Bagaimana Siswa Belajar Statistika: Sebuah Refleksi Pembelajaran Statistika*) Oleh Dr. Leonardus Banilodu, MS. Program Studi Biologi FMIPA Universitas Katolik Wydya Mandira Jln. Jenddral Achmad Yani 50-52 Kupang 85225 Timor-NTT-Indonesia ==================================================================== Ringkasan Penelitian di bidang psikologi, pendidikan statistika, dan pendidikan matematika ditinjau dan hasilnya diterapkan untuk pengajaran dari perkuliahan statistika tingkat perguruan tinggi. Argumen yang dibuat bahwa pengajar statistika perlu menentukan apa yang benar-benar siswa inginkan untuk belajar, untuk memodifikasi pengajaran mereka sesuai dengan saran dari literatur penelitian, dan untuk menggunakan penilaian untuk menentukan jika pengajarannya efektif dan jika siswa mengembangkan pemahaman dan kompetensi statistika. Kata kunci: pendidikan statistika; kesalahpahaman; Pengajaran dan pembelajaran 1.
Pendahuluan
Banyak ahli statistika yang terlibat dalam pengajaran statistika baik secara formal dalam suatu kelas perkuliahan maupun secara informal dalam pengaturan industri. Terlepas dari pengaturannya, suatu perhatian utama dari mereka yang mengajarkan statistika adalah bagaimana memastikan bahwa siswa memahami ide-ide statistika dan mampu menerapkan apa yang mereka pelajari terhadap situasi dunia nyata. Meskipun guru statistika sering mengungkapkan frustrasi tentang kesulitan siswa yang belajar dan menerapkan materi perkuliahan, banyak hal yang mungkin tidak disadari dari pertumbuhan badan-badan penelitian yang berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran statistika. Dalam makalah ini akan dicoba untuk meringkaskan literatur ini dan menerapkannya secara khusus untuk meningkatkan hasil pembelajaran pada perkuliahan statistika di tingkat perguruan tinggi. 2.
Teori Pembelajaran
Sebelum melihat pada penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran statistika, adalah penting untuk berpikir tentang bagaimana siswa belajar secara umum. Pembelajaran dalam suatu mata kuliah adalah lebih kompleks daripada sekedar mengingat apa yang siswa baca atau yang diajarkan, dan banyak yang menemukan bahwa siswa tidak seharusnya belajar dengan memiliki apa yang dijelaskan kepada mereka untuk bagaimana memecahkan suatu permasalahan. Sebenarnya, itulah kefrustasian untuk bekerja keluar dari suatu permasalahan secara elegan, menjelaskan semua tahap secara jelas, dan kemudian mencari tahu apa kesulitan yang siswa tidak pahami. -----------------------------*) Makalah ditulis untuk bahan bacaan mahasiswa dan peserta Workshop Proposal Penelitian Siswa Hasil Pembelajaran Kooperatif Universitas Katolik Widya Mandira pada Semester Gazal Tahun Akademik 2016/2017. Kupang, Medio Desember 2016.
1
Banyak guru yang memiliki teori pembelajaran informal yang memandukan pendekatan pengajaran. Beberapa teori pembelajaran telah didefinisikan dengan baik dan memiliki nama yang dapat dikenal seperti behaviorisme, atau kognitivisme. Dalam menggambarkan bagaimana siswa belajar atau berpikir, teori pembelajaran berfungsi sebagai suatu dasar bagi teori pengajaran untuk menarik kesimpulan tentang bagaimana pengajaran harus dilakukan (Romberg & Carpenter, 1986). Apa yang terjadi dalam suatu perkuliahan tertentu dapat dilihat sebagai suatu interaksi antara tujuan guru untuk apa yang siswa harus pelajari, melihat karakteristik dan kemampuan siswa, teori tentang bagaimana siswa belajar, dan asumsi tentang bagaimana siswa harus diajarkan. Sebuah teori pembelajaran yang telah diterima secara luas dalam masyarakat pendidikan adalah yang berasal dari karya sebelumnya oleh Jean Piaget, dan telah diberi label 'konstruktivisme.' Teori ini menjelaskan pembelajaran secara aktif membangun pengetahuan sendiri dari seseorang (Von Glasersfeld, 1987). Kini, teori ini membimbing banyak penelitian dan reformasi dalam pendidikan matematika dan sains. Konstruktivis melihat bahwa siswa sebagai mengantarkan kelas dengan ide-ide mereka sendiri, material. Daripada 'menerima' materi di kelas sebagaimana diberikan oleh guru, siswa merestrukturisasi informasi baru untuk masuk ke dalam kerangka kerja kognitif mereka sendiri. Dengan cara ini, siswa secara aktif dan secara individu membangun pengetahuan mereka sendiri, bukan menyalin pengetahuan yang 'ditularkan', yang 'disampaikan' atau yang 'diungkapkan' kepada mereka. Sebuah teori pengajaran yang fokus pada pengembangan pemahaman siswa, bukan pada pengembangan keterampilan hafalan, dan hal ini memperkuat pandangan bahwa pengajaran sebagai suatu cara untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif membangun pengetahuan daripada memiliki pengetahuan yang 'diberikan' kepada mereka. Teori pengajaran dan pembelajaran berinteraksi dengan tujuan khusus dari guru untuk apa yang siswa harus belajar dalam perkuliahan mereka. Apa keterampilan dan ide guru yang benar-benar disukai siswa untuk mengambil perkuliahan statistika mereka? Tujuan ini tidak harus sesuai dengan apa yang siswa mintakan pada kuis atau ujian. Jika guru ditanya apa yang mereka benarbenar inginkan bagi siswa ketahui dalam enam bulan atau satu tahun setelah perkuliahan pengantar statistika, sebagian besar mungkin tidak akan menanggapi bahwa siswa harus tahu bagaimana menghitung standar deviasi dengan tangan, harus tahu bagaimana mengkonversi variabel normal menjadi variabel normal standar dan melihat probabilitasnya pada tabel z, atau menghitung nilai diharapkan. Banyak yang akan menunjukkan bahwa mereka ingin siswa memahami beberapa konsep dasar dan ide-ide statistika, untuk menjadi pemikir statistika, dan untuk dapat mengevaluasi informasi kuantitatif. Suatu cara pedih untuk memikirkan tentang pertanyaan ini adalah untuk meminta 'apa yang akan Anda rasakan paling buruk tentang bekas (mantan) siswa yang tidak mengetahui tentang ... setelah menyelesaikan perkuliahan statistika?' 3.
Tujuan bagi Siswa
Diyakini bahwa para guru benar-benar menginginkan agar siswa memperoleh suatu pemahaman tentang ide-ide seperti: 1) Ide variabilitas data dan ringkasan statistika. 2) Distribusi normal adalah model yang bermanfaat meskipun itu jarang dicocokkan dengan sempurna.
2
3) Kegunaan karakteristik sampel (dan inferensis yang dibuat menggunakan ukuran-ukuran ini) yang sangat tergantung pada bagaimana pengambilan sampel dilakukan. 4) Suatu korelasi antara dua variabel yang tidak menyebutkan sebab dan akibat. 5) Statistika dapat membuktikan sangat sedikit meyakinkan meskipun itu mungkin hal-hal yang menyarankan, dan oleh karena itu, kesimpulan statistika tidak boleh diterima secara membabi buta. Para ahli statistika sudah membahas gagasan-gagasan umum ini sebagai tujuan sentral untuk pembelajaran siswa. Sebuah daftar topik prioritas diberikan oleh Hogg (1990) berdasarkan pada suatu diskusi para statistikawan di suatu workshop mengenai apa tujuan untuk suatu perkuliahan pengantar statistika dilakukan. Moore (1991) juga telah menentukan, elemen-elemen inti dari pemikiran statistika dalam batas-batas apa yang siswa harus pelajari dalam kelas statistika. Selain terhadap konsep, keterampilan, dan jenis pemikiran yang telah diuraikan, kebanyakan ahli statistika mungkin sepakat bahwa kita juga harus memiliki tujuan sikap untuk bagaimana yang kita inginkan siswa untuk melihat statistika sebagai suatu hasil dari perkuliahan kita. Tujuan sikap tersebut adalah: 1) Bahwa penting untuk mempelajari beberapa dasar dari statistika dalam rangka untuk lebih memahami dan mengevaluasi informasi dalam dunia nyata. 2) Setiap orang dapat belajar ide-ide penting dari statistika dengan bekerja keras akan hal-hal itu, menggunakan kebiasaan belajar yang baik, dan bekerja sama dengan orang lain. 3) Pembelajaran statistika berarti belajar untuk berkomunikasi menggunakan bahasa statistika, memecahkan permasalahan statistika, menarik kesimpulan, dan mendukung kesimpulan dengan penjelasan mengenai alasan yang mendasarinya. 4) Ada banyak cara yang berbeda untuk memecahkan suatu permasalahan statistika. 5) Orang dapat mungkin tiba pada kesimpulan yang berbeda berdasarkan pada data yang sama jika diasumsikan berbeda dan menggunakan metode berbeda dari analisis yang telah dilakukan. Sekali kita mengartikulasikan tujuan kita bagi siswa dalam kelas statistika, kita perlu mengatasi permasalahan untuk bagaimana kita memungkinkan siswa untuk belajar ide-ide ini dan untuk mengubah keyakinan mereka yang sudah terbentuk tentang statistika. Banyak kelas statistika perguruan tinggi yang terdiri dari mendengarkan ceramah dan melakukan tugas-tugas dalam buku teks atau di laboratorium komputer. Apakah melakukan kegiatan ini membantu mencapai tujuan bagi siswa? Apakah siswa cukup dipersiapkan untuk menggunakan pemikiran dan penalaran statistika, untuk mengumpulkan dan menganalisis data, untuk menulis dan mengkomunikasikan hasil pemecahan permasalahan statistika yang nyata? Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa siswa tidak belajar apa yang kita inginkan untuk mereka pelajari. Ulasan oleh Garfield & Ahlgren (1988), oleh Scholz (1991), dan oleh Shaughnessy (1992), meringkaskan penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran dan pemahaman statistika dan probabilitas. Penelitian yang diulas cenderung masuk dalam dua kategori: penelitian psikologis dan penelitian pendidikan statistika. Selain itu, beberapa penelitian dalam pendidikan matematika menawarkan wawasan tambahan ke dalam pengajaran dan pembelajaran informasi kuantitatif. Temuan yang relevan dari ketiga wilayah penelitian ini dirangkum secara singkat di bawah ini.
3
4.
Penelitian Psikologi
Sebagian besar dari penelitian yang dipublikasikan terdiri dari studi tentang bagaimana orang dewasa mengerti atau salah mengerti ide-ide statistika tertentu. Serangkaian studi oleh Kahneman, Slovic & Tversky (1982) mengungkapkan beberapa cara umum berpikir tentang statistika yang tidak sesuai dengan pemahaman teknis yang benar. Beberapa contoh yang menonjol dari kerusakan 'heuristik' ini adalah sebagaimana diringkas di bawah ini. Keterwakilan Orang memprakirakan kemungkinan suatu sampel berdasarkan pada seberapa dekatnya sampel menyerupai populasi. (Jika Anda secara acak menarik sampel urutan dari 6 kelahiran di sebuah rumah sakit, di mana B mewakili kelahiran laki-laki dan G mewakili kelahiran perempuan; BGGBGG diyakini merupakan hasil yang lebih mungkin dibandingkan dengan BBBBBG). Penggunaan heuristik ini juga mengarahkan orang untuk menilai sampel kecil menjadi lebih mungkin sebagaimana yang besar untuk mewakili populasi yang sama. [70% Kepala diyakini hanya sebagai hasil yang mungkin untuk 1000 pelemparan sebagaimana untuk 10 kali pelemparan koin yang wajar atau adil.] Kesalahan Penjudi Penggunaan dari heuristik keterwakilan mengarah kepada pandangan bahwa kesempatan adalah suatu proses yang mengoreksikan sendiri. Setelah pengamatan jangka panjang dari kepala, kebanyakan orang percaya bahwa sekarang ekor adalah 'bersamaan' karena keterjadian ekor akan menghasilkan suatu urutan yang lebih representatif daripada keterjadian kepala yang lain. Kesalahan Tingkat Dasar Orang mengabaikan ukuran relatif dari subkelompok populasi ketika menilai kemungkinan peristiwa kontingen yang melibatkan subkelompok. Misalnya, ketika ditanya kemungkinan seorang siswa hipotetis mengambil sejarah (atau ekonomi), ketika proporsi seluruh siswa dalam perkuliahan ini adalah 0,70 dan 0,30 secara berturutan, orang mengabaikan tingkat dasar ini dan bukannya mengandalkan informasi yang diberikan tentang kepribadian siswa untuk menentukan perkuliahan yang lebih cenderung dipilih oleh siswa. Ketersediaan Kekuatan asosiasi digunakan sebagai suatu dasar untuk menilai seberapa besar kemungkinan suatu peristiwa akan terjadi. Misalnya, memprakirakan tingkat perceraian dalam masyarakat dengan mengingat perceraian dari orang yang Anda kenal, atau memprakirakan risiko serangan jantung di antara orang-orang paruh baya dengan menghitung jumlah kenalan setengah setengah baya yang telah mengalami serangan jantung. Sebagai hasilnya, prakiraan probabilitas dari orang untuk suatu kejadian didasarkan pada bagaimana mudahnya contoh kejadian itu diingat. Kesalahan Konyugasi (Gabungan) Gabungan dari dua peristiwa terkait dinilai menjadi lebih mungkin daripada salah satu dari peristiwa itu sendiri. Misalnya, suatu deskripsi diberikan dari seorang wanita berusia 31 tahun bernama Linda yang tunggal (single), vokal, dan sangat cerdas. Ia digambarkan sebagai pendiri utama filsafat yang sangat prihatin dengan isu diskriminasi dan keadilan sosial. Ketika ditanya yang manakah dari dua pernyataan yang lebih mungkin, sedikit memilih A: Linda adalah tellel
4
Bank; dariada B: Linda adalah seorang teller bank yang aktif dalam gerakan feminis, meskipun A lebih mungkin dibandingkan B. Penelitian tambahan yang telah mengidentifikasi kesalahpahaman mengenai korelasi dan kausalitas (Kahneman, Slovic & Tversky, 1982), probabilitas bersyarat (Falk, 1988; Pollatsek, Yah, Konold & Hardiman, 1987), kemandirian (Konold, 1989b) keacakan (Falk, 1981; Konold, 1991), Hukum Angka Besar (Nah, Pollatsek & Boyce, 1990), dan rata-rata dibobot (Mevarech, 1983; Pollatsek, Lima & Well, 1981). Sebuah teori terkait minat adalah ide dari orientasi hasil (Konold, 1989a). Menurut teori ini, orang menggunakan suatu model probabilitas yang mengarahkan mereka untuk membuat keputusan ya atau tidak tentang peristiwa tunggal daripada melihat pada rangkaian peristiwa. Sebagai contoh, suatu peramalan cuaca yang memprediksi peluang hujan 70% selama 10 hari. Pada 7 hari dari 10 hari itu benar-benar hujan. Bagaimana baiknya prakiraan ini? Banyak siswa akan mengatakan bahwa peramal tidak melakukan pekerjaan yang baik, karena jika harus hujan pada semua hari yang dia berikan kesempatan 70% hujan. Siswa tampak fokus pada hasil dari peristiwa tunggal daripada melihat rangkaian peristiwa 70% kesempatan hujan berarti bahwa itu harus hujan. Demikian pula, suatu prakiraan 30% hujan akan berarti tidak akan hujan. Kesempatan 50% hujan ditafsirkan sebagai berarti bahwa Anda tidak bisa mengatakan dengan cara baik. Kekuatan gagasan ini terbukti pada siswa-siswa di perguruan tinggi, yang rata-rata menyerah, membuat pernyataan ini yang sebaliknya membingungkan: 'Saya tidak percaya pada probabilitas; karena meskipun ada kesempatan 20% hujan, masih bisa terjadi' (Falk & Konold, 1992). Kesimpulan dari tubuh penelitian ini oleh para ahli psikologi tampaknya bahwa penalaran yang tidak tepat tentang ide-ide statistika tersebar luas dan terus-menerus, sama di semua tingkatan usia (pun di antara beberapa peneliti berpengalaman), dan cukup sulit untuk mengubah (Garfield & Ahlgren, 1988). 5.
Penelitian Pendidikan Statistika
Suatu bidang penelitian kedua yang terutama dilakukan oleh para pendidik statistika, yang kurang difokuskan pada pola pikir umum, dan lebih pada bagaimana statistika itu dipelajari. Beberapa dari studi ini memiliki implikasi yang saling bertentangan dari penelitian psikologi yang digambarkan sebelumnya (misalnya Borovcnik, 1991; Konold et al/, 1991; Garfield & Delmas, 1991). Sebagai contoh, beberapa dari studi ini menunjukkan bahwa penggunaan heuristik dari siswa (seperti keterwakilan dan ketersediaan) tampaknya bervariasi dengan konteks permasalahan. Garfield & Delmas (1991) menguji kenerja siswa dalam suatu perkuliahan pengantar mengenai berbagai permasalahan paralel, yang dirancang untuk memperoleh penggunaan heuristik keterwakilan. Hasil menunjukkan bahwa siswa tidak semata bergantung secara eksklusif pada heuristik keterwakilan untuk menjawab semua permasalahan dari jenis yang sama. Konold et al. (1991) berhipotesis bahwa inkonsistensi pada respon siswa disebabkan oleh berbagai perspektif dengan alasan dari siswa sendiri. Siswa tampak memahami dan merekonstruksikan permasalahan dengan cara berbeda, yang memimpin mereka untuk menerapkan strategi berbeda untuk
5
mengatasi itu. Borovcnik & Bentz (1991) mendiskusikan alasan lain bagi inkonsistensi pada respon siswa, seperti kendala yang diberlakukan melalui eksperimen buatan dan ambiguitas dari pertanyaan-pertanyaan yang digunakan. Penelitian tambahan mengenai pembelajaran statistika dan probabilitas menunjukkan cara untuk membantu siswa belajar, serta permasalahan yang perlu dipertimbangkan. Apa yang Membantu Siswa untuk Belajar? 1) Perkuliahan yang berbasis aktivitas dan penggunaan kelompok kecil tampaknya membantu siswa mengatasi beberapa kesalahpahaman probabilitas (Shaughnessy, 1977) dan meningkatkan pembelajaran konsep statistika dari siswa (Jones, 1991). 2) Ketika siswa diuji dan diberikan umpan balik tentang kesalahpahaman mereka, yang disertai dengan kegiatan korektif (di mana siswa didorong untuk menjelaskan solusi, dugaan jawaban sebelum penghitungan, dan melihat kembali pada jawaban mereka untuk menentukan jika mereka masuk akal), strategi “umpan balik korektif” ini tampak membantu siswa mengatasi kesalahpahaman mereka (misalnya, kepercayaan bahwa alat yang memiliki sifat sama seperti bilangan sederhana) (Mevarech, 1983). 3) Gagasan siswa tentang kemungkinan sampel (terkait dengan heuristik keterwakilan) ditingkatkan dengan meminta mereka membuat prediksi sebelum mengumpulkan data untuk memecahkan permasalahan probabilitas, kemudian membandingkan hasil eksperimen dengan prediksi asli mereka (Shaughnessy, 1977; Delmas & Bart, 1987; dan Garfield & Delmas, 1989). 4) Penggunaan simulasi komputer tampak mengarahkan siswa pada pemberian jawaban yang lebih tepat terhadap berbagai permasalahan probabilitas (Garfield & Delmas, 1991; Simon, Aktinson & Shevokas, 1976; Weissglass & Cummings, 1991). 5) Penggunaan software memungkinkan siswa untuk memvisualisasikan dan berinteraksi dengan data tampaknya meningkatkan pemahaman siswa tentang fenomena acak (Weissglass & Cummings, 1991) dan pembelajaran mereka mengenai analisis data (Rubin, Rosebery & Bruce, 1988). Permasalahan-permasalahan yang Dipertimbangkan 1) Pelatihan yang melibatkan penerapan Hukum Angka Besar dapat meningkatkan penalaran siswa tentang sampel data (Nisbett et al., 1987). Studi lain mempertentangkan hasil ini dan menunjukkan bahwa respon siswa terhadap suatu jenis permasalahan probabilitas sempit diperbaiki, tetapi pemikiran mereka tidak (Shaughnessy, 1992). 2) Siswa dapat menjawab soal dengan benar pada suatu tes karena mereka mengetahui apa jawaban yang diharapkan, tetapi masih memiliki gagasan yang salah. Dalam suatu studi yang melibatkan siswa dalam berbagai perkulihan, siswa mampu mengatakan bahwa urutan pelemparan koin yang berbeda adalah semuanya sama kecenderungan ketika ditanya yang mana paling mungkin terjadi. Akan tetapi, ketika ditanya yang mana paling mungkin terkecil terjadi, mereka tidak memilih satu atau lain urutan tertentu (Konold, 1989b). 3) Kesalahpahaman siswa adalah kuat dan sulit berubah. Instruktur tidak dapat mengharapkan siswa untuk mengabaikan intuisi kuat mereka hanya karena mereka diberi informasi kontradiktif dalam kelas (Konold, 1989b; Nah et al., 1990; Delmas & Garfield, 1991).
6
6.
Penelitian Pendidikan Matematika
Selain terhadap penelitian mengenai pembelajaran dan pemahaman ide-ide statistika, beberapa penelitian mengenai metode peningkatkan kompetensi umum matematika dari siswa memiliki relevansi untuk pengajaran statistika. Banyak dari penelitian ini tampak dalam ulasan oleh Romberg & Carpenter (1986) dan Silver (1990) dan membantu memperkuat dan memperluas penelitian tentang pembelajaran statistika. Temuan relevan diringkas di bawah ini: 1) Lebih banyak waktu yang dihabiskan pada pengembangan pemahaman (misalnya, pembahasan mengapa suatu algoritma bekerja, bagaimana keterampilan yang saling terkait, dan bagaimana suatu konsep dibedakan dari yang lain) yang mengarah pada peningkatan kinerja siswa mengenai uji pemecahan masalah. 2) Penggunaan kelompok kecil mengarah kepada produktivitas kelompok yang lebih baik, peningkatan sikap, dan kadang-kadang, peningkatan prestasi. 3) Memiliki siswa untuk membaca melalui contoh-contoh kerja kemungkinan lebih efektif daripada memiliki siswa bekerja melalui banyak latihan konvensional yang ditugaskan sebagai pekerjaan rumah. 4) Siswa belajar lebih banyak dari bekerja pada permasalahan terbuka dibandingkan dari permasalahan yang memiliki tujuan spesifik di mana hanya ada satu jawaban benar. 5) Kegiatan matematika “menulis untuk belajar' tampak membantu siswa memahami matematika dengan lebih baik. 6) Penelitian mengenai program inovatif tertentu yang menekankan pemecahan masalah dan berpikir tingkat tinggi menunjukkan bahwa siswa lebih baik pada kegiatan ini dibandingkan dengan program tradisional, tanpa menderita kerugian apapun pada uji tradisional. Semua hasil ini mungkin relevan dengan pembelajaran ide-ide statistika secara khusus. 7.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Statistika
Berdasarkan pada penelitian yang relevan dalam konteks prinsip-prinsip konstruktivisme, beberapa prinsip umum pembelajaran statistika dirumuskan sebagaimana di bawah ini. Siswa Belajar Melalui Pembentukan Pengetahuan Banyak kajian penelitian baik dalam pendidikan maupun dalam psikologi mendukung teori bahwa siswa belajar melalui pembangunan pengetahuan mereka sendiri, bukan melalui penyerapan pasif informasi (Resnick, 1987, von Glasersfeld, 1987). Terlepas dari bagaimana jelasnya seorang guru atau buku memberitahukan mereka tentang sesuatu informasi, siswa akan memahami materi hanya setelah mereka membangun makna bagi mereka sendiri untuk apa yang mereka pelajari. Lagi pula, pengabaian, penolakan, atau semata-mata 'tidak membuktikan' ideide baru siswa sendiri akan meninggalkannya utuh dan akan hidup lebih lama dengan lapisan yang tipis dari isi perkuliahan. Siswa tidak datang ke kelas sebagai sebuah 'papan tulis kosong' atau 'kapal kosong' yang menunggu untuk diisi, melainkan aktivitas pendekatan pembelajaran dengan pengetahuan sebelumnya yang signifikan. Dalam pembelajaran sesuatu yang baru, siswa menafsirkan informasi baru dalam batas-batas pengetahuan yang mereka sudah miliki, membangun makna mereka sendiri dengan menghubungkan informasi baru dengan apa yang sudah mereka percayai. Siswa cenderung menerima ide-ide baru hanya ketika ide-ide lama mereka tidak bekerja, atau terbukti tidak efisien untuk tujuan yang mereka anggap penting.
7
Siswa Belajar Melalui Keterlibatan Aktif dalam Kegiatan Pembelajaran Penelitian menunjukkan bahwa siswa belajar lebih baik jika mereka terlibat di dalamnya, dan termotivasi untuk berjuang dengan, pembelajaran mereka sendiri. Untuk alasan ini, jika tidak ada yang lain, siswa tampak untuk belajar lebih baik jika mereka bekerja sama dalam kelompok kecil untuk memecahkan permasalahan dan belajar berdebat secara meyakinkan bagi pendekatan mereka di antara pertentangan ide dan metode (National Research Council, 1989). Kegiatan kelompok kecil bisa melibatkan kelompok 3-4 siswa bekerja dalam kelas untuk memecahkan permasalahan, mendiskusikan prosedur, atau menganalisis sekumpulan data. Kelompok juga dapat digunakan untuk bekerja pada sebuah proyek yang mendalam di luar kelas. Kegiatan kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengekspresikan ide-ide mereka baik secara lisan maupun tertulis, membantu mereka menjadi lebih terlibat dalam pembelajaran mereka sendiri. Untuk saran tentang bagaimana mengembangkan penggunaan kegiatan pembelajaran kooperatif, lihat Johnson, Johnson & Smith (1991) atau Goodsell et al. (1992). Siswa Belajar Melakukan Dengan Baik Hanya Apa yang Mereka Berlatih untuk Melakukan Praktik mungkin berarti menangani kegiatan, dengan menggunakan kelompok kecil kooperatif, atau bekerja pada komputer. Siswa juga belajar lebih baik jika mereka memiliki pengalaman menerapkan ide pada situasi baru. Jika mereka berlatih hanya menghitung jawaban yang yang ditentukan dengan baik, permasalahan yang didefinisikan dengan baik, maka siswa akan cenderung untuk belajar. Siswa tidak dapat belajar untuk berpikir kritis, menganalisis informasi, mengkomunikasikan ide-ide, membuat argumen, mengatasi situasi baru, kecuali mereka diizinkan dan didorong untuk melakukan hal-hal yang secara berulang terjadi dalam banyak konteks. Hanya dengan mengulangi dan meninjau tugas-tugas, itu tidak mungkin mengarahkan siswa pada peningkatan keterampilan atau pemahaman yang lebih dalam (American Association for the Advancement of Science, 1989). Guru Tidak Seharusnya Meremehkan Kesulitan Siswa dalam Memahami Konsep-konsep Dasar Statistika dan Probabilitas Banyak penelitian menunjukkan bahwa ide-ide statistika dan probabilitas adalah sangat sulit bagi siswa untuk belajar dan sering bertentangan dengan banyak keyakinan dan intuisi mereka sendiri tentang peluang dan data (Shaughnessy, 1992; Garfield & Ahlgren, 1988). Guru Sering Melebih-lebihkan Seberapa Baiknya Siswa Memahami Konsep-konsep Dasar Beberapa penelitian menunjukkan bahwa meskipun siswa mungkin mampu menjawab beberapa soal tes dengan benar atau melakukan perhitungan dengan benar, mereka mungkin masih salah paham dengan ide-ide dan konsep dasar. Misalnya, Garfield & Delmas (1991) menemukan bahwa ketika siswa ditanyai apakah suatu sampel dari 10 kali pelemparan atau 100 kali pelemparan sebuah koin lebih mungkin untuk memiliki secara tepat 70% kepala, siswa cenderung untuk benar memilih sampel kecil, yang tampaknya menunjukkan bahwa mereka mengerti bahwa sampel kecil lebih mungkin menyimpang dari populasi daripada sampel besar. Ketika ditanyakan pertanyaan yang sama tentang apakah suatu rumah sakit besar, perkotaan atau, rumah sakit kecil, pedesaan adalah lebih mungkin untuk memiliki 70% anak laki-laki lahir pada hari tertentu, siswa menjawab bahwa kedua rumah sakit sama-sama cenderung memiliki 70% anak laki-laki lahir pada hari itu, yang menunjukkan bahwa siswa tidak bisa mentransfer pemahaman mereka terhadap suatu konteks dunia yang lebih nyata.
8
Pembelajaran Ditingkatkan Dengan Memiliki Siswa yang Menyadari dan Menghadapi Kesalahpahaman Mereka Siswa belajar lebih baik ketika kegiatan terstruktur membantu siswa mengevaluasi perbedaan antara keyakinan mereka sendiri tentang peristiwa kebetulan dengan hasil-hasil empiris aktual (delMas & Bart, 1989; Shaughnessy, 1977). Jika siswa pertama-tama diminta untuk membuat tebakan atau prediksi tentang data dan peristiwa acak, mereka lebih cenderung untuk peduli terhadap hasil aktual. Ketika bukti eksperimental eksplisit bertentangan dengan prediksi mereka, mereka harus dibantu untuk mengevaluasi perbedaan ini. Bahkan, kecuali siswa dipaksa untuk merekam dan kemudian membandingkan prediksi mereka dengan hasil sebenarnya, mereka cenderung melihat pada data mereka untuk membenarkan bukti kesalahpahaman probabilitas mereka. Penelitian dalam pengajaran fisika juga menunjukkan metode pengujian keyakinan ini terhadap bukti empiris (misalnya, Clement, 1987). Kalkulator dan Komputer Harus Digunakan untuk Membantu Siswa Memvisualisasi dan Mengeksplorasi Data, Bukan Hanya untuk Mengikuti Algoritma terhadap Tujuan yang Telah Ditentukan Pengajaran yang berbasis pada komputer tampaknya membantu siswa mempelajari konsepkonsep dasar statistika melalui pemberian cara berbeda untuk mewakili kumpulan data yang sama (misalnya, berjalan dari tabel data ke histogram ke plot kotak) atau dengan memungkinkan siswa untuk memanipulasi aspek berbeda dari suatu representasi tertentu dalam menjelajahi kumpulan data (misalnya, mengubah bentuk suatu histogram untuk melihat apa yang terjadi terhadap posisi relatif dari mean dan median) (Rubin, Rosebery & Bruce, 1988). Pengajaran software dapat digunakan untuk membantu siswa memahami ide-ide abstrak. Misalnya, siswa dapat mengembangkan suatu pemahaman tentang Dalil Batas Pusat dengan membangun berbagai populasi dan mengamati distribusi statistika yang dihitung dari sampel yang diambil dari populasi tersebut. Komputer juga dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman probabilitas siswa dengan memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi dan mewakili model, mengubah asumsi dan parameter untuk model tersebut, dan menganalisis data yang dihasilkan melalui penerapan model ini (Biehler, 1991). Siswa Belajar Lebih Baik Jika Mereka Menerima Umpan Balik Konsisten dan Membantu pada Kinerja Mereka Pembelajaran ditingkatkan jika siswa memiliki kesempatan untuk mengekspresikan ide-ide dan mendapatkan umpan balik pada ide-ide mereka. Umpan balik harus analitis, dan datang pada saat siswa ada di dalamnya. Harus ada waktu bagi siswa untuk merefleksikan umpan balik yang diterima, melakukan penyesuaian, dan mencoba kembali (AAAS, 1989). Misalnya, evaluasi proyek siswa dapat digunakan sebagai cara untuk memberikan umpan balik kepada siswa sementara mereka bekerja pada permasalahan itu selama perkuliahan, tidak hanya sebagai penghakiman akhir ketika mereka selesai dengan perkuliahan (Garfield, 1993). Karena keahlian statistika biasanya melibatkan lebih banyak penguasaan fakta dan perhitungan, maka penilaian harus menangkap kemampuan siswa untuk berpikir, berkomunikasi, dan menerapkan pengetahuan statistika mereka. Berbagai metode penilaian harus digunakan untuk menangkap berbagai cara belajar siswa (misalnya, laporan tertulis dan laporan lisan mengenai proyek, makalah mini yang mencerminkan pemahaman siswa terhadap materi dari satu sesi kelas, atau pertanyaan esai yang disertakan pada ujian). Guru harus mahir dalam pengembangan dan pemilihan metode yang tepat sesuai dengan pengajaran, dan terampil dalam mengkomunikasikan
9
hasil penilaian kepada siswa (Webb & Romberg, 1992). Untuk berbagai teknik penilaian kelas yang dirancang untuk membantu instruktur lebih memahami dan meningkatkan pembelajaran siswa mereka, lihat Angelo & Cross (1993). Siswa Belajar Untuk Menilai Apa yang Mereka Ketahui Akan Dinilai Alasan lain untuk memperluas penilaian di luar penggunaan tes tradisional adalah bahwa siswa hanya akan menerapkan bagi diri mereka kegiatan dan keterampilan yang mereka tahu bahwa mereka akan dievaluasi. Jika siswa mengetahui mereka akan dievaluasi atas kemampuan mereka untuk mengeritik dan mengkomunikasikan informasi statistika, atau untuk bekerja secara kolaboratif pada sebuah proyek kelompok, mereka akan lebih bersedia untuk menginvestasikan diri mereka sendiri dalam meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan melalui kegiatan ini. Gunakan Metode Pengajaran yang Disarankan yang Tidak Akan Memastikan Bahwa Semua Siswa Akan Mempelajari Materi Tidak ada metode yang sempurna dan akan berlaku dengan semua siswa. Beberapa penelitian dalam statistika juga pada disiplin lain menunjukkan bahwa kesalahpahaman siswa sering kuat dan bertahan - lambat untuk berubah, bahkan ketika siswa dihadapkan dengan bukti bahwa keyakinan mereka tidak benar. Ini hanya bagian dari permasalahan. 8.
Ringkasan: Implikasi untuk Pengajaran
Pengajaran statistika dapat lebih efektif jika guru menentukan apa yang siswa benar-benar ingin mengetahui dan melakukan sebagai suatu hasil dari perkuliahan mereka - dan kemudian memberikan kegiatan yang dirancang untuk mengembangkan kinerja yang mereka inginkan. Penilaian yang tepat perlu dimasukkan ke dalam proses pembelajaran sehingga guru dan siswa dapat menentukan apakah tujuan pembelajaran tercapai atau tidak untuk melakukan sesuatu tentang kekurangan sebelum perkuliahan berakhir. Guru perlu mempertimbangkan implikasi dari temuan penelitian dan menentukan bagaimana mereka berhubungan dengan perkuliahan tertentu, siswa, dan sumber daya yang tersedia. Tidak ada satu cetak biru yang tepat untuk perubahan. Pendidik statistika harus memikirkan tentang dan secara kontinu menilai teori pengajaran dan pembelajaran pribadi mereka dalam terang bukti yang menyediakan pengalaman kelas. Guru harus bereksperimen dengan pendekatan dan kegiatan pengajaran yang berbeda dan memantau hasil yang dicapai, tidak hanya dengan menggunakan tes konvensional tetapi harus dengan hatihati mendengarkan siswa dan mengevaluasi informasi yang mencerminkan aspek-aspek yang berbeda dari pembelajaran mereka. Dengan cara ini, guru dapat secara kontinu menganalisis dan memperbaiki teori-teori tentang bagaimana siswa mempelajari statistika. Akhirnya, siswa harus didorong untuk menilai pembelajaran mereka sendiri serta gagasan mereka tentang bagaimana mereka belajar, dengan memberikan mereka kesempatan untuk merefleksikan proses pengajaran dan pembelajaran yang telah dilaksanakan. 9.
Penelitian Lebih Lanjut
Meskipun dengan banyak penelitian yang dikutip di atas, kebanyakan dari mereka hanya memiliki implikasi umum. Banyak yang masih harus dipelajari tentang permasalahan tertentu. Pertanyaan penting yang masih perlu diajukan adalah:
10
1) Bagaimana penggunaan komputer meningkatkan pembelajaran siswa tentang konsep-konsep tertentu dan membantu mengatasi kesalahpahaman tertentu? Misalnya, apakah dengan memiliki komputer kerja laboratorium terbaik dalam mengembangkan ide dari konsep tertentu, seperti rata-rata atau variabilitas sampel? 2) Teknik apakah yang paling efektif dalam menghadapi dan mengatasi kesalahpahaman tertentu? 3) Apakah kegiatan kelompok kecil tertentu bekerja terbaik dalam membantu siswa mempelajari konsep tertentu dan mengembangkan keterampilan dan penalaran tertentu? 4) Apa jenis dari prosedur penilaian dan bahan terbaik yang menginformasikan guru tentang pemahaman siswa? Hasil-hasil penelitian yang berdasarkan pertanyaan ini, bersama-sama dengan dasar pengetahuan yang sudah diringkas, akan membantu untuk memikirkan kembali apa yang paling penting dipelajari dalam statistika, bagaimana diajarkan, dan apa bukti keberhasilan yang harus dicari. Referensi American Association for the advancement of Science (1989). Science for all Americans. Washington, D.C. Angelo, T. & Cross, K. (1993). A Handbook of Classroom Assessment Techniques for College Teachers. San Francisco: Jossey-Bass. Biehler, R. (1991). Computers in probability education. In Chance Encounters: Probability in Education. R. Kapadia & M. Borovcnlk (Eds.). pp. 169-21 1. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Borovcnik, M. & Bentz, H.-J. (1991). Empirical research in understanding probability. In Chance Encounters: Probabiliry in Education. R. Kapadia & M. Borovcnik (Eds.). pp. 73-106. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Borovcnlk, M. (1991). A complementarity between intuitions and mathematics. In Proceedings of the Thirdlnternational Conference on Teaching Statistics, D. Vere-Jones (Ed.). Volume 1. pp. 363-369. Voorburg, The Netherlands: International Statistical Institute. Clement, J. (1987). Overcoming students' misconceptions in physics: The role of anchoring intuitions and analogical validity. Proceedings of the Second International Seminar; Misconceptions and Educational Strategies in Science and Mathematics. Ithaca, NY: Cornell University. delMas, R.C., & Bart, W.M. (1987, April). The role of an evaluation exercise in the resolution of misconceptions of probability. Paper presented at the Annual meeting of the American Educational Research Association. Falk, R. (1981). The perception of randomness. In Proceedings of the Fifrh Conference of the International Group,for the Psychology of Mathematics Education pp. 64-66. Wanvick, U.K. Falk, R. (1988). Conditional probabilities: Insights and difficulties. In Proceedings of the Second International Conference on Teaching Statistics. R. Davidson and J. Swift (Eds.). Victoria, B.C.: University of Victoria. Falk, R. & Konold, C. (1992). The psychology of learning probability. In Statistics for the Twenty-First Century. E Gordon and S. Gordon (Eds.). MAA Notes Number 26, pp. 151164. Washington, D.C.: Mathematics Association of America.
11
Garfield, J. (1993). An authentic assessment of students' statistical knowledge. In The National Council of Teachers of Mathematics 1993 Yearbook: Assessment in the Mathematics Classroom. N. Webb (Ed.), pp. 187-196. Reston, VA:NCTM. Garfield, J. & delMas, R. (1991). Students' conceptions of probability. In Proceedings of the Third International Conferace on Teaching Statistics, D. Vere-Jones (Ed.). Volume 1. pp. 340-349. Voorburg, The Netherlands: International Statistical Institute. Garfield, J. & delMas, R. (1989). Reasoning about chance events: Assessing and changing students' conceptions of probability. Proceedings of the 11th Annual Meeting of the North American Chapter of the Intemtional Group for the Psychology of Mathematics Education, Volume 2, pp. 189-195. Rutgers University Press. Garfield, J. & Ahlgren, A. (1988). Difficulties in learning basic concepts in statistics: Implications for research. Jouml for Research in Mathematics Education. 19,4443. Goodsell, A., Maher, J., Tinto, V. (1992). Collaborative Learning: A Sourcebook for Higher Educarion. National Center on Postsecondary Teaching, Learning, and Assessment, Pennsylvania State University, University Park, PA. Hogg, R.V. (1990). Statisticians gather to discuss statistical education. Amtat News, pp. 19-20. Johnson, D., Johnson, D., & Smith, K. (1991). Cooperative Learning: Increasing College Faculty Instructional Productivity. ASHEERIC Higher Education Report No 4. Washington, D.C.: The George Washington University, School of Education and Human Development. Jones, L. (1991). Using cooperative learning to teach statistics. Research Report 91-2, The L.L. Thurston Psychometric Laboratory, University of North Carolina, Chapel Hill. Kahneman, D., Slovic, P. & Tversky, A. (1982). Judgment Under Uncertainty: Heuristics and Biases. Cambridge: Cambridge University Press. Konold, C. (1989a). Informal conceptions of probability. Cognition and Instruction, 6,59-98. Konold, C. (1989b). An outbreak of belief in independence? In Proceedings of the 11th Annual Meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. C. Maher, G. Goldin & B. Davis (Eds.). Volume 2, pp. 203209, Rutgers NJ: Rutgers University Press. Konold, C. (1991a). Understanding students' beliefs about probability. In Radical Constructivism in Mathematics Educarion. E. von Glasersfeld (Ed.).pp. 139-156. The Netherlands: Kluwer. Konold, C. (1991b). The origin of inconsistencies in probabilistic reasoning of novices. In Proceedings of the Third International Conference on Teaching Statistics. D. Vere-Jones (Ed.).Volume 1. Voorburg, The Netherlands: International Statistical Institute. Mevarech, Z. (1983). A deep structure model of students' statistical misconceptions. Educational Studies in Mathematics, 14,415-429. Moore, D. (1991). Uncertainty. In On the Shoulders of Giants. L. Steen (Ed.).Washington, D.C.: National Academy Press. National Research Council (1989). Everybody counts: A report to the nation on the future of mthematics education. Washington, D.C.: National Academy Press. Nisbett, R.E., Fong, G.T., Lehman, D.R. & Cheng, P.W. (1987). Teaching reasoning. Science, 198,625-631. Pollatsek, A,, Lima, S. & Well, A.D. (1981). Concept or computation: Students' understanding of the mean. Educational Studies in Mathematics, 12, 191-204.
12
Pollatsek, A,, Well, A.D., Konold, C. & Hardiman, P. (1987). Understanding conditional probabilities. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 40,255-269. Resnick, L. (1987). Education and learning to think. Washington, D.C.: National Research Council. Romberg, T. & Carpenter, T. (1986). Research on Teaching and Learning Mathematics: Two Disciplines of Scientific Inquiry. In Handbook of Research on Teaching. M. Wittrock (Ed.). pp. 85G873. NY Macmillan. Rubin, A,, Rosebery, A. & Bruce, B. (1988). ELASTIC and reasoning under uncertainty. Research report no. 6851. Boston: BBN Systems and Technologies Corporation. Scholz, R. (1991). Psychological Research in Probabilistic Understanding. In Chance Encounters: Probability in Education. R. Kapadia & M. Borovcnik (Eds.). pp. 213-254. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Shaughnessy, J.M. (1977). Misconceptions of probability: An experiment with a small-group activity-based, model building approach to introductory probability at the college level. Education Studies in Mathematics, 8,285-316. Shaughnessy, J.M. (1992). Research in probability and statistics: Reflections and directions. In Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. D.A. Grouws (Ed.). pp. 465-494. New York: Macmillan. Silver, E. (1990). Contributions to Research to Practice: Applying Findings, Methods and Perspectives. In Teaching and Learning Mathematics in the 1990s. T. Cooney (Ed.). Reston, VA.: NCTM; 1-1 1. Simon, J., Atkinson, D. & Shevokas, C. (1976). Probability and Statistics: Experimental results of aradically different teaching method. American Mathematical Monthly, 83,733-739. Von Glasersfeld, E. (1987). Learning as a constructive activity. In Problem of representation in the teaching and learning of mathematics. C. Janvier (Ed.). pp. 3-17. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Webb, N. & Romberg, T. (1992). Implications of the NCTM Standards for Mathematics Assessment. In Mathematics Assessment and Evaluation: Imperatives for Mathemafics Educators. T. Romberg (Ed.). pp. 37-60. Albany: State University of New York Press. Well, A.D., Pollatsek, A. & Boyce, S. (1990). Understanding the effects of sample size in the mean. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 47,289-3 12. Weissglass, J. & Curnmings, D. (1991). Dynamic visual experiments with random phenomena. In Visualization in mathematics. W. Zimmermann and S. Cunningham (Eds.). pp. 215223. MAA NOTES.
13