bisa melangkah ke arah yang sama dengan gerakan pembebasan lainnya di Afrika, yang kemudian berkolusi dan menyalahkangunakan kekuasaan. (dw)
Wai
ra
9
RUANG KITA
Paham Pemilu, Prasyarat Wajib Caleg
P
bupaten/kota. Data tersebut mencakup 2.545 izin pemeriksaan untuk anggota DPRD Kabupaten/Kota dan 431 anggota DPRD tingkat provinsi. Izin pemeriksaan dikeluarkan kepada para wakil rakyat sebagai terdakwa, tersangka, maupun saksi. Tercatat, izin pemeriksaan terbanyak dikeluarkan untuk kasus korupsi. Untuk tingkat dewan kabupaten/kota, izin pemeriksaan kasus korupsi 349 kasus (33,24%). Sedangkan untuk provinsi, kasus tertinggi juga kasus korupsi yakni sebanyak 361 kasus (83,76%). Selanjutnya, Ditjen Otda Kemendagri, pada minggu keempat Februari, juga mengumumkan bahwa anggota legislatif yang terjerat korupsi di DPRD kabupaten/ kota tercatat sebanyak 431 orang dan DPRD Provinsi 2.545. Jumlah itu 6,1 persen dari total 18.275 anggota DPRD se-Indonesia. Sedangkan kepala daerah yang terjerat kasus hukum pun terus bertambah, dari 524 daerah otonom sudah lebih 50% yang terjerat kasus hukum. Kemendagri meramalkan, hingga
akhir tahun 2013 total kepala daerah yang terjerat kasus dapat korupsi mencapai 300. Sejak 2004 sampai Februari 2013, sudah ada 290 kepala daerah, baik gubernur/bupati/walikota yang terjerat hukum. Pencegahan korupsi dapat dimulai dari pemahaman, dialog dan diskusi mengenai aturan yang relevan dengan kinerja pemerintahan dalam sistem demokrasi. Wakil rakyat yang ideal tentunya memiliki kualifikasi berimbang baik dari pengetahuan, kemampuan, serta kepribadian. Tidak heran, saat ini masyarakat mengelu-elukan sosok wakil rakyat rendah hati yang tanggap dengan situasi. Media mulai menyorot sosok-sosok yang sekiranya dinilai ideal, sehingga masyarakat menciptakan indikator-indikator tersendiri akan sosok pemimpin idaman. Akan tetapi, meningkatnya jumlah calon legislatif untuk pemilihan tahun 2014 belum dapat dipercaya memiliki kualitas dan kecakapan secara ideal. Tidak semua calon mempunyai DOK. RAWAI
artisipasi masyarakat dalam demokrasi dapat dimulai dengan membunuh keinginan untuk acuh tak acuh dalam pemilu dan menepis keinginan untuk menjadi golput. Data KPU menunjukkan dari tahun 1999 hingga 2009, partisipasi masyarakat terhadap pemilu berkurang hingga 30%. Sungguh disayangkan. Kejenuhan dan kekecewaan rakyat terhadap pemilu barangkali adalah penyebab turunnya angka partisipasi tersebut. Sedangkan kejenuhan dan kekecewaan itu berasal dari kesaksian nyata rakyat melihat bagaimana pemimpin dan wakil rakyat mengkhianati harapan rakyat. Korupsi, kolusi, nepotisme terulang kembali dengan nama yang berbeda. Politik dinasti merajai wilayah tertentu, korupsi menggurita hingga ke berbagai jabatan pemerintahan. Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), pada akhir April tahun lalu juga merilis, sepanjang tahun 2004 hingga 2012, sudah dikeluarkan izin pemeriksaan terhadap 2.976 anggota dewan provinsi dan ka-
10
Wai
ra
NET
RUANG KITA
pengetahuan yang memadai soal syarat dan prasyarat Pemilu, apalagi pengetahuan mengenai sistem pemerintahan. Kegiatan dialog publik dan lokakarya “Konsolidasi Demokrasi Sanggau” tanggal 4 dan 5 Oktober 2013 yang diselenggarakan oleh Elpagar dan Komite Komunitas Demokrasi Sanggau (KKDS) bekerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sanggau diikuti oleh 25 orang calon legislatif yang terdiri dari alumni dan peserta Sekolah Demokrasi, guna menyatukan para caleg untuk menggali dan mengisi informasi lebih dalam mengenai Pemilu. Pada kegiatan tersebut dapat disimpulkan, masih ada beberapa calon legislatif yang belum memiliki cukup pengetahuan pra Pemilu. Aturan mengenai kampanye, prosedur memilih, dan berbagai hal teknis lainnya. Walaupun dengan adanya beberapa aturan tambahan dan pembaharuan dari KPU, tetapi tetap saja ada keterkejutan dari para caleg pada aturan lama. Melesetnya persepsi caleg tentang kampanye hanya dengan modal uang, persuasi, dan gambar diri, membuat tujuan utama kampanye dan pemilu
bergeser. Pemilu sebagai salah satu indikator penting sistem demokrasi menjadi hal yang yang penting untuk kita evaluasi bersama. Tujuan Pemilu adalah mengumpulkan suara-suara bebas kepada wadah/sosok yang sejatinya mewujudkan harapan bersama. Tetapi uang, perputaran modal, dan wajah menjadi hal utama yang disorot dan dipentingkan dalam kampanye. Apabila kita memahami tujuan Pemilu yang sebenarnya, maka akan kita temukan demokrasi. Uang dan berbagai modal pendekatan hanyalah alat transanksi, kecil nilainya dibandingkan menipu dan menyengsarakan masyarakat. KPU sebagai penyelenggara Pemilu berkewajiban menyampaikan informasi aturan, Undang-undang, tata cara kampanye hingga prosedur teknis. Sehingga dapat disaring calon-calon legislatif yang berkualitas sesuai prasyarat. Sedangkan bagi caleg, penting untuk menyaring informasi dan berpikir kreatif supaya terpilih tanpa banyak menipu masyarakat. Modal berpikir kreatif dan cerdas menyampaikan tujuan adalah langkah
efektif daripada sekedar bersandar pada uang dan benda untuk meyuap rakyat. Karena rakyat butuh disuap hingga akhir hayat, bukan sementara. Aktor-aktor demokrasi lokal yang masih terpisah-pisah hendaknya disatukan dengan tujuan mulia di dalam konsolidasi. Persaingan yang tidak sehat bukan lagi jalan yang bijaksana untuk memenangkan suara. Perbedaan cara pandang tidak lagi dilihat sebagai pembeda, tetapi sebagai kekayaan ide murni yang mampu dihasilkan sebagai manusia yang berpikir. Seorang politikus modern akan bersaing dengan ambisi yang mulia karena dirinya sebagai salah satu bagian masyarakat yang tidak akan terpisahkan dari hasil tujuan politik itu. Mendiskreditkan lawan politik baik dari identitas, kemampuan, maupun kelakuannya adalah hal paling keji yang harus kita hindari sebagai manusia yang beradab. Selain itu caleg yang berkonsolidasi juga mampu mengabaikan ego demi kepentingan masyarakat, rendah hati, melawan segala kecurangan, menjunjung pluralisme, berpegang pada berbagai disiplin ilmu dan hati nurani. (yooce tutkey)
Wai
ra
11
Galeri Foto
Inaugurasi Alumnus
FOTO-FOTO: DOK. SEKOLAH DEMOKRASI SANGGAU
Sekolah Demokrasi Sanggau 2013
12
Wai
ra