TESIS
ANALISIS STATUS LINGKUNGAN IRIGASI TUKAD YEH EMPAS DAN SUBAK MUNDUK LENGGUNG DI DUSUN BOLANGAN DESA BABAHAN KECAMATAN PENEBEL KABUPATEN TABANAN
I NYOMAN SUMANTRA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
TESIS
ANALISIS STATUS LINGKUNGAN IRIGASI TUKAD YEH EMPAS DAN SUBAK MUNDUK LENGGUNG DI DUSUN BOLANGAN DESA BABAHAN KECAMATAN PENEBEL KABUPATEN TABANAN
I NYOMAN SUMANTRA NIM 0991261012
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
ANALISIS STATUS LINGKUNGAN IRIGASI TUKAD YEH EMPAS DAN SUBAK MUNDUK LENGGUNG DI DUSUN BOLANGAN DESA BABAHAN KECAMATAN PENEBEL KABUPATEN TABANAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN SUMANTRA NIM 0991261012
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 21 Juli 2011
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS NIP. 195905191986011001
Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa,MS NIP. 196703031994031002
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Ir. M. Sudiana Mahendra, MAppSc.PhD. NIP.195611021983031001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 19 Juli 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 1269/UN.14.4/HK/2011, Tanggal 18 Juli 2011
Ketua
: Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS
Anggota
:
1. Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS 2. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit,M.Agr. 3. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Sudana, M.Rur,Sc
\
UCAPAN TERIMA KASIH
Berkat rahmat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Analisis Status Lingkungan Irigasi Tukad Yeh Empas dan Subak Munduk Lenggung di Dusun Bolangan Desa Babahan Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan “ Tesis ini disusun sebagai kewajiban dalam menyelesaikan perkuliahan di Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Made Sudiana Mahendra, MAppSc selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS selaku pembimbing pertama yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa,MS selaku pembimbing kedua yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat dalam menyelesaikan tesis ini Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr. selaku pembahas, yang telah memberikan masukan, saran dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Sudana, M.Rur.Sc selaku penguji tesis yang telah memberikan masukan, saran dan koreksi sehingga tesis ini dapat
terwujud seperti ini. tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu dosen pengampu perkuliahan yang telah membimbing penulis dalam mengikuti pendidikan di Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. Pada kesempatan ini pula penulis ucapkan kepada istri tercinta ( Ni Made Nuriati) , anak tersayang ( L Gd Mas Listya Sumertiani dan I Md Dwi Mas Aditya Setiawan) yang telah memberikan dukungan secara moril selama penulis mengikuti perkuliahan. Pimpinan dan teman – teman di Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali Nusra atas ijin dan dukungannya pada penulis. Teman-teman mahasiswa S-2 di Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan dukungan moril untuk menyelesaikan tesis ini. Staf Sekretariat Program Magister Lingkungan Universitas Udayana atas bantuannya kepada penulis dalam memperlancar proses administrasi. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik dari pembaca guna penyempurnaan isi tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pendidikan khususnya dalam penyusunan tesis di Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana.
Denpasar,
Juli 2011
Penulis
ABSTRACT
ANALYSIS OF ENVIRONMENTAL STATUS OF IRRIGATION TUKAD YEH EMPAS AND SUBAK MUNDUK LENGGUNG IN HAMLET BOLANGAN BABAHAN VILLAGE SUB DISTRICT PENEBEL TABANAN
Livestock is one business that was developed in order to meet basic human needs of the meat. In its development, livestock will produce waste harmful to the environment. The purpose of this study to determine the characteristics and environmental management of farms, the quality and quantity of waste and its impact on the environment, economy, social life of communities around the farm and labor. Characteristics and environmental management by the farmer obtained by distributing questionnaires by random sampling, samples for the determination of the quality and quantity of livestock waste with purposive sampling. Samples were taken at three points of different livestock waste disposal and waste compared to the quality standard according to Minister of State for the Environment No. 11 of 2009 and four points on the body of water compared with water quality standards according to the Bali guvernatorial No.8 of 2007. Samples were analyzed in situ and laboratory. Public perception and labor obtained by distributing questionnaires by random sampling method. The results showed that the environmental management by the rancher is not good, the quality of wastewater from pig farms that exceeds the quality standard parameters of TSS (1082.57 mg / l). quantity of wastewater from pig farms outlet (Q02) 0.004 m3/dt, TSS pollutant load on a pig farm (4330.68 mg / dt). Parameter that exceeds the quality standard on a body of water is a TSS, BOD5, and COD. Public perception and labor to the impact of farm businesses is positive (good) Key words: farm characteristics, environmental management, waste quality, public perception
ABSTRAK
ANALISIS STATUS LINGKUNGAN IRIGASI TUKAD YEH EMPAS DAN SUBAK MUNDUK LENGGUNG DI DUSUN BOLANGAN DESA BABAHAN KECAMATAN PENEBEL KABUPATEN TABANAN Peternakan merupakan salah satu usaha yang dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok manusia terhadap daging. Dalam perkembangannya peternakan akan menghasilkan limbah yang berdampak buruk terhadap lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik dan pengelolaan lingkungan peternakan, kualitas dan kuantitas air limbah serta dampaknya terhadap lingkungan, perekonomian, kehidupan sosial masyarakat sekitar peternakan dan tenaga kerja peternakan. Karakteristik dan pengelolaan lingkungan oleh pengusaha peternakan diperoleh dengan penyebaran kuesioner dengan cara random sampling, penentuan sampel untuk kualitas dan kuantitas limbah peternakan dengan purposive sampling. Sampel diambil di tiga titik pembuangan limbah peternakan yang berbeda dan dibandingkan dengan baku mutu limbah menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2009 serta empat titik pada badan air yang dibandingkan dengan baku mutu air menurut PerGub Bali No.8 Tahun 2007. Sampel dianalisis secara in situ dan laboratorium. Persepsi masyarakat dan tenaga kerja diperoleh dengan penyebaran kuisioner dengan metode random sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengelolaan lingkungan oleh pengusaha peternakan kurang baik, kualitas air limbah dari peternakan babi yang melebihi baku mutu parameter TSS (1.082,57 mg/l). kuantitas air limbah dari outlet peternakan babi (Q02) 0,004 m3/dt, beban pencemar TSS pada peternakan babi (4.330,68 mg/dt). Parameter yang melebihi baku mutu pada badan air adalah TSS, BOD5, dan COD. Persepsi masyarakat dan tenaga kerja terhadap dampak dari usaha peternakan adalah positif (baik) Kata kunci : karakteristik peternakan, pengelolaan lingkungan, kualitas limbah, persepsi masyarakat
RINGKASAN
I Nyoman Sumantra, Analisis Status Lingkungan Irigasi Tukad Yeh Empas dan Subak Munduk Lenggung di Dusun Bolangan Desa Babahan, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. (Di Bawah bimbingan I Wayan Suarna sebagai Pembimbing I dan I Wayan Budiarsa Suyasa sebagai Pembimbing II) Peternakan merupakan salah satu usaha yang dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok manusia terhadap daging. Dalam perkembangannya peternakan akan menghasilkan limbah yang berdampak buruk terhadap lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik dan pengelolaan lingkungan peternakan, kualitas dan kuantitas limbah serta dampaknya terhadap lingkungan, perekonomian, kehidupan sosial masyarakat sekitar peternakan dan tenaga kerja peternakan. Maka penelitian ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimanakah karakteristik dan pengelolaan lingkungan usaha dari peternakan yang ada di Dusun Bolangan ? 2) Bagaimanakah dampak usaha/kegiatan ternak tersebut terhadap sifat fisik, kimia dan biologi air sekitarnya ? 3) Bagaimanakah persepsi masyarakat dan tenaga kerja terhadap dampak usaha peternakan tersebut ? Karakteristik dan pengelolaan lingkungan oleh pengusaha peternakan diperoleh dengan
penyebaran kuesioner dengan cara random sampling,
penentuan sampel untuk kualitas dan kuantitas limbah peternakan
dengan
purposive sampling. Sampel diambil di tiga titik pembuangan limbah peternakan yang berbeda dan dibandingkan dengan baku mutu limbah menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2009 serta empat titik pada badan air yang dibandingkan dengan baku mutu air menurut PerGub Bali No.8 Tahun 2007. Sampel dianalisis secara in situ dan laboratorium. Persepsi masyarakat dan tenaga kerja diperoleh dengan penyebaran kuisioner dengan metode random sampling. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1) pengelolaan lingkungan oleh pengusaha peternakan kurang baik, 2) kualitas air limbah dari peternakan babi yang melebihi baku mutu parameter TSS (1.082,57 mg/l). kuantitas air limbah dari outlet peternakan babi (Q02) 0,004 m3/dt, beban pencemar TSS pada peternakan babi (4.330,68 mg/dt). Parameter yang melebihi
baku mutu pada badan air adalah TSS, BOD5, dan COD. 3) Persepsi masyarakat dan tenaga kerja terhadap dampak dari usaha peternakan adalah positif (baik)
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......................................... iii UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... iv ABSTRACT .................................................................................................. vii ABSTRAK ................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................1 1.1 Latar Belakang ........................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................5 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................6 2.1 Peran Sub-Sektor Peternakan dalam Pembangunan ...............6 2.1.1 Peternakan ayam petelur ................................................9 2.1.2 Peternakan babi ............................................................10 2.2 Pemanfaatan Limbah/Kotoran Ternak ..................................12 2.2.1 Pemanfaatan kotoran ternak secara tradisional ............13 2.2.2 Pemanfaatan kotoran ternak secara modern .................14 2.3 Limbah Peternakan Sebagai Sumber Dampak ......................16 2.4 Kualitas Air ............................................................................18 2.5 Tinjauan Parameter Kualitas Air ............................................19 2.5.1 Fisika air .......................................................................19 2.5.2. Kimia air ......................................................................21 2.6 Pencemaran Air ......................................................................25 2.6.1 Sumber pencemaran air sungai .....................................25 2.6.2 Pencemaran air sungai dari kegiatan peternakan ..........26 2.7 Dokumen Kelayakan Lingkungan ..........................................27 2.7.1 Kegiatan yang akan didirikan........................................27 2.7.2 Kegiatan yang sudah berjalan .......................................28 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS .........................................................................30 3.1 Kerangka Berpikir .................................................................30 3.2 Kerangka Konsep ..................................................................32 3.3 Hipotesis ................................................................................34
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................35 4.1 Tahapan Penelitian ................................................................35
4.2 4.3
4.4
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................37 Prosedur Penelitian.................................................................39 4.3.1 Penentuan karakteristik dan pengelolaan lingkungan usaha peternakan ..........................................................39 4.3.2 Penentuan dampak peternakan terhadap kualitas air irigasi........................................................................40 4.3.3 Penentuan persepsi masyarakat dan tenaga kerja. terhadap dampak usaha peternakan ..............................43 Analisis Data ..........................................................................44 4.4.1 Analisis karakteristik usaha dan pengelolaan lingkungan ....................................................................44 4.4.2 Analisis dampak peternakan terhadap kualitas air irigasi........................................................................46 4.4.3 Analisis persepsi masyarakat dan tenaga kerja. peternakan tehadap dampak usaha peternakan ............49
BAB V HASIL PENELITIAN .....................................................................51 5.1 Deskripsi Umum Wilayah Penelitian .........................................51 5.2 Potensi Sumber Daya Alam Wilayah Penelitian ........................52 5.2.1 Pertanian dan Perkebunan .............................................52 5.2.2 Peternakan .....................................................................53 5.2.3 Perikanan .......................................................................53 5.3 Hasil Karakteristik dan Pengelolaan Lingkungan Peternakan ...53 5.3.1 Karakteristik Peternakan ..............................................53 5.3.1 Pengelolaan Lingkungan ..............................................55 5.4 Konsentrasi dan Kuantitas (debit) Limbah Peternakan .............59 5.4.1 Konsentrasi limbah peternakan ...................................59 5.4.2 Kuantitaas (debit) limbah peternakan .........................64 5.4.3 Beban Pencemaran ......................................................65 5.5 Hasil Analisis Kualitas Air .......................................................67 5.6 Hasil Analisis persepsi masyarakat dan tenaga kerja. peternakan terhadap dampak usaha peternakan.......................75 BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................83 6.1 Karakteristik Peternakan dan Pengelolaan Lingkungan ............83 6.1.1 Karakteristik Usaha Peternakan ....................................83 6.1.2 Pengelolaan Lingkungan .............................................85 6.2 Analisis Kualitas Limbah Peternakan ........................................94 6.2.1 Kualitas Fisik ...............................................................94 6.2.2 Kualitas Kimia .............................................................97 6.2.3 Kualitas Biologi .........................................................100 6.3 Analisis Kualitas Badan Air ....................................................102 6.3.1 Kualitas Fisik .............................................................102 6.3.2 Kualitas Kimia ...........................................................106 6.3.3 Kualitas Biologi .........................................................112 6.4 Persepsi Masyarakat dan Tenaga Kerja ..................................115
6.4.1 Persepsi masyarakat Dusun Bolangan .......................115 6.4.2 Persepsi tenaga kerja peternakan ..............................119 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................121 7.1 Kesimpulan ............................................................................121 7.2 Saran - Saran ...........................................................................122 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................123 LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................127
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul
Halaman
4.1
Lokasi Pengambilan sampel kualitas badan air .............................42
4.2
Skala Likert ....................................................................................45
4.3
Parameter, Satuan,Metode dan Alat Analisis yang dipakai dalam menentukan kualitas air ……………………………………43
5.1
Mata pencaharian penduduk Bolangan tahun 2010 ........................52
5.2
Perijinan dan document lingkungan ................................................55
5.3
Kesesuaian letak usaha dan sarana prasarana usaha .......................56
5.4
Pengelolaan limbah peternakan .......................................................58
5.5
Kualitas air limbah peternakan .......................................................59
5.6
Beban pencemaran limbah cair pada peternakan ayam .................65
5.7
Beban pencemaran limbah cair pada peternakan babi ....................66
5.8
Beban pencemaran limbah cair pada peternakan campuran ..........67
5.9
Hasil pengukuran kualitas badan air ...............................................69
5.10
Dampak usaha peternakan terhadap lingkungan menurut masyarakat .....................................................................................76
5.11
Dampak usaha peternakan terhadap perekonomian dan sosial Menurut masyarakat .......................................................................77
5.12
Persepsi masyarakat Dusun Bolangan ............................................78
5.13
Dampak usaha peternakan terhadap lingkungan menurut Tenaga kerja peternakan ...............................................................79
5.14
Dampak usaha peternakan terhadap perekonomian dan sosial Menurut tenaga kerja peternakan ...................................................80
5.15
Persepsi tenga kerja peternakan ......................................................81
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Judul
Halaman
3.1
Diagram alir kerangka pikir penelitian ............................................32
4.1
Skema tahapan penelitian ...............................................................36
4.2
Lokasi penelitian ............................................................................38
4.3
Peta lokasi pengambilan sampel ......................................................41
5.1
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi parameter temperatur pada outlet peternakan ....................................................................60
5.2
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi parameter TDS pada outlet peternakan ....................................................................60
5.3
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi parameter TSS pada outlet peternakan ....................................................................61
5.4
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi parameter pH pada outlet peternakan ....................................................................61
5.5
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi parameter BOD5 pada outlet peternakan ....................................................................62
5.6
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi parameter COD pada outlet peternakan ....................................................................62
5.7
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi parameter amonia bebas pada outlet peternakan ....................................................................63
5.8
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi parameter E-coli pada outlet peternakan .................................................................. 63\
5.9
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi parameter coliform pada outlet peternakan ....................................................................64
5.10
Rata-rata hasil pengukuran parameter temperatur pada Badan air ........................................................................................69
5.11
Rata-rata hasil pengukuran parameter TDS pada badan air ..........70
5.12
Rata-rata hasil pengukuran parameter TSS pada badan air ...........71
5.13
Rata-rata hasil pengukuran parameter pH pada badan air .............71
5.14
Rata-rata hasil pengukuran parameter BOD5 pada badan air ........72
5.15
Rata-rata hasil pengukuran parameter COD pada badan air .........72
5.16
Rata-rata hasil pengukuran parameter ammonia bebas
pada badan air ................................................................................73 5.17
Rata-rata hasil pengukuran parameter E-coli pada badan air ........74
5.18
Rata-rata hasil pengukuran parameter coliform pada badan air ....74
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
uraian
Halaman
1.
Kuesioner penelitian untuk pemiliki usaha peternakan
127
2.
Instrumen penilaian kinerja pengelolaan lingkungan
129
3.
Kuesioner untuk masyarakat dan tenaga kerja
130
4.
Rekapitulasi karakteristik peternakan
132
5.
Rekapitulasi hasil pengelolaan lingkungan peternakan
133
6.
Kualitas air limbah peternakan
134
7.
Debit air limbah peternakan
135
8.
Beban pencemaran dari peternakan
137
9.
Kualitas badan air (ST1) stasion kontrol
138
10.
Kualitas badan air (ST2)
139
11.
Kualitas badan air (ST3)
141
12.
Kualitas badan air (ST4)
142
13.
Hasil data persepsi masyarakat
143
14.
Dokumentasi Penelitian
148
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Semakin meningkatnya pertumbuhan manusia, maka secara otomatis akan
berpengaruh terhadap perkembangan usaha yang menyediakan segala kebutuhan hidupnya baik kebutuhan sandang, pangan serta papan. Segala
usaha yang
dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhan ini akan berdampak terhadap lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka manusia berusaha untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian, peternakan, dan industri dengan menciptakan teknologi-teknologi terbaru yang dapat meningkatkan produksi sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Salah satu usaha yang perlu diperhatikan dan berdampak signifikan terhadap lingkungan adalah peternakan. Perkembangan peternakan di Indonesia sangat pesat seiring dengan kebutuhan masyarakat akan daging dan telur untuk memenuhi kebutuhan gizi. Daging dan telur juga dipakai sebagai sarana upacara dalam kegiatan keagamaan, khususnya di Bali. Hal ini sangat berdampak positif terhadap masyarakat dalam pengembangan usaha peternakan, namun dampak negatif akan timbul jika tidak diikuti dengan pengelolaan limbah yang baik. Sistem peternakan di Bali umumnya mengandalkan peternakan majemuk yang mengkombinasikan beberapa jenis ternak, seperti peternakan ayam petelur
yang dikombinasikan dengan peternakan babi. Hal ini bertujuan untuk memanfaatkan sisa pakan dari ayam petelur untuk pakan babi. Sentra pengembangan peternakan dapat ditemui di daerah Tabanan di kecamatan Penebel serta di daerah Bangli di Kecamatan Kintamani. Kedua daerah ini memiliki perkembangan peternakan yang sangat baik karena didukung oleh iklim yang sesuai. Secara umum usaha ternak yang ada di Kecamatan Penebel khususnya di Desa Babahan baik yang skala kecil maupun besar belum menerapkan penanganan limbah yang baik sehingga sangat berdampak buruk terhadap lingkungan sekitarnya. Saat ini penanganan limbah yang dihasilkan hanya bersifat tradisional, dimana kotoran yang dihasilkan dimanfaatkan untuk pupuk kandang sebagai pupuk tambahan tanaman sayur dan perkebunan yang dibeli oleh pengepul kemudian didisitribusikan kepada petani sayur di daerah Candi Kuning dan petani jeruk di daerah Plaga dan sekitarnya. Sedangkan sisa limbah dibuang langsung ke lingkungan (badan air), sehingga sangat dikhawatirkan mempengaruhi kualitas air lingkungan di sekitarnya. Perkembangan peternak ayam petelur di Desa Babahan tepatnya Dusun Bolangan mengalami peningkatan yang cukup pesat dibandingkan dengan daerah peternakan sekitarnya seperti Dusun Utu, Dusun Empalan, dan dusun lainnya. Dari hasil survei awal serta informasi yang didapat di dusun ini terdapat hampir 540.000 ekor ayam dan menghasilkan hampir 1.200 ton kotoran ayam per harinya. Proses pembersihan kotoran ternak ayam petelur ini dilakukan hampir setiap satu minggu sekali, namun sisa kotoran yang tidak terjual akan dibuang sembarangan di sekitar kandang atau dialirkan ke sungai yang ada di sekitar kandang, selain itu
para peternak ayam juga memanfaatkan sungai yang berada disekitar kandang untuk mencuci alat minum dan makan ternak serta mencuci alas kotoran ayam tersebut. Pada peternakan babi, sebagian limbah/kotoran sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas, tetapi sebagian besar masih dibuang secara langsung ke badan air tanpa ada perlakuan terlebih dahulu. Permasalahan usaha ternak tidak saja pada bagaimana pengelolaan kotoran yang dihasilkan tapi ada permasalahan yang lain yaitu penanganan ternak yang mati. Hal ini sering menjadi permasalahan yang sangat serius karena bila ternak yang mati ini dibuang sembarangan ke sungai akan menimbulkan bau busuk dan dapat
menjadi
media
berkembangnya
mikroorganisme
pathogen
yang
membahayakan kesehatan. Sesuai dengan peraturan menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup setiap usaha dan atau kegiatan yang dilakukan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL maka wajib memiliki UKL-UPL atau yang usaha yang lebih kecil minimal membuat Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan. Mengenai jenis usaha atau kegiatan yang termasuk wajib UKL-UPL atau SPPL ditetapkan oleh gubernur atau Bupati/walikota berdasarkan hasil penapisan yang dilakukan oleh instansi yang menanganani lingkungan hidup. Bila dilihat dari jenis usaha serta dampak yang ditimbulkan kegiatan peternakan di Desa Babahan khususnya di Dusun Bolangan maka dokumen
lingkungan wajib dimiliki setiap pengusaha ternak ini namun dari data yang diperoleh dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan belum ada yang mengajukan dokumen UKL-UPL ataupun SPPL. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya suatu penelitian untuk mengetahui karakteristik kegiatan peternakan serta tingkat pencemaran air sungai yang ada di sekitar daerah peternakan ini. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang benar mengenai aspek penimbul dampak dan dampak lingkungan serta permasalahan yang ada di sekitar area peternakan serta kondisi perairan terbuka yang ada disekitar daerah peternakan baik Saluran irigasi Munduk Lenggung, maupun Tukad Yeh Empas sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi pemerintah, masyarakat, dan pengusaha peternakan dalam mengelola lingkungan secara bersinergi dan berkelanjutan.
1.2.
Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah karakteristik dan pengelolaan lingkungan usaha dari peternakan yang ada di Desa Babahan khususnya di Dusun Bolangan ? 2. Bagaimanakah dampak usaha/kegiatan ternak tersebut terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi air permukaan di sekitarnya? 3. Bagaimanakah persepsi masyarakat dan tenaga kerja terhadap dampak usaha/kegiatan peternakan tersebut?
1.3.
Tujuan Penelitian Dari beberapa permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui karakteristik peternakan dan pengelolaan lingkungan usaha dari peternakan yang ada di Desa Babahan khususnya di Dusun Bolangan 2. Mengetahui dampak usaha/kegiatan ternak tersebut terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi air permukaan di sekitarnya. 3. Mengetahui persepsi masyarakat dan tenaga kerja terhadap
dampak
usaha/kegiatan peternakan tersebut?
1.4.
Manfaat Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan informasi ilmiah dan
diharapkan dapat dipergunakan sebagai: a. Acuan dalam melakukan perencanaan pengelolaan kualitas air Irigasi yang ada di sekitar daerah peternakan baik saluran irigasi Munduk Lenggung dan Sungai Yeh Empas, b. Upaya untuk meningkatkan kesadaran dari pemilik/tenaga kerja usaha peternakan dan masyarakat di sekitarnya terhadap keberlanjutan fungsi air irigasi tersebut serta pengendalian dampak yang timbul dari usaha peternakan ini.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Peran Sub-Sektor Peternakan dalam Pembangunan Proses pembangunan pada hakekatnya adalah proses kemajuan menuju
masyarakat yang maju, adil makmur, dan lestari, yang ditandai oleh tingkat kesejahteraan yang makin tinggi, efisien, mendorong kreatifitas dan partisipasi masyarakat. Pembangunan yang kita laksanakan akan semakin mengandalkan sumberdaya lokal (sikap kemandirian) memanfaatkan kelembagaan yang ada dan mampu menggerakkan potensi masyarakat (Santoso, 2010). Adapun tujuan pembangunan peternakan diarahkan untuk membangun sistem peternakan yang mampu memanfaatkan sumber daya lokal, berdaya saing, berkelanjutan dan yang meningkatkan populasi ternak dan mensejahterakan peternak.
Kebijakan
operasional
pelaksanaan
pembangunan
peternakan
didasarkan pada penerapan sistem agribisnis terpadu yang berkelanjutan dengan pemanfaatan secara optimal (sumber daya peternak) dalam kawasan ekosistem (Santoso, 2010). Menurut Santoso (2010), pengalaman selama ini menunjukkan bahwa sub sektor peternakan memegang peranan yang sangat strategi dalam pembangunan daerah maupun nasional. Peran Sub Sektor Peternakan bukan hanya sekedar penyedia konsumsi protein hewani asal ternak, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak serta peningkatan ketahanan pangan masyarakat, akan tetapi Sub Sektor Peternakan mempunyai peranan yang sangat penting yaitu “
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa “. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa diawali dengan membangun kecerdasan anak dan kecerdasan itu bersumber dari otak. Bila anak kurang gizi, otaknya kosong dan bisa bersifat permanen. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya Lost Generation (generasi yang hilang dan menjadi pekerja kasar karena SDM rendah) hal ini harus kita hindari. Untuk itulah peranan sub sektor peternakan dalam penyediaan Protein Hewani asal ternak sangat penting. Peternakan diakui sebagai salah satu komoditas pangan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi devisa negara dan harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada kenyataannya, target kebutuhan protein hewani asal ternak sebesar 6 g/kapita/hari masih jauh dari terpenuhi. Ada sedikitnya sepuluh permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mengembangkan peternakan yaitu pemerataan dan standar gizi nasional belum tercapai, peluang ekspor yang belum dimanfaatkan secara maksimal, sumber daya pakan yang minimal, belum adanya bibit unggul produk nasional, kualitas produk yang belum standar, efisiensi dan produktivitas yang rendah, sumber daya manusia yang belum dimanfaatkan secara optimal, belum adanya keterpaduan antara pelaku peternakan, komitmen yang rendah dan tingginya kontribusi peternakan pada pencemaran lingkungan (Santoso, 2010). Dalam tatalaksana peternakan berkelanjutan, maka pemeliharaan ternak diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan produksi dan efisiensi produksi yang menguntungkan bagi peternak tetapi menghasilkan polusi seminimal mungkin. Kegiatan usaha peternakan harus memperhatikan keserasian dan
keseimbangan lingkungan fisik. Kegiatan-kegiatan peternakan diupayakan menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan yang paling rendah. Memang, hal ini memerlukan biaya yang tinggi. Namun itulah yang seharusnya dilakukan oleh para pelaku peternakan. Dewasa ini telah dilakukan penelitian-penelitian untuk mengurangi gas metan dan gas amoniak. Gas metan dikenal sebagai salah satu gas rumah kaca yang berbahaya bagi lapisan ozon, sedangkan gas amoniak dapat menimbulkan hujan asam, menurunkan pH tanah dan air. Contoh lain yang sedang dikembangkan adalah dengan menyusun pakan yang bermutu baik, sehingga kemungkinan nutrisi tersebut terbuang menjadi feses berkurang drastis. Hal ini akan mengurangi produksi feses. Feses yang diproduksi dapat langsung diolah menjadi pupuk kandang pada areal terpisah. Demikian pula limbah cair yang dihasilkan ternak dapat diproses menjadi senyawa yang berguna bagi tanaman. Seperti diketahui urin ternak mengandung banyak senyawa aktif untuk berbagai kepentingan, misalnya untuk merangsang pertumbuhan tanaman karena urin mengandung hormon pengatur tumbuh (Santoso, 2010). Peternakan di Bali pada awalnya hanya sebatas pemeliharaan ternak dalam skala rumah tangga. Namun seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya permintaan akan hasil produksinya (daging dan telur) maka peternakan ayam berkembang dari peternakan ayam non ras skala rumah tangga menjadi peternakan ayam ras pedaging dan petelur dalam skala besar. Sedangkan peternakan babi hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan keperluan upacara keagamaan. Peternakan ayam di desa Babahan, sebagian besar
merupakan peternakan majemuk yang mengkombinasikan ayam petelur sebagai peternakan utama dengan peternakan babi sebagai peternakan sampingan. 2.1.1. Peternakan ayam petelur Sejak jaman dahulu hubungan ayam dengan masyarakat sangat erat, hal tersebut terlihat dari keberadaan ayam yang hampir dimiliki oleh setiap keluarga di pedesaan. Ayam mempunyai keragaman sangat besar dan bervariasi dalam warna bulu, kulit, paruh, bentuk tubuh, penampilan produksi, pertumbuhan, dan reproduksinya. Keanekaragaman ayam muncul dari sistem pemeliharaan dan perkawinan yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi serta faktor adaptasi lingkungan (Arifin dan Sulandari, 2009) . Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Pemeliharaan ayam petelur pada umumnya dapat dikategorikan atau dibagi dalam tiga fase, meliputi fase permulaan dimana dalam fase ini ayam berumur 0 hari sampai 6 minggu. Fase kedua yaitu keadaaan dimana ayam telah berumur 6 minggu sampai 16 minggu. Pada fase ini, ayam perlu dipelihara di bawah program pemberian pakan yang di kontrol dengan sangat teliti dan hati- hati untuk menghindari ternak ayam dari berat badan yang berlebihan. Fase ketiga yang merupakan fase terakhir adalah fase dimana ayam sudah berumur 16 minggu. Pada fase ini ayam diharapkan mempunyai berat badan yang seimbang dan perkembangan seksual yang baik untuk meningkatkan kualitas telur yang dihasilkan (Anonim a,2011).
Jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe yaitu: a. Tipe ayam petelur ringan Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi hen house. Ayam petelur ringan sensitif terhadap cuaca panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget dan bila kaget produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan. b. Tipe ayam petelur medium Bobot tubuh ayam ini cukup berat. Beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, ayam ini disebut juga ayam petelur cokelat (Anonim a, 2010) 2.1.2. Peternakan babi Ternak babi mulai dikembangkan di Indonesia belum diketahui dengan jelas, namun babi sudah dikenal hampir bersamaan dengan berkembangan keberadaban manusia sudah dikenal dari jaman dahulu, dimana dulu babi diburu untuk dijadikan bahan makanan sedangkan anaknya dipelihara untuk dijadikan cadangan bahan makanan, sekarang berkembangan ternak babi sudah
berkembang sangat pesat seiring dengan pertumbuhan manusia serta permintaan daging babi untuk konsumsi dan keperluan upacara meningkat. Menurut Sihombing. (2006) dahulu di Bali terdapat dua tipe babi yang dikembangkan yaitu : a. Untuk Bali bagian timur dikembangkan dari sus vittatus, babi jenis ini memiliki cirri-ciri berwarna hitam dan bulunya agak kasar. Punggungnya sedikit melengkung kebawah namun tidak sampai menyentuh tanah dan cunggurnya relative panjang. b. Untuk Bali bagian utara, tengah,barat dan selatan babi dengan ciri punggungnya sangat melengkung kebawah (lordosis), perutnya besar dan sering menyentuh tanah dalam keadaan bunting atau gemuk. Warnanya hitam kecuali digaris perut bagian bawah dikaki atau di dahinya kadangkadang berwarna putih,rata- rata bisa mempunyai anak 12 ekor babi jenis inilah yang umumnya disebut babi Bali. Namun saat ini sudah banyak sekali jenis babi yang dikembangkan oleh peternak hasil persilangan jenis dari luar seperti landrace yang berasal dari Denmark, Yorkshire dari Inggris, chester white dari Pennysylvania, Hampshire dari Amerika Serikat dan lainnya, dengan kualitas daging yang bagus serta pertumbuhannya yang cepat. Peternakan babi di Bali merupakan suatu usaha sampingan yang dilakukan oleh masyarakat dengan jumlah yang relatif sedikit antara 2 – 6
ekor, dengan memanfaatkan sisa makanan ternak lain atau
memanfaatkan sisa makanan yang tidak layak dikonsumsi lagi. Menurut Besung
(2004), pengelolaan ternak babi di Bali belum dikelola secara baik, dan upaya pembersihan kandang hampir tidak ada. Menurut Sihombing. (2006) ada tiga tipe kegiatan peternakan babi yaitu peternakan babi pembibitan,pengemukan dan kombinasi keduanya. Namun yang paling banyak dikembangkan di Bali yaitu penggemukan.
2.2.
Pemanfaatan Limbah/kotoran Ternak Menurut Sihombing (2006) limbah ternak atau peternakan adalah semua
yang berasal dari ternak atau peternakan baik bahan padat maupun cair, yang belum dimanfaatkan dengan baik, yang termasuk dalam limbah ternak adalah tinja atau feses, air kencing atau urin, rambut atau bulu, kuku atau teracak, telur ataupun dari penetasan telur, bangkai, dan kemungkinan masih ada yang belum dimanfaatkan dengan baik yakni tulang, kelenjar-kelenjar, jeroan, lemak dan darah, ini biasanya limbah dari rumah potong hewan atau ternak. Limbah yang paling banyak adalah feses, urin, alas lantai berupa jerami, sekam, serbuk gergaji dan semacamnya yang biasa disebut kotoran ternak. Demikian juga sisa-sisa dari makanan yang tak dihabiskan ataupun yang tercecer terbuang. Pemanfaatan limbah merupakan sumber daya yang bila tidak dimanfaatkan dengan baik akan menimbulkan permasalahan bagi ternak sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Pemanfaatan limbah atau kotoran peternakan merupakan pilihan yang tepat karena dengan perlakuan serta teknologi yang sederhana kotoran yang tadinya mencemari lingkungan dapat dirubah menjadi sesuatu yang bermanfaat
dan sebagai sumber energi yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak yang mahal dan ketersediaannya terbatas. Kotoran hewan mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya. Disamping mengandung unsur makro seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), kotoran hewan juga mengandung unsur mikro seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Unsur fosfor dalam kotoran hewan sebagian besar berasal dari kotoran padat, sedangkan nitrogen dan kalium berasal dari kotoran cair. Kandungan unsur kalium dalam kotoran cair lima kali lebih besar dari kotoran padat. Sementara kandungan nitrogen dalam kotoran cair hanya 2 – 3 kali lebih besar dari kotoran padat. Kandungan hara dalam kotoran ayam tiga kali lebih besar dari hewan ternak lainnya. Hal ini disebabkan lubang pembuangan ayam hanya satu sehingga kotoran cair dan padat tercampur (Anonim b, 2010) Kotoran babi bila dibuang langsung ke alam terbuka akan mengakibatkan pencemaran lingkungan disamping bau yang sangat menyengat juga bisa sebagai sarang nyamuk yang menyebabkan penyakit dan bila dibuang ke badan air akan menyebabkan pencemaran yang mengakibatkan menurunya kualitas air tidak bisa dimanfaatkan sesuai dengan peruntukan. 2.2.1.
Pemanfaatan kotoran ternak secara tradisional Pemanfaatan limbah atau kotoran dari peternakan secara tradisional
digunakan sebagai pupuk kandang. Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah.
Pemanfaatan pupuk kandang termasuk luas. Terutama dipergunakan oleh petani sayuran dan perkebunan. Pupuk kandang ayam mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis makanan yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan tambahan hara ke dalam pupuk kandang terhadap sayuran. Pemanfaatan kotoran babi sebagai kompos secara tradisional sudah banyak dilakukan dengan memanfaatkan kotoran dan mikroorganisme pengurai, namun banyak menemui kendala seperti proses yang sangat lama hampir 6 bulan dan kandungan kompos tidak terlalu bagus karena proses pengomposan yang terlalu lama. Bila pemanfaatan kotoran ternak hanya untuk kompos secara tradisional maka proses pengomposan ini hampir sama dengan proses pembuatan kompos lainnya. Menurut Sihombing (2006) proses pengomposan kotoran babi akan sangat tergantung
rasio
C/N,
proses
aerob,
ukuran
bahan
organik,
pengadukan,tempratur,derajat keasaman dan kelembaban. 2.2.2. Pemanfaatan kotoran ternak secara modern Pemanfaatan limbah atau kotoran ternak secara modern sebagai pupuk kandang atau kompos pada prinsipnya adalah meniru proses alam diatas yaitu mengatur berbagai faktor yang berpengaruh sehingga proses dekomposisi bahan organik dapat berjalan lebih cepat dan lebih baik. (Yuliarti dan Nurheti,2009).
Pengomposan diartikan sebagai proses dekomposisi secara biologi untuk mencapai bahan organik yang stabil. Proses pengomposan menghasilkan panas, dengan dihasilkannya panas maka akan dihasilkan produk kompos akhir yang stabil, bebas dari patogen dan biji-biji gulma, berkurangnya bau dan lebih mudah diaplikasikan di lapangan. Saat ini penelitian serta usaha dalam pemanfaatan kotoran ayam sudah banyak yang berkembang, namun dalam pemanfaatan hasil pupuk ini belum begitu dikenal oleh petani sehingga perlu adanya penyuluhan kepada petani agar beralih mengunakan pupuk kandang dari pupuk kimia. Disamping dimanfaatkan untuk kompos limbah atau kotoran ayam sangat baik sebagai sumber energi alternatif yaitu biogas Menurut Sihombing. (2006) biogas dihasilkan dari fermentasi bahanbahan organik oleh perbagai bakteri secara anaerob. Bahan baku untuk menghasilkan biogas atau gas metan (CH4), sering juga disebut gas bio, adalah limbah pertanian,kotoran manusia maupun ternak. Saat ini berkembangan teknologi pembuatan biogas dari berbagai limbah sudah begitu dikenal di berbagai negara di dunia. Dalam proses fermentasi dalam keadaan anaerob untuk membentuk metan dari bahan organik ada tiga tahap atau fase yakni fase hidrolisis,pengasaman dan metanogenik atau pembentukan metan. Pada fase hidrolisis terjadi perombakan dan pemecahan bahan-bahan organic yang kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana dan mudah larut. Bahan polimer akan diubah menjadi bahan monorer, seperti polisakarida atau
karbohidrat menjadi monosakarida. Pada fase perombakan atau pencernaan awal ini enzim yang dihasilkan oleh berbagai bakteri seperti bakteri selulolitik, lipolitik dan
proteolitik.
Pada
fase
ini
sangat
ditentukan
oleh
perkembangan
mikroorganisme, bahan baku, temperature, kelembaban dan derajat keasaman (pH). Fase pengasaman atau Asetogonik bahan yang sederhana oleh
proses
hidrolis akan menjadi bahan makanan bakteri, terutama bakteri pembentuk asam, selanjutnya dirombak menjadi asam-asam asetat , propionate, sedikit butiran, format, laknat, alkohol (ethanol) dan sedikit gas karbon dioksida,ammonia dan hidrogen. Fase metanogenik atau pembentukan gas metan pada fase ini pembentukan gas metan dapat melalui 3 cara yaitu melalui pengubahan atau perombakan asamasam organik seperti adan asetat oleh bakteri menjadi metan. Yang kedua melalui oksidasi alkohol sederhana (ethanol) oleh karbon dioksida membentuk metan dan asam format, sedangkan ketiga melalui reduksi karbon dioksida sehingga terbentuk metan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas antara lain oleh bahan baku atau substratnya, perbandingan unsur C dan N atau rasio C/N , kondisi anaerob, derajat keasaman atau pH dan tempratur.
2.3.
Limbah Peternakan Sebagai Sumber Dampak Proses degradasi bahan buangan dari kegiatan atau usaha yang dibuang ke
badan air seperti air sungai, laut maupun danau sangat di pengaruhi oleh
keberadaan mikroorganisme , Kalau bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak berarti mikroorganisme akan ikut berkembang biak, yang tidak menutup kemungkinan
bahwa
mikroba
pathogen
pun
ikut
berkembang
biak
(Wardhana,2001). Residu limbah yang mengalir ke badan air dapat digunakan sebagai sumber nutrien bagi biota air terutama tumbuhan air, sehingga kehidupan tumbuhan air menjadi lebih subur. Dampak lebih jauh dari hal ini adalah timbulnya eutrofikasi perairan. Dengan suburnya tumbuhan air oleh nutrien dan racun limbah, maka biota lain (hewan air) akan terkena dampak akumulasi biologik (Wijana, 2009). Keberadaan mikroorganisme bisa dijadikan indikator untuk menentukan kualitas perairan terutama untuk jenis virus dan bakteri yang bisa mengganggu kesehatan manusia. Bakteri ini bisa menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan yang biasanya hidup menyebar pada air, seperti bakteri desentri (shingella dysentriae), tyiphus (salmonella typhosa) dan Kholera (vibrio cholera). Jenis bakteri ini biasanya sangat sedikit keberadaanya dalam perairan dibandingkan dengan bakteri E.coli . sehingga bakteri E.coli dijadikan indikator yang sangat penting untuk menentukan tingkat pencemaran perairan. Didalam kotoran ayam terkandung bakteri Salmonella sp. Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifus, paratifus, dan penyakit foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida.
Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan
(foodborne
diseases).
Pada
umumnya,
serotipe
Salmonella
menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah. Tiga serotipe utama dari jenis S. enterica adalah S. typhi, S. typhimurium, dan S. enteritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam tifus (Typhoid fever), karena invasi bakteri ke dalam pembuluh darah dan gastroenteritis, yang disebabkan oleh keracunan makanan/intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual, muntah dan kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya menyerang manusia, dan tidak ada inang lain. Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella dapat dicegah dengan mencuci tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi.
2.4.
Kualitas Air Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 tahun 2007, mengelompokkan kualitas
air menjadi empat kelas yaitu: a. Kelas satu : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas dua : air yang peruntukannya dapat dipergunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. c. Kelas tiga : air yang peruntukannya dapat dipergunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaannya. d. Kelas empat : air yang peruntukannya dapat dipergunakan untuk mengairi tanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.5. Tinjauan Parameter Kualitas Air 2.5.1. Fisika air Sifat fisik perairan merupakan sifat perairan yang lebih mudah dideteksi dengan menggunakan panca indra. Sedangkan ketajaman tingkat analisisnya sangat tergantung dari kepekaan dari peneliti yang diperoleh dari pengalamanpengalaman di lapangan (Dahuri dan Damar, 1994). Sifat-sifat fisika air yang penting antara lain suhu, padatan tersuspensi total (TSS), yang diuraikan sebagai berikut: a. Suhu Suhu merupakan parameter fisik yang dapat secara langsung berpengaruh terhadap kondisi biota dalam air dan juga dapat mempengaruhi oksigen terlarut (DO) di dalam air (Dahuri dan Damar, 1994). Adanya suhu air yang melebihi
ambang batas yang ditetapkan oleh standar baku mutu akan mengakibatkan penurunan penerimaan masyarakat terhadap air minum, meningkatkan toksisitas dan kelarutan bahan-bahan pencemar dan dapat menimbulkan suhu yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme dan virus tertentu (Sutrisno dan Suciastuti, 2004). Pembuangan limbah ternak secara langsung ke badan air akan meningkatkan suhu, karena terjadi peningkatan aktivitas mikroorganisme pengurai yang terdapat di air. b. Padatan tersuspensi total (TSS) Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari dari partikelpartikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen. Sedimen merupakan padatan yang langsung terendap jika didiamkan dalam waktu singkat. Padatan yang mengendap terdiri dari partikel-partikel padatan yang berukuran relatif lebih besar dan berat sehingga langsung mengendap. Sedangkan padatan terlarut, mempunyai ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa organik dan anorganik yang larut, misalnya air buangan pabrik gula, buangan industri kimia (Sugiharto, 1987; Kristanto, 2002). Padatan yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, lumpur, sisa tanaman dan hewan, serta limbah industri. Padatan tersuspensi total suatu contoh air adalah jumlah bobot bahan tersuspensi dalam suatu volume air tertentu. Biasanya dinyatakan dalam milligram per liter atau bagian per juta (Sastrawijaya, 2000).
Pembuangan limbah peternakan ke badan air akan meningkatkan kekeruhan air karena banyak mengandung padatan terlarut organik yang tersuspensi dan belum terurai oleh mikroorganisme. 2.5.2. Kimia air Sifat kimia perairan merupakan petunjuk yang sangat penting untuk menggolongkan tingkat kualitas suatu perairan. Sifat-sifat kimia air yang penting meliputi beberapa unsur yaitu: derajat keasaman (pH), kebutuhan oksigen biologi (Biochemical Oxygen Demand, BOD5), kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD), amonia (NH3-N), lemak dan minyak, sianida. a. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme di dalam air, sehingga seringkali pH suatu perairan dipakai sebagai petunjuk baik buruknya kualitas perairan. Pengukur sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai pH, dimana pH didefinisikan sebagai logaritma dari konsentrasi ion hidrogen dalam mol per liter. Air murni mempunyai pH = 7, sedangkan bila pH air murni diatas 7 bersifat basa dan pH dibawah 7 bersifat asam. Ion H+ dan ion OH- selalu berada dalam keseimbangan kimiawi yang dinamis dengan H2O, melalui reaksi sebagai berikut: H2 O
H+ + OH-
Seperti pada reaksi kimia lainnya, konstanta keseimbangan (Kw) dapat dinyatakan sebagai berikut: Kw = [H+] [OH-] [H2O] Kw = [H+] [OH-] Kw = 10-14 Dalam air murni konsentrasi [H+] sama dengan konsentrasi [OH-] atau [H+] = [OH-] = 10-7. Keadaan ini dianggap sebagai keadaaan netral karena tidak ada pengaruh dari zat lain (Effendi, 2003). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, nilai pH air yang normal berkisar 6,5 sampai dengan 8,5. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh baik pada pH 6,0 – 8,0, meskipun ada beberapa mikroorganisme yang hidup pada pH rendah 2,0 seperti bakteri Thiobacillus thiooxidans dan bakteri Alcaligenes faecalis dapat hidup pada pH relatif tinggi 8,5 (Sutrisno dan Suciastuti, 2004). b. Kebutuhan oksigen biologi (BOD5) Kebutuhan oksigen biologi (Biochemical Oxygen Demand, BOD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam air dalam waktu 5 hari pada suhu 20°C. Nilai BOD air tergantung pada suhu, aktifitas biologis, cahaya matahari, dan kadar oksigen terlarut dalam suatu perairan (Alaerts dan Santika, 1984). Peningkatan BOD5 merupakan petunjuk adanya penurunan kandungan oksigen terlarut yang disebabkan oleh populasi organisme pengurai dan
meningkatnya laju penguraian. Perairan yang memiliki BOD tinggi dan tidak mempunyai kemampuan meningkatkan kandungan oksigen terlarutnya akan sangat berbahaya bagi kehidupan biota akuatik yang ada (Saeni, 1989). c. Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan kimia dalam air. Nilai COD selalu lebih besar atau sama dengan kebutuhan oksigen biokimia suatu perairan, hal ini karena jumlah senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimia lebih besar dibandingkan dengan secara biokimia (Miller, 1992). Parameter BOD dan COD adalah dua parameter yang saling melengkapi dimana BOD biasanya digunakan sebagai indikator parameter limbah yang mudah terurai seperti limbah domestik dan limbah peternakan. sedangkan COD biasanya digunakan sebagai indikator pencemaran limbah yang tidak dapat terurai oleh bantuan mikroorganisme seperti limbah industri (Jenie dan Rahayu, 1993). d. Amonia (NH3+ - N) Amonia di dalam air berhubungan erat dengan siklus nitrogen (N) di alam. Dalam siklus N, amonia dapat terbentuk dari (Sutrisno dan Suciastuti, 2004): a. Dekomposisi bahan-bahan organik yang mengandung N yang berasal dari hewan (misalnya faeses) oleh bakteri. b. Hydrolisa urea yang terdapat dalam urine hewan. c. Dekomposisi bahan-bahan organik dari tumbuh-tumbuhan yang mati oleh bakteri.
d. Dari nitrogen (N2) di atmosfer, melalui pengubahan menjadi N2O5 oleh loncatan listrik di udara, selanjunya menjadi HNO3 karena beraksi dengan air, dan selanjutnya jatuh di tanah oleh hujan. Setelah dalam pembentukannya menjadi protein organik serta adanya dekomposisi bakteri akhirnya akan terbentuk ammonia e. Reduksi NO2- oleh bakteri. Dari siklus nitrogen tersebut diketahui amonia di dalam air dapat berasal dari dalam tanah maupun langsung dari air itu sendiri, sebagai akibat dari proses dekomposisi bakteri yang terjadi di dalam air tersebut. Rangkaian proses perubahan amonium, menjadi nitrit dan nitrat, melalui proses nitrifikasi. Ada dua tahapan dalam proses nitrfikasi yaitu tahap pertama amonium dioksidasi menjadi nitrit oleh bakteri nitrosoma dan tahap kedua nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri nitrobakter (Henze, 2000). Proses oksidasi amonium menjadi nitrit ditunjukkan pada reaksi berikut: NH4 + 3 O2 2
NO2 + H2O + 2 H+
(2)
Proses oksidasi nitrit menjadi nitrat, ditunjukkan pada rekasi berikut: NO2
+1
O2
NO3
(3)
2 Kandungan amoniak yang tinggi dalam suatu perairan lebih besar dari 10 ppm, maka daya racunnya akan mematikan biota dalam perairan (Pescod, 1973). Amonia merupakan zat yang menimbulkan bau yang tidak normal pada air. Adanya zat ini dalam air minum dapat menyebabkan perubahan fisik dari air
minum yang nantinya akan mempengaruhi penerimaan masyarkat terhadap air minum tersebut (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).
2.6.
Pencemaran Air Permukaan bumi disusun atas 71% air dan tubuh manusia sekitar 65%,
setiap orang membutuhkan air untuk kebutuhan sehari-hari. Bila air tercemar akan mengganggu kesehatan dan kehidupan biota air. Pencemaran air dapat terjadi karena proses alam dan hasil dari beberapa aktivitas manusia (Siswono, 2005). Pencemaran air, menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Menurut Kristanto (2002), pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan berdasarkan kemurniannya. Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air (Fardiaz, 1992). 2.6.1. Sumber pencemaran air sungai Sumber pencemar air sungai dapat dibedakan menjadi sumber domestik dan sumber non domestik. Sumber domestik (rumah tangga), yaitu berasal dari perkampungan, kota pasar, jalan terminal, rumah sakit, dan sebagainya. Sedangkan sumber non domestik, berasal dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lainnya (Chiras, 1991).
Untuk limbah pertanian, biasanya terdiri atas bahan padat bekas tanaman yang bersifat organik, bahan pemberantas hama dan penyakit (pestisida), bahan pupuk yang mengandung nitrogen, fosfor, sulfur, mineral (kalium, kalsium), dan sebagainya (Sastrawijaya, 2000; Miller, 1992). 2.6.2. Pencemaran air sungai dari kegiatan peternakan Seiring dengan pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan berbagai berbagai aktivitas manusia yang dengan sadar atau tidak sadar telah membuang limbahnya langsung ke sungai, menyebabkan sungai-sungai telah mengalami pencemaran dan tidak sesuai dengan peruntukkannya. Salah satu kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran air adalah peternakan. Limbah peternakan mengandung bahan-bahan organik yang bila volumenya berlebih di badan air akan menimbulkan peningkatan aktivitas mikroorganisme dan eutrofikasi. Pencemaran ini berdampak terhadap pertumbuhan tanaman pertanian yang menggunakan air irigasi yang tercemar. Sungai merupakan ekosistem perairan terbuka, sehingga keadaan lingkungan disekitarnya akan sangat mempengaruhi kualitas air sungai tersebut. Pada umumnya pencemaran air sungai disebabkan oleh hasil samping kegiatan manusia, baik berupa limbah rumah tangga maupun limbah kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat. Air irigasi Subak Munduk Lenggung dan Sungai Yeh Empas di Desa Babahan merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak, khususnya untuk mengairi areal pertanian di Subak Munduk Lenggung dan Subak Yeh Marga dan subak lainnya. Dengan perkembangan peternakan di daerah ini
pemanfaatan air irigasi ini tidak saj untuk pertanian tetapi juga dipergunakan untuk menunjang usaha peternakan yang ada.
2.7.
Dokumen Kelayakan Lingkungan
2.7.1. Kegiatan yang akan didirikan Setiap usaha kegiatan yang akan dibangun harus memiliki ijin usaha yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang, namun dalam memperoleh surat ijin ini suatu usaha harus memiliki dokomen lingkungan yang jenisnya sesuai dengan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan/usaha tersebut seperti Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL),UKL-UPL,SPPL yang kesemuanya merupakan suatu pernyataan dan usaha dari kegiatan/usaha dalam penanganan dampak yang timbul dari kegiatan tersebut. Dalam peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 13 tahun 2010 yang dimaksud dengan upaya pengelolaan lingkunan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup. Yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dalam surat Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Nomor :B. 5362/Dep.I-1/LH/07/2010 tentang Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib dilengkapi dengan UKL-UPL termuat bahwa kegiatan bidang peternakan ayam petelur yang skala/besarannya lebih
besar dari 10.000 ekor dan usaha peternakan babi yang sekala besarannya lebih dari 125 ekor wajib dilengkapi dengan UKL-UPL. 2.7.2. Kegiatan yang sudah berjalan Suatu rencana usaha atau kegiatan sebelum melakukan usaha baik pembangunan sarana prasarna penunjang seharusnya sudah melakukan suatu kajian evaluasi dampak yang dapat ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Namun kenyataan saat ini banyak kegiatan yang sudah berjalan baik yang berupa pembangunan fisik saja belum melakukan kajian dampak yang ditimbulkan oleh usaha atau kegiatan tersebut. Karena itu untuk menindaklanjuti permasalahan ini Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indoneisa mengambil suatu kebijakan yang dapat menjadi acuan dan dasar hukum bagi usaha atau kegiatan yang telah berjalan yang belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup untuk melakukan perbaikan kondisi tersebut. Usaha atau kegiatan yang telah melaksanakan tahap konstruksi atau telah beroperasi tapi belum melakukan kajian atau studi lingkungan maka usaha kegiatan ini harus membuat Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) bila kegiatan atau usaha ini berdampak penting, namun bila usaha atau kegiatan tidak berdampak penting harus menyusun dokumen pengelolaan lingkungan hidup (DPLH). Panduan dalam penyusunan AMDAL atau UKL/UPL hanya dapat digunakan sebagai referensi yang tidak mengikat dalam penyusunan DELH atau DPLH. Karena esensi dari DELH dan DPLH sangat berbeda dengan AMDAl atau UKL/UPL. Selain harus memprediksi dampak yang mungkin terjadi serta
penanganannya namun lebih ditekankan pada evaluasi dampak yang terjadi dari kegiatan atau usaha yang berjalan. Namun persamaannya pada langkah pengelolaan lingkungan serta pemantauannya yang harus disampaikan oleh penanggung jawab kegiatan atau usaha dalam mengelolaan lingkungan yaitu pada rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang disampaikan kepada lembaga atau instansi yang bertanggung jawab menangani lingkungan di kabupaten atau kota tempat usaha atau kegiatan tersebut.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1.
Kerangka Berpikir Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001,
air harus dikendalikan fungsinya dengan baik, karena air mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia. Disamping itu dikatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air dan juga berkewajiban melestarikan kualitas air. Sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini masih merupakan tulang punggung dari pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan sungai yang utama saat ini adalah fungsinya sebagai sumber air untuk pengairan lahan pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan air bersih, baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk kegiatan perindustrian. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk serta peningkatan kesejahteraan dan pembangunan ekonomi, kebutuhan air bersih cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk serta peningkatan kegiatan pembangunan ekonomi
selain
menyebabkan
peningkatan
kebutuhan
air
bersih,
juga
menimbulkan potensi peningkatan beban pencemaran ke dalam sungai, apabila tidak ada upaya menurunkan beban pencemaran buangan limbahnya. Oleh karena itu, pencemaran air sungai perlu dikendalikan seiring dengan pelaksanaan
pembangunan agar fungsi sungai dapat dilestarikan untuk tetap mampu memenuhi hajat hidup orang banyak dan mendukung pembangunan secara berkelanjutan. Air irigasi Subak Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas di Desa Babahan merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak, khususnya untuk mengairi areal pertanian di Subak Munduk Lenggung, Subak Yeh Marga dan Subak lainnya yang memanfaatkan air tukad Yeh Empas. Dalam perkembangannya, saluran irigasi dan sungai tersebut tidak hanya dipergunakan secara konvensional tetapi juga dipergunakan untuk menunjang usaha peternakan yang ada di Desa Babahan. Untuk menjaga kelestarian air irigasi dan air sungai , maka diperlukannya adanya kesadaran dan upaya dari pemilik usaha ternak yang memanfaatkan air tersebut, agar melakukan pengelolaan limbahnya sebelum dibuang ke badan air. Apabila tidak ada pengelolaan limbah dengan baik, maka akan berpotensi mencemari air irigasi tersebut. Mengantisipasi tercemarnya air irigasi dan sungai serta untuk mengetahui masih layak atau tidaknya air sungai tersebut untuk aktifitas masyarakat, maka diperlukannya adanya upaya pemantauan secara berkala dan berkelanjutan terhadap kualitas air, baik dari aspek fisika, kimia maupun biologi sehingga tetap dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pikir penelitian secara skematis dapat diilustrasikan Gambar 3.1 sebagai berikut :
Daging Telur
Usaha Peternakan (karakteristik)
Regulasi
Limbah
Diolah
Tidak diolah
Ke Badan Air Irigasi
Ke Badan Air Irigasi
Kualias Air Irigasi
Status Lingkungan Irigasi
Gambar 3.1.Diagram alir kerangka pikir penelitian
3.2.
Kerangka Konsep Berdasarkan uraian di atas, maka
kerangka konsep penelitian adalah
mengkaji karakteristik usaha peternakan dan pengelolaan lingkungan, dampak usaha tersebut terhadap badan air irigasi, dan persepsi masyarakat dan tenaga kerja terhadap dampak kegiatan atau usaha peternakan tersebut.
Karakteristik usaha peternakan dan pengelolaan lingkungan sangat berpengaruh terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya. Karakteristik usaha peternakan di Dusun Bolangan secara umum adalah peternakan ayam dan babi yang membentuk suatu kawasan peternakan. Jumlah ternak dan jumlah pakan yang diberikan setiap harinya memberikan kontribusi yang besar dalam mencemari lingkungan. Pengelolaan lingkungan khususnya penanganan limbah juga berpotensi mencemari perairan di sekitarnya. Dampak usaha peternakan secara umum adalah mengganggu keadaan perairan di sekitarnya. Salah satu substansi pencemar potensial dari kegiatan tersebut adalah limbah/kotoran ternak. Limbah ternak yang tidak diolah atau dibuang langsung ke perairan sangat berpotensi mengganggu kualitas air. Beberapa parameter kualitas air yang dapat terpengaruh diantaranya temperatur, Total Padatan Terlarut, derajat keasaman (pH), Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), kandungan amonia, dan peningkatan mikroorganisme patogen akibat penumpukan bahan-bahan organik di perairan yang bersumber dari limbah/kotoran ternak. Kondisi peternakan di Dusun Bolangan secara umum sangat berdekatan dengan perairan irigasi sehingga berpotensi besar dalam mencemari perairan yang melewatinya. Keberadaan usaha peternakan berpengaruh terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat. Usaha peternakan yang terpusat dalam satu kawasan berpotensi mempengaruhi keadaan perairan yang dapat mengganggu produktivitas sektor lain seperti pertanian dan perikanan. Usaha peternakan juga dapat menimbulkan gangguan terhadap masyarakat berupa kebisingan, debu, dan bau,
yang mengakibatkan keresahan masyarakat serta gangguan kesehatan. Dari sisi perekonomian, usaha peternakan berpengaruh terhadap ketersediaan lapangan kerja, pendapatan dan perekonomian masyarakat secara umum. Usaha peternakan di Dusun Bolangan juga berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat akibat adanya berbagai konflik kepentingan.
3.3.
Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir penelitian ini, dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut : 1) Karakteristik usaha peternakan di Dusun Bolangan adalah peternakan dengan pengelolaan lingkungan yang masih kurang baik. 2) Usaha peternakan di Dusun Bolangan menurunkan kualitas perairan di sekitarnya. 3) Usaha peternakan di Dusun Bolangan telah mencemari lingkungan tetapi meningkatkan perekonomian masyarakat dan tenaga kerja.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.
Tahapan Penelitian Melihat permasalahan yang telah dikaji di atas, maka timbul sebuah ide
penelitian yang akan menggambarkan keadaan atau status lingkungan irigasi Tukad Yeh Empas dan subak Munduk Lenggung di Dusun Bolangan, Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan yang dipengaruhi oleh usaha peternakan di daerah tersebut. Pada tahap awal dilakukan studi pendahuluan yang meliputi observasi lapangan untuk melihat secara langsung kondisi lingkungan lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan studi kepustakaan yang relevan untuk penyusunan proposal. Tahap berikutnya dilakukan persiapan penelitian yang meliputi kuesioner, dan alat-alat penelitian yang berhubungan dengan penentuan kualitas air. Pada tahap ini juga dilakukan penentuan sumber data (responden) dan titik sampling air. Setelah
persiapan
selesai
dilakukan
penyebaran
kuesioner
dan
pengambilan sampel air untuk dianalisis di laboratorium. Penyebaran kuesioner bertujuan untuk mendapatkan data karakteristik usaha peternakan, pengelolaan lingkungan, dan persepsi masyarakat dan tenaga kerja terhadap dampak usaha peternakan terhadap lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Data penelitian akan dianalisis untuk mendapatkan hasil penelitian yang kemudian dibahas untuk menjawab permasalahan penelitian, sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang menggambarkan status lingkungan irigasi yang ada di lokasi penelitian. Secara skematis, tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1:
Ide Penelitian, observasi lokasi penelitian
Studi Kepustakaan
Studi Pendahuluan
Penyusunan Proposal
Persiapan Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Penyebaran kuisioner dan wawacara untuk menentukan karakteristik peternakan dan pengelolaan limbah
Pengambilan sampel air irigasi Subak Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas
Analisis sampel air dan analisa data
Hasil dan Pembahasan
Simpulan dan Saran Gambar 4.1. Skema Tahapan Penelitian
Penyebaran kuisioner dan wawancara untuk dampak sosial ekonomi
4.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Dusun Bolangan Desa Babahan, Kecamatan
Penebel , Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Lokasi ini dipilih karena perkembangan peternakan yang ada di daerah tersebut mengalami peningkatan yang sangat pesat, letak kandang yang sebagian besar terpusat dalam satu kawasan. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.2.
4.3.
Prosedur Penelitian
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer yang dibutuhkan meliputi karakteristik usaha peternakan dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan, kualitas air limbah peternakan dan air irigasi di sekitar lokasi usaha/kegiatan serta kuantitas (debit) air limbah ternak dan persepsi masyarakat terhadap dampak dari kegiatan/usaha peternakan terhadap lingkungan dan kehidupan sosial perekonomian. Sedangkan data sekunder diambil dari data – data yang telah ada referensi – referensi ilmiah yang mendukung penelitian ini.
Gambar 4.2. Lokasi Penelitian (Dusun Bolangan, Desa Babahan, Kecamatan Penebel)
4.3.1. Penentuan
karakteristik
dan
pengelolaan
lingkungan
usaha
peternakan Data karakteristik usaha dan pengelolaan lingkungan diperoleh dengan penyebaran kuesioner dan wawancara kepada pengusaha peternakan. Data yang diinginkan meliputi jenis usaha, luas areal peternakan, jumlah ternak, sistem pemberian pakan ternak, jumlah kotoran/limbah yang dihasilkan, pemanfaatan air permukaan, perijinan usaha, letak usaha ternak dari permukiman dan dokumen lingkungan yang dimiliki, serta pengelolaan limbah yang dihasilkan sebelum dibuang ke lingkungan sekitar peternakan. Penentuan sampel dilakukan dengan metode random sampling
(Hadi,
2005) yaitu suatu metode pengambilan sampel secara acak kepada para peternak di Dusun Bolangan dengan jumlah sampel 20 % dari keseluruhan populasi pengusaha ternak yaitu 16 pengusaha dari 78 pengusaha yang ada. Menurut Lakitan et.al. 1998 dinyatakan bahwa jumlah sampel penelitian sekurangkurangnya 10 % dari jumlah sampel keseluruhan. 4.3.2. Penentuan dampak peternakan terhadap kualitas air irigasi Uji kualitas air irigasi dimulai dengan penentuan stasiun pengamatan yang dilakukan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi daerah penelitian, seperti kondisi dominan pemanfaatan lahan, dan aktivitas pelaku usaha/ masyarakat yang diduga berpengaruh terhadap kualitas air irigasi (purposive sampling). Pengambilan sampel air dilakukan dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Sedangkan teknik pengambilan sampel air, menggunakan metode sampel
gabungan (composite sampling), dimana satu lokasi diambil tiga sampai lima titik, dari kanan, tengah, dan kiri sungai serta pada kedalaman setengah dari kedalaman perairan atau 30 cm di bawah permukaan perairan, sehingga dapat menggambarkan kondisi perairan sebenarnya. (Hadi, 2005; Effendi, 2003). Pengambilan sampel dibagi menjadi empat stasiun yaitu stasiun 1 (ST 1), stasiun 2 (ST 2), stasiun 3 (ST 3), dan stasiun 4 (ST 4). Stasiun 1 merupakan lokasi di hulu kawasan peternakan yang diperkirakan belum terpengaruh oleh kegiatan peternakan (stasiun kontrol). Stasiun 2 merupakan daerah peternakan dimana akan diambil tiga (3) titik sampel saluran pembuangan air limbah kegiatan peternakan yang mewakili usaha peternakan yang ada dan empat (4) titik sampel air irigasi di lingkungan sekitarnya yang diperkirakan dipengaruhi oleh keberadaan usaha peternakan, penentuan titik sampel ditentukan secara acak (random sampling). Stasiun 3 merupakan titik sampel di hilir area peternakan yang diperkirakan masih terpengaruh oleh kegiatan peternakan. Stasiun 4 merupakan titik sampel yang berjarak 30 meter dari stasiun 3. Pertimbangan pengambilan sampel pada stasiun 4 ini untuk mengetahui penyebaran dampak usaha peternakan tehadap kualitas perairan pada lokasi tersebut. Titik pengambilan sampel air sungai berurutan dari stasiun 1 sampai stasiun 4 dan lokasi pengambilan sampel pembuangan air limbah (outlet) ditunjukkan pada Tabel 4.1. Sedangkan lokasi titik sampling dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Peta lokasi pengambilan sampel
Tabel 4.1 Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas Air Stasiun Lokasi ST1. Satu lokasi di hulu kawasan peternakan yang belum terdapat kegiatan peternakan (kontrol) ST2. Badan air irigasi pada area peternakan : Q11 : hilir area peternakan Q12 : Samping kanan area peternakan (Tukad Yeh Empas Q13 : samping kiri area peternakan (limpasan saluran irigasi Munduk Lenggung) Q14 : ditengah area peternakan
ST3. ST4.
Saluran pembuangan air limbah peternakan Q01 : Saluran air limbah dari usaha ternak ayam Q02 : Saluran air limbah dari peternakan babi Q03 : Saluran air limbah peternakan campuran (ayam dan babi) Satu lokasi di hilir kawasan peternakan . 30 meter dari stasiun 3
Alat-alat yang dipergunakan untuk pengambilan data primer (kualitas perairan), sebagai berikut: 1) Jerigen plastik ukuran satu liter. 2) Thermometer, pH meter, yang dipergunakan untuk pengukuran suhu, pH secara insitu (pengukuran langsung di lapangan). 3) Ember plastik. 4) Kamera untuk merekam data fisik lapangan 5) Geographic Position System (GPS), untuk menentukan koordinat/posisi pengambilan sampel Prosedur pengambilan sampel, dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut:
a) Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan ember plastik, sampel diambil di bawah permukaan air (30 cm) atau tidak kontak langsung dengan udara luar. b) Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam jerigen, diisi penuh kemudian ditutup rapat. c) Pengambilan volume sampel air disesuaikan dengan parameter yang diamati (sekitar satu liter) d) Jerigen sampel diberi label, dicatat tanggal pengambilan, hari, jam, dan lokasi e) Sampel dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. 4.3.3. Penentuan Persepsi masyarakat dan Tenaga Kerja terhadap dampak usaha Peternakan. Penentuan persepsi dari masyarakat dan tenaga kerja terhadap dampak usaha peternakan akan diperoleh dengan metode yang sama dengan penentuan karaktiristik usaha yaitu melakukan penyebaran kuesioner kepada masyarakat dan tenaga kerja. Data yang diinginkan meliputi persepsi masyarakat dan tenaga kerja atas dampak keberadaan peternakan terhadap lingkungan sekitarnya (perairan, produktivitas pertanian, kebisingan, debu) yang bisa menggangu kenyamanan masyarakat, dan dampak terhadap sosial ekonomi (pekerjaan, pendapatan, perekonomian, kesehatan dan konflik sosial lainnya) sehingga dapat diketahui dampak positif dan negatif dari kegiatan usaha peternakan tersebut. Penyebaran kuesioner di lokasi penelitian dilakukan dengan metode random sampling (Hadi, 1993) yaitu suatu metode pengambilan sampel secara acak kepada masyarakat dan tenaga kerja di Dusun Bolangan dengan jumlah
sample sebesar 20 % yaitu 27 KK dari 136 KK yang ada dan 6 tenaga kerja dari 28 tenaga kerja yang ada.
4.4.
Analisis Data
4.4.1. Analisis karakteristik usaha dan pengelolaan lingkungan Data dari karakteristik usaha ternak akan dideskripsikan sesuai dengan keadaan di lapangan, sehingga diketahui bentuk dan perkembangan peternakan. Disamping itu dilakukan pula pengkajian pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh pengusaha ternak. Status pengelolaan lingkungan usaha ternak akan dibagi menjadi tiga variabel utama yaitu Perijinan yang dimiliki, Tata Letak dan Fasilitas Usaha, serta Pengelolaan Limbah. Masing - masing variabel dibagi lagi menjadi subvariabel yang diberikan bobot berdasarkan prioritas penilaian. Hasil penilaian standar dan butir akan ditransformasi ke dalam kriteria kinerja. Tahapan analisis pengelolaan lingkungan yaitu : a. Menentukan bobot (weight) Penentuan bobot variabel-variabel pengelolaan lingkungan berdasarkan atas pertimbangan seberapa penting variabel tersebut terhadap pengelolaan lingkungan. Penentuan bobot dilakukan dengan menggunakan skala 30% atau 0,3 bagi tingkat kepentingan tinggi atau kuat, 15% atau 0,15 di atas rata-rata, 10% atau 0,1 rata-rata, dan 5% atau 0,05 dibawah rata-rata. Jumlah sebesar 1,00.
bobot harus
b. Memberi nilai (rating) Pemberian nilai (rating) antara 1 sampai 5 bagi masing-masing faktor, dimana nilai 1 adalah sangat kurang, nilai 2 kurang, nilai 3 cukup, nilai 4 baik, dan nilai 5 sangat baik. Nilai (rating) mengacu pada pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh pengusaha ternak. Bobot dan rating dari masing-masing faktor dikalikan untuk mendapatkan nilai skornya. c. Menjumlahkan skor Skor total didapatkan dari hasil penjumlahan semua skor pengelolaan lingkungan. Skor total kemudian dibandingkan dengan skala Likert untuk mengetahui rentang skor dalam menentukan kategori/kriteria pengelolaan. Skala Likert merupakan teknik pengukuran sikap yang paling sering digunakan dalam penelitian. Tabel 4.2. Skala Likert Rentang Nilai
Kriteria Nilai
4,1 – 5
Sangat Baik
3,1 – 4,0
Baik
2,1 – 3,0
Sedang
1,1 – 2,0
Kurang
0 – 1,0
Sangat Kurang
Sumber : Dasar – dasar Statistika (Riduwan, 2003) Untuk menggambarkan pengelolaan lingkungan secara keseluruhan, maka hasil analisis kuesioner responden dicari rata-ratanya.
4.4.2. Analisis kualitas dan kuantitas air limbah peternakan serta kualitas badan air irigasi Pemeriksaan sampel air limbah peternakan dan badan air irigasi Subak Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas, dilakukan dengan dua cara yaitu analisis langsung di lapangan (in situ) untuk parameter kualitas air yang sifatnya cepat berubah seperti suhu, pH serta analisis di laboratorium untuk parameter kualitas limbah dan air yang dapat bertahan lama dalam kondisi yang sudah diawetkan seperti parameter TSS, BOD5, COD dan ammonia. Dilakukan pula analisis parameter biologis yaitu kandungan bakteri Eschericia coli dan Coliform .
Pada penelitian ini akan dianalisis konsentrasi air limbah dan badan air
irigasi untuk parameter fisika, kimia dan biologi, yang disesuaikan dengan karakteristik sumber pencemar seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3 sebagai berikut.
No
Tabel 4.3 Parameter, Satuan, Metode dan Alat Analisis yang Dipakai dalam Menentukan Kualitas Air Parameter Satuan Metode Analisis Alat Analisis
1. 2.
Fisika: Temperatur TSS.
3.
0
C mg/l
Pemuaian air raksa Gravimetrik
TDS.
mg/l
Gravimetrik
1. 2. 3. 4.
Kimia: pH BOD5 COD Amonia
mg/l mg/l mg/l
Titrimetrik Titrimetrik Spektrofotometrik
1. 2.
Biologi Eschericcia Coli Coliform
MPN MPN
Sumber: Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007
Thermometer Timbangan analitik Timbangan Analitik pH Meter Buret Buret Spektrofotometer
Pada saluran air limbah peternakan Q0 (outlet) di ambil pada stasiun 2 (daerah peternakan) dengan melakukan pengukuran konsentrasi air limbah dan pengukuran kuantitas
(debit) sehingga diperoleh
beban pencemaran yang
nantinya berpengaruh terhadap kualitas perairan disekitar daerah peternakan. Untuk konsentrasi air limbah ternak babi dibandingkan dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Peternakan Sapi dan Babi, sedangkan untuk peternakan ayam belum ada peraturan yang mengatur tentang baku mutu air limbahnya sehingga hanya diperhitungkan beban pencemarannnya. Untuk mengukur kuantitas (debit) air limbah yang dihasilkan karena saluran terbuka maka diperhitungkan demensi saluran pembuangan air limbah dan kecepatan arus, yaitu menghitung luasan saluran pembuangan limbah dengan laju aliran limbah dalam saluran tersebut dalam satuan waktu. Cara perhitungan volume debit limbah cair menggunakan rumus : Q = A.V Keterangan : Q = debit air limbah (m3/dt) A = Luasan Penampang saluran (m2) V = kecepatan aliran (m/dt) Untuk menghitung kecepatan aliran dengan mempergunakan pergerakan benda apung pada jarak tertentu dalam satuan waktu
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 menyatakan beban pencemaran diartikan sebagai jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Dengan rumus : Beban parameter-limbah = Volume limbah x Konsentrasi parameter-limbah Dimana parameter limbah adalah zat yang terkandung di dalam air limbah (hasil pengukuran laboratorium). Hasil análisis kualitas badan air irigasi di stasiun 1 akan dijadikan sebagai pembanding dengan hasil analisis kualitas air pada titik sampling di lingkungan sekitar peternakan Q1 pada (ST 2), (ST 3) dan
(ST 4), selanjutnya akan
dibandingkan dengan kriteria mutu air berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2007 tentang Tentang Baku Mutu Lingkungan dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup (Lampiran I Baku Mutu Air Berdasarkan Kelas II). Hasil analisis kualitas badan air pada stasiun 2 (Q1) di lingkungan sekitar peternakan serta stasiun 3 dan 4 akan dijadikan sebagai data yang akan dianalisis untuk menentukan seberapa besar dampak yang terjadi pada lingkungan perairan (saluran irigasi Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas) akibat adanya buangan air limbah dari usaha/kegiatan peternakan Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kualitas air limbah dan kualitas badan air penerima disusun dalam bentuk tabel, kemudian dianalisis secara deskriptif
4.4.3. Analisis persepsi masyarakat dan tenaga kerja terhadap dampak usaha peternakan Data dari jawaban responden masyarakat sekitar peternakan dan pekerja dianalisis secara deskriptif, dengan menggunakan analisis prosentase seperti rumus berikut:
X = f/n x 100%
Keterangan : X = % dari jawaban responden f = frekuensi dari jawaban responden n = jumlah responden yang memberikan jawaban pada suatu pernyataan tertentu Untuk penentuan persepsi dampak positif (baik) dan negatif (buruk) tentang usaha kegiatan peternakan terhadap lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan pekerja mempergunakan skor. Jawaban positif dari responden diberikan skor 1, sedangkan jawaban negatif diberikan skor 2. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan, sehingga jumlah skor terendah = 10 dan jumlah skor tertinggi = 20 , dengan dua kategori yaitu berdampak positif dan negatif. Untuk menentukan interval
yang dipergunakan dalam skor dampak
menggunakan rumus Sturges sebagai berikut Interval = Skor tertinggi – Skor terendah Kategori
Interval
=
20 -10 2
Interval
=
5
Berdasarkan nilai interval sebesar 5, maka angka ini dipergunakan dalam menentukan tentang persepsi masyarakat terhadap dampak usaha peternakan dampak positif dan negatif. 1. Dampak Positif (baik)
: skor 10 sampai 15
2. Dampak Negatif ( buruk) :
skor > 15 sampai 20
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Deskripsi Umum Wilayah Penelitian Dusun Bolangan merupakan salah satu dusun yang berada di Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan yang terletak 15 Km dari pusat Kota Tabanan dan berbatasan dengan : Sebelah Utara
: Desa Pekraman Soka
Sebelah Timur
: Desa Pekraman Senganan
Sebelah Selatan
: Dusun Babahan
Sebelah Barat
: Dusun Utu
Wilayah Dusun Bolangan memiliki luas 197.661 Ha yang terdiri dari 11.425 ha perumahan, 118.787 ha sawah dan 49.449 ha tegalan. Dusun Bolangan terletak pada ketinggian 550 mdpl, dan secara geografis terletak pada 80.21 – 80.23 LS dan 115 – 120 BT. Tofografi Dusun Bolangan adalah datar sampai bergelombang dengan suhu udara 26 – 32 oC dengan curah hujan rata-rata tahunan 2500 mm dengan rata-rata 4 bulan musim hujan setahun. Dusun Bolangan memiliki kondisi tanah yang subur, sangat cocok untuk tanaman semusim maupun tahunan. Dusun Bolangan berpenduduk 657 jiwa dengan 146 kepala keluarga yang terdiri dari 326 jiwa laki-laki dan 331 jiwa perempuan. Penduduk Dusun Bolangan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani terutama pertanian
pangan. Selain sebagai petani penduduk Dusun Bolangan juga bermata pencaharian sebagai buruh ternak,pegawai negeri sipil dan karyawan swasta. Mata pencaharian penduduk Dusun Bolangan disajikan dalam Tabel 5.1 Tabel 5.1 Mata pencaharian penduduk Dusun Bolangan Tahun 2010 No
Jenis Mata Pencaharian
1. Petani 2. Buruh 3. Pedagang 4. Peternak 5. Karyawan 6. Pegawai negeri sipil 7. TNI/Polri 8. Usaha lain 9. Tidak bekerja Sumber : Profil Dusun Bolangan Tahun 2010
Jumlah (orang) 31 42 18 78 28 17 2 7 12
5.2 Potensi Sumber Daya Alam Wilayah Penelitian Potensi sumber daya alam di Dusun Bolangan meliputi pertanian dan perkebunan,peternakan, serta perikanan 5.2.1. Pertanian dan perkebunan Areal pertanian di Dusun Bolangan yang masih produktif seluas 31 ha dengan produksi tahunan 325.5 ton/th. Areal tersebut dilalui oleh saluran irigasi primer sepanjang 350 meter, saluran sekuder 900 meter dan saluran tersier 1200 meter. Tanaman pertanian yang dibudidayakan penduduk di Dusun Bolangan adalah padi jenis lokal dan padi unggul. 5.2.2. Peternakan Potensi peternakan di Dusun Bolangan yang mengalami perkembangan sangat pesat adalah peternakan ayam petelur. Pengelolaan sektor peternakan ini
merupakan sektor yang mengikat sektor lainnya. Keberhasilan sektor ini sangat menentukan sektor perekonomian masyarakat, pendidikan, kesehatan, dan sektor lainnya. Pengembangan usaha peternakan di Dusun Bolangan sudah di mulai sejak tahun 1980. Usaha pengelolaannya mengalami pasang surut, terutama pada awal tahun 2004 yang mengalami kemerosotan yang cukup tajam sebagai akibat adanya isu flu burung (avian influenza). Selain peternakan ayam, penduduk juga mengembangan peternakan babi sebagai substitusi yang merupakan mata rantai dari pengelolaan ayam petelur. 5.2.3. Perikanan Dalam rangka pemanfaatan sumber daya air yang berlimpah, penduduk Dusun Bolangan juga mengembangan unit – unit usaha pengembangan ikan air tawar. Hal ini didukung oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tabanan yang membangun unit Balai Benih Ikan (BBI) yang memasok bibit ikan untuk dikembangkan di Dusun Bolangan.
5.3 Hasil Karakteristik dan pengelolaan lingkungan peternakan 5.3.1
Karakteristik Peternakan Hasil karakteristik peternakan di Dusun Bolangan dari 16 orang peternak
sebagai responden disajikan dalam Lampiran 5 Peternakan di Dusun Bolangan sebagian besar didominasi peternakan majemuk yang memadukan peternakan ayam petelur dan peternakan babi. Kegiatan peternakan di Dusun Bolangan telah dimulai sejak tahun 1985 sampai sekarang. Luas areal peternakan yang dimiliki berkisar antara 0.01 sampai 2 ha
yang sesuai dengan jumlah ternak yang dimiliki. Jumlah ternak ayam yang dimiliki pengusaha ternak di Dusun Bolangan berkisar antara 1.500 sampai 60.000 ekor. Sedangkan jumlah ternak babi yaitu 6 sampai 300 ekor dengan. dengan jumlah pemberian makan sesuai dengan jumlah ternak untuk ayam antara 100 – 3.600 kg/hari sedangkan untuk babi 18 – 650 kg/hari
. Pakan yang
diberikan untuk ayam petelur yaitu pakan jenis seirad, wonokoyo dan carun sedangkan untuk babi adalah babi A, konsentrat, dan dedak. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di peternakan berkisar antara satu sampai 17 orang dengan jumlah rata-rata 7 orang. Pembersihan kandang dilakukan pengusaha ternak setiap 5 minggu sekali untuk kandang ayam dan satu hari sekali untuk kandang babi. Jumlah kotoran/limbah padat yang dihasilkan dari usaha ayam adalah tergantung dari jumlah ternak antara 425 – 15.000 kg/pembersihan. Sedangkan peternakan babi menghasilkan limbah padat antara 12 – 600 kg tiap kali pembersihan kandang. Penanganan kotoran ayam sebagian besar
diserahkan kepada pihak ketiga
(dijual), dengan harga jual antara Rp. 250.000,-/truk . Sumber air yang digunakan untuk kegiatan peternakan di Dusun Bolangan berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM) Desa yang merupakan pengelolaan air swadaya masyarakat dan air irigasi. Peternakan ayam menggunakan PAM Desa sebagai sumber air utama. Sedangkan peternakan babi menggunakan air irigasi.
5.3.1. Pengelolaan lingkungan Hasil jawaban kuisioner pengusaha ternak dalam status pengelolaan lingkungan usaha ternak sesuai dengan variabel, sub variabel berserta kreteria sesuai dengan prioritas penilaian disajikan dalam lampiran 6. a. Indikator perijinan dan dokumen lingkungan Hasil jawaban responden untuk perijinan dan dokumen lingkungan disajikan dalam Tabel 5.2 berikut Tabel 5.2 Perijinan dan Dokumen Lingkungan No
Indikator
1.
Perizinan usaha - IMB, HO dan SIUP - IMB dan HO - IMB dan SIUP - SIUP - Tidak Memiliki Dokumen Lingkungan - Memiliki dokument UKL/UPL atau DPPLH dan melaporkan secara kontinyu - Memiliki dokument UKL/UPL atau DPPLH dan tidak melaporkan secara kontinyu - Memiliki dokument UKL/UPL atau DPPLH dan pernah melakukan pelaporan - Masih dalam proses penyusunan - Tidak memiliki
2.
Jumlah
Jumlah Responden
2 orang 4 orang 9 orang 1 orang
16 orang
16 orang -
2 orang 14 orang
Usaha peternakan baik skala kecil (1000 ekor), sedang (20.000) ekor maupun besar (>20.000 ekor) wajib memiliki perijinan (SIUP, HO, IMB) sebagai persyaratan usahanya.
Dari 16 responden peternak yang berada di Dusun
Bolangan menyatakan 9 orang responden hanya memiliki SIUP, 4 orang memiliki SIUP dan IMB, dan 2 orang yang memiliki IMB,SIUP dan HO. Sedangkan untuk
dokumen kelayakan lingkungan berupa UKL/UPL hanya 3 orang yang menyatakan masih dalam penyusunan sedangkan 13 orang lainnya tidak memiliki. b. Kesesuaian letak usaha dan kelengkapan usaha Hasil jawaban responden untuk kesesuaian letak tempat usaha dari perumahan dan perairan serta kelengkapan sarana dan prasana usaha disajikan dalam Tabel 5.3 sebagai berikut Tabel 5.3 Kesesuain Letak Usaha dan Sarana Prasarana Usaha No
Indikator
1.
Letak usaha dari perkampungan - > 250 meter ada pohon penghijaun - 100 - 250 meter ada pohon penghijauan - 50 – 100 meter ada pohon penghijauan - 50 – 100 meter tidak ada pohon penghijauan - < 50 meter tidak ada pohon penghijauan Letak usaha dari saluran irigasi - > 250 meter - 50 – 250 meter - <50 meter Sarana dan prasarana usaha - Gudang makanan ternak, tempat tinggal karyawan terpisah dari lokasi kandang - Gudang makanan ternak, tempat tinggal karyawan terpisah tapi masih satu lokasi dengan kandang ternak - Gudang makanan ternak, tempat tinggal karyawan menyatu dengan kandang ternak
2.
3.
Jumlah
Jumlah responden
2 orang 2 orang 8 orang 1 orang 3 orang
16 orang
16 orang 9 orang 7 orang 16 orang
15 orang 1 orang
Kesesuaian tempat usaha peternakan agar dampak yang ditimbulkan baik berupa bau dan lainnya dapat dikurangi serta
untuk menjaga kesehatan
masyarakat maupun untuk perairan sekitanya dari 16 orang responden, 8 orang responden menyatakan letak kandang ternak mereka antara 50 – 100 meter dari perumahan serta ada pohon penghijauan, 3 orang responden menyatakan kandang
ternak mereka <50 meter tidak ada pohon penghijauan, 2 orang >250 meter seta ada pohon penghijauan, 2 orang antara 100 – 250 meter ada pohon penhijauan dan 1 orang letak kandangnya 50 – 100 meter tidak ada pohon penghijauan. Letak kandang ternak dari saluran irigasi akan sangat mempengaruhi kualitas air permukaan karena limbah peternakan baik sengaja maupun tidak sengaja akan dibuang atau tercecer di sekitar kandang yang kemudian hanyut pada saat hujan meuju ke badan air tersebut. Didapatkan 9 orang responden menyatakan letak kandang ternak antara 50 – 250 meter sedangkan 7 orang menyatakan < 50 meter. Sedangkan kelengkapan usaha seperti gudang penyimpanan makanan ternak,gudang menyimpanan hasil ternak (telor) dan tempat tinggal karyawan sebagai persyaratan sanitasi serta untuk menjaga kesehatan karyawannya didapatkan 5 orang responden tempat usaha ternak serta pasilitas penunjang mereka terpisah dari kandang ternak tapi masih dalam satu lokasi, sedangkan 1 orang menyatakan pasilitas mereka menyatu dengan kandang ternak mereka. c. Pengelolaan limbah padat dan cair Hasil jawaban responden pengusaha untuk pengelelolaan limbah pada dan cair disajikan dalam Tabel 5.4
Tabel 5.4 Pengelolaan limbah peternakan No 1
2.
Indikator
Jumlah
Pengelolaan limbah padat untuk biogas - Memiliki instalasi biogas berfungsi dengan baik - Memiliki instalasi biogas tidak berfungsi - Tidak memiliki instalasi biogas Pengelolaan limbah padat untuk kompos - Melakukan pengomposan secara rutin - Melakukan pengomposan tapi tidak rutin / dijual ke pihak ke tiga - Tidak melakukan pengomposan dibuang sembarangan Pengelolaan limbah cair - Memiliki IPAL berfungsi dengan baik - Hanya mempunyai bak penampungan - Tidak memiliki IPAL, bak penampungan dibuang langsung ke lingkungan
Jumlah responden 16 orang
1 orang 7 orang 8 orang
16 orang
16 orang 2 orang 14 orang
Pengelolaan limbah baik limbah padat maupun cair yang dihasilkan dari usaha ternak yang dibagi dalam beberapa standar untuk limbah padat telah melakukan proses pengomposan serta memiliki instalasi biogas dari 16 orang peternak sebagai responden menyatakan
hanya 1 orang yang memiliki instalasi
biogas yang berfungsi baik, 7 orang memiliki instalasi biogas tapi tidak berfungsi dengan baik (rusak) dan 8 orang tidak memiliki instalasi biogas. Sedangkan untuk pengomposan
semua
responden
menyatakan
tidak
melakukan
proses
pengomposan tapi dijual ke pihak ketiga. Limbah cair yang dihasilkan dari usaha peternakan seharusnya dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan sekitarnya namun dari responden peternak di Dusun Bolangan hanya 1 orang yang memiliki bak
penampungan namun tidak melakukan proses pengolahan sedangkan 14 orang lainnya tidak memiliki sehingga dibuang langsung ke badan air 5.4. Konsentrasi dan Kuantitas (debit) Air Limbah Peternakan 5.4.1 Konsentrasi air limbah peternakan Analisis air limbah peternakan diamati pada tiga titik sampling, pada saluran air yang melewati peternakan ayam (Q01) dengan titik koordinat S 08o 23‟ 19,1‟‟ ; E 115o 09‟20.1‟‟, pada saluran air yang melewati peternakan babi (Q02) dengan titik koordinat S 08o 23‟ 13.2‟‟ ; E 115o 09‟ 20.9‟‟. dan pada saluran air yang melewati kandang ayam dan babi (Q03) dengan titik koordinat S 08 58.2‟‟ ; E 115o09‟11.8‟‟
o
22‟
dengan pengulangan tiga kali, pengukuran sampel
dilakukan pada bulan April - Mei 2011. Hasil dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7, Rata-rata hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.5.
No Parameter
1 2 3 4 5 6 7
Tabel 5.5 Kualitas air limbah peternakan Satuan Baku Mutu Nilai rata – rata Air Limbah Q01 Q02 Ternak Babi 0 C 22,50 23,00 mg/l 171,33 562,67 mg/l 300 13,67 1.082,67 6 - 9 7 7 mg/l 150 8,40 79,93 mg/l 400 31,50 250,53 mg/l 2,75 69,02
Q03
Temperatur 22,67 TDS 153,67 TSS 11,83 pH 7 BOD5 10,90 COD 14,40 Amomonia 1,00 bebas (NH3) 8 E-Coli MPN 5.200.000 9.513.333 2.366.666 9 Coliform MPN 5.200.000 14.180.000 3.033.333 Keterangan : Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Peternakan Babi Permen LH No 11 Th. 2009 Q01 : Peternakan ayam Q02 : Peternakan babi Q03 : Peternakan campuran (ayam dan babi)
Dari hasil pengukuran sampel air limbah peternakan (Q01,Q02,Q03) ratarata hasil pengukuran dari masing – masing parameter ditampilkan pada Gambar 5.1. sampai dengan Gambar 5.9. berikut.
Gambar 5.1. Rata-Rata Hasil Pengukuran Konssentrasi Parameter Temperatur pada Outlet Peternakan . Rata-rata hasil pengukuran temperature air limbah peternakan ayam (Q01) adalah 22,50 0C, air limbah peternakan babi (Q02) adalah 23,00 0C dan air limbah peternakan campuran (Q03) adalah 22,67 0C.
Gambar 5.3. Rata-Rata Hasil Pengukuran parameter TDS pada Outlet Limbah peternakan
Rata-rata hasil pengukuran parameter TDS air limbah peternakan ayam adalah 171,33 mg/l, dari peternakan babi adalah 562,67 mg/l, dan dari peternakan campuran 153,67 mg/l.
Gambar 5.3. Rata-Rata Hasil Pengukuran Konsentrasi Parameter TSS pada Outlet Limbah Peternakan
Dari rata-rata pengukuran parameter TSS air limbah ternak ayam adalah 13,67 mg/l, limbah ternak babi adalah 1.082,67 mg/l dan dari ternak campuran 11,83 mg/l. sedangkan baku mutu untuk limbah ternak babi adalah 400 mg/l
Gambar 5.4 Rata-Rata Hasil Pengukuran Konsentrasi Parameter pH pada Outlet Limbah Peternakan
Rata – rata hasil pengukuran semua parameter pH air limbah peternakan adalah 7,00. sedangkan baku mutu untuk limbah cair dari peternakan babi adalah 6–9
Gambar 5.5. Rata-Rata Hasil Pengukuran Konsentrasi Parameter BOD5 pada Outlet Limbah peternakan. Rata-rata hasil pengukuran parameter BOD5 air limbah peternakan ayam adalah 8,40 mg/l, dari peternakan babi adalah 79,93 mg/l, dan dari peternakan campuran 10,90 mg/l. Sedangkan untuk baku mutu pada permen LH no 11 Tahun 2009 konsentrasi maksimum BOD5 pada limbah ternak babi adalah 150 mg/l. Rata-rata hasil pengukuran parameter COD air limbah peternakan ayam (Q01) adalah 31,50 mg/l, dari peternakan babi (Q02) adalah 250,53 mg/l, dan dari peternakan campuran (Q03) adalah 14,40 mg/l. sedangkan baku mutu limbah ternak babi adalah 400 mg/l disajikan dalam Gambar 5.6
Gambar 5.6. Rata-Rata Hasil Pengukuran Konsentrasi Parameter COD pada Outlet Limbah Peternakan
Gambar 5.7. Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Ammonia Bebas (NH3) pada Outlet Limbah peternakan
Rata-rata hasil pengukuran parameter Ammonia air limbah peternakan ayam (Q01) adalah 2,75 mg/l, dari peternakan babi (Q02) adalah 69,02 mg/l, dan dari peternakan campuran (Q03) adalah 1,00 mg/l.
Gambar 5.8. Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter E.coli pada Outlet Limbah Peternakan Rata-rata hasil pengukuran parameter E.coli air limbah peternakan ayam (Q01) adalah 5.200.000 MPN, dari peternakan babi (Q02) adalah 9.513.333 MPN, dan dari peternakan campuran (Q03) adalah 2.366.667 MPN.
Gambar 5.9. Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Coliform pada Outlet Limbah Peternakan Rata-rata hasil pengukuran parameter Coliform air limbah peternakan ayam(Q01)
adalah 5.200.000 MPN, dari peternakan babi (Q02) adalah
14.180.000 MPN, dan dari peternakan campuran (Q03) adalah 3.033.333,33 MPN.
5.4.2 Pengukuran kuantitas (debit) air limbah peternakan Perhitungan untuk mengetahui kuantitas (debit) air limbah peternakan dari saluran air yang melewati kandang ternak ayam, ternak babi dan ternak campuran diasumsikan sebagai air limbah yang dihasilkan dari kegiatan peternakan. Debit air limbah yang diukur adalah air yang melewati kandang ternak ayam, kandang ternak babi dan air yang melewati kandang ayam dan kandang babi. Pengukuran Debit air limbah diukur bersamaan pada saat pengambilan sampel dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali juga. Hasil pengukuran air limbah peternakan ayam (Q01) dengan debit rata – rata 0,003m3/dt, peternakan babi (Q02) dengan debit rata - rata 0,004 m3/dt dan air limbah peternakan ayam dan kandang babi (Q03) debitnya rata –rata 0,002 m3/dt. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8. 5.4.3 Beban pencemaran air limbah dari kegiatan peternakan a. Beban pencemaran air limbah dari peternakan ayam. Setelah dilakukan perhitungan terhadap konsentrasi parameter air limbah serta debit air limbah peternakan ayam (Q01), maka beban pencemaran untuk masing-masing parameter adalah TDS 513,99 mg/dt,TSS 41,01 mg/dt, BOD5 25,20 mg/dt, COD 94,50 mg/dt, ammonia bebas (NH3) 8,25 mg/dt, E.coli 15.600.000 MPN dan Coliform 15.600.000 MPN. Secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9 dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Beban pencemaran air limbah masing-masing parameter pada peternakan ayam No
Parameter
Satuan
1 2 3 4 5
Konsentrasi Beban Pencemaran 171,33 13,67 8,40 31,50 2,75
Beban Pencemaran (mg/dt) 513,99 41,01 25,20 94,50 8,25
TDS mg/l TSS mg/l BOD5 mg/l COD mg/l Amonia bebas mg/l (NH3) 6 E-Coli MPN 5.200.000 15,600,000 7 Coliform MPN 5.200.000 15,600,000 Keterangan : Konsentrasi beban pencemaran diperoleh dari hasil pengukuran laboratorium b. Beban pencemaran air limbah dari peternakan babi Tabel 5.7 Beban pencemaran air limbah masing-masing parameter pada peternakan babi No Parameter 1 2 3 4 5
Satuan
Konsentrasi Beban Pencemaran 562,67 1.082,67 79,93 250,53 69,02
Beban Pencemaran (mg/dt) 2.250,68 4.330,68 319,72 1.002,12 276,08
TDS mg/l TSS mg/l BOD5 mg/l COD mg/l Amonia bebas mg/l (NH3) 6 E-Coli MPN 9.513.333 38.053.332,00 7 Coliform MPN 14.180.000 56.720.000,00 Keterangan : Konsentrasi beban pencemaran diperoleh dari hasil pengukuran laboratorium
Setelah dilakukan perhitungan terhadap konsentrasi parameter dari air limbah pada peternakan babi, maka beban pencemaran untuk masing – masing parameter adalah TDS 2.250,68 mg/dt,TSS 4.330,68 mg/dt, BOD5 319,72 mg/dt, COD 1.002,12 mg/dt, amonia bebas (NH3) 276,08 mg/dt, E.coli 38.053.332,00
MPN dan Coliform 56.720.000,00 MPN. Secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9 dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.7 c. Beban pencemaran air limbah dari peternakan campuran (ayam dan babi) Setelah dilakukan perhitungan terhadap konsentrasi parameter dari air limbah pada peternakan campuran (ayam dan babi), maka beban pencemaran untuk masing – masing parameter adalah TDS 307,34 mg/dt,TSS 23,66 mg/dt, BOD5 21,80 mg/dt, COD 28,80 mg/dt, amonia bebas (NH3) 2,00 mg/dt, E.coli 4.733.332,00 MPN dan Coliform 6.066.666,00 MPN. Secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9 dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.8
Tabel 5.8 Beban pencemaran air limbah masing-masing parmater pada peternakan campuran (ayam dan babi) No Parameter
satuan
Konsentrasi
1 2 3 4 5
TDS TSS BOD5 COD Ammonia bebas (NH3)
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
153,67 11,83 10,90 14,40 1,00
Beban Pencemaran mg/dt 307,34 23,66 21,80 28,80 2.00
6 7
E-Coli Coliform
MPN MPN
2.366.666 3.033.333
4.733.332,00 6.066.666,00
Keterangan : Konsentrasi beban pencemaran diperoleh dari hasil pengukuran laboratorium
5.5 Hasil Analisis Kualitas Badan Air Irigasi Kualitas badan air irigasi yang dihasilkan dari pengukuran keadaan di lapangan berdasarkan parameter fisika terdiri dari temperatur, zat padat terlarut (TDS), zat padat tersuspensi (TSS), sedangkan parameter kimia terdiri dari pH, BOD5, COD, ammonia bebas (NH3), serta parameter biologi yang terdiri dari
pengukuran coliform dan Escherichia coli. Pengukuran sampel dilakukan pada bulan Mei – Juni 2011, terbagi menjadi 4 stasiun pengamatan dan tiga kali waktu pengambilan, Stasiun pengamatan pertama merupakan lokasi pengambilan sampel dimana kondisi saluran badan air irigasi diperkirakan belum terpengaruh oleh kegiatan peternakan. Sampel diambil di hulu kawasan peternakan dengan koordinat S 08 o 22 „ 38.7‟‟ ; E 115 o 08 „ 56.1‟‟. Stasiun pengamatan kedua (ST2) yaitu lokasi pengambilan sampel yang dilakukan di badan air irigasi dilingkungan kawasan peternakan yang terbagi menjadi sub-sub stasiun, meliputi : Q11 : lingkungan badan air irigasi di hilir areal peternakan (saluran irigasi Munduk Lenggung) dengan titik koordinat S 08 o 23 „ 16.8‟‟ ; E 115 o 09 „ 22.4‟‟. Q12 : badan air irigasi Yeh Empas (sebelah timur areal peternakan) dengan titik koordinat S 08 o 23 „ 20.7‟‟ ; E 115 o 09 „ 20.7‟‟. Q13 : limpasan air irigasi Munduk Lenggung (sebelah barat areal peternakan) dengan titik koordinat S 08 o 22 „ 59.2‟‟ ; E 115 o 09 „ 11.8‟‟. Q14 : Badan air irigasi di tengah areal peternakan saluran irigasi Munduk Lenggung dengan titik koordinat S 08 o 22 „ 50.1‟‟ ; E 115 o 09 „ 04.3‟‟. Stasiun pengamatan ketiga (ST3) merupakan lokasi pengambilan sampel di badan air di hilir kawasan peternakan yaitu pertemuan antara saluran irigasi Munduk Lenggung dan Yeh Empas. Stasiun ketiga terletak pada koordinat S 08 o 23 „ 25.9‟‟ ; E 115 o 09 „ 20.5‟‟.
Stasiun pengamatan keempat (ST4) yaitu lokasi pengambilan sampel yang dilakukan di badan air kawasan hilir areal peternakan yang berjarak 30 meter dari ST3. Stasiun keempat terletak pada koordinat S 08o 23„ 27.2‟‟ ; E 115 o 09‟ 20.7‟‟. Hasil pengukuran setiap titik lokasi bisa dilihat pada Lampiran 10 sampai Lampiran 13, rata – rata hasil pengukuran kualitas badan air disajikan dalam Tabel 5.9. Tabel 5.9 Hasil Pengukuran Kualitas Badan Air No
1 2 3 4 5 6 7
8 9
Parameter
Temperatur TDS TSS pH BOD5 COD Ammonia bebas (NH3) E-Coli Coliform
Satuan BM air kelas II 0
C mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Deviasi 3
MPN MPN
-
1000 50 6-9 3 25 -
ST1 21,67 145,00 9,00 7 5,13 16,17 0,15
Hasil Pemeriksaan Nilai rata – rata ST 2 ST 3 22,58 24,33 158,67 308,00 20,78 80,67 7,02 7,03 6,69 19,07 13,92 59,80 0,73 12,17
ST 4 24,00 356,3 301,3 7,20 16,33 51,97 18,93
6.000.00 7.169.555 1.026.666 1.323.333 10.666.67 7.182.222 1.026.666 1.590.000
Rata – rata hasil pengukuran sampel dari masing – masing parameter ditampilkan pada Gambar 5.10 sampai dengan Gambar 5.18.
Gambar 5.10. Rata-rata hasil pengukuran temperatur pada badan air Gambar 5.10 diatas menunjukkan rata – rata temperatur masing- masing lokasi titik sampel pada badan air dari tiga (3) kali pengambilan sampel untuk lokasi di hulu lingkungan peternakan (ST1) adalah 21,67 0C, untuk rata – rata nilai temperatur dari empat (4) titik lokasi sampel pada badan air daerah peternakan (ST2) adalah 22,44 0C. Rata – rata nilai temperatur pada lokasi hilir daerah peternakan (ST3) adalah 24,33 0C. Sedangkan rata – rata nilai temperatur pada lokasi titik sampel setelah adanya kegiatan peternakan yaitu 30 meter dari ST3 (ST4) adalah 24.00 0C.
Gambar 5.11. Rata-rata nilai TDS pada badan air Gambar 5.11. diatas menunjukkan rata-rata nilai TDS masing – masing lokasi titik sampel pada badan air dari hulu (ST1) adalah 145 mg/l, rata-rata nilai TDS pada badan air lingkungan (ST2) adalah 158,67 mg/l, rata-rata nilai TDS setelah ada kegiatan peternakan (ST3) adalah 308,00 mg/l, sedangkan rata-rata nilai TDS pada ST4 adalah 356,33 mg/l.
Gambar 5.12 Rata-rata nilai TSS pada badan air Gambar 5.12. diatas menunjukkan rata-rata nilai TSS masing – masing lokasi titik sampel pada badan air dari hulu (ST1) adalah 9,00 mg/l, rata-rata nilai
TSS pada badan air lingkungan (ST2) adalah 20,78 mg/l, rata-rata nilai TSS setelah ada kegiatan peternakan (ST3) adalah 80,67 mg/l, sedangkan rata-rata nilai TSS pada ST4 adalah 301,33 mg/l.
Gambar 5.13. Rata-rata nilai pH pada badan air Gambar 5.13 menunjukkan rata-rata nilai pH masing – masing lokasi titik sampel pada badan air dari hulu (ST1) adalah 7,00, rata-rata nilai pH pada badan air lingkungan (ST2) adalah 7,.02, rata-rata nilai pH setelah ada kegiatan peternakan (ST3) adalah 7,03, sedangkan rata-rata nilai pH pada ST4 adalah 7,20.
Gambar 5.14 Rata-rata nilai BOD5 pada badan air
Gambar 5.14. diatas menunjukkan rata-rata nilai BOD5 masing – masing lokasi titik sampel pada badan air dari hulu (ST1) adalah 5,13 mg/l, rata-rata nilai BOD5 pada badan air lingkungan (ST2) adalah 6,69 mg/l, rata-rata nilai BOD5 setelah ada kegiatan peternakan (ST3) adalah 19,07 mg/l, sedangkan rata-rata nilai BOD5 pada ST4 adalah 16,33 mg/l.
Gambar 5.15 Rata-rata nilai COD pada badan air Gambar 5.15. diatas menunjukkan rata-rata nilai COD masing – masing lokasi titik sampel pada badan air dari hulu (ST1) adalah 16,17 mg/l, rata-rata nilai COD pada badan air lingkungan (ST2) adalah 13,92 mg/l, rata-rata nilai COD setelah ada kegiatan peternakan (ST3) adalah 59,80 mg/l, sedangkan ratarata nilai COD pada ST4 adalah 51,97 mg/l.
Gambar 5.16. Rata – rata nilai amonia bebas (NH3) pada badan air Gambar 5.16. diatas menunjukkan rata-rata nilai ammonia bebas (NH3) masing – masing lokasi titik sampel pada badan air dari hulu (ST1) adalah 0,15 mg/l, rata-rata nilai ammonia bebas pada badan air lingkungan (ST2) adalah 0,73 mg/l, rata-rata nilai ammonia bebas setelah ada kegiatan peternakan (ST3) adalah 12,17 mg/l, sedangkan rata-rata nilai ammonia bebas (NH3) pada ST4 adalah 18,93 mg/l.
Gambar 5.17. Rata-rata nilai E. Coli pada badan air Gambar 5.17. diatas menunjukkan rata-rata E. coli masing – masing lokasi titik sampel pada badan air dari hulu (ST1) adalah 6.000 MPN, rata-rata nilai E.
coli pada badan air lingkungan (ST2) adalah 7.169.555,56 MPN, rata-rata nilai E. coli setelah ada kegiatan peternakan (ST3) adalah 1.026.666,67, sedangkan ratarata nilai E. coli pada ST4 adalah 1.323.333,33 MPN.
Gambar 5.18. Rata-rata nilai coliform pada badan air Gambar 5.18. diatas menunjukkan rata-rata coliform masing – masing lokasi titik sampel pada badan air dari hulu (ST1) adalah 10.666,67 MPN, ratarata nilai coliform pada badan air lingkungan (ST2) adalah 7.182.222,22 MPN, rata-rata nilai coliform setelah ada kegiatan peternakan (ST3) adalah 1.026.666,67, sedangkan rata-rata nilai coliform
pada ST4 adalah 1.590.000
MPN.
5.6.
Hasil Analisis Persepsi Masyarakat dan Tenaga Kerja terhadap Dampak Usaha Peternakan Data yang terkait dengan persepsi masyarakat tentang dampak usaha atau
kegiatan peternakan terhadap lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan tenaga kerja disajikan pada Tabel 5.11 sampai dengan Tabel 5.14
berdasarkan jawaban kuisioner dan wawancara langsung dengan 27 orang dari masyarakat di luar pengusaha ternak dan 6 orang pekerja yang bekerja di peternakan milik pengusaha di Dusun Bolangan..
Responden yang di pilih
merupakan masyarakat yang tidak mempunyai usaha ternak berumur antara 40 tahun sampai 50 tahun , sedangkan pekerja merupakan pekerja di peternakan yang menetap bersama keluarganya berumur antara 30 tahun sampai 50 tahun. Dampak usaha peternakan terhadap lingkungan (air, produktivitas pertanian, kebisingan, debu, bau) dari jawaban 27 responden masyarakat sekitarnya diperoleh data seperti Tabel 5.10
No I 1 2 II 1. 2 III 1 2 IV 1 2 V 1 2
Tabel 5.10 Dampak usaha peternakan terhadap lingkungan Menurut Masyarakat Dusun Bolangan Dampak Usaha Peternakan N (Frekuensi) Dampak terhadap perairan Pencemari perairan sekitarnya 27 Tidak mencemari perairan 0 Jumlah 27 Dampak terhadap produktivitas pertanian Menurunkan produktivitas pertanian 9 Meningkatkan produktivitas pertanian 18 Jumlah 27 Dampak terhadap kebisingan Menyebabkan kebisingan 5 Tidak menyebabkan kebisingan 22 Jumlah 27 Dampak terhadap debu Menyebabkan debu 25 Tidak menyebabkan debu 2 Jumlah 27 Dampak terhadap bau Menyebabkan bau 27 Tidak menyebabkan bau 0 Jumlah 27
% ( Prosentase) 100 0 100 33 67 100 19 81 100 93 7 100 100 0 100
Berdasarkan jawaban responden masyarakat Dusun Bolangan bahwa usaha peternakan telah mencemari air irigasi Subak Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas dan menyebabkan bau adalah 100%. Sedangkan prosentase responden yang menyatakan usaha peternakan telah mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian adalah 33 % dan menyatakan usaha peternakan telah meningkatkan produktivitas pertanian adalah 67 % , sedangkan usaha peternakan telah mengakibatkan kebisingan adalah 19 % dan tidak mengakibatkan kebisingan adalah 81 %,
untuk dampak debu yang ditimbulkan dari usaha peternakan
masyarakat berpendapat 93 % menyatakan mengakibatkan debu dan 7 % menyatakan tidak menimbulkan debu. Data jawaban responden untuk dampak usaha peternakan terhadap sosial ekonomi (lapangan pekerjaan,pendapatan, perekonomian, gangguang kesehatan dan konflik sosial) dari Tabel 5.11 diatas 11 % masyarakat menyatakan usaha peternakan telah mengurangi lahan pekerjaan dan 89 % masyarakat menyatakan usaha peternakan telah membuka lapangan pekerjaan baru, sedangkan untuk pendapatan 100 % masyarakat menyatakan
usaha peternakan meningkatkan
pendapatan masyarakat, sedangkan dampak untuk perekonomian secara umum 100 % masyarakat berpendapat dapat meningkatkan perekonomiannya, sedangkan untuk gangguan kesehatan 37 % berpendapat telah mengakibatkan gangguan kesehatan sedangkan 53 % menyatakan tidak menganggu kesehatan, sedangkan 100 % masyarakat berpendapat usaha peternakan tidak menimbulkan konflik diantar pengusaha dan masyarakat.
No I 1 2 II 1 2 III 1 2 IV 1 2
V 1 2
Tabel 5.11 Dampak usaha peternakan terhadap perekonomian dan sosial Menurut masyarakat Dusun Bolangan Dampak Usaha Peternakan N (Frekuensi) % (Prosentase) Usaha Peternakan berdampak terhadap mata pencaharian Mengurangi lapangan pekerjaan 3 11 Menambah lapangan pekerjaan baru 24 89 Jumlah 27 100 Usaha peternakan berdampak terhadap pendapatan masyarakat Menurunkan pendapatan 0 0 Menaikan Pendapatan 27 100 Jumlah 27 100 Usaha peternakan telah mempengaruhi perekonomian masyarakat Menurunkan perekonomian 0 Meningkatkan perekonomian 27 Jumlah 27 100 Berdampak terhadap kesehatan Menimbulkan gangguan kesehatan 10 37 Tidak menimbulkan gangguan 17 63 kesehatan Jumlah 27 100 Mengakibatkan konflik(perselihan antara masyarakat dan pengusaha) Menimbulkan konflik 0 0 Tidak menimbulkan konflik 27 100 Jumlah 27 100
Data jawaban responden untuk dampak usaha peternakan terhadap sosial ekonomi (lapangan pekerjaan,pendapatan, perekonomian, gangguang kesehatan dan konflik sosial) dari Tabel 5.11 diatas 11 % masyarakat menyatakan usaha peternakan telah mengurangi lahan pekerjaan dan 89 % masyarakat menyatakan usaha peternakan telah membuka lapangan pekerjaan baru, sedangkan untuk pendapatan 100 % masyarakat menyatakan
usaha peternakan meningkatkan
pendapatan masyarakat, sedangkan dampak untuk perekonomian secara umum 100 % masyarakat berpendapat dapat meningkatkan perekonomiannya, sedangkan
untuk gangguan kesehatan 37 % berpendapat telah mengakibatkan gangguan kesehatan sedangkan 53 % menyatakan tidak menganggu kesehatan, sedangkan 100 % masyarakat berpendapat usaha peternakan tidak menimbulkan konflik diantar pengusaha dan masyarakat. Secara keseluruhan, pernyataan dari 27 responden masyarakat tentang persepsinya terhadap dampak usaha peternakan terhadap lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat, disajikan pada Tabel 5.12.
No. 1. 2.
Tabel 5.12 Persepsi masyarakat Dusun Bolangan Persepsi N (Frekuensi) % ( Prosentase) Negatif (Buruk) 1 4 Skor 10 – 15 Positif (Baik) 26 96 Skor >15 – 20 Jumlah 27 100
Berdasarkan Tabel 5.12 di atas, prosentase persepsi masyarakat yang positif (baik) terhadap dampak usaha peternakan lebih besar daripada persepsi negatif (buruk). Pernyataan dari 6 tenaga kerja yang dipilih sebagai responden untuk dampak usaha peternakan terhadap lingkungan sekitanya disajikan dalam Tabel 5.13
Tabel 5.13 Dampak usaha peternakan terhadap lingkungan
menurut tenaga kerja peternakan No I 1 2 II 1. 2 III 1 2 IV 1 2 V 1 2
Dampak Usaha Peternakan Dampak terhadap perairan Pencemari perairan sekitarnya Tidak mencemari perairan Jumlah Dampak terhadap produktivitas pertanian Menurunkan produktivitas pertanian Meningkatkan produktivitas pertanian Jumlah Dampak terhadap kebisingan Menyebabkan kebisingan Tidak menyebabkan kebisingan Jumlah Dampak terhadap debu Menyebabkan debu Tidak menyebabkan debu Jumlah Dampak terhadap bau Menyebabkan bau Tidak menyebabkan bau Jumlah
N (Frekuensi)
% ( Prosentase)
6 0 6
100 0 100
0 6 6
0 100 100
0 6 6
0 100 100
6 0 6
100 0 100
6 0 6
100 0 100
Berdasarkan jawaban responden tenaga kerja pada Tabel 5.13 diatas, tenaga kerja peternakan berpendapat usaha peternakan telah mencemari air irigasi Subak Munduk Lenggung dan tukad Yeh Empas,
menyebabkan debu dan
menyebabkan bau adalah 100%. Sedangkan 100% pendapat tenaga kerja usaha peternakan tidak menyebabkan kebisingan dan meningkatkan produkstivitas pertanian.. Persepsi tenaga kerja peternakan terhadap dampak sosial dan ekonomi di sajikan dalam Tabel 5.14
Tabel 5.14
Dampak usaha peternakan terhadap perekonomian dan sosial menurut tenaga kerja peternakan Dusun Bolangan No I 1 2 II 1 2 III 1 2 IV 1 2
V 1 2
Dampak Usaha Peternakan Usaha Peternakan berdampak terhadap mata pencaharian Mengurangi lapangan pekerjaan Menambah lapangan pekerjaan baru Jumlah Usaha peternakan berdampak terhadap pendapatan masyarakat Menurunkan pendapatan Menaikan pendapatan Jumlah Usaha peternakan telah mempengaruhi perekonomian masyarakat Menurunkan perekonomian Meningkatkan perekonomian Jumlah Berdampak terhadap kesehatan Menimbulkan gangguan kesehatan Tidak menimbulkan gangguan kesehatan Jumlah Mengakibatkan konflik(perselihan antara masyarakat dan pengusaha) Menimbulkan konflik Tidak menimbulkan konflik Jumlah
N (Frekuensi)
% (Prosentase)
0 6 6
0 100 100
0 6 6
00 100 100
0 6 6
0 100 100
0 6
0 100
6
100
0 6 6
0 100 100
Jawaban semua responden dari tenaga kerja peternakan adalah 100% menyatakan usaha peternakan telah membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan pendapatan, meningkatkan perekonomian masyarakat, tidak menimbulkan gangguan kesehatan dan tidak menimbulkan konflik antara pengusaha dan masyarakat sekitarnya. Secara keseluruhan, pernyataan dari 6
responden tenaga kerja yang
bekerja pada peternakan tentang persepsinya terhadap dampak usaha peternakan terhadap lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat, disajikan pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15 Persepsi tenaga kerja peternakan No. 1.
2.
Persepsi Negatif (Buruk) Skor 10 – 15
N (Frekuensi) 0
% ( Prosentase) 0
Positif (Baik) Skor >15 – 20
6
100
Jumlah
6
100
Berdasarkan Tabel 5.15 di atas, prosentase persepsi tenaga kerja usaha peternakan berdampak positif (baik) terhadap lingkungan , sosial dan ekonomi masyarakat. .
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Usaha Peternakan dan Pengelolaan Lingkungan 6.1.1. Karakteristik usaha peternakan Usaha peternakan di Dusun Bolangan pada awalnya merupakan pekerjaan sampingan yang dimulai sejak tahun 1985 namun dengan hasil serta kebutuhan akan telur terus meningkat peternakan ini terus berkembang pesat dan mencapai puncaknya pada tahun 1992. Pada tahun 2004 dengan adanya isu flu burung (avian influenza), mengakibatkan kemerosotan yang cukup drastis bahkan hampir mengalami kebangkrutan dan pada tahun 2006 para pengusaha ternak mulai menjalani lagi usahanya dengan bantuan permodalan pihak ketiga (bank) dan terus berkembang pesat sampai sekarang Saat ini 78 orang penduduk Dusun Bolangan yang serius untuk terjun dalam usaha ternak ayam petelur dengan luas areal peternakan yang dimiliki peternak berkisar antara 0,01 sampai 2 ha yang sesuai dengan jumlah ternak yang dimiliki. Peternakan ayam menggunakan sistem kandang baterai yakni sejumlah ayam dipelihara dalam kandang-kandang terpisah dan ditempatkan agak tinggi dari permukaan tanah, dengan kandang dasar berlubang-lubang sehingga kotoran akan jatuh dan bertumpuk di bawah kandang. Jenis ayam petelur yang dipelihara adalah jenis ayam ayam petelur medium yang mana ayam berbulu coklat, tubuh tidak terlalu gemuk dan juga tidak terlalu kurus, kemampuan ayam bertelur sangat tergantung dari makanan yang
diberikana. Jumlah ternak ayam yang ada dan masih produktif yang dimiliki pengusaha ternak di Dusun Bolangan berkisar antara 1.500 sampai 60.000 ekor setiap pengusaha. Disamping berternak ayam petelur para pengusaha ternak di Dusun Bolangan juga mengembangkan usaha penggemukan babi, jenis babi yang banyak di pelihara merupakan jenis persilangan dari luar Bali seperti landrace dan Hampshire, bibit dibeli dari luar Dusun Bolangan dan ada beberapa masyarakat sendiri yang mengembangkan indukan yang dikawinkan dengan kawin suntik oleh dokter hewan atau pembuahan langsung. Jumlah ternak babi yang ada yaitu 6 sampai 300 ekor. Pakan yang diberikan untuk ayam petelur yaitu pakan jenis seirad, wonokoyo dan carun dengan jumlah rata-rata 1.434,06 kilogram per hari . Pakan yang diberikan untuk babi adalah babi A, konsentrat, dan dedak dengan jumlah rata-rata 274,56 kg per hari. Pembelian pakan dilakukan peternak secara kolektif dengan memesan secara bersama sama dengan peternak lainnya langsung ke pabriknya sehingga harganya jauh menjadi lebih murah. Tenaga yang bekerja di peternakan ini hampir semua pemilik ternak yang mempunyai ternak dengan jumlah sedikit (2.000 ekor) sedangkan untuk yang mempunyai jumlah ternak besar antara 5.000 ekor keatas mendatangkan pekerja dari luar Dusun Bolangan seperti dari Kabupaten Buleleng bahkan banyak yang berasal dari Jawa. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di peternakan berkisar antara satu sampai 17 orang . Kesehatan ternak adalah prioritas agar dapat menghasilkan dengan baik dan mendapatkan hasil tambahan dari penjualan kootoran maka pembersihan
kandang dilakukan setiap 5 minggu sekali untuk kandang ayam dan satu hari sekali untuk kandang babi. Rata-rata jumlah limbah/kotoran yang dihasilkan dari peternakan ayam setiap kali pembersihan kandang yaitu 4.629,38 kilogram. Sedangkan peternakan babi menghasilkan 203,63 kilogram kotoran tiap kali pembersihan kandang. Ayam Petelur dewasa dapat menghasilkan limbah kotoran seberat 0,06 kg/hari/ekor (Fontenot. et.al,1983) Kotoran ayam sebagian besar
dijual kepada pihak ketiga untuk
dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Pihak ketiga selaku pembeli akan datang langsung ke lokasi peternakan tiap kali dilakukan pembersihan. Rata-rata hasil penjualan kotoran ayam yang diperoleh pengusaha yaitu Rp. 3.321.875,00 tiap kali dilakukan pembersihan kandang. Penjualan kotoran ke pihak ketiga dilakukan atas dasar beberapa alasan yaitu belum tersedianya sarana pembuatan kompos disamping untuk memperoleh penghasilan tambahan tanpa mengeluarkan banyak biaya. Sumber air yang digunakan untuk kegiatan peternakan di Dusun Bolangan berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM) Desa yang merupakan pengelolaan air swadaya masyarakat dan air irigasi. Peternakan ayam menggunakan PAM Desa sebagai sumber air utama. Sedangkan peternakan babi menggunakan air irigasi. Pemanfaatan PAM Desa yang merupakan swadaya masyarakat karena belum tersedianya jaringan PDAM oleh pemerintah daerah. 6.1.2. Pengelolaan lingkungan peternakan Menurut Undang – Undang
Nomor 32 Tahun 2009 yang dimaksud
dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup
yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Dampak dari suatu kegiatan usaha peternakan akan sangat berpengaruh terhadap lingkungan (perairan, udara ) sekitarnya serta bisa menganggu kesehatan masyarakat maupun akan mengurangi produktivitas ternak itu sendiri. Keberadaan usaha ternak akan terus ada bila produktivitas ternak serta dampak yang ditimbulkan bisa di kurangi dengan melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkan untuk bisa mendapatkan nilai ekonomi maupun melakukan proses pengolahan sehingga aman bila dibuang ke lingkungan sekitarnya. a. Perijinan dan dokumen kelayakan lingkungan. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/MDAG/PER/2007 menyebutkan bahwa setiap usaha perdagangan wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Usaha peternakan yang ada di Dusun Bolangan disamping sebagai produksi juga langsung sebagai distributor ke pengepul telur maka harus memiliki SIUP. Karena usaha peternakan walaupun dalam skala kecil sampai besar karena akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan maka seharus memiliki ijin gangguan, Ijin gangguan merupakan salah satu ijin yang harus dimiliki sebagai persyaratan untuk mengurus ijin lainnya. Ijin gangguan yang lebih dikenal dengan HO (Hinder Ordonantie) merupakan persetujuan dari pendamping dari tempat usaha yang akan didirikan Izin mendirikan bangunan (IMB) merupakan ijin yang harus dimiliki oleh usaha ternak dalam membangun tempat usaha, IMB merupakan izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada orang atau badan untuk mendirikan bangunan agar desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku, sesuai dengan garis sepadan sungai, sepadan bangunan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan penghuninya. Keberadaan usaha ternak di Dusun Bolangan dari 16 orang peternak yang diminta untuk menjadi responden hanya 13 % yang memiliki perijinan yang lengkap (IMB,HO dan SIUP) yaitu hanya 2 orang , 25 % yang memiliki IMB dan SIUP yaitu 4 orang, 56 % yang memiliki SIUP saja dan 6,3 % yang tidak memiliki perijinan sama sekali. Hal ini menunjukan masih sangat rendahnya kesadaran dari peternak untuk memenuhi semua persyaratan perijinan yang harus dimiliki dari suatu usaha, namun hampir semuanya memiliki SIUP dari hasil wawancara dengan peternakan hal ini disebabkan karena SIUP sebagai persyaratan untuk mengajukan kredit perbankan dengan suku bunga yang rendah dan masih sangat kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah tentang persyaratan perijinan bagi suatu usaha serta pengurusan perijinan yang masih sangat sulit. Sesuai dengan Surat Keputusan Mentan Nomor 237/1991 dan SK Mentan No. 752/1994 bahwa Usaha peternakan dengan populasi lebih dari 10.000 ekor induk yang terletak dalam satu hamparan lokasi perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Hal ini sama dengan Surat Edaran dari Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Nomor :B. 5362/Dep.I-1/LH/07/2010 tentang Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib dilengkapi dengan UKL-UPL termuat bahwa kegiatan bidang peternakan ayam petelur yang skala/besarannya lebih besar dari 10.000 ekor dan
usaha peternakan babi yang sekala besarannya lebih dari 125 ekor wajib dilengkapi dengan UKL-UPL. Usaha peternakan yang ada di Dusun Bolangan dengan jumlah rata – rata setiap peternak memiliki lebih dari 20.000 ekor induk maka seharusnya wajib memiliki dokumen UKL-UPL namun dari responden yang diteliti serta wawancara langsung hanya 19 % atau 3 orang yang baru akan menyusun dokumen UKL-UPL tersebut. Sedangkan sisanya sebesar 81 % atau 13 orang sama sekali belum memiliki dan belum ada inisiatif bahkan tidak mengetahui dokumen UKL-UPL ini. Hal ini karena kurangnya sosialisasi serta penegakan aturan secara tegas dari aparat pemerintah. Pelaksanaan pengawasan serta pemantauan lingkungan harus dinilai dan dilakukan oleh pemilik usaha peternakan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam hal ini masyarakat yang berada dekat dengan kawasan usaha ini. Seharusnya masyarakat yang berada di sekitar peternakan melaporkan kepada instansi terkait jika terjadi kasus pencemaran atau mengganggu kenyamanan sebagai dampak dari keberadaan usaha ini. Hal ini sama sekali tidak dilakukan karena pemilik usaha merupakan warga Dusun Bolangan sendiri yang secara langsung maupun tidak langsung masih mempunyai hubungan keluarga dan secara ekonomi kegiatan peternakan ini masih sangat menguntungkan secara finansial. Pemantauan dan pengawasan lingkungan sangat penting karena hasilnya merupakan umpan balik untuk perbaikan lingkungan serta keberlanjutan usaha
tersebut. Pemantauan dapat berguna pula sebagai alat untuk menilai kondisi lingkungan dari waktu ke waktu (Damopolh,1991) Melihat pentingnya perijinan serta dokumen UKL-UPL yang seharusnya dimiliki peternak jika dilihat dari jumlah ternak yang dimiliki maka diberikan bobot 0,20 untuk peijinan 0,10 dan dokumen UKL-UPL bobotnya 0,10 . Bila semua jawaban responden di rata-ratakan nilai 0,26 untuk perijinan dan nilai 0,12 untuk dokumen UKL-UPL. b. Letak usaha dan sarana prasarana usaha Usaha peternakan akan terus mengalami peningkatan bila produktivitas ternak dapat terus dipertahankan. Dalam peningkatan ini banyak hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah kesehatan ternak, sehingga ternak dapat berproduksi secara maksimal. Kesehatan ternak merupakan hal yang sangat penting dalam keberhasilan peternakan yang diawali dari proses pencampuran dan komposisi pakan sampai pendistribusian. Penyimpanan dan
pencampuran makanan ternak
perlu kiranya
dipisahkan dari kandang ternak untuk mencegah kontaminasi dari kotoran ternak yang banyak mengandung bakteri. Disamping itu kesehatan pekerja juga harus diprioritaskan agar dapat beraktivitas secara maksimal dengan memisahkan perumahan karyawan dengan kandang ternak sehingga aktivitas sehari-harinya (memasak, tidur dll) tidak menyatu dengan ternak sehingga sanitasi makanannya dapat terjaga. Bangunan kandang ternak sebaiknya jauh dari permukiman penduduk dan saluran air karena akan terjadi indikasi pembuangan limbah secara langsung ke
badan air. Diusahakan ada pohon penghijauan karena pohon bisa sebagai penahan bau serta debu yang berasal dari kandang ternak tersebut. Usaha ternak di Dusun Bolangan dari 16 responden pengusaha 2 orang atau 13 % yang letak kandangnya >250 meter dari perumahan penduduk serta ada pohon penghijauan, 2 orang 100 - 250 meter dari perumahan penduduk ada pohon penghijauan, 8 orang 50 – 100 meter ada pohon penghijauan , 1 orang 50 – 100 meter tidak ada pohon penhijauan dan 3 orang yang masih berhimpit dengan perumahan penduduk (<50 meter) serta tidak ada pohon penghijauan. Keberadaan bangunan kandang ternak di dusun ini pada awalnya merupakan usaha sampingan dengan kapasitas yang kecil dengan membangun kandang di belakang rumah atau pada lahan kosong disekitar rumahnya. Seiring dengan perkembangan usaha yang semakin maju, secara bertahap pengusaha ini membangun kandang ternak mereka pada lahan sawah yang mereka miliki yang memiliki akses jalan untuk mempermudah pendistribusikan makanan dan keperluan ternak lainnya. Kandang ternak yang masih dalam satu lokasi dengan rumah penduduk hanya kandang yang memiliki kapasitas kecil yaitu + 2.000 ekor. Usaha ternak di Dusun Bolangan merupakan peternakan campuran antara penggemukan babi dan ayam petelor, ternak babi dalam proses pembersihan kandangnya memerlukan air yang banyak, maka letak bangunan ternak dipilih lahan yang
merupakan tanah pertanian yang masih mendapatkan saluran air
irigasi sehingga letak kandang para peternak 9 orang atau 56 % pada 50 – 250 meter dari saluran irigasi sedangkan sisanya < 50 meter.
Sarana dan prasarana penunjang seperti gudang penyimpanan makanan, penyimpanan hasil (telor) dan perumahan karyawan 9 orang responden pengusaha sudah membangun secara terpisah dengan kandang ternak tapi masih dalam satu lokasi, sedangkan 7 orang masih menyatu dengan kandang ternak. Hasil wawancara langsung dengan para pengusaha menyatakan bahwa mereka kesulitan untuk membangun sarana prasarana tersebut karena keterbatasan lahan yang dimiliki dan tofografi lahan yang sangat curam sehingga lahan yang dimiliki dimanfaatkan secara maksimal. Gudang penyimpanan hasil (telor) tidak mereka bangun dengan alasan langsung diambil oleh pembeli/pengepul jika hasil produksi sudah memenuhi. Hal ini dikarenakan umur simpan telor yang tidak tahan lama. Dalam menjaga sanitasi produksi dan kesehatan ternak agar tidak terkontaminasi dengan bakteri, menjaga kualitas perairan sekitar peternakan dan kenyamanan masyarakat merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh pengusaha. Bobot yang diberikan yaitu 0,20. Untuk jarak usaha dari perumahan, bobotnya 0,5 dan bila semua jawaban responden maka nilainya 0,12, sedangkan untuk letak kandang dengan saluran irigasi diberikan bobot 0,5 maka nilainya 0,10 dan sarana prasarana penunjang dengan bobot 0,1 maka nilainya 0,29. c. Pengelolaan limbah Dampak dari peternakan sebenarnya bisa dikurangi bila limbah baik limbah padat maupun limbah cair yang dihasilkan telah dilakukan pengolahan yang benar dengan mendapatkan nilai ekonomi yang cukup tinggi dari proses ini. limbah padat ternak telah banyak dimanfaatkan untuk kompos maupun untuk biogas dan limbah cair dilakukan pengolahan dengan membangun instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) sehingga bila dibuang ke lingkungan telah aman dan tidak menyebabkan pencemaran. Hasil jawaban responden pengusaha hanya 7 orang yang memiliki instalasi biogas namun tidak berfungsi dengan baik sedangkan 9 orang lainnya sama sekali tidak memiliki. Untuk pengomposan, 15 orang responden yang tidak melakukan pengomposan hanya dijual ke pihak ketiga dan hanya 1 orang yang melakukan pengomposan tapi tidak secara rutin hanya memanfaatkan sisa-sisa kotoran yang tidak terjual. Hasil jawaban responden terhadap pengelolaan limbah cair menunjukkan 2 orang peternak hanya memiliki bak penampungan dan 14 orang lainnya langsung dibuang ke badan air sekitarnya atau lingkungan sekitanya. Pemanfaatan serta pengolahan limbah ternak terutama limbah padat dari ternak ayam sebenarnya sudah ada, dengan dibangunnya pabrik pengomposan oleh PT Petrokimia namun tidak dapat beroperasi dengan lancar karena masalah teknis dan kekurangan bahan baku. Dusun Bolangan sendiri sudah mulai membangun pabrik kompos atas bantuan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan yang diharapkan beroperasi tahun 2011 ini. sehingga permasalahan limbah padat ayam petelor ini bisa teratasi. Limbah cair yang dihasilkan dari peternakan ayam hanya berasal dari proses pembersihan tempat makan dan minum serta dari pembersihan alas tempat kotoran ayam setelah pembersihan kotoran dengan jumlah yang tidak signifikan. Tetapi limbah cair dari ternak babi sangat banyak dihasilkan yang bersumber dari proses pembersihan kandang yang dilakukan setiap hari. Limbah ternak banyak
mengandung bakteri E.coli yang bisa menyebabkan sakit pada manusia. Penanganan limbah cair wajib dilakukan oleh pengusaha ternak untuk menjaga lingkungan sekitarnya dan kelangsungan produktivitas ternak. Kontaminasi E.coli dapat menganggu pertumbuhan ternak ataupun mengurangi kemampuan berproduksi. Dari responden pengusaha ternak hanya 2 orang yang memiliki bak penampungan untuk limbah cair dan bak tersebut juga mengalami kerusakan karena tidak bisa lagi menampung limbah yang dihasilkan sehingga limbah yang dihasilkan meluap dari bak penampungan. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengertian dari peternak arti pentingya penanganan limbah untuk kelangsungan usaha ternak mereka dan juga kurangnya pengawasan dari instansi terkait serta masyarakat sekitarnya. Dari peninjauan di lapangan limbah dari ternak babi sebagian besar langsung dialirkan ke saluran irigasi sehingga penampakan air menjadi hitam karena dipenuhi fases dari babi dan sisa makanan. Para petani yang sawahnya dilewati oleh saluran irigasi tersebut sering mengeluh gatal-gatal pada saat mengolah tanahnya. Penanganan limbah padat dan cair sebagai sumber dampak dari usaha peternakan maka diberikan bobot yang besar yaitu 0,60 untuk instalasi Biogas sebagai pemanfaatan 0,15 , untuk pengomposan 0,15 dan untuk penanganan limbah cair 0,30 maka jawaban responden bila kalikan dengan nilainya untuk pemilikian biogas menjadi 0,.32 dan pengomposan 0,.17 dan pengelolaan limbah cair 0,38.
Nilai total pengelolaan lingkungan peternakan dari perizinan, tata letak, sarana prasarana dan pengelolaan limbahnya adalah 1,775 bila dibandingkan dengan skala likert maka termasuk ke dalam katagori kurang dengan rentang nilai 1,1 – 2,.0 Dari hasil penelitian ini karakteristik peternakan di Dusun Bolangan merupakan peternakan majemuk (ayam dan babi) yang mulai berkembang dari tahun 1985 yang mengalami perkembangan yang sangat baik dilihat dari jumlah ternak yang dipelihara terus mengalami peningkatan tetapi kurang dalam pengelolaan lingkungan baik dari ketaatan perizinan, dokument pengelolaan lingkungan, kesesuaian letak dari perumahan dan badan air serta tanpa pengelolaan limbah cair yang kurang memadai sehingga mempengaruhi kualitas badan air dilingkungan peternakan tersebut.
6.2 Analisis Kualitas Air Limbah Peternakan Kualitas air limbah peternakan baik yang air yang melewati kandang ayam maupun kandang babi dan kandang ternak campuran yang di dapat dari pemeriksanaan secara langsung (insitu) dan laboratorium (outsitu) baik untuk parameter fisik, kimia dan biologi sangat diperlukan dalam pengelolaan dan pengendalian pencemaran air. Penilaian pada dasarnya untuk menghitung perkiraan beban pencemaran yang mempengaruhi kualitas badan air sekitar daerah peternakan.
6.2.1 Konsentrasi kandungan fisik air limbah peternakan a. Temperatur Dalam proses pemeliharaan ternak baik ternak ayam petelur dan ternak babi dihasilkan limbah padat fases serta limbah cair, limbah cair atau air limbah secara fisik saluran air limbah melewati kandang ternak ayam hampir tidak ada perbedaan dengan air sebelum masuk ke daerah peternakan yaitu terlihat jernih tetapi yang melewati kandang babi terlihat keruh dengan warna kecoklatan dan dipenihi fases babi yang sengaja dialirkan saat pembersihan kandang babi. Air limbah yang dihasilkan dari pembersihan kandang babi mengandung cukup banyak bahan organik, dimana keberadaan bahan organik sering menimbulkan bau tidak sedap setelah mengalami proses pembusukan. Rata-rata temperatur air limbah yang melewati kandang ayam adalah 22,500C, rata – rata temperatur yang berasal dari kandang babi adalah 23,000C sedangkan rata-rata temperatur pada titik pengambilan sampel ke tiga yang merupakan saluran air yang melewati kedua peternakan adalah 22,670C. sedangkan dalam profil Desa Babahan disebutkan rata –rata temperatur nya antara 22 – 260C. b. Total Suspended Solid (TSS) Nilai rata – rata dari padatan tersuspensi (TSS) pada air limbah dari peternakan ayam adalah 13,67 mg/l, dari ternak babi nilai TSS adalah 1.082,67 mg/l dan dari ternak campuran rata-rata nilai TSS adalah 11,83 mg/l. Dalam Permen LH No 11 Tahun 2009 ditetapkan bahwa kadar maksimum TSS untuk limbah peternakan babi adalah 300 mg/l. Sehingga nilai TSS pada limbah ternak
babi sudah melebihi baku mutu limbah peternakan babi yang akan memberikan beban pencemaran pada perairan disekitar peternakan, ini disebabkan karena air limbah dari peternakan tersebut sama sekali belum dilakukan pengolahan sehingga menyebabkan badan air menjadi keruh, yang dapat mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga menghalangi proses fotosintesa serta menyebabkan berkurangnya produksi oksigen dalam air (Kristanto, 2002). Rendahnya nilai TSS dari peternakan ayam dan campuran karena peternakan ayam sedikit sekali menghasilkan limbah cair sehingga kandungan TSS yang masuk saluran air itu hanya merupakan ceceran saat pembersihan pada peternakan campuran limbah cairnya sudah melalui bak penampungan sebelum dibuang ke lingkungan. Menurut Sugiharto (1987) air limbah yang memiliki nilai padatan tersuspensi (TSS) >100 mg/l sudah dianggap berpotensi menimbulkan kekeruhan dan menyebabkan gangguan lainnya. c. Total Dissolved Solid (TDS) Nilai rata – rata dari padatan terlarut (TDS) pada air limbah peternakan ayam adalah 171,33 mg/l, ternak babi rata-rata TDS adalah 562,67 mg/l dan dari peternakan campuran rata-rata TDS adalah 153,67 mg/l. Padatan terlarut (TDS) merupakan partikel padatan yang memiliki ukuran yang sangat kecil dengan ukuran ,2 x 10-6 m sehingga tidak terlihat secara kasat mata. Nilai padatan terlarut (TDS) > 500 mg/l dapat menimbulkan bau,rasa, warna yang dapat mengganggu unsur estetika (Rudi,2006)
Dari hasil rata-rata TDS ketiga (3) air limbah peternakan, peternakan babi paling berpotensi pencemari badan air pada daerah peternakan tersebut walaupun dalam baku mutu air limbah bagi peternakan babi Permen LH No 11 Tahun 2009 tidak dicantumkan . 6.2.2 Konsentrasi kandungan kimia limbah peternakan a. Derajat Keasaman pH Nilai rata rata pH di semua peternakan nilainya 7 , dalam baku mutu limbah peternakan babi yang dicantumkan dalam Permen LH No 11 Tahun 2009 disebutkan pH adalah 6 – 9 sehinggan konsentrasi pH limbah peternakan ini menunjukan kondisi normal. Terjadinya perubahan keasaman pada air limbah, baik ke arah asam (pH turun) maupun ke arah basa (pH naik) akan mengganggu kehidupan ikan dan hewan air (Kristanto, 2002).
pH lebih kecil dari 4 dapat
menyebabkan kematian tumbuhan, karena tidak dapat beradaptasi terhadap pH rendah (Effendi, 2003), sedangkan menurut Soemarwoto (1986), bahwa pH lebih kecil dari 5 dan pH lebih besar dari 10 dapat mengganggu proses biologis yang berlangsung di air. b. Biochamical Oksigen Demand (BOD5) Kandungan BOD5 dari ketiga sumber air limbah yang di teliti, dari peternakan ayam petelur rata – rata konsentrasi BOD5 adalah
8,40 mg/l,
peternakan babi rata-rata BOD5 adalah 79,93 mg/l, air limbah pada peternakan campuran rata – rata kandungan BOD5 adalah 10,90 mg/l. Kebutuhan oksigen biokima (BOD) merupakan ukuran banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang ada dalam perairan
dalam volume tertentu. Secara umum BOD diukur dalam jangka waktu 5 hari. Artinya banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme dalam menguraikan bahan-bahan organik baik yang terlarut maupun tersuspensi paling tinggi dalam waktu lima hari pada suhu konstan 20 0C (Alaerts dan Santika, 1987). Dalam Permen LH Nomor 11 Tahun 2009 disebutkan kadar maksimum BOD5 pada peternakan babi adalah 150 mg/l maka bila melihat hasil penelitian pada Outlet limbah babi yang nilai BOD5 sebesar 79,.93 mg/l maka ini masih jauh dibawah baku mutu air limbah. Tetapi menurut Rudi dan Endro, 2006 air limbah yang memiliki nilai BOD5 >50 mg/l umumnya sudah membutuhkan perhatian khusus karena dianggap berpotensi mencemari badan air penerima. Dari hasil kandungan BOD5 ketiga titik sampel diatas peternakan babi yang memiliki kandungan BOD5 melebih baku mutu sehingga perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan limbahnya, dalam limbah ternak babi telah terjadi proses penguraian bahan organik secara biologis yang menyebabkan peningkatan nilai BOD5 karena fases dari babi banyak mengandung bahan organik. c. Chimical Oksigen Demand (COD) Kebutuhan oksigen kimia (COD) merupakan ukuran banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang tidak terurai yang ada dalam perairan dalam volume tertentu. Rata – rata kandungan COD air limbah ternak ayam adalah 31,50 mg/l, ternak babi rata – rata nilai COD adalah 250,53 mg/l dan pada titik sampel dari peternakan campuran rata-rata nilai COD adalah 14,40 mg/l. Bila dibandingkan dengan Permen LH
Nomor 11 Tahun 2009 yang menyebutkan kadar maksimum COD air limbah peternakan babi adalah 400 mg/l. maka konsentrasi COD limbah dari semua peternakan pada penelitian ini masih jauh dibawah baku mutu air limbah peternakan. Menurut Rudi dan Endro (2006) air limbah yang memiliki nilai COD > 70 mg/l umumnya sudah mendapatkan perhatian khusus karena dianggap berpotensi mencemari. Dari hasil rata-rata COD ketiga titik sampel limbah peternakan babi yang mempunyai COD yang paling tinggi sehingga perlu mendapat perhatian untuk pengelolaan sebelum dibuang ke badan air. Hal ini karena kotoran babi banyak mengandung bahan organik sehingga terjadi penguraian bahan organik yang tidak terurai secara biologis yang menyebabkan tingginya nilai COD. d. Ammonia Bebas (NH3) Ammonia bebas (NH3) bersifat mudah larut dalam air berupa gas yang berbau tidak enak , sangat tajam dan menusuk hidung sehingga kadarnya harus rendah (Sutrisno dan Suciati, 2004). Rata – rata kandungan ammonia bebas pada air limbah ternak ayam petelur yaitu 2,75 mg/l, pada ternak babi rata-rata sebesar 69,02 mg/l dan ternak campuran rata – rata sebesar 1,00 mg/l, walaupun dalam Permen LH No 11 Tahun 2009 kandungan ammonia pada air limbah ternak babi tidak dicantumkan tetapi. kandungan ammonia bebas pada ketiga air limbah ternak, akan memberikan beban bagi badan air irigasi sekitar peternakan. Ammonia merupakan produk utama dari penguraian (pembusukan) limbah nitrogen organik yang keberadaanya bila berlebihan menunjukkan
terjadinya pencemaran. Tingginya nilai ammonia menunjukkan bahwa produk utama dari penguraian (pembusukan) limbah buangan organik juga tinggi, dan keberadaanya menunjukkan terjadinya pencemaran. Bila terjadi penurunan konsentrasi oksigen, maka proses degradasi bahan buangan organik ini menjadi karbondioksida, air dan ammonia. Timbulnya ammonia dalam kondisi anaerob ini, menyebabkan bau busuk pada air lingkungan (Wardhana, 2001). Jika dilihat dari rata-rata nilai ammonia pada ketiga sumber air limbah diatas ternak babi memiliki konsentrasi paling tinggi 6.2.3 Konsentrasi kandungan biologi air limbah peternakan a. Eschericia coli (E-coli) Salah satu kandungan air limbah dari ternak adalah Eschericia coli (Ecoli) yang merupakan bakteri berasal dari fases hewan dan manusia. Keberadaan E- coli ini pada peternakan bisa mengganggu kesehatan masyarakat sekitarnya yang memanfaatkan air yang telah tercemar bakteri ini, maupun bisa menganggu kesehatan ternak dan menurunkan reproduksi telur pada ayam petelur. Keberadaan bakteri E-coli pada air limbah ternak yang berada di Dusun Bolangan sangat tinggi, rata – rata kandungan bakteri E-Coli pada ternak ayam adalah
5.200.000 MPN, ternak babi rata – rata kandungan E. Coli adalah
9.513.333.33 MPN, kemudian nilai E-Coli pada ternak campuran rata-rata nilai E.Coli adalah 2.366.666,67 MPN . Tingginya kandungan E-Coli pada air limbah ternak babi disebabkan karena air limbah ternak babi yang dibuang bersamaan dengan saat pembersihan kandang , sedangkan pada kotoran ayam merupakan ceceran kotoran yang jatuh pada air di samping kandang maupun sisa kotoran
yang tidak terangkut dibuang sembarangan . disamping itu jumlah ternak sangat mempengaruhi kandungan bakteri ini , semakin banyak ternak maka semakin banyak kandungan E.coli pada limbahnya. Besarnya kandungan bakteri E. Coli merupakan indikator bahwa pembuangan limbah peternakan akan mengakibatkan pencemaran pada perairan sekitar peternakan. b. Coliform Nilai rata – rata kandungan coliform dari ternak ayam adalah 5.200.000 MPN, rata-rata pada ternak babi adalah 14.180.000, dan pada ternak campuran adalah 3.033.333 MPN. Kelompok coliform termasuk spesies dari genera Escherichia, klebsiella, Enterobakter, Citrobacter dan E.Coli . coliform secara historis digunakan sebagai mikroorganisme indikator untuk melayani sebagai ukuran kontaminasi tinja sehingga berpotensi keberadaan pathogen enteric dalam air tawar. Dari hasil penelitian terlihat untuk air limbah ternak ayam pada titik sampel Q01 jumlah bakteri E.Coli sama dengan coliform berarti pada air limbah tersebut hanya mengandung bakteri E.Coli, sedangkan pada outlet sampel pada Q02 dan Q03 yang merupakan outlet pembuangan air limbah dari ternak babi dan campuran ada perbedaan kandungan bakteri E.Coli dan Coliform ini mengindikasikan terdapat bakteri – bakteri jenis lainnya dalam air limbah tersebut terutama pada ternak babi . Hasil pengukuran konsentrasi air limbah pada ketiga titik pengambilan sampel terlihat yang paling besar memberi beban pencemaran pada badan air
lingkungan peternakan adalah peternakan babi dengan konsentrasi parameter TSS yang telah melewati baku mutu air limbah ternak dan kandungan bakteri E.coli yang sangat besar.
6.3 Analisis Kualitas Badan Air Irigasi Kualitas badan air sebegai penerima beban dari suatu kegiatan (irigasi Subak Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas) merupakan pencerminan konsentrasi parameter kualitas badan air, baik secara fisik, kimia maupun biologi sangat diperlukan untuk mengetahui dampak terhadap lingkungan yang terjadi dari suatu kegiatan. Penelitian ini pada dasarnya adalah membandingkan kualitas badan air sebelum masuk kegiatan peternakan dengan badan air pada lingkungan peternakan dan setelah kegiatan peternakan. 6.1.1
Kualitas fisik
a. Temperatur Nilai rata-rata temperatur pada badan air irigasi penerima dari tiga (3) kali pengulangan pada hulu badan air irigasi Munduk Lenggung dan tukad Yeh Empas (ST1) adalah 21,67 0C, untuk daerah peternakan (ST2) nilai rata- rata temperatur adalah 22,.58 0C, untuk daerah hilir daerah peternakan (ST3) rata-rata temperatur adalah 24,33 0C dan pada 30 meter setelah ST3 yang merupakan (ST4) rata – rata suhunya adalah 24,00 0C. Menurut Effendi (2003), bahwa suhu air normal adalah berkisar dari 24–30°C. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim lintang, ketinggian dari permukaan air laut, waktu malam hari, sirkulasi udara, aliran serta kedalaman
badan air. Sedangkan suhu udara daerah penelitian antara 22 -26 0C. Pada ST 1 yang merupakan lokasi sampel sebagai pembanding sebelum adanya buangan peternakan kondisi ini menunjukan bahwa nilai temperatur masih menunjukan nilai dari keadaan alamiah yaitu pada kisaran deviasi + 3 sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 tentang baku mutu air kelas II Menurut Kusnaedi, 2010 air yang mempunyai temperatur mencolok baik diatas maupun dibawah temperatur udara (20 - 260C) berarti mengandung zat-zat tertentu
atau
sedang
terjadi
proses
dekomposisi
bahan
organik
oleh
mikroorganisme yang menghasilkan energi, yang melepas atau menyerap energi dalam air. Perubahan atau peningkatan suhu air permukaan dapat menimbulkan beberapa akibat seperti menurunnya jumlah oksigen terlarut di dalam air, meningkatnya reaksi kimia serta kehidupan ikan dan hewan lainnya terganggu, bahkan dapat menimbulkan kematian (Fardiaz, 1992; Wardhana, 2001). Menurut Clark (1989), bahwa perubahan suhu air sangat berpengaruh terhadap metabolisme organisme air, serta lambat dan cepatnya perkembangan dan pertumbuhan organisme air sangat tergantung pada suhu lingkungan. Dari hasil penelitian dapat diketahui nilai temperatur pada badan air irigasi Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas mengalami peningkatan pada ST2,ST3 dan ST4 sebagai pengaruh dari buangan air limbah peternakan namun masih dalam keadaan alamiah , dan peningkatannya tidak signifikan. Menurut Kordi, 1996 semua mikroorganisme dalam proses kehidupannya dipengaruhi oleh temperatur, tetapi temperatur maksimum akan mempercepat
kematian karena kerusakan pada protoplasma. Dan temperatur yang rendah (minimum) akan menyebabkan berkurangnya metabolisme b. Padatan tersuspensi total (TSS) Nilai rata-rata padatan tersuspensi pada badan air penerima dari tiga (3) kali pengulangan pada hulu daerah peternakan (ST1) nilainya 9,00 mg/l, pada daerah peternakan (ST2) rata-rata TSS nilainya 20,78 mg/l, pada hilir daerah peternakan (ST3) rata-rata nilainya 80,67 mg/l sedangkan 30 m dari ke hilir dari ST4 rata-rata nilai TSS adalah 301,.3 mg/l . Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai konsentrasi TSS sebelum ada buangan air limbah peternakan masih rendah dan terus mengalami peningkatan yang signifikan setelah ada buangan air limbah peternakan sampai pada titik sampel ST4. Hal ini menunjukan beban pencemaran dari kegiatan peternakan
mempengaruhi kandungan TSS pada badan air irigasi Munduk
Lenggung dan Tukad Yeh Empas. Nilai konsentrasi TSS pada ST1dan ST2 menunjukan bahwa saluran air irigasi Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas masih dibawah baku mutu air kelas II Peraturan Gubernur Bali Nomor : 8 Tahun 2007
dibawah 50 mg/l, sedangkan pada ST3 dan ST4 yang mengalami
peningkatan yang signifikan. Peningkatan konsentrasi TSS pada ST3 dan ST 4 menunjukan bahwa badan air penerima (irigasi Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas) sudah melebihi daya dukung untuk memurnikan dirinya sendiri (self purification) terhadap konsentrasi TSS.
TSS merupakan total partikel dalam air dan partikel tersebut ada yang terlarut dalam air yang sulit mengendap dan ada yang tersuspensi (Sugiartho, 1987). Menurut Effendi (2003), kandungan padatan tersuspensi dapat berupa bahan organik maupun anorganik. Bahan organik dapat berupa plankton, serasah dan sebagainya, sedangkan bahan anorganik berupa lumpur, mineral-mineral, garam-garam kalsium dan magnesium serta partikel-partikel padat lainnnya. Menurut Fardiaz (1992) Kandungan padatan tersuspensi tidak bersifat toksik, akan tetapi apabila berlebihan dapat meningkatkan kekeruhan selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosentesis. c. Total Dissolved Solid (TDS) Nilai rata-rata padatan terlarut pada badan air irigasi dari tiga (3) kali pengulangan pengambilan sampel seperti terlihat pada Tabel 5.10 untuk lokasi sebelum ada kegiatan peternakan (ST1) adalah 145,00 mg/l, untuk badan air yang menerima langsung limbah peternakan (ST2) rata-rata nilai TDS adalah 158,67 mg/l, pada hilir daerah peternakan (ST3) rata – rata nilai TDS adalah 308,00 mg/l dan 30 m hilir dari ST3 yang merupakan ST4 rata-rata nilai TDS adalah 356,3 mg/l. Peningkatan kandungan TDS pada perairan hulu (ST1) menuju ke daerah peternakan (ST2) tidak terlalu signifikan tetapi mengalami peningkatan setelah melewati daerah peternakan (ST3) hampir meningkat 100% dari nilai rata-rata pada ST1 dan mengalami peningkatan lagi pada ST4,
Kondisi ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi TDS masih menunjukan nilai yang tidak melampau baku mutu air kelas II Peraturan Gubernur Bali Nomor : 8 Tahun 2007 yang nilainya 1000 mg/l Menurut Sutrisno, et.al (2004) padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik,organik, mineral dan garam-garam terlarut dalam air. Zat padat terlarut dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, hasil penguraian bahan organik,sampah domestik,ekresi hewan serta limbah industri. 6.2.2 Kualitas kimia a. Derajat keasaman (pH) Keasaman (pH) menunjukkan tinggi rendahnya ion hidrogen dalam air. Nilai pH sangat penting diketahui karena banyak reaksi kimia dan biokimia terjadi pada tingkat pH tertentu, seperti proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003). Pengaruh kondisi pH pada perairan terhadap aspek kesehatan manusia, dimana jika mengkonsumsi air pada pH kurang dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2 akan menyebabkan beberapa persenyawaan kimia berubah menjadi racun (Zulkarnaen, 2005). Rata-rata nilai pH dari tiga (3) kali pengulangan terlihat pada Tabel 5.11. untuk titik sampel sebelum ada kegiatan peternakan (ST1) adalah 7, untuk titik sampel badan air dilingkungan peternakan rata-rata pH adalah 7,02, setelah daerah peternakan (ST3) rata – rata pH adalah 7,03 dan hilir 30 m dari ST3 yang merupakan ST4 rata-rata nilai pH adalah 7,20. Hal ini menunjukan nilai pH masih dibawah baku mutu air kelas sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor : 8 Tahun 2007 yang dipersyaratkan untuk pH air yaitu 6 – 9 .
Nilai rata-rata pH pada titik sampel sebelum ada peternakan (ST1) sebagai titik kontrol akan mengalami peningkatan nilainya pada lingkungan peternakan akibat adanya beban pencemaran dari usaha peternakan, begitu juga pada ST3 dan mengalami penurunan pH pada titik sampel (ST4) hal ini karena saluran irigasi Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas masih mempunyai daya dukung yang baik untuk konsentrasi pH. Menurut Fardiaz (1992), air yang normal mempunyai pH antara 6 sampai dengan 8, dimana pada kisaran ini pertumbuhan dan pembiakan dalam air tidak akan terganggu. Mahida (1984) menyatakan bahwa air yang nilai pHnya lebih rendah dari 6 atau lebih tinggi dari 8, maka dikatakan air telah yang tercemar. Hal serupa juga dinyatakan oleh Soemarwoto (1986), bahwa nilai pH lebih kecil dari 5 dan lebih tinggi dari 10 dapat mengganggu proses biologis yang berlangsung di dalam air. b. Biological Oxygen Demand (BOD5) Nilai rata – rata BOD5 pada badan air sesuai dengan Tabel 5.9, untuk badan air yang belum ada kegiatan peternakan (ST1) rata – rata nilai BOD5 adalah 5,13 mg/l , pada badan air penerima air limbah peternakan di lingkungan peternakan (ST2) rata-rata nilai BOD5 adalah 6,69 mg/l, di titik sampel hilir daerah peternakan (ST3) rata-rata nilai BOD5 adalah 19,07 mg/l dan pada titik (ST4) yang merupakan 30 m hilir dari ST3 nilai rata-rata BOD5 adalah 16,.33 mg/l. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai konsentrasi BOD5 sebelum ada buangan air limbah peternakan masih rendah dan terus mengalami
peningkatan yang signifikan setelah ada buangan air limbah peternakan sampai pada titik sampel ST4, hal ini menunjukan pembuangan air limbah kegiatan peternakan
mempengaruhi kandungan BOD5 pada badan air irigasi Munduk
Lenggung dan Tukad Yeh Empas. Nilai konsentrasi BOD5 sudah melampau baku mutu air kelas II sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor : 8 Tahun 2007. Hal ini menunjukan badan sudah tercemar oleh konsentrasi BOD5 dari kegiatan peternakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Effendi (2003), perairan yang memiliki nilai BOD5 lebih dari 10 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran. BOD adalah banyaknya oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air selama lima hari (Azad, 1976) Tingginya nilai BOD5 menunjukkan bahwa kandungan bahan organik di dalam air juga tinggi atau semakin tinggi aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik secara biologis (Soemarwoto, 1986). Kandungan BOD5 yang berlebihan mencerminkan akan tingginya kebutuhan oksigen untuk proses dekomposisi biologi dan akan berdampak langsung terhadap peningkatan kandungan COD, serta menurunnya konsentrasi oksigen terlarut (DO) (Sastrawijaya, 2000). Terjadinya penurunan oksigen terlarut menyebabkan proses penguraian bahan organik oleh bakteri berlangsung secara anaerob serta akan menghasilkan gas metana dan hidrogen sulfida. Zat tersebut menyebabkan air keruh, berbau busuk dan racun bagi organisme perairan (Wardhana, 2001). Berdasarkan data yang diperoleh, kandungan BOD5 sebelum ada pembuangan air limbah peternakan (ST1) rata – rata 5,13 mg/l. Hal ini berarti
kandungan BOD5 pada air irigasi tersebut tidak hanya bersumber pada air limbah peternakan, tetapi ada aktivitas lain seperti: usaha pertanian, perkebunan, dengan hasil sampingan berupa limbah organik maupun anorganik. c. Chemical Oxygen Demand (COD) Nilai rata – rata COD pada badan air irigasi dari tiga (3) kali pengulangan sesuai dengan Tabel 5.9. Untuk daerah yang belum ada kegiatan peternakan (ST1) rata – rata nilai
COD adalah 16,17 mg/l , pada badan air penerima limbah
peternakan di lingkungan peternakan (ST2) rata-rata nilai COD adalah 13,92 mg/l, di titik sampel hilir daerah peternakan (ST3) rata-rata nilai COD adalah 59,80 mg/l dan pada titik (ST4) yang merupakan 30 m hilir dari ST3 nilai rata-rata COD adalah 51,97 mg/l. Nilai COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam air secara kimia, baik yang dapat didegradasi maupun yang sukar didegradasi secara biolgis (Miller, 1992). Pengukuran COD menunjukkan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan oksidator kuat (kalium dikromat / K2Cr2O7) dalam suasana asam ((Effendi, 2003; Wardhana, 2001). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan COD pada saluran irigasi Subak Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas lebih tinggi daripada nilai BOD5, hal ini dapat dijelaskan karena pada uji COD dapat diketahui zat-zat organik, baik yang dapat dirombak atau tidak dapat dirombak oleh mikroorganisme (Soemarwoto, 1986).
Nilai BOD5 dan COD secara umum mengalami peningkatan dari lokasi hulu ke hilir, kecuali pada ST4 yang nilainya mengalami penurunan. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan hasil observasi di lapangan yang menunjukkan bahwa kondisi aliran air sebelum sampai pada lokasi ST4 cukup deras. Aliran air mampu meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air, pernyataan ini sesuai dengan pendapat dari Sastrawijaya (2000) bahwa dalam aliran air yang deras, biasanya oksigen terlarut tidak menjadi kendala. Meningkatnya nilai COD pada air irigasi tersebut disebabkan oleh meningkatnya nilai BOD5. Tingginya nilai COD mencerminkan tingginya kebutuhan oksigen untuk reaksi-reaksi oksidasi secara kimiawi dan akan memberikan dampak yang sama dengan BOD5, yaitu menurunkan konsentrasi oksigen terlarut pada air (Sastrawijaya, 2000). Penelitian yang sejenis telah dilakukan oleh Jana (2006), yang menyatakan bahwa
tingginya kandungan BOD5 dan COD disebabkan oleh
rembesan air lindi sampah Pasar Badung dan menyebabkan terjadinya pencemaran di Kali Badung. Sedangkan menurut penelitian Sriyanto (1995), setelah pembuangan air limbah kelapa sawit menyebabkan terjadinya pencemaran Sungai Tapung Kiri di Riau oleh adanya kandungan BOD5 dan COD yang telah yang tinggi. Kadar BOD5 dan COD yang tinggi pada air limbah menunjukkan bahwa bahan organik yang ada dalam air limbah sangat tinggi sehingga oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri semakin banyak (Soemarwoto, 1986). Tingginya kandungan BOD5 dan COD pada air limbah peternakan menyebabkan terjadinya pencemaran air irigasi Subak Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas
d. Ammonia bebas (NH3) Nilai rata – rata Ammonia bebas (NH3) pada badan air dari tiga (3) kali pengulangan sesuai dengan Tabel 5.10, untuk daerah yang belum ada kegiatan peternakan (ST1) rata – rata nilai
NH3 adalah 0,15 mg/l , pada badan air
penerima limbah peternakan di lingkungan peternakan (ST2) rata-rata nilai ammonia bebas adalah 0,73 mg/l, di titik sampel hilir daerah peternakan (ST3) rata-rata nilai ammonia bebas adalah 12,17 mg/l dan pada titik (ST4) yang merupakan 30 m hilir dari ST3 nilai rata-rata ammonia bebas adalah 18,.93 mg/l. Dari hasil penelitian ini menunjukan peningkatan yang sangat signifikan dari ST1 samapi dengan ST4 pada air irigasi Subak Munduk Lenggung, Walaupun dalam baku mutu air kelas II dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor : 8 Tahun 2007 tidak ditentukan kandungan ammonia bebas dalam air sungai namun konsentrasi kandungan ammonia yang tinggi dalam badan air dapat dijadikan indikator bahwa usaha peternakan telah mengakibatkan pencemaran pada badan air penerima (Subak Munduk Lenggung dan Yeh Empas). Ammonia merupakan salah satu parameter dalam menentukan kualitas air baik untuk air minum maupun air sungai. Ammonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air, berupa gas yang berbau tidak enak, sangat tajam dan menusuk hidung sehingga kadarnya harus rendah (Sutrisno dan Suciastuti, 2004). Menurut Sriyanto (1995), tinggi rendahnya konsentrasi ammonia pada suatu badan perairan erat kaitannya dengan debit air pada badan perairan dan aktivitas yang limbahnya masuk ke dalam badan air. Disamping itu menurut Effendi (2003) dinyatakan bahwa sumber ammonia di perairan adalah pemecahan
nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) serta adanya tinja biota akuatik Tingginya nilai ammonia, akan menyebabkan organisme perairan akan mengalami keracunan, dimana daya racun akan meningkat dengan naiknya pH. Bagi hewan air, ammonia dapat merusak alat-alat pernapasan, meningkatkan keperluan oksigen, jaringan tubuh serta sistem pencernaannya menjadi terganggu (Alaerts dan Santika, 1987). Konsentrasi ammonia lebih dari 10 ppm dapat menghambat daya serap oksigen oleh hemoglobin serta daya racunnya akan mematikan biota dalam perairan (Pescod, 1973). 6.2.3 Kualitas biologi a. Eschericia coli (E-coli) Nilai rata – rata E- coli pada badan air dari tiga (3) kali pengulangan sesuai dengan Tabel 5.10, untuk daerah yang belum ada kegiatan peternakan (ST1) rata – rata nilai E-coli adalah 6000 MPN, pada badan air penerima limbah peternakan di lingkungan peternakan (ST2) rata-rata nilai E-Coli
adalah
7.169.555 MPN, di titik sampel hilir daerah peternakan (ST3) rata-rata nilai EColi adalah 1.026.666 MPN dan pada titik (ST4) yang merupakan 30 m hilir dari ST3 nilai rata-rata E-Coli adalah 1.323.333 MPN. Dari hasil penelitian ini menunjukan konsentrasi bakteri mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari ST1 sampai dengan ST4 pada air irigasi Subak Munduk Lenggung, Walaupun dalam baku mutu air kelas II dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor : 8 Tahun 2007 kandungan bakteri E-coli tidak
dicantumkan, namun keberadaan E-oli pada badan air mengindikasikan bahwa perairan tersebut sudah tercemar oleh usaha peternakan yang pengelolaan limbahnya masih sangat minim terutama untuk ternak babi sedangkan dari ternak ayam sisa – sisa kotoran yang tidak terangkut saat pembersihan akan di buang disembarang tempat. Disamping itu pencucian alas tempat kotoran ayam petelur di saluran irigasi juga menyebabkan jumlah bakteri meningkat di badan air terutama pada badan air di sekitar daerah peternakan (ST2). Keberadaan bakteri E-coli pada ST1 sebagai stasion kontrol disebabkan karena adanya kegiatan peternakan sekala rumah tangga yang juga membuang limbah ke badan air (Subak Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Aya) serta masyarakat di hulu masih memanfaatkan air sungai untuk kegiatan MCK (mandi cuci kakus) Menurut Sugiharto (1987) Bakteri E-coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, dapat bergerak dan tidak membentuk spora, biasa terdapat pada usus bagian belakang dan dikeluarkan dari tubuh dalam jumlah besar bersama dengan fases. Disamping bisa menyebabkan gangguan kesehatan (penyakit diare, kram perut, demam, tifus dll)
bagi masyarakat sekitarnya yang memanfaatkan air
irigasi atau mata air di sekitar daerah peternakan, keberadaaan bakteri E-coli dengan jumlah besar pada daerah peternakan bisa menyebabkan ternak terjangkit penyakit Kolibasilosis yaitu gangguan pertumbuhan dan produksi telur sehingga mendukung timbulnya penyakit lain pada saluran pernapasan, pencernaan dan reproduksi yang sulit ditanggulangi. Proses terjadinya penyakit ini cenderung lambat sehingga sulit terdeteksi namun kelihatan bila sudah bersifat akut.
b. Coliform Nilai rata – rata Coliform pada badan air dari tiga (3) kali pengulangan sesuai dengan Tabel 5.10, untuk daerah yang belum ada kegiatan peternakan (ST1) rata – rata nilai Coliform adalah 10.666,67 MPN, pada badan air penerima limbah peternakan di lingkungan peternakan (ST2) rata-rata nilai Coliform adalah 7.182.222 MPN, di titik sampel hilir daerah peternakan (ST3) rata-rata nilai coliform adalah 1.026.666 MPN dan pada titik (ST4) yang merupakan 30 m hilir dari ST3 nilai rata-rata Coliform adalah 1.590.000 MPN. Coliform adalah kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang yang pada umumnya menghasilkan gas jika ditumbuhkan dalam medium laktosa. Salah satu anggota kelompok coliform adalah E. coli dan karena E. coli adalah bakteri coliform yang ada pada kotoran manusia maka E. coli sering disebut sebagai coliform fekal. Pengujian koliform jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan uji E. coli . Bakteri jenis ini kebanyakan berada bersama-sama dalam buangan limbah rumah tangga (terutama tinja) serta hewan berdarah panas. Dari penelitian ini dapat terlihat bahwa hampir sebagian besar ada perbedaan
kandungan
E.Coli
dan
coliform
(kecuali)
pada
ST3
yang
kandungannya sama. Kandungan coliform pada ST1 (sebagai titik control) yang tinggi ini mengindikasikan bahwa saluran irigasi Subak Munduk lenggung dan Tukad Yeh Aya pada bagian hulu sistem sanitasi masyarakat sangat buruk akibat banyaknya peternakan skala rumah tangga dan kebiasaan mandi,cuci, kakus (MCK) yang masih di air irigasi sehingga banyak berkembang bakteri – bakteri pathogen yang lainnya.
Menurut Mulia (2007) untuk mendeteksi keberadaan mikroorganisme pathogen dalam air digunakan bakteri Coliform sebagai organisme petunjuk (indicator organism) Dari penelitian ini terlihat usaha peternakan di Dusun Bolangan sangat mempengaruhi kualitas badan air dari irigasi Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas dengan parameter TSS, BOD5 dan COD yang telah melebihi baku mutu air kelas II dan kandungan bakteri E.coli dan Coliform yang sangat banyak
6.4 Persepsi Masyarakat dan Tenaga Kerja Peternakan. 6.4.1
Persepsi masyarakat Dusun Bolangan Dari hasil jawaban 27 responden dari masyarakat Dusun Bolangan untuk
mengetahui persepsinya tentang dampak usaha peternakan bagi lingkungan, kehidupan sosial dan perekonomian, seperti tercantum pada Tabel 5.11, dan Tabel 5.12 menunjukkan bahwa untuk dampak usaha peternakan terhadap lingkungan (perairan, pertanian, kebisingan, debu dan bau) sebagian besar masyarakat Dusun Bolangan mempunyai persepsi yang negatif (buruk). Hal ini dapat dijelaskan, dari jawaban koresponden 100 % atau 27 orang korespenden menyatakan usaha peternakan telah berdampak buruk (tercemar) pada saluran irigasi yang secara fisik berwarna hitam, keruh dan berbau amis dari kotoran ternak yang dibuang langsung ke badan air dan mengakibatkan gatal gatal pada saat mengolah tanah pertanian, disamping itu banyaknya bangkai ternak yang dibuang ke saluran irigasi. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian kualitas limbah dan badan air yang telah melebihi baku mutu limbah pada parameter TDS, TSS, BOD 5, COD
dan banyaknya kandungan E.Coli pada badan air Subak Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas. Jawaban masyarakat untuk produktifitas pertanian 33 % atau 9 orang menyatakan usaha peternakan mempengaruhi hasil pertanian mereka, hal ini disebabkan karena lahan pertanian mereka secara langsung memanfaatkan air dari saluran irigasi induk (Munduk Lenggung) sehingga tanaman padi mereka menjadi terlalu subur sehingga buahnya kosong, sedangkan 67 % atau 18 orang menyatakan usaha peternakan tidak mempengaruhi hasil pertanian hal ini disebabkan karena mereka tidak langsung memanfaatkan air yang sudah tercemar oleh kotoran (fases) ternak. tetapi melalui saluran tersier sehingga limbah peternakan tidak sampai ke tanah pertanian mereka. Jawaban responden untuk dampak kebisingan adalah 19 % atau 5 orang menyatakan usaha peternakan mengakibatkan suara bising hal ini karena rumah mereka berbatasan langsung dengan kandang ayan dan jalan akes ke daerah peternakan sehingga banyak mobilitas kendaraan yang keluar masuk daerah peternakan, sedangkan 81 % atau 22 orang menyatakan usaha peternakan tidak menyebabkan kebisingan karena rumah mereka cukup jauh dari daerah peternakan Berdasarkan Tabel 5.11, untuk dampak peternakan tehadap debu sebagian besar menyatakan usaha peternakan telah berdampak adanya debu pada saat pembersihan kandang, kotoran ayam yang diangkut dengat truk terbuka yang sering berterbangan terbawa angin. Jawaban responden masyarakat menyatakan usaha peternakan telah meimbulkan bau yang tajam, hal ini disebabkan karena bau yang timbul sebagai
akibat proses dekomposisi kotoran ayam, bau tersebut berasal dari gas ammonia yang tinggi dan gas hydrogen sulfida (H2S),dimentil sulfide, karbon disulfide dan merkaptan, senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran basah. (Setiawan,1996) Menurut Murdiati, et.al, 1995 pengurangan bau yang ditimbulkan dari kotoran ayam ini dapat dilakukan dengan beberapa perlakuan terhadap ayam serta limbahnya antara lain : a. Penggunaan Zeolit Penambahan zeolit sebesar 10 % pada kotoran ayam dapat mengurangi pembentukan gas – gas menyebab bau, penambahan 5 % hanya mampu menekan pembentukan gas amonia namun tidak terlihat secara nyata. Penambahan zeolit bisa secara bersama sama dengan klorin yang berfungsi sebagai pembunuh mikroba pembusukan yang menhasilkan gas amonia. Namun hal ini sangat tidak cocok bila kotoran ternak ini nantinya dimanfaatkan sebagai pupuk kandang karena klorin juga bisa membunuh mikroba tanah yang dibutuhkan. b. Penggunaan kapur Penambahan kapur sebesar 1 – 3 % pada kotoran ayam dapat mengurangi pelepasan amonia ke udara, pH kotoran menjadi lebih tinggi kisaran 7,77 – 8,42. penambahan kapur pada kotoran ayam akan sangat baik bila kotoran ini nantinya dimanfaatkan sebagai pupuk kandang karena banyak mengandung nitrogen karena tidak banyak nitrogen yang hilang menjadi ammonia.
c. Penggunaan Mikroba Penggunaan mikoba pengurai limbah effective micoorganisme (EM4) juga bisa dimanfaatkan untuk mengurangi bau dengan menurunkan gas ammonia pada kotoran ayam. Dari tiga metode diatas penambahan kapur sangat tepat di lakukan pada peternakan di Dusun Bolangan mengingat pemanfaatan kotoran sebagai bahan pupuk kandang. Sedangkan dampak usaha peternakan terhadap kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat dari Tabel 5.12 dapat dijelaskan bahwa dampak usaha peternakan berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat dengan adanya peningkatan pendapatan dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat lainnya. Hanya 11 % atau 4 orang responden yang menjawab usaha peternakan telah mengurangi lapangan pekerjaan disebabkan karena berkurangnya lahan pertanian dan 37 % atau 10 orang responden menyatakan usaha peternakan telah menyebabkan munculnya gangguan kesehatan terutama penyakit gangguan pernapasan hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Semua jawaban responden masyarakat bila dilihat skor jawabannya maka hanya 4 % atau 1 orang yang negatif dimana mempunyai skor > 15 – 20 dan sisanya 96 % atau 26 orang yang positif yang skor jawabannya 10 – 15.
Disamping itu masyarakat Dusun Bolangan juga mempunyai harapan dan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi pengusaha ternak jangan membuang limbah yang dapat mengganggu lingkungan
serta
pengusaha
diharapkan
juga
memikirkan
dampak
pembuangan limbah ternak tersebut. 2. Pihak pengusaha ternak perlu membuat pengelolaan limbah, terutama limbah ternak babi sebelum limbah dibuang ke badan air irigasi. 3. Pemerintah/instansi terkait perlu cepat tanggap dan serius menangani dampak dari usaha ternak terhadap lingkungan sehingga bisa dikurangi dan usaha ternak ini bisa terus berkembang. 6.4.2
Persepsi tenaga kerja peternakan Berdasarkan jawaban responden tenaga kerja peternakan yaitu enam
orang untuk mengetahui persepsinya tentang dampak peternakan terhadap lingkungan, kehidupan sosial dan perekonomiannya, menunjukkan bahwa dari dampak terhadap lingkungan sangat berdapak negatif (buruk) terutama dari pencemaran air, debu dan bau hal ini tidak berbeda jauh dengan pendapat masyarakat, tetapi para pekerja beranggapan keberadaan usaha ternak ini tidak mempengaruhi hasil pertanian hal ini disebabkan karena pekerja ini hanya pekerja pada peternakan tidak ikut pada sektor pertanian. Jawaban reponden pekerja untuk dampak usaha ternak tehadap kehidupan sosial dan perekonomian pada Tabel 5.15 adalah semuanya positif hal ini karena dengan bekerja pada peternakan ini mereka bisa mendapatkan lapangan kerja baru meningkatkan pendapatan dan meningkatkan perekonomian secara keseluruhan
sedangkan untuk kesehatan mereka tidak merasa adanya gangguan kesehatan dari bekerja pada peternakan ini dan selama bekerja mereka belum melihat adanya konflik antara masyarakat dengang pengusaha di Dusun Bolangan ini. Pernyataan responden tenaga kerja tentang persepsi baik dan buruk didasarkan pada skor nilai yaitu skor 10 sampai 15 (persepsi postitif) dan skor >15 sampai 20 (persepsi negatif ). Maka semuanya mempunyai jawaban dengan skor positif (skor 10 sampai 15). Dari semua jawaban responden baik masyarakat maupun tenaga kerja ternak mempunyai persepsi yang sama usaha ternak telah mempengaruhi kualitas lingkungan berdampak negatif terhadap perairan dan menimbulkan bau sedangkan dampak yang lainnya dari kehidupan sosial dan perekonomian sebagian besar berdampak positif, sehingga frekuensi jawaban dengan pemberian skor penilaian jawaban responden masyarakat dan tenaga kerja peternakan persepsi terhadap dampak usaha peternakan adalah positif.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1. Karakteristik peternakan di Dusun Bolangan Desa Babahan merupakan peternakan majemuk yang memadukan peternakan ayam petelur dengan babi dengan jumlah tidak merata sesuai dengan kemampuan modal para pengusaha yang berkembang tanpa ada perencanaan, limbah ternak babi sebagian besar dibuang langsung kesaluran irigasi. dengan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh pengusaha kurang baik. 2. Air limbah ternak pada usaha ternak babi mengandung beban bahan pencemar tertinggi dari parameter TSS, ammonia bebas dan jumlah E.coli serta coliform. Dampak dari pembuangan air limbah ternak dari usaha ternak di Dusun Bolangan ditunjukan dengan tingginya kandungan parameter TSS pada ST3 dan ST4, parameter BOD5 pada semua lokasi sampel, parameter COD pada ST3 dan ST4. Seluruh lokasi sampel banyak mengandung ammonia, E.coli dan coliform. 3. Persepsi masyarakat
terhadap dampak dari usaha peternakan dapat
dikelompokkan sebagai dampak positif yaitu meningkatkan perekonomian masyarakat, membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan pendapatan dan tidak terjadinya konflik sosial antara pengusaha dan masyarakat dan berdampak negatif terhadap lingkungan dengan pencemaran air, bau dan debu.
7.2 Saran – Saran 1. Bagi pengusaha ternak babi perlu melakukan pengelolaan limbahnya sebelum dibuang kesaluran irigasi seperti dengan memanfaatkan limbah padat untuk biogas, penanganan kotoran ayam dengan menambahkan kapur dan untuk limbah cair perlu membuat instalasi pengolahan limbah (IPAL) sehingga dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi. 2. Bagi penduduk Dusun Bolangan atau masyarakat Desa Babahan umumnya sebaiknya jangan memanfaatkan air irigasi Munduk Lenggung dan Tukad Yeh Empas untuk memasak, mandi dan mencuci. 3. Untuk instansi terkait, agar melakukan pengawasan berkala secara teknis maupun non teknis dan lebih ditekankan pada pelaksanaan UKL/UPL sehingga kelangsungan peternakan tetap bisa berjalan dan tercipta peternakan yang ramah lingkungan. 4. Sangat diperlukan adanya penelitian lanjutan yang berkaitan dengan dampak negatif dari usaha peternakan terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus a. 2010. Budidaya Ayam Ras Petelur. http://www.google.com/ mol/mo_full.php?moid=99&fname=geox0804.htm.
Diunduh
tanggal
20
Oktober 2010.
Anonimus b. 2010. Kompos. http://www.wikipedia.com . Diunduh tanggal 20 Oktober 2010
Anonimus 2011/02/
c.
2011.CaraMemeliharaAyamPetelur.http://www.muksin.com/ cara-memelihara - ayam - petelur.html. Diunduh tanggal 9 Februari
2011. Alaerts, G dan Santika,S.S. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya:Usaha Nasional Arifin, Moch Syamsul Zein dan Sulandari Sri. 2009. Investigasi Asal Usul Ayam Indonesia Menggunakan Sekuens Hypervariable-1 D-loop DNA Mitokondria. Jurnal Veteriner. Vol. 10 No.1. ISSN : 1411.8327. http://ejournal.unud.ac.id/index.php?module=detailpenelitian&idf= 6&idj=30&idv=234&idi=272&idr=1786. Diunduh tanggal 11 Februari 2011. Azad, S. H. 1976. Industrial Waste Water Management Handbook. Mc. Graw-Hill Inc., New York. Besung, Kerta I Nengah. 2004. Kejadian Kolibasilosis Pada Anak Babi. Majalah Ilmiah Peternakan Vol : 13 No. 1 ISSN : 0853 – 8999. http://ejournal.unud.ac.id/?module=detail penelitian&idf=&idj=&idv=&idi=1&idr=2039. Diunduh tanggal 10 Februari 2011. Clark, J. 1989. Coastal Ecosystems Ecological Consoderations for Management of the Coastal zone. NOCE. Washington, D.C. Chiras,D.D. 1991. Enveronmental Science Action For a Sustainable Future.Third Edition. California: The Benjamin/Cummings Publishing Company,Inc. Dahuri,R.,dan A. Damar.1994. Metode dan Teknik Analisa Kualitas Air. Bogor:PPLH, Lembaga Penelitian IPB.
Damopolh,R.J.1991. Prinsip-prinsip Dasar Pemantauan Lingkungan. Bahan Ajar Kursus Dasar Amdal dan Amdal Penilai. Departemen Pertanian Effendi,H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.Yogyakarta:Kanisius. Fardiaz,S. 1992. Populasi Air dan Udara. PAU Pangan dan Gizi IPB.Yogyakarta: Kanisius. Fontenot,J.P,W.Smith,and A.L.Sutton.1983. Alternatif Utilization Of Animal Waste, J Anim.
Hadi,A. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Umum. Henze, M. et al. 2000. Waste Water Treatment-Biological and Chemical Prosess. Third Edition. New York. Jana, I. W. 2006, Analisis Karakteristik Sampah dan Limbah Cair Pasar Badung dalam Uapaya Pemilihan Sistem Pengelolaannya, Ecotrophic Jurnal Ilmu Lingkungan, Volume 2 (1) :1 – 5. PPLH-Lemlit UNUD Denpasar. Jenie,B.S.L dan Rahayu,W.P. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta : Kanisius. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan. KLH Kristanto,P.2002.Ekologi Industri.Yogyakarta:Andi.
Lakitan,B., Halimi,E.S.,Silaban,A.,Diem,C.D.,Ihsan,D., setiabudidaya,D. Djambak, S., Priadi, D.P., Rostartina, E., Tahyudin, D. 1998. Metodelogi Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya. Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta: Rajawali Miller,G.T.1992. Living in The environmental:An Introduction to Envenronmental Science. Seventh edition.California:Wadsworth,Inc. Murdiati, T.B, S Rachmawati, dan E Juapjni,1995. Zeolit Untuk Mengurangi Bau Dari Kotoran Ayam, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Mulia, Ricki.M 2005. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu . Yogyakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan dan Kreteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999. Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), KLH. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Peternakan Sapid an Babi. Pauzenga,1991. Animal Produkction In The90‟S In Harmony With Nature, A Case Study In The Nederlands. In: Biotechnology in the feed Industry. Proc. Alltech‟s Seventh Annual Symp. Nicolasville. Kentucky. Pescod,M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream for Trofical Countries. Bangkok. Saeni,M.S. 1989.Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi antar Universitas Ilmu Hayat,ITB Bogor. Santoso, Urip. 2010. Dasasila Peternakan dalam Pembangunan Peternakan di Indonesia. http://uripsantoso.wordpress.com/2010/07/05/dasasila-peternakandalam-pembangunan-peternakan-di-indonesia/. Diunduh tanggal 8 Februari 2011. Sastrawijaya,A.T.2000. Pencemaran Lingkungan.Jakarta:Rineka Cipta. Setiawan.H.1996. Amonia, Sumber Pencemar yang meresahkan, Dalam :Infovet (informasi Dunia Kesehatan Hewan) Edisi 037. Agustus hal 12,http://puskeswan-takari.blogspot.com/2010/07/dampak-makalah-limbahpeternakan-ayam.html. Diunduh tanggal 30 Mei 2011 Siswono.2005. Air Bersih Bebas Bakteri dan Zat Kimia. Available from: http:/www.gizi.net/cgi-bin/fullnews.cgi?
Sihombing D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Cetakan kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sugiharto.1987.Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas Indonesia. Sutrisno,C.T. dan Suciastuti,E. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta:Rineka Cipta. Soemarwoto, O. 1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta: Rajawali. Sriyanto, A. 1995. ”Pencemaran Air Sungai Tapung Kiri oleh Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit di Kabupaten Kampar Provinsi Riau” (tesis). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Suyasa, W.B. 2005. Manajemen Lingkungan. Bahan Ajar Jurusan Kimia. FMIPA Universitas Udayana, Bali Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Wardhana,W.A.2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Andi Wijana, Nyoman. 2009. Penentuan Kualitas Air Danau Batur Melalui Indeks Pencemaran Biologik Dan Non Biologik. Bumi Lestari-Jurnal Lingkungan Hidup Vol. 10 No. 2. ISSN : 1411-9668. http://ejournal.unud.ac.id/index.php?module=detailpenelitian&idf=&idj=&idv = &idi=2&idr=2058. Diunduh tanggal 10 Februari 2011 Yuliati,Nuheti.2009. KOMPOS Cara Mudah,Murah,dan Cepat Menghasilkan Kompos.Yogyakarta. Andi Zulkarnaen. 2005. ”Kajian Kualitas Air Sungai Kuantan Ditinjau dari Parameter Fisika, Kimia dan Biologi di Kota Kecamatan Kuantan Tengah kabupaten Kuantan Singingi Riau” (tesis).Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
LAMPIRAN 1. KUESIONER PENELITIAN UNTUK PEMILIK USAHA PETERNAKAN
(Isilah pertanyaan berikut dengan jawaban yang sesuai)
Data tentang Identitas Responden 1. Nama responden
:
2. Tempat/tanggal lahir
:
3. Alamat/tempat tinggal
:
4. Telepon/HP
:
5. Pekerjaan
:
6. Jumlah anggota Keluarga
:
7. Jenis Usaha Peternakan 1.:.............................. 2.: ............................ 3.:.............................. I. Karakteristik Peternakan 1. Tahun berdiri dan operasi usaha anda .................... 2. Luas areal usaha....................ha 3. Jumlah ternak (ayam) ................ekor . (babi)
.................ekor
4. Jenis pakan ternak yang diberikan untuk ayam ............................................................................. ............................................................................. ............................................................................. 5. Jenis pakan yang diberikan untuk babi .............................................................................. .............................................................................. ..............................................................................
6. Jumlah pakan yang diberikan ayam ..................kg/hari babi .....................kg/hari 7. Jumlah tenaga kerja.................(KK) atau...............orang
8. Pembersihan kandang (ayam) setiap .............../minggu (babi) setiap ................./hari 9. Jumlah kotoran (ayam) setiap kali pembersihan ....................... 10. Harga kotoran ternak yang dihasilkan (jika dijual)....................... 11. Sumber air untuk usaha ternak ayam a. Air PDAM b. Air Sumur c. Air irigasi d. ....................... 12. Sumber air untuk usaha ternak babi a. Air PDAM b. Air Sumur c. Air irigasi d. .......................
LAMPIRAN 2. INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
(Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai)
1. Ijin usaha yang dimiliki a. IMB, HO, SIUP b. IMB, HO c. IMB, SIUP d. SIUP e. Tidak memiliki ijin 2. Dokumen pengelolaan lingkungan yang dimiliki dan pelaporan yang dilakukan a. Memiliki dokumen UKL-UPL/DPLH serta melakukan pelaporan secara kontinyu b. Memiliki dokumen UKL-UPL/DPLH, tidak melakukan pelaporan secara kontinyu c. Memiliki dokumen UKL-UPL/DPLH, tidak pernah melakukan pelaporan d. Masih dalam proses penyusunan e. Tidak memiliki dokumen sama sekali 3. Letak usaha anda dari perumahan penduduk a. Lebih dari 250 meter serta ada pohon penghijauan b. j100 – 250 meter, serta ada pohon penghijauan c. 50 – 100 meter, serta ada pohon penghijauan d. 50 – 100 meter, tidak ada pohon penghijauan e. Kurang dari 50 meter, tidak ada pohon penghijauan
4. Letak usaha anda dari saluran irigasi/sungai a. Lebih dari 250 meter b. 50 – 250 meter c. Kurang dari 50 meter 5. Sarana & prasarana penunjang tempat usaha a. Gudang, dapur, dan tempat tinggal karyawan terpisah dari kandang ternak b. Gudang, dapur, dan tempat tinggal karyawan terpisah dari kandang ternak tetapi masih dalam satu bangunan c. Gudang, dapur, dan tempat tinggal karyawan menyatu dengan tempat usaha 6. Pengelolaan limbah padat/kotoran ternak a. Memiliki instalasi biogas dan berfungsi dengan baik b. Memiliki instalasi biogas, tetapi tidak berfungsi c. Tidak memiliki 7. Pengelolaan limbah padat sebagai bahan kompos/pupuk kandang a. Melakukan proses pengomposan secara rutin b. Melakukan pengomposan tidak secara rutin atau dijual ke pihak ketiga c. Tidak memiliki 8. Pengelolaan limbah cair a. Memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan berfungsi dengan baik b. Hanya memiliki bak penampungan, tidak melakukan pengolahan c. Tidak memiliki, limbah dibuang langsung ke lingkungan
LAMPIRAN 3. KUESIONER UNTUK MASYARAKAT DAN TENAGA KERJA
(Isilah dan jelaskan dengan singkat pertanyaan berikut dengan jawaban yang sesuai)
Data tentang Identitas Responden 1. Nama responden
:
2. Tempat/tanggal lahir
:
3. Alamat/tempat tinggal
:
4. Telepon/HP
:
5. Pekerjaan
:
6. Jumlah anggota Keluarga
:
I. Dampak sosial ekonomi dari usaha ternak 1. Menurut anda, apakah air sungai/irigasi telah tercemar oleh adanya peternakan ini ? a. Ya Jelaskan :
b. Tidak Jelaskan :
Saran :
2. Menurut anda, apakah limbah peternakan ini mengurangi produktivitas pertanian dan perikanan yang mengunakan air irigasi Subak Munduk Lenggung ? a. Ya Jelaskan :
b. Tidak Jelaskan :
Saran :
3. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini menyebabkan kebisingan? a. Ya Jelaskan :
b. Tidak Jelaskan :
Saran :
4. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini menyebabkan debu? a. Ya Jelaskan :
b. Tidak Jelaskan :
Saran :
5. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini menyebabkan bau ? a. Ya Jelaskan :
b. Tidak Jelaskan :
Saran :
6. Menurut anda,apakah ada suatu gejala gangguan kesehatan yang dialami dari keberadaan usaha ternak ini ? e. Ya Jelaskan :
f. Tidak Jelaskan :
Saran :
7. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini mempengaruhi ketersediaan lapangan pekerjaan? a. Ya Jelaskan :
b. Tidak Jelaskan :
Saran :
8. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini mempengaruhi pendapatan anda? a. Ya Jelaskan :
b. Tidak Jelaskan :
Saran :
9. Menurut anda, apakah peternakan di wilayah ini menurunkan perekonomian masyarakat? a. Ya Jelaskan :
b. Tidak Jelaskan :
Saran :
10. Menurut anda, apakah keberadaan usaha ternak ini sering mengakibatkan konflik di masyarakat. a. Ya Jelaskan :
b. Tidak Jelaskan :
Saran :
LAMPIRAN 1. KUESIONER PENELITIAN UNTUK PEMILIK USAHA PETERNAKAN Data tentang Identitas Responden 8. Nama responden
:
9. Tempat/tanggal lahir
:
10. Alamat/tempat tinggal
:
11. Telepon/HP
:
12. Pekerjaan
:
13. Jumlah anggota Keluarga
:
14. Jenis Usaha
1.:.............................. 2.: ............................
II. Karakteristik Peternakan 13. Tahun berdiri dan operasi usaha anda .................... 14. Luas areal usaha....................ha 15. Jumlah ternak (ayam) ................ekor . (babi)
.................ekor
16. Jenis ternak (ayam) .................. (babi) .................... 17. Jumlah tenaga kerja.................(KK) atau...............orang 18. Jenis pakan ternak yang diberikan untuk ayam ............................................................................. 19. Jenis pakan yang diberikan untuk babi .............................................................................. 20. Jumlah pakan yang diberikan (ayam) ..................kg/hari (babi) .....................kg/hari 21. Pembersihan kandang (ayam) setiap .............../minggu (babi) setiap ................./hari 22. Jumlah kotoran ayam setiap kali pembersihan ....................... Babi................................... 23. Harga kotoran ternak yang dihasilkan.......................
24. Sumber air untuk usaha ternak ayam a. Air PDAM b. Air Sumur c. Air irigasi d. ....................... 25. Sumber air untuk usaha ternak babi a. Air PDAM b. Air Sumur c. Air irigasi d. .......................
LAMPIRAN 2. INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
LAMPIRAN 3. KUESIONER UNTUK MASYARAKAT DAN TENAGA KERJA Data tentang Identitas Responden 11. Nama responden
:
12. Tempat/tanggal lahir
:
13. Alamat/tempat tinggal
:
14. Telepon/HP
:
15. Pekerjaan
:
16. Jumlah anggota Keluarga
:
II. Dampak sosial ekonomi dari usaha ternak 4. Menurut anda, apakah air sungai/irigasi telah tercemar oleh adanya peternakan ini ? Jelaskan :
5. Menurut anda, apakah limbah peternakan ini mengurangi produktivitas pertanian dan perikanan yang mengunakan air irigasi Subak Munduk Lenggung ? Jelaskan :
6. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini menyebabkan kebisingan? Jelaskan :
4. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini menyebabkan debu? Jelaskan :
5. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini menyebabkan bau ? Jelaskan :
6. Menurut anda,apakah ada suatu gejala gangguan kesehatan yang dialami dari keberadaan usaha ternak ini ? Jelaskan :
17. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini mempengaruhi ketersediaan lapangan pekerjaan? Jelaskan :
18. Menurut anda, apakah usaha peternakan ini mempengaruhi pendapatan anda? Jelaskan :
19. Menurut anda, apakah peternakan di wilayah ini menurunkan perekonomian masyarakat? Jelaskan :
20. Menurut anda, apakah keberadaan usaha ternak ini sering mengakibatkan konflik di masyarakat. Jelaskan :
Lampiran 6 Hasil Pengelolaan Lingkungan Standar perizinan dan dokumen pengelolaan lingkungan No
Indikator
Kreteria / penilaian 5
1.
4
Nilai
Bobot
Ratarata
3
2
1
(N)
(B)
Total (N X B)
4
9
1
41
0.1
4.1
0.26
3
13
19
0.1
1.9
0.12
0.2
6
0.38
Nilai
Bobot
Rata-rata
Standar Perizinan dan Dok Peng.lingk. 1.1
Izin usaha yang dimiliki
1.2.
Dokument pengelolaan
2
lingkungan
Standar tata letak dan kelengkapan usaha No
1.
Kreteria / penilaian 5
4
3
2
1
(N)
(B)
Total (N X B)
2
2
8
1
3
47
0.05
2.35
0.15
Indikator
Tata letak dan kelengkapan usaha 2.1
Letak usaha dari rumah penduduk
2.2
Letak usaha dari sungai/irigasi
9
7
34
0.05
1.7
0.11
2.3
Kelengkapan usaha
15
1
46
0.10
4.6
0.29
0.20
8.65
Nilai
Bobot
1
(N)
(B)
Total (N X B)
7 1
9 15
30 18
0.15 0.15
4.5 2.7
0.28 0.17
2
14
22
0.30
6.6
0.41
0.60
13.8
0.54
Pengelolaan air limbah No
Kreteria / penilaian
Indikator 5
1.
Pengelolaan limbah 3.1 Pengelolaan limbah padat Biogas Kompos 3.2
Pengelolaan limbah cair
4
3
2
Ratarata
0.86
Lampiran 7 Pengambilan Sampel No
Paremeter
Satuan
8 April
16 April
2 Mei
I
II
III
Rata-rata
1
Temperatur
°C
21.5
22
24
22.50
2
TDS
mg/l
155
199
160
171.33
3
TSS
mg/l
15
12
14
13.67
4
pH
mg/l
7
7
7
7.00
5
BOD5
mg/l
5.8
12.2
7.2
8.40
6
COD
mg/l
15.3
40.3
38.9
31.50
7
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
0.26
4.5
3.5
8
E coli
g/l
9,200,000
2,200,000
4,200,000
5,200,000.00
9
Coliform
g/l
2,200,000
4,200,000
5,200,000.00
9,200,000
2.75
Kualitas air limbah peternakan Kualitas air limbah peternakan ayam (Q01) Kualitas air limbah peternakan babi (Q02) Pengambilan Sampel No
Paremeter
Satuan
8 April
16 April
2 Mei
I
II
III
Rata-rata
1
Temperatur
°C
21
24
24
23.00
2
TDS
mg/l
148
990
550
562.67
3
TSS
mg/l
8
1670
1570
1,082.67
4
pH
mg/l
7
7
7
7.00
5
BOD5
mg/l
8.5
110.8
120.5
79.93
6
COD
mg/l
21.6
380
350
250.53
7
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
0.07
109
98
69.02
8
E coli
MPN
540,000
16,000,000
12,000,000
9,513,333.33
9
Coliform
MPN
540,000
24,000,000
18,000,000
14,180,000.00
Kualitas air limbah peternakan campuran (Q03) Pengambilan Sampel No
Paremeter
Satuan
8 April
16 April
2 Mei
I
II
III
Rata-rata
1
Temperatur
°C
21
24
23
22.67
2
TDS
mg/l
138
173
150
153.67
3
TSS
mg/l
8
15
12.5
11.83
4
pH
mg/l
7
7
7
7.00
5
BOD5
mg/l
8.4
8.8
15.5
10.90
6
COD
mg/l
12.3
22.6
8.3
14.40
7
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
0.34
1.14
1.52
8
E coli
MPN
3,500,000
1,600,000
2,000,000
2,366,666.67
9
Coliform
MPN
3,500,000
1,600,000
4,000,000
3,033,333.33
Lampiran 8
1.00
Debit air limbah peternakan Perhitungan debit pembuangan air limbah peternakan No
lokasi sampel
Panjang
Lebar
Tinggi (m)
Waktu Pengukuran (dt)
(m)
(m)
I
II
III
I
II
III
1
Q01
1
0.4
0.07
0.03
0.05
14
18
16
2
Q02
1
0.2
0.04
0.03
0.02
5
3
4
3
Q03
1
0.1
0.02
0.03
0.04
4
3
2
Perhitungan debit peternakan ayam (Q01) Pengukuran pertama
Pengukuran kedua
Pengukuran ketiga
Panjang/waktu 1/14 = 0,071
Panjang/waktu 1/18 = 0,056
Panjang/waktu 1/16 = 0,063
Lebar x tinggi 0,4 x 0.07 = 0.028
Lebar x tinggi 0,4 x 0.03 = 0.012
Lebar x tinggi 0,4 x 0.05 = 0.02
V.A
V.A
V.A
= 0,002
Rerata debit limbah peternakan ayam (M3/dt)
= 0,001
= 0,001
Q1 + Q2 + Q3 = 0,003 3 0.003 m3/dt = 3 liter/dt
Perhitungan debit air limbah pada peternakan babi (Q02) Pengukuran pertama
Pengukuran kedua
Pengukuran ketiga
Panjang/waktu 1/5 = 0,200
Panjang/waktu 1/3 = 0,333
Panjang/waktu 1/4 = 0,250
Lebar x tinggi 0,2 x 0.04 = 0.008
Lebar x tinggi 0,2 x 0.03 = 0.006
Lebar x tinggi 0,2 x 0.02 = 0.004
V.A
V.A
V.A
= 0,002
Rerata debit limbah peternakan babi (M3/dt)
= 0,002
Q1 + Q2 + Q3 = 0,004 3
= 0,001
0.004 m3/dt = 4 liter/dt Perhitungan debit peternakan campuran (Q03) Pengukuran pertama
Pengukuran kedua
Pengukuran ketiga
Panjang/waktu 1/4 = 0,250
Panjang/waktu 1/3 = 0,333
Panjang/waktu 1/2 = 0,500
Lebar x tinggi 0,1 x 0.02 = 0.002
Lebar x tinggi 0,1 x 0.03 = 0.003
Lebar x tinggi 0,1 x 0.04 = 0.004
V.A
V.A
V.A
= 0,0005
Rerata debit limbah peternakan ayam (M3/dt)
= 0,001
Q1 + Q2 + Q3 = 0,002 3 0.002 m3/dt = 2 liter/dt
= 0,002
Lampiran 9 Beban Pencemaran air Limbah Peternakan Ayam
No
Paremeter
Satuan
Rata - rata
Debit
Beban Pencemaran
Konsentrasi
(lt/dt)
mg/dt
Parameter 1
TDS
mg/l
171.33
3
513.99
2 3 4 5 6
TSS BOD5 COD Ammonia bebas (NH3) E coli
mg/l mg/l mg/l mg/l MPN
13.67 8.40 31.50 2.75 5,200,000.00
3 3 3 3 3
41.01 25.20 94.50 8.25 15,600,000.00
7
Coliform
MPN
5,200,000.00
3
15,600,000.00
Beban Pencemaran air limbah peternakan babi No
Paremeter
Satuan
Rata - rata
Debit
Beban Pencemaran
Konsentrasi
(liter/dt)
mg/dt
Parameter 1
TDS
mg/l
562.67
4
2,250.68
2
TSS
mg/l
1,082.67
4
4,330.68
3
BOD5
mg/l
79.93
4
319.72
4
COD
mg/l
250.53
4
1,002.12
5
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
69.02
4
6
E coli
MPN
9,513,333.00
4
38,053,332.00
7
Coliform
MPN
14,180,000.00
4
56,720,000.00
276.08
Beban pencemaran air limbah peternakan campuran No
Paremeter
Satuan
Rata - rata
Debit
Beban Pencemaran
Konsentrasi
(liter/dt)
mg/dt
Parameter 1
TDS
mg/l
153.67
2
307.34
2
TSS
mg/l
11.83
2
23.66
3
BOD5
mg/l
10.90
2
21.80
4
COD
mg/l
14.40
2
28.80
5
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
1.00
2
2.00
6
E coli
MPN
2,366,666.00
2
4,733,332.00
7
Coliform
MPN
3,033,333.00
2
6,066,666.00
Lampiran 10 Kualitas badan air ( lokasi sampel ST1) Pengambilan Sampel No
Parameter
Satuan
Rata
8 April 2011
16 April 2011
2 Mei 2011
I
II
III
rata
°C
21
22
22
21.67
148
145
145.00
1
Temperatur
2
TDS
mg/l
142
3
TSS
mg/l
9
9
9
9.00
4
pH
7.0
7
7
7.00
5
BOD5
mg/l
6.0
4.2
5.2
5.13
6
COD
mg/l
20.0
12.80
15.70
16.17
mg/l
0.01
0.28
0.15
0.15
7
Ammonia bebas (NH3)
8
E-Coli
g/l
13,000
2,000
3,000
6000.00
9
Coliform
g/l
17,000
7,000
8,000
10666.67
Lampiran 11 Kualitas Badan air lokasi sampel ST2 Kualitas badan air lokasi sampel Q1.1 Pengambilan Sampel No
Paremeter
Satuan
8 April
16 April
2 Mei
Rata-rata
I
II
III
°C
22
23
24
23.00
154
162.67
1
Temperatur
2
TDS
mg/l
171
163
3
TSS
mg/l
16
50
40
35.33
4
pH
mg/l
7
7
7.2
7.07
5
BOD5
mg/l
11.4
11.6
12.1
11.70
6
COD
mg/l
30.8
32.8
34.3
32.63
7
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
0.64
0.53
0.72
0.63
8
E coli
MPN
340,000
46,000
120,000
168,666.67
9
Coliform
MPN
340,000
94,000
220,000
218,000.00
Kualitas badan air lokasi sampel Q1.2 Pengambilan Sampel No
Paremeter
Satuan
8 April
°C
16 April
2 Mei
I
II
III
22
24
23
Rata-rata
1
Temperatur
2
TDS
mg/l
177
146
152
23 158.33
3
TSS
mg/l
21
37
32
30.00
4
pH
mg/l
7
7
7.2
7.07
5
BOD5
mg/l
7.2
6.4
6.7
6.77
6
COD
mg/l
14.5
12.5
11.1
12.70
7
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
1.31
0.28
1.52
1.04
8
E coli
MPN
24,000,000
15,000,000
17,000,000
18,666,666.67
9
Coliform
MPN
24,000,000
15,000,000
17,000,000
18,666,666.67
Kualitas badan air irigasi lokasi sampel (Q1.3) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Paremeter Temperatur TDS TSS pH BOD5 COD Ammonia bebas (NH3) E coli Coliform
Satuan °C mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l MPN MPN
8 April I 21 143 9 7 5.4 12.8 0.22 2,400,000 2,400,000
Pengambilan Sampel 16 April 2 Mei II III 23 22 169 158 28 15 7 7 9.4 8.1 19.3 17.2 0.76 1.01 26,000 2,200,000 140,000 2,200,000
Rata-rata 22.00 156.67 17.33 7.00 7.63 16.43 0.66 1,542,000.00 1,580,000.00
Kualitas badan air irigasi lokasi sampel Q1.4 Pengambilan Sampel No
Paremeter
Satuan
8 April
16 April
2 Mei
I
II
III
Rata-rata
1
Temperatur
°C
22
22
23
22.33
2
TDS
mg/l
159
153
171
161.00
3
TSS
mg/l
16
12
17
15.00
4
pH
mg/l
7
7
7
7.00
5
BOD5
mg/l
7.4
4.4
5.2
5.67
6
COD
mg/l
15.8
10
12.1
12.63
7
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
0.49
0.34
0.63
0.49
8
E coli
MPN
1,600,000
1,100,000
1,200,000
1,300,000.00
9
Coliform
MPN
1,600,000
1,100,000
1,200,000
1,300,000.00
Lampiran 12 Kualitas badan air lokasi samapel ST 3 Pengambilan Sampel No
Paremeter
Satuan
8 April 2011
16 April 2011
2 Mei 2011
Rata-rata
I
II
III
°C
24
25
24
24.33
1
Temperatur
2
TDS
mg/l
248
501
175
308.00
3
TSS
mg/l
66
102
74
80.67
4
pH
mg/l
7
7
7.1
7.03
5
BOD5
mg/l
6.4
38.6
12.2
19.07
6
COD
mg/l
13.2
120
46.2
59.80
7
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
0.92
27
8.6
12.17
8
E coli
MPN
280,000
1,600,000
1,200,000
1,026,666.67
9
Coliform
MPN
280,000
1,600,000
1,200,000
1,026,666.67
Lampiran 13 Kualitas badan air lokasi sampel ST4 Pengambilan Sampel No
Paremeter
Satuan
8 April 2011
16 April 2011
2 Mei 2011
Rata-rata
I
II
III
°C
24
25
23
24.00
1
Temperatur
2
TDS
mg/l
273
595
201
356.33
3
TSS
mg/l
11
850
43
301.33
4
pH
mg/l
7
7.5
7.1
7.20
5
BOD5
mg/l
7.1
20.4
21.5
16.33
6
COD
mg/l
13.9
70
72
51.97
7
Ammonia bebas (NH3)
mg/l
1.29
34.5
21
8
E coli
MPN
170,000
2,400,000
1,400,000
1,323,333.33
9
Coliform
MPN
170,000
2,400,000
2,200,000
1,590,000.00
18.93
Lampiran 14 Persepsi masyarakat dan tenaga kerja 1.
Hasil pengolahan data persepsi masyarakat Dusun Bolangan
Pencemaran air irigasi frequency Mencemari air irigasi
27
100
100
0
0
0
27
100
100
Tidak mencemari Total
Valid Percent
Percent
Cumulative Percent 100
Produktivitas pertanian
frequency Menurunkan Produktivitas Pertanian
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
33
33
33
Meningkatkan Produktivitas Pertanian
18
67
67
100
Total
27
100
100
Percent
Valid Percent
Kebisingan frequency 5
19
Cumulative Percent 19 19
Tidak menimbulkan kebisingan
22
81
81
Total
27
100
100
Menimbulkan kebisingan
100
Debu frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Menimbulkan debu Tidak menimbulkan debu Total
25
93
93
Percent 93
2
7
7
100
27
100
100
Bau frequency Menimbulkan bau Tidak menimbulkan bau Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 100 100
27
100
0
0
0
27
100
100
100
Mata pencaharian
frequency
Percent
Valid Percent
Mengurangi lapangan pekerjaan
3
11
Cumulative Percent 11 11
Menambah lapangan pekerjaan
24
89
89
Total
27
100
100
100
Pendapatan
frequency Menurunkan pendapatan
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 0 0
0
0
Menambah pendapatan
27
100
100
Total
27
100
100
100
Perekonomian masyarakat
frequency Menurunkan perekonomian masy. Meningkatkan perekonomian
Percent
0
0
27
100
Valid Percent
Cumulative Percent 0 0
100
100
Total
27
100
100
Kesehatan
frequency
Percent
Valid Percent
Menimbulkan gangguan kesehatan
10
37
Cumulative Percent 37 37
Tidak menimbulkan gangguan kesehatan
17
63
63
Total
27
100
100
100
Konflik sosial
frequency Menimbulkan konflik
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 0 0
0
0
Tidak menimbulkan konflik
27
100
100
Total
27
100
100
100
2. Persepsi tenaga kerja
Pencemaran air frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 100 100
Mencemari air irigasi
6
100
Tidak mencemari
0
0
0
Total
6
100
100
100
Produktivitas pertanian frequency Menurunkan Produktivitas
0
Percent 0
Valid Percent
Cumulative Percent 0 0
Pertanian Meningkatkan Produktivitas Pertanian
6
100
100
Total
6
100
100
100
Kebisingan frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 0 0
Menimbulkan kebisingan
0
0
Tidak menimbulkan kebisingan
6
100
100
Total
6
100
100
100
Debu frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 100 100
Menimbulkan debu
6
100
Tidak menimbulkan debu
0
0
0
Total
6
100
100
100
Bau frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 100 100
Menimbulkan bau
6
100
Tidak menimbulkan bau
0
0
0
Total
6
100
100
100
Mata pencaharian frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 0 0
Mengurangi lapangan pekerjaan
0
0
Menambah lapangan pekerjaan
6
100
100
Total
6
100
100
100
Pendapatan
frequency
Valid Percent
Percent
Cumulative Percent 0 0
Menurunkan pendapatan
0
0
Menambah pendapatan
6
100
100
Total
6
100
100
100
Perekonomian masyarakat
frequency
Valid Percent
Percent
Menurunkan perekonomian masy.
0
0
0
Cumulative Percent 0
Meningkatkan perekonomian
6
100
100
100
Total
6
100
100
Kesehatan frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 0 0
Menimbulkan gangguan kesehatan
0
0
Tidak menimbulkan gangguan kesehatan
6
100
100
Total
6
100
100
100
Konflik sosial frequency
Percent
Valid Percent
Menimbulkan konflik
0
0
0
Cumulative Percent 0
Tidak menimbulkan konflik
6
100
100
100
Total
6
100
100
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Saluran limbah peternakan ayam dan peternakan ayam
Gambar 2. Pengambilan sampel dan kondisi badan air irigasi Munduk Lenggung
Gambar 3. Peternakan babi dan kondisi badan air lokasi penelitian