DIKLAT PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BAGI KASUBBAG UMUM
BAHAN AJAR
Pengendalian Pelaksanaan Aktivitas
Oleh: Agung Yuniarto, S.E.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT ANGGARAN DAN PERBENDAHARAAN 2014
DAFTAR ISI KEGIATAN BELAJAR 1 PEJABAT PENGELOLA PERBENDAHARAAN
A. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
B. Pejabat Perbendaharaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2
KEGIATAN BELAJAR 2 MEKANISME PEMBAYARAN BELANJA NEGARA
A. Mekanisme Pembayaran Langsung (LS) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
B. Mekanisme Pembayaran Uang Persediaan (UP) . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
C. Cara Perhitungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
D. Penyusunan Rencana Penggunaan Dana . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
14
E. Penyiapan Permintaan Pembayaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
14
F.
Jenis-Jenis Dispensasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
15
G. Kewenangan Dispensasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
16
H. Penyusunan Rencana Penggunaan Dana . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
16
I.
Penyiapan Permintaan Pembayaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
18
J.
Perhitungan Penggantian UP Nihil . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
20
K. Penyiapan Permintaan Pembayaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
21
L.
Dasar Hukum DIPA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
23
M. Jenis-Jenis Satker Pengelola PNBP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24
N. Formula Maksimum Pencairan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24
KEGIATAN BELAJAR 3 PENGUJIAN TAGIHAN BELANJA NEGARA
A.
Pengertian dan Dasar Hukum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
26
B.
Pengujian Permintaan Pembayaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29
C.
Pengujian SPM pada Kuasa BUN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
31
KEGIATAN BELAJAR 1
PEJABAT PENGELOLA PERBENDAHARAAN
A. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara Sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada dasarnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk satu bidang tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang administratif
kewenangan diserahkan
kebendaharaan. kepada
Penyelenggaraan
kewenangan
kementerian/lembaga,
sementara
penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
1 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
Dilain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable). Penerapan pola pemisahan kewenangan tersebut, yang merupakan salah satu kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, telah mengalami deformasi
sehingga
menjadi
kurang
efektif untuk
mencegah
dan/atau
meminimalkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara. Oleh karena itu, penerapan pola pemisahan tersebut harus dilakukan secara konsisten oleh para pejabat perbendaharaan negara.
B. Pejabat Perbendaharaan Yang dimaksud dengan pejabat perbendaharaan negara adalah sebagai berikut: 1. Pengguna Anggaran (PA) Yaitu menteri/pimpinan lembaga atau kepala kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menurut pasal 4 Ayat 2 UU No.1/2004 mempunyai kewenangan: a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; b. menunjuk kuasa pengguna anggaran/pengguna barang; c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara
2 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang negara; e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; f.
menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran;
g. menggunakan barang milik negara; h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara; i.
mengawasi pelaksanaan anggaran;
j.
menyusun
dan
menyampaikan
laporan
keuangan
kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya. 2. Bendahara Umum Negara (BUN) Yaitu Menteri Keuangan yang menurut pasal 7 Ayat 2 UU No.l/2004 mempunyai kewenangan: a. menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran; b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; c. melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara; d. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara; e. menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara; f.
mengesahakan
dan
mengatur
dana
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan anggaran negara; g. meyimpan uang negara; h. menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi i.
melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum negara;
j.
melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;
k. melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah; l.
memberikan pinjaman atas nama pemerintah;
m. mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintah;
3 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
n. melakukan penagihan piutang negara; o. menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara; p. menyajikan informasi keuangan negara; q. menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik negara; r.
menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak;
s. menunjuk pejabat kuasa bendahara umum negara. 3. Bendahara Pengeluaran Yaitu pengelola keuangan negara pada kementerian negara/lembaga di tingkat satuan kerja. Menurut UU No.1 Tahun 2004 bendahara pengeluaran mempunyai tugas sebegai berikut:
a. Menteri/pimpinan bendahara
lembaga/gubernur/bupati/walikota
mengangkat
pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. (Pasal 10 Ayat 2 UU No.1/2004).
b. Tugas
kebendaharaan
meliputi
menyetor/membayar/menyerahkan,
kegiatan
menerima,
menyimpan,
menatausahakan,
dan
mempertanggung jawabkan pengeluaran uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya. (Penjelasan Pasal 10 Ayat 1, 2, dan UU No. 1/2004)
c. Persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh bendahara umum. negara selaku pembina nasional jabatan fungsional bendahara. (Penjelasan Pasal 10 Ayat 1, 2, dan 3 UU No. 1/2004)
d. Bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional. (Pasal 10 Ayat 3 UU No.1/2004)
e. Jabatan bendahara pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh kuasa, pengguna anggaran atau kuasa bendahara umum negara. (Pasal 10 Ayat 4 UU No.1/2004)
4 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
f. Bendahara pengeluaran dilarang melakukan (baik secara langsung maupun tidak langsung) kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan pekerjaan penjualan tersebut. (pasal 10 ayat 5 UU No. 1/2004)
g. Bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional dan sesuai pasal 10 dibentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
h. Pemisahan Kewenangan Fungsi Perbendaharaan i. Setelah rancangan anggaran telah disetujui menjadi UU APBN, maka seluruh angka-angka yang tertera didalamnya merupakan batas ketetapan tertinggi yang tidak boleh dilampaui oleh semua pejabat negara yang menguasai anggaran
(Pengguna
Anggaran/Barang).
Maksudnya,
pada
kementerian/lembaga dan Satuan Kerja vertikalnya di pusat dan di daerah, yang memperoleh DIPA atau dokumen yang disamakan apabila akan melakukan pengeluaran atas beban APBN harus memperhatikan dan mematuhi batas penyediaan dana anggaran sebagaimana tercantum dalam dokumen berkenaan.
Materi Kewenangan sebelum dan sesudah berlakunya undang-undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara:
MATERI KEWENANGAN SEBELUM UU NO. 1 tahun 2004
Menteri Teknis PEMBUATAN KOMITMEN
PENGUJIAN & PEMBEBANAN
administratief beheer
Menteri Keuangan PERINTAH PEMBAYARAN
administratief beheer
PENGUJIAN
PENCAIRAN DANA
Comptabel beheer
9
5 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
MATERI KEWENANGAN DALAM UU No. 1 Tahun 2004 Selaku
PEMBUATAN KOMITMEN
Menteri
Menteri Teknis Pengguna Anggaran
PENGUJIAN & PEMBEBANAN
Selaku
PERINTAH PEMBAYARAN
Keuangan
Bendahara
Umum
PERINTAH PENCAIRAN DANA
PENGUJIAN & PEMBEBANAN
Pengurusan Administrasi administratief beheer
Negara
Pengurusan Comptabel
Komtabel beheer
11
Materi Kewenangan Menteri Teknis
Ditjen
Setjen
Menteri Keuangan
DJA
DJPb Policy Formula
Set. Ditjen
Roren Policy Formula
Rokeu
Policy Implementation
SPM
Policy Implementation
KPPN
SPP Voucher 13
Dari flowchart tersebut diatas bahwa kewenangan Pengguna Anggaran dapat dikuasakan kepada eselon/pejabat yang lebih rendah yakni dari Menteri Teknis sampai dengan kepada eselon IV (Kuasa Pengguna Anggaran), sebagaimana seorang pejabat eselon IV (Kuasa BUN) di KPPN menandatangani SP2D atas nama Menteri Keuangan/Bendahara Umun Negara.
6 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
Secara umum makna pengendalian adalah seluruh kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan jaminan yang masuk akal agar tujuan suatu organisasi tercapai. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/KMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN, tegas mengatur tugas maupun kewenangan masing-masing Pejabat Perbendaharaan Negara. Hal tersebut dimaksudkan agar adanya kejelasan dalam melaksanakan pengendalian pelaksanaan anggaran suatu Satker. Adapun tugas dan kewenangan tersebut diantaranya adalah adanya pelaporan rutin PPK, PPSPM maupun Bendahara kepada Kuasa Pengguna Anggaran dalam hal pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Di sisi lain dalam rangka diatur pula mengenai batas waktu penyelesaian tagihan mulai dari pengajuan tagihan yang lengkap dan benar dari penerima hak sampai dengan disampaikannya SPM kepada KPPN. Selanjutnya 190/PMK.06/2012,
sesuai dinyatakan
Peraturan bahwa
Menteri
Keuangan
Menteri/Pimpinan
Lembaga
Nomor selaku
Pengguna Anggaran berwenang menunjuk kepala satker yang berstatus PNS untuk melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya. Penunjukan KPA bersifat ex officio dan yang dimaksud Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya meliputi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penanda Tangan SPM (PP SPM). Pengguna Anggaran dapat menunjuk pejabat lain selain kepala satker sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dalam hal : 1. Satker dipimpin oleh pejabat yang bersifat komisioner; 2. Satker dipimpin oleh pejabat eselon I atau setingkat eselon I; 3. Satker sementara; 4. Satker yang pimpinannya mempunyai tugas fungsional; atau 5. Satker Lembaga Negara. Kewenangan
Pengguna
Anggaran
untuk
menetapkan
Pejabat
Perbendaharaan Negara dilimpahkan kepada KPA. Sehingga, setiap terjadi pergantian jabatan kepala satker yang baru langsung menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah pejabat/pegawai
7 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Pejabat Perbendaharaan Negara, dimungkinkan perangkapan fungsi Pejabat Perbendaharaan Negara dengan memperhatikan pelaksanaan prinsip saling uji (check and balance). Perangkapan jabatan tersebut dapat dilaksanakan melalui perangkapan jabatan Kuasa Pengguna Anggaran sebagai PPK atau PP SPM. Di sisi lain, untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran
belanja,
Menteri/Pimpinan
Lembaga
mengangkat
Bendahara pengeluaran di setiap satker. Kewenangan pengangkatan Bendahara Pengeluaran dapat didelegasikan kepada kepala satker. Terdapat ketentuan terkait pejabat perbendaharaan negara yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.06/2012, yaitu antara lain : 1. Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, penetapan PPK dan PP SPM, dan pengangkatan bendahara tidak terikat tahun anggaran. 2. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala satker atau pejabat lain yang ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Pengguna Anggaran segera menunjuk seorang pejabat baru sebagai pelaksana tugas Kuasa Pengguna Anggaran. 3. Untuk 1 (satu) DIPA, Kuasa Pengguna Anggaran menetapkan 1 (satu) atau lebih PPK dan 1 (satu) PP SPM. 4. Dalam hal PPK atau PP SPM dipindahtugaskan/pensiun/diberhentikan dari jabatannya/berhalangan
sementara,
Kuasa
Pengguna
Anggaran
menetapkan PPK atau PP SPM pengganti dengan surat keputusan dan berlaku sejak serah terima jabatan. 5. Dalam hal terdapat keterbatasan pegawai/pejabat yang akan ditunjuk sebagai bendahara pengeluaran, Menteri/Pimpinan Lembaga atau kepala satker dapat menetapkan 1 (satu) bendahara pengeluaran untuk mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA/satker.
8 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
KEGIATAN BELAJAR 2
MEKANISME PEMBAYARAN BELANJA NEGARA A. Mekanisme Pembayaran Langsung (LS) Pembayaran atas tagihan belanja negara, dapat dilaksanakan secara langsung (LS) dari rekening kas negara di Kuasa BUN (KPPN). Mekanisme pembayaran ini dapat digunakan untuk seluruh jenis belanja dengan jumlah besar pembayaran berapapun. Pembayaran LS ini, dianggap sebagai bentuk yang paling akuntabel karena sifatnya yang langsung membebani anggaran atau langsung dicatat sebagai realisasi anggaran saat dibayar. Mekanisme pembayaran secara langsung (LS), semakin diperluas penggunaannya
sesuai
kebijakan
Kuasa
BUN
Direktorat
Jenderal
Perbendaharaan Negara (DJPBN), termasuk untuk belanja barang langganan daya jasa dan perjalanan dinas. Hal ini dikarenakan sifatnya yang langsung membebani anggaran dan tidak idle cash seperti pada mekanisme pembayaran melalui Uang Persediaan (UP). Meskipun demikian, beberapa jenis pengeluaran negara, tidak mungkin dibayarkan secara langsung (LS), yakni pengeluaran yang harus dibayarkan dengan uang tunai pada saat transaksi, misalnya tiket jalan tol, pembelian bahan bakar, servis ringan, konsumsi/snack rapat, dan lain-lain. B. Mekanisme Pembayaran Uang Persediaan (UP) Uang Persediaan yang selanjutnya disebut UP adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor seharihari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-UP adalah dokumen
9 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi permintaan pembayaran Uang Persediaan (UP). Kepada setiap satker dapat diberikan Uang Persediaan. Untuk mengelola Uang Persediaan bagi satker di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga, sebelum diberlakukannya ketentuan dan/atau dilakukannya pengangkatan pejabat fungsional Bendahara, menteri/pimpinan lembaga atau pejabat yang diberi kewenangan dapat mengangkat seorang Bendahara Pengeluaran pada Kementerian Negara/Lembaga atau satker yang dipimpinnya. Uang Persediaan digunakan oleh Bendahara Pengeluaran untuk membayar tagihan atas belanja negara yang bernilai sampai dengan Rp50 juta (lima puluh juta rupiah) perbukti pembelian/kuitansi/bukti pembayaran. Namun demikian, Bendahara Pengeluaran diperkenankan membayar tagihan yang bernilai diatas Rp50 juta, antara lain untuk pembayaran honorariun dan biaya perjalanan dinas. Untuk membantu pengelolaan Uang Persediaan pada kantor/satker di lingkungan Kementerian
Negara/Lembaga,
kepala
satker
dapat
menunjuk
Bendahara
Pengeluaran Pembantu (BPP). Dalam pelaksanaan tugasnya, BPP membuat laporan pertanggungjawaban dan mengirimkannya kepada Bendahara Pengeluaran. Pembayaran dengan UP oleh Bendahara Pengeluaran atau BPP kepada 1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa dapat melebihi Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pada setiap hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP pada brankas Bendahara Pengeluaran atau BPP, tidak boleh lebih dari Rp50 juta (lima puluh juta rupiah). Bendahara Pengeluaran melakukan penggantian (revolving) UP yang telah digunakan sepanjang dana yang dapat dibayarkan dengan UP masih tersedia dalam DIPA. Penggantian UP dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen). Untuk Bendahara Pengeluaran yang dibantu oleh beberapa BPP, dalam pengajuan UP ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) harus melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang dikelola oleh masing-masing BPP. Setiap BPP mengajukan penggantian UP melalui Bendahara Pengeluaran, apabila UP yang dikelolanya telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen).
10 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
Berdasarkan rencana kegiatan yang telah disusun, Bendahara Pengeluaran menyampaikan kebutuhan UP kepada PPK. Atas dasar kebutuhan UP tersebut, PPK menerbitkan SPP UP untuk pengisian UP yang dilengkapi dengan perhitungan besaran UP sesuai pengajuan dari Bendahara Pengeluaran. Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP) diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya permintaan UP dari Bendahara Pengeluaran. Uang Persediaan Normal dapat
diberikan
kepada
satuan
kerja
kementerian/lembaga
untuk
pengeluaranpengeluaran: 1) Belanja Barang, 2) Belanja Modal, 3) Belanja Lain-lain. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN, Uang Persediaan (UP) diberikan paling banyak: 1) Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) 2) Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP diatas Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah) 3) Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP diatas Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah) sampai dengan Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah) 4) Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP diatas Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah). Perubahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut PUP adalah uang muka kerja dengan jumlah melebihi rumus/formula UP Normal, yang bersifat daur ulang (revolving), dan diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan UP melampaui besaran Uang Persediaan (UP) Normal dengan mempertimbangkan:
11 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
1) frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan selama 1 (satu) tahun, 2) perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran UP. C. Cara Perhitungan Besaran Perubahan UP yang dapat diajukan oleh satuan kerja K/L, tidak diatur secara khusus oleh Menteri Keuangan, melainkan diserahkan kepada masingmasing satker untuk menghitung sendiri. Bagi satker yang memiliki pagu DIPA cukup besar (diatas Rp6M), dan jumlah pagu tersebut direncanakan akan dibayarkan dengan UP, maka satker tersebut dapat mengajukan Perubahan UP melebihi UP Normal sesuai kebutuhan dan besar pagu klasifikasi belanja yang dapat dibayarkan dengan UP. Perubahan UP ini mempunyai karakteristik sama dengan UP Normal, yang harus dipertanggungjawabkan setelah realisasi minimal sebesar 50% setiap bulan, sepanjang satu tahun anggaran, serta bersifat revolving. Sehingga, jika suatu satker telah mendapatkan persetujuan Perubahan UP diatas batas maksimal UP Normal, maka setiap bulan daya serap realisasi uang persediaannya lebih besar dari UP Normal. Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TUP adalah uang yang diberikan kepada satker untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam satu bulan melebihi pagu UP yang ditetapkan. Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi permintaan pembayaran Tambahan UP. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dapat mengajukan permintaan Tambahan Uang Persediaan (TUP) kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda. Syarat penggunaan dana Tambahan UP adalah: a. digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan, b. tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
12 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
Tambahan UP dapat diajukan oleh satker K/L meskipun penggunaan UP Normal atau PUP belum mencapai 50%. Tambahan UP ini diajukan dalam rangka satker yang bersangkutan memerlukan pendanaan melebihi sisa dana UP yang tersedia pada bendahara pengeluaran, untuk keperluan yang mendesak. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) disertai: a. rincian rencana penggunaan TUP, b. dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Kuasa BUN (KPPN) dalam rangka penggunaan TUP Atas dasar permintaan Tambahan UP dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Kepala KPPN melakukan penilaian terhadap: 1) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP bukan merupakan pengeluaran yang harus dilakukan dengan pembayaran LS; 2) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP masih/cukup tersedia dananya dalam DIPA; 3) TUP sebelumnya sudah dipertanggungjawabkan seluruhnya; 4) TUP sebelumnya yang tidak digunakan telah disetor ke Kas Negara. Dalam hal TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor, KPPN dapat menyetujui permintaan TUP berikutnya setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Dalam hal KPA mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu) bulan, Kepala KPPN dapat memberi persetujuan dengan pertimbangan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan. Untuk pengajuan permintaan TUP yang telah memenuhi ketentuan yang berlaku, Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan sebagian atau seluruh permintaan TUP melalui surat persetujuan pemberian TUP. Demikian pula sebaliknya, Kepala KPPN akan menolak permintaan TUP dalam hal pengajuan permintaan TUP tidak memenuhi ketentuan. Persetujuan atau penolakan tersebut dilaksanakan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah surat pengajuan permintaan TUP diterima KPPN. Tambahan UP harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan dan dapat dilakukan secara bertahap. Dalam hal selama 1 (satu) bulan sejak SP2D TUP
13 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
diterbitkan belum dilakukan pengesahan dan pertanggungjawaban TUP, Kepala KPPN menyampaikan surat teguran kepada KPA. Sisa TUP yang tidak habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah batas waktu. Untuk perpanjangan pertanggungjawaban Tambahan UP melampaui 1 (satu)
bulan,
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
mengajukan permohonan
persetujuan kepada Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan persetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan: 1) KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah dipergunakan; 2) KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan sisa TUP tidak lebih dari 1 (satu) bulan berikutnya. D. Penyusunan Rencana Penggunaan Dana Salah satu dokumen yang dipersyaratkan dalam mengajukan Tambahan Uang Persediaan adalah Rincian Rencana Penggunaan Dana (RPD). Dokumen ini berisi rencana pengeluaran secara rinci yang akan dilaksanakan satuan kerja K/L dalam satu bulan berkenaan. Dalam dokumen ini harus memuat informasi tentang, jenis kegiatan/pekerjaan, pelaksana, waktu, lokasi, output, tanggal selesai, jumlah dana, dan seterusnya, yang akan digunakan oleh KPPN sebagai acuan untuk menertibkan penyampaian Surat Pertanggungjawaban dari satker. Penyusunan RPD oleh satuan kerja K/L, harus memperhatikan kemampuan kegiatan untuk menyerap dana yang sangat terkait dengan volume dan kesiapan sumber daya satker. RPD tidak boleh dijadikan sarana untuk menarik TUP sebanyak-banyaknya, dengan maksud akan dikembalikan/disetorkan ke kas negara jika tidak terserap. Jadi, RPD harus mencerminkan kebutuhan dana riil satker, dan bukan merupakan dana cadangan. E. Penyiapan Permintaan Pembayaran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerbitkan SPP-TUP dan dilengkapi dengan dokumen meliputi: 1) Rincian penggunaan dana yang ditandatangani oleh KPA/PPK dan Bendahara Pengeluaran; 2) Surat pernyataan dari KPA/PPK;
14 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
3) Surat permohonan TUP yang telah memperoleh persetujuan TUP dari Kepala KPPN. Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan (SPP-TUP) diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya persetujuan TUP dari Kepala KPPN. Dispensasi Uang Persediaan atau disingkat DUP, dapat diartikan sebagai Uang Persediaan (UP) baik Normal, Perubahan, atau Tambahan, yang diperuntukkan untuk membiayai belanja negara selain kelompok klasifikasi belanja yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Dispensasi UP diberikan kepada satuan kerja melalui rekening bendahara pengeluaran, yang mengajukan surat permohonan dispensasi UP kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara atau Kepala Kanwil DJPBN setempat. F. Jenis-jenis Dispensasi Dispensasi Uang Persediaan, dapat diajukan oleh satuan kerja Kementerian dan Lembaga untuk membiayai pembayaran belanjabelanja sebagai berikut: 1) Dispensasi UP untuk keperluan selain jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan UP. 2) Dispensasi UP untuk pengadaan belanja modal tanah. 3) Dispensasi UP untuk pelunasan rekening langganan daya dan jasa Tahun Anggaran sebelumnya. 4) Dispensasi UP untuk pembayaran belanja modal fisik diatas Rp50 juta. 5) Dispensasi UP untuk pembayaran belanja barang dan belanja lain-lain yang bernilai diatas Rp50 juta. 6) Dispensasi UP untuk UP Nornal, Perubahan UP, dan Tambahan UP yang melebihi batas waktu yang ditetapkan. Selain jenis-jenis dispensai UP diatas, dalam praktik juga dikenal beberapa dispensasi pembayaran melalui UP karena sebab-sebab khusus sesuai ciri khas dan karakter satker maupun jenis belanjanya. Jenis dispensasi UP tersebut antara lain: 1) Pembayaran belanja barang perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri 2) Pembayaran rekening listrik, air, dan telepon kepada PT. PLN, PDAM, dan PT. Telkom
15 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
3) Pembayaran pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dari SPBU Pertamina 4) Pembayaran belanja nongaji pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI 5) Pembayaran belanja pada kantor perwakilan RI di luar negeri G. Kewenangan Dispensasi Pemberian Dispensasi UP kepada satuan kerja K/L, harus dengan persetujuan tertulis Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara atau Kepala Kanwil DJPBN setempat atas permohonan dari satker dimaksud. Untuk jenis dispensai penggunaan UP terkait batas waktu pertanggungjawaban, pengajuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP melampaui 1 (satu) bulan, permohonan persetujuannya diajukan oleh KPA kepada Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan persetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan: a. KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah dipergunakan; dan b. KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan sisa TUP tidak lebih dari 1 (satu) bulan berikutnya. H. Penyusunan Rencana Penggunaan Dana Untuk Dispensasi UP selain jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan UP, bendahara satuan kerja K/L harus membuat Rincian Rencana Penggunaan Dana (RPD) atas UP Normal, Perubahan UP, atau Tambahan UP yang akan digunakan. Rincian RPD tersebut memuat informasi tentang jenis kegiatan, pekerjaan, pelaksana, waktu, jumlah kebutuhan dana, output, dan lain-lain. Dalam menyusun Rincian RPD, satuan kerja K/L juga harus menyamapaikan alasan spesifik atas rencana penggunaan atau pembayaran jenis-jenis pekerjaan selain jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan UP. Surat
Permintaan
Pembayaran
Penggantian Uang
Persediaan
yang
selanjutnya disebut SPP-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan kembali pembayaran Uang Persediaan. 1) Jangka Waktu Penggantian Uang Persediaan Penyampaian pertanggungjawaban Penggantian UP Isi/revolving dari satuan kerja K/L kepada KPPN selaku Kuasa BUN di daerah, dilaksanakan setelah dana UP
16 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
Normal atau Perubahan UP sudah diserap minimal sebesar 50%. Jika bendahara pengeluaran satker tersebut dibantu oleh beberapa Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), dan melaporkan distribusi UP masing-masing BPP kepada KPPN, maka setiap BPP mengajukan penggantian UP melalui Bendahara Pengeluaran, apabila UP yang dikelolanya telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen). Permintaan pembayaran GUP Isi harus diajukan kepada penerbit SPM untuk dibuat SPM-GUP Isi kepada KPPN secara periodik, sesuai karakter pembayaran belanja UP yang pada umumnya selama satu bulan (30 hari) kalender, atau dua belas kali dalam satu Tahun Anggaran (TA). Meskipun demikian, pengajuan SPMGUP Isi yang lebih cepat dari satu bulan, tetap dimungkinkan dengan memperhatikan pagu dana triwulanan. Pengajuan SPM-GUP Isi yang lebih lambat dari satu bulan, hanya dimungkinkan untuk alasan-alasan tertentu dengan persetujuan pejabat berwenang. Pengajuan SPM-GUP Isi yang lebih lambat dari periode bulanan secara berulang, akan berakibat pada penumpukan realisasi belanja pada akhir tahun anggaran. 2) Perhitungan Penggantian UP Isi Penggantian (GUP) Isi, merupakan dana UP yang diisi kembali (revolving) dari KPPN selaku Kuasa BUN, kepada rekening bendahara pengeluaran, secara otomatis dari pertanggungjawaban yang diajukan. Jumlah total SPP atau SPM-GUP Isi merupakan akumulasi dari jumlah bukti pembayaran/kuitansi yang dihasilkan dari UP Normal atau Perubahan UP. Jumlah total SPP atau SPM-GUP Isi, minimal harus 50% dari UP Normal atau Perubahan UP. Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA, dalam hal 2 (dua) bulan sejak SP2D-UP diterbitkan belum dilakukan pengajuan penggantian UP. Dalam hal setelah 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan, belum dilakukan pengajuan penggantian UP, Kepala KPPN memotong UP sebesar 25% (dua puluh lima persen). Pemotongan dana UP tersebut dilakukan dengan cara Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara. Dalam hal setelah dilakukan pemotongan dan/atau penyetoran UP, Kepala KPPN melakukan pengawasan atas dana UP dimaksud. Apabila setelah surat
17 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
pemberitahuan tersebut KPA tidak memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara, Kepala KPPN memotong UP sebesar 50% (lima puluh persen) dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara. Apabila setelah surat pemberitahuan tersebut, KPA melakukan penyetoran UP dan/atau memperhitungkan potongan UP dalam pengajuan SPM-GUP, maka selanjutnya Kepala KPPN melakukan pengawasan atas dana UP. Pengajuan permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) Isi, diawali dari pengklasifikasian bukti pembayaran/kuitansi beserta dokumen pendukungnya, menurut jenis belanja masing-masing untuk dicantumkan dalam Daftar Rincian Permintaan Pembayaran. Untuk selanjutnya dari satu berkas SPP-GUP Isi terkait, akan diterbitkan satu Surat Perintah Membayar (SPM) oleh Pejabat Penerbit SPM. I.
Penyiapan Permintaan Pembayaran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerbitkan SPP-GUP untuk pengisian
kembali UP. Penerbitan SPP-GUP dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran; b. Bukti pengeluaran sesuai ketentuan berlaku; c. SSP yang telah dikonfirmasi KPPN. Perjanjian/Kontrak beserta faktur pajaknya dilampirkan untuk nilai transaksi yang harus menggunakan perjanjian/Kontrak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah bukti-bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar. Sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP minimal sama dengan nilai UP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Dalam hal pengisian kembali UP akan mengakibatkan sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP lebih kecil dari UP yang dikelola Bendahara Pengeluaran, maka: a. pengisian kembali UP dilaksanakan maksimal sebesar sisa dana dalam DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP;
18 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
b. selisih antara sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP dan UP yang dikelola Bendahara Pengeluaran dibukukan/diperhitungkan sebagai potongan Penerimaan Pengembalian UP. Pengajuan permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) isi/revolving kepada Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar (SPM), harus disertai dokumen-dokumen terkait sebagai lampiran. Dokumen tersebut antara lain: 1) Daftar Rincian Permintaan Pembayaran 2) Bukti Pembelian/Kuitansi/Bukti Pembayaran 3) Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah dikonfirmasi KPPN 4) Surat Perintah Kerja (jika dipersyaratkan) 5) Berita acara serah terima barang/jasa 6) Surat Ijin/Dispensasi (jika dipersyaratkan) 7) Dokumen lain sesuai persyaratan Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan Nihil yang selanjutnya disebut SPP-GUP Nihil adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi pertanggungjawaban Uang Persediaan (UP). Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi permintaan pertanggungjawaban atas Tambahan Uang Persediaan (TUP). Untuk
mengesahkan/mempertanggungjawabkan
Tambahan
Uang
Persediaan (TUP), pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan (SPP-PTUP). Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan (SPPPTUP) dimaksud disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum batas akhir pertanggungjawaban TUP serta dilengkapi dokumen sesuai ketentuan berlaku. b. Jangka Waktu Penggantian Uang Persediaan (GUP) Nihil disampaikan satuan kerja K/L kepada KPPN selaku Kuasa BUN di daerah atas dana Tambahan UP yang sudah direalisasikan atau dana UP Normal pada akhir Tahun Anggaran. Surat Permintaan Pembayaran Penggantian UP Nihil (SPP-GUP Nihil), harus diajukan disiapkan oleh
19 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
bendahara pengeluaran untuk ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan diajukan kepada Pejabat Penerbit SPM. Pengajuan SPP-GUP Nihil kepada Penerbit SPM, harus dilaksanakan paling lambat sebelum berakhirnya batas waktu pertanggungjawaban TUP yaitu 30 hari, sejak tanggal SP2D TUP sampai dengan diterimanya SPM-GUP Nihil di loket KPPN. Dengan demikian, apabila setelah SPM-GUP Nihil diterbitkan dan secepatnya dikirimkan ke KPPN, maka proses pertanggungjawaban GUP Nihil tidak melebihi batas waktu 1 bulan atau 30 hari. Tambahan Uang Persediaan (TUP) harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan dan dapat dilakukan secara bertahap. Dalam hal selama 1 (satu) bulan sejak SP2D TUP diterbitkan belum dilakukan pengesahan dan pertanggungjawaban TUP, Kepala KPPN menyampaikan surat teguran kepada KPA. Sisa TUP yang tidak habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah batas waktu 1 (satu) bulan. Untuk perpanjangan pertanggungjawaban TUP melampaui 1 (satu) bulan, KPA mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan
persetujuan
perpanjangan
pertanggungjawaban
TUP
dengan
pertimbangan: a. KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah dipergunakan; dan b. KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan sisa TUP tidak lebih dari 1 (satu) bulan. Untuk permintaan pembayaran GUP Nihil atas penggunaan dana UP Normal atau perubahan pada akhir Tahun Anggaran, harus diajukan paling lambat pada tanggal 31 Desember tahun berjalan, atau sesuai ketentuan/peraturan pada langkahlangkah akhir Tahun Anggaran dari Dirjen PBN. Pengajuan SPP-GUP Nihil akhir tahun ini dilakukan setelah bendahara pengeluaran menggunakan dana UP yang dikelolanya, serta menyetorkan ke kas negara jika ada kelebihan dana yang tidak terpakai. J. Perhitungan Penggantian UP Nihil Permintaan pembayaran penggantian Uang Persediaan (GUP) Nihil, berisi seluruh dokumen bukti pembayaran yang telah dilaksanakan oleh bendahara pengeluaran dari dana Tambahan UP. Bukti pembayaran ini, akan dicatat sebagai
20 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
realisasi anggaran setelah disahkan oleh KPPN dalam SPM Pengesahan. Bukti pembayaran tersebut, seharusnya sama dengan yang tertuang dalam Rincian Rencana Penggunaan Dana yang dilampirkan saat pengajuan SPM TUP, selain lampiran surat pernyataan TUP yang antara lain berisipenegasan tentang kebutuhan mendesak. Dengan demikian, setelah melewati batas waktu 1 bulan (30 hari), seharusnya seluruh dana TUP terserap dalam bukti pembayaran untuk disahkan menjadi realisasi belanja. Kenyataan di lapangan, sering menunjukkan bahwa satuan kerja K/L tidak mampu merealisasikan seluruh dana TUP secara tepat waktu dan sesuai rencana dalam RPD. Sehingga, pengajuan SPM-GUP Nihil, masih sering lebih lambat dari batas waktu 1 bulan (30 hari), serta realisasi dalam bukti pengeluarannya berbeda dengan rincian dalam RPD. Dalam hal demikian, SPM-GUP Nihil sering disertakan lampiran Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) sebagai pengembalian dana TUP yang tidak mampu direalisasikan. Dalam peraturan/ketentuan yang berlaku saat ini, tidak ada batas yang jelas tentang jumlah minimal pertanggungjawaban dana TUP dalam SPM-GUP Nihil. Dalam banyak kasus, hal ini merupakan kelemahan karena mendorong satuan kerja untuk mengajukan TUP sebesar-besarnya, kemudian memanfaatkan dana tersebut, yang pada akhirnya menyetorkan kembali ke kas negara seandainya tidak terserap. Kelemahan ini juga tidak mendorong satuan kerja K/L untuk memacu realisasi kinerja anggaran sesuai kebutuhan riilnya. Berbeda dengan Penggantian UP (GUP) isi/revolving, GUP Nihil pada akhir TA, dilaksanakan terhadap pengeluaran anggaran yang telah dibayarkan oleh bendahara pengeluaran dari dana UP yang ada, tanpa memperhatikan penyerapan minimal yaitu 50%. Pada akhir TA (tanggal 31 Desember), seluruh sisa dana UP yang ada pada rekening atau brankas bendahara pengeluaran, harus disetorkan ke kas negara. Penyetoran tersebut dilakukan menggunakan form SSBP dengan kode Akun/Mata Anggaran 815111 untuk UP yang berasal dari sumber dana Rupiah Murni (RM). K. Penyiapan Permintaan Pembayaran Lampiran Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan Nihil (SPP-GUP Nihil) adalah:
21 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
1) Form Daftar Rincian Permintaan Pembayaran 2) Kuitansi/tanda bukti pembayaran 3) Copy Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah dikonfirmasi KPPN 4) Surat Perintah Kerja (jika dipersyaratkan) 5) Berita acara serah terima barang/jasa 6) Surat Ijin/Dispensasi (jika dipersyaratkan) 7) Dokumen lain sesuai persyaratan Penerbitan permintaan pembayaran penggantian Uang Persediaan (GUP) Nihil dilakukan dalam hal: a. sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP minimal sama dengan besaran UP yang diberikan; b. sebagai pertanggungjawaban UP yang dilakukan pada akhir tahun anggaran; c. UP tidak diperlukan lagi. Penerbitan
permintaan
pembayaran
GUP
Nihil
diatas,
merupakan
pengesahan/pertanggungjawaban atas penggunaan UP. Permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) Nihil dilengkapi dengan dokumen pendukung dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah bukti-bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang bersumber dari dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah sumber dana DIPA yang berasal dari setoran PNBP kepada kas negara, yang dilakukan oleh satuan kerja K/L yang mempunyai PNBP fungsional. Satuan kerja K/L yang memperoleh dana dalam DIPA, beberapa diantaranya ada yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Satker yang memiliki sumber dana seperti ini, adalah satker K/L yang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya di bidang pelayanan masyarakat, dapat memperoleh penerimaan sebagai jasa pelayanan tersebut. Penerimaan terkait jasa pelayanan yang diberikan oleh satker, diterima, dicatat, dilaporkan, dan disetorkan ke kas negara oleh bendahara penerimaan. Dari setoran PNBP tersebut, dengan persetujuan Menteri Keuangan, satker yang bersangkutan dapat menarik dan menggunakan dana tersebut (PNBP) untuk membiayai kegiatannya, dengan proporsi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Setelah tercantum dalam DIPA sebagai sumber dana PNBP, satker
22 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
dapat mengajukan penarikan dana untuk digunakan membiayai kegiatan. Salah satu penarikan dalam rangka pembayaran belanja dari DIPA PNBP adalah memalui Uang Persediaan. Dana UP yang berasal dari sumber dana PNBP, dapat ditarik dan dikelola oleh bendahara pengeluaran, dengan rumus/formula tertentu sesuai peraturan yang berlaku. Pembayaran tagihan atas beban belanja negara yang bersumber dari penggunaan PNBP, dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: a. Satker pengguna PNBP menggunakan PNBP sesuai dengan jenis PNBP dan batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sesuai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. b. Batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan merupakan maksimum pencairan dana yang dapat dilakukan oleh Satker berkenaan. c. Satker dapat menggunakan PNBP setelah PNBP disetor ke kas negara berdasarkan konfirmasi dari KPPN. d. Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara terpusat, pembayaran dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. e. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu PNBP Satker yang bersangkutan dalam DIPA. f. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran. L. Dasar Hukum DIPA Penarikan dana DIPA yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh satuan kerja Kementerian dan Lembaga dapat dilaksanakan sesuai ketentuan dalam peraturan dibawah ini. 1) Keppres Nomor 42 Tahun 2002 2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 3) Peraturan tentang penarikan dana PNBP terkait
23 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
M. Jenis-jenis Satker Pengelola PNBP Menurut
tata
cara
penarikan,
penggunaan
dana,
dan
pertanggungjawabannya, satker yang memiliki sumber dana PNBP dalam DIPA, dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Instansi Penguna PNBP a) Penyetoran Terpusat (sentralisasi) b) Penyetoran Tidak Terpusat (desentralisasi) 2) Perguruan Tinggi Negeri Non-BHMN 3) Badan Layanan Umum Adapun materi pembahasan pada modul ini adalah untuk satker yang berstatus sebagai Instansi Pengguna PNBP, yang pengelolaannya secara terpusat (sentralisasi) dan desentralisasi. N. Formula Maksimum Pencairan Secara umum, dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula sebagai berikut: MP = (PPP x JS) – JPS MP = maksimum pencairan dana PPP = proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan JS = jumlah setoran JPS = jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang diterbitkan Dalam pengajuan SPM-UP/TUP/GUP PNBP ke KPPN, satker pengguna harus melampirkan Daftar Perhitungan Jumlah MP. Untuk satker pengguna yang setorannya dilakukan secara terpusat, pencairan dana diatur secara khusus dengan Surat Earan Dirjen Perbendaharaan Negara tanpa melampirkan SSBP. Satker pengguna yang menyetorkan pada masing-masing unit (tidak terpusat), pencairan dana harus melampirkan bukti setoran SSBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN. Besaran proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan (PPP) untuk masing-masing satker pengguna, diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak
24 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
boleh
melampaui
pagu
PNBP
satker
yang
bersangkutan
dalam
DIPA.
Pertanggungjawaban penggunaan dana UP/TUP PNBP oleh Kuasa PA, dilakukan dengan mengajukan SPM GUP, baik isi/revolving, maupun nihil/pengesahan ke KPPN setempat. Khusus perguruan tinggi negeri selaku pengguna PNBP (nonBHMN), sisa dana PNBP yang disetorkan pada akhir tahun anggaran ke rekening kas negara, dapat dicairkan kembali maksimal sebesar jumlah yang sama pada awal tahun anggaran berikutnya, meskipun DIPA belum diterima dan merupakan bagian dari target PNBP yang tercantum dalam DIPA tahun anggaran berikutnya. Sisa dana PNBP dari satker pengguna selain perguruan tinggi negeri, yang disetorkan ke rekening kas negara pada akhir tahun anggaran, merupakan bagian realisasi penerimaan PNBP tahun anggaran berikutnya dan dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan setelah diterimanya DIPA. Sisa UP/TUP sumber dana PNBP sampai akhir tahun anggaran yang tidak disetorkan ke rekening kas negara, akan diperhitungkan pada saat pengajuan pencairan dana UP tahun anggaran
berikutnya.
25 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
KEGIATAN BELAJAR 3
PENGUJIAN TAGIHAN BELANJA NEGARA A. Pengertian dan Dasar Hukum Pencairan dana APBN harus
sudah
mulai tahun 2006 seluruh Kementerian/Lembaga
melaksanakan
ketentuan
yang
berlaku,
namun
sebelum
pendalaman materi tentang mekanisme pencairan dana APBN kita pahami dahulu tentang pemisahan kewenangan pemegang fungsi administrasi dengan fungsi kebendaharaan/pembayaran, yaitu : Pasal 4 ayat 1 UU No.1/2004 Menteri/pimpinan
lembaga
adalah
Pengguna
Anggaran/Pengguna
Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Pasal 7 ayat 1 UU No.1/2004 Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara. Pasal 18 ayat 1 UU No.1/2004 Pengguna anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD Pasal 18 ayat 2 UU No.1/2004 Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang : 1. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih; 2. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/ kelengkapan sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa; 3. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan; 4. membebankan
pengeluaran
sesuai
dengan
mata
anggaran
pengeluaran yang bersangkutan;
26 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
5. memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD Pasal 19 Ayat 1 UU No.1/2004 Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara Pasal 19 Ayat 2 UU No.1/2004 Bendahara
Umum
Negara/Kuasa
Bendahara
Umum
Negara
berkewajiban: 1. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; 2. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran; 3. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan 4. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara; 5. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Tahapan pengujian tagihan kepada negara terdapat perbedaan sebelum dan sesudah berlakunya UU No.1/tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara sebagaimana pada alur dokumen dibawah ini. Sebelum berlakunya UU No.1/2004 :
27 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
MEKANISME PELAKSANAAN BELANJA NEGARA Menteri
Menteri
Teknis
Selaku Pengguna Anggaran Tahapan Administratif
Keuangan
Selaku Bendahara Umum Negara Tahapan Komtabel
PEMBUATAN KOMITMEN PENGUJIAN
SPM
PENGUJIAN
PENGUJIAN Pengujian
•Wetmatigheid •Rechmatigheid •Doelmatigheid
SPP
• Substantif : Wetmatigheid Rechmatigheid Formal
:
10
Sesudah berlakunya UU No.1/2004 :
MEKANISME PELAKSANAAN BELANJA NEGARA Menteri Keuangan
Menteri Teknis
Selaku Pengguna Anggaran Tahapan Administratif
PEMBUATAN KOMITMEN
Selaku Bendahara Umum Negara Tahapan Komtabel
PENGUJIAN
Ps. 19 Ayat 2 UU No. 1 Th. 2004
SP2D
PENGUJIAN
PENGUJIAN
SPM
Ps. 18 Ayat 2 UU No. 1 Th. 2004
•Substantif :
Wetmatigheid Rechmatigheid Formal
Pengujian :
•Wetmatigheid •Rechmatigheid •Doelmatigheid
12
Pengujian meliputi : i). Kebenaran menurut Peraturan (Wetmatigheid) ii).Kebenaran menurut Hak (Rechmatigheid) iii).
Kebenaran rnenurut Tujuan (Doelmatigheid)
28 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
Penjelasan : i). Yang dimaksud dengan Kebenaran menurut Peraturan adalah pengujian terhadap teknik anggaran ditinjau dari sudut ketentuan Perundangundangan (Wetmatigheid) Pengujian tersebut diatas ditujukan kepada "Apakah yang diajukan kepada Kantor/Satuan Kerja/Proyek itu masih dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara seperti ditentukan dalam perundang-undangan yang berlaku" oleh karena itu dengan digunakannya sistim baru dalam pelaksanaan APBN, maka pengujiannya terutama ditujukan kepada apakah dana untuk membayar tagihan itu tersedia didalam DIPA ii). Yang dimaksud dengan Kebenaran menurut Hak (Rechmatigheid) adalah pengujian terhadap ”Apakah secara formal pihak penagih kepada negara (Kantor/Satuan Kerja/Kegiatan) atau apakah pihak penagih secara formal sah”. Kepada pihak penagih diminta untuk menunjukan surat-surat bukti yang memenuhi
peraturan-peraturan
dibayarkan /dipertanggung
sehingga
tagihan
tersebut
dapat
jawabkan. Bukti dimaksud meliputi SPK,
Kontrak, Kuitansi, Berita Acara Penyelesaian pekerjaan dan sebagainya. iii). Yang dimaksud dengan Kebenaran menurut Tujuan (Doelmatigheid) adalah pengujian terhadap “Apakah maksud/tujuan telah sesuai dengan apa yang disebut dalam DIPA/dokumen anggaran yang dipersamakan. Namun yang lebih penting dari hal diatas ialah pengujian terhadap adanya pemborosan-pemborosan Contoh Perjalanan dinas yang tidak terlalu prioritas, pembelian dalam rangka penggantian ban kendaraan dinas yang masih baru/layak dipergunakan dll.
B. Pengujian Permintaan Pembayaran Setelah menerima SPP, pejabat penerbit SPM menerbitkan SPM dengan mekanisme sebagai berikut : (1) Penerimaan dan pengujian SPP Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi check list kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam buku pengawasan
29 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
penerimaan
SPP
dan
membuat/menandatangani
tanda
terima
SPP
berkenaan. Selanjutnya petugas penerima SPP menyampaikan SPP dimaksud kepada pejabat penerbit SPM. (2) Pejabat penerbit SPM melakukan pengujian atas SPP sebagai berikut : a. Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk memperoleh keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran. c. Memeriksa
kesesuaian rencana kerja dan/atau kelayakan hasil kerja
yang dicapai dengan indikator keluaran. d. Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang menyangkut antara lain : 1) Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama orang/ perusahaan, alamat, nomor rekening dan nama bank); 2) Nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan / atau kelayakan dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak); 3) Jadual waktu pembayaran. e. Memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan sesuai dengan indikator keluaran yang tercantum dalam DIPA berkenaan dan/atau spesifikasi teknis yang sudah ditetapkan dalam kontrak. (3) Setelah dilakukan pengujian terhadap SPP-UP/SPP-TUP/SPP-GUP/SPP-LS maka Pejabat Penguji SPP/Penandatanganan SPM menerbitkan SPMUP/SPM-TUP/SPM-GUP/SPM-LS dalam rangkap 3 (tiga) : a. Lembar kesatu dan kedua disampaikan kepada KPPN. b. Lembar ketiga sebagai pertinggal pada sakter yang bersangkutan, (4) Bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang disimpan oleh PA/KPA.
30 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
C. Pengujian SPM pada Kuasa BUN Proses pengajuan SPM oleh Satuan Kerja ke KPPN dapat ditempuh dengan 2 (dua) cara yaitu: 1. Mempergunakan perangkat komputer 2. Memakai cara manual Kedua
cara
tersebut
dapat
digambarkan
dalam
diagram
dibawah
ini
Komputerisasi Satker
KPPN Loket/Subbag. Umum Disket dan hardcopy SPM diterima
Seksi Bank/Giro Pos Seksi Bendum
Seksi PB Data elektronik SPM diterima PB+HardCopy
SP2D Lmbr. 1&2
Masuk aplikasi SPM
Rekam data SPM
- SPM di agenda -Disket di restore ke aplikasi SP2D
Pengujian & pagu Ok
Backup data SPM
SPM Hardcopy
SPM & Routing Slip
SP2D
SP2D Lmbr. 3
Catat&Cetak Advis Load Master
Tdk Sesuai (pengembalian SPM)
Proses SP2D (pemberian nomor SP2D)
SP2D Lmbr. 1
Cetak SP2D
BI/Bank/Pos Operasional 37
31 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
Proses Manual Satker
KPPN
Hardcopy SPM diterima
Ketik SPM secara Manual
Data elektronik SPM diterima PB+HardCopy
- SPM di agenda di aplikasi SP2D oleh petugas loket
Pengujian & pagu Ok
SP2D Lmbr. 1&2
Tdk Sesuai (pengembalian SPM)
SP2D Lmbr. 1
Proses SP2D (pemberian nomor SP2D)
SPM Hardcopy
SPM & Routing Slip
SP2D Lmbr. 3
Seksi Bank/Giro Pos Seksi Bendum
Seksi PB
Loket/Subbag. Umum
Cetak SP2D
SP2D
BI/Bank/Pos Operasional
Catat&Cetak Advis
Kembali >>
38
Load Master
a). Prosedur penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan sebagai berikut : 1. Pengguna
Anggaran/Kuasa
PA
atau
pejabat
yang
ditunjuk
menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi dengan Arsip Data Komputer (ADK) berupa soft copy (flashdisk) melalui loket Penerimaan SPM pada KPPN atau melalui Kantor Pos, kecuali bagi satker yang masih menerbitkan SPM secara manual tidak perlu ADK. 2. SPM Gaji Induk harus sudah diterima KPPN paling lambat tanggal 15 sebelum bulan pembayaran. 3. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM memeriksa kelengkapan SPM, mengisi check list kelengkapan berkas SPM (format sebagaimana lampiran 11), mencatat dalam Daftar Pengawasan Penyelesaian SPM (format sebagaimana lampiran 12) dan meneruskan check list serta kelengkapan SPM ke Seksi Pencairan Dana untuk diproses lebih lanjut b). Penerbitan SP2D oleh KPPN diatur sebagai berikut: 1. SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D
32 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
2. SPM dimaksud dilampiri bukti pengeluaran sebagai berikut: a. Untuk keperluan pembayaran langsung (LS) belanja pegawai: 1) Daftar Gaji/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/Lembur/Honor dan Vakasi yang ditandatangani oleh Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk dan Bendahara Pengeluaran; 2) Surat-surat Keputusan Kepegawaian dalam hal terjadi perubahan pada daftar gaji; 3) Surat Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM); 4) Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP). b. Untuk keperluan pembayaran langsung (LS) non belanja pegawai: 1). Resume Kontrak/SPK atau Daftar Nominatif Perjalanan Dinas; 2) SPTB; 3) Faktur Pajak dan SSP (surat setoran pajak); c. Untuk keperluan pembayaran TUP (Surat Persetujuan TUP): 1) Rincian rencana penggunaan dana; 2) Surat Pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa: a) Dana Tambahan UP tersebut akan digunakan untuk keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D; b) Apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke Rekening Kas Negara; c) Tidak
untuk
membiayai
pengeluaran
yang
seharusnya
dibayarkan secara langsung. d. Untuk keperluan pembayaran GUP : tanpa lampiran
33 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
c). Pengujian oleh KPPN Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersifat substansif dan formal. Pengujian substantif dilakukan untuk: a.
menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;
b.
menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut;
c.
menguji
dokumen
sebagai
dasar
penagihan
(Ringkasan
Kontrak/SPK, Surat Keputusan, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas); d.
menguji
surat
pernyataan
tanggung
jawab
(SPTB)
dari
kepala
kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan pembayaran; e.
menguji faktur pajak beserta SSP-nya;
(1) Pengujian formal dilakukan untuk: a. mencocokkan tanda tangan pejabat penanda tangan SPM dengan spesimen tanda tangan; b. memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf; c. memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan. d). Keputusan Hasil Pengujian Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan penerbitan SP2D bilamana SPM yang diajukan memenuhi syarat yang ditentukan atau pengembalian SPM kepada penerbit SPM, apabila tidak memenuhi syarat untuk diterbitkan SP2D. Pengembalian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir b diatur sebagai berikut:
a. SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling lambat satu hari kerja setelah SPM diterima;
34 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
b. SPM UP/TUP/GUP dan LS dikembalikan paling lambat satu hari kerja setelah SPM diterima. e). Pengesahan SPM Pengesahan Surat Perintah Membayar Penggantian UP (SPM-GUP) Nihil atas TUP dilaksanakan KPPN dengan menerbitkan SP2D Nihil “telah dibukukan pada tanggal …….oleh KPPN” dan ditandatangani oleh Kepala Seksi Pencairan Dana. Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai berikut: a.
SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja sebelum awal bulan pembayaran gaji.
b.
SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja setelah diterima SPM secara lengkap.
c.
SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu jam setelah diterima SPM secara lengkap.
35 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 17 Tahun 2003, Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang
Republik
Indonesia,
Nomor
1
Tahun
2004,
Tentang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 15 Tahun 2004, Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 45/2013, Tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Peraturan Presiden Nomor 54/2010, Tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
190/PMK.05/2012,
Tentang
Pedoman
Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.05/2005, Tentang Bagan Akun Standar, Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
143/PMK.05/2007,
Tentang
Pedoman
Pembayaran Dana Pinjaman Hibah Luar Negeri,
36 PENGENDALIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS