POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI
BANK INDONESIA
KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah menghasilkan 88 judul buku pola pembiayaan komoditi pertanian, industri dan perdagangan dengan sistem pembiayaan konvensional dan 21 judul dengan sistem syariah. Dalam upaya menyebarluaskan lending model tersebut kepada masyarakat maka buku pola pembiayaan ini telah dimasukkan dalam website Sistem Informasi Terpadu Pengembangan UKM (SI-PUK) yang terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui internet di alamat www.bi.go.id. Dalam penyusunan buku pola pembiayaan ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP) dan memperoleh masukan dari banyak pihak antara lain dari perbankan, lembaga/instansi
BANK INDONESIA
i
terkait lainnya, asosiasi dan UMKM. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Biro Pengembangan UMKM Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794 Fax. (021) 351.8951
Besar harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan oleh UMKM pada komoditi tersebut. Jakarta, Desember 2008
ii
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR ......................................................................................
i
DAFTAR ISI ………….………………………………………………………...…
iii
DAFTAR TABEL ………….………………………………………………….....
v
DAFTAR GAMBAR ......…………...................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ………………..............................................................
vi
RINGKASAN EKSEKUTIF PENGOLAHAN BANDENG TANPA DURI……..
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1 Profil Usaha …………………………………......................... 2.2 Pola Pembiayaan ……..……………………...........................
5 6
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1 Aspek Pasar …………………………………......................... 3.1.1 Permintaan ……………………………........................ 3.1.2 Penawaran ……………………………......................... 3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar ........................ 3.2 Aspek Pemasaran …………………………........................... 3.2.1 Harga …………………………………......................... 3.2.2 Jalur Pemasaran ..…………….................................... 3.2.3 Kendala Pemasaran …………………..........................
11 11 12 15 17 17 17 18
ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.1 Lokasi Usaha ………………………………........................... 4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan ………................................ 4.3 Bahan Baku ………………………………........................... 4.4. Tenaga Kerja …………………………………………………. 4.5 Teknologi …………………..........................................
21 21 24 25 26
BAB III
BAB IV
BANK INDONESIA
iii
4.6 4.7 4.8 4.9
Proses Produksi .......................................................... Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ............................... Produksi Optimum …………………............................ Kendala Produksi …………………..............................
27 31 32 32
ASPEK KEUANGAN 5.1 Pemilihan Pola Usaha.................................................. 5.2 Asumsi Parameter dan Perhitungan ............................
33 33
5.3
Komponen Biaya Investasi dan Modal Kerja ................
35
5.3.1 Biaya Investasi ...................................................
35
5.3.2 Modal Kerja.......................................................
37
Kebutuhan Dana Investasi, Modal Kerja dan Kredit .... Produksi dan Pendapatan........................................... Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point .................... Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek..................... Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha...........................
38 41 42 45 47
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial.......................................... 6.1.1 Aspek Ekonomi ............................................... 6.1.2 Aspek Sosial .................................................... 6.2 Dampak Lingkungan..................................................
49 49 50 51
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan............................................................... 7.2 Saran….....................................................................
53 54
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
55
BAB V
5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 BAB VI
BAB VII
iv
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Hal Komposisi Kimia Bandeng............................................................. Perkembangan Tingkat Konsumsi Ikan Jawa Tengah 2002-2006 .. Perkembangan Jumlah Penduduk Jawa Tengah 2002-2006 ......... Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Bandeng Hasil Budidaya Tambak Jawa Tengah Tahun 2002-2006 .......................................
15
4.1
Peralatan Produksi Bandeng Tanpa Duri.........................................
22
4.2 5.1
Peralatan Produksi Berdasarkan Tahapan Produksi Bandeng Tanpa Duri ............................................................................................. Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan.....................................
23 34
5.2
Biaya Investasi Harta Tetap............................................................
36
5.3
Daftar Peralatan Kantor ...............................................................
36
5.4
Biaya Depresiasi Harta Tetap..........................................................
37
5.5
Kebutuhan Modal Kerja ...............................................................
38
5.6
Kebutuhan Modal Kerja untuk Peralatan Produksi ........................
38
5.7
Rincian Biaya Proyek......................................................................
39
5.8
Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi .......………...............
40
5.9
Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Modal Kerja............................
41
5.10
Produksi dan Pendapatan..............................................................
41
5.11
Proyeksi Laba Rugi .......................................................................
42
5.12
Harga Pokok Penjualan ................................................................
43
5.13
Perhitungan Break Even Point ......................................................
45
5.14
Kelayakan Usaha Pengolahan Bandeng Tanpa Duri ......................
46
5.15
Analisis Sensitivitas.......................................................................
48
3.1 3.2 3.3
1 11 12
BANK INDONESIA
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 2.1 3.1 3.2 4.1 4.2
Hal
Struktur Duri Pada Bandeng......................................................... Prosedur Permohonan Kredit ....................................................... Produk Bandeng Tanpa Duri ......................................................... Jalur Pemasaran Bandeng Tanpa Duri ........................................... Bahan Baku Bandeng Segar ......................................................... Tahapan Proses Produksi Bandeng Tanpa Duri...............................
2 9 13 18 25 30
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
2
vi
Hal
Hasil Perhitungan Aspek Keuangan............................................... A. Proyeksi Cash Flow……………………………………............... B. Proyeksi Neraca.......................................................................
58 58 59
C. Rasio Keuangan……………………..............................…….....
60
Rumus Perhitungan Dalam Aspek Keuangan……….……………….
61
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
RINGKASAN EKSEKUTIF PENGOLAHAN BANDENG TANPA DURI No.
Unsur Pembiayaan
Uraian Usaha Pengolahan Bandeng Tanpa Duri
1.
Jenis Usaha
2.
Lokasi Usaha
3.
Dana yang Diperlukan
4.
Sumber Dana
5.
Jangka Waktu Kredit
Kredit Investasi = 3 tahun Kredit Modal Kerja = 1 tahun
6.
Suku Bunga
16% per tahun
7.
Periode Pembayaran Kredit
Angsuran pokok dan bunga dibayarkan setiap bulan
8.
Kelayakan Usaha: Periode Proyek Produk yang Dihasilkan Luas Areal Siklus Usaha Tingkat Teknologi Pemasaran Hasil
Semarang Investasi Rp 105.800.000 Modal Kerja Tahun Rp 25.754.600 Investasi o Kredit: Rp 31.185.000 o Modal Sendiri: Rp 74.615.000 Modal Kerja o Kredit: Rp 18.028.220 o Modal Sendiri: Rp 7.726.380
3 tahun Bandeng Segar Tanpa Duri untuk diolah kembali 35 m2 Produksi setiap hari (300 hari/ tahun) Sederhana Harga rata-rata Rp 34.000,per kg dijual melalui agen dan konsumen langsung
BANK INDONESIA
vii
9.
10.
Kriteria Kelayakan Usaha NPV IRR Net B/C Ratio Penilaian Analisis Sensitivitas Sensitivitas harga jual Harga bahan baku Kesimpulan
viii
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
Rp 119.920.242 66,96% 1,98 LAYAK
Dapat turun maksimal hingga Rp 32.404/kg (4,7%) Dapat naik maksimal hingga Rp 22.163/kg (5,5%) Sangat sensitif terhadap perubahan harga jual produk dan harga bahan baku
BAB I PENDAHULUAN Ikan Bandeng (Latin: Chanos chanos atau Inggris: Milkfish) merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki rasa yang spesifik, dan telah dikenal di Indonesia bahkan di luar negeri. Menurut penelitian Balai Pengembangan dan Penelitian Mutu Perikanan (1996), kandungan omega-3 Bandeng sebesar 14.2% melebihi kandungan omega-3 pada ikan salmon (2.6%), ikan tuna (0.2%) dan ikan sardines/ mackerel (3.9%). Kandungan gizi Bandeng secara lebih lengkap dapat dilihat pada komposisi kimia yang terdapat pada Bandeng. Tabel 1.1 Komposisi Kimia Bandeng Jenis Fat
Jumlah 0.06%
Protein
20.38 %
Phosphorus
53 mg %
Manganese
19.19 mg %
Sodium Calcium Pottassium
12.0 mg % 4.89 mg % 0.38 mg %
Omega-3
14.2 %
Lioleic Acid Eicosapentanoic Acid (EPA)
1.25 % 3.39 %
Decosahexanoic Acid (DHA)
9.48 %
Energy
820.60 cal
Sumber: Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, 1996
BANK INDONESIA
1
PENDAHULUAN Dengan kandungan protein yang tinggi (20.38%), Bandeng merupakan salah satu sumber pangan yang sangat bergizi. Adanya diversifikasi olahan produk Bandeng merupakan salah satu upaya untuk memenuhi selera masyarakat dalam mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein, yang juga merangsang berkembangnya budidaya Bandeng. Akan tetapi, kelemahan dari Bandeng ini yaitu adanya tulang dan duri yang cukup banyak di dalam tubuh Bandeng sehingga berisiko tinggi bila dikonsumsi oleh manusia terutama anak-anak. Hal ini mengurangi minat masyarakat untuk mengkonsumsi Bandeng. Jumlah duri yang terdapat pada Bandeng adalah sebagai berikut; pada bagian punggung ada 42 pasang duri bercabang yang menempel di dalam daging dekat permukaan kulit luar, bagian tengah ada 12 pasang duri pendek, pada rongga perut ada 16 duri pendek dan bagian perut dekat ekor ada 12 pasang duri. Gambar 1.1 Struktur Duri Pada Bandeng
Di Semarang Jawa Tengah yang menjadi lokasi penelitian, pengolahan Bandeng yang selama ini telah dilakukan agar aman dikonsumsi yaitu dengan mengolahnya menjadi Bandeng Presto atau terkenal dengan Bandeng Duri Lunak. Bandeng Presto adalah menghilangkan duri dengan cara memasak Bandeng pada suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama. Tetapi terdapat kelemahan dari Bandeng Presto
2
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI ini, yaitu adanya kemungkinan berkurangnya gizi makanan yang terkandung pada Bandeng akibat pengolahan yang dilakukan pada suhu tinggi, serta dapat berpotensi menimbulkan rasa bosan jika mengkonsumsi Bandeng Presto ini dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, sebagai salah satu variasi makanan dengan menggunakan Bandeng ini dan juga memperhatikan kendala banyaknya duri pada Bandeng, maka dikembangkan usaha penghilangan tulang/ duri Bandeng yang menghasilkan produk yang disebut Bandeng Tanpa Duri. Bandeng Tanpa Duri merupakan produk perikanan setengah jadi berupa Bandeng mentah segar yang telah dibuang tulang dan durinya. Bandeng mentah segar ini diperoleh pengusaha Bandeng Tanpa Duri melalui pedagang Bandeng skala kecil maupun skala mikro yang mengumpulkan dari petani tambak Bandeng, atau produsen ini langsung membeli dari petani tambak. Kelebihan dari Bandeng Tanpa Duri ini yaitu tidak mengurangi atau menghilangkan kandungan gizi yang terdapat pada Bandeng mentah, karena pengolahannya hanya menghilangkan duri yang ada pada Bandeng, bukan memasaknya. Bandeng Tanpa Duri ini selanjutnya dapat dimanfaatkan menjadi berbagai variasi makanan sesuai dengan selera. Beberapa produk olahan dari Bandeng Tanpa Duri ini antara lain Bandeng Pepes, Bandeng Asap, Bandeng Nugget, Bandeng Fillet dan sebagainya. Hasil produksi Bandeng Tanpa Duri kemudian dijual kepada konsumen, dimana konsumen ini setengahnya adalah konsumen pengguna (end user) dan sisanya adalah pedagang yang menjual kembali produk ini dalam keadaan mentah (fresh frozen) atau menjualnya setelah diolah menjadi produk makanan olahan. Bandeng Tanpa Duri ini memang belum dikenal banyak oleh masyarakat, banyak yang mengira Bandeng Tanpa Duri ini sama dengan Bandeng Presto yang memang lebih dulu telah dikenal oleh masyarakat, sehingga produksi Bandeng Tanpa Duri ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan Bandeng Presto. Alasan sedikitnya produksi Bandeng Tanpa Duri ini yaitu proses produksi yang relatif sulit bagi pemula (meskipun setelah mahir, proses ini menjadi sederhana) serta membutuhkan ketekunan serta ketelitian tinggi, khususnya pada saat mencabut duri Bandeng
BANK INDONESIA
3
PENDAHULUAN tersebut. Seseorang yang telah mahir membutuhkan waktu 3-4 menit untuk melakukan pencabutan tulang dan duri Bandeng. Tetapi bila belum mahir maka bisa mengerjakannya dalam waktu 15-20 menit untuk setiap ekor Bandeng. Menurut Dinas Perikanan & Kelautan Propinsi Jawa Tengah, di Semarang tidak terdapat sentra industri Bandeng Tanpa Duri. Penghasil Bandeng Tanpa Duri ini menyebar dan jumlahnya juga tidak lebih dari 20 pelaku usaha. Dari sekitar 20 pelaku usaha ini hanya kurang dari 5 pelaku usaha dengan skala produksi kecil dengan produksi 100-200 kg per hari, selebihnya pelaku usaha skala mikro dengan produksi sekitar 10-15 kg per hari. Pemasaran Bandeng Tanpa Duri di Semarang ini telah menjangkau kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Solo. Untuk saat ini belum ada produk yang diekspor, meskipun ada salah seorang pelaku usaha yang termasuk skala produksi kecil yang dulu pernah melakukan ekspor ke Amerika, namun ekspor ini terhenti karena memiliki kendala dalam kontinuitas ketersediaan bahan bakunya yaitu Bandeng Mentah. Omset Bandeng Tanpa Duri di Semarang belum dapat diperoleh angka pastinya, tetapi dapat diperkirakan dengan pendekatan jumlah pelaku usaha yang ada, maka total produksi minimal sekitar 650 kg per hari.
4
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.1.
Profil Usaha
Di wilayah Semarang yang menjadi lokasi penelitian, Pemilik dari usaha Bandeng Tanpa Duri ini adalah sekaligus sebagai Pimpinan Usaha yang memang menjalankan bisnis ini sebagai pekerjaan utama. Alasan mendirikan usaha produksi Bandeng Tanpa Duri yaitu karena melihat prospek yang bagus dari usaha ini, dimana minat masyarakat untuk mengkonsumsi Bandeng masih tinggi tetapi kendala banyaknya duri pada Bandeng yang menyebabkan orang enggan mengkonsumsi Bandeng. Alasan lainnya yaitu belum adanya atau masih sedikitnya pengusaha yang bergerak di produksi Bandeng Tanpa Duri ini, sehingga persaingan nyaris tidak ada. Pengusaha ini memperoleh keahlian produksi dengan mencoba-coba atau belajar sendiri, karena memang saat mereka memulai usahanya (sekitar tahun 2001) belum ada pelatihan proses cabut duri pada Bandeng. Pengusaha yang bergerak di produksi Bandeng Tanpa Duri di Semarang Jawa Tengah dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok bila dilihat dari hasil penjualannya. Pengelompokan ini mengacu pada UU RI No.20/2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil & Menengah, sehingga dibedakan menjadi: 1. Kelompok pengusaha kecil (hasil penjualan tahunan lebih besar dari Rp 300 juta hingga mencapai Rp 2,5 Milyar) 2. Kelompok pengusaha mikro (hasil penjualan tahunan maksimal sebesar Rp 300 juta) Penelitian ini mengambil sampel produsen Bandeng Tanpa Duri kecil. Jumlah produksi untuk pengusaha kecil yaitu berkisar 100-200 kg per hari. Dari total produksi ini, 70-80% atau berkisar 70-160 kg merupakan produk Bandeng Tanpa Duri segar yang dibekukan (Fresh Frozen) dan sisanya merupakan produk Bandeng Tanpa Duri
BANK INDONESIA
5
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN Olahan seperti Bandeng Asap Tanpa Duri, Bandeng Goreng Tanpa Duri, Bandeng Pepes Tanpa Duri. Untuk produk Bandeng Tanpa Duri segar, produksi dipicu untuk pengadaan stok (make to stock), disamping adanya pesanan dari konsumen (make to order). Sedangkan untuk produk olahan, hanya diproduksi pada saat ada pesanan. Bentuk badan hukum yang dimiliki pengusaha kecil ini adalah CV. Jumlah pengusaha kecil di Semarang kurang lebih adalah 5 orang. Untuk kelompok pengusaha mikro, jumlah produksi Bandeng Tanpa Duri segar dan olahannya hanya sekitar 10-15 kg per hari, dan seluruhnya diproduksi berdasarkan pesanan yang ada. Usaha ini umumnya tidak menggunakan badan hukum, karena memang hasil produksi hanya untuk memenuhi masyarakat sekitar tempat dan jumlahnya masih terbatas. Jumlah pengusaha skala mikro ini di Semarang sekitar 15 orang. Kontinuitas produksi Bandeng Tanpa Duri ini sangat tergantung dari ketersediaan bahan bakunya yaitu Bandeng Segar. Menurut informasi yang diperoleh dari Pengusaha Bandeng Tanpa Duri, produksi Bandeng bersifat musiman dimana pasokan akan lebih kecil saat musim kemarau. Bila pasokan Bandeng terbatas, maka akan sulit memperoleh produk Bandeng dengan ukuran yang dipersyaratkan untuk diolah menjadi Bandeng Tanpa Duri. Kalaupun ada, maka harga Bandeng ini menjadi lebih mahal dan hal ini akan mengakibatkan keuntungan pengusaha Bandeng Tanpa Duri menjadi berkurang atau bahkan dapat mengakibatkan kenaikan harga jual Bandeng Tanpa Duri.
2.2.
Pola pembiayaan
Dalam rangka memperoleh informasi mengenai pola pembiayaan Bank bagi usaha Bandeng Tanpa Duri ini, maka dilakukan survey ke beberapa Bank di Semarang, yaitu BRI Patimura serta BPD Jateng Kago. Berdasarkan diskusi dengan Bank, disimpulkan bahwa tidak terdapat skema pinjaman yang ditujukan khusus untuk pembiayaan usaha produksi Bandeng Tanpa Duri. Bila pengusaha Bandeng Tanpa Duri ingin memperoleh kredit, maka harus mengajukan kredit untuk sektor retail.
6
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI 1.
BRI
Selama ini BRI Patimura paling banyak menyalurkan kredit untuk usaha perdagangan barang konsumsi dan jasa angkutan. Sementara untuk usaha pengolahan ikan, belum pernah menyalurkan kredit karena usaha ini dianggap musiman dan biasanya pengusaha mengajukan kredit pada koperasi yang khusus menangani kredit di usaha pengolahan ikan. Pengusaha yang ingin memperoleh kredit minimal 2 tahun telah menjalani usaha ini dan usaha tersebut menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan yang nantinya akan diminta oleh pihak Bank untuk menentukan kelayakan usaha. Laporan Keuangan ini berisi antara lain mengenai omset usaha, perhitungan harga pokok penjualan, keuntungan operasi hingga keuntungan bersih yang diperoleh dari usaha tersebut. Untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan, maka permohonan kredit harus dilengkapi juga dengan SIUP, TDP, NPWP (khusus untuk kredit diatas Rp 100 juta). Mengenai besarnya nilai kredit, bila pengajuannya dicabang BRI, maka minimal Rp 100 juta. Tetapi bila di Kantor Cabang Pembantu (KCP) BRI, maka nilai kredit sebesar kurang dari Rp 100 juta. Dan untuk pengajuan kredit di Unit BRI, nilai kredit kurang dari Rp 50 juta. Plafon kredit ini merupakan kebijakan BRI untuk wilayah Semarang dan mungkin saja berbeda di wilayah lain. BRI juga menyalurkan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Usaha Mikro Kecil Menengah. Skema KUR ini yaitu maksimum pinjaman Rp 500 juta, jangka waktu maksimal 3 tahun, dengan bunga 14% per tahun tanpa provisi. Persyaratannya hampir sama dengan persyaratan kredit umum, tetapi telah menjalankan usaha minimal 6 bulan. Bank meminta agunan berupa sertifikat tanah/ bangunan tempat usaha atau kendaraan. Bila tempat usaha sewa, maka agunan bisa berupa sertifikat rumah tinggal/ bangunan lainnya milik pengusaha yang mengajukan kredit. Alur pengajuan kredit pada BRI dimulai dari pengajuan kredit oleh calon debitur dengan mengisi formulir dan melengkapi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.
BANK INDONESIA
7
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN Setelah dilakukan seleksi administrasi kemudian dilanjutkan dengan analisis teknis dan keuangan terhadap usaha tersebut. Apabila hasil analisis menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk dibiayai maka kredit akan disetujui. Adapun kriteria suatu usaha layak untuk dibiayai adalah sebagai berikut : 1. Tidak pernah memiliki kredit macet 2. Menghasilkan laba, dengan parameter Nilai Omset, Beban Operasional serta Harga Pokok Penjualan Sampai saat ini BRI terus berusaha meningkatkan penyaluran kreditnya terutama terhadap usaha mikro, kecil dan menengah, karena selama ini kredit macet relatif sedikit dari usaha mikro, kecil dan menengah bila dibandingkan dengan usaha besar. Apalagi dengan adanya program KUR, maka BRI semakin agresif dalam menyalurkan kredit. 2.
BPD Jateng
Berbeda dengan BRI, BPD Jateng sudah pernah menyalurkan kredit pada usaha pengolahan ikan yaitu bandeng presto. BPD Jateng memliki persepsi bahwa penyaluran kredit tidak terbatas pada jenis usaha tertentu saja. Selama usaha tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan BRI dan dianggap layak serta prospek di masa depannya bagus maka kredit dapat disalurkan. Namun kredit yang disalurkan tidak bisa langsung dalam nominal yang besar. Debitur pada saat awal bisa mengajukan kredit mulai sekitar Rp 20 sampai 30 juta kemudian secara bertahap jumlahnya bisa ditingkatkan hingga maksimal Rp 500 juta. Tingkat bunga yang dikenakan adalah 16% per tahun dan bersifat anuitas. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah : 1. Usaha sudah berjalan, tanpa ada batas minimal waktu berjalannya usaha. 2. Memiliki izin usaha 3. Memiliki agunan tetap ( tanah dan bangunan ) Untuk skema pemberian kredit sama dengan yang diterapkan BRI yaitu dimulai dari pengajuan kredit oleh calon debitur dengan mengisi formulir dan melengkapi
8
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Selanjutnya Bank akan melakukan konfirmasi data kepada calon debitur guna memastikan bahwa dokumen administrasi yang diserahkan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Setelah dilakukan seleksi administrasi kemudian dilanjutkan dengan analisis kelayakan kredit dengan 5C (Character, Condition, Collateral, Capacity, Capital). Apabila hasil analisis menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk dibiayai maka kredit akan disetujui. Gambar 2.1 Prosedur Permohonan Kredit Calon Debitur mengajukan permohonan kredit
Seleksi Administrasi
Mengisi formulir dan melengkapi syarat administrasi
Analisis Kelayakan Kredit
Persetujuan Kredit oleh Bank
Sumber: Wawancara BRI dan BPD Jateng, 2008
BANK INDONESIA
9
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
10
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1.
Aspek Pasar
3.1.1. Permintaan Menurut Direktorat Penjualan Dalam Negeri Departemen Kelautan dan Perikanan (2008), permintaan pasar dalam negeri terhadap produk perikanan budidaya (salah satunya Bandeng) mengalami peningkatan. Tren kenaikan tersebut diduga dipengaruhi turunnya produksi ikan hasil tangkapan nelayan akibat cuaca buruk serta mahalnya harga bahan bakar minyak. Peningkatan konsumsi ikan hasil budidaya ini juga akibat bergesernya pola konsumsi masyarakat, yaitu mencari alternatif pangan pengganti daging. Permintaan produk perikanan budidaya di sejumlah daerah saat ini rata-rata naik 10 persen. Dengan demikian, maka permintaaan Bandeng Tanpa Duri akan berbanding lurus dengan peningkatan permintaan Bandeng itu sendiri dengan alasan banyaknya duri pada Bandeng penyebab utama orang enggan mengkonsumsi Bandeng dan ini bisa diatasi dengan mengkonsumsi Bandeng Tanpa Duri. Khususnya di Jawa Tengah, tingkat konsumsi ikan masyarakat belum dapat dikatakan menggembirakan karena baru mencapai 13,76 kg/kapita/tahun atau baru mencapai 76,4% dari sasaran tingkat konsumsi ikan Jawa Tengah 18 kg/kapita/ tahun. Tabel 3.1 Perkembangan Tingkat Konsumsi Ikan Jawa Tengah 2002-2006 Tahun
Tingkat Konsumsi Ikan (kg/kapita/tahun)
2002 2003 2004 2005 2006
12,09 10,18 9,88 9,47 13,76
Kenaikan/ Penurunan (%) -15,8 -2,9 -4,1 45.3
Sumber: Neraca Bahan Makanan Perikanan Jateng Tahun 2006 BANK INDONESIA
11
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN Dalam periode 2002-2006, tingkat konsumsi ikan bagi rata-rata penduduk Jawa Tengah mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5,6% per tahun, khusus tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 45,3%. Menurut Dinas Perikanan & Kelautan Propinsi Jawa Tengah, hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah ikan yang masuk dari daerah di luar Jawa Tengah serta adanya upaya dari Dinas Perikanan & Kelautan Propinsi untuk meningkatkan kesadaran makan ikan bagi penduduk Jawa Tengah yaitu melalui bantuan paket budidaya ikan, promosi makan ikan dan pemasyarakatan makan ikan baik melalui media cetak maupun elektronik. Jumlah penduduk Jawa Tengah yang meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 1,1% juga mempengaruhi kebutuhan pangan asal ikan yang dikonsumsi. Tabel 3.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Jawa Tengah 2002-2006 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah Penduduk (Jiwa) 31.691.866 32.052.866 32.397.431 32.908.850 33.118.692
Kenaikan (%) 1,1 1,1 1,6 0,6
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2007 3.1.2. Penawaran Khususnya untuk produksi Bandeng Tanpa Duri, tidak diperoleh angka pasti mengenai jumlah produksinya. Tetapi dengan menggunakan asumsi bahwa Bandeng Tanpa Duri sangat bergantung pada bahan baku Bandeng, dengan adanya kenaikan produksi Bandeng maka akan berdampak pada peningkatan produksi Bandeng Tanpa Duri. Perkiraan mengenai produksi Bandeng Tanpa Duri untuk wilayah Semarang dapat digunakan perkiraan kasar dari wawancara dengan Dinas Perikanan & Kelautan Propinsi Jawa Tengah yaitu sekitar 300.000 kg per tahun.
12
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI Untuk Produksi Bandeng Tanpa Duri diperkirakan memiliki prospek yang cukup baik dan dapat terus berkembang, hal ini sangat didukung dengan beberapa aspek seperti berikut: 1. Potensi bahan baku Bandeng segar cukup besar dan tersedia hampir di seluruh wilayah Indonesia 2. Bandeng umumnya sudah dikenal dan disukai oleh masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan 3. Teknologi dan peralatan pengolahan Bandeng Tanpa Duri relatif sederhana sehingga tidak membutuhkan investasi yang besar 4. Memiliki nilai tambah yang cukup besar jika dibandingkan dengan nilai jual hanya dalam bentuk Bandeng segar dengan duri Gambar 3.1 Produk Bandeng Tanpa Duri
Sumber: Data Primer, 2008
Menurut Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Departemen Kelautan dan Perikanan bandeng olahan yang dipasarkan di 6 kota besar seperti Bandung, Yogjakarta, Surabaya, Semarang, Karawang dan Bekasi, jumlahnya mencapai 30.809 ton/tahun (Trobos, Juli 2007).
BANK INDONESIA
13
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN Budidaya Bandeng sendiri diperkirakan mengalami peningkatan, hal ini disebabkan budidaya Bandeng memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan komoditas budidaya lainnya dalam hal: 1. Teknologi perbenihannya telah dikuasai dengan baik sehingga pasokan benih tidak lagi tergantung pada musim dan benih dari alam 2. Teknologi budidayanya baik di tambak maupun dalam Keramba Jaring Apung telah dikuasai dengan baik, secara teknis mudah diaplikasikan dan secara ekonomis menguntungkan 3. Mampu mentolerir perubahan salinitas mulai 0-33 ppt sehingga areal budidayanya cukup luas mulai dari perairan tawar hingga ke perairan laut 4. Mampu hidup dalam kondisi yang padat di Keramba Jaring Apung (100-300 ekor/m3) 5. Pertumbuhannya cepat (1,6%/hari) 6. Pakan komersial untuk ikan ini sudah tersedia dalam jumlah cukup hingga ke pelosok desa
Produksi Bandeng di Jawa Tengah mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat dari data Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Budidaya Tambak tahun 2002-2006 baik dalam kuantitas produksi maupun dalam nilai produksi. Rata-rata kenaikan per tahun jumlah produksi Bandeng sebesar 4,27% dan untuk nilai produksi sebesar 4,24%. Produksi tahun 2006 bila dibandingkan dengan tahun 2005 mengalami peningkatan signifikan setelah di tahun sebelumnya mengalami penurunan.
14
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI Tabel 3.3 Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Bandeng Hasil Budidaya Tambak Jawa Tengah Tahun 2002-2006 Tahun
P roduks i (ton)
P ertumbuhan P roduks i (% )
Nilai (R p)
P ertumbuhan Nilai (% )
2002
29, 952. 60
-
259, 753, 829. 00
-
2003
36, 569. 80
18. 09
261, 789, 472. 00
0. 78
2004
35, 777. 80
-2. 21
277, 151, 136. 00
5. 54
2005
33, 649. 00
-6. 33
233, 872, 681. 00
-18. 51
2006
36, 385. 50
7. 52
330, 008, 379. 00
29. 13
R ata-rata
34, 466. 94
4. 27
272, 515, 099. 40
4. 24
Sumber: Statistik Perikanan Budidaya Jawa Tengah 2007
3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Khususnya di wilayah Semarang, jumlah pelaku usaha yang masih terbatas menyebabkan persaingan belum tampak pada usaha produksi Bandeng Tanpa Duri ini. Setiap pelaku usaha memiliki pasar masing-masing, yaitu konsumen di sekitar wilayah produsen tersebut serta agen/ distributor masing-masing yang berbeda antar produsen dengan skala yang relatif besar. Kunci keberhasilan usaha produksi Bandeng Tanpa Duri ini adalah bagaimana pengusaha menjaga kontinuitas produksinya. Karena kendala utama pengusaha yaitu ketersediaan bahan baku Bandeng segar yang sifatnya musiman tergantung dari perkembangan cuaca dan musim pemanenan, pengusaha sebaiknya memiliki pengetahuan mengenai musim panen Bandeng dalam menentukan kapasitas produksi sehingga mampu mengantisipasi kekurangan pasokan bahan baku dengan pengadaan stok Bandeng Tanpa Duri.
BANK INDONESIA
15
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN Peluang pasar untuk produk Bandeng Tanpa Duri ini sangat besar, karena didukung adanya peningkatan permintaan yang cukup besar untuk produk Bandeng sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam kota Semarang dan juga luar kota Semarang bahkan di luar Jawa Tengah. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan juga menjadi mendorong peningkatan permintaan ikan. Potensi pasar yang relatif besar menjadi daya tarik masuknya produsen baru dalam industri produksi Bandeng Tanpa Duri ini. Dinas Perikanan & Kelautan Kota Semarang juga memberikan dukungan dalam program pelatihan produksi dan kelayakan usaha serta sosialisasi keunggulan produk Bandeng Tanpa Duri dibandingkan dengan Bandeng Presto. Dikatakan Bandeng Tanpa Duri tidak memiliki risiko hilangnya kandungan gizi yang terdapat pada Bandeng tersebut dan lebih bervariasi dalam penyajiannya karena dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan. Jumlah pelaku usaha yang relatif terbatas, sedangkan jumlah permintaan cukup besar memberikan tanda bahwa terdapat hambatan untuk masuk ke industri ini. Hambatan awal yaitu penguasaan teknik mencabut duri, yang memang membutuhkan teknik khusus. Tetapi hambatan ini lama kelamaan bukan menjadi masalah lagi, sebab saat ini Dinas Perikanan & Kelautan Kota Semarang bekerjasama dengan salah seorang produsen mengadakan pelatihan mengenai proses produksi Bandeng Tanpa Duri. Tujuannya tentu saja memperbanyak jumlah produsen yang diharapkan dapat meningkatkan produksi Bandeng Tanpa Duri. Kemampuan memperoleh bahan baku yang sesuai secara kontinu juga menjadi kunci keberhasilan pada industri ini. Seringkali produksi bisa berkurang bahkan terhenti karena memang tidak adanya bahan baku ikan Bandeng yang memenuhi persyaratan produksi, khususnya mengenai ukuran ikan, karena ikan yang dipersyaratkan untuk bisa diolah yaitu ikan Bandeng segar dengan ukuran minimal 330 gram, bila ikan Bandeng terlalu kecil, maka akan menyulitkan dalam pencabutan durinya. Produk substitusi dari Bandeng Tanpa Duri ini yaitu dari produk olahan Bandeng atau dari jenis ikan selain Bandeng. Bahkan untuk jenis ikan selain Bandeng, menjadi pesaing yang cukup signifikan bagi konsumsi Bandeng Tanpa Duri, karena
16
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI harga yang jauh lebih murah. Substitusi utama Bandeng Tanpa Duri yaitu Bandeng Duri Lunak atau dikenal dengan Bandeng Presto, yang memang telah dikenal lebih dahulu dan menjadi makanan khas Semarang saat ini menguasai produk olahan Bandeng di Semarang. 3.2.
Aspek Pemasaran
3.2.1. Harga Harga Bandeng Tanpa Duri berkisar antara Rp 33.000-Rp 36.000 per kg. Harga ini berfluktuasi, tergantung dari harga Bandeng sebagai bahan bakunya. Bila pasokan Bandeng terbatas, maka harga menjadi tinggi, kenaikan Bandeng Tanpa Duri juga akan mengalami kenaikan. Sebaliknya, bila pasokan Bandeng berlimpah, maka harga Bandeng pun akan turun, sehingga produsen Bandeng Tanpa Duri juga akan menurunkan harganya. Untuk agen/ distributor, memperoleh potongan harga Rp 1.000 - Rp 2.500 per kg, karena volume pembelian yang banyak dan kontinu. Cara penetapan harga yang dilakukan oleh produsen yaitu dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: • • • • • •
Harga Bandeng segar Penyusutan produk (pengurangan berat produk akhir sekitar 25%) Biaya produksi, seperti upah, listrik, air. Biaya pengemasan (packaging) Biaya transportasi (transportasi bahan baku dan pengiriman produk jadi) Biaya promosi
3.2.2. Jalur Pemasaran Jalur pemasaran produk Bandeng Tanpa Duri melalui dua cara, yaitu penjualan langsung kepada pemakai langsung/ end user (30-50%) dan penjualan kepada agen/ distributor (50% - 70%). Kategori agen ini adalah pihak yang membeli Bandeng Tanpa Duri untuk dijual kembali dalam bentuk Bandeng mentah (fresh frozen) atau yang telah diolah. Rumah makan termasuk dalam kategori agen ini.
BANK INDONESIA
17
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN Agen tersebar di berbagai kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Bogor, Yogyakarta, Solo. Tidak ada kontrak antara produsen dengan agen untuk melakukan pengiriman dalam jumlah dan periode tertentu. Untuk agen baru, dilakukan kebijakan pembayaran di awal saat mereka melakukan pemesanan. Sedangkan agen lama (telah melakukan pembelian selama periode 6 bulan) membayar setelah pesanan mereka terima. Gambar 3.2 Jalur Pemasaran Bandeng Tanpa Duri Pasar Ikan Higienis/ nelayan/ Pedagang Kecil Petani Tambak Pedagang Bandeng Partai Besar
Produsen Bandeng Tanpa Duri
Konsumen Akhir (end user)
Agen/ Distributor
Konsumen Akhir (end user)
Sumber: Data Primer, 2008 Bila konsumen masih berada di kota Semarang, maka biaya pengiriman gratis, dengan kata lain harga produk sudah termasuk pengiriman. Tetapi untuk luar kota, biaya pengiriman ditanggung oleh konsumen/ agen. Pengiriman dalam kota menggunakan sepeda motor, sedangkan pengiriman luar kota menggunakan travel. 3.2.3 Kendala Pemasaran Kendala dalam pemasaran yang dirasakan yaitu pasokan Bandeng segar yang bersifat musiman, sehingga mengakibatkan adanya kemungkinan tidak dapat memenuhi permintaan yang ada (stock out). Untuk mengantisipasi hal ini maka pengusaha memiliki sejumlah persediaan Bandeng Tanpa Duri berupa fresh frozen. Tetapi tentu saja persediaan ini terbatas jumlahnya, karena keterbatasan kapasitas
18
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI penyimpanan yaitu kapasitas freezer. Ketidakpastian pasokan bahan baku ini juga menyebabkan pengusaha tidak membuat kontrak penjualan dengan pembelinya. Padahal bila menggunakan kontrak penjualan akan menguntungkan bagi pengusaha dari sisi kemudahan perencanaan produksi serta penentuan kapasitas produksi. Pasokan Bandeng yang musiman mengakibatkan harga Bandeng segar yang bervariasi. Variasi harga Bandeng segar ini menyulitkan pengusaha Bandeng Tanpa Duri dalam menetapkan harga jualnya, karena kenaikan harga Bandeng segar berdampak pada kenaikan biaya produksi secara signifikan. Meskipun demikian, pengusaha tidak mengubah harga jual Bandeng Tanpa Duri secara langsung, tetapi melihat trend kenaikan ini. Untuk mengantisipasi kenaikan bahan baku maka umumnya pengusaha menetapkan harga jual dengan jangka waktu berlakunya harga minimal untuk 3 bulan ke depan. Kendala lainnya adalah daya tahan Bandeng Tanpa Duri yang terbatas akibat penggunaan teknologi pengemasan yang masih manual, yaitu tanpa menggunakan mesin vakum. Karena Bandeng Tanpa Duri ini 100% tanpa bahan pengawet, maka hanya bertahan 2 hari dalam kondisi dingin (bukan beku), dan 6 bulan dalam kondisi beku. Dengan teknik pengemasan menggunakan mesin vakum dapat memperpanjang ketahanan produk menjadi 1 bulan pada kondisi dingin.
BANK INDONESIA
19
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
20
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BAB IV ASPEK TEKNIK PRODUKSI
4.1.
Lokasi usaha
Dalam menjalankan usaha Bandeng Tanpa Duri ini, sebaiknya memang pada wilayah penghasil Bandeng, karena bahan baku dari usaha ini haruslah Bandeng yang masih segar, dengan persyaratan Bandeng tersebut sudah mati maksimal dalam waktu 8 jam. Jika lokasi produksi berada jauh dari lokasi penangkapan Bandeng (tambak/ pantai), maka konsekuensinya harus melakukan penanganan ikan dengan baik. Misalnya dengan cara memasukkan es dalam kemasan untuk menjaga kesegaran Bandeng. Bila Bandeng yang diolah tidak segar, maka akan sulit memisahkan duri dari daging Bandeng, karena duri akan lengket yang menyebabkan bila duri diangkat akan merusak daging Bandeng dan merusak fisik Bandeng tersebut. Selain kedekatan dengan bahan baku, syarat lainnya yaitu memiliki kecukupan air bersih yang digunakan untuk mencuci Bandeng sebelum dimasukkan dalam kemasan. Pada umumnya di Semarang, usaha Bandeng Tanpa Duri ini berada pada satu area dengan rumah Pemilik, meskipun dengan bangunan yang berbeda (berada di belakang atau di samping rumah utama).
4.2.
Fasilitas Produksi dan Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam produksi Bandeng Tanpa Duri masih tergolong tradisional, karena menggunakan peralatan yang sederhana. Selain peralatan produksi, juga dibutuhkan fasilitas, sarana dan prasarana yang memperlancar proses produksi. Jumlah peralatan yang dibutuhkan tergantung pada kapasitas produksi atau dalam hal ini jumlah tenaga kerja produksi. Dengan asumsi jumlah tenaga kerja produksi sebanyak 8 orang atau kapasitas produksi 144 kg per hari, maka kebutuhan peralatan produksi dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
BANK INDONESIA
21
ASPEK TEKNIK PRODUKSI Tabel 4.1 Peralatan Produksi Bandeng Tanpa Duri
No.
Jenis
Jumlah (Unit)
1 Freezer
2
2 Pinset
16
3 Pisau
16
4 Talenan
16
5 Pembuang sisik
8
6 Nampan Plastik
16
7 Gunting
8
8 Timbangan Digital
1
9 Ember Plastik
6
10 Wadah Plastik Kecil
16
11 Sealer
2
Sumber: Data Primer, 2008 Peralatan produksi ini digunakan untuk proses produksi Bandeng Tanpa Duri, melalui beberapa tahap produksi. Tahap produksi ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap pekerjaa yaitu: Pembuangan sisik Pembelahan ikan Pembuangan duri utama dan isi perut Pencucian Pembuangan duri halus Pengemasan Penyimpanan
22
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI Tabel 4.2 Peralatan Produksi Berdasarkan Tahapan Produksi Bandeng Tanpa Duri Tahap
Alat/ Bahan
Alas ikan yang akan dibuang sisiknya Membuang sisik ikan
Ember Plastik
Wadah pengumpulan ikan yang belum dibuang sisiknya
Pembuangan Sisik Wadah persegi plastik
Pembelahan
Pembuangan Duri Utama & Isi Perut Pencucian
Talenan Pisau Wadah persegi plastik
Wadah pengumpulan ikan yang telah dibuang sisiknya Alas ikan yang akan dibelah Membelah ikan Wadah pengumpulan ikan yang telah dibelah
Talenan
Alas ikan yang akan dibuang duri utamanya serta dibuang isi perutnya
Pisau
Menyayat ikan untuk melepaskan duri utama
Wadah persegi plastik
Untuk menampung isi perut ikan
Air bersih (yang mengalir) Wadah persegi plastik Pinset Pisau
Pembuangan Duri
Fungsi
Talenan Alat Pembuang Sisik
Mencuci ikan Alas ikan yang akan dibuang durinya Mencabut duri Membantu mencari duri dengan cara menekan daging ikan
Gunting
Menghilangkan bagian ikan yang harus dibuang (sisa duri, kotoran dsb)
Wadah plastik kecil isi air
Untuk membersihkan pinset setelah mencabut duri, untuk digunakan mencabut duri lainnya
Pengemasan
Plastik kemasan Sealer
Wadah pengumpulan ikan yang telah dibuang durinya Untuk mengemas ikan satu persatu Menutup kemasan
Penyimpanan
Freezer
Penyimpanan Bandeng Tanpa Duri
Wadah persegi plastik
Sumber: Data Primer, 2008
BANK INDONESIA
23
ASPEK TEKNIK PRODUKSI 4.3.
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam produksi Bandeng Tanpa Duri ini yaitu Bandeng segar dengan ukuran minimal 330 gram atau 1 kg terdiri dari 3 ekor. Semakin besar ukuran Bandeng, maka akan mempermudah serta mempercepat proses pencabutan duri. Suplier Bandeng segar ini yaitu nelayan/ petani ikan yang menjual ikannya di beberapa Pasar Ikan Higienis atau di lokasi tambak/ penangkapan ikan. Untuk pengusaha Bandeng Tanpa Duri skala kecil, suplier utamanya yaitu pedagang Bandeng partai besar (yang membeli dan mengumpulkan ikan dari nelayan/ petani ikan). Sistem pembelian pengusaha Bandeng Tanpa Duri dengan supliernya adalah beli putus, tidak menggunakan kontrak/ kerjasama tertentu. Volume pembelian sangat tergantung pada kapasitas produksi produsen Bandeng Tanpa Duri. Pengusaha besar dapat mengatur volume pembelian ini, dimana pada musim panen membeli dalam jumlah lebih banyak untuk dijadikan stok sehingga akan mengurangi risiko stock out pada saat kesulitan memperoleh bahan baku Bandeng segar. Harga akan mengikuti jumlah produksi Bandeng segar, dimana bila produksi sedikit, maka harga akan mahal dan sebaliknya. Kisaran harga Bandeng segar saat ini yaitu Rp 20.000 – Rp 22.000 per kg. Pengusaha membawa sendiri bahan baku ini dari lokasi pembelian dengan menempatkannya dalam box yang berisi es untuk menjaga kesegaran Bandeng. Cara pembayaran bahan baku yaitu dengan cara cash and carry, dimana pengusaha membayar secara tunai bahan baku yang dibelinya.
24
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI Gambar 4.1 Bahan Baku Bandeng Segar
Sumber: Data Primer, 2008 4.4.
Tenaga Kerja
Persyaratan tenaga kerja dalam industri Bandeng Tanpa Duri ini adalah orang yang memiliki ketekunan dan ketelitian, khususnya untuk proses pencabutan duri. Tenaga kerja ini kemudian harus mengikuti pelatihan mengenai teknik pencabutan duri sehingga mampu melakukannya dengan tepat. Pengusaha mengklaim produk Bandeng Tanpa Duri hasil produksinya mampu mengangkat duri yang ada pada Bandeng hingga 99%, dan ini bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, sehingga tenaga kerja perlu dibekali dengan teknik yang tepat. Tenaga kerja relatif mudah diperoleh, umumnya adalah masyarakat di sekitar lokasi usaha. Pemilik berusaha untuk belajar terlebih dahulu sehingga mampu menguasai teknik pencabutan duri dengan benar, kemudian pemilik melatih tenaga kerjanya agar menguasai hal yang serupa. Lama pelatihan sekitar 1-2 minggu, setelah mengikuti pelatihan umumnya mereka mampu melakukan pekerjaan ini dengan baik. Secara umum, terdapat dua tipe tenaga kerja, yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Tenaga kerja tetap dibayar dalam Rupiah yang tetap per bulan, dan tenaga kerja tidak tetap dibayar secara variabel berrdasarkan jumlah Bandeng Tanpa Duri yang mereka hasilkan. pelaku usaha dapat memilih kebijakan tenaga kerja ini sesuai dengan karakteristik usahanya dan juga kemampuannya memperoleh bahan baku. Dari pengamatan di lapangan terdapat pelaku usaha kecil
BANK INDONESIA
25
ASPEK TEKNIK PRODUKSI dimana seluruh tenaga kerjanya tidak tetap. Alasan menggunakan tenaga kerja yang tidak tetap ini adalah untuk mengantisipasi kelangkaan bahan baku Bandeng, sehingga jika bahan baku ini tidak tersedia, maka pengusaha tidak berproduksi dan tidak harus membayar gaji pegawai. Tetapi dalam model penelitian ini mengambil sampel salah satu pelaku usaha kecil yang menggunakan tenaga kerja tetap. Gaji tenaga tetap sekitar Rp 600.000 – Rp 850.000 per bulan (memperoleh makan siang), dengan lama kerja 6 hari dalam seminggu dengan waktu kerja per hari sekitar 8 jam. Bila lembur, maka upah lembur dihitung sebesar 2 kali upah normal. Untuk tenaga kerja tidak tetap, dibayar Rp 3.000 per kg Bandeng Tanpa Duri. Dimana pada umumnya, 1 orang tenaga kerja mampu menghasilkan 15-20 kg per hari. Seluruh tenaga kerja ini mampu melakukan proses produksi dari awal hingga akhir. Tunjangan yang diterima tenaga kerja tetap yaitu tunjangan Hari Raya dan Tunjangan Kesehatan. Disamping tenaga produksi, terdapat 1 orang tenaga penunjang, yaitu yang bertugas mengantar pesanan atau membeli bahan baku. Tenaga penunjang ini dibayar Rp 500.000 per bulan. Sedangkan untuk administrasi seperti pencatatan keuangan, penerimaan pesanan, ditangani oleh pemilik yang berlaku sebagai Manager, dengan upah Rp 2.500.000 per bulan. Tenaga kerja yang terlibat dalam produksi Bandeng Tanpa Duri ini bervariasi, terdiri dari tenaga tetap sebanyak 8 orang dan tenaga tidak tetap sebanyak 8-10 orang. Seluruh tenaga kerja merupakan masyarakat di sekitar tempat usaha. Tingkat pendidikan juga bervariasi, mulai dari SD hingga D3. Usia berkisar 15-45 tahun, umumnya perempuan karena perempuan lebih sabar dan teliti saat melakukan proses pencabutan duri Bandeng. 4.5.
Teknologi
Dalam proses produksi Bandeng Tanpa Duri ini tidak membutuhkan teknologi yang canggih, karena peralatan dan fasilitas yang digunakan relatif sederhana. Tidak ada mesin yang digunakan dalam proses produksi (pencabutan duri), semuanya mengandalkan tenaga manusia, karena memang proses pencabutan duri Bandeng ini tidak memungkinkan dengan menggunakan bantuan mesin.
26
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI Meskipun dalam proses pencabutan duri tidak membutuhkan bantuan teknologi, tetapi teknologi dibutuhkan dalam proses penunjang produksi khususnya proses pengemasan. Pengemasan yang selama ini dilakukan pengusaha Bandeng Tanpa Duri yaitu pengemasan manual dimana setiap ekor Bandeng Tanpa Duri dimasukkan dalam kantong kemasan yang terbuat dari plastik polyethylene (PE) kemudian diseal. Idealnya dalam pengemasan ini dibutuhkan teknologi vakum dengan menggunakan mesin vakum (hampa udara) yang bertujuan membuat produk dalam kemasan menjadi lebih awet.
4.6.
Proses Produksi Proses produksi Bandeng Tanpa Duri adalah sebagai berikut:
Tahap1. Pembuangan Sisik • Apabila pengolahan Bandeng Tanpa Duri ini digunakan untuk keperluan pengolahan lebih lanjut yang masih memerlukan adanya sisik, maka pembuangan sisik tidak dilakukan, misalnya saja untuk diolah menjadi Bandeng Asap. Sebab sisik diperlukan untuk memberikan kilau pada produk akhir Bandeng Asap tersebut. • Apabila dalam pengolahan lebih lanjut tidak memerlukan adanya sisik, maka sisik dibuang dengan cara dikerok mulai dari pangkal ekor menuju ke bagian kepala menggunakan alat pembuang sisik sampai bersih. Tahap 2 Pembelahan (filleting) • Pembelahan sebaiknya dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal ini akan sangat berpengaruh dalam proses selanjutnya. • Jangan sampai terlalu banyak membuang daging dengan melakukan pembelahan yang ceroboh.
BANK INDONESIA
27
ASPEK TEKNIK PRODUKSI • Ikan dibelah dengan menyayat bagian punggungnya dengan pisau. Penyayatan dimulai dari bagian ekor menyusur tepat pada tengah bagian punggung ikan sampai membelah bagian kepala. Tahap 3 Pembuangan Duri Punggung/ Duri Utama • Pembuangan duri punggung atau duri utama ini dimulai dari pangkal ekor maju lebih kurang 2 cm dengan memotong secara hati-hati, terlebih saat memotong pangkal duri utama sehingga ekor tidak sampai terputus. • Duri utama disayat secara perlahan dengan sedikit mengangkat pisau agak ke atas agar daging tidak terlalu banyak yang terangkat. • Demi kesempurnaan sirip atas yang menjadi pangkal duri bagian atas dibuang. Tahap 4 Pembuangan Isi Perut • Setelah duri utama kita angkat, semua isi perut sampai dengan insang dikeluarkan hingga selaput yang menempel pada dinding perut terkelupas secara bersih. Tahap 5 Pencucian • Ikan yang telah dibelah dan diambil tulang utama kemudian dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa darah, lemak maupun kotoran yang masih menempel pada dinding perut ikan. Tahap 6 Pembuangan Duri Duri dicabut dengan cara memasukkan ujung pinset pada bagian irisan daging, selanjutnya duri dicabut satu persatu.
28
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI • Pada bagian perut terdapat 16 pasang duri, bentuknya agak melengkung, kasar dan eras. Pencabutan dilakukan hati-hati agar tidak merusak daging. • Pada bagian punggung terdapat 42 pasang duri bercabang dan halus yang berada di dalam daging dekat kulit luar. Pada guratan daging punggung bagian tengah dan bagian perut dibuat irisan memanjang dengan menggunakan ujung pisau, kemudian duri dicabut satu persatu. • Sepanjang lateral line (antara punggung dan perut) terdapat 12 pasang duri bercabang dan halus. Duri dicabut mulai dari arah kepala menuju ekor dengan cara ditarik ke belakang sampai pertengahan daging ikan. • Di bagian sirip belakang (anal) terdapat 12 pasang duri berbentuk lurus dan agak keras, sedangkan bagian agak ke tengah bercabang dan halus. Pada bagian tersebut dibuat irisan dan dilakukan pencabutan dimulai dari arah ekor menuju kepala dengan cara ditarik ke belakang sampai pertengahan daging ikan. Pencabutan duri dilakukan pada kedua belahan daging. Tahap 7 Pengemasan • Produk dapat langsung diolah sesuai selera dan jika tidak langsung diolah maka dimasukkan ke dalam kantong plastik polyethylene (PE) dengan divakum atau tanpa vakum (hampa udara). Ikan dalam plastik dibentuk dengan rapi menggunakan tangan, kemudian ditutup dengan sealer. • Bandeng Tanpa Duri dalam kemasan ini selanjutnya dimasukkan ke dalam freezer untuk dibekukan sambil menunggu proses selanjutnya.
Untuk memperjelas penjelasan proses produksi Bandeng Tanpa Duri, dapat dilihat pada gambar setiap proses produksi berikut ini:
BANK INDONESIA
29
ASPEK TEKNIK PRODUKSI Gambar 4.2 Tahapan Proses Produksi Bandeng Tanpa Duri Pembuangan Sisik
Pembelahan
Pembuangan Duri Utama/ Isi Perut
Persiapan Proses Pengangkatan Duri
Pembuangan Duri
Pengemasan
Sumber: Data Primer, 2008
30
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI 4.7.
Jumlah, Jenis, Mutu Produksi
Jumlah produksi Bandeng Tanpa Duri sangat ditentukan oleh jumlah permintaan atau pesanan, disamping itu juga untuk memenuhi stok, dimana stok ini hanya dilakukan oleh pelaku usaha skala kecil dengan jumlah stok sekitar 150 – 250 kg. Tidak ada perbedaan jenis produk Bandeng Tanpa Duri, yang membedakannya hanyalah ukuran Bandeng per ekor. Ukuran Bandeng ini bervariasi antara 330 gram hingga 2.5 kg per ekornya. Tetapi ukuran yang besar ini sulit diperoleh jika bukan pada musim panen Bandeng. Produk Bandeng Tanpa Duri yang dihasilkan harus memenuhi berbagai kriteria atau standar kualitas produk. Di wilayah Semarang hanya ada satu pengusaha yang telah memperoleh pengakuan mutu produknya dari Departemen Kesehatan, dimana sertifikat mutu ini menjamin bahwa produk Bandeng Tanpa Duri produksinya telah memenuhi standar & pengawasan produk dari Departemen Kesehatan. Menurut pelaku usaha, standar kualitas Bandeng Tanpa Duri secara umum ditentukan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: • Jumlah duri pada Bandeng Produk Bandeng Tanpa Duri yang dihasilkan dapat memenuhi kriteria jumlah duri yang dibuang mencapai standar yang sudah ditetapkan. Standar yang ditetapkan dari Dinas Perikanan & Kelautan Jawa Tengah yaitu mampu menghilangkan duri sebanyak 70-80%. Meskipun pelaku usaha kecil mengklaim produknya memiliki sisa duri hanya 1%. • Bentuk fisik Bandeng Setelah Bandeng dibelah dan dilakukan proses pencabutan duri, maka Bandeng ini memiliki kemungkinan rusak secara fisik, karena dagingnya ikut tercabut atau bentuk Bandeng yang mengalami perubahan karena proses pembelahan dan pencabutan yang kurang tepat. Maka bentuk secara fisik juga menjadi kriteria dalam mutu produk.
BANK INDONESIA
31
ASPEK TEKNIK PRODUKSI • Rasa Bandeng Orang sering mengeluhkan rasa lumpur yang ada pada Bandeng. Rasa lumpur ini juga menjadi salah satu faktor kualitas Bandeng Tanpa Duri. Produsen harus memastikan bahwa bahan baku yang digunakan adalan Bandeng tanpa rasa lumpur. Menurut berbagai literatur, bau lumpur pada Bandeng banyak dialami pada Bandeng yang diambil dari tambak. Bandeng yang dipelihara di Karamba hampir tidak berbau. 4.8.
Produksi Optimum
Penentuan produksi optimum sangat dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan. Dengan asumsi lama proses cabut duri per ekor (330 gram) Bandeng membutuhkan waktu 5 menit, ditambah dengan proses lainnya dibutuhkan total waktu 8-10 menit, dengan asumsi 1 kg terdiri dari 3 ekor, maka dibutuhkan waktu 24-30 menit per kg Bandeng. Sehingga dengan waktu kerja 8 jam, maka 1 orang tenaga kerja dapat mengerjakan sekitar 16-20 kg per hari. Jika terdiri dari 8 orang tenaga kerja tetap, maka produksi optimal sebesar 128-160 kg per hari.
4.9.
Kendala Produksi
Kendala yang mungkin terjadi pada proses produksi yaitu kontinuitas mutu hasil produksi, terutama saat proses pencabutan duri. Karena pencabutan duri ini dilakukan manual, maka hasilnya sangat bergantung pada tenaga kerja yang melakukan proses pencabutan duri tersebut. Perlu adanya pemeriksaan produk jadi yang intensif untuk memastikan kontinuitas produksi ini. Kendala lainnya adalah ketiadaan mesin vakum yang akan digunakan untuk proses pengemasan, karena harga mesin vakum ini yang relatif mahal. Pengusaha berharap ada bantuan dari Dinas Perikanan & Kelautan untuk pengadaan mesin vakum ini.
32
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1.
Pemilihan pola usaha
Dalam analisis keuangan dipilih usaha pengolahan Bandeng Tanpa Duri dengan kategori pelaku usaha kecil di Semarang. Kapasitas produksi yang dipilih merupakan kapasitas produksi rata-rata yang disesuaikan dengan jumlah pekerja tetap yang dimiliki usaha ini. Asumsi tenaga kerja tetap yang digunakan sebanyak 8 orang, dimana 1 orang mampu menghasilkan 18 kg, maka kapasitas produksi sebanyak 144 kg setiap hari. 5.2.
Asumsi Parameter dan Perhitungan
Periode proyek diasumsikan selama 3 tahun, sehingga perhitungan proyeksi pendapatan dan komponen biaya dilakukan untuk periode usaha selama 3 tahun. Dalam usaha ini, seluruh lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha, baik berupa tanah dan bangunan diasumsikan dibeli oleh pemilik (bukan sewa). Mesin dan peralatan yang diperhitungkan dalam komponen biaya diasumsikan dengan nilai mesin/ peralatan tersebut pada saat ini. Untuk melakukan analisis usaha ini dari aspek keuangan maka digunakan asumsi-asumsi dan parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Asumsi dan parameter ini dapat dilihat pada Tabel 5.1. Luas tanah dan bangunan untuk usaha pengolahan Bandeng Tanpa Duri ini adalah 35 m2 berupa bangunan permanen. Produksi dilakukan setiap hari (kecuali Minggu), sehingga jumlah hari kerja dalam setahun adalah 300 hari. Kapasitas produksi yang digunakan adalah dengan memperhitungkan kapasitas tenaga kerja tetap, dimana jumlah tenaga kerja tetap 8 orang dengan production rate sebesar 18 kg per orang per hari, sehingga akan menghasilkan kapasitas produksi sebesar 144 kg per hari. Harga beli ikan Bandeng segar sebesar Rp 21.000/kg, sedangkan harga jual ikan Bandeng Tanpa Duri adalah Rp 34.000/kg.
BANK INDONESIA
33
ASPEK KEUANGAN Tabel 5.1 Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan Asumsi
Satuan
Jumlah/Nilai
Periode Proyek
Tahun
3
Luas tanah
m2
35
Harga tanah
Rp/ m2
1.000.000
Luas bangunan
m
35
Harga bangunan
Rp/ m
750.000
Freezer
Unit
2
Pinset
Unit
16
Pisau Talenan
Unit Unit
16 16
Pembuang sisik
Unit
8
Nampan plastik
Unit
16
Gunting
Unit
8
Ember plastik
Unit
6
Wadah plastik kecil
Unit
16
Timbangan digital
Unit
1
Sealer
Unit
2
Produksi per tahun
Kg
43.200
Produksi per hari
Kg
144
Harga jual
Rp/kg
34.000
Jumlah hari kerja dalam 1 tahun
Hari
300
Tenaga kerja tetap
Orang
8
Tenaga transportasi
Orang
1
2 2
Mesin dan peralatan
Produksi dan harga
Penyerapan tenaga kerja
34
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
Keterangan Harga tanah tergantung lokasi
Bangunan permanen
BANDENG TANPA DURI
Tenaga manajemen
Orang
Upah tenaga kerja tetap Upah tenaga kerja transportasi Upah tenaga manajemen
Rp/orang/ bulan Rp/orang/ bulan Rp/orang/ bulan
1 750.000 500.000 2.500.000
Penggunaan bahan baku Harga ikan
Rp/kg
21.000
Penggunaan ikan 1 tahun
Kg
57.456
Penggunaan ikan 1 hari
Kg
191,52
Kemasan
Rp/unit
100
Biaya perawatan
Rp/bulan
500.000
Biaya transportasi
Rp/bulan
900.000
Biaya listrik
Rp/bulan
400.000
Biaya air
Rp/bulan
200.000
%/tahun
16
Kebutuhan per kg produksi =1,33 kg 1 kg rata-rata 3 unit
Overhead produksi
Kredit Bank Bunga Pinjaman
Sumber: Data Primer, diolah, 2008
5.3.
Komponen Biaya Investasi dan Modal Kerja
5.3.1. Biaya Investasi Investasi barang modal terdiri dari tanah, bangunan, mesin, peralatan kantor & furniture serta kendaraan. Peralatan produksi tidak merupakan komponen biaya investasi melainkan dialokasikan pada biaya operasi. Jumlah biaya investasi usaha pengolahan Bandeng Tanpa Duri adalah Rp 109.470.000,- dengan perincian
BANK INDONESIA
35
ASPEK KEUANGAN komponen biaya investasi disajikan pada Tabel 5.2. Lebih dari 50% dari total biaya investasi digunakan untuk pembelian tanah dan bangunan, karena pada penelitian ini diasumsikan pelaku usaha tidak menyewa tempat usahanya. Alasan menggunakan asumsi ini karena pelaku usaha skala kecil (yang digunakan pada penelitian ini) cenderung untuk menggunakan tempat usaha milik sendiri. Tabel 5.2 Biaya Investasi Harta Tetap No. 1 2 3 4 5
H a rta T e ta p Tanah B angunan Me s in K endaraan P eralatan k antor T ota l
Nila i P erole ha n 35, 000 , 0 00 26, 250 , 0 00 15, 000 , 0 00 24, 000 , 0 00 5, 550 , 0 00 105, 800 , 0 00 .
Sumber: Data Primer, diolah, 2008 Rincian mengenai peralatan kantor dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini. Tabel 5.3 Daftar Peralatan Kantor No.
Jenis P eralatan
Jumlah (Unit)
1 2 3 4 5 6 7
Meja K urs i B rankas Mes in Tik Lis trik Telepon + F ax Meja K erja K urs i K erja
1 1 1 1 1 1 8
Harga/Unit (R p) 400, 000 150, 000 300, 000 2, 000, 000 900, 000 1, 000, 000 100, 000 T ota l
Sumber: Data Primer, diolah, 2008
36
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
Nilai (R p) 400, 000 150, 000 300, 000 2, 000, 000 900, 000 1, 000, 000 800, 000 5, 550, 000
BANDENG TANPA DURI Sedangkan mengenai asumsi yang digunakan untuk depresiasi harta tetap dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini. Tabel 5.4 Biaya Depresiasi Harta Tetap J e nis Ha rta T e ta p B angunan Mes in (F reez er ) K endaraan P eralatan kantor Total
Nila i P e role ha n 26, 250, 000 15, 000, 000 24, 000, 000 5, 550, 000 70, 800, 000
Umur E konomis 15 5 5 5
B ia ya De pre sia si/T hn 1, 750, 000 3, 000, 000 4, 800, 000 1, 110, 000 14, 330, 000
Sumber: Data Primer, diolah, 2008 5.3.2. Modal Kerja Modal Kerja merupakan kebutuhan dana yang digunakan untuk membiayai produksi awal sebelum diperoleh uang hasil penjualan Bandeng Tanpa Duri. Modal Kerja ini diasumsikan terdiri dari: Biaya pembelian alat produksi, karena diasumsikan bahwa peralatan produksi bukan merupakan komponen biaya investasi melainkan masuk ke dalam biaya operasi selama 1 tahun Biaya pembelian bahan baku untuk kebutuhan produksi selama 5 hari, karena asumsi bahwa untuk hari ke-5 dan seterusnya sudah diperoleh uang hasil penjualan Bandeng Tanpa Duri Biaya tenaga kerja, untuk kebutuhan 5 hari produksi Biaya transportasi, untuk kebutuhan 5 hari produksi Biaya pemasaran, untuk kebutuhan 1 bulan
BANK INDONESIA
37
ASPEK KEUANGAN Kebutuhan Modal Kerja selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut ini. Tabel 5.5 Kebutuhan Modal Kerja No. 1 2 3 4 5
K omponen Modal K erja P eralatan produks i P embelian bahan baku B iaya tenaga kerja B iaya trans portas i B iaya pemas aran K ebutuhan Modal K erja
Nilai (R p) 3,670,000 20,109,600 1,500,000 225,000 250,000 25,754,600
K eterangan R incian peralatan pada Tabel 5.5 Untuk 5 hari produks i Untuk 5 hari produks i Untuk 5 hari produks i Untuk 1 bulan
Sumber: Data Primer, diolah, 2008 Sedangkan untuk rincian kebutuhan Modal Kerja berupa Peralatan Produksi dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Kebutuhan Modal Kerja Untuk Peralatan Produksi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
J e nis P ins et P is au Talenan P embuang S is ik Nampan P las tik G unting Timbangan Digital E mber P las tik W adah P las tik K ecil S ealer T ota l
J umla h (Unit) 16 16 16 8 16 8 1 6 16 2
Ha rga /Unit (R p) 70, 000 15, 000 45, 000 20, 000 15, 000 25, 000 300, 000 35, 000 5, 000 200, 000
Sumber: Data Primer, diolah, 2008
5.4.
Nila i (R p) 1, 120, 000 240, 000 720, 000 160, 000 240, 000 200, 000 300, 000 210, 000 80, 000 400, 000 3, 670, 000
.
Kebutuhan Dana Investasi, Modal Kerja dan Kredit
Dalam penelitian ini digunakan asumsi bahwa dana investasi dan modal kerja 70% berasal dari kredit Bank dan sisanya merupakan modal sendiri. Untuk dana
38
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI investasi, kredit Bank senilai 70% dihitung dari total nilai investasi setelah dikurangi dengan biaya tanah dan bangunan. Perhitungan selengkapnya mengenai kebutuhan dana investasi dan modal kerja dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Rincian Biaya Proyek No. 1
R incian B iaya P royek Dana inves tas i yang bers umber dari a. K redit
31, 185, 000
b. Dana s endiri
74, 615, 000 J umla h da na inve sta si
2
105, 800, 000
Dana modal kerja yang bers umber dari a. K redit
18, 028, 220
b. Dana s endiri
7, 726, 380 J umla h da na moda l ke rja
3
Total B iaya (R p)
25, 754, 600
Total dana proyek yang bers umber dari a. K redit
49, 213, 220
b. Dana s endiri
82, 341, 380 J umla h da na proye k
131, 554, 600
Sumber: Data Primer, diolah, 2008 Dana kredit investasi dan modal kerja menggunakan asumsi tingkat bunga pinjaman sebesar 16% per tahun. Jangka waktu kredit untuk investasi adalah 3 tahun sedangkan untuk kredit modal kerja selama 1 tahun. Perhitungan pengembalian biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 5.8 sedangkan untuk pengembalian modal kerja dapat dilihat pada Tabel 5.9.
BANK INDONESIA
39
ASPEK KEUANGAN Tabel 5.8 Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi Komponen K omponen P okok pinjaman (R p) P okok dan bunga B iaya bunga (% /tahun) Angs uran P okok (tahun)
0 0 31, 185, 000
1 1 22, 289, 233 13, 885, 367 4, 989, 600 8, 895, 767
2 2 11, 970, 144 13, 885, 367 3, 566, 277 10, 319, 089
P R OG R AM P E MB AY AR AN B IAY A B UNG A DAN P OK OK P INJAMAN T AHUN B UL AN B IAYA B UNG A P OK OK T OT AL 1 Januari 415, 800 741, 314 1, 157, 114 F ebruari 415, 800 741, 314 1, 157, 114 Maret 415, 800 741, 314 1, 157, 114 April 415, 800 741, 314 1, 157, 114 Mei 415, 800 741, 314 1, 157, 114 Juni 415, 800 741, 314 1, 157, 114 Juli 415, 800 741, 314 1, 157, 114 Agus tus 415, 800 741, 314 1, 157, 114 S eptember 415, 800 741, 314 1, 157, 114 Oktober 415, 800 741, 314 1, 157, 114 November 415, 800 741, 314 1, 157, 114 Des ember 415, 800 741, 314 1, 157, 114 T OT AL 4, 989, 600 8, 895, 767 13, 885, 367 2 Januari 297, 190 859, 924 1, 157, 114 F ebruari 297, 190 859, 924 1, 157, 114 Maret 297, 190 859, 924 1, 157, 114 April 297, 190 859, 924 1, 157, 114 Mei 297, 190 859, 924 1, 157, 114 Juni 297, 190 859, 924 1, 157, 114 Juli 297, 190 859, 924 1, 157, 114 Agus tus 297, 190 859, 924 1, 157, 114 S eptember 297, 190 859, 924 1, 157, 114 Oktober 297, 190 859, 924 1, 157, 114 November 297, 190 859, 924 1, 157, 114 Des ember 297, 190 859, 924 1, 157, 114 T OT AL 3, 566, 277 10, 319, 089 13, 885, 367 3 Januari 159, 602 997, 512 1, 157, 114 F ebruari 159, 602 997, 512 1, 157, 114 Maret 159, 602 997, 512 1, 157, 114 April 159, 602 997, 512 1, 157, 114 Mei 159, 602 997, 512 1, 157, 114 Juni 159, 602 997, 512 1, 157, 114 Juli 159, 602 997, 512 1, 157, 114 Agus tus 159, 602 997, 512 1, 157, 114 1, 157, 114 997, 512 S eptember 159, 602 Oktober 159, 602 997, 512 1, 157, 114 November 159, 602 997, 512 1, 157, 114 Des ember 159, 602 997, 512 1, 157, 114 T OT AL 1, 915, 223 11, 970, 144 13, 885, 367
Sumber: Data Primer, diolah, 2008
40
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
3
3 13, 885, 367 1, 915, 223 11, 970, 144
BANDENG TANPA DURI Tabel 5.9 Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Modal Kerja B UL AN Januari F ebruari Maret April Mei Juni Juli Agus tus S eptember Oktober November Des ember T OT AL
B IAYA B UNG A 240, 376 240, 376 240, 376 240, 376 240, 376 240, 376 240, 376 240, 376 240, 376 240, 376 240, 376 240, 376 2, 884, 515
P OK OK 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 1, 502, 352 18, 028, 220
T OT AL 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 1, 157, 114 20, 912, 735
Sumber: Data Primer, diolah, 2008 5.5.
Produksi dan Pendapatan
Output dari usaha pengolahan Bandeng Tanpa Duri adalah ikan Bandeng Tanpa Duri segar yang siap untuk diolah. Ikan Bandeng Tanpa Duri yang diproduksi setiap tahun dengan asumsi sebanyak 300 hari kerja adalah 43.200 kg (144 kg per hari) dengan harga jual Rp 34.000/kg. Hal ini akan menghasilkan aliran pendapatan sebesar Rp 1.468.800.000 per tahun, dapat dilihat pada tabel 5.10. Tabel 5.10 Produksi dan Pendapatan 1
1
2
2
3
3
Harga J ual (R p/Unit)
34,000
34,000
34,000
P roduks i (Unit)
43,200
43,200
43,200
1,468,800,000
1,468,800,000
1,468,800,000
Nilai penjualan (R p)
Sumber: Data Primer, diolah, 2008
BANK INDONESIA
41
ASPEK KEUANGAN 5.6.
Proyeksi Rugi Laba Usaha dan Break Even Point
Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa usaha pengolahan Bandeng Tanpa Duri ini mampu menghasilkan keuntungan setiap tahunnya.
Tabel 5.11 Proyeksi Laba Rugi U raian P enjualan Harga pokok penjualan Laba kotor B iaya operas ional Upah/gaji operas ional B iaya peralatan produks i B iaya adminis tras i dan umum B iaya penyus utan B iaya pemas aran Total biaya operas ional Laba operas i B iaya bunga P endapatan (biaya) lain-lain Laba s ebelum pajak P ajak perus ahaan Laba bers ih
0 0 0 0 0 7,400,000 0 7,400,000 (7,400,000) 1,199,552 (311,850) (8,911,402) 0 (8,911,402)
1 1,468,800,000 1,313,952,000 154,848,000 30,000,000 3,670,000 6,000,000 10,660,000 3,000,000 53,330,000 101,518,000 4,989,600 (257,820) 96,270,580 14,440,587 81,829,993
2 1,468,800,000 1,313,952,000 154,848,000 30,000,000 3,670,000 6,000,000 10,660,000 3,000,000 53,330,000 101,518,000 3,566,277 (257,820) 97,693,902 14,654,085 83,039,817
3 1,468,800,000 1,313,952,000 154,848,000 30,000,000 3,670,000 6,000,000 10,660,000 3,000,000 53,330,000 101,518,000 1,915,223 (257,820) 99,344,957 14,901,744 84,443,213
Sumber: Data Primer, diolah, 2008 Perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang menyatakan biaya produksi per unit produk atau dalam hal ini adalah biaya produksi per kg Bandeng Tanpa Duri menghasilkan nilai sebesar Rp 30.416.
42
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI Tabel 5.12 Harga Pokok Penjualan U raian B AHAN B AK U P ers ediaan awal bahan baku P embelian bahan baku P ers ediaan akhir bahan baku P emakaian bahan baku UP AH LANG S UNG F AC TOR Y OV E R HE AD Upah tak langs ung B iaya overhead pabrik lain-lain Total factory overhead TOTAL B IAYA P AB R IK AS I P ers ediaan awal bahan dalam pros es P ers ediaan akhir bahan dalam pros es TOTAL B IAYA P R ODUK S I P ers ediaan awal barang jadi P ers ediaan akhir barang jadi HAR G A P OK OK P E NJ UALAN B iaya produks i/unit Harga pokok penjualan/unit
1
2
3
4,021,920 1,206,576,000 4,021,920 1,206,576,000 72,000,000
4,021,920 1,206,576,000 4,021,920 1,206,576,000 72,000,000
4,021,920 1,206,576,000 4,021,920 1,206,576,000 72,000,000
6,000,000 29,376,000 35,376,000 1,313,952,000 3,649,867 3,649,867 1,313,952,000 8,759,680 8,759,680 1,313,952,000 30,416 30,416
6,000,000 29,376,000 35,376,000 1,313,952,000 3,649,867 3,649,867 1,313,952,000 8,759,680 8,759,680 1,313,952,000 30,416 30,416
6,000,000 29,376,000 35,376,000 1,313,952,000 3,649,867 3,649,867 1,313,952,000 8,759,680 8,759,680 1,313,952,000 30,416 30,416
Sumber: Data Primer, diolah, 2008 Penjelasan mengenai perhitungan Harga Pokok Penjualan adalah sebagai berikut: 1. Persediaan awal bahan baku Persediaan bahan baku = untuk 1 hari Kebutuhan bahan baku per kg produksi = 1,33 kg Kapasitas produksi 1 hari (asumsi 8 orang tenaga kerja, menghasilkan @ 18 kg) = 144 kg Kebutuhan bahan baku 1 hari = 1,33 x 144 kg = 191,52 kg Harga bahan baku = Rp 21.000 Persediaan awal bahan baku = 191,52 kg x Rp 21.000 = Rp 4.021.920 2. Pembelian bahan baku Bahan baku yang digunakan = 1,33 kg x 144 kg x 300 hari = 57.456 kg Pembelian bahan baku = 57.456 x Rp 21.000 = Rp 1.206.576.000
BANK INDONESIA
43
ASPEK KEUANGAN 3. Persediaan akhir bahan baku = 191,52 kg x Rp 21.000 = Rp 4.021.920 4. Upah langsung Tenaga kerja langsung = 8 orang Upah = Rp 750.000 per orang per bulan Upah per tahun = 8 x Rp 750.000 x 12 = Rp 72.000.000 5. Upah tak langsung Tenaga kerja tak langsung = 1 orang Upah = Rp 500.000 per orang per bulan Upah per tahun = Rp 500.000 x 12 = Rp 6.000.000 6. Biaya overhead pabrik lain-lain Asumsi = 1% dari total nilai penjualan Penjualan = Rp 1.468.800.000 7. Total biaya pabrikasi Total biaya pabrikasi = pembelian bahan baku + upah langsung + total factory overhead Sedangkan mengenai perhitungan Break Even Point (BEP) atau dalam hal ini disebut Break Even Sales (BES) diawali dengan mengklasifikasikan biaya menjadi biaya variabel (V) dan biaya tetap (T). Perhitungan pada tahun ke-1 menghasilkan BES (Rp) sebesar Rp 756.997.143 serta BES (Unit) sebesar 22.265 kg dari total produksi sebesar 43.200 kg per tahun. Klasifikasi biaya serta hasil perhitungan BES dapat dilihat pada Tabel 5.13.
44
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI Tabel 5.13 Perhitungan Break Even Point U R AIAN P emakaian bahan baku UP AH LANG S UNG Upah tak langs ung B iaya overhead pabrik lain-lain Upah/gaji operas ional B iaya peralatan produks i B iaya adminis tras i dan umum B iaya penyus utan B iaya pemas aran B iaya bunga P endapatan (biaya) lain-lain P ajak perus ahaan T otal B iaya B iaya V ariabel B iaya Tetap P enjualan B E S (R p) Harga J ual B E S (U nit)
K las ifik as i B iaya V V T T T V T T V T V V
1 1,206,576,000 72,000,000 6,000,000 29,376,000 30,000,000 3,670,000 6,000,000 10,660,000 3,000,000 4,989,600 257,820 14,440,587 1,386,970,007 1,299,944,407 87,025,600 1,468,800,000 756,997,143 34,000 22,265
2 1,206,576,000 72,000,000 6,000,000 29,376,000 30,000,000 3,670,000 6,000,000 10,660,000 3,000,000 3,566,277 257,820 14,654,085 1,385,760,183 1,300,157,906 85,602,277 1,468,800,000 745,558,963 34,000 21,928
3 1,206,576,000 72,000,000 6,000,000 29,376,000 30,000,000 3,670,000 6,000,000 10,660,000 3,000,000 1,915,223 257,820 14,901,744 1,384,356,787 1,300,405,564 83,951,223 1,468,800,000 732,254,338 34,000 21,537
Sumber: Data Primer, diolah, 2008
5.7.
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Penilaian terhadap status usaha dapat dilakukan dengan baik apabila arus kas dari usaha tersebut diketahui dengan jelas. Arus kas tersebut terdiri dari 2, yaitu arus kas masuk (cash inflow) dan arus kas keluar (cash outflow). Dalam analisis arus kas dan kelayakan usaha Bandeng Tanpa Duri ini digunakan beberapa metode penilaian kelayakan keuangan, antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net B/C Ratio. NPV digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari pendapatan yang diharapkan pada discount rate tertentu. NPV ini adalah selisih antara present value benefit dan present value cost. Apabila NPV>0, maka investasi pada proyek dapat diterima dan usaha layak untuk dilaksanakan. Dari hasil analisis kelayakan keuangan diperoleh NPV > 0 yaitu Rp 119.920.242, disimpulkan bahwa usaha pengolahan Bandeng Tanpa Duri layak untuk dijalankan.
BANK INDONESIA
45
ASPEK KEUANGAN Metode penilaian investasi lain yang digunakan adalah Internal Rate of Return (IRR). IRR merupakan discount rate i yang membuat NPV dari proyek = 0. Suatu proyek dikatakan layak apabila IRR yang dihasilkan lebih besar daripada tingkat keuntungan yang disyaratkan, yang dalam hal ini discount rate = 16% (tingkat bunga kredit modal kerja). Dari hasil analisis diperoleh IRR = 66,96%, sehingga proyek pengolahan Bandeng Tanpa Duri ini layak dilaksanakan. Selanjutnya dengan metode Net B/C Ratio yang merupakan perbandingan antara manfaat benefit bersih (B) dengan biaya bersih (C) dari tahun-tahun yang bersangkutan yang telah dihitung dalam nilai sekarang (Present Value). Suatu proyek diterima jika Net B/C Ratio > 1, sebaliknya jika B/C Ratio < 1 maka proyek ditolak. Hasil perhitungan menunjukkan Net B/C Ratio = 1,98, sehingga dapat dikatakan usaha Bandeng Tanpa Duri ini dapat diterima. Tabel 5.14 Kelayakan Usaha Pengolahan Bandeng Tanpa Duri U raian C AS H INF LOW E B IT (1-T) B iaya P enyus utan Nilai S is a Harta Tetap Modal K erja Akhir P riode Total C as h Inflow
0
C AS H OUTF LOW Harga Tetap Incremental Working C apital Total C as h Outflow Net C as h F low P V IF PV NP V IR R P aybac k P eriod B C R atio
1 86,290,300 10,660,000 0 0 96,950,300
86,290,300 10,660,000 0 0 96,950,300
86,290,300 10,660,000 73,820,000 22,854,440 193,624,740
105,800,000 16,431,467 122,231,467
0 20,400,000 20,400,000
0 0 0
0 0 0
76,550,300 0.8317 63,670,248
96,950,300 0.6918 67,070,022
193,624,740 0.5754 111,411,439
Sumber: Data Primer, diolah, 2008
46
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
3
0 0 0 0 0
(122,231,467) 1.0000 (122,231,467) 119,920,242 LAYAK LAYAK 66.96% 1.9 tahun 1.98 20.2%
2
BANDENG TANPA DURI 5.8.
Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha
Pengujian sensitivitas ditujukan untuk melihat besarnya pengaruh perubahan setiap asumsi terhadap NPV. Pengujian dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan besaran suatu asumsi sehingga NPV menjadi nol. Pengujian dilakukan terhadap asumsi satu per satu. Ketika dilakukan pengujian sensitivitas NPV terhadap satu asumsi, maka asumsi yang lain tetap seperti semula. Jika perubahan sedikit saja dari besaran suatu asumsi menyebabkan NPV menjadi negatif, maka dapat dikatakan bahwa usaha ini sensitif terhadap asumsi tersebut. Pada NPV sama dengan nol, IRR akan sama besar dengan cost of capitalnya, dan B-C ratio akan sama dengan 1. Pengujian sensitivitas penting dilakukan karena memberikan indikasi kepada calon investor dan kreditur untuk memperhatikan variabel asumsi yang sangat berpengaruh terhadap kelayakan suatu usaha dan mengambil langkah-langkah strategik untuk mengatasi kelemahan usaha yang mungkin dihadapi di masa yang akan datang. Misalnya, suatu usaha sensitif terhadap harga bahan bakunya, maka untuk mengatasi fluktuasi harga bahan baku yang mengancam kelangsungan hidup usaha tersebut dilakukan kontrak pengadaan bahan baku dalam jangka panjang pada tingkat harga tertentu yang menjamin NPV positif dan arus kas operasionalnya tidak mengalami shortage. Pengujian sensitivitas dilakukan terhadap beberapa faktor antara lain kenaikan investasi barang modal, produksi, utilisasi kapasitas, harga jual, harga bahan baku dan biaya pemasaran. Dari uji sensitivitas ini diperoleh dua parameter yang paling sensitif pada kelayakan proyek yaitu: 1. Harga bahan baku Bandeng segar 2. Harga jual Bandeng Tanpa Duri
BANK INDONESIA
47
ASPEK KEUANGAN Hasil uji sensitivitas ini dapat dilihat pada Tabel 5.15 berikut ini. Tabel 5.15 Analisis Sensitivitas Faktor Kenaikan investasi barang modal Produksi Utilisasi kapasitas Harga jual Harga bahan baku Biaya Pemasaran
Asumsi Uji Standar Sensitivitas 0% 123% 43,200 29,882 1 69% 34,000 32,404 21,000 22,163 250,000 5,851,343
Perubahan 201.5% -30.8% -30.8% -4.7% 5.5% 2240.5%
Sumber: Data Primer, diolah, 2008 Simulasi Kenaikan Bahan Baku Bandeng Segar Asumsi: Harga Bandeng segar = Rp 21.000 Bila harga Bandeng segar mengalami kenaikan, akan membuat nilai NPV yang menurun. Dalam simulasi terlihat, bila NPV = 0, maka hal ini disebabkan oleh harga Bandeng segar sebesar Rp 22.163 per kg (kenaikan sebesar 5,5%). Dengan kata lain, bila harga beli Bandeng Segar lebih dari Rp 22.163, maka akan menyebabkan NPV negatif. Ini menunjukkan meskipun saat ini menunjukkan NPV yang positif, tetapi usaha ini sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga bahan bakunya. Dan kenyataannya di lapangan, harga Bandeng segar ini sangat berfluktuasi, dan mungkin saja mengalami kenaikan lebih dari Rp 22.163 per kg. Namun demikian risiko dapat dimitigasi dengan meningkatkan harga jual produk Bandeng Tanpa Duri. Simulasi Penurunan Penjualan Bandeng Tanpa Duri Asumsi: Harga Jual Bandeng Tanpa Duri = Rp 34.000 Harga jual Bandeng Tanpa Duri mungkin saja mengalami penurunan, jika memang permintaannya menurun. Penurunan ini akan memperkecil nilai NPV, dengan simulasi terlihat bahwa batas penurunan harga yaitu menjadi sebesar Rp 32.404 per kg (penurunan sebesar 4,7%) dimana pada harga ini nilai NPV = 0. Harga jual ternyata juga sensitif terhadap perubahan nilai NPV usaha ini, sehingga harus diwaspadai penurunan harga jual produk tersebut.
48
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1.
Aspek Ekonomi dan Sosial
6.1.1. Aspek Ekonomi Usaha produksi Bandeng Tanpa Duri di wilayah Semarang khususnya dan wilayah lain umumnya merupakan salah satu kegiatan usaha yang memiliki manfaat ekonomi berupa penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat daerah setempat yang akan memberikan pendapatan bagi tenaga kerja tersebut. Terlebih lagi karakteristik industri ini yang mengandalkan tenaga manusia dalam proses produksinya. Sehingga perkembangan usaha ini akan berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Tetapi tentu saja tenaga kerja yang telah memiliki keahlian dalam proses proses produksi Bandeng Tanpa Duri, terutama saat proses pencabutan duri. Penghasilan yang bisa diterima oleh tenaga kerja produksi Bandeng Tanpa Duri yaitu sekitar Rp 600.000 – Rp 850.000 per bulan. Meskipun upahnya tidak terlalu besar, tetapi karena usaha ini dekat dengan tempat tinggal, sehingga tidak membutuhkan biaya transportasi. Responden penelitian ini adalah pengusaha yang memang mengandalkan usaha Bandeng Tanpa Duri sebagai sumber penghasilan satu-satunya bagi mereka. Namun untuk kelompok pengusaha kategori kecil masih menjadikan usaha ini sebagai usaha sampingan karena berproduksi hanya bila ada pesanan. Bila tidak ada pesanan, maka mereka melakukan pekerjaan lainnya untuk memperoleh pendapatan. Keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha Bandeng Tanpa Duri adalah keuntungan dari produksi Bandeng Tanpa Duri segar dan juga keuntungan dari pengolahan lanjutan menjadi makanan Bandeng siap saji. Keuntungan ini juga bukan saja dirasakan oleh produsen, tetapi juga dinikmati oleh agen. Dimana agen ini memperoleh keuntungan dari selisih harga beli dan harga
BANK INDONESIA
49
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN jual produk Bandeng Tanpa Duri dalam bentuk fresh frozen maupun produk olahannya. Menurut informasi dari produsen Bandeng Tanpa Duri, terdapat agen yang menjual produk olahan Bandeng Asap Tanpa Duri dengan harga mencapai Rp 76.000 per kg, padahal harga beli dari produsennya hanya Rp 54.000 per kg. 6.1.2. Aspek Sosial Produk Bandeng Tanpa Duri merupakan salah satu upaya untuk melakukan diversifikasi olahan hasil perikanan. Bandeng Tanpa Duri ini secara khusus diproduksi untuk mengatasi banyaknya duri pada Bandeng yang menjadi alasan utama enggannya masyarakat mengkonsumsi Bandeng. Sebelum ada Bandeng Tanpa Duri, cara mengatasi duri yang banyak pada Bandeng yaitu dengan mengolahnya menjadi Bandeng Duri Lunak atau lebih dikenal dengan Bandeng Presto. Tetapi Bandeng Presto ini dirasakan memiliki kelemahan yaitu rasa bosan yang timbul bila mengkonsumsi secara terus menerus (kurang variasi) serta dugaan adanya kandungan gizi yang hilang dari Bandeng akibat diproses dengan suhu yang tinggi melalui teknik presto ini. Untuk mengatasi kelemahan pada Bandeng Presto, maka Bandeng Tanpa Duri merupakan solusi yang tepat. Bandeng Tanpa Duri dapat diolah menjadi berbagai variasi makanan sesuai dengan selera. Seperti yang dilakukan oleh salah satu pengusaha Bandeng Tanpa Duri yang mempromosikan produk Bandeng Tanpa Duri dengan informasi berbagai resep makanan yang dapat dibuat dengan menggunakan Bandeng Tanpa Duri ini. Contoh variasi makanan yang dapat dibuat dengan Bandeng Tanpa Duri antara lain Bandeng Bakar, Bandeng Goreng Tepung, Bandeng Goreng Mentega, Nugget, Bandeng Teriyaki, Bandeng Asem Manis, Bandeng Bumbu Bali dan sebagainya. Bahkan saat ini sedang dipromosikan bubur bayi dengan menggunakan Bandeng Tanpa Duri. Dengan sosialisasi variasi makanan dengan Bandeng Tanpa Duri diharapkan akan meningkatkan konsumsi ikan oleh masyarakat. Tentu saja hal ini menggembirakan, karena semakin banyak masyarakat yang menikmati kandungan gizi yang ada pada ikan.
50
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI 6.2.
Dampak Lingkungan
Kegiatan usaha yang terkait dengan perikanan mulai dari penangkapan, penanganan sampai pengolahan ikan umumnya selalu menghasilkan limbah, limbah cair dan limbah padat. Disamping itu juga pencemaran udara dari aspek bau yang ditimbulkan dari ikan, apalagi bila ikan tersebut dalam kondisi tidak segar. Hal ini juga terjadi pada produksi Bandeng Tanpa Duri. Tempat produksi menyatu dengan rumah tinggal, sehingga air bekas pencucian ikan akan mengalir ke saluran air perumahan dan berpotensi mencemari air tanah yang menjadi sumber air bagi penduduk sekitar lokasi. Selain limbah cair ini, maka terdapat limbah padat berupa isi perut, sisik, tulang/ duri ikan serta kotoran ikan lainnya. Pengusaha membuang limbah padat ini ke Tempat Pembuangan Akhir sampah, meskipun limbah padat ini dapat digunakan untuk pakan ikan seperti lele. Tetapi untuk kepraktisan pengusaha, limbah padat ini dikumpulkan dan dibuang, yang tentu saja memberikan dampak pencemaran lingkungan. Untuk mengatasi dampak lingkungan yang terjadi idealnya tempat usaha tidak menyatu dengan tempat tinggal, memiliki saluran pembuangan air yang tidak mencemari lingkungan. Selain itu pengusaha dapat menjalin kerjasama dengan peternak lele untuk mengambil limbah padat Bandeng.
BANK INDONESIA
51
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
52
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan 1. Bandeng Tanpa Duri merupakan produk perikanan setengah jadi berupa Bandeng mentah segar yang telah dibuang tulang/ durinya. Sehingga diharapkan Bandeng Tanpa Duri ini akan menambah minat orang untuk mengkonsumsi Bandeng, karena selama ini kelemahan Bandeng adalah durinya yang sangat banyak. 2. Meskipun belum berkembang pesat bila dibandingkan dengan pesaing terdekatnya yaitu Bandeng Presto, usaha Produksi Bandeng Tanpa Duri memiliki peluang dan potensi pengembangan mengingat produksi Bandeng yang diperkirakan meningkat dan juga dibarengi dengan peningkatan konsumsi Bandeng. 3. Tidak diperoleh angka pasti mengenai permintaan Bandeng Tanpa Duri, akan tetapi permintaan produk ini diperkirakan meningkat khususnya di Jawa Tengah karena adanya peningkatan konsumsi ikan secara umum dan juga adanya upaya dari Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi untuk meningkatkan kesadaran makan ikan. 4. Tingkat persaingan relatif kecil karena jumlah pelaku usaha yang masih terbatas dengan skala produksi yang juga masih relatif kecil sehingga setiap pelaku usaha memiliki pasar/ konsumen masing-masing. 5. Kendala pemasaran usaha Bandeng Tanpa Duri adalah kontinuitas ketersediaan bahan baku yang sifatnya musiman yang nantinya akan menyulitkan dalam penetapan harga jual produk. Kendala pemasaran lainnya adalah daya tahan produk jadi yang terbatas akibat penggunaan teknologi pengemasan yang masih manual. 6. Proses produksi pengolahan Bandeng Tanpa Duri menggunakan teknologi yang sederhana karena sangat bergantung pada proses produksi yang memang harus dikerjakan secara manual, yaitu saat proses pencabutan
BANK INDONESIA
53
KESIMPULAN DAN SARAN duri Bandeng. Produktivitas usaha ini tergantung pada kemampuan tenaga kerja melakukan cabut duri, dimana semakin berpengalaman maka proses cabut duri Bandeng akan semakin cepat. 7. Kualitas Bandeng Tanpa Duri sangat ditentukan oleh banyaknya duri Bandeng yang tersisa setelah pencabutan, dimana standar yang ditetapkan untuk proses cabut duri mampu menghilangkan duri Bandeng sebanyak 70-80%. 8. Dari analisis kelayakan, usaha pengolahan Bandeng Tanpa Duri ini layak dilakukan, karena memberikan keuntungan. Hal ini didukung oleh indikator penilaian kelayakan proyek yaitu NPV, IRR dan Net B/C Ratio. Perhitungan memberikan hasil NPV sebesar Rp 119.920.242, IRR sebesar 66,96% dan Net B/C Ratio 1,98. 9. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha ini sensitif terhadap kenaikan bahan baku yaitu Bandeng segar (5,5%) dan juga penurunan harga jual produk Bandeng Tanpa Duri (4,7%). 7.2.
54
Saran 1. Perlu bantuan dari Dinas Perikanan & Kelautan setempat untuk mengatasi berbagai kendala usaha Bandeng Tanpa Duri, yaitu kontinuitas pasokan bahan baku serta pemenuhan standar kualitas bagi produk Bandeng Tanpa Duri yang meliputi kualitas bahan baku, teknik pencabutan duri, teknik pengemasan produk serta standar penggunaan fasilitas & peralatan produksi. 2. Untuk lebih mensosialisasikan usaha ini maka Dinas Perikanan & Kelautan setempat perlu mengadakan pelatihan proses cabut duri sehingga diharapkan akan menarik minat masyarakat untuk menjalankan usaha produksi Bandeng Tanpa Duri. 3. Dari sisi perbankan, usaha Bandeng Tanpa Duri ini layak untuk dibiayai karena potensi konsumen yang masih sangat besar dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada saat ini.
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
DAFTAR PUSTAKA Jawa Tengah Dalam Angka, 2007 Statistik Perikanan Budidaya Jawa Tengah 2007 Pola Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Bandeng Asap, Bank Indonesia, 2007 Majalah Trobos, Juli 2007 Neraca Bahan Makanan Perikanan Jateng Tahun 2006 Pola Pembiayaan Usaha Kecil, Budidaya Bandeng, Bank Indonesia, 2005 Ikan Bandeng dan Produk Diversifikasinya, Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, 1996
BANK INDONESIA
55
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
56
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
LAMPIRAN
BANK INDONESIA
57
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 1 HASIL PERHITUNGAN ASPEK KEUANGAN
A. Proyeksi Cash Flow Uraian C OLLE C TION P enerimaan dari penjualan P enerimaan piutang us aha P endapatan lain-lain Total penerimaan P E MB AYAR AN P embayaran pembelian bahan baku P embayaran utang us aha Upah langs ung Upah tak langs ung B iaya as urans i B iaya overhead pabrik lain-lain Upah/gaji operas ional B iaya adminis tras i dan umum B iaya as urans i B iaya s ewa B iaya pemas aran P ajak perus ahaan P embayaran cicilan utang bank P embayaran bunga B iaya provis i bank Deviden P embelian harta tetap baru Total pembayaran S elis ih penerimaan dan pembayaran K as awal K as s ebelum financing F INANC ING Inves tas i Harta Tetap Modal S endiri P injaman B ank Modal K erja Modal S endiri P injaman B ank P injaman B aru Total financing K as akhir
58
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
0
1
2
3
1,448,400,000 0 0 1,448,400,000
1,448,400,000 20,400,000 0 1,468,800,000
1,448,400,000 20,400,000 0 1,468,800,000
1,206,576,000 0 72,000,000 6,000,000 0 29,376,000 30,000,000 6,000,000 0 0 3,000,000 0 8,895,767 4,989,600 257,820 0 0 1,367,095,187 81,304,813 0 81,304,813
1,206,576,000 0 72,000,000 6,000,000 0 29,376,000 30,000,000 6,000,000 0 0 3,000,000 14,440,587 10,319,089 3,566,277 257,820 81,829,993 0 1,463,365,767 5,434,233 101,704,813 107,139,046
1,206,576,000 0 72,000,000 6,000,000 0 29,376,000 30,000,000 6,000,000 0 0 3,000,000 14,654,085 11,970,144 1,915,223 257,820 83,039,817 0 1,464,789,089 4,010,911 107,139,046 111,149,957
83,526,402 31,185,000
0 0
0 0
0 0
4,929,440 11,502,027 0 131,142,868 0
6,120,000 14,280,000 0 20,400,000 101,704,813
0 0 0 0 107,139,046
0 0 0 0 111,149,957
0
7,400,000 0 0 0 0 1,199,552 311,850 0 105,800,000 131,142,868 (131,142,868) 0 (131,142,868)
BANDENG TANPA DURI B. Poyeksi Neraca
Uraian
0
1
2
3
HAR TA HAR TA LANC AR K as dan bank P iutang us aha
0 0
101,704,813 20,400,000
107,139,046 20,400,000
111,149,957 20,400,000
- B ahan baku - B ahan dalam pros es
4,021,920 3,649,867
4,021,920 3,649,867
4,021,920 3,649,867
4,021,920 3,649,867
- B arang jadi S ewa dibayar di muka
8,759,680 0
8,759,680 0
8,759,680 0
8,759,680 0
16,431,467
138,536,280
143,970,513
147,981,423
105,800,000 (10,660,000) 95,140,000 233,676,280
105,800,000 (21,320,000) 84,480,000 228,450,513
105,800,000 (31,980,000) 73,820,000 221,801,423
0 0 0 0 11,502,027 31,185,000 0 42,687,027
0 0 14,440,587 81,829,993 25,782,027 22,289,233 0 144,341,840
0 0 14,654,085 83,039,817 25,782,027 11,970,144 0 135,446,073
0 0 14,901,744 84,443,213 25,782,027 0 0 125,126,983
88,455,842 0 (8,911,402) 79,544,440 122,231,467
94,575,842 (8,911,402) 0 85,664,440 230,006,280
94,575,842 (8,911,402) 0 85,664,440 221,110,513
94,575,842 (8,911,402) 0 85,664,440 210,791,423
P ers ediaan
Total harta lancar HAR TA TE TAP Nilai perolehan Akumulas i penyus utan Harta tetap (net) TOTAL HAR TA UTANG Utang us aha Utang bunga Utang pajak Utang deviden Utang bank jangka pendek Utang bank jangka panjang P injaman B aru Total Utang MODAL S E NDIR I Modal dis etor S is a laba (rugi) tahun lalu Laba (rugi) ditahan Total ekuitas TOTAL UTANG DAN MODAL S E NDIR I
105,800,000 0 105,800,000 122,231,467
BANK INDONESIA
59
LAMPIRAN 1 C. Rasio Keuangan R as io K euangan C urrent ratio Quick ratio Inventory turnover Average collection period W orking capital turnover F ixed as s et turnover Total as s et turnover Debt to equity ratio B ebt ratio R eturn on as s ets R eturn on equity P rofit margin
60
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
1
2
3
1. 14 1. 00 89. 39 5. 00 10. 60 15. 44 6. 29 168. 5% 61. 8% 35. 0% 95. 5% 5. 6%
1. 17 1. 03 89. 39 5. 00 10. 20 17. 39 6. 43 158. 1% 59. 3% 36. 3% 96. 9% 5. 7%
1. 18 1. 05 89. 39 5. 00 9. 93 19. 90 6. 62 146. 1% 56. 4% 38. 1% 98. 6% 5. 7%
BANDENG TANPA DURI
LAMPIRAN 2 RUMUS PERHITUNGAN DALAM ASPEK KEUANGAN 1. Menghitung Net Present Value (NPV) NPV adalah nilai sekarang dari arus yang dihasilkan usaha di masa yang akan datang dikurangi nilai investasi pada awal periode. NPV dirumuskan sebagai berikut: n CFn NPV = ∑ ------------------ - I0 t=1 (1+WACC)n Keterangan: CFn = arus kas pada periode ke n WACC = rata-rata tertimbang biaya modal (weighted average cost of capital) I0 = investasi pada awal periode. Arus kas (CFn) terdiri dari arus kas masuk dan arus kas keluar. Selisih kedua arus kas tersebut disebut sebagai arus kas bersih. Dengan mendiskontokan arus kas bersih tersebut dengan biaya modal (WACC), maka diperoleh nilai sekarang (present value) dari arus kas tersebut. Arus kas bisa positif bisa pula negatif. Investasi awal tentu merupakan arus kas negatif. Total seluruh arus kas tersebut akan menghasilkan nilai bersih arus kas (net present value). Jika NPV positif berarti usaha layak untuk dijalankan. Jika NPV negatif berarti usaha tersebut tidak layak dijalankan. Jika NPV sama dengan nol berarti imbal hasil (return) investasi tersebut sama persis dengan biaya modalnya. Investasi di sektor ril mempunyai resiko yang lebih besar daripada deposito misalnya. Untuk mengkompensasi resiko yang besar tersebut, investor meminta imbal hasil yang besar pula. Jika imbal hasil usaha yang akan dianalisis ini tidak lebih baik daripada investasi lain yang resikonya lebih kecil, investor tidak akan menjalankan usaha ini. Cara menghitung NPV adalah seperti pada Tabel L1.1.
BANK INDONESIA
61
LAMPIRAN 2 Tabel L1.1 Contoh Perhitungan NPV Tahun 0
Uraian Uraian ARUS KAS MASUK Laba Operasi x (1 - Tarif Pajak) Biaya Penyusutan Nilai Sisa Harta Tetap Nilai Sisa Modal Kerja Bersih Total Arus Kas Masuk ARUS KAS KELUAR Harta Tetap Perubahan Modal Kerja Bersih Total Arus Kas Keluar Arus Kas Bersih Discount Rate = WACC PV NPV
15,5%
6.000 370 6.370 -6.370 1,0000 -6.370
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
2.500 200
2.500 200
2.500 200
2.500 200
2.700
2.700
2.700
2.700
2.500 200 500 750 3.950
300 300 2.400 0,8657 2.078
0 0 2.700 0,7494 2.023
0 0 2.700 0,6487 1.751
0 0 2.700 0,5615 1.516
0 0 3.950 0,4861 1.920
2.918
Cara mendapatkan angka-angka pada Tabel L1.1 di atas adalah sebagai berikut: 1. Laba operasi diperoleh dari proyeksi laba rugi. 2. Biaya penyusutan dan nilai sisa harta tetap didapatkan dari nilai perolehan harta tetap dibagi dengan nilai ekonomisnya (metode penyusutan garis lurus). Nilai sisa harta tetap adalah selisih antara nilai perolehan dan akumulasi penyusutannya pada akhir tahun proyeksi (dalam contoh ini akhir tahun kelima). 3. Nilai sisa modal kerja diperoleh dari selisih harta lancar dan utang lancar pada akhir tahun proyeksi (dalam contoh ini akhir tahun kelima. 4. Harta tetap pada awal periode adalah total kebutuhan harta tetap yang dibutuhkan. 5. Perubahan modal kerja bersih diperoleh dengan cara sebagai berikut: • Hitung kebutuhan modal kerja yaitu untuk mendanai harta lancar yang terdiri dari kas untuk berjaga-jaga, piutang usaha, persediaan bahan baku, barang dalam proses, barang jadi, dan biaya sewa. Dana tersebut sebagian sudah dibutuhkan sejak awal periode, misalnya untuk biaya sewa, membeli bahan baku dan biaya pengolahannya. • Hitung utang lancar yang dapat digunakan untuk menalangi sebagian
62
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI
•
•
•
•
•
kebutuhan dana untuk harta lancar di atas, khususnya utang yang diberikan oleh pemasok bahan baku. Hitung selisih harta lancar dan utang lancar, sehingga diperoleh modal kerja bersih. Jadi, kebutuhan dana yang masih harus dicarikan adalah sebesar modal kerja bersih tersebut. Sumber dananya bisa berasal dari modal sendiri atau pinjaman. Pada Tabel L1.2 tampak bahwa modal kerja bersih pada awal periode sebesar Rp370 dan tahun pertama dan seterusnya adalah Rp670. Hitung perubahan modal kerja bersih dari waktu ke waktu. Modal kerja bersih pada awal periode adalah Rp370. Sedangkan pada tahun kedua dibutuhkan sebesar Rp670. Jadi, tambahan modal kerja yang dibutuhkan pada tahun pertama adalah Rp300. Dengan cara yang sama diperoleh tambahan modal kerja untuk tahun-tahun berikutnya sebesar Rp0. Angka-angka perubahan modal kerja inilah yang dimasukkan kedalam Tabel L1.1 Perubahan modal kerja bersih dapat didanai dengan modal sendiri dan pinjaman. Jika 30% didanai dengan modal sendiri dan sisanya dengan pinjaman, maka besarnya dana yang harus disediakan oleh pemilik pada awal periode adalah Rp111 dan pinjaman Rp259. Pada tahun pertama tambahan dana untuk modal kerja dari pemilik adalah Rp90 dan pinjaman Rp210. Bunga pinjaman dihitung atas pinjaman yang sudah ditarik. Karena pinjaman modal kerja bisa diperpanjang (roll over), maka baki kredit modal kerja usaha ini adalah Rp259 + Rp210 = Rp469. Biaya bunga dihitung atas pinjaman yang sudah ditarik tersebut (outstanding loan). Untuk menghitung biaya modal (WACC) digunakan formula berikut: E D WACC = ------- Ke + ------- Kd (1-t) E+D E+D Keterangan: E = modal sendiri D = pinjaman Ke = biaya modal sendiri Kd = biaya modal pinjaman t = tarif pajak BANK INDONESIA
63
LAMPIRAN 2 Tabel L1.2 Perhitungan Modal Kerja Uraian Uraian
Kas Piutang Usaha Persediaan Bahan Baku Persediaan Barang Dalam Proses Persesiaan Barang Jadi Biaya Sewa Total Utang Usaha Modal Kerja Bersih Perubahan Modal Kerja Bersih Pendanaan Modal Sendiri Pinjaman Bank Total
30% 70% 100%
Tahun 0 20 0 200 300 0 150 670 300 370 370
Tahun 1 20 250 200 300 50 150 970 300 670 300
Tahun 2 20 250 200 300 50 150 970 300 670 0
Tahun 3 20 250 200 300 50 150 970 300 670 0
Tahun 4 20 250 200 300 50 150 970 300 670 0
Tahun 5 20 250 200 300 50 150 970 300 670 0
111 259 370
90 210 300
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Langkah-langkah untuk menghitung biaya modal usaha tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hitung porsi pendanaan harta tetap yang berasal dari modal sendiri dan pinjaman. Misalnya 30% dari modal sendiri dan sisanya pinjaman bank. Buat perhitungan seperti pada Tabel L1.3. 2. Tentukan biaya modal pinjaman, misalnya 16% per tahun (biasanya disamakan dengan tingkat bunga pinjaman). Kemudian tentukan biaya modal sendiri, yaitu dengan menambahkan tingkat bunga pinjaman dengan persentase tertentu (spread) untuk menutupi resiko usaha, misalnya 4% di atas tingkat bunga pinjaman, berarti biaya modal sendiri adalah 20%. 3. Hitung biaya modal pinjaman setelah pajak, sementasa biaya modal sendiri tidak dikenakan pajak. Mengapa biaya modal sendiri tidak dikenakan pajak? Proses penurunan rumusnya adalah sebagai berikut: a. Perhatikan bagian bawah dari laporan laba rugi (mulai dari laba operasi sampai dengan laba bersih) yang terdiri dari: Laba Operasi (EBIT) - Biaya Bunga (I) = Laba sebelum pajak (EBT)
64
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI - Pajak (T) = Laba Bersih (NI) Keterangan: NI = laba bersih (net income = NI) EBT = laba setelah pajak (earning before tax = EBT) T = Pajak, t = tarif pajak EBIT = laba sebelum biaya bunga bunga dan pajak (eaning before interest and taxes = EBIT) b. Dalam bentuk persamaan bagian laba rugi di atas dapat dibuat sebagai berikut: NI = EBT – T NI = EBT–EBT x t NI = EBT (1–t) Sementara EBT = EBIT – I Substitusikan (EBIT–I) ke dalam persamaan di atas, sehingga diperoleh: NI = (EBIT – I)(1–t) NI = EBIT(1–t) – I(1–t) EBIT (1–t)=I(1–t)+NI Jadi, EBIT dibagikan kepada kreditur dalam bentuk biaya bunga (I) yang besarnya sama dengan pinjaman (debt = D) dikalikan dengan tingkat bunganya (kd). Sedangkan laba bersih (net income = NI) diberikan kepada pemilik yang besarnya minimal sama dengan modal yang ditanam (equity = E) dikalikan dengan biaya modalnya (Ke), shingga diperoleh: EBIT (1-t) = D kd (1–t) + E ke c. Bagi persamaan di atas dengan total pendanaan (E+D), maka diperoleh:
EBIT (1-t) -----------(E+D)
E D = -------- Ke + -------- Kd (1-t) (E+D) (E+D
BANK INDONESIA
65
LAMPIRAN 2
WACC =
E D ------- Ke + ------- Kd (1-t) E+D E+D
EBIT(1-t)/(E+D) adalah biaya modal dari usaha (WACC). Jadi, usaha tersebut harus menghasilkan return minimum sebesar WACC, Jika tidak NPV akan negatif. d. Kalikan porsi pendanaan dengan biaya modal setelah pajak. Jumlah dari hasil perkalian tersebut adalah rata-rata terimbang biaya modal usaha (WACC). Dalam contoh ini adalah 15,5%. Tabel L1.3 Menghitung Biaya Modal Usaha Porsi Sumber Sumber Pendanaan Pendanaan Pendanaan (1) Modal Sendiri 30% Pinjaman 70% Total 100%
Biaya Biaya Modal Modal Setelah Pajak Perkalian (2) (3) (4) = (1)x(3) 20% 20,0% 6,0% 16% 13,6% 9,5% WACC = 15,5%
2. Menghitung Internal Rate of Return Internal rate of return (IRR) adalah tingkat pengembalian investasi yang menyamakan arus kas masuk dan arus kas keluar. Jadi, pada posisi tersebut NPV sama dengan nol. Untuk menghitung IRR dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu manual dan formula komputer (program Excel). Penggunaan formula komputer dapat dilakukan bila perhitungan dibuat dalam spreadsheet Excel. Cara menghitung IRR adalah sebagai berikut:
66
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI A. Formula Komputer (Excel) Formula Excel untuk berbagai perhitungan dapat dilihat dengan meng-klik fx yang ada pada Toolbars komputer anda. Formula IRR adalah =IRR(arus kas bersih,% sembarangan). Untuk lebih jelasnya lihat contoh perhitungan pada Tabel L1.4. Pada sel C42 kita rumuskan: =IRR(C41:H41;10%). Tanda pemisah dalam rumus-rumus Excel ada yang menggunakan koma (,) atau titik-koma (;), tergantung pada setting yang dilakukan. Bila komputer menolak ketika digunakan separator koma, coba ganti dengan titik-koma dan sebaliknya. Tabel L1.4 Contoh Data Untuk Menghitung IRR dengan Formula Excel A 41 42 43
B Arus Kas Bersih IRR
C 0 -6.370 32,4%
D 1 2.400
E 2 2.700
F 3 2.700
G 4 2.700
H 5 3.950
B. Cara Manual Perhitungan IRR dengan cara manual menggunakan formula interpolasi sebagai berikut: NPV1 IRR = r1 + (r2-r1) x --------------------NPV1 – NPV2 Keterangan: r1 = tingkat diskonto yang menghasilkan NPV1 bernilai positif r2 = tingkat diskonto yang menghasilkan NPV2 bernilai negatif Untuk menghitung IRR secara manual kita harus mempunyai dua NPV, satu bernilai positif dan satu lagi negatif. Kita sudah mendapatkan NPV yang bernilai positif seperti pada Tabel L1.1. Untuk mendapatkan NPV yang negatif, gunakan discount rate yang besar. Jika kita sudah mendapatkan IRR dengan formula Excel, maka untuk mendapatkan NPV negatif, gunakan discount rate yang lebih besar dari IRR komputer tersebut. Contoh perhitungan dapat adalah seperti pada Tabel L1.5.
BANK INDONESIA
67
LAMPIRAN 2 Dalam menggunakan rumus IRR di atas perlu diperhatikan bahwa NPV2 bernilai negatif, bila dikurangkan terhadap NPV1 akan menghasilkan penjumlahan. Misalnya, seperti pada Tabel L1.4 tampak bahwa NPV1 = 2.918 dan NPV2 = -320, maka (NPV1 – NPV2) = 3.238. Jika perbedaan antara r1 dan r2 kecil, maka hasil perhitungan IRR manual akan sama dengan hasil perhitungan dengan formula Excel. Semakin besar perbedaan r1 dan r2, maka perbedaan hasil perhitungan IRR manual dan formula Excel akan semakin besar pula. Oleh rena itu, disarankan untuk menghitung IRR dengan formula Excel lebih dahulu, kemudian bandingkan dengan cara manual. Tabel L1.5 Contoh Perhitungan IRR Cara Manual No.
Tahun 0
Uraian
No. Uraian 1 NPV POSITIF Arus Kas Bersih Discount Rate (1) PV NPV (1) 2 NPV NEGATIF Arus Kas Bersih Discount Rate (2) PV NPV (2) r1 r2 NPV1 NPV2 IRR
15,5%
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
-6.370 1,0000 -6.370
2.400 0,8657 2.078
2.700 0,7494 2.023
2.700 0,6487 1.751
2.700 0,5615 1.516
3.950 0,4861 1.920
-6.370 1,0000 -6.370
2.400 0,7407 1.778
2.700 0,5487 1.481
2.700 0,4064 1.097
2.700 0,3011 813
3.950 0,2230 881
2.918
35,0% -320 0,16 0,35 2.918 -320 33,1%
3. Menghitung Payback Period Contoh perhitungan jangka waktu pengembalian investasi (payback period) adalah seperti pada Tabel L1.6. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
68
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI a. Ambil arus kas bersih dari Tabel L1.1. b. Buat akumulasi arus kas bersih tersebut, sehingga akan tampak perubahan akumuasi kas tersebut dari negatif ke positif. Sampai dengan akhir tahun kedua akumulasi kas masih negatif dan pada akhir tahun ketiga sudah positif. c. Untuk akumulasi kas yang negatif kita tuliskan angka 1 di bawahnya (tidak termasuk tahun 0). d. Jumlahkan angka-angka pada baris tahun tersebut. Diperlukan lebih dari 2 tahun untuk membuat supaya akumulasi arus kas tersebut positif. e. Untuk menghitung waktu di atas tahun kedua sampai akumulasi arus kas tersebut sama dengan nol, kita asumsikan bahwa arus kas sama besarnya tiap bulan. Jika arus kas pada tahun ketiga sebesar Rp2.700, maka rata-rata arus kas sebulan adalah Rp225. Jadi, untuk menutupi arus kas negatif sebesar Rp1.270 pada akhir tahun kedua dibutuhkan waktu selama 5,6 bulan (1.270/225) atau 0,47 tahun. Jadi, total waktu untuk mengembalikan investasi tersebut adalah 2,47 tahun. Tabel L1.6 Contoh Menghitung Payback Period Uraian Arus Kas Bersih Akumulasi Arus Kas Bersih Tahun Bulan
Total
2 0,47
0 -6.370 -6.370
1 2.400 -3.970 1 0,00
2 2.700 -1.270 1 0,00
3 2.700 1.430 0 0,47
4 2.700 4.130 0 0,00
5 3.950 8.080 0 0,00
4. Menghitung Benefit-Cost Ratio Untuk menghitung B-C ratio lakukan langkah-langkah berikut: a. Ambil present value (PV) pada Tabel L1.1 dan tempatkan seperti pada Tabel L1.7 b. Tempatkan PV arus kas yang positif pada baris kedua Tabel L1.7 dan PV arus kas yang negarif pada baris berikutnya. c. Hitung jumlah PV yang positif dan yang negatif pada baris yang bersangkutan. d. Bagi jumlah PV positif dan jumlah PV negatif. Hasilnya adalah B-C Ratio yang dicari, yaitu 1,37.
BANK INDONESIA
69
LAMPIRAN 2 Tabel L1.7 Contoh Menghitung Benefit-Cost Ratio Uraian PV PV Positif PV Negatif B-C Ratio
Total 9.288 -6.370 1,46
0 -6.370 0 -6370
1 2.078 2078 0
2 2.023 2023 0
3 1.751 1751 0
4 1.516 1516 0
5 1.920 1920 0
5. Menghitung Titik Penjualan Pulang Pokok Titik penjualan pulang pokok (break even sales) adalah nilai atau volume penjualan yang memberikan laba sama dengan nol. Jadi, pada posisi pulang pokok, nilai penjualan sama dengan biaya-biayanya. Perlu disadari bahwa titik penjualan pulang pokok bukanlah ukuran untuk menilai kelayakan usaha. Indikator ini hanya sebagai pedoman bagi pengusaha untuk melihat batas penjualan minimum yang harus dicapai supaya memperoleh keuntungan. Secara matematis kondisi pulang pokok dinyakan sebagai berikut: Laba = Penjualan – Biaya-biaya Pada titik pulang pokok laba = 0, maka Penjualan – Biaya-biaya = 0 Biaya-biaya dapat dikelompokan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak terpengaruh atau tidak berubah bila terjadi perubahan dalam volume atau nilai penjualan, misanya biaya penyusutan, biaya sewa, biaya bunga, dan gaji karyawan tetap. Sedangkan biaya variabel adalah biaya-biaya yang berubah-ubah mengikuti perubahan penjualan, misalnya biaya bahan baku, biaya upah tenaga tidak tetap, dan biaya pemasaran. Bila kita uraikan komponen penjualan dan biaya-biaya diperoleh bahwa penjualan (sales = S) adalah hasil perkalian antara volume penjualan (quantity =Q) dengan harga jual per unit (price = p) atau Qp. Sedangkan biaya terdiri dari biaya
70
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
BANDENG TANPA DURI tetap (fixed cost = F) dan biaya variabel (variable cost = V). Karena biaya variabel berfluktuasi mengikuti penjualan, kita dapat menyatakan total biaya variabel tersebut sebagai volume penjualan dikalikan dengan biaya variabel per unit (v), sehingga biaya variabel sama dengan (Qv). Jadi, pada titik pulang pokok: Penjualan – Biaya-biaya = 0 Qp = F + V Qp = F + Qv Qp - Qv = F Q(p-v) = F Q = F/(p-v) Faktor (p-v) disebut juga sebagai contribution margin. Jika ruas kanan pada persamaan Q = F/(p-v) dibagi dengan p, maka diperoleh: Q = (F/p)/(1-v/p) Kalikan kedua ruas persamaan di atas dengan p, maka diperoleh: Qp = F/(1-v/p). Jika biaya variabel per unit dan harga per unit pada pembagi persamaan di atas dikalikan dengan volume penjualan (Q), maka diperoleh rumus penjualan pada titik pokok (break even sales =BES) sebagai berikut: F BES = -----------------V 1 – ---------S
BANK INDONESIA
71