BAHAN AJAR UNTUK ANAK PRASEKOLAH SEBAGAI SARANA MENGEMBANGKAN PERILAKU SOSIAL MELALUI KREATIVITAS BAHASA Nurchasanah Universitas Negeri Malang Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan bahan ajar untuk meningkatkan perilaku sosial anak prasekolah dengan pendekatan kreativitas bahasa. Tujuan tersebut secara rinci dikemukakan secara bertahap berikut ini. Tahun I: (1) mendeskripsikan (a) hasil telaah kurikulum TK bidang pengembangan perilaku sosial anak dan (b) hasil telaah penelitian terdahulu tentang perilaku sosial anak dan pengembangannya dan (2) mengembangkan prototipe bahan ajar untuk guru TK. Tahun II: (1) mengembangkan prototipe bahan ajar untuk anak TK dan (2) mengembangkan panduan pemanfaatan bahan ajar untuk guru TK. Tahun III: (1) melakukan uji pakar dan uji lapangan. Penelitian ini merupakan penelitian tahap II. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan dengan prosedur (1) perencanaan: pengkajian teori dan survei, (2) pelaksanaan: pengembangan prototipe bahan , dan (3) evaluasi: uji pakar dan uji lapangan, serta revisi model. Hasil akhir penelitian tahap II berupa bahan ajar untuk anak TK sebagai sarana meningkatkan perilaku sosial mereka melalui kreativitas bahasa yang terdiri atas sepuluh seri buku dengan judul yang berbedabeda. Kata Kunci: perilaku sosial, kreativitas bahasa, wacana, kalimat, kosakata, dan anak prasekolah.
Membangun perilaku sosial anak tidak semudah membangun sebuah rumah. Yudha (2009) dengan mengutip gagasan Kak Seta mengatakan bahwa membangun perilaku anak menuntut pendidik yang professional yang diwarnai oleh kekuatan cinta dan kreativitas. Karya Yudha (2009) berjudul Kenapa Guru Harus Kreatif? merupakan salah satu buku yang memberikan inspirasi betapa pentingnya seorang pendidik yang cerdas, mumpuni, dan aktifkreatif dalam usahanya untuk mengembangkan perilaku anak, termasuk anak usia prasekolah. Pendidik yang cerdas, mumpuni, aktif-kreatif dapat ditunjukkan melalui usahanya dalam menyiapkan bahan ajar yang dapat menuntun, mengarahkan, dan membimbing anak menjadi anak yang cerdas, di antaranya adalah cerdas perilaku sosialnya. Anak yang cerdas perilaku sosialnya ditunjukkan oleh kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan sesamanya, dengan guru, dengan keluarga, dan dengan masyarakat sekitarnya. Mengembangkan perilaku sosial anak dengan kekuatan cinta dan kreativitas perlu dikedepankan. Untuk merealisasikan hal itu, di antara alternasi pendekatan yang dapat ditempuh adalah pendekatan kreativitas bahasa. Pendekatan ini menekankan penggunaan kreativitas bahasa sebagai sarana untuk mengembangkan perilaku sosial anak. Terkait dengan bahasa dan hubungannya dengan perilaku sosial, Teori Psiko-sosiolinguistik (Jalongo, 1992) berasumsi bahwa bahasa dan perkembangannya merupakan dua aktivitas intelektual-individual dan aktivitas sosial yang mendasar. Teori tersebut mengindikasikan bahwa dengan bahasa, aktivitas sosial, bahkan aktivitas intelektual anak dapat ditumbuhkan. Dengan dasar pertimbangan hal tersebut, dianggap perlu dikembangkan bahan ajar yang dapat membangun dan mencerdaskan perilaku sosial anak berbasis kreativitas bahasa. Munculnya istilah kreativitas bahasa diilhami oleh Teori Transformasi Chomsky (1957). Ciri kreativitas bahasa terlihat dari adanya kemungkinan penutur dapat memperluas kalimat yang digunakan. Untuk memperluas kalimat yang digunakan, ada beberapa kaidah yang digunakan. Dengan mengutip pendapat Chomsky, Silitonga (1988) mengatakan bahwa kaidah transformasi menggambarkan secara langsung suatu jenis struktur dan menggambarkan struktur lain yang merupakan perubahan dari struktur dasar. Kaidah transformasi ini dapat digolongkan atas tiga kategori, yaitu (1) penghilangan, (2) substitusi, (3) penggabungan, dan (4) pemasifan. Bahasa sebagai sarana komunikasi, transformasi bahasa dengan berbagai variasinya dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengembangkan perilaku sosial anak. Terkait dengan kreativitas bahasa, Silitonga (1988) mengatakan bahwa bahasa memiliki ciri (1) sistem yang rumit, (2) kreatif, dan (3) arbitrari. Kerumitan bahasa dapat dilihat dari 1191
susunan bunyi, kata, dan kalimat yang khas sesuai dengan aturan yang disepakati. Kreativitas bahasa tampak pada adanya kemungkinan penggunaan bahasa yang berbeda walaupun maksudnya sama. Dalam penelitian ini, yang dimaksud kreativitas bahasa adalah kemungkinan penggunaan berbagai variasi bahasa, mulai dari tataran kata, kalimat, dan wacana untuk mengembangkan perilaku sosial anak. Nurchasanah (2012) mengatakan bahwa membangun kecerdasan sosial anak merupakan kewajiban bagi setiap pendidik. Anak sebagai bagian dari masyarakat luas, mereka perlu mengetahui tatahidup bermasyarakat agar mereka dapat berperilaku sesuai dengan norma yang disepakati masyarakat. Fukuyama (2005) mengatakan bahwa norma sosial dibentuk oleh masyarakat. Karena itu, sudah selayaknya jika masyarakat harus memahami dan mematuhinya. Untuk memahami hal itu, Hurlock (1978) mengatakan bahwa pendidikan kemasyarakatan perlu ditanamkan kepada anak-anak sejak dini karena pendidikan kemasyarakatan tidak dapat dicapai dalam waktu singkat. Bahkan, secara tegas dia mengatakan bahwa hanya sedikit bukti yang menunjukkan bahwa orang dilahirkan dalam keadaan sudah bersifat sosial atau antisosial, namun sebaliknya banyak bukti yang menunjukkan bahwa mereka bersifat sosial karena hasil belajar. Karena itu, pendidikan kemasyarakatan perlu diberikan kepada anak-anak. Alternasi yang dapat ditempuh untuk tujuan itu adalah dengan cara mengembangkan bahan ajar yang dapat dimanfaatkan oleh (1) anak sebagai media belajar, (2) guru TK atau pun dosen PGTK sebagai media mengajar di kelas, dan (3) mahasiswa PGTK sebagai referensi belajar. Terkait dengan pengembangan perilaku sosial, Rymm (2003) menjelaskan bahwa hampir semua orang sepakat bahwa mengajarkan keterampilan sosial dan emosional yang pantas kepada anak merupakan prioritas utama dan kelak menjadi landasan mental yang sehat serta hidup yang menyenangkan. Anak dilahirkan dengan temperamen dan bahkan dengan tingkat kecerdasan emosional yang berbeda-beda. Meskipun demikian, mereka belajar bersikap, berinteraksi, serta sifat-sifat yang baik selama masa prasekolah. Anak akan memetik hasilnya jika diajar dengan benar mengenai keterampilan sosial serta sifat-sifat yang baik. Yang juga perlu direnungkan untuk mengembangkan perilaku sosial anak adalah tawaran Pujiati (2008). Dia menawarkan berbagai perilaku moral-sosial-emosional yang bisa dikembangkan pada anak usia prasekolah. Perilaku yang dimaksud terklasifikasi atas dua kategori, yaitu (1) perilaku sosial-emosional yang bisa berwujud mengetahui sopan-santun, mengetahui aturan-aturan dalam keluarga atau sekolah jika ia bersekolah, mampu bermain dan berkomunikasi bersama teman-teman, mampu bergantian atau antre, dan lain-lain serta (2) perilaku emosional yang bisa berwujud menunjukkan rasa sayang kepada orang lain (kepada teman, orang tua, dan saudaranya), menunjukkan rasa empati, mengetahui simbol-simbol emosi (sedih, gembira, atau marah), dan mampu mengontrol emosinya sesuai dengan kondisi yang tepat. Satu hal yang diharapkan dari pengembangan perilaku sosial anak-anak adalah mereka dapat tumbuh perilaku sosialnya secara maksimal. Agar perilaku sosial mereka terbentuk, perlu dikembangkan dengan melihat masa yang tepat bagi pengembangannya. Masa prasekolah merupakan masa yang paling tepat untuk membentuk dan mengembangkan perilaku anak karena pada masa ini, kecerdasan anak berkembang secara drastis. Perkembangan intelegensi anak hampir seluruhnya terjadi pada usia ini, terutama usia di bawah lima tahun. Pada masa ini, mereka memiliki intelegensi laten (potential intelegence) yang luar biasa. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kemampuan untuk menyerap informasi yang cukup kuat. Kebanyakan orang tidak mengenali dan memahami kemampuan magic yang ada pada anakanak. Perkembangan kecerdasan mereka meningkat dari 50% menjadi 80% (Depdikbud, 1993). Karena itu, masa usia prasekolah lazim disebut masa keemasan (Scarlett, Naudeau, Pasternak, dan Ponte, 2005). Peningkatan kecerdasan biasanya dibarengi oleh peningkatan perilaku yang lain, termasuk perilaku sosialnya. Karena itu, usaha pengembangan bahan ajar yang dapat mengarahkan anak-anak TK untuk mengembangkan perilaku sosial mereka merupakan tantangan menarik yang perlu direalisasikan. Pengembangan bahan ajar untuk mengembangkan perilaku sosial anak memiliki peran yang cukup penting. Dengan melihat fakta sosial yang menunjukkan banyaknya anak-anak dan remaja yang berperilaku asosial, seperti pertengkaran antarpelajar, pelecehan seksual, kekerasan fisik, dan sebagainya; semua itu menandakan adanya gejala-gejala asosial. Fenomena itu perlu segera diatasi, di antaraya dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan
1192
perilaku sosial anak sejak dini melalui pengemangan bahan ajar yang memadai yang dapat dimanfaatkan oleh anak dalam belajar. Pengembangan bahan ajar ini didasari juga oleh pertimbangan belum ditemukannya buku khusus yang dapat digunakan oleh anak-anak sebagai sarana belajar mengembangkan perilku sosial mereka, terutama dengan pendekatan kreativitas bahasa. Bahkan, belum juga ditemukan penelitian-penelitian terkait dengan hal tersebut. Sepengetahuan peneliti, penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan perilaku anak dan pembelajaran anak prasekolah di antaranya adalah penelitian (1) Nurchasanah (Disertasi, 2011) dengan judul Representasi Penanaman Perilaku dalam Bahasa Majalah TK; (2) Nurchasanah dan Lestari (2010) dengan judul Pengembangan Paket Pendidikan Budi Pekerti Melalui Baca-Tulis Permulaan Anak Usia Prasekolah; (3) Machfudz dan Nurchasanah (2010) dengan judul Karateristik Diksi Anak Usia Prasekolah dan Distribusi Pemakaiannya: Antisipasi Profil Bahan Ajar di TK; (4) Subekti (2008) dengan judul Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Perilaku Stimulasi Perkembangan Anak Usia Prasekolah di TK/Play Group Hidayah Masjid Agung Karanganyar; (5) Sinaga (2008) dengan judul Perkembangan Sosial Anak Usia Prasekolah di Kelurahan Karang Anyar Gunung Kecamatan Candi Sari Semarang; dan (6) Wulandari (2008) dengan judul Program Penanaman Disiplin pada Anak Usia 4-6 Tahun dengan hasil Program Penanaman Disiplin yang berisi empat materi yang perlu diajarkan untuk menanamkan disiplin pada anak, yaitu: mengajarkan mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk, bagaimana bertanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya, bagaimana mengendalikan diri, dan bagaimana menyesuaikan diri dengan peraturan. Memperhatikan hasil penelitian yang sudah dilakukan para peneliti sebelumnya, penelitian yang berusaha menghasilkan bahan ajar untuk meningkatkan perilaku sosial anak prasekolah dengan pendekatan lingual-creativity yang dapat dimanfaatkan oleh anak-anak dalam belajar belum dilakukan. Secara substantif, penelitian ini berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya, bahkan berbeda pula teori yang digunakan dan metodologinya. Untuk memperluas wilayah kajian penelitian-penelitian terdahulu serta melanjutkan disertasi Nurchasanah (2011), penelitian ini perlu dilakukan agar memiliki nilai aplikatif bagi (1) anakanak sebagai sarana belajar mereka, (2) orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan anak-anak sebagai sarana mengajar, dan (3) memperkaya teori-teori yang sudah dihasilkan peneliti sebelumnya. Dengan pertimbangan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah ingin mengembangkan bahan ajar untuk anak-anak TK sebagai sarana yang dapat dimanfaatkan dalam belajar untuk meningkatkan perilaku sosial mereka dengan pendekatan kreativitas bahasa. Tujuan tersebut secara rinci dikemukakan secara bertahap sebagai berikut. Tahun I: (1) mendeskripsikan (a) hasil telaah kurikulum TK bidang pengembangan perilaku sosial anak dan (b) hasil telaah penelitian terdahulu tentang perilaku sosial anak dan pengembangannya dan (2) mengembangkan prototipe bahan ajar untuk mengembangkan perilaku sosial anak sebagai panduan mengajar bagi guru TK dengan pendekatan kreativitas bahasa. Tahun II: mengembangkan (1) prototipe bahan ajar untuk anak-anak TK sebagai sarana belajar mengembangkan perilaku sosial mereka dengan pendekatan kreativitas bahasa dan (2) panduan pemanfaatan buku ajar. Tahun III: (1) melakukan uji pakar dan uji lapangan. Penelitian ini merupakan penelitian tahap II. Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan (1) dapat memperkaya khasanah buku pembelajaran untuk anak, (2) mempermudah proses pembelajaran anak-anak prasekolah, (3) memberikan pegangan bagi guru TK dan dosen PGTK dalam mengajar dan mahasiswa PGTK sebagai referensi belajar, dan (3) memiliki implikasi terhadap peningkatan perilaku sosial anak-anak. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan karena hasil penelitian ini berupa produk bahan ajar untuk anak TK sebagai sarana meningkatkan perilaku sosial mereka. Penelitian pengembangan direalisasikan dengan prosedur berikut: (1) tahap perencanaan: pengkajian teori dan survei, (2) tahap pelaksanaan: pengembangan prototipe bahan , dan (3) tahap evaluasi: uji coba model: uji pakar dan uji lapangan, serta revisi model. Tahap perencanaan dan pelaksanaan direalisasikan pada tahun I dan II, sedangkan tahap evaluasi direalisasikan pada tahun III.
1193
Data penelitian pengembangan berupa hal-hal yang dimanfaatkan sebagai bahan pengembangan produk. Data tersebut berupa (1) hasil telaah kurikulum dan (2) hasil eksplorasi telaah penelitian terdahulu tentang perilaku sosial anak dan pengembangannya. Data (1) bersumber dari kurikulum TK (Depdiknas, 2009) dan data (2) bersumber dari laporan hasil penelitian terdahulu tentang perilaku sosial anak prasekolah dan pengembangannya dalam bentuk tesis, disertasi, atau laporan penelitian bertaraf nasional. Data hasil telaah kurikulum dan hasil penelitian terdahulu diambil dengan teknik eksplorasi yang realisasinya dilakukan dengan cara (1) membaca secara cermat sumber data oleh dua orang dan (2) membandingkan hasil baca dari keduanya. Data yang sudah terkumpul terlebih dahulu dianalisis dan hasil analisis dimanfaatkan sebagai bahan pengembangan bahan ajar. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan pertimbangan pandangan Miles dan Huberman (1984) yang mengatakan bahwa analisis data dilakukan melalui prosedur barikut: (1) sajian data, (2) reduksi data, (3) verifikasi, serta (5) penarikan simpulan. Instrumen kunci penelitian ini adalah peneliti sendiri. Selain peneliti sebagai instrumen kunci, dibantu dengan instrumen lain berupa (1) kisi-kisi pengembangan instrumen, (2) panduan analisis kurikulum, dan (3) panduan analisis hasil penelitian tahap I. Sebelum instrumen dimanfaatkan, diuji dengan cara mencoba memanfaatkannya untuk mengambil atau mengidentifikasi data. Jika ada data yang tidak dapat diambil, diidentifikasi, dan diklasifikasi sesuai dengan tujuan, instrumen direvisi hingga sesuai dengan kebutuhan. HASIL PENELITIAN Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan, ada dua hal yang dikemukakan dalam bagian ini, yaitu (1) prototipe bahan ajar untuk anak sebagai sarana mengembangkan perilaku sosial dan (2) panduan pemanfaatan bahan ajar untuk guru TK. Keduanya dikemukakan berikut ini. 1. Prototipe Bahan Ajar untuk Anak sebagai Sarana Mengembangkan Perilaku Sosial Buku ajar untuk anak sebagai sarana mengembangkan perilaku sosial memiliki karakteristik yang dapat diketahui dari (1) tujuan pengembangan, (2) wujud fisik, (3) isi, (4) tujuan, (5) pendekatan, (6) strategi penyajian, (7) perlatihan, dan (8) evaluasi. Penjelasan masing-masing dapat dikemukakan berikut ini. a. Tujuan Pengembangan Bahan ajar untuk anak dikembangkan dengan tujuan mengembangkan perilaku sosial anak TK melalui kreativitas bahasa. Kreativitas bahasa ditunjukkan oleh penggunaan berbagai variasi bahasa mulai dari tataran kata, kalimat, dan wacana yang digunakan. b. Wujud Fisik Bahan Ajar Wujud fisik bahan ajar adalah berbentuk buku yang secara visual terlihat, terutama dari identitasnya. Buku yang dikembangkan terdiri atas sepuluh seri. Masing-masing seri berjudul (1) Sopan itu terpuji; (2) Menolong Sesama, yok!; (3) Siapa yang Sayang akan Disayang; (4) Gotong-royong itu Menyenangkan; (5) Hormati Sesama, Kamu akan Dihormati; (6) Kunci Kesuksesan adalah Disiplin; (7) Mana yang Baik/Benar dan Buruk/Salah?; (8) Percaya Diri Kunci Kesuksesan; (9) Aku harus Bertanggung Jawab; dan (10) Emosi Terkendali. Buku ini ditulis oleh Dr. Nurchasanah, M.Pd dengan ketebalan buku kurang lebih masing-masing 5—10 halaman. Isi buku ditulis dengan sistematika berikut. Bagian awal berisi: (1) halaman sampul: nomor pelajaran, judul buku, dan nama penulis, (2) berbagai perilaku sosial-emosional, dan (4) panduan untuk guru. Bagian inti berisi paparan isi buku yang berupa berbagai perlatihan pengembangan perilaku sosial-emosional melalui berbagai variasi kosakata, kalimat, dan wacana. Bagian akhir buku berisi: (1) evaluasi: paparan pertanyaan, kolom evaluasi deskriptif, dan kolom tanda tangan serta (2) sampul belakang. c. Isi Bahan Ajar Bahan ajar berisi sepuluh pengembangan perilaku sosial-emosional, mencakup pengembangan perilaku (1) sopan-santun, (2) tolong-menolong, (3) kasih-sayang, (4) gotongroyong, (5) mengetahui baik-buruk/benar-salah, (6) hormat, (7) disiplin, (8) percaya diri, (9) taggung-jawab, dan (10) pengendalian emosi. Kesepuluh perilaku sosial tersebut dikembangkan dengan memanfaatkan variasi kata, kalimat, dan wacana. 1194
Kata-kata yang digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anak TK adalah katakata yang bernilai sosial-emosional. Kata-kata yang dimaksud terklasifikasi atas sepuluh kategori berikut: (1) sopan-santun: terima kasih, izin, dan salam; (2) tolong-menolong: menolong dan bantu/bantulah; (3) kasih-sayang: sayang dan menjaga; (4) gotong-royong: bekerja sama, bekerja kelompok, dan gotong-royong; (5) hormat: menghormati/hormati dan berpamitan/pamitlah; (6) disiplin: tatatertib/tertib; (7) mengetahui baik-buruk/benar-salah: terlalu, asyik, sebaiknya, dan benar; (8) percaya diri: berani/keberanian dan sudah pandai; (9) tanggung jawab: sendiri-sendiri, lakukan, dan menyelesaikan; dan (10) pengendalian emosi: rewel dan sabar. Variasi kalimat yang digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anakanak berupa kalimat imperatif, deklaratif, interogatif, dan interjektif dengan berbagai fungsinya. Sementara itu, variasi wacana yang digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anak berupa wacana interaktif, naratif, deskriptif, argumentatif, persuasif, percakapan bergambar, cerita komik, lagu, dan gabungan berbagai variasi wacana. d. Pendekatan Pengembangan perilaku sosial anak menggunakan pendekatan kreativitas bahasa. Berbagai variasi bahasa, mulai dari tataran kata, kalimat, maupun wacana digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anak. Berbagai macam kosakata bernilai sosial-emosional; berbagai macam kalimat, seperti kalimat deklaratif, interogatif, imperatif, dan interjektif; serta berbagai macam wacana, seperti wacana interaktif, naratif, deskriptif, ekspositoris, persuasif, bahkan cerita berbentuk komik, lagu, dan gabungan beberapa wacana digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anak. e. Perlatihan Isi bahan ajar disajikan dalam bentuk perlatihan-perlatihan. Perlatihan diwujudkan dalam bentuk (1) bertanya-jawab tentang topik-topik perilaku sosial, (2) ajakan membaca variasi kosakata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial, (3) perintah mendengarkan pembacaan variasi kata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial, (4) perintah mengikuti pembacaan variasi kata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial, (5) perintah mengulang membaca variasi kata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial, dan (6) perintah memperhatikan gambar yang mengilustrasikan perilaku sosial. f. Evaluasi Di bagian akhir buku disajikan evaluasi dan sampul belakang buku. Bagian evaluasi berisi (1) paparan pertanyaan, (2) kolom evaluasi deskriptif, dan (2) kolom tanda tangan guru/orangtua. Sementara itu, sampul belakang buku berisi (1) ilustrasi pengertian konsep perilaku sosial, (2) pendekatan pengembangan perilaku sosial, (3) petunjuk serial buku-buku lain tentang pengembangan perilaku sosial yang dapat dibaca, serta (4) ucapan salam dan harapan penulis. 2.
Panduan Pemanfaatan Buku Ajar untuk Guru Panduan yang dimaksud memiliki karakteristik yang dapat dilihat dari (1) tujuan pemanfaatan, (2) struktur isi, dan (3) penyajian panduan. Masing-masing dijelaskan berikut ini. a. Tujuan Pemanfaatan Pedoman Pedoman guru adalah panduan yang dapat dimanfaatkan guru untuk memandu anak dalam belajar mengembangkan perilaku sosialnya dengan memanfaatkan buku ajar yang dikembangkan. b. Struktur Isi Pedoman Pedoman untuk guru berisi (1) jabaran kompetensi dasar, (2) jabaran indikator, (3) jabaran materi ajar, dan (4) kegiatan pembelajaran. Jabaran setiap komponen struktur isi tersebut terkait dengan sepuluh pengembangan perilaku sosial, mencakup pengembangan perilaku (1) sopan-santun, (2) tolong-menolong, (3) kasih-sayang, (4) gotong-royong, (5) mengetahui baik-buruk/benar-salah, (6) hormat, (7) disiplin, (8) percaya diri, (9) taggung-jawab, dan (10) pengendalian emosi. c. Penyajian Pedoman untuk guru disajikan terintegrasi pada setiap seri buku ajar untuk anak. Ada sepuluh seri buku yang dikembangkan. Masing-masing seri disisipi panduan untuk guru dengan judul Pedoman Guru. 1195
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Sesuai dengan hasil penelitian ini, ada dua hal yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) prototipe bahan ajar untuk anak sebagai sarana mengembangkan perilaku sosial dan (2) panduan pemanfaatan bahan ajar untuk guru TK. Bahasan keduanya dikemukakan berikut ini. 1. Prototipe Bahan Ajar untuk Anak sebagai Sarana Mengembangkan Perilaku Sosial Penelitian ini menghasilkan bahan ajar yang dapat digunakan oleh anak untuk mengembangkan perilaku sosial mereka melalui kreativitas bahasa. Wujud fisik bahan ajar tersebut berbentuk buku yang secara visual terlihat dari identitasnya. Buku yang dikembangkan terdiri atas sepuluh seri. Masing-masing seri berjudul (1) Sopan itu terpuji; (2) Menolong Sesama, yok!; (3) Siapa yang Sayang akan Disayang; (4) Gotong-royong itu Menyenangkan; (5) Hormati Sesama, Kamu akan Dihormati; (6) Kunci Kesuksesan adalah Disiplin; (7) Mana yang Baik/Benar dan Buruk/Salah?; (8) Percaya Diri Kunci Kesuksesan; (9) Aku harus Bertanggung Jawab; dan (10) Emosi Terkendali. Buku ini ditulis oleh Dr. Nurchasanah, M.Pd dengan ketebalan buku kurang lebih masing-masing 5—10 halaman. Isi buku ditulis dengan sistematika berikut. Bagian awal berisi: (1) halaman sampul: nomor pelajaran, judul buku, dan nama penulis, (2) berbagai perilaku sosial-emosional, dan (4) panduan untuk guru. Bagian inti berisi paparan isi buku yang berupa berbagai perlatihan pengembangan perilaku sosial-emosional melalui berbagai variasi kosakata, kalimat, dan wacana. Bagian akhir buku berisi: (1) evaluasi: paparan pertanyaan, evaluasi deskriptif, dan kolom tanda tangan serta (2) sampul belakang Dengan berpegang pada hasil penelitian tahap I dengan judul dan plafon penelitian Hibah Bersaing yang sama (Nurchasanah, 2012), bahan ajar berisi sepuluh pengembangan perilaku sosial-emosional, mencakup pengembangan perilaku (1) sopan-santun, (2) tolongmenolong, (3) kasih-sayang, (4) gotong-royong, (5) mengetahui baik-buruk/benar-salah, (6) hormat, (7) disiplin, (8) percaya diri, (9) taggung-jawab, dan (10) pengendalian emosi. Kesepuluh Pengembangan perilaku sosial anak tersebut sejalan dengan tawaran Pujiati (2008) tentang pengembangan perilaku sosial anak. Berkaitan dengan aspek sosial dan cara mengajarkannya kepada anak-anak, Rymm (2003) menjelaskan bahwa hampir semua orang sepakat bahwa mengajarkan keterampilan sosial dan emosional yang pantas kepada anak sebagaimana dipaparkan di atas (sepuluh perilaku) merupakan prioritas utama dan kelak menjadi landasan mental yang sehat serta hidup yang menyenangkan. Anak dilahirkan dengan temperamen dan bahkan dengan tingkat kecerdasan emosional yang berbeda-beda. Meskipun demikian, mereka belajar bersikap, berinteraksi, serta sifat-sifat yang baik selama masa prasekolah. Anak akan memetik hasilnya jika diajar dengan benar mengenai keterampilan sosial serta sifat-sifat yang baik. Pengembangan perilaku sosial tersebut direalisasikan dalam berbagai perlatihan dengan memanfaatkan variasi kata, kalimat, dan wacana. Kata-kata yang digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anak TK adalah kata-kata yang bernilai sosial-emosional (Nurchasanah, 2012). Kata-kata yang dimaksud terklasifikasi atas sepuluh kategori berikut: (1) sopan-santun: terima kasih, izin, dan salam; (2) tolong-menolong: menolong dan bantu/bantulah; (3) kasih-sayang: sayang dan menjaga; (4) gotong-royong: bekerja sama, bekerja kelompok,dan gotong-royong; (5) hormat: menghormati/hormati dan berpamitan/pamitlah; (6) disiplin: tatatertib/tertib; (7) mengetahui baik-buruk/benar-salah: terlalu, asyik, sebaiknya, dan benar; (8) percaya diri: berani/keberanian dan sudah pandai; (9) tanggung jawab: sendiri-sendiri, lakukan, dan menyelesaikan; dan (10) pengendalian emosi: rewel dan sabar. Variasi kalimat yang digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anakanak berupa kalimat imperatif, deklaratif, interogatif, dan interjektif dengan berbagai fungsinya. Sementara itu, variasi wacana yang digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anak berupa wacana interaktif, naratif, deskriptif, argumentatif, persuasif, percakapan bergambar, cerita komik, lagu, dan gabungan berbagai variasi wacana. Pengembangan perilaku sosial anak menggunakan pendekatan kreativitas bahasa. Berbagai variasi bahasa, mulai dari tataran kata, kalimat, maupun wacana digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anak. Berbagai macam kosakata bernilai sosial-emosional; berbagai macam kalimat, seperti kalimat deklaratif, interogatif, imperatif, dan interjektif; serta berbagai macam wacana, seperti wacana interaktif, naratif, deskriptif, ekspositoris, persuasif, bahkan cerita berbentuk komik, lagu, dan gabungan beberapa wacana digunakan untuk 1196
mengembangkan perilaku sosial anak. Kreativitas bahasa diilhami oleh Teori Transformasi yang dikemukakan Chomsky (1957). Ciri kreativitas bahasa terlihat dari adanya kemungkinan penutur dapat memperluas kalimat yang digunakan. Dalam penelitian ini, kreativitas bahasa ditunjukkan oleh penggunaan berbagai variasi bahasa mulai dari tataran kata, kalimat, dan wacana yang digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial anak (Nurchasanah, 2012). Melalui kreativitas bahasa ini, anak-anak diharapkan memiliki perbendaharaan bahasa yang cukup sehingga mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan mereka. Bahan ajar disajikan dalam bentuk perlatihan-perlatihan. Perlatihan yang dilakukan berkali-kali menurut teori Behavioris (Clark dan Clark, 1977) akan membentuk kebiasaan. Perlatihan diwujudkan dalam bentuk (1) bertanya-jawab tentang topik-topik perilaku sosial, (2) ajakan membaca variasi kosakata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial, (3) perintah mendengarkan pembacaan kata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial, (4) perintah mengikuti pembacaan kata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial, (5) perintah mengulang membaca kata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial, dan (6) perintah memperhatikan gambar yang mengilustrasikan perilaku sosial. Bertanya-jawab tentang topik-topik perilaku sosial dilakukan di awal dan akhir kegitan pembelajaran. Penggunaan pertanyaan ini merupakan sarana yang dapat mengantarkan anak untuk dapat bernalar sejalan dengan Pendekatan Saintifik yang dicanangkan dalam Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013). Kegiatan ini bertujuan (1) mengetahui seberapa jauh pengetahuan sosial yang sudah dimiliki anak, (2) mengetahui seberapa jauh pengetahuan dan keterampilan berbahasa anak, (3) memudahkan guru menentukan perilaku yang harus ditanamkan kepada anak, dan (4) memudahkan guru menentukan bahasa yang digunakan sebagai sarana menanamkan perilaku sosial kepada anak. Kegiatan lain yang dilakukan adalah ajakan membaca kepada anak-anak. Ajakan ini berupa ajakan membaca variasi kosakata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial. Ini dilakukan dengan tujuan (1) memotivasi anak untuk mau berlatih membaca bersama-sama guru, (2) melatih kefasihan membaca anak-anak melalui tuntunan membaca, (3) memberikan contoh membaca dengan benar, dan (4) melatih anak-anak untuk mau merespon ajakan orang lain. Ajakan membaca teks yang disiapkan merupakan pajanan yang sengaja dirancang dalam buku ajar agar anak-anak tertarik untuk mau belajar. Pajanan ini jika frekuensinya cukup akan menjadikan anak mau dan memiliki minat besar dalam membaca sehingga membaca akan menjadi kebutuhan mereka secara otomatis sebagaimana teori Behavioris yang dikemukakan oleh Clark dan Clark (1977). Selain ajakan membaca, kegiatan lain yang dipaparkan adalah perintah mendengarkan pembacaan kata, kalimat, dan wacana. Dengan berpedoman pada pandangan Moeliono (1988) dan Chaer (1995), perintah ditunjukkan oleh penggunaan bahasa yang bertujuan agar lawan tutur (anak-anak) melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan penutur (penulis). Perintah mendengarkan pembacaan kata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial bertujuan (1) mendorong anak-anak untuk memiliki kemauan mendengarkan orang lain, (2) membiasakan anak-anak untuk memperhatikan orang lain, (3) membiasakan anak-anak untuk bisa menanggapi stimulus dari orang lain secara cepat dan tepat, (4) melatih otomatisasi berkomunikasi dengan orang lain, dan (5) melatih kepekaan pendengaran anak-anak. Kegiatan lain yang ada dalam buku ajar untuk anak-anak adalah perintah mengikuti pembacaan kata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial. Perintah tersebut bertujuan (1) melatih kefasihan mengucapkan kata-kata, (2) memberikan contoh pembacaan teks dengan benar, (3) menuntun anak-anak berlatih membaca dengan benar, dan (4) melatih anak-anak untuk mau merespon perintah orang lain. Pengulangan membaca selalu ditekankan dalam buku ajar yang dikembangkan karena mengulang dengan frekuensi yang cukup akan membentuk kebiasaan anak (Clark dan Clark, 1977). Perintah mengulang membaca kata, kalimat, dan wacana bermuatan perilaku sosial bertujuan (1) agar anak-anak lebih fasih membaca, (2) agar anak-anak lebih lancar membaca, (3) memperkuat ingatan anak tentang isi bacaan yang bermuatan sosial, dan (4) jika ingatan anak lebih kuat diharapkan akan direfleksikan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kegiatan lain yang tidak kalah penting adalah perintah memperhatikan gambar. Perintah memperhatikan gambar yang mengilustrasikan perilaku sosial bertujuan (1) agar anak memiliki imajinasi yang kuat tentang perilaku sosial yang tergambar dan (2) konsep-konsep perilaku sosial yang abstrak bisa dipahami dengan mudah jika diwujudkan dalam bentuk 1197
gambar (Nurchasanah, 2011). Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, diharapkan anak-anak dapat mengembangkan perilaku sosial mereka di sekolah, di rumah, dan di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Selain itu, melalui latihan penggunaan variasi kata, kalimat, dan wacana, kreativitas berbahasa mereka akan berkembang dan otomatisasi berbahasa mereka akan muncul. Di bagian akhir buku disajikan evaluasi dan sampul belakang buku. Bagian evaluasi berisi (1) paparan pertanyaan tentang perilaku sosial, (2) kolom evaluasi deskriptif, dan (3) kolom tanda tangan guru/orangtua. Sajian paparan pertanyaan sebenarnya kurang cukup memadai sebagai sarana mengukur perilaku sosial anak, namun mengingat perilaku sosial ini cukup rumit jika dinilai, maka alternasi yang bisa dilakukan untuk melihat ―kompetensi sosial‖ anak-anak dalam waktu yang relatif singkat dan dapat direalisasikan dalam buku ajar adalah melalui tanya-jawab. Kolom evaluasi deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan seberapa jauh komptensi sosial anak. Kolom tanda tangan guru/orangtua digunakan sebagai bukti bahwa kompetensi sosial anak sudah diketahui oleh guru/orangtua sebagai pendidik. Sementara itu, sampul belakang buku berisi (1) ilustrasi pengertian konsep perilaku sosial, (2) pendekatan pengembangan perilaku sosial, (3) petunjuk seri buku-buku lain tentang pengembangan perilaku sosial yang dapat dibaca, serta (4) ucapan salam dan harapan penulis. Sampul belakang disajikan dengan tujuan agar pembaca mengetahui gambaran singkat isi buku, saran, dan harapan penulis. 2. Panduan Pemanfaatan Bahan Ajar untuk Guru Anak usia TK berada pada masa transisi. Mereka mulai mengenal lingkungan sosialnya di luar kelurga. Mereka mulai belajar secara formal di kelas. Karena itu, setiap perilakunya selayaknya berada pada pengawasan orangtua/guru agar mereka berkembang secara wajar dan terkendali. Demikian halnya dalam belajar mengembangkan perilaku sosialnya, mereka harus dipandu oleh orang-orang yang berada di lingkungannya. Di sekolah, gurulah yang memiliki kewajiban memantaunya. Belajar dengan memanfaatkan buku ajar merupakan hal baru bagi anak. Mereka terkadang belum pernah memanfaatkannya di rumah. Bahkan, banyak juga anak-anak yang belum bisa membaca. Menurut Machfudz dan Nurchasanah (2010), anak usia prasekolah berada pada masa prabaca. Mereka masih memerlukan bimbingan dan tuntunan dalam membaca. Karena itu, diperlukan panduan memanfaatkan buku ajar agar guru/orangtua dapat mendampinginya dalam belajar melalui buku yang dikembangkan. Panduan pemanfaatan buku ajar untuk anak ini dibuat dengan harapan agar guru/orangtua dapat memandu anak dalam belajar dengan memanfaatkan buku ini. Panduan yang dimaksud memiliki karakteristik yang dapat dilihat dari (1) tujuan pemanfaatan, (2) struktur isinya, dan (3) penyajiannya. Masing-masing dijelaskan berikut ini. Pedoman guru adalah panduan yang dimanfaatkan guru untuk memandu anak dalam belajar mengembangkan perilaku sosialnya dengan memanfaatkan buku ajar yang dikembangkan. Pedoman untuk guru berisi (1) jabaran kompetensi dasar, (2) jabaran indikator, (3) jabaran materi ajar, dan (4) kegiatan pembelajaran. Jabaran setiap komponen struktur isi tersebut terkait dengan sepuluh pengembangan perilaku sosial, mencakup pengembangan perilaku (1) sopan-santun, (2) tolong-menolong, (3) kasih-sayang, (4) gotong-royong, (5) mengetahui baik-buruk/benar-salah, (6) hormat, (7) disiplin, (8) percaya diri, (9) taggung-jawab, dan (10) pengendalian emosi. Pedoman untuk guru disajikan secara terintegrasi pada setiap seri buku ajar untuk anak. Ada sepuluh seri buku yang dikembangkan. Masing-masing seri diselipi dengan panduan untuk guru dengan judul Pedoman Guru. Panduan ini disajikan di setiap seri buku dengan harapan akan mempermudah guru dalam membimbing anak-anak dalam belajar. PENUTUP Hasil akhir penelitian tahap II ini berupa bahan ajar untuk anak TK sebagai sarana meningkatkan perilaku sosial mereka melalui kreativitas bahasa. Kreativitas bahasa terlihat dari pemanfaatan variasi kosakata, kalimat, dan wacana bernilai sosial yang digunakan untuk meningkatkan perilaku sosial anak. Bahan tersebut terdiri atas sepuluh seri dengan judul (1) Sopan itu terpuji; (2) Menolong Sesama, yok!; (3) Siapa yang Sayang akan Disayang; (4) Gotong-royong itu Menyenangkan; (5) Hormati Sesama, Kamu akan Dihormati; (6) Kunci Kesuksesan adalah Disiplin; (7) Mana yang Baik/Benar dan Buruk/Salah?; (8) Percaya Diri 1198
Kunci Kesuksesan; (9) Aku harus Bertanggung Jawab; dan (10) Emosi Terkendali. Kesepuluh seri bahan ajar tersebut diharapkan dapat meningkatkan perilaku sosial anak TK. DAFTAR RUJUKAN Chaer. A dan L. Agustina.1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Chomsky, N. 1957. Syntactic Structures. The Hague Mouton Publishers Clark and Clark. 1977. Psychology and Language. San Diego. New York Atlanta Washington DC. London, Sydney Toronto. Depdikbud. 1993. Petunjuk Teknis Proses Belajar Mengajar di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdikbud. Depdiknas. 2009. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-Kanak dan Roudlatul Athfal. Jakarta: Depdiknas. Fukuyama, F. 2005. Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hurlock, E. B. 1978. Child Development. McGraw-Hill, Inc. Jalongo, M. R.1990. Early Childhood Language Arts. Boston London Toronto Sydney Tokyo Singapure: Allyn and Bacon. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). 2013. Materi Pelatihan Guru: Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendiknas. Machfudz, Imam dan Nurchasanah. 2010. Karakteristik Diksi dan Distribusi Pemakaiannya dalam Interaksi Antarbalita (Antisipasi Profil Bahan Ajar di TK). Laporan Penelitian tidak Diterbitkan. Malang: Lembaga Penelitian UM. Miles, M. B dan A. M. Huberman. 1992. Qualitative Date Analysis. Sage Publications, Inc. Moeliono. A. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nurchasanah. 2011. Representasi Penanaman Perilaku dalam Bahasa Majalah Taman Kanakkanak. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Nurchasanah dan Ida Lestari. 2010. Pengembangan Paket Pendidikan Budi Pekerti Melalui Baca-Tulis Permulaan Anak Usia Prasekolah, Tahap II. Laporan Penelitian Hibah Bersaing tidak diterbitkan. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang. Nurchasanah. 2012. Pengembangan Bahan Ajar untuk Meningkatkan Perilaku Sosial Anak Prasekolah Melalui Kreativitas bahasa. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahap I tidak diterbitkan. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang. Pujiati, M. A. 21 Januari 2008. Kurikulum untuk PAUD (online). Google. Diakses tanggal 20 Maret 2009. Rimm, S. 2003. Mendidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak TK. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Scarlett, W.G.; Naudeau, S; Pasternak, D.S; dan Ponte, I. 2005. Children’s Play. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publication. Silitonga, M. 1988. Pengantar Tata Bahasa Transformasi. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sinaga, R. 2008. Hubungan Pola Asuh Ibu Bekerja dengan Perkembangan Sosial Anak Usia Prasekolah di Kelurahan Karang Anyar Gunung Kecamatan Candi Sari Semarang (online). Undergraduate thesis, Universitas Diponegoro. http://keperawatan.undip.ac.id. Diakses tanggal 23 Januari 2011. Subekti, I. 2008. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilak stimulasi perkembangan anak usia pra sekolah di TK/Play group Hidayah masjid Agung Karanganyar (online). Undergraduate thesis, Universitas Diponegoro. Official URL: http://keperawatan.undip.ac.id. Diakses tanggal 22 Januari 2011. Wulandari, M.D. 2008. Program Penanaman Disiplin pada Anak Usia 4—6 Tahun. Thesis,Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/8040/. Diakses tanggal 23 Januari 2011. Yudha, Andi. 2009. Kenapa Guru Harus Kreatif? Bandung: Mizan.
1199
CERITA KRITIS UNTUK ANAK USIA SEKOLAH DASAR Kusubakti Andajani
[email protected] Universitas Negeri Malang
Abstrak: Artikel ini membahas hasil penelitian yang bertujuan mengembangkan cerita untuk anak usia SD tingkat awal dan tingkat akhir. Cerita tersebut sangat khas karena dikembangkan sedemikian rupa sehingga berpotensi meningkatkan kekritisan penalaran anak usia SD. Keberadaan book-talk dapat membantu anak meningkatkan kualitas kekritisan penalaran mereka secara mandiri. Penelitian ini dikembangkan berdasarkan model R2D2 dengan sejumlah modifikasi. Hasilnya, diperoleh 45 cerita anak yang telah diformulasikan sedemikian rupa, tetapi belum diuji ahli maupun diuji coba. Kata Kunci: cerita anak, kekritisan penalaran, book-talk, anak usia sekolah dasar
Kemampuan bernalar secara kritis perlu dikenalkan dan diajarkan kepada anak sedini mungkin. Pengondisian anak untuk selalu berada dalam situasi bernalar secara tepat dan benar akan menjadi dasar bagi mereka untuk menjadi kritis dalam menghadapi setiap persoalan di masa mendatang. Dengan bernalar secara kritis, anak mampu mengarahkan pemikiran sesuai dengan keinginannya, bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri, serta dapat memperbaiki kehidupannya tanpa terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar yang dapat berdampak buruk pada dirinya. Pengondisian seperti tersebut di atas akan berdampak pada terjadinya peningkatan kualitas kemampuan bernalar mereka. Ketajaman daya kritisnya pun dapat ditingkatkan seiring dengan bertambahnya wawasan mereka. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengondisikan anak agar selalu dalam situasi berpikir kritis. Di sisi lain, dewasa ini pajanan karya sastra berupa cerita anak sangat minim. Padahal, berdasarkan penelitian Andajani & Dawud (2008), ditemukan bahwa keberadaan cerita anak terbukti berpotensi meningkatkan kekritisan dalam penalaran anak usia SD. Lebih lanjut, Andajani & Dawud (2009) mengaji karakteristik cerita anak yang berpotensi meningkatkan kekritisan dalam penalaran anak usia SD. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa cerita anak dikatakan berpotensi meningkatkan kekritisan dalam penalaran anak apabila (1) cerita tersebut tidak logis, (2) cerita tersebut tidak dijelaskan secara gamblang, (3) cerita tersebut banyak memuat penamaan tokoh atau benda yang berbeda dengan sifatnya, (4) cerita tersebut memuat penggambaran sifat tokoh atau benda berbeda yang dengan fakta dalam skemata anak, (5) cerita tersebut menampilkan perilaku tokoh yang tidak lazim, serta (6) cerita tersebut merupakan cerita dengan daya fantasi yang tinggi. Usia SD merupakan akhir dari masa kanak-kanak. Para ahli psikologi melabeli akhir masa kanak-kanak sebagai usia kritis dan kreatif. Pada usia ini anak cenderung mengarahkan tenaganya untuk melakukan berbagai kegiatan kreatif yang disukainya berdasarkan daya kekritisan dalam proses bernalarnya. Hal ini terus berlangsung dan cenderung semakin meningkat sampai batas mereka memasuki masa remaja. Terkait dengan kondisi tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan pengembangan daya kekritisan anak agar kreatifitas mereka dapat diarahkan secara tepat. Selain itu, dengan kemampuan bernalar secara kritis yang memadai, anak akan mampu mengarahkan pemikiran sesuai dengan keinginannya, bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri, serta dapat memperbaiki kehidupannya tanpa terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar yang dapat berdampak buruk pada dirinya. Dewasa ini, anak-anak Indonesia dihadapkan pada permasalahan yang kompleks terkait globalisasi dunia. Di era kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat, internet menyerbu berbagai lapisan masyarakat di hampir seluruh wilayah Indonesia, tidak terkecuali anak-anak usia SD. Situasi dan kondisi di masyarakat menunjang mereka untuk dapat dengan mudah menguasai berbagai hal terkait operasionalisasi internet tersebut, yang secara otomatis juga mengondisikan mereka untuk menerima pajanan situs-situs yang substansi isinya jauh dari kelayakan untuk dikonsumsi oleh anak-anak seusia mereka. Di samping itu, sebagian besar acara di televisi juga cenderung menampilkan tayangan yang jauh dari idealisme dunia anak. 1200
Secara tidak langsung, kondisi ini sangat membahayakan bagi kelangsungan kehidupan dan eksistensi bangsa Indonesia di masa mendatang. Sementara itu, bervariasinya maraknya dunia teknologi dan informasi tidak diimbangi dengan kesiapan mental psikologis anak dalam menghadapinya. Kemampuan anak usia SD di Indonesia dalam menyeleksi layak-tidaknya suatu pajanan informasi yang diperolehnya disimpan dalam memori tergolong masih rendah. Kemampuan mereka dalam memahami arti setiap informasi, kemudian memaknainya secara tepat, juga masih belum memadai. Hal ini antara lain dikarenakan kemampuan bernalar secara kritis anak-anak Indonesia masih rendah, sehingga mereka tidak memiliki bekal yang cukup untuk memilah-milah apakah informasi tersebut layak untuk dikonsumsi ataukah tidak. Kiranya kemampuan bernalar secara kritis perlu diajarkan kepada anak sedini mungkin. Pengondisian anak untuk selalu berada dalam situasi bernalar secara tepat dan benar akan menjadi dasar bagi mereka untuk menjadi kritis dalam menghadapi setiap persoalan di masa mendatang. Dengan bernalar secara kritis, anak mampu mengarahkan pemikiran sesuai dengan keinginannya, bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri, serta dapat memperbaiki kehidupannya tanpa terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar yang dapat berdampak buruk pada dirinya. Pengondisian seperti tersebut di atas akan berdampak pada terjadinya peningkatan kualitas kemampuan bernalar mereka. Ketajaman daya kritisnya pun dapat ditingkatkan seiring dengan bertambahnya wawasan mereka. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengondisikan anak agar selalu dalam situasi berpikir kritis. Pada penelitian yang dilakukan telah dikembangkan karya sastra berupa cerita anak yang berpotensi meningkatkan kekritisan dalam penalaran anak usia SD. Pengembangannya dilakukan melalui serangkaian proses dengan penuh kecermatan. Penggunaan bahasa dan pengembangan substansi isi cerita didasarkan pada seluruh informasi berkenaan anak usia SD yang telah dikaji dalam serangkaian penelitian fundamental sebelumnya. Selain itu, akan dikembangkan pula book-talk yang menyertai setiap cerita tersebut guna membantu anak dalam menemukan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, baik secara mandiri maupun dengan bimbingan orangtua/guru. Diharapkan, cerita ini dapat membantu anak dalam memaknai isi cerita dan memaksimalkan kualitas kekritisan dalam penalarannya. Book-talk merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan untuk memahamkan anak usia SD terhadap isi cerita. Pemanfaatan book-talk dapat dilakukan secara mandiri oleh anak, maupun dengan bimbingan orangtua/guru. Rasionalnya, tidak setiap anak dapat dengan mudah memaknai nilai-nilai yang terkandung dalam cerita tersebut. Materi dalam book-talk ini akan mengarahkan anak agar dapat memaknai dan mendayagunakan kekritisan dalam penalarannya untuk memahami dan memaknai nilai-nilai tersebut. Diharapkan dengan book-talk ini daya kekritisan dalam bernalar anak dapat lebih dimaksimalkan, sehingga nilainilai dalam cerita tersebut dapat dimaknai oleh anak dengan baik. Dengan demikian, anak selalu dalam kondisi bernalar secara kritis, dan akhirnya menjadi lebih siap menghadapi berbagai situasi dan persoalan hidup di masa kini maupun mendatang. METODE PENELITIAN Sebagaimana disampaikan di muka, penelitian ini bertujuan mengembangkan cerita anak yang berpotensi meningkatkan kekritisan dalam penalaran anak usia SD. Karenanya, penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Metode pengembangan yang dipakai didasarkan pada model R2D2 (recursive, reflective, design and development) yang dikemukakan oleh Wills (1995) dengan sejumlah modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil modifikasi tersebut menghasilkan empat tahap pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) tahap pengidentifikasian, (2) tahap perancangan, (3) tahap uji ahli, serta (4) tahap uji coba dalam skala terbatas dan skala luas. Tahap pengidentifikasian pada penelitian ini identik dengan tahap recursive and reflective dalam model R2D2. Pada tahap ini dilakukan refleksi terhadap serangkaian hasil penelitian terdahulu (lihat Andajani & Dawud, 2006, 2007, 2008, 2009). Selanjutnya dilakukan ‗pemberian tanda‘ pada bagian tertentu yang dianggap relevan dengan kebutuhan penelitian ini. Tahap perancangan identik dengan tahap design dalam model R2D2. Pada tahap ini dilakukan perancangan cerita anak dan book-talknya. Perancangan didasarkan pada analisis kebutuhan yang diperoleh pada tahap pengidentifikasian. Rancangan cerita anak yang dimaksudkan berupa outline cerita dan book-talknya. 1201
Tahap development pada model R2D2 diwujudkan menjadi dua tahap dalam penelitian ini, yaitu tahap uji ahli serta tahap uji coba skala terbatas dan skala luas. Pada tahap uji ahli dilakukan pengujian materi cerita anak beserta book-talknya kepada sejumlah pakar yang relevan. Pakar yang dimaksud meliputi pakar sastra anak serta pakar psikologi anak. Pada tahap uji coba dilakukan pengujian materi kepada anak dalam skala terbatas dan skala luas. Uji skala terbatas direncanakan dilakukan kepada beberapa anak usia SD yang ditengarai memiliki kemampuan berpikir kritis yang memadai dengan wilayah uji Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu). Adapun uji coba skala luas direncanakan dilakukan kepada anak usia SD dalam lingkup sekolah di tiga provinsi di Indonesia (Jawa Timur, NTB, dan Kaltim). Tahapan yang ditempuh dalam teknik analisis data meliputi (1) tahap persiapan, (2) tahap tabulasi, dan (3) tahap pengolahan data yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, yang dilakukan pada tahap persiapan adalah mengidentifikasi hasil pengamatan, pengalaman, diskusi, maupun imajinasi yang layak untuk dijadikan topik cerita anak. Adapun yang dilakukan pada tahap tabulasi adalah (a) menyeleksi topik cerita anak, (b) mengorganisasi topik-topik tersebut berdasarkan rumpun yang sama, serta (c) mengidentifikasi nilai-nilai kekritisan yang layak dimasukkan ke dalam cerita anak. Selanjutnya, yang dilakukan pada tahap pengolahan data adalah (a) membuat kerangka cerita; (b) mengembangkan kerangka cerita tersebut menjadi suatu rancangan (draft) cerita yang utuh; (c) menyusun book-talk untuk setiap cerita yang dikembangkan; (d) mencermati berulang-ulang substansi isi dan bahasa dalam rancangan cerita beserta book-talk yang dikembangkan dengan fokus pada daya kekritisannya, kemudian merevisinya; (f) melakukan uji ahli terhadap rancangan cerita beserta book-talk yang dikembangkan, kemudian merevisinya; (g) melakukan uji coba skala terbatas terhadap rancangan cerita beserta book-talk yang dikembangkan kemudian merevisinya; (h) melakukan uji coba skala luas terhadap rancangan cerita beserta book-talk yang dikembangkan, kemudian merevisinya; (i) menyempurnakan cerita dan mengompilasi beberapa cerita ke dalam buku kumpulan cerita anak berdasarkan tema-tema serumpun; serta (j) me-layout, mencetak, dan menerbitkannya. Khusus untuk butir (f) sampai (j) baru akan dilakukan pada penelitian tahun kedua. Dengan kata lain, produk yang dilaporkan di sini belum diuji ahli maupun uji coba. PEMBAHASAN Proses pengembangan atau penulisan karya sastra cerita anak dan book-talk berbasis kekritisan penalaran bagi anak usia sekolah dasar dilakukan dalam empat tahapan kegiatan, yakni (1) tahapan persiapan pengetahuan calon penulis dengan kegiatan orientasi tentang karakteristik cerita anak yang meliputi isi, struktur teks, dan bahasa; (2) workshop penulisan cerita anak; (3) focus group discussion untuk membahas draf cerita anak yang telah ditulis oleh para penulis; dan (4) penyuntingan dan revisi hasil penulisan cerita anak. Orientasi tentang Karakteristik Cerita Anak Kegiatan orientasi dimaksudkan untuk membangun persepsi bersama (tim peneliti/ahli dengan penulis) tentang cerita anak dan book talk berbasis kekritisan penalaran anak usia sekolah dasar. Kegiatan ini melibatkan seluruh anggota tim peneliti, para penulis cerita anak, dan ahli psikologi anak. Adapun materi yang disampaikan dalam workshop ini meliputi (1) sosialisasi hasil penelitian kekritisan penalaran, (2) konsep bernalar kritis, (3) psikologi sosial, (4) perkembangan bahasa anak usia SD, (5) konsep book-talk, serta (6) karakteristik sastra anak. Orientasi Calon Penulis Selain peneliti sebagai penulis cerita, penulisan karya sastra cerita anak dan book-talk berbasis kekritisan penalaran bagi anak usia sekolah dasar ini melibatkan sejumlah mahasiswa dan peserta didik pada satuan pendidikan SMP serta SMA yang dipilih dengan pertimbangan (1) penulis adalah mahasiswa yang memiliki pengalaman dalam penulisan karya sastra dan hasil karyanya telah diterbitkan melalui penerbitan dengan ISBN, (2) penulis adalah mahasiswa yang tergabung pada Unit Kegiatan Mahasiswa Penulis (UKMP) Universitas Negeri Malang dan telah mengikuti kegiatan pelatihan penulisan fiksi pada organisasi tersebut dengan minat yang tinggi, (3) penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia yang telah menempuh mata kuliah Penulisan Cerita dan Drama serta memiliki prestasi yang bagus dalam penulisan fiksi, dan (4) penulis adalah peserta didik (anak-anak) SMP/SMA yang memiliki bakat dan prestasi di bidang penulisan fiksi dan bersedia terlibat dalam rangkaian kegiatan penulisan. 1202
Calon penulis karya sastra cerita anak dan book-talk berbasis kekritisan penalaran bagi anak usia sekolah dasar terlebih dahulu dilibatkan dalam kegiatan ceramah dan diskusi dengan dengan maksud menanamkan pengetahuan tentang isi, kekritisan penalaran, struktur, dan bahasa yang digunakan dalampenulisan. Materi yang disajikan terdiri dari tiga bagian, yakni pertama (1) pengarahan umum, (2) sosialisasi hasil penelitian kekritisan penalaran, (3) konsep bernalar kritis. Kedua, psikologi- sosial dan perkembangan bahasa anak usia SD, konsep booktalk, dan karakteristik sastra anak. Ketiga, rencana tindak lanjut (penulisan draf dan presentasi model). Materi yang disajikan dapat diperiksa pada lampiran. Kegiatan orientasi tersebut diikuti oleh 15 orang calon penulis dan melibatkan tiga narasumber (tim peneliti). Para penulis secara umum tertarik dengan materi yang disajikan narasumber. Sejak awal tim peneliti menginformasikan bahwa cerita ditulis dengan landasan pemikiran ide-ide yang orisinal dengan mempertimbangkan (1) relevansi dengan kehidupan anak, (2) memberikan sumbangan informasi baru untuk memperluas wawasan bagi kehidupan anak, (3) memberikan alternatif pemecahan masalah dalam kehidupan anak, dan (4) memiliki daya dorong munculnya pemikiran-pemikiran baru. Isi cerita antara lain dikembangkan dengan orientasi untuk membuka wawasan baru, mengenal lingkungan, mendorong rasa ingin tahu, memecahkan masalah dengan strategis, mengembangkan daya imajinasi, mendorong berkembangnya emosi positif, dan mengembangkan pola-pola penalaran logis. Isi cerita untuk siswa kelas awal dikembangkan dari dunia realitas sehari-hari dan setara dengan perkembangan kognitif pada tataran operasional konkret. Adapun isi cerita untuk siswa kelas tinggi dikembangkan dari realitas sehari-hari dan dipadukan dengan imajinasi serta fantasi. Hal ini setara dengan kompetensi kognitif siswa usia 10—12 tahun, yakni para tataran komptensi berpikir formal. Isi cerita harus memiliki manfaat atau sumbangan pada perkembangan kognitif siswa. Oleh karena itu, disarankan bahwa ide-ide tersebut dipilih dengan pertimbangan (1) relevan dengan realitas perkembangan kehidupan anak masa kini, (2) relevan dengan masalah yang dihadapi anak, (3) pengenalan berbagai sisi pegetahuan baru bagi anak, dan (4) ide memiliki daya dorong bagi anak untuk mengembangkan perspektif pemikiran pemikiran baru dalam memahami suatu masalah. Pada sisi yang lain, ide yang dikembangkan juga mempertimbangkan kemanfaat bagi anak sebagai calon pembaca. Manfaat yang dapat dipetik dari aktivitas membaca cerita anak tersebut, yakni (1) ide yang ditulis bermanfaat untuk mengembangakan pengetahuan; (2) ide yang ditulis bermanafaat untuk mengembangkan sikap positif sebagai pribadi; (3) ide yang ditulis bermanafaat untuk mengembangkan sikap positif sebagai anggota social; dan (4) ide yang ditulis bermanafaat untuk mengembangkan keterampilan sosial. Dari sudut pandang isi cerita, tema yang dikembangkan dengan pertimbangan teknik (1) dapat dipahami dengan mudah dan jelas oleh anak, (2) menarik perhatian anak karena relvan dengan realitas kehidupan mereka; (3) dikembangkan dengan pemaparan utuh dan , dan (4) terdapat unsure kreativitas atau kebaruan jika dibandingkan dengan cerita lain yang pernah dibaca oleh anak. Adapun tokoh dan penokohan dikembangkan dengan berpedoman (1) tokoh yang dipilih sesuai dengan realitas kehidupan anak; (2) karakter tokoh dikembangkan sesuai dengan kemampuan berpikir anak; (3) karakter tokoh dikembangkan sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan anak, dan (4) karakter tokoh dikembangkan sesuai dengan perkembangan sosial anak. Struktur isi cerita dikembangkan dengan pola alur sederhana, yakni eskposisi— masalah—penyelesaian (untuk siswa SD kelas awal) dan eksposisi—konflik—komplikasi— klimaks—penyelesaian (untuk siswa kelas akhir). Alur cerita dikembangkan dengan (1) peristiwa-peristiwa yang relevan dengan pengalaman anak, (2) latar tempat dan waktu yang relevan dengan pengalaman anak, (3) rangkaian konflik yang terpahami anak, dan (4) menarik karena ada unsur kejutan yang membukakan cakrawala pikiran baru bagi anak. Pengembangan alur cerita tentu membutuhkan setting atau latar cerita. Latar dipilih dengan pertimbangan (1) latar tempat yang dipilih mudah dipahami atau dimajinasikan anak, (2) latar waktu yang dipilih mengenalkan atau memahamkan anak pada berbagai satuan waktu , (3) dan suasana yang dikembangkan dalam cerita mendukung pertumbuhan emosi yang positif pada diri anak. Ragam bahasa yang digunakan untuk siswa kelas awal adalah bahasa sehari-hari, sedangkan untuk siswa kelas tinggi adalah ragam bahasa sehari-hari yang dipadukan dengan 1203
kode-kode bahasa dalam teks sastra yang berupa ungkapan, citraan, majas, bahkan simbol. Kode-kode bahasa dalam teks sastra diharapkan dapat mendorong tumbuhnya kemampuan imajinasi sehingga kemampuan berpikir siswa berkembang dengan pola prismatis. Anak didorong untuk memaknai teks, mencari persamaan, membuat perbandingan, menyusun urutan, dan merusmuskan kesimpulan, dan menyimpulkan penggunaan ‗kata nama‘ untuk memilih sudut pandang cerita. Penggunaan sarana linguistik dilakukan dengan pertimbangan kosa kata yang digunakan dalam pengembangan cerita sesuai dengan perkembangan kosa kata anak. Adapun ragam dan komplelsitas kalimat yang digunakan disesuaikan dengan perkembangan kalimat anak. Selanjutnya, dialog yang dikembangan sesuai dengan perkembangan mentalsosial siswa. Selain itu, penulis juga harus memperhatikan ketepatan ejaan dan penggunaan tanda baca. Orientasi Integrasi Aspek Kekritisan sebagai Muatan Isi dalam Cerita Anak Kekritisan sebagai komponen utama dalam penulisan cerita anak harus menjadi perhatian dari setiap penulis. Pokok pikiran yang dibahas dalam orientasi ini cerpen yang ditulis berisi (1) sejumlah cara untuk mengembangkan cara berpikir kritis, (2) strategi pemecahan masalah yang dihadapai tokoh dalam cerpen sehingga strategi tersebut dapat diadopsi, diadaptasi, atau dikreasikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis , (3) menyajikan sejumlah pengethaun baru melalui berbagai peristiwa yang dihadapi tokoh untuk meningkatkan gambaran mental anak, (4) menyajikan beragam informasi baru memperluas misalnya (1) dengan cara memilih masalah dan peristiwa dalam cerpen yang menggiring anak sebagai pembaca untuk menggunakan proses berpikir yang benar, (2) mengembangkan strategi landasan pengetahuan anak, dan (5)menunjukkan harapan-harapan tokoh untuk meraih kehidupan yang lebih baik untuk memotivasi anak untuk selalu menggunakan keterampilan berpikir yang telah dipelajarinya. Kemampuan berpikir kritis dikembangkan dengan menyediakan book talk yang akan membimbing anak membaca dengan seksama dan aktif memberikan respon dengan mengidentifikasi atau menjawab pertanyaan-pertanyaan, mengorganisasi pemikiran-pemikiran bersadarkan paparan bahasa dan satuan makna yang ada, memperhatikan persamaan/ perbedaan objek-objek yang ada di sekitarnya, melakukan tindakan berpikir deduktif, serta membedakan antara kesimpulan yang valid dan tidak valid secara logis. Selain itu, anak juga harus belajar mengajukan pertanyaan klarifikasi, mengombinasikan proses-proses berpikir untuk menguasai suatu pengetahuan baru, serta belajar melihat suatu persoalan dari berbagai sudut pandang. Book talk menjadi jembatan bagi anak untuk (1) memiliki tingkat keingintahuan intelektual yang tinggi, dengan indikasi anak selalu bertanya mengenai hal-hal yang mendasar atau membuat hipotesis untuk memperjelas pemahamannnya; (2) memiliki kemampuan mengenali dan mengidentifikasi permasalahan pada setiap peristiwa kehidupan, dengan indikasi anak mampu memberi tanggapan atau komentar kreatif terhadap banyak hal dalam bentuk persetujuan, kritikan, maupun sangkalan dengan disertai argumentasi yang melandasinya. Penalaran yang digunakan berwujud quasi logis, analogi, generalisasi, kausalitas, koeksistensial, atau dissosiasi dengan kualitas isi yang memadai; dan (3) mampu memecahkan persoalan dalam kehidupannya, dengan indikasi anak mampu menuturkan ide atau gagasan kreatif sebagai alternatif pemecahan suatu masalah dengan disertai paparan argumentasi dengan alur berpikir yang logis dan sistematis. Pemaparan Model dan FGD Model Cerita Anak yang Akan Dikembangkan Pemaparan model cerita anak dilakukan dengan cara focus group discussion dengan melibatkan seluruh penulis, tim peneliti sekaligus sebagai tim ahli. Pemaparan dilakukan dengan cara membaca bersama teks cerpen yang telah ditulis. Penulis juga diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terkait cerita anak yang ditulisnya. Berikut adalah deskripsi pengalaman penulis cerita anak berbasis kekritisan pada awal kegiatan penulisan. Pada umumnya para penulis melakukan eksplorasi pengalaman masa kecil atau pengamatan lapangan untuk memperoleh sumber inspirasi. Pengalaman masa kecil para penulis memberikan sumbangan yang bermakna dalam pemilihan tema. Meskipun demikian para penulis seringkali merasa kesulitan untuk mengintegrasikan pengalaman masa kecil dengan tema cerita anak yang cenderung berorientasi waktu kekinian. Namun, dengan diskusi yang intensif disertai pengarahan yang tepat, akhirnya cerita anak tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
1204
Pengembangan tema, pemilihan tokoh, pengembangan alur cerita, dan pemilihan setting dituntut berorientasi pada pengembangan kekritisan. Hal ini menuntut para penulis untuk fokus dalam mengembangkan masalah tertentu agar kekritisan berkembang dengan seimbang. Penggunaan bahasa yang sesuai dengan perkembangan bahasa anak menuntut para penulis memilih bahasa secara cermat dan hati-hati. Para penulis juga seringkali terjebak pada alur cerita yang panjang sehingga cerita perlu dipenggal menjadi dua seri atau dua bagian. Fantasi dan imajinasi para penulis kadang-kadang belum selaras dengan fantasi dan imajinasi anak. Hal ini dapat dimaklumi karena pada umumnya penulis adalah remaja menjelang dewasa yang belum mempunyai anak dan tidak dekat dengan dunia anak. Namun, dengan arahan dari tim peneliti pada akhirnya dunia anak pun menjadi bagian dari dunia mereka. Tema-tema tertentu, misalnya liburan sekolah, cenderung terlalu luas dan perlu dibatasi. Para penulis perlu melakukan eksplorasi terhadap tema-tema yang lebih bervariasi. Tokohtokoh dapat dipilih dari dunia realitas maupun fantasi, dengan identitas yang berciri lokal, nasional, global, maupun fantasi. Setiap penulis memiliki kecenderungan khusus dalam pemilihan tokoh. Unit-unit peristiwa yang dikembangkan dalam alur cerita seringkali masih ‗datar‘. Alur cerita sebenarnya akan menjadi lebih menarik jika penulis dapat menghadirkan konflik sehingga menimbulkan tegangan dan penyelesaian yang mengandung kejutan. Pada tahap awal tidak semua penulis mampu memunculkan konflik. Lokasi yang ditunjuk dalam setting cerita harus harus setara dengan perkembangan kognitif, bahasa, dan imajinasinya. Penggunaan setting lokasi kedaerahan (local) diberi penjelasan secukupnya agar terpahami siswa. Penulisan cerita anak untuk kelas awal perlu mendapat perhatian khusus karena tema cerita, tokoh, alur, setting, bahasa, dan sudut pandang cerita dikembangkan secara lebih sederhana setara dengan perkembangan kognitif, mental, social, afeksi, dan bahasa siswa. Pembahasan dan Perancangan Model untuk Penanaman Aspek Kognitif Cerita Kegiatan membaca dilanjutkan dengan diskusi untuk menyampaikan komentar (tanggapan) dan saran perbaikan terhadap aspek kekritisan, isi, struktur cerita dan bahasa. Berikut adalah beberapa saran perbaikan yang disampaikan ahli dan disepakati oleh penulis. Tema yang dipilih harus jelas dan memberi peluang bagi penulis untuk mengembangkan cerita anak yang berbasis kekritisan. Tema diangkat dari berbagai masalah kehidupan sehari-hari yang memberikan peluang bagi anak aktif berpikir dan memberikan respon-respon kognitif untuk meningkatkan daya kritisnya. Tokoh-tokoh dipilih dari realitas kehidupan sehari-hari serta dari alam imajinasi dan fantasi. Tokoh-tokoh tersebut memberi kesempatan pada anak untuk mengaktifkan kemampuan berpikir kritis dengan cara memahami setiap tokoh dengan jalan pikiran, sikap, dan perilakunya; masalah yang dihadapi tokoh; jalan keluar yang dipikirkan dan dipilih tokoh dalam memecahkan masalahnya; mendorong munculnya ide-ide baru untuk merespon persitiwa yang dihadapi tokoh; memahami dinamika kepribadian tokoh; dan membuat simpulan-simpulan atas pengalaman berharga yang diperoleh pengalaman tokoh dalam bacaan. Alur cerita dikembangkan dengan peristiwa nyata, imajinasi, dan fantasti. Persitiwa dipilih dan dikembangkan dalam urutan yang terpahami oleh kemampuan berpikir anak; membuka wawasan baru tentang berbagai unit pengetahuan kehidupan; memahami dinamika peristiwa kehidupan dengan memahami masalah dan jalan keluar yang dipikirkan tokoh pada setiap unit peristiwa; membuka kesepatan munculnya respon-respon kritis terhdap setiap peristiwa; dan membuat simpulan tentang berbagai peristiwa berharga yang terdapat dalam bacaan. Setting tempat dipilih untuk mengenalkan berbagai lokasi, panorama alam, iklim dan musim,dan suasana. Adapun setting waktu digunakan untuk mengenalkan anak pada berbagai dimensi waktu dan pemanfaatannya oleh tokoh. Variasi setting tempat dan waktu menjadi sarana bagi anak untuk menambah wawasan pengetahuan dan menyampaikan respon kritis terhadap perilaku tokoh dalam melakukan pengelolaan dan penyesuaan setting tempat dan waktu dalam hidupnya. Bahasa yang digunakan sebagai alat ekspresi pengarang adalah bahasa dengan ragam formal yang lazim digunakan interaksi sehari-hari. Pemilihan ragam formal dengan alas an agar anak terbiasa dengan pajanan (exposure) yang memberikan masukan-masukan yang tepat sehingga memberikan sumbangan yang berharga untuk menambah kosa kata, makna kata, dan struktur kalimat yang benar dan logis. 1205
Penulis merancang book talk yang akan menyertai setiap cerita anak. Book talk berupa jabaran pertanyaan yang dikembangkan berdasarkan cerita dengan maksud untuk memancing munculnya respon-respon kritis dari anak. Pertanyaan dikembangkan berdasarkan isi cerita yang bersifat tersurat, tersirat, dan pertanyaan kreatif lainnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab secara mandiri oleh anak, dapat digunakan sebagai titian untuk mengembangkan dialog interaktif antara anak dengan guru atau orang tua, bahkan kuiz yang menciptakan suasana gembira bagi semua pihak. Tugas Penulisan Draf secara Mandiri Beberapa kesimpulan yang telah disebutkan tersebut selanjutnya digunakan sebagai panduan bagi setiap penulis. Penulis selanjutnya melaksanakan tugas untuk menulis cerita anak secara mandiri. Berikut adalah rambu-rambu penugasan yang disepakati dengan penulis. SIFAT PENUGASAN Penugasan penulisan cerita anak dikerjakan secara mandiri oleh setiap penulis.
WAKTU
PROSES PENULISAN
Waktu yang disedikan bagi penulis selama 7 hari (satu minggu) dan pada hari ke delapan penulis siap untuk mempresentasikan hasil karyanya di hadapan ahli dan penulis lain. Siklus ini berlanjut pada setiap akhir pembahasan cerita yang telah ditulis.
Penulis dapat mengonsultasikan cerita anak yang ditulisnya kepada ahli (kekritisan, psikologi perkembangan, dan sastra anak) agar masalah-masalah yang dihadapi dalam proses penulisan dapat segera terpecahkan.
Hasil Penulisan dalam Workshop Penulisan Cerita Anak Produktivitas antar penulis berbeda-beda. Dalam waktu seminggu, calon penulis dapat menghasilkan 1-2 draf karya cerita anak. Berbekal draf cerita anak yang telah ditulisnya, para calon penulis selanjutnya dilibatkan dalam workshop penulisan cerita anak dan booktalk berbasis kekritisan. Dua tujuan yang ingin dicapai melalui workshop ini yakni, (1) mengokohkan pengetahuan dan keterampilan calon penulis cerita anak anak dan booktalk berbasis kekritisan, dan (2) menghasilkan sejumlah target cerita anak dan booktalk berbasis kekritisan dengan kualitas yang sesuai dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. Workshop dilaksanakan pada setiap hari Sabtu dan Minggu, bertempat di perpustakaan Pusat Penelitian dan Pengabdian Gender dan Kependudukan, Aula LP2M UM; Aula P4L, dan Villa Ubud. Workshop dilakukan dengan jarak waktu sepekan dengan maksud setiap penulis memiliki waktu yang cukup untuk menulis draf cerita anak berbasis kekritisan. Draf tersebut yng kemudian dipresentasikan dalam workshop dan mendapatkan respon berupa masukan untuk revisi atau penyempurnaan. Berikut adalah beberapa rekaman perkembangan kualitas cerita anak berbasis kekritisan yang disampaikan dalam workshop. ASPEK 1. Penentuan tema cerita anak
DESKRIPSI PENULIS
PENGALAMAN SARAN AHLI
Tema yang dipilih beberapa penulis bersumber dari kreasi imajinasi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, tema harus disederhanakan agar terpahami oleh siswa. Pengembangan tema cenderung masih menggunakan perspektif kognitif orang dewasa.
1206
Penulis melakukan pengamatan kehidupan anakanak dan difokuskan pada aktivitas dan masalah yang dipahami anak. Penulis dapat membaca cerita anak Indonesia dan terjemahan untuk mempelajari pola-pola perspektif penulis dalam mengembangan cerita.
Tema cerita untuk kelas awal belum tereksplorasi secara maksimal.
2. Pemilihan tokoh dan penokohan cerita anak
3. Struktur cerita, setting, bahasa, dan sudut pandang pengarang cerita anak. 4. Ilustrasi dan tampilan cerita anak
Pemilihan nama yang terlalu asing mengakibatkan nama tidak dikenali lagi sebagai ‗kata nama‘ atau sulit diingat. Pengembangan watak tokoh harus dilakukan secara hati-hati sehingga terdapat keselarasan antara per-tumbuhan fisik yang disebut da-lam cerita dengan perkembangan mental dan psikologi anak. Penulis adakalanya terjebak dengan menampilkan tokoh anakanak tetapi wataknya terungkap sebagai orang dewasa. Penulis merancang alur cerita yang terlalu panjang, sehingga tidak setara dengan perkembangan mental dan emosi anak untuk menikmati dan merspon sebauah cerita secara wajar. Bahasa yang digunakan penulis memerlukan penyederhanaan sehingga mencerminkan bahasa anak baik dalam konteks keluarga maupun dalam konteks permainan. Penulis perlu memikirkan ilustrasi dan tampilan yang diinginkannya meskipun nanti pengembangan ilustrasi dan tmpilan akan dikerjakan oleh illustrator dan piñata letak. Penulis cukup membuat catatan dalam textbox di samping teks narasi.
Tema kelas awal cenderung lebih sederhana dengan maksud untuk pengenalan dan pemaham-an berbagai ranah pengetahuan. Pilihlah nama dengan harmoni-sasi bunyi yang baik sehingga mudah dikenali dan diingat. Nama dapat dipilih dari nama local, nasional, global, dan fantasi. Pemilihan nama mencerminkan karakter tokoh. Pengembangan karakter tokoh mendorong munculnya pemikiran kritis dan tumbuhnya emosi yang bersifat positif. Penulis perlu menulis kerangka alur cerita sebagai panduan dan agar tidak terjebak pada mengembangan yang bersifat spontan atau improvisasi. Kalimat-kalimat dalam cerita anak cenderung lebih pendek, dapat berupa kalimat tunggal atau dua ide informasi saja.
Rancangan ilustrasi dan tataletak (jika dikehendaki pada bagian tertentu) ditulis secara terperinci dalam bentuk kalimat perintah.
Pembahasan Produk melalui FGD Penulisan Cerita Anak dan Book Talk Produk kelas awal dan kelas akhir selanjutnya digunakan sebagai bahan dalam focus group discussion (FGD) untuk merumuskan bentuk dan isi booktalk. Booktalk dikembangkan dalam bentuk sejumlah pertanyaan yng relevan dengan isi buku. Bentuk dan jenis pertanyaan dikembangkan untuk mendorong kekritisan penalaran. Berikut adalah rambu-rambu yang dirumuskan untuk mengembangkan pertanyaan dalam booktalk.
1207
NO TATARAN KATEGORI KOGNITIF PERTANYAAN 1. Mengingat fakta Judul cerita dan dalam cerita nama penulis Nama-nama tokoh Setting tempat Setting waktu budaya Unit peristiwa
2.
Memahami konsep dalam cerita
Mengidentifikasi elemen cerita Memahami elemen sastra Memahami elemen estetika bahasa Memahami elemen budaya
3.
Menerapkan konsep berpikir dalam cerita
Deskripsi dan klasifikasi tokoh Deskripsi dan klasifikasi setting Deskripsi urutan peristiwa
4.
Menganalisis data dalam cerita
Memaknai teks Membedakan Memprediksi Mengurutkan Menglasifikasi Membandingkan
5.
Menyimpulkan hasil analisis
Menyimpulkan isi Menyimpulkan tema Menyimpulkan pesan Menyimpulkan pelajaran hidup 1208
CONTOH PERTANYAAN Cerita untuk anak usia SD tingkat awal dengan judul ―KETIKA SI JAGU TAK MAU BERKOKOK‖ Siapakah tokoh atau pelaku dalam cerita yang telah kamu baca? Siapa saja teman-temannya? Di manakah rumahnya? Kapan ia atau tempat tinggalnya Kapan ia mengunjungi temannya? Apa yang telah dialami pelaku? Apa tugas sehari-hari si Jagu? Apa yang tengah dilakukan si Jagu? Pernahkah kamu mendengar ayam jago berkokok? Tirukanlah bunyi ayam jago yang pernah kamu dengar! Sebutkan nama-nama biantang dalam cerita yang kamu ingat! Apa manfaat binatang peliharaan tersebut bagi manusia? Sebutkan nama binatang yang tidak mau melaksanakan tugasnya! Sebutkan nama-nama tempat tinggal para binatang! Sebutkan apa saja yang terjadi jika salah satu binatang mengabaikan tugasnya! Cerita untuk anak usia SD tingkat akhir dengan judul ―SANG JUARA DI ATAS SAPINYA‖ Apa yang telah dilakukan Yono untuk mengatasi masalahnya? Apa perbedaan Yono dan anak lainnya ketika menerima anugerah sebagai juara hasil ujian akhir? Bagaimana reaksi para undangan mengetahui sang juara dating dengan menunggang sapi? Jelaskan kejadian yang dialami Yono pada pagi hari sebelum menghadiri acara penerimaan rapor! Jelaskan jenis-jenis pekerjaan orang tua yang kamu ketahui! Jelaskan perbedaan sifat anak yang suka marah dan putus asa dengan sifat Yono! Simpulkan sifat-sifat baik dari tokoh Yono! Simpulkan tema cerita! Simpulkan pesan pengarang pada anak-anak dalam cerita tersebut! Pelajaran hidup apakah yang dapat kamu petik dalam cerita yang telah
(manfaat)
kamu baca?
Apakah pengalaman Yono pantas untuk diangkat menjadi sebuah film untuk anak-anak? Mengapa? Tuliskan sebuah pujian untuk Yono! Seandainya kamu menjadi Yono, apakah kamu punya cara lain untuk memecahkan masalah yang harus dipecahkan tersebut? Apa yang seharusnya dilakukan oleh Yono agar tidak datang terlambat ke sekolah! Tulislah secara berkelompok dengan anggota 4 orang, empat bait pantun berdasrkan pelajaran hidup yang kamu petik dari kisah Yono! Laksanakan kegiatan berbalas pantun antarkelompok!
6.
Mengevaluasi cerita
Mengomentari Menilai Memilih dengan alasan Menunjukkan kelemahan
7.
Mengreasikan hasil bacaan
Menghasilkan karya kreatif Menampilkan performansi
Penyuntingan dan Revisi Draf Penyuntingan dan revisi draf dilakukan penulis secara mandiri. Berdasarkan pertanyaan, saran, dan kritik yang disampaikan dalam FGD dan pertimbangan ahli penulis melakukan penyuntingan cerita anak dan booktalk yang ditulisnya. Penulis menggunakan rambu-rambu berikut untuk melakukan penyuntingan cerita yang ditulisnya. NO ASPEK YANG DIREVISI 1.
2.
3.
4.
TEMA a. Tema diangkat dari peristiwa yang menarik dan mengesankan. b. Tema diangkat dari pengalaman yang unik dan relevan dengan kehidupan anakanak. c. Tema yang diketengahkan bermanfaat dalam kehidupan anak. d. Tema dapat membuka kesempatan bagi anak untuk menambah pengetahuan baru e. Tema membuka kesempatan bagi anak untuk menyampaikan respon kognitif secara kritis. f. Tema mendorong kemampuan berpikir dengan penalaran kritis IDENTITAS TOKOH a. Tokoh dapat dikenali sosok fisiknya oleh anak dalam dunia realitas atau imajinasi. b. Tokoh memiliki identitas sosial yang terdeskripsikan secara jelas. c. Tokoh dapat dipahami kondisi psikologisnya melalui monolog, dialog, narasi pengarang. PENOKOHAN a. Tokoh berkembang karakternya melalui dialog yang diucapkannya. b. Tokoh berkembang karakternya melalui monolog yang diucapkannya. c. Tokoh berkembang karakternya melalui respon verbal yang diucapkannya. d. Tokoh berkembang karakternya melalui perilaku yang dilakukannya. e. Tokoh berkembang karakternya melalui sikap hidup yang dipilihnya LATAR CERITA a. Latar tempat dapat dikenali dalam dunia realitas maupun imajinasi anak. b. Latar waktu dapat dikenali dalam dunia realitas maupun imajinasi anak. c. Latar suasana dapat dikenali dalam dunia realitas maupun imajinasi anak. 1209
5.
6.
7.
8.
ALUR CERITA a. Alur cerita dikembangkan dengan serangkaian peristiwa yang dapat dipahami anak. b. Alur cerita dikembangkan dengan unit peristiwa yang dapat dipahami anak dalam dunia realitas maupun imajinasi. c. Alur cerita dikembangkan dengan unit konflik yang dapat dipahami dan menarik perhatian anak. d. Alur cerita dikembangkan dengan pemecahan konflik yang dapat dipahami anak dalam dunia relaitas maupun imajinasi. BAHASA a. Cerita anak ditulis dengan menggunakan kosa kata yang setara dengan penguasaan kosa kata anak. b. Cerita anak ditulis dengan menggunakan kalimat yang setara dengan penguasaan struktur kalimat anak. c. Cerita anak ditulis dengan menggunakan ragam bahasa sastra (makna konotatif, citraan, majas, symbol) yang pengetahuan dan pengalaman berbahasa anak. d. Cerita anak ditulis dengan menggunakan ejaan dan tanda baca dengan benar. SUDUT PANDANG CERITA a. Cerita anak dikembangkan sudut pandang orang pertama dan dapat diphami oleh anak. b. Cerita anak dikembangkan dengan sudut pandang orang ketiga dan dapat dipahami anak. c. Cerita anak dikembangkan dengan sudut pandang mahatahu dan dapat diphami oleh anak. KEKRITISAN a. Cerita anak mengetengahkan masalah dan peristiwa untuk menggiring anak sebagai pembaca untuk menggunakan proses berpikir yang benar. b. Cerita anak mengembangkan strategi-strategi pemecahan masalah yang dihadapi tokoh dalam cerpen sehingga strategi tersebut dapat diadopsi, diadaptasi, atau dikreasikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. c. Cerita anak menyajikan sejumlah pengethaun baru melalui berbagai peristiwa yang dihadapi tokoh untuk meningkatkan gambaran mental anak. d. Cerita anak menyajikan beragam informasi baru memperluas landasan pengetahuan anak. e. Cerita anak menunjukkan harapan-harapan tokoh untuk meraih kehidupan yang lebih baik untuk memotivasi anak untuk selalu menggunakan keterampilan berpikir yang telah dipelajarinya.
Penataan Tampilan Draf Tampilan nasakah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam penulisan cerita anak, khususnya untuk kelas awal. Tampilan mencakup aspek fisik dan visual. Tampilan menjadi daya tarik pertama bagi anak dan dapat membantu anak mengembangkan imajinasi pada saat membaca. Beberapa aspek penting yang perlu mendapat perhatian pada tampilan buku cerita anak. KRITERIA PENATAAN TAMPILAN Ukuran kertas tidak menyulitkan anak untuk membaca Ukuran huruf sesuai dengan perkembangan visual anak Penggunaan warna menarik bagi anak Penggunaan ilustrasi dan gambar menarik dan memudahkan anak memahami cerita Penggunaan ilustrasi dan gambar menarik dan mendorong untuk mengembangkan penalaran kritis Penggunaan ilustrasi dan gambar mendorong munculnya respon-respon dengan penalaran kritis
1210
Penataan tampilan draft pada cerita anak ini telah diupayakan memenuhi seluruh kriteria di atas. Namun, kepastian layak atau tidaknya tampilan tersebut masih belum bisa diyakini sepenuhnya sebab produk cerita anak tersebut belum diuji ahli maupun diuji coba. SIMPULAN Penulisan cerita anak dan booktalk untuk mengembangkan kekritisan penalaran dilakukan dengan mempertimbangkan (1) struktur cerita yang sesuai dengan perkembangan kognitif, bahasa, dan psikologi anak; (2) kekritisan penalaran dapat dikembangkan melalui pemilihan tokoh dan unit-unit peristiwa yang mendorong munculnya minat, rasa ingin tahu, pemanfaatkan berbagai perpektif pengetahuan untuk menyampaikan rspon kritis terhadap isi cerita, pemberian kesempatan untuk menentukan pilihan dan dugaan dengan alasan-alasan yang jelas, membangun kreasi serta performansi berdasarkan hasil bacaan; (3) pemilihan ragam bahasa yang dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kemampuan bahasanya; dan (4) penataan tampilan yang mendorong minat baca dan tumbuh kembangnya imajinasi anak. Penulis dapat memanfaatkan eksplorasi masa kecil dan melakukan observasi lingkungan serta kehidupan anak masa kini sebagai sumber inspirasi untuk memilih tema, tokoh cerita, mengembangkan watak tokoh, memilih setting, dan mengengan unit-unit peritiwa dalam alur cerita. Penulis dapat mengreasikan pengembangan unsure-unsur terebut dalam kisah yang berpijak pada dunia realitas maupun imajinasi. Dunia realitas dan imajinasi yang dikembangkan dalam cerita harus selaras dengan perkembangan kognitif, bahasa, afeksi, dan perilaku anak. Pengembangan aspek kekritisan dalam cerita dilakukan melalui pengembangan unit-unit peristiwa dengan karakteristik misalnya dengan (1) menyajikan sejumlah unit peristiwa dalam carita untuk mengembangkan cara berpikir kritis; (2) menyajikan strategi pemecahan masalah yang dihadapi tokoh dalam cerpen sehingga strategi tersebut dapat diadopsi, diadaptasi, atau dikreasikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis ; (3) menyajikan sejumlah pengetahaun baru melalui berbagai peristiwa yang dihadapi tokoh untuk meningkatkan gambaran mental anak; (4) menyajikan beragam informasi baru memperluas misalnya (a) dengan cara memilih masalah dan peristiwa dalam cerpen yang menggiring anak sebagai pembaca untuk menggunakan proses berpikir yang benar, (b) mengembangkan strategi landasan pengetahuan anak; dan (5) menunjukkan harapan-harapan tokoh untuk meraih kehidupan yang lebih baik untuk memotivasi anak untuk selalu menggunakan keterampilan berpikir yang telah dipelajarinya. Book talk dikembangkan dalam bentuk sejumlah pertanyaan yang berfungsi sebagai pemandu bagi siswa, guru, atau orang tua untuk menyampaikan respon dengan penalaran kritis. Pertanyaan dikembangkan untuk mendorong munculnya respon berupa fakta-fakta, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. DAFTAR RUJUKAN Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Lestari, Kristina Dwi. 2009. Berkreativitas dengan Menulis Cerita Anak. (Online), (http://pelitaku.sabda.org, diakses 31 Januari 2009). Papalia, Diane E, et al. 2008. Human Development. New York: The McGraw Hill Companies. Sarumpaet, Riris K. Toha. 2003. ‗Struktur Bacaan Anak‘, dalam Teknik Menulis Cerita Anak. Yogyakarta: Pink Books, Pusbuk, dan Taman Melati. Titik W.S. 2003. ‗Menulis Cerita Anak‘, dalam Teknik Menulis Cerita Anak. Yogyakarta: Pink Books, Pusbuk, dan Taman Melati.
1211
MODEL PICTURE AND PICTURE UNTUK MENYUSUN PERCAKAPAN TENTANG BERBAGAI TOPIK DENGAN MEMPERHATIKAN EJAAN PADA SISWA KELAS VI SDN INPRES MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Riana Veronika Tinihada SDN Inpres Melonguane
Abstrak: Dalam kegiatan pembelajaran menulis, siswa masih mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan model dalam kegiatan pembelajaran kurang tepat. Akibatnya minat dan semangat siswa dalam pembelajaran menjadi kurang dan hasil yang dicapai tidak maksimal. Model picture and picture dengan menggunakan media gambar seri dapat memudahkan siswa dalam menuangkan gagasannya, jika dibandingkan tanpa menggunakan media gambar. Media gambar seri merupakan salah satu media yang digunakan untuk pembelajaran menyusun percakapan.Model Picture and Picture dapat merangsang siswa untuk memberikan imajinasi dan membuat siswa untuk kreatif dalam menyusun percakapan. Kata kunci: menyusun percakapan,ejaan, Model picture and picture
Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa menulis merupakan keterampilan yang harus dibelajarkan dan dikuasai siswa. Dengan menulis, siswa dapat menuangkan ide, pikiran, dan perasaan ke dalam bahasa tulis. Penuangan ide, pikiran, dan perasaan ini dimaksudkan agar siswa mampu dan terbiasa mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya, sekaligus mengurangi beban pikiran yang menjadi gangguan psikologis bagi perkembangan. Menurut Supriadi (dalam Muslich,2010:74), menulis merupakan suatu proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat). Oleh karena itu dalam menulis berasal dari idea tau gagasan yang dituangkan dalam bentruk tulisan. Menurut Santoso dan Suwignyo (2012:74), dalam menulis seorang penulis harus memahami kode-kode dalam bentuk tulisan. Seorang penulis harus memahami konvensi-konvensi dalam ejaan, kata, frasa, kalimat, paragraph, dan teks/ wacana yang ingin berhasil memproduksi tulisannya. Dalam hal ini tentunya, ketika guru mengajar menulis sebaiknya menguasi konvensi penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik ejaan, tanda baca, maupun kalimat. Pengalaman yang dialami penulis ketika membelajarkan menyusun percakapan adalah siswa tidak dapat menyusun sendiri percakapan berdasarkan topik yang telah dipilih guru tetapi siswa hanya menyalin percakapan yang ada pada buku pelajaran bahasa Indonesia. Apabila ada siswa yang menyusun sendiri, maka yang ditemukan adalah siswa menyusun tanpa memperhatikan ejaan yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Penulis beranggapan bahwa adanya sikap seperti itu karena siswa sulit menuangkan ide, memilih dan merangkai kata, menulis apa yang ditanya dan apa yang akan menjadi kalimat jawab,bagaimana menulis ejaan dan tanda baca yang tepat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam diri siswa maupun dari guru yang mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia itu. Berdasarkan fakta tersebut penulis berusaha untuk bisa menjadikan siswa kreatif dalam menyusun percakapan sesuai topik yang telah ditentukan dengan memperhatikan ejaan dan tanda baca yang tepat. Salah satu model yang digunakan adalah picture and picture . Model ini diterapkan dengan maksud agar siswa dapat menyusun kalimat percakapan berdasarkan gambar menurut urutan yang logis dengan memperhatikan ejaan dan tanda baca yang tepat. Secara umum orang menganggap bahwa ejaan berhubungan dengan melisankan bahasa. Hal ini terjadi karena orang terikat pada kata atau nama itu. Dalam bahasa sebetulnya ejaan berhubungan dengan ragam bahasa tulis. Ejaan adalah cara menuliskan bahasa (kata atau kalimat) dengan menggunakan huruf dan tanda baca. Ketika menulis ejaan perlu mengetahui aturan yang ada pada buku pedoma Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Aturan ejaan itu dimuat dalam (Pedoman Umum) Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan 1212
dan dilampirkan pada Surat Keputusan Menteri dan Kebudayaan No.0196/U/1975,tanggal 27 Agustus 1975. Di dalam pedoman itu diatur hal-hal mengenai pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan unsur serapan. Penulisan ejaan dalam menyusun percakapan yang dilakukan oleh siswa kelas VI SDN Inpres Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud juga menjadi perhatian guru ketika mengajar materi menyusun percakapan sesuai topik yang telah ditentukan dengan memperhatikan ejaan dan tanda baca yang tepat. Selain itu, ketika siswa menyusun percakapan juga perlu dirangsang imajinasinya agar mudah untuk menuangkan ide dan gagasannya dalam menyusun percakapan. Rangsangan imajinasi tersebut digunakan media gambar berseri. MODEL PICTURE AND PICTURE Model adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk membelajarkan materi menyusun percakapan dengan memperhatikan ejaan adalah Picture and Picture. Picture and Picture merupakan pendekatan model pembelajaran yang menggunakan media gambar dengan memasang, mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Model pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Dalam prakteknya gambar-gambar dipasangkan satu sama lain atau diurutkan menjadi urutan yang logis. Prinsip dasar dalam model pembelajaran picture and picture adalah melakukan sesuatu kerja dengan memanfaatkan sejumlah gambar. Secara umum langkah-langkah dalam model pembelajaran picture and picture adalah sebagai berikut. (1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. (2) Guru menggali pengetahuan siswa. (3) Guru menunjukkan atau memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi. (4) Guru menunjuk siswa secara bergantian untuk memasang atau mengurutkan gambar-gambar secara logis. (5) Guru menanyakan alasan atau dasar pemikiran urutan gambar tersebut. Dari urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai dan dilanjutkan dengan kesimpulan atau rangkuman (Andajani & Pratiwi,2012). Afniafandi (2013) mengatakan bahwa kelebihan model pembelajaran picture and picture adalah sebagai berikut. 1. Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai dan materi secara singkat terlebih dahulu. 2. Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari. 3. Dapat meningkatkan daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa disuruh guru untuk menganalisis gambar yang ada. 4. Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa,sebab guru menanyakan alasan siswa mengurutkan gambar. 5. Pembelajaran lebih berkesan,sebab siswa dapat mengamati langsung gambar yang telah dipersiapkan oleh guru. PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM MENYUSUN PERCAKAPAN Penerapan model picture and picture dalam pembelajaran menyusun percakapan diawali dengan aktivitas siswa membentuk kelompok. Setiap kelompok memperoleh sekumpulan gambar berseri yang sudah disediakan guru. Kemudian siswa menempelkan gambar-gambar tersebut pada kertas manila yang digantung di papan tulis. Gambar yang akan ditempelkan perlu diperhatikan urutannya. Guru menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa selanjutnya. Setelah itu, siswa dari setiap kelompok berbaris di depan papan tulis. Siswa mengamati rangkaian urutan gambar masing-masing kelompok secara bergantian. Setelah mengamati, siswa kembali ke bangku masing-masing. Setiap kelompok berdiskusi untuk menyusun kalimat percakapan sesuai dengan gambar. Ketika menulis kalimat percakapan diarahkan untuk memperhatikan penulisan kalimat yang benar dengan menggunakan ejaan yang tepat. Setelah berdiskusi dengan kelompoknya, setiap kelompok mempresentasikan hasil percakapan yang telah disusun. 1213
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah pembelajaran materi menyusun percakapan, meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Kegiatan Awal Guru melakukan pengondisian kelas dengan berdoa sebelum memulai pembelajaran dan mengecek siswa yang tidak masuk. Setelah itu, melakukan apersepsi dengan bertanya jawab pada siswa tentang percakapan. Guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari dalam menulis percakapan. Kegiatan Inti Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok. Setelah itu guru menempelkan gambar seri di papan untuk diamati siswa. Setelah itu, siswa dibimbing guru menyusun kalimat percakapan berdasarkan gambar. Guru menjelaskan langkah-langkah menulis percakapan. Kegiatan berikutnya, setiap kelompok memperoleh sekumpulan gambar berseri yang sudah disediakan guru. Kemudian siswa menempelkan gambar-gambar tersebut pada kertas manila yang digantung di papan tulis dengan memperhatikan urutannya. Setelah mendengarkan penjelasan guru, selanjutnya siswa dari setiap kelompok berbaris di depan papan tulis. Siswa mengamati rangkaian urutan gambar masing-masing kelompok secara bergantian.Setelah mengamati, siswa kembali ke bangku masing-masing kelompok dan berdiskusi untuk menyusun kalimat percakapan. Selanjutnya siswa bersama kelompoknya menulis percakapan sesuai gambar seri. Ketika siswa mengerjakan tugas kelompok, guru mengunjungi setiap kelompok. Guru mengarahkan cara menyusun percakapan sesuai urutan yang logis. Selain itu, mengarahkan pada penulisan kalimat yang benar. Dalam menyusun kalimat juga diarahkan untuk memperhatikan pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan unsur serapan. Siswa perlu dibimbing guru untuk menulis ejaan yang benar. Setelah selesai mengerjakan, setiap kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas. Setelah itu menempelkan karyanya di papan. Guru juga memberikan penguatan pada hasil karya siswa tersebut. Selain itu, guru juga memberikan pujian dengan memberikan apresiasi pada karya yang terbaik. Kegiatan Akhir Siswa dibimbing guru menyimpulkan materi cara menyusun percakapan. Untuk mengakhiri pelajaran, guru memberi tugas kepada siswa secara kelompok untuk menyusun percakapan dengan topik belajar bersama. PEMBAHASAN Materi menyusun percakapan tentang bebagai topik dengan memperhatikan penggunaan ejaan dipelajari siswa kelas VI. Ketika belajar materi tersebut, siswa merasa kesulitan untuk menyusun percakapan dengan runtut. Akibatnya siswa pasif dan malas belajar. Oleh karena itu, guru menerapkan model pictiure and picture untuk mengajarkan cara menyusun percakapan dengan runtut. Dalam hal ini guru menggunakan gambar berseri, agar siswa mudah untuk menyusun kalimat dalam percakapan. Model pictiure and picture dalam menyusun percakapan ini, siswa menempel gambar di papan tulis. Setelah itu, siswa mengamati gambar tersebut. Siswa diminta menyusun percakapan berdasarkan urutan gambar. Dengan adanya model tersebut, siswa antusias untuk belajar dan aktif. Siswa bekerjasama dengan kelompoknya menyusun percakapan sesuai dengan gambar yang diamati. Cara menyusun percakapan dengan model picture and picture ini menarik bagi siswa. Siswa merasa senang dengan gambar-gambar yang diberikan guru.Siswa juga merasa tertantang dengan tugas guru untuk mengurutkan atau memasangkan gambar. Aktivitas siswa berkelompok dan berdiskusi membuat siswa merasa senang. Siswa belajar menyusun percakapan sebagai aktivitas bermain sambil belajar yang menyenangkan.Aktivitas mengamati gambar dan mengurutkan gambar mengajak siswa untuk cermat dan berpikir logis. Adanya media gambar berseri tersebut tentunya dapat merangsang imajinasi siswa. Siswa lebih mudah menemukan ide dalam menyusun percakapan. Urutan gambar memudahkan siswa untuk menyusun percakapan dengan runtut. Keruntutan tersebut tentunya diimbangi dengan kelogisan berpikir siswa. Kelogisan berpikir tersebut tentunya dapat dilihat dari penulisan kalimat. Dalam belajar menyusun percakapan ini, perlu memperhatikan menulis 1214
kalimat dengan benar. Penulisan kalimat yang benar tentunya memperhatikan penulisan ejaan yang tepat. Penulisan ejaan yang benar ini merupakan kendala yang dihadapi siswa. Banyak siswa yang belum memahami penulisan ejaan yang benar, terutama penggunaan huruf kapital dan kata yang harus dirangkai dan dipisah. Ketika menulis Melonguane, masih banyak yang menggunakan huruf kecil pada awal kata. Selain itu menulis dipanggil masih banyak yang dipisah di panggil. Sedangkan penulisan di atas meja, seharusnya dipisah tetapi masih banyak yang menulis digabung diatas. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa menulis ejaan masih lemah. Peranan guru sangat penting untuk menjelaskan kembali penulisan ejaan yang benar. Hal itu perlu dilakukan agar siswa memahami penulisan ejaan yang benar. Apabila penulisan ejaan benar, maka dapat menulis kalimat dengan benar pula. Oleh karena itu, perlu pembimbingan dan pendampingan guru ketika siswa menulis kalimat dalam menyusun percakapan tersebut. Adanya pembimbingan tersebut, maka hasil siswa dapat memuaskan. Penyusunan percakapan berdasarkan gambar berseri yang dihasilkan oleh siswa kelas VI SD Inpres Melonguane sudah cukup bagus. Siswa sudah bisa menyusun percakapan dengan runtut. Namun, masih banyak kalimat yang belum tertata dengan baik. Selain itu, penulisan ejaan juga masih banyak yang belum tepat. Secara keseluruhan hasil karya siswa cukup memuaskan karena semua kelompok dapat menghasilkan teks percakapan. Demikian pula ketika proses pembelajaran, semua siswa aktif belajar. Siswa senang melihat adanya gambar yang dapat menarik perhatiannya. Siswa juga antusias untuk bekerjasama dengan temannya dalam menyusun percakapan. PENUTUP Model picture and picture dalam pembelajaran menyusun percakapan tentang bebagai topik dengan memperhatikan penggunaan ejaan dapat mengaktifkan siswa. Selain itu, guru dapat memaksimalkan kemampuan siswa dalam berpikir logis dan sistematis. Model Picture and Picture juga mampu mewujudkan pembelajaran menyusun percakapan menjadi lebih menarik, kreatif, dan efektif. Dengan demikian, model Picture and Picture dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam menyusun percakapan dengan penggunaan ejaan yang benar serta dapat menjadikan pembelajaran yang lebih menarik dan bermakna. DAFTAR RUJUKAN Afniafandi. Model Pembelajaran Picture and Picture. (Online). (http://afniafandi.wordprees.com/2013/05/27. Diakses tanggal 15 Oktober 2013. Muslich,M dan Suyono. 2010. Model-Model Pembelajaran Membaca dan Menulis. Malang: Penerbit A3. Santoso, A. dan Suwignyo, H. 2012. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia. Malang: kerjasama PT. Pertamina-UM.
PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN SEDERHANA BERDASARKAN GAMBAR SERI DI KELAS III SD 081 PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL Siti Aisah Lubis SDN 081 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Abstak: Dalam keterampilan berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang paling tinggi dan kompleks tingkatannya dari keterampilan berbahasa lainnya. Menulis karangan sederhana sangat sulit dikuasai oleh siswa kelas III SD. Hal ini terjadi di SD Negeri 081 Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal. Salah satu cara mengatasi persoalan tersebut
1215
dengan menggunakan media pembelajaran gambar seri. Media gambar berseri ini dapat memudahkan siswa dalam menulis karangan sederhana. Kata Kunci: gambar seri, karangan sederhana, pembelajaran menulis
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan dalam berbahasa. Keterampilan menulis tersebut perlu mendapat perhatian khusus dalam pembelajaran bahasa. Pada hakikatnya menulis merupakan kegiatan untuk menyampaikan ide atau gagasan. Menurut Suwignyo dan Santosa (2013:106), ‖Menulis adalah keterampilan berbahasa produksi tulis. Dalam menulis seorang penulis harus memahami kode-kode dalam bentuk tulisan‖. Kemampuan siswa untuk mengembangkan berbagai ide atau gagasan dapat dilakukan dengan keterampilan menulis. Roekhan (2013:65) menyebutkan ―Keterampilan menulis adalah sebuah keterampilan yang paling sulit bagi siswa. Hal tersebut dikatakan sulit karena memerlukan keterampilan yang kompleks‖. Ketika menulis tentunya dibutuhkan pemahaman tentang penulisan ejaan, tanda baca, dan kalimat efektif yang benar. Pembelajaran menulis karangan sederhana dipelajari di kelas III SD. Dalam pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media gambar seri. Gagasan yang ada pada gambar berseri dikembangkan secara logis sesuai dengan kronologi peristiwa agar dapat menghasilkan karangan yang baik. Guru menggunakan media gambar seri untuk membantu siswa mengembangkan gagasan dalam menulis karangan. Kualitas gagasan dalam cerita yang baik akan mempengaruhi kualitas gagasan yang dikembangkan oleh siswa. MEDIA GAMBAR SERI Pengertian media adalah alat atau bahan itu disiapkan secara khusus untuk kepentingan pembelajaran. Sedangkan pengertian gambar seri adalah sejumlah gambar yang merupakan satu rangkaian dan menggambarkan suatu cerita. Jadi media cerita gambar seri adalah cerita atau daya upaya dalam menyusun atau menulis karangan dangan menerjemahkan isi pesan visual (Roekhan, 2013:81). Berikut ini gambar seri yang digunakan dalam menulis karangan.
1216
Alasan pemilihan media gambar seri dalam pembelajaran menulis karangan sederhana karena dengan menggunakan media gambar dapat membantu siswa menemukan gagasan dalam menulis karangan. Dalam gambar seri tersebut memuat banyak ide atau gagasan yang dapat merangsang siswa menemukan pilihan kata dan memudahkan siswa untuk merangkai kata dalam menulis karangan sederhana. Penggunaan media gambar seri tentunya mempunyai keunggulan dan kelemahan. Asdam (2008), mengatakan bahwa keunggulan media gambar seri, antara lain (1) sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata, (2) gambarnya dapat membatasi batas ruang waktu, seperti halnya benda, objek atau pariwisata dapat dibawa ke kelas, dan tidak semua anak-anak dibawa ke objek/pariwisata tersebut, (3) media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita, (4) media gambar dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalah pahaman, (5) harganya murah dan digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus. Sedangkan kelemahan media gambar seri, antara lain (1) gambar hanya menekankan persepsi indera mata, (2) gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran, (3) ukurannya sangat terbatas untuk kompleks besar, dan (4) pada umumnya hanya dua dimensi yang tampak pada satu gambar, sedang dimensi yang lainnya tidak terlalu jelas. PENERAPAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN Kemampuan menulis karangan adalah suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Karangan sederhana adalah mengorganisasikan ide atau gagasan secara tertulis dalam bentuk karangan sederhana yang terdiri dari beberapa kalimat sederhana. Kemudian ciri-ciri dari media gambar seri adalah terdiri dari beberapa gambar. Dalam penyajiannya sebagai media, gambar-gambar tersebut dapat belum tersusun secara berurutan dan dapat diurutkan oleh peserta didik. Media gambar seri semacam ini dapat digunakan dalam pembelajaran menulis karangan sederhana. Karangan sederhana adalah mengorganisasikan ide atau gagasan secara tertulis dalam bentuk karangan sederhana yang terdiri dari beberapa kalimat. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran menulis karangan sederhana dengan menggunakan gambar seri dapat dilakukan sebagai berikut. (1) Siswa membentuk kelompok. (2) Setiap kelompok menerima sejumah potongan gambar dalam setiap amplop. (3) Secara kelompok merangkai / mengurutkan potongan gambar – gambar tersebut sehingga menjadi cerita yang logis. (4) Siswa mendiskusikan urutan kelompok kepada guru, kemudian menjelaskan alasan urutannya. (5) Secara berkelompok, siswa menyusun kerangka karangan berdasarkan gambar seri yang telah diurutkan. (6) Setelah selesai, kelompok lain mengoreksi kelompok lainnya. (7) Berdasarkan hasil urutannya guru menjelaskan materi keterampilan menulis sesuai dengan tujuan yang ingin di capai.
1217
(8) Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan. Dengan adanya model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat menulis karangan sederhana berdasarkan gambar seri. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media gambar seri untuk menulis karangan sederhana di kelas III SD 081 Panyabungan dilaksanakan dengan langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegitan akhir secara terencana. Langkahlangkah tersebut adalah sebagai berikut. Kegiatan Awal (10 menit) Pada kegiatan awal dilakukan membaca doa. Setelah itu, apersepsi dengan bertanya jawab pada siswa. Penyampaian tujuan pembelajaran dan memberi motivasi kepada siswa disampaikan oleh guru. Guru juga menjelaskan serangkaian kegiatan yang akan dilakukan dengan menggunakan gambar seri untuk menulis karangan sederhana. Peserta didik perlu apa yang akan diperlajari, dengan apa mempelajarinya,bagaimana mereka belajar, dan hasil belajar yang akan dicapai. Kegiatan Inti ( 50 menit) Pada kegiatan inti guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Setiap kelompok menerima sejumah potongan gambar dalam setiap amplop. Kemudian secara kelompok siswa mengurutkan potongan gambar-gambar tersebut sehingga menjadi cerita yang berurutan. Setelah itu siswa mendiskusikan urutan gambar seri dengan kelompoknya. Setelah itu, secara berkelompok siswa menyusun kerangka karangan berdasarkan gambar seri yang telah diurutkan. Guru memantau proses pembelajaran dengan berkeliling memantau setiap kelompok. Setelah setiap kelompok menulis karangan sederhana, maka ditukarkan dengan kelompok lain dan mengoreksinya. Guru membagikan format penilaian menulis karangan deskripsi untuk mengoreksi hasil kerja kelompok yang lain. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, guru memberikan penguatan materi keterampilan menulis. Kegiatan Akhir ( 10 menit) Pada kegiatan akhir siswa dan guru melakukan refleksi, yaitu mengevaluasi materi yang belum dikuasai. Setelah itu, siswa dan guru menyimpulkan materi pembelajaran. Akhir pembelajaran, siswa diberi tugas secara individu menulis karangan sederhana. sesuai dengan gambar seri yang diberikan oleh guru. PEMBAHASAN Pembelajaran menulis karangan sederhana dipelajari di kelas III SD. Ketika mengajar menulis karangan sederhana di SD 081 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, guru model menggunakan media gambar seri. Gambar Seri dapat membantu mengembangkan gagasan siswa dalam menulis karangan sederhana. Dengan menggunakan gambar seri tersebut, siswa tidak mengalami kesulitan dalam menulis karangan. Gagasan yang dikembangkan dalam karangan dapat dengan runtut, logis, dan jelas sesuai dengan urutan gambar. Pada kegiatan pembelajaran guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Pembentukan kelompok tersebut dimaksudkan agar siswa dapat bekerjasama dan berinteraksi dengan siswa yang lain. Setiap kelompok menerima sejumah potongan gambar dalam setiap amplop. Kemudian secara kelompok siswa mengurutkan potongan gambar-gambar tersebut sehingga menjadi cerita yang berurutan. Ketika mengurutkan potongan gambar tersebut, semua anggota kelompok antusias untuk bekerjasama. Semua siswa aktif dalam kegiatan tersebut. Mereka juga mediskusikan keruntutan urutan gambar yang disusun. Setelah itu, mereka menulis karangan deskripsi berdasarkan gambar yang telah disusun. Mereka tidak mengalami kesulitan untuk menemukan kata-kata berdasarkan gambar untuk dikembangkan menjadi rangkaian kata yang membentuk kalimat. Dalam hal ini, siswa bisa menyusun sebuah karangan melalui latihan mengurutkan gambar, menceriterakan, dan menuliskannya menjadi karangan sederhana. Hal itu terbukti, setiap kelompok dapat menyelesaikan karangannya dengan cepat. Setelah itu, setiap kelompok menukarkan hasil pekerjaannya dengan kelompok lain. Ketika diberi tugas untuk mengoreksi pekerjaan kelompok lain, semua siswa setiap kelompok dapat bekerjasama dengan baik. Penggunaan media gambar seri dalam menulis karangan sederhana dapat membuat siswa lebih aktif, belajar mengurutkan gambar sesuai dengan urutannya agar membentuk 1218
keruntutan cerita. Keruntutan cerita yang disusun tentunya melatih siswa untuk berpikir logis. Apabila mereka sudah dapat menyusun gambar seri dengan runtut, maka memudahkan siswa dalam menulis karangan deskripsi. Keberhasilan yang dilakukan oleh guru model dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan menggunakan media gambar seri ini terbukti siswa tidak mengalami kesulitan untuk menulis karangan deskripsi. Selain itu, hasil karangan deskripsi yang ditulis oleh kelompok mendapat nilai di atas 75. Karangan yang dihasilkan setiap kelompok sudah memperhatikan keruntutan cerita. Namun, masih lemah dalam penulisan ejaan dan kalimat yang benar atau sesuai dengan kaidah tata bahasa. PENUTUP Pembelajaran menulis karangan sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan media gambar seri. Gambar Seri dapat membantu mengembangkan gagasan siswa dalam menulis karangan sederhana. Gambar seri dapat membantu siswa untuk menulis karangan deskripsi dengan runtut, logis, dan jelas. Selain itu, siswa bisa latihan mengurutkan gambar, menceriterakan, dan menuliskannya menjadi karangan sederhana. Keberhasilan dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan menggunakan media gambar seri dapat dilihat dari kemudahan siswa dalam menulis karangan deskripsi. Selain itu, siswa sudah memperhatikan keruntutan cerita dalam menulis karangan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. DAFTAR RUJUKAN Asdam, Muhammad. 2008. Efektifitas Penggunaan Media Gambar Seri dalam Penulisan Karangan pada Siswa Sekolah Dasar. Online. www.bpgupg.go.id. Diakses, 5 November 2013. Roekhan 2013. Media pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang : kerjasama PT Pertamina – UM. Suwignyo, H dan Santoso, A. 2013. Pendalaman materi Bahasa Indonesia. Malang: kerjasama PT Pertamina-UM.
PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKITAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR Said Lamusa
[email protected] SD Negeri Talawaan Bajo,Kabupaten Minahasa Utara Abstrak: Menulis adalah salah satu kemampuan berbahasa yang penting untuk dimiliki siswa, terutama siswa sekolah dasar. Tercapainya tujuan pembelajaran menulis permulaan pada siswa kelas II sekolah dasar memerlukan perhatian penuh dari guru. Selain itu, pemanfaatan media belajar yang tepat. Salah satu upaya menerapkan pembelajaran menulis untuk mendeskripsikan tumbuhan atau binatang secara sederhana dengan bahasa tulis adalah dengan cara memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar. Kata Kunci: pembelajaran, menulis deskripsi, lingkungan sekitar
Pembelajaran menulis deskripsi tumbuhan diajarkan di kelas II. Hal itu sesuai dengan Kurikulum KTSP 2006 dengan Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Tumbuhan atau Binatang di Sekitar Secara Sederhana dengan Bahasa Tulis. Dalam pembelajaran tersebut guru memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah. Lingkungan sekitar sekolah digunakan dalam pembelajaran menulis deskripsi ini karena beberapa alasan. Alasan tersebut, antara lain: lingkungan sekitar sekolah sangat dekat dengan anak, banyak jenis tumbuhan yang dapat 1219
dijadikan sebagai media pembelajaran, lebih bersifat konkrit, praktis, dan efisien dalam menunjang proses pembelajaran yang efektif. Pemanfaatan lingkungan sekitar lebih efektif digunakan dalam pembelajaran mendeskripsikan tumbuhan atau binatang di sekitar secara sederhana dengan bahasa tulis. Selain itu, dapat memotivasi siswa belajar karena mengetahui secara konkrit. Siswa dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitasnya dalam pembelajaran. Mereka lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran,tidak mudah jenuh, dan merasa senang ketika belajar. Hal inilah yang sangat diperlukan guru ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sebelum guru memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, guru monoton dalam mengajar. Guru terlalu banyak berceramah, kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan atau mengemukakan pendapat dan ide-idenya. Selain itu, siswa hanya mengerjakan latihan soal dalam LKS. Hal itu tentunya dirasa siswa kurang menarik dan bosan. Guru juga pernah menggunakan media gambar tumbuhan, tetapi siswa kurang tertarik karena gambarnya tidak jelas dan jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, agar pembelajaran mendeskripsikan tumbuhan lebih kontekstual, maka guru memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah. Pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah dalam pembelajaran menulis deskripsi tumbuhan atau binatang secara sederhana dengan bahasa tulis juga dilaksanakan di SD Negeri Talawaan Bajo Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Penulis sebagai guru model memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar. Lingkungan di SD Negeri Talawaan Bajo ini terdapat banyak jenis tumbuhan yang dapat dijadikan objek pengamatan siswa kelas II untuk untuk mendeskripsikannya. Siswa mendeskripsikan secara sederhana dalam bentuk kata. Hal ini menarik bagi siswa karena selama ini mereka mengikuti pembelajaran mendeskripsikan tumbuhan atau binatang secara sederhana dengan bahasa tulis hanya dengan mendengarkan ceramah guru dan melihat media gambar saja. Dengan cara pengamatan langsung pada objek konkrit diharapkan siswa lebih mudah mendeskripsikan tumbuhan secara sederhana dengan bahasa tulis. MENULIS DESKRIPSI Menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa. Menulis perlu mendapatkan perhatian penuh dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya di sekolah dasar. Menulis merupakan sebuah keterampilan yang memerlukan sejumlah keterampilan dasar sebagai prasyaratnya, seperti keterampilan menemukan dan mengolah gagasan, menuangkan gagasan, dan menggunakan ejaan dalam bahasa tulis. Menulis juga merupakan suatu kegiatan yang sifatnya berkelanjutan sehingga pembelajarannya dilakukan sejak awal di sekolah dasar. Kemampuan menulis di sekolah dasar merupakan dasar menulis di jenjang sekolah selanjutnya. Menulis merupakan salah satu aspek yang mempunyai peranan penting. Dengan menulis seseorang dapat berkomunikasi tidak secara langsung, yang hanya melalui simbolsimbol grafik yaitu tulisan. Menurut Suwignyo dan Santoso (2013:106), menulis adalah keterampilan berbahasa produktif tulis. Dalam menulis seorang penulis harus memahami kodekode dalam bentuk tulisan. Jika ingin berhasil memproduksi tulisannya, seorang penulis harus memahami konvensi-konvensi dalam ejaan, kata frasa, kalimat, paragraf, dan teks/wacana. Dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi, siswa juga diharapkan menghasilkan produksi tulisan. Menurut Semi (1990:32), deskripsi adalah suatu tulisan atau karangan yang bertalian dengan usaha menulis untuk memberikan rincian-rincian mengenai suatu objek yang sedang dibicarakan. Sejalam dengan itu, Marahimin (1994:33), mengatakan deskripsi merupakan pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata suatu benda, tempat, suasana atau keadaan.(http//wrplit.blogspot.com). Berdasarkan dua pendapat ahli di atas menunjukkan bahwa menulis deskripsi adalah memaparkan suatu objek atau keadaan. Menulis deskripsi yang dipelajari di kelas II sekolah dasar adalah menulis untuk mendeskripsikan tumbuhan atau binatang secara sederhana dengan bahasa tulis. Dalam pembelajaran ini diharapkan siswa mampu mengungkapkan ciri- ciri benda yang dideskripsikan dalam bentuk tulisan. Dalam pembelajaran ini masih banyak siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini terlihat ketika guru model meminta siswa untuk menulis nama dan bagian-bagian tumbuhan.Siswa lambat merespon tugas yang diberikan guru.Siswa belum mampu mendeskripsikan tumbuhan secara sederhana dengan bahasa tulis. Faktor penyebabnya metode guru yang masih bersifat konvensional dan penggunaan media belajar yang tidak tepat. Untuk 1220
mengatasi kesulitan siswa tersebut, maka pada pembelajaran ini guru model memanfaatkan lingkungan alam sekitar sekolah sebagai sumber belajar. PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKITAR SEBAGAI SUMBER BELAJAR MENULIS DESKRIPSI Pembelajaran dengan cara memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar bukanlah hal yang baru. Cara ini sangat sederhana dan praktis karena tidak memerlukan biaya. Selain itu, sangat efektif dalam mengembangkan kreativitas siswa dalam mendeskripsikan tumbuhan. Adapun keunggulan pemanfaatan lingkungan ini adalah dapat memotivasi dan membangkitkan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan kelemahannya adalah jika jumlah siswa dalam satu kelas terlalu banyak, maka guru dituntut untuk memberikan perhatian ekstra demi keamanan siswa selama proses pembelajaran.Kelemahan lainnya adalah memerlukan waktu yang agak lama. Penerapan strategi ini juga sangat sederhana dan relatif mudah. Dalam kegiatan ini siswa diajak untuk mengamati objek sesuai dengan materi ajar. Walaupun demikian sebagai guru juga perlu memperhatikan jumlah siswa dan keamanan lingkungan selama proses pembelajaran berlangsung.
Gambar 1 Contoh lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar Gambar di atas merupakan tanaman tumbuhan yang ada di sekitar lingkungan sekolah. Tanaman tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar tersebut dimanfaatkan siswa kelas II SD untuk belajar mendeskripsikan tumbuhan dan ciri-cirinya. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam pembelajaran mendeskripsikan tumbuhan atau binatang secara sederhana dengan bahasa tulis meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Kegiatan Awal Pada kegiatan awal dimulai dengan berdoa bersama, kemudian guru mengecek kehadiran siswa. Setelah itu dilaksanakan apersepsi berupa tanya jawab dengan siswa. Pada kegiatan apersepsi, guru bertanya terkait dengan materi yang akan diajarkan. Untuk membangkitkan semangat belajar, siswa diajak bernyanyi bersama. Lagu yang dipilih ada kaitannya dengan materi ajar. Dalam hal ini lagu Lihat Kebunku, karena lagu ini sesuai dengan materi pembelajaran yang akan dilaksanakan. Materi pembelajaran yang akan dilaksanakan adalah mendeskripsikan tumbuhan. Guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi belajar kepada siswa.
1221
Gambar 2 Apersepsi pada kegiatan awal Guru membawa tumbuhan yang digunakan untuk bertanya jawab dengan siswa pada kegiatan apersepsi. Siswa merespon pertanyaan guru dengan baik dan menjawabnya dengan benar. Tumbuhan yang dibawa oleh guru tersebut memudahkan siswa untuk menjawab pertanyaan tentang ciri-ciri tumbuhan. Adanya apersepsi tersebut untuk mengarahkan siswa pada materi yang akan dipelajari. Kegiatan Inti Kegiatan inti dalam pembelajaran ini mencakup tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pada tahap eksplorasi para siswa mendengarkan penjelasan singkat tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dan tujuan yang harus dicapai dalam kegiatan tersebut. Siswa kemudian diajak keluar ruang kelas atau ke halaman sekolah untuk melakukan pengamatan berbagai jenis tumbuhan. Masing-masing siswa mencatat bagian-bagian tumbuhan dan bentuk, serta warna tumbuhan tersebut. Pada tahap ini siswa sudah mulai belajar untuk mendeskripsikan tumbuhan. Setelah itu, siswa membuat ringkasan dari hasil pengamatannya sebagai bagian dari kegiatan elaborasi. Selanjutnya siswa diajak kembali ke dalam kelas untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran. Pada tahapan konfirmasi guru menunjuk beberapa siswa secara bergiliran untuk melaporkan ringkasan hasil pengamatannya di depan kelas. Selanjutnya guru mempersiapkan satu jenis tumbuhan lain yang belum dilihat siswa, membagi LKS berupa lembar isian singkat sebagai evaluasi individual.
Gambar 3 Rangkaian kegiatan inti 1222
Gambar di atas menunjukkan rangkaian kegiatan inti yang meliputi eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pada kegiatan eksplorasi tampak siswa sedang mengamati tumbuhan, kegiatan elaborasi dapat dilihat siswa sedang menulis deskripsi tumbuhan dan ciri-ciri tumbuhan yang diamati, dan kegiatan konfirmasi ada siswa yang sedang mempresentasikan hasil kerjanya. Kegiatan Akhir Pada kegiatan akhir, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran untuk mengetahui apa yang belum dipahami siswa tentang materi yang telah dipelajari. Siswa dibimbing guru menyimpulkan materi deskripsi tumbuhan. Guru memberikan apresiasi terhadap kinerja siswa. Selain itu, guru juga memotivasi siswa kaitannya dengan materi pembelajaran tentang tumbuhan dan karakter siswa yang diharapkan. PEMBAHASAN Materi menulis untuk mendeskripsikan tumbuhan atau binatang secara sederhana dengan bahasa tulis diajarkan pada siswa kelas II sekolah dasar. Dalam pembelajaran ini diharapkan siswa mampu mengungkapkan ciri- ciri benda yang dideskripsikan dalam bentuk tulisan. Siswa kelas II SD Negeri Talawaan Bajo Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara mengalami kesulitan untuk mendeskripsikan tumbuhan dan mengungkapkan ciri-cirinya. Namun, setelah dimanfaatkan lingkungan sekitar untuk belajar materi tersebut, siswa tidak merasa kesulitan lagi dalam mendeskripsikan tumbuhan. Pada awal pembelajaran siswa kelihatan semangat ketika diajak menyanyi lihat kebunku. Semua siswa aktif ikut menyanyi. Mereka juga aktif ketika tanya jawab tentang tumbuhan yang dibawa oleh guru. Dengan adanya media tumbuhan yang konkrit tersebut, maka dapat memudahkan siswa untuk mendeskripsikan tumbuhan. Untuk mengaktifkan siswa dan memudahkan siswa mendeskripsikan tumbuhan, siswa diajak keluar ruangan di sekitar sekolah untuk mengamati tumbuhan yang ada. Siswa mengamati tumbuhan yang ada di sekitar sekolah, kemudian menulis deskripsi tumbuhan tersebut. Selain itu, siswa juga menulis ciri-ciri yang ada pada tumbuhan yang diamatinya. Ketika kegiatan tersebut, semua siswa aktif untuk mengamati dan menulis deskripsi tumbuhan. Siswa merasa senang diajak keluar kelas dan antusias melakukan pengamatan tumbuhan di lingkungan sekitar sekolah. Dalam kegiatan tersebut, tentunya guru tetap mendampingi agar siswa yang merasa kesulitan dapat lekas mendapat bimbingan dan arahan. Hasil menulis deskripsi tumbuhan yang dilakukan siswa kelas II SD Negeri Talawaan Bajo Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara cukup baik. Mereka dapat mendeskripsikan tumbuhan yang diamati dengan lengkap, serta menyebutkan ciri-cirinya dengan tepat. Pemanfaatan lingkungan sekitar sangat efektif dan memudahkan siswa untuk menulis deskripsi tumbuhan dan menyebutkan ciri-cirinya. Selain itu, pembelajaran tersebut juga bermakna karena dekat dengan lingkungan siswa sehingga siswa mudah untuk memahaminya. Hal itu berdampak pada tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. PENUTUP Pembelajaran mendeskripsikan tumbuhan atau binatang secara sederhana dengan bahasa tulis dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah. Dengan pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar berdampak sangat positif. Dengan media konkrit yang ada pada lingkungan sekitar sekolah sangat memotivasi siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran. Proses dan hasil pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. DAFTAR RUJUKAN Marahimin. 1994. Menulius Deskripsi. (Online). http//wrpilt.blogspot.com/2010/08/html. Diakses, tanggal 4 November 2013. Semi.1990. Menulis Deskripsi. (Online). http//wrpilt.blogspot.com/2010/08/html. Diakses, tanggal 4 November 2013. Suwignyo dan Santoso.2013. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia.Malang. PT. Pertamina (Persero)–UM. 1223
MODEL JIGSSAW DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK MENGIDENTIFIKASI UNSUR- UNSUR CERITA Meridawati Matondang SDN Nomor 200501 Sialambue Kecamatan Padangsibimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Abstrak: Dalam pembelajaran menyimak cerita materi mengidentifikasi unsur tokoh, watak, latar, tema dan amanat cerita di SDN 200501 kelas V semester 1 di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara digunakan model Jigsaw. Pada kegiatan pembelajaran tersebut juga digunakan media DVD cerita Sampuraga yang ditayangkan dengan LCD. Model Jigsaw dan penggunaan media tersebut dalam pembelajaran menyimak ini dapat mengaktifkan siswa, interaksi siswa dengan siswa, interaksi siswa dengan guru dan interaksi siswa dengan media. Pada pembelajaran tersebut, siswa berhasil menguasai simakannya. Hal ini terbukti dengan penilaian hasil kerja siswa mencapai nilai di atas 75 atau mencapai 85% dari 28 siswa.\ Kata kunci: model jigsaw,identifikasi unsur-unsur cerita
Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan pembelajaran yang penting. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia ini ada empat keterampilan yang dipelajari, yaitu menyimak/mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Apabila empat keterampilan ini telah dipahami, maka siswa mudah untuk memahami pelajaran yang lain. Salah satu keterampilan bahasa yang dipelajari di kelas V adalah menyimak. Keterampilan menyimak ini diajarkan untuk mengukur kemampuan siswa memahami cerita yang disampaikan secara lisan . Menurut Tarigan (dalam Santosa dan Suwignyo, 2011:2) ―Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam aspek menyimak/ mendengarkan adalah suatu proses kegiatan memahami menangkap lambang- lambag lisan dengan penuh perhatian, pemahaman apresiasi,serta interpretasi, untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Hal ini ditegaskan bahwa dalam pembelajaran menyimak menekankan kemampuan siswa memahami ujaran bahasa lisan. Salah satu keterampilan menyimak di kelas V semester I adalah Kompetensi Dasar Unsur Cerita tentang Cerita Rakyat yang Didengarnya. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek menyimak tersebut guru sebaiknya lebih hati- hati dalam memilih model pembelajaran. Model pembelajaran yang dipilih hendaknya tepat agar siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Pembelajaran menyimak mengutamakan alat pendengaran untuk memahami bahasa yang disampaikan secara lisan. Guru seharusnya merancang skenario pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan materi yang diajarkan mudah dipahami siswa. Oleh karena itu, dipilih model pembelajaran yang tepat untuk mengajar materi tertentu. Menurut Andayani dan Pratiwi (2012:21) ―Dalam pembelajaran,model diartikan sebagai cara untuk mencapai tujuan pembelajaran‖. Salah satu model yang dipilih guru dalam pembelajaran menyimak adalah model Jigsaw. Model Jigsaw digunakan guru model ketika mengajar menyimak cerita rakyat dengan mengidentifikasi unsur-unsur cerita. Unsur-unsur cerita yang diidentifikasi, antara lain tokoh, watak tokoh, latar, tema dan amanat.Guru model menggunakan model Jigsaw dalam pembelajaran menyimak cerita di kelas V ketika ongoing diseminasi 1 di SD Negeri 200501 Salambue, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara. Pada saat pembelajaran berlangsung siswa sangat antusias dan termotivasi belajar. MODEL JIGSAW Model Jigsaw merupakan salah satu strategi kooperatif dalam pembelajajaran. Menurat Zahroh dan Sulistyorini (2010:38), ―Strategi kooperatif memang dirancang untuk memberdayakan semua peserta didik. Pemberdayaan dilakukan melalui pengelolaan kelas yang berbeda dengan kelas konvensional. Kelas dibagi atas kelompok-kelompok dan dirancang 1224
dengan maksud membuat peserta didik berani berinteraksi, dapat bekerjasama, berinisiatif, dan memperoleh beragam data‖. Model Jigsaw digunakan dalam pembelajaran menyimak agar siswa dapat lebih aktif dan dapat bekerjasama dengan siswa yang lain. Model Jigsaw ini diawali dengan pembentukan kelompok. Setiap anggota kelompok berperan sebagai ahli. Perwakilan ahli membentuk kelompok baru, perwakilan ahli dari masingmasing kelompok berkumpul sesuai dengan keahliannya. Mereka berdiskusi untuk membahas tugas yang diberikan sesuai dengan keahliannya. Setelah itu, mereka kembali ke kelompok asal masing-masing untuk menyampaikan hasil diskusinya kepada teman-teman anggota kelompok asal secara bergantian. Setelah itu, setiap kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusinya. PENERAPAN MODEL JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK MENGIDENTIFIKASI UNSUR- UNSUR CERITA Model Jigsaw digunakan dalam pembelajaran menyimak untuk mengidentifikasi unsurunsur cerita. Menurut Andajani dan Pratiwi (2013:57), langkah-langkah model Jigsaw dalam mengidentifikasi unsur-unsur cerita adalah sebagai berikut. 1) Siswa membentuk 4 kelompok asal. Setiap siswa dalam kelompok tersebut menerima tugas bagian materi yang berbeda-beda (tokoh, watak, latar, serta tema atau amanat). 2) Setelah mendengarkan pembacaan cerita oleh guru, secara berkelompok siswa menentukan pokok-pokok isi cerita sesuai dengan tahap-tahap alur. 3) Setiap siswa dalam kelompok asal mengidentifikasi tokoh, tema, latar, serta tema atau amanat yang terdapat dalam cerita sesuai dengan tugasnya masing-masing. 4) Masing-masing siswa dengan tugas yang sama membentuk kelompok ahli, sehingga terbentuk empat kelompok baru (yaitu kelompok ahli tokoh, kelompok ahli watak, kelompok ahli latar, kelompok ahli tema atau amanat), kemudian bersama-sama mengidentifikasi lebih lanjut tokoh/ watak/ latar/ tema atau amanat berdasarkan ‗keahliannya‘. 5) Setelah setiap siswa merasa yakin dengan pemahaman terhadap hasil diskusi dalam kelompok ahli, mereka kembali ke kelompok asal, untuk kemudian menyampaikan hasil diskusinya (desiminasi) kepada teman-teman anggota kelompok asal secara bergantian. 6) Setelah yakin bahwa teman-teman dari kelompok asal telah benar-benar paham, setiap siswa kembali ke kelompok ahli, untuk kemudian mempresentasikan hasil diskusi mereka di kelas. 7) Berdasarkan hasil presentasi kelompok ahli tersebut, selanjutnya guru memberi evaluasi dan penegasan terkait keterampilan mendengarkan yang diajarkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 8) Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan oleh guru model, meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Hal itu akan diuraikan sebagai berikut. Kegiatan Awal Guru membuka pembelajara dengan salam, setelah itu mengajak siswa berdoa sesuai kepercayaan masing-masing. Apersepsi dilakukan guru dengan mengajukan beberapa pertanyaan tentang cerita yang pernah didengar, guru pun mencontohkan cerita legenda yang ada di daerahnya. Tujuan pembelajaran yang akan dipelajari pada materi mengidentifikasi unsur cerita disampaikan oleh guru dengan memberikan motivasi kepada siswa berkaitan dengan materi yang akan disampaikan. Kegiatan Inti 1. Siswa membentuk kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 4 orang. Setiap anggota kelompok diberi nomor untuk membedakan tugasnya. Setiap siswa dalam kelompok tersebut menerima tugas bagian materi yang berbeda-beda (tokoh, watak, latar, tema dan amanat). 2. Setelah menyimak tayangan cerita Sampuraga. Setiap kelompok dibagikan LKS yang berbeda sesuai dengan tugasnya masing-masing. Setiap siswa dalam kelompok asal mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema, dan amanat yang terdapat dalam cerita Sampuraga sesuai dengan tugasnya masing-masing. 3. Masing-masing siswa dengan tugas yang sama membentuk kelompok ahli, sehingga terbentuk empat kelompok baru (yaitu kelompok ahli tokoh, kelompok ahli watak, 1225
4.
5. 6. 7.
kelompok ahli latar, kelompok ahli tema atau amanat). Setiap kelompok baru tersebut berdiskusi berdasarkan keahliannya. Ada kelompok yang berdiskusi untuk mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat. Setelah kelompok ahli selesai berdiskusi, mereka kembali ke kelompok asal. Ketika mereka kembali ke kelompok asal, mereka sambil bernyanyi. Cari-cari kelompokmu Jangan sampai habis waktu Cari ilmu sampai tahu Jangan sampai kamu dungu Setelah berkumpul dengan kelompok asal, mereka menyampaikan hasil diskusinya kepada teman-teman anggota kelompok asal secara bergantian. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di kelas. Kelompok lain memberi tanggapan. Hasil presentasi kelompok tersebut diberi komentar dan evaluasi dari guru.
Kegiatan Akhir 1. Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan unsur-unsur cerita, yang meliputi tokoh, watak, latar, tema dan amanat. 2. Siswa siswa diberi tugas untuk mencari buku cerita di perpustakaan sekolah dan mengidentifikasi unsur-unsur ceritanya. PEMBAHASAN Pembelajaran menyimak cerita di kelas V dilaksanakan ketika ongoing diseminasi 1 di SD Negeri 200501 Salambue, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara. Dalam pembelajaran menyimak cerita untuk mengidentifikasi unsur-unsur cerita rakyat yang didengarnya tersebut digunakan model Jigsaw. Siswa antusias mengikuti pelajaran selama kegiatan pembelajaran tersebut mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, sampai kegiatan akhir. Pada kegiatan awal siswa antusias menjawab setiap pertanyaan yang diberikan guru tentang cerita yang pernah didengar. Guru pun mencontohkan cerita legenda yang ada di daerahnya. Setelah guru mengadakan apersepsi dan memberikan motivasi, siswa pun ingin tahu apa isi cerita yang akan ditayangkan guru. Pada kegiatan inti, guru model menayangkan DVD cerita Sampuraga. Semua siswa memperhatikan sambil mencatat yang mereka anggap penting. Selesai tayangan semua kelompok menyelesaikan tugasnya sampai selesai waktu yang ditentukan. Penerapan model Jigsaw dalam kegiatan ini, semua siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Semua siswa aktif dan berinteraksi dengan siswa yang lain dengan baik. Ketika mempresentasikan hasil pekerjaannya, hampir semua jawaban siswa benar. Hasil kerjasama antar siswa sesuai dengan kelompok ahli ini dapat menunjukkan hasil yang baik. Pada kegiatan akhir pembelajaran siswa bersama guru melakukan refleksi. Pada kegiatan refleksi ini pengetahuan siswa tentang mengidentifikasi unsur-unsur cerita sudah ada. Hal ini terbukti ketika guru mengajak siswa untuk menyimpulkan isi cerita tersebut, siswa sudah bisa menyimpulkan dengan baik. Selain itu, semua siswa merasa senang ketika siswa diberi tugas untuk mencari buku cerita di perpustakaan sekolah dan mengidentifikasi unsur-unsur ceritanya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan teman sejawat, model yang digunakan guru model sudah tepat. Model ini membantu siswa untuk memahami unsur-unsur instrinsik cerita. Keberhasilan pembelajaran materi mengidentifikasi unsur-unsur cerita yang didengarnya ini dapat dibuktikan dari hasil penilaian kerja siswa. Penilaian yang dilakukan terhadap pekerjaan siswa sudah menunjukkan nilai yang baik, rata-rata di atas 75. Hasilnya 85% sudah di atas KKM. Meskipun demikian, siswa perlu dilatih terus menerus dalam menyampaikan jawaban dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pemakaian model Jigsaw dengan bantuan media DVD yang ditayangkan dengan LCD, dapat memberikan semangat dan motivasi siswa untuk menyampaikan kembali isi cerita yang didengarnya dengan baik. Fakta tersebut menunjukkan daya simak siswa terhadap mareri pembelajaran yang disampaikan guru dengan model Jigsaw sudah tepat. Selain itu, ada interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan media sehingga nilai siswa mencapai di atas KKM. 1226
PENUTUP Dalam pembelajaran menyimak dapat digunakan strategi kooperatif. Salah satu strategi kooperatif yang digunakan adalah model Jigsaw. Pemilihan model Jigsaw untuk diterapkan pada pembelajaran dengan materi mengidentifikasi unsur cerita tentang cerita rakyat yang didengarnya sangat tepat. Selain itu, media juga berperan penting dalam pembelajaran agar siswa lebih termotivasi. Keberhasilan dalam mengidentifikasi unsur cerita tentang cerita rakyat yang didengarnya dengan model Jigsaw dibuktikan dengan penilaian kerja siswa. Penilaian yang dilakukan terhadap pekerjaan siswa sudah menunjukkan nilai di atas 75. Hasilnya 85% sudah di atas KKM. DAFTAR RUJUKAN Andayani,K dan Pratiwi,Y. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kreatif dan inovatif. Malang: kerjasama PT. Pertamina-UM. Suwignyo,H dan Santoso,A. 2011. Pendalaman Materi Bahasa Idonesia. Malang: kerjasama PT. Pertamina-UM. Zahroh, A. dan Sulistyorini, D. 2010. Strategi Kooperatif dalam Pembelajaran Menyimak dan Berbicara. Malang: YA3.
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN METODE BERMAIN DRAMA DAN IMPROVISASI KELAS V SDN DOLOPO 01 KECAMATAN DOLOPO KABUPATEN MADIUN Tutik Darmawati SDN Dolopo 01, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun Abstrak: Pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya aspek berbicara, belum diterapkan secara bermakna pada siswa kelas V SD Negeri Dolopo 01 Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun. Hal tersebut menyebabkan kemampuan berbicara para siswa di sekolah tersebut masih sangat rendah. Untuk itu, perlu dicarikan solusi agar kemampuan siswa dalam berbicara dapat meningkat dan pembelajaran Bahasa Indonesia aspek berbicara pun dapat berjalan dengan baik. Solusi yang dipilih adalah penggunaan metode bermain drama dan improvisasi. Penelitian ini untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa kelas V SD Negeri Dolopo 01 dalam hal berbicara. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode bermain drama dan improvisasi, kemampuan berbicara siswa di sekolah tersebut dapat meningkat. Kata kunci: peningkatan, ketrampilan berbicara, metode bermain drama, improvisasi
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam pergaulan atau berhubungan dengan orang lain. Dengan bahasa, orang akan mengenal pribadi, budaya, dan adat istiadat seseorang. Dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa ―pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan bagi peranannya di masa mendatang.‖ Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa, (Degeng, 1989). Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, yang harus dilakukan seorang guru adalah menganalisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, menganalisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan metode untuk menyampaikan pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih metode pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan memilih metode pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat tercapai. Belajar bahasa pada 1227
hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa Indonesia diarahkan ke dalam empat aspek, yaitu aspek menyimak/mendengarkan, aspek berbicara, aspek membaca, dan aspek menulis. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran. Sanjaya (2006) menyatakan, dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat dimaknai bahwa pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses belajar dan tidak semata-mata berusaha mencapai hasil belajar. Dengan menguasai penggunaan berbagai aspek bahasa dan bentuk-bentuk bahasa, siswa diharapkan mampu berkomunikasi atau menjadi pemakai bahasa yang baik dan benar. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang lebih kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif dengan menggunakan pilihan kata yang tepat, jelas, runtut, sopan dan mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis. Penelitian Nurjaya dkk. (1996) menunjukkan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar, guru lebih banyak mengarahkan siswa pada penggunaan fungsi bahasa. Fungsi-fungsi bahasa yang lain kurang dikembangkan. Hal ini, akan menghambat kemampuan siswa dalam berkomunikasi, terutama untuk komunikasi interaktif. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di kelas V Sekolah Dasar Negeri Dolopo 01 ditunjukkan bahwa dalam matapelajaran Bahasa Indonesia, dari 34 siswa hanya 13 siswa yang lancar berbahasa Indonesia, sedangkan siswa yang lain kurang optimal dalam mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan dan tertulis. Untuk itu, peneliti menggunakan metode pembelajaran dengan bermain drama dan berimprovisasi. Faktor penyebab rendahnya siswa dalam menguasai aspek berbicara antara lain (1) kurangnya wawasan guru dalam mengembangkan model pembelajaran sehingga pembelajaran monoton dan membosankan; (2) kurangnya kreativitas siswa dalam meningkatkan pembelajaran disebabkan banyak siswa yang membacanya belum lancar; (3) pembelajaran bermain drama memerlukan waktu yang lebih karena tidak bisa langsung bermain karena perlu penjelasan cara-cara bermain drama yang benar; (4) peserta didik yang kurang menguasai bahasa akan merasa rendah diri untuk tampil di depan teman-temannya; (5) terbatasnya pemahaman guru bahasa dan sastra Indonesia dalam bermain drama. Masalah-masalah itu perlu dicarikan solusi dengan menggunakan metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang lebih aktif, kreatif, demokratis, bermakna, dan menyenangkan dengan cara kolaboratif dan konstruktif. Nurhatim (2009) mengatakan bahwa penggunaan suatu metode memiliki arti penting sebagai variasi pembelajaran dengan tujuan siswa dapat mengikuti aktivitas pembelajaran di kelas yang menyenangkan dan tidak membosankan. Untuk itu, guru perlu mengubah metode mengajar konvensional dengan penerapan metode bermain drama. Pemilihan metode bermain drama dan improvisasi dirasa lebih efektif dan efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Semua siswa pun dengan leluasa dapat mengungkapkan gagasannya. Siswa dapat menghilangkan perasaan takut dan malu karena mereka dapat tampil dan bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Sedangkan dikatakan efisien karena proses belajar di sekolah dasar lebih banyak dilakukan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Permainan adalah hal yang menarik untuk anak-anak usia sekolah dasar. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Artinya, suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran, atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicara dapat dipahami orang lain. Berbicara berarti mengemukakan ide atau pesan lisan secara aktif melalui lambanglambang bunyi agar terjadi kegiatan komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Memang setiap orang dikodratkan untuk bisa berbicara atau berkomunikasi secara lisan dengan orang lain
1228
dengan memperhatikan kaidah bahasa Indonesia seperti pilihan kata (diksi), keruntutan berbahasa, dan pengggunaan bahasa yang santun. Seperti yang diungkapkan Galda (dalam Supriyadi, 2005:178) keterampilan berbicara di sekolah dasar merupakan inti dari proses pembelajaran bahasa di sekolah karena dengan pembelajaran berbicara, siswa dapat berkomunikasi di dalam maupun di luar kelas sesuai dengan perkembangan jiwanya. Pendapat tersebut juga didukung oleh Farris (dalam Supriyadi, 2005:179) yang menyatakan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting diajarkan karena dengan keterampilan itu seorang siswa akan mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir tersebut akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsep, dan menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan. METODE Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu serangkaian penelitian tindakan yang dilakukan melalui dua siklus dan setiap siklus terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observing), dan refleksi (reflection). Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Dolopo 01 Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, dengan jumlah 34 siswa terdiri atas 13 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Alasan peneliti melakukan penelitian di kelas V karena peneliti sebagai wali kelas dan mengetahui permasalahan yang dialami oleh siswa yaitu rendahnya daya serap siswa terhadap matapelajaran Bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini ingin meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dan meningkatkan kemampuan prestasi belajar siswa sehingga dapat mencapai nilai yang diharapkan. Kegiatan peneliti pada masing-masing siklus dalam penelitian ini sebagai berikut. Siklus I. (a). Perencanaan Tindakan (planning). Dalam perencanaan, peneliti membuat Rencana Program Pembelajaran (RPP) semester dua dengan Standar Kompetensi (SK) ‗mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama‘ dan Kompetensi Dasar (KD) ‘memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat‘. Selain RPP, peneliti juga menyiapkan instrumen yang diperlukan yaitu lembar observasi dan lembar penilaian. (b). Pelaksanakan tindakan (action). Melaksanakan tindakan pembelajaran sesuai dengan KD yang telah disiapkan dengan menggunakan metode bermain peran dan improvisasi. Langkah pelaksananaan adalah sebagai berikut. (1) Guru menyusun skenario bermain drama dengan teks yang telah disediakan, (2) siswa bermain peran sesuai dengan peran yang telah ditentukan secara kelompok, (3) peneliti dengan teman sejawat melakukan penilaian berdasarkan aspek yang telah ditentukan. Kegiatan berikutnya adalah (c) Pengamatan (Observing). Dalam kegiatan pengamatan (observasi) peneliti menyiapkan instrumen yang telah ditentukan untuk menilai proses pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran sesuai dengan SK dan KD di antaranya suara, lafal, intonasi, dan ekspresi. Kegiatan selanjutnya adalah (d) refleksi (reflection). Berdasarkan data dari hasil observasi, peneliti melakukan refleksi bersama teman sejawat untuk mengetahui sejauh mana keefektifan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain drama dan improvisasi dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan keterampilan berbicara pada siswa kelas V serta untuk mengetahui hambatan/permasalahan yang dihadapi siswa saat memerankan tokoh serta mencari solusi agar tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan dapat tercapai. Siklus 2. (a) Perencanaan (planning). Pada tahap ini, peneliti menyiapkan Rencana Program Pembelajaran (RPP) dengan memerhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada RPP siklus I. (b) Pelaksanaan (action). Adapun kegiatan dalam tahap ini adalah (1) menyusun skenario berdasarkan teks pada siklus 1, tetapi siswa diberi kesempatan untuk berimprovisasi, dalam arti boleh menambah ucapkan kata/kalimat yang tidak tercantum dalam teks. (2) siswa bermain drama sesuai dengan peran/tokoh yang diperankan. (3) peneliti dan teman sejawat melakukan pengamatan berdasarkan penilaian pada lembar yang telah ditentukan. Pada tahap pelaksanaan ini, peneliti melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dan improvisasi dengan memerhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I dan berpedoman pada RPP yang telah direvisi. (c) Pengamatan (Observing). Dalam pengamatan peneliti dibantu teman sejawat melakukan pengamatan dan penilaian sesuai dengan instrumen yang telah disiapkan. (d) Refleksi (reflection). Berdasarkan data hasil observasi, peneliti dan 1229
teman sejawat melakukan refleksi untuk mengetahui dan menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran setelah menggunakan metode bermain drama dan improvisasi dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa dalam aspek berbicara. Dalam siklus II ini sudah ada peningkatan dalam aspek berbicara, maka sesuai rencana tindakan penelitian cukup sampai siklus dua saja. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tindakan Pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru dan teman sejawat melakukan pengamatan dan penilaian terhadap proses kinerja siswa dalam memerankan tokoh drama dan kelancaran dalam berkomunikasi dengan menggunakan lembar pengamatan yang telah disediakan. Aspek yang diamati sesuai dengan kompetensi dasar yaitu suara, lafal, intonasi, dan ekspresi. Dari hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran pada siklus I diperoleh nilai minimal 60 dan nilai maksimal 75 dengan nilai rata-rata 67,5. Dari siklus I, diketahui bahwa siswa yang belum tuntas mencapai 19 siswa atau 55,9 %, sedangkan siswa yang sudah tuntas mencapai 15 siswa atau 44,1 %. Dari pengamatan siklus I, diketahui bahwa siswa saat melakukan bermain drama masih terpaku dengan teks atau naskah, dalam arti menghafal teks. Intonasinya pun masih seperti membaca, ekspresi sangat kurang karena takut salah sehingga dalam memerankan tokoh suaranya pun ikut lemah tidak terdengar. Dalam hal keberanian pun, secara umum para siswa kurang maksimal. Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II, diperoleh hasil nilai minimal 65 dan nilai maksimal 96, dengan nilai rata-rata 80,5. Dari 34 siswa, ada 2 siswa yang nilainya belum tuntas atau 0,01%. Pada siklus II keberanian siswa dalam mengungkapkan gagasan dan berimprovisasi ada peningkatan yang sangat signifikan sehingga memengaruhi lafal, intonasi, dan ekspresi sesuai tuntutan skenario. Pembahasan Setelah dilakukan tindakan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan dengan menggunakan metode bermain drama dan improvisasi dalam pembelajaran bahasa dalam aspek berbicara, secara nyata dapat dilihat hasilnya bahwa dengan menggunakan metode bermain drama dan improvisasi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dalam aspek berbicara. Siswa pun sangat antusias mengikuti pembelajaran. Begitu pula, ada banyak siswa yang kreatif dengan membuat catatan penting sebagai koreksi diri maupun untuk kelompok lain. Dengan menggunakan metode bermain drama dan improvisasi, siswa lebih berani mengungkapkan gagasan atau ide mereka, dalam arti siswa tidak hanya menghafal teks percakapan dalam naskah drama tetapi juga dengan berimprovisasi. Improvisasi yang dimaksud adalah secara spontan menambah kata-kata yang tidak terdapat pada naskah percakapan sehingga dalam bermain drama siswa tidak kaku dalam berkomunikasi dengan lawan main. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dan improvisasi dapat meningkatkan kreativitas dan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, khususnya aspek berbicara. Hal ini sesuai dengan hasil refleksi mulai dari kondisi awal sampai akhir pembelajaran pada setiap siklus seperti yang tercantum dalam tabel di bawah ini. Tabel Refleksi Kondisi Awal ke Kondisi Akhir pada Proses Pembelajaran No Kondisi awal Siklus 1 Kondisi akhir/siklus Refleksi kondisi awal II ke kondisi akhir 1 Banyak siswa Banyak siswa pasif Siswa mulai Dengan melihat kurang karena belum antusias/ semangat kondisi awal sampai bersemangat mengerti apa itu dalam akhir ternyata dengan karena drama pembelajaran. menggunakan metode bingung bermain drama dan improvisasi dapat Keberanian Ada beberapa siswa Siswa yang banyak meningkatkan siswa untuk yang banyak bicara sendiri lebih kemampuan siswa mengungkap berbicara sendiri bersemangat dalam dalam mengungkapkan 1230
kan gagasan tetapi tidak terarah. sangat kurang karena merasa malu dan takut salah. Siswa hanya menghafal teks cerita tanpa memahami isi.
mengikuti pelajaran.
gagasan/ide mereka dan lebih memahami esensi bermain drama, tidak sekadar Siswa tidak menghafal naskah. menghafal teks, Kemampuan berbicara tetapi secara pun meningkat. spontan siswa dapat menambah kataBanyak siswa tidak kata yang sesuai berani dengan naskah mengungkapkan drama yang gagasan dipelajari
Hasil Belajar Menggunakan metode bermain drama/peran dan improvisasi dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar. Uraian peningkatan hasil belajar seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Refleksi Kondisi Awal ke Kondisi Akhir pada Hasil Belajar No Kondisi awal Siklus I Siklus II Dalam memerankan Dalam memerankan Dalam memerankan tokoh drama, siswa tokoh drama, suara, tokoh, sudah sesuai kurang maksimal intonasi, lafal, dan dengan tujuan yang karena masih ekspresi kurang diharapkan. dihantui rasa malu maksimal. dan takut salah.
Refleksi Dari kondisi awal ke kondisi akhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan, Siswa tidak baik dari segi Siswa masih menghafal, tetapi kreativitas menghafal naskah berimprovisasi maupun drama sehingga sehingga dalam keberanian. dalam pementasan pementasan tidak kelihatan kaku. kaku. Nilai yang didapat Nilai yang didapat nilai tertingi 96 dan tertinggi 75 dan terendah 65 dengan terendah 60 dengan rata-rata 80,5. nilai rata-rata 67,5
Hasil Tindakan Berdasarkan hasil pembahasan pada proses pembelajaran dan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil tindakan dalam pembelajaran menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh rata-rata pada siklus I sebesar 67,5 sedangkan pada siklus 2 diperoleh rata-rata hasil belajar 80,5 yang berarti ada peningkatan rata-rata hasil belajar sebesar 13. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menggunakan metode bermain drama dan improvisasi dapat meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada aspek berbicara untuk Kelas V SD Negeri Dolopo 01 Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun. Siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode bermain drama dan improvisasi sangat antusias. Siswa merasa senang mengikuti pembelajaran dan tidak ada yang terlihat kurang bersemangat sehingga bisa dikatakan dengan menggunakan metode bermain drama dan improvisasi dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.
1231
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan tindakan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. (1) Dengan menggunakan metode bermain drama, dapat ditingkatkan kemampuan siswa SD Negeri Dolopo 01 Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun dalam hal berbicara. (2) Dengan improvisasi, siswa mampu mengungkapkan gagasan dan mampu memunculkan keberanian untuk berbicara di depan teman-temannya. (3) Penggunaan metode bermain drama dan improvisasi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya aspek berbicara. (4) Penggunaan metode bermain drama dan improvisasi dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas V SD Negeri Dolopo 01 Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun. Saran Berdasarkan analisis hasil penelitian dan juga untuk meningkatakan keterampilan berbicara pada kelas V sekolah dasar, disarankan hal-hal berikut ini. (1) Guru selalu memberi motivasi pada siswa sehingga dapat menimbulkan kreativitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Guru pun seyogianya senantiasa melakukan inovasi sehingga siswa menjadi aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan yang pada akhirnya siswa dalam mengikuti palajaran merasa nyaman dan senang. (2) Guru diharapkan mampu membimbing dan mencari metode dan model pembelajaran yang tepat dalam memberi materi pelajaran pada siswa. DAFTAR RUJUKAN Dinas P dan K Propinsi Jawa Timur, 1995/1996. Petunjuk Pembinaan Kesenian di Sekolah Dasar. Dinas P dan K Propoinsi Jawa Timur,1997/1998. Yok Bermain Teater. Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama.Yogyakarta: CAPS Endraswara, Suwardi. 2002. Gong: Antologi Drama Jawa Modern. Yogyakarta:Jendela. O, Lesmana. 2007. Pengetahuan Dasar Seni Teater. Jakarta: PT Mapan Ratna,Nyoman Kutha.2004.Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rendra, WS. 1993. Seni Drama Untuk Remaja. Jakarta: Pustaka Jaya. Riantiarno, N. 2011. Kitab Teater. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA KELAS IV SDN NO 82/ IX PIJOAN DALAM MEMBACA PENGUMUMAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL WALKING FLOWER Dian Feriyanty
[email protected] SDN NO 82/ IX Pijoan Abstrak: Keterampilan membaca adalah satu dari empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Dalam proses pembelajaran membaca pengumuman, ditemukan kesulitan siswa dalam membaca pengumuman yang sesuai dengan lafal dan intonasi. Kesulitan ini karena penggunaan media dan metode pembelajaran kurang menarik. Untuk mengatasi kesulitan itu, perlu dilakukan perbaikan pembelajaran membaca pengumuman dengan model walking flower dan penekanan pada membaca nyaring. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan membaca pengumuman di SDN NO 82/IX Pijoan. Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas IV berjumlah 21 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini terbukti efektif dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa dalam membaca pengumuman. Kata kunci : kemampuan membaca, membaca pengumuman, model walking flower
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, ada empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Membaca adalah keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Menurut Mulyati ( 2007 :12 ), Santoso dan Suwignyo (2011), 1232
―Keterampilan membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis.‖ Keterampilan membaca ini mengarah pada bahasa tulis. Melalui membaca dapat diserap berbagai informasi dan wawasan pengetahuan pun akan semakin luas. Namun, tidak semua orang menyadari hal itu sehingga membaca belum menjadi suatu kebutuhan. Bahkan pembelajaran membaca pada tingkat dasar seharusnya menjadi prioritas pun cenderung diabaikan. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya membaca tidak sekadar menyuarakan bunyi-bunyi bahasa atau mencari arti kata-kata sulit dalam suatu teks bacaan, tetapi lebih dari itu, membaca melibatkan pemahaman memahami apa yang dibacanya, apa maksudnya, dan apa implikasinya. Jika seorang anak SD hanya bisa melafalkan tanpa bisa memahami apa maksud dari kata-katanya maka kegiatan yang dilakukannya kurang bermakna, ( Rahim, 2007). Keterampilan membaca dikelompokan menjadi dua yaitu membaca dalam hati dan membaca suara. Menurut Mulyati (2007:3) membaca dalam hati adalah kegiatan yang hanya mengandalkan kemampuan visual, pemahaman, serta ingatan dalam menghadapi bacaan, tanpa mengeluarkan suara atau menggerakkan bibir. Sedangkan membaca bersuara seperti membaca teks pidato dan membaca puisi merupakan kegiatan yang dilakukan pembaca bersama-sama dengan pendengar untuk menangkap informasi bacaan atau menikmati bacaan secara bersama. Kegiatan membaca bersuara sangat penting untuk melatih pelafalan dan intonasi dari suatu kata agar maknanya mudah dimengerti oleh orang yang mendengar. Membaca pengumuman adalah bagian dari membaca suara. Dalam membaca pengumuman diperlukan penguasaan tersendiri. Hal ini ditegaskan oleh Tarigan (dalam Mulyati: 2007:13) ―Pembaca pertama-tama dituntut untuk memahami makna serta perasaan yang terkandung dalam bahan bacaan.― Sebelum membaca pengumuman, tentunya memahami makna yang terkandung dalam pengumuman agar dapat menghayati dan berekspresi dengan baik. Dalam pembelajaran membaca pengumuman, siswa di kelas IV SDN NO82/IX Pijoan masih mengalami kesulitan dalam mengkspresikan di depan kelas. Siswa merasa malu dan belum optimal dalam menunjukkan kemampuannya. Membaca pengumuman merupakan pembelajaran bahasa Indonesia yang menuntut munculnya membaca tegas. Dengan membaca tegas diharapkan siswa mempunyai rasa estetis dan peka terhadap berbahasa yang sopan dan santun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam membaca pengumuman, penekanan pada membaca nyaring lebih ditonjolkan agar pendengar dapat memahami makna pengumuman yang dibaca. Sedangkan dalam proses pembelajaran, sebagian besar siswa dalam membaca pengumuman suaranya tidak terdengar dengan jelas sehingga menyebabkan kemampuan membaca dan hasil belajar siswa rendah. Untuk itu, perlu diadakan perbaikan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model walking flower yang lebih difokuskan pada pemberian waktu latihan membaca siswa dengan membaca sesuai intonasi/suara yang nyaring sehingga dapat didengar oleh siswa yang lain. Selanjutnya dengan menggunakan bunga secara bergiliran, siswa dapat menggunakan kesempatan untuk membaca secara nyaring dan menimbulkan rasa percaya diri siswa ketika akan tampil di depan kelas. Dalam proses pembelajaran membaca pengumuman, siswa di kelas IV dibagi menjadi empat kelompok besar. Setiap kelompok terdiri atas 4-5 orang. Untuk kegiatan selanjutnya guru menyiapkan seikat bunga, pemutaran instrumen lagu, dan sejumlah pengumuman yang saling berkaitan satu sama yang lain. Langkah-langkah model walking flower sebagai berikut. (1) Siswa berlatih membaca pengumuman dengan pelafalan dan intonasi yang tepat dengan bimbingan guru. (2) Setelah cukup berlatih, guru memutarkan instrumen lagu dan memerintahkan siswa bergiliran mengedarkan seikat bunga ke siswa lain. Apabila suara instrumen berhenti, siswa yang menerima seikat bunga berkewajiban mengucapkan sebaris pengumuman sesuai dengan lafal dan intonasi yang tepat. Selanjutnya terus berulang sampai dipastikan seluruh siswa telah mengucapkan pengumuman tersebut. (3) Berdasarkan kegiatan membaca pengumuman secara bergiliran, selanjutnya guru menjelaskan materi membaca pengumuman sesuai dengan tujuan yang diinginkan. (4) Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran membaca pengumuman.
1233
METODE Penelitian ini menggunakan model walking flower dan pemberian waktu latihan membaca nyaring secara bergiliran dalam upaya mengatasi masalah pembelajaran membaca pengumuman di kelas IV. Penelitian dilakukan dalam dua kali pertemuan. Setiap pertemuan terdiri atas empat tahap, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN NO 82/IX Pijoan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muarojambi. Penelitian dibantu oleh teman sejawat sebagai observer (pengamat). Data tentang proses pembelajaran diperoleh melalui observasi kegiatan belajar mengajar, serta interaksi yang terjadi di depan kelas selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Peneliti menggunakan pedoman observasi berupa data rubrik unjuk kerja dan rubrik penilaian proses. Rubrik penilaian unjuk kerja siswa untuk menilai kemampuan membaca pengumuman dengan lafal dan intonasi yang baik, aspek yang dinilai adalah siswa dapat membaca pengumuman dengan lafal yang tepat, mampu membaca pengumuman dengan intonasi yang tepat dan dapat didengar dengan baik, serta mampu membaca pengumuman dengan ekspresi percaya diri. Lembar observasi untuk menilai keaktifan siswa selama proses pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertemuan pertama dimulai dengan tahap perencanaan. Tahap perencanaan ini dilakukan dengan mempersiapkan RPP, LKS, Rubrik Penilaian, dan lembar observasi yang disusun dan disepakati oleh teman sejawat. Kompetensi Dasar (KD) yang diajarkan adalah membaca pengumuman dengan lafal dan intonasi yang tepat. Tahap pelaksanaan dan pengamatan tindakan dilaksanakan bersamaan pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2013. Hasil penelitian unjuk kerja membaca pengumuman dan keaktifan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran siswa pertemuan pertama adalah proses 60 dan unjuk kerja 56,21 % sedangkan KKM 62. Tahap refleksi dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan dan pengamatan ditemukan beberapa hal yaitu dalam perencanaan yang terdiri persiapan perangkat pembelajaran guru sudah dianggap baik tapi dalam proses masih rendah disebabkan kurangnya waktu untuk latihan membaca pengumuman secara bergiliran, siswa belajar aktif, menyenangkan melalui model walking flower sambil mengedarkan seikat bunga dan membacakan pengumuman. Berdasarkan hasil pertemuan pertama, dari 21 orang siswa hanya 12 orang yang tuntas maka perlu diadakan perbaikan pada pertemuan kedua. Pada pertemuan kedua, perencanaan seperti biasanya dipersiapkan perangkat pembelajaran yang telah disusun. Pelaksanaan siklus 2 pada hari Senin tanggal 18 Maret 2013 di kelas IV SDN NO 82/ IX Pijoan. Berdasarkan hasil pada siklus 1 maka siklus 2 ini guru memberikan waktu latihan yang lebih lama pada semua siswa. Hasil unjuk kerja dan keaktifan siswa sebanyak 17 orang atau 81,00 % sudah memenuhi ketuntasan. Pada tahap refleksi, dirumuskan hasil pelaksanaan pertemuan kedua. Hasil rumusannya adalah bahwa tahap perencanaan lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan siswa dalam membaca pengumuman mengalami peningkatan. Dalam proses pembelajaran lebih aktif dan menyenangkan dengan metode walking flower. Selanjutnya dari 21 orang siswa, terdapat 17 siswa yang tuntas dan 4 siswa yang tidak tuntas. Pada tahap selanjutnya untuk 4 siswa yang tidak tuntas, diadakan remedial oleh guru. PENUTUP Penggunaan model walking flower sangat tepat dalam pembelajaran membaca pengumuman dengan lafal dan intonasi yang tepat disertai dengan pemberian waktu latihan yang lebih lama secara bergiliran. Pembelajaran menjadi menyenangkan saat pemutaran instrumen lagu dan mengedarkan seikat bunga sehingga meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca pengumuman. Hasil unjuk kerja meningkat dari 12 siswa atau 57,14 % menjadi 17 siswa atau 81%.
1234
DAFTAR RUJUKAN Andajani, Kusubakti. & Pratiwi, Y. 2011. Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Materi Teachers Quality Improvement Program. Malang: Universitas Negeri Malang Kerjasama dengan PT Pertamina ( Persero). Rahim, Farida. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Santoso, Anang. & Suwignyo, H. 2011. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia. Materi Teachers Quality Improvement Program: Universitas Negeri Malang Kerjasama dengan PT Pertamina. Yeti, Mulyati. dkk. 2007. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TANGGAPAN ISI CERITA SISWA KELAS 5B SDN 4 PANGANJURAN BANYUWANGI MELALUI TEKNIK TUTOR SEBAYA Tri Sutini Asih
[email protected] SDN 4 Penganjuran Banyuwangi Abstrak: Materi pembelajaran menulis tanggapan isi cerita merupakan materi yang sulit dipahami siswa. Dalam materi tersebut, siswa dituntut untuk menuangkan ide dalam bentuk bahasa tulis sehingga diperlukan keterampilan dalam pemilihan kata, penyusunan kalimat, dan penggunaan ejaan yang disempurnakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode Tutor Sebaya dengan pembelajaran di perpustakaan sekolah dapat meningkatkan keterampilan siswa kelas 5B SDN 4 Penganjuran Banyuwangi untuk menuliskan tanggapan terhadap isi cerita. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil siswa mampu menulis tanggapan terhadap cerita yang dibacanya. Hal ini dapat dibuktikan pada hasil analisis siklus I yang masih kurang memuaskan, dan terjadi peningkatan pada siklus II. Kata kunci : manfaat, perpustakaan, tanggapan, cerita.
Kemampuan menulis pada siswa tingkat sekolah dasar perlu mendapat perhatian agar konsep dasar untuk menuangkan pikiran dalam bentuk bahasa tulis dapat digunakan pada tingkat selanjutnya. Kita menyadari bahwa bahasa tulis lebih sulit dari bahasa lisan. Dalam menuangkan ide ataupun gagasan terkait dengan pemilihan kata dan penyusunan kata menjadi sederet kalimat serta penggunaan ejaan yang disempurnakan ( EYD ) merupakan hal sulit bagi siswa sekolah dasar. Lebih parah lagi pada saat ini tersedianya alat komunikasi telepon seluler, dengan maraknya bahasa SMS (Short Mesage Service) yang penggunaan kata-katanya tidak baku. Berdasarkan pengamatan, produk bahasa tulis siswa kelas 5B masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Asumsi sementara, hal itu disebabkan kurangnya kegiatan membaca, sehingga perbendaharaan kata yang dimiliki pun snagat minim. Kemungkinan juga karena pembelajaran kurang kreatif, kurang menarik, ataupun kurangnya motivasi dari pendidik. Kegiatan pembelajaran dengan metode ceramah masih mendominasi dalam kegiatan belajar siswa. Kenyataan tersebut sebagai bukti awal masih lemahnya layanan pembelajaran yang berakibat pada rendahnya kemampuan anak didik dalam menuangkan bahasa tulis. Untuk itu, harus dicarikan solusinya agar keberadaan ini tidak berlarut. Maka untuk meningkatkan kemampuan anak didik dalam menuangkan ide atau tanggapan dalam bahasa tulis diperlukan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran tutor sebaya. Wihardi (dalam Anonim, 2010) menuliskan bahwa yang dimaksud tutor sebaya adalah seorang siswa pandai yang membantu belajar siswa lainnya dalam tingkat kelas yang sama. Di 1235
sisi lain yang menjadikan Bahasa Indonesia dianggap siswa sebagai pelajaran yang sulit adalah dalam pembahasaannya. Dalam hal tertentu siswa lebih paham dengan bahasa teman sebayanya daripada bahasa guru. Itulah sebabnya pembelajaran tutor sebaya diterapkan dalam proses pembelajaran , dan untuk hal ini peneliti menggunakan kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia materi menulis tanggapan terhadap isi cerita. Sehingga peneliti berasumsi sangat tepat kiranya pembelajaran tutor sebaya ini diterapkan juga pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia, peneliti mengemas kegiatan pembelajaran di luar kelas dengan memanfaatkan sarana perpustakaan sebagai tempat dan sumber belajar dalam materi menulis tanggapan isi cerita. Perlu peneliti paparkan sekelumit tentang perpustakaan sebagai berikut. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan telah tertulis pada pertimbangannya: (a) Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan pada Undang-undang Dasar 1945, perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan Nasional. (b) Bahwa sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan kebudayaan nasional, perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa. (c) Bahwa dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendaya gunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam. Berdasarkan paparan di atas, untuk meningkatkan ketrampilan siswa dalam menuangkan ide berupa tanggapan terhadap isi cerita, peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini. METODE Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah model Kurt Lewin dengan empat tahapan yang meliputi perencanaan, tindakan/pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Sedangkan strategi pembelajaran yang dierapkan adalah model Tutor Sebaya dengan menggunakan sarana perpustakaan sebagai kegiatan belajar. Adapun kegiatan penelitian dirancang dua siklus sebagai berikut. SIKLUS I Kegiatan yang pertama adalah perencanaan (planning). Dalam tahap perencanaan ini, kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis Standar Kompetisi (SK) yaitu mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan. Sementara itu, Kompetensi Dasar (KD)-nya adalah menanggapi suatu persoalan atau peristiwa dan memberikan saran pemecahannya dengan memperhatikan pemilihan kata dan santun berbahasa. Kegiatan selanjutnya adalah membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) disertai Instrumen penilaian proses pembelajaran dan produk siswa. Kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaan (action). Dalam tahap pelaksanaan ini, kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran menulis tanggapan isi cerita dengan satu judul cerita dan secara individu. Kegiatan ketiga adalah pengamatan (observation). Dalam kegiatan observasi, peneliti mengamati proses pembelajaran beserta produk siswa tentang menulis tanggapan terhadap isi cerita. Kegiatan terakhir di siklus 1 ini adalah refleksi (reflecting). Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti merefleksi instrumen penilaian proses pembelajaran serta produk siswa sehingga perlu dilakukan siklus ke dua menggunakan model Tutor Sebaya dan kegiatannya di perpustakaan. Hal ini merupakan upaya meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis tanggapan terhadap isi cerita. SIKLUS II Ada empat kegiatan di siklus 2 ini. Kegiatan yang pertama adalah perencanaan (planning). Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah merevisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) dengan memperhatikan hasil pengamatan terhadap proses dan produk siswa dalam kegiatan pembelajaran pada siklus 1. Kegiatan kedua adalah pelaksanaan (action). 1236
Pada kegiatan pembelajaran siklus 2 ini, peneliti menggunakan model Tutor Sebaya dengan kegiatan di perpustakaan berdasarkan RPP siklus 2 yang telah direvisi. Untuk judul cerita, siswa dibebaskan memilih. Kegiatan ketiga adalah pengamatan (observation). Pada tahap observasi di siklus 2, peneliti dibantu oleh teman sejawat. Kami berdua mengamati semua aktivitas selama kegiatan pembelajaran berlangsung, baik terhadap proses maupun produk siswa dalam menulis tanggapan isi cerita. Kegiatan terakhir adalah refleksi (reflecting). Berdasarkan hasil pengamatan, dengan teknik Tutor Sebaya dan kegiatan pembelajaran di perpustakaan, ada peningkatan yang signifikan terhadap siswa, baik pada saat proses pembelajaran maupun pada produk siswa untuk menulis tanggapan isi cerita. HASIL TINDAKAN Proses Pembelajaran SIKLUS I Kurangnya antusias siswa dalam mengikuti pelajaran. Siswa saling tanya dengan siswa lain, keadaan kelas gaduh. Sampai dengan menit ke 50, 60 % siswa belum adanya kegiatan menulis tanggapan.
SIKLUS II Antusias belajar siswa mengikuti pembelajaran nampak menyenangkan. Tanya jawab antarsiswa lebih terarah dalam kelompoknya yang dipimpin oleh tutornya. 92 % siswa dapat menyelesaikan tugas menulis tanggapan terhadap isi cerita.
PEMBAHASAN Setelah dilakukan tindakan pada siklus 2 dengan pembelajaran di perpustakaan, siswa menjadi senang dan merasa nyaman. Begitu juga dengan adanya model pembelajaran Tutor Sebaya. Siswa pun sangat leluasa mengajukan pertanyaan kepada tutornya sehingga interaksi antarsiswa lebih aktif. Sedangkan dalam hal produk/hasil siswa pada silklus dua terjadi peningkatan jika dibanding dengan kegiatan pembelajaran siklus 1. Pada siklus 1, nilai siswa yang berada di bawah KKM (72) adalah aspek pilihan kata ada 22 siswa, aspek struktur kalimat terdapat 17 siswa, dan dalam aspek EYD ada 17 siswa. Sedangkan dalam kegiatan siklus 2, nilai siswa yang di bawah KKM (72), pada aspek pilihan kata ada 5 siswa, aspek struktur kalimat ada 3 siswa, dan aspek EYD seluruh siswa memperoleh nilai di atas KKM. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil tindakan dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. (a) Kegiatan pembelajaran di perpustakaan model Tutor Sebaya dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas 5B SDN 4 Penganjuran dalam proses pembelajaran pada materi menulis tanggapan isi cerita. (b) Kegiatan pembelajaran di perpustakaan model Tutor Sebaya dapat meningkatkan kemampuan menulis tanggapan terhadap isi cerita pada siswa kelas 5B SDN 4 Penganjuran dengan pilihan kata yang baku. (c) Kegiatan pembelajaran di perpustakaan model Tutor Sebaya dapat meningkatkan kemampuan menulis tanggapan terhadap isi cerita pada siswa kelas 5B SDN 4 Penganjuran dengan struktur kalimat yang benar. (d) Kegiatan pembelajaran di perpustakaan model tutor sebaya dapat meningkatkan kemampuan menulis tanggapan terhadap isi cerita pada siswa kelas 5B SDN 4 Penganjuran dengan bahasa yang santun dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Saran Budaya membaca bagi guru dan siswa dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan sarana perpustakaan sebagai kegiatan pembelajaran dan sumber informasi. Sebagai praktisi pendidikan, kita harus dapat mengemas kegiatan pembelajaran lebih kreatif dan berwariasi, tidak hanya di dalam kelas. Tersedianya perpustakaan harus kita gunakan sebagai tambahan referensi serta pengetahuan.
1237
DAFTAR RUJUKAN Andajani, Kusubakti. & Pratiwi, Yuni. 2011. Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Materi Teachers Quality Improvement Program. Malang: Universitas Negeri Malang Kerjasama dengan PT Pertamina. Hasan, Alwi. Dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka. Suyitno, Imam. & Siswanto, Wahyudi. 2011. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia. Materi Teachers Quality Improvement Program. Malang: Universitas Negeri Malang Kerjasama dengan PT Pertamina. Ready Susanto, 2010,Kamus Kata Baku Bahasa Indonesia,Jakarta,Lazuardi Buku Utama. Tim FKIP ,2009,Materi Pokok Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta:Universitas Terbuka.
PENINGKATAN KEMAMPUAN ETIKA SISWA DALAM BERTELEPON DENGAN METODE BERMAIN PERAN KELAS III SDN SIRAPAN 01 KABUPATEN MADIUN Nunuk Jarwati SD Negeri 01 Sirapan, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun
Abstrak: Pada pembelajaran Bahasa Indonesia, aspek etika bertelepon, diketahui kemampuan siswa masih rendah. Alternatif yang bisa digunakan untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan metode bermain peran. Penggunaan metode bermain peran dapat memengaruhi penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran sehingga siswa tidak diajar dengan metode ceramah saja. Guru pun menjadi kreatif dan selektif dalam menentukan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah meningatkan kemampuan siswa memahami etika bertelepon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan metode bermain peran dapat meningkatan kemampuan siswa dalam memahami etika bertelepon sehingga kualitas pembelajaran di kelas III SDN Sirapan 01 Kabupaten Madiun pun menjadi lebih baik. Kata Kunci : Meningkatkan prestasi siswa, bermain peran, etika.
Dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai agen of science and Islamic studies, SDN Sirapan 01 Kabupaten Madiun mencoba memberikan layanan pendidikan yang dibutuhkan masyarakat, yaitu selain manfaat pendidikan pada ilmu pendidikan umum juga mengajarkan ilmu etika sehingga diharapkan mampu mewujudkan lulusan yang berkualitas dan berakhlakul karimah. Mengingat pentingnya penetapan tujuan pendidikan tersebut, semua pihak harus ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan di SDN Sirapan 01. Tidak terkecuali adalah para guru, orang tua, dan individu sendiri. Dalam praktiknya di lapangan, ternyata tujuan tersebut banyak mengalami hambatan. Seperti yang peneliti alami, menjadi guru kelas III SDN Sirapan 01 dalam mengajar Bahasa Indonesia dengan materi etika bertelepon. Guru hanya menjelaskan materi saja sehingga siswa hanya bisa membayangkan saja. Berdasar hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang berlangsung belum mencapai hasil yang diinginkan. Hal ini disebabkan selama pembelajaran terjadi masalah yang tidak disadari oleh guru, yaitu (1) proses pembelajaran hanya terpusat pada guru sehingga siswa kurang termotivasi dalam belajar; (2) metode yang digunakan kurang melibatkan siswa secara aktif dalam penggunaannya; (3) siswa jarang diajak berkomunikasi dan komunikasi antarsiswa pun sangat kurang; dan (4) metode yang digunakan monoton sehingga siswa cepat bosan dengan kegiatan pembelajaran. Untuk memyelesaiakan masalah tersebut dapat di atas, digunakan metode bermain peran dalam pembelajaran etika bertelepon. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1238
(Purwadarminto, 1967), metode didefinisikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Selain itu, metode didefinisikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode bermain peran merupakan salah satu bentuk permainan pendidikan yang digunakan untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, dan nilai dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang, dan cara berpikir orang lain. Dengan metode bermain peran, diharapkan siswa dapat menghayati dan berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai situasi. Melalui metode bermain peran, siswa dapat memperlihatkan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif tentang pemecahan masalah, aspek afektif meliputi sikap, nilai-nilai pribadi/orang lain, membandingkan, mempertentangkan nilai-nilai, mengembangkan empati atas dasar tokoh yang mereka perankan, sedangkan aspek psikomotorik terlihat ketika siswa memainkan peran di depan siswa lainnya, ( Seniawan, 2002 ). Etika dan tingkah laku perlu sekali diajarkan oleh orangtua dan sekolah. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah lembaga pendidikan keluarga. Semakin besar kebutuhan anak maka orangtua menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada lembaga sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak yang sholih dan sholihah yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa, serta dapat menjadi kebanggaan dan pengajaran kepada anak-anak mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga. Memang pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam etika bertelepon, masih ada anak di SDN Sirapan 01 belum mengerti tentang cara–cara bertelepon yang benar sehingga guru perlu memberi pembelajaran tentang etika bertelepon. Dengan pendidikan etika/sopan santun di sekolah diharapkan dapat membantu orangtua dalam mendidik anaknya sehingga anak tidak dipengaruhi arus informasi yang di televise, radio, internet, dan media yang lain. Perilaku yang bertentangan dengan norma agama dan norma masyarakat yang berlaku sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, (Kastono KTSP). METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif berupa peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan penelitian tindakan dengan lembar penilaian hasil karya siswa. Data kualitatif menerangkan minat siswa dalam belajar, suasana kelas, dan aktivitas siswa yang dapat diperoleh dari lembar observasi mengenai aktivitas siswa, baik secara individu maupun dalam kelompok. Penelitian ini melibatkan guru kelas III dan II yang bertindak sebagai peneliti pelaksana. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus yang masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi (Siswanto, 2010) yang diadopsi dari Kemmis & Mc.Taggart. Hasil refleksi siklus I digunakan sebagai dasar untuk pelaksanaan siklus 2. Dari uraian di atas, dapat digambarkan bagan alur pelaksanaan penelitian sebagai berikut. Plan Reflection Revised Plan Siklus 1
Action/ Observation Reflection
Revised Plan Siklus 2
Action/ Observation dst
1239
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SDN Sirapan 01 Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun dengan jumlah siswa 18 orang terdiri atas 8 siswa perempuan dan 10 siswa laki-laki. Pelaksaan tindakan kelas dilaksanaakan pada semester 2 yaitu bulan Maret 2012. Langkah-langkah pelaksanaan tindakan kelas adalah sebagai berikut. (1) Pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh guru kelas III dan guru kelas II sebagai pengamat. (2) Pengamatan dilakukan secara menyeluruh terhadap semua kejadian selama proses pembelajaran. Semua hasil data pengamatan direkam dalam bentuk catatan pengamatan. (3) Melakukan diskusi setelah pembelajaran untuk membicarakan pelaksanaan tindakan pembelajaran. Hasil diskusi digunakan untuk melakukan perbaikan pada tindakan berikutnya. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ada tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi atau pengamatan, dan refleksi. Dalam tahap perencanaan, guru mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam kelas, serta mencari alternatif pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan metode tertentu agar pembelajaran berhasil. Dalam hal ini, digunakan metode bermain peran untuk meningkatkan kemampuan etika siswa dalam bertelepon. Tahap pelaksanaan penelitian dilakukan 2 kali atau 2 pertemuan. Pertemuan pertama 2 X 35 menit pada siklus 1, pertemuan kedua 2 X 35 menit pada siklus 2. Materi pembelajaran adalah menyampaikan pesan melalui telepon. Mengingat bahwa dalam kegiatan pembelajaran seringkali terjadi kelemahan, baik dilihat dari segi kemampuan guru maupun siswa, dari metode pembelajaran yang digunakan, maupun pemanfaatan media yang digunakan yang berakibat pada rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa. Pada siklus 1 ini, peneliti menjelaskan materi pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Penjelasan dari peneliti ini sangat bermanfaat untuk melihat sejauh mana minat siswa terhadap materi yang akan dipelajari dan untuk mengingatkan kembali kepada siswa tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya. Peneliti sama sekali tidak memberikan bimbingan pada setiap kegiatan siswa. Selain itu, peneliti juga tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya sehingga siswa yang belum memahami materi tidak mendapatkan jawaban dari permasalahan yang dihadapinya. Pada siklus II, materi pembelajaran adalah menyampaikan pesan melalui telepon. Dengan menggunakan metode bermain peran dengan bimbingan peneliti saat pembelajaran, hasil yang dicapai siswa atau daya serap siswa sudah tampak bagus. Hal ini diketahui dari hasil evaluasi. Berdasarkan observasi teman sejawat, proses perbaikan pembelajaran siklus II menyenangkan. Aktivitas guru dan siswa lebih meningkat. Begitu juga hasil tes akhir pembelajaran, dari 18 siswa, yang sudah menguasai materi mencapai 80 %. Tahap pengamatan peneliti menggunakan pedoman observasi sebagai alat utama untuk memperoleh data. Tahap refleksi dilakukan dengan menggunakan analisis data kualitatif. Pada tahap ini peneliti bersama guru mendiskusikan hasil pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siklus 1 a. Tahap Perencanaan Perencanaan awal yakni dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam kelas, serta mencari alternatif pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan metode pembelajaran tertentu. Dalam hal ini, digunakan metode bermain peran untuk meningkatkan kemampuan etika siswa dalam bertelepon siswa kelas III SDN Sirapan 01 Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun. Peneliti mempersiapkan lembar observasi mengenai aktivitas siswa pada saat pembelajaran serta lembar penilaian hasil karya siswa. b. Tahap Pelaksanaan Pada siklus ini, peneliti merencanakan perbaikan pembelajaran menggunakan konsep belajar secara kelompok untuk mengetahui tingkat kemampuan masing-masing siswa dengan menggunakan metode bermain peran. Pelaksanaannya dilakukan selama dua jam pelajaran. c. Tahap Observasi Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang berupa check list untuk mengetahui sejauh mana minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan motivasimotivasi yang diberikan guru, untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran. Selain pengamatan terhadap metode yang digunakan, ada hal penting yang harus diamati oleh peneliti maupun teman sejawat yaitu bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung, bagaimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan kesempatan belajar secara langsung, 1240
bagaimana guru memberikan bimbingan, dan bagaimana guru memberikan kesempatankesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya maupun bertanya saat menemui kesulitan dalam pembelajaran. Hal paling utama adalah bagaimana hasil yang dicapai siswa setelah perbaikan pembelajaran selesai dilaksanakan. Dari data yang terkumpul akan menjadi bahan refleksi diri bagi peneliti sehingga dapat ditentukan tindakan selanjutnya yang seharusnya dilakukan peneliti. Berikut ini adalah table lembar pengamatan pada siklus 1. Tabel Pengamatan 1 pada Siklus 1 Kemunculan Ada Tidak Ada
No
Aspek yang Diamati
1
Kesesuaian metode dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dengan
Komentar
2
Kesesuaian metode pembelajaran
materi
3
Ketertarikan siswa dengan metode yang diterapkan
4
Keterlibatan siswa dalam penerapan metode
5
Kesesuaian metode dengan waktu yang tersedia
Metode yang digunakan mampu menarik siswa untuk belajar, tetapi siswa masih kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Tabel Pengamatan 2 pada Siklus 1 No
Kemunculan Ada Tidak Ada
Aspek yang Diamati
1
Menjelaskan materi
2
Menggunakan kurikulum yang berlaku
3
Menggunakan metode yang sesuai
4
Melibatkan siswa dalam penerapan metode
5
Memberikan bimbingan/motivasi
6
Memberikan bertanya
7
Membuat kesimpulan
8
Memberikan tes akhir
kesempatan
untuk
Komentar
Proses belajar mengajar berjalan lancar, tetapi masih diperlukan bimbingan guru dalam kegiatan kelompok.
Di bawah ini disajikan data analisis soal evaluasi perbaikan pembelajaran pada siklus 1. Secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
No 1 2 3 4
Nama Siswa Aldian Pambudi Bunga Lusiana Ardika Arianti
Hasil Evaluasi Persentase Siklus I Keberhasilan (%) 60 60 60 60 100 100 80 80 1241
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Asia Rinsa Cahyo Aji Dela Nurfiana Dewi Komariah Erik Galang Imas Cholis Puput Putri Ragil Taufik Wahyu Danu Jumlah Rata-rata
80 40 40 80 60 60 40 60 80 40 60 40 60 60 1100 60
80 40 40 80 60 60 40 60 80 40 60 40 60 60 60%
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan teman sejawat, didapatkan hasil bahwa dalam kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I tidak ditemukan adanya bimbingan yang diberikan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran serta komunikasi dan kerja sama antarsiswa sangat kurang. Sedangkan hasil tes akhir pembelajaran siklus I dari 18 siswa yang berhasil menguasai materi pelajaran hanya 60 %. d. Tahap Refleksi Setelah semua kegiatan perbaikan pembelajaran, hal penting yang harus dilakukan peneliti adalah melakukan refleksi terhadap proses perbaikan pembelajaran yang berlangsung. Peneliti harus melakukan evaluasi mulai dari rencana perbaikan pembelajaran yang disusun dan bagaimana perbaikan pembelajaran berlangsung di kelas. Untuk melakukan refleksi, peneliti dapat mengacu pada hasil data yang dikumpulkan, baik oleh peneliti maupun teman sejawat. Pada perbaikan pembelajaran siklus I sebelumnya, peneliti menyusun rencana perbaikan pembelajaran. Saat kegiatan perbaikan pembelajaran berlangsung peneliti meminta bantuan dari teman sejawat untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan pembelajaran dengan melakukan pengamatan terhadap proses perbaikan pembelajaran, terutama dalam bermain peran . Dari hasil tes di akhir pembelajaran, peneliti sudah melihat adanya peningkatan yang dicapai siswa. Daya serap siswa terhadap metode pembelajaran mencapai 60%. Akan tetapi, peneliti melihat bahwa hasil yang dicapai siswa tersebut belum maksimal. Dari hasil refleksi diri dan diskusi dengan teman sejawat, peneliti menemukan beberapa kelemahan yang terjadi pada pembelajaran pada siklus I yaitu tidak adanya bimbingan yang diberikan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, serta komunikasi dan kerjasama antarsiswa tersebut belum maksimal. Akhirnya peneliti dibantu teman sejawat menyimpulkan beberapa kelemahan pada siklus I, yaitu (1) guru kurang bisa menguasai kelas, (2) siswa kurang bisa tenang dalam mengikuti pelajaran karena tidak ada bimbingan dari guru, dan (3) siswa tidak termotivasi. Berdasarkan kelemahan–kelemahan tersebut, peneliti bersama teman sejawat memutuskan untuk melaksanakan perbaikan pada siklus II. Hasil Penelitian Siklus 2 a. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan siklus II direncanakan setelah peneliti melihat hasil pembelajaran siklus I. Hal yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada siklus 1 serta mencari alternatif pemecahan masalah. Fokus pembelajaran adalah menyampaikan pesan lewat telepon dengan penggunaan metode bermain peran. Pada saat pembelajaran, peneliti mempersiapkan lembar observasi mengenai aktivitas siswa serta lembar evaluasi untuk penilaian hasil belajar siswa. b.
Tahap Pelaksanaan Setelah rencana perbaikan siklus II selesai disusun, peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran yang sebenarnya dikelas. Perbaikan pembelajaran siklus II dilaksanakan di kelas 1242
III SDN Sirapan 01 Kecamatan Madiun Kabupaten Madiun, hari Jumat 16 Maret 2012 pukul 07.00-08.10 WIB, matapelajaran Bahasa Indonesia dengan materi menyampaikan pesan lewat telepon. Fokus pembelajaran adalah penggunaan metode bermain peran. Adapun tujuan perbaikan pembelajaran ini adalah meningkatkan kemampuan siswa tentang etika bertelepon dalam menyampaikan pesan dengan penggunaan metode bermain peran. Dalam perbaikan pembelajaran siklus II, peneliti melaksanakan tiga kegiatan pembelajaran yang terdiri atas kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Di awal pembelajaran, peneliti melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab tentang materi yang akan dipelajari untuk mengetahui kesiapan siswa, selanjutnya peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada kegiatan inti, peneliti menjelaskan kembali materi tentang etika bertelepon dengan baik dan sopan. Peneliti memberi contoh cara bertelepon dengan peraga alat telepon/HP, secara berkelompok siswa membuat teks percakapan menyampaikan pesan lewat telepon/HP. Masingmasing kelompok diwakili 2 anak / berpasangan untuk bermain peran memperagakan percakapan melalui telepon. Peneliti memberikan bimbingan dan penguatan serta penilaian atas tampilan masing-masing kelompok. Pada kegiatan akhir, peneliti bersama-sama siswa menyimpulkan materi tentang etika bertelepon. Peneliti juga memberi tes sebagai evaluasi akhir pembelajaran PR. c.
Tahap Pengamatan Pada perbaikan pembelajaran siklus II, peneliti tetap meminta bantuan dari teman sejawat untuk mengumpulkan data-data yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan pembelajaran yang dilaksanakan. Mengingat bahwa fokus kegiatan perbaikan pembelajaran pada siklus II tetap sama dengan perbaikan sebelumnya yaitu penggunaan metode bermain peran maka pengamatan yang dilakukan teman sejawat pada intinya sama. Pengematan tersebut meliputi bagaimana kesesuaian metode dengan tujuan pembelajaran, kesesuaian metode dengan materi pembelajaran, minat siswa terhadap metode, dan keefektifan metode terhadap proses pembelajaran. Selain pengamatan terhadap metode yang digunakan, ada hal penting yang harus diamati oleh peneliti maupun teman sejawat yaitu bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung, bagaimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan kesempatan belajar secara langsung, bagaimana guru memberikan bimbingan, dan bagaimana guru memberikan kesempatan-kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan maupun bertanya saat menemui kesulitan dalam pembelajaran. Hal paling utama bagaimana hasil belajar yang dicapai siswa setelah perbaikan pembelajaran selesai dilaksanakan. Tabel Pengamatan 1 Siklus 2 Kemunculan Ada Tidak Ada
No
Aspek yang Diamati
1
Kesesuaian metode dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
2
Kesesuaian metode pembelajaran
materi
3
Ketertarikan siswa dengan metode yang diterapkan
4
Keterlibatan siswa dalam penerapan metode
5
Kesesuaian metode dengan waktu yang tersedia
dengan
1243
Komentar
Metode yang digunakan mampu menarik siswa untuk belajar, dan siswa sudah aktif dalam kegiatan belajar mengajar
Tabel Pengamatan 2 Siklus 2 No
Kemunculan Ada Tidak Ada
Aspek yang Diamati
1
Menjelaskan materi
2
Menggunakan kurikulum yang berlaku
3
Menggunakan metode yang sesuai
4
Melibatkan siswa dalam penerapan metode
5
Memberikan bimbingan/motivasi
6
Memberikan bertanya
7
Membuat kesimpulan
8
Memberikan tes akhir
kesempatan
untuk
Komentar
Proses belajar mengajar berjalan lancar
Tabel Pengamatan 3 Siklus 2 No
Kemunculan Ada Tidak Ada
Aspek yang Diamati
1
Memperhatikan penjelasan guru
2
Aktif dalam penggunaan metode
3
Menyampaikan pertanyaan
4
Menyampaikan pendapat
5
Melaksanakan tes akhir
Komentar
Proses belajar mengajar berjalan lancer.
Analisis soal evaluasi perbaikan pembelajaran Siklus 2
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Siswa Aldian Pambudi Bunga Lusiana Ardika Arianti Asia Rinsa Cahyo Aji Dela Nurfiana Dewi Komariah
Hasil Evaluasi Persentase Siklus I Keberhasilan (%) 80 80 80 80 100 100 80 80 100 100 80 80 60 60 60 60 1244
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Erik Galang Imas Cholis Puput Putri Ragil Taufik Wahyu Danu Jumlah Rata-rata
100 60 60 80 100 80 80 60 60 80 1400 80
100 60 60 80 100 80 80 60 60 80 80%
Perbaikan pembelajaran siklus II merupakan perbaikan dari pembelajaran siklus I yang dilaksanakan dengan cara memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam pelaksanaan pembelajran siklus I. Berdasarkan observasi teman sejawat, proses perbaikan pembelajaran siklus II menyenangkan. Aktivitas guru dan siswa lebih meningkat. Begitu juga hasil tes akhir pembelajaran dari 18 yang sudah menguasai materi mencapai 80 %. d.
Tahap Refleksi Setelah semua kegiatan perbaikan pembelajaran hal penting yang harus dilakukan peneliti adalah melakukan refleksi terhadap proses perbaikan pembelajaran yang berlangsung. Peneliti harus melakukan evaluasi mulai dari rencana perbaikan pembelajaran yang disusun dan bagaimana perbaikan pembelajaran berlangsung dikelas. Untuk melakukan refleksi peneliti dapat mengacu pada hasil data yang dikumpulkan baik oleh peneliti maupun teman sejawat. Dari hasil pengamatan, peneliti telah memberikan bimbingan bagi siswa yang melakukan kegiatan secara individu yang mengalami kesulitan. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa yang belum memahami materi untuk bertanya sehingga siswa yang kurang memahami materi pembelajaran akan mendapat jawaban dari masalah yang dihadapinya. Selain itu peneliti memberikan penguatan lebih dengan memberikan pujian sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar. Setelah kegiatan perbaikan pembelajaran siklus II selesai dilaksanakan, hasil belajar yang dicapai terlihat daya serap siswa mencapai 80% yang berarti sudah memenuhi target yang ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Mengingat bahwa perbaikan pembelajaran siklus II dilaksanakan setelah peneliti menemukan kelemahan sudah teratasi, hasil yang dicapai siswa sudah maksimal, maka peneliti memutuskan untuk tidak melaksanakan perbaikan. Untuk siswa yang masih mengalami kesulitan pembelajaran, peneliti memberikan tugas tambahan sebagai pekerjaan rumah. PENUTUP Simpulan Tugas guru sekolah dasar adalah berupaya dengan segala cara agar tujuan pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa adalah penggunaan metode belajar yang tepat, terutama bagi siswa sekolah dasar yang belum mampu secara maksimal untuk berpikir secara abstrak. Dengan menggunakan metode bermain peran, pesan-pesan pembelajaran lebih bisa dipahami tanpa menimbulkan salah konsep karena verbalisme bisa dihindari. Hasil belajar siswa menjadi meningkat dilihat dari tes formatif yang hanya sekitar 60 % pada perbaikan pembelajaran siklus I dan meningkat 80 % pada siklus II. Upaya meningkatkan kemampuan dalam memahami etika bertelepon dalam menyampaikan pesan pada siswa kelas III SDN Sirapan 01 Kecamatan Madiun Kabupaten Madiun dengan matapelajaran Bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan menggunakan metode bermain peran. Saran Berdasarkan pengalaman singkat yang diperoleh peneliti setelah melaksanakan perbaikan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan etika siswa dalam bertelepon , maka peneliti memberi saran kepada beberapa pihak di antaranya adalah sebagai berikut. 1245
1) Kepada rekan-rekan sejawat yang ingin meningkatkan prestasi belajar matapelajaran Bahasa Indonesia, khususnya dalam materi berbicara (bermain drama dan menyampaikan pesan lewat telepon ) sebaiknya menggunakan metode bermain peran. 2) Kepada Kepala Sekolah disarankan dapat memberikan fasilitas, sosialisasi, dan implementasi media serta metode pembelajaran sejalan dengan sangat pentingnya penelitian yang dilakukan oleh guru. 3) Kepada orangtua dan wali murid diharapkan mempunyai kepedulian yang tinggi dan proaktif pada proses pembelajaran demi meningkatnya prestasi belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN. Purwodarminto,1967. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Siswanto, Wahyudi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Teqip kerjasama PT Pertamina dan Universitas Negeri Malang. Senawan, Conny R. 2002. Belajar dan Pengembangan Prasekolah dan Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.
PEMBELAJARAN MENYIMAK CERITA RAKYAT DENGAN MEDIA WAYANG Khristiyanti Anik Sri Priati Guru SD YPPK St Agustinus Merauke Abstrak: Aspek menyimak kompetensi mengidentifikasi unsur-unsur cerita rakyat merupakan tuntutan pemahaman wacana narasi siswa kelas V SD.Untuk itu, guru perlu melakukan pembelajaran dengan mudah dan menarik. Kemudahan dan kemenarikan itu antara lain ditandai dengan pemikiahn metode Jigsaw dengan penggunaan media wayang.Dengan menggunakan model Jigsaw dan media wayang hasil pembelajaran mengidentifikasi unsur cerita rakyat membaik. Kata kunci:pembelajaran menyimak, media wayang, unsure cerita rakyat
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses atau aktivitas yang bertujuan agar tingkah laku manusia mengalami perubahan. Dilain pihak,pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan yang perlu dikembangkan secara terus- menerus. Sehubungan dengan itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas komponen yang mempengaruhi proses pembelajaran. Belajar adalah proses untuk memperoleh modifikasi dalam pengetahuan,keterampilan, dan tingkah laku Demikan halnyadalam pembelajaran menyimak. Pembelajaran menyimak adalah pembelajaran memahami isi ujaran. Tarigan (dalam Suwignyo dan Santoso, 2013:2) menyatakan bahwa pembelajaran menyimak adalah suatu proses kegiatan menangkap lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpretasi untuk memahami makna komunikasi yang disampaikan oleh sang pembicara melalui bahasa lisan. Pembelajaran itu berusaha meningkatkan kemampuan menyimak siswa agar lebih efektif dan menyenangkan. Berdasarkan hasil pengamatan di kelas, pembelajaran menyimak sangat rendah karena siswa lebih senang bercerita dengan teman dan merasa jenuh cerita yang disampaikan hanya sekadar membacakan teks cerita saja.Untuk itu, perlu diupayakan penerapan model pembelajaran yang tepat dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Dalam artikel ini dibahas persoalan (1) cerita rakyat dan unsur cerita rakyat, (2) media wayang, (3) model Jigsaw dalam pembelajaran menyimak.
1246
CERITA RAKYAT DAN UNSUR CERITA RAYAT Cerita Rakyat Cerita rakyat atau folklore adalah cerita yang hidup di tengah-tengah masyarakatdan sudah ada sejak zaman dahulu. Cerita tersebut diwariskan atau disebarkan secara lisan dari mulut ke mulut. Generasi yang lebih tua mewariskan secara turun-temurun kepada generasi yang lebih muda. Cerita rakyat memiliki beberapa jenis, antara lain fabel, legenda, mite, sage, epos, dan cerita jenaka (Danandjaja, 1986). Fabel atau cerita binatang adalah cerita rakyat yang tokohtokohnya binatang misalnya,Kancil yang cerdik,Serigala yang licik. Legenda adalah cerita yang isinya dikaitkan dengan asal usul terjadinya suatu tempat,misalnya,Asal usul Banyuwangi,Danau Toba. Mite adalah cerita yang isinya tentang dewa dewi atau cerita yang bersifat sakral,misalnya,Nyi Roro Kidul. Sage ialah cerita yang mengandung sejarah misalnya,Darmawulan,Roro Jonggrang. Epos ialah kepahlawanan,misalnya Ramayana dan Mahabarata. Cerita Jenaka ialah cerita yang menceritakan kebodohan atau sesuatu yanglucu,misalnya,Kabayan. Unsur Cerita Rakyat Cerita rakyat memiliki unsur hampir sama dengan unsur cerita fiksi kontemporer, misalnya cerpen. Unsur dimaksud adalah tokoh dan penokohan, latar dan pelataran, alur dan pengaluran, amanat dan pengamanatan dan penemaan (Suwignyo, 2012). Tokoh atau pelaku cerita adalah individu rekaan yang mengemban amanat tertentu. Dalam cerita rakyat tokoh rekaan dapat berupa manusia atau bukan manusia, misalnya hewan, tetumbuhan, atau bahkan benda-benda.Latar atau setting adalah konteks kejadian/peristiwa dalam cerita. Sebab itu di dalamnya dicakup tempat, waktu, dan suasana yang muncul. Alur atau plot adalah rangkaian kejadian yang berhubungan secara logis atau kronologis dalam suatu cerita.Tema disebut juga ide dasar. Tema adalah ide dasar yang mendasari atau melandasi seluruh rangkaian kejadian/peristiwa dalam cerita. Amanat adalah hikmah atau manfaat praktis yang dapat diambil oleh pembaca/pendengar. Tema cerita rakyat memang hanya satu, tetapi manfaat praktis yang dapat diambil oleh pembaca relatif tidak terbatas (Suwignyo, 2013:9--16). MEDIA WAYANG Media pembelajaran bahasa Indonesia dapat dijelaskan sebagai segala alat atau bahan yang disiapkan sebagai perantaran atau penghubung antarsiswa dengan kompetensi dasarbahasa yang akan dipelajari oleh siswa. Media pembelajaran menyimak adalah media yang dirancang secara khusus untuk mengajarkan keterampilan menyimak. Media dirancang dan dikembangkan untuk memudahkan siswa berlatih menyimak dari tingkat yang paling dasar sampai tingkat paling tinggi (Roekhan, 2013). Media wayang digunakan menentukan unsur-unsur instrinsik cerita rakyat. Dalam bahasa Jawa berarti wayang berati bayangan.Jika ditinjau dari sifatnya wayang dapat diaartikan sebagai bayangan atau merupakan pencerminandan sifat –sifat yang ada dalam jiwa manusia.Wayang dimainkan oleh seorang dalang yang dibantu oleh beberapaorang penabuh gamelan atau nayagadan beberapa orang sebagi waranggana atau vokalis.Fungsi dalang adalah sebagai sebagai pemimpin seluruh nayaga atau para penabuh gamelan. Media wayang terbuat dari kertas kartunyang digunting sesuai dengan watak tokoh.Bentuk, ukuran, warna wayang disesuaikan dengan watak wayang. Misalnya, wayang dengan muka murah berwatak pemarah. Sebaliknya dengan wajah lebut berwatak baik. Media wayang sangat mudah dan meriah. Bahan-bahannya dapat dibuat dari karton-karton yang sudah tidak terpakai. Selain itu, media wayang banyak memberikan manfaat. Manfaat media wayang,antara lain (1) mampu meningkatkan ketrampilan menyimak siswa, efisien terhadap waktu,(2) dapat mengembangkan imajinasi dalam suasana gembira,(3) memumbuhkembangkan kreativitas siswa.
1247
MODEL JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK Model Jigsaw Model Jigsaw atau tim ahli digunakan guru dalam pembelajaran menyimak cerita rakyat. Langkah-langkah penerapan model Jigsawadalah sebagai berikut: (1) siswa dibentuk menjadi empat kelompok, setiap siswa daam kelompok menerima tugas berbeda (tokoh,watak,latar dan amanat), (2) siswa mendengaarkan pembacaan cerita oleh guru, (3) siswa dalam kelompok mengidentifikasi unsur cerita sesuai dengan tugas, (4) masing-masing siswa dengan tugas yang sama membentuk kelompok baru, kemudian mengidentifikasi secara bersamsama, (5) wakil kelompok menyampaikan hasil di depan kelas, dan (6) pelaksanaan evaluasi. Model Jigsaw memiliki sejumlah kelebihan. Kelebihan model tersebut adalah (1) memudahkan bagi guru dalam menyampaikan materi menyimak cerita, (2) memudahkan siswa untuk mengidentifikasi unsur cerita, (3) melatih siswa bertanggung jawab akan tugasnya, dan (4) melatih siswa untuk berani berbicara di depan kelas. Pembelajaran Menyimak Model pembelajaran adalah rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik,mudah dipahami dan logis. Karenanya model pembelajaran difungsikan sebagai pedoman dalam merencanakan dalam merencanakan pembelajaran di kelas pada setiap kali pertemuan termasuk di dalamnya penentuan materi dan perangkat pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat materi yang akan diberikan,tujuan yang akan dicapai,serta tingkat kemampuan akademik siswa. Suatu rancangan pembelajaaran yang menggunakan model pembelajaran tertentu akan memiliki karakteristik, yakni (1) memiliki rasional teoretik yang logis,(2) memiliki landasan pemikiran yang jelas tentang apa dan bagaimana (siswa tujuan) belajar,(3) mencerminkan tingkah lakuyang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksankan dengan baik, serta (4) memiliki lingkungan belajar yang menunjang sehinggga tujuan pembelajaran tercapai Arends 2004(dalam Andayani dan Pratiwi,2013) mengartikan bahwa model memiliki makna yang lebih luas daripada pendekatan,strategi,metode dan teknik. Dalam pembelajaran menyimak guru dapat menerapkan model Jigsaw. Perencanaan Pembelajaran Dalam perencanaan pembelajaran menyimak yaitu mengidentifikasi unsur-unsur cerita rakyat juga dirancang langkah-langkah pembelajarannya,yaitu menentukan SK,KD,indikator,media, model semuanya itu masuk dalam persiapan pembelajaran. Setelah perencanaan disusun,guru menerapkan RPP yang telah disiapkan,pelakksanaan pembelajaran diawali dengan kegiatan awal, inti akhir. Pelaksanaan Pembelajaran Kegiatan Awal Pada keagiatan awal pembelajaran,guru memberi salam dan bernyanyi bersama untuk lebih merasa dekat dengan siswa dan siswa lebih siap untuk memulai belajar,awall pembelajaran siswa menunjukan antusias dan respon yang baik. Setelah keadaan sudah siap, memulai membagi siswa dalam empat kelompok dan setiap siswa dipasangi topi tokoh,elain itu memotivasi bahwa bangsa kita kaya akan kebudayaan salah satu adalah cerita rakyat. Kegiatan Inti Pada kegiatan inti guru memulai menceritakan dengan gaya mendalang dan menggerakkan tokoh-tokoh cerita secara perlahan-lahan.Setelah guru bercerita, siswa diminta untuk mengidentifikasi cerita sesuai topik yang dipakai.Setelah mengidentifikasi siswa membentuk kelompok baru sesuai ahlinya dan berdiskusi lalu setiap kelompok menunjuk salah satu siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Kegiatan Akhir Pada kegiatan akhir siswa diberi evaluasi dan bersama siswa mengadakan kesimpulan dan melakukan refleksi berupa kesan pembelajaran dan pemberian tugas berupa mencari salah satu cerita rakyat. Diakhir pembelajaran gurumengajak siswa menyanyi.
1248
PENUTUP Simpulan Pembelajaran menyimak bertujuan melatih pendengaran siswa,bagaimana siswa berlatih menggunakan indra telinga menangkap informasi secara baik. Pemilihan model pembelajaran Jigsaw sangat tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran menyimak mengidentifikasi unsurunsur cerita. Media wayang terbukti tepat digunakan. Dalam proses pembelajaran siswa tampak antuisias. Dari sisi hasil belajar nilai yang diperoleh siswa pada evaluasi mendapat nilai diatas KKM. Media wayang yang diaplikasikan dalam model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan proses dan hasil belajar menyimak cerita. Dalam pembelajaran, media sangat berperan penting untuk membantu siswa dalam mencapai kompetensi yang ditentukan. Ketepatan pemilihan media wayang dan model Jigsawterbukti dapat meningkatkan interaksi antarsiswa, interaksi siswa dengan guru, dan interaksi siswa dengan media. Saran Berdasarkan simpulan disarankan kepada (1) Guru agar menjadikan media wayang dalam proses mendengarkan bahan simakan. Dengan menggunakan media wayang proses menyimakl siswa menjadi lebih optimal. (2) Guru agar menerapkan model Jigsaw dalam mengomunikasikan hasil simakan. Dengan menerapkan model Jigsaw siswa dapat saling belajar dan bekerja sama mencocokkan dan memperkaya hasil simakan. (3) Kepala sekolah agar memberikan keleluasaan bagi para guru untuk memanfaatkan hasil pengamatan atau penelitian dalam pembelajaran menyimak. DAFTAR RUJUKAN Andayani, Kusubakti dan Pratiwi,Yuni. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kreatif dan Inovatif. Malang: UM Press dan PT Petamina. Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.Jakarta: Grafiti Pres. Roekhan.2013.Media Pembelajaran Bahasa Indonesia.Malang: Malang Press dan PT Pertamina. Suwignyo, Heri dan Santoso, Anang. 2013. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Malang: UM Press dan PT Pertamina. Suwignyo, Heri. 2012. Memahami Wacana Narasi Mengidentifikasi dan Cara Menemukan Unsur Cerita Tentang Cerita RakyatSerta Pembelajarannya. Dalam J-TEQIPTh III, No 2, November 2012 hlm. 9—16.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGUNAKAN EJAAN DAN TANDA BACA MELALUI LATIHANIDENTIFIKASI DAN KOREKSI Maksun Mujtahidin Guru SDN 4 Tamansari Lombok Barat
Abstrak: Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menggunakan ejaan dan tanda baca melalui latihan identifikasi dan koreksi. Prosedur penelitian ini mengikuti model PTK klasikal.Pelaksanaan kegiatan perbaikan pembelajaran dilakukan dalam dua siklus..Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan latihan identifikasi dan koreksi intensif kemampuan siswa dalam menerapkan EYD meningkat. Kata kunci:menggunakan ejaan dan tanda baca, latihan identifikasi, koreksiintensif
1249
Berdasarkan hasil observasi kelas dan refleksi guru, diperoleh informasi bahwa siswa belum memahami penggunaan ejaan dan tanda baca dengan benar. Menurut Hastuti (1976)ada berbagai kemungkinan penyebab terjadinya kekurang pahaman siswa dalam menggunakan ejaan dan tanda baca.Mungkin karena kurangnya pemberian latihan yang cukup.atau barangkali siswa secara sengaja tidak peduli akan pentingnya pengetahuan aturan penulisan ejaan dan tanda baca yang benar. Kemungkinan lain disebabkan ada diantara para guru yang salah dalam menggunakan ejaan dan tanda baca didalam menyampaikan pelajaran sehingga dicontoh oleh para siswa (Pusat Bahasa, 1980; Warhani, 2005). Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah‗‘Apakah penggunaan metode latihan identifikasi dan koreksi kesalahan secara intensif dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN 4 Tamansari dalam menggunakan ejaan dan tanda baca secara benar.?‖ Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam menggunakan ejaan dan tanda baca secara benar melalui penelitian tindakan kelas.Diharapkan ,dengan menggunakan metode latihan identifikasi dan koreksi kesalahan secara intensif, hasil belajar siswa dalam menggunakan ejaan dan tanda baca secara benar akan meningkat. Rumuskan masalah penelitian ini ―Apakah melalui latihan identifikasi dan koreksi kesalahan secara intensif dapat meningkatkanhasil belajar siswa kelas VI SDN 4 Tamansari dalam menggunakan ejaan dan tanda baca secara benar pada semester gasal tahun pelajaran 2013/2014. METODE PENELITIAN Penelitian ini berjenis PTK dengan menggunakan ancangan bersiklus. Pada setiap siklus dilakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan perefleksian. Hasil refleksi dijadikan dasar menyusun perencanaan ke-2, pelaksanaan ke-2, pengamatan ke-2, dan perfleksian ke-2 (Kartowagiran, 2005). Subjek terteliti adalah siswa yang diteliti adalah siswa kelas VI SDN 4 Tamansari semester 1 tahun ajaran 2013/2014. Kelas VI SDN 4 Tamansari berjumlah 38 siswa,terdiri dari 18putra dan 20putri. Kemampuan menulis rata-rata masih rendah.Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa daerah.keadaan sosial ekonomi orangtua siswa rata-rata menengah kebawah. Tempat tinggal siswa kebanyakan berasal dari pelosok yang umumnya orangtuanya bekerja seebagai petani kebun.Hal inilah yang menyebabkan motivasi belajar siswa juga rendah. Lokasi penelitian terletak dibelakang Masjid Dusun Bentaur,Desa Tamansari,Kecamatan Gunungsari.Fasilitas sekolah terdiri atas gedung–gedung yang masih baru, terdiri atas 5 ruang kelas. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis data dilakukan terhadap 3 kelompok data, yaitu data hasil observasi rekan sejawat, data refleksi guru,dan data hasil belajar siswa yang difokuskan pada 2 hal utama,yaitu situasi kelas dan prestasi belajar siswa. Situasi Kelas Selama pelaksanaan kegiatan Belajar – mengajar, dengan mengacu pada RPP dibandingkan dengan hasil observasi, catat beberapa kegiatan penting, antara lain (a) Pada saat pembentukan kelompok siswa tidak segera melaksanakan tugas tapi malah melakukan kegaduhan,mondar-mandir,mengobrol,sehiongga menyita waktu 10 menit, (b) selama kegiatan Belajar-mengajar kegaduhan kelas mulai berkuranng,tetapi masih ada kekurangan yaitu: aktivitas siswa tidak merata , kerjasama kelompok sebagian ada yang belum kompak, masih ada siswa yang pasif dan masa bodoh. Hasil observasi kelas menyatakan bahwa ada kelebihan dari tindakan Perbaikan ini antara lain: siswa mulai termotivasi untuk belajar, siswa secara aktif dan penuh kesungguhan melaksanakan tugas yang diberikan guru, bila diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusi atau hasil pelaksanaan latihan, siswa berlomba- lomba mengacungkan jari terlebih dahulu, siswa mulai berani tampil didepan kelas, siswa mulai berani mengajukan usul, pertanyaan dan saran. 1250
Prestasi Belajar Siswa Dalam penelitian ini diterapkan ketuntasan belajar secara individual, dengan kriteria minimal 65.Sementara itu,secara klasikal dinyatakan tuntas apabila siswa yang dinilainya sudah tuntas mencapai 85% dari jumlah keseluruhan siswa.Perbandingan nilai capaian 1 dancapaian 2 dari 2 siklus perbaikan sebagai berikut.
Tabel 1 Perolehan Nilai NilaiCapaian 1 No Nilai N 1 100 2 2 95 3 90 4 4 85 4 5 80 4 6 75 5 7 70 3 8 65 4 9 60 7 10 55 4 11 50 1 Jumlah Siswa 38 Rata-rata Skor 72,50
Nilai Capaian 2 No Nilai 1 100 2 95 3 90 4 85 5 80 6 75 7 70 8 65 9 60 10 55 11 50 Jumlah Siswa 38 Rata-rata Skor 83,03
N 8 2 9 2 5 3 3 4 2 -
Data 3 latihan menggunakan ejaan , yaitu mengubah teks–teks wawancara menjadi teks narasi, terlihat kesalahan sebagai berikut. Tabel 2Kesalahan Siswa Kesalahan Sebelum Perbaikan No Jumlah Kesalahan Jumlah Siswa
No
1
Tidak ada yg salah
2
1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 Kesalahan 2 Kesalahan 3 Kesalahan 4 Kesalahan 5 Kesalahan 6 Kesalahan 7 Kesalahan 8 Kesalahan 9 Kesalahan 10 Kesalahan 11 Kesalahan 12 Kesalahan
1 2 4 5 2 1 1 3 4 4 3 6
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kesalahan Sesudah Perbaikan Jumlah Jumlah Siswa Kesalahan Tidak ada yg 13 salah 1 Kesalahan 2 2 Kesalahan 1 3 Kesalahan 2 4 Kesalahan 6 5 Kesalahan 1 6 Kesalahan 2 7 Kesalahan 2 8 Kesalahan 3 9 Kesalahan 2 10 Kesalahan 2 11 Kesalahan 1 12 Kesalahan 1
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil bahasan disimpulkan (a) secara individual banyak siswa = 38 siswa, siswa tuntas belajar ada 32 siswa, persentase siswa yang telah tuntas =84%, siswa yang belum tuntas ada 6 siswa, persentase siswa yang belum tuntas= 16%. Secara klasikal (a) siswa belum tuntas belajar karena menurut standar ketuntasan belajar secara klasikal harus mencapai 85%, sedangkan pencapaian hasil belajar setelah siklus 1 baru mencapai 78,94% sehingga untuk mencapai ketuntasan klasikal masih kurang 6,06%, (b) ratarata skor sebelum perbaikan = 72,50%, (c) rata–rata skor setelah perbaikan = 83,03%, (d) gain skor (perolehan nilai ) rata-rata = 10.53%. 1251
Dari data tersebut, diperoleh informasi bahwa terjadi peningkatan pencapaian hasil belajar oleh siswa,tetapi belum mencapai tingkat ketuntasan sebagaimana telah ditetapkan. Proses pembelajaran kemudian dikaji ulang untuk menentukan sebab – sebab ketidak tuntasan, padahal terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Metode belajar dengan menerapkan pola latihan dan koreksi kesalahan secara intensif ternyata dapat ,meningkatkanhasil belajar siswa. Terjadi peningkatan perolehan nilai siswa setelah dilakukan perbaikan pembelajaran. Saran Berdasarkan simpulan penelitian disarankan kepada (1) Guru agar memanfaatkan metode identifikasi dan latihan intensif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan ejaan dan tanda baca. (2) Guru agar melakukan pola latihan dan koreksi kesalahan dengan porsi latihan yang cukup. Pola demikian dapat,meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar yang berimplikasi pada pencapaian ketuntasan belajar. (3) Kepala sekolah agar mendorong hasil penelitian ini untuk diterapkan dalam pembelajaran menerapkan ejaan dalam menulis. Dengan kebijakan itu, guru akan difasiltasi dan dibiasakan mengembangkan pembelajaran berdasarkan hasil penelitian. DAFTAR RUJUKAN Hastuti, S, 1976 Metodologi Pengajaran Bahasa.yogyakarta : Gajah Mada University Kartowagiran, B.,2005. Pengertian Dan Prinsip-Prinsip Penelitian Tindakan Kelas.Yogyakarta: Satker Pembinaan PLP. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1980.Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.Jakarta : Balai Pustaka. Wardani, IGAK.2001. Sistem Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta, Universitas Terbuka.
PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN BAHASA DI KELAS AWAL SEKOLAH DASAR Ni Ketut Sulastri Guru SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari Lombok Barat, NTB Abstrak: Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik.Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca.Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih senang bermain.Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Kata kunci: membaca permulaan, permainan, sekolah dasar
Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Keempat aspek tersebut dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi keterampilan membaca dan menyimak, (2) keterampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan berbicara (Muchlisoh, 1992:119). Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) bertujuan meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis.Ketrampilan membaca sebagai salah satu ketrampilan berbahasa tulis yang bersifat reseptif perlu dimiliki 1252
siswa SD agar mampu berkomunikasi secara tertulis.Oleh karena itu, peranan pengajaran Bahasa Indonesia khususnya pengajaran membaca di SD menjadi sangat penting.Peran tersebut semakin penting bila dikaitkan dengan tuntutan pemilikan kemahirwacanaan dalam abad informasi.Pengajaran Bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan. Keterampilan membaca dan menulis, khususnya keterampilan membaca harus segera dikuasai oleh para siswa di SD karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka. Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya, kemajuan belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca. Pembelajaran membaca di SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas tinggi.Pelajaran membaca dan menulis di kelaskelas awal disebut pelajaran membaca dan menulis permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut pelajaran membaca dan menulis lanjut.Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I sekolah dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran. Tujuan membaca permulaan di kelas I adalah agar ―Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat (Depdikbud, 1994/1995:4). Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas I. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan ketrampilan membaca siswa. Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. guru yang berkompetensi tinggi akan sanggup menyelenggarakan tugas untuk mencerdaskan bangsa, mengembangkan pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan membentuk ilmuwan dan tenaga ahli. Ruang lingkup dalam artikel ini meliputi (1) membaca permulaan, (2) permainan bahasa, (c) pembelajaran membaca permulaan melalui permainan bahasa. MEMBACA PERMULAAN DAN PERMAINAN BAHASA Membaca Permulaan Membaca permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat. Pembelajaran memabaca permulaan diberikan di kelas I dan II.Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Permainan Bahasa Permainan bahasa merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan dan untuk melatih ketrampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).Apabila suatu permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak memperoleh keterampilan berbahasa tertentu, maka permainan tersebut bukan permainan bahasa.Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih keterampilan bahasa tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan disebut permainan bahasa. 1253
Sebuah permainan disebut permainan bahasa, apabila suatu aktivitas mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).Setiap permainan bahasa yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran harus secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.Anak-anak pada usia 6–8 tahun masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Aktivitas permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang menyenangkan. Bahwa interaksi antara permainan dengan pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang sangat penting bagi anak-anak. Permainan dapat menjadi kekuatan yang memberikan konteks pembelajaran dan perkembangan masa kanak-kanak awal. Untuk itu, perlu diperhatikan struktur dan isi kurikulum sehingga guru dapat membangun kerangka pedagogis bagi permainan. Struktur kurikulum terdiri atas: (a) perencanaan yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan, (b) pengorganisasian, dengan mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan peran orang dewasa, (c) pelaksanaan, yang mencakup aktivitas dan perencanaan, pembelajaran yang diinginkan, dan (d) asesmen dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan (Wood, 1996:87). PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN BAHASA Pembelajaran Membaca Permulaan Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II.Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn).Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas.Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan. Belajar konstruktivisme mengisyaratkan bahwa guru tidak memompakan pengetahuan ke dalam kepala pebelajar, melainkan pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog yang ditandai oleh suasana belajar yang bercirikan pengalaman dua sisi.Ini berarti bahwa penekanan bukan pada kuantitas materi, melainkan pada upaya agar siswa mampu menggunakan otaknya secaraefektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif. Dengan demikian proses belajar membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa (Semiawan, 2002:5). Dalam hal ini guru tidak hanya sekedar melaksanakan apa yang ada dalam kurikulum, melainkan harus dapat menginterpretasi dan mengembangkan kurikulum menjadi bentuk pembelajaran yang menarik. Pembelajaran dapat menarik apabila guru memiliki kreativitas dengan memasukkan aktivitas permainan ke dalam aktivtas belajar siswa. Penggunaan bentukbentuk permainan dalam pembelajaran akan memberi iklim yang menyenangkan dalam proses belajar, sehingga siswa akan belajar seolah-olah proses belajar siswa dilakukan tanpa adanya ketrpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan. Selain itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai tersebut, sel-sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap informasi, dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi pelajaran dapat disimpan terus dalam ingatan jangka panjang. Permainan Bahasa Permainan dapat menjadi kekuatan yang memberikan konteks pembelajaran dan perkembangan masa kanak-kanak awal.Untuk itu perlu, diperhatikan struktur dan isi kurikulum sehingga guru dapat membangun kerangka pedagogis bagi permainan. Struktur kurikulum terdiri atas (1) perencanaan yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan, (2) pengorganisasian, dengan mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan peran orang dewasa, (3) pelaksanaan, yang mencakup aktivitas dan perencanaan, pembelajaran yang diinginkan, dan (4) assesmen dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan (Wood, 1996:87). 1254
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi pembelajaran dengan menggunakan kartu berseri (flash card).Kartu-kartu berseri tersebut dapat berupa kartu bergambar.Kartu huruf, kartu kata, kartu kalimat.Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan strategibermain dengan memanfaatkan kartu-kartu huruf.Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai media dalam permainan menemukan kata.Siswa diajak bermain dengan menyusun huruf-huruf menjadi sebuah kata yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh guru.Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah keterampilan mengeja suatu kata. Dalam pembelajaran membaca teknis.Guru dapat menggunakan strategi permainan membaca, misalnya mencocokkan kartu, ucapkan kata itu, temukan kata itu, kontes ucapan, temukan kalimat itu, baca dan berbuat dan sebagainya. Kartu-kartu kata maupun kalimat digunakan sebagai media dalam permainan kontes ucapan.Para siswa diajak bermain dengan mengucapkan atau melafalkan kata-kata yang tertulis pada kartu kata.Pelafalan kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan kalimat bahasa Indonesia.Yang dipentingkan dalam latihan ini adalah melatih siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa (vokal, konsonan, dialog, dan cluster) sesuai dengan daerah artikulasinya. Untuk memilih dan menentukan jenis permainan dalam pembelajaran membaca permulaan di kelas, guru perlu mempertimbangkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan kondisi siswa maupun sekolah.Dalam tujuan pembelajaran, guru dapat mengembangkan salah satu aspek kognitif, psikomotor atau sosial atau memadukan berbagai aspek tersebut.Guru juga perlu mempertimbangkan materi pembelajaran, karena bentuk permainan tertentu cocok untuk materi tertentu.Misalnya, untuk ketrampilan berbicara guru dapat menyediakan jenis permainan dua boneka, karena dengan permainan ini dapat mendorong siswa berani tampil secara ekspresif. Perangkat Permainan Bahasa Kartu Kata Permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan menyenangkan.Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata berkali-kali, namun tidak dengan cara yang membosankan. Guru perlu banyak memberikan sanjungan dan semangat.Hindari kesan bahwa siswa melakukan kegagalan.Jika permainan sukar dilakukan oleh siswa, maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan berhasil dalam belajar. Cara membuat: pada kartu yang panjang ditempeli sebuah gambar sederhana. Di samping gambar ditulis suatu pilihan tiga kata, satu yang sesuai dengan gambar dan dua yang mirip dengan gambar.Pada punggung kartu warnai suatu ruang untuk menyatakan kata yang benar.Kemudian disediakan penjepit kertas.Cara bermain: dua orang siswa memutuskan kata mana yang sepadan dengan gambar, kemudian menaruh jepit di samping kartu kata itu. Untuk mengecek baliklah kartu. Kartu Kalimat Pada kartu yang panjang tertulis kalimat dengan satu kata hilang.Pada kartu tersebut diberi celah untuk kata-kata yang hilang.Kemudian membuat kartu gambar yang cocok dengan celah itu.Cara membuat: sebuah kalimat ditulis diatas kartu panjang dengan satu kata dihilangkan. Pada kata yang dihilangkan tersebut dilubangi untuk menyelipkan kartu yang cocok untuk melengkapi kalimat.Kemudian membuat kartu-kartu kata yang salah satunya cocok untuk celah pada kartu kalimat.Cara bermain: satu atau dua orang membaca kalimat dan mencocokkan kartu-kartu gambar dalam spasi yang kosong. Kemudian siswa menyelipkan kartu kata yang cocok pada celah kartu kalimat. Kartu Batu Loncatan Cara Membuat: karton atau kertas digunting menjadi sejumlah bundaran. Pada bundaran tersebut ditulis nama anggota keluarga atau teman-teman. Kertas dapat bermacammacam.warna.Cara bermain: guru melakukan suatu perintah, misalnya ―Loncat ke Ayah‖. Siswa harus menemukan bundaran yang benar dan melompat disitu sambil menunggu perintah selanjutnya.Dapat juga diubah menjadi sebuah permainan pembentukan kalimat.Dengan memasukkan kata kerja dan bagian-bagian lain dari bahasa lisan.Siswa harus melompat ke bundaran-bundaran itu dalam urutan yang benar agar tersusun sebuah kalimat.
1255
Kartu Benar-Salah atau Kartu True or False Pada permainan true or false, pengajar membagikan kartu kepada siswa yang berisi tentang berbagai macam bentuk kalimat tanya. Siswa harus menentukan apakah kalimat yang ada dalam kartu tersebut benar atau salah. Selanjutnya mereka mereka berbaris di sisi kiri dan kanan sesuai dengan jawaban yang mereka berikan (misalnya: jawaban benar di sebelah kanan, jawaban salah di sebelah kiri). Mereka pun diminta memberikan alasan mengapa mereka menjawab benar atau salah.Dalam prosesnya, siswa bisa pindah barisan, jika dia berubah pikiran. Permainan ini digunakan untuk melatih materi tentang struktur kalimat tanya. Kartu Pendek atau Card Sort Melatih kosa kata siswa. Guru menempelkan beberapa kartu di papan yang berisi tentang beberapa istilah umum seperti manusia, alam, binatang. Siswa pun sudah mendapatkan kartu berisi kosa kata yang berhubungan dengan suara yang diperdengarkan oleh manusia, binatang, dan alam. Misalnya: mengerang, berhembus, mengembik, dan lain sebagainya. Agar tidak ribut, siswa diminta memasang kartu-kartu mereka di papan tanpa bicara. Kartu Jodoh atau Index Card Match Adalah permainan untuk melatih pengetahuan tentang lawan kata (antonim). Misalnya: gelap–terang, tinggi–rendah, dan lain-lain. Cara bermain sbb: siswa harus mencari rekannya yang memiliki kartu dengan kata yang berlawanan dengan kata pada kartu miliknya. Selanjutnya mereka harus duduk atau berdiri berdekatan. Permainan ini juga bisa dilakukan tanpa mengeluarkan suara sehingga ekspresi yang muncul akan lebih menarik, suasana kelas pun tidak terlalu ribut (karena walaupun tanpa suara, bunyi-bunyi yang dikeluarkan pun tetap saja lucu). Kartu Susun Cerita Menyusun cerita dalah alternatif permainan yang dilakukan untuk melatih kemampuan siswa menyusun satu paragraf yang logis.Caranya sbb, kartu-kartu ditempelkan di dinding, dan para siswa diminta menyusun kartu-kartu tersebut menjadi satu jalinan cerita yang utuh dan bermakna. Pada permainan tunjuk abjad, siswa diminta mengumpulkan sebanyak mungkin kosa kata yang berawalan abjad tertentu. Guru bisa memodifikasi permainan ini dengan menentukan kosa kata untuk kelas kata tertentu, misalnya kata kerja dari abjad S, atau kata sifat dari abjad T, dan sebagainya. PENUTUP Simpulan Pembelajaran membaca permulaan di sekolah dasar efektif dilakukan dengan menggunakan permainan bahasa. Permainan bahasa yang cocok digunakan antara lain permainan kartu kata, kartu kalimat, kartu true or false, kartu batu loncatan,kartujodoh atau index card match, kartu susun cerita, dan card sort. Pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan permainan bahasa terbukti menyenangkan. Dengan bermain kartu kata dan kartu kalimat siswa terbukti mampu mengasosiasikan lambang-lambang grafis untuk membentuk pengertian sederhana. Dengan bantuan media kartu, siswa lebih mudah belajar membaca. Itu sejalan dengan perkembangan berpikir siswa kelas awal yang masih dalam tahap berpikir konkret. Saran Berdasarkan simpulan disarankan kepada (1) Guru agar menggunakan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca permulaan. Dengan menggunakan permainan bahasa siswa mudah mengasosiasikan lambang-lambang tulisan untuk membentuk pengertian sederhana. (2) Guru agar menyeleksi bentuk permainan bahasa dalam pembelajaran membaca permulaan. Setiap permaianan bahasa memiliki ciri dan fungsi tersendiri. Siswa kelas rendah sebaiknya membaca dengan mengikuti model SAS (struktural analitik sintetik). Siswa membaca permulaan dengan mengawali membaca struktur kalimat-kata-suku kata-huruf kemudian kembali ke suku kata-kata-kalimat. Hal itu sejalan dengan perkembangan berpikir siswa kelas rendah, yakni berikir dari umum ke khusus. (3) Kepala sekolah agar memanfaatkan bentuk-bentuk permainan bahasa sebagai media pembelajaran bahasa yang mudah dan fungsional. Dengan memanfaatkan media permainan 1256
bahasa, pembelajaran bahasa Indonesia yang aktif-kreatif-efektif-menyenangkan dapat diwujudkan. DAFTAR RUJUKAN Akhadiah. 1991. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Bandung: Angkasa. Depdikbud.1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. Semiawan, 2002. Strategi Pembelajaran AktifYogyakarta : Pustaka Insan Madani. Muclisoh, 1992. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Wood. 1996. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. http://banjarnegarambs.wordpress.com.html, diakses 23 Desember 2013. http://perpustakaan-online.blogspot.com/search/label/Bahasa%20Indonesia.html,diakses, Desember 2013.
12
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS SURAT UNDANGAN SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DENGAN MEDIA POHON SURAT Sri Rahayu SDN 09 Curup Selatan Bengkulu
Abstrak: Penelitian ini dimaksudkan untuk pembelajaran menulis surat undangan di kelas 5 SD. Penelitian dilakukan dengan rancangan PTK. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan media pohon surat terbukti dapat meningkatan kualitas pembelajaran menulis surat undangan. Dengan penggunaan media pohon surat, suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, siswa lebih aktif belajar menulis surat, dan aktivitas kerja kelompok lebih optimal. Suasana pembelajaran yang optimal tersebut juga berdampak positif pada peningkatan keterampilan siswa dalam menulis surat undangan. Hal itu dapat dilihat dari peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu 47,3% menjadi 84,2% pada siklus II. Kata kunci: Keterampilan menulis, sura undangant, media pohon surat, sekolah dasar
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa keterampilan menulis siswa, rata-rata, masih rendah. Hal itu ditandai dengan (1) rendahnya frekuensi kegiatan menulis siswa, (2) rendahnya antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran menulis, dan (3) rendahnya kreativitas belajar siswa dalam pembelajaran menulis. Hal itu menunjukkan bahwa pembelajaran menulis di lapangan belum berhasil. Keberhasilan pembelajaran menulis di sekolah ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) kurikulum, (2) guru, (3) siswa, (4) fasilitas penunjang, dan (5) lingkungan belajar. Kunci keberhasilan pelaksanaan pembelajaran menulis sangat ditentukan oleh guru. Iklim belajar yang diciptakan guru sangat menentukan arah dan keberhasilan belajar menulis siswa. Guru yang berhasil melaksanakan pembelajaran secara akan mampu mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Smith (dalam Suparno & Yunus, 2002) menjelaskan bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak terlepas dari kondisi guru yang membelajarkan menulis. Pada umumnya guru tidak terampil menulis. Akibatnya, guru tidak mumpuni mengajarkan keterampilan menulis. Program yang dirancang guru belum selaras dengan langkah-langkah pembelajaran menulis. Akibatnya, guru tidak optimal dalam membimbing siswa dalam belajar menulis: (1) memilih dan menjabarkan topik, (2) menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, dan (3) menyunting tulisan. Siswa juga tidak mendapatkan pengalaman yang cukup dalam belajar menulis. Salah satu keterampilan menulis yang perlu dikuasai oleh siswa SD adalah menulis surat undangan (ulang tahun, kegiatan keagamaan, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dll.) 1257
dengan isi yang tepat, format yang benar, kalimat yang efektif, dan penggunaan ejaan yang tepat. Menulis surat merupakan materi yang kurang dikuasai siswa secara baik. Pada umumnya, siswa menulis surat undangan tanpa memperhatikan aturan penggunaan bahasa yang baik dan benar, penggunaan ejaan, isi yang tepat, dan format yang benar. Akibatnya, keterampilan menulis surat undangan yang dikuasai siswa kurang maksimal dan belum memuaskan. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menulis surat undangan secara baik dan benar. Hasil identifikasi terhadap surat undangan tersebut menunjukan bahwa kelemahan umum yang dialami siswa meliputi: (1) bahasa yang digunakan kurang tepat, (2) penggunaan ejaan kurang tepat, (3) tata letak (sistematika) kurang tepat, dan isinya (4) isinya kurang tepat. Guru berasumsi bahwa siswa akan belajar dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya. Tindakan guru tersebut didasarkan pada pandangan behavioris yang melihat pengetahuan sebagai kumpulan pasif dari subjek dan objek yang diperkuat oleh lingkungannya, dan melihat mengajar sebagai suatu upaya mengatur lingkungan agar dapat membantu siswa dalam belajar. Kaum behavioris menempatkan kegiatan sebagai kegiatan belajar mengajar, bukan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, gurulah yang aktif memberi siswa berbagai informasi pelajaran. Strategi mengajar tersebut berpotensi membentuk siswa menjadi pembelajar yang pasif. Kreativitas siswa tidak berkembang, kemampuan bernalar siswa tidak tersalurkan, dan pengetahuan siswa tidak tergali, sehingga kemandirian siswa dalam belajarpun hilang. Penelitian ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran menulis surat undangan di kelas V sekolah dasar dengan menggunakan media pohon surat. METODE Penelitian ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah pembelajaran, yaitu pembelajaran menulis surat undangan. Tindakan yang diberlakukan kepada siswa adalah menulis surat undangan dengan memanfaatkan media pohon surat. Berdasarkan tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Model rancangan penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1992) yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Pada tahap awal dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran menulis surat undangan untuk mengidentifikasi permasalahan di kelas. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut disusun Rencana Tindak Siklus I dalam bentuk rencana perbaikan pembelajaran (RPP). RPP itu diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas dengan melibatkan guru sebagai pelaksananya. Selama pelaksanaan pembelajaran dilakukan pengamatan dan mencatat segala hal yang terjadi dalam pembelajaran. Hasil pengamatan direfleksikan (dianalisis) untuk mengetahui apakah target tindakan yang ditetapkan tercapai atau belum. Hasil refleksi tersebut digunakan untuk menyusun rekomendasi tentang perlu tidaknya siklus berikutnya dilakukan. Data dalam penelitian ini berupa data tindakan, data tuturan, dan data hasil belajar. Data tindakan merupakan data nonverbal berupa informasi tindakan pembelajaran yang diberikan oleh guru dan aktivitas siswa berkaitan dengan pemberian tindakan tersebut. Data tuturan merupakan data verbal yang berupa tuturan lisan dan tertulis yang diperoleh sebelum, selama, dan setelah tindakan berlangsung. Data hasil belajar merupakan data hasil tes menulis surat undangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis data penelitian diklasifikasi menjadi dua, yaitu hasil analisis data siklus I dan hasil analisis siklus II. Pelaksanan Tindakan Siklus I Pada siklus I, keterlibatan guru pada kegiatan pembelajaran masih banyak menguasai kelas. Guru sebagai fasilitator secara intensif memberikan penjelasan-penjelasan materi menulis surat undangan kegiatan sekolah melalui media alternatif. Bimbingan guru terhadap siswa berupa arahan-arahan menulis surat undangan kegiatan sekolah dalm prosedur pembelajaran yang disampaikan pada awal kegiatan. Di luar itu, guru sebagai fasilitator memberi bimbingan 1258
pada kelompok-kelompok yang meminta bantuan selama pelaksanaan diskusi tersebut. Pembentukan kelompok ditentukan oleh guru berdasarkan tempat duduknya. Anggota kelompok bersifat heterogen dari segi kualitas akademik dan jenis kelamin. Dengan demikian, mereka berbaur antarsiswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan rendah. Dari 19 siswa yang hadir, dibentuklah 4 kelompok dengan anggota setiap kelompok 5 siswa dan 1 kelompok 4 siswa. Setelah kelompok terbentuk guru menjelaskan cara menulis surat undangan kegiatan sekolah dengan menggunakan media pohon surat yang telah disiapkan. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang bagian-bagian surat undangan. Guru juga menjelaskan bahasa yang digunakan dalam menulis surat, dan ejaan yang baik. Kepada setiap kelompok dibagikan LKS, kemudian siswa menulis surat undangn kegiatan sekolah secara kelompok. Setiap siswa menulis surat undangan agar setiap diketahui perkembangan belajarnya. Dalam kerja kelompok, guru berperan sebagai pendamping, pembimbing, dan pengamat. Aspek-aspek yang diamati dalam kegiatan kelompok tersebut adalah: tanggung jawab, kerjasama, dan partisipasi. Hasil tes siklus I menunjukan bahwa, pada umumnya, siswa sudah mampu menulis surat undangan dengan bantuan media pohon surat. Keterampilan menulis surat undangan siswa mengalami peningkatan. Dari 19 siswa, 9 siswa sudah mampu menulis surat undangan dengan baik dan benar atau 47,3%. Namun 10 siswa masih belum mampu menulis surat undangan dengan baik dan benar. Artinya, KKM yang ditetapkan belum dapat dicapai oleh kelas dan penelitian perlu dilanjutkan pada pelaksanaan siklus II. RPP siklus I perlu diperbaiki berdasarkan sejumlah kelemahan yang masih ditemukan pada siklus I. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Prosedur pelaksanaan tindakan siklus II ini identik dengan prosedur pelaksanaan siklus I. Bedanya, dalam siklus II ini, guru lebih mengoptimalkan penggunaan media pohon surat. Penjelasan guru dalam menulis surat undangan ulang tahun lebih ditingkatkan: menulis tempat dan tanggal penulisan surat, tujuan surat, salam pembuka, isi, penutup, tanda tangan dan nama pengundang, dan penggunaan ejaan. Dalam kegiatan kelompok, peran guru sebagai fasilitator lebih optimal. Guru memberi perhatian kepada seluruh kelompok secara merata untuk agar dapat memberikan bimbingan kepada setiap kelompok secara optimal. Setiap kesulitan dan permasalahan yang dihadapi kelompok dipecahkan dan diatasi oleh guru. Dengan demikian, setiap kelompkm dapat bekerja secara optimal. Hasil pembelajaran siklus II mengalami peningkatan yang signifikan. Dari 19 siswa di kelas tersebut, hanya 3 siswa yang surat undangannya belum tepat. Sebenarnya 3 siswa tersebut sudah mampu menulis surat undangan ulang tahun, hanya penggunakan ejaannya masih banyak yang salah. Dengan demikian, terdapat 16 siswa atau 84,2% siswa yang telah mampu menulis surat undangan ulang tahun atau mencapai KKM yang ditentukan. Dari hasil analisis di atas pelaksanaan tindakan siklus berikutnya tidak diperlukan. Artinya, target tindakan telah tercapai dan penelitian dihentikan. Pada siklus I hasil keterampilan menulis surat undangan ulang tahun belum memuaskan atau belum mencapai KKM secara klasikal. Hal ini dikarenakan guru belum maksimal dalam membimbing diskusi kelompok. Pembentukan kelompok masih ditentukan oleh guru berdasarkan tempat duduk siswa. Pada siklus II, guru menyadari perlunya bimbingan yang intensif dalam kelompok dalam menulis surat undangan. Berdasarkan hasil penelitan di atas diketahui bahwa penggunaan media pohon surat memberi dampak positif bagi peningkatan keterampilan siswa dalam menulis surat undangan. Hal itu dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan keterampilan siswa dalam menulis surat undangan. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal pun telah tercapai. Aktivitas siswa dalam kerja kelompok juga mengalami peningkatan. Hal itu berdampak positif terhadap menguatnya rasa tanggung jawab siswa dan kerjasama antarsiswa. Hal itu juga berdampak positif pada peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa. PENUTUP Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pohon surat terbukti dapat meningkatan kualitas pembelajaran menulis surat undangan. Dengan penggunaan media pohon surat, suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, siswa lebih aktif belajar menulis surat, dan aktivitas kerja kelompok lebih optimal. Suasana 1259
pembelajaran yang optimal tersebut juga berdampak positif pada peningkatan keterampilan siswa dalam menulis surat undangan. Hal itu dapat dilihat dari peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu 47,3% menjadi 84,2% pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan media pohon surat dapat dijadikan sebagai salah satu media alternatif dalam pembelajaran menulis surat. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, perlu dilakukan penyempurnaan media tersebut agar lebih optimal sebagai media belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Badudu, J.S 1995. Bahasa Indonesia: Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar dan kurikulum 1994. Imam Suyitno, 2010. Petunjuk Pembuatan Media Pembelajaran. Malang: PT.Pertamina (Persero) & Universitas Malang (UM). Musfiqon, 2012. Pengembangan Media & Sumber Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Rusman, 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Yudhi Munadi, 2008. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS SURAT RESMI SISWA KELAS VI SDN NO 51/ IX SETIRIS MELALUI PENGGUNAAN METODE COCOK KATA Aprizal
[email protected] SDN NO 51/ IX Setiris Kabupaten Muarojambi Abstrak: Penelitian ini dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran menulis surat resmi di kelas VI SDN. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan PTK. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Penggunaan metode cicok kata terbukti dapat memperbaiki pembelajaran menulis surat resmi. Penggunaan metode cocok kata terbukti dapat membuat proses pembelajaran menulis menjadi menyenangkan dan siswa (70%) aktif mengikuti pembelajaran menulis surat resmi. Penggunaan metode cocok juga meningkatkan kualitas hasil belajar siswa (74% siswa mencapai KKM). Kata kunci: kemampuan menulis, menulis surat resmi, metode cocok kata
Menulis adalah kegiatan penyampaian pesan (gagasan, perasaan, atau informasi) secara tertulis kepada pihak lain. Kegiatan menulis melibatkan empat unsur, yaitu: penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, bahasa tulis sebagai medium, dan pembaca sebagai penerima pesan. Menulis memiliki fungsi dan tujuan personal, interaksional, informatif, instrumental, heuristik, dan estetis. Menulis merupakan kegiatan yang kompleks. Kekompleksan menulis terletak pada tuntutan kemampuan untuk menata dan mengorganisasikan ide secara runtut dan logis, serta menyajikannya dalam bahasa tulis yang baik. Namun demikian, menulis memiliki manfaat yang besar dalam membantu pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, kepercayaan diri dan keberanian, serta kebiasaan dan kemampuan siswa dalam menemukan, mengumpulkan, mengolah, dan menata informasi. Sayang, tidak banyak orang yang suka dan mampu menulis. Sebab, banyak orang yang merasa tidak berbakat dan tidak tahu cara menulis yang baik. Hal itu disebabkan lemahnya pembelajaran oleh guru, tidak dihadirkannya model tulisan yang baik, dan kurangnya latihan menulis. Sebagai proses, kegiatan menulis terdiri atas: tahap pramenulis, tahap menulis, dan tahap pascamenulis. Tahap pramenulis merupakan kegiatan mempersiapkan sebuah tulisan. Tahap ini meliputi kegiatan memilih topik, merumuskan tujuan, dan menetapkan sasaran, mengumpulkan bahan,dan menyusun kerangka karangan. Berdasarkan kerangka karangan 1260
tersebut dilakukan pengembangan butir demi butir atau ide demi ide ke dalam sebuah tulisan yang runtut, logis, dan enak dibaca. Itulah fase menulis. Selanjutnya, ketika buram (draf) tulisan selesai, dilakukan penyuntingan dan perbaikan. Itulah fase pascamenulis yang mungkin dilakukan berkali-kali untuk memperoleh tulisan yang sesuai dengan harapan penulis. Kata ―surat‖ berarti kertas yang ditulis atau kertas yang berisi tulisan. Berbicara tentang tulisan berkaitan dengan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Seseorang menulis surat untuk mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain. Sementara itu, istilah ―resmi‖ berarti ‗sah, diakui, atau ditetapkan‘. Dengan demikian ―surat resmi‖ berarti ‗surat yang sah, diakui, atau ditetapkan‘ pemakaiannya oleh pemerintah atau suatu lembaga. Surat dapat dikelompokkan menjadi surat pribadi, surat dinas atau resmi, dan surat untuk kepentingan sosial. Surat dinas digunakan oleh suatu instansi untuk kepentingan administrasi baik pemerintahan maupun swasta. Dari segi bahasa, surat dinas memiliki empat ciri, yakni: (1) bahasa yang jelas artinya, bahasa yang digunakan tidak memberikan peluang untuk ditafsirkan secara berbeda oleh si penerima surat; (2) bahasa yang lugas dan singkat artinya, bahasa yang digunakan langsung tertuju pada persoalan yang ingin dikemukakan sehingga tidak berbelit-belit; (3) bahasa yang santun artinya, bahasa yang digunakan menunjukkan rasa hormat dan penghargaan yang wajar kepada si penerima surat; (4) bahasa yang resmi artinya, bahasa yang digunakan mengikuti kaidah baku bahasa Indonesia yang tercermin dari pilihan kata, ejaan, dan struktur kalimat yang digunakan. Dalam pembelajaran menulis surat resmi siswa di kelas VI SDN NO 51/IX Setiris, siswa masih mengalami kesulitan. Siswa belum bisa menulis surat resmi dengan isi, format, pilihan kata, dan ejaan yang tepat. Hasil belajar siswa juga masih rendah (di bawah KKM).Untuk itu perlu diadakan perbaikan pembelajaran agar diperoleh hasil belajar yang optimal. METODE Penelitian ini dilaksanakan untuk memperbaiki pembelajaran menulis surat resmi. Tindakan yang dilakukan kepada siswa berupa penggunaan strategi cocok kata dalam pembelajaran menulis surat resmi. Berdasarkan tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Rancangan PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart (1992) yang terdiri atas empat tahapan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Pada tahap awal dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran menulis surat resmi untuk mengidentifikasi permasalahan di kelas. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut disusun Rencana Tindak Siklus I dalam bentuk rencana perbaikan pembelajaran (RPP). RPP itu diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas dengan melibatkan guru sebagai pelaksananya. Selama pelaksanaan pembelajaran, dilakukan pengamatan dan pencatatan segala hal yang terjadi dalam pembelajaran. Hasil pengamatan direfleksi (dianalisis) untuk mengetahui apakah target tindakan yang ditetapkan tercapai atau belum. Hasil refleksi tersebut digunakan untuk menyusun rekomendasi tentang perlu tidaknya siklus berikutnya dilakukan. Data penelitian ini berupa data tindakan, data tuturan, dan data hasil belajar. Data tindakan berupa aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Data tuturan berupa tuturan lisan guru dan siswa yang diperoleh sebelum, selama, dan setelah tindakan berlangsung. Data hasil belajar berupa data hasil tes berbicara. Data tindakan dan data tuturan dikumpulkan dengan teknik observasi dengan menggunakan panduan observasi. Data direkam dengan alat perekam dan catatan lapangan. Data hasil belajar dikumpulkan dengan tes berbicara dan dianalisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus1 Hasil analisis pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran pada siklus 1 dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) hasil perbaikan proses pembelajaran, dan (2) hasil perbaikan hasil belajar siswa. Hasil perbaikan pembelajaran siklus 1 secara umum disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Nilai Hasil Belajar Siswa dan Unjuk Kerja Siswa pada Siklus 1 NO JUMLAH KKM KEAKTIFAN TUNTAS SISWA DLM PROSES 1 34 60 59% 58,82% 1261
TIDAK TUNTAS 41,18%
Tabel di atas menunjukkan bahwa 59% siswa sudah aktif dalam pembelajaran, 58,82% siswa mencapai KKM dan 41,18% siswa belum mencapai KKM. Dengan taraf ketuntasan kelas 70% baik proses maupun hasil belajar, berarti dapat dikatakan kelas belum mencapai target tindakan yang ditetapkan. Hal itu juga menunjukkan bahwa penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan siklus 2. Pelaksanaan tindakan siklus 2 dimulai dengan memperbaiki RPP siklus 1 sesuai dengan hasil analisis siklus1. Perbaikan RPP siklus 1 difokuskan pada perbaikan proses pembelajaran agar sesuai dengan tuntutan penggunaan metode cocok kata. Perbaikan ditekankan pada jabaran KBM yang lebih menggambarkan pelaksanaan metode cocok kata sehingga menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal. Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 Hasil analisis pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran pada siklus 1 dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) hasil perbaikan proses pembelajaran, dan (2) hasil perbaikan hasil belajar siswa. Hasil perbaikan pembelajaran siklus 2 secara umum disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Nilai Hasil Belajar Siswa dan Unjuk Kerja Siswa pada Siklus 2 NO JUMLAH KKM KEAKTIFAN DLM TUNTAS SISWA PROSES 1 30 60 70% 74%
TIDAK TUNTAS 26%
Tabel di atas menunjukkan bahwa 70% siswa sudah aktif dalam pembelajaran, 74% siswa mencapai KKM dan 26% siswa belum mencapai KKM. Dengan taraf ketuntasan kelas 70% baik proses maupun hasil belajar, berarti dapat dikatakan bahwa kelas sudah mencapai target tindakan yang ditetapkan. Hal itu juga menunjukkan bahwa penelitian ini tidak perlu ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan siklus berikutnya. Dengan kata lain, penelitian sudah berhasil, masalah pembelajara sudah teratasi dan hasil belajar siswa sudah mencapai KKM. Siswa dapat menulis surat resmi dengan isi, format, penggunaan bahasa, dan ejaan yang tepat. PENUTUP Penggunaan metode cicok kata terbukti dapat memperbaiki pembelajaran menulis surat resmi. Penggunaan metode cocok kata terbukti dapat membuat proses pembelajaran menulis menjadi menyenangkan dan siswa (70%) aktif mengikuti pembelajaran menulis surat resmi. Penggunaan metode cocok juga meningkatkan kualitas hasil belajar siswa (74% siswa mencapai KKM). Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan metode cocok kata dapat dijadikan alternatif metode pembelajaran menulis, khususnya menulis surat resmi, untuk membuahkan proses dan hasil belajar yang optimal. DAFTAR RUJUKAN Alwi, Hasan, dkk. (1998). Tata Bahasa Baku Basa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka (Persero) Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Andajani, A. & Pratiwi, Y .2011. Model-model pemebelajaran Kreatif dan Inovatif Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Materi Teachers Quality Improvement Program. Malang: Universitas Negeri Malang Kerjasama dengan PT Pertamina ( Persero). Barrs, M. (1983). The New Ortodoxy about Writing: Confusing Process and Pedagogy. Dalam Language Arts, 60, 7, hal. 839. Connors, R. dan Glen, C. (1992). The St. Martin’s Guide to Teaching Writing. Edisi II. New York: St Martin‘s Press. Cunningham, P.M., dkk. (1995). Reading and Writing in The Elementary Classroom: Strategies and Observations. Edisi III. New York: Longman. Goodman, K.S., dkk. (1987). Language Thinking in School: A Whole Language Curriculum. New York: Richard C. Owens. Graves, D.H. (1978). Balance the Basic: Let Them Write. New York: Ford Foundation. Keraf, G. (1984). Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran. Ende-Flores: Nusa Indah. McMahan, E., Day, S., dan Funk, R. (1993). Literature and the Writing Process. New York: McMillan. 1262
Moeliono, A.M. (1989). Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Gramedia. Moeliono, Anton, M. (Ed). (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka. Proet, J. Dan Gill, K. (1986). The Writing Process in Action: A Handbook for Teachers. Illinois: NCTE. Santoso, A. & Suwignyo, H.2011. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia. Materi Teachers Quality Improvement Program: Universitas Negeri Malang Kerjasama dengan PT Pertamina. Smith, F. (1981). Myths of Writing. Dalam Language Arts, 58, 7, hal. 792-798. Tarigan, H.G. (1986). Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Templeton, S. (1981). Teaching the Integrated Language Arts. New Jersey: Houghton Mifflin. Tompkins, G.E. dan Hoskisson, K. (1995). Language Arts: Content and Teaching Strategies. Ohio: Prentice Hall. Yeti Mulyati, dkk.2007. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
PENGGUNAAN MEDIA BENDERA KATA DALAM PEMBELAJARAN MELENGKAPI BAGIAN CERITA RUMPANG Zuraidah SD Negeri 2 Kunyet Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Abstrak: Dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek menulis khususnya melengkapi bagian cerita rumpang, banyak hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran itu, guru dapat menggunakan media bendera kata untuk membangkitkan gairah dan motivasi belajar peserta didik. Ketika kegiatan on going di SD Negeri 1 Lampoih Saka kelas IV semester 1 di Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie., guru menggunakan media bendera kata tersebut dan hasilnya siswa sangat menarik sehingga peserta didik dapat lebih aktif, antusias, dan berani tampil kedepan kelas. Dengan demikian, media bendera kata mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melengkapi bagian cerita rumpang. Kata kunci: media bendera kata, cerita rumpang, pembelajaran menulis
Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD adalah mata pelajaran bahasa Indonesia.Pelajaran ini mendapat porsi yang cukup banyak dalam satu minggu. Namun kenyataannya di lapangan pelajaran ini kurang diminati oleh peserta didik secara maksimal. Peserta didik kurang antusias mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia karena mereka beranggapan kurang menarik. Oleh karena itu, sebaiknya guru merancang pembelajaran yang menarik agar peserta didik termotivasi mengikuti pembelajaran. Berdasarkan Kurikulum KTSP 2006 tertulis standar kompetensi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan imformasi secara tertulis dalam bentuk percakapan, petunjuk,cerita, dan surat. Sementara itu, kompetensi dasarnya adalah melengkapi bagian cerita yang hilang (rumpang) dengan menggunakan kata/kalimat yang tepat sehingga menjadi cerita yang padu. Materi tersebut diajarkan di kelas IV Semester 1. Peserta didik mayoritas kurang paham cara melengkapi bagian cerita rumpang. Pembelajaran tersebut hasilnya kurang maksimal dan peserta didik selalu mengulangi kesalahan yang sama. Dalam pembelajaran ini memerlukan ketelatenan dan keseriusan agar peserta didik betul-betul paham akan manfaat dan kegunaan media bendera kata. Adapun faktor penyebab, peserta didik kurang memahami cara mengisi cerita rumpang antara lain: (1) peserta didik kurang serius dalam belajar, (2) guru masih menggunakan metode ceramah, (3) penggunaan media yang kurang menarik, dan (4) proses pembelajaran kurang menantang untuk berbuat. 1263
Untuk meningkatkan hasil pembelajaran yang maksimal, khususnya tentang melengkapi bagian cerita rumpang, media yang dipilih mampu memudahkan peserta didik menemukan sendiri makna dan menanamkan konsep pembelajaran. Sejalan dengan penggunaan media ini, dan penelusuran minat belajar peserta didik merupakan suatu alternative untuk memenuhi kebutuhan dalam mengoptimalkan kemampuan, penalaran dan ketrampilannya untuk meningkatkan hasil belajarnya melalui media bendera kata. MEDIA BENDERA KATA Pengertian. Media pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan hendaknya dipilih yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Salah satunya adalah media bendera kata. Media ini merupakan sepotong kertas persegi panjang yang diikat pada ujung lidi. Pada lembaran kertas tersebut ditulis dengan kata-kata yang sesuai untuk mengisi bagian cerita rumpang. Bendera kata tersebut dibuat dari kertas berwarna warni supaya kelihatan menarik. Adapun kelebihan dari media bendera kata tersebut praktis, murah pembuatan, dan mudah pemakaiannya. Dalam pembelajaran dengan menggunakan media bendera kata ini peserta didik kelihatan senang dalam melengkapi bagian cerita rumpang, sehingga keaktifan peserta didik juga terlihat sangat tinggi. Media bendera kata ini juga dapat memotivasi peserta didik dalam belajar. Hal itu seperti ditegaskan oleh Roekhan (2013:11).‖ Salah satu fungsi media adalah untuk membangkitkan minat peserta didik pada materi pelajaran yang diajarkan‖.tujuan utama guru model membuat media bendera kata tersebut untuk membangkaitkan motivasi peserta didik dalam pembelajaran menurut Futyarto (2003:258),‖ Motivasi adalah usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan.‖Para peserta didik lebih terpacu partisipasinya selama proses pembelajaran berlangsung. Cara Penerapan Media Bendera Kata. Dalam pembelajaran melengkapi bagian cerita rumpang sangatlah mudah, karena media bendera kata ini merupakan suatu alternatif untuk memenuhi kebutuhan peserta didikdalam melengkapi bagian cerita rumpang. Salah satu cara yang paling mudah adalah guru menempelkan sebuah cerita di papan tulis yang bagian dari cerita tersebut telah di rumpangkan, kemudian guru model mengajak peserta didik untuk mengamati cerita tersebut, khususnya yang ber kaitan dengan bagian cerita yang telah di rumpangkan. Dalam pembelajaran ini tugas guru membantu dan memfasilitasi peserta didik untuk mencapaai tujuan pembelajarannya. Kemudian guru model mengajak salah satu siswa maju kedepan untuk melengkapi salah satu bagian cerita rumpang dengan mengambil sebuah bendera kata dengan kata-kata yang sesuai untuk melengkapi cerita tersebut. Melalui penggunaan media bendera kata ini peserta didik dilatih mengenali dan memahami gagasan dalam tulisan. Melalui bagian cerita yang belum utuh, peserta didik dapat menebak isi dari bagian yang di rumpangkan menjadi utuh kembali. Langkah-Langkah Pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru model dalam menggunakan media bendera bendera kata sebagai berikut. Kegiatan awal. Pada kegiatan awal pembelajaran, guru model menyapa siswa dengan salam. Kemudian guru model menanyakan kepada peserta didik apakah peserta didik siap menerima pelajaran yang akan di berikan. Setelah keadaan kelas kondusif, guru model meminta kepada ketua kelas untuk memimpin doa belajar di depan kelas. Setelah berdoa, guru model memulai pembelajaran dengan apersepsi, guru model bertanya kepada peserta didik, pernahkah kalian menulis cerita? Selain itu guru model juga momotivasi peserta didik dengan menginformasikan cerita yang pernah di tulis, setelah selesai guru model melanjutkan dengan kegiatan inti. Kegiatan Inti. Pada kegiatan inti guru model menempelkan cerita yang bagian dari cerita tersebut telah di rumpangkan. Setelah cerita tersebut ditempelkan, guru model meminta kepada peserta didik untuk memperhatikan cerita rumpang tersebut, guru model menggali pengetahuan peserta didik dengan mengajukan pertanyaan mengenai cerita yang di tempelkan di papan tulis. Setelah ada ketertarikan peserta didik terhadap pembelajaran ini, maka guru model menyuruh salah satu peserta didik untuk melengkapi bagian cerita rumpang di papan tulis dengan mengambil salah satu bendera kata yang sesuai untuk melengkapi cerita tersebut, siswa
1264
yang lain memperhatihannya dan begitu seterusnya sampai cerita rumpang tersebut terlengkapi secara utuh. Setelah semua bagian cerita rumpang tersebut terlengkapi, guru model membentuk 4 kelompok belajar, setiap kelompok terdiri dari 5 orang. Setelah pembagian kelompok selesai guru model membagikan lembaran kerja kelompok beserta dengan bendera kata yang sesuai dengan lembaran kerja tersebut, setelah pembagian lembar kerja selesai, guru model memberikan petunjuk kepada peserta didik tentang cara melengkapi cerita tersebut. Setelah semuanya jelas guru model mempersilahkan peserta didik untuk melakukan kerja kelompok. Pada kesempatan ini guru model hanya memfasilitasi peserta didik, Setelah semuanya selesai mengerjakan kerja kelompok, salah satu peserta didik mewakili dari kelompoknya untuk melaporkan hasil kerja kelompok ke depan kelas, sedangkan kelompok yang lain diminta untuk menaggapinya. Setelah semua kelompok melaporkan hasil kerjanya masing masing kelompok menempelkan hasi kerja kelompoknya di papan pajangan. Kegiatan Akhir. Setelah kegiatan inti selesai, guru model memberikan evaluasi akhir tertulis secara individu kepada peserta didik, peserta didik mengerjakan tugas yang diberikan guru model. Setelah semuanya selesai guru model mengoreksi hasil kerja peserta didik. Guru model bersama peserta didik menyimpulkan pembelajaran yang telah dipelajari dengan Tanya jawab, diakhir pembelajaran ini guru model bersama peserta didik menyanyaikan lagu ―ikan di kolam‖ dan setelah itu guru model mengadakan pesan moral tentang rajin rajinlah belajar agar kalian lekas pandai. HASIL PENGAMATAN Pengamatan dilakukan di kelas IV SD Negeri 1 Lampoh Saka, Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie. Dalam pembelajaran melengkapi bagain cerita rumpang dengan media bendera kata, peserta didik sangat antusias mengikuti pembelajaran, terlihat ketika kuru mengajukan pertanyaan tentang pernahkah kalian menulis cerita? semua menjawab belum buk. Setelah guru model memberika motivasi terlihat peserta didik antusias untuk mengetahui cerita rumpang yang harus dilengkapi. Pada kegiatan inti ketika guru model menempelkan sebuah cerita yang bagian dari cerita tersebut telah dirumpangkan, peserta didik terlihat begitu tertarik dengan cerita tersebut untuk mencoba melengkapi dengan media bendera kata, terlihat adanya interaksi antara guru model dengan peserta didik, dan dan ketika kerja kelompok tercermin adanya interaksi antara peserta didik dengan peserta didik. Pada akhir kegiatan inti pembelajaran guru model memberikan tes secara tertulis kepada peserta didik, dan hasi kerja siswa dikonfirmasi oleh guru model sehingga dapat diketahui pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diberikan. Berdasarkan pegamatan guru model terhadap pembelajaran yang telah dilakukan tampak adanya kemajuan peserta didik terhadap cara melengkapi bagian cerita rumpang dengan menggunakan media bendera kata, penilaian yang dilakukan terhadap pekerjaan peserta didik telah menunjukkan nilai yang baik, raat-rata nilai diatas 75. Hasilnya 80% peserta didik dapat mengerjakan tugas dengan baik. Apabila hal ini dilakukan secara terus tentunya akan menghasilkan pemahamaan yang baik bagi peserta didik. PENUTUP Pemilihan media bendera kata sangat tepat untuk diterapkan pada materi melengkapi bagian cerita rumpang. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa ketika melakukan pembelajaran tentunya media berperan penting untuk membantu siswa memahami materi pembelajaran. Kreatifitas guru juga sangat menentukan keaktifan dalam memotivasi peserta didik dalam belajar, terutama menumbuhkan keberanian peserta didik untuk maju kedepan kelas. Motivasi juga sebagai modal awal peserta didik dalam menggali dan menemukan sesuatu. Disampingitu keberanian peserta didik dalam proses pembelajaran sangat perlu agar peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dari awal sampai akhir secara aktif. DAFTAR RUJUKAN Basiroh,Anisatul.2013. Penerapan Creative Approach Berbasis Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca dan Menulis, Jurnal Teqip, Tahun IV, Nomor 1. Mei (62-67) Roekhan, 2013. Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bahan Pelatihan. Malang: Universitas Negeri Malang 1265
MENULIS PUISI DENGAN RANGSANG MEDIA GAMBAR Dhewie Aryenthis Tahun
Abstrak: Menulis puisi termasuk bagian keterampilan menulis sastra, yakni bersastra secara produktif. Kemampuan menulis puisi dapat dimiliki oleh siswa bila mereka sejak dini dibimbing menulis puisi dengan berbagai cara secara bervariasi. Salah satu cara yang dapat dipilih untuk membelajarkan siswa menulis puisi adalah dengan menggunakan rancangan media gambar. Gambar diposisikan sebagai perangsang bagi siswa untuk memunculkan pesan-pesan yang akan disampaikan dalam puisi yang akan dihasilkannya. Dengan rancangan gambar, ide, gagasan, dan pesan-pesan siswa dalam menulis puisi akan mengalir lebih lancar. Kata kunci: puisi, media gambar, pembelajaran sastra
Puisi merupakan sebuah wadah yang dapat digunakan untuk menyalurkan bakat seseorang. Puisi juga merupakan wadah seseorang untuk mengungkapkan perasaannya atau segala hal yang terjadi. Peristiwa dan keadaan yang dialami sendiri maupun keadaan di sekitarnya dapat dituangkan dalam puisi. Menuliskan perasaannya gembira, sedih, kejadian saat ulang tahun atau keadaan disekitarnya seperti taman bunga, kebun binatang, dan banjir. Kemampuan seseorang dalam menulis puisi perlu dilatih dan dibiasakan. Seseorang akan terbiasa menulis jika hal ini sering dilakukan. Melatih kerajinan, ketekunan, dan keberanian diri untuk berespresi, mengekspresikan diri melalui puisi. Pembelajaran dimulai dengan melakukan apersepsi, yang semua langkah-langkah pembelajarannya tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pembelajaran ini dimulai dari menlengkapi puisi rumpang, hingga merangkai puisi sendiri. Dengan puisi siswa dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap hal-hal yang dialami maupun hal-hal yang saksikannya. Hal konkrit atau siswa alami sendiri memberikan kesan mendalam bagi siswa. Pemilihan media gambar yang digunakan, diusahakan gambar yang dekat dengan dunia siswa. Pembelajaran yang dilakukan dengan media, khususnya media gambar dalam melengkapi puisi ini, sangat membantu siswa untuk mengungkapkan perasaannya dan lebih mudah untuk memilih kata-kata yang tepat untuk melengkapi puisi rumpang. Pembelajaran melengkapi puisi rumpang ini berlangsung dengan penuh semangat dari siswa. Namun pada saat tertentu, terdapat siswa yang kurang memperhatikan pembelajaran, namun kembali fokus setelah diingatkan. Tingkat keberhasilan siswa dalam melengkapi puisi sudah baik, wawaupun masih terdapat beberapa siswa yang memperoleh nilai di bawah standar ketuntasan. Kemampuan siswa dalam menulis puisi perlu untuk selalu dilatih dan dibiasakan. MENULIS PUISI SEBAGAI PROSES Menulis puisi perlu dilatih sejak dini. Hal ini tercermin dari kurikulum Sekolah Dasar (SD) yang memuat materi menulis puisi bagi siswa SD sejak kelas III. Kemampuan siswa menulis puisi dilatih secara bertahap, mulai dari melengkapi puisi berdasarkan gambar, hingga menulis puisi sendiri. Guru melakukan pengamatan terhadap pembelajaran menulis puisi siswa kelas III semester I dengan Standar Kompetensi (SK) mengungkap pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk paragraf dan puisi. Sementara itu, kompetensi dasarnya adalah melengkapi puisi anak berdasarkan gambar. Setelah menentukan SK dan KD, guru merumuskan indikator, yaitu: siswa dapat menggunakan pilihan kata yang tepat untuk melengkapi puisi anak berdasarkan gambar. Selanjutnya guru menrancang pembelajaran yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Setelah rencana belajar tersebut siap, guru juga mempersiapkan mediamedia yan diperlukan dalam pembelajaran menulis puisi tersebut. Guru mempersiapkan gambar-gambar yang diperlukan serta tidak lupa juga mempersiapkan puisi rumpang yang akan siswa lengkapi dalam pembelajaran. Gambar-gambar tersebut adalah gambar kebun bunga, berikut ini:
1266
dan gambar kupu-kupu adalah sebagai berikut.
Puisi yang dipersiapkan ada dua yaitu puisi berjudul ‗Bungaku‘ dan puisi berjudul ‗Kupu-kupu‘. Puisi Bungaku adalah sebagai berikut : ‗Bungaku‘ (1) Kau … subur, (2)… bermekaran, (3) Indah rupawan, (4)membuat … yang melihatmu, (5) Tak … ku memandangmu, (6) Kau tumbuh di … (7) Ku ingin selalu bersamamu. Puisi ‗Bungaku‘ ini dipersiapkan untuk dibahas dalam proses pembelajaran. Siswa dilatih untuk melengkapi puisi rumpang berdasarkan gambar kebun bunga yang diperlihatkan. Siswa diarahkan untuk menggunakan kata-kata yang sesuai berdasarkan gambar kebun bunga yang dilihatnya. Puisi Kupu-kupu adalah: ‗Kupu-kupu‘ (1) Alangkah elok .…, (2) Kau … kian kemari, (3) Di antara …., (4) Berwarna-warni …., (5) Berayun-ayun di … bunga, (6) Kau isap …., (7) Apakah … tak merasa lelah?, (8) Tinggallah di … bungaku, (9) Jadikan tamanku tetap …., (10) Kupu-kupu …., (11) Ku ingin selalu bermain bersamamu. Puisi ‗Kupu-kupu‘ ini dipersiapkan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi yang diajarkan pada akhir pembelajaran. Hal ini tercermin dari kemampuan siswa dalam memilih dan menggunakan kata yang tepat untuk melengkapi puisi berdasarkan gambar yang dilihatnya. Puisi ‗Kebunku‘ yang disiapkan untuk dibahas dalam pembelajaran, ditulis pada selembar kertas manila agar dapat dilihat selurus siswa di kelas dan dibahas bersama-sama. Sedangkan puisi ‗Kupu-kupu‘, guru menyiapkannya di kertas sebagai lebar kerja siswa. Tiap siswa mendapat satu lembar kertas. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan guru dan siswa melakukan curah pendapat, guru menanyakan tentang pengalaman siswa, menanyakan juga kepada siswa apakah mereka pernah melihat kabun bunga, atau ada di antara siswa yang memiliki tanaman bunga di rumanya, atau pernah menikmati pemandangan alam yang indah. Sebagian siswa menjawab pernah ke taman bunga, beberapa siswa ada yang menjawab memiliki tanaman bunga di rumahnya, ada juga seorang siswa bernomor bahu 1 yang menjawab, ―saya pernah rekreasi ke tempat air terjun, bu‖. Berdasarkan jawaban siswa atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru memotifasi siswa untuk menungkapkan perasaannya terhadap hal-hal yang mereka alami tersebut. Beberapa siswa sangat antusias dalam menyampaikan perasaannya tersebut, namun beberapa siswa lainnya hanya mendengarkan jawaban temannya tanpa ikut bersuara. Jawaban siswa tersebut bermacam-macam, ada yang menjawab, ―asik, bu, main di air terjun‖ kata yang bernomor bahu 1, ada juga yang menjawab, ―indah, bu taman bunganya‖ jawab yang bernomor bahu 15, ada juga yang menjawab, ―rasanya tidak mau pulang, bu‖ kata yang bernomor bahu 10. Guru kemudian bertanya kepada siswa nomor bahu 21, yang memiliki tanaman bunga di rumahnya. Menurut keterangan siswa tersebut, bunga-bunga itu ditanam dalam media pot. Siswa tersebut kemudian mengungkapkan perasaannya terhadap tanamanbunganya tersebut. ―Senang, bu, kalo ada bunganya yang mekar‖, jawab siswa tersebut, dan ―bunganya tidak boleh dipetik‖, tambah siswa itu lagi. Guru kemudian menyampaikan materi yang akan dipelajari, yaitu: melengkapi puisi rumpang dengan kata yang tepat berdasarkan gambar. 1267
GAMBAR SEBAGAI PERANGSANG Pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan guru memperlihatkan gambar taman bunga yang dilekatkan ke papan tulis. Siswa mengamati gambar taman bunga tersebut. Sambil mengamati taman bunga pada gambar, guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu ‗Lihat Kebunku‘. Siswa berdiri dan bertepuk tangan ketika menyanyikan lagu tersebut. Guru kemudian menanyakan siswa tentang perasaannya terhadap gambar kebun bunga. Tiap siswa mengungkapkan perasaannya terhadap gambar yang dilihatnya. Ada siswa yang sangat antusias dalam mengungkapkan perasaannya, namun ada juga siswa yang hanya diam saja, ketika guru menanyakan apa perasaannya terhadap gambar yang dilihatnya tersebut. Setelah siswa memberikan pernyataan perasaannya terhadap gambar tersebut, guru menunjukan puisi rumpang yang berjudul ‗Kebunku‘, yang ditulis pada kertas manila dan ditempelkan ke papan tulis. Siswa tanpa ditugaskan untuk membaca puisi tersebut, langsung membaca puisi rumpang tersebut. Tampak beberapa siswa yang kelihatan bingung terhadap puisi tersebut dan siswa dengan nomor bahu 5 bertanya, ―Bu, kok puisinya belum jadi, bu‖. Guru kemudian menjelaskan, ―itulah yang akan kita pelajari sekarang, yaitu melengkapi puisi yang belum jadi ini dengan kata yang tepat berdasarkan gambar yang ada ini‖. Siswa lalu mencoba-coba kata apa yang tepat untuk melengkapi puisi tersebut. Mulanya siswa sedikit mengalami kesulitan, mengenai bagaimana cara untuk memilih kata yang tepat dalam melengkapi puisi tersebut. ―Bu, apa isi titik-titiknya itu, bu‖, tanya siswa yang bernomor bahu 7. ―Menurutmu apa kata yang cocok dan tepat untuk mengisi puisi tersebut, berdasarkan gambar itu‖, jawab guru sambil memberikan kesempatan siswa untuk berfikir, menemukan kata yang tepat untuk melengkapi puisi tersebut. Beberapa siswa menjawab bersamaan, ―subur, bu‖, namun ada seorang siswa yang bernomor bahu 14 menjawab ―bagus, bu‖. Setelah mendengar jawaban teman lainnya menjawab subur, siswa tersebut lalu tersipu-sipu malu, tetapi dia tetap bersemangat untuk turut serta dalam melengkapi puisi tersebut. Seorang siswa dengan nomorr bahu 3 kemudian maju dan menuliskan kata subur untuk melengkapi puisitersebut. Siswa sangat antusias saat melengkapi kata-kata rumpang dalam puisi, namun demikian ada beberapa siswa yang kadangkadang tampak bermain bersama teman di sebelahnya, yaitu siswa dengan nomor bahu 11, 12, 28, dan 29. Guru mendekati dan bertanya apa yang terjadi, namun mereka hanya menjawab ―ndak, bu, ndak, bu‘. Setelah diingatkan, siswa-siswa tersebut kembali mengikuti pembelajaran. Baris kedua pada puisi diisi dengan kata ‗bunga‘. ―Banyak bungannya, bu‖, kata siswa yang bernomor bahu 5, maka dilengkapilah dengan kata bunga bermekaran dan sisa tersebut langsung menuliskan kata ‗bunga‘ pada titik-titiknya. Siswa merasakan senang, bahagia, suka, dan bahagia saat melihat gambar kebun bunga itu. Dari perasaan itulah mereka melengkapi dengan kata senang pada ‗membuat senang yang melihatmu‘, yang dituliskan siswa bernomor bahu 27. Tak bosanku memandangmu, merupakan buah pikiran siswa bernomor bahu 11, dan ia langsung menuliskan kata tersebut pada tempat yang tersedia. Kau tumbuh di kebunku. Beberapa siswa mengatakan ‗kau tumbuh di rumahku, ada juga yang menjawab ‗kau tumbuh di halamanku‘. Namun dari jawaban-jawaban tersebut, dipilihlah ‗kau tumbuh di kebunku‘, siswa bernomor bahu 22 yang menuliskan kata tersebut pada puisi. Dan diakhiri dengan ‗kuingin selalu bersamamu‘. Beberapa siswa tampak asik membaca puisi tersebut, namun ada juga siswa yang tidak memperhatikan puisi yang telah selesai dilengkapi tersebut. Siswa saling berebutan mengangkat tangan untuk meminta dirinya yang maju untuk membacakan puisi di depan kelas. Guru kemudian menunjuk dua orang siswa yaitu nomor bahu 12 dan 5 untuk membacakan puisi tersebut secara bergantian di depan kelas. Setiap siswa wajib untuk memperhatikan temannya yang membaca puisi. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika ada yang belum dimengarti. Siswa menjawab ―jelas, bu‖,namun ada siswa dengan nomor bahu 7 yang tidak menjawab, ketika guru bertanya kepadanya, siswa tersebut hanya senyum-senyum saja sambil melihat kepada teman di sebelahnya, kemudian menjawab ―ngerti, bu, udah tau saya caranya‖. Pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan guru memperlihatkan gambar Kupu-kupu dan dilekatkan di papan tulis. Siswa secara bergantian mengungkapkan perasaannya terhadap gambar Kupu-kupu yang sedang mengisap madu tersebut. Siswa dengan nomor bahu 3 mengatakan, ―senang, bu, lihatnya‖. Siswa bernomor 28 megatakan, ―Kupu-kupunya warnawarni‖. Beberapa siswa secara hampir bersamaan mengatakan, ―bagus, bu, Kupu-kupunya‖. 1268
Guru kemudian membagikan kertas berisi puisi ‗Kupu-kupu‘ yang belu lengkap. Siswa mengerjakan tugas tersebut dengan mengamati gambar Kupu-kupu di papan tulis. Guru mengawasi siswa saat mengerjakan tugas pelengkapi puisi tersebut. Seorang soswa dengannomor bahu 12 berkata, ―eh, susah bah puisi ini, enak yang tadi mudah isinya‖. Namun guru mendekati siswa tersebut dan membimbing siswa tersebut untuk memperhatikan gambar Kupu-kupu dan disesuaikan dengan puisi yang rumpang. Siswa tesebut kemudian tersenyum dan berkata, ―oooo, udah tau saya caranya, bu‖. Siswa tersebut melanjutkan menyelesaikan tugasnya. Di sebelah deretan kursi lain, siswa bernomor bahu 9 tampak asik melihat pekerjaan temannya. Guru mendekati dan menanyakan apa masalahnya, siswa tersebut hanya diam saja. Guru kemudia meminta siswa tersebut untuk memperhatikan gambar Kupu-kupu, yang akan membantu ia agar dapat memilih dan melengkapi puisi rumpang tersebut. Siswa tersebut akhirnya memahami apa dan bagaimana cara mengerjakan tugas tersebut. Setelah beberapa lama, semua siswa tampak menyelesaikan tugasnya, guru meminta siswa dengan nomor bahu 5 dan 12 untuk membacakan puisi yang telah dilengkapinya di depan kelas. Kedua siswa tersebut secara bergantian membacakan puisi yang telah mereka lengkapi dan siswa lain mendengarkan. Setiap siswa diberi penguatan dengan memberikan tepuk tangan saat selesai membacakan puisinya. Setelah selesai, semua siswa mengumpulkan hasil kerjanya kepada guru untuk dinilai dan mengukur kemampuan siswa dalam melengkapi puisi rumpang berdasarkan gambar.. Siswa kemudian bersama-sama menyanyikan lagu ‗Kupu-kupu yang Lucu‘. Ada beberapa siswa yang sudah tau lagunya, namun ada sebagian siswa yang belum menguasai lagu ini. Guru membimbing mereka untuk menyanyikan lagu ini bersama-sama. Secara bersamasama menlengkapi puisi rumpang dan guru meluruskan juga puisi yang dibaca siswa tadi. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika adayang ingin ditanyakan berkaitan dengan meteri yang telah dipelajari. Namun tidak ada siswa yang bertanya. Siswa dengan bimbingan guru merangkum maeri yang telah dipelajari. Bahwa kita dapat mengungkap kan perasaan kita dengan menulis puisi. Mulailah dengan melengkapi puisi rumpang, dan pada pembelajaran selanjutnya dengan membuat puisi sendiri. Guru juga mngingatkan siswa utnuk selalu menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan. Karena di sinilah kita tinggal dan demi kelangsungan semua makhluk hidup. Jadi kita semua harus bekerja sama untuk menjaga lingkungan kita ini. Karena waktu menunjukan waktu belajar telah berakhir, guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam. Karena ini adalah mata pelajaran terakhir, siswa menutup proses pembelajaran dengan membaca doa, dan memberi salam kepada guru, serta langsung meninggalkan kelas. PENUTUP Keaktifan siswa dalam pembelajaran melengkapi puisi ini tampak sangat antusias. Siswa mendapat tugas yang jelas dalam mengerjakan soal yang diberikn guru. Siswa dilatih untuk menemukan sendiri dengan berfikir kritis untuk menentukan jawaban atau kata yang tepat untuk melengkapi puisi rumpang. Jadi, gambar sangat membantu dalam melatih kemampuan siswa memilih kata yang tepat untuk melengkapi puisi rumpang. Memang tidak dapat dipungkiri, terdapat 6 siswa dari 28 siswa yang masih mengalami kendala dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Model pembelajaran picture and picture sangat besar manfaatnya dalam pembelajaran melengkapi puisi rumpang. DAFTAR RUJUKAN Tim Bina Karya Guru, Bina Bahasa Indonesia, Untuk SD Kelas III.
1269
PENGGUNAAN MEDIA TELEFON DALAM PEMBELAJARAN MENYAMPAIKAN PESAN MELALUI TELEPON Wilma Kaize SD YPPK St Yosep Wendu Abstrak: Pembelajaran menyampaikan pesan dilaksanakan agar siswa memiliki keberanian dan sekaligus terampil menata gagasan ketika mereka berkomunikasi dengan orang lain. Pembelajaran menyampaikan pesan antara lain dapat dilakukan melalui praktik menyampaikan pesan secara langsung melalui tatap muka dan telefon. Untuk praktik menyampaikan pesan melalui telefon diperlukan adanya media yang tepat yakni media telefon. Dengan adanya media telefon, siswa dapat berbuat secara konkret melakukan kegiatan bertefon. Melalui pengalaman belajar yang konkret diharapkan kompetensi siswa menyampaikan pesan benar-benar terbentuk. Kata Kunci: Penggunaan media telepon, menyampaikan pesan melalui telepon
Pembelajaran menyampaikan pesan melalui telpon termasuk ketrampilan berbicara. Kompetensi menyampaikan pesan perlu dikembangkan agar pada diri siswa tumbuhkeberanian untuk bisa berkomunikasi dengan orang lain. Untuk menyampaikan pesan dan menerima pesan dengan santun dalam bertelepon maka pembelajaran menyampaikan pesan bertelepon diajarkan di kelas IV. Hal itu terkandung dalam kompetensi dasar (KD) 6.2 yang bernunyi menyampaikan pesan yang diterima melalui telepon sesuai dengan isi pesan. Pengalaman selama ini, dalam pembelajaran KD tersebut siswa pasif atau tidak berani untuk menyampaikan pesan melalui telpon di depan kelas. Siswa juga tidak begitu antusias mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pembelajaran ini diperlukan adanya media pembelajaran yang tepat. Media pembelajaran yang digunakan dalam menyampaikan pesan yang diterima adalah media telepon. Media telepon merupakan media kongkrit untuk memotivasi siswa belajar, agar mereka mampu menyampaikan atau menerima pesan melalui telpon secara tepat, yakni dapat menyampaikan pesan yang telah diterimanya kepada orang lain. BERTELEFON BAGIAN DARI BERBICARA Terkait dengan ketrampilan berbicara dikemukakan dua pengertian sebagai dasar memahami kompetensi berbicara di sekolah. Berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa, atau melahirkan pendapat (dengan perkataan tulisan dan sebagainya), atau ―berunding (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996: 144). Lebih lanjut, berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata untuk mengeskpresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, 1983:15) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007)media adalah alat atau sarana komunikasi. Media telepon adalah salah satu media elektronik yang digunakan sebagai alat komunikasi. Media telepon merupakan media yang sangat menarik bagi siswa SD kelas IV dimana siswa dalam era globalisasi ini dapat menggunakan media telepon untuk berkomunikasi dengan orang lain di tempat yang jauh sekalipun. Dengan demikian siswa diperkenalkan juga kekurangan juga kelebihan daripada media telepon.Kelebihan dan keunggulan dari media telepon adalah (1) dapat meyampaikan informasi secara cepat maupun sebaliknya dapat menerima pesan dengan cepat pula, dan (2) mempermudah komunikasi. Sementara itu, kelemahannya adalah (1) membutuhkan biaya yang besar, dan (2) bila terjadi gangguan listrik tidak dapat menggunakannya. Penerapan media telepon dalam pembelajaran menyampaikan pesan sangatlah membantu guru dalam meningkatkan motivasi siswa untuk senantiasa dapat lebih berani tampil di depan kelas, dan dapat melatih siswa untuk menyampaikan pesan yang diterima melalui telepon dan dapat disampaikan kepada orang yang bersangkutan di sisi lain siswa dilatih untuk berkomunikasi dengan menggunakan kata santun berbahasa di dalam berkomunikasi dengan orang lain.
1270
PRAKTIK DAN PENGAMATAN Pengamatan terhadap praktik pembelajaran menyampaikan pesan melalui telepon dilakukan pada siswa kelas IV SD YPPK St Yosep Wendu Kecamatan Semangga Kabupaten Merauke. Pengamatan diarahkan pada langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru. Langkah-langkah Pembelajaran dilakukan dalam pembelajaran menyampaikan pesan melalui media telepon adalah kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan Awal. Dalam kegiatan awal dilakukan kegiatan membaca doa, apersepsi dengan bertanya jawab dengan siswa. Selain itu, guru juga menyampaikan tujuan pembelajarandan memberi motivasi kepada siswa. Pada saat apersepsi, guru dan siswa bartanya jawab yang ada hubungan dengan materi pembelajaran, seperti terungkap dalam dialog berikut. Guru: apakah kamu pernah berbicara menggunakan telepon? Siswa : Pernah! Guru : Jika pernah, dengan siapa kamu melakukannya Siswa: Dengan teman, ayah, ibu, dan kakak Dengan demikian sisw termotivasi dengan adanya pertanyaan dari guru. Selanjutnya guru memberi contoh bagaimana menyampaikan pesan melalui telepon siswa yang pasif akhirnya menjadi semangat dan mau melakukan komunikasi langsung lewat media telepon genggam secara bergantian senjutnya guru juga menjelaskan etika bertelpon atau menerima telpon dengan baik. Kegiata Inti. Pada kegiatan inti tediri dari eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi pada tahap eksplorasi siswa membentuk tiga kelompok setelah itu guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam penyampaian pesan melalui telepon.Siswa memperhatikan penjelasan guru pada saat elaborasi guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan media telepon untuk menyampaikan pesan secara bergantian. Guru memberi tugas untuk menilai hasil penampilan dari kelompok yang maju. Dalam pembelajaran menyampaikan pesan melalui telepon sangat dibutuhkan strategi yang tepat untuk lebih berani untuk tampil di depan kelas untuk berkomunikasi lewat telepon. Pada pembelajaranmenyampaikan pesan melalui telepon digunakan telepon ini digunakan metode. Diskusi dan demonstrasi. Adapun keberhasilan menyampaikan pesan melalui pesan dapat dilihat dari indikator menyampaikan pesan melalui telepon yaitu: menyatakan kembali isi pesan dengan kalimat langsung ( menirukan kalimat telepon) pesan yang diterima melalui telepon sesuai dengan isinya misalnya: minta tolong, memberi tahu, atau menanyakan. Kegiatan Akhir. Pada kegiatan akhir guru dan siswa melakukan refleksi kegiatan guru bern pembelajaran yang telah dilaksanakan dan guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran menyampaikan pesan melalui telepon, guru tidak lupa memberi motivasi kepada siswa, agar tetap semangat dan belajar terus di rumahnya masing-masing. PENUTUP Pada akhir pembelajaran untuk mengetahui berhasil tidaknya pembelajaran guru memberikan test akhir tentunya dengan berbagai macam bentuk tes yang disesuaikan dengan materi pembelajaran. Test yang digunakan pada akhir pembelajaran ini adalah test pengamatan unjuk kerja. DAFTAR RUJUKAN
1271
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENEMUKAN PIKIRAN POKOK SUATU TEKS PADA SISWA KELAS IV SDN 035 PENAJAM DENGAN METODE KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQUARE Sumiati Abstrak: Dari pengamatan sekilas diketahui, siswa kelas IV SDN 035 Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara belum mampu menemukan pikiran pokok suatu teks yang dibaca. Kondisi tersebut terjadi diketahui karena pembelajaran membaca di kelas IV SDN 035 Penajam, Kabupaten Paser Utara ditempauh dengan menggunakan strategi pembelajaran ceramah dan kurang memberi kesempatan siswa berlatih baik secara individu maupun kelompok. Untuk pemecahan problem tersebut dipilih metode Kooperatif Tipe Thing Pair Square. Dari dua siklus yang ditempuh dengan metode tersebut diketahui siswa menunjukkan adanya peningkatan kemampuan. Kata Kunci: pikiran pokok, think pair square
Perkembangan zaman selalu diiringi dengan perkembangan kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sehungan dengan konteks tersebut setiap individu dituntut meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan, baik melalui pendidikan formal, pemanfaatan teknologi, maupun kegiatan membaca. Kegiatan membaca adalah pintu dan cendela ilmu pengetauan dapat dilakukan setiap invidu dimana saja dan kapan saja. Perbedaan tujuan dan bahan bacaan menentukan jenis teks dan kegiatan yang dilakukan oleh setiap invidu dalam membaca. Ada beragam tujuan membaca, yakni untuk menambah pengetahuan, mengisi waktu luang, mengetahui informasi penting. Kemudian tentang jenis teks juga beragam, ada teks deskripsi, eksposisi, persuasi, narasi, dan argumentasi. Sumber bacaan juga beragam, berupa buku, majalah, koran, komik, dan lain-lain. Dari ragam tujuan, jenis teks, dan sumber bacaan berpengaruh pula pada keberagaman perilaku membaca, seperti membaca diam dibedakan dengan membaca bersuara, membaca sekilas dibedakan dengan membaca pemahaman. Pemahaman tersebut sesuai dengan pendapat Fry dalam Mikulecky (1990 : 138 ). Dari pelacakan terhadap kemampuan membaca seklas isiswa kelas IV SDN 035, Kabupaten Penajam Paser Utara, diketahui ada beragam kendala, terutama ketika diminta menemukan pikiran pokok suatu teks. Problem tersebut muncul antara lain karena variabel yang berhubungan dengan kemampuan menemukan ide pokok pada setiap paragraf yang ada dalam teks. Karena tindakan tersebut memerlukan ketrampilan menghubungkan konsep-konsep pembentuk paragraf menjadi suatu konsep utama. Untuk pemecahan problem tersebut guru sebagai fasilitator dituntut dapat memilih tindakan pembelajaran yang berciri positif, yakni dengan mengupayakan perencanaan dan proses pembelajaran bermakna bagi siswa. Dari beragam pilihan pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran yang ditawarkan, maka metode Kooperatif Tipe Think Pair Square memiliki karakteristik yang cocok dengan upaya pemecahan problem yang dihadapi siswa kelas IV SDN 035, Kabupaten Penajam Paser Utara dalam belajar menemukan ide pokok dengan kegiatan membaca sekilas. Membaca bukan hanya mengenali kata, kalimat, dan paragraf dalam teks. Lebih dari itu, membaca memerlukan ketrampilan khusus, karena membaca merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan berbagai kompetensi prasarat, yakni kompetensi sensori, perseptual, skemata, berfikir, dan afektif (Puji Santosa, dkk. 2011), melainkan juga faktor tujuan maupun sumber bacaan. Tarigan (1993: 30-31) membedakan kegiatan membaca atas dua jenis, yakni membaca ekstensif (membaca survei, membaca sekilas, dan membaca dangkal) dan membaca intensif.Kegiatan membaca sekilas atau juga disebut skimming adalah kegiatan membaca teks untuk memperoleh suatu yang dicari (pikiran pokok, informasi penting, dan makna) suatu kata. Pembaca dalam kegiatan membaca skimming wajib memiliki ketrampilan dasar agar dapat menemukan sesuatu yang dicari dalam teks dengan cepat, sebagaimana dikemukakan Mikulecky (1990: 138).
1272
Realitas teks bacaan terbentuk oleh kata, kalimat, dan paragraph yang sengaja dipilih penulisnya. Setiap kata, kalimat, dan paragraf bermuara pada topik yang hendak dikomunikasikan kepada pembaca. Topik-topik sebagai muara kata, kalimat, dan paragraf juga disebut gagasan utama atau pikiran pokok . Untuk mencapai kemampuan menemukan pikiran pokok suatu teks dapat dipilih prosedur atau metode tertentu. Metode meliputi beragam tindakan bersistem dalam konteks memilih bahan, mengurutkan bahan, menyajikan bahan, dan mengulang bahan (Solchan T.W. dkk: 2008). Terkait dengan pemecahan masalah yang dihadapi siswa kelas IV SDN 035 Penajam, Kabupaten penajam Paser Utara dalam menemukan ide pokok dipilih metode Kooperatif tipe Think Pair Square. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang melibatkan siswa belajar bersamasama secara berkelompok untuk mencapai tujuan bersama, sebagaimana dikemukakan Slavin (1997) dalam Wahyudi Siswanto (2010). Kemudian, Artzt dan Newman (1990) dalam Wahyudi Siswanto (2010) juga menmbahkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dikelola dalam kelompok kecil, lima sampai dengan tujuh orang siswa. Masing-masing siswa dalam kelompok bekerjasama didorong aktif melakukan proses belajar dalam suasana sebaya. Pembelajaran kooperatif memiliki ciriseperti berikut ini. (1) Siswa belajar dalam kelompok. (2) Kelompok kecil terdiri atas 5 – 7 siswa. (3) Siswa belajar bersama dalam suasan sebaya. (4) Setiap siswa bertanggung jawab terhadap keberhasilan sesama anggota kelompok. (5) Setiap siswa dalam kelompok terikat oleh tujuan bersama (As‘ari. 2002) dalam Wahyudi Siswanto (2010 ). Pada sisi lain Think Pair Square (TPS) adalah salah satu ragam tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan Frank Lyman (1985). Pada tipe TPS Lyman siswa hanya belajar bersama dalam kelompok kecil, sehingga pertukaran pemikiran hanya terjadi antara 2 orang dalam kelompok itu. Pada tipe TPS Lyman pertukaran pendapat terjadi antar siswa dalam kelompok kecil (2 orang) dan dilanjutkan dengan pertukaran pendapat dengan kelompok lain (4 orang). Jika masih ada masalah yang belum terselesaikan , maka pertukaran pendapat dilanjutkan lagi dengan kelompok lain yang lebih besar (8 orang). Jila pendapat dalam memecahkan masalah bertambah banya, maka kesulitan yang dihadapi siswa akan dapat teratasi. METODE Jenis penelitian untuk pemecahan problem menemukan ide pokok siswa kelas IV SDN 035 Penajam adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Langkah yang ditempuh dalam penelitian ini (1) orientasi awal, (2) menyusun RPP tindakan I (Siklus I) dilanjutkan dengan refleksi, (3) RPP perbaikan (Siklus II) dilanjutkan dengan refleksi, (4) menyusun laporan dan mengomunikasikan kepada khalayak pembaca. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari kegiatan orientasi (pra siklus) sebagai studi pendahuluan diketahui nilai rata-rata kelas 40,8 masih di bawah KKM 75. Diketahui hanya ada satu orang siswa sampel yang mencapai nilai 75,0, sama dengan KKM. Problem tersebut kemudian dipecahkan melalui PTK dengan memanfaat metode kooperatf TPS hasilnya seperti berikut. Pada siklus I terjadi peningkatan pencapaian rata-rata kelas, dari 40,8 menjadi 56,6. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan juga meningkat, dari 1 orang menjadi 8 orang. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran koope-ratif tipe TPS dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menemukan pikiran pokok suatu teks, meskipun belum optimal, yakni baru mencapai 32,05%. Kondisi tersebut setelah dicermati diperoleh faktor penyebabnya, yakni mekanisme belajar masing-masing siswa dalam kelompok belum merata, dan komitmen siswa dalam kelompok belum berfokus pada pencapaian hasil belajar yang optimal. Untuk menyedikitkan faktor pengganggu tersebut terutama jika dikaitkan dengan upaya meningkatkan jumlah siswa yang mencapai SKM, maka ditempuh tindakan perbaikan atau siklus II. Pada perbaikan, siklus II diperoleh data seperti berikut. Rata-rata kelas meningkat dari 56,6 (Siklus I) menjadi 83,2 (Siklus II). Jumlah siswa yang mencapai skor sama atau di atas SKM meningkat, terbukti hanya dua orang siswa yang belum mencapai skor di bawah SKM.
1273
PENUTUP Berdasarkan paparan hasil penelitian terhadap perbaikan pembelajaran dari siklus I dan siklus II dapat dinyatakan bahwa penggunaan metode kooperatif tipe think pair squre dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menemukan pikiran pokok melalui kegiatan membaca cepat atau skiming. Kondisi tersebut dapat dipertanggungjawabkan jika pemanfaatan metode TPS tersebut dikelola dengan mengoptimalkan keterlibatan setiap siswa dalam kelompokelajar sebaya. Untuk itu mobilitas dan supervisi guru terhadap kelompok menjadi kunci utama agar pemanfaatan metode TPS dapat berlangsung secara bermakna. DAFTAR RUJUKAN Mikulecky. Beatrice S.A Short Course in Teaching Reading Skills. Reading: Addison Wesley Publishing Company Mulyati, Yeti dkk. 2008. Keterampilan Bernahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Santosa, Puji, dkk. 2003. Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas terbuka. Siswanto, Wahyudi dan Subanji H. 2010. Model-Model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang: TEQIP. Tarigan, Henry Guntur. 1993. Membaca sebagai Suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa T.W. Solchan,dkk. 2008. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
PENERAPAN MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE DALAM PEMBELAJARAN MENULIS SURAT KEPADA TEMAN SEBAYA PADA KELAS IV SEKOLAH DASAR Jarmadi
[email protected] SDN 069 Mompang Julu Kabupaten Mandailing Natal Abstrak: Siswa kelas IV Sekolah Dasar diketahui masih mengalami kesulitan menerapakan ejaan dalam menulis surat. Untuk memecahkan problem siswa tersebut dipilih model pembelajaran example dan non example. Dengan model pembelajaran ini siswa dikenalkan contoh surat yang baik dan tidak baik, kemudian dilatih menulis surat kepada teman sebaya dengan mentaati sistematika surat dan penggunaan ejaan. Dari surat yang berhasil ditulis siswa setelah dicermati diperoleh gambaran bahwa penggunaan model exemple dan nonexemple dapat meningkat kemampuan siswa menulis surat sesuai dengan sistematika dan ejaan. Kata kunci: model example non example, menulis surat
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan kebutuhan yang tidak mungkin dielakkan, tidak terkecuali dalam penulisan surat. Dalam menulis seorang harus memahami kode-kode dalam bentuk tulisan. Jika ingin berhasil memproduksi tulisannya, seorang peserta didik harus memahami ejaan, kata, frasa, kalimat paragraf, dan teks/wacana. Sebagai keterampilan aktif-produktif, menulis harus mendapatkan perhatian yang penuh dalam pembelajaran. Salah satu pembelajaran menulis dalam bahasa Indonesia adalah menulis surat kepada teman sebaya. Pembelajaran menulis surat kepada teman sebaya diajarkan pada siswa kelas IV Sekolah Dasar. Dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk bisa menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan memperhatikan penggunaan ejaan (penggunaan huruf besar, tanda titik, tanda koma dan lain-lain) yang tepat. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru hendaknya menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dan memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. 1274
Kenyataan ketika guru mengajar materi menulis surat kepada teman sebaya, ditemukan siswa yang menggunakan bahasa daerah Mandailing, hal itu terjadi karena siswa tersebut tinggal di daerah Mandailing dan menggunakannya dalam bahasa sehari-hari. Kondisi itu diperparah lagi, guru juga sering menggunakan perpaduan bahasa daerah Mandailing dan bahasa Indonesia di kelas. Hal itu dilakukan agar siswa mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru. Meskipun begitu tetap harus dicanangkan, dalam pembelajaran bahasa Indonesia penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar wajib tetap menjadi komitmen tidak bisa diabaikan karena pertimbangan di luar kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pembelajaran menulis surat kepada teman sebaya diajarkan kepada siswa kelas IV semester 1 Sekolah Dasar. Pada pembelajaran materi ini pada umumnya siswa masih tidak mengerti cara menulis surat kepada teman sebaya. Mereka bingung bagaimana cara memulainya. Para siswa di Sekolah Dasar ketika mengikuti pelajaran bahasa Indonesia masih banyak menggunakan bahasa daerah. Mereka belum tahu penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Demikian pula siswa kelas IV SDN 069 Mompang Julu ketika mengikuti pembelajaran menulis surat kepada teman sebaya. Mereka banyak menulis surat menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Mandailing. Akibatnya pembelajaran menulis kepada teman sebaya pada kelas IV di SDN 069 Mompang Julu belum maksimal. Adanya fenomena tersebut di atas, maka perlu ada solusi untuk mengatasinya. Dalam pembelajaran menulis surat kepada teman sebaya hendaknya dipilih model pembelajaran yang tepat. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat materi yang akan diberikan, tujuan yang akan dicapai, serta tingkat kemampuan akademik siswa. Atas pertimbangan tersebut, salah satu model pembelajaran yang dapat dipilih dan digunakan dalam pembelajaran menulis surat kepada teman sebaya adalah model example non example. Pemilihan tersebut terdukung oleh penjelasan berikut ini. MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NONEXAMPLE Model pembelajaran example onexample adalah suatu model pembelajaran dengan menunjukkan suatu contoh dari kasus atau gambar yang relevan dengan kompetensi dasar. Model pembelajaran example onexample atau juga biasa disebut example and nonexample merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar atau data lain sebagai media pembelajaran. Dengan penggunaan gambar dan data lain dapat memberikan peluang siswa belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar atau data yang disajikan. Pengertian tersebut memberi arahan bahwa penggunaan model pembelajaran example onexample lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasanya lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menekankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah, yang berkaitan dengan pembinaan kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan, dan kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya. Model pembelajaran example nonexample menggunakan gambar dan atau data dapat disampaikan melalui OHP, proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah gambar dan atau data yang dipajankan di papan tulis. Karena itu gambar dan atau data yang digunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat melihat dengan jelas. Model pembelajaran example nonexample juga merupakan model pembelajaran yang mengajarkan pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang dipelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example and nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri atas example dan nonexample dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan nonexample memberikan gambaran akan sesuatu yang bukan contoh dari suatu materi yang sedang dibahas. Model pembelajaran example nonexample penting dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara 1275
primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan nonexample diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada. Secara umum kelebihan model pembelajaran example nonexample jika dibandingkan dengan model yang lain (Buehl. 1996) seperti berikut ini. (1) Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek. (2) Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari rxample nonexample. (3) Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example. Dengan begitu model exemple non exemple memiliki keunggulan (1) aiswa lebih kritis dalam menganalisa gambar dan atau data, (2) siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar dan atau data, (3) siswa mendapat kesempatan mengemukakan pendapatnya. Pada sisi lain model exemple dan nonemple juga memiliki kekurangan, yakni (1) tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar dan atau data, dan (2) membutuhkan waktu yang memadai. Keunggulan model esemple dan nonexemple jika dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini. (1) Guru mempersiapkan gambar dan atau data sesuai dengan tujuan pembelajaran. (2) Guru menempelkan gambar dan atau data di papan tulis atau ditayangkan lewat OHP. (3) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan, menganalisis gambar dan atau data. (4) Melalui diskusi kelompok 2-6 orang siswa hasil diskusi dari analisa gambar/data tersebut dicatat pada kertas. (5) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. (6) Mulai dari komentar dan atau hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. (7) Siswa dibawah bimbingan guru merumuskan kesimpulan. Dengan adanya model pembelajaran tersebut diharapkan siswa dapat menulis surat kepada teman sebaya dengan bahasa yang baik dan benar dengan memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma dan lain-lain). Pada model pembelajaran ini guru menunjukkan contoh yang benar dalam menulis surat kepada teman sebaya. Adanya model pembelajaran tersebut diharapkan siswa memahami dan mengetahui secara pasti penulisan yang benar karena melihat adanya contoh yang benar. Sehubungan dengan pemahaman tersebut Roekhan (2013:65) menegaskan, bahwa mengajarkan keterampilan menulis berarti berbagi pengalaman menulis kepada siswa. Itu berarti seorang guru harus menguasai berbagai jenis ketrampilan menulis tersebut sebelum mengajarkannya kepada siswa. Selaras dengan dengan pemahaman tersebut, Thorndike (dalam Andayani, 2013:5) juga telah menegaskan, bahwa pada dasarnya belajar lebih berhasil apabila respon siswa terhadap suatu stimulus dapat segera diikuti dengan rasa senang dan kepuasan. Dalam hal ini, rasa senang dan kepuasan tersebut diperoleh dari pujian atau hadiah yang biasanya diberikan guru, yang pada akhirnya pujian atau hadiah tersebut menjadi stimulus bagi kegiatan belajar selanjutnya. Dalam pembelajaran menulis surat kepada teman sebaya di SDN 069 Mompang Julu, Mandailing Natal stimulus awal yang dilakukan oleh guru kepada siswa adalah yakni dengan memberikan contoh dalam menulis surat kepada teman sebaya. Dengan adanya contoh tersebut, maka akan menstimuli munculnya ide untuk menulis surat kepada teman sebayan. PENGERTIAN SURAT KEPADA TEMAN SEBAYA Surat adalah sarana komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi tertulis oleh suatu pihak kepada pihak lain. Informasi itu dapat berupa pemberitahuan, pernyataan, perintah, permintaan dan atau permohonan, serta laporan. Surat berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan pemberitahuan dan atau permintaan atau permohonan, buah pikiran atau gagasan, alat untuk pengingat, bukti historis, dan sebagai pedoman kerja. Sementara itu dilihat dari segi bentuk, isi, dan bahasanya, surat digolongkan atas 3 jenis, yakni surat pribadi, surat dinas, dan surat niaga. Surat kepada teman sebaya termasuk jenis surat pribadi. Disebut demikian karena surat pribadi dibuat oleh seseorang kepada seseorang (anak kepada orang tua, antarkerabat, antarsejawat, antarteman), berisi kepentingan pribadi.
1276
Jika digambarkan sisteatika surat pribadi seperti di bawah ini. ………..….1 …….…..2 …….......3 …………….……………….4 ………………….………….5 …………………….……….6 …………….7 …………….8 …………….9 Keterangan: 1. Tempat, tanggal,bulan,tahun penulisan surat. 2. Alamat surat. 3. Salam pembuka. 4. Kalimat pembuka. 5. Isi surat. 6. Kalimat penutup. 7. Salam Penutup. 8. Tanda tangan. 9. Nama pengirim Pada visulisasi di atas diektahui, bahwa surat pribadi tidak menggunakan kop surat, tidak ada nomor surat, salam pembuka dan penutup bervariasi, penggunaan bahasa bebas sesuai keinginan penulis, sistematik surat bebas. Di bawah ini ditampilkan dua contoh surat pribadi kepada teman sebaya. Contoh 1 Ambon, 5 Januari 2013
Tempat dan tanggal
Sahabatku Yanti Jl. Anggrek 10 Bogor
Alamat yang dituju
Assalamualaikum Wr. Wb. Hallo, apa kabar? Aku dan keluargaku dalam keadaan sehat walafiat. Mudah-mudahan kabarmu juga seperti itu. Aku rindu pada kamu dan keluargamu. Yan Maret aku sudah mulai libur, apa kamu punya rencana ke luar kota? Kalau tidak akau ingin berkunjung ke rumahmu. Aku ingin melihat indahnya kota Bogor dan berlibur bersamamu. Tunggu kedatanganku ya Yan! Sekian dulu surat dari aku, kapan-kapan disambung lagi. Kutunggu balasanmu. Wassalam Wr. Wb.
Salam pembuka Kalimat pembuka
Isi surat
Kalimat penutup Salam penutup
Sahabatmu, Erna Erniani
Si pengirim
1277
Contoh 2
Berikut ini adalah gambaran tentang surat resmi. Surat resmi adalah surat yang dibuat (disampaikan) oleh suatu lembaga dan atau instansi kepada seseorang atau lembaga dan atau instansi yang lain. Selain itu surat resmi juga disampaikan oleh perorangan kepada lembaga. Secara umu sistematika surat resmi yang disampaikan oleh lembaga kepada lembaga atau perorangan seperti berikut ini. 1. Loga instansi (jika ada) 2. Kop Surat 3. Nomor surat 4. Lampiran 5. Hal 6. Tanggal surat 7. Salam pembuka menjadi satu dengan kalimat pembuka 8. Isi surat 9. Kalimat penutup 10. Salam penutup 11. Identitas pengirim 12. Tembusan
1278
Format surat resmi tersebut jika diterapkan seperti di bawah ini PEMERINTAH KOTA MEDAN DINAS PENDIDIKAN MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (mgmp) BAHASA INDONESIA Nomor : Hal : Lampiran : Yth. Bapak Ibu Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Untuk menindaklanjuti program MGMP Bahasa Indonesia yang telah disusun, dengan hormat disampaikan undangan kepada Bapak dan Ibu untuk untuk hadir pada Hari, tanggal : Tempat : Acara : Penyempurnaan RPP, curah pengalaman pelaksanaan pembelajaran, dan persiapan menjelang ujian nasional 2013. Atas perhatian dan kehadiran Bapak dan Ibu kami ucapkan terima kasih. Ketua,
Sekretaris
Ayu Handini, SPd.
Dedi Hunaeni, SPd
PENERAPAN MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE Langkah-langkah pembelajaran menulis surat kepada teman menggunakan model pembelajaran example non example seperti berikut ini.
sebaya
dengan
Kegiatan Awal Kegiatan meliputi berdoa, apersepsi dengan cara bertanya jawab dengan siswa, penyampaian tujuan pembelajaran dan langkah belajar yang akan ditempuh, serta memberi motivasi kepada siswa. Pada saat apersepsi, siswa dan guru bertanya jawab yang ada hubungannya dengan materi pembelajaran. Contaoh seperti berikut. Guru : ―Apakah kamu pernah menulis surat ?‖ Guru: ― Jika pernah , surat apa yang pernah ditulis ?‘ Guru : ― Dengan bahasa apa kamu menulis surat tersebut ?‖ Sebelum kegiatan inti dimulai bisa disisipi dengan ice breaking, bernyanyi, menggerakkan badan, atau lainnya. Kegiatan Inti Pada kegiatan inti guru membagi kelompok. Masing-masing kelompok ada 6 siswa. Langkah berikutnya, guru membagikan contoh surat kepada setiap kelompok, kemudian siswa mencermati contoh surat tersebut. Setelah mencermati, siswa mengidentifikasi sistematika penulisan surat kepada teman sebaya dan memperhatikan penulisan bahasa Indonesia yang digunakan dalam surat tersebut. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas dan menempel hasil tersebut di papan. Kelompok lain memberikan komentar dan tanggapan. Setiap kelompok menerima bagian–bagian surat dari guru. Setiap kelompok berlomba menyusun bagian-bagian surat menjadi surat yang utuh di depan kelas. Kelompok yang menyusun dengan benar dinyatakan menang dan diberi hadiah oleh guru. Permainan tersebut berlanjut sampai semua anggota kelompok mendapat giliran dan setiap yang benar menyusun dinyatakan menang diberi hadiah. Setelah itu, siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menulis surat kepada temannya. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas dan menempel hasil tersebut di papan. Kelompok lain memberikan komentar dan tanggapan. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru menjelaskan tata cara menulis surat kepada teman sebaya dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam menulis surat, misalnya cara menulis nama kota, tanggal, bulan, dan tahun dalam surat 1279
kepada teman sebaya dengan memperhatikan penggunaan huruf besar,dan koma yang tepat, cara menulis alamat yang dituju dalam surat kepada teman sebaya dengan menggunakan kata sapaan yang sesuai dan penggunaan huruf besar yang tepat, cara menulis bagian pembuka surat kepada teman sebaya dengan menggunakan pilihan kata dalam salam pembuka yang sesuai, cara menulis bagian isi surat kepada teman sebaya dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai serta penggunaan huruf besar dan kecil yang tepat, cara menulis bagian penutup surat kepada teman sebaya dengan menggunakan pilihan kata pada salam penutup dan si pengirim yang sesuai, serta penggunaan huruf besar, dan tanda titik yang tepat. Setelah itu guru memberikan penguatan tentang materi keterampilan menulis surat kepada teman sebaya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan Akhir Pada kegiatan akhir, siswa dibimbing guru menyimpulkan materi pembelajaran tentang menulis surat kepada teman. Setelah itu, siswa bersama guru mengadakan refleksi tentang pelaksanaan pembelajaran. Siswa diberi tugas secara individu untuk menulis surat kepada temannya . PENUTUP Dengan penerapan model pembelajaran example nonexample siswa dapat belajar dalam kondisi otentik, menyenangkan, dan bermakna. Otentik karena berhaapan dengan contoh dan atau data, menyenangkan karena belajar sambil bermain berhubungan dengan problem dan pemecahan yang ditemukan sendiri bersama dalam kelompok, bermakna karena belajar berhubungan dengan kebutuhan hidup nyata. Agari karakterisitik pembelajaran dengan model exemple dan nonexemple tersebut dapat terwujud, maka guru dituntut menyediakan contoh dan atau data otentik berhubungan dengan pokok bahasan yang direncanakan. Jika pokok bahasan tersebut berkenaan dengan menulis susrat kepada teman sebaya, maka contoh dan atau data yang wajib disediakan guru adalah dukumen surat yang ditulis oleh teman sebaya, baik yang telah memenuhi sistematika dan ketentuan ejaan maupun yang belum-. DAFTAR RUJUKAN Andayani, K & Pratiwi, Yuni. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kreatif dan Inovatif. Malang: kerjsama PT.Pertamina-UM. Roekhan 2013. Media pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang: kerjasama PT Pertamina – UM. Suwignyo, H & Santoso, A. 2013. Pendalaman materi Bahasa Indonesia. Malang: kerjasama PT Pertamina-UM. Santoso, Eko Budi. 2011. Model pembelajaran example non example. (online) http://www.raseko.com/2011/05/model-pembelajaran-example-non-example.html diakses tanggal 05 November 2013 Malino, Jupri .2012. Pengertian Surat. (online) http: //juprimalino. blogspot. com/ 2012/ 04/pengertian-definisi-surat-fungsi-jenis.html diakses tanggal 5 November 2013 Sarah, Nonita (2013). Contoh Surat Resmi. (online) http://lintasgue.blogspot.com/2013/03/surat-resmi.html diakses tanggal 5 November 2013
1280
KEMAMPUAN GURU SD DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MEDIA SEDERHANA PADA KEGIATAN LESSON STUDY Mieke Sumampouw Pengawas Gugus 2 Kecamatan Talawaan Dinas Dikpora Minahasa Utara Abstrak: Peningkatan kemampuan guru yang ada di gugus 2 Kecamatan Talawaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan upaya yang riil. Tindakan itu ditempuh karena ada banyak persoalan yang dihadapi guru dalam menjalankan tugas pokoknya. Lesson study (LS) dipilih untuk memecahkan persoalan-persoalan yang sering dihadapi guru. Salah satu pilihan tindakan yang dapat dikembangkan dalam kegiantan LS adalah pemanfaatan media pembelajaran sederhana. Dengan pemanfaatan media terbukti dapat mengembangkan pembelajaran yang berfokus pada siswa, terutama dalam memberi kesempatan siswa menemukan fakta dan mengomukasikan hasil belajarnya. Kata Kunci: kemampuan guru, media sederhana, Lesson Study
Ada beberapa kendala yang dihadapi guru berkenaan dengan penerapan LS dan pemanfaatan media sederhana. Kendala tersebut, muncul karen (1) kegiatan LS tergolong masih baru, (2) guru belum menguasai prinsip-prinsip dan etika pelaksanaan LS. Kedua kendala ini pada satu sisi memenga dapat disikapi sebagai hampatan, tetapi meskipun begitu tingkat keberhasilan guru dalam melaksanakan LS juga patut diapresiasi positif. Peningkatan kemampuan sumber daya guru menjadi salah satu kunci peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Sebab peningkatan mutu guru adalah salah satu cita-cita pendidikan yang ada di Kabupaten Minahasa Utara. Sebab bagaimanapun juga, apabila guru tidak bermutu maka pembelajaran dari gurupun ikut tidak bermutu. Oleh karenannya peningkatan mutu guru adalah sebuah kebutuhan. Guru harus memiliki empat kompetensi, yakni akademik, profesional, kepribadian, dan sosial. Dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen Pasal 20 (a) disebutkan bahwa guru berkewajiban melaksanakan dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran pembelajaran dengan bermutu. Pada konteks tersebut LS Lesson Study yang dilaksanakan di gugus 2 adalah salah satu tindakan positif yang diharapkan dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Diharapkan demikian dengan LS guru dapat memilih tindakan pembelajaran bervariasi dan bermakna sesuai dengan kebutuhan perkembangan dan karakteristik bidang studi dan pokok bahasan. Sehubungan dengan itu LS telah dilaksanakan di Kecamatan Talawaan pada hari Jumat tanggal 15 Februari 2013 dengan kegiatan sosialisasi dan pemaparan rangkaian pembelajaran berbasis LS, dilanjutkan Jumat 5 April 2013, Sabtu 18 Mei 2013. Dalam kegiatan tersebut secara umum peserta mendukung secara positf sehingga memberikan hasil optimal. Pada kegitan tersebut telah dikenalkan cara pembuatan dan pemanfaatan media sederhana. Pada umumnya dikenal dengan alat peraga. Pada saat itu, media sederhana diperkenalkan sebagai alat peraga yang praktis dan aplikatif. Untuk pembuatan dan pengadaan media sederhana tersebut guru dapat memanfaatkan benda yang ada di sekitar lingkungan sekolah. Dengan merujuk pengertian tersebut dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan media sederhana tidak hanya merujuk pada benda-benda tetapi juga lingkungan, karena itu pada pemahaman tersebut siswa juga dapat belajar di taman dan menggunakan media yang ada di taman sebagai sarana untuk membuat puisi. Benda-benda tersebut seperti, daun, kayu, kertas yang sudah tidak terpakai, botol minuman bekas yang sudah tidak terpakai dan lain-lain. Pada konteks tersebut guru diharuskan mengembangkan kreatifitas sehingga tercipta alat peraga dan atau media pembelajaran yang efektif. Contoh, pembelajaran menulis puisi dalam bidang studi bahasa Indonesia. Pada kepentingan tersebut guru dapat memanfaatkan benda-benda dan lingkungan di sekitar kelas, seperti botol, kertas, plastik, buku sebagai media sederhana, sehingga siswa dapat dibimbing dan distimulasi membuat puisi dengan judul dari nama-nama benda-benda dan lingkungan tersebut, sehinga dari kelas akan dihasilkan puisi yang beragam. 1281
Tujuan dari penggunaan media sederhana adalah untuk membantu guru yang ada di gugus 2 untuk dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna di sekolah mereka tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Dampaknya, media tersebut meskipun tampilannya sederhana tetapi dapat difungsikan secara efektif, efisien dan konkrit. Siswa sebagai subjek belajar dapat mengembangan proses belajar dalam susana kongkrit, bermakna, dan menyenangkan. Lebih lanjut jika kondisi tersebut dapat diciptakan oleh guru dan siswa secara simultan maka mutu proses dan hasil pembelajaran yang telah diidealkan dapat diwujudkan secara lugas dan jujur tidak ada manipulasi. Pelaksanaan LS bagi upaya peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran dalam kerangka sistem pendidikan di negeri ini memang belum berjalan secara merata. Padahal sesungguhnya LS telah lama berkembang di Jepang, yakni sekitar awal abad ke-19. Di Indonesia LS baru dimasukan dan dikembangkan sekitar akhir tahun 2004 oleh para tenaga ahli JICA ( Jepang International Coooperation Agency) melalu program IMSTEP (Indonesia Mathematiccs and Science Teaching Education Project). Karena itu wajar jika banyak pihak yang kurang memahami LS. Dampaknya wajar pula jika para pihak tersebut juga menganggap LS sebagai suatu pendekatan, metode, atau model pembelajaran yang tidak berbeda dengan pembelajaran kooperatif, inkuiri, CTL, PTK. Sesungguhnya LS secara historis dan konseptual berbeda dengan sebutan pembelajaran kooperatif, inkuiri, CTLI, dan atau PTK. Batasan tersebut dapat diterima karena LS secara konsep sistem dan historis digunakan oleh guru-guru Jepang untuk menguji keefektifan pengajaran dalam rangka meningkatan hasil pembelajaran (Garfield, 2006). Dipahami sebagai proses sistematis karena kerja guru-guru secara kolaboratif mengembangkan rencana dan perangkat pembelajaran, melakukan observasi, refleksi dan revisi rencana pembelajaran secara bersiklus dan terus menerus. Dalam pemahaman tersebut, Walker (2005) menegaskan, bahwa LS adalah suatu metode pengembangan profesional guru. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Lewis (2002) dengan pernyataan, bahwa ide yang terkandung dalam LS sebenarnya singkat dan sederhana, sehingga jika seorang guru ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara yang paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru lain untuk merancang, mengamati, dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Karena itu dapat disimpulkan bahwa LS adalah suatu model tindakan pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dalam rangka meningkatkan profesio-nalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Sehubungan dengan pemahaman tersebut dikemukakan metode dan pembahasan lebih spesifik tentang LS yang dikembangkan dalam sistem pendidikan dan pengajaran di negeri ini. METODE Implementasi lesson study di Indonesia yang dimulai saat tenaga ahli Jepang dalam Program IMSTEP JICA mengenalkan LS di tiga Universitas, yakni UPI, UNY, dan UM pada akhir tahun 2004. Dalam tahap pengenalan tersebut, tindakan pokok LS meliputi perencanaan (Plan), pelaksanaan (Do), dan Refleksi (See). Penyederhanaan LS menjadi tiga tahap tersebut dilakkukan dengan pertimbangan untuk memudahkan penerapannhya dan menghilangkan kesan bahwa LS sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang rumit dan sulit dilakukan. Pelaksana LS dalam sistem pendidikan dan pembelajaran di negeri ini ketiga tahapan tersebut dilakukan secara berulang dan terus menerus (siklus). Kegiatan utama yanng dilakukan dalam masingmasing tahapan tersebut dapat dilihat berikut ini. Aspek-aspek yang tercakup dalam masingmasing tahapan dalam satu siklus LS tersebut seperti terbaca pada tabel di bawah ini.
1282
Tabel 1. Daur Lesson Study yang berorientasi pada praktik (Saito, 2005)
Perencanaan (PLAN) - Penggalian akademik - Perencanaan Pembelajaran - Penyiapan alatalat
Pelaksanaan (DO) - Pelaksanaan pembelajaran - Pengamatan oleh rekan sejawat.
Refleksi (SEE) Refleksi dengan rekan sejawat
Penjelasan masing-masing tahapan tersebut seperti berikut ini. Tahap Perencanaan (PLAN) Tahap perencanaan ditempuh untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang aplikebel, maksudnya rancangan tersebut diyakini dapat difungsikan membelajarkan peserta didik secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dapat dilakukan senderian. Pada tahap ini beberapa pendidik dapat berkolaborasi untuk memperkaya ide terkait dengan rancangan pembelajaran dicobaterapkan (disimulasikan). Pada tahap ini juga ditetapkan prosedur pengamatan termasuk ins-trumen yang diperlukan. Tahap Pelaksanaan (DO) Tahap pelaksanaan ini dimaksudkan untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya. Salah satu anggota guru bertindak sebagai ―guru model‖ sedangkan yang lain bertindak sebagai pengamat (observer). Pengamat lainnya (selain anggota kelompok perencana) juga dapat bertindak sebagai observer. Fokus pengamatan diarahkan pada aktivitas belajar pserta didik dengan berpedoman pada prosedur dan instrumen pengamatan yang telah disepakati pada tahap perencanaan, bukan untuk mengevaluasi penampilan guru yang sedang bertugas mengajar. Selama pem-belajaran berlangsung, pengamat tidak boleh menganggu atau mengintervensi kegiatan pembelajaran. Pengamat juga dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui video camera atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan atau bahan diskusi pada tahap berikutnya, atau bahkan untuk kegiatan penelitian. Kehadiran pengamat didalam ruangan kelas disamping mengumpulkan informasi dimaksudkan juga untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung. Tahap Refleksi (SEE) Dalam tahap ini dimaksudkan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Guru yang telah bertugas sebagai pengajar mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Kesempatan berikutnya diberikan kepada anggota kelompok perencana yang dalam taha do bertindak sebagai pengamat. Selanjutnya pengamat dari luar diminta menyampaikan komentar dan lesson learned dari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktivitas peserta didik. Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti guru demi perbaikan. Sebaliknya, pihak yang dikritik harus dapat menerima dari masukan dari pengamat untuk perbaikan berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya lebih baik. HASIL DAN PEMBAHASAN LS dengan karkteristik sebagaimana dikemukakan di atas memiliki potensi sangat bermanfaat bagi sekolah, guru dan kepala sekolah terutama jika dikaitkan dengan usaha meningkatkan mutu pendidikan. Harapan tersebut dapat diwujudkan karena LS terbutki telah mampu meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan dan pengajaran di Jepang. Mengadop apa yang telah bertahun dan terbutki mampu meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan 1283
dan pengajaran di Jepang, berikut ini dikemukakan tindakan para pemegang regulator di Talawan tentang pelaksanaan LS. Tabel 2. Tabel Kegiatan LS di Talawan No Hari tanggal kegiatan Nama Sekolah Utusan Tujuan 1 Jumat tanggal 15 SDN 1 Talawan 2 guru Satu sebagai guru Februari 2013 SDN 2 Talawan 2 guru dan satu lagi SDGP Talawan 2 guru sebagai pengamat SDK Talawan 2 guru SD Gemini Tumohon 2 guru 2. Jumat 5 April 2013 SDN 1 Talawan 2 guru Satu sebagai guru SDN 2 Talawan 2 guru model dan satu lagi SDGP Talawan 2 guru sebagai pengamat. SDK Talawan 2 guru SD Gemini Tumohon 2 guru 3. Sabtu 18 Mei 2013 SDN 1 Talawan 2 guru Satu sebagai guru SDN 2 Talawan 2 guru model dan satu lagi SDGP Talawan 2 guru sebagai pengamat. SDK Talawan 2 guru SD Gemini Tumohon 2 guru Keterangan Pertemuan pertama melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) merancang strategi dan memberikan penjelasan tentang media sederhana, serta menetapkan jadwal LS. (2) Pembagian tugas untuk menjadi guru model dan pengamat. (3) Pembuatan media sederhana serta menyimulasikan proses LS. (4) Menetapkan sekolah yang menjadi tempat LS. Pertemuan kedua, melaksanakan kegiatan pembelajaran lesson study di sekolah yang sudah disepakati. Pertemuan ketiga, (1) mengevaluasi atau merefleksi semua hasil pengamatan atas pelaksanaan LS, (2) membuat rencana kegiatan LS selanjutnya Tabel 3. Respon Terhadap Pelaksanaan LS No Instrumen Pertanyaan 1 Bermanfaatkah media sederhana dalam pembelajaran? 2 Efektifkah penggunaan media sederhana? 3 Efisienkah media sederhana dalam penerapan lesson study 4 Bagaimana pembelajaran lesson study menurut anda? 5 Sulitkah melaksanakan pembelajaran lesson study? 6 Sulitkah menciptakan/membuat media sederhana? 7 Apakah guru mengalami peningkatan mutu? 8 Apakah lesson study cocok diterapkan disekolah Anda? 9 Apakah lesson study memberikan peningkatan cara belajar siswa?
Skor 3 3 3
Nilai akhir 98,5 97,7 97,6
3 2 2 3 3 2
98,8 85,7 88,2 96,5 97,5 87,6
Tingkat keberhasil pemanfaatan media sederna dalam pelaksanaan LS tergambarkan pada tabel berikut ini. Tabel 4. Presentase Keberhasilan No Nama Sekolah Skor keberhasilan % 1 SDN 1 Talawan 98 90% 2 SDN 2 talawan 99 95% 3 SDGP Talawan 97 90% 4 SD K Talawan 98 90% 5 SD Gemini Tumohon 97 90% Keterangan Pada tabel tersebut terbaca, bahwa tingkata keberhasilaan penggunaan media sederhana dalam LS sangat memuaskan. Kualitas guru model ada perkembangan signifikan.
1284
PENUTUP Peningkatan kemampuan guru SD dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan memanfaatkan media sederhana pada LS di gugus 2 Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara menunjukkan angka keberhasilan 90%. Angka tersebut dapat dimaknai bahwa guru model telah berada dalam keberhasilan yang memadai, baik dalam tahap peerencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Dengan merujuk simpulan tersebut disarankan para guru dapat mengembangkan media sederhana dari bahan-bahan yang telah tersedia di sekitar lingkungan sekolah dan rumah. Dengan tindakan tersebut akan terb terbangun tindakan kreatif guru baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. DAFTAR RUJUKAN Ibrohim, Dr, M.Si. 2012. Pemberdayaan Guru SD, PANDUAN PELAKSANAAN LESSON STUDY DI KKG. Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitan Negeri Malang (UM). Siswanto, Wahyudi, Prof. Dr., Roekhan, Dr. 2012. Pemberdayaan Guru SD, PANDUAN PELAKSANAAN LESSON STUDY DI KKG. Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitan Negeri Malang (UM). Tim Penyusun. 2012. Model-model Pembelajaran. Universitas Negeri Manado
PEMANFAATAN TEKNIK TRIFOKUS STEVE SNYDER UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA EFEKTIF KELAS VI SD 013 BABULU Sutrisno
[email protected] Abstrak: Dari hasil pengamatan terhadap 22 siswa sampel di kelas VI SDN 013 Babulu Penajam Paser Utara diperoleh data jumlah siswa sampel tersebut belum mencapai tingkat KKM yang diharapkan. Fakta tersebut muncul antara lain dikarenakan faktor tekni yang dipilih masih dalam katagori tradisonal, tidak memberikan kesempatan siswa berlatih. Untuk memecahkan problem tersebut dipilih teknik trifokus Steve Snyder. Dari tindakan siklus I dan II menunjukkan teknik tersebut dapat meningkatkan kecepatan siswa menemukan faktor yang ada dalam teks yang dibaca. Kata Kunci: membaca efektif, teknik Trifokus Steve Snyder
Dari pengamatan awal diketahui, kemampuan menemukan informasi utama Siswa kelas VI SDN 013 Babulu masih rendah. Kondisi itu ditandai oleh tingkat kecepatan jumlah waktu yang dimanfaatkan siswa dalam menemukan informasi, baik dari tindakan membaca skening maupun skiming. Fakta tersebut dapat dirujuk sebagai fakta tentang ketidakberhasilan pembelajaran membaca di kelas VI SDN 013 Babulu. Kondisi tersebut terjadi karena pendekatan, metode, dan teknik yang diterapkan guru masih berciri tradisonal, kurang memberi kesempatan siswa berlatih. Selain faktor tersebut, juga pendeknya alokasi waktu yang disediakan kegiatan pembelajaran tersebut. Akibatnya pelatihan-pelatihan yang semestinya bisa dioptimalkan menjadi tidak bisa dijalankan oleh guru. Kondisi tersebut lebih diperparah oleh kondisi pemahaman guru terhadap kiat-kiat pengembangan membaca yang juga belum mendukung. Terbukti kecepatan rata-rata masih menunjukkan angka 106,50 kpm, pada hal KEM ideal bagi siswa SD adalah 140 Kpm (Nurhadi). Ada dua faktor utama penyebab rendahnya KEM siswa. Pertama, kondisi siswa, yakni (1) faktor internal: intelgensi, minat, motivasi, dan penguasaan bahasa rendah, (2) faktor 1285
eksternal: keadaan sosial ekonomi keluarga dan kondisi lingkungan kehidupan siswa kurang kondusif. Kedua, faktor guru meliputi kondisi kemampuan guru dalam memotivasi siswa dan mengelola kelas rendah. Teknik Tri Fokus Steve Snyder adalah teori mutakhir yang berkembang saat ini memiliki karakteristik sederhana, mudah, dan praktis untuk melatih KEM siswa. Teknik ini disebut tri fokus karena mengajarkan kepada para siswa mampu mengembangkan pelatihan peripheral dengan "tri focus‖, yakni titik konsentrasi pandangan mata terpusat di sebelah kiri, tengah, dan atau di kanan. Periferal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3 (1999 : 858) berarti proses melihat tidak mengenai pokoknya. Dalam kaitan ini dapat diartikan bahwa pandangan periferal saat membaca titik fokus pandangan mata tidak tertuju pada satu demi satu kata secara terpisah. Titik satu fokus pandangan mewakili satu bagian, baik berupa kelompok kata (frase), klausa, atau bagian berdasarkan penjedaan. Penglihatan periferal yang lebih luas berarti adalah kemampuan untuk menerima informasi lebih banyak dalam satu waktu. Karena itu penglihatan periferal harus dilatih dan ditingkatkan agar lebih luas dan tajam (De Porter. 2000 : 270-274). Setelah mempertimbangan pengertian dan kebutuhan di atas maka penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan masalah seperti berikut, "Apakah teknik Tri Fokus Steve Snyder dapat meningkatkan kecepatan efektif membaca (KEM) siswa Kelas VI SDN 013 Babulu pada semester II tahun pelajaran 2012/2013‖. Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut secara objektif dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul Peningkan Kecepata Efektif Membaca (KEM) Siswa Kelas VI SDN 013 Babulu Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan Menggunakan Teknik Tri Focus Steve‖. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan guru di kelasnya sendiri melalui tindakan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif. Penelitian ini dikerjakan dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru terkait dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Dikemukanan oleh Purwadi (dalam Sukidin. 2002), bahwa PTK adalah penelitian yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah yang dihadapi ketika melaksanakan tugas pokok, yakni mengelola kegiatan belajar mengajar. PTK jika digambarkan seperti berkut ini. Permasalahan
Terselesaikan
Alternatif Pemecahan Masalah (Rencana Tindakan) I Analisis Data I
Refleksi I
Pelaksanaan Tindakan I Obervasi I
Masalah belum terpecahkan Permasalahan
Terselesaikan
Alternatif Pemecahan Masalah (Rencana Tindakan) II
Refleksi II
Analisis Data II
Pelaksanaan Tindakan II
Obervasi II
Masalah belum terpecahkan Permasalahan
Terselesaikan
Alternatif Pemecahan Masalah (Rencana Tindakan) III
Refleksi III
Analisis Data III
Gambar 1. Alur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas 1286
Pelaksanaan Tindakan III
Obervasi III
Langkah-langkah tersebut jika disederhanakan secara berurutan seperti berikut ini. Penjajagan (Observasi) Tindakan ini ditempuh untuk menemukan fakta tenang proses dan hasil pembelajaran yang ada pada kelas sasaran. Dari fakta tersebut dapat diidentifikasi permasalahan yang muncul di kelas sasaran berkenaan dengan pembelajaran membaca cepat. Dari permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi dan ditemukan penyebab timbulnya permasalahan tersebut, kemudian dapat dipilih bentuk pemecahan yang yang relevan. Bentuk tindakan terpilih untuk pemecahan masalah tersebut selanjutnya diwujudkan dalam tindakan siklus I. Siklus I Tahap Perencanaan Tindakan I Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini, yakni (1) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), (2) membuat lembar kerja siswa (LKS), (3) membuat lembar observasi (untuk mengetahui aktivitas guru selama proses pembelajaran). Tahap Pelaksanaan Tindakan I Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yakni (1) mengadakan pre-test (tes awal), (2) menjelaskan tentang model pembelajaran membaca dengan teknik trifokus Steve Snyder, (3) melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan teknik trifokus Steve Snyder, (4) membagikan bacaan kepada masing-masing siswa (setiap siswa mendapat bacaan yang sama), (5) siswa melakukan kegiatan teknik trifokus Steve Snyder, (6) mengadakan post-test (tes akhir). Tahap Observasi I Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini antara mengobservasi dan mencatat bentukbentuk tindakan yang dipilih guru di dalam kelas. Tindakan ini dapat dilakukan oleh teman sejawat (observer). Tahap Refleksi I Kegiatan yang dilakukan dalam tahap, yakni (1) mendiskusikan hasil tindakan peneliti bersama teman sejawat (observer) dan beberapa siswa, (2) merefleksikan perubahan yang terjadi (dapat dilihat dari data observasi), (3) hasil analisis data tersebut digunakan sebagai acuan untuk merencanakan tindakan pada siklus seterusnya. Apabila belum dapat meningkatkan hasil belajar maka dilanjutkan ke siklus II dan seterusnya. Siklus II Siklus II dilaksanakan dengan berpijak pada hasil analisis kegiatan siklus I. Jika pada siklus I siswa sasaran belum mencapai KKM yang dicanangkan, peneliti tidak mengklaim bahwa tindakan yang dipilih bukan berarti tidak cocok, melainkan yang utama adalah menemukan faktor yang menyebabkan kondisi tersebut. Jika faktor-faktor yang diduga menyebabkan kondisi hasil belajar pada siklus I terjadi kemudian disusun RPP perbaikan yang berpijak pada faktor-faktor yang ditengarahi sebagai penyebab tersebut. Tahap-tahap tindakan pada siklus kedua juga sama dengan tahap pada siklus pertama hanya saja sub pokok bahasan yang diberikan adalah besaran dan satuan dan pada kegiatan inti pembelajaran terdapat perbedaan dari siklus I. Siklus III Siklus ketiga dilaksanakan dengan berpijak pada kekurangan-kekurangan pada siklus II. Tahap-tahap tindakan siklus III sama dengan tindakan pada siklus II, yang membedakan adalah sub pokok bahasan yang menjadi fokus pengembangan RRP perbaikan adalah faktor penyebab timbulnya kegagalan siswa sasaran mencapai KKM pada siklus II. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka teknik pengumpulan data yang ditempuh adalah sebagai berikut. (1) Pemberian lembar kerja siswa (LKS), untuk mengetahui capaian KEM siswa sasaran. (2) Observasi, dengan memanfaatkan tabel observasi yang telah disusun. Hasil observasi ini akan digunakan sebagai bahan acuan pada saat tahap refleksi. (3) Post-Test (tes akhir) setiap siklus, untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setiap siklus. Tes ini dibuat oleh peneliti sesuai dengan tujudan dan karakteristik materi pembelajaran. 1287
TEKNIK ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari lembar observasi dan hasil belajar siswa, kemudian disusun, dijelaskan dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan dengan menyajikan dalam bentuk persentase untuk setiap putaran. Secara rinci analisis data dilakukan dalam tahap-tahap berikut ini. Penyajian data Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Milles & Huberman, 1997). Data yang diperoleh melalui observasi dan tes hasil belajar dipaparkan secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif yaitu dijelaskan dan disajikan dalam bentuk tabel dan kalimat sederhana. Analisis data kuantitatif menggunakan statistik deskriptif (persentase). Persentase Persentase digunakan untuk menggambarkan peningkatan hasil belajar dari nilai masing-masing siklus. Pesentase siklus digunakan rumuh berikut ini.
a Persentase = ------ X 100% B a = jumlah siswa yang mencapai mastere b = jumlah keseluruhan siswa sasaran (Sudjana. 2002) Untuk persentase tugas kelompok digunakan rumus berikut ini.
tg + 2UH NK = -------------3 NK = nilai hasil belajar siswa dalam tiap siklus UH = nilai tes siswa setiap siklus tg = nilai tugas (lembar kerja) HASIL PENELITIAN Skor yang diperoleh melalui kegiatan post test dihitung dengan menggunakan rumus di atas dapat ditabulasikan seperti di bawah ini. Tabel.1. Data hasil penelitian sebelum dan sesudah menggunakan Trifokus Steve Snyder Hasil Penelitian Subyek KEM I/kpm KEM II/kpm Peningkatan Rerata 1 114,77 115 0,23 114,88 2 115,77 116 0,23 115,88 3 116,77 115 -1,77 115,88 4 113 115 2 114 5 114,77 114 -0,77 114,38 6 113 114 1 113,5 7 115 116 1 115,5 8 115 116 1 115,5 9 114,77 116 1,23 115,38 10 114 116 2 115 11 114 116 2 115 12 115 116 1 115,5 13 114 115 1 114,5 14 115 115 0 115 15 113 115 2 114 16 114 115 1 114,5 17 116 115 -1 115 1288
18 19 20 21 22 Rerata
116 115 116 115 115 114,76
115 117 115 116 116 115,27
-1 2 -1 1 1
115 116 115,5 115,5 115,5
Pertemuan Pertama Hasil kegiatan pertemuan pertama diketahui bahwa, (1) siswa tampak biasa-biasa saja dalam mengikuti pembelajaran membaca, (2) karena berulang-ulang mengalami kegiatan membaca dengan model pembelajaran yang sama siswa tampak kurang bergairah, (3) dari hasil evaluasi diketahui bahwa rata-rata KEM siswa 114,76 kpm. Pertemuan Kedua Pada pertemuan kedua terjadi perubahan seperti berikut ini. (1) Siswa tampak memiliki motivasi lebih tinggi, (2) siswa lebih bergairah mengikuti pembelajaran, (3) terjadi peningkatan KEM, yaitu 168,58 kpm, (4) data yang diperoleh dari hasil penelitian kuantitatif (siklus 1,2) sebagai berikut. Siklus 1, diperoleh data sebagai berikut. Dari 22 siswa yang mengikuti tes tertulis, satu orang mendapat nilai 90, tujuh orang mendapat nilai 80, lima orang mendapat nilai 70, dua orang mendapat nilai 50, dan satu orang mendapat nilai 40. Jika data tersebut divisualkan seperti di bawah ini. 7 6 5 4 3 2 1 0 Siswa Nilai 40
Siswa Nilai 50
Siswa Nilai 60
Siswa Nilai 70
Siswa Nilai 80
Siswa nilai 90
Gambar 2. Grafik Perolehan Nilai Siswa Sasaran Pada Siklus I Dari grafik tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa siswa yang mencapai KKM sebanyak 14 siswa atau 63,63%. Data tersebut menunjukkan, jumlah siswa yang belum mencapai KKM sebagai 8 orang atau 36, 37%. Atas data tersebut kemudian dilanjukan dengan tindakan siklus II yang hasilnya dapat digambarkan berikut ini. Dari 22 siswa sasaran pada siklus II yang mengikuti tes tertulis diperoleh data sebagai berikut. Ada dua siswa yang mendapat nilai 100, empat orang siswa mendapat nilai 90, empat orang siswa mendapat nilai 80, satu orang siswa mendapat nilai 75, tujuh orang siswa mendapat nilai 70, dan empat orang siswa mendapat nilai 60. Data tersebut jika divisualkan seperti berikut ini.
1289
7 6 5 4 3 2 1 0 Siswa Nilai 60 Siswa Nilai 70 Siswa Nilai 75 Siswa Nilai 80 Siswa Nilai 90
Siswa nilai 100
Gambar 3. Grafik Perolehan Nilai Siswa Siklus II PEMBAHASAN Pemanfaatan Tri Fokus Steve Snyder diketahui dapat meningkatkan KEM siswa kelas VI Babulu. Pemahaman tersebut diperoleh setelah membanding sekor rata-rata kelas pada tes awal dan post test baik pada siklus I maupun II. Rata-rata KEM pada tes awal sebesar 106,50 kpm, menjadi 114 kpm pada siklus I, dan menjadi 166,54 kpm pada siklus II. Data tersebut dapat diinterpretasi seperti berikut ini. Hasil Analisis Siklus 1 Angka ketuntasan belajar pada siklus I ditetapkan 65. Setelah dilakukan post test diperoleh data seperti berikut. Dari gambaran perorangan menunjukkan ada 14 siswa yang mencapai KKM dari jumlah siswa sasaran 22 orang atau 63,64%. Dari gambaran klasikal menunjukkan bahwa sebagian besar siswa Kelas VI SDN 013 Babulu pada siklus I belum memiliki motivasi yang kuat dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan trifokus Steve Snyder, ditandai dengan belum terbangunnya keberanian membaca siswa. Fakta tersebut dapat direfleksi seperti berikut ini. Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui beberapa kekurangan yang perlu direncanakan guna perbaikan pada siklus berikutnya, yakni seperti berikut ini. (1) Dari hasil tes akhir ketuntasan kelas yang tercapai baru 63,64% berarti indikator keberhasilan penelitian sebesar 80% belum tercapai. (2) Dari hasil praktik ketuntasan kelas yang tercapai baru 63,64% berarti indikator keberhasilan penelitian sebesar sebesar 80% belum tercapai juga. Sebagai tindak lanjut bagi siswa yang belum mencapai kriteria kompetensi perlu perbaikan. (3) Dalam kelompok keaktifan anggota masih rendah. (4) Siswa menanggapi pendapat temannya masih rendah yaitu 36% dari 22 siswa yang berarti masuk kategori kurang aktif. Siswa yang lain masih ragu-ragu untuk menyampaikan pendapat. (5) Siswa yang aktif dalam diskusi untuk menjawab pertanyaan teman lain hanya sebesar 45%. Hal ini disebabkan karena takut ditertawakan bila jawaban yang diberikan salah. Selanjutnya kebaikan yang dapat dicatat dari hasil pengamatan siklus I adalah sebagai berikut. (1) Suasana kelas lebih dinamis karena adanya kerja kelompok. (2) Siswa sudah berani mengajukan pertanyaan, menanggapi pertanyaan, dan mengemukakan pendapat. (3) Siswa berani mendemontrasikan hasil dengan membacakan di depan kelas. Hasil Analisis Siklus II Angka ketuntasan pada siklus II juga ditetapkan 65. Dengan patokan angka ketuntasan tersebut dapat dideskripsikan seperti berikut. Pada dimensi perorangan, dari 22 siswa sasaran ada 18 yang mencari ketuntasan, atau 81,81% . Pada dimensi klasikal diketahui siswa sudah mulai termotivasi terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia membaca nyaring dengan menggunakan trifokus Steve Snyder, ditandai oleh mulai terbangunnya keberanian siswa membaca nyaring. Jika fakta perorangan maupun klasikal pada siklus II tersebut direfleksi dapat digambarkan seperti berikut. Ada beberapa kekurangan untuk ditindaklanjuti guna perbaikan pada siklus berikutnya, yakni (1) ketuntasan belajar pada siklus II untuk pokok bahasan membaca nyaring sebagian siswa sudah tercapai, namun masih diperlukan perbaikan bagi siswa yang belum tercapai batas kompetensinya; (2) demikian juga untuk ketuntasan belajar kerja prakteknya walaupun sudah melampui target ketuntasan antara 80% namun bagi siswa yang 1290
belum mencapai batas kompetensi masih perlu diberi bimbingan agar dalam upaya perbaikan prakteknya dapat berhasil; (3) dalam hal menanggapi temanya siswa masih kurang aktif, hanya 10 siswa (45%) yang belum tahu jawaban yang sebenarnya, dan kurang percaya diri untuk itu perlu arahan dan motivasi yang tepat. Selain kekuarangan, sebagaina telah dikemukakan juga ditemukan kebaikan seperti berikut ini. (1) Kooperatif siswa sudah dapat dilihat terbukti dari peningkatan hasil belajar kerja praktik siswa. (2) Suasana kelas lebih dinamis dan kondusif. (3) Semakin banyak siswa yang dapat menyampaikan pendapatnya dengan baik. Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas menunjukkan bahwa Peningkatan KEM dengan Teknik Trifokus Steve Snyder di Kelas VI SDN 013 Babulu memberi ruang bagi terbangunnya kesadaran siswa terhadap potensi yang ada pada dirinya untuk dikembangkan secara kreatif, dan juga mampu menyikapi secara kritis. PENUTUP Dari angka-angka dan hasil refleksi sebagaimana dipaparkan di atas diperoleh simpulan seperti berikut ini. (1) Pemanfaatan teknik trifokus Steve Snyder dapat meningkatkan rata-rata KEM siswa kelas VI, dari 106,50 kpm menjadi 166,54 kpm. (2) Teknik Tri Fokus Steve Snyder menumbuhkan motivasi dan kreativitas membaca siswa. (3) Teknik Tri Fokus berpengaruh terhadap cara dan gaya guru mengajar. Dari simpulan tersebut dapat disampaikan saran sebagai berikut. Guru Bahasa ndonesia Sekolah Dasar terutama di kelas tinggi dapat menggunakan pengajaran membaca dengan Tekni Trifokus Steve Snyder kepada peserta didik. Tindakan tersebut dapat menjamin tumbuhnya penikatan KEM siswa dengan catatan prinsip-prinsip yang telah digarisk untuk pelaksanaan Tekni Trifokus Steve Snyder dipatuhi dengan ketat. DAFTAR PUSTAKA De Porter, B dan Hemacki, M. 2000. Quantum teaming: Membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan. Bandung: Kaifa. Euis, T. 2001. Upaya Peningkatan Aktvitas Belajar Melalui Pendekatan Diskusi. Jakarta : Buletin Pelangi pendidikan VOL.4 Harjasujana A. S.dan Yetimulyati. 1966. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.
Harminingsih.2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasils Belajar . http://harminingsih.blogspot.com/2008/08/faktor-faktor-yang-mempengaruhihasil.html Kasihani dan Rofi‘uddin. 1998. Rancangan Penelitian Tindakan. Malang: Depdikbud IKP Made, P. 1977. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta Redway, K. M. 2000.Membaca cepat. Jakarta: Pustaka Binama Pressindo. Sitepu, B. R 2002. Lagi-lagi Membaca. Buletin Pusat Perbukuan.V, 16-21.
Sudjana, N. 2002. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo Tarigan, H. G. 1994. Membaca sebagai suafu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa. Tim Pelatih Proyek PGSM Propinsi Bali 1999/2000. Peneiltian tindakan kelas (clasroom action reseach) bahan penelitian dosen LPTK dan guru sekolah menengah. Proyek PPG Dirjend Dikti Depdikbud.
Yulaelawati, EII. Mahir mambaca kuasai informasi. Buletin Pusat Perbukuan N. (Januari 2000 ) 21 -24. Zainal, A. 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya: Cendekia
1291