BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian besar disebabkan oleh
hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Spectrum mikroorganisme penyebab pada neonates dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri gram negative seperti E. colli, Psedeumonas sp.. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak
bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah Terbagi atas gejala infeksi umum dan gejala gangguan respiratori. Salah satu gejala gangguan respiratori yaitu batuk, disertai produksi secret berlebih, sesak napas, retraksi dada, takipnea, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak, suara napas melemah, dan ronki (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI., 1985). Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam (PDPI, 2003). Laporan WHO (1999) menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza (PDPI,2003). Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia lebih kurang 2,5 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia. Menurut survei
kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dari 22,8% kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia
(Pharmaceutical Care Untuk penyakit Infeksi saluran Pernapasan/DPKES RI, 2005). Laporan surveilans pneumonia di unit rawat inap RSUP NTB Tahun 2008-2009, cenderung mengalami peningkatan yang signifikan. Berikut data tahunan perkembangan pasien rawat inap pneumonia.
Tabel 1.1: Data perkembangan Kunjungan Pasien Pneumonia Rawat Inap Tahunan Di Ruang Dahlia RSUP NTB. No
Tahun
Jumlah pasien rawat inap dengan pneumonia
1
2008
73 orang
2
2009
49 orang
Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP NTB Dari hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 31 juli 2010 di ruang Dahlia didapatkan data sebagai berikut: Tabel 1.2: Data Perkembangan Jumlah Pasien Januari 2010-Mei 2010 Di Bangsal Dahlia RSUP NTB. Jumlah pasien pneumonia Januari
Februari
Maret
April
Mei
15 Pasien
15 Pasien
26 Pasien
42 Pasien
12 Pasien
Total
: 110 pasien
Rata-rata perbulan : 22 pasien Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP NTB Mukus adalah penutup yang melindungi bagian dalam paru dan jalan napas. Mukus menangkap debu dan kotoran dalam udara yang kita hirup dan membantu mencegah iritasi paru. Bila ada infeksi atau iritasi lain, tubuh menghasilkan banyak mukus tebal untuk membantu paru menghindari infeksi. Bila mukus yang terlalu banyak dan kental menyumbat jalan napas, dan pernapasan menjadi lebih sulit (Nastiti, 2010). Dari hasil studi pendahluan yang dilakukan pada 31 Juli 2010,
didapatkan 5 dari 6 pasien dan atau keluarga mengeluhkan kesulitan mengeluarkan sekret. Pengeluaran secret menjadi sangat penting oleh karena mikroorganisme
dan respon inflamasi yang terjadi akan merangsang pengeluaran proteolitik sehingga dapat menghancurkan dinding saluran respiratori. Selain itu, akumulasi secret intrabronkial dapat menginisiasi timbulnya infeksi (Nastiti, 2010). Fisioterapi dada dalam hal ini merupakan tehnik untuk mengeluarkan secret yang berlebihan atau material yang teraspirasi dari dalam saluran respiratori dan usaha bernapas sehingga pada akhirnya dapat terjadi hiperinflasi dan atelektasis. sehingga dalam hal ini, fisioterapi dada tidak hanya mencegah obstruksi, tetapi juga mencegah rusaknya saluran respiratori.Serangkaian tindakan postural drainase membantu menghilangkan kelebihan mukus kental dari paru ke dalam trakea yang dapat dibatukkan keluar (Nastiti, 2010). Selain itu, Glover Mark, dkk., (2001) dalam bukunya yang
berjudul
Lower
Respiratory
Tract
Infections.
Pharmacotherapy
A
Pathophysiologic approach.5th ed.mengatakan bahwa salah satu terapi pendukung pada pneumonia adalah fisioterapi dada untuk membantu mengeluarkan sputum (Pharmaceutical Care Untuk penyakit Infeksi saluran Pernapasan/DPKES RI, 2005). Berdasarkan hal diatas, penulis ingin meneliti tentang “Efektivitas Pemberian Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Anak Dengan Pneumonia Di Bangsal Dahlia RSUP NTB“.
1.2 RUMUSAN MASALAH Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui Bagaimanakan efektifitas pemberian fisioterapi pada anak dengan pneumonia dengan pengeluaran sekret? 1.3
TUJUAN PENELITIAN 1.3.1
Tujuan Umum Mengetahui sejauh mana efektifitas pemberian fisioterapi dada
terhadap pengeluaran secret pada anak dengan pneumonia. 1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi Pengeluaran secret sebelum diberikan fisioterapi
dada. 2. Menganalisa efektifitas pemberian fisioterapi dada terhadap
pengeluaran sekret. 3. Mengidentifikasi pengeluaran sekret setelah diberikan fisioterapi
dada.
1.4
MANFAAT PENELITIAN 1.4.1
Teoritis Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
kontribusi dalam perkembangan ilmu baru dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan Pneumonia.
1.4.2
Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
bahan
pertimbangan
untuk
alternatif
pemberian
asuhan
keperawatan pasien dengan peningkatan jumlah secret pada pasien pneumonia. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar, acuan atau informasi untuk penelitian selanjutnya. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tindakan mandiri
bagi pasien dengan pneumonia.
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 LANDASAN TEORI PNEUMONIA 2.1.1
Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI, 1985).
2.1.2
Anatomi & Fisiologi
1. Anatomi a. Perkembangan paru-paru fetus System respirasi berasal dari median ventral divertikulum dari “Foregut”,
didalam
perkembangannya
akan
menjadi
system
tracheobronial; peristiwa ini terjadi kurang lebih pada pertengahan minggu ke-4 dari kehidupan embrio. Ujung bawah dari ventrikulum terbagi menjadi dua calon paru-paru, dari kedua calon paru-paru akan terbentuk pula cabang bronchial dan lapisan epithel dari paru-[aru, cabang menjadi bronchial kanan akan menjadi 3 cabang sedangkan cabang bronikal kiri menjadi 2 cabang; jadi paru-paru kanan akan menjadi 3 lobus dan paru-paru kiri menjadi 2 lobus. Tangkai median dari diventrikulum akan menjadi trachea (Langman,1969). Pada periode minggu ke-28 masa kehidupan fetus, paru-paru masih meruupakan oragan glanduler tanpa rongga udara (Avery,1986).
b. Bronkus dan paru Bronkus merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang
menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior. Satu masalah paling penting pada seluruh bagian saluran pernapasan adalah memelihara supaya saluran tetap terbuka agar udara tetap terbuka agar udara dapat keluar-masuk alveoli dengan mudah. Untuk mempertahankan trakea agartidak kolaps, terdapat cincin kartilsgo mutipel kira-kira 5/6 panjang trakea. Pada dinding bronkus, terdapat lebih sedikit kartilago yang juga mempertahankan ragiditas agar timbul gerakan paru untuk mengembang dan mengempis.
Gambar 2.1: Gambar Struktur System Respirasi ()
Di semua bagian trakea dan bronkus tidak terdapat tulang rawan (kartilago), dindingnya terutama terbentuk dari otot polos. Dinding bronkiolus juga hampir seluruhnya merupakan otot polos, kecuali bronkiolus paling akhir, yang disebut bronkiolus respiratorius, hanya mempunyai sedikit serat otot polos. Banyak penyakit obstruksi paru adalah akibat dari penyempitan bronkus yang lebih kecil dan bronkiolus, seringkkali karena kontraksi yang berlebihan dari otot polos itu sendiri.
Gambar 2.2: Proyeksi Percabangan Bronkus hingga alveoli ().
Ternyata, dalam keadaan sakit, bronkiolus yang lebih kecil seringkali memainkan peran yang lebih besar dalam menentukan pertahanan aliran udara oleh karena 2 hal berikut: a. Karena ukurannya kecil, maka mereka lebih mudah tersumbat. b. Karena
dindingnya
memiliki
otot
polos
dengan
presentase yang cukup besar, maka lebih mudah berkontriksi.
2. Kerja silia untuk membersihkan jalan napas.
Seluruh jalan napas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan oleh selapis mucus yang melapisi seluruhpermukaan. Mucus ini disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran napas, dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Selain untuk mempertahankan kelembaban permukaan, mucus juga menangkap partikel
kecil dari udara inspirasi dan menahannya agar tidak dikeluarkan dari saluran napas dengan cara sebagai berikut. Seluruh permukaan saluran napas, baik dalam hidung maupun dalam saluran napas bagian bawah sampai sejauh bronkiolus terminalis, dilapisi oleh epitel besilia, dengna kira-kira 200 silia pada masing-masing sel epitel. Silia ini terus menerus ”memukul” dengan kecepatan 10-20 kali per detik dan arah kekuatan memukulnya mengarah ke faring. Dengan demikian, silia dalam paru memukul kearah atas, sedagkan dalam hidung memukul kearah bawah. Pukulan yang terus menerus menyebabkan mucus ini mengalir lambat, pada kira-kira 1 cm/menit kearah faring. Kemudian mucus dan partikel-partikel yang dijeratnya tertelan atau dibatukkan. Bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga benda asing dalam jumlah berapapun atau penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan reflek batuk.
Gambar 2.3: Proses Pengeluaran Benda Asing Dari Dalam Saluran Napas Bagian Bawah Melalui Mekanisme Batuk.
2.1.3
Etiologi
Etiologi pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi: 1. Streptococcus group B 2. E. Colli 3. Pseudomonas sp. 4. Klebsiella sp.s
Dinegara maju, pneumonia pada anak teerutama disebabkan oleh virus, disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak dengan kelompok usia yang bersumber dari data Negara maju.
Tabel 2.1 : Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di begara maju. Usia
Etiologi yang sering
Etiologi yang jarang
Bakteri
Bakteri
Lahir – 20 hari E. colli
Bacteri anaerob
Streptococcus group B
Streptococcus group D
Lasteria monocytogenes
Haemophillus inflluenzae Streptococcus pneumonia Ureplasma urealyticum Virus
Virus Sitomegalo Virus Herpes Simpleks Bakteri
Bakteri
Chlamydia trachomalis
Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenza tipe B
Virus
3 minggu-3 bulan
Moraxella catharalis
virus adeno
Staphylococcus aureus
Virus Influenza
Ureaplasma urealyticum
Virus Paraintfluenza 1,2,3 Respiratory syncytial virus
Virus Virus sitomegalo
Bakteri
4 bulan – 5 tahun
Bakteri
Chlamidia pneumonise
Haemophilus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae
Monaxela catharalus
Streptococus pneumoniae
Neissierna meningitides
Virus
Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus Influenza
Virus Virus Varisella-Zooster
Virus parainfluenza Virus Rino Reseperatory syncytial virus Bakteri
Bakteri
Chlamydia pneumonise
Haemophilus influrnze
Mycoplannsa pneumoniae
Leginella sp
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus Virus
5 Tahun- remaja
Virus Adeno Virus Epstein-Barr Virus Influenza Virus Rino Respiratory Syncytal Virus Virus Varisela-Zoster
2.1.4
Klasifikasi
1. Pembagian anatomis a. Pneumonia lobaris b. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) c. Pneumonia interstitialis (bronkiolitis) 2. Pembagian etiologis a. Bakteria: 1) Diplococcus Pneumonia
2) Pneumococcus 3) Streptococcus hemolyticus 4) Streptococcus aureus 5) Hemophilus Influenza 6) Bacillus Friedlander 7) Mycobacterium tuberculosis
b. Virus 1) Respiratory syncytial virus 2) Virus influenza 3) Adenovirus 4) Virus sitomegalik c. Mycoplasma pneumonia d. Jamur:
1) Histoplasma capsulatum 2) Cryptococcus neoformans
3) Blastomyces dermatitides 4) Coccidiodes immitis 5) Aspergillus spedies 6) Candida albicans e. Aspirasi:
1) Makanan korsen (bensin, minyak tanah) 2) Cairan amnion 3) Benda asing f. Pneumonia hipostatik g. Sindrom loeffler
2.1.5
Tanda Dan Gejala
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagaiberikut: 1. Gejala infeksi umum, yaitu: a. Demam b. Sakit kepala c. Gelisah d. Malaise e. Penurunan nafsu makan f. Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare
g. Kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori a. Batuk, disertai produksi secret berlebih.
b. Sesak napas c. Retraksi dada
d. Takipnea e. Napas cuping hidung f. Air hunger g. Merintih h. Sianosis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak, suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
2.1.6
Patofisiologi
Pneumococccus masuk ke dalam paru melalui jalan pernapasan secara percikan (‘droplet’). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu: 1. Stadium kongesti Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. 2. Stadium hepatisasi merah
Lobul dan lobules yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan perabaan seperti hepar. 3. Stadium kelabu Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif. 4. Stadium resolusi Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degeneratsi lemak. Fibrin diresorbsi
dan
menghilang.
Secara
patologi
anatomis
bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.
2.1.7
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah perifer lengkap Pada Pneumonia virus dan juga pada Pneumonia Mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositodis yang berkisar
antara
15.000-40.000
mm3,
dengan
predominan
PMN.
Leukopenia (< 15.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hamper selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakterimia, dna resiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pad ainfeksi Chlamydia pneumonia kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan glukosa relative lebih rendah dari pada glukosa darah. Kadang-
kadang terdapat anemia ringan dan laju endapan darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapt membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
2. C-Reactive Protein(CRP) C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikrorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis CRP dapat digunakan sebagai alat diagnostic untuk membedakan antara fkator infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan baktri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi bakteri profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri superfisialis daripada bakteri profunda. C-Reactive Protein kadangkadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotic. Suatu penelitian melaporkan bahwa CRP cukup sensitive, tidak hanya untuk diagnosis empiema torasis, tetapi juga untuk memantau respons pengobatan.
3. Uji serologis Uji seorlogis untuk mendeteksi antigen dan antibody pada insfeksi bakteri tfipik mempunyai sensivitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibody seperti antistreptolisin O, streptocin, atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adnaya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen (paired sera).
Secara
umum,
uji serologis
tidak
terlalu
bermanfaat
dalam
mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi,, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegali, campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B,, dan Adeno, peningkatan antibody IGM dan IgG dapat memngkonfirmasi diagnosis.
4. Pemeriksaan mikrobiologis Pemerikasaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anakt idak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik specimen dapat berasal dari usapan tenggorok, secret nasofaring, bilasan bronkus, darah pungsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitive bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pad amasa neonates, kejadian bakterimia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada pneumonia anak besar dan remaja, specimen untuk pemeriksaan mikrobioogik dapat berasal dari sputum, baik untuk peawrnaan gram maupun untuk kultur. Specimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 epitel lapang pada pemeriksaan mikroskopis denagn pembsaran kecil. Specimen dari nasofaring untuk kultur maupun untuk detksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalensi kolonisasi bakteri di nasofaring. Ak rutin dianjurkan. Kultrur darah darah jarang positif pada infeksi Mikoplasma dan klamidia, oleh karena itu pemerikasaan tidak rutin di anjurkan. Pemeriksaan PCR memerlukan laboratorium yang canggih, disamping tidak selalu tersedia, hasil PCR positif pun tidak selalu menunjukkan diagnosis pasti.
5. Pemeriksaan Rotgen thoraks
Kelainan foto Rotgen Thoraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengna ganbaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebleum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrate sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi ulangan foto rotgen toraks, penyakit memburuk, atau utuk tindak lanjut. Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari: a) Infiltrate
intertisial,
ditandai
dnegan
peningkatan
corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing dna hiperaerasi. b) Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengna air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai sau lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbats yang idak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. c) Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infitrasi yang dapat meluas hingga daaerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corak peribronkial.
2.1.8 Diagnosa
Tanda bahaya pad anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stidor, mengi, dan demam namun badan terasa dingin. Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut: 1. Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun a. Pneumonia berat 1) Bila ada sesak napas.
2) Harus dirawat dan diberikan anibiotik b. Pneumonia 1) Bila tidak ada pneumonia 2) Ada napas cepat dengan laju napas: a) >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun. b) >40x/menit untuk anak >1 tahun-5 tahun. 3) Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotic oral c. Bukan pneumonia 1) Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas. 2) Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
2. Bayi berusia dibawah 2 bulan a. Pneumonia 1) Bila ada napas cepat (>60X/menit) atau sesak napas. 2) Harus dirawat dan diberikan antibiotic. b. Bukan pneumonia 1) Tidak ada napas cepat dan sesak napas. 2) Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
2.1.9
Penatalaksanaan
Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit. Dasar tatalaksana pneumonia rawat-inap adalah:
1. Pengobatan kausal dengan antibiotic lini pertama (golongan beta-
laktam atau kloramfenikol), diberikan terus selama 7-10 hari pada pasien pneumonia tanpa komplikasi. Pada bayi dan neonates antibiotic spectrum luas (kombinasi beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan
aminoglisid,
atau
sefalosporin
generasi
ketiga)
direkomendasikan oleh karena sering terjadi sepsis dan meningitis. 2. Tindakan suportif berupa: a. Peberian cairan intravena b. Terapi oksigen c. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan asama basa, elektrolit dan gula darah. 3. Antipiretik dan analgetik 4. Penanggulangan penyakit penyerta
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotic lain secara oral (amoksisilin atau kontrimoksazol), 2 kali sehari dengna dosis: 1. Amoksisilin 25 mg/kg BB 2. Kontrimoksazol 4 mg/kg BB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol.
2.1.10 Komplikasi Komplikasi pneumonia pada anak meliputi: 1. Empiema torasis 2. Perikarditis purulente 3. Pnumotoraks 4. Infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
5. Ilten dkk (2003), melaporkan komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, keratin kinase meningkat, dan gagal jantung.) yang cukup tinggi pada anak berusia 2-24 bulan.
2.2 LANDASAN TEORI FISIOTERAPI DADA 2.2.1
Definisi Istilah fisioterapi dada digunakan untuk intervensi fisik dan mekanikal
yang berperan dalam penatalaksaan kelainan respiratori akut atau kronik. Biasanya tindakan ini dilakukan terhadap pasien dengan keadaan sebagai berikut: 1. Batuk kronik berulang 2. Penyakit paru yang menghasilkan banyak lendir kental/cair.
3. Penyakit penyempitan saluran respiratori. Pada anak, fisioterapi dada dapat dilakukan setiap 8-12 jam, bergantung pada kebutuhan anak. Waktu yang tepat untuk melakukan fisioterapi dada adalah saat pagi hari, yaitu sebelum atau 45 menit sesudah sarapan pagi dan pada malam hari menjelang tidur.
2.2.2
Indikasi Secara umum fisioterapi dada diindikasikan pada semua penyakit yang
mengakibatkan
timbulnya
sekret
yang
berlebih
sehingga
timbul
komplikasi akumulasi sekre intrabronkial dan materi yang teraspirasi. Fisioterapi dada juga dilakukan pada psien yang mengalami kegagalan fungsi mukosiliar saluran respiratori dan reflex batuk.
Fisioterapi dada hanya dapat berperan pada kelainan bronchial dan tidak memiliki peran pada kelainan yang sering terjadi pada alveolus, interstinal, vascular dan penyakit yang mengenai pleura. Fisioterapi dada dalam hal ini merupakan tehnik untuk mengeluarkan secret yang berlebihan atau material yang teraspirasi dari dalam saluran respiratori dan usaha bernapas sehingga pada akhirnya dapat terjadi hiperinflasi dan atelektasis. Mikroorganisme dan respon inflamasi yang terjadi
akan
merangsang
pengeluaran
proteolitik
sehingga
dapat
menghancurkan dinding saluran respiratori. Selain itu, akumulasi secret intrabronkial dapat menginisiasi timbulnya infeksi sehingga dalam hal ini, fisioterapi dada tidak hanya mencegah obstruksi, tetapi juga mencegah rusaknya saluran respiratori.
2.2.3
Kontra Indikasi 1. Kelaina dinding dada: Fraktur iga, infeksi, neoplasma, riketsia. 2. Tension Pneumothoraks 3. Kelainan yang berhubungan dengna darah: kelainan pembekuan, haemoptisis, perdarahan intrabronkial yang massif. 4. Aritmia jantung.
2.2.4
Tehnik Fisioterapi Dada 1. Postural Drainage Draignase
postural
dilakukan
berdasarka
prisip
bahwa
mobilisasi dan transport secret dipengaruhi olh grafitasi. Tehnik ini dilakukan pada pasien yang memproduksi banyak sputum (pasien fibrosis kistik, bronkiektasis, dan abses paru), pasien yang tidak dapat membatukkan sputum dengan efektif (orang tua, orang dengan otot
yang lemah, dan orang yang baru dioperasi, sembuh dari suatu luka, atau penyakit berat) serta dapat membantu memperbaiki ventilasi dna perfusi. Pasien diposisikan sedemikian rupa untuk dapat mengeluarkan secret yang berasal dari lobus-lobus paru: a. Pada orang dewasa, draignase postural dilakukan pada
atas dengan menggunakan meja yang dapat dirubah posisinya serta bantal sebagai alat bantu. Pada orang dewasa, olahraga pernafasan dapat digunakan sebagai metode tabahan. b. Pada anak diposisikan pada pangkuan klinis. Pada anak-
anak, perkusi dada, vibrasi dan kompresi dada dapat dilakukan bersama tehnik drainase postural. Berikut gambaran posisi yang tepat untuk mengeluarkan secret dari berbagai paru.
Gambar 2. 4: Berbagai Posisi Tubuh Untuk Mengeluarkan Secret Dari Berbagai Bagian Paru.
Yang perlu diperhatikan saat melakukan drainase postural adalah respon anak saat tindakan dilakukan. Pada saat timbul tandatanda kesulitan bernapas misalnya batuk, sianosias dan frekuansi napas meningkat, posisikan anak ke keadaan yang nyaman. Drainase postural tidak dapat digunkan untuk orang yang tidak bisa melakukan posisi yang diperlukan, sedang dalam pengobatan antikoagulan, muntah darah dalam beberapa hari terakhir, pernah patah tulang iga atau tulang belakang, dan osteoporosis berat. Drainase postural juga tidak dapat digunakan pada orang yang tidak dapat memproduksi secret (karena hal ini terjadi, postural drainase dapat menurunkan kadar oksigen darah).
2. Perkusi dada Perkusi dada untuk membantu mobilisasi secret. Perkusi dada merupakan perkusi manual yang dilakukan dengna telapak tangan yang membentuk seperti ‘cup’ (merapatkan ibu jari dan keempat jari lainnya) ( Gambar 2.3) kemudian secara cepat dilakukan gerakan fleksi dan ekstensi sendi serta pergelangan tangan.
Gambar 2.5: Posisi Tangan Saat Melakukan Perkusi (Nastiti N. Raharjoe, 2008)
3. Vibrasi dada Vibrasi dada juga bertujuan untuk memobilisasi secret. Vibrasi dada dilakuakn dengan meletakkan tangann terapis pada dada pasien kemudian menciptakan getaran dengan menggunakan tangna tersebut pada saat ekspirasi. Teknik ini dapat dikombinasikan dengan teknik kompresi dada.
Gambar 2. 6 : Posisi tangan saat melakukan vibrasi dada
4. Kompresi dada Dengan bantuan dari ekspitasi yang dilakukanoleh pasien, kompresi dada dilakuakn dengan tujuan untuk memobilisasi dan transport secret. Pada orang dewasa, tepis menggunakan tangan yang
diletakkan pada sternum ataupun utlang iga bagian bawah sebelah lateral. Pada anak, terapis dapat menggunakan satu ataupun dua tangan pada saat fase ekspitasi.
5. Forced expiration tehnicue (FET) Pertama kali diperkenalkan di Inggris pada tahu 1970-an. Tehnik ini banyak dipakai pada pasien fibrosis kistik tetapi dapat juga diterapkan pada penyakit kronik lainnya dengna sekresi mucus yang berlebihan pada saluran napas. Metode FET dantehnik pernapasan aktif dikombinasikan dengan olahraga ekspansi toraks dan control pernapasan.
Teknik: Manuver
ini
dipergunakan
untuk
memobilisasi
dan
mengalirkan secret dengan cara menciptakan suara “huff”. Suara “huff” tercipta dengan menggunakan dinding dada dan otot abdominal untuk mengeluarkan udara secara paksa, tidak sampai melukai, dengan mulut terbuka. Seberapa dalam dan banyaknya sekre yang dapat di keluarkan bergantung pada volume udara yang dikeluarkan. Metode ini dilakukan saat pasien berada dalam posisi duduk ataupun terbalik sesuai dengan gravitasi. Taknik siklus pernapasan aktif dilakukan dengan urutan: 1. Kontrol pernapasan
2. Olahraga ekspansi toraks 3. Control pernapasan 4. Olahraga ekspansi toraks 5. FET (satu atau dua kali “huff”)
6. Control pernapasn. Siklus ini dapat dilakukan berulang kali samoai semua secret yang berlebihan tersebut dapat dikeluarkan.
6. Terapi sungkup ekspirasi tekanan positif (Positive expiratory
Pressure, PEP). Terapi sungkup PEP digunakan dengan konsep yang sama dengan bernapas dengan pernapasan pursed-lips. Metode ini berkembang di Negara Denmark pada akhir tahun 1970 dan digunakan secara luas kemudian. Pada dasarnya merupakan salah satu teknik fisioterapi dada yang dapat digunakan oleh pasien sendiri sebagai terapi fibrosis kistik serta penyakit lain yang dapat mengeluarkan secret saluran respiratori secara berlebihan.
Taknik: Sungkup yang digunakan adalah sungkup yang sama denga yang digunakan anestesioolog yang dihubungkan dengna katup satu arah. Adaptor pipa endotrakeal untuk neonate dihubungkan ke katup bagian luar yang berfungsi sebagai resistor ekspirasi. Terdapat bermacammacam resistor yang tesedia, bergantung pada variasi individual serta perusahaan yang membuatnya. Pasien menjalani terapi dengan posisi duduuk di atas kursi dengna siku yang diistirahatkan pada lengan kursi dan sungkup di pasang sampai menutupi mulut dan hidung dengna nyaman. Dengan menggunakan pernapasan diagfragma, pasien melakukan inspirasi dengan volume yang lebih besar dari pad volume tidal dan ekspansi secara aktif. Resistor yang digunakan dipilih berdasarkan masingmasing individu untuk menciptakan tekanan PEP antara 10-20 cmH2O dan rasio inspirasi dibandingnnkan ekspirasi 1,3-1,4. Sebuah manometer dihubungkan dengan katup bagian luar untuk memonitor
tekanan ekspirai yang dapat dilihat langsung oleh pasien sebagai perbandingan. Sebnayak 10-20 siklus pernapasan yang harus dilakukan dengan menggunakan stuff. Idealnya PEP dan “huff” dilakukan sampai saluran respiratori bersih dari secret.
7. Terapi sungkup tekanan tinggi Dikembangkan pertama kali di Austin pada awal 1980. Seperti teknik sebelumnya, hanya saja dilengkapi dengan manometer untuk memamtau tekanan tinggi. Terapi ini juga dilakukan dengan pasien duduk di kursi dan diku yang diletakkan pada lengan kursi dengna bahu didekatkan dengan leher untuk memaparkan apek paru. Pasien melakukan pernapasan 8-10 siklus kemudian kapasitas total udara pernapasan dalam mulut dikeluarkan secara paksa untuk melawan stenosisyang terjadi. Mobilisasi secret terjadi melalui batuk yang timbul saat rendahnya volume paru yang tersisa. Setelah sputum keluar, pasien mengulangi maneuver pernapasan sampai dirasa tidak ada sisa sputum. Harus diperhatikan bahwa ekspansis secara paksa tidak boleh dihentikan pada saat volume residu belum tercapai. Tekanan ekspirasi yang tercapai berkisar antara 40-100 H2O.
2.2.5
Melakukan Drainase Postural Tindakan drainase postural harus dilakukan ketika anak terjaga,
sebelum waktu tidur, dan kira-kira 1 ½ jam sebelum maan siang dan makan malam. Tindakan tidak boleh dilakukan setelah makan karena latihan dan batuk dapat menyebabkan anak muntah. Latihan harus selesai 30-45 menit sebelum makan, sehingga anak akan mempunyai kesempatan untuk isirahat dan makan. Setiap sesi biasanya selesai 20-30 menit dan terdiri dari empat sampai enam posisi (Donna L. Wong, 2003).
1. Alat dan bahan a. Tempat tidur atau dipan pada ketinggian yang nyaman b. Bantal 2 atau 3 buah c. Tissu wajah
d. Sputum pot 2. Persiapan perawat Memperkenalkan diri, maksud dan tujuan dari tindakan. 3. Persiapan Pasien (Hilmi M. Lubis 2005)
a. Longgarkan seluruh pakaian pasien, terutama daerah leher dan punggung. b. Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap/jelas. c. Periksa tekanan dara dan nadi d. Perikas
apakah pasien mempunyai reflelks batuk atau
memerlukan suction untuk mengeluarkan dahak. 4. Pelaksanaan (Donna L. Wong, 2003)
a. Cuci tangan b. Pilih area yang akan di drainase berdasarkan pengkajian semua area paru, data klinis, dan chast x-ra. c. Tempatkan anak pada posisi seperti gambar 2. 7: d. Beri tahu anak untuk menarik napas dalam. Anak juga dapat
menggunakan botol tiup khusus, coba untuk menup gelembung. Hal ini dapat membantu anak menarik napas dalam dan menyebabkan anak batuk. e. Tungkupkan tangan ditempat yang diberi tanda gelap.
f. Kemudian minta anak menarik napas dalam dan vibrasikan area
tersebut saat ia mengeluarkan udara. Ulangi sampai 3 kali pernapasan. Bila anak teralu kecil untuk memahami bagaimana bernapas dalam dan perlahan, vibrasi saja selama beberapa pernapasan. g. Beritahu anak untuk batuk, karena mungkin ia tidak dapat batuk bila berbaring, bantu dia untuk duduk agar batuk dalam dapat dilakukan dengan baik. h. Ulangi langkah 1 sampai 5 untuk setiap posisi yang berbeda (Gbr. 2.8-2.15). i.
Meskipun hanya satu sisi yang diperlihatkan di atas, tetapi ingatlah bahwa prosedur tersebut harus diulangi untuk kedua sisi, sisi kanan maupun kiri. Ingat: gunakan waktu kira-kira 20 sampai 30 menit untuk setiap sesi. Perhatikan anak dengan cermat untuk adanya tanda-tanda kelelahan. Drainase postural harus dihentikan sebelum anak menjadi lelah. Tindakan ini dapat dilanjutkan setelah anak beristirahat.
j.
Evaluasi pengeluaran secret
k. Cuci tangan l. Dokumentasikan
Gambar
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual Agen pneumonia:
Pemberian Fisioterapi dada.
1.
Streptococcus B
2.
E. Colli
group
1. Gejala gangguan respiratori a. Batuk, disertai produksi secret a. Batuk, disertai produksi secret berlebih. berlebih.
Gravitasi
b. Sesak napas c. Retraksi ddada
Pengeluaran sekret
Keterangan: : Diteliti : Tidak diteliti : Ada hubungan Gambar 3.1
Kerangka Konseptual Efektifitas pemberian fisioterapi dada terhadap pengeluaran secret ().
.
Fisioterapi adalah suatu cara untuk mengembalikan fungsi organ tubuh dengan memakai tenaga alam (listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan latihan), yang mana penggunaannya disesuaian dengan batas toleransi penderita, sehingga didapatkan efek pengobatan (Krausen, F. H., 1985). Fisioterapi dada ini, walaupun caranya kelihatan tidak istimewa, tetapi sangat efektif dalam upaya mengeluarkan secret dan memperbaii ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi, tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengmbalikan dan memelihara fungsi otot-rsihkan secret otot pernapasan dan membantu membersihkan secret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan secret, memperbaii pergerakan dan aliran secret (Soekarma, 1984). 3.2
Hipotesis Penelitian HI : Pemberian fisioterapi dada efektif untuk membantu pengeluaran sekret pada anak dengan pneumonia H0: Pemberian fisioterapi dada tidak efektif untuk membantu pengeluaran sekret pada anak dengan pneumonia
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian Rancangan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah PreEksperiment Design dengan tidak melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental. Dalam rancangan ini, dipilih jenis rancangan preeksperiment dengan The One Group Pretest-Posttest Design. Desain The One Group Pretest-Posttest Design merupakan sebuah desain, dimana satu kelompok subjek pertama-tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya (Sumadi Suryabrata, 2003). Berikut skema dari desain penelitian ini: T1
X
T2
Keterangan T1 = Pretest X = Intervensi/treatment T2 = Postest/Observasi (sesudah dilakukan teknik ROM)
4.2
Kerangka Kerja
Populasi: Pasien Pneumonia
Incidental Sampling Sampel: Pasien anak dengan Pneumonia berat
Pre test: Observasi awal produksi sekret pada pasien
Pemberian Fisioterapi dada
Post test: Observasi akhir Produksi sekret pasien
Analisis data: Uji T
Penyajian hasil
Kesimpulan dan desiminasi hasil
Gambar 4.1 : Kerangka Operasional Penelitian Efektifitas Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien Anak Dengan Pneumonia Di Bangsal Dahlia RSUP NTB
4.3 Populasi, Sampel, Sampling 4.3.1
Populasi Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia;klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dari penelitian ini adalah semua penderita Pneumonia di Bangsal Dahlia RSUP NTB yang memenuhi kriteria inkulsi.
4.3.2
Sampel Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari suatu populasi (Dr. Muhamad Zainudin. Apt, 2000). 1)
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti. (Nursalam, 2008). Yaitu: Penderita Pneumonia berat yang dirawat diruang
a)
Dahlia, RSUP NTB.
2)
b)
Pasien Pneumonia dengan rentang usia - .
c)
TTV dalam batas normal
d)
Belum sarapan atau makan malam.
e)
Orang tua pasien memberikan ijin menjadi responden.
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi. (Nursalam, 2003), yaitu: a) Pasien dengnan Kelainan dinding dada: Fraktur iga, infeksi, neoplasma, riketsia. b) Pasien dengan Tension Pneumothoraks.
c) Pasien yangmengalami kelainan yang berhubungan dengan darah: kelainan pembekuan, haemoptisis, perdarahan intrabronkial yang massif. d) Pasien dengan Aritmia jantung.
e) Pasien tidak sadar 4.3.3
Besar sampel Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel (Notoatmojo, 1993). Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi. Besar sampel diambil dengan menggunakan proporsi tunggal dengan rumus sebagai berikut:
N n= 1 + N (d2)
Keterangan: n
= Jumlah sampel.
N = Populasi. d = Tingkat signifikan
Jadi, dari hasil perhitungan didapatkan besar sampel, yaitu: 21. Jumllah ini hanya dijadikan sebagai
estimasi. Maksudnya, ketika jumlah
sampel terpenuhi sebelum batas waktu penelitian berakhir, maka penelitian boleh dihentikan.
4.3.4
Sampling Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan Incidental sampling. Tehnik sampling Incidental sampling merupakan tehnik penentuan sampel, dimana tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk di tugaskan menjadi anggota sampel (Sutrisno Hadi, MA., 2004 ).
4.4 Identifikasi Variabel 4.4.1 Variabel Independen Variabel independen adalah suatu
stimulus aktivitas yang
dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada dependen variabel. Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau
intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku. (Nursalam & Pariani, 2001). Yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah aktivitas fisioterapi dada.
4.4.2
Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel respon atau output. Variabel ini akan muncul sebagai akibat dari manipulasi suatu variabel-variabel independen (Nursalam, 2008). Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengeluaran sekret.
4.5 Definisi Operasional Variabel Tabel 4.1 : Tabel Definisi Operasional Penelitian Efektifitas Pemberian Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien Anak Dengan Pneumonia Di Bangsal Dahlia RSUP NTB. NO
Variabel
Definisi operasional
1
Independen: Fisioterapi dada
Suatu usaha yang dilakukan untuk mengeluarkan secret dari dalam paru atau trachea untuk mempertahankan fungsi-fungsi alat pernapasan.
2
Dependen: Pengeluaran Sekret
Suatu keadaan dimana paru atau trache terbebas dari secret baik sepenuhnya atau sebagian.
Parameter
Alat Ukur
Skala
a. Pengeluaran secret.
Lembar observasi:
Ordina l
Skor
b. Bunyi napas.
4.6 Pengumpulan Dan Analisis Data 4.6.1
Instrumen Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan lembar observasi yang terdiri atas 2 item inti yang dinilai dalam evaluasi untuk menggambarkan efektivitas pemberian fisioterapi dada ini, yaitu pengeluaran sekret dan suara napas dari pasien.
4.6.2
Lokasi Dan Waktu Penelitian 1)
Lokasi Penelitian dilaksanakan di Bangsal Dahlia RSUP NTB.
2)
Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan oktober 2010 sampai dengan November 2010.
4.6.3
Prosedur Peneliti akan memperkenalkan identitas (diri dan institusi), maksud dan tujuan, kemudian meminta persetujuan dari pasien. Setelah mendapat persetujuan dari pasien, peneliti akan melakukan kontrak waktu dengan pasien dan keluarga untuk melakukan observasi awal mengenai perkembangan produksi sekret, dengan menggunakan instrumen yang telah ditentukan. Setelah dilakukan observasi awal, kemudian dilakukan kontrak waktu untuk pemberian perlakuan dan kontrak waktu untuk observasi lanjutan setelah pemberian perlakuan. Pemberian perlakuan dilakukan pada 2 alternatif waktu, yaitu 1 1/2 jam sebelum sarapan atau 1 1/2 jam sebelum makan malam.
4.6.4
Analisis Data Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, selanjutnya dilakukan tabulasi data dan analisa data dengan menggunakan uji statistik ”T”.
Tahap-tahap analisa data antara lain: 1)
Editing yaitu melihat apakah data sudah terisi lengkap atau tidak lengkap.
2)
Coding yaitu mengklarifikasi jawaban dari responden menurut macamnya dengan memberi kode pada masing-masing jawaban menurut item pada lembar observasi.
3)
Analisa statistic. Hasil
jawaban
atas
pertanyaan
kuesioner
diskoring dan kemudian dilihat bagaimana efektivitas dari fisioterapoi dada terhadap pengeluaran sekret. Derajat kemaknaan ditentukan p ≤ 0,05 yang artinya, jika hasil perhitungan p ≤ 0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima yaitu Pemberian fisioterapi dada efektif untuk membantu pengeluaran sekret pada anak dengan Pneumonia.
Analisa
ini
menggunakan
system
komputerisasi (SPSS).
4.7 Etik Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan subyek penelitian pada pasien Pneumonia yang dirawat di ruangan Bangsal Dahlia RSUP NTB. Untuk itu perlu di ajukan permohonan ijin penelitian pada pihak RSUP NTB dengan tujuan Bangsal Dahlia. Setelah itu peneliti menemui subyek yang akan dijadikan responden untuk menekankan masalah etik yang meliputi :
4.7.1
Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent) Lembar persetujuan akan diberikan kepada Pneumonia
setiap pasien
yang menjadi subyek penelitian dan memberikan
penjelasan tentang
maksud dan tujuan dari penelitian
untuk
mengadakan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu akan dijelaskan manfaat jika pasien bersedia menjadi subyek penelitian. Jika pasien bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan sebagai tanda bersedia, demikian juga dengan peneliti. Apabila responden tidak bersedia menjadi responden maka peneliti akan tetap menghormati hak-hak responden. 4.7.2
Tanpa nama (Anonimity) Nama subyek tidak dicantumkan pada lembar pengumpulan data, dan untuk mengetahui keikutsertaannya
peneliti hanya
menggunakan kode dalam bentuk nomor pada masing-masing lembar pengumpulan data. 4.7.3
Kerahasiaan (Confidentiality) Kerahasiaan informasi yang telah didapat oleh peneliti dari responden akan dijamin kerahasiaannya. Hanya pada kelompok tertentu saja yang akan peneliti sajikan utamanya dilaporkan pada hasil riset.
4.8 Keterbatasan
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian (Burns & Grove,1991). Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah: 1.
Sampel yang digunakan terbatas pada pasien Pneumonia yang rawat inap di Bangsal Dahlia RSUP NTB.
2.
Feasibility yaitu
dalam melakukan penelitian
adanya
pertimbangan mengenai keterbatasan waktu, dana, keahlian dan pertimbangan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Guyton, Athur C. & Hall, Jhon E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Nastiti, at al. (2010). Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Badan Penerbit IDA. Jakarta Notoatmojo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi 2. Rieneka Cipta: Jakarta Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metoodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta. Nursalam & Pariani S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. UD Sagung Seto: Jakarta Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah 3: Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Wong, Dona L. ( 2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta Zainudin, Muhamad. (2002). Metodologi Penelitian. Surabaya
Lubis, Helmi M.. (2005). Fisioterapi Pada Penyakit Paru Anak. Kesehatan
Anak
Fakultas
Kedokteran
Bagian Ilmu USU.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi12.pdf. Tanggal 2 Agustus 2010. Jam 09.43.