PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA ASPEK KELEMBAGAAN TRADISIONAL (Studi Kasus Pada Lembaga Desa Adat/Banjar dan Subak Di Desa Beraban Kabupaten Tabanan)
COMMUNITY EMPOWERMENT IN TRADITIONAL INSTITUTIONAL ASPECT (Case Study at Village Institution of Adat/Banjar and Subak in Beraban Village Tabanan Regency)
KADEK MURIADI WIRAWAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2007
PEIVIBERDAYAAN MASYARAKAT PADA ASPEK KELEMBAGAAN TRADISIONAL (Studi Kasus Pada Lembaga Desa Adat/Banjar dan Subak Di Desa Beraban Kabupaten Tabanan)
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Adiministrasi Pembangunan
Disusun dan diajukan oleh
KADEK MURIADI WIRAWAN
Kepada
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2007
TESIS
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA ASPEK KELEMBAGAAN TRADISIONAL (Studi Kasus Pada Lembaga Desa Adat/Banjar dan Subak Di Desa Beraban Kabupaten Tabanan)
Disusun dan diajukan oleh
Prof. Dr. Hamka Napi Ketua
Prof. Dr. Muh. Nur Sadik, MPM
Bulkis Daud, MS Anggota
Prof. Ur. dr. Abdul Razak Thaha, M.Sc
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda di bawah ini Nama Nomor mahasiswa Program Studi
Kadek Muriadi Wirawan P0803206511 : Administrasi Pembangunan
Menyatakan dengan sebcnarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atC!u keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan terse but.
Makassar, Agustus 2007 Yang menyatakan
Kadek Muriadi Wirawan
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas berkat dan rahmat-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Gagasan yang melatari dipilihnya permasalahan ini adalah hasil pengalaman dan pengamatan penulis terhadap lembaga tradisional yaitu desa adat dan subak di daerah penulis, dimana perannya sangat menunjang pembangunan masyarakat. Lembaga tersebut selain dapat menjadi
media
pemberdayaan
masyarakat seperti
pada
kegiatan
pengelolaan lembaga keuangan yang dimiliki yaitu Lembaga Perkreditan Desa (LPD), juga telah dipercaya oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk melaksanakan program pengentasan kemiskinan yang bernama Program Community Based Development (CBD). Selain itu eksistensi lembaga tradisional subak juga telah dapat memelihara rasa persatuan diantara warga subak dan mampu menjaga kelestarian sumberdaya yang dimilik:, sehingga mereka mampu melaksanakan kegiatannya secara mandiri dan juga menjadi media bagi program-program pembangunan dari pemerintah khususnya yang menyangkut bidang pertani2n. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih atas dukungan berbagai pihak. Dukungan yang diberikan sangat berguna bagi penulis terutama selama mengikuti perkuliahan pada Program Pascasarjana Administrasi
Pembangunan
Konsentrasi
Manajemen
Perencanaan
Universitas Hasanuddin Makassar hingga selesainya penulisan tesis ini. Proses penulisan ini telah memberikan pengalaman yang sangat berarti bagi penulis tentang arti "Perjuangan, Tantangan, Cobaan dan Kesabaran" yang selalu menghampiri penulis pada setiap tahapan penulisan
ini.
Oleh
karena
itu
melalui
menghaturkan ucapan terima kasih kepada :
v
kesempatan
ini
penulis
1. Prof. Dr. Hamka Naping, MA dan Dr. lr. Sitti Bulkis, MS selaku Ketua Komisi Penasehat dan Anggota Komisi Penasehat atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat dan penyatuan persepsi terhadap permasalahan penelitian, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan tesis ini. 2. Para penguji yang telah memberikan tanggapan dan masukan kepada penulis selama proses penulisan tesis ini.
3. Pengelola, seluruh stat pengajar dan administrasi pada Program Administrasi Pembangunan Konsentrasi Manajemen Perencanaan Universitas Hasanuddin.
4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan program S-2 dan atas segala bentuk bantuan serta perhatiannya.
5. Kepala Pusdiklat BPS, Kepala BPS Provinsi Bali dan Kepala BPS Kabupaten
Tabanan
yang
telah
memberikan
kesempatan
dan
bantuannya untuk menempuh pendidikan program S-2 dan atas segala bentuk perhatiannya 6. Para pengurus Lembaga Desa Adat, Ketua LPD, Ketua Subak, dan
pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah banyak membantu dalam rangka pengumpulan data dan informasi.
7. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orangtua dan keluarga, isteriku Ni Made Ayu Rika Dwipayanti dan dan buah hatiku I Gede Pasek Mahes Wiryawan yang telah memberikan dukungan moril yang menjadi spirit bagi penulis untuk terus berjuang dan berusaha bagi terselesaikannya tesis ini. Doa dan cinta kalian adalah semangat untuk dapat menyelesaikan tugas ini yang tidak dapat diganti dengan apapun. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mereka yang telah banyak memberikan kontribusinya dalam rangka penyelesaian tesis ini.
vi
1. Prof. Dr. Hamka Naping, MA dan Dr. lr. Sitti Bulkis, MS selaku Ketua Komisi Penasehat dan Anggota Komisi Penasehat atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat dan penyatuan persepsi terhadap permasalahan penelitian, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan tesis ini. 2. Para penguji yang telah memberikan tanggapan dan masukan kepada penulis selama proses penulisan tesis ini.
3. Pengelola, seluruh staf pengajar dan administrasi pada Program Administrasi Pembangunan Konsentrasi Manajemen Perencanaan Universitas Hasanuddin.
4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan program S-2 dan atas segala bentuk bantuan serta perhatiannya.
5. Kepala Pusdiklat BPS, Kepala BPS Provinsi Bali dan Kepala BPS Kabupaten ban~uannya
Tabanan
yang
telah
memberikan
kesempatan
dan
untuk menempuh pendidikan program S-2 dan atas segala
bentuk perhatiannya 6. Para pengurus Lembaga Desa Adat, Ketua LPD, Ketua Subak, dan
pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah banyak membantu dalam rangka pengumpulan data dan informasi.
7. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orangtua dan keluarga, isteriku Ni Made Ayu Rika Dwipayanti dan dan buah hatiku I Gede Pasek Mahes Wiryawan yang telah memberikan dukungan moril yang menjadi spirit bagi penulis untuk terus berjuang dan berusaha bagi terselesaikannya tesis ini. Doa dan cinta kalian adalah semangat untuk dapat menyelesaikan tugas ini yang tidak dapat diganti dengan apapun. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mereka yang telah banyak memberikan kontribusinya dalam rangka penyelesaian tesis ini.
vi
Semoga segala budi baik dan bantuan yang telah diberikan, akan mendapat balasan limpahan rahmat dari-Nya. Akhir kata sangat disadari bahwa dalam tesis ini masih banyak terdapat kekurangan. Segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun akan selalu terima dengan senang hati. Sekali lagi, semoga tesis ini berguna bagi kita semua.
Makassar,
Agustus 2007
Kadek Muriadi Wirawan
vii
ABSTRAK
KADEK MURIADI WIRAWAN. Pemberdayaan Masyarakat pada Aspek Ke/embagaan Tradisional (Studi kasus pada Lembaga Desa Adat/Banjar dan Subak di Oesa Beraban Kabupaten Tabanan (dibimbing oleh Hamka Naping dan Sitti Bulkis). Penelitian ini bertujuan: (1) menggambarkan karakteristik sumberdaya (R), organisasi (0) dan norma (N) pada lembaga subak dan lembaga desa adat terkait dengan pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dan pelak~anaan Program Community Based Development (CBD); (2) menggambarkan proses pemberdayaan masyarakat pada subak dan desa adat terkait dengan pengelolaar. (LPD) dan pelaksanaan Program CBD; (3) menggambarkan kinerja pemberdayaan masyarakat pada subak dan desa adat terkait dengan pengelolaan LPD dan pelaksanaan Program CBD. Penelitian ini dilaksanakan Di Desa Beraban Kabupaten Tabanan. Metode yang digunakan adalah studi kasus yang mewawancarai stakeholders yang terlibat langsung dalam kegiatan di atas sebagai informan. Penentuan informan dilakukan secara sengaja dan teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan tiga alur kegiatan yaitu reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Ha~il
penelitian menunjukkan bahwa karakteristik R-0-N pada subak, dan desa adat terkait dengan pengelolaan LPD dan pelaksanaan Program CBD adalah 3umberdaya yang dimiliki meliputi sumberdaya manusia, fisik dan keuangan. Orgamrasi yang terbentuk sesuai dengan fungsi yang dijalankan yaitu organisasi subak, organisasi LPD dan tim pengelola program (TPP) CBD Desa Adat Beraban. Norma dalam subak norma mengacu pada aturan (awigawig) subak, dalam pengelolaan LPD dan Program CBD secara umum sanksi yang berlaku mengacu pada aturan (awig-awig) desa adat. Namun untuk memperlancar kegiatan tersebut dibentuk pula aturan teknis pelaksanaan berdasarkan kesepakatan anggota. Pemberdayaan masyarakat pada kegiatan subak, pengelolaan LPD dan program CBD dapat dikatagorikan menjadi tiga yaitu penyadaran, pengorganisasian dan penghantaran sumberdaya. Kinerja pemberdayaan masyarakat pada subak mencakup terpeliharanya sikap, perubahan pengetahuan dan keterampilan dan penguatan kelembagaan. Pada pengelolaan LPD terjadi perluasan aset, perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan penguatan kelembagaan. Pada program CBD terjadi perluasan aset, perubahan sikap, perubahan pengetahuan dan keterampilan terutama pada para pengurus desa adat, dan penguatan kelembagaan berupa perubahan nilai dan norma dan penguatan organsisasi.
·--~-·
/r-
-ole I T \'
\ ~.
''=\ ·, \ ,_ ..
'.
.,
.li;
,.. } .t::;' ;'/
... . '•.•
,,
\<:~:~.::. ~ ::·.' ~ ~-;;:;:;',/
ABSTRACT
KADEK MURIADI WIRAWAN. Community Empowerment In Traditional Institutional Aspect (A Case study in Tradition Village lnstitution/Banjar and Subak, Beraban Village, Tabanan Regency (Supervised by Hamka Naping and Sitti Bulkis). This study was aimed to: (1) describe the characteristic of traditional institutional resources (R), organizations (0) and norms among traditional village institutions in relation with village loan institution (LPD) management and implementation of Community Based Development Program (CAD); (2) describe the community empowerment process in Subak and ttraditional village in relation with management (LPD) and implementation of CBD program; (3) describe the performance of community empowerment in Subak and traditional village in relation with LPD management and CBD program implementation. This study was conducted in Beraban Village, Tabanan Regency. This study used a case-study method with descriptive approach by interviewing the stakeholders directly involved in the above activities as informant. The information was determined purposively and analysis technique used was qualitatively descriptive with three activities pattern; data reduction, data display and conclusion drawing. Study results indicated that R-0-N characteristic of Bubjects ar.d traditional village wP-re associated with LPD management, and C8D program implementation was the resources had incluaing human resources, physical and financial. The organization formed was Subak institution, LPD organization and program management team (TPP) CBD of Tr2d!tional Vi:lage Beraban based on the function performed. Norms, generally the prevailing norms in the above activities were referred to the rules (awig-awig) of tradition village However, to make the activities run well, a technical rule for implementation was also established based on members agreement. Community empowerment in subak activities, LPD management and CBD program can be classified into three namely: awareness, organizing, and resources delivery. Performance of community empowerment in subak included the maintenance of behavior, knowledge and skill change and institutional strengthening. In LPD management, there was an asset extension, knowledge change, behavioral change and institutional strengthening. In CBD program, there was an asset extension, knowledge and skill ~l:!a.nge, particularly for tradition village board, and in~tit~tional strengt~Jr;t~~m of values and norms change and organ1zat1onal strengll}~~~~s E.~'.~."i-~· ·,,~ ·1 .. ·:. '.· i .~· ·~.~ "!, ! i rl 0.~~;.
. •.·-: : - . . 17'. ·'"'.,.c<.,
~,F';D"- 1"~ -:
\\\..>" ~
:.,
-....
" .... ..
,/: !f
DAFTAR lSI
Halaman PRAKATA
v
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR lSI
X
DAFTAR T ABEL
XV
DAFTAR GAM BAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
PENDAHULUAN
BAB
BAB
A. Latar Belakang
1
8. Rumusan Masalah
6
C. Tujuan Penelitian
7
D. Kegunaan Penelitian
7
II
TINJAUAN PUSTAKA 9
A. Tinjauan Hasil Penelitian
11
B. Konsep Kelembagaan 1. Pengertian lembaga
11
2. Lembaga desa adat
18
3.Subak
20
X
C. Mekanisme Kerja Kelembagaan
22
D. Pemberdayaan Masyarakat dan Aktivitas Lembaga Lokal dalam Pembangunan
24
1. Pemberdayaan masyarakat
24
2. Aktivitas lembaga lokal dalam pembangunan
31
E. Proses dan Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat
35
F. Kinerja Pemberdayaan Masyarakat
40
G. Kerangka Pemikiran
41
BAB Ill METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
45
B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti
46
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
47
D. Jenis dan Sumber Data
47
E. Teknik Pengumpulan Data
51
F. Tek.nik Analisis Data
51
G. Tahap-tahap dan Jadwa! Penelitian
52
H. Definisi Operasional
53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian
56
B. Lembaga Tradisional Subak
62
1. Karakteristik R-0-N lembaga tradisional subak di Desa Beraban
62 62
a. Sumberdaya
XI
b. Organisasi
66
c. Norma
69
2. Proses pemberdayaan masyarakat pada lembaga subak
71
a. Penyadaran
83
b. Pengorganisasian
85
c. Penghantaran sumberdaya
87
3. Kinerja pemberdayaan pada Lembaga Tradisional subak ·
88
a. Sikap
88
b. Perubahan pengetahuan dan keterampilan
89
c. Penguatan kelembagaan
90
C. Gambaran Umum R-0-N Lembaga Tradisional Desa Adat/ Banjar di Desa Beraban
91
1. Gambaran umum R-0-N Desa adat
91
2. Gambaran umum R-0-N Banjar
94
3. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Berat>an
101
a. Karakteristik R-0-N Lembaga Perkreditan Ossa (LPD) Desa Ad at Beraban
102
a.1. Sumberdaya
102
a.2. Organisasi
103
a.3. Norma
105
b. ·Kegiatan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban
107
c. Proses pemberdayaan masyarakat pada pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Be:-aban
117
XII
c. 1. Penyadaran
118
c.2. Pengorganisasian
121
c.3. Penghantaran sumberdaya
122
d. Kinerja pemberdayaan pada pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban d.1. Perluasan
~set
124 125
d.2. Perubahan pengetahuan dan keterampilan
127
d.3. Perubahan sikap
128
d.4. Penguatan kelembagaan
129
4. Program Community Based Development (CBD) Desa Adat Beraban
129
a. Gambaran umum program CBD
129
b. Karakteristik R-0-N program CBD Desa Adat Beraban
131
b.1. Sumberdaya
131
b.2. Organisasi
132
b.3. Norma
134
c. Proses pemberdayaan masyarakat pada program CBD Desa Adat Beraban
135
c. 1. Penyadaran
136
c.2. Pengorganisasian
143
c.3. Penghantaran sumberdaya
147
c.4. Keberlanjutan program CBD di Desa Adat Beraban
152
XIII
c.5. Analisis terhadap perpaduan R-0-N internal Desa Adat Beraban dengan R-0-N eksternal dari implementasi Program CBD Desa Adat Beraban d. Kinerja pemberdayaan masyarakat pada program CBD
BAB
154
158
d.1. Perluasan aset
159
d.2. Perubahan sikap
161
d.3. Perubahan pengetahuan dan keterampilan
162
d.4. Perubahan nilai dan norma
163
d.5. Penguatan organisasi
164
VI KESIMPULAN
A Kesimpulan
170
B. Rekomendasi
175
DAFTAR PUSTAKA
178
LAMPl RAN
182
XIV
DAFTAR TABEL
Nom or
halaman
1.
Jumlah informan yang diwawancarai
50
2.
Tahap-tahap dan jadwal penelitian
52
3.
Peruntukan lahan Di Desa Beraban dan luasnya Tahun2006
57
Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Beraban Tahun2006
59
5.
Profesi masyarakat di Desa Beraban Tahun 2006
60
6.
Nama tempek, luas sawah dan jumlah anggota subak Desa Beraban Tahun 2006
64
Karakteristik R-0-N dalam Lembaga Subak Desa Beraban
71
Karakteristik R-0-N Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Ad at Beraban
107
Jumlah peminjarn dan besarnya kredit pada LPD Desa Adat Beraban Tahun 2004-2006
120
Karakteristik R-0-N dalam Program CBD Desa Ad at Beraban
135
Jumlah kk yang hadir pada rapat sosialisasi program CBD pada masing-masing banjar di Desa Adat Beraban
140
Jenis kegiatan, jumlah kk miskin dan besarnya dana yang diterima pada Tahap I dalam program CBD di Desa Adat Beraban Tahun 2006
151
Jenis kegiatan, jumlah kk miskin dan besarnya dana yang diterima pada Tahap II dalam program CBD di Desa Adat Beraban Tahun 2006
151
Nama keluarga miskin, asal, besar bantuan dan jenis bantuan serta komentar dalam Program CBD Desa Adat Beraban
160
4.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
XV
15.
Pemberdayaan masyarakat dalam Pengelolaan LPD, kegiatan subak dan Program CBD Desa Adat Beraban
XVI
166
DAFTAR GAMBAR halaman
Nom or
1.
Kerangka Pemikiran Penelitian
44
2.
Struktur organisasi Subak Desa Beraban
68
3.
Struktur organisasi Lembaga (LPD) Dasa Adat Beraban
4.
Perkreditan
Desa
Program Pengelola Tim Struktur organisasi Adat Desa Development Community Based Beraban Tahun 2006
XVII
104
132
DAFTAR LAMPIRAN Nom or
halaman
1.
Struktur dan Susunan Pengurus Desa Adat Beraban
182
2.
Karakteristik R-0-N Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban dan Program CBD Desa Adat Beraban Tahun 2006 dan Lembaga Subak
183
Kinerja Pemberdayaan dalam Pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban dan Program CBD Desa Adat Beraban Tahun 2006 serta kegiatan Subak
185
Lembaga pelaksana Beraban
186
3.
4.
Program
XVIII
COB
Desa
Adat
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pada era orde baru, Pemerintah Indonesia menganut sistem pembangunan
top-down
dengan
pendekatan
sentralistik
sehingga
pembangunan yang dilaksanakan bersifat seragam. Penyeragaman dalam proses pembangunan ini terlihat dengan adanya instruksi dari atas berupa petunjuk pelaksanaan Ouklak) dan petunjuk teknis Ouknis). Selain itu, pembangunan juga kurang memperhatikan aspek-aspek lokalitas (Hikmat, 2004; 137). Keadaan tersebut menyebabkan peran masyarakat menjadi terpiilgg!rkan. Masyarak3t hanya dijadikan objek pemhangunan yang telah dirancang sebelumnya oleh pemerintah. Akibatnya muncul ketimpangan di berbagai bidang kehidupan,
ketidc:~k:pedulian
sosial, melemahnya ikatan-
ikatan kekeluc.rgaan dan kekerabatan. Di sisi lain, pembangunan juga menekankan pada pertumbuhan ekonomi
dan
adanya
dominasi
pemerintah.
Penekanan
terhadap
pertumbuhan ekonomi melahirkan sikap-sikap hedonistik, ketergantungan masyarakat terhadap birokrasi-birokrasi sentralistik dan kepekaan yang rendah untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan lokal. Adanya dominasi pemerintah telah melemahkan inisiatif dan kemandirian masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, baik secara individu
2
maupun secara kolektif. Lemahnya kemandirian masyarakat semakin nyata dengan adanya krisis ekonomi yang kemudian berkembang menjadi krisis multi dimensi di Indonesia (Korten, 1988) dalam (Pusat Studi Pariwisata UGM). Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang disebabkan oleh krisis ekonomi yang berkepanjangan, maka pemerintah harus merubah
strategi
pembangunan
sosialnya
secara
struktural
dari
pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan dan pemerataan menjadi pembangunan yang berpusat pada rakyat (Hikmat, 2004; 162). Salah satu caranya adalah memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat untuk membangun dengan kekuatannya sendiri. Untuk sampai pada tahap tersebut, maka masyarakat perlu diberdayakan. Pemberdayaan masyarakat semakin menjadi topik aktu21 dengan dikeluarkannya UU 32 Tahun 2004 yang menandai era desentralisasi dan otonomi daerah. Otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Otonomi
daerah
menuntut
upaya
peningkatan kapasitas dan penguatan kelembagaan masyarakat. Karena otonomi daerah akan dapat terwujud jika didukung oleh otonomi masyarakat. Menu rut
Hikmat
(2004; 157-160)
strategi
pemberdayaan
masyarakat dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan sistem sosial
3
budaya setempat. Pada prinsipnya program pemberdayaan model ini adalah memberikan suatu kepercayaan akan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat untuk melaksanakan secara mandiri kegiatan-kegiatan yang mencakup permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi dan bagaimana memecahkannya. Menurutnya sistem sosial budaya yang dimiliki oleh berba[lai daerah, sangat potensial untuk mendukung upaya pembangunan. Sistem sosial budaya tersebut tercermin pada pranatapranata atau lembaga tradisional yang· tumbuh dan telah mengakar di masyarakat. Di Daerah Bali, sistem kelembagaan tradisional seperti yang dijelaskan di atas dapat terlihat pada lembaga desa adatl banjar dan sistem subak. Dalam kelembagaan ini terdapat aksi-aksi kolektif yang dilandasi oleh semangat gotong royong dan musyawarah serta adanya norma-norma yang mengikat. Selain itu dalam lembaga tradisional tersebut masyarakat diposisikan sebagai subjek sehingga dapat berperan langsung dalam proses pembangunan. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa kelembagaan tradisional desa adatlbanjar yang ada adalah merupakan contoh community owned governance atau otonomi masyarakat. Hal ini dapat
te~adi
karena di
dalam lembaga tersebut terdapat sumberdaya atau aset kolektif yang mengikat, adanya kepatuhan terhadap norma-norma dan organisasi sosial asli pada tingkat komunitas (Salman dkk, 2002).
4
Pada penelitian tentang kerjasama subak dengan sebuah hotel, dimana subak merupakan lembaga sektoral di bidang pertanian yang menangani masalah pengairan khususnya operasi dan pemeliharaan yang berkaitan dengan air irigasi dan sawah, menemukan bahwa subak adalah suatu lembaga yang bersifat dinamis. Walaupun berbasis Adat Bali yang
kuat
tetapi
dalam
perkemhangannya
ia
tetap
mampu
menyesuaikannya dengan keadaan sehingga keberadaannya tidak hanya sebatas menangani pembagian air kepada petani, tetapi juga dapat mendatangkan nilai tambah dari hasil
ke~asama
dengan pihak hotel.
Kedinamisan lembaga tersebut telah memperhatikan aspek keberlanjutan, sehingga keberadaannya terus dapat dipertahankan dan tidak menjadi sebuah lembaga yang ketinggalan jaman (Suwena dkk, 1999). Di Kabupatsn Tabanan kelembagaan tradisional seperti di atas dapat ditemukan pada tiap desa. Seperti halnya pada Desa Beraban dan juga pada desa lainnya terdapat kelembagaan tradisional diantaranya desa adatlbanjar dan subak yang berdampingan dengan lembaga lokal lainnya. Lembaga tradisional ini memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat yaitu menangani masalah sosial kemasyarakatan dan sosial ekonomi. Khusus dalam bidang sosial ekonomi, peran lembaga tradisional desa adat tercermin dalam pengelolaan lembaga keuangan milik desa adat yang bernama Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Pengelolaan LPD oleh desa adat telah mendorong perekonomian masyarakat melalui
5
penyediaan kredit mikro kepada masyarakat. Selain itu juga meningkatkan semangat untuk berwirausaha dan dapat menjalin rasa solidaritas sosial antara warga asli dan pendatang. Di samping itu mulai Tahun 2006 melalui lembaga Desa Adat Beraban juga telah diimplementasikan suatu program
pengentasan
kemiskinan
yang
yang
bernama
Program
Community Based Development (CBD).
Sementara subak di Desa Beraban keberadaannya telah mampu menjaga rasa solidaritas dan semangat gotong-royong diantara warga subak sehingga dapat tetap bertahan sampai saat ini. Hal di atas menunjukkan bahwa kelembagaan tradisional tersebut dapat berperan dalam pembangunan dan dapat menjadi media untuk memberdayakan anggotanya. Peran lembaga tradisional dalam memberdayakan anggotanya terkait dengan keotonomiannya dalam mengelola sumberdaya (R) yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Selain itu juga terdapat organisasi pengelola (0) yang telah melembaga dan mengakar di masyarakat, serta terdapat norma-norma (N) yang mengikat yang telah mereka sepakati bersama sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kelembagaan tradisional tersebut. Potensi tersebut hendaknya dapat diaktualisasikan dan selanjutnya diubah menjadi gagasan-gagasan strategis sebagai bagian dalam proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat ke depan sehingga dapat
6
memperlancar tugas pemerintah sekaligus mengantarkan masyarakat menjadi pelaku pembangunan. Untuk memberikan gambaran tentang topik penelitian di atas maka tesis ini mengambil judul "Pemberdayaan Masyarakat pada Aspek Kelembagaan Tradisional" .
B. Rumusan Masalah
Peran lembaga tradisional desa adatlbanjar dan subak pada masyarakat di Desa Beraban Kabupaten Tabanan masih cukup kuat dan merupakan media untuk memberdayakan anggotanya. Hal ini tercermin dalam pengelolaan lembaga keuangan yaitu Lembaga Perkreditan Desa (LPD) oleh desa adat dan implementasi Program Community Based Development (COD) Oesa Adat Beraban serta kegiatan subak. Untuk
memberi batasan pada penelitian ini maka pertanyaan penelitian yang dirumuskan adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah karakteristik (R-0-N) kelembagaan tradisional di Desa Beraban Kabupaten Tabanan terkait dengan kegiatan subak, pengelolaan LPD dan implementasi Program CBD.
2.
Bagaimanakah proses pemberdayaan masyarakat yang terjadi dalam kelembagaan tradisional terkait dengan kegiatan subak, pengelolaan LPD dan implementasi Program CBD.
7
3.
Bagaimanakah
kinerja
pemberdayaan
yang
terjadi
dalam
kelembagaan tradisional terkait dengan kegiatan subak, pengelolaan LPD dan implementasi Program CBD.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk: 1.
Untuk
menggambarkan
karakteristik
(R-0-N)
kelembagaan
tradisional yang ada pada masyarakat di Desa Beraban terkait dengan kegiatan subak, pengelolaan LPD dan implementasi Program CBD. 2.
Untuk menggambarkan proses pemberdayaan masyarakat yang te~adi
dalam kelembagnan tradisicnal terl;:ait dengan kegiatan subak,
pengelolaan LPD dan implementasi Program CBD. 3.
Untuk menggamba:-kan kinerja pemberdayaan dalam kelembagaan tradisional terkait dengan kegiatan subak, pengelolaan LPD dan, implementasi Program CBD.
D. Kegunaan Penelitian
Bila tujuan yang diharapkan dapat tercapai, maka dari penelitian ini diharapkan bermanfaat:
8
1.
Sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam upaya melakukan pemberdayaan dan perencanaan pembangunan masyarakat desa agar dapat lebih memanfaatkan kelembagaan tradisional yang telah ada.
2.
Sebagai wahana pembelajaran bagi peneliti untuk lebih mengenali potensi-potensi kearifan lokal yang berkembang di dalam masyarakat
3.
Dapat dijadikan raferensi bagi para peneliti yang benninat meneliti tentang
keterkaitan
antara
pemberdayaan masyarakat.
kelembagaan
tradisional
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Hasil Penelitian
Beberapa penelitian yang dilaksanakan
terkait cengan masalah
kelembagaan adaiah sebagai berikut: Penelitian Tjondronegoro (1990) dalam Syahyuti (2003) terhadap sistem sosial di Sukabumi dan Kendal membedakan bahwa lembaga merupakan bentukan dari masyarakat sendiri sedangkan organisasi cenderung sesuatu yang bersifat formal yang dibentuk dari pemerintah. Dalam pembangunan khususnya untuk
merangsan~
partisipasi
masyarakat lembaga cenderung memenuhi kebutuhan anggotanya sscara langsung sedangkan organisasi tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan dan menginginkan pengaturan yang bersifat rapi sehingga mengurangi peranan anggota secara pribadi. Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitiannya adalah untuk membangkitkan partisipasi masyarakat perlu dihidupkan
kembali
lembaga-lembaga
di
tingkat
dukuh/desa
dan
melepaskannya dengan kekuasaan di atasnya. Penelitian Pranadji (1984) dan Abernethy (2002) dalam Syahyuti (2003) menyatakan bahwa dalam proses pembangunan berencana di suatu pedesaan, pemerintah cenderung membentuk organisasi yang bersifat formal sebagai saluran bagi sebuah program atau proyek dan
10
sarana
pengawasan
yang
bersifat
instruktif.
Pemerintah
kurang
melibatkan lembaga tradisional yang telah ada sehingga hasil dari su&tu implementasi program atau proyek kurang maksimal karena kurangnya partisipasi masyarakat di dalamnya. Sementara Abernethy menyatakan bahwa kelembagaan tradisional memiliki suatu sejarah yang panjang dan terkait
dengan
institusi
keagamaan,
didukung
secara
kuat
oleh
masyarakat dan berbentuk multifungsi. Oleh karena itu pembentui
dan
pendayagunaan
modal
sosial
untuk
memfasilitasi
pengembangan civil society di daeran pedesaan. lni menunjukkan bi:ihwa suatu institusi yang dibentuk dan berasal dad dalam masyarakat itu sendiri mempunyai legitimasi yang lebih kuat dibandingkan dengan suatu iils!itusi yang
dibent•...~k
hanya bersifat untuk kepentingan suatu proyek diluar dari
kebutuhan masyarakat dimana institusi yang dibentuk tersebut berada. Penelitian yang dilakukan oleh Naping (2005) tentang kajian nilai, norma dan hukum tidak tertulis dalam kelembagaan Kombong di Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa, Kombong sebagai salah satu lembaga tradisional terbukti sangat efektif bagi berlangsungnya kegiatan kolektif untuk mewujudkan suatu tujuan bersama dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena kelembagaan ini merupakan
hasil kreasi dari
11
masyarakat lokal dan memiliki kemampuan adaptif serta fungsional yang dinamis. Kekuatan kombong sebagai sebuah kelembagaan terletak pada kepemimpinannya yang mampu menerapkan norma dan hukum tidak tertulis secara konsisten.
B. Konsep Kelembagaan 1. Pengertian lembaga Pengertian lembaga atau organisasi mengacu kepada suatu wadah bagi aktivitas yang terjadi pada suatu masyarakat. Bentuk-bentuk lembaga yang ada dalam kehidupan masyarakat beragam dari yang terkecil seperti rumah tangga dan perkawinan sampai yang terbesar pada tataran dunia yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sugiyanto, 2002; 1). Secara sosiologis menyebutkan bahwa tujuan suatu le"'lbaga adalah memperjuangkan sesuatu yang dianggap bernilai secara kolektif dan bersama. Untuk mewujudkan t•Jjuan dari !(;mbag8, rnaka dalam wadah tersebut akan dapat kita temukan norma-norma (peraturan yang berlaku untuk menunjuk pada bagaimana seseorang harus berbuat pada situasi tertentu) dan nilai-nilai (pendapat umum tentang sesuatu yang baik, benar, adil, sopan dan sebagainya) yang menjadi pengatur perilaku anggota masyarakat pada suatu aktivitas hidup tertentu dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun antar kelompok dengan kelompok (Kuntjara, 2006; 12).
12
Aturan ini dapat muncul dari suatu perilaku yang berulang, bersifat stabil sehingga lama kelamaan akan dapat menjadi suatu nilni dalam masyarakat. Hal ini dipertegas oleh Summer (1906) dalam Hastuti (2004; 1) yang menyatakan bahwa suatu kelembagaan merupakan suatu proses yang bertahap, dan membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi norma yang dapat 11"'9ngatur perilaku masyarakat. Kelembagaan bermula dari kebiasaan (folkways) yang meningkat menjadi suatu budaya (custom), kemudian berkembang menjadi tata kelakuan (mores), dan akhirnya matang ketika berperan dan menentukan setiap perilaku masyarakat atau telah menjadi norma (norm) (Syahyuti, 2002 dalam Hastuti, 2004; 2: Uphoff, 1986; 9: Salman, 2002). Dalam aktivitas masyarakat istilah "kelembagaan" dan "organisasi" sering dipertukarkan dan kadang-kadang membingungkan. Secara umum hubungan antara keduanya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: 1) terdapat suatu lembaga yang bukan merupakan organisasi; 2) terdapat organisasi tetapi bukan merupakan suatu lembags dan 3) lembaga yang sekaligus juga adalah suatu organisasi dan sebaliknya (Uphoff, 1986; 8). Jika dicermati dengan lebih teliti ternyata terdapat beberapa hal yang membedakan istilah-istilah tersebut. Pembahasan tentang lembaga atau kelembagaan, mencakup 5 (lima) hal yaitu: Pertama kelembagaan berkaitan dengan aspek sosial yang bersifat permanen dalam arti berkaitan dengan sesuatu yang rasional dan disadari kebutuhannya dalam suatu masyarakat. Aspek
13
permanen dalam lembaga ini daoat berfungsi sebagai pengontrol dan pengatur perilaku masyarakat. Sehingga apa yang
te~adi
pada suatu
masyarakat cenderung stabil dan teratur. Kedua, lembaga atau kelembagaan berkaitan dengan hal-hal yang
bersifat abstrak seperti nilai, norma, hukum, peraturan, pengetahuan, ideide, kepercayaan dan moral.
Hal-h~l
yang bersifat abstrak tersebut sering
pula dilihat sebagai aspek kebudayaan yang ada pada masyarakat (Cooley dalam Syahyuti, 2003: Koenljaraningrat, 1985; 5). Ketiga, kelembagaan juga berkaitan dengan seperangkat tata
kelakuan (mores). Tata kelakuan yang ada biasanya telah berjalan lama dan menghasilkan keteraturan dalam masyarakat. Tata kelakuan dari masyarakat beserta komponen-komponennya (norma, peralatan dan manusia yang melaksanakan kelakuan yang telah membudaya) ini sering pula disebut sebagai pranata. Jika pranata yang ada adalah serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maka disebut sebagai pranata sosial. Pada prinsipnya baik pranata maupun lembaga sama-sama menekankan pada aspek perilaku dalam suatu masyarakat (Hebding dalam Syahyuti, 2003: Koentjaraningrat, 1985; 14). Keempat, dalam sebuah kelembagaan yang berfungsi sebagai
pengatur perilaku masyarakat maka biasanya diterapkan suatu sanksi terhadap pelanggaran yang
te~adi.
·Sanksi tersebut dapat menjadi
pengontrol perilaku masyarakat dan sanksi tersebut pada umumnya telah diketahui oleh masyarakat itu sendiri (Chinoy dalam Syahyuti, 2003) dan
14
terakhir kelembagaan terkait dengan suatu
cara-cara
pemecahan
masalah. Kelima aspek di atas memiliki inti penekanan terhadap adanya suatu norma-norma yang berfungsi sebagai pengatur dan pengontrol perilaku masyarakat serta mengarahkan kepada tercapainya tujuan-tujuan sosial yang telah disepakati (Hebding, 1994 dalam Syahyuti, 2003). Jika sebuah lembaga lebih menekankan pada aturan, lain halnya deng~n
sebuah organisasi. Di dalam sebuah organisasi yang lebih penting
untuk dicermati adalah adanya struktur dan peran. Pada suatu organisasi peran dari masing-masing individu sudah terdefinisi dengan jelas. lnteraksi dari peran-peran tersebut akan menghasilkan suatu struktur. Struktur yang ada dapat bersifat sederhana maupun kompleks tergantung peran-peran yang terdapat di dalamnya. Seperti halnya kelembagaan, dalam organisasi juga terdapat 5 (lima) penekanan yang perlu diperhatikan. Kelima penekanan tersebut meliputi: pertama, istilah organisasi mengacu kepada adanya saling hubungan yang
te~adi
antar bagian sehingga tercapai suatu kesatuan.
Kedua, organisasi sangat berkaitan dengan aspek peran. Tiap-tiap
bagian dalam suatu organisasi mempunyai peran yang jelas yang akan membentuk kesalinghubungan tersebut. Ketiga, terkait dengan struktur dari organisasi itu sendjri. Struktur
yang dimaksud berkaitan dengan status, posisi, peran serta label (Beal , 1977: Mitchel, 1968 dalam Syahyuti, 2003). Untuk melakukan analisa
15
terhadap suatu struktur dapat dilihat dari bagaimana keanggotaan dicapai dan apa peran dari para anggota, pembuatan
keputusan
dan
serta bagaimana mekanisme
seberapa
tingkat
keformalannya
dan
hierarkhisnya. Keempat, dalam suatu organisasi juga terdapat tujuan selain
struktur dan peran. Pembentukan suatu organisasi sering diawali dengan adanya suatu tujuan yang ingin dicapai. Jadi tujuan menjadi ciri utama dalam suatu organisasi (Johnson, 1960 dalam Syahyuti, 2003) dan terakhir organisasi berkaitan dengan suatu bentuk yang bersifat formal dan dicirikan dengan adanya aturan-aturan tertulis, prosedur, kebijakan, strategi dan sebagainya (Berelson dan Stainner, 1964 dalam Syahyuti, 2003). Bottomore (19?5) dalam Saptana, dkk (2001; 51) menyebutkan terdapat sedikitnya terdapat 5 (lima) sistem kelembagaan yaitu sistem komunikasi, sistem ekonomi, sistem kesepakatan, sistem otoritas dan pembagian kekuasaan serta sistem sosial ritual untuk mempertahankan ikatan-ikatan menyebutkan
sosial bahwa
(social
dalam
cohession).
konteks
Sementara
Uphoff (1986)
manajemen
pembangunan,
setidaknya terdapat enam kategori lembaga lokal, dimana enam lembaga ini dapat diklasifikasi dalam tiga kategori sektor. Pertama, lembaga lokal yang termasuk dalam sektor publik (public sector), yakni administrasi lokal dan pemerintahan lokal. Kedua, lembaga lokal yang termasuk dalam sektor sukarela (voluntary sector), yakni organisasi keanggotaan dan
16
koperasi. Ketiga, lembaga lokal yang termasuk dalam sektor swasta (private
se~tor),
yakni organisasi jasa dan bisnis swasta. Definisi di atas
memberikan penekanan yang sangat penting pada fungsi dan peran kelembagaan dalam mewarnai tata kehidupan masyarakat. Perkembangan kelembagaan
untuk
akhir-akhir
ini
menyebutkan
sering
menggunakan
kelembagaan
dan
istilah
organisasi
(Uphoff, 1986) dalam (Syahyuti, 2003; 113). Hal ini dipertegas oleh pernyataan Mubyarto (1977) dalam (Saptana, dkk, 2001; 51) yang mendefinisikan kelembagaan sebagai organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat baik dalam kegiatan
rutin
sehari-hari
maupun
dalam
usahanya untuk mencctpai tujuan tertentu. Gillin dan Gillin dalam Soekanto, (1932) menyebutkan beberapa ciri umum kelembagaan khususnya kelembagaan kemasyarakatan yaitu: 1) suatu organisasi dari pola-pola pemikiran dan tingkah laku
yang
terwujud dalam aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya; 2) memiliki suatu
tin~kat
kekekalan tertentu; 3) memiliki tujuan; 4) memiliki
alat-alat atau perlengkapan untuk mencapai tujuan; 5) mempunyai lambang-lambang sebagai ciri khas dan 6) terdapat suatu tradisi tertulis maupun tidak tertulis. Dari beberapa uraian di atas maka yang dimaksud kelembagaan adalah seperangkat aturan, norma-norma, kaidah-kaidah dan kebiasaankebiasaan yang ada dalam masyarakat yang mengatur perilaku mereka,
17
yang telah bertangsung dalam jangka waktu yang lama dan akan tetap eksis dan berfungsi untuk melayani suatu pencapaian tujuan kolektif atau bersama yang dianggap bemilai. Di dalamnya juga terdapat aspek keorganisasian yang akan dikaji berdasarkan struktur yang dapat dilihat dari peran yang dijalankan oleh masing-masing komponen dalam suatu lembaga atau organisasi tersebut. E!emen kelembagaan secara umum dapat dike:ompokkan menjadi tiga yaitu: Pertama sumberdaya (resources) yang terdiri dari (sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, keuangan); kedua organisasi (organisation) yang terdiri dari (kepemimpinan, keanggotaan, mekanisme pembuatan keputusan, struktur dan peran) dan; ketiga norma (norm) yang meliputi (aturan formal dan informal yang berlaku). Menurut Salman ( 2005; 36) ketiga unsur atau elemen tersebut
jug~
mmupakan ::;uatu syarat
fundamental dalam pengimplementasian suatu program atau proyek pembangunan. Kelembagaan yang ada dalam masyarakat dapat berupa bentukan dari luar atau berasal dari dalam masyarakat itu sendiri. Suatu organisasi yang
berasal
dari luar bisa saja
menjadi
sebuah lembaga jika
keberadaannya telah diterima secara luas atau telah mengalami suatu proses pelembagaan (Uphoff, 1986; 9). Di dalam masyarakat, umumnya ditemukan
suatu
lembaga
yang
merupakan
bentukan
dari
luar
(pemerintah) dan dari dalam. Untuk membedakan hal tersebut maka penulis menggunakan istilah kelembagaan tradisional terhadap lembaga
18
yang terbentuk dari masyarakat.
lni mengacu kepada pengertian
tradisional yang secara harfiah berarti suatu sikap ata:J cara berfikir serta tindakan yang selalu berpegang kepada suatu tradisi yang berasal dari masyarakat dan berlanjut secara turun temurun. (Depdiknas, 2005). 2. Lembaga desa adat
Kelembagaan tradisional seperti yang d!uraikan di atas hamp!r dapat ditemukan pada tiap daerah di Indonesia. Di Bali, kelembagaan tradisional yang cukup terkenal adalah desa adat dan Subak. Lembaga tradisional desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup dengan kepercayaan setempat dalam ikatan suatu tempat persembahyangan (pura). Desa adat mempunyai wiiayah tertentu, harta kekayaan s&rta
berhak mengurus rumah tangganya sendiri atau bersifat otonom. Unit sosiogeografis desa adat berbasis unit sosiologis, dimana aksi kolektif sosial berbasis pada satu unit yang terdefinisikan secara sosiologis dalam hal ini adalah adanya kesamaan kepercayaan dan menempati suatu wilayah tertentu. Desa adat dibagi menjadi beberapa wilayah yang lebih kecil yang disebut dengan banjar adat, wilayah banjar dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil yang disebut tempek. Keberadaan lembaga ini hampir dijumpai pada setiap desa yang ada Di Bali. Keberadaan desa adat masih sangat kuat dalam mengatur kehidupan pemerintahan desa. Namun kelembagaan pemerintah yang
19
berlaku secara umum di Indonesia (desa dinas) tidak ditolak oleh masyarakat dan keduanya
be~alan
beriringan dan saling mendukung.
Dalam sebuah desa dinas bisa terdapat lebih dari satu desa adat, demikian pula halnya sebuah desa adat dapat mencakup lebih dari satu wilayah
desa
dinas/administratif.
Hal
ini
disebabkan
karena
sosiogeografis desa adat berbasis kepada kepercayaan dan
unit ik~tan
terhadap tempat persembahyangan seperti yang telah disebutkan di atas. Lembaga desa adat mempunyai filosofi yang disebut dengan Tri Hita
Karana.
Filosofi
tersebut
bermakna
adanya
tiga
penyebab
kebahagiaan yaitu terciptanya kebahagiaan akibat adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan. Untuk menjalankan filosofi tersebut, secara umum dalam
dest~
adat
terdapat empat komponen yaitu adanya wilayah, pengurus atau pimpinan, adanya anggota dan tempat untuk memuja Tuhan yang diwujudkan dengan bangunan tempat sembahyang yang disebut pura kahyangan desa. Pengikat anggota adalah nilai, norma, kaidah dan keyakinan sosial
yang disebut awig-awig (aturan umum) baik tertulis maupun tidak tertulis. Selain itu penjabaran dari awig-awig tertuang dalam sebuah aturan yang disebut pararem (aturan detail). Fungsi lembaga desa adat terutama bergerak di bidang sosial kemasyarakatan seperti mengatur masalahmasalah upacara keagamaan dan kegiatan sosial yang meliputi upacara perkawinan, upacara kematian dan sebagainya. Selain bidang sosial
20
kemasyarakatan, lembaga ini juga bergerak di bidang sosial ekonomi yang tercermin dalam pengelolaan lembaga keuangan milik desa adat yaitu Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dan implementasi program pemerintah. Seperti contoh program pengembangan masyarakat seperti pengentasan kemiskinan yang bernama Program Community Based Development (CBD) dan program-program lainnya seperti Program KB.
Melalui kedua kegiatan tersebut terlihat bahwa lembaga desa adat telah turut berperan dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. 3. Subak
Selain lembaga desa adat, lembaga tradisional yang terdapat di Bali adalah lembaga subak. Subak merupakan organisasi tradisional petani pengelola air irigasi yang sudah ada semenjak ratusan tahun yang lalu. Sebuah subak bisa mempunyai lebih dari satu sumber air, dimana biasanya sumber air yang satu merupakan sumber utama dan yang lain sebagai sumber tambahan. Seperti lembaga desa adat dan banjar adat, maka subak juga bersifat otonom yang mempunyai kebebasan dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun dalam berhubungan dengan pihak luar berdasarkan aturan (awig-awig) subak. Subak juga dibagi menjadi wilayah yang lebih kecil yang disebut dengan tempek. Kegiatan subak seperti halnya desa adat juga dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana. Hubungan ini
te~adi
dalam aktivitas kehidupan sehari-
21
hari. Dalam kenyataannya hubungan manusia dengan Tuhan diwujudkan dalam bentuk adanya tempat-tempat persembahyangan (pura subak). Hubungan manusia dengan manusia yang dalam hal ini disebut dengan krama subak diwujudkan dalam bentuk adanya kegiatan atau aktivitas dalam Subak itu sendiri. Sedangkan hubungan antara manusia dengan lingkungan diwuj•tdkan dalam bentuk pemeliharaan dari anggota terhadap areal persawahan beserta segala sesuatu yang berhubungan dengan areal tersebut seperti misalnya saluran-saluran irigasi yang dimiliki. Tujuan dari didirikannya subak adalah terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan anggota subak baik di dunia maupun di akhirat. Dalam kegiatan-kegiatan subak juga dikenal istilah "paras paros sa/unglung sabayantaka" yang berarti saling mendekat, saling menghormati dan
segala masalah dan kesulitan dapat ditangani dan dipikul
bers~ma.
Subak di Bali berdiri sendiri dan terlepas dari organisasi yang lain, seperti banjar, desa dan lain-lain. Orang yang menjadi warga subak tidak mutlak dari suatu banjar/desa tertentu tetapi anggota subak merupakan orang/individu yang memiliki tanah pertanian (sawah) di daerah tertentu. Ada kalanya ada warga dari suatu desa tertentu menjadi anggota subak di desa lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pemilik atau para penggarap sawah tersebut menerima air irigasi dari bendungan yang diurus oleh subak pada wilayah tersebut . Sampai saat ini, keberadaan subak telah terbukti mampu menjaga solidaritas dan rasa gotong-royong yang di antara warga subak. Sehingga
22 dapat menjaga efektivitas pemanfaatan sumberdaya air yang dapat mendukung upaya peningkatan produktivitas di bidang pertanian. Subak juga merupakan wadah bagi munculnya kemampuan di antara warga subak yang diwujudkan dengan kemandiriannya dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki. Dengan demikian lembaga subak juga merupakan media pemberdayaan
be?~i
para anggotanya.
C. Mekanisme Kerja Kelembagaan
Untuk dapat berfungsi dengan baik, sebuah kelembagaan melewati beberapa tahapan.
Tahapan-tahapan ini disebut mekanisme kerja
kelembagaan. Adapun tahapan tersebut adalah: Pertama, penanaman berhubungan
dan
penumbuhan
dengan
tujuan
nilai-nilai yang
ingin
dan
tahap
norma-norma
dicapai.
pembentukan dan pemantapan segi keorganisasian
d:~ri
Kedua,
yang tahap
suatu lembaga.
Ketiga, tahap beroperasinya fungsi-fungsi kelembagaan dihubungkan
dengan tujuan yang ingin dicapai dan keempat, tahap reevaluasi dan penyesuaian secara berkelanjutan antara norma-norma, struktur-struktur dan
fungsi-fungsi
pencapaian
tujuan.
Keempat
tahapan
tersebut
diasumsikan berlangsung dalam suatu siklus berulang. Pada tahap pertama dapat dilakukan dengan cara penyuluhan baik formal maupun informal atau menggunakan media informasi. Hasil dari tahap ini adalah masyarakat menyadari norma terse but. Tahap yang kedua adalah dimana masyarakat tergabung dalam suatu aksi kolektif
23
dalam mengatasi suatu permasalahannya. Pada tahao ini terbentuk suatu struktur
organisasi
beserta
peran-peran
yang
akan
dijalankan.
Keanggotaannya diisi oleh individu-individu yang berasal dari pilihan yang demokratis
oleh
masyarakat
sendiri
serta
mencakup
bagaimana
mekanisme penghantaran sumberdaya yang ada. Tahap ketiga adalah bagaimana struktur organisasi dan sumberdaya menjalankan
fungsinya
sesuai
dengan
y;:~ng
norma-norma
dimiliki dapat yang
telah
disepakati. Pada tahap ini faktor kepengurusan lembaga, terutama dari sisi kepemimpinan dan sumberdaya manusia (SDM) serta sumber-sumber lainnya menjadi sangat berperan. Hal yang paling penting adalah adanya pelibatan SDM lokal karena mereka dianggap paling memahami kondisi yang dihadapi. Tahap keempat adalah tahap penyesuaian norma-norma yang telah ada untuk menghadapi kondisi lingkungan eksternal yang senantiasa berubah. Dengan penyesuaian norma yang
te~adi,
maka
struktur dan pendefinisian tujuan juga harus disesuaikan. (Uphoff, 1986 dalam Modul Pelatihan Petugas HKM, 1999) Menurut Djogo dkk (2003; 5) sebuah kelembagaan bekerja karena adanya aturan-aturan, tingkah laku, kode etik, norma, sanksi atau hukum dan faktor pengikat lainnya antar anggota masyarakat yang membuat orang saling mendukung dan bisa berproduksi atau menghasilkan sesuatu. Selain itu dalam kelembagaan juga
te~adi
kepatuhan yang tinggi
terhadap aturan-aturan yang dijalankan. Kondisi inilah yang dapat merangsang partisipasi dari masyarakat dalam berbagai kegiatan yang
24 dilaksanakan. Seperti disadari bahwa, tidak ada manusia dan organisasi yang bisa hidup tanpa adanya interaksi yang saling mengikat dengan masyarakat atau organisasi lainnya. D. Pemberdayaan Masyarakat dan Aktivitas Lembaga Lokal dalam Pembangunan 1.
Pembqrdayaan masyarakat Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang
memberdayakan
te~emahan
dari to empower. Menurut Webster dan
Oxford English Dictionary, kata empower mengandung dua pengertian
yaitu: 1) to give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain; 2) to give ability to atau enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau
kepercayaan (Hutomo, 2000). Pemberdayaan
masyarakat
(community
empowerment)
awalnya muncul sebagai salah satu strategi mengatasi mengupayakan
keadilan
dan
keberlanjutan
dalam
pada
kemiski~cm dc:~:1
perkP.mbangan
masyarakat. Konsep pemberdayaan melihat bahwa penyebab kemiskinan karena adanya perampasan daya kemampuan (disempowerment) Menurut
Friedman
(1992;33)
penggagas
awal
konsep
pemberdayaan menyatakan bahwa terdapat tiga jenis daya kemampuan pada golongan masyarakat miskin yang terampas yakni: 1) daya sosial, berupa akses pada basis produksi rumah tangga seperti lahan, sumber keuangan, informasi, pengetahuan dan keterampilan, serta partisipasi
25
dalam organisasi sosial; 2) daya politik, berupa akses individu dalam pengambilan keputusan politik, bukan hanya dalam hal memilih melainkan juga dalam menyuarakan aspirasi dan untuk bertindak secara kolektif untuk menentukan masa depannya; 3) daya psikologis, berupa kesadaran tentang potensi diri baik dalam aspek sosial maupun aspek politik. Untuk itu, golongan miskin perlu
dif~silitasi,
didukung dan diperkuat untuk
mengembalikan kekuatannya agar bisa memperoleh ketiga daya yang terampas tersebut. Dalam konsep dan kerangka pemberdayaan, menyarankan bahwa dalam
pembangunan
perlu
mempertimbangkan
aktor
ketiga
yaitu
masyarakat, dimana selama ini praktek pembangunan yang berlangsung cenderung hanya menempatkan dua aktor utama sebagai pelaku pembangunan yaitu pemerintah dan pasar. Untuk itu perlu dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat agar dapat tampil sejajar dengan pemeritah dan pasar sebagai pelaku pembangunan dimana selama ini pembangunan hanya menguatkan negara dan pasar saja (Friedman, 1992 dalam Salman, 2002). Untuk menjadi pelaku pembangunan maka pemberdayaan yang dilakukan terhadap masyarakat sebagai aktor ketiga harus mencakup proses perluasan aset dan kemampuan (capabilities) terutama terhadap rumah tangga miskin. Sehingga dengan peningkatan dan perluasan tersebut diharapkan mereka akan dapat berpartisipasi,
melakukan
negosiasi, mempengaruhi kebijakan serta melakukan kontrol dan dapat
26 meminta pertanggungjawaban dari kelembagaan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pemberdayaan memfokuskan pada perluasan kemampuan dan aset rumah tangga serta upaya penguatan kelembagaan komunitas untuk dapat menjadi pelaku pembangunan dan pada akhirnya kelembagaan pemerintah dan pasar harus dapat menerima kom••nitas yang telah berdaya ini untuk tampil sejajar sebagai pelaku pembangunan atau struktur sosial yang ada harus dapat mendukung tujuan kolektif dari masyarakat (Narayan, 2002; 14: Schumaker, 1992 dalam Hikmat, 2004; 2) Struktur sosial yang dapat mendukung proses pemberdayaan dapat dipandang sebagai depowerment dari suatu sistem kekuasaan atau sistem sosial yang mutlak-absolut (intelektual, religius, politik, ekonomi dan militer). Perubahan struktur sosial daiam sistem sosial masyarakat merupakan
faktor
terpenting
dalam
melaksanakan
pemberdayaan
masyarakat. Hutomo (2000) dan Soetomo, (2006;44-46) menyatakan bahwa pemberdayaan jika dihubungkan dengan masalah struktur sosial dan struktur ekonomi masyarakat dapat dibagi menjadi tiga yaitu: Pertama, pemberdayaan yang hanya berkutat di "daun" dan "ranting" atau pemberdayaan konformis atau lebih dikenal dengan magical paradigm. Konsep ini menganggap struktur sosial adalah sesuatu· yang given sehingga pemberdayaan hanyalah sebuah upaya untuk menyesuaikan kondisi masyarakat miskin dengan sesuatu yang given tadi. Contohnya
27
pemberian bantuan modal, santunan, pembangunan sarana pendidikan dan sebagainya. pemberdayaan
Kedua
yang
berkutat
di
"batang"
atau
pemberdayaan reformis atau naive paradigm. Konsep ini menyatakan bahwa struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada tidak merupakan
masalah,
operasionalnya
justru
sehingga
masalah
perlu
dirubah
terletak
pada
mekanisme
kebijakan
pengambilan
kebijakan dari top-down menuju bottom-up. Ketiga pemberdayaan struktural atau pemberdayaan yang berkutat
di "akar" atau critical paradigm. Konsep ini memandang ketidakberdayaan diakibatkan oleh struktur politik, ekonomi dan sosial budaya yang tidak manyediakan ruang bagi masyarakat lemah untuk berbagi kuasa dalam biciar.g-bidang tarsetJut. Sehingga pemberdayaan yang dilakukan harus merubah sampai kepada struktur yang ada. Menurut Hikmat (2004, 15) permasalahan sosial yang
te~adi
dalam
masyarakat yang menjadikan masyarakat tidak berdaya bukan hanya te~adi
karena faktor internal tetapi juga karena faktor ekstemal (kebijakan
yang keliru, masalah struktural, implementasi kebijakan yang tidak konsisten dan tidak adanya partisipasi masyarakat). Faktor ekstemal tersebut
membuat
masyarakat
kurang
menyadari
potensi
dan
permasalahan mereka yang sebenamya dan berakibat pada kurangnya kemampuan
dan
kepercayaan
diri
mereka
dalam
memanfaatkan
potensinya untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. Oleh karena
28 itu diperlukan desentralisasi penanganan masalah sehingga dalam pelaksanoannya
masyarakat
pembelajaran
mendapatkan
dari
pengalamannya dan diharapkan dapat mengembalikan kemampuan dan kepercayaan dirinya dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi. Pada dasamya proses pemberdayaan masyarakat dapat dalam dua kecenderungan yaitu,
pertama
te~adi
adanya suatu transfer
kekuasaan, kakuatan dan kemampuan kepada masyarakat dan kedua dengan cara mendorong, menstimulasi dan memotivasi individu-individu yang ada di dalamnya agar menjadi lebih berdaya. Upaya pertama disebut kecerderungan
primer
dan
upaya
kedua
disebut
kecenderungan
sekunder. Upaya primer dapat dilakukan dengan membangun aset material guna mendlikur.g pembangunan kemandirian masyarakat melalui organisasi (Oakley dan Marsden, 1984 da!am Hikmat, 2003) dan upaya sekunder dapat dilakukan melalui proses dialog. Kedua upaya tersebut saling terkait dimana upaya primer dapat terwujud jika didukung oleh upaya sekunder (Pranarka dan Vidhyandika, 1996;57). Kecenderungan kedua juga sering disebut dengan istilah konsientisasi atau munculnya kesadaran kritis yang didapat melalui upaya "melihar ke dalam diri sendiri dan setelah itu pelajaran yang didapat digunakan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan menganalisis sendiri apa yang menjadi permasalahan mereka. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, salah satunya dapat ditempuh melalui pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha sadar dalam
29 mempersiapkan seseorang untuk menghadapi masa depannya dengan berbagai kegiatan IJimbingan dan pelatihan. Jadi pendidikan adalah salah satu sarana pemberdayaan. Untuk itu perlu mengkondisikan kehidupan masyarakat agar dapat menjadi sebuah wadah dimana proses belajar itu berlangsung secara terus menerus. Dengan demikian diharapkan akan terjadi interaktif dan dialog serta komunikasi antara individu guna mengatasi permasalahan dan pemenuhan kebutuhan fisik sampai kepada aktualisasi diri (Maslow, 1984 dalam Babari dan Prijono, 1996). Pendidikan
yang
dilaksanakan
tidak
terbatas
hanya
pada
pendidikan formal, tetapi bisa juga pendidikan informal. Oleh karena itu diperlukan suatu
ke~asama
dari semua pihak termasuk melibatkan semua
organisasi kemasyarakatan yang ada. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam proses pemoerdayaan masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi 4 (em pat) yaitu: 1) inklusi dan pa1tisipasi; 2) akses pada informasi; 3) kapasitas organisasi lokal dan 4) profesionalitas pelaku pemberdaya. Pertama inklusi mengacu kepada pertanyaan
siapa yang
akan diberdayakan sedangkan
partisipasi
mengacu kepada pertanyaan peran apa yang akan diberikan kepada masyarakat setelah mereka diberdayakan. Hal ini penting dipertanyakan agar
program
pemberdayaan
menjadi
tepat
sasaran
dan
juga
berkelanjutan dengan memberikan ruang cukup bagi mereka yang sudah berdaya dalam pengambilan keputusan.
30
Kedua akses informasi yaitu aliran informasi yang lancar antara
sesama anggota masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah sehingga dapat menjamin masyarakat mempunyai akses terhadap peluang yang tersedia untuk meningkatkan taraf hidup mereka serta dapat menjadi kontrol terhadap pemerintah. Ketiga kapasitas organisasi lokal merujuk kepada kemampuan
masyarakat untuk mengorganisasikan di1i baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat sehingga dapat memobilisasi sumberdaya yang tersedia dan dapat lebih mudah dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi serta lebih mudah untuk dapat didengarkan suaranya. Keempat
profesionalisme
pemberdaya
mengacu
l<epada
kemampuan yang dimiliki oleh fasilitator yang mampu memahami kondisi dan dapat melakukan tindakan-tindakan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat serta mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap apa yang dikerjakannya (Darwanto, 2003: Narayan, 2002;18). Dari beberapa konsep yang dikemukakan di atas, inti dari konsep pemberdayaan adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memperluas aset dan kemampuan masyarakat khususnya rumahtangga miskin sehingga mereka dapat mengembalikan daya-daya yang terampas yang meliputi daya sosial, politik dan psikologis. Pemberdayaan harus didukung oleh struktur sosial masyarakat dan memerlukan kerjasama dari berbagai pihak.
Selain
itu
pemberdayaan
juga
merupakan
usaha
untuk
31
menciptakan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalahnya sehingga bebas dari ketergantungan. 2. Aktivitas lembaga lokal dalam pembangunan
Konsep pembangunan secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan sosial (social change) yang dilakukan secara sadar, terencana dan berkelanjutan demi eksistensi dan peningkatan mutu kehidupan masyarakat (Syafa'at dkk, 2003;27) Menurut Winoto (1995) dalam Syafa'at, dkk (2003;27) secara konseptual inti dari pembangunan adalah: 1) perubahan terencana (planned change); 2) transformasi struktural (structural transformation); 3)
otonomi (autonomy); 4) keberlanjutan (sustainability) dengan kata lain tujuan dari pembaP.gunan adalah menjaga eks!stensi dari masyarakat. Tujuan pembangunan harus memuat beberapa hal yaitu pertumbuhan (growth),
keberlanjutan
(sustainable),
pemerataanlkeadilan
(equity/equality).
Pembangunan menurut (Bryant and White, 1987; 22-23) adalah peningkatan kemampuan rakyat untuk mempengaruhi masa depannya. Dalam pengertian tersebut terkandung suatu makna bahwa pembangunan selain meningkatkan pertumbuhan juga harus dapat meningkatkan kapasitas dari rakyat. Pembangunan dalam arti peningkatan kapasitas memberikan beberapa implikasi tertentu yakni: Pertama, pembangunan memberikan
perhatian
terhadap
"kapasitas"
yaitu
bagaimana
mengembangkan kemampuan dan tenaga untuk melakukan perubahan;
32
kedua, pembangunan mencakup keadilan (equity). Adanya ketidakadilan
akan
mengurangi
penumbuhan
kapasitas.
kuasa
dan
pemberdayaan
Ketiga,
wewenang
sehingga
dalam
masyarakat
arti akan
mempunyai pengaruh dan pada akhimya dapat memanfaatkan hasil pembangunan. Selain ketiga hal tersebut
pembangunan juga harus
memperhatikan aspek keberlanjutannya. Pemberdayaan masyarakat pada era otonomi sekarang ini haiUs dijadikan fokus dalam upaya-upaya pembangunan. Dengan kata lain bahwa pembangunan harus berbasis kepada masyarakat. Dengan memfokuskan pembangunan kepada pemberdayaan masyarakat maka diharapkan pelaksanaan otonomi akan semakin berkualitas. Pada masa orde baru, pembangunan yang dilakukan lebih mengedepankan lembaga atau organisasi bentukan baru dan kurang mengapresiasi lembaga tradisional yang telah ada di masyarakat karena dianggap kurang memiliki kemampuan dalam bidang transfer teknologi dan
modal.
Teta pi
dalmn
kenyataannya
pembangunan
yang
mengandalkan lembaga bentukan pemerintah ini tidak selamanya berhasil karena beberapa hal misalnya lembaga baru tersebut tidak sesuai dengan kondisi masyarakat setempat atau belum melembaga. Oleh karena itu, dalam pembangunan hendaknya melibatkan semua lembaga lokal yang ada di masyarakat baik yang bersifat formal maupun informal. Lembaga informal dapat berupa lembaga-lembaga tradisional yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Di beberapa daerah
33
lembaga tradisional terbukti lebih efektif dalam merangsang partisipasi masyarakat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ohama (2002) dalam Salman (2002) bahwa pembangunan dalam rangka pemberdayaan masyarakat meniscayakan perhatian pada keunikan lokal. Karena masingmasing lokalitas memiliki kombinasi yang spesifik antara sumberdaya yang dikelole. organisasi yang mengelola dan norma yang dijadikan acuan dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Menurut Uphoff (1986; 3) dan Salman (2005; 5) terdapat lima kategori aktivitas yang dijalankan oleh berbagai lembaga lokal tersebut dalam pembangunan. Pertama, aktivitas yang berhubungan dengan manajemen sumberdaya alam. Termasuk dalam kategori ini adalah: manajemen
irigasi,
pengembangan
hutan
sosial,
manajemen
penggembalaan, manajemen ketersediaan air sungai, dan konservasi tanah. Dalam prakteknya, sebagian aktivitas ini dijalankan oleh lembaga lokal tradisional misalnya subak di Bali. Kedua,
aktivitas yang
berhubungan
dt::ng~n
pengembangan
infrastuktur pedesaan. Termasuk dalam aktivitas ini adalah pembangunan sarana tranportasi, pengadaan tenaga listrik, pengadaan suplai air minum, ketersediaan sarana komunikasi, sektor jasa dan fasilitas lainnya. Dalam pembangunan,
aktivitas
ini
dominan
dijalankan
oleh
lembaga
pemerintahan dan administrasi lokal, ada juga yang melibatkan lembaga swasta dalam berkolaborasi dengan administrasi dan pemerintah pusat.
34
Ketiga,
aktivitas yang
berhubungan
dengan
pengembangan
sumberdaya manusia. Kegiatan ini berhubungan dengan pemenuhan kesehatan dasar, bidang pendidikan, bidang nutrisi dan perencanaan keluarga. Selama ini, lembaga yang terlibat dalam aktivitas ini adalah lembaga pemerintahan dan administrasi lokal, dengan pengambilan keputusan yang hampir sepel"'uhnya di tetapkan di pusat. Dalam perkembangannya, sektor swasta banyak terlibat dalam pendidikan. Keempat,
aktivitas yang berhubungan dengan pembangunan
pertanian. Kegiatannya meliputi produksi, pengadaan sarana produksi, aktivitas pemasaran, pengolahan hasil, dan penyediaan informasi dan teknologi pertanian. Aktivitas inilah yang paling banyak melibatkan kelembagaan bentukan baru, seperti kelompok tani, organisasi P3A, koperasi unit desa, dan sebagainya. Kelima,
aktivitas dalam bidang usaha non pertanian seperti
pengembangan industri kecil, jasa-jasa pedesaan. Aktivitas-aktivitas ini umumnya dijalankan oleh lembaga swasta lokal, yang muncul berpar.gkal pada reakumulasi kapital karena surplus usaha pertanian. Misalnya usaha penggilingan padi merupakan aktivitas yang muncul setelah usaha pertanian mengalami surplus. Atau, usaha angkutan desa oleh wirausaha lokal, yang merupakan hasil diversifikasi usaha akibat surplus pertanian. Ketiga jenis aktivitas pertama tarkait langsung dengan faktor-faktor ekonomi kegiatan produksi, yakni lahan, kapital dan tenaga
ke~a.
Lembaga lokal yang terlibat di dalamnya harus mampu menciptakan
35
kondisi sehingga sumberdaya pedesaan bisa dimanfaatkan secara optimal.
Kategori aktivitas keempat dan kelima berkaitan dengan
ketersediaan produk primer (pangan dan papan), produk sekunder (barang-barang) ataupun produk tertier (berbagai jasa pedesaan). Uraian di atas memberikan gambaran bahwa terdapat beberapa aktivitas yang dapat dimainkan oleh lembaga lokal di masyarakat. Penekanannya
adalah
bahwa
aktivitas
yang
dijalankan
tersebut
hendaknya dapat menjadi media pembelajaran bagi masyarakat sehingga pada akhimya akan dapat menciptakan keberdayaan masyarakat. Dengan keberdayaannya diharapkan masyarakat akan dapat
menginisiasi
::>rogram-program apa yang sesuai untuk dilaksanakan dan sekaligus akan dapat meningkatkan akses terhadap hasil-hasil pembangunan itu sendiri. E. Proses dan Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat
Upaya
pemberdayaan
masyarakat
dapat
ditempuh
dengan
pendekatan yang bersifat partisipasi atau yang disebut pendekatan partisipatif dan pendekatan partisipatoris. Secara harfiah, partisipasi berarti "turut berperan serta dalam suatu kegiatan", "keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan", "peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan". Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai "bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) dalam proses kegiatan yang dilaksanakan. Secara
36
sederhana partisipasi juga berarti keterlibatan satu pihak dalam suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain. Dalam konteks pembangunan, yang dimaksudkan sebagai pihak yang terlibat adalah masyarakat dan pihak yang melakukan kegiatan adalah pemerintah (Salman, 2005; 17; Moeliono, 1997). Partisipasi juga dimaksudkan sebagai keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi
kepada
tujuan
kelompok
dan
berbagai
tanggungjawab
pencapaian tujuan itu (Davis. dkk, 1988 dalam Salman, 2005; 17). Lebih jauh disebutkan bahwa dalam pengertian partisipasi di atas tercakup tiga hal yaitu: 1) keterlibatan mental dan emosional yang m.ambedakan makna partisipasi dari mobilisasi ke keadaan sukarela; 2) ~artis1pasi
kontribusi,
berarti
mendorong
orang
untuk
mendukung/menyumbang kepada situasi tertentu, sehingga berbeda dengan sikap memberi
sesua~u;
3) tanggungjawab, partisipasi mendorong
orang untuk ikut bertanggungjawab dalam suatu kegiatan karena apa yang disumbangkannya itu adalah atas dasar sukarela sehingga timbul self-involve (Salman, 2005; 18).
Dalam pendekatan partisipatif, keterlibatan masyarakat diharapkan tidak hanya terbatas dalam pengertian "ikut serta" secara fisik, melainkan keterlibatan terhadap
yang
masalah
memungkinkan serta
berbagai
mereka potensi
melaksanakan yang
penilaian
terdapat
dalam
lingkungannya sendiri, untuk kemudian menentukan kegiatan yang
37
mereka butuhkan. Keterlibatan masyarakat ini adalah keterlibatan yang mengarah kepada tumbuhnya kemampuan mereka untuk lebih berdaya menghadapi berbagai tantangan hidup tanpa harus tergantung kepada orang lain. Ketika masyarakat semakin kuat, peran orang luar semakin dikurangi. Hal itu menyebabkan pendekatan partisipatif juga disebut dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat (Moeliono, 1997) Pengertian partisipasi iebih menekankan kepada keterlibatan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pihai< luar. Model partisipasi tersebut
telah
dialami
oleh
masyarakat
Indonesia
pada
masa
pemerintahan orde baru. Pada masa orde baru negaralah yang menjadi otoritas
tunggal
dalam
melaksanakan
pembangunan
sementara
masyarakat hanyalah partisipan. Menurut Ohama (2001) dalam
Saima~
(2005; 25) pemberdayaan
dilakukan melalui proses penyadaran dan pengorganisasian masyarakat yang kemudian disebut sebagai persiapan sosial dan terakhir adalah tahap penghantaran sumberdaya. Dalam tahapan tersebut masyarakat diharapkan msnjadi pelaku utama terhadap aktivitas perbaikan kehidupan mereka sementara pihak luar hanyalah fasilitator. Dengan demikian daya kemampuan mereka akan terus meningkat sebagai hasil dari proses belajar berdasarkan pengalaman (experience based learning process). Pendekatan belajar berdasarkan pengalaman ini selanjutnya disebut pendekatan partisipatoris.
38 Penyadaran adalah suatu usaha untuk memfasillitasi agar muncul kesadaran kritis dari masyarakat yang kurang berdaya. Kesadaran kritis yang dimaksud dapat berupa pemahaman terdapat potensi yang dimiliki maupun
kondisi
yang
menyebabkan
te~adinya
kemiskinan
dan
ketidakberdayaan. Memunculkan kesadaran kritis sangat penting bagi masyarakat untuk: 1) klarifikasi masaiah dan identifikasi kebutuhan hid up sehari-hari; 2) pemahaman bahwa masalah yang mereka hadapi terkait dengan struktur sosialnya; 3) refleksi tentang potensi dan hambatan dari segi sumberdaya, relasi, nilai dan norma-norma yang berkaitan dengan masalah mereka; 4) pemikiran tentang adanya struktur sosial yang baru dan; 5) perlunya aksi kolektif dalam memecahi
arena
pelatihan
bemasis
pengalaman;
4)
arena
peningkatan
kemampuan, keterampilan dan sikap dan; 5) perlengkapan sosial untuk mengakumulasi pengalaman dalam aksi dan manajemen secara kolektif. Penghantaran sumberdaya berupa: 1) pemberian bantuan modal; 2) bantuan teknologi tepat guna; 3) pelatihan manajerial; 4) bantuan pelibatan tenaga ahli untuk pendampingan terhadap masyarakat. ldealnya dalam melakukan ketiga tahap di atas masing-masing dibutuhkan pelaku dan perlakuan yang khusus. Biasanya stakeholder yang terlibat adalah dari kalangan LSM, perguruan tinggi dan aparat pemerintah.
39
Jika
dihubungkan
dengan
pemberdayaan masyarakat yang
kelembagaan
te~adi
tradisional,
maka
mengacu kepada model siklus
belajar (learning cycle) yang dikembangkan oleh Kolb (1984). Model ini berpandangan bahwa belajar adalah proses yang berlangsung secara terus menerus dan kontinyu sehingga dapat mendorong perubahan perilaku. Siklus belajar dalam kelembagaan tradisional terjadi da:am satiap tahapan
kegiatan
mulai
dari
identifikasi
masatah,
perencanaan
pemecahan masalah, pelaksanaan, refleksi dan konseptualisasi yang disebabkan karena adanya keterlibatan yang tinggi dari warga komunitas. Akumulasi
pengalaman
mengakumulasi
dalam
pengalaman
berbagai
sehingga
kegiatan
te~adi
akan
pembelajaran
dapat untuk
pemberdayaan masyArakat. (Salman, 2005;89). Masing-masing tahapan siklus belajar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) perencanaan, adalah dimana warga menginginkan adanya suatu perubahan dan bagaimana gambarannya; 2) pelaksanaan, proses dimana warga melaksanakan rencananya dengan menggunakan sumberdaya yang dimilikinya atau bantuan dari luar; 3) refleksi, proses dimana warga menemukan pelajaran penting dari berbagai aktivitas yang dijalankannya dan; 4) konseptualisasi, adalah proses dimana warga memahami pembelajaran yang didapat untuk penyusunan rencana selanjutnya.
40
F. Kinerja Pemberdayaan Masyarakat Dalam
pendekatan
mengemukakan
bahwa
partisipatoris,
pemberdayaan
Salman dilakukan
(2005:28-29)
dalam
rangka
peningkatan kapasitas (capability building) dan penguatan kelembagaan (institutional strengthening) komunitas lokal melalui proses belajar
berdasarkan pengalaman (experience based learning process). Menu rut Narayan (2002;14) peningkatan kapasitas atau kemampuan meliputi perluasan aset terutama masyarakat miskin. Aset tersebut dapat berupa aset individu maupun aset kolektif. Aset yang dimaksud mengacu pada aset-aset
material
sebagainya)
yang
seperti
(lahan,
memungkinkan
perumahan, masyarakat
petemakan untuk
dan
menentukan
pilihannya sendiri. Selain perluasan aset peningkat2n kemampuan juga mencakup perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menggunakan
aset
tersebut.
(institutional strengthening)
Sementara
penguatan
kslembagaan
meliputi perubahan nilai dan norma yang
memihak pada keberoayaan masyarakat dan penguatan organisasi pada komunitas miskin atau tidak berdaya itu sendiri. Hal ini juga didukung oleh Me Ardle (1989) dalam Craig dan Mayo ( 1995; 50) yang menyatakan bahwa suatu masyarakat sudah dikatakan
berdaya apabila, mereka dapat mencapai tujuan bersama melalui suatu mekanisme self-help, atau usahanya sendiri, melalui pengetahuan, keterampilan dan sumberdaya yang dimiliki, dan tidak terlalu tergantung kepada sumberdaya yang berasal dari Juar.
41
G. Kerangka Pemikiran Sebuah lembaga dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam lembaga tersebut masih dapat ditemukan aksi-aksi kolektif yang dilandasi oleh semangat gotong royong dan
musyawarah
Kelembagaan
serta
beke~a
adanya
norma-norma
yang
mengikat.
karena adanya aturan-aturan, tingkah laku, kode
etik, norma, sanksi atau hukum dan faktor pengikat lainnya sehingga membuat orang saling mendukung, berpartisipasi dan bisa berproduksi atau menghasilkan sesuatu. Partisipasi
masyarakat
berupa
pemanfaatan
unsur-unsur
pembangunan yang ada pada lembaga tersebut. Unsur pembangunan yang dimaksud berupa tersedianya sumberdaya, aturan-aturan da!am pengelolaan sumberdaya dan organisasi pengelola. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan unsurunsur
pembangunan
tersebut
dimulai
dari
identifikasi
masalah,
perencanaan pemecahan masalah, pelaksanaan, pemantauan serta pemanfaatan
hasil
yang
terjadi
secara
kontinyu
sehingga
dapat
mengakumulasi pengalaman yang pada akhirnya akan dapat menciptakan keberdayaan masyarakat. Seperti
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya,
peran
lembaga
khususnya lembaga tradisional desa adat dan subak yang ada Di Bali masih sangat kuat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Keberadaan
42
subak telah mar1pu menjaga efektivitas penggunaan sumberdaya air yang dapat mendukung
peningkatan produktivitas di bidang pert:mian.
Lembaga subak juga merupakan wadah bagi peningkatan kemampuan warga subak sehingga mereka dapat mengelola sumberdaya yang dimiliki secara mandiri dan berkelanjutan. Sementar:: lembaga tradisional desa adat perannya dalam bidang sosial ekonomi diwujudkan melalui pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dan implementasi Program Community Based Development (CBD). Pengelolaan LPD yang dilaksanakan oleh lembaga telah mampu mendorong
perekonomian
masyarakat
melalui
penyediaan
dan
kemudahan dalam hal akses permodalan bagi masyarakat. Selain itu lmplementasi Program CBD melalui desa adat adalah salah satu upaya dari pemerintah untuk dapat memberdayakan masyarakat sekaligus dapat mengentaskan kemiskinan di selu.-uh wilayah dimana program tersebut dijalankan.
lmplementasi
program
CBD juga telah
mempengaruhi
sumberdaya, organisasi dan norma yang sebelumnya telah ada pada lembaga desa adat. Seluruh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di atas pada akhirnya bertujuan
untuk memperluas aset dan meningkatkan kemampuan
masyarakat. Perluasan aset yang dimaksud mengacu pada aset-aset material seperti perluasan modal usaha.
Peningkatan kemampuan
mengacu kepada adanya peningkatan serta perubahan dari pengetahuan, sikap, keterampilan, perubahan kesadaran dan daya organisir dalam
43
menggunakan aset tersebut. yang memungkinkan masyarakat untuk memecahkan rnasalah dan menentukan pilihannya secara mandiri. Berdasart
serta
proses
pemberdayaan
yang
terjadi
sekaligus
kinerja
pemberdayaan pada kegiatan lembP.ga tradisional subak dan desa adat melalui pengelolaan LPD oleh desa adat dan implementasi Program CBD .
di Desa Beraban Kabupaten Tabanan. Secara konseptual kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
44 Lembaga Tradisional Di Desa Beraban
I Lembaga Subak (R-O-N)
Lembaga Desa Adat Beraban (R-O-N)
Pemerintah Provinsi Bali (Program CBD Tahun 2006) (R-O-N)
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban Pemberdayaan masyarakat dalam lembaga subak
(R-O-N)
Pemberdayaan masyarakat dalam Pengelolaan LPD Desa Adat Beraban
Proses pemberdayaan masyarakat - Penyadaran - Pengorganisasian - Penghantaran sumberdaya
I Kinerja Pemberdayaan masyarakat: - Perluasan aset - Perubahan pengetahuan - Perubahan sikap - Perubahan keterampilan - Penguatan kelembagaan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran penelitian
BAB Ill METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah merupakan jenis penelitian kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif dengan metoda studi kasus. Pendekatan deskriptif yang digunakan bertujuan untuk memberi gambaran tentang karakteristik sumberdaya (R), organisasi (0) dan norma (N) dan proses pemberdayaan masyarakat yang beserta
kine~a
te~adi
pemberdayaan pada kelembagaan tradisional desa adat
dan subak yang ada di Desa Beraban Kabupaten Tabanan. Penelitian ueskriptif
dimak~udkan
sebagai upaya untuk mela!
mengenai fenomena sosial dengan jalan mendeskripsikan unsur-unsur yang terkait dengan masalah penelitian. Penelitian ini memfokuskan pada kegiatan yang dilaksanakan oleh kedua lembaga tradisional di atas. Kegiatan tersebut berupa pengelolaan LPD oleh desa adat, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh subak serta implementasi Program Community Based Development (CBD) Desa Adat Beraban. Metoda
studi
kasus
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
disebabkan karena tipe pertanyaan yang digunakan adalah "bagaimana". Peneliti memfokuskan pada karakteristik R-0-N lembaga tradisional yang
46 berkaitan dengan pengelolaan LPD, implementasi Program CBD dan subak.
Peneliti juga memfokuskan
pada
analisis tentang
proses
pemberdayaan masyarakat dan kinerja pemberdayaan yang terjadi di masa kini yang terjadi terkait dengan kegiatan tersebut, sehingga peneliti tidak mempunyai kontrol terhadap peristiwa yang akan diteliti karena berkaitan dangan suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi syarat sebuah metoda studi kasus. Menurut Yin (2003) metoda studi kasus dapat digunakan dengan mempertimbangkan tiga hal yang merupakan syarat penelitian studi kasus yaitu: 1) tipe pertanyaan penelitian seperti "bagaimana" atau "mengapa"; 2) peneliti kurang memiliki kontrol terhadap peristiwa yang akan diteliti dan
3) fokus penelitianr.ya pada fenomena masa kini. Oleh karena itu, metoda studi kasus diterapkan dalam penelitiail ini. Untuk menggambarkan proses pemberdayaan yang terjadi pada subak juga digunakan strategi emik yaitu dengan terlebih dahulu menanyakan apa yang dipahami dengan berdaya oleh warga subak. Selanjutny2 data yang dikumpulkan disesuaikan dengan keterangan yang diperoleh. B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti
Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan, maka dalam hal ini peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam melakukan
47 pengumpulan data dengan melakukan wawancara
dan observasi
langsung di lapangan serta studi dokumen. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengamat penuh karena tidak pemah terlibat secara l::mgsung maupun tidak langsung dalam proses-proses ataupun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga tradisional tersP,but. C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 1 (satu) bulan yaitu Bulan Juli 2007 di Desa Beraban, Kabupaten Tabanan. Pemilihan desa tersebut adalah secara sengaja sesuai dengan kasus yang ingin diungkap pada penelitian ini dengan beberapa pertimbangan yaitu: Di Desa Beraban kelembagaan tradisional cukup ber!)eran dalam masyarakat. Hal ini ditunjukkan pada pengelolaan lembaga keuangan dan implementasi Program CBD oleh kelembagaan tradisional tersebut. Selain itu Di Desa Beraban juga dapat ditemukan lembaga subak yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini. D. Jenis dan Sumber Data
Data yang diambil dalam penelitian ini meliputi : Pertama Data primer yaitu data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian baik melalui observasi, wawancara, dan catatan lapangan. Data primer dikumpulkan dari Lembaga desa adat, Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat,
48
subak, instansi terkait yaitu Dinas Pertanian dan Dinas Koperasi dan Masyarakat Desa Beraban. Data yang dikumpulkan berupa: a. Data Sumberdaya (R) yang dimiliki oleh Lembaga Desa/Banjar Adat Desa Beraban terutama yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan LPD, implementasi Program Community Based Development (CBD) dan kegiatan subak yang meliputi data: 1) sumberdaya fisik yaitu bangunan, lahan atau alat-alat yang dirniljki oleh lembaga tradisional desa adat terkait dengan pengelolaan LPD, pelaksanaan program CBD dan kegiatan subak; 2) sumberdaya manusia berupa jumlah anggota dalam kegiatan tersebut dan sumberdaya keuangan berupa sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh lembaga desa adat terkait dengan pengelolaan LPD dan pelaksanaan prCJgram CBD serta kegiatan subak. Organisasi (0) yang berupa struktur dan oeran yang menjadi pelaku dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan dan Norma (N) berupa aturanaturan yang berlaku dalam Lembaga Desa/Banjar Adat dan Subak terse but. b. Untuk menggambarkan proses pemberdayaan masyarakat yang
t~rjadi
dalam kelembagaan tradisional Desa/Banjar Adat dan Subak data dan informasi yang dikumpulkan meliputi kegiatan pengelolaan Lembaga Perkreditan
Desa (LPD), Program Community Based Development
(CBD) dan Kegiatan Subak Di Desa Beraban.
49
c. Kinerja
pemberdayaan
masyarakat
berupa:
1)
peningkatan
kemampuan (perluasan aset berupa bertambahnya modal masyarakat, perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat sebagai hasil
dari
kegiatan
yang
dilaksanakan)
dan;
2)
penguatan
kelembagaan meliputi perubahan nilai dan norma berupa penambahan aturan-aturan yang berlaku serta penguatan organisasi seperti pembentukan kelompok serta; 3) pendapat masyarakat tentang kemudahan akses terhadap sumber keuangan, peningkatan lapangan kerja
dan sebagainya.
Data dan informasi yang dikumpulkan
disesuaikan dengan tujuan dari
masing-masing
kegiatan
yang
dilaksanakan. Sumber data primer adalah para informan yang merupakan tokoh masyarakat
set~mpat
dalam lembaga tersebut. lnforman juga diambil dari
instansi yang terkait dengan lembaga tradisional tersebut yang berasal dari Dinas Pertanian, dan Dinas Koperasi Kabupaten Tabanar. masingmasir.g satu orang, serta dari beberapa masyarakat setempat yang dipilih secara sengaja yang memahami dan terlibat langsung dalam proses tersebut. Data pada lembaga subak, dipilih salah satu subak yang ada di Desa Beraban dengan pertimbangan informan dari subak yang dipilih lebih mudah ditemui di lapangan, keterbatasan waktu penelitian yang ada dan kegiatan subak yang relatif sama. Berikut ini disajikan jumlah informan yang diwawancarai, yang tertuang dalam Tabel1 di bawah ini.
50
T abel1 No
yang d'1wawancara1 1 J urnIahI norman lnforman
Jumlah lnfonnan {Orang)
•
• • •
Kepala Sekretaris Bendahara FM
2
• •
Kaur Pemerintahan: 1 orang Kaur Pembangunan: 1 orang
•
Pemerintah
2
•
Dinas Koperasi : 1 orang Dinas Pertanian: 1 orang
Pengurus dan Penggunajasa LPD
8
• •
Ketua : 1 orang Pedagang kain : 1 orang Pedagang nasi : 1 orang Pengusaha batako : 1 orang Wawancara sepintas dengan 4 orang pedagang makanan dan minuman kecil
Pengurus Desa Adat dan Fasilitator masyarakat {FM)
3
2
Desa Dinas
3
4
1
Keterangan
• • •
5
6
Penerima bantuan dana CBD
5
Lembaga subak
4
Jumlah
24
•
: 1 orang : 1 orang : 1 orang : 1 orang .
•
Bantuan temak: 3 orang Modal usaha warung : 2 orang
• •
Ketua : 1 orang Warga subak : 3 orang
-
Kedua, Data sekur.der, data yang diperoleh melalui publikasi dan
dokumen yang ada pad a lembaga tradisional tersebut.. Data berupa sumber-sumber keuangan, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam lembaga tradisional dan tahap-tahap kegiatan yang dilaksanakan terkait dengan implementasi Program CBD Desa Adat Beraban dan data tentang jumlah pengguna kredit pada LPD. Selain itu data berupa gambaran tentang lokasi penelitian yang meliputi kondisi geografis, keadaan penduduk serta aspek-aspek lain yang
51
menyangkut kondisi dan keadaan wilayah penelitian yang diperoleh dari Kantor Desa Beraban. E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1) Studi do'
primer. Teknik ini dilakukan dengan mengajukan seperangkat pertanyaanpertanyaan secara verbal kepada informan yang dijawab secara langsung. Wawancara dilakukan di tempat kerja ataupun di tempat tinggalnya; 3) Observasi, digunakan untuk melengkapi data primer, berupa kegiatan pengamatan langsung mengenai kcndisi empirik di lokasi penelitian sehingga diperoleh gambarc:n nyata fenomena yang terjadi secara obyektif. F. Teknik Analisis Data
Untuk menjawab semua pertanyaan penelitian maka, analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif melalui tiga tahapan yaitu: 1) Reduksi data, adalah pemilahan data yang diperoleh dari lapangan, selanjutnya ditarik pokok-pokok penting yang terkait dengan topik penelitian; 2) Display data, berupa penyajian data yang ditampilkan dalam bentuk gambaran dan tabel: a) karakteristik R-0-N kelembagaan tradisional yang
52
ada pada masyar1
te~adi
dalam kelembagaan tradisional tersebut; c) kinerja pemberdayaan yang te~adi
dan menuliskan pemyataan verbal dari informan; 3) Penarikan
kesimpulan, yaitu uraian naratif sebagai gambaran atas jawaban permasalahan penelitian. G. Tahap-tahap dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dari bulan MeiAgustus 2007, dengan tahapan sebagai berikut :
. dwa pene l"f t hap dan Ja 11an TabeI 2 Tahap-·a No.
Kegiatan
Mei
Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1.
Perslapan
2.
Penulisan Proposal
3.
Konsultasi
4.
Seminar Proposal
5.
Survey, analisis, Konsultasi
6.
Penulisan Laporan dan Konsultasi
7.
Seminar hasil
8.
Perbaikan hasil Seminar
9.
Sidang Komisi
Juli
Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4
53
H. Definisi Operasional
Berkaitan dengan penelitian ini maka, konsep dioperasionalkan sebagai berikut : 1. Kelembagaan tradisional adalah berlakunya seperangkat aturan atau norma-norma yang bersumber dari masyarakat itu sendiri dan telah disepakati bersama yang berfungsi sebagai kontrol dan pengarah dari perilaku masyarakat itu sendiri. Untuk menjalankan aturan atau
nor~a
tersebut maka di dalamnya terdapat sebuah lembaga atau organisasi. 2. Sumberdaya (R) adalah semua potensi yang dimiliki oleh suatu lembaga atau institusi yang dapat menunjang pencapaian tujuan yang terdiri dari sumberdaya fisik, sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan. 3. Organisasi (0) adalah agregasi orang atau pelaku yang berkolaborasi secara bersama dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya untuk mencapai tujuan. 4. Norma-norma (N) adalah prinsip-prinsip atau aturan-aturan yang menjadi acuan dalam memandu serta menggerakkan kegiatan organisasi dan perilaku anggota untuk mencapai tujuan. 5. Pemberdayaan memampukan
masyarakat
adalah
masyarakat
untuk
suatu
upaya-upaya
memperoleh
kembali
untuk daya
kemampuannya yang dimiliki oleh masyarakat seperti akses terhadap modal usaha yang dapat dikatagorikan ke dalam proses penyadaran,
54
pengorganisasian dan penghantaran sumberdaya sehingga mereka menyadari potensi dan mampu memecahkan masalahnya secara mandiri. 6. Penyadaran, yaitu proses menumbuhkan kesadaran dari masyarakat sehingga
mereka sadar akan
potensi
dan
masalahnya
serta
mengetahui bagaimana cara memecahkannya. 7. Pengorganisasian, adalah pembagian tugas sesuai dengan peran yang telah ditentukan, pengembangan organisasi dan pembentukan kelompok
sebagai wadah untuk saling belajar dan saling tukar
pengalaman dan berdiskusi. 8. Penghantaran
sumberdaya,
proses
penghantaran
sumberdaya ke dalam suatu masyarakat
tambahan
baik sumberdaya fisik
maupun keuangan maupun pengetahuan. 9. Penanaman
dan
penumbuhan
norma-norma
adalah
proses
intemalisasi norma-norma yang relevan yang mendukung tujuan dari sebuah lembaga 10. Berlangsungnya fungsi kelembagaan, adalah berjalannya fungsi-fungsi di dalam sebuah kelembagaan yang sesuai dengan norma yang telah disepakati. 11. Kinerja pemberdayaan masyarakat berupa peningkatan kemampuan dan penguatan kelembagaan.
Peningkatan kemampuan berupa ·
perubahan sikap, keterampilan dan pengetahuan masyarakat dan perluasan aset yang dimiliki oleh masyarakat baik secara individu
55
maupun
kolektif
sesuai
dengan
tujuan
dari
kegiatan
yang
dilaksanakan. Untuk penguatan kelembagaan meliputi perubahan nilai dan norma dan penguatan organisasi.
BABIV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian
Desa Beraban adalah sebuah desa yang secara administratif tertetak di Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Desa ini terletak di pesisir pantai selatan Pulau Bali dengan batas-batas sebagai berikut: 1) Di sebelah utara dibatasi oleh Desa Pandak Gede; 2) di sebelah Timur dibatasi oleh sebuah sungai yaitu Sungai Sungi yang berbatasan dengan Desa Buwit; 3) di sebelah selatan merupakan lautan yang termasuk bagian dari Samudra Indonesia dan; 4) dan di sebelah barat dibatasi oleh Desa Belalang. Desa Beraban mempunyai topografi permukaan wilayah yang merupakan dataran rendah yaitu dengan ketinggian 45 meter dari atas permukaan laut. Suhu udara berkisar rata-rata 28-34 derajat celcius dengan dua musim yaitu musim basah dan musim kering dengan curah hujan rata-rata 1.175,8 mm/tahun. Jarak Desa Beraban ke pusat-pusat pemerintahan tidaklah tertalu jauh. Jarak ke pusat pemerintahan kecamatan sekitar 1Okm, ke pusat pemerintahan kabupaten sekitar 13 km dan ke pusat pemerintahan propinsi sekitar 30 km. Untuk menuju ke Desa Beraban dapat dicapai dengan mudah karena terhubung dengan jalan yang besar dengan kondisi
57
yang bagus. lni disebabkan karena Desa Beraban merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang cukup terkenal yang ada di Kabupaten Tabanan yaitu Kawasan Wisata Tanah Lot. Demikian pula hubungan antara Desa Beraban dengan desa-desa disekitarnya dan hubungan antar banjar dinas (dusun) yang ada di Desa Beraban sangat lancar karena antara banjar dinas yang satu dengan banjar din3s yang lainnya letaknya berdekatan dan jalan-jalan penghubungnya semua dapat dilaiul oleh kendaraan roda 4 (empat). Panjang jalan yang ada di desa ini adalah jalan dusun 12 km, jalan desa 12 km dan jalan kabupaten 4 (empat) km. Desa Beraban terdiri dari 10 banjar dinas yaitu Banjar Dinas Ulundesa, Gegelang, Batanbuah Kaja, Batanbuah, Beraban, Batugaing Kaja, Batugaing, Dukuh, Sinjuana dan Nyanyi deilgan luas 692 Ha. Adapun peruntukan lahan yang ada di desa tersebut
dap~t
dilihat
p~da
Tabel 3 berikut ini. T abe13 P·eruntukan Iahan
No
o·I Desa Bera ban dan
Peruntukan lahan
uasnya T ahun 2006
Luas (Ha)
%
1.
Pemukiman
341,70
49,38
2.
Persawahan/Ladang
274,61
39,68
3.
Bangunan Umum
1,40
0,20
4.
Em pang
2,00
0,29
5.
Lain-lain (pekuburan, jalan dsb)
72,29
10,45
Jumlah
692,00
100,00
Sumber: Monografi Desa Beraban Tahun 2006 Desa Beraban memiliki sebuah pasar desa, dan sebuah badan operasional Obyek Wisata Tanah Lot. Sebagai sebuah desa yang cukup
58
maju, ketersediaan fasilitas umum/sosial di desa ini terbilang cukup lengkap. Mulai dari sarana-sarana pertemuan yang merupakan suatu bangunan-bangunan milik masyarakat dan sebagian besar merupakan hasil dari swadaya masyarakat yaitu sebuah balai desa, 10 buah balai banjar, tiga buah wantilan (bangunan tempat pertemuan yang ukurannya agak besar), dan 17 unit pos keamanan. Selain itu juga terdapat sarana pendidikan yang terdiri dari sebuah taman pendidikan kanak-kanak (TK), 4 (empat) buah sekolah dasar dan sebuah SLTP. Untuk kesehatan tersedia sebuah puskesmas, 15 unit posyandu, (3) tiga buah klinik, (4) empat praktek dokter dan bidan dan (2) dua buah toko obat. Sementara untuk kesehatan hewan tersedia (2) dua buah praktek dokter hewan. Sarana penunjang lainnya yang juga tersedia adalah pengelolaan MCK umum oleh desa adat sebanyak liga unit, oleh swasta 21 unit dan sebuah pengelolaan MCK oleh pemerintah. Untuk menangani masalah persampahan tersedia sebuah tempat pengelolaan sa1T1pah yang dikelola oleh desa adat. Juga tersedia sebuah tempat pembuangan akhir (TPA). Untuk lebih mudah menyampaikan informasi kepada masyarakat di de sa ini tersedia 10 unit papan informasi. Untuk penerangan, semua keluarga sudah teraliri listrik dari PLN sedangkan untuk keperluan air untuk minum dan memasak pada umumnya bersumber dari air PAM dan sumur bor. Untuk lebih menjalin rasa solidaritas dan kebersamaan dan menunjang kegiatan anak-anak muda (teruna-teruni) di desa ini juga
59
terdapat sarana olahraga yang
memadai yaitu sebuah lapangan
sepakbola, dua buah lapangan bulutangkis, 12 lapangan volley dan 10 unit lapangan tenis meja. Selain sarana olahraga bagi masyarakat umum, di desa ini juga tersedia sebuah sarana olahraga untuk para kelas elit dan dimiliki oleh hotel yang terletak di desa ini yaitu sebuah lapangan golf. Jumlah penduduk Desa Beraban pada tahun 2006 adalah 1.559 KK (5.699 jiwa) dengan komposisi wanita sebesar 2.866 jiwa atau 50,30 % dan pna sebesar 2.833 jiwa atau 49,70 % dengan kepadatan 824 jiwa per Km2. Rata-rata penduduk menamatkan pendidikannya pad a tingkat SLTA yaitu sebesar 1.982 orang atau sekitar 34.78%. Untuk lebih jelasnya tingkat pendidikan masyarakat dapat dilihat pada Tabel4 berikut ini. 1ng1kt a pen 1 1 an masyara kat d.I Desa Bera ban Tahun 2006 Tbi4T a e No Tingk~t pendidikan Jumlah % 1. SD 1.574 27,62 2.
SLTP
1.141
20,02
3.
SLTNsederajat
1.982
34,78
4.
Diploma/PT
242
4,25
5.
Tidaklbelum sekolah
760
13,33
I
Jumlah 5.699 Sumber : Data monografi Desa Beraban Tahun 2006
100,00
Besamya persentase penduduk yang bersekolah dan cukup tingginya tingkat pendidikan penduduk berkaitan dengan ketersediaan fasilitas pendidikan yang dimiliki, akses yang mudah untuk menuju ke daerah-daerah sekitarnya termasuk ke pusat kota sehingga memudahkan bagi penduduk untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Selain itu ketersediaan lapangan kerja berupa objek wisata di desa
60
mereka telah merangsang penduduk untuk melanjutkan ke sekolahsekolah kejuruan setingkat SLT A. Mata pencaharian penduduk sebagian besar bercocok tanam (pertanian) yaitu sekitar 31,91% sedangkan sebagian lainnya sebagai karyawan swasta, wiraswasta (ukiran, lukisan, patung, anyaman, pakaian jadi/rnenjahit, mebel/olah kayu dan batu bata/batako), buruh, pedagang dan PNS/TNI/Polri. Untuk lebih jelasnya profesi masyarakat dapat dilihat pada T abel 5 berikut: Tbi5P . masyara katd·I Desa Bera ban T ah un 2006 ro fes1 a e Profesi Masyarakat
No
Jumlah
%
1.
Petani
1.584
31,91
2.
Buruh
387
7,80
3.
Pedagang
536
10,80
4.
Wiraswasta
1.296
26,11
5.
Karyawan swasta
1.063
21,41
6.
PNS/TNI/Polri
98
1,97
Jumlar
4.964
~00,00
Sumber: Data monografi Desa Beraban Tahun 2006 Seperti halnya di daerah-daerah lain yang ada di Kabupaten T abanan, potensi pertanian yang dimaksudkan di atas adalah pertanian dalam arti luas yaitu mencakup pertanian tanaman pangan yaitu padi, perkebunan (kelapa dan kakao), perikanan (air tawar, air deras dan empang)-, peternakan (babi, sapi, ayam kampung, ayam ras dan itik). Petani di Desa Beraban khususnya petani padi sawah sebagian besar juga merupakan peternak dan ada pula yang menjadi buruh bangunan.
61
Mengingat lahan yang mereka miliki untuk bercocok tanam padi sangat jauh dari memadai sehingga mereka juga berusaha untuk mencari tambahan penghasilan selain sebagai petani padi sawah. Walaupun
Desa
Beraban
merupakan
desa
pantai,
tetapi
penduduknya jarang yang berprofesi sebagai nelayan. Pantai lebih banyak dimanfaatkan memilih
beke~a
seb~gai
objek wisata sehingga penduduk lebih
di sektor pariwisata. Selain itu kondisi pantai yang
berbatukarang menyebabkan kesulitan menjadikannya sebagai wilayah penangkapan ikan. Namun kondisi pantai yang berbatukarang telah menjadikannya tempat yang baik bagi udang terutama udang lobster. Menurut keterangan dari salah seorang informan saat ini potensi ini telah dimanfaatkan oleh sebanyak 31 orang yang berprofesi sampingan dengan menjadl penangkap lobster. Walaupun Desa Beraban merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang menyebabkan adanya interaksi yang cukup intensif dengan pihak luar, namun tidak serta merta menjadikan masyarakat di desa tersebut melupakan persatuan di antara mereka. tni dapat dilihat dari semangat gotong-royong masyarakat Desa Beraban dalam melaksanakan aktivitas baik yang menyangkut kegiatan sosial maupun kegiatan ekonomi khususnya di bidang pertanian. Gotong royong dalam bidang pertanian diwadahi oleh kelembagaan subak. Sementara gotong-royong dalam bidang sosial kemasyarakatan diwadahi oleh sebuah lembaga desa adat yang juga terdapat di desa tersebut. Selain kedua lembaga tersebut juga
62
terdapat kelompok-kelompok seperti kelompok kesenian (sekha) seperti gambelan, tarian dan paduan suara (santhi) dengan anggota 10 orang, kelompok karang taruna (sekha taruna-tarum) Gapera dengan anggota 1. 720 orang dan kelompok-kelompok PKK dengan anggota 115 orang. Seperti telah dijelaskan sebelumnya lembaga desa adat dan subak dapat menjadi media bagi pemberdayaan berikut ini akan dilihat proses yang
te~adi
masy~rakat.
Oleh karena itu
pada kedua lembaga tersebut
terkait dengan perannya dalam memberdayakan anggotanya. Namun sebelumnya terlebih dahulu dilihat karakteritik sumberdaya (R), Organisasi (0) dan norma (N) yang dimiliki pada kedua lembaga tersebut diawali
pada lembaga subak. B. Lembaga Tradisional Subak 1. Karakteristik R-0-N lembaga tradisional subak Di Desa Beraban
Sebagai suatu organisasi, subak juga mempunyai ur.sur-unsur pembangunan yang digunakan untuk menjalankan fungsinya. Unsur-unsur pembangunan yang dimiliki subak juga mencakup tiga hal yaitu sumberdaya, organisasi dan norma. a. Sumberdaya
Sumberdaya yang dimiliki oleh Subak Oesa Beraban terdiri dari sumberdaya manusia yang terdiri dari anggota dan para pengurus (prajuru) subak. Pemimpin subak dikenal dengan sebutan Pekaseh. Yang
63
menjadi anggota subak adalah penduduk yang sawahnya mendapatkan pembagian air dari sumber mata air subak yang bersangkutan dengan kata lain unit sosiogeografis subak adalah berbasis unit wilayah secara alamiah berupa hamparan lahan pertanian yang sama. Jumlah anggota (krama) Subak adalah sebar.yak 480 Rtp (rumah tangga pertanian).
Anggota Subak mempunyai kewajiban secara aktif terlibat dai::Jm kegiatan-kegiatan subak seperti gotong-royong dalam pemeliharaan dan perbaikan fasilitas subak (empe/an/bendungan tempat penampungan air, bangunan pembagi air, dan saluran-saluran air yang dimiliki oleh subak tersebut). Selain itu anggota subak ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan upacara keagamaan yang dilakukan oleh subak dan juga rapat subak. Sumberdaya daya fisik yang dimiliki oleh subak berupa areal persawaha,, dengan luas pada Tahun 2006 adalc:h 149,67 Ha. Subak Di Desa Beraban terbagi-bagi menjadi wilayah yang lebih kecil atau subsubak yang disebut tempek. Jumlah tempek sebanyak 13 tempek. Pada Tabel 6 berikut ini disajikan luas areal persawahan pada Subak di Desa Beraban Tahun 2006
64
Tabel6. Nama tempek, luas sawah dan jumlah anggota Subak Desa Beraban Tahun 2006 Luas areal (Ha)
Jumlah Anggota
1. Gaduh
16,98
45
2.Kepah
13,91
45
3.Payangan
10,80
30
4.Punggung
9,27
35
5. Klengkung
12,24
45
6.Sasak
10,00
40
7. Sente
14,17
35
8,77
25
16,22
50
6,08
30
14,04
35
4,53
15
12,66
50
149,67
480
NamaTempek
8.Babakan 9. Abian Kacang I 10. Abian Kacang II 11.Pekendungan 12.Gambang 13. Katulampo Jumlah
Sumber: data sekunder dari pengurus subak, diolah Subak memilil
sungai,
sebua~
empelan (bendungan) tempat menampung
saluran-saluran
irigasi
yang
terdiri
dari
aungan
(terowongan), bangunan pembagi air, dan saluran-saluran air yang lebih kecil yang mengalirkan air sampai kepada sawah masing-masing petani serta saluran pembuangan untuk membuang kelebihan air. Pada setiap tempek terdapat sebuah areal yang cukup luas yang merupakan ruang
terbuka yang terletak di tengah areal persawahan dengan luas kira-kira 1,5 are yang berfungsi sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan anggota. Untuk melaksanakan upacara keagamaan, subak mempunyai lima buah pura subak dengan ukuran 2x2 m yang hanya berupa sebuah
65
bangunan berbentuk tugu. Keberadaan pura subak ini sangat penting artinya karena setiap tahapan-tahapan yang dilakukan di sawah pasti didahului dengan persembahyangan di pura tersebut. Hal ini terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat dan dapat dikatakan sebagai wujud kearifan lokal yang dimiliki oleh warga subak. Sebagai contoh pada awal masa tanam, dimana untuk pertama kali air dialiikan ke sawah petani diadal
Selain itu upacara yang
diadakan tersebut dapat menjaga rasa kebersamaan yang ada diantara mereka sehingga pada akhirnya tetap dapat menjaga rasa solidaritas antar anggota. Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di dalam subak yang menyangkut kegiatan operasional dan pemeliharaan, subak mempunyai sumberdaya keuangan. Adapun sumberdaya keuangan adalah bersumber dar iuran anggota yang dipungut setelah habis panen sebesar Rp. 500,-
66
per are. Selain itu pungutan terhadap anggota juga dapat dikenakan jika ada pembangunan di wilayah subak yang bersangkutan. Sumber lainnya juga berasal dari bantuan pemerintah baik Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Tabanan. Sumber lainnya juga berasal dari usaha subak mengontrakkan lahannya
bagi pengembalaan ternak itik yang
dikenal dengan istilah dana bebek atau kontrak bcbek. Pada tahun 2006 besamya iuran wajib dari anggota subak sebesar 14 juta rupiah, pemasukan dari dana bebek sebesar enam juta rupiah dan insentif dari pemerintah kabupaten Tabanan untuk pekaseh atau ketua subak adalah sebesar Rp. 2.520.000,-. Selain itu pada tahun yang sama subak juga menerima bantuan dari pemerintah provinsi sebesar 15 juta rupiah. Muleti tahun 2007 sumber keuangan subak juga berasal dari bantuan Desa Adat Beraban yaitu hasil penerimaan dari pengelolaan Objek Wisata Tanah Lot. Adapun besarnya adalah sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh untuk tahun 2007, subak mengajukan permohonan bantuan sebesar Rp. 5.500.000 untuk perbaikan saluran air dan gorong-gorong. b. Organisasi
Dalam organisasi subak seorang ketua subak (pekaseh) dibantu oleh beberapa pengurus lainnya. Pada subak yang ada di Beraban, Pekaseh dibantu oleh dua orang yaitu seorang penyarikan (sekretaris)
67
dan seorang petengan (bendahara). Sedangkan yang menjadi ketua subsubak atau tempek adalah seorang klian (ketua) tempek. Masing-masing ketua tempek dibantu oleh 3 (tiga) orang juru arah (penyalur informasi) yaitu orang yang bertugas menyalurkan informasi dari ketua kepada anggota. Para pengurus subak dipilih oleh anggota Subak melalui rapat subak yang diadakan khusus untuk acara tersebut. Pemilihan pengurus subak juga dihadiri oleh kepala desa d:nas setempat. Ketua subak bertugas mengatur jalannya organisasi subak supaya berjalan dengan baik. Ketua subak juga berfungsi sebagai mediator antara pemerintah dengan para petani.
Bendahara subak bertugas dan
bertanggungjawab tentang keuangan subak. Sementara sekretaris subak bertugas menangani urusan administrasi subak. Aktivitas administrasi yang sudah dilaksanakan dalam subak yaitu buku daftar anggota, buku absen dalam setiap kegiatan subak dan buku kas subak (sederhana). Menurut ketentuan yang tertera dalam aturan suba!( Desa Beraban, m~sa
jabatan ketua subak adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali.
Ketua subak bernama I Wayan Susun (59) sebelumnya adalah
s~orang
karyawan hotel dan mulai menjadi ketua subak dari tahun 2003. Masa jabatan pengurus lainnya juga selama lima tahun, khusus untuk juru arah (pembawa informasi dari ketua subak kepada anggota) dijabat secara bergilir oleh masing-masing anggota subak dengan pergantian setiap enam bulan dan ditunjuk oleh ketua tempek. Untuk lebih jelasnya tentang
68
susunan organsasi subak yang ada di Desa Beraban dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini: Ketua Subak (Pekaseh) I Wayan Susun
Petengan (Bendahara) I Ketut Lungki
Sekretaris (Penyarikan) I Wayan Mandi
'"-·
· Ketua Tempek Kepah I Wayan Mandi
Ketua Tempek Payangan I Nengah Suker
Ketua Tempek Gaduh I Kt. Kondolan
Ketua Tempek Pekendungan
Ketua Tempek Punggung I Kt. Lungki
Ketua Tempek Klengkung I Wayan Lantera
Ketua Tempek Sasak I Nym. Mekra
Ketua Tempek Gambang I Kt. Seker
Ketua Tempek Abian Kacang I I Kt. Simbul
Ketua Tempek Abian Kacang II I Kt. Seter
Ketua Tempek Sente I Kt. Gelebes
Ketua Tempek Batulampo
-
-
Ketua T empek Babaka11 I Kt. Gelebes
Anggota 3uoak (Krama Subak) Gambar 2. Struktur Organisasi Subak Desa Beraban Mekanisme
pengambilan
keputusan
yang
te~adi
dalam
kelembagaan subak berdasarkan atas asas musyawarah dan mufakat di antara mereka. Seperti pada desa adat, proses pemunculan ide pembangunan subak juga dapat berasal dari para pengurus atau berasal dari usulan anggota. Dalam semua kegiatan subak, fungsi-fungsi
69
pengarahan, koordinasi dan pengambilan keputusan terlaksana dengan baik karena semuanya telah diatur dalam aturan (awig-awig) subak.
c. Norma Untuk
mengatur
pelaksanaan
kegiatan-kegiatan
subak
dan
mengarahkan perilaku anggota subak, maka subak memiliki sebuah aturan tertulis yang juga disebut dengan awig-awig subak. Perbedaannya dengan awig-awig desa adat adalah bahwa dalam awig-awig subak lebih banyak mengatur tentang tata cara pertanian serta sanksi yang dikenakan kepada anggota terkait dengan apa yang dilarang untuk dilakukan di sekitar areal subak tersebut dan pelanggaran terhadap kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan. Pembuatan
awig-awig
subak
juga
diselenggarakan
secara
demokratis dan berdasarkan atas asas musyawarah dan mufakat. Semua anggota subak berusaha menyelaraskan antara apa yang ada de:dam pikiran dengan pelaksanaannya di lapanyan untuk dapat tercapainya kemakmuran dan ketenangan serta kesejahteraan seluruh anggota subak. Dalam awig-awig Subak Desa Beraban memuat kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam wilayah subak, batas-batas wilayah, syaratsyarat
anggota
beserta
kewajiban
yang
harus
dilaksanakan,
kepengurusan, ketentuan tentang pelaksanaan rapat subak, pendapatan pengurus
subak,
diperuntukan
aturan-aturan
sebagai
saluran
tentang irigasi
ukuran
dalam
bangunan
subak,
yang
sanksi-sanksi
70
pelanggaran terhadap larangan-larangan subak dan ketentuan upacaraupacara keagamaan yang dilaksanakan pada areal subak. Awig-awig subak Desa Beraban telah disusun dan diterapkan sejak Tahun 1949 dan telah diadakan amandemen atau perubahan untuk menyesuaikan dengan kondisi atau perubahan jaman pada tanggal 8 Oktober 1984. PP.nyusunan awig-awig subak juga dilakukan dengan mekanisme musyawarah antar anggota dalam suatu pertemuan yang khusus membahas hal tersebut. Dengan
ketersediaan
R-0-N
subak
sebagai
unsur-unsur
pembangunan, maka telah menjadikan subak sebagai lembaga yang berasal dari masyarakat yang bersifat otonom yang dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan khususnya di bidang pertanian. Selain itu juga berimplikasi bagi pemanfaatan subak untuk melaksanakan proyek-proyek pertanian yang berasal dari pamerintah. Untuk lebih jelasnya karakteristik R-0-N dari dari lembaga subak yang ada Di Desa Beraban akan disajikan pada Tabel 7 berikut.
71
Tabel7 Karakteristik R-0-N dalam Lembaga Subak Desa Beraban LEMBAGA SUBAK DESA BERABAN SUMBERDAYA -
Sumberdaya manusia berupa anggota subak berjumlah 480 rumah tangga pertanian (rtp}
-
Sumberdaya fisik berupa: - lahan subak seluas 149,67 Ha Sebuah bendungan Saluran-saluran irigasi yang terdiri dari terowongan, bangunan pembagi air, dan saluran-saluran air yang Jebih kecil dimana pemeliharaannya merupakan tanggungjawab dari masing-masing anggota subak (petani}. Saluran pembuangan air untuk membuang kelebihan air. Areal berupa ruang terbuka yang cukup luas sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan 5 (lima} buah pura subak.
-
Sun1berdaya keuangan: - luran anggota - Bantuan Pemerintah Provinsi Bali maupun Kabupten Tabanan - Dana bebek
NORMA
ORGANISASJ Terdiri dari beberapa orang pengurus yaitu: Seorang ketua Seorang sekretaris Seorang bendahara ~ 3 ketua sub subak (tempek} Pada masing-masing tempek terdapat 3 (tiga} petugas pembawa informasl.
Norma atau aturan yang berlaku dalam subak disebut awig-awig subak yang khusus mengatur masalah kegiatan subak.
2. Proses pemberdayaan masyarakat pada Lembaga Subak
Berdaya yang dipahami oleh masyarakat subak adalah mengacu kepada kemampuan yang mereka miliki dalam menjalankan kegiatankegiatan subak. Seperti pemyataan seorang informan ketua subak I Wayan Susun (59) berikut ini: "... kalau petani disini dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan subak, wah rata-rata sudah pintar-pintar semua, kegiatan subak kan telah kami lakukan secara terus menerus. Kalau musim
72
hujan karena ketersediaan air mencukupi jadi tugas subak tidak terlalu berat, tetapi tugas subak baru terasa kalau pada musimmusim kering ... "(Wawancara, 16 Juni 2007) Dari pemyataan diatas menunjukkan bahwa kemampuan warga subak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan subak disebabkan karena adanya suatu proses yang berlangsung terus menerus dalam lembaga tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan subak seperti
halny~
pada lembaga
lainnya, juga diperlukan suatu manajemen. Menurut Sutawan (1995; 37) man~jemen
dalam subak juga meliputi perencanaan, pergerakan dan
pengawasan. Berikut ini digambarakan bagaimana manajemen yang dilaksanakan dalam lembaga subak di Desa Beraban. Perencanaan, Kegiatan subak selalu diawali oleh perencanaan.
Perencanaan pada Subak Di Desa Beraban pada mulanya dibicarakan dalam pertemuan/rapat pengurus yang diadakan tiap awal masa tanam jadi dalam satu tahun kira-kira dilakukan tiga kali pertemuan. Dalam rapat pengurus subak hadir ketua subak beserta pengurus lainnya, seluruh ketua sub subak (tempek) dan seorang pemangku subak (tokoh yang memimpin upacara-upacara keagamaan di subak). Acara diawali oleh penyebaran undangan oleh ketua subak dengan mengirimkan surat undangan (surat dibuat dengan bantuan dari pihak pengurus desa adat) kepada masing-masing pengurus di tingkat tempek. Pertemuan dilaksanakan di Balai Desa Beraban. Dalam · pertemuan tersebut hal pokok yang dibahas adalah menyangkut rencana tanam, rencana pemeliharaan saluran air dan besarnya iuran anggota. Kadang-
73
kadang juga membahas permasalahan-permasalahan yang
te~adi
dalam
subak seperti kesulitan air pada musim kering, pelanggaran yang dilakukan oleh warga subak dan kegiatan yang berasal dari pemerintah (penyuluhan, pemberian bantuan keuangan dan sebagainya). Hasil pokok pertemuan adalah ditetapkannya jadwal tanam dalam rentang waktu dua minggu, dimana dalam waktu yang disediakan tersebut seluruh e:enggota harus sudah menanam padi. Jika ada yang mendahului ataupun terlambat maka dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang telah tercantum dalam awig-awig subak. Keputusan yang dihasilkan dicatat oleh sekretaris subak. Keputusan tersebut selanjutnya disodorkan dalam rapat anggota. Rapat anqgota biasanya dilaksanakan tiga sampai empat kali dalam satu kAii masa tanam. Men:.Jrut keterangan ketua subak rapat anggota selalu dihadiri oleh seluruh warga subak, tetapi kadang-kadang ada juga yang tidak bisa hadir karena alasan tertentu seperti sakit. Tingginya tingkat kehadiran warga tersebut disebabkan karena segata sesuatu yang dibahas dalam rapat adalah menyangkut kepentingan warga subak itu sendiri. Selain itu, juga disebabkan karena adanya sanksi yang tercantum dalam aturan (awig-awig) subak dan rasa malu terhadap anggota yang lain jika tidak hadir dalam pertemuan yang dilaksanakan. Rapat anggota diadakan pada masing-masing tempek, di suatu areal terbuka yang khusus disediakan untuk acara tersebut.
Rapat didahului dengan
74
membersihkan dan memperbaiki saluran-saluran air yang menjadi tanggung jawab masing-masing tempek. Dalam rapat tersebut dilakukan sosialisasi hasil rapat pada tingkat pengurus. Dalam sosialisasi tersebut. rencana tanam yang telah dibahas pada tingkat pengurus biasanya langsung disetujui oleh seluruh anggota. Namun hasil lainnya bisa direvisi, dan bahkan dibatalkan sesuai i<esepakatan anggota. Keputusan yang direvisi atau dibatalkan dibahas lagi dalam rapat di tingkat pengurus. Pembahasan terhadap keputusan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan usulan-usulan yang disampaikan oleh warga subak sebelumnya sampai dihasilkannya suatu kesepakatan yang menjadi persetujuan beisama. Selain melakukan sosialisasi hasil rapat pengurus, dalam
rap~t
Angpota juga
dilak~kan
pungutan iuran anggota,
pembayaran denda oleh anggota yang melanggar dan membahas kegiate:m-kegiatan upacara yang akan dilaksanakan. Pertemuan di tingkat anggota lebih sering dilakukan pada musimmusim kemarau untuk mengantisipasi kesulitan air yang dihadapi. Selain itu, kadang-kadang juga dibahas tentang pengerahan warga subak untuk mendukung upacara-upacara keagamaan di desa adat setempat. Semua rencana yang telah disetujui ditindaklanjuti dengan pembagian tugas sesuai dengan peran masing-masing yang telah ditentukan dalam rapat. Penggerakan, Para pengurus subak walaupun tidak mendapatkan
imbalan yang mamadai yaitu sebesar Rp. 210.000, perbulan, tetap
75
mempunyai motivasi yang tinggi dalam menjalankan tugas, karena merasa mendapat kepercayaan dari para anggota serta didasari bahwa menjadi pengurus subak merupakan pengabdian kepada masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh informan ketua subak Wayan Susun (59) berikut ini: "...waktu itu saya baru pen~iun sebagai karyawan hotel di Denpasar kembali ke kampung untuk bertani, tidak lama setelah itu ketua subak sebeiumnya memasuki masa habis jabatan, lalu para anggcta !angsung menunjuk saya untuk menggantikannya. Kalau sudah ditunjuk begitu ya saya siap saja ... "(Wawancara 14 Juni 2007).
Dari pemyataan dan keadaan tersebut
di atas terkesan bahwa
bagi anggota yang ditunjuk untuk menjadi ketua subak, sulit
untuk
menolaknya karena adanya kepercayaan dari anggota. Akan tetapi hal ini dapat memperkuat kewengan dari ketua dalam menjalankan tugastugasr.ya Pelaksanaan kegiatan dalam yang ada di Desa Beraban dijalankan oleh seluruh warga subak. Menurut keterang3n informan ketua subak I Wayan Susun, hal tersebut terjadi karena seluruh kegiatan di dalam subak adalah menyangkut kepentingan dan
merupakan
hasil
keputusan
bersama. Selain itu mereka terikat dengan aturan-aturan da1am subak dan yang paling utama adalah adanya keterikatan warga subak terhadap sumberdaya air untuk mengairi sawah mereka. Dalan menjalankan kegiatan subak peran ketua subak sangat penting yaitu dalam mengarahkan,
mengkoordinir pelaksanaan di
lapangan. Komunikasi berlangsung dua arah dan berlangsung secara
76
timbal
balik.
lnformasi-informasi dari
hasil
pelaksanaan
lapangan
diteruskan secara cepat. lnformasi tersebut meliputi apakah pelaksanaan kegiatan sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat, kendalakendala yang dihadapi di lapangan dan sebagainya. Pengawasan, Kegiatan-kegiatan di tingkat subak diawasi oleh
ketua subak dan seluruh warga subak. Kegiatan pada masing-masing tempek diawasi oleh ketua tempek dan juga anggota. Seandainya ada
masalah yang tidak bisa diatasi dilaporkan kepada ketua subak untuk ditangani dan dibahas dalam rapat. Masalah umum yang biasanya ditemukan dalam subak adalah menyangkut pembagian air terutama pada musim-musim kering. Warga yang kurang bertanggungjawab biasanya membuka sendiri pintu bagi air yang seharusnya dilakukan oteh pengurus suhak. Tindakan yang diambi! terhadap pelanggaran terseblJt adalah berupa teguran dari pengurus subak sekaligus memberikan arahan bahwa tindakan
ya~1g
dilakukan dapat merugikan warga subak yang lainnya dan
dapat pula memicu terjadinya ketegangan apabila tidak segera dihentikan. Jika dilihat proses kegiatan yang terjadi dalam kelembagaan subak, telah berlangsung secara partisipatif. Dimana semuanya melibatkan seluruh anggota subak.
Keterlilbatan anggota subak tidak hanya
merupakan keterlibatan secara fisik saja, tetapi muncut karena adanya kesadaran bahwa organsasi tersebut memberikan suatu manfaat bagi mereka. Adanya interaksi antar warga subak dapat mendorong terjadinya
77
aksi kolektif yang pada akhimya akan menuju kepada keberdayaan anggota subak itu sendiri. Menurut Pitana (1992; 10) kegiatan subak meliputi upaya-upaya yang dilaksanakan terkait dengan fungsi internal dan fungsi ekstemal subak. Fungsi internal mencakup 1) pencarian dan distribusi air irigasi, 2) operasi dan pemeliharaan fasilitas saluran irigasi, 3) penanganan persengketaan antar anggota subak dan 4} melaksanakan upac&raupacara ritual keagamaan. Fungsi eksternal yaitu mendukung berbagai upaya
pembangunan pertanian seperti pelaksanaan program-program
dan bantuan dari pemerintah khususnya dari Departemen Pertanian dan Dinas Pertanian setempat. Adapun kegiatan yang berkaitan dengan fungsi intema1 Subak di Desa Beraban adalah sebagai berikut :
1. Distribusi air irigasi dan pola tanam Fungsi subak dalam pendistribusian air irigasi akan lebih
~erasa
terutama pada rr.usim kemarau. Pada musim hujan para petani tidak mengalami masalah dengan ketersediaan air. Lain halnya dengan musim kemarau, masalah air dapat menjadi pemicu konflik antar anggota subak. Menurut ketua subak permasalahan kekurangan air pada musim kemarau sering terjadi di wilayahnya. Menurutnya pernah terjadi dua kali panen yang mengalami kegagalan pada Tahun 2005 akibat musim kemarau yang berkepanjangan.
78
Sebagai ketua subak yang bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan yang berlangsung dalam kelembagaan subak tersebut, ia langsung mengadakan pertemuan dengan anggotanya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dari hasil pertemuan tersebut disepakati untuk membagi pola tanam yaitu setengah wilayah subaknya ditanami padi dan setengahnya lagi ditanami palawija yaitu kedelai. Wilayah subak yang ditanami padi diprioritaskan kepada wilayah subak yang berada di hilir, sementara yang berada di hulu ditanami kedelai. Pada musim tanam berikutnya bagian sawah yang semula berisi padi ditanami palawija dan sebaliknya. Keputusan tersebut dapat diterima oleh seluruh warga subak karena adanya rasa kebersamaan dan solidaritas yang tinggi serta interaksi yang serir.g
te~adi
diantara warga subak. Warga yang sawahnya
berada di hulu dengan rela memberikan seluruh air yang diperlukan untuk menanam padi kepada warga yang berada dihilir. Pola penanaman bergilir seperti di atas dapat meme11uhi kebutuhan air pada setengah wilayah subak. Disamping itu mereka juga menyadari bahwa pergilirian pola tanam dapat meningkatkan kesuburan lahan sawah mereka. 2. Pemeliharaan jaringan irigasi Operasi dan pemeliharaan fasilitas irigasi di tingkat subak sepenuhnya ditangani oleh subak, dan untuk saluran dan fasilitas lain yang digunakan oleh tempek akan menjadi tanggungjawab tempek yang bersangkutan. Sementara pemeliharaan saluran dan bangunan bagi yang
79
lebih kecil yang langsung mengalirkan air ke lahan anggota subak langsung ditangani oleh petani. Pemeliharaan dike~akan
saluran
saluran-saluran
air di
Subak
Desa
Beraban
secara gotong royong oleh seluruh warga subak. Pemeliharaan
air
Pemelihar~an
rutin
dilakukan
pada
saat
awal
pengolahan
tanah.
pada saluran-saluran yang menjadi tanggung jawab petani
dilakukan setiap hari sebelum atau setelah mereka seiesai melakukan pekerjaannya. Selain itu kegiatan yang melibatkan seluruh warga subak juga dalam hal perbaikan saluran-saluran irigasi yang mengalami kerusakan. Sebagai contoh pada Tahun 2006, pengerahan seluruh warga subak dilakukan untuk memperbaiki gorong-gorong dengan memanfaatkan bantuan dana dari Pemerintah Prcvinsi Bali sebesar 15 Juta rupiah. Sumbangan warga dalam kegiatan ini tergantung dari keahlian yang mereka miliki. Yang mempunyai keahlian di bidang bangunan bertindak sebagai tenaga utama sedangkan yang lainnya bertindak sebagai tenaga kasar yang membantu pelaksanaan kegiatan tersebut. 3. Penanganan Persengketaan Pada umumnya konflik-konflik yang terjadi di dalam tubuh subak dapat ditangani sendiri oleh subak tanpa meminta keterlibatan dari pihak luar. Konflik yang timbul dapat terjadi antar anggota subak, antara anggota dengan pengurus subak sendiri, ataupun antara subak dengan pihak luar seperti investor. Sumber konflik seperti yang telah dijelaskan
80
sebelumnya antara lain disebabkan terutama oleh masalah air irigasi dan pola tanam. Menurut ketua subak, selama ini permasalahan ringan menyangkut pembagian air yang terjadi di Subak Desa Beraban selalu ditangani melalui
mekanisme musyawarah.
Permasalahan tersebut biasanya
muncul pada musim-musii'Tl kemarau dimana sering terjadi perebutan penggunaan air oleh warga subak sendiri. Tetapi hal tersebut tidak sampai memicu konflik di antara warga subak. Warga yang menggunakan air untuk mengairi lahan sawahnya di malam hari dengan rela menyerahkan air kepada warga subak yang lain di siang hari setelah dinasehati oleh pengurus subak. Perebutan air ini disebabkan karena pada umumnya para petani ingin segera selesai melakukan pengolahan lahan sawahnya. 4. Kegit;
Kegiatan keagamaan dipercaya
sebagai suatu keharusan yang akan menentukan keberhasilan usaha tani di sawah. Upacara keagamaan dilakukan oleh petani di Subak Desa Beraban pada tingkat individual dilaksanakan pada setiap tahapan mulai pada saat-saat petani menabur benih, setelah itu dilanjutkan pada saat menanam padi, dilanjutkan pada umur padi sekitar satu bulan dengan harapan agar terhindar dari serangan hama penyakit, pada saat padi bunting, pada saat panen dan pada saat padi akan disimpan di lumbung. Walaupun pada saat ini kebanyakan petani Di Desa Beraban langsung
81
menjual padinya pada saat panen, tetapi mereka tetap menyisihkannya sedikit untuk diupacarai pada lumbung yang mereka miliki. Selain
pada
tingkat
individu,
upacara
keagamaan
juga
dilaksanakan pada tingkat tempek dan tingkat subak. Contoh upacara yang di!akukan pada tingkat Subak yang dilaksanakan oleh seluruh warga subak Desa Beraban adalah upacara pada saat menjelang pengolahan tanah
untuk
penanaman
padi.
Tujuan
dari
upacara
ini
adalah
membersihkan air yang mengalir ke subak mereka dari bibit penyakit. Pada saat ini subak Di Desa Beraban juga menjadi penyalur sarana produksi pertanian seperti pupuk dan obat-obatan. Hal ini diawali dari adanya bantuan pemerintah pada Tahun 2001 sebesar 75 juta rupiah yang digunakan sebagai modal dalam kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan sumber keuangan subak disamping memberikan kemudahan bagi warga subak bagi penyediaan sarana produksi berupa pupuk dan obat-obatan. Penanganan kegiatan tersebut dilakukan oleh pengurus subak yang dibantu oleh dua orang ketua tempek yang bertugas sebagai sekretaris dan bendahara yang juga merupakan sekretaris dan bendahara dari subak. Penyaluran pupuk dilakukan diawali oleh
pemesanan yang
dilakukan oleh warga subak yang membutuhkan pupuk. Pemesanan dikoordinir oleh ketua tempek. Dalam pemesanan tersebut warga subak harus menyebutkan berapa jumlah pupuk yang kira-kira akan dihabiskan sesuai dengan luas lahan yang mereka miliki. Setelah semua anggota
82
yang membutuhkan pupuk menyerahkan daftar pesanannya, ketua tempek menyetorkannya kepada ketua subak. Selanjutnya ketua subak
membawa pesanan tersebut kepada distributor pupuk yang telah mereka sepakati
bersama.
Setelah pesanan pupuk datang,
ketua subak
memanggil ketua tempek untuk memberitahukannya kepada seluruh anggota yang telah memesan pupuk tersebut. Kegiatan subak yang berkaitan dengan fungsi eksternal subak adalah
menjalankan
program
pemerintah
yang
menyangkut
pembangunan di bidang pertanian. Sebagai contoh pada Tahun 2007 ini subak Di Desa Beraban mendapat program peningkatan produksi dari pemerintah pusat berupa bantuan bibit padi unggul kepada seluruh anggota subak. Untu!< lebih meningkatkan produktivitas subak, Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan menempatkan seorang petugas penyuluh lapangan (PPL) untuk mentransfer pengetahuan ke dalam subak. Penyuluhan yang diberikan
berupa
penggunaan
obat-obatan
dan
pupuk
agar
penggunaannya dapat lebih efektif dan efisien. Selain pihak pemerintah, banyak pihak khususnya penjual saprodi yang memanfaatkan subak sebagai sarana untuk mempromosikan barang dagangannya khususnya obat-obatan dan pupuk. Sebagai contoh pihak penjual pupuk memberikan pupuk cair kepada ketua subak dan disertai · dengan teknis penggunaanya dilapangan. Menurut keterangan informan dari ketua subak, jika upaya tersebut berhasil maka warga subak lainnya
83
akan tertarik untuk mencobanya. Hal ini
te~adi
karena informasi dalam
subak sangat cepat te~adi melalui interaksi antar warga subak. Menurut Ohama (2002) untuk memunculkan suatu kemampuan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan pemberdayaan dapat dilakukan tiga hal yaitu penyadaran, pengorganisasian dan penghantaran sumberdaya.
Oleh
karena
itu
penelaahan
terhadap
munculnya
kemampuan warga subak dalam menjalankan kegiatannya juga akan didasarkan pada teori tersebut. Jika dilihat dari kegiatan yang dilaksanakan oleh subak diatas ada beberapa hal yang dapat dikatagorikan ke dalam kegiatan tersebut. a. Penyadaran
Penyadaran yang
te~adi
dalam subak disebabkan karena warga
subak selalu terhbat dalam setiap kegiatan-kegiatan subak. Keterlibatan warga subak sudah mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pengawasan. Kesadaran tersebut muncul karena segala sesuatu yang dilakukan selalu berkaitan dengan kepentingan warga subak dan dilaksanakan dengan menggunakan pola pendekatan partisipatif dan dialogis.
Hal ini berarti bahwa seluruh warga subak mempunyai
wewenang untuk berpendapat dan ikut menentukan keputusan yang diambil. Setiap keputusan yang dihasilkan baru dapat dilaksanakan jika telah
mendapat
persetujuan
dari
warga
subak
dan
selanjutnya
dilaksanakan secara bergotong-royong. Selain itu kesadaran yang muncul
84
juga disebabkan karena adanya faktor sumberdaya pengikat berupa ketersediaan sumberdaya air untuk mengairi sawah mereka dan sanksi bagi warga yang melanggar yang tercantum dalam aturan subak. Bentuk kesadaran yang dapat dilihat pada warga subak adalah tingginya tingkat kehadiran warga subak dalam mengikuti rapat-rapat yang diadakan oleh subak dan adanya sumbangan dalam bentuk tenaga maupun material dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Kesadaran warga subak dalam melaksanakan setiap tahapan kegiatan subak telah meningkatkan kemampuannya dan dapat menjaga eksistensi lembaga subak itu sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Moeliono (1997) keterlibatan masyarakat yang didasari o:eh adanya kesadaran yang muncu1 dari dalam diri mereka ai
(1992)
dan Geertz (1980)
dalam
Yapadi
(2003)
yang
menyatakan bahwa subak bukan hanya merupakan hamparan sawah semata. Dalam subak juga terdapat nilai-nilai manajemen, musyawarah, demokrasi, partisipasi, keuletan, keadilan dan rasa kebersamaan atau gotong-royong dalam pengambilan keputusan dalam ruang lingkup aturan yang memayunginya. Seperti yang ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan subak di atas. Sementara
Artha,
dkk
(2003;
54)
dalam
Yapadi
(2003)
menyebutkan kordinasi dan ketergantungan anggota subak dalam hal
85
pemeliharaan saluran irigasi dapat menyebabkan semakin kuatnya organisasi subak tersebut. Pada
kegiatan
subak
di
atas
juga
dapat
dilihat
contoh
pembangunan pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air. Dalam strategi pembangunan tersebut peranan prakarsa, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pambangunan menjadi sangat sentral. Adanya peranan dan prakarsa yang muncul dari dalam anggota subak itu sendiri berupa sumbangan-sumbangan baik berupa material maupun dalam bentuk tenaga kerja yang sesuai dengan kemampuannya akan dapat mewujudkan suatu tindakan yang bersifat swadaya dan swakelola. b. Pengorganisasian Pengorganisasian yang terjadi dalam subak adalah berupa pembagian tugas untuk menjalankan rencana yang telah disusun sesuai dengan peran masing-masing yang telah disepakati sebelumnya. Dalam pengorganisasian tersebut peran ketua subak adalah hal yang penting karena merupakan kordinator dari semua kegiatan yang
dijal;:~nkan.
Pengorganisasian juga meliputi pengawasan terhadap kegiatan subak. Pengawasan yang dilakukan oleh pengurus dan seluruh anggota subak tetah dapat meminimalkan pelanggaran yang terjadi datam pelaksanaan kegiatan subak. Hal ini disebabkan karena adanya rasa
86
tanggungjawab untuk mensukseskan kegiatan yang telah mereka sepakati bersama sehingga keharmonisan antar warga subak tetap terjaga. Dalam organisasi subak, semua anggota mempunyai kedudukan yang sama. Hal ini menyebabkan terjadinya komunikasi yang cukup baik sehingga dalam organisasi subak, pengalaman-pengalaman baru yang di dapat oleh anggota subak selalu diteruskan kepada anggota lainnya, sehingga akan menjadi pengetahuan bagi seluruh anggota subak. Selain itu dalam organisasi tersebut juga mereka sering mendiskusikan hal-hal baru (penggunaan obat-obatan dan pupuk) yang mereka dapatkan sesuai dengan pengalamannya. Sehingga pengalaman tersebut akan segera tersebar
ke
seluruh
anggota
lainnya
dan
pada
akhirnya
akan
meningkatkan kemampuan mereka. Hal ini juga
~ejalan
dengan pendapat Friedman (1993) dalam
Prijono dan Pranarka (1996;138) bahwa media kelompok merupakan sarana yang paling efektif untuk melakukan upaya pemberdayaan. Menurutnya dalam suatu kelompok akan berlangsung suatu dialogical encounter yang dapat menumbuhkan kesadaran dan solidaritas antar
anggota dan terjadi penyamaan persepsi tentang keadaan serta masalah yang mereka hadapi dan pada akhirnya akan memberikan suatu pelajaran yang berujung pada peningkatan kemampuan para anggota. Dalam kerangka partisipatoris terlihat bahwa subak dapat menjadi basis bagi terwujudnya kemampuan warga masyarakat lokal untuk mengorganisasikan diri untuk mencapai tujuan tertentu. lnteraksi yang
87
intensif di antara warga subak telah menyebabkan terjadinya pertukaran informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan wa;-ga subak. (PSKMP, 2002; M1-S7-11 Soetomo, 2006; 389). c. Penghantaran sumberdaya
Untuk dapat melaksanakan
semua
kegiatan
subak,
subak
memerlukan sumberdaya baik sumberdaya manusia, fisik maupun keuangan. Sumberdaya keuangan subak utamanya berasal dari anggota subak itu sendiri disamping juga berasal dari pihak lain seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya.
Dana-dana
tersebut
dipergunakan
untuk
membiayai seluruh kegiatan-kegiatan subak. Penghantaran sumberdaya lainya juga dilakukan oleh pihak pemerintah yang dilaksanakan oleh t>etugas penyuluh
lapang~n
(PPL).
Sumberdaya yang dihantarkan berupa pengetahuan tentang penggunaan obat-obatan dan pupuk agar penggunaannya dapat lebih efisien
sehlngga
dapat meningkatkan
~fektif
produktivitas warga
dan
subak.
Penghantaran sumberdaya lainnya berupa adanya implementasi program yang berasal dari pemerintah berupa bantuan bibit padi unggul kepada seluruh anggota subak dan bantuan-bantuan lainnya seperti bantuan dana perbaikan saluran irigasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
88
3. Kinerja pemberdayaan pada Lembaga Tradisional Subak a. Sikap
Kinerja pemberdayaan yang paling mudah dapat dilihat dalam lembaga subak adalah terpeliharanya sikap solidaritas dan gotong-royong yang ditunjukkan oleh warga subak dalam menjalankan aktivitas mereka. Sikap solidaritas warga subak ditunjukkan dengan merelakan penggunaan air kepada · anggota yang kebetulan sedang membajak sawahnya terutama pada musim-musim kering dimana ketersediaan air sangat dibutuhkan. Sementara sikap gotong-royong diantara warga subak terlihat dari aktivitas pemeliharaan saluran irigasi yang dilaksanakan secara rutin setiap masa awal pengolahan lahan dan juga dalam upacara-upacara keagamaan.
Kasus
pemasangan
lempengan
betotl
untuk
menghubungkan jalan desa dengan lokasi subak agar alat pengolah tanah seperti traktor dapat dengan mudah memasuki wilayah subak juga dilaksanakan secara bergotong royong. Partisipasi warga dalam kegiatan tersebut dapat berupa sumbangan dalam bentuk materi (alat-alat yang dibawa oleh warga subak) maupun tenaga kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing. Meskipun dalam kelembagaan Subak Di Desa Beraban sudah tidak ada lagi gotong-royong antara warga subak dalam melakukan pengolahan sawah, tetapi sikap tersebut tetap mereka tunjukkan
melalui
kegiatan di
atas dengan
pertimbangan bahwa
89
pengolahan lahan dengan menggunakan traktor pada saat ini dirasakan dapat lebih mengefisienkan waktu pengolahan tanah dari pada dikerjakan secara manual. Terpeliharanya sikap-sikap tersebut disebabkan karena adanya rasa senasib dan sepenanggungan sebagai warga yang sama-sama menggant1•ngkan hidup mereka dari hasil pertanian. Sikap ini tetap terjaga karena bagaimanapun sumber air yang mereka gunakan beiasal dari sumber air yang sam a. Selain -itu hasil panen di wilayah subal< sangat ditentukan oleh kekompakan dari warga subak itu sendiri. Sebagai contoh dalam penanaman padi. Penanaman padi yang tidak kompak akan memudahkan hama penyakit menyerang tanaman padi mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Korten (1988) dalam Pitana (1992; 198) yang menyatakan bahwa dalam suatu kegiatan yang memberikan manfaat kepada seluruh anggota dan memenuhi keinginan seluruh anggota akan dapat menyatukan seluruh anggota tersebut.
b. Perubahan pengetahuan dan keterampilan Keahlian warga subak yang utama adalah di bidang efektivitas pengaturan air. Sehingga air yang berasal dari satu sumber dapat mereka gunakan secara adil sesuai dengan kebutuhan. Keterampilan warga subak dalam memanfaatkan sumber air adalah merupakan cermin dari kemandirian warga subak dalam menjalankan tugas-tugasnya. Selain itu interaksi yang
te~adi
antara masyarakat subak dengan
masyarakat diluar subak khususnya yang menyangkut masalah-masalah
90
di bidang pertanian telah menyebabkan adanya peningkatan pengetahuan dari warga terhadap berbagai jenis pupuk dan obat-obatan, sehingga mereka bisa memilih mana yang paling menguntungkan bagi mereka. Mereka juga dapat menentukan berapa kebutuhan obat-obatan dan pupuk yang harus digunakan. Hal ini tercermin dari adanya kegiatan pengelolaan sarana produksi berupa pupt•'< dan obat-obatan yang dilakukan oleh warga subak itu sendiri. c. Penguatan kelembagaan
Adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam subak yang selalu didasari oleh musyawarah dan mufakat telah membuat kelembagaan subak telah menjadikan lembaga subak tetap eksis sampai sekarang dan menjadi suatu organisasi yang telah dikenal masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetomo, (2006) dan Asnawi dan Nairn (1984) dalam Pitana (1992; 196) yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam
setiap
tahapan
pembangunan
pada
akhirnya
akan
dapat
memperkuat lembaga yang memfasilitasi tindakan kolektif tersebut karena telah memberikan kemanfaatan yang sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan mereka.
91
C. Gambaran Umum R-0-N Lembaga Tradisional Desa Adat/Banjar Di Desa Beraban 1. Gambaran umum R-0-N Desa adat
Sumberdaya yang dimiliki oleh Lembaga Desa Adat Beraban adalah berupa sumberdaya fisik yaitu tempat persembahyangan yang masing- masing disebut Kayangan Tiga, Pura Praj:;pati, Pura Taman Beji dan Pura Melanting. Sumberdaya fisik lainnya adalah berupa tanah desa yang sering disebut tanah karang ayahan desa. Sumberdaya fisik lainnya berupa sebuah Balai Desa yang digunakan sebagai tempat pertemuan yang terletak di tengah-tengah Desa Beraban. Sumberdaya manusia yang dimiliki oleh Lembaga Desa Adat Beraban adalah terdiri dari anggota sebanyak 1.683 KK dengan jumlah penduduk 7.016 jiwa. Sumberdaya keuangan Desa Adat Beraban berasal dari: 1) Pendapatan dari kekayaan yang berupa lahan pertanian dan Ia han perkebunan yang dimiliki oleh desa adat yang dikelola oleh warga yaitu lahan pertanian seluas 26 are dan lahan perkebunan seluas 2,848 Ha; 2) Pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD); 3) luran dari anggota; 4) Pembagian keuntungan dari pengelolaan Objek Wisata Tanah Lot (OWTL); 5) Bantuan dari pemerintah baik dari Pemerintah Kabupaten Tabanan maupun Pemerintah Provinsi Bali dan; 6) penghasilan lainnya berupa sumbangan perorangan Organisasi Desa Adat Beraban terdiri dari Kepala Desa Adat yang lazim disebut Bendesa Adat. Kepala Desa Adat dibantu oleh beberapa
92
staf yang dipilih melalui rapat anggota. Para staf terdiri dari wakil kepala desa adat
(Petajuh) sebanyak tiga orang yang mengurusi bidang
keagamaan (parahyangan), bidang kemanusiaan (pawongan) dan bidang yang terkait dengan ·lingkungan (palemahan). Terdapat pula seorang sekretaris (penyarikan), dua orang bendahara (petengan) dan enam orang petugas pembawa informasi (kesinoman). mempunyal
kedudukan
dan
peran
yang
Para pengurus tersPbut sangat
penting
dalam
menjalankan fungsi dan tugas desa adat sebagai implementasi dari filosofi Tri Hita Karana seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dalam kepengurusan Desa Adat Beraban juga terdapat Dewan Pertimbangan Adat yang terdiri dari seorang ketua dan tiga orang anggota.
Tugas
pertirr.ban~an
dewan
pertimbangan
adat
yaitu
memberikan
kepada para pengurus adat baik diminta maupun tidak
tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh desa adat, Selain
itu,
Desa
Adat Beraban
juga
mempunyai
pasukan
pengamanan wilayah tradisional (pecalang) yang bertugas menjaga keamanan wilayah dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh desa adat terutama dalam hal kegiatan adat yang berlangsung di masyarakat. Jumlah anggota keamanan ini adalah sebanyak 45 orang dengan jumlah pengurus sebanyak 4 (empat) orang dan anggota sebanyak 41 orang. Norma yang dimiliki oleh Desa Adat Beraban adalah berupa · peraturan tertulis yang disebut awig-awig. Awig-awig tersebut merupakan peraturan dan ketentuan dasar yang dibuat oleh warga desa adat yang
93
dijadikan pedoman bagi perilaku mereka. Secara umum format awig-awig desa adat yang ada di Bali pada umumnya adalah sama, yang berbeda adalah materi yang terkandung dalam awiig-awig tersebut. Karena dalam penyusunan awig-awig tersebut juga didasarkan kepada adat dan kebiasaan (dresta) yang berlaku di daerah masing"'masing. Awig-awig Desa Adat Beraban telah dibentuk pada tahun 1986 dan untuk mengikuti perubahcm dan perkembangan jaman maka telah dilakukan penyesuaian substansi dalam awig-awig tersebut berdasarkan rapat warga desa adat pada Tahun 2004 dan mulai diberlakukan pada tanggal 22 Februari 2005. Adapun materi yang mengalami perubahan adalah adanya penetapan sanksi terhadap warga yang lalai memenuhi kewajibannya dalam pengembalian pinjaman pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban. Dimana sebei!.unnya sanksi tersebut tidak dimuat dalam awig-awig Desa Adat Beraban. Secara umum hal-hal yang dimuat dalam awig-awig Desa Adat Beraban adalah: 1) batas-batas desa adat; 2) bidang lingkungan sosial kemasyarakatan dan lingkungan alam (Sukerta Tata Pekraman dan Sukerta
Tata
kepengurusan,
Palemahan)
yang
kentongan
mengatur masalah desa,
ketentuan
keanggotaan, tentang
pertemuan/musyawarah desa, kekayaan yang dimiliki oleh Desa Adat Beraban, lahan perkebunan dan bahaya yang dikaitkan dengan suara kentongan desa, Bidang upacara keagamaan (Sukerta Tata Agama) yang mengatur tata cara pelaksanaan upacara keagamaan; 3) bidang sosial
94
kemasyarakatan (Sukerta Tata Pawongan) yang menyangkut perkawinan dan warisan; 4) sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh warga dan; 5) pada bab terakhir diatur tentang perubahan awig-awig (Nguwah Nguwuhing Awig-awig).
Proses pembuatan awig-awig berdasarkan kesepakatan dari seluruh warga desa adat. Hal inilah yang menyebabkan awig-awig tersebut dijalankan, diikuti dan ditaati oleh seluruh masyarakat Beraban. Adanya unsur sumberdaya, organisasi dan norma s2ngat diperlukan bagi desa ad at untuk dapat menjalankan fungsinya. 2. Gambaran umum R-0-N Banjar Banjar adat juga mempunyai unsur pembangunan yang terdiri dari sumberdaya, organisasi dan r.orma.
De~a
ada+. Beraban terdiri dari 15
banjar adat. Jumlah banjar adat berbeda dengan jumlah dusun atau banjar dinas yang ada di desa Beraban. Perbedaan ini disebabkan bergabungnya dua banjar adat dari desa sebelahnya yaitu Desa Pandak Gede. Selain itu untuk memekarkan suatu banjar adat tidaklah serumit jika ingin memekarkan banjar dinas. Pemekaran banjar adat dilakukan jika wilayahnya dirasakan terlalu luas dan penduduknya sudah terlalu banyak sehingga menyebabkan kordinasi menjadi kurang efektif. Seperti kasus di Banjar Dinas Dukuh telah dimekarkan menjadi dua banjar adat yaitu Banjar Adat Dukuh dan Banjar Adat Enjung Pura. Demikian pula dengan Banjar Dinas Sinjuana telah dimekarkan menjadi tiga banjar adat yaitu
95
Banjar Adat Sinjuana Kaja, Banjar Adat Sinjuana Tengah dan Banjar Adat Sinjuana Kelod. Di bawah banjar adat masyarakat masih dikelompokkan menjadi kelompok yang lebih kecil yang disebut temoek. Adapun jumlah tempek pada masing-masing banjar adat adalah sebagai berikut: Banjar Adat Ulun Desa, Gegelang, Batanbuah Kaja, Batanbuah Kelod, Beraban, Batugaing Kaja, Batugaing Kelod, Nyanyi dan Pasti terdiri dari 4 (empat) tempek. Banjar Adat Kebon terdiri dari 3 (tiga) tempek. Banjar Adat Dukuh, Sinjuana kaja, Sinjuana Tengah dan Sinjuana Kelod terdiri dari 2 (dua) tempek dan Banjar Adat Enjungpura terdiri dari sebuah tempek. Total jumlah tempek yang ada Di Desa Adat Beraban adalah sebanyak 48 buah. Sumberdaya yang dimiliki oleh
ban~ar
adat hampir
sam~
dengan
sumberdaya yang dimiliki oleh desa adat karena banjar adat adalah merupakan bagian dari desa adat. Sumberdaya manusia terdiri dari anggota banjar. Jumlah masing-masing anggotak banjar di Desa Adat Beraban antara 30-50 kepala keluarga (kk).
Ketua banjar (klian) juga
dipilih oleh warga banjar melalui musyawarah diantara mereka. Sumberdaya fisik yang ada di masing-masing banjar adalah Pura banjar untuk kegiatan persembahyangan, sebuah bale banjar yang berfungsi
untuk
mengadakan
pertemuan,
mengadakan
kegiatan
posyandu, untuk latihan kesenian gamelan, kesenian bernyanyi Bali (Sekha Santhi) dan mengadakan kegiatan keagamaan terutama untuk
96
upacara di pura banjar. Selain itu fungsi bale banjar juga sebagai tempat oleh raga seperti tenis meja seperti yang
te~adi
pada bale Banjar Adat
Batugaing. Dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada bale banjar tersebut, dapat dilihat bahwa peran bale banjar adalah sebagai media sekaligus pusat pembelajaran kesenian, ruang untl.:K berkomunikasi, ruang berinteraksi dan berkonsolidasi antar warga banjar untuk menjaga rasa persaudaraan di antara mereka. Melalui peran bale banjar pula sebagian dari kebudayaan yang ada Di Bali diturunkan kepada generasi penerus, sehingga dapat terus bertahan sampai saat ini. Selain bale banjar beberapa banjar juga mempunyai bangunan berupa wantilan yang disewakan kepada masyarakat
un~uk
acara
olahraga seperti badminton, sehingga menjadi salah satu sumber pemasukan keuangan bagi banjar adat yang bersangkutan seperti yang terjadi di Banjar Sinjuana. Selain bangunan bale banjar dan pura banjar, sumberdaya fisik yang dimiliki oleh masing-masing banjar adalah seperangkat alat .. gamelan dan juga peralatan untuk melaksanakan upacara baik upacara adat maupun keagamaan seperti alat-alat masak, kursi, tenda dan sebagainya yang tersimpan dalam ruangan yang ada pada bale banjar tersebut. Sumberdaya modal atau keuangan dari banjar berasal dari iuran anggota yang dibayar tiap-tiap enam bulan sekali, hasil dari
penyewaa~
peralatan yang dimiliki oleh banjar, pembayaran denda oleh warga yang
97
tidak mengikuti rapat banjar secara berturut-turut dan subsidi dari pendapatan pengelolaan Objek Wisata Tanah Lot sebesar 15 % dan dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing banjar. Selain itu bagi pengurus khusus ketua banjar diberikan insentif dari pemerintah Kabupaten Tabanan per bulan dan bantuan pemerintah lainnya untuk pembangunan pada masing-masing banjar. Susunan kepengurusan Oiganisasi banjar yang ada di Desa Adat Beraban sama untuk semua banjar yaitu terdiri dari seorang ketua banjar yang disebut klian Banjar. Ketua banjar dibantu oleh seorang penyarikan atau sekretaris dan seorang petengah atau bendahara. Sarna halnya dengan kepengurusan desa adat, pada banjar juga terdapat kesinoman atau pembawa informasi dari ketua banjar kepada warga banjar. Jumlahnya hanya satu orang pada masing-masing banjar. Hal lni karena jarak rumah warga pada masing-masing banjar saling berdekatan dan ditengah-tengah perumahan warga berdiri sebuah bale banjelr, sehingga jika ada acam rapat maka untuk memanggil warga banjar cukup dengan memukul kentongan yang ada
pa~a
bangunan bale banjar tersebut. Untuk
mengurusi peralatan yang dimiliki oleh masing-masing banjar juga diangkat seorang petugas gudang. Sedangkan untuk masing-masing tempek diketuai oleh klian tempek yang diganti setiap 18 bulan. Anggota banjar melaksanakan rapat rutin setiap enam bulan sekali yang disebut dengan rapat tutup buku dan dihadiri oleh seluruh pengurus serta anggota. Dalam rapat tersebut dibahas pemasukan dan pengeluaran
98
yang terjadi dalam kurun waktu tersebut, pembayaran iuran anggota, pembayaran denda bagi pelanggaran aturan banjar, penerimaan anggota baru
(biasanya
dari
warga
permasalahan-permasalahan
yang yang
baru
menikah).
dihadapi
dalam
Juga
dibahas
melaksanakan
pembangunan di banjar bersangkutan, biasanya lebih banyak menyangkut tentang pelaksanaan upacara adat dan keagamaan. Akan tetapi kadangkadang juga dibahas mengenai keadaan atau kondisi yang sedang berlangsurig pada wilayah mereka. Dalam rapat-rapat tersebut biasanya warga banjar yang tinggal di luar desa mereka menyempatkan diri untuk menghadiri acara tersebut sambil membawa pengalaman yang mereka peroleh selama di daerah perantauan. Hal ini pula yang menyebabkan diantara warga banjar yang ada di wilayahnya saling mengenal dengan baik satu denga!'l lainnya walaupun tinggal berjauhan. Norma atau aturan yang berlaku pada banjar adalah merupakan penjabaran dari awig-awig desa adat yang juga disebut pararem. Pararem tersebut juga berdasarkan atas kebiasaan dan kondisi yang berlaku pada masing-masing banjar. Kebiasaan yang dimaksudkan lebih banyak menyangkut pelaksanaan tata cara upacara keagamaan. Selain itu sanksi yang ditetapkan dalam pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat dalam aturan yang dibuat juga disesuaikan dengan kondisi setempat berdasarkan musyawarah antar anggota banjar. Dalam kelompok masyarakat pada tingkat banjar sampai saat ini masih berlaku asas kebersamaan dan kekeluargaan. Hal ini terlihat pada
99
kegiatan-kegiatan
yang
mengatasnamakan
banjar.
Terutama
pada
upacara adat seperti kelahiran, perkawinan dan kematian. Seluruh anggota pasti hadir kecuali mereka sakit. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa fungsi pokok dari banjar adalah mewujudkan gotong royong di antara warga banjar baik dalam keadaan suka maupun duka. Secara umum fungsi lembaga desa adat/banjar adalah bergerak di bidang sosial-budaya-religius dan sosial-ekonomi. Di bidang sosialbudaya religius lembaga ·adat di Bali berfungsi untuk menciptakan suasana yang aman, tentram dan damai seperti dalam pelaksanaan upacara-upacara
keagamaan,
upacara
adat
sekaligus
untuk
mempertahankan budaya Bali seperti upacara perkawinan, kematian dan yang terkait dengan kehidupan masyarakat. Selain itu fungsi desa adat dalam pembangunan sosial budaya yang terkait dengan pelaksanaan program-program pemerintah seperti program keluarga berencana (KB), pendidikan dan kesehatan. Sementara fungsi desa adat di hidang
~osial
ekonomi terkait
dengan pengelolaan badan usaha milik desa yaitu Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Selain sebagai sumber keuangan bagi desa adat, kegiatan LPD juga bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat melalui menghimpun dan menyediakan dana untuk kebutuhan masyarakat. Selain pengelolaan LPD, dengan adanya perubahan paradigma pembangunan menuju paradigma pembangunan partisipatif yang terjadi pada akhir-akhir ini, telah memberikan inspirasi bagi pemerintah daerah
100
Provinsi Bali untuk lebih memanfaatkan lembaga desa adat sebagai media pemberdayaan masyarakat. lni ditunjukkan dengan pelaksanaan program pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan melalui pelaksanaan
program
pengembangan
masyarakat
yang
bernama
Program Community Based Development (CBD)o Di Desa Beraban program CBD telah dimulai pada pada Bulan Juli
20060 Walaupun dari gambaran sebelumnya menunjukkan bahwa Desa Beraban adalah sebuah desa yang cukup majuo Namun menurut Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan hasil kegiatan pendataan sosial ekonomi pada tahun 2005 di Desa Beraban tercatat 232 KK atau sekitar 14,88% penduduknya masih berkatagori penduduk miskin, sehingga bagaimanapun upaya-upaya pemberdayaan dalam rangka pengentasan kemiskinan tersebui tetap diperlukano Menurut masyarakat sendiri yang mereka pahami sebagai suatu masyarakat yang berdaya juga lebih cenderung menekankan dari sisi kemampuan
perekonomian
seseorango
Seperti
disampaikan
oleh
pernyataan seorang infortnan I Made Darsana, ST. (38) yang juga merupakan tokoh adat yang menyatakan bahwa:
" 000 kalau menu rut saya masyarakat yang disebut berdaya itu adalah masyarakat yang secara ekonomi dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain dan bisa menemukan peluang ke~a sendiri dan lebih jauh bisa membantu orang lainooo"(Wawancara hari ·Senin, 4 Juni 2007)0 Jadi dengan demikian sebagai bagian dari fungsi desa adat dan mengacu kepada pernyataan informan di atas, maka berikut ini akan
101
dilihat bagaimana proses pemberdayaan masyarakat pada pengelolaan LPD dan pelaksanaan program CBD yang ada pada lembaga tradisional Desa Adat Beraban. 3. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban
Sebagai salah satu sumber keuangan desa adat, Lembaga Perkreditan Desa (LPD) hampir dapat ditemukan di tiap-tiap desa adat yang ada di Kabupaten Tabanan. LPD Desa Adat Beraban didirikan pada Tahun 1987. Berdasarkan keterangan Ketua LPD Bapak I Nyoman Mastera (67) pembentukan badan usaha tersebut digagas oleh seorang warga yang berprofesi sebagai karyawan perbankan. Gagasan tersebut mendapat respon positif dari masyarakat (termasuk dari Ketua LPD sekarang). Untuk mendirikan LPD ada beberapa persyaratan harus dipenuhi yaitu desa adat setempat telah mempunyai aturan (awig-awig) tertulis dan daerah tersebut berpotensi untuk berkembang. Karena persyaratan yang diperlukan sudah terpenuhi yaitu Desa Adat Beraban telah memiliki awigawig tertulis dan dari segi potensi desa ini sangat mungkin untuk berkembang karena merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Kabupaten Tabanan, maka pada akhir Tahun 1987 terbentuklah LPD Desa Adat Beraban dengan modal awal yang digunakan pada saat itu berasal dari sumbangan anggota.
102
a. Karakteristik R-0-N Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban Syarat fundamental dalam pelaksanaan suatu kegiatan maupun suatu program sebagaimana yang diungkapkan oleh Salman (2005), meliputi ketersediaan sumberdaya, organisasi dan norma {R-0-N). Oleh karena itu pengetahuan karakteristik R-0-N pada sebuah lembaga harus diketahui terlebih dahulu untuk mendukung pelaksanaan kegiatankegiatannya. Demikian halnya pada LPD, dalam pelaksanaan kegiatannya perlu pengkajian karakteristik R-0-N yang ada pada lembaga tersebut. Berikut ini akan dipaparkan hal-hal yang
berkaitan dengan sumberdaya,
organisasi dan aturan atau norma yang dimiliki oleh LPD Desa Adat Beraban ct.1. Sumberdaya Sumberdaya yang dimiliki oleh Lembaga Perkreditan Desa {LPD) Desa Adat Beraban adalah berupa sumberdaya manusia, sumberdaya fisik dan sumberdaya keuangan. Sumberdaya manusia LPD berupa anggota LPD itu sendiri yang
be~umlah
1.683 KK. Sumberdaya fisik yang
dimiliki oleh LPD Desa Adat Beraban berupa sebuah ruangan yang cukup luas yang terletak di lantai dua Kantor Desa Beraban dengan ukuran 8x6 meter yang digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan segala aktivitasnya. Fasilitas yang dimiliki berupa 2 {dua) unit komputer, sebuah meja panjang untuk melayani nasabah, sebuah printer, sebuah mesin
103
ketik, 2 (dua) buah Ieman untuk menyimpan berkas-berkas yang terkait dengan aktivitasnya, 7 (tujuh) buah meja kursi untuk karyawan, seperangkat alat tulis menulis untuk proses administrasi dan sebuah televisi. Sumberdaya keuangan dari LPD berasal dari anggota sebagai modal awal, sumber lainnya yaitu 60% dari laba LPD itu sendiri yang dikembalikan ke LPD sebagai tarnbahan modal, dan sumber-sumber lainnya yaitu berupa sumbangan-sumbangan da:i masyarakat. Total dana LPD Desa Adat Beraban sampai Tahun 2006 mencapai Rp.569.254.369,-. a.2. Organisasi
Organisasi LPD Desa Adat Beraban terdiri dari beberapa orang pengurus yaitu seorang ketua yang bertugas menjalankan aturan-aturan yang menyangkut pelaksanaan kegiatan dalam LPD. Ketua LPD dibantu oleh
seorang
sekretaris
administrasi dalam
yang
bertugas
LPD dan seorang
sebagai
bendahara
penyelenggara yang
bertugas
menangani urusan keuangan dan sekaligus sebagai kasir. Selain pengurus, LPD Desa Adat Beraban mempunyai lima orang karyawan atau petugas lapangan yang bertugas sebagai pemungut tabungan dari masyarakat. Pengurus LPD dipilih dalam suatu rapat khusus berdasarkan persetujuan anggota sedangkan untuk karyawan dipilih dan dapat diberhentikan oleh pengurus melalui persetujuan pengurus desa adat berdasarkan hasil musyawarah. Masa jabatan pengurus dalam satu
104
periodenya adalah empat tahun dan selanjutnya dapat dipilih kembali. Untuk lebih jelasnya susunan kepengurusan LPD Desa Adat Beraban dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini: Ketua LPD (Manajer) I Nyoman Mastera (SPG, 69Th)
·-
Sekretaris (Juru Buku) I Nyoman Sutarwa (42th, SMEA)
-······-··················
Pengawas Ketua : Bendesa Adat Anggota : Unsur Masyarakat I Made Deka (Tokoh masyarakat, 57th) Ir. I Wayan Nuja (Pedagang, 42th) Drs. I Ketut Darma (Dosen, 46th)
Bendahara (Kasir) I Wayan Wirsa (41th, SMEA)
i 5 orang petugas lapangan (petugas pungut keliling)
I
Gam bar 3. Struktur Organisasi lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban Ketua LPD Desa Adat Beraban telah menduduki jabatan sebagai ketua sejak LPD didirikan yaitu mulai Tahun 1987. Namun sempat berhenti menjabat sekitar akhir Tahun 1993 sampai awal tahun 2000 karena pada saat tersebut belia!J juga bekerja sebagai seorang guru. lni disebabkan karena seorang ketua tidak diperbclehkan memiliki dua pekerjaan sekaligus, agar dapat lebih berkonsentrasi dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua LPD. Setelah pensiun warga mendesak agar beliau kembali bersedia memimpin LPD dan berlangsung sampai saat ini karena kepemimpinannya dianggap berhasil yaitu dengan melihat
105
kemajuan dari LPD itu sendiri dan meningkatnya kepercayaan dari masyarakat untuk menyimpan maupun meminjam uang di LPD. Dalam kepengurusan LPD juga terdapat suatu badan pengawas yang diketuai oleh kepala desa adat (bendesa adat) dengan tiga orang anggota yang merupakan tokoh masyarakat yang dianggap mampu dan mendapat kepercayaan dari para warga atau anggota untuk menjalankan tugas sebagai pengawas. Adapun ketiga tokoh tersebut adalah Bapak I Made Deka (57) yang merupakan mantan ketua desa adat, lr. I Wayan Nuja (42) yang berprofesi sebagai seorang pedagang dan Drs. I Ketut Darma (46) yang berprofesi sebagai seorang dosen. Tugas badan pengawas adalah mengawasi semua kegiatan yang dilaksanakan di dalam tubuh LPD terutama yang menyangkut masalah pemberian kredit kepada para
::~nggota.
Wilayah kerja LPD terbatas pada lingkungan desa adat masingmasing. Hal ini disebabkan karena LPD merupakan lembaga milik desa adat sehingga kegiatannya juga difokuskan pada pengembangan desa dan peningkatan tarat hidup masyarakat di lingkungannya.
a.3. Nonna Norma atau aturan mengenai sanksi terhadap nasabah yang tidak memenuhi kewajibannya dalam hal pengembalian pinjaman tercantum dalam
awig-awig
Desa
Adat
Beraban.
Sementara
aturan
yang
menyangkut teknis pengelolaan dan administrasi secara umum harus mengacu kepada Perda Provinsi Bali No. 8 Tahun 2002 tentang LPD.
106
Perda tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja LPD oleh karena LPD sebagai lembaga keuangan desa mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan lembaga keuangan lainnya. Substansi dalam aturan yang menyangkut pengelolaan dan administrasi LPD yang disesuaikan dengan kondisi setempat berdasarkan keputusan dalam suatu pertemuan antara pengurus dan badan pengawas dan disosialisasikan kepada seluruh anggota melalui ketua banjar adat masing-masing.
Aturan
tersebut mencakup tingkat suku bunga yang ditetapkan, baik untuk tabungan, deposito dan bungan pinjaman, mekanisme penyaluran kredit, alokasi penggunaan dana-dana sosial LPD dan aturan-aturan lainnya. Untuk lebih jelasnya karakteristik R-0-N yang dimiliki oleh LPD Desa adat Beraban dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
107
Tabel 8. Karakteristik R-0-N Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban
~----------------------------------------------------------------
KEGIAT AN PENGELOLAAN LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD
NORMA
ORGANISASI
SUMBERDAYA manusia Sumberdaya LPD anggota berupa berjumlah 1.683 KK
-
Sumberdaya fisik berupa: - sebuah ruangan - 2 unit komputer - 1 meja panjang - 1 printer - 1 mesin ketik - 2 buah lemari - 7 buah meja dan kursi - seperangkat alat tulis - 1 televisi.
-
Terdiri dari beberapa orang pengurus yaitu ketua Seorang sekretaris seorang bendahara orang (lima) 5 atau karyawan petugas lapangan badan Sebuah yang pengawas diketuai oleh kepala desa adat (bendesa adat) dengan 3 (tiga) orang anggota
Sumberdaya keuangan: dari awal - Modal anggota - 60% dari laba LPD itu sendiri - sumber lainnya berupa dari sumbangan masyarakat. - Total dana LPD Tahun mencapai 2006 Rp.569.254.369,-.
- Aturan pokok yaitu aturan desa adat yang disebut Dalam awigAwig-awig. awig desa adat hanya mencantumkan sanksi yang dapat dikenakan kepada para peminjam (debitor) memenuhi lalai yang kewajibannya - Aturan yang bersifat teknis pengelolaan LPD sendiri tidak tercantum dalam awigawig, tetapi dibuat suatu aturan detail yang disebut memuat yang Pararem teknis aturan-aturan pengelolaan LPD tersebut.
b. Kegiatan lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban
Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun
2002, tujuan didirikannya LPD adalah memberantas ijon, gadai gelap dan sejenisnya menciptakan
melalui
pemberian
pemerataan
mikro
kredit
kesempatan
kesempatan kerja bagi masyarakat,
kepada
berusaha
dan
masyarakat, perluasan
meningkatkan daya beli dan
melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa.
108
Untuk meminjam uang di LPD, seorang peminjam harus melalui beberapa prosedur seperti mengisi formulir yang telah disediakan dan ditandatangani oleh ketua banjar adat dan ketua desa adat. Hal ini dilakukan agar penggunaan dana pinjaman sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan peminjam seperti yang tercantum dalam formulir permohonan pinjaman. Sebelum penandatangan formulir pinjaman, ketua banjar dan desa adat tetap memegang prinsip kehati-hatian dalarn penyaluran kredit. Prinsip kehati-hatian ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan usaha dari LPD dan untuk meyakinkan apakah peminjam yang akan diberikan kredit itu bisa mengembalikan atau tidak. Proses ini dilakukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan tentang tujuan dari kredit yang diminta serta mengecek apakan calon peminjam sebelumnya pernah
mempunya~
masalah dengan LPD.
Setelah memenuhi prinsip-prinsip di atas, formulir lalu ditanda tangani. Selanjutnya calon peminjam membawa formulir yang telah ditandatangani tersebut dan melengkapi dengan persyaratan lain yang dibutuhkan seperti barang jaminan atau agunan dan fotocopy KTP suami istri. Berkas-berkas yang telah lengkap dibawa ke kantor LPD untuk proses pencairan dana. Setibanya di kantor LPD, berkas-berkas tersebut dicek lagi oleh ketua
LPD.
Pengecekan
menyangkut
kelengkapan
dan
proses
administrasi peminjam. Setelah segala persyaratan yang dibutuhkan dipenuhi maka dana siap untuk dicairkan. Sebelum pencairan, ketua LPD
109
selalu memberikan pengarahan secara lisan kepada peminjam agar penggunaan dana tersebut diutamakan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kalaupun nantinya digunakan untuk keperluan yang bersifat konsumtif sebaiknya perlu dipertimbangkan dengan baik dan benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan. Pencairan dana dilakukan langsung di kantor LPD melalui bagian kasir. Sebagai lembaga yang berfungsi dalam penyediaan kredit mikro bagi
masyarakat
dan
sebagai
upaya
untuk
lebih
mendorong
perekonomian masyarakat terutama kelas bawah, pihak LPD Desa Adat Beraban membebaskan penggunaan agunan dalam bentuk apapun untuk peminjaman dana dibawah satu juta rupiah. Teta pi proses pencairan dana sama seperti apa yang dilakukan di atas. Kredit ini terutama dimanfaatkan oleh para pedagang makanan utamanya makanal" kecil seperti ja_ian dan minuman. Selain itu dengan melihat perkembangan pengelolaan Objek Wisata Tanah Lot yang sejak dikelola oleh lembaga Desa .Adat Beraban terus mengalami peningkatan, maka atas inisiatif ketua LPD mulai Tahun 2005 LPD Desa Adat Beraban mulai mengembangkan pola pemberian kredit melalui kelompok. Kelompok mitra kerja LPD masih terbatas pada pedagang terutama para pedagang tetap yang berjualan disekitar areal Objek Wisata Tanah Lot. Kemudahan yang diberikan adalah proses dan pelayanan yang cepat dimana petugas LPD langsung datang ke lokasi untuk proses
110
pengurusan administrasi bagi anggota kelompok yang membutuhkan pinjaman. Kemudahan lainnya yaitu LPD membebaskan agunan untuk memperoleh pinjaman di bawah dua juta rupiah. Sebagai konsekwensi dari pinjaman yang diberikan tersebut, para pedagang yang tergabung dalam kelompok tersebut harus membuka tabungan di LPD dengan batas saldo minimal yang harus mengendap di LPD sebesar Rp.50.000,-. Jumlah anggota yang telah menjadi anggota kelompok tersebut sampai saat ini adalah 36 pedagang dengan kordinator I Nyoman Sumerta (39). Kondisi ini dapat berlangsung semata-mata bukan hanya untuk meningkatkan modal usaha dengan harapan adanya keuntungan usaha dari anggota kelompok yang semakin meningkat, tetapi juga oleh adanya rasa ikut memiliki LPD sebagai suatu usaha milik desa. Sehingga melalui kegiatan tersebut mereka secara tidak langsung akan ikut berkontribusi dalam pembangunan di desanya. Berdasarkan Perda Provinsi Bali No 8 Tahun 2002 tentang LPD proporsi pembagian laba dari LPD adalah sebagai berikut: 60% untuk digunakan meningkatkan dan pemupukan modal dari LPD bersangkutan, 20% diserahkan kepada desa adat yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan desa dan pembangunan lainnya yang dianggap perlu oleh desa, 10% digunakan sebagai jasa pengurus dan jasa badan pengawas serta karyawan yang besamya · ditentukan berdasarkan keputusan yang dihasilkan melalui pertemuan pengurus dengan badan pengawas.
Lima persen digunakan untuk dana-dana sosial yang
111
peruntukannya juga berdasarkan hasil musyawarah, sedanpkan hanya lima persen yang keluar dari desa yang bersangkutan yaitu untuk dana pembinaan LPD. Dengan demikian keuntungan LPD 95% akan akan terus berputar di desa bersangkutan dan hanya sebesar 5% yang ke1uar dari desa untuk disetorkan kepada Bank Pembangunan Daerah Kabupaten Tabanan yang nantinya akan digunakan sebagai dana pembina==-n LPD. Sebagai contoh pada Tahun 2006 besarnya keuntungan LPD Desa Adat Beraban yang digunakan untuk membantu anggaran pembangunan di desa adalah sebesar Rp. 59.000.000,-. Keuntungan ini terus mengalami peningkatan dimana pada Tahun 2004 hanya sebesar Rp. 36.000.000. lni menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut
te~adi
peningkatan
terhadap jumlah pinjaman di LPD yang sekaligus dapat dijadikan suatu indik3tor semakin berkembangnya usaha masyarakat. Selain untuk membantu anggaran pembangunan di desa, LPD juga mempunyai dana untuk membantu membiayai kegiatan yang bersifat sosial. Kegiatan sosial yang akan dilaksanakan ditentukan mela1ui rapat pengurus. Sebagai contoh pada tahun 2006 dana sosial LPD Desa Adat Beraban digunakan untuk beasiswa yang diberikan terhadap siswa yang secara ekonomi dianggap layak untuk menerimanya. Dana sosial juga digunakan untuk membantu subak dalam menyelenggarakan upacara keagamaan yang bertujuan memberantas hama penyakit dan tikus. · Dalam
perjalanannya,
pemberian
kredit
selanjutnya
lebih
didasarkan kepada prilaku peminjam sendiri. Artinya para peminjam yang
112
benar-benar bertanggungjawab dan selalu menunjukkan itikad baik dalam mengelola pinjaman baik dari segi pengembalian kredit maupun dari segi penggunaannya, sering diberikan kemudahan seperti tingkat suku bunga yang lebih rendah dari yang ditetapkan dan juga proses yang cepat. Seperti yang dijelaskan oleh seorang informan nasabah LPD Ni Nengah Sukerti (53) seorang penjual nasi yang begitu bersemangat pada saat wawancara: "... saya pak menjadi r.asabah LPD sejak dulu. Mulai pinjam seratus ribu sampai puluhan juta selalu di LPD. Modal saya hanya kejujuran dan berusaha ciengan serius. Sekarang kalau saya perlu dana saya tinggal telpon LPD, besok uang langsung cair. Soal administrasi ya saya urus belakangan. Begitu kepercayaan LPD kepada saya, ya tentunya saya harus jaga ... "(Wawancara tanggal 11 Juni 2007) Menurut keterangan dari ketua LPD setempat, kemudahan yang diberikar. sekaligus Sf:bagai wahana mempromosikan LPD karena bagaimanapun persaingan tetap
te~adi
diantara lembaga keuangan yang
ada Di Desa Beraban. Pengawasan terhadap kredit yang telah disalurkan adalah hal yang penting dilakukan untuk menghindari adanya kredit macet sehingga kelangsungan LPD dapat tetap terjaga dan sekaligus untuk mendidik para pengguna dana LPD untuk bertanggungjawab terhadap penggunaan dana dan pengembalian kredit. Di Desa Beraban kegiatan-kegiatan pengawasan khususnya pengawasan internal terhadap jalannya LPD dilaksanakan secara rutin setiap bulan. Pengawasan diwujudkan dengan mengadakan pertemuan
113
antara pengurus dengan badan pengawas. Dalam pertemuan tersebut dibahas pcrmasalahan-permasalahan yang ditemui dilapangan khususnya yang berkaitan dengan nasabah. Untuk penanganan terhadap kasus kredit macet, yang terjadi Di LPD
Desa
Adat
Beraban
pihak
pengurus
lebih
mengutamakan
pendekatan pers!.Jasif. Pendekatan yang dilakukan berupa mendatangi rumah nasabah, kadang juga
s~ring
melalui telepon dan menanyakan apa
permasalahan yang dihadapi sehingga tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai nasabah. Bagi nasabah yang tidak membayar karena ada musibah, diberikan suatu keringanan dengan memperpanjang jangka waktu kredit dengan tidak memperhitungkan bunga tambahan atau dengan membebaskan pcmbayaran bunga sama sekali. Sampai saat ini piha!< pengurus LPD belum pernah menerapkan sanksi adat untuk mengatasi masalah-masalah di atas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa bagaimanapun yang menjadi nasabah adalah anggota masyarakat setempat sehingga masih ada rasa kasihan. Kondisi seperti di atas pada akhir-akhir ini sudah jarang terjadi. Hal ini disebabkan oleh kerja keras seluruh pengurus dan juga aparat desa adat dengan melakukan sosialisasi pada saat-saat pertemuan dan menekankan bahwa bagaimanapun LPD adalah merupakan kekayaan desa yang berasal dari warga, oleh warga dan untuk warga. Untuk itu sudah seharusnya seluruh warga desa ikut memelihara dan menjaga kelangsungannya. Hal ini telah meningkatkan rasa kepemilikan warga
114
terhadap LPD. Seperti pemyataan seorang nasabah LPD Bapak I Ketut Ratib (56) seorang pengusaha batako berikut ini" "... bagaimanapun LPD itu adalah usaha milik desa, kalau saya meminjam di LPD berarti saya juga ikut memajukan desa, dan jika saya tidak jujur dengan LPD berarti saya juga menipu diri saya sendiri .. :(Wawancara tanggal11 Juni 2007) Walaupun demikian, untuk mengantisipasi keadaan-keadaan yang tidak diinginkan LPD Desa Adat Beraban tetap menyiapkan sejum:ah dana cadangan penghapusan kredit untuk menangulangi
kasus-k9s~s
yang tidak diinginkan seperti kredit macet sehingga tidak mempengaruhi neraca LPD. Jika ada kredit yang macet pembayaraan pokok kredit tersebut ditutup dulu oleh dana cadangan penghapusan kredit yang tersedia
sambil
menunggu
peminjam
d3pat
kembali
memenuhi
kewajibannya untuk membayar tunggakannya di LPD. Untuk
mempertanggungjawabkan
kinerja
pengurus,
LPD
menjadwalkan rapat pertanggungjawaban yang dilaksanakan setiap tahun. Pertanggungjawaban
kine~a
pengurus LPD Desa Adat Beraban
dilaksanakan setiap Bulan Februari dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh ketua banjar adat dan banjar dinas, anggota BPD, kepala desa dinas, pengurus LPD dan badan pengawas LPO serta seluruh pengurus adat. Pertemuan tersebut juga disebut dengan rapat tutup buku. Dalam pertemuan tersebut juga disusun suatu rencana
ke~a
berupa
penentuan target pendapatan dan pengeluaran LPD serta membahas
115
aturan-aturan yang berlaku seperti tingkat suku bunga, perubahan prosedur pencairan kredit dan sebagainya . Hasil dari pertemuan ini selanjutnya disosialisasikan kepada seluruh warga masyarakat melalui rapat-rapat yang diadakan pada tingkat banjar. Tidak hanya itu, pengurus LPD juga ikut proaktif mensosialisasikan hasil pertemuan tersebut dengan membuat selebaran yang ditempatkan pada tempat-tempat yang stratagis dimana biasanya orang ramai berkumpul seperti pada masing-masing bale banjar, pos-pos keamanan dan sebagainya. Seperti dikatakan oleh salah satu informan nasabah LPD Bapak I Ketut Ratib (56) seorang pengusaha batako berikut ini" "... kalau hasil rapat tentang LPD itu sering ditempel ditempattempat umum, saya pernah kaget di sebuah pos keamanan saya melihat sebuah kertas tertempel begitu saya dekati tarnjata hasil pertanggungjawaban pengurus LPD ... "(Wawancara tanggal 11 Juni 2007)
Berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh LPD Desa Adat Beraban tii atas, terlihat bahwa terdapat komitmen dari para pengurus LPD dan ketua desa adat yang duduk sebagai pengawas untuk memaksimalkan fungsi LPD dengan memegang prinsip transparansi dalam pertanggungjawaban kinerjanya. Namun keberadaan LPD masih bergerak terbatas dalam bidang penyediaan dana kredit mikro. Seharusnya untuk lebih mengoptimalkan bantuan yang diberikan, perlu dilakukan upaya-upaya agar masyarakat mempunyai keterampilan untuk memanfaatkan dana-dana tersebut. Selama ini masyarakatlah yang dituntut untuk jeli melihat peluang yang
116
ada untuk membuka usahanya sendiri dengan menggunakan dana tersebut. Oleh karena itu juga diperlukan keterlibatan aari seluruh unsur terutama pemerintah untuk memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan dalam bidang usaha sehingga tercipta keterampilan dari masyarakat dalam memanfaatkan dana LPD tersebut. Disisi lain, adanya kredit mikro yang disediakan oleh LPD tersebut belum dapat menjangkau sebagian masyarakat kelas bawah khususnya yang berprofesi sebagai peternak.
lni disebabkan karena adanya
ketakukan dari para peternak untuk menggunakan dana pinjaman dari LPD, walaupun telah diberikan kemudahan dalam mendapatkan kredit tanpa menggunakan agunan. Ketakutan yang terjadi adalah bahwa usaha ternak yang dilakukan tetap mempunyai resiko adanya kematian. Jika hal ini terjadi maka tentu akan merugikan para petemak itu sendiri yang tetap dibebankan untuk membayar pokok pinjamannya di LPD. Hal ini terungkap dan seorang informan I Me1de Wena (58) penerima dana bantuan CBD berupa bantuan ternak sapi setelah ditanya kenapa sebelumnya tidak meminjam dana dari LPD untuk membeli ternak. Seperti yang dinyatakannya sebagai berikut : " ... kalau saya pinjam uang di LPD untuk temak sapi, saya takut kalau temak saya tersebut mati. Jika itu terjadi saya kan tetap harus membayar cicilan pinjaman tersebut. Selain itu pinjaman tanpa agunan hanya khusus ditujukan bagi pinjaman di bawah satu juta rupiah, sedangkan harga bibit sapi paling tidak adalah dua juta keatas. Jadi bukan berarti saya tidak pernah pinjam di LPD. Saya pinjam paling saya gunakan untuk kebutuhan mendesak seperti biaya anak sekolah atau upacara-upacara adat..: (Wawancara, 10 Juni 2007).
117
Dari pemyataan tersebut terlihat bahwa walaupun masyarakat tidak menggunakan kredit yang disediakan LPD untuk membuka suatu usaha tetapi
mereka tetap memanfaatkan kredit yang disediakan untuk
pelaksanaan kegiatan-kegiatan sosial. Dengan demikian melalui keberadaan LPD telah memberikan kemudahan dalam akses permodalan bagi masyarakat. Kemudahan ini diharapkan dapat mendorong pengembangan usaha-usaha di tingkat masyarakat,
sehingga
pada
akhirnya
akan
dapat
meningkatkan
kesejahteraan dan sekaligus menjaga keberlanjutan usaha LPD itu sendiri. Pengembangan usaha masyarakat dengan adanya modal usaha tersebut adalah merupakan suatu wujud pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. Mem.:rut Hutomo, (2000; 9) pemberdayaan di bidang ekonomi yang dilakukan pada saat ini, salah satunya ditujukan dengan pengembangan kelembagaan ekonomi melalui pendekatan kelompok. Akan tetapi sering sekali sangat sulit untuk mencapai akumulasi modal yang diharapkan. Oleh karena itu hal yang paling realistis dilakukan menurutnya adalah pengelompokan ekonomi tersebut di arahkan pada kemudahan untuk memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang telah ada. c. Proses pemberdayaan masyarakat pada pengelolaan LPD Desa Adat Beraban. Seperti halnya proses pemberdayaan masyarakat dalam Subak, proses pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan LPD juga akan dilihat
118
sesuai dengan proses pemberdayaan menu rut Ohama (2001) yaitu adanya penyadaran, pengorganisasian dan penghantaran sumberdaya. Ada beberapa kegiatan dalam LPD yang dapat dikatagorikan ke dalam proses tersebut.
c.1. Penyadaran Proses penyadaran dalam kegiatan LPD dilaksanakan agar masyarakat memilliki pemahaman bahwa keberadaan LPD mempakan sebuah lembaga keuangan yang ditujukan bagi kalangan masyarakat bawah terutama dalam penyediaan modal usaha. Selain itu penyadaran juga dilakukan agar penggunaan kredit yang diberikan sesuai dengan peruntukannya
dan
memunculkan
rasa
tanggungjawab
dari
para
peminjam untuk memenuhi kewajibannya dalam hal pengembalian pinjaman yang diberikan. Penyadaran dalam hal ini dilakukan oleh para pengurus dan badan pengawas LPD. Penyadaran di mulai pada tahap penandatang2r.an fotii1ul;i oleh ketua banjar ad at dan kepala desa ad at. T and a tar.ga.1 dari tokoh ad at tersebut merupakan jaminan bahwa warga tersebut memang layak untuk mendapatkan suatu pinjaman untuk modal usaha atau untuk kegiatan lainnya. Bagi masyarakat prinsip ini bertujuan untuk memunculkan suatu kesadaran agar pinjaman yang akan diberikan digunakan sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan. Penyadaran juga dilakukan dengan memberikan suatu arahan bagi para peminjam. Ar2han tersebut utamanya memberikan penekanan
119
bahwa usaha LPD adalah suatu usaha milik desa sehingga warga berkewajiban untuk ikut memajukannya dimana nantinya keuntungan dari usaha tersebut akan digunakan kembali untuk membangun desa mereka. Upaya-upaya penyadaran dan pembinaan terhadap para peminjam juga dilakukan pada tahap pengawasan setelah kredit dicairkan. Pengawasan terhadar. kredit macet yang dilakukan melalui pendekatan persuasif oleh pengurus telah memunculkan rasa malu bagi para peminjam yang bermasalah sehingga mereka akhimya mau memenuhi kewajibannya dalam mengembalikan dana yang dipinjam. Selain pada tahap awal permohonan dan pengawasan kredit, upaya penyadaran juga dilaksanakan pada tahap pertanggungjawaban kine~a
pengurus LPD dengan melakukan sosialisasi hasil dari pertemuan
yang dilakukan secara terbuka dan dalam
pertanggungjawaban
transpar~n.
pengurus
telah
Adanya transparansi dapat
meningkatkan
kepercayaan masyarakat untuk menyimpan uangnya sehingga LPD dapat kembali
menyalurkan
dana
tersebut
kepada
masyara~at
yang
membutuhkan. Bentuk penyadaran yang dihasilkan dari usaha-usaha yang telah dijalan di atas adalah menurunnya kasus kredit macet yang terjadi di LPD. Menurut keterangan ketua LPD pada Tahun 2000
te~adi
kasus kredit
macet sebanyak 34 kasus. Hal ini mengakibatkan pada tahun tersebut sangat sulit untuk mendapatkan pinjaman di LPD karena perputaran dana yang terjadi tidak lancar. Tingginya kredit macet yang
te~adi
pada tahun
120
tersebut disebabkan karena kurang maksimalnya pembinaan yang dilakukan oleh pengurus LPD. Pada waktu itu yang menjadi ketua LPD sekaligus merangkap sebagai badan pengawas sehingga tidak
te~adi
saling kontrol yang berimbas pada kurangnya pembinaan terhadap para peminjam dana LPD. Bentuk penyadaran yang lain yang
i:'~rhasil
ditanamkan oleh para
pengurus LPD adalah dengan adanya peningkatan jumlah peminjam dan besarnya jumlah kredit yang disalurkan pada Tahun 2004 sampai Tahun 2006 seperti yang disajikan pada Tabel 9 di bawah ini: Tabel 9. Jumlah peminjam dan besarnya kredit pada LPD Desa Adat Beraban Tahun 2004-2006 Tahun 2004
2005
2006
Jumlah Peminjam (KK}
Besar Kredit (Rp.)
Jumlah Peminjam (KK)
Besar Kredit (Rp.)
Jumlah Peminjam (KK)
Besar Kredit (Rp.)
248
1.992.150.000,-
252
2.009.100.000,-
268
3.086.800.000,-
Sumber: Data d1olah dan data sekunder pada LPD Desa Adat Beraban
Peningkatan akses masyarakat dalam pemanfaatan dana LPD sekaligus merupakan penilaian terhadap kinerja LPD itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh seorang informan dari Dinas Koperasi Kabupaten T abanan Gusti Ekayana (38) yang menyatakan bahwa penilaian kinerja LPD sebagai sebuah lembaga keuangan yang juga bergerak di bidang sosial tidak hanya berdasarkan dari besarnya laba yang diperoleh, tetapi juga seberapa banyak masyarakat yang telah memanfaatkan kredit yang disediakan oleh LPD.
121
Menurut Ohama (2001) dalam Salman (2005;25) oenyadaran bertujuan
untuk
memfasilitasi
agar muncul
kesadaran
kritis
dari
masyarakat yang kurang berdaya. Dalam kaitannya dengan usaha LPD kesadaran kritis yang muncul berupa adanya pengetahuan dalam hal akses permodalan sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk membuka suatu usaha berdasarkan keahlian dan
keteram~ilan
yang
mereka miliki. Proses penyadaran biasanya dilakukan oleh pihak luar atau fasilitator. Namun dalam kegiatan LPD proses penyadaran sangat ditentukan
oleh
kemauan
dan
niat
dari
para
pengurus
dalam
mengembangkan usaha LPD. Semakin tinggi kemauan dan niat tersebut maka semakin intensif pula pembinaan yang dilakukan kepada para peminjam demikian pula sebaliknya. Sehingga jika pengurus yang terpilih kurc.;ng mempunyai kemauan untuk mengembangkan usaha LPD maka tentunya akan berdampak kurang baik bagi LPD itu sendiri. c.2. Pengorganisasian
Sebagai sebuah lembaga, pengorganisasian yang terjadi dalam LPD lebih dimaksudkan kepada pembentukan struktur dan pembagian peran seperti yang telah dijelaskan dalam karakteristik tentang organisasi LPD.
Struktur
organisasi
yang
sederhana
dimaksudkan
untuk
mempermudah pemberian pelayanan kepada masyarakat sehingga proses yang
te~adi
tidak terlalu rumit dan dapat menjangkau masyarakat
122
kelas bawah yang rata-rata enggan berurusan dengan proses yang berbelit-belit. Sebagai sebuah upaya untuk memperkuat usaha LPD dan meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, pengorganisasian juga dilakukan melalui
pemberian kredit melalui
pembentukan
sebuah
kelompok. Pembentukan kelompok yang dilakukan dengan melihat parkembangan peningkatan
Objek Wisata
dalam
hal
Tanah
pelayanan
Lot
yang
kepada
terus
para
mengalami
wisatawan
dan
peningkatan kontribusi bagi sumber keuangan desa adat. Pembentukan kelompok di atas untuk lebih memudahkan akses terutama anggota kelompok terhadap sumber permodalan sekaligus dapat menunjan!:} pendapatan LPD yang berasal dari bunga pinjaman yang di~alurkan.
c.3. Penghantaran sumberdaya Penghantaran
sumberdaya
adalah
penghantaran tambahan sumberdaya
ke
merupakan
dalam
proses
suatu komunitas.
Penghantaran sumberdaya yang terjadi dalam pengelolaan LPD adalah berupa pemberian bantuan modal atau pencairan kredit yang akan dipinjam oleh masyarakat. Selain memberikan kemudahan sesuai dengan prilaku para peminjam · dalam akses permodalan, keberadaan LPD juga dapat menunjang
pembangunan
yang
dilaksanakan
di
desa
dengan
123
mengalokasikan keuntungan atau laba yang diperoleh untuk tujuan tersebut d&n pemberian dana sosial kepada masyarakat. Usaha-usaha seperti ini akan lebih dapat mempererat hubungan antara warga dan menjalin rasa kebersamaan diantara mereka sehingga tercipta kondisi yang harmonis diantara warga baik antar warga maupun antara warga dengan pengurus. Adanya pemberian kredit-kredit tar.pa agunan dalam jumlah-jumlah tertentu telah memudahkan masyarakat tingkat bawah untuk lebih mudah mengakses sumber-sumber keuangan sehingga dapat mempunyai kesempatan untuk berusaha. Hal ini terlihat dari pinjaman yang dilakukan oleh para pedagang makanan dan minuman kecil yang berjualan disekitar areal Kawasan Wisatel T&nah Lot. Modal yang disediakan oleh LPD telah dapat memperluas kesempatan
ke~&
bagi !Tlereka dan sekaligus dapat
meningkatkan atau membantu keuangan keluarganya. demikian
Dengan merupakan
kegiatan
mempermudah
kegiatan
yang
pemberdayaan
masyarakat
untuk
dilaksanakan masyarakat
mengakses
oleh
LPD
dalam
hal
permodalan
untuk
mengembangkan usahanya. Hal ini merupakan salah satu kunci dari suatu program pemberdayaan, sebagaimana dijelaskan oleh Cornelis dan Miar (2005). Menurutnya, kemudahan dalam mengakses permodalan dalam bentuk kredit usaha mikro merupakan salah terwujudnya pemberdayaan masyarakat.
satu
aspek
124
Jika
dihubungkan
dengan
konsep
pemberdayaan
yang
menyebutkan bahwa tujuan dari usaha pemberdayaan masyarakat adalah untuk mengembalikan daya-daya yang terampas yaitu daya sosial, politik dan psikologis (Friedmann, 1992; 33),
maka LPD telah mampu
mengembalikan salah satu dari daya tersebut yaitu
daya sosial dari
masyarakat. Daya sosial yang dimaksudkan adalah kemudahan akses terhadap sumber-sumber keuangan sehingga mendorong tumbuhnya usaha masyarakat. d. Kinerja pemberdayaan pada pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Beraban Secara umum
kine~a
pemberdayaan masyarakat menurut Narayan
(2002) dapat dilihat melalui adanya peningkatan kemampuan berupa peri•.Jas~n
aset baik secara individu ma•Jpl.ll'l
kolelctif,
pe!Ubahan
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Selain itu kinerja pemberdayaan juga dilihat dari penguatan kelembagaan
y~ng te~adi
berupa perubahan
nilai dan norma serta penguatan organisasi. Mengacu pada konsep di atas maka dalam pengelolaan LPD Desa Adat Beraban
kine~a
yang
dihasilkan tidak semuanya tercakup, karena tujuan didirikannya LPD lebih menekankan pada upaya-upaya perluasan aset melalui pemberian kredit mikro kepada masyarakat.
125
d.1. Perluasan aset Perluasan
aset yang
terjadi
melalui
kegiatan
LPD
adalah
bertambahnya modal usaha masyarakat. Menurut keterangan ketua LPD, pada Tahun 2006 dari 268 peminjam, hanya sekitar 25% yang digunakan untuk keperluan yang bersifat konsumtif seperti perbaikan rumah, upacara keagamaan dan pembelian sepeda motor. Sisanya ditujukan untuk memperluas modal usaha maupun membuka usaha baru. Usaha-usaha tersebut lebih banyak bergerak di sektor perdagangan. Hal ini disebabkan karena perkembangan Objek Wisata yang terdapat di Desa Beraban seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kepercayaan masyarakat terhadap LPD juga disebabkan karena adanya kemudahan yang diberikan. Hal ini didukung oleh keterangan seorang informan nasabah LPD yang sekaligus
m~rupakan
ketua
kelompok pedagang di OWTL I Nyoman Sumerta (39) berikut ini: " ... dengan adanya LPD kami dapat menambah modal usaha sewaktu-waktu, apalagi dengan dibentuknya kelompok seperti yang kami lakukan. Peran LPD sangat terasa kalau kami butuh modal cepat seperti pada musim-musim liburan dimana tamu yang berkunjung ramai sekali ... "(Wawancara, 10 J:.mi 2007) Sementara perluasan aset kolektif berupa adanya tambahan sumber keuangan bagi desa adat yang dapat digunakan untuk membantu pembangunan desa, pemberian beasiswa terhadap siswa yang layak menerima dan membantu kegiatan subak (pemberantasan hama dan tikus).
126
Peningkatan modal usaha masyarakat melalui pemberian kredit oleh LPD, juga dapat memperluas lapangan kerja. Lapangan
ke~a
yang
tercipta adalah sebagai imbas dari lahirnya usaha-usaha baru di tingkat masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh informan nasabah LPD lainnya yaitu I Ketut Ratib (56) seorang pengusaha batako berikut ini: " ... dari awal saya memulai us aha ini dengan pinjaman dari LPD. Ya sampai saat ini kalau butuh modal saya tetap mempercayakannya pada LPD. Di awal usaha, saya hanya mempekerjakan tiga orang karyawan, sekarang karyawan saya sudah be~umlah dua belas orang dan semuanya adalah warga sini. .. "(Wawancara, 11 Juni 2007) Pernyataan lainnya yang menunjukkan kinerja LPD khususnya dalam hal mendorong ketersediaan lapangan usaha adalah seperti yang disampaikan oleh informan lainnya yaitu Ni Nengah Sukerti (53) seorang penjual nasi berikut ini: ' ... seperti yang sudah say a bilang kalau saya itu mulai pinjam di LPD dari seratus ribu sampai pernah puluhan juta. Waktu itu saya pinjam untuk membuka usaha rental mobil yang sekarang dikelola oleh anak saya. Di warung ini saya mempe~erjakan dua orang peke;ja sedanykan anak saya juga mempeke~akan dua crang tenaga ke~a ... "(Wawancara, 11 Juni 2007). Dari pernyataan kedua informan di atas terlihat bahwa peran LPD dalam menunjang usaha mereka cukup besar terutama pada penyediaan modal awal usaha. Selama ini masyarakat khususnya ekonomi kelas bawah menghadapi kesulitan dalam memulai suatu usaha karena adanya suatu persyaratan yang sulit mereka penuhi jika meminjam pada lembaga keuangan formal seperti perbankan.
127
Dengan didirikannya LPD setidaknya telah mampu mengatasi kendala yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan memperoleh modal usaha awal dari LPD maka masyarakat mempunyai kesempatan untuk membuka suatu usaha sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Perkembangan usaha mereka telah membuka lapangan ke~a
sekaligus menyerap tenaga
ke~a
yang ada di desa mereka.
d.2. Perubahan pengetahuan dan keterampilan Kinerja pemberdayaan lainnya sebagai hasil dari kegiatan LPD adalah perubahan pengetahuan masyarakat terhadap cara mendapatkan pinjaman pada suatu lembaga keuangan. Pengetahuan ini sangat penting untuk menghindari adanya praktek ijon yang
te~adi
di masyarakat
Menurut keterangan ketua LPD, sebe1um LPD didirikan sistem ijon merupakan salah satu altematif yang dilakukan oiF:h warga untuk dapat memperoleh modal usaha.
Pelaku sistem ijon di Desa Beraban
kebanyakan juga berasal dari desa tersebut. Warga yang menjadi pengijon adalah warga yang mempunyai toko di Objek Wisata Tanah Lot. Mereka memberikan pinjaman kepada masyarakat yang ingin membuka suatu usaha terutama usaha perdagangan barang-barang sovenir dan kain di sekitar areal kawasan tersebut. Pada saat ini, sistem ijon yang dijelaskan di atas sudah sangat berkurang bahkan hampir tidak dapat ditemukan lagi. Selain bunga yang tinggi sistem ijon yang dilakukan sering memicu adanya konflik karena tidak adanya administrasi yang jelas.
128
Sementara perubahan keterampilan melalui kegiatan LPD tidak te~adi
mengingat hal tersebut bukan merupakan bagian dari usaha LPD.
Keterampilan masyarakat dalam berusaha cenderung merupakan bakat alami yang telah dimilikinya atau diperoleh dari suatu pelatihan yang dilakukan oleh pihak lain diluar LPD (Dinas Koperasi Kabupaten).
d.3. Perubahan sikap Adanya penyadaran yang dilakukan oleh para pengurus LPD sedikit tidaknya telah mengakibatkan
te~adinya
perubahan sikap yang
ditunjukkan oleh masyarakat dalam pengelolaan kredit yang diterima. Sikap tersebut berupa rasa tanggungjawab dalam hal pengembalian kredit yang diberikan. Seperti penjelasan lebih lanjut dari nasabah LPD Ni Nengah Sukerti (53) berikut ini: "... selama meminjam di LPD, saya jarang telat membayar cicilan, soalnya saya telah banyak diberikan kemudahan-kemudahan dan para pengurus juga sering mengunjungi usaha kami dan menyampaikcm usaha LPD sangat tergantung dsri kelancar:m para peminjam dalam mengembali!
tanggungjawab
oleh
para
peminjam
kewajibannya terutama dalam pengembalian kredit.
dalam
menjalankan
129
d.4. Penguatan kelernbagaan Penguatan kelembagaan yang terjadi melalui kegiatan pengGiolaan LPD di Desa Adat Beraban adalah adanya penambahan aturan-aturan atau norma yang muncul sebagai akibat adanya pembentukan kelompok seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pembentukan kelompok yang dilakukan oleh LPD Desa Adat Beraban bertujuan untuk mempermudah kordinasi yang dilakukan kepada para peminjam. lnformasi tentang kondisi kredit yang diberikan kepada anggota kelompok dapat diketahui dengan menghubungi ketua kelompok sebagai kordinator dari kegiatan yang dilaksanakan. Selain itu pembentukan kelompok tersebut juga dapat menambah modal usaha LPD melalui saldo tabungan yang diendapkan sekaligus mempercepat perputaran uang yang ada di LPD karer.a anggota kelompok yang terbentuk akan selalu mempercayakan kebutuhan permodalan untuk mengembar.gkan usahanya melalui LPD. 4. Program Community Based Development (CBD) Desa Adat Beraban a. Gambaran umum Program CBD Program Community Based Development (CBD) Desa Adat Beraban adalah sebuah program penanggulangan kemiskinan yang berbasis desa adat. Program ini dilakukan melalui upaya inovatif warga adat dan pengurus desa adat, yang secara aktif berpartisipasi atau melibatkan
diri
dan
ikut
berperanserta
sebagai
perencana,
130
pelaksana/pengelola, penanggungjawab dan pengawas kegiatan untuk pemberdayaan keluarga miskin di wilayah desa adatnya. Dalam pelaksanaannya dilapangan, Pemerintah menunjuk seorang Fasilitator yang berasal dari CV. Wiswa Karma. Fasilitator ditunjuk oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk mendampingi seluruh tahapan kegiatan. Tugas fasilitator masyarakat tidak. hanya sekedar mendampingi tetapi haruslah dapat menumbuhkan adanya kesadaran masyarakat. Sehingga bantuan yang diberikan dapat mereka kelola dengan baik sehingga bermanfaat bagi kehidupan mereka dan kegiatan yang dilaksanakan dapat berlangsung secara berkelanjutan sesuai dengan yang diharapkan. Sumber dana yang akan dikelola berasal dari APBD Provinsi Bali. Dana yang diberikan sebesar Rp. 100 juta dengan dua tahap pencairan yaitu tahap pertama sebesar 30 juta dan tahap kedua sebesar 70 juta. Komponen program CBD diarahkan untuk pembiayaan beberapa kegiatan seperti: 1) ekonomi produktif yang meliputi dana bergulir dan pembiayaan ternak; 2) prasarana untuk peningkatan kegiatan ekonorni masyarakat seperti pengadaan badan hukum, pengadaan perijinan dan pengadaan pembentukan kelompok usaha lainnya dan; 3) biaya pelatihan misalnya pelatihan usaha ternak, manajemen usaha mikro dan kecil, manajemen pemasaran, manajemen keuangan mikro dan lainnya.
131
b. Karakteristik R-0-N program CBD Desa Adat Beraban
b.1. Sumberdaya Seperti pada kegiatan pengelolaan LPD yang telah dijelaskan di atas, maka untuk dapat berlangsungnya program CBD dengan baik dibutuhkan tiga unsur pembangunan yang akan digunakan dalam melaksanakan program tersebut pada tiap tahapannya. Unsur yang pertama yaitu sumberdaya. Sumberdaya manusia dalam program CBD adalah berupa keluarga miskin yang akan menggunakan dana tersebut sebanyak 367 keluarga miskin, Selain itu juga terdapat pengurus sebanyak 20 orang yang diantaranya berasal dari pengurus Desa Adat Beraban, sedangkan sisanya merupakan anggota masyarakat yang dipilih melalui persetujuan seluruh warga adat. Selain itu terdapat pula seorang fasilitator masyarakat yang berperan dalam kegiatan tersebut. Sementara sumberdaya fisik yang digunakan untuk mendukung kegiatan tersebut adalah berupa sebuah ruangan yang berada di kompleks kantor desa adat yang dijadikan sekretariat lengkap dengan ruang pertemuannya yang cukup luas dimana didalamnya terdapat seperangkat alat tulis menulis untuk proses administrasi. Di dalamnya juga terdapat sebuah komputer yang juga digunakan untuk kepentingan Desa Adat Beraban. Untuk pelaksanaan kegiatan pertemuan pada masing-masing banjar digunakan balai pertemuan yang ada di masingmasing banjar tersebut.
132
Sumberdaya
keuangan
yang
digunakan
untuk
mendukung
kelancaran program CBD berasal dari Pemerintah Provinsi Bali sebesar seratus juta rupiah. Penggunaan dana tersebut adalah untuk biaya administrasi dan pelaksanaan program sebesar 3 {tiga) persen dari total bantuan, sedangkan sisanya akan digulirkan kepada masyarakat miskin yang berhak untuk memanfaatkan dana tersebut. b.2. Organisasi Untuk mensosialisasikan Program CBD Desa Adat Beraban dari tahap awal hingga tahap akhir digunakan media yaitu organisasi yang telah ada dimasyarakat yaitu melalui lembaga desa adat seperti telah dijelaskan di atas. Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan kegiatannya maka dibentuklah pengurus yang selanjutnya diberi nama Tim Pengelola Progr~m
(TPP) Program CBD Desa Adat Beraban dengan susunan
sebagaiberikut: Badan Pengawas : Bendesa Adat dan Warga DesaAdat
: I Made Wedra A.,SH Ketua Wakil Ketua : I Wayan Mendra
I
Kader Desa : I Nyoman Gelebes
I
.!
Pengelola Keuangan : I Made Darsana, ST Wakil Pengelola Keuangan : I Wayan Satera
Tim Pengelola Program (TPP) Masing-masing banjar (Ketua banjar)
I
Pengelola/ Warga I KK Miskin
I
I
Gambar 4. Struktur Organisasi Tim Pengelola Program Community Based Development Desa Adat Beraban Tahun 2006
133
Tugas-tugas pokok TPP CBD di Oesa Adat adalah sebagai berikut: 1) Menetapkan keluarga miskin sesuai dengan kreteria yang telah ditetapkan melalui rapat warga/pengurus Desa Adat Beraban; 2) TPP bertugas dalam
ke~a
tim untuk menyusun proposal dan berperan sebagai
penganggungjawab seluruh tahapan kegiatan program di Oesa Adat Beraban; 3) Mengelompokkan/mengkualifikasi warga sasaran . sesuai karakteristik sumber mata pencaharian; 4) mengembangkan unit-unit usaha ekonomi produktif sesuai kebutuhan dan kemampuan keluarga miskin; 5) memotivasi anggota sasaran yaitu keluarga miskin untuk berpartisipasi aktif pada setiap aktivitas kelompok; 6) melaksanakan monitoring dan evaluasi secara rutin dan insidentil di lingkungan Desa Adat Beraban, dan juga melakukan monitoring silang ke Desa Adat lain penerir:1a dana CBD; 7) bertindak sebagc:i informator dan mediator keluhan
dari
masyarakat
Oesa
Adat
Beraban
selama
program
berlangsung, peduli, berdedikasi dan berloyalitas serta tanggungjawab sosial yang tinggi terhadap keberhasilan pelaksanaan program dan; 8) berperan secara teknis maupun operasional, sehingga kelak saat pemandirian diharapkan dapat mengambil alih peran dan tanggungjawab Fasilitator Masyarakat setelah penugasan berakhir. Mekanisme dalam pengambilan keputusan yang
te~adi
dalam program CBD adalah
sepenuhnya berdasarkan kepada musyawarah dan mufakat diantara warga adat.
134
b.3. Nonna Aturan-aturan pokok yang memayungi kegiatan Program CBD Desa Adat Beraban adalah adanya aturan desa adat itu atau awig-awig desa adat. Namun dalam
pe~alanannya
untuk lebih mengefektifkan
pelaksanaan program tersebut sampai pada pengaturan hal-hal yang bersifat teknis, maka disusunlah aturan-aturan berdasarkan hasil dari musyawarah dan kesepakatan diantara anggota masyarakat. Aturanaturan tersebut berupa aturan dalam mekanisme pencairan dana (bunga pinjaman,
teknis
pengembalian)
aturan
pelaksanaan
seperti
pengadministrasian dan sebagainya. Berikut ini disajikan karakteristik RO-N pada Program CBD Desa Adat Beraban Tahun 2006 seperti yang tercantum pc:1da Tabel10 berikut.
135
Tabel 10 Karakteristik R-0-N dalam Program CBD Desa Adat Beraban PROGRAM COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD) DESA ADAT BERABAN SUMBERDAYA berupa manusia Sumberdaya akan yang miskin keluarga mengelola bantuan dana bergulir sebanyak 367 KK yang dengan rincian pada masing-masing banjar adat (br) sebagai berikut: - 25 kk br. Ulundesa - 16 kk br. Gegelang - 8 kk br. Batanbuah kaja - 30 kk br. eatanbuah kelod - 55 kk br.Beraban - 15 kk br. Batugaing kaja - 16 kk Batugaing kelod - 16 kk br. Enjungpura - 21 kk br. Dukuh - 15 kk br. Sinjuana kaja - 28 kk br. Sinjuana tengah - 18 kk br. Sinjuana kelod - 42 kk br. Nyanyi - 18 kk br. Pasti - 44 kk br. Kebon -
ORGANISASI - Organisasi berupa Tim Program Pengelola dengan (TPP) kepengurusan sebagai berikut: - Ketua - Seorang wakil ketua - Kader desa - Pengelola keuangan - Wa!{il pengeJo!a keuangan - TPP di tingkat banjar adat - KK miskin selaku pengelola - Pengawas yang diketuai oleh kepala desa adat (bendesa adat) dan seluruh warga adat.
NORMA -
-
Aturan pokok yaitu dapat diterapkannya sanksi adat bagi warga yang lalai memenuhi kewajibannya tetapi hal ini secara khusus tercantum tidak Awig-awig dalam desa adat. Aturan yang bersifat teknis pengelolaan CBO program dibuatkan tersendiri berupa aturan detail yang juga disebut seperti Pararem dalam pengelolaan LPD.
Sumberdaya fisik berupa: Scbuah ruangan untuk sekretariat Sebuah ruang pertemuan Seperangkat alat tulis menulis 1 buah komputer Ruang pertemuan di masingmasing banjar.
-
-
Sumberdaya keuangan: - Berasal dari APBD Provinsi Bali sebesar 100 juta rupiah.
c. Proses pemberdayaan masyarakat pada program CBD Desa Adat Beraban Tujuan akhir dalam program CBD adalah melembaganya prilaku membangun yang muncul berdasarkan prakarsa dari masyarakat. Untuk dap~t
mencapai tujuan di atas dan menjadikan masyarakat sebagai
136
pelaku pembangunan maka dipertukan pemberdayaan
masyarakat
(Biddle, 1965; dalam Soetomi, 2006; 155 dan Narayan, 2002). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pemberdayaan masyarakat menurut Ohama (2001) dapat dilakukan melalui tahapan penyadaran, pengorganisasian dan penghantaran sumberdaya. Hal ini pula akan dijadikan acuan dalam mengkaji proses
~emberdayaan
masyarakat yang
berlangsung dalam program CBD Desa Adat Beraban. Penelaahan terhadap tahapan-tahapan yang dilakukan dalam Program CBD akan didasarkan pada teori tersebut. c.1.
Penyadaran
Seperti dijelaskan sebelumya bahwa penyadaran merupakan salah satu tahapan menuju terselenggaranya pemberdayaan masyarakat. Oleh --
karena
i~u.
cialam implementasi program CBD yang tujuan akhimya ad;:tlan
mengentaskan kemiskinan, maka tugas awal dari seorang fasilitator adalah memunculkan kesadaran dari masyarakat baik tokoh masyarakat adat sebagai media dalam mengimplementasikan program tersebut maupun masyarakat khususnya masyarakat miskin, agar dengan bantuan yang diberikan benar-benar dapat dikelola dengan baik. Untuk menuju kepada tujuan tersebut, maka masyarakat baik dari pihak
pengurus
desa
adat maupun
dari
masyarakat
khususnya
masyarakat miskin di Desa Beraban dilakukan proses penyadaran yang pada akhimya dapat memampukannya keluar dari kemiskinan agar benar-
137
benar dapat mengelola dan memanfaatkan bantuan yang diberikan sehingga berlangsung secara berkelanjutan. Menurut keterangan dari Fasilitator Masyarakat (FM), untuk mendapatkan data awal tentang gambaran kemiskinan yang ada di Desa Beraban, pertama-tama dilakukan tahap penjajagan selama satu minggu dengan beberapa kali turun ke lapangan. Berdasarkan pandu:m dari data BPS, dilakukan kunjungan terhadap beberapa per.duduk miskin yang ditentukannya secara sampel. Adapun hal-hal yang ditanyakan adalah menyangkut kondisi sosial ekonomi dari penduduk miskin tersebut. Dari kegiatan
tersebut
FM
mendapatkan
gambaran
mengenai
kondisi
penduduk miskin yang ada di Desa Beraban. Gambaran yang dihasilkan tentang kondisi kemiskinan di Desa Beraban disebabkan karena beberapa hal seperti kekurangan mod;1l untuk usaha, rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya keterampilan. Pada umumnya sebagian besar masyarakat miskin telah mempunyai peke~aan
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan
pada umumnya mata pencaharian mereka sebagai petani
p~di
sawah.
Lebih lanjut dikatakan bahwa pengetahuan tentang gambaran kemiskinan di lapangan perlu diketahui sebagai bahan untuk lebih dapat meyakinkan masyarakat, agar bantuan yang diberikan benar-benar dipergunakan berdasarkan atas kesadaran yang muncul dari dalam diri dan bukan hanya sekedar ingin menyukseskan suatu program atau
138
proyek yang berasal dari pemerintah seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Setelah penjajagan selesai, barulah fasilitator memulai tahapan kegiatan dari program CBD tersebut sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tahap awal kegiatan program CBD adalah melakukan sosialisasi dengan pengurus desa adat. Dalam sosialisasi tersebut FM menjelaskan secara rinci apa, bagaimana dan mengapa program CBD dilaksanakan. Hasil dari penyadaran yang dilakukan FM terhadap pengurus desa adat adalah munculnya komitmen dari para pengurus untuk benar-benar memanfaatkan dan menggunakan dana yang akan digulirkan sebaik mungkin sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Seperti yang disampaikan oleh seorang informan pengurus adat I Nyoman Matera (67) berikut ini: "... disini pak walaupun merupakan kawasan wisata tetap saja ada penduduk miskin, selain itu Objek Wisata kan baru dikelola oleh desa adat sejak Tahun 2000, jadi sebeium itu di desa ini memang banyak kelu::-rga yang berkatagori miskin, karena sebagian besar masyar&kat di sini beke~a sebagai petani seperti juga desa-desa lainnya, jadi kaiau oua bantuan untuk mengatasi kemiskinan apalagi CBD yang dananya langsung dihibahkan kepada kami ya kami akan siap mengelolanya karena pada akhirnya dana itu kan akan menjadi kekayaan desa adat kami, sehingga akan kami kelola dengan baik ... "(Wawancara tanggal 8 Juni 2007). Dari pernyataan tersebut telah muncul komitmen dari pengurus adat untuk memanfaatkan dana yang diberikan karena dana tersebut adalah berupa dana hibah. Komitmen seperti di atas sangat diperlukan karena untuk keber1anjutan program CBD kedepan akan
sangat
ditentukan oleh kemampuan dari para pengurus dalam mengelola dana
139
bantuan yang diberikan setelah FM selesai melaksanakan tugasnya. Dari sosialisasi tersebut juga disepakati bahwa program CBD yang akan dilaksanakan di Desa Beraban difokuskan untuk pembiayaan ekonomi produktif melalui pemberian bantuan dana bergulir. Kegiatan lain dari program CBD yang masih terkait dengan upaya penyadaran adalah sosialisasi yang dilaksanakan pada masing-masing banjar adat. Sosialisasi dilakukan oleh Tim Pengeloia Program (TPP) yang dibentuk segara setelah FM melakukan sosialisasi dan penyadaran pada tingkat pengurus desa adat. Sosialisasi di tiap banjar dibagi menjadi
beberapa jadwal.
Berdasarkan hasH rapat pengurus adat disepakati sosialisasi ke masingmasing banjar adat dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 6 Agustus 2006. Adapun jadwal sosia!isasi ke masing-masing banjar adalah sebagai berikut: sosiallsasi di Banjar Sinjuana Kelod diadakan pada tanggal 1 Agustus 2006, di Banjar Ulundesa, Gegelang, Sinjuana Kaja dan Nyanyi dilaksanakan pada tanggal 2 Agustus 2006, Di Banjar Batanbuah Kaja, Batanbuah Kelod, Beraban dilaksanakan pada tanggal 3 Agustus 2006, di Banjar SinjuanaTengah, Pasti, Kebon dilaksankan tanggal 5 Agustus 2006, sedangkan terakhir pada tanggal 6 Agustus 2006 dilaksanakan di Banjar Batugaing Kaja, Batugaing Kelod, Enjungpura dan Dukuh. Rapat ·dilakukan pada masing-masing balai banjar di lingkungan banjar setempat.
140
Partisipasi masyarakat dalam sosialisasi tersebut cukup besar dan dengan penuh antusias mendengarkan penjelasan mengenai apa itu CBO. Hal ini disebabkan karena sosialisasi yang dilaksanakan pada tahap awal memanfaatkan lembaga yang telah ada di masyarakat. Berikut ini adalah jumlah warga yang mengikuti rapat sosialisasi pada masingmasing banjar : Tabel 11. Jumlah kk yang hadir pada rapat sosialisasi program CBD pada . . banjar . d"I Desa Ad at Bera ban masmg-masmg Jumlah (KK)
Hadir (KK)
Persentase
143
107
74,82
Gegelang
194
172
88,66
3.
Batanbuah Kaja
116
103
88,79
4.
Batanbuah Kelod
137
91
66,42
5.
Beraban
148
116
78,38
6.
Batugaing Kaja
117
104
88,88
7.
Batugaing Kelod
107
84
78,50
8.
Enjungpura
38
38
100,00
9.
Dukuh
77
60
77,92
10.
Sinjuanc: Kaja
58
47
81,03
11.
Sinjuana Tengah
66
64
96,96
12.
Sinjuana Kelod
64
58
90,62
13.
Nyanyi
100
100
100,00
14.
Pasti
100
39
39,uo
15.
Kebon
218
130
59,63
1.
Nama Banjar Ulundesa
2.
No.
1.313 1.683 Jumlah Sumber : Data sekunder pada kontor Desa Adat Beraban Dari
data
di
atas
menunjukkan
bahwa
tingkat
78,02
partisipasi
masyarakat untuk mengikuti kegiatan pada masing-masing banjar cukup tinggi. Walaupun pada beberapa banjar masih terdapat tingkat kehadiran yang rendah. Mengenai tingkat kehadiran yang rendah yaitu Di Banjar Adat Kebon dan Pasti, seorang informan TPP menjelaskan bahwa untuk
141
kedua banjar tersebut banyak warga yang berprofesi sebagai pedagang kain dan tidak tinggal di desanya melainkan sudah pergi merantau. Hanya saja mereka tetap menjadi warga Desa Adat Beraban karena ini terkait dengan keyakinan dan kepercayaan mereka bahwa dulunya nenek moyang mereka berasal dari Desa Beraban dan disebabkan karena sistem desa adat di Bali berbasis terhadap kepercayaan dan keterikatan terhadap tempat persembahyangan. Bentuk penyadaran yang
te~adi
adalah adanya· semangat dari
masyarakat untuk mengikuti kegiatan pada tahap-tahap selanjutnya. Hal ini selain disebabkan karena faktor adanya aturan yang mengikat dalam lembaga desa adat itu sendiri juga disebabkan karena adanya kesadaran untuk ikut mensukseskan program CBD tersebut. Seperti keterangan lebih lanjut dari informan tokoh adat setempat yang menyatakan bahwa kehadiran warga pada tahap selanjutnya tidak jauh berbeda dari kehadiran sebelumnya. Rata-rata kehadiran tetap berkisar antara 80%. Walaupun pada tahap awal sosialisasi te!ah dijelaskan bahwa bantuan yang diberikan khusus ditujukan bagi penduduk miskin. Masyarakat yang lain tetap ikut hadir untuk ikut memilih dan menentukan saudara-saudara mereka yang berkatagori miskin sehingga tidak menimbulkan kecemburuan dan perpecahan di kemudian hari. Bagi masyarakat miskin penerima bantuan CBD, kesadaran yang te~adi
berupa munculnya suatu kesiapan untuk menggunakan bantuan
dengan sebaik-baiknya bagi peningkatan kondisi perekonomiannya.
142
Seperti pemyataan salah seorang penerima bantuan dana CBD Pan Budi (39) berikut ini: "... program CBD bagi saya sang at membantu, bantu an yang saya minta berupa ternak, dengan adanya bantuan tersebut sekarang istri saya juga punya pekerjaan sampingan jadi lumayanlah untuk memenuhi kebutuhan. Mudah-mudahan bantuannya lancar jadi saya bisa dapat lagi..."(Wawancara, 10 Juni 2007) Jadi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat, proses penyadaran sangat perlu untuk dilaksanakan. Karena melalui upaya penyadaran masyarakat akan mengetahui potensi yang dia miliki sehingga bantuan apapun yang diterima akan digunakan untuk dapat meningkatkan potensi yang dimiliki tersebut. lmplementasi program pemberdayaan tanpa melalui proses persiapan sosial akan dapat menimbulkan ketergantungan atau
program yang dijalankan tidak
berkelanjutan. Jika dibandingkan dengan penyadaran menurut Ohama (2001) dalam Salman (2005;25) yang bertujuan untuk memfasillitasi agar muncul kesadaran kritis dari masyarakat yang kurang berdaya, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai: 1) klarifikasi masalah dan identifikasi kebutuhan hidup sehari-hari; 2) pemahaman bahwa masalah yang mereka hadapi terkait dengan struktur sosialnya; 3) refleksi tentang potensi dan hambatan dari segi sumberdaya, relasi, nilai dan norma-norma yang berkaitan dengan masalah mereka; 4) pemikiran tentang adanya struktur sosial yang baru dan; 5) perlunya aksi kolektif dalam memecahkan masalah yang dihadapi, maka dengan adanya program CBD Di Desa Adat
143
Beraban penyadaran yang muncul berupa adanya suatu komitmen untuk mensukseskan program tersebut.
Dimana dengan berlangsungnya
program CBD, baik dari sisi pengurus desa adat maupun dari sisi masyarakat miskin itu sendiri akan mendapatkan suatu manfaat berupa dana hibah bagi desa adat yang dapat memperkuat keuangannya dan bantuan pinjaman modal lunak bagi masyarakat miskin. Bentuk kesadaran lain yang muncul dari sisi masyarakat secara umum adalah adanya rasa ingin membantu saudara-saudara mereka untuk dapat
keluar dari
kemiskinannya melalui pemanfaatan dana tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. c.2. Pengorganisasian
Organisasi merupakan wadah bagi masyarakat untuk melakukan interaksi. Melalui suatu interaksi akan
te~adi
pertukaran-pertukaran
informasi dan pengalaman diantara anggota. Organisasi juga dapat dijadikan sebagai arena pelatihan kepemimpinan yang berorientasi pada penanaman kelakuan yang mengutamakan kepentingan kolektif. sehingga memungkinkan
te~adi
proses belajar di antara mereka berdasarkan
pengalaman yang diperolehnya Pengorganisasian dalam program CBD Desa Adat Beraban diawali dengan pemilihan pengurus atau yang disebut dengan Tim Pengelola Program (TPP) CBD Desa Adat Beraban. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 9 Juli 2006. Menurut keterangan seorang informan dalam
144
pemilihan tersebut nama-nama calon pengurus diusulkan oleh warga :nelalui perwakilannya yaitu ketua banjar adat setempat. Selain itu rapat juga dihadiri oleh pengurus adat yang lainnya dengan total jumlah anggota yang hadir sebanyak 21 orang. Dalam rapat tersebut akhirnya terbentuk TPP dengan komposisi sebaga! berikut: 1) Ketua atas nama I Made Wedra dengan pertimbangan bahwa dalam struktur kepengurusan adat duduk sebagai dewan pertimbangan adat dan mempunyai pengalaman di bidang pemerintahan; 2) Wakil ketua dipilih I Wayan Mendra dengan pertimbangan bahwa di adat juga duduk sebagai dewan pertimbangan adat dan dan juga tokoh masyarakat yang berpengalaman di desa; 3) Pengelola keuangan adalah I Made Darsanz dengan pertimbangan bahwa kedudukannya di dalam kepengurusan
adat
adalah
&'3bagai
sekretaris
adat
yang
bisa
mengoperasikan komputer dan selalu ada di kantor; 4) Wakil pengelola keuangan
dipilih
I Wayan
Satera
dengan
pertimbangan
bahwa
kedudukannya dalam kepengurusan adat adalah sebagai bendahara adat; 5) Kader desa dipilih I Nyoman Gelebes mengingat pengalamannya di adat dan telah lama berkecimpung dalam desa adat dan desa dinas. Selain itu, dalam tim yang terbentuk juga melibatkan seluruh ketua banjar adat masing-masing sebagai kordinator yang bertugas memonitor kegiatan CBD pada tingkat banjar adat. Dalam kepengurusan ini juga terdapat badan pengawas yang terdiri dari ketua adat dan seluruh anggota masyarakat adat.
145
Untuk lebih memantapkan kemampuan TPP yang terbentuk terutama dalam pe:nahaman terhadap program, maka para anggotanya TPP yang berjumlah 6 (enam) orang tersebut dilatih oleh pihak provinsi selama dua hari di Denpasar. Adapun materi yang diajarkan adalah tata cara penentuan kreteria kemiskinan, tata cara penentuan keluarga miskin dan tata cara
pengurutan keluarga
miskin
berdasarkan
prioritas
kerniskinan sarta mekanisme penyaluran bantuan. Selain itu juga diajarkan tatacara pengelolaan keuangan untuk pengadministrasian dari kegiatan tersebut. Dalam
program CBD Desa Adat Beraban,
terlihat bahwa
pengorganisasian yang terjadi adalah berupa terbentuknya tim pengelola program di tingkat desa adat.
Dalam pengorganisasian tersebut juga
berupa adanya intemalisasi aturan-2turan dalam o,·ganisasi desa adat. Aturan tersebut berupa bagaimana mekanisme dalam pengelolaan bantuan yang diberikan. Selain itu juga terbentuk fungsi dan peran baru dalam lembaga desa adat dimana selama ini lebih banyak bergerak di bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Lebih jauh dengan adanya program CBD membuka peluang adanya saling konsultasi serta tukar pengalaman antara warga baik dengan pihak luar seperti FM maupun dengan pihak pengurus. Penambahan fungsi dan peran serta aturan tersebut diharapkan akan dapat lebih menguatkan organisasi tersebut terutama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang diberikan.
146
Akan tetapi dalam suatu program pemberdayaan idealnya yang te~adi
adalah terbentuknya suatu o:-ganisasi di antara orang miskin
tersebut. Sehingga diharapkan dalam organisasi yang terbentuk, dapat digunakan bagi orang miskin sebagai latihan-latihan dalam merumuskan suatu kegiatan sehingga masalah-masalah yang mereka hadapi dapat lebih cepat di atasi. Dalam diungkapkan
kerangka menurut
pendekatan Ohama
partlsipatorls,
(2002)
dalam
seperti
Salman
yang
(2005;96),
pengorganisasian bermakna untuk membentuk suatu wadah tempat te~adinya
aksi kolektif bagi suatu komunitas untuk dapat meningkatkan
mobilisasi sumberdaya, saling belajar, dan sebagai wadah untuk membentuk
suatu
mekanisme
musyawarah
d31am
pengambilan
keputusan. Jadi pengorganisasian dilakukan terhadap komunitas atc.1 U kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dalam suatu program yang dijalankan dalam hal ini masyarakat miskin. Dalam program CBD di atas, pengorganisasian seperti yang dinyatakan belum bertujuan untuk
pen~paian
kondisi seperti yang
diharapkan. Pada program CBD pengorganisasian yang terj3di hanya sebatas terbentuknya suatu tim pengelola program yang masih didominasi oleh peran elit lokal adat. Walaupun secara umum pemilihan yang dilakukan secara musyawarah dan berasal dari usulan masyarakat, akan tetapi hendaknya agar pelaksanaan program tersebut dapat
be~alan
lebih
efektif terutama untuk perbaikannya ke depan, maka perlu dipikirkan
147
keikutsertaan dari masyarakat miskin yang merupakan sasaran dalam pelaksanaan program dalam upaya perbaikannya l<edepan dengan membentuk suatu kelompok di antara mereka sendiri dengan tetap menyerahkan kepengurusan dalam hal pencairan dana kepada pihak tim pengelola program yang sudah terbentuk. Dalam konsep pemberdayaan tidak hanya berhenti kepada tujuantujuan yang hanya bersifat ekonomi, tetapi lebih jauh tujuan yang ingin dicapai
adalah
peningkatan
kemampuan
dari
masyarakat
dalam
mengatasi persoalannya secara mandiri tanpa ketergantungan dengan pihak lain baik pihak luar seperti fasilitator maupun pihak pengurus desa adat itu sendiri.
c.3. Penghantaran sumberdaya
Dalam program CDB ini,
te~adi
penghantaran sumberdaya dari luar
yaitu pemerintah provinsi Bali berupa dana hibsh kepada desa adat sebesar 100 juta rupiah. Sebagai hasil dari penyadaran yang telah dilaksanakan pada tahap sebelumnya, maka penghantaran sumberdaya dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemilihan terhadap siapasiapa saja yang berhak untuk menerima bantuan, besarnya bantuan serta jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Pemilihan terhadap masyarakat yang berhak menerima bantuan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri yang didampingi oleh tim pengelola program (TPP) dan fasilitator masyarakat (FM) dengan menggunakan
148
kreteria menurut BKKBN, BPS dan PBB tetapi tetap disesuaikan dengan kondisi setempat dan disetujui oleh seluruh masyarakat. Ada pun kreteria yang dihasilkan terdiri dari 6 Kreteria dengan 10 indikator yaitu: 1) Kreteria Pang an dengan indikator umumnya anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari dan tidak mampu makan daging/ikan/telor minimal satu kali dalam seminggu; 2) Kreteria sandang dengan dua indikator yaitu pertama pada umumnya anggota keluarga tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah, dan upacara/sembahyang, kedua pada umumnya anggota keluarga tidak mampu membeli pakaian baru minimal satu stel setiap tahun; 3) Kreteria pemukiman dan perumahan dengan tiga indikator yaitu pertama, bagian dari lantai rumah terluas dari tanah (tidak dirabat), kedua, tampilan fisik rumah tinggal darurat atau semi permanen dan ketiga luas lantai rumah untuk setiap penghuni kurang dari 8 m2; 4) Kreteria kepemilikan dengan dua indikator yaitu pertama kepemilikan atas lahan sangat kecil (kurang dari 25 Ha) dan !<edua tetap atau tidaknya pekerjaan dengan penghasilan kurang dari Rp. 600.000,- /bulan; 5) Kreteria pendidikan dengan indikator anak-anak usia sekolah tidak bisa bersekolah sampai tingkat SMTP; dan 6) Kreteria kesehatan dengan indikator keluarga yang memerlukan perawatan kesehatan tidak bisa dibawa ke puskesmas. Keluarga miskin yang ada di Desa Beraban tidak ada yang memenuhi kesepuluh kreteria yang ditetapkan di atas tersebut. Untuk keluarga yang berkatagori paling miskin paling banyak kreteria yang dipenuhi adalah 6 kreteria dari 10
149
kreteria yang ada. Dengan menggunakan kreteria di atas, dihasilkan nama-nama keluarga yang kurang mampu yaitu sebanyak 367 KK. Partisipasi masyarakat dalam hal ini adalah ikut menentukan kreteria kemiskinan dan ikut menentukan siapa saja yang tergolong keluarga miskin. Dengan menjumlahkan seluruh keluarga miskin yang ada pada masing-masing banjar adat maka didapatkan jumlah keluarga yang tergolong miskin di tingkat desa adat Peningkatan jumah KK miskin jika dibandingkan dengan data yang dihasilkan dari BPS disebabkan karena pada penentuan KK miskin yang dilakukan oleh warga, dari 10 kreteria kemiskinan yang digunakan tidak ditentukan berapa skor minimal untuk menentukan bahwa suatu keluarga dianggap miskin, yang
te~adi
adalah
asal ada salah satu dari sepuluh kreteria yang digunakan tersebut dipenuhi maka keluarga tersebut sudah dikatagorikan miskin. Seperti penjelasan dari seorang informan sekretaris adat I Made Darsana (38) berikut ini : "... ini kan program dana bergulii yang khusus untuk membantu pengentasan kemiskinan, dana CBD tidak bis~ diberikan selain untuk tujuan tersebut, jadi biar dananya dapat terus bergulir dan te~adi pemerataan maka semua keluarga yang memenuhi salah satu kretieria kemiskinan yang ditetapkan ya kami kategorikan penduduk miskin ... " (Wawancara tanggal 12 Juni 2007) Tahapan selanjutnya adalah menentukan atau mengurutkan tingkat kemiskinan dari warga miskin dan sekaligus mengadakan cek ulang terhadap warga yang tergolong miskin hasil dari penentuan pada tahap sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan pada masing-masing banjar yang dihadiri oleh keluarga miskin terpilih dan tim pengelola program serta
150
fasilitator masyarakat. Dalam kegiatan ini sekaligus dilakukan penentuan jenis usaha yang akan didanai oleh bantuan tersebut. Dari kegiatan tersebut dihasilkan suatu daftar yang berisi urutan keluarga miskin yang ada di Desa Beraban dan kesepakatan bahwa yang berhak menerima bantuan pada tahap awal adalah keluarga miskin yang mempunyai tingkat ke"1iskinan yang paling tinggi. Pada kesempatan itu dihasilkan juga besamya jumlah pinjaman yang akan diterima dan tingkat suku bunga pinjaman yang disepakati yaitu sebesar
0,5% per bulan
dengan bunga seluruhnya dipotong pada awal pencairan dana dan pengembalian pokok pinjaman dilakukan pada masa akhir program atau selama satu tahun. Adapun jumlah keluarga miskin yang menerima bantuan pada program CBD kali ini adalah sebanyak 80 orang yang pencairan dananya dibagi dalam dua tahap yaitu untuk tahap pertama bantuan diberikan kepada 31 orang dengan besarnya dana 30 juta rupiah dan sisanya akan diberikan pada tahap kedua dengan besar dana 70 juta rupiah. Jenis usaha yang akan dibiayai dari bantuan dana bergulir tersebut adalah sesuai dengan pekerjaan dari masing-masing keluarga miskin terpilih dengan rincian sebagai berikut: usaha dagang, peralatan tukang, tukang jarit, usaha las, kerajinan sabut kelapa, bengkel, beternak itik, sapi dan betemak babi. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan jenis kegiatan dari KK miskin beserta jumlah dana yang diterima seperti yang tercantum pada Tabel12 dan Tabel13 berikut.
151
Tabel12. Jenis kegiatan, jumlah KK miskin dan besamya dana yang diterima pada Tahap I dalam program CBD di desa adat Beraban Tahun 2006 No
JENIS KEGIATAN
JML KK
DANA/KK
JUMLAH
1
Usaha dagang
9
700.000
6.300.000
2
Peralatan tukang
2
700.000
1.400.000
3
Tukang jarit
2
700.000
1.400.000
4
Usahalas
1
500.000
500.000
5
Kerajinan sabut kelapa
1
500.000
500.000
6
Beternak itik
1
500.000
500.000
7
Beternak babi
10
600.000
6.000.000
8
Beternak Sapi
5
2.500.000
12.500.000
9
Dana operasional (3% dari total dana yang disalurkan) TOTAL JUMLAH
900.000 31
30.000.000
Sumber : Data sekunder pada Kantor Desa Adat Beraban Tabel13. Jenis kegiatan, jumlah KK miskin dan besamya dana yang diterima pada Tahap II dalam program CBD di desa adat Beraban Tahun 2006 No
JENIS KEGIATAN
JML KK
DANA/KK
JUMLAH
1
Bengkel
2
500.000
1.000.000
2
Usaha dagang
8
700.000
5.600.000
3
Beternak ayam
1
500.000
500.000
4
Beternak babi
18
600.000
10.800.000
5
Beternak Sapi
20
2.500.000
50.000.000
6
Dana operasional (3% dari total dana yang disalurkan) TOTALJUMLAH
2.100.000
49
Sumber : Data sekunder pada Kantor Desa Adat Beraban
70.000.000
152
Pada tahap ini terjadi penghantaran sumberdaya yang berupa bantuan dana bergulir dari Pemerintah Provinsi Bali. Dengan telah dilewatinya
dua
tahap
sebelumnya
yaitu
dan
penyadaran
pengorganisasian maka tahap penghantaran sumberdaya berlangsung sesuai dengan apa yang telah mereka sepakati sebelumnya, sehingga diharapkan kedepannya bantuan tersebut dapat berjalan efektif rtan dapat memenuhi
kekurangan
modal
mereka
dalam
meningkatkan
tarat
kehidupanr.ya dan lebih jauh diharapkan akan dapat mengantar mereka keluar dari kemiskinan. Penghantaran sumberdaya dalam pelaksanaan program CBD Desa Adat Beraban yang dilakukan oleh pemerintah telah sejalan dengan pendapat yang dinyatakan oleh Salman (2005;
29) yaitu bahwa
pemoenahan dalam hal perbaikan dalam penghantaran sumberdaya yang biasanya disebut dengan implementasi sebuah program atau proyek memang dilaksanakan oleh pihak luar seperti pemerintah dan lembaga donatur lainnya. Namun pihak luar tersebut hanyalah fasilitator yang dapat mempercepat
tercapainya
tujuan
utama
dalam
pemberdayaan
masyarakat. Keputusan terhadap penggunaan dana tersebut tetap ada di tangan masyarakat itu sendiri sebagai pihak yang akan diberdayakan.
c.4. Keberlanjutan program CBD di Desa Adat Beraban
Untuk lebih memperlancar pelaksanaan program tersebut, telah disepakati suatu aturan menyangkut hutang piutang, dimana KK miskin
153
yang berhutang harus memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuanketentuan peraturan tentang hutang-piutang dan ketentuan-ketentuan lainnya yang ditetapkan berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada masing-masing banjar. Apabila ada warga yang lalai memenuhi kewajibannya dikenakan sanksi sesuai dengan perturan yang berlaku dan atau sanksi adat
yang juga ditetapkan berdasarkan keputusan rapat
banjar atau desa adat Beraban. Sedangkan apabila terkena musibah (bencana alam, kehilangan, temak mati dan lain-lainnya) sanksinya diputuskan melalui rapat pengurus berdasarkan saksi dan bukti yang diajukan. Setelah pencairan dana dilakukan kepada masing-masing keluarga miskin maka untuk keberlanjutannya dilakukan suatu monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh tim pengelola program pada tir.gkat desa adat dan banjar adat dalam hal ini adalah ketua banjar adat setempat. Monitoring yang dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah KK miskin penerima bantuan yang dilakukan oleh ketua masing-masing banjar. Sampai saat ini program CBD di Desa Adat Beraban telah berjalan kurang lebih kurang lebih enam bulan dan sedang berjalan pada saat penelitian ini dilaksanakan. Dari hasil pantauan dari masing-masing pengurus program di tingkat banjar adat, program berjalan cukup baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Hanya terdapat dua keluarga yang ternaknya mati karena antara ternak yang lama dengan ternak yang baru dibeli dari bantuan yang diterima ditempatkan dalam satu kandang
154
sehingga berkelahi dan dua minggu kemudian akhimya dua dari tiga temak yang dibelinya akhimya mati. Pelaksanaan program yang
be~alan
dengan lancar tidak terlepas
dari tingginya partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan yang dilaksanakan dan telah tertanamnya kesadaran masyarakat untuk keluar dari kemiskinan. Selain itu partisipasi masyarakat dalam tiap tahapan yang
dilaksanakan mulai
tahap
perencanaan
akan
memunculkan
kemampuan identifikasi (sense of identification) dalam hal ini ikut menjadi penentu kegiatan-kegiatan apa ·saja yang sesuai dengan kondisi mereka yaitu berkaitan dengan mata pencaharian warga setempat. Pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan hasil akan muncul kepekaan integritas (sense of integrit}') dan rasa memiliki (sense of belonging) yaitu ditunjukkan dengan tingginya kes3darcn untuk ikut menyukseskan program yang sedang berlangsung dengan memanfaatkan bantuan sesuei
peruntukannya
dan
kemudian
berusaha
menjaga
dan
mengembangkannya dengan baik. Juga ikut bertanggungjawab untuk menjaga keberlanjutan dari program tersebut (sense of responsibility) (Cohen dan Uphoff, 1977 dalam Salman, 2005; 21).
c.5. Analisis terhadap perpaduan R-0-N internal Desa Adat Beraban dengan R-0-N eksternal dari implementasi Program CBD Desa Adat Beraban Pelaksanaan Program Community Based Development (CBD) di Desa adat Beraban menyebabkan
te~adi
perpaduan antara unsur-unsur
155
pembangunan internal yang sebelumnya sudah ada dalam kelembagaan Desa Adat Beraban dengan unsur-unsur pembangunan eksternal yang dibawa oleh Program CBD yang merupakan program dari pemerintah Provinsi Bali. Sebelum program CBD dijalankan, dalam lembaga desa adat telah terdapat unsur pembangunan R-0-N yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan desa adat. Perubahar. pada tir.gkat organisasi desa adat sebaga: akibat dari implementasi program CBD tertihat dari penambahan fungsi dari desa adat. Fungsi tersebut adalah pengelolaan dana bergulir yang berasal dari pemerintah provinsi Bali. Untuk menjalankan fungsi tersebut, telah dibentuk Tim Pengelola Progaram (TPP) CBD yang disahkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa Adat Be:-aban. Kepengurusan TPP diisi oleh orang-orang yang merupakan pilihan dari masyarakai sendiri. TPP yang terbentuk secara struktural tidak masuk sebagai bagian dari struktur kepengurusan desa adst yang sudah ada sebelumnya. Akan tetapi secara kebetulan, sekretaris dan bendahara desa adat terpilih menjadi salah satu anggota TPP yang duduk sebagai ketua dan wakil pengelola keuangan Program CBD Desa Adat Beraban. Hal ini tentunya didasarkan dengan beberapa pertimbangan seperti mampu mengoperasikan komputer, selalu ada di kantor dan pendidikan yang memadai yaitu
sa~ana
teknik dan
sudah terbiasa mengurusi masalah keuangan mengingat tugasnya dalam desa adat adalah sebagai bendahara.
156
Sementara dari segi perubahan aturan-aturan yang
te~adi
adalah
munculnya kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan terkait dengan pelaksanaan program CBD di Desa Adat Beraban. Kesepakatan atau aturan tersebut dituangkan dalam sebuah proposal yang sekaligus juga sebagai salah satu persyaratan dalam pencairan dana yang akan digulirkan. Aturan tersebut berupa tingkat suku bunga yang ditetapkan kepada peminjam yaitu sebesar 0.5%, jangka waktu pengembaiian pinjaman yaitu selama satu tahun dan perlakuan-perlakuan yang diterapkan kepada para peminjam yang juga didasarkan atas hasil kesepakatan di antara masyarakat. Aturan yang dihasilkan tidak dimasukkan dalam awig-awig desa adat. Hal ini disebabkan karena untuk mengamandemen sebuah awig-awig diperlukan suatu prcses yang cukup panjang dan harus melibatkan seluruh masyarakat. Selain itu pengesahan perubahan awig-awig memerlukan suatu upacara khusus yang berlaku sesuai dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat. Akan tetapi sanksi yang tercantum dalam awig-awig desa adat dapat diterapkan seandainya ada warga adat penerima bantuan dana dari Program CBD yang lalai menjalankan kewajibannya dalam hal pengembalian bantuan yang diberikan. Penerapan sanksi yang akan dikenakan tersebut didasarkan atas musyawarah antar warga dan pengurus. Selain perubahan pada tingkat organisasi dan norma, implementasi program CBD juga diharapkan akan dapat menambah sumberdaya keuangan desa adat mengingat dana yang digulirkan dikenakan bunga
157
sebesar 0.5% perbulan. Bagi para anggota yang menjadi sasaran dalam program tersebut bantuan yang diberikan diharapkan dapat manambah modal usaha mereka sehingga dapat keluar dari kemiskinannya. Sementara di tingkat banjar adat, implementasi Program CBD hanya mengakibatkan perubahan pada penambahan peran dari ketua banjar. Penambahan peran tersebut disebabkan karena seluruh ketua banjar ikut menjadi tim pengelola program (TPP) di tingkat banjarnya masing-masing. Untuk penambahan sumberdaya keuangan banjar tidak terjadi karena dana yang diberikan dikelola oleh pihak desa adat. Demikian pula dengan perubahan aturan di tingkat banjar tidak terjadi karena aturan-aturan teknis yang ditetapkan ada pada tingkat desa adat. Jadi secara umum pelaksanaan Program CBD di Desa Adat Beraban
mengaidbatkan bertambahnya fungsi
desa adat sebagai
pengelola bantuan dana bergulir yang berasal dari pemerintah provinsi Bali. Bertambahnya fungsi desa adat juga secara otomatis mer.gakibatkan bertambahnya aturan-aturan yang harus dijalankan terkait dengan program tersebut. Namun penambahan fungsi dan aturan tersebut tictak menyebabkan perubahan terhadap aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya yang telah tertuang dalam aturan atau awig-awig desa adat, melainkan dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Desa Adat dan sebuah proposal. Pelaksanaan program tersebut nantinya juga diharapkan akan dapat meningkatkan kondisi sumberdaya internal yang telah ada pada desa adat seperti sumberdaya manusia baik dari segi
158
pengurus maupun anggota dan dari segi sumberdaya keuangan yang dimiliki oleh desa adat. Kemampuan suatu komunitas untuk menyesuaikan diri dengan melakukan reorganisasi pola hubungan antara sumberdaya, organisasi dan norma disebut dengan kemampuan pengorganisasian diri PSKMP (2002; M1-S2-13). Kemampuan tersebut sangat penting bagi sebuah komunitas agar dapat terus bertahan dalam suatu perubahan lir.gkungan baik peri.Jbahan internal maupun eksternal. Dalam kasus di atas pengorganisasian diri yang terjadi di awali dengan penambahan fungsi dan peran desa dan banjar adat yaitu dengan terbentuknya (TPP). Terbentuknya TPP sekaligus membawa suatu aturan-aturan baru guna melancarkan kegiatan yang akan dilaksanakan. Setelah terbentuknya TPP beserta aturarnya maka pada tahap terakhir akan terjadi penambahan sumberdaya keuangan baik untuk komunitas miskin yang menjadi sasaran dalam program tersebut maupun sumberdaya keuangan dari desa adat selaku pengelola
progr~m
tersebut. Di Desa Adat Beraban reorganisasi
sumberdaya, organisasi dan norma tersebut dilakukan berdasarkan suatu musyawarah dan mufakat diantara anggota dan para pengurus desa adat terse but. d. Kinerja pemberdayaan masyarakat pada Program CBD
Mengacu (2002;14)
kepada
yang telah
definisi
pemberdayaan
dijelaskan sebelumnya,
menurut menyatakan
Narayan bahwa
159
keberdayaan dapat dilihat dari adanya perluasan aset dan kemampuan (capabilities) terutama terhadap masyarakat miskin. Aset yang dimaksud
di atas mengacu pada aset-aset material seperti (modal, lahan, perumahan,
peternakan
dan
sebagainya)
yang
memungkinkan
masyarakat untuk menentukan pilihannya sendiri. Sedangkan kapabilitas mengacu kepada adanya peningkatan serta perubahan (pengetahuan, sikap, keterampilan) dalam menggunakan aset tersebut. Aset dan kemampuan tersebut dapat secara individu maupun kolektif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan yang ingin dicapai melalui program CBD Desa Adat Beraban adalah mengentaskan masyarakat miskin yang ada di lingkungan desa adatnya melalui pemberian bantuan dana bergulir. Sehingga dalam program di atas kinerja yang paling mudah dilihat adalah
~danya
perluasan aset yang
te~adi
pada
orang miskin yang bersangkutan. d.1. Perluasan aset Kine~a
pemberdayaan yang dihasikan dari pelaksanaan program
CBD adalah bertambahnya aset individu dari penduduk miskin penerima bantuan bergulir. Aset yang dalam hal ini berbentuk modal usaha benarbenar dimanfaatkan sesuai dengan mata pencaharian penduduk yang bersangkutan. Diharapkan dengan perluasan aset yang mereka terima dalam hal ini berupa bantuan modal usaha, akan dapat meningkatkan gairah mereka dalam berusaha. Adapun kesan-kesan yang disampaikan
160
oleh beberapa keluarga. miskin penerima dana tersebut seperti yang tergambar pada tabel berikut: Tabel 14. Nama keluarga miskin, asal, besar bantuan dan jenis bantuan serta komentar dalam Program CBD Desa Adat Beraban No.
Nama KK Miskin
Asal Banjar Adat
Besar bantuan dan ienis bantuan
Komentar
1
Pan Budi
Dukuh
600 ribu (temak babi 1 ekor)
Sangat senang, istri menjadi punya kesibukan, dibelikan babi hanya satu dengan harga 250.000 sisanya dicadangkan untuk biaya pakan. Hal ini sudah disetujui oleh TPP Banjar Adat setempat.
2
Ni Wayan Sari
Batugaing
700 ribu (warung klontong
~nang bisa untuk tambahan modal, kalo bisa jumlahnya ditambah, mudah-mudahan selanjutnya bisa mendapat bantuan yang sama
3
Ni Made Nurti
Batugaing
600 rb (temak babi 3 ekor)
Kebetulan baru jual babi, jadi hasH penjualan bisa digunakan untuk biaya anak sekolah.
4
I Madewena
Batugaing
2,5 Juta sapi)
Sangat senang, biasanya pelihara temak orang lain, keuntungannya kecil dengan dana CBD bunga 0,5% perbulan ya mudahmudahan keuntungannya meningkat
5
I Wayan Trikaya
Batugaing
700 ribu (Service elektronik)
(temak
Senang, mudah-mudahan bisa dapat lagi
Sumber: Data pnmer d1olah Dari Tabel 14 di atas terlihat bahwa masyarakat penerima bantuan yang diwawancarai menyatakan senang dengan bantuan yang diterimanya. Dari pernyataan tersebut juga tercermin keseriusannya untuk benar-benar memanfaatkan bantuan yang diterima. lni disebabkan karena bantuan tersebut berasal dari usulan mereka sendiri sehingga benarbenar dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip partisipatoris dimana masyarakat sendiri yang
mer~muskan
kegiatan-kegiatan sesuai dengan
kebutuhannya. Untuk perluasan aset yang merupakan aset kolektif yaitu berupa meningkatkc:m kondisi keuangan yang dimiliki oleh Desa Adat Beraban
161
yaitu berupa dana hibah yang berasal dari Pemerintah Provinsi Bali sebesar seratus juta rupiah. d.2. Perubahan sikap
Perubahan sikap yang terjadi sebagai hasil dari pelaksanaan program CBD adalah adanya sikap toleran dari masyarakat terhadap saudara mereka yang hidup dalam situasi kekurangan dengan ikut menentukan saudara-saudara mereka yang memang berhak dan layak untuk menerima dana bantuan program CBD. Selain itu dengan adanya program CBD juga terjadi peningkatan semangat khususnya bagi warga miskin untuk berusaha mengingat selama ini kendala yang mereka hadapi dalam usaha untuk mengembangkan mata pencahariannya terletak pada kekurangan modal usaha. Sikap lain yang dapat ditumbuhkan dengan adanya program CBD adalah adanya rasa tanggungjawab dan sikap disiplin dari penerima bantuan untuk selalu dapat memenuhi kewajibannya sept!rti yang dinyatakan oleh seorang informan Ni Wayan Sari (44) yang berprofesi sebagai pendagang berikut ini: " ... walaupun jangka waktu pengembalian pinjaman saya masih lama tetapi mulai sekarang sudah saya sisihkan sedikit-sedikit, biar pada waktunya nanti saya tidak kewalahan mencari uang untuk mengembalikannya, ya namanya juga dari hasil jualan begini kan tidak bisa langsung bisa dapat uang dalam jumlah yang banyak ... "(Wawancara, 18 Juni 2007). Menurut keterangan informan dari pengurus adat, sebelum menerima bantuan,
masyarakat
penerima
bantuan
dana
bergulir
telah
162
menandatangani suatu surat perjanjian untuk mengembalikan pinjaman yang diperoleh sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan telah disetujui dalam rapat, sehingga perguliran bantuan pada tahap berikutnya juga dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
d.3. Perubahan pengetahuan dan keterampilan Pelaksanaan Program CBD Desa Adat Beraban telah memberikan pengetahuan bagi masyarakat menyangkut adanya program bantuan untuk keluarga miskin yang ada di desa mereka. Pengetahuan lain yang menyangkut tentang pengelolaan suatu bidang usaha tertentu tidak terjadi mengingat bantuan yang diberikan hanya berupa pinjaman dana bergulir. Perubahan
pengetahuan
yang
terjadi
pada
pengurus
berupa
bert3mbahnya pengetahuan dari para pengurus tentang tata cara pengelolaan bantuan dana bergulir. Untuk masyarakat sendiri perubahan pengetahuan yang di dapat juga masih sebatas adanya pengetahuan tentang adanya bantuan dana bergulir
di desa mereka yang berkaitan dengan hal tersebut. Hal ini
tentunya dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam berusaha mengingat masih adanya pihak-pihak yang mau memperhatikan kondisi perekonomian mereka, sehingga mereka dapat lebih bersemangat untuk melakukan kegiatannya seperti terlihat dalam pernyataan-pernyataan dalam Tabel14 di atas.
163
Perubahan
keterampilan
yang
te~adi
sebagai
hasil
dari
pelaksanaan program CBD di Desa Adat Beraban tidak terjadi secara individu. Mengingat hal ini memang tidak merupakan bagian dari pada program yang dijalankan. Tetapi perubahan keterampilan
te~adi
pada
para pengurus adat yang ikut sebagai Tim Pengelola Program (TPP). Penin_gkatan keterampilan pada anggota TPP terjadi karena memang hal ini sangat diharapkan karena untuk keberlanjutan program tersebut ke depan sangat tergantung kepada para anggota TPP karena pada saatnya nanti secara perlahan-lahan peran Fasilitator Masyarakat akan dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali. Hal ini sejalan dengan pendapat Ohama (M1-S3-8) bahwa meningkatnya pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat akan dapat lebih mengefektifkan pengelolaan tambahan sumberdaya dari luar secara terintegrasi dengan sumberdaya lokal yang ada. d.4. Perubahan naai dan norma Nilai-nilai yang dapat tetap terjaga dari adanya program CBD adalah nilai partisipatif dan demokrasi. Karena masyarakat menjadi subjek dan ikut menentukan dalam seluruh tahap pelaksanaan program. Selain itu mereka juga telah mengetahui adanya program tersebut melalui sosialisas! yang dilaksanakan sebelumnya. Perubahan norma yang terjadi dalam kegiatan ini karena adanya penambahan fungsi dan peran dari Lembaga Desa Adat Beraban.
164
Penambahan fungsi dan peran ini, tentunya juga diikuti oleh penambahan aturan-aturan yang digunakan untuk mendukung keberhasilan dari kegiatan yang dijalankan. Seperti aturan-aturan mengenai tata cara pengelolaan program dan proses pengadministrasian terhadap bantuan yang diberikan. Dengan aturan tersebut diharapkan muncul kesadaran dan sikap yang bertanggungjawab dari masyarakat miskin tersebut untul< dapat melunasi bantuan yang diberikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan. d.S. Penguatan organisasi
Organisasi
adalah
merupakan
wadah
masyarakat
dalam
melakukan aktivitas dan menyalurkan inspirasi. Organisasi yang kuat juga akan menunjang masyarakat untuk terlibat aktif dalam menunjang pembangunan. Dalam
kegiatan CBD yang
dilakukan
Di
Desa
penguatan organisasi melalui pembentukan kelompok
Beraban,
tid~k
te~adi.
Penguatan organisasi hanya berupa penambahan struktur dan peran yang dijalankan oleh lembaga Desa Adat
Be~aban
dengan membentuk
kepengurusan yang disebut dengan Tim Pengelola Program (TPP) Desa Adat Beraban. Dengan
demikian lembaga
tradisional
Desa Adat adalah
merupakan salah satu sumberdaya pembangunan yang juga dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di bidang ekonomi dan dapat
165
pula menjadi media pemberdayaan masyarakat. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat yang disebabkan karena adanya aturan yang bersifat mengikat dalam hal ini awig-awig desa adat dan dilandasi oleh semangat gotong-royong di antara masyarakat dalam lembaga desa adat, sehingga akan memudahkan pengimplementasian suatu program baik yang berupa program internal dari desa adat jupa program eksternal yang berasal dari seperti program CBD di atas yang berasal dari pemerintah. Dari ketiga kegiatan pemberdayaan yang te~adi dalam aspek kelembagaan tradisional di atas maka dapat dilihat perbandingan proses pemberdayaan yang
te~adi
antara pemberdayaan yang muncul dari
dalam dengan pemberdayaan yang merupakan kreasi dari luar lembaga tradisional yang ada. Untuk lebih jelasnya perbandingan tersebut disajikan pad a T abel 15 berikut.
166
II 15. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan LPD, kegiatan subak dan Program CBD Desa Adat Beraban Proses Pemberdayaan Masyarakat Pengelolun LPD
.,..ran T.._p
Keglatan Subak
Keglatan
1.
~-
3.
Arahan oleh ketua banjar dan kepala desa ad at pad a saat permohonan Ianda Iangan formulir pinjaman. Pendekatan yang persuasif dilakukan oleh pengurus dalam penanganan kredit macet. Sosialisasi terhadap seluruh masyarakat pad a rapat pertanggungjawab an pengurus.
~-
Arahan dari ketua LPD sebelum kredit dicairkan
180'Pnlsasl 1.
Pembentukan stru:er.gurusan dan pemba{lian peran sesuai dengan tug as masingmasing
an
2.
......
o•ntaran
Pembentukan kelompok pedagang sebagai milra kerja bagi LPD
Keglatan
Tahap .Penyadaran
Program CBD Desa Adat Benlban
1.
2.
Tahap
Pertemuanlrapat yang selalu mengutamakan kepentingan bersama dengan pola pendekatan partisipatif dan dialogis yang rutin dilaksanakan. Rapat pengurus tiap awal masa tanam.
Penyadaran
Rapat anggota, untuk sosialisasi hasil rapat pengurus dan mengantisipasi kesulitan air yang dihadapi.
3.
Adanya faktor pengikat yaitu sumberdaya air yang digunakan bersama
1.
Pembagian tugas sesuai dengan peran masingmasing sesuai dengan perencanaan sebelumnya
2.
Pelaksanaan kegiatan yang Ielah subak direncanakan dengan yang kordinasi dilaksankan oleh ketua subak.
Pengorganlsaslan Pengorganlsasian
3.
Penghantaran sumbenlaya
Pemberian bantuan modal usaha atau penca;ran kredit masyarakat kepada kemudahanbeserta kemudahannya
Berdasarkan
Tabel
Penghantaran sumberdaya
Pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan oleh pengurus dan seiuruh anggota subak.
1.
luran anggota
2.
Bantuan pemerintah baik berupa uang maupun bibit atau pelatihan
3.
yang Pihak swasta berkepentingan dengan subak terutama penjual Saprodi.
15
di
atas
Keglatan
proses
Mencari data awal tentang gambaran kemiskinan yang ada di Desa Beraban
~-
Penjajagan tentang penyeban kemiskinan di Desa Beraban
3.
Sosialisasi pada tingkat pengurus desa adat.
~-
Sosialisasi bagi seluruh masyarakat yang menjadi anggota lembaga Des a Ad at Beraban
Pemilihan pengurus yang selanjutnya disebut nm Pengelola Program (TPP) CBD Desa Adat Beraban. Nama-nama pengurus merupakan usulan dari warga masyarakat.
1.
Penentuan miskin.
2.
Mengurutkan kk miskin terpilih berdasarkan tingkat kemiskinannya
3.
Penentuan jenis usaha yang akan didanai oleh Program CBD.
keluarga
Pemberian bantuan sesuai dengan ketentuan yang Ielah disepakati di atas
penyadaran
yang
berlangsung pada pemberdayaan yang muncul dari dalam lembaga tradisional terutama disebabkan karena adanya sumberdaya atau adanya
167
kepentingan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam lembaga subak sumberdaya
yang
merupakan
kebutuhan
bersama
adalah
sumberdaya air yang sangat diperlukan bagi warga subak untuk dapat menunjang produktivitas tanaman padi mereka. Selain itu setiap kegiatan yang berlangsung dalam subak selalu harus mendapatkan persetujuan dari
seluruh
anggota
sebelum
keputusan
tersebut
dilaksanakan.
Penyadarar. yang muncul juga disebabkan karena proses yang
te~adi
dalam subak merupakan proses yang berulang. Selain itu penyadaran yang
te~adi
dilakukan oleh para pengurus. Seperti pada kegiatan
pengelolaan LPD, penyadaran dilakukan oleh para pengurus dan badan pengawas LPD, dimana pengurus dan badan pengawas tersebut meru~akc:n
pilihan dari masyarakat.
Pada program ?emberdayaan yang berasal dari luar lembaga tradisional tersebut, seperti pada Program CBD Desa Adat Beraban, penyadaran awal dilakukan oleh pihak luar yaitu fasilitator masyarakat (FM) walaupun selanjutnya penyadaran juga dilakukan oleh Tim Pengelola Program (TPP) yang terbentuk. Pada tahap pengorganisasian, dalam lembaga subak yang terjadi hanya berupa pembagian tugas sesuai dengan peran yang telah ditentukan. Pada LPD selain pembagian tugas yang sesuai dengan peran yang dijalankan, pengorganisasian juga dilakukan dengan membentuk kelompok yaitu kelompok mitra
ke~a
LPD.
Pada Program CBD
168
pengorganisasian berupa pembentukan TPP yang diikuti oleh penentuan peran yang dila!<sanakan oleh TPP yang terbentuk. Proses penghantaran sumberdaya dalam lembaga subak yang terjadi berupa mobilisasi sumberdaya yang berasal dari iuran anggota subak. Penghantaran sumberdaya juga dilakukan oleh pihak luar yaitu pemerintah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan subak. Sumberdaya yang berasal dari luar teisebut berupa pengetahuanpengetahuan yang dapat meningkatkan kemampuan warga subak terutama menyangkut penggunaan obat-obatan dan pupuk. Dalam kegiatan LPD penghantaran sumberdaya berupa pemberian kredit, dimana dana yang disalurkan adalah dana yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Pada program CBD penghantaran sumberdaya sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak luar yaitu Pemerintah Provinsi Bali berupa bantuan dana bergulir bagi masyarakat yang memenuhi kreteria. Secara umum pembangunan yang terjadi Di Desa Beraban saat ini berlangsung dengan cukup pesat. Pembangunan yang berlangsung tersebut ditunjang oleh ketersediaan dana yang berasal dari pengelolaan sebuah kawasan wisata oleh desa adat dan pemasukan dari LPD Desa Adat Beraban. Pembangunan yang dilaksanakan di desa tersebut tidak · dilakukan secara terpisah oleh lembaga lokal yang ada di desa tersebut khususnya lembaga pemerintah lokal atau pihak desa dinas dengan lembaga tradisional desa adat dan subak. Lembaga tersebut saling mendukung satu dengan yang lainnya.
169
Untuk lebih memperkuat persatuan di antara lembaga tersebut mulai Tahun 2007 anggaran yang dimiliki oleh masing-masing lembaga tersebut disatukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Selain
itu
untuk
menangani
kegiatan-kegiataan
yang
dilaksanakan di Desa Beraban, dibentuk suatu panitia tetap yang terdiri dari kedua unsur baik dari
pemerint:":~h
lokal dalam hal ini desa
administratif maupun dari unsur lembaga adat dan unsur subak. Pembangunan juga dilaksanakan dengan melibatkan seluruh komponen yang ada di desa tersebut mulai dari aktifnya kegiatan ibu-ibu PKK yaitu dengan melaksanakan berbagai kegiatan sosial seperti penimbangan balita setiap bulan, mengadakan pelatihan-pelatihan seperti tata
rias dan
pembinaan-pembinaan
terhadap ketompok-kelompok
kesenian yang ada di desa. Salain itu, pembinaan terhadap generasi muda yang ada di desa Beraban untuk menghindari dampak negatif dari aktivitas pariwisata seperti mabuk-mabukan dan penyalahgunaan obat ditaksanakan dengan mengaktifkan kegiatan kelompok-kelompok karang taruna (sekha taruna taruni) dengan mengadakan kegiatan-kegiatan olahraga seperti pekan
olahraga desa (Pordes) yang diadakan setiap masa liburan sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut akan lebih mempererat dan menja1in rasa persaudaraan di kalangan generasi muda serta menumbuhkan mentalmental sportif dikalangan generasi muda.
BABV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian maka dapat dibuat kesimpulan yaitu: 1.
Karekteristik
R-0-N
pada
kegiatan-kegiatan
yang
ada
dalam
kelembagaan Tradisional di Desa Adat Beraban dan Subak adalah sebagai berikut : 1.1 Sumberdaya yang
ada dalam lembaga subak,
pengelolaan
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban dan program Community Based Development (CBD) Desa Adat Beraban adalah
terdiri
dari
sumbf:idaya
manusia,
sumberdaya
fisik
dar:
sumberdaya keuangan. Dalam li:mbaga subak sumberdaya manusia yang dimiliki be11Jpa anggota subak berjumlah 480 rumah tangga pertanian (rtp). Sumberdaya fisik berupa lahan subak seluas 149,67 Ha, sebuah bendungan, saluran-saluran irigasi yang terdiri dari terowongan, bangunan pembagi air, dan saluran-saluran air yang lebih kecil yang menyalurkan air kepada masing-masing warga subak, saluran pembuangan air, areal berupa ruang terbuka yang cukup luas sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan dan 5 (lima) buah pura subak. Sumberdaya keuangan subak berasal dari iuran
171
anggota, bantuan pemerintah provinsi maupun kabupaten dan dana dari hasil pengembalaan ternak bebek. Dalam LPD sumberdaya manusia berupa anggota LPD berjumlah 1.683 KK, sumberdaya fisik berupa sebuah ruangan, 2 (dua) unit komputer, 1(satu) meja panjang, 1 (satu) printer, 1 (satu) mesin ketik, 2 (dua) buah lemari, 7 (tujuh) buah meja dan kursi, seperangkat alat tulis dan sebuah televisi. Sumberdaya keuangan berupa modal awal dari anggota, 60% dari laba LPO yang dijadikan modal, sumber lainnya berupa sumbangan masyarakat dengan total dana LPD Tahun 2006 mencapai Rp.569.254.369,-. Dalam program CBD sumberdaya manusia yang dimiliki berupa keluarga miskin yang akan mengelola bantuan dana bergulir sebanyak 367 KK. Sumberdaya fisik berupa sebuah ruangan untuk sekretariat, sebuah ruang pertemuan, seperangkat alat tulis menulis, sebuah buah komputer dan ruang perte:r.uan di masing-masing banjar. Sumberdaya keuangan berasa1 dari APBD Provinsi Bali sebesar 100 juta rupiah. 1.2 Organisasi, dalam pengelolaan LPD organisasi yang terbentuk bernama LPD Desa Adat Beraban, organisasi yang terbentuk dalam Program CBD adalah Tim Pengelola Program (TPP) CBD Desa Adat Beraban dan pada subak adalah adanya lembaga subak itu sendiri.
172
1.3 Norma, secara umum. norma yang berlaku dalam Subak adalah norma atau aturan yang disebut awig-awig subak. Dalam aturan tersebut memuat hal-hal yang harus diikuti oleh warga subak yang dilengkapi juga dengan sanksi bagi warga yang melanggar. Sementara dalam kegiatan baik dalam pengelolaan LPD maupun, Program CBD Desa Adat Beraban aturan yang berlaku khusus mengenai sanksi terhadap warga yang lalai dalam memenuhi kewajibannya menyangkut pengembalian terhadap kredit dan bantuan dana bergulir yang diberikan tercantum dalam aturan (awig-awig) desa adat. Selain itu untuk lebih memperlancar
kegiatan-kegiatan pengelolaan LPD dan Program CBD, juga dibentuk aturan-aturan yang bersifat teknis. Aturan pokok yang disebut awig-awig sangat diikuti oleh masyarakat karena berasal dan telah disepakati dan merupakan keputusan bersama. Aturan tersebut bersifat dinamis yaitu selalu menyesuaikan dengan kondisi perubahan yang terjadi. 2.
Pemberdayaan yang terjadi dalam kelembagaan tradisional dapat disimpulkan sebagai berikut: Pada kegiatan subak, pengelolaan LPD Desa Adat Beraban dan pada program CBD telah terjadi proses pemberdayaan
masyarakat
yang
meliputi
penyadaran,
pengorganisasian dan penghantaran sumberdaya. Proses penyadaran yang
terjadi
melaksanakan
dalam
subak
kegiatannya
disebabkan selalu
karena
berdasarkan
dalam kepada
setiap hasil
173
musyawarah dan mufakat dan selalu dikerjakan secara gotong-royong yang terjadi secara terus menerus dan adanya keterikatan terhadap sumberdaya air. Pada pengelolaan LPD penyadaran dilakukan oleh pengurus LPD dan Badan Pengawas sedangkan pada program CBD penyadaran dilakukan oleh Fasilitator Masyarakat beserta Tim Pengelola Program yang terbentuk. Pengorganisasian dalam lembaga subak berupa adanya pembagian tugas sesuai dengan peran yang telah ditentukan, dalam pengelolaan LPD pengorganisasian juga berupa pembagian peran dan pembentukan kelompok, sementara dalam
program
pembentukan
Tim
CBD
pengorganisasian
Pengelola
Program
diwujudkan (TPP).
melalui
Penghantaran
sumberdaya dalam lembaga subak berupa mobilisasi sumberdaya yang berasal dari iuran warga subak, penghantaran sumberdaya juga dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan subak, pada pengelolaan LPD penghantaran sumberdaya berupa pemberian kredit dan pada program CBD penghantaran sumberdaya dilakukan oleh pemerintah berupa pemberian bantuan dana bergulir. 3.
Kinerja pemberdayaan masyarakat dalam kelembagaan tradisional dapat disimpulkan sebagai berikut: 3.1
Kinerja pemberdayan dalam lembaga subak adalah terpeliharanya sikap-sikap solidaritas, gotong-royong, perubahan pengetahuan warga subak tentang obat-obatan dan pupuk, terpeliharanya
174
keterampilan warga subak dalam pembagian sumberdaya air, serta penguatan kelembagaan yang
ditunjukkan dengan eksisnya
lembaga subak. 3.2 Kinerja pemberdayaan pada pengelolaan LPD desa Adat Beraban terlihat perluasan aset masyarakat terutama yang menyangkut modal usaha,
perub~han
pengetahuan masyarakat tentang tata
cara memperoleh kredit dan sikap bertanggungjawab dalam pengembalian kredit serta terjadi penguatan kelembagaan LPD dalam hal bertambahnya aturan dengan dibentuknya kelompok mitra kerja LPD. 3.3 Dalam program CBD kinerja pemberdayaan yang paling mudah dapat dilihat adanya perluasan aset
individu maupun kolektif
scsuai dengan tujuan dari program yang dijalankan. Selain itu juga sudah
menyebabkan
pengetahuan dan
adanya
keterampilan
perubahan
sikap.
terutama
terjadi
Perubahan pada
para
pengurus. Kinerja pemberdayaan untuk penguatan kelembagaan dan perubahan nilai dan norma dan penguatan organsisasi juga terbentuk.
175
B.· Rekomendasi
Dari pembahasan di atas maka ada beberapa saran atau rekomendasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Untuk dapat lebih meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama dalam hal kemudahan akses terhadap permodalan, maka LPD perlu mempertimbangkan suatu strategi yang dapat menjangkau kalangan
masyarakat
miskin
dari
berbagai
golongan
dengan
meminimalisir adanya ketakutan terhadap resiko yang menjadi penghambat masyarakat dalam mengakses permodalan LPD seperti yang terjadi pada peternak. Strategi tersebut berupa keringanan dalam hal pembayaran pokok pinjaman atau keringanan yang disesuaikan dengan kesepakatan. Dengan demikian tujuan LPD sebagai penyedia kredit mikro bagi masyarakat kelas bawah akan dapat berjalan maksimal dan sekaligus akan menjaga kelangsungan dari usaha LPD itu sendiri. 2. Untuk mewujudkan tujuan akhir dalam pelaksanaan Program CBD Desa Adat Beraban yakni terentaskannya kemiskinan masyarakat, maka
hendaknya
pengorganisasian
tidak
hanya
sampai
pada
terbentuknya Tim Pengelola Program (TPP) di tingkat pengurus desa adat. Tetapi perlu juga dibentuk kelompok-kelompok dari masyarakat miskin, sehingga permasalahan yang timbul dalam diri mereka dapat lebih cepat diatasi dan kelompok yang terbentuk akan dapat dijadikan
176
media
pembelajaran
bagi
mereka
untuk
dapat
mengatasi
subak
hendaknya
permasalahannya. 3. Untuk
melestarikan
keberadaan
lembaga
pemerintah daerah perlu memperhatikan keterpaduan antar sektor pariwisata
dan
pertanian.
Dimana
yang
sering
terjadi
adalah
perkembangan sektor pariwisata mengakibatkan penuru11an pada sektor pertanian dengan adanya alih fungsi lahan sawah menjadi sarana pariwisata. Untuk itu upaya yang dapat ditempuh adalah memadukan kedua sektor tersebut misalnya dengan menjadikannya sebagai daerah agrowisata 4. Dalam pengimplementasian suatu program pemerintah hendaknya dapat menggunakan
organisasi
yang
telah
ada
dimasyarakat,
sehingga dengan demikian masyarakat tidak merasa asing dengan program tersebut. Pemanfaatan organisasi yang telah berkembang di masyarakat sekaligus akan dapat menjadikan masyarakat sebagai subjek pembangunan dan diharapkan juga akan dapat lebih menjamin keberhasilan dari program tersebut karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 5. Penyusunan suatu program hendaknya tidak semata-mata didasarkan atas kepentingan suatu proyek, tetapi juga memperhatikan adanya aspek pembelajaran yang akan terjadi dalam suatu masyarakat. lni berarti dalam suatu program hendaknya yang menjadi perhatian utama adalah proses yang terjadi. Dalam proses tersebut keterlibatan
177
masyarakat adalah syarat utama baik bagi keberlangsungan program maupun sarana untuk meningkatkan kemampuan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan jika proses yang dijalankan tersebut mendasarkan pada nilai-nilai yang telah berkembang di masyarakat. 6. Di Desa Beraban pada saat ini juga terdapat pengelolaan sebuah Objek Wisata oleh Lembaga Desa Adat. Pengelolaan yang dilakukan oleh desa adat tersebut telah mampu meningkatkan perekonomian desa tersebut sekaligus juga telah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD} Pemerintah Kabupaten Tabanan. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana bentuk pengelolaan Objek Wisata yang ada di Desa Beraban tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo, Makassar
2005, Membangun Desa Partisipatif,
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Praktek. PT Asdi Mahasatya. Jakarta
LEPHAS,
Suatu Pendekatan
Bryant dan White, 1982. Manajemen Pembangunan, LP3ES, Jakarta Bungin, Burhan, 2003. Ana/isis Data Penelitian Kualitatif. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Craig, Gary & Mayo, Marjorie, 1995. Community Empowerment, A Reader in Participation and Development. ZED BOOKS. London Darwanto, Herry. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Berbasiskan Masyarakat Terpencil. Bappenas. Jakarta
Pedesaan
Depdiknas, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Djogo, Tony, dkk, 2003, Kelembagaan dan kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia regional Office; Bogar Friedmann, John, 1992. Empowerment, Development. Blackwell. USA
The Politics of Alternative
Hikmat, Harry, 2004, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Press, Bandung Hutomo, 2000, Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi: Tinjauan reoritik dan lmplementasi, Makalah disajikan dalam seminar sehari Pemberdayaan Masyarakat. Bappenas 6 Maret 2000 Koentjaraningrat, 1985. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. PT Gramedia. Jakarta _ _ _ _ _____.. 2004. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Djambatan. Jakarta Kuntjara, Esther, 2006. Penelitian Kebudayaan, Sebuah Panduan Praktis. Graha llmu. Yogyakarta
179
Moeliono, llya. 1997. Perluasan Penggunaan Pendekatan Partisipatif dalam Usaha-Usaha Pembangunan. Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Nasional Pendekatan Partisipatif yang diselenggarakan Bappenas, Lembang Naping, Hamka. 2005. Kajian Nilai, Norma dan Hukum Tidak Tertulis dalam Kelembagaan Kombong Pada Masyarakat Enrekang Di Sulsel. Hasil Penelitian. Unhas. Makassar Narayan, Deepa. 2002. Empowerment and Poverty Reduction. The World Bank. Washington DC Nasikun, 2005. Sistem Sosiaf Indonesia. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta Ointoe dan lsnaeni, 2005. Mencipta Gagasan, Mendorong Gerakan (Pengalaman Mendorong Partisipasi Publik). Yayasan SERAT. Manado Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Picard, Michel. 2006. Bali Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Jakarta P:tana, 1992. Subak: Sistem lrigasi Tradisional c!i Bali. Canangsari. Upada Sastra. Denpasar
Sebuah
Pranadji, Tri. 2003. Per;ajaman Ana/isis Kelembagaan dalam Perspektif Penelitian Sosiologi Pertanian dan Pedesaan. (Online), Vol. 21, No.1, (http://www.pse.litbang.deptan.go.id/publikasi/FAE 21 1 2003.pdf, diakses 20 Februari 2007) Prijono, Onny. S dan A.M.W. Pranaka, 1996, Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan lmplementasi, CSIS, Jakarta PSKMP-UNHAS-JICA, 2002, Modul I. Participatory Local Social Development Planning (PLSDP), UNHAS Makassar bekerjasama dengan JICA Jepang Pusat Studi Pariwisata UGM. Tanpa Tahun. Wawasan Budaya Untuk Pembangunan. UGM. Yogyakarta Rahz,
Hidayat. 1999. Menuju Masyarakat Terbuka. Lacak Jejak Pembaruan Sosial di Indonesia. Ashoka Indonesia. Yogyakarta
lEO
Rintuh, Camelis dan Miar. 2005. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. BPFE. Yogyakarta Sajogyo dan Sajogyo, Pudjiwati. 2005. Sosiologi Pedesaan. Kumpulan Bacaan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Salman, Darmawan, 2002, Apa dan Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat? Monograf. PSKMP. UNHAS. Makassar 2002, Banjar dan Desa Adat di Bali: Pelajaran tentang Otonomi Masyarakat Dari Kasus Desa Gu/ingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. PSKMP. UNHAS Makassar 2006, Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Di Tingkat Provinsi: Refleksi untuk Sulawesi Selatan. Bahan kuliah.
PSKMP. UNHAS. Makassar _ _ _ _ _ _ _ _, 2002, Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Partisipatoris. Makalah Diktat TMPP. PSKMP-UNHAS Makassar _ _ _ _ _ _ _ _ , 2005, Pembangunan Partisipatoris. Modul Mata
Kuliah Participatory Based Planning Konsentrasi Manajemen Perencanaan Program Studi Administrasi Pembangl!nan, UNHAS Makassar Saptana, dkk. 2G03. Laporan Akhir: Transformasi Kelembagaan Tradisiona/ Untuk Memperkuat Jaringan Ekonomi Kerakyatan di (Online), Pedesaan. ( · ····~ -~.::~-~-~ ___ -<·,:; .. · :·._, __ ·:~::_i~)acl_plJQ, diakses 17 November 2006) Saragi, Tumpal P., 2004. Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa (Aiternatif Pemberdayaan Desa). CV. Cipruy. Jakarta Sedana~
2000, Konsep Pemberdayaan Tantangan Dl Masa Depan.
Subak dalam Menghadapi Makalah disajikan dalam seminar/sosialisasi INPRES No.3 Tahun 1999 (PKPI) dan Pemberdayaan Subak secara PPKP di Natour Bali Hotel, Dinas PU Prov. Bali 18 Oktober 2002
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soetomo, 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
181
Sugiyanto, 2002 Lembaga Sosial, Global Pustaka Utama, Yogyakarta Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayak3n Rakyat. Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. PT Refika Aditama. Bandung Suhendra. 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Alfabeta. Bandung Sumaryadi. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat. Citra Utama. Jakarta Daerah Pembangunan 1996, Gunawan, Sumodiningrat, Pemberdayaan Masyarakat., PT Bina Rena Pariwara, Jakarta
dan
Sutawan, dkk. 1995, Penelitian Aksi Meningkatkan Kemampuan Petani dalam Pengerahan dan Pengelolaan Dana Pada Subak Agung Yeh Ho dan Subak Agung Gangga Luhur Kabupaten Buleleng. Kerjasama Universitas Udayana dengan The Ford FoundationJakarta. Denpasar Syahyuti. 2003. Altematif Konsep Kelembagaan Untuk Penajaman Operasionalisasi dalam Penelitian Sosiologi, (Online), Vo1. 21, No. 2. (http://www.pse.litbang.deptan.go.id/publikasi/FAE 21 2 2003.pdf, diakses 20 Februari 2007) Tjokrowinoto, Moeljarto, 1996. Pembangunan, Dilema dan Tantangan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Uphoff, Norman, 1986. Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook With Cases. Cornell: Kumarian Press. Widodo, Nurdin dan Suradi. 2006. Penelitian Profil dan Peranan Organisasi Lokal dalam Pembangunan dan Masyarakat. (Online). www.depsos.go.id. Diakses 21 Nopember 2006. Yapadi. 2003. Subak dan Kerta Masa: Kearifan Lokal Mendukung Pertanian Berkelanjutan. Yayasan Padi Indonesia Yin, Robert K., 2003. Studi Kasus (Desain dan Metoda). PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Lampiran 1. Struktur dan Susunan Pengurus Desa Adat Beraban BENDESA dr. I Wayan Arwata, MM Petajuh (Wakil Kepala) I. Bidang Parhyangan : Gst. Kt. Putra 2. Bidang Pawongan : IWyn. Japa 3. Bidang Palemahan : Jr. I Md. Widiasa
i
PETENGAN (BENDAHARA) I. I. Wyn. Matera 2. I. Wyn. Satera
KASINOMAN•) AGAMA DAN UPACARA I Wayan Sunaba
PENYARIKAN (SEKRETARIS) I Made Darsana, ST
I
I
I
I
I
KASINOMAN•) KEPEMANGKUAN I Ketut Twiartha
KASINUMAN•) SOSIAL SUDA YA Drs. I Nyn.nan Arsa
KASINOMAN•) KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN I MadeWeka
KASINOMAN•) PEREKONOMIAN I Ketut Natra
KASINOMAN•) PEMBANGUNAN I Ketut Degul
I
I
I
I
KETUA BANJAR ADAT ULUNDESA I Made Kader
KETUA BANJAR ADAT GEGELANG IMadeKandi
KETUA BANJAR ADAT BATANBUAH KAJA I MadeSuana
I KETUA BANJAR ADAT ENJUNGPURA INym. Madya
DEWAN PERTIMBANGAN ADAT : I Md Wedra A.,SH. Ketua ................................................................. I. Bidang Parhyangan : Gst. Kt. Putra 2. Bidang Pawongan : I Wyn. Japa 3. Bidang Palemahan : lr. I Md. Widiasa
--, KETUA BANJAR ADATBATANBUAH I Made Maliana
i
I
I
KETUA BANJAR ADAT SIN1UANA
KETUA BANJAR ADAT SIN1UANA KELOD I Nengah Landih
· *) Penlgas pembawa informasi
KA1A
I Ketut Subadra
i
I KETUA BANJAR ADATBERABAN I Nym. Gelebes
KETUA 8>\NJAR ADAT BATUGAING KA1A I Nengah Astawa
KETUA BANJAR ADAT BATUGAING KELOD A.A. Rai
I
I KETUA BANJAR ADAT SINJUANA TENGAH 11\lyoman Gunarta
KETUA BANJAR ADATNYANYI I Wayan Pendra
KETUA BANJAR ADATPASTI I KetutTika
KETUA BANJAR ADATDUKUH I Ketut Santa
KETUA BANJAR ADATKEBON I Wayan Kajeng --
182
183
Lampiran 2. Karakteristik R-0-N Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Beraban dan Program CBD Desa Adat Beraban Tahun 2006 dan Kegiatan Subak LEMBAGA TRADISIONAL Dl DESA BERABAN LEMBAGA DESA ADAT KEGIAT AN PENGELOLAAN LEMBAGA PERKREDITAN DESA(LPD klmberdaya: Sumberdaya manusia berupa anggota LPD berjumlah 1.683 KK -
Sumberda 1 a fisik berupa: sebuah ruangan - 2 unit komputer - 1 meja panjang - 1 printer - 1 mesin ketik - 2 buah lemari - 7 buah meja dan kursi - seperangkat alat tulis - 1 televisi.
-
Sumberdaya keuangan: - Modal awal dari anggota - 60% dari laba LPD itu sendiri - sumber lainnya berupa sumbangan dari pihak lain. - Total dana LPD Tahun 2006 mencapai Rp.569.254.369,-. Organlsasi Terdiri dari beberapa orang pengurus yaitu ketua Seorang sekretaris seorang bendahara - 5 (lima) orang karyawan atau petugas lapangan Sebuah badan pengawas yang diketuai oleh kepala desa adat (bendesa adat) dengan 3 (tiga) orang anggota
Nonna -
Aturan poko~ yaitu aturan desa adat yang disebut Awig-awig. Dalam awigawig desa adat hanya mencantumkan sanksi yang dapat dikenakan kepada para peminjam (debitor) yang lalai memenuhi kewajibannya
LEMBAGA SUBAK
PELAKSANAAN PROGRAM COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD)
KEGIATAN SUBAK
Sumberdaya: Sumberdaya manusia berupa keluarga miskin yang akan mengelola bantuan dana bergulir sebanyak 367 KK yang dengan rincian pada masing-masing banjar adat (br) sebagaiberikut: - 25 kk br. Ulundesa - 16 kk br. Gegelang - 8 kk br. Batanbuah kaja ~ 30 kk br. Batanbuah kelod - 55 kk br.Beraban - 15 kk br. Batugaing kaja - 16 kk Batugaing kelod - 16 kk br. Enjungpura - 21 kk br. Dukuh - 15 kk br. Sinjuana kaja - 28 kk br. Sinjuana tengah - 18 kk br. Sinjuana kelod - 42 kk br. Nyanyi - 18 kk br. Pasti - 44 kk br. Kebon
Sumberdaya: Sumberdaya manusia berupa anggota subak berjumlah 480 rumah tangga pertanian (rtp)
-
-
Sumberdaya fisik berupa: Sebuah ruangan untuk sekretariat Sebuah ruang pertemuan Seperangkat alat tulis menulis 1 buah komputer Ruang pertemuan di masing-ma5ing banjar.
Sumberdaya keuangan: - Berasal dari APBD Provinsi Bali sebesar 100 juta rupiah. Organisasi Organisasi berupa Tim Pengelola Program (TPP) dengan kepengurusan sebagai berikut: Ketua Seorang wakil ketua Kader desa Pengelola keuangan Wakil pengelola keuangan TPP di tingkat banjar adat KK miskin selaku pengelola Pengawas yang diketuai oleh kepala desa adat (bendesa adat) dan seluruh warga ad at.
-
Sumberdaya fisik berupa: - La han subak seluas 149,67 Ha Sebuah bendungan Saluran-saluran irigasi yang terdiri dari terowongan, bangunan pembagi air, dan saluran-saluran air yang lebih kecil - Sa luran pembuangan air. - Areal berupa ruang terbuka yang cukup luas sebagai tempat m~ngadakan untuk pertemuan - 5 (lima) buah pura
-
-
suba~.
Sl!mberdaya keuangan: - luran anggota - Bantuan pemerintah provinsi maupun kabupten - Dana bebek Organisasi Terdiri dari beberapa orang pengurus yaitu: Seorang ketua Seorang sekretaris seorang bendahara 13 ketua sub subak (tempek) Pada masing-masing tempek terdapat 3 (tiga) petugas pembawa informasi. Norma Norma atau aturan yang berlaku dalam subak disebut awig-
Bersambung ......... .
184
flungan lampiran 2. Aluran yang bersifat teknis pengelolaan LPD eendiri tidak tercantum dalam awig-awig, tetapi dibuat suatu aturan detaH yang disebut Pararem yang memuat aturanaturan teknis pengelolaan LPD.
Nonna Aturan pokok yaitu dapat diterapkannya sanksi adat bagi warga yang lalai memenuhi · kewajibannya tetapi hal ini secara khusus tidak tercantum dalam Awig-awig desa adat. Aturan yang bersifat teknis pengelolaan program CBD dibuatkan tersendiri berupa aturan detail yang juga disebut Pararem seperti dalam pengelolaan LPD.
awig subak yang khusus mengatur masalah kegiatan subak.
185
Lampiran 3. Kinerja Pemberdayaan masyarakat dalam Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Program CBD dan Subak. KEGIATAN Program CBD
LPD
- Perluasan
terutama 1. a set menyangkut perluasan modal usaha
-
-
Bertambahnya pengetahuan tata . cara masyarakat tentang memperoleh bantuan kredit
kelembagaan LPD Penguatan dengan dibentuknya kelompok mitra kerja LPD.
Perluasan aset - Aset individu berupa bantuan bergulir. - Aset kolektif berupa bertambahnya sumber keuangan desa adat.
2. Perubahan pengetahuan dan keterampilan bagi - Pengetahuan masyarakat tentang adanya program bantuan untuk keluarga miskin - Perubahan pengetahuan pengurus tentang tata cara pengelolaan bantuan dana bergulir. - Perubahan keterampilan dalam pengelolaan keuangan para pengurus adat yang ikut sebagai (TPP).
3. Perubahan sikap
-
-
4.
Sikap toleran terhadap keluarga miskin Semangat dari kk miskin dalam berusaha Sikap bertanggungjawab menyangkut penggunaan dana
Perubahan nilai dan norma nilai Terpeliharanya partisipatif dan demokrasi - Adanya aturan tentang program CBD
-
5. Penguatan organisasi
-
Bertambabnya fungsi yang dijalankan oleh lembaga desa adat
Subak
1. Sikap sikap - Terpeliharanya solidaritas dan gotongroyong warga subak.
2. Perubahan pengetahuan dan keterampilan Keahlian - Terjaganya warga subak menyangkut efektivitas pengaturan air. - Peningkatan pengetahuan dari warga terhadap berbagai jenis pupuk dan obat-obatan, sebagai akibat adanya interaksi dengan pihak luar subak.
3. Penguatan kelembagaan
-
Eksistensi subak sampai sekarang.
186
Lampiran 4.
Lembag~
Penyelenggara Program Community Based Development (CBD) TAHUN 2006
GUBERNUR BALl
l
Provinsi
I
Kabup2ten
-~
Biro Keuangan Setda Bali
Pelaksana harian Program CBD
'- , : ::::l: : : ::: :
:
=: : : ~L--_B_u_p_a_ti_
Bappeda
1-----+1
_:---~
Konsultan
I
Tim Koordinasi Program CBD .
L...............................................................l·······················································-··-·································.l ;--····-···············································································································································································'
Desa Adat
~----~--~
Ketua Desa Adat dan Para pengurus Adat
TPP Desa Adat
14----------l
KK miskin di Desa Adat di Provinsi Bali
Pengarah Kordinasi
····-······················-··-······-··.,..
I
DESA PAKRAMAN BERABAN KECAMATAN KEDIRI, KABUPATEN TABANAN KEPUTUSAN BENDESA ADAT DESA PAKRAMAN BERABAN NO: 03 TAHUN 2006. TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENGELOLA PROGRAM ( TPP) COMMUNITY BASED DEVELOPMENT ( CBD) PROPINSI BALl Dl DESA PAKRAMAN BERABAN MENIMBANG:
a. bahwa Program CBD merupakan suatu kegiatan Program Penanggulangan Kemiskinan yang berbasis Desa Pakraman melalui upaya inovatif Krama Adat dan Prajuru Adat, yang secara partisipasif ikut serta berperan sebagai perencana, pelaksanapengelola, penanggungjawab dan pengawas kegiatan kannalkeluarga miskin diwilayah Desa Pakraman. b. bahwa didalam mewujudkan dan menghantarkan Masyarakat Desa Pakraman Beraban dalam Pembangunan Sistim Penanggulangan Kemiskinan Struktural dan Kultural. c. bahwa dipilihnya Desa Pakraman Beraban sebagai Desa Penerima Program CBD berdasarkan surat Kep~ Bappeda Kabupaten Tabanan nomor : 052 I 502 I B;.;-peda.
MENGINGAT
a. Perda Propinsi Bali No. 3 tahun 200 1 ten tang Desa Pekraman. b. Awig- Awig Desa Adat Beraban tertanggal9 Juni 1986. c. Paruman Prajuru Adat Desa Pakraman Beraban tanggal 9 Juli 2006
MEMUTUSKAN MENETAPKAN
KEPUTUSAN BENDESA ADAT DESA PAKRAMAN BERABAN, KECAMATAN KEDIRI, KABUPATEN TABANAN TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENGELOLA PROGRAM CBD PROPINSI BALl DI DESA PAKRAMAN BERABAN.
Pasall Mengangkat Saudara-saudara yang tercantum dalam lampiran keputusan ini sebagai Tim Pengelola Program Community Based ut.vd..:..p.n.:.n { CDu) f\vp;rbi Sa!i ..li ;:),::;
Pasall Tugas TPP secara umum bertanggung jawab baik secara teknis dan administrasi atas seluruh proses tahapan program yang dilaksanakan di Desa Pakraman Beraban seperti terlampir.
Pasal3 Segala biaya yang muncul akibat keputusan ini dibebankan pada Dana Operasional TPP sebesar 3% ( tiga persen ) dari total dana program yang diterima oleh Desa Pakraman Beraban dari Program CBD ini..
Pasal4 Keputusan ini berlaku selama 3 ( tiga ) tahun sejak tanggal ditetapkan dan Keputusan ini dapat ditinjau kembali apabila terdapat kekeliruan dalam penetapannya.
Ditetapkan di Desa Pakraman Beraban Pada tanggal : 15 Juli 2006 BENDESA ADAT · DESA PAKRAMAN BERABAN . . ·' . \" , \.·· >/.. ,..,. - --.....__ ' ~ :, . ·. . ... . '. ;;;;· t\ ........
f,•
.••- - -
' ',~- ...,..._' '.
-
'
; •.:· ,.::;:::..~~4r:I~WAYAN ARWATA, MM
;
-.~_~:·~-~---:~ .~ ~- . ·.. · .. - ,, :.