BAHAN AJAR STATISTIKA SISTEM KOMPUTER Dosen: Werman Kasoep
Kuliah ke-1 Pendahuluan (Arah dan Cakupan Perkuliahan Statistika Secara Umum) Statistika adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang data, mulai dari cara pengumpulannya, cara penyajiannya, cara penganalisaannya, cara penarikan kesimpulan terhadap masalah yang dibahas (berdasarkan hasil analisa data), sampai pada pemberian interpretasi terhadap kesimpulan. Mengacu kepada batasan pengertian di atas, maka statistika secara garis besar dapat digolongkan atas dua golongan, yaitu: 1. Statistika Deskriptif: Statistika yang titik berat pembahasannya adalah pada penggambaran (deskripsi) masalah berdasarkan data. Penggambaran masalah dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menyajikan data ke dalam salah satu cara: Diagram Dahan-Daun atau Tabel Distribusi Frekuensi. Selanjutnya, data dapat ditampilkan secara grafis, seperti: histogram, diagram batang, dan poligon; serta diagram kotak-garis. Penggambaran masalah ini dapat dituangkan pula dengan besaran angka-angka berupa ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran. Selain itu, dari segi waktu, besaran data dapat pula digambarkan dengan trend pertumbuhannya. Pola trend yang terbentuk dapat berupa: trend linier, trend kuadratik, maupun trend eksponensial. Untuk melihat pergerakan harga yang dipengaruhi oleh waktu, akan dibahas pula indeks harga ditinjau dari berbagai aspeknya. 2. Statistika Induktif: Statistika yang titik berat pembahasannya adalah pada penganalisaan data sampel, untuk dapat ditarik kesimpulan terhadap populasi tempat pengambilan data sampel tersebut. Statistika induktif dimulai dengan pengertian peluang (probabilitas) serta hukum-hukum dasar yang melandasinya. Selanjutnya, dibahas tentang peubah acak (diskret dan kontinyu) serta distribusi peubah acak. Beberapa distribusi teoritis yang tergolong peubah acak diskret akan dibahas antara lain: distribusi binom, distribusi multinom, distribusi hipergeometrik, distribusi multihipergeometrik, distribusi binom negatif, dan distribusi geometrik. Distribusi teoritis yang tergolong peubah acak kontinyu akan dibahas distribusi normal. Setelah itu, pembahasan akan dilanjutkan ke pendugaan parameter untuk berbagai paramater, antara lain: rata-rata, proporsi, beda rata-rata, dan beda proporsi. Pada bagian berikut akan dibahas pengujian hipotesis untuk berbagai parameter di atas. Statistika induktif ini ditutup dengan regresi linier.
Kuliah ke-2 11) Penyajian Data Setelah data terkumpul, untuk menyajikannya secara ringkas sehingga dapat segera terbaca bentuk distribusinya, maka secara garis besarnya ada dua cara penyajian data yaitu: 1. Diagram Dahan-Daun 2. Distribusi Frekuensi Ad 1. Diagram Dahan-Daun Diagram dahan-daun adalah suatu diagram berbentuk tabel yang memuat seluruh data yang sedang dibahas, dengan menggolongkan setiap data atas “dahan” dan “daun”, dimana dahan berisikan dijit data dengan tingkatan lebih tinggi dan daun berisikan dijit data dengan tingkatan lebih rendah. Penggolongan dijit-dijit data ini disajikan ke dalam kolom-kolom tabel dengan format umum sebagai berikut: Dahan Daun (belum berurut) Daun (sudah berurut) . * . * . . . Dst . * Setiap daun digolongkan lagi atas . dan *, dengan golongan . memuat dijit 0 s/d 4 dan golongan * memuat dijit 5 s/d 9. Namun, seandainya data relatif banyak, sehingga jika hanya dengan 2 penggolongan untuk tiap dahan belum terlihat pola distribusinya, maka tiap daun dapat digolongkan atas 5 penggolongan, yaitu . untuk 0 dan 1, t untuk 2 dan 3, f untuk 4 dan 5, s untuk 6 dan 7, dan * untuk 8 dan 9. Selanjutnya, berdasarkan data yang sudah tersaji pada diagram dahan-daun, pula dibuat ringkasan 5 angka yang terdiri dari: data terkecil (), kuartil ke-1 ( ), kuartil ke-2 ( ), kuartil ke-3 ( ), dan data terbesar (). Rumus-rumus perhitungan untuk: , , dan , masing-masing adalah sebagai berikut: ,
,
dan
Berdasarkan ringkasan 5 angka tersebut, dapat pula dibuat diagram kotak-garis dengan format umum sebagai berikut: Dengan didapatkannya ringkasan 5 angka dan diagram kotak-garis ini, dapat pula diperiksa ada/tidaknya data pencilan (outlier), yaitu data yang diduga berasal dari populasi berbeda dibanding data yang lain. Indikasi keterpencilan ini ditunjukkan oleh sifat ekstrim data, yaitu ekstrim rendah (kecil) atau ekstrim tinggi (besar).
Pemeriksaan data pencilan dapat dilakukan dengan mendapatkan selang (interval) data wajar (DW): 1 1; dengan
Selanjutnya, jika seluruh data berada dalam selang data wajar ini, maka tidak ada data pencilan, sebaliknya jika ada data yang di luar selang data wajar maka terdapat data pencilan. Pencilan bawah jika data tersebut kecil dari batas bawah selang, dan pecilan atas jika data tersebut besar dari batas atas selang.
Contoh: Data berikut menunjukkan besarnya pendapatan per bulan masing-masing (dalam Rp juta) dari 40 orang tua mahasiswa: 2,5 1,9 1,7 2,3 3,7
3,7 4,3 1,9 3,8 3,8
3,7 4,1 2,0 6,2 2,9
2,5 3,6 1,1 2,1 3,2
4,5 1,8 2,6 4,4 3,2
3,8 10,3 3,6 5,2 3,4
2,7 2,3 3,0 2,6 1,7
1,9 2,5 3,2 2,2 3,1
a. Sajikan data di atas ke dalam diagram dahan-daun b. Dapatkan ringkasan 5 angka dan sajikan ke dalam diagram kotak-garis c. Periksalah (dengan mendapatkan selang data wajar), apakah terdapat/tidak data pencilan? Jawab: a. Diagram Dahan-Daun Dahan 1 . * 2 . * 3 . * 4 . * 5 . * 6 . * 7 . * 8 . * 9 . *
Daun (belum berurut) 1 979879 30132 5956765 224021 77887686 314 5 2 ___________________________ 2 ___________________________ ___________________________ ___________________________ ___________________________ ___________________________ ___________________________ ___________________________
1 7 12 19 25 33 36 37 38 39
Daun (sudah berurut) 1 778999 01233 5556697 012224 66777888 134 5 2 ___________________________ 2 ___________________________ ___________________________ ___________________________ ___________________________ ___________________________ ___________________________
10
. *
3 ___________________________
40
3 ___________________________
b. Ringkasan 5 angka Dari data di atas, diperoleh ringkasan 5 angka sebagai berikut: 1,1, data ke 10,5 =(2,2+2,3)/2=2,25, 20,5=(3,0+3,1)/2=3,05, data ke 30,5 =(3,7+3,8)/2=3,75,
data
ke
10,3
Dari ringkasan 5 angka tersebut dapat dibuat diagram kotak-garis sebagai berikut: (ada sedikit kesalahan teknis, sehingga tidak bisa dilukiskan diagram tersebut disini) c. Pemeriksaan data pencilan (outlier) Untuk data contoh ini (seperti telah dihitung di atas) diperoleh: 3,75 dan 2,25, sehingga 3,75-2,25=1,50, maka selang DW adalah: 2,25 11,50 3,75 11,50, 0,00 6,00
Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua data pencilan atas, yaitu 6,2 dan 10,3, karena kedua data tersebut besar dari 6,00 yang merupakan batas atas dari selang data wajar.
Kuliah ke-3 Ukuran pemusatan Ukuran pemusatan adalah besaran angka yang dapat menjelaskan sejauh mana memusatnya sekumpulan data. Ada 5 (lima) macam ukuran pemusatan, yaitu: 1. Rata-rata Hitung (Rata-rata, #$) 2. Rata-rata Tengah (Median, %) 3. Rata-rata Terbanyak (Modus, %&) 4. Rata-rata Ukur (Rata-rata Geometrik, '() 5. Rata-rata Harmonik (Rata-rata Harmonis, )()
+) Ad 1. Rata-rata Hitung (Rata-rata, * Untuk data tidak berkelompok (tidak dalam tabel distribusi frekuensi): ∑#$ / . .............................................................................. (1.1) Dengan: #0 data ke-i ∑ #0 = jumlah data = # # 1 #/ = banyak data Untuk data berkelompok (dalam tabel distribusi frekuensi): ∑- 2 #$ . . ........................................................................... (1.2) /
Dengan: #0 nilai tengah (rata-rata) ke-i
0 = frekuensi kelas ke-i ∑ #0 0 = jumlah hasilkali data dengan frekuensi = # # 1 #/ / = banyak data
Ad 2. Rata-rata Tengah (Median, 34) Median adalah data yang terletak paling di tengah dari sekumpulan data yang sudah disusun berurut. Untuk data tidak berkelompok (tidak dalam tabel distribusi frekuensi), setelah data diurutkan, untuk menentukan Me tinggal mengambil data yang terletak paling di tengah. Jika banyak datanya (n) ganjil, maka data paling di tengahnya ada satu buah, tapi jika n genap, maka data paling di tengahnya ada dua buah, sehingga Me adalah rata-rata dari kedua data tersebut. Untuk data berkelompok, karena besaran data per unitnya sudah tidak dapat diketahui, sehingga pengurutan datanya tidak dapat dilakukan satu persatu, maka diperlukan rumus pendekatan untuk menghitung Me yaitu: % 5 6
7
829 2:
dengan: 5 tepi bawah kelas Me 6 lebar kelas frekuensi kumulatif kelas sebelum kelas Me ; frekuensi kelas Me /> <= % kelas yang memuat data ke
.............................................................. (2.1)
Contoh: Diberikan data pendapatan dari 40 orang tua mahasiswa (dalam Rp juta) yang tersaji dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Kelas 1 2 3 4 5 6
Interval 1,1 - 2,6 2,7 - 4,2 4,3 - 5,8 5,9 - 7,4 7,5 - 9,0 9,1 - 10,6
0 17 17 4 1 0 1
0 17 34 38 39 39 40
Hitunglah Me! Jawab: Kelas Me =<= ?@ ((A = kelas yang memuat data ke 20,5 = kelas ke 2 5 tepi bawah kelas Me=2,65 6 lebar kelas = 1,6 frekuensi kumulatif kelas sebelum kelas Me = 17 ; frekuensi kelas Me = 17 BC>
Jadi, % 5 6
7
829 2:
= 2,651,6
D
8E E
= 2,93
Ad 3. Rata-rata Terbanyak (Modus, 3F)
Mo adalah data yang paling sering muncul. Untuk data tidak berkelompok, menentukan Mo dapat dilakukan dengan memperhatikan frekuensi pemunculan tiap data, lalu pilih data dengan frekuensi terbesar sebagai Mo. Untuk data berkelompok, karena besaran data per unitnya sudah tidak dapat diketahui, sehingga pengurutan datanya tidak dapat dilakukan satu persatu, maka diperlukan rumus pendekatan untuk menghitung Mo yaitu: %& 5 6
G
G >G
dengan: 5 tepi bawah kelas Mo 6 lebar kelas
frekuensi kelas Mo – frekuensi kelas sebelumnya
frekuensi kelas Mo – frekuensi kelas sesudahnya <= %& kelas yang memuat data dengan frekuensi terbesar
; ...............................................................(3.1)
Contoh: Diberikan data pendapatan dari 40 orang tua mahasiswa (dalam Rp juta) yang tersaji dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Kelas 1 2 3 4 5 6
Interval 1,1 - 2,6 2,7 - 4,2 4,3 - 5,8 5,9 - 7,4 7,5 - 9,0 9,1 - 10,6
0 1 6 12 17 3 1
0 1 7 19 36 39 40
Hitunglah Mo!
Jawab: Kelas Mo =<= ?@ ((A H? = kelas ke 4 5 tepi bawah kelas Me=5,85 6 lebar kelas = 1,6
17-12=5
17-3=14 Jadi, %& 5 6
5 5,85 1,6 6,27
5 14
Kuliah ke-4
Ad 4. Rata-rata Ukur (Rata-rata Geometrik, KL)
'( adalah perata-rataan dari beberapa data yang masing-masingnya merupakan hasil bagi dari data pada suatu fase dengan data pada fase sebelumnya. '( 7M# . # . … . #/ ....................................................................... (4.1)
dengan:
#0
#0 data hasil bagi ke-i R0 data mentah ke-i
P.Q P.
............................................................................................... (4.2)
Dengan mensubstitusikan (4.2) ke (4.1), maka diperoleh: '( S PT9U.V .....................................................................................(4.3) 7
P
TWTX
dengan: RYZ0[ Data mentah fase terakhir RY\Y] Data mentah fase awal
Gm dapat digunakan untuk menghitung kelipatan rata-rata suatu besaran data per fase selama beberapa fase. Selain itu, yang lebih populer penggunaan Gm adalah untuk menghitung tingkat pertumbuhan rata-rata suatu besaran data per fase selama beberapa fase. Misalnya, tingkat pertumbuhan rata-rata penduduk per tahun selama beberapa tahun. ^ '( 1. 100 % ........................................................................ (4.4)
dengan: ^ `a@ bH A(Ac H H bH = '(
Bulan ke 1 2 3 4 5 6 7
Hitunglah:
R0 75 120 145 205 245 320 395
a. Kelipatan rata-rata omzet penjualan per bulan dari bulan ke-1 s/d ke-6 b. Kelipatan rata-rata omzet penjualan per bulan dari bulan ke-1 s/d ke-6 c. Tingkat pertumbuhan rata-rata omzet penjualan per bulan dari bulan ke-1 s/d ke-6 Jawab:
a. '(8d SPe S Eg 1,3367 f
P
f
C
b. '(8E SPh SBg 1,2847
P
ig
c. ^8d '(8d 1. 100% 1,3367 1. 100% 33,67% Ad 5. Rata-rata Harmonik (Rata-rata Harmonis, jL)
)( adalah perata-rataan dari beberapa data yang masing-masingnya merupakan hasil bagi dari dua macam + Contoh-contoh data yang dapat dirata-rata harmoniskan: klml k4noln plmqln rlslt
1. Data kecepatan = klml k4noln plmqln ultmq 2. Data harga =
klml k4noln plmqln Llml qlno klml k4noln plmqln vlslno
klml k4noln plmql wFxqL
3. Data debit = klml k4noln plmqln ultmq )(
/
y.
∑
........................................................................ (5.1)
dengan: #0 data ke-i n = banyak data Untuk beberapa data dengan pembilang yang sama, rumus perhitungan rata-rata harmonik dapat disederha-nakan menjadi: z{|Y] }~;0]Y/ ............................................................. (5.2) )( z{|Y] }~/~|
Contoh:
Jarak kota A ke kota B misalkan ada 120 km. Jika ditempuh dengan kendaraan P perlu waktu 2 jam, kendaraan Q perlu waktu 3 jam, dan kendaraan R perlu waktu 4 jam. Hitunglah ratarata kecepatan ketiga jenis kendaraan! Jawab:
Kecepatan kendaraan P: #
Kecepatan kendaraan Q: # Kecepatan kendaraan R: #
C
C
C B
60 Y; ;
40 Y; ;
30 Y; ;
Dengan menggunakan (5.1), maka kecepatan rata-rata:
)(
3 3120 40 3 4 1 2 9 ∑ 120 120 #0 120
Dengan menggunakan (5.2) didapatkan pula kecepatan rata-rata: )( Kuliah ke-5
`& < b(a<@ 120 120 120 40 9 `& < b?A
Latihan soal-soal untuk persiapan UTS (Ujian Tengah Semester). Membahas kembali materi kuliah yang sudah diselesaikan dengan cara membahas soal-soal lain yang berkaitan, terutama yang ditanyakan oleh mahasiswa. Sangat disayangkan pada waktu pembahasan ini umumnya mahasiswa belum mengulangi mempelajari materi ini di rumah, sehingga kesempatan ini tidak optimal pemanfaatannya.
Kuliah ke-6 Pengertian Dasar Peluang Definisi Peluang (probability) suatu kejadian E adalah hasil bagi dari banyaknya kemungkinan cara terjadinya kejadian E dengan banyaknya seluruh kemungkinan kejadian di sekitar kejadian E. Secara sederhana dapat dinyatakan dengan rumus:
/ /
Dengan:
= peluang terjadinya kejadian E = banyaknya kemungkinan cara terjadinya kejadian E = banyaknya seluruh kemungkinan kejadian di sekitar (termasuk) kejadian E. Contoh kasus: 1.
Di dalam suatu wadah terdapat 10 butir kelereng yang terdiri atas 5 kelereng merah (M), 3 kelereng kuning (K) dan 2 kelereng hijau (H). Jika diambil 1 butir secara acak, maka hitunglah: a. Peluang terambilnya kelereng M, yaitu %=? b. Peluang terambilnya kelereng K, yaitu =? c. Peluang terambilnya kelereng H, yaitu )=?
Jawab: a. b. c.
%
)
/
/ / / / /
g
C
C
C
2.
Dua butir dadu dilempar (di”toss”) secara acak sekaligus. Jika X menyatakan jumlah mata dari kedua sisi dadu yang muncul, maka: a. Dapatkanlah seluruh kemungkinan kejadian (dari sisi pandang nilai X) b. Hitunglah # 7, 3 # 7 dan 9 # 17
Jawab:
a. Seluruh kemungkinan kejadian
1 2 3 4 5 6
b. # 7
1 2 3 4 5 6 7 /-E /
2 3 4 5 6 7 8
3 4 5 6 7 8 9
d, 3 # 11 d
4 5 6 7 8 9 10 /- /
5 6 7 8 9 10 11
6 7 8 9 10 11 12
d, 9 # 17
/i-E /
d C
Rangkuman: 1. 2. 3.
Peluang (probability)kemungkinan (possibility) 0 1, dengan = peluang terjadinya suatu kejadian E. Jika 0, maka kejadian E disebut mustahil akan terjadi, sedangkan jika 1, maka kejadian E disebut pasti akan terjadi 0 1, dengan = banyak kemungkinan terjadinya suatu kejadian E, dimana ... berarti tidak dapat dibatasi secara umum.
Hukum-hukum Dasar Peluang 1. Hukum Gabungan dan Irisan
Contoh:
Suatu acara kunjungan perusahaan diikuti oleh 125 mahasiswa peserta. Kunjungan dilakukan ke dua perusahaan, sebut saja perusahaan A dan perusahaan B. Peserta ke perusahaan A ada 75 mahasiswa dan ke perusahaan B ada 83 mahasiswa. Jika kepada setiap mahasiswa dipersyaratkan harus ikut minimal ke salah satu dari dua perusahaan tersebut, maka hitunglah: a. b. c. d.
Banyaknya peserta yang ikut ke A dan B sekaligus, Banyaknya peserta yang hanya ikut ke A saja, Peluang seorang peserta ikut ke dua perusahaan sekaligus, Peluang seorang peserta hanya ikut ke B saja,
Jawab: Dari soal diketahui bahwa 125, 75, 83, 125
Dengan membuat terlebih dahulu Diagram Venn dari kejadian di atas, maka dapat dihitung dengan relatif mudah: a. b. c. d.
75 83 125 13 75 13 62
/
/ /8 /
g
/8/ /
8 g
EC
g
Kuliah ke-7 Lanjutan Hukum2 Peluang 2. Hukum Peluang Bersyarat |
Notasi: |: peluang A syarat B, maksudnya adalah peluang terjadinya kejadian A seandainya kejadian B sudah terjadi
Contoh: Suatu tes penerimaan pegawai diikuti oleh 200 peserta dengan komposisi tingkat pendidikan (TP) dan jenis kelamin (JK) sebagai berikut: Jenis Kelamin
A 25 20 35
L P Total kolom
Tingkat Pendidikan D 35 36 71
S 27 57 84
Total baris 87 113 200
Dengan: A=tamatan SLTA, D=tamatan diploma, S=tamatan sarjana, L=laki-laki, dan P=perempuan Jika dipanggil 1 orang peserta secara acak, maka hitunglah: a. b. c.
Peluang terpanggilnya peserta dengan tingkat pendidikan sarjana jika diketahui ia perempuan, | Peluang terpanggilnya peserta dengan tingkat pendidikan SLTA jika diketahui ia laki-laki, |5 Peluang terpanggilnya peserta dengan jenis kelamin laki-laki jika diketahui ia berpendidikan sarjana, 5|
Jawab: a. b. c.
| |5 5|
/
/ /
/ / /
gE
g
E
B E
3. Hukum Peluang Total dan Hukum Bayes Hukum Peluang Total:
Ada kejadian-kejadian , , … dengan peluang terjadinya masing-masing adalah , , , … , . Selain itu, ada lagi kejadian dengan peluang bersyaratnya terhadap , , … masing-masing adalah | , | , | , … , , maka peluang total terjadinya kejadian adalah: . | . | . | 1 . |
Hukum Bayes: Sebagai kelanjutan dari hukum peluang total beserta kejadian-kejadian seperti yang disebutkan di atas, seandainya suatu ketika kejadian A diketahui sudah terjadi, maka peluang terjadinya kejadian 0 , dengan a 1, 2, … , , adalah: 0 . |0 0 |
dengan adalah peluang total terjadinya kejadian yang diperoleh dari hukum peluang total di atas.
Contoh soal:
Pada pemilihan kepala daerah suatu kota ada 3 paket calon yang bertarung, yaitu paket-paket: P, Q dan R dengan peluang terpilihnya masing-masing adalah 0.2, 0.3 dan 0.5. Seandainya paket P yang terpilih maka peluang pindahnya kantor balaikota tersebut adalah 0.15, sedangkan bila yang terpilih adalah paket Q maka peluang pindahnyakantor balaikota adalah 0.25 dan bila yang terpilih adalah paket R maka peluang pindahnya kantor balaikota adalah 0.35. a. Hitunglah peluang total pindahnya ibukota tersebut b. Hitung pula peluang terpilihnya Q seandainya suatu ketika diketahui ibukota sudah pindah
Diketahui:
Misalkan: terpilihnya paket P, dengan 0.2 terpilihnya paket Q, dengan 0.3 terpilihnya paket R, dengan 0.5 pindahnya kantor balaikota, | 0.15, | 0.25 dan | 0.35 |
Ditanya: a. b.
a. . | . | . | 0.2 0.15 0.3 0.25 0.5 0.35 0.03 0.075 0.175 0.28 .| C.C.g b. | 0.2679
Jawab:
C.
Distribusi Peubah Acak Diskret dan Peubah Acak Kontinyu Peubah Acak (Random Variable) Peubah acak adalah peubah yang nilai-nilainya tergantung pada hasil percobaan atau kejadian yang berlangsung secara acak (tanpa diatur, tanpa dikendalikan dan tanpa dipilih). Peubah acak biasanya dilambangkan dengan sebuah huruf besar, misalnya: #, R, , # , # , =
Misalnya: # adalah banyaknya mahasiswa yang IPK-nya # ¡ 3,00 di kelas ini. # ¢0, 1, 2, … £ Misalnya: R adalah tinggi badan rata-rata mahasiswa di kelas ini. R ¢?|145 ? 165£ Misalnya: adalah banyaknya anak yang pernah dilahirkan seorang ibu. ¢0, 1, 2, … £
Contoh-contoh peubah acak: 1. 2. 3.
Pembagian Peubah Acak: § ¥a=H : ¨ ¥
©a<a a<a? H = b @ @ H A =ª ?@ A(A(? A<
« a= HaA=a b
a=ªa
<( =Ac A@=a b b
Kuliah ke-8 Lebih khusus tentang Distribusi Peubah Acak Diskret dan Peubah Acak Kontinyu (Contoh kasus: pelemparan n buah koin dan 2 butir dadu, serta fungsi kepekatan peluang)
Peubah Acak Diskret: Pada peubah acak diskret akan didapatkan distribusi peluang dari peubah acak yang akan dibahas. Format umum tabel distribusi peluang: # / ... # 0 # # # /
Contoh Soal:
Tiga buah koin serupa dilemparkan sekaligus. Jika kedua sisi masing-masing koin disebut sisi A (angka) dan sisi G (gambar), peubah acak # menyatakan banyaknya sisi A yang muncul pada hasil suatu lemparan; maka: a. Dapatkan seluruh kemungkinan hasil pelemparan b. Berdasarkan jawab a, dapatkan distribusi peluang dari # c. Dapatkan pula peluang 0 # 2
Jawab:
Untuk menghitung banyaknya kemungkinan hasil (bkh) jika n buah koin dilemparkan sekaligus seperti di atas, maka digunakan rumus: c 2/ ; Jika n=3, maka c 2 8 a. Kedelapan hasil pelemparan tersebut adalah sebagai berikut: Koin ke Hasil ke # 1 2 3 1 G G G 0 2 A G G 3 G A G 1 4 G G A 5 A A G 6 A G A 2 7 G A A 8 A A A 3 b.
Dari jawab a di atas, maka distribusi peluang dari # bisa dituliskan sebagai berikut:
# # 0
c.
0 1/8
1 3/8
Peluang 0 # 2 4/8
2 3/8
3 1/8
Dua butir dadu dilempar sekaligus secara acak. Jika peubah acak # menyatakan jumlah mata kedua sisi dadu yang muncul, maka: a. Dapatkanlah tabel kemungkinan hasil b. Dapatkan pula tabel distribusi peluang dari # c. Hitung 4 # 9 Jawab: a. Tabel kemungkinan hasil
Contoh Soal:
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
7
2
3
4
5
6
7
8
3
4
5
6
7
8
9
4
5
6
7
8
9
10
5
6
7
8
9
10
11
6
7
8
9
10
11
12
b.
Tabel Distribusi Peluang dari # # 2 3 4 # d
c.
4 # 9 d B
d
d
5
B d
6
g d
7
d d
8
g d
9
B d
d
10
d
11
d
12
Pada peristiwa pelemparan n buah koin, semakin besar nilai n maka semakin besar pula banyak kemungkinan hasil (bkh) yang terjadi, sehingga semakin sulit (bahkan nyaris mustahil) mendapatkan tabel hasil kejadian dalam waktu yang singkat. Untuk mendapatkan tabel distribusi peluang dari X masih ada cara lain, yaitu dengan memanfaatkan segitiga Pascal sebagai berikut: 1 1 1 1 2 1 1 3 3 1 1 4 6 4 1 1 5 10 10 5 1 1 6 15 20 15 6 1 dst Distribusi peluang dari peubah acak kontinyu # tidak dapat disajikan dengan tabel seperti padapeubah acak diskret, tapi dapat disajikan dengan suatu fungsi yang disebut fungsi kepekatan peluang (probability density function). Jika suatu peubah acak # mempunyai fungsi kepekatan peluang , maka peluang didapatkannya # dalam selang nilai # , dinyatakan oleh luas daerah yang diapit oleh kurva dengan sumbu datar # sejak dari # sampai dengan # . Luas (yang menyatakan peluang) tersebut dapat dihitung dengan kaidah integral:
Peubah Acak Kontinyu
# ® Y
Contoh: Sebuah peubah acak kontinyu # yang terdefinisi antara # 2 sampai dengan # 4 mempunyai fungsi kepadatan peluang: 1 1 8 a. Perlihatkanlah bahwa 2 # 4 1 b. Hitunglah 0 # 3.5
Jawab: a.
2 # 4 ¯ 1 °± ² ±³16 4´ ±³4 2´ ±12 4 1 0 # 3.5
b.
B
,g ¯C
B
1 °± ²
,g
´ ±³µ h´ ±³4 2´ ±³µQ ± ± e
Kuliah ke-9 Nilai Harapan Matematis
Nilai harapan matematis dari suatu peubah acak #, yang dinotasikan dengan #, adalah nilai rata-rata dari # secara keseluruhan jika dikaitkan dengan peluan munculnya tiap nilai # yang mungkin. # ¶
∑/0 0 . b0 , A A bAc 6 a=H
¯Y , A A bAc 6 & a?A
«
Nilai Harapan Matematis untuk Peubah Acak Diskret. Ada dua macam penerapan nilai harapan matematis untuk peubah acak diskret yang akan dibahas, yaitu: 1. Asuransi 2. Judi
Ad 1. Asuransi Prinsip Dasar: Membagi-bagi resiko besar yang dialami nasabah tertentu ke semua nasabah secara merata. Misalnya: # = resiko berupa biaya pengobatan, maka #= nilai harapan berupa rata-rata dari biaya pengobatan
Contoh (Kasus Asuransi):
Seorang pembalap ingin mengasuransikan mobilnya pada suatu musim kompetisi dengan nilai pertanggungan sebesar $ 50.000,- Perusahaan asuransi menduga bahwa kerusakan total (100%) dapat terjadi dengan peluang 0,002, kerusakan 50% dengan peluang 0,01, dan kerusakan 25% dengan peluang 0,1. Dengan mengabaikan kerusakan-kerusakan lainnya, hitunglah berapa premi yang harus dibayarkan si pembalap ke pihak asuransi per musim kompetisi bila perusahaan asuransi tersebut menginginkan laba $ 500,- (juga per musim kompetisi)? Misalkan # adalah resiko kerugian akibat rusaknya mobil, sehingga dari soal di atas: # 50.000 25.000 12.500 # 0 0,002 0,01 0,1 #. # 0 100 250 1.250
Diketahui:
=? jika 5 500
Ditanya:
Jawab:
# 5, dengan # ∑/0 0 . b0 50.000 0,002 25.000 0,01 12.500 0,01 1.600 Dengan demikian premi yang harus dibayar pembalap per musim kompetisi adalah:
# 5 1.600 500 2.100
Contoh (Kasus Judi):
Suatu permainan judi menggunakan kartu bridge (tanpa joker). Aturan yang digunakan adalah, petaruh akan menerima $3 jika ia terambil kartu Jack/Queen, dan akan menerima $5 jika terambil kartu As/King. Seandainya ia terambil kartu yang lain, maka ia kalah dan harus membayar $2,5. Hitunglah besarnya nilai harapan perolehan si petaruh untuk tiap kali pencabutan kartu. Misalkan # adalah besarnya perolehan si petaruh ( bertanda + jika menang (menerima) dan bertanda – jika kalah (membayar)), sehingga dari soal di atas didapatkan distribusi peluang dari # adalah: # 3 5 -2,5 # 0 8/52 8/52 36/52
Jawab:
/
# · 0 . b0 3 0
8 8 36 5 2,5 0,5 52 52 52
Jadi setiap kali pencabutan kartu tersebut si petaruh secara rata-rata kalah sebesar $ 0,5
Kuliah ke-10 Distrubusi Teoritis
Distribusi teoritis adalah distribusi peluang dari suatu peubah acak #, dimana jika kejadian yang menghasilkan peubah acak tersebut memenuhi syarat-syarat tertentu secara teoritis, maka bentuk distribusi peluangnya dapat ditentukan. Distribusi-distribusi teoritis yang akan dibahas: 1. Distribusi Binom dan Multinom 2. Distribusi Hipergeometrik dan Multihipergeometrik 3. Distribusi Binom Negatif dan Geometrik
Ad 1. Distribusi Binom dan Multinom a. Distribusi Binom Syarat-syarat: 1. 2.
Ada n ulangan kejadian yang “bebas” (=dengan pengembalian) dimana antar ulangan tidak saling pengaruh, atau sebelum ulangan berikutnya dilakukan, keadaannya dikembalikan seperti semula. Untuk tiap ulangan memberikan 2 alternatif hasil, yaitu hasil “sukses” dengan peluang b atau hasil “gagal” dengan peluang ¸ 1 b.
Jika ada kejadian yang “bebas” dengan peluang “sukses” adalah b dan peluang “gagal” adalah ¸ 1 b, maka peluang terjadinya # yaitu banyaknya hasil “sukses” di antara ulangan tersebut terdistribusi Binom dengan rumus:
Perumusan:
Dengan ³/¼´ &(a=a
b# ; , b º » . b ¼ . ¸ /8¼ /!
¼!./8¼!
! 1 2 … 1 Ingat bahwa: 1! 0! 1
Contoh: Ada 10 buah soal ujian yang bersifat pilihan berganda (multiple choice) dimana tiap soal menyediakan 5 kemungkinan jawaban dengan yang benar hanya 1 kemungkinan. Jika seseorang menjawab soal itu dengan hanya murni menebak, maka hitunglah: 1. Peluang ia terjawab semua soal dengan benar 2. Peluang ia terjawab separuh soal dengan benar 3. Peluang ia terjawab semua soal dengan salah Diketahui: Misalkan: “sukses” = tertebak jawaban benar, sehingga b g 0,2 dan ¸ g 0,8, 10
B
# 10 # 5 # 0
Ditanya: 1. 2. 3.
Jawab: 1. 2. 3.
´. 0,2C . 0,8C 1,024 108E # 10 10; 10,1/5 ³C C ´. 0,2g . 0,8g 0,0264 # 5 5; 10,1/5 ³C g
´. 0,2C . 0,8C 0,1074 # 0 0; 10,1/5 ³C C
b. Distribusi Mutinom Merupakan perluasan dari Distribusi Binom.
Syarat-syarat: 1. 2.
Ada n ulangan kejadian yang “bebas” (=dengan pengembalian) dimana antar ulangan tidak saling pengaruh, atau sebelum ulangan berikutnya dilakukan, keadaannya dikembalikan seperti semula. Untuk tiap ulangan memberikan lebih dari 2 alternatif hasil.
Jika setiap ulangan kejadian menghasilkan salah satu dari macam hasil, yaitu , , ..., dengan peluang terjadinya masing-masing b , b , … , b , maka distribusi peluang dari peubah-peubah acak # , # , … , # , yang menyatakan berapa kali terjadinya , , ..., dalan ulangan yang bebas, adalah terdistribusi Multinom dengan rumus:
Perumusan:
b# , # , … , # ¾ dengan ³¼
/ ¼ …
¼9 ´
º
/!
¼ !.¼!…¼9 !
»
…
¿ . b ¼ . b ¼ … b ¼9
Contoh: Dalam suatu konferensi peluang suatu delegasi tiba dengan menggunakan: pesawat terbang, bus, kendaraan pribadi, dan kereta api; masing-masing adalah: 0.4, 0.2, 0.3, dan 0.1. Berapa peluang bahwa di antara 9 delegasi yang diambil secara acak, 3 tiba dengan pesawat terbang, 3 dengan bus, 1 dengan kendaraan pribadi, dan 2 dengan kereta api? 9
Diketahui:
Misalkan tiba dengan pesawat, dengan b b 0.4 , tiba dengan bus, dengan b b 0.2, tiba dengan kendaraan pribadi, dengan b b 0.3 , dan B tiba dengan kereta api, denganbB bB 0.1. Ditanya: b# 3, # 3, # 1, #B 2
Jawab:
b# 3, # 3, # 1, #B 2 ¾ ¾
3,
B
¿ . b ¼ . b ¼ . b ¼ . bB ¼
9 ¿ . 0.4 . 0.2 . 0.3 . 0.1 0.0077 3, 1, 2
Ad 2. Distribusi Hipergeometrik dan Multihipergeometrik a. Distribusi Hipergeometrik Syarat-syarat: 1. 2.
Ada n ulangan kejadian yang “tidak bebas” (=tanpa pengembalian) dimana antar ulangan dilakukan sekaligus. Untuk tiap ulangan memberikan 2 alternatif hasil, yaitu hasil “sukses” atau hasil “gagal”.
Jika dari suatu populasi berukuran © yang memuat unsur “sukses” dan © unsur “gagal”, diambil sampel acak berukuran tanpa pengembalian (diambil sekaligus), maka distribusi peluang terambilnya unsur “sukses” sebanyak # adalah terdistribusi Hipergeometrik dengan dengan rumus:
Perumusan:
b# c; ©, ,
³¼´ ³À8 ´ /8¼ ³À ´ /
Contoh: Seorang pengedar mencampurkan 10 butir sejenis narkoba ke dalam sebuah botol yang sebelumnya sudah berisi 20 butir vitamin yang tampilannya nyaris serupa dengan narkoba tersebut. Petugas pemeriksa memeriksa secara acak dengan mengambil sekaligus 3 butir isi botol tersebut. Ditanya: Hitunglah peluang bahwa si pengedar akan lolos.
Diketahui: Soal di atas tergolong soal Distribusi Hipergeometrik, karena: Ada 3 ulangan tidak bebas yang diambil dari populasi © 30 campuran narkoba+vitamin Untuk setiap ulangan ada 2 kemungkinan hasil, yaitu hasil “sukses”= misalkan terambilnya narkoba atau hasil “gagal” = misalnya terambilnya vitamin. Komposisi isi populasi adalah banyak narkoba=10 dan © banyak vitamin = 20. Peluang bahwa si pengedar akan lolos = b# 0?
Ditanya:
Jawab:
b# 0
º9 »
ºÃÄ9 7Ä » à º7»
³D D´
³D ´
³D ´
0,2808
b. Distribusi Multihipergeometrik Distribusi ini merupakan pengembangan dari distribusi hipergeometrik. Jika pada distribusi hipergeometrik hanya ada 2 alternatif hasil yang mungkin untuk setiap ulangan (yaitu hasil “sukses” atau hasil “gagal”), maka pada distribusi multihipergeometrik ini akan terdapat lebih dari dua alternatif hasil untuk setiap ulangan.
Syarat-syarat: 1. 2.
Ada n ulangan kejadian yang “tidak bebas” (=tanpa pengembalian) dimana antar ulangan dilakukan sekaligus. Untuk tiap ulangan memberikan lebih dari 2 alternatif hasil, yaitu hasil “sukses” atau hasil “gagal”.
Jika dari suatu populasi berukuran © yang disekat menjadi k buah sel , , ..., yang memuat unsurunsur masing-masing sebanyak , , … , , diambil sampel acak berukuran tanpa pengembalian (diambil sekaligus), maka distribusi peluang terambilnya unsur-unsur , , ..., masing-masing sebanyak , , … , , adalah terdistribusi multihipergeometrik dengan dengan rumus:
Perumusan:
b# , # , … , #
º ¼Y » º ¼Y» …
Contoh:
º ¼Y9 »
9
³À/ ´
Sebuah organisai mahasiswa asing beranggotakan 2 orang Kanada, 3 orang Jepang, 5 orang Itali dan 2 orang Jerman. Bila sebuah panitia yang terdiri atas 4 orang yang diambil secara acak dari keseluruhan anggota organisasi tersebut, maka hitunglah peluang bahwa: a. Semua kebangsaan terwakili. b. Semua kebangsaan, kecuali Itali, terwakili.
Jawab: a. b.
b# 1, # 1, # 1, #B 1 b# 2, # 1, # 0, #B 1 b# 1, # 2, # 0, #B 1
b# 1, # 1, # 0, #B 2
º ÂT » º ÂT » º ÂT » º ÂT »
³ ´
³ ´
³ ´
ºÃ 7» f ³ D ´ ³ ´
³ ´
³ ´
³ ´ ³ f´ ³ ´ ³ ´
1
³ ´ ³ Cg´ ³ ´ ³ ´ B
³ ´ ³ ´ ³ Cg´ ³ ´ ³ ´ B
Kuliah ke-11 Distribusi Normal Distribusi normal adalah salah satu bentuk distribusi teoritis yang tergolong distribusi peubah acak kontinyu
Bila # adalah peubah acak kontinyu yang terdistribusi normal dengan rata-rata Å dan deviasi standar Æ, maka persamaan kurva normalnya adalah: ¼8È 1 #, Å, Æ . 8 É √2^Æ Untuk perhitungan-perhitungan peluang yang melibatkan distribusi normal, persamaan di atas tidak digunakan secara lansung. Yang akan digunakan adalah kombinasi 2 peralatan, yaitu” 1. Kurva Normal Baku 2. Tabel Normal Baku
Definisi Distribusi Normal:
( Di kelas dijelaskan secara rinci cara membaca, menulis dan menghitung peluang menggunakan Tabel dan Kurva Normal)
Kuliah ke-12 Distribusi t (Cara membaca, menulis dan menghitung peluang menggnakan distribusi t)
Pendugaan Parameter (Pendugaan parameter rata-rata (sampel besar dan kecil) dan Pendugaan Parameter Proporsi) Pendugaan Parameter Berbagai pihak, seperti: peneliti, pebisnis, maupun politisi; semuanya berkepentingan dalam masalah pendugaan suatu parameter yang berkait dengan bidangnya. Parameter-parameter yang diduga misalnya: dosis rata-rata yang efetif dari sejenis obat, besarnya omzet penjualan suatu komoditas, proporsi pemilih suatu paket calon di antara semua calon yang ada. Prosedur pendugaan nilai parameter populasi dilakukan dengan mengumpulkan data sampel sesuai teori distribusi penarikan sampel, setelah itu didapatkan selang nilai dengan tingkat kepercayaan tertentu untuk parameter populasi yang dimaksud. Secara umum, hasil pendugaan dinyatakan dalam bentuk selang kepercayaan (SK) (1-Ê) dari suatu parameter Ë berupa: Ë Ë Ë Pada bagian ini akan dilakukan pendugaan terhadap parameter-parameter: 1. Rata-rata (untuk sampel besar dan sampel kecil) 2. Proporsi 3. Beda rata-rata (untuk Æ dan Æ diketahui, dan sampel berpasangan)
Ad 1. Pendugaan Parameter Rata-rata (Ì)
Ada dua kasus pada pendugaan parameter rata-rata, yaitu kasus sampel besar dan kasus sampel kecil, dimana: - Kasus sampel besar, jika ukuran sampel ¡ 30 atau deviasi standar populasi Æ diketahui: SK 1 Ê. 100% untuk Å adalah: Í ÎÏ⁄ . Æ¼Í Å Í ÎÏ⁄ . Æ¼Í .............................. (1.1) - Kasus sampel kecil, jika ukuran sampel 30 dan deviasi standar populasi Æ diketahui: SK 1 Ê. 100% untuk Å adalah: Ñ Ñ Í Ï ⁄,G . / Å Í Ï ⁄,G . / .............................. (1.2) √
√
Dengan: Í = nilai rata-rata sampel = = deviasi standar sampel Ï ⁄,G = nilai kritis t yang dibaca dari Tabel t untuk kondisi yang bersesuaian = ukuran sampel
Kuliah ke-13 Lanjutan Pendugaan Parameter... Ad 2. Pendugaan Parameter Proporsi (Ò) Yang dimaksud dengan proporsi populasi (b) adalah perbandingan antara banyaknya anggota populasinya yang memenuhi kriteria tertentu (#) dengan ukuran populasi (©). Jadi, b Ãy dan banyaknya proporsi yang tidak memenuhi kriteria tertentu ¸ 1 b. Karena b sukar didapat, maka perlu diduga dari proporsi ¼ sampelnya (b̂ /), sehingga diperoleh: SK 1 Ê. 100% untuk b adalah:
b̂ ÎÏ ⁄ S / b b̂ ÎÏ ⁄ S / .............................. (2.1) }ÔÕÔ
}ÔÕÔ
Dengan: b̂ = proporsi sampel yang memenuhi kriteria tertentu ¸Ô = proporsi sampel yang tidak memenuhi kriteria tertentu ÎÏ⁄ = nilai kritis z yang didapat dari tabel normal untuk nilai Ê yang bersesuaian
= ukuran sampel
Ad 3. Pendugaan Parameter Beda Rata-rata (ÌÖ Ì× )
Yang dimaksud dengan beda rata-rata adalah pengurangan dari rata-rata populasi ke-1 dengan rata-rata populasi ke-2. SK (1 Ê.100% untuk (Å Å adalah: Í Í ÎÏ ⁄ S / É
É /
Å Å Í Í ÎÏ⁄ S / É
É /
.............................. (3.1)
Dengan: Í = nilai rata-rata sampel 1 Í = nilai rata-rata sampel 2 Æ = deviasi standar populasi 1 Æ = deviasi standar populasi 2 = ukuran sampel 1 = ukuran sampel 2 ÎÏ⁄ = nilai kritis z yang didapat dari tabel normal untuk nilai Ê yang bersesuaian
Kuliah ke-14 Pengujian Hipotesis Apa itu hipotesis? Hipotesis adalah pengandaian/pemisalan/anggapan/tuduhan terhadap besaran yang mewakili suatu populasi berdasarkan kepada gejala-gejala yang berkembang umum. Contoh-contoh hipotesis dan cara menyatakannya: 1. Karena cuaca panas, maka orang cenderung merasa haus, sehingga isi suatu minuman botol terasa sedikit dan diyakini tidak sampai 300 ml seperti yang tertulis pada botol kemasannya. Pernyataan hipotesisnya: )C : Å 300 ) : Å 300 Jenis ujinya adalah uji pihak kiri, yang ditandai oleh tanda “lebih kecil dari” (<) pada ) . (di kelas dijelaskan dengan sket kurva normal) 2. Karena keadaan ekonomi dunia yang kurang kondusif, maka harga emas cenderung tidak stabil, sehingga dihipotesiskan bahwa kadang naik-kadang turun dari acuan harga tertentu (misalnya Rp 500.000,- per gram). Pernyataan hipotesisnya: )C : Å 500.000 ) : Å 500.000 Jenis ujinya adalah uji dua arah, yang ditandai oleh tanda “tidak sama dengan” () pada ) . (di kelas dijelaskan dengan sket kurva normal). 3. Akibat dari peningkatan gizi dibandingkan generasi sebelumnya, maka diduga tinggi badan si anak melampaui tinggi badan orang tuanya. Jika tinggi badan rata-rata sekelompok anak dilambangkan dengan Å dan tinggi badan rata-rata orang tua mereka adalah Å , maka pernyataan hipotesisnya: )C : Å Å 0 ) : Å Å Ø 0 Jenis ujinya adalah uji pihak kanan, yang ditandai oleh tanda “lebih besar dari” (>) pada ) . (di kelas dijelaskan dengan sket kurva normal).
Apa yang dimaksud dengan uji hipotesis? Uji hipotesis adalah pengujian terhadap pernyataan hipotesis yang dibuat dengan mengambil data sampel. Lalu melakukan langkah-langkah pegujian (seperti yang akan dijelaskan pada bagian berikut) sehingga pada akhirnya diperoleh kesimpulan berupa salah satu dari: Tolak )C atau Tidak tolak )C pada taraf uji Ê tertentu. Langkah-langkah uji Hipotesis Ada 5 langkah baku uji hipotesis, apapun parameter yang akan diuji. Format umum kelima langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penetapan bentuk pernyataan hipotesis: )C : … ) : … 2. Penetapan taraf uji, Ê 1 3. Penetapan (dengan memperhatikan syarat-syarat yang dipenuhi) dan penghitungan statistik uji (apakah ÎZ ... atau Z 1 4. Pembandingan nilai hitung statistik uji dengan nilai kritis, untuk mendapatkan kesimpulan sesuai dengan jenis uji yang dilakukan (pihak kiri, dua arah, atau pihak kanan). Kesimpulan yang didapat berupa pernyataan: Tolak )C atau Tidak Tolak )C pada taraf uji Ê yang ditetapkan. 5. Pemberian interpretasi (penafsiran) terhadap kesimpulan yang didapat. Pada bagian ini dijelaskan dukungan data sampel (mendukung/tidak mendukung) terhadap penolakan pada )C yang dibuat. Sebagaimana halnya dengan pendugaan parameter, maka pengujian hipotesis dapat pula dilakukan terhadap berbagai parameter yang diamati: 1. Pegujian hipotesis rata-rata (Å) 2. Pegujian hipotesis proporsi (b) 3. Pegujian hipotesis beda rata-rata (Å Å ) 4. Pegujian hipotesis rata-rata beda (ÅÙ ) Secara umum, langkah-langkah pengujian hipotesis untuk setiap parameter yang akan diuji adalah sama. Yang paling membedakan adalah statistik uji yang akan digunakan.
Kuliah ke-15 Lebih rinci tentang Uji Hipotesis Rata-rata (masing-masing untuk sampel besar dan sampel kecil), Beda Rata-rata, Sampel Berpasangan dan Proporsi. Ad 1. Pengujian Hipotesis Rata-rata (Ì) Ada dua kasus pula dalam pengujian hipotesis rata-rata, yaitu: 1. Kasus sampel besar (untuk ¡ 30 atau Æ diketahui) Statistik uji yang digunakan: Î
Í Å Æ¼Í
Dengan: Í = rata-rata sampel Å = rata-rata populasi Æ¼Í =Ú
É
√/
/
À
Ø 0,05
SÃÄ7, A A / ÃÄ
É
√
, A A
/
À
Ø 0,05
Æ = deviasi standar populasi = ukuran sampel 2.
«
Kasus sampel kecil (untuk untuk 30 dan Æ tidak diketahui) Statistik uji yang dugunakan:
Í Å =⁄√
Dengan: = = deviasi standar sampel
Ad 2. Pengujian Hipotesis Proporsi (Ò) Statistik uji yang digunakan: Î
b̂ b
S}Ô / ÕÔ
Dengan: b̂ = proporsi sampel yang memenuhi kriteria tertentu ¸Ô = proporsi sampel yang tidak memenuhi kriteria tertentu b = proporsi populasi yang memenuhi kriteria tertentu yang dihipotesiskan
Ad 3. Pegujian hipotesis beda rata-rata (ÌÖ Ì×)
Sebenarnya, pada pengujian hipotesis beda rata-rata ini ada 3 kasus berbeda yang dapat dibahas, yaitu: 1. Kasus jika kedua deviasi standar populasi (Æ dan Æ diketahui 2. Kasus jika kedua deviasi standar populasi (Æ dan Æ tidak diketahui, tapi diasumsikan bahwa Æ = Æ 3. Kasus jika kedua deviasi standar populasi (Æ dan Æ tidak diketahui, tapi diasumsikan bahwa Æ Æ Namun, mengingat bahwa SKS mata kuliah ini hanya 3, maka hanya kasus 1 saja yang akan dibahas disini. Diharapkan kepada mahasiswa untuk dapat mempelajari sendiri dua kasus lainnya.
Ad 3.1. Kasus jika kedua deviasi standar populasi (ÛÖ dan Û× diketahui Statistik uji yang digunakan: Î
Í Í Å Å SÜ7 >É/
Dengan: Í = rata-rata sampel ke-1 Í = rata-rata sampel ke-2 = ukuran sampel ke-1 = ukuran sampel ke-2 Å = rata-rata populasi ke-1 Å = rata-rata populasi ke-2
Ad 3. Pegujian hipotesis rata-rata beda (ÌÝ)
Rata-rata beda yang dimaksudkan disini adalah rata-rata dari beda ( 0 ) untuk tiap data berpasangan. Ada dua kondisi berbeda dalam memandang data berpasangan, yaitu: 1. Data yang diperoleh dari objek yang sama, setelah mendapat dua perlakuan berbeda. Misalnya: Data skor nilai SNMPTN dari seseorang yang ikut dua kali, sehingga skor yang didapat pada SNMPTN tahun pertama dianggap berpasangan dengan skor yang didapat pada SNMPTN tahun kedua. 2. Data yang diperoleh dari objek berbeda, setelah mendapat perlakuan yang sama. Misalnya: Data berat badan masing-masing dari bayi kembar dua setelah berumur beberapa tahun tertentu. Statistik uji yang digunakan adalah: Z
Í ÅÙ =G /√
Dengan: ∑G
Í / . = rata-rata beda pada sampel
0 = beda pada pasangan ke i =G S
/∑ G. 8∑ G. //8
= deviasi standar dari beda
Kuliah ke-16 Latihan soal-soal untuk persiapan menghadapi UAS