Bahan Organik Sudah Menumpuk, November Kolam Ikan Dikuras UNAIR NEWS – Hasil analisa terhadap kondisi air kolam di “Danau UNAIR” kampus C Mulyorejo Surabaya, bahwa pada dasar danau buatan itu sudah penuh dengan bahan organik. Bahan organik ini sangat tidak baik untuk budidaya ikan. Karena itu dalam kaitan peringatan Dies Natalis Universitas Airlangga ke-62, November mendatang, setelah ikannya dipanen, air kolam itu diusulkan dikuras guna mengangkat bahan-bahan organiknya secara tuntas. Kesimpulan itu disarikan dari analisa laboratorium terhadap sampel ikan yang mati, Mei 2016 lalu. Ukuran oksigen yang terlarut dalam air saat itu hanya 0,8 ppm (part per million) dari yang seharusnya minimal 4,0 ppm. Kemudian H 2 S dari penguraian bahan organik di danau itu mencapai 2 mg dari yang seharusnya hanya 0,1 mg. ”Artinya bahan organik disitu sudah tinggi, jadi harus diangkat. Untuk itu kami sudah berkoordinasi dengan Bagian Sarpras, dan rencananya dikuras November nanti,” kata Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P., Wakil Dekan I Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) UNAIR. Saat kejadian banyak ikan mati, Mei lalu, Wadek I FPK ini ikut mengatasi dengan menebar zeolid dan probiotik bersama mahasiswa yang tergabung dalam Kajian Keilmiahan Mahasiswa (KAKEMA) FPK UNAIR. Usulan menguras kolam itu merupakan alternatif paling mungkin. Jika dengan menebar zeolid dan probiotik untuk mendegradasi bahan organik yang menumpuk, masih diperlukan dukungan dua buah kincir air. Padahal harga satu kincir Rp 3 juta. Kalau untuk standar budidaya memang juga perlu dukungan konstruksi kolam, tetapi yang di UNAIR ini bukan budidaya, sehingga cukup diatasi dengan tanpa dukungan kincir.
”Jadi usulan program jangka panjang dengan membersihkan bahan organik secara fisik, ini alternatif alami yang memungkinkan dengan bantuan sedikit zeolid dan probiotik tadi,” tambah ahli perikanan asal Kota Malang ini. Tetapi sebenarnya, kejadian Mei itu juga dipengarughi oleh faktor alam. Cuaca ekstrim yang tak menentu: panas terik, hujan, panas lagi, hujan lagi, dst. Jika iklim pancaroba berakhir, maka berhenti pula kasusnya. Tetapi karena kondisi dasar danau seperti itu, maka menyedot sebanyak mungkin bahan organik dari dasar danau merupakan pilihan terbaik. Dalam menguras kolam nanti, bisa dilaksanakan dengan kerja bakti massal bekerjasama dengan BEM dan Kemahasiswaan. Caranya dengan membagi kolam dalam beberapa kaplingan. Satu kapling ditangani sepuluh orang. Lumpur (bahan organiknya) diangkat menggunakan karung goni (sak). Opsi lain memang ada. Menggunakan alat berat atau dengan probiotik. Tetapi dengan mengerahkan alat berat (beko), dikhawatirkan selain menguras biaya juga merusak taman. Jika memakai probiotik juga butuh lima kotak senilai Rp 500 ribu. Itu pun harus diulang-ulang dan memerlukan kincir air. Menjawab UNAIR NEWS, Endang Dewi Masithah mengatakan, bahan organik di kolam itu bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, masuknya limbah yang membawa lumpur halus dari manamana saat hujan deras (banjir). Kedua, akibat panen dan tebar benih berulang-ulang sehingga kotoran ikan menumpuk di dasar. Ketiga, adanya plankton (berwarna hijau pekat), tetapi esoknya air menjadi bening karena planktonnya mati dan terendam ke bawah. Keempat, pakan ikan yang ditebar pengunjung kolam tidak semuanya dimakan ikan, jadi sisanya membusuk di dasar kolam. Ketika Mei lalu terjadi cuaca ekstrim; silih berganti antara hujan, panas, hujan, dan panas lagi, ini yang menyebabkan ikan-ikan itu mati. Sebab saat terjadi panas maka suhu airnya panas semua. Tetapi ketika hujan, bagian permukaan air suhunya
dingin, sedang bagian bawah masih panas. Saat suhu air dingin itu maka terjadi BD air lebih tinggi. Sifatnya berat, jadi akan mendesak air di bagian bawah. Otomatis air di dasar kolam yang tercemar bahan organik itu akan naik ke permukaan (”mudal”/endapan lumpur naik). Karena itu ketika sehabis panas kemudian hujan, maka air kolam menjadi keruh berlumpur. Inilah yang mematikan ikan-ikan tadi. ”Secara fisik ikan-ikan yang demikian itu masih layak konsumsi, karena matinya terganggu bahan organik saja. Seperti saat kami lihat, pada insang dan rongga mulut ikan terdapat lumpur, menyebabkan ikan kesulitan untuk bernafas dan akhirnya mati,” kata Endang Masithah. (*) Penulis : Bambang Bes
Gala Dinner UNIID UNAIR NEWS – Sebagai rangkaian dari simposium yang dilaksanakan oleh University Network for Indonesia Infrastructure Development (UNIID), Gala Dinner diadakan di Lantai 1 Gedung Manajemen Universitas Airlangga, Kampus C, Rabu (3/8).
Percepatan Infrastruktur Libatkan Akademisi UNAIR NEWS – Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia, peran perguruan tinggi di Indonesia perlu dilibatkan. Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Utama PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) Shintya Rusli. Setidaknya, ada tiga aspek peran yang disinggung oleh Shintya. Pertama, mendorong kesadaran dalam pemanfaatan infrastruktur. Kedua, mendorong riset terapan untuk dipakai pihak swasta, dan pemerintah selaku pembuat kebijakan. Ketiga, menghasilkan sumber daya manusia dalam pembangunan dan pemanfaatan infrastruktur. Pernyataan itu disampaikan pada acara ‘Simposium I: Inovasi dalam Rangka Percepatan Infrastruktur di Indonesia’ di Graha Institut Teknologi 10 Nopember, Rabu (3/8). “Kita menghadapi tantangan untuk memobilisasi tenaga kerja yang bisa bekerja langsung di infrastruktur,” tutur Shintya. Acara simposium yang dilaksanakan oleh University Network for Indonesia Infrastructure Development (UNIID), didukung penuh
oleh PT. PII. Dalam acara simposium tersebut, juga diselenggarakan rapat anggota tahunan, yang juga diikuti oleh Wakil Rektor II, dan Wakil Rektor IV UNAIR. Dalam kesempatan tersebut, Junaidi Khotib, Ph.D., selaku Wakil Rektor IV UNAIR menyatakan, tahun ini pihak UNAIR berkomitmen untuk kembali melanjutkan percepatan pembangunan infrastruktur yang melibatkan perguruan tinggi. “Jadi, supaya ahli-ahli dari masing-masing kampus itu berpikir untuk memberikan masukan-masukan dan pemikiran-pemikiran inovasi untuk percepatan pembangunan infrastruktur,” terangnya. Selain perwakilan dari PT. PII dan Warek IV UNAIR, staf ahli Menristek Dikti Harry mengatakan, revitalisasi infrastruktur perguruan tinggi juga perlu dipercepat. Namun, ia mengakui, kebutuhan dan keinginan dari perguruan tinggi tidak diimbangi dengan anggaran pendapatan belanja negara. Sehingga, tak jarang bangunan yang belum selesai dibangun terlihat di sebagian perguruan tinggi. “APBN tidak mencukupi. Kampus mendapat angin segar di awal tahun, bulan Agustus dan September. Alhasil, karena APBN tidak konsisten kesinambungannya, infrastruktur di perguruan tinggi banyak yang mangkrak. Kebutuhan infrastruktur banyak, tapi yang mangkrak juga banyak,” terang Harry. Harry menambahkan, sebagai alternatif, maka kampus diharap untuk aktif bekerjasama dengan pemerintah dan perusahaan. Salah satunya adalah dengan PT. PII. Harry juga mengingatkan agar status perguruan tinggi di Badan Pemeriksa Keuangan adalah wajar tanpa pengecualian (WTP). Sehingga, perlu diperhatikan tahap mulai perencanaan, pengoperasian hingga pemeliharaan. Dalam acara yang sama, juga dilaksanakan presentasi makalah tentang infrastruktur sebanyak 60 makalah. Para pengajar sekaligus peneliti UNAIR dari berbagai fakultas turut serta
dalam kegiatan tersebut. Peneliti UNAIR merupakan pengirim makalah terbanyak kedua dalam diskusi paralel ini. Dalam acara yang sama, juga dihadiri oleh Dirjen Dikti Ali Ghufron Mukti. Ia berharap penelitian yang sudah didiskusikan dalam simposium dan diskusi paralel kali ini, bisa dipublikasikan dalam jurnal-jurnal internasional yang bereputasi. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Ririn Probowati, Rela PP Jombang-Surabaya Raih Wisudawan Terbaik S3 FKM UNAIR NEWS – Usaha keras Dr. Ririn Probowati, S.Kp, M.Kes dengan berangkat jam 03.00 pagi dan pulang jam 22.00 (jam 10 malam) dari Jombang ke Surabaya tidaklah sia-sia. Jerih payahnya selama menempuh studi doctoral itu akhirnya terbayar dengan menyabet predikat sebagai wisudawan terbaik. Perempuan kelahiran Banyuwangi 15 Juli 1965 ini, dalam disertasinya mengangkat judul “Model Keperawatan Roleattainment Ibu Bekerja dengan pendekatan Self Efficacy Dalam Kompetensi Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi”. Baginya, penelitian tersebut diangkat untuk memberikan gambaran mengenai cara untuk mengurangi angka kematian bayi baru lahir. “Penelitian ini saya lakukan agar penelitian dapat berkontribusi menurunkan angka kematian bayi baru lahir dan
meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir,” jelasnya. Selama menempuh studi S3, perempuan yang tinggal di Sumobito, Jombang ini menturkan bahwa ia kerap menjadi pembicara di berbagai konferensi internasional, baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. “Saya pernah menjadi pembicara dalam International Conference di Makassar, Malaysia, dan Bandung,” paparnya. Selain kuliah, Ririn juga aktif dalam organisasi PKK di Pemerintah Kabupaten Jombang, pada Penjamin Mutu Asosiasi Instititusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) regional Jawa Timur, dan berbagai organisasi serta forum kemasyarakatan lainnya. Baginya, untuk menjadi mahasiswa yang berprestasi diperlukan sikap iklas, motivasi tinggi untuk menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, giat, dan rajin. ”Memiliki prinsip itu penting, yaitu untuk mengerjakan tugas dengan tepat waktu, membagi waktu antara belajar, bekerja, dan menjadi ibu, serta bersosial,” jelasnya. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila
Perpustakaan Buku Second
Siapkan
Bursa
UNAIR NEWS – Bila berjalan sesuai rencana, pada 13 hingga 15 September mendatang, Perpustakaan UNAIR akan menggelar Bursa Buku Second (bekas). Kegiatan yang dilaksanakan serempak di perpustakaan kampus A, B, dan C ini berisi setidaknya tiga
kegiatan. Pertama, penjualan buku second. Kedua, barter buku dan tukar tambah. Ketiga, pendonasian buku. Event ini dilaksanakan sebagai penyambutan tahun akademik baru. Maka dari itu, diperkirakan para peserta yang datang nantinya berasal dari mahasiswa beragam angkatan. “Kakak angkatan yang ingin menyumbangkan buku, atau saling barter, bisa datang kemari,” ujar Humas Perpustakaan, Agung B. Kristiawan. “Kalau dia mau jualan buku bekasnya juga tidak masalah. Fleksibel saja,” imbuhnya. Untuk keterangan lebih lanjut, mereka yang berminat ikut dalam bursa buku second ini, bisa membuka laman www.lib.unair.ac.id. Khususnya, bagi mereka yang ingin ikut membuka stand. Nantinya, mereka bakal berhadapan secara langsung dengan seluruh pengunjung perpustakaan yang makin hari makin banyak. Pasti sangat menyenangkan. Apa yang digelar ini juga sebagai upaya turut menyemarakkan hari berkunjung ke perpustakaan yang biasanya diperingati saban 15 September. Agung menerangkan, perpustakaan mesti dibuat sedemikian rupa agar menjadi tempat beraktifitas bagi mahasiswa yang nyaman. Dengan demikian, mereka betah di situ dan ‘mengenyangkan’ diri dengan membaca buku yang tersedia. Selama ini, perpustakaan terus melakukan pembenahan. Sudah banyak pula terobosan yang dibuat. Di antaranya, digitalisasi sistem loker yang dilengkapi barcode. Dan yang tak kalah menarik, terdapat laporan jumlah pengunjung dan interaksi media sosial realtime yang terpampang di pintu masuk. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila
Melestarikan Kebudayaan dengan Bangga Mengenakan Kain Batik UNAIR NEWS – Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR, terdapat seorang guru besar yang berpenampilan lain dari yang lain. Saat berada di kampus, dia selalu mengenakan kain jarik batik, juga sebuah tongkat. Tak ayal, penampilan ini membuat lelaki bernama Prof. Dr. Bambang Tjahjadi, SE.,MBA., Ak., lebih gampang dikenali karena terkesan “berbeda”. Saat ditemui kru UNAIR News di gedung FEB, Selasa (2/8), pria yang menamatkan jenjang S2 di Western Carolina University ini mengutarakan, penampilan ini sudah berlangsung sekitar tiga tahun. Tujuannya, untuk ikut melestarikan kebudayaan Jawa. “Setidaknya, ada tiga kebudayaan Jawa yang diakui dunia. Yakni, Batik, Wayang dan Keris. Ini luar biasa. Nah, kalau bukan kita sebagai warganegara yang bangga akan capaian tersebut, terus, siapa lagi?,” serunya. Saat ditanya itu sekadar digunakannya motif batik Madura.
soal tongkat, Prof. Bambang menjelaskan, barang asesoris. Namun yang jelas, kain jarik yang merupakan batik tulis asli. Tiap hari dia memakai beragam baik dari Pekalongan, Sidoarjo, hingga
Kebanggaan Prof. Bambang tidak hanya terimplementasikan di dalam negeri. Berkali-kali mengikuti kegiatan konferensi maupun seminar internasional di luar negeri, dia tak canggung mengenakan kain tersebut. Khazanah lokal ini mesti terus dikembangkan. Yang perlu diingat pula, jangan sampai orang Indonesia kelewat bangga dengan produk tekstil bermotif yang
dikira batik nusantara. Padahal, barang impor! Lebih dari itu, dia bersama kawan-kawan di FEB menggagas Perkumpulan Bangga Berkain Batik. Komunitas itu kini terus berkembang dan memiliki grup facebook. Anggotanya pun hingga berasal dari kampus-kampus lain. Salah satu rekan Bambang sesama dosen FEB adalah Dr.Neorlailie Soewarno, SE., MBA., Ak. Noerlailie mengungkapkan, saat ini banyak orang Indonesia yang begitu bersemangat saat bicara pentingnya mengenakan kain batik. Namun, tak jarang mereka ternyata hanya pandai berujar. Untuk memakainya, masih ogah-ogahan. Sikap ini tentu kurang baik. Perkumpulan
Bangga
Berkain
Batik,
kata
perempuan
yang
menyelesaikan gelar master di Amerika Serikat ini, ingin menyosialisasikan semarak mencintai warisan budaya. Beberapa kali, para anggotanya menggelar acara pelatihan mengenakan kain batik yang baik dan benar. “Jadi, kegiatan kami ini juga aplikatif dan menyentuh banyak kalangan. Kami sudah menggelar pelatihan tersebut di beberapa kampus dan lokasi lain. Kami juga kerap diundang hadir dalam event seperti itu,” ungkap dia. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila
Resmi Dilantik, 107 Ners Baru Siap Hadapi Tantangan MEA UNAIR NEWS – Sebanyak 107 wisudawan Program Pendidikan Ners
Fakultas Keperawatan (FKp) UNAIR, resmi dilantik oleh Rektor UNAIR yang diwakili oleh Wakil Rektor II, Dr. Muhammad Madyan, S.E., M.Si., M.Fin. Acara yang dihelat di Aula Garuda Mukti Gedung Manajemen lantai 5 pada Selasa (2/8), tersebut merupakan yang kedua kalinya ditahun 2016, setelah pelantikan ners periode I yang dihelat pada 1 Maret lalu. Selain para orang tua pendamping wisudawan, pelantikan tersebut juga dihadiri oleh Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku Dekan FKp UNAIR, Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD-KPTI selaku Direktur Rumah Sakit UNAIR, dr. Anang Indaryanto selaku Kepala Bidang Diklat RSUD dr. Soetomo, dan juga para stakeholder yang telah menjalin kerjasama dengan UNAIR, terutama dalam bidang keperawatan. Mengenai peran profesi keperawatan dalam era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), Prof. Nursalam mengatakan, para ners baru yang dilantik harus memiliki tiga prinsip, yaitu self reform guna mereformasi diri sendiri untuk menjadi lebih baik, interconnecting guna membangun jejaring dengan stakeholder. “Dan yang ketiga adalah spirit fighting, jadi adik-adik jangan mudah menyerah,” ujarnya memberikan wejangan dihadapan para wisudawan. Prof. Nursalam juga mengungkapkan bahwa FKp UNAIR telah terakreditasi A, dan hal tersebut juga menjadikan fakultas yang ‘didirikan’ pada tahun 1999 tersebut sebagai fakultas bidang keperawatan terbaik se-Indonesia Timur. “Walaupun kita masih muda (umur fakultas 17 tahun, red), tapi kita bisa menjadi yang terbaik di Indonesia bagian timur dalam bidang keperawatan, jadi bapak ibu pantas bersyukur putraputrinya telah lulus dari salah satu pendidikan terbaik,” ungkapnya disambut tepuktangan hadirin. Dalam kesempatan tersebut, Warek II UNAIR, Dr. M. Madyan berpesan kepada para ners yang baru dilantik, agar senantiasa menanamkan sikap ikhlas dalam individu masing-masing.
Pasalnya, profesi keperawatan memiliki tuntutan untuk melayani pasien dirumah sakit selama 24 jam. “Profesi keperawatan adalah posisi sentral, karena harus melayani keluhan pasien dalam 24 jam, jadi kualitas pelayan sebuah rumah sakit tercermin dari kualitas pelayanan dari perawatnya. Maka dari itu, tanamkan pada diri kalian sikap ikhlas, terutama ikhlas dalam melayani,” ujarnya. “Saya ucapkan selamat kepada para wisudawan yang telah dilantik. Buktikan bahwa anda merupakan lulusan UNAIR dengan kinerja yang bagus dan performa terbaik kalian,” imbuhnya mengakhiri.(*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Nuri Hermawan
Kebiri Bukan Solusi Kekerasan Seksual
Kasus
UNAIR NEWS – Sederet kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang telah diungkap publik pada semester awal tahun 2016 cukup mengejutkan. Untuk menghentikan, atau setidaknya mengurangi kejadian kasus kekerasan seksual, diperlukan kontribusi dari seluruh elemen baik pemerintah, masyarakat, maupun perguruan tinggi. Menurut Prof. Dr. Emy Susanti Hendrarso, MA., yang juga Ketua Pusat Studi Wanita Universitas Airlangga mengatakan, kasus kekerasan seksual di Indonesia diibaratkan sebagai sebuah gunung es. Kasus yang terungkap di publik memang tak lebih banyak dari yang sebenarnya terjadi. “Artinya, dari dulu ada, tapi tidak terungkap,” tutur Prof. Emy dalam sebuah
kesempatan. Hanya saja, kini warga dan kelompok-kelompok tertentu lebih berani melaporkan kasus pelecehan seksual ke muka publik, termasuk media massa. Prof. Emy mengatakan, keberanian masyarakat dalam bersuara mengenai kasus pelecehan seksual itu didasari oleh keterbukaan pikiran dan penanganan kasus yang ditindaklanjuti oleh penegak hukum dan pihak berwenang terkait. Penanganan Sekitar akhir Mei 2016 lalu, Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengatur tentang hukuman kebiri kimiawi kepada pelaku pelecehan seksual. Merespon kebijakan pemerintah itu, Guru Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNAIR itu mengatakan, pemberlakukan perpu itu tak akan berjalan efektif untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual itu. Dalam jangka pendek, penanganan kasus kekerasan seksual perlu peran yang optimal dari seluruh pemangku kepentingan, mulai masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan perguruan tinggi. “Kalau jangka pendek, penanganan-penanganan kasus yang ada bisa dilakukan melalui lembaga-lembaga yang sudah eksis, seperti pusat perlindungan anak. Itu sudah ada di setiap daerah. Di kampus-kampus juga ada,” tutur Prof. Emy. Sedangkan untuk jangka panjang, Prof. Emy menekankan untuk mengubah cara berpikir masyarakat. Salah satunya, melalui perubahan undang-undang. Undang-undang yang dimaksud diantaranya adalah peraturan baik di tingkat daerah maupun nasional mengenai pembatasan usia minimal pernikahan. Dengan adanya perubahan peraturan seperti itu, masyarakat diharapkan mengikuti norma hukum yang berlaku dan menjadi kebiasaan dalam bermasyarakat. “Perubahan itu memang panjang sekali alurnya. Butuh peran pemerintah daerah dan pusat untuk mengubah dan menambah
undang-undang, dan sebagainya. Diharapkan dengan perubahan sistem sosial budaya dan politik, konstruksi masyarakat terhadap kasus-kasus kekerasan juga bisa berubah,” tutur dosen lulusan Universitas Flinders, Australia. “Karena kalau tidak, masyarakat masih mengira ini bukan kasus kekerasan, wong mengawinkan anak di bawa umur sudah ada sejak dulu. Atau misalnya, kalau terjadi perkosaan, ada anggapan wong ini pacarku, jadi aku bisa memaksa. Dengan adanya anggapan-anggapan seperti itu bisa dibuktikan bahwa sistem sosial budaya masyarakat masih seperti itu. Kalau ini tidak berubah, ya, sampai kapanpun akan tetap berlanjut,” imbuh Prof. Emy. Menanggapi
kebijakan
kebiri
untuk
mengatasi
persoalan
kekerasan seksual, Prof. Emy mengatakan hal itu bukan kebijakan yang solutif dan efektif. Ia menegaskan, kebiri bukanlah penyelesaian berjangka panjang. Salah satu cara lainnya yang efektif, adalah dengan sanksi sosial di masyarakat. “Itu bukan satu-satunya. Belum tentu efektif. Banyak sanksi lain yang bisa dioptimalkan terutama sanksi sosial, karena sanksi sosial jauh lebih baik. Kalau semua orang udah tahu bahwa mengawinkan anak kecil muda sebelum usia 18 tahun, semua orang bisa menertawakan tetangganya yang melakukan itu. Terus mereka kalau perlu, nggak usah datang ke pernikahannya. Itu jauh lebih berfungsi,” tegas Prof. Emy. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Kemenko Maritim Kenalkan Dunia Kemaritiman Sejak Dini UNAIR NEWS – Langkah pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, disambut baik oleh Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Maritim. Program Pengenalan Wawasan Kemaritiman untuk Anak Indonesia (PPWK-AI) 2016, menjadi program unggulan yang diprakarsai Kemenko Bidang Maritim dengan menggandeng Asosiasi Mitra Bahari Indonesia (AMBIN) dan Konsorsium Mitra Bahari (KMB) Regional Center Jawa Timur. PPWK-AI sendiri digelar selama dua hari. Hari pertama (1/8), kegiatan dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) UNAIR dengan kegiatan pemberian materi seputar pengetahuan tentang dunia kemaritiman. Selanjutnya, hari kedua acara dilangsungkan di Ekowisata Mangrove, dengan mengajak seluruh peserta yang terdiri dari siswa SD tersebut menelusuri hutan magrove di pesisir Surabaya, Selasa (2/8). Staf Kemenko Bidang Maritim, Anom Wirojatmiko yang juga turut hadir memantau pelakasanaan kegiatan selama dua hari tersebut menuturkan, kegiatan PPWK-AI ini bagian dari perwujudan program pemerintah untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Baginya, acara tersebut bertujuan untuk pengenalan kepada anak-anak Indonesia agar mencintai dan peduli kepada dunia kemaritiman. Anom juga menambahkan, selain sebagai pemrakarsa, Kemenko Bidang Maritim juga penyedia anggaran demi kesuksesan acara. “Jadi, Kemenko Bidang Maritim yang menyediakan anggaran. Lalu kami koordinasikan dengan AMBIN di pusat dan KMB di masingmasing daerah, untuk selanjutnya membentuk kepanitian yang melibatkan pihak lain, seperti Kobangdikal dan berbagai perguruan tinggi,” jelas Anom.
Senada dengan Anom, Sekretaris Jendral (Sekjen) AMBIN, Samuel Littik, Ph.D., menjelaskan bahwa mitra bahari sendiri merupakan forum kerja sama semua pihak terkait yang berlandaskan UU No.27/2007 yang diamandemen di UU No.1/2014, tentang pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil. Baginya, dengan landasan UU tersebut, kinerja AMBIN yang beranggotakan KMB dari seluruh Indonesia bisa lebih maksimal. Ia juga menambahkan, peranan AMBIN dalam kegiatan ini yakni sebagai penghubung antara Kemenko Bidang Maritim dan KMB di seluruh Indonesia. “AMBIN ini pelaksana di lapangan, karena kami punya mitra di provinsi yakni KMB itu. Intinya kami ini penghubung antara Kemenko sebagai pemrakarsa dan KMB sebagai pelaksana,” jelasnya.
Mitra Kompak, (Dari Kiri) Staf Kemenko Maritim Anom Wirojatmiko, Sekjen AMBIN Samuel Littik, Ph.D., Ketua KMB Jatim Prof. Dr. Sri Subekti, BS. drh., DEA., dan Ketua Panitia Letkol (KH) Drs. Ambar Kristiyanto, M.Si., Sesaat Mengikuti Kegiatan Di Ekowisata Mangrove Surabaya. (Foto: UNAIR NEWS)
Ditemui di lokasi yang sama, Prof. Dr. Sri Subekti, BS. drh., DEA., selaku penanggung jawab acara menjelaskan, PPWK-AI 2016 merupakan program bersama antara Kemenko Maritim, AMBIN, dan KMB. Prof. Sri juga menambahkan bahwa PPWK-AI kali ini diketuai oleh Letkol (KH) Drs. Ambar Kristiyanto, M.Si., yang sehari-hari menjabat sebagai Gumil Madya Kobangdikal. Mantan Dekan FPK UNAIR tersebut juga berharap, dengan diadakannya PPWK-AI pertama di Jawa Timur ini, nantinya bisa mendorong untuk suksesnya acara di provinsi lain. Baginya, dengan adanya kegiatan ini pula, cara pandang masyarakat yang terus menggali SDA di darat bisa beralih ke laut. “Jika acara ini sukses, harapannya tidak sekedar bisa mendorong provinsi lain, tapi kegiatan ini nanti bisa masuk dalam program dari berbagai kementerian di lingkungan pemerintah, misal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan dari bagian kurikulum pendidikan,” tegasnya. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Bambang Edy Santoso
UKM KSR PMI Borong Tiga Piala pada Ajang Kompetisi Palang Merah Nasional UNAIR NEWS – Sebanyak dua tim yang terdiri dari 8 personel delegasi Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Sukarela (KSR) Palang Merah Indonesia (PMI) Universitas Airlangga memborong piala pada ajang National Voluntary Red Cross Competition (NVRCC). NVRCC merupakan kompetisi tingkat nasional yang dilaksanakan oleh KSR PMI Unit, Universitas Negeri Semarang (UNNES). Kompetisi tingkat nasional tersebut berlangsung sejak 23-27
Juli, di Kampung Budaya, UNNES. Sebanyak 24 tim dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia turut meramaikan NVRCC yang ditutup pada 27 Juli. Diantara perguruan tinggi yang ikut berpartisipasi yaitu Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro, Poltekkes Semarang, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Negeri Jember, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Syah Kualah Aceh, dan STMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati Tarakan. Banyak kategori yang dilombakan pada event NVRCC, diantaranya lomba Cerdas Tangkas, Pemetaan, Design WASH (Water and Sanitation Hygiene), dan Pertolongan Pertama dan Orienteering Challenge. Keseluruhan lomba ini dilaksanakan secara sportif oleh semua peserta. Lewat ajang ini, UKM KSR PMI berhasil memborong tiga piala. Ketiga piala tersebut yaitu Juara 2 lomba Pertolongan Pertama, Juara 2 Orienteering Challenge, dan Juara 3 Program Pengurangan Risiko Bencana. “Selain Juara 2 lomba Pertolongan Pertama, Juara 2 Orienteering Challenge, dan Juara 3 Program Pengurangan Risiko Bencana, sebenarnya kami juga berkesempatan masuk kedalam final pada lomba Cerdas Tangkas. Tapi pada akhirnya kami hanya menempati nomor urut 8 dan 9 saja pada kategori ini,” kata Noval Salim, Ketua UKM KSR PMI UNAIR. Menurut Noval, tak sedikit persiapan yang dilakukan para delegasi UNAIR. Seminggu sebelum kompetisi, mereka melakukan latihan secara intensif dengan berbagai pihak, baik internal maupun eksternal UKM. Diantaranya, intensif latihan bersama PMI Kota Surabaya dan UKM Resimen Mahasiswa. “Seminggu sebelum acara berlangsung, tim kami melakukan intensif latihan. Persiapan kami ini tentunya tidak hanya berjalan sendiri. PMI Kota Surabaya turut membantu memberikan pembinaan terkait Vulnerability Capacity Assessment (VCA) serta Design WASH. UKM Resimen Mahasiswa turut membantu
pemahaman materi navigasi darat untuk Orientering Challenge,” tambahnya.
kategori
lomba
Ketercapaian dalam meraih juara nasional ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kontingen. Sebelumnya, kontingen ini pernah menjadi juara 3 pada lomba Evakuasi di SRCC pada perigatan hari AIDS Sedunia tahun 2015. “Ini kali pertama UKM KSR PMI mendapatkan juara nasional. Rata-rata juara yang diperoleh UKM ini hanya sebatas regional saja. Setelah perolehan prestasi ini, semoga UKM KSR PMI UNAIR bisa berpartisipasi lebih dalam menorehkan prestasi pada almamater tercinta,” terang Dwi Ratna Paramitha, peserta yang mengikuti kompetisi . (*) Penulis : Disih Sugianti Editor
: Binti Q. Masruroh