BAGIAN KEDUA
STRATEGI INDUSTRIALISASI BERBASIS AGRIBISNIS
R3_bab_7_Edited.indd 113
02/04/2010 17:18:53
R3_bab_7_Edited.indd 114
02/04/2010 17:18:53
7
Reformasi Strategi Industrialisasi dalam Rangka Percepatan Ekspor Sektor Agribisnis
Pendahuluan Saya selalu menggunakan kata sektor agribisnis untuk sebutan bagi kegiatan ekonomi atau pembangunan ekonomi berbasis sumber daya hayati. Sebab, kita tidak dapat memisahkan perkembangan industri minyak goreng sawit (oleo pangan), dengan perkembangan perkebunan kelapa sawit dan perkembangan perkebunan kelapa sawit tidak dapat dipisahkan dari perkembangan industri pembibitan kelapa sawit. Dengan perkataan lain, kita tidak akan berhasil dalam pengembangan industri minyak goreng sawit, kalau perkebunan kelapa sawit sebagai penghasil bahan baku (CPO) tidak dikembangkan. Selanjutnya, perkebunan kelapa sawit tidak mungkin berhasil dikembangkan kalau tidak didukung oleh pengembangan industri pembibitan kelapa sawit. Dalam penilaian kontribusi suatu sektor ekonomi dalam perekonomian juga demikian. Kita tidak dapat menilai pentingnya pertanian dalam perekonomian nasional dengan hanya menghitung kontribusi produk pertanian primer dalam GDP dan ekspor seperti selama ini. Karena sebagian besar produk pertanian primer diolah menjadi produk olahan pada industri pengolahan hasil pertanian yang dalam penggolongan sektor ekonomi di Indonesia masuk sebagai sektor industri. Kalau pentingnya pertanian hanya dinilai dari kontribusi produk pertanian primer yang saat ini hanya 16 persen dalam GDP, dan disimpulkan bahwa pertanian tidak penting lagi, akan sangat keliru. Sebab sekali pertanian tidak lagi diberi perhatian, maka industri-industri hasil pertanian yang merupakan kelompok terbesar dalam sektor industri nasional akan ikut mengalami kemunduran. Oleh karena itu, dalam makalah ini yang saya maksudkan sektor agribisnis adalah: Pertama, subsektor agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yakni kegiatan ekonomi (industri, perdagangan) yang menghasilkan sarana produksi (input) bagi pertanian primer; Kedua, subsektor pertanian primer (on-farm agribusiness) yakni kegiatan usahatani yang menggunakan sarana produksi untuk menghasilkan produk pertanian primer (sehingga disebut pertanian primer); Ketiga, subsektor agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yakni kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer
R3_bab_7_Edited.indd 115
02/04/2010 17:18:53
Reformasi Strategi Industrialisasi dalam Rangka Percepatan Ekspor Sektor Agribisnis
menjadi produk olahan (industri hasil pertanian/agroindustri) beserta kegiatan perdagangannya; dan Keempat, subsektor jasa layanan pendukung yakni kegiatan ekonomi yang memberikan layanan saja pendukung yang dibutuhkan oleh ketiga subsektor tersebut. Dengan cakupan sektor agribisnis yang demikian, maka sektor agribisnis merupakan mega sektor dalam perekonomian nasional, melibatkan seluruh wilayah nasional, menyerap sekitar 70 persen angkatan kerja nasional, melibatkan 90 persen usaha kecil-menengah dan koperasi, dan menghidupi (sumber pendapatan) hampir 80 persen penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar 202 juta jiwa. Meskipun begitu besar peranan sektor agribisnis dalam perekonomian nasional, pada kenyataannya sektor agribisnis selalu dinomorduakan, dimaki bahkan dikorbankan secara sistematis. Ketika krisis ekonomi terjadi seperti sekarang ini, sektor agribisnis dibebani dampak krisis dan dimaki-maki karena tidak bisa menyelesaikan masalah sembako dan pengangguran. Pada makalah ini akan diuraikan bahwa sektor agribisnis nasional merupakan korban strategi industrialisasi yang berlangsung di Indonesia selama ini. Kemudian akan diuraikan bahwa meskipun dikorbankan oleh strategi industrialisasi, sektor agribisnis masih mampu menyumbang net ekspor yang cukup besar. Bagian terakhir akan diuraikan bahwa reformasi strategi industrialisasi merupakan syarat mutlak bagi percepatan ekspor agribisnis.
Sektor Agribisnis: Korban Strategi Industrialisasi Selama ini, terdapat 3 (tiga) pemikiran strategi industrialisasi yang berkembang di Indonesia. Pertama, Strategi industrialisasi yang mengembangkan industri-industri berspektrum luas (Broad -based Industry). Pada kenyataannya, strategi ini lebih menekankan pengembangan industriindustri berbasis impor (footbse industry) yang bersumber dari relokasi industri dan atau perluasan pasar industri negara lain, Contohnya adalah industri elektronik, tekstil, otomotif dan lain-lain. Kedua, strategi industrialisasi yang mengutamakan industri-industri berteknologi canggih berbasis impor (Hi-tech Industry) seperti industri pesawat terbang, industri peralatan &: senjata militer, industri kapal dan lain-lain. Ketiga, strategi agribisnis yang mengutamakan pengembangan industri-industri hasil pertanian (agroindustri) berbasis dalam negeri dan merupakan kelanjutan dari pembangunan pertanian.
116
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_7_Edited.indd 116
02/04/2010 17:18:53
Reformasi Strategi Industrialisasi dalam Rangka Percepatan Ekspor Sektor Agribisnis
Meskipun GBHN setiap Pelita selalu memberi titik berat pembangunan ekonomi nasional pada pembangunan industri yang didukung oleh pertanian (yang tidak lain adalah agribisnis), namun pada pelaksanaannya strategi yang diadopsi adalah kombinasi strategi berspektrum luas dengan strategi industri canggih. Kombinasi strategi ini memperoleh dukungan dari para konglomerat, sebagian birokrat dan sebagian ekonom. Untuk mendukung keberhasilan kombinasi strategi tersebut, tentu saja kebijakan makroekonomi juga disesuaikan. Salah satu diantaranya yang terpenting adalah kebijakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (kurs rupiah) yang dibuat secara artifisial ternilai terlalu tinggi terhadap nilai keseimbangan pasar (artificially overvalued exchange rate). Kebijakan kurs yang demikian, mensubsidi kurs untuk impor dan sekaligus menerapkan pajak kurs pada ekspor, sehingga memberi insentif bagi industri-industri yang berbasis impor. Dengan kata lain, kebijakan kurs yang demikian relavan bagi strategi industrialisasi yang berorientasi pasar dalam negeri (inward looking). Dengan strategi industrialisasi tersebut dan didukung oleh kebijakan kurs yang overvalued, telah mendorong cepat perkembangan industri-industri berbasis impor dan kegiatan impor lainnya (termasuk impor produk agribisnis) dan menekan pertumbuhan industri-industri ekspor dalam negeri. Sektor ekonomi yang paling menderita, adalah sektor agribisnis. Produkproduk ekspor agribisnis menjadi sangat mahal (dalam mata uang asing). Sebaliknya impor produk-produk agribisnis menjadi lebih murah (dalam mata uang rupiah). Dengan kata lain, industri-industri berbasis impor seakan-akan menjadi lebih menguntungkan dibandingkan sektor agribisnis domestik. Akibatnya sumber daya domestik mengalir dari sektor agribisnis ke luar sektor agribisnis. Konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian makin meningkat dari tahun ke tahun karena kalah bersaing dengan industri. Tingginya suku bunga domestik akibat maintenance course perbankan yang tinggi, penyedotan kredit yang besar pada mega proyek, dan kebijakan suku bunga tinggi untuk menarik modal asing (menutup-nutupi devisit transaksi berjalan), telah mengakibatkan tersedotnya dana (capital drainage) dari sektor agribisnis ke luar sektor agribisnis baik melalui mekanisme perbankan, maupun melalui urbanisasi tenaga kerja. Hal ini selanjutnya mengakibatkan investasi pada sektor agribisnis makin menurun, adopsi teknologi (kecuali yang dipromosikan pemerintah) berjalan lambat sehingga produktivitas juga berjalan lambat.
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_7_Edited.indd 117
117
02/04/2010 17:18:53
Reformasi Strategi Industrialisasi dalam Rangka Percepatan Ekspor Sektor Agribisnis
Tekanan yang telah berlangsung lama tersebut, telah membuat sektor agribisnis domestik makin terpuruk. Sebagian komoditas ekspor agribisnis yang pernah berjaya di pasar internasional (gula, rempah-rempah, daging sapi, dll) dewasa ini tidak lagi mampu menembus pasar internasional. Bahkan sebagian diantaranya (gula, cengkeh, daging sapi) berubah menjadi komoditas impor. Sementara itu, komoditas agribisnis substitusi impor (susu, kedele, jagung, kapas, dll) tidak pernah berhasil karena kalah bersaing dengan asal impor. Komoditas ekspor agribisnis yang masih bertahan (CPO, karet, dll) pangsanya cenderung menurun, diversifikasi komoditi dan produk ekspor agribisnis tidak berkembang karena tidak ada insentif, sedangkan diversifikasi produk impor agribisnis (khususnya 15 tahun terakhir) justru meningkat. Jadi, sektor agribisnis domestik yang salama ini dinilai lambat perkembangannya, produktivitas rendah dan lain sebagainya, adalah disebabkan karena kebijakan makroekonomi yang merugikan sektor agribisnis. Kebijakan makro-ekonomi yang merugikan ini, diperberat pula oleh kebijakan perdagangan dan tataniaga yang distorsif (praktek monopoli, kartel) pada beberapa komoditas sektor agribisnis. Meskipun sektor agribisnis domestik dibawah tekanan yang berat selama ini, ternyata sektor agribisnis masih memberikan net ekspor yang cukup besar selama ini (lihat Tabel pada bab 18) dan menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini berarti, seandainya tekanan kebijakan makro tersebut tidak terjadi, net ekspor sektor agribisnis pasti lebih besar dari yang ada, baik melalui peningkatan volume, jenis, dan nilai ekspor maupun melalui penurunan volume, jenis dan nilai impor. Sementara itu, sektor industri nonagribisnis (industri-industri berspektrum luas dan industri canggih) yang diperlakukan sebagai “anakmas” temyata hanya menyedot devisa negara (net-impor) baik pada sektor barang, jasa maupun modal. Penyebab utama dari net-impor pada industriindustri non-agribisnis adalah impor bahan baku, impor jasa (freigh on import, interest payment dan profit transfer, jasa konsultan asing, rent technology, dll). Besarnya defisit neraca perdagangan industri non-agribisnis dan jasa dibandingkan dengan surplus perdagangan sektor agribisnis dan migas, menyebabkan terjadinya defisit transaksi berjalan (current account) dari tahun ke tahun dan cenderung meningkat Defisit transaksi berjalan ini ditutup-tutupi oleh aliran modal asing (sebagian besar jangka pendek) dan pinjaman luar negeri, (terutama untuk pembiayan broad based dan hi-tech, industry) sehingga cadangan devisa seakan-akan meningkat. Namun, ketika
118
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_7_Edited.indd 118
02/04/2010 17:18:53
Reformasi Strategi Industrialisasi dalam Rangka Percepatan Ekspor Sektor Agribisnis
pembayaran kembali pinjaman luar negeri sudah akan jatuh tempo, defisit yang sebenarnya baru kelihatan. Jumlah cadangan devisa tidak cukup untuk pembayaran kembali hutang luar negeri dan impor. Keadaan yang demikian jelas mengundang spekulator valas yang akhirnya memicu krisis moneter dan berlanjut pada krisis ekonomi Indonesia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa strategi industrialisasi dan kebijakan ekonomi makro kita di masa lalu, bukan hanya mengorbankan sektor agribisnis tapi juga mengakibatkan perekonomian nasional terpuruk dan harus jatuh pada krisis ekonomi,
Reformasi dan Percepatan Pembangunan Sektor Agribisnis Untuk mempercepat perkembangan sektor agribisnis, khususnya untuk peningkatan ekspor, selain paket reformasi IMF (khususnya penghapusan distorsi ekonomi), kita memerlukan reformasi strategi industrialisasi dan kebijakan makro ekonomi yang dimasa lalu “memasung” sektor agribisnis. Pertama, strategi industrialisasi. Fakta menunjukkan bahwa selain industri migas, sektor agribisnis merupakan penyumbang ekspor neto hampir 30 tahun Indonesia membangun. Pada masa krisis ekonomi saat ini, sektor ekonomi yang masih mampu bertahan adalah sektor agribisnis. Kenyataan ini harus menyadarkan kita semua (termasuk pemerintah) bahwa kita harus meninggalkan strategi industrialisasi berspektrum luas dan industri canggih dan kembali ke strategi industrialisasi berbasis agribisnis. Memang mekanisme pasar telah mengoreksi strategi industrialisasi kita, Namun mekanisme pasar tersebut perlu dipercepat dan secara eksplisit harus ditegaskan pemerintah: Dengan reformasi strategi industrialisasi tersebut akan mengarahkan alokasi sumber daya di masyarakat, investasi swasta dan penggunaan bantuan luar negeri pada sektor agribisnis. Kedua, reformasi kebijakan nilai tukar rupiah dari overvalued ke kurs rupiah yang mendekati keseimbangan pasar bahkan kalau dimungkinkan sedikit undervalued untuk mendorong ekspor. Kebijakan nilai tukar kita yang overvalued memang sudah dikoreksi pasar melalui krisis ekonomi ini. Namun, pemerintah (Bank Indonesia) tidak perlu memaksa rupiah menguat secara artifisial. Tidak ada rasionalitas ekonomi untuk memaksa rupiah menguat, kecuali bermaksud untuk menghidupkan kembali industri-industri berbasis impor. Sebab dengan kurs rupiah saat ini sangat menguntungkan bagi sektor
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_7_Edited.indd 119
119
02/04/2010 17:18:53
Reformasi Strategi Industrialisasi dalam Rangka Percepatan Ekspor Sektor Agribisnis
agribisnis dalam negeri. Hampir seluruh komoditas agribisnis Indonesia saat ini sangat kompetitif baik dipasar domestik maupun diluar negeri. Bahkan komoditas agribisnis kita yang di masa lalu tidak kompetitif di pasar domestik (jagung, daging ayam, gula, dll) justru saat ini menjadi kompetitif di pasar internasional. Sebagai contoh jagung, harga jagung di pasar internasional saat ini adalah sekitar US $ 0.15/ kg. Sementara harga jagung produksi dalam negeri paling tinggi US $ 0.06/kg (pada kurs Rp 10.000/US $). Demikian juga daging ayam, biaya produksi daging ayam di Amerika Serikat saat ini sekitar US $ 0.8/kg, sementara di Indonesia paling tinggi US $ 0.45/kg. Ketiga, tingkat suku bunga domestik harus segera diturunkan. Dengan suku bunga yang sangat tinggi saat ini, tidak ada usaha yang mampu hidup termasuk sektor agribisnis, kecuali dengan modal sendiri (self financing). Bahkan dengan suku bunga yang sangat tinggi saat ini, dana-dana yang ada pada sektor agribisnis tersedot ke perbankan, sehingga sektor agribisnis makin kekurangan likuiditas. Kekurangan likuiditas inilah yang menyebabkan sektor agribisnis tidak mampu sesegera mungkin meningkatkan produksi. Selain reformasi pada level makro tersebut, pemerintah perlu mempromosikan percepatan sektor agribisnis khususnya untuk ekspor. Berbagai hambatan dan kesulitan ekspor harus dihilangkan bahkan perlu diberikan kemudahan-kemudahan yang sifatnya tidak distorsif. Dana-dana bantuan luar negeri (IMF) digunakan untuk mempercepat sektor agribisnis, bukan untuk memperkuat rupiah secara artifisial. Kredit likuiditas Bank Indonesia, seharusnya digunakan ke sektor agribisnis khususnya usaha kecil, menegah dan koperasi, bukan untuk menalangi bank-bank yang telah sekarat dan tidak jelas kontribusinya bagi pemulihan ekonomi. Dengan memberi prioritas pada percepatan pembangunan sektor agribisnis, akan mampu memberikan solusi bagi pemulihan ekonomi nasional. Meningkatnya produksi produk-produk agribisnis akan meningkatkan ekspor tanpa harus mengimpor bahan baku. Meningkatnya ekspor berarti meningkatkan penawaran valuta asing (dolar) sehingga akan memperkuat (apresiasi) rupiah secara gradual. Selain produk agribisnis untuk ekspor, produk agribisnis bahan pangan juga meningkat, sehingga ketersediaan bahan pangan didalam negeri juga meningkat. Mengingat harga-harga bahan pangan masih merupakan komponen terpenting dalam menentukan laju inflasi domestik, maka dengan peningkatan produksi pangan tersebut akan dapat menurunkan laju inflasi yang sudah sangat tinggi saat ini. Kemudian karena teknologi produksi agribisnis umumnya bersifat padat karya dengan
120
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_7_Edited.indd 120
02/04/2010 17:18:53
Reformasi Strategi Industrialisasi dalam Rangka Percepatan Ekspor Sektor Agribisnis
kisaran kualitas tenaga kerja yang sangat luas, maka peningkatan produksi agribisnis dalam negeri akan di ikuti dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat menurunkan pengangguran yang sangat tinggi saat ini. Turunnya inflasi dan pengangguran serta stabilitas kurs rupiah yang reasonable, merupakan kondisi pulihnya (recovery) perekonomian nasional. Dengan reformasi strategi industrialisasi dan kebijakan makro tersebut dan secara konsisten membangun sektor agribisnis, maka investasi akan meningkat, adopsi teknologi akan berjalan cepat, sehingga akan mendorong peningkatan nilai tambah, diversifikasi komoditi dan produk agribisnis ekspor, diversifikasi komoditi dan produk bahan pangan sedemikian rupa, sehingga akan meningkatkan ekspor dan meningkatkan ketahanan pangan (food security). Akumulasi penerimaan valas hasil ekspor produk agribisnis akan meningkatkan cadangan devisa, sehingga dapat membayar hutang luar negeri yang sudah terlanjur besar selama ini. Kalaupun pinjaman luar negeri atau modal asing (capital inflow) masih diperlukan, bila digunakan untuk pembangunan agribisnis ekspor tidak akan menjadi beban berat, karena “dolar menggali dolar”. Kemudian, dengan meningkatnya produksi dan produktivitas sektor agribisnis berarti meningkatkan pendapatan sebagian besar (seluruh!) rakyat Indonesia. Meningkatnya pendapatan rakyat ini akan meningkatkan penerimaan pajak dan tabungan, sehingga selain dapat membiayai anggaran pemerintah dari sumber domestik, juga dapat menekan gap tabungan-investasi. Itu berarti pelaksanaan pembangunan nasional makin mengarah pada “rupiah menggali dolar” dan makin mengandalkan kemampuan sendiri, sehingga makin mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri. Keseluruhan hal diatas akan memperkokoh fundamen neraca pembayaran Indonesia. Suatu neraca pembayaran yang ditopang oleh strategi industrialisasi yang berakar di dalam negeri (sektor agribisnis) akan cukup kokoh dan tidak mudah digoyahkan oleh spekulator. Kalaupun ada goncangan eksternal, sebagai konsekuensi globalisasi, perekonomian nasional tidak akan langsung “terjun bebas”. Kuatnya fundamen ekonomi suatu bangsa bukan perekonomian yang tidak pernah mengalami goncangan, tapi ketika goncangan datang mampu mengatasinya secepat mungkin, tanpa mengibarkan bendera SOS.
Catatan Penutup Reformasi strategi industrialisasi dan kebijakan makroekonomi (nilai tukar dan suku bunga) merupakan syarat mutlak bagi percepatan sektor
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_7_Edited.indd 121
121
02/04/2010 17:18:53
Reformasi Strategi Industrialisasi dalam Rangka Percepatan Ekspor Sektor Agribisnis
agribisnis. Tanpa reformasi tersebut tidak akan ada insentif untuk melakukan inovasi dan adopsi teknologi, investasi untuk meningkatkan nilai tambah. Dengan krisis ekonomi saat ini, mekanisme pasar telah dan sedang melakukan koreksi terhadap strategi industrialisasi dan kebijakan kurs. Persoalannya adalah paling sedikit sampai saat ini pemerintah tampaknya belum (tidak?) mengakui koreksi pasar tersebut. Hal ini ditunjukkan antara lain: pertama, masih terfokusnya program pemulihan ekonomi pada upaya penguatan rupiah, secara artifisial dan sangat jangka pendek, melalui kebijakan moneter yang sangat kontraktif. Menurut pendapat saya, kurs rupiah tidak perlu dipaksa menguat, biarkan mekanisme pasar menemukan keseimbangannya. Hal yang diperlukan adalah stabilitas kurs yakni mendorong ekspor tanpa harus berkonsekuensi pada impor bahan baku; kedua, tampaknya pemerintah masih ingin tetap mempertahankan dan menyelamatkan industri-industri berbahan baku impor, meskipun pada kenyataannya sudah bangkrut; ketiga, belum ada program yang serius, untuk mendorong agribisnis dalam negeri, yang nyata-nyata merupakan kelompok industri yang mampu menyumbang ekspor neto selama ini dan pada masa resesi saat ini masih mampu bertahan. Saya khawatir bila cara-cara seperti itu yang dilakukan pemerintah, dalam memulihkan ekonomi hanya berhasil dalam jangka sangat pendek. Kurs rupiah dapat saja dipaksa menguat mendekati Rp 6000/ US$. Namun segera setelah target kurs rupiah tersebut dicapai, dunia swasta yang memiliki utang luar negeri (meski berhasil dijadwal ulang 1-2 tahun lagi), akan memburu dolar, untuk persiapan pembayaran utang dan untuk impor bahan baku. Kalau hal ini terjadi, maka rupiah kembali terjun bebas dan krisis ekonomi yang akan kita hadapi mungkin lebih sulit dari yang telah kita alami selama ini.
122
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_7_Edited.indd 122
02/04/2010 17:18:53