BAGAIMANA KONSEP MATEMATIS SAMPAI KE DALAM PIKIRAN ORANG
Akbar Sutawidjaja Universitas Negeri Malang (UM)
ABSTRAK: Dalam makalah ini akan dibahas konsep abstraksi empiris, psido empiris dan reflektif dari Piaget dan perannya dalam mengkonstruksi pengetahuan khususnya konsep matematis baik yang sederhana maupun yang sangat kompleks. Selain itu dibahas juga konsep prosep dari Tall yang sangat berguna untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika. Prosep dapat juga digunakan untuk melihat mengapa sebagian pebelajar berhasil, sebagian kurang berhasil, sebagian lagi tidak berhasil dalam mempelajari matematika. Kata kunci: abstaksi emriris, psido empiris, reflektif, proses, konsep, dan prosep.
Menurut Piaget manusia itu bertumbuh dan beradaptasi dengan lingkungannya. Bagaimana orang beradaptasi dengan lingkungan matematis, Piaget menawarkan konsep abstraksi yang dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana suatu konsep matematis yang abstrak itu dapat dikonstruksikan (dibangun) oleh seseorang di dalam pikirannya. Ia mengemukakan 3 macam abstraksi yaitu a). Abstraksi emperis, b). Abstraksi psido empiris dan c). Abstraksi reflektif. Untuk menjelaskan ketiga macam abstraksi tersebut dalam tulisan ini akan digunakan contoh berikut ini. Misalkan seseorang (subjek) mengamati lima kumpulan/ himpunan benda yang masing-masing berisi 2 benda. Benda dalam suatu kumpulan adalah sama bentuk, besar, dan ciri lainnya tetapi berbeda dengan ciri benda pada setiap kumpulan yang lain. Setelah mengamati setiap kumpulan benda itu, subjek menemukan bahwa setiap kumpulan memiliki ciri yang berbeda dengan kumpulan yang lain kecuali bahwa mereka memiliki satu ciri yang sama yaitu banyak anggota pada masing-masing kumpulan itu. Ciri yang sama tersebut
adalah suatu contoh abstraksi. Hasil mengabstraksikan atau abstraksi (yaitu memiliki anggota yang sama) yang diperoleh dari pengalaman mengamati tersebut disebut abstraksi empiris. Masingmasing ciri dari setiap kumpulan benda yang diperoleh itu bersifat perseptif dan karenanya eksternal bagi subjek. Tetapi menemukan ciri yang sama tersebut bersifat internal. Jadi subjek yang melakukan abstraksi emperis bergerak dari mengamati ciri khusus ke memperoleh ciri umum dari benda-benda yang diamatinya. Andaikan sekarang subjek dihadapkan ke pada 2 kelompok benda (objek) dan ingin mengetahui kelompok mana yang lebih banyak. Subjek mencacah (melakukan aksi) pada kelompok pertama ternyata ada 5 benda dan pada kelompok ke 2 ada 7. Ia menyimpulkan bahwa kelompok kedua lebih banyak dari pada kelompok pertama. Pengetahuan yang diperoleh itu selain bersumber pada objek juga bersumber pada aksi yang dilakukan subjek pada objek tersebut. Abstraksi yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan itu disebut psido empiris. Baik mencacah maupun membandingan itu bersifat inter1
2, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
nal bagi subjek (konstruksi internal bukan ekstrenal). Abstraksi reflektif yang oleh Piaget disebut juga kordinasi aksi umum (Piaget, 1985, hal. 18-19) bersumber pada subjek dan sepenuhnya internal. Kita dapat melihat banyak contoh abstraksi reflektif dalam lingkungan kita. Salah satunya adalah dalam seriasi. Subjek melakukan beberapa aksi individual pemasangan, petripelan, peempatan, dan seterusnya dan kemudian memasukkan dan mengkoordinasikan aksi tersebut dalam pikirannya untuk membentuk urutan secara keseluruhan (Piaget, 1972, hal. 37-38). Kita dapat melihat bahwa ketiga abstraksi yang berbeda itu tidak sepenuhnya saling bebas satu dengan lainnya. Aksi yang mengarah ke abstraksi psido empiris dan reflektif dikenakan pada objek yang ciri-cirinya diketahui oleh subjek melalui abstraksi empiris. Disamping itu abstraksi empiris hanya mungkin melalui asimilasi skima yang dibangun oleh abstraksi reflektif (Piaget, 1985, hal. 18-19). Sebagai contoh pikirkan suatu eksperimen fisika yang bertujuan membuat abstraksi empiris untuk memperoleh data faktual tentang objek tertentu. Akan tetapi eksperimen ini juga memerlukan logico mamematis premilinaris di dalam menentukan bagaimana membuat pertanyaan dalam konstruksi alat untuk observasi tidak langsung (misalnya : triangulasi untuk memperoleh jarak antara bintang dalam menggunakan pengukuran dan akhirnya mengatur hasilnya dalam bahasa lagiko matematis dan semua ini adalah konsepkonsep yang telah dikonstruksikan menggunakan abstraksi reflektif (Piaget, 1980. ) Kebebasan mutual dapat secara kasar diringkas sebagai berikut: abstraksi empiris dan psido empiris menghasilkan pengetahuan dari objek dengan melakukan atau membayangkan aksi pada mereka. Abstraksi reflektif menginteriorkan (me-
masukkan) dan menkordinasikan aksi itu dalam bentuk aksi baru dan pada akhirnya objek baru (yang mungkin bukan fisis lagi) melainkan matematis seperti suatu fungsi atau suatu grup). Abstraksi empiris mensari data dari objek baru ini melalui aksi mental padanya dan seterusnya. Sistem feedback ini akan direfleksikan di dalam memperluas ide ini dalam aksi berikutnya. Dalam absraksi empiris subjek mengamati sekumpulan objek dan mengabstraksikan sifat atau ciri yang sama dari masing-masing objek tersebut. Abstraksi psido empiris melanjutkan dengan cara yang sama setelah aksi dilakukan pada objek. Abstraksi refrektif jauh lebih rumit dari itu dan tidak mengejutkan karena menurut pihak Piaget perkembangan struktur kognitif dikarenakan oleh abstraksi reflektif. Dalam mendukung posisi (pandangannya) pada peran abstraksi reflektif dalam berpikir matematis lanjut, Piaget mencoba menerangkan sejumlah konsep matematis utama dalam bentuk konstruksi sebagai hasil dari proses psikologis ini. Ini termasuk ide dari teorema ketidaklengkapan (incompleteness theorem) dari Godel (Beth & Piaget, 1966, hal. 275), konsep abstrak grup (Piaget, 1980, hal. 19), upaya Babourki untuk memasukkan semua matematika dalam tiga struktur induk (Piaget, 1970a, hal. 24), teori umum kategori (Piaget, 1970b, hal. 28), ketidakmungkinan membangun himpunan dari semua himpunan (Piaget, 1970b, hal 7071), dan konsep fungsi (Piaget dkk, hal. 168). Secara umum Piaget berpendapat bahwa abstraksi reflektif dan bentuknya yang paling lanjutlah yang mengarahkan ke berpikir matematis yang memisahkan proses dari konten dan proses itu sendiri diubah, dalam pikiran matematikawan, menjadi objek dari konten (isi)(Piaget, 1972, hal. 63-64, 70-71).
Sutawidjaja, Akbar, Bagaimana Konsep Matematis Sampai Ke Dalam Pikiran Orang, 3
Kembali ke ide Piaget, perlu ditegaskan bahwa tidak ada anjuran bahwa semua matematika lanjut yang di uraikan diatas dilakukan oleh aplikasi langsung dari abstraksi reflektif. Ini bukanlah tujuan Piaget dalam mencoba menganalisis aspek berpikir tersebut akan tetapi lebih pada bahwa abstraksi reflektif muncul sebagai deskripsi dari mekanisme perkembangan dari berpikir intelektual Teori Piaget menganggap penting bahwa proses yang sama ini yang menggambarkan berpikir matematis lanjut muncul dalam perkembangan kognitif sepanjang hidup dari kordinasi pertama anak menuju konsep seperti bilangan pengukuran perkalian dan perbandingan Piaget, 1972, hal. 70-71). Suatu bahan penting dari teori umum Piaget (yang bekerja selama 60 tahun) yang berkaitan dengan evolusi biologis ke perkembangan inteligen adalah ide bahwa abstraksi reflektif adalah suatu kasus terisolasi dari proses umum yang dijumpai selama kreasi kehidupan). Berikut adalah contoh abstraksi reflektif dalam berpikir anak. Kita mulai dengan suatu contoh dari abstraksi reflektif dalam berpikir logico matematis pada usia awal. Ini penting karena keberadaanya pada kontinuitas dari perkembangan sebagai bagian dari penyelidikannya untuk satu proses atau banyak proses yang berkaitan dengan perkembangan biologis dan perkembangan intelektual (Piaget, 1971, hal 331). Dubinsky (dalam Tall ed., hal. 100) mengusulkan bahwa komsumsi proses khusus yang dapat digunakan untuk membangun struktur matematika yang sophisticated dapat dijumpai dalam berpikir anak muda. Sifat komutatif penjumlahan. Menemukan bahwa banyaknya objek dalam suatu kumpulan bebas dari urutan di mana benda itu diletakan, membutuhkan pertama bahwa anak mencacah objek, mengurutkan kembali, mencacah lagi,
mengurutkan lagi dan seterusnya. Setiap aksi dari aksi-aksi ini dimasukkan dan dinyatakan (direpresentasikan) secara internal dalam suatu cara sehingga anak dapat merefleksikanya, membandingkanya dan menyadari bahwa semuanya memberi hasil yang sama (Piaget, 1970a, hal 16-17). Bilangan. Menurut Piaget (1941), konsep bilangan dikonstruksikan dengan mengkordinasikan 2 skima klasifikasi (konstruksi dari suatu himpunan yang unsurnya adalah unit yang tidak dapat dibedakan satu dari yang lain) dan seriasi yang merupakan kordinasi berbagai aksi memasangkan, mentripelkan, dan seterusnya. Timbangan. Menimbang objekobjek pada 2 sisi dari suatu timbangan oleh suatu kombinasi aksi pada kedua sisi melibatkan lebih dari hanya menaruh 2 benda dalam pikiran pikiran dalam waktu yang sama. Karena ia mengamati penundaan yang lama antara waktu seo-rang anak dapat menciptakan keseim-bangan dan waktu bahwa anak nampak memahami bagaimana ia telah melakukan-nya, Piaget melihat ini sebagai kordinasi dari 2 aksi kedalam satu sistem (Piaget, 1978, hal 96). Perkalian. Secara psikoligis dan matematis perkalian adalah penjumlahan dari penjumlahan akan tetapi objek yang ditambahkan dalam arti bahwa adalah suatu operasi yang diterapkan ke sesuatu. Oleh sebab itu untuk mengalikan perlu pertama mengkapsulkan aksi penjumlahan kedalam suatu objek(atau himpunan objek) sehingga penjumlahan dapat diterapkan (Piaget, 1985, hal 71). Dengan mengamati cara bagaimana ide matematis dikembangkan oleh subjek, Eddy Gray & David Tall (1991) menyimpulkan alasan mengapa sedikit pebelajar yang berhasil dan banyak yang gagal adalah karena bahwa yang lebih berhasil melakukan aktivitas matematika yang secara kualitatif berbeda dengan yang
4, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
dilakukan oleh yang kurang berhasil. Mereka yang kurang berhasil mereka melakukan aktivitas matemetika yang lebih sulit dibanding dengan yang dilakukan oleh yang lebih berhasil yang sering kali mereka melakukannya begitu mudah atau memerlukan usaha sedikit saja. Jika demikian tentu ada sesuatu yang menumbuhkan sendiri (penumbuh sendiri/selfgeneratates) pengetahuan baru. Suatu analisis tentang evolusi ide matematika menunjukkan bahwa bagian matematika yang berbeda melibatkan jenis proses berpikir yang berbeda pula. Geometri klasik ditumbuhkan dari pengamatan benda benda tertentu yang diidealkan sebagai model matematka titik, garis, segitga, lingkaran dan sebagainya. Sifat ini digambarkan dalam cara umum yang memungkinkan konstruksi dilakukan dengan cara tertentu (khusus), misalnya, menggambar tiga garis bagi suatu segitiga dan melihat bahwa ketiga garis bagi tersebut satu titik. Kemudian memunculkan keinginan untuk menunjukkan bahwa hali ini akan selalu demikian, yang menghasilkan konsep bukti dalam geometri. Deskripsi objek geometris difokuskan lagi sebagai definisi yang menggambarkan objek mental sehingga deduksi dapat dibuat. Adalah suatu keinginan untuk memperbaiki teori untuk membuat definisi minimum akan tetapi simulisasi yang digunakan disini : huruf untuk titik, dua huruf untuk suatu garis, tiga titik untuk suatu segitiga dst, semuanya untuk suatu idealisasi objek secara mental yang ada dalam realitas. Pemisahaan dari realitas adalah lebih suatu filsafat dari pada fakta : didemonstrasikan pada akhir abad ke 19 oleh realisasi yang masih bergantung pada keaktualan geometri karena konsep seperti antara atau di dalam telah ditentukan secara formal tetapi suatu bagian implisit dari teori. Bilangan dan aljabar adalah berbeda ini melibatkan proses-proses yang
pada akhirnya diberi simbol sehingga simbol-simbol berperan ganda untuk proses dan untuk konsep yang dihasilkan. Barisan proses-proses menjadi konsep telah menjadi fokus utama dari penelitian pendidikan matematikan tahun-tahun akhir (Beth & Piaget, 1966: Greeno, 1983; Sfard, 1991; Harel & Kaput, 1991; Dubinsky, 1991; Gry & Tall, 1991) ). Hal ini menggaris bawahi perkembangan fundamental karya matematik modern: aritmatika, aljabar, karkulus, dan analisis. Ini akan memainkan peran yang krusial dalam penggunaan ma-nipulasi simbolis yang berhasil dalam pendidikan. Simbol menyatakan proses dan konsep. Prosedur dilaksanakan dan direpresentasikan oleh simbol yang selanjutnya mengambil peran ganda menyatakan proses itu sendiri dan hasil dari proses itu tergantung pada konteks. : a. 5 + 3 menyatakan proses penjumlahan dan konsep penjumlahan. b. 5 x 3 menyatakan proses perkalian (melalui penjumlahan berulang 3 + 3 + 3 + 3 + 3) dan konsep perkalian. c. Simbol 3/4 mengganti proses pembagian dan konsep pecahan. d. Simbol +4 menyatakan proses menambah 4 atau mengeser 4 langkah pada garis bilangan dan konsep bilanga n + 4. e. 3 + 5x menyatakan tambahkan 3 ke hasil perkalian 5 dan x dan konsep ekspresi aljabar. f. Notasi fungsi f(x) = x3 – 27 secara bersamaan menyatakan bagaimana menghitung nilai fungsi itu untuk nilai x tertentu dan mengkapsulkan konsep lengkap fungsi untuk nilai x secara umum. g. Suatu representasi desimal takhingga π = 3. 14159. . adalah suatu proses mendekati π dengan
Sutawidjaja, Akbar, Bagaimana Konsep Matematis Sampai Ke Dalam Pikiran Orang, 5
h. mengalikan lebih letak desimal dan nilai limit dari proses itu. i. Berbagai notasi limit seperti menyatakan proses mendekati limit dan konsep nilai dari limit itu. Kefleksibelan (keluwesan) cara menggunakan struktur matematika membuat berpikir matematis ampuh. Dengan menyatakan suatu proses dalam bentuk simbol, itu dapat digunakan untuk menghitung suatu hasil dan dengan memikirkannya sebagai suatu objek dapat digunakan sebagai bagian dari manipulasi tingkat lebih tinggi. Hasil ini adalah suatu pemampatan (compressibility) konsepsi matematis. Simbolisasi yang kompak dapat menyatakan suatu konsep yang rumit yang mungkin juga dimanipulasikan sebagai suatu entitas tunggal. Ini membuktikan suatu alat yang berguna untuk matematikawan walaupun mungkin menyebabkan batas untuk pebelajar yang kekurangkefleksibelan makna. Jadi adalah. penting bagi kita sebagai seorang pendididik matematika, jika tidak sebagai matematikawan, menganalisis proses kompresibilitas untuk merumuskan jalan yang mungkin dibuat untuk rentangan yang lebih luas dari kebisaan siswa. Penyatuan proses dan konsep menjadi prosep Keflesibelan simbolisasi sebagai proses atau konsep secara bebas tersedia untuk matematikawan prefesional menyebabkan kesulitan besar bagi banyak pebelajar. Hal ini telah untuk disadari benar() bahwa komposisi 2 fungsi f, g, dapat diterima sebagai proses dalam notasi g(fx), pertama: hitung f(x) dan kemudian hitung g dari hasilnya akan tetapi jika fungsi komposit atau majemuk g. f dipandang sebagai objek matematis, objek matematis g. f maka pergerakan mental yang banyak dari konsep ke proses dan kembali lagi
penting. Berikut adalah kutipan dari apa yang dikatakan Dubinsky (1991). Inisially, functios are prosesses and so the subject must have performed an encapulation in order to consider themas objects. It is imporant , for as an example in composation of functions, for the subject to alternate between thinking about the same mathematical enntity as a process and a concept. (Dubinsky, 1991) Pertanyaan yang perlu dilontarkan (diungkapkan) adalah apakah matematikawan secara sadar selalu berpikir bahwa ada alternatif antara berpikir suatu fungsi sebagai suatu proses dan suatu objek? Tall menjawab tidak, dengan menyatukan ideide (melalui simbol) kita menggunakan simbol untuk menyatakan representasi mental adalah cocok, sering kali tanpa menyadari apa yang kita lakukan. Bepikir proseduran dan konsektual Hasil-hasil penelitian dengan subjek pebelajar dari berbagai umur dari TK ke universitas menunjukkan adanya kesamaan kesulitan pada semua tingkatan. Dalam matematika tradisional pertama perlu memperoleh keterampilan melaksanakan prosedur dan kemudian setelah praktek yang panjang dimampatkan secara mental kedalam objek mental yang lebih kompak, sering kali melalui penggunaan simbol yang sesuai untuk memungkinkan objek mental menjadi fokus perhatian pada tingkat abstrak yang lebih tinggi. Pebelajar (dari kelas rendah ke kelas atas) mula-mula melihat tugas adalah menjalankan/melakukan prosedur kemudian siswa yang lebih bisa segera mengkapsulkan prosedur dengan mengunakan simbolisasi yang cocok dan mengembangkan fleksibilitas dengan notasi yang memungkinkan mereka untuk menurunkan konsep baru dari konsep yang lama. Pebelajar mungkinbelum tahu hasil perkalian 4x8, tetapi
6, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
mungkin memikirkannya sebagai “empat buah delapan” dan tahu bahwa dua buah gelapan adalah enambelas jadi empat buah delapan adalah enambelas tambah enambelas sama dengan tiga puluh dua. Cara menurunkan pengetahuan baru dari pengetahuan lama ini adalah konsekuensi alami dari berpikir proseptual. Menurut Tall (1999) pemikir proceptual mempunyai generator pengetahuan bawaan. Tidaklah perlu bagi individual semacam itu bekerja keras untuk memperoleh hasil, yang merupakan suatu produk otomatis struktur pengetahuan. Tall mempunyai konjektur bahwa mode berpikir proseptual yang fleksibel ini adalah suatu faktor utama bagi kebisaan pebelajar yang lebih berhasil dalam bermatematika dengan sedikit usaha. Struktur tersebut organis, yang dengan sedikit pemupukan akan berkembang hampir dengan sendirinya. Suatu sumber utama daya generatif dari matematika adalah penggunaan simbol. Daya dari simbolisasi telah membuat matematika bertumbuh dan kemudian diteruskan dari generasi ke generasi yang menghasilkan ledakan perkembangan yang dahsyat dalam abab-abad terakhir ini. Jika kita perhatikan secara cermat simbolisasi ini, kita akan menemukan bahwa walaupun setiap usaha dilakukan untuk memperbaikinya agar menjadi eksplisit dan tidak ambigues, kekuatannya terletak di dalam suatu jenis keambiguannya yang spesifik. Sering kali itu mengacu ke sesuatu yang dilakukan dan ke hasil dari melakukan hal itu. Jadi 3/4 mengacu ke perhatian membagi 3 oleh 4, menandakan proses yang dilakukan, dan juga hasil dari proses pembagian yang dilakukan tersebut yaitu 3/4. Simbol “-2” mengacu ke perhatian mengurangi 2 yang menandakan suatu proses yang harus dilakukan, dan hasil dari mengurangi yaitu bilangan negatif 2 (-2). Pertama berjumpa dengan simbolisasi dapat membawa dia ke
pemahaman makna dari simbolisasi. Itu mungkin mudah untuk mengambil dua tetapi bagaimana seseorang memperoleh suatu bilangan negatif yang kurang dari noting. Yang paling bisa dilihat adalah suatu penggabungan proses dari konsep. Suatu proses yang dalam kasus adalah diwujudkan melalui prosedur untuk memperoleh suatu jawaban dan suatu benda yang dihasilkan melalui proses atau perwujudtan proses yang dapat dimanipulasi sebagai objek mental. Penyatuan proses dan konsep kita sebut prosep. Dengan memberikan konstruk ini suatu nama kita akan mulai memperoleh daya dari pada. Kita akan melihat bagaimana kita dapat memfokuskan perhatian pada suatu masalah yang telah menganggu pendidik matematika dan masyarakat umumnya. Pengembangan proses matematis kedalam konsep Bilangan menyediakan contoh pertama kita suatu proses matematik yang dikembangkan ke dalam suatu konsep. Ini adalah suatu ide matematis yang dijumpai anak. Ketika seseorang bertanya ke suatu kelompok 200 mahasiswa apa makna tiga, mereka semuanya diam kesulitan menjawab pertanyaan tersebut. Barang kali kesulitan terletak pada kenyataan bahwa ketigaan tidak dapat dengan mudah didefinisikan sebagai sebuah kalimat tetapi agak bergantung pada suatu akumulasi pengalaman. Ini adalah suatu ketidakcukupan dan ketidakcocokan penjelasan masalah memerlukan analisis lanjut. Makna dari tiga hanya dapat diadakan ketika proses membilang dikaitkan ke nilai kardinal dan himpunan. Membilang adalah suatu aktifitas rumit yang ditunjukkan anak dalam banyak cara yang berbeda mungkin menggunakan cara penunjuk jari tanda pada kertas dsb. Itu mungkin vocal atau subvocal. Pada suatu tingkat yang lebih abstrak itu mungkin
Sutawidjaja, Akbar, Bagaimana Konsep Matematis Sampai Ke Dalam Pikiran Orang, 7
melibatkan mencacah dan mengecek banyaknya yang dicacah sekaligus pada waktu yang sama. Membilang atau mencacah melibatkan suatu fokus perhatian pada setiap objek yang dibilang/dicacah dan kordinasi dari fokus ini dengan barisan nama bilangan dalam suatu urutan. Karena kerumitan ini adalah ideal untuk menerima suatu proses mencacah ini berbagi dengan orang lain. Setiap individu mengembangkan cara sendiri dalam melakukan aksi yang dikelompokan menjadi satu dibawah payung umum “mencacah”. Adalah berguna untuk membedakan pengertian proses yang merupakan perhatian umum untuk dilaksanakan dan cara khusus yang digunakan oleh individu pada suatu waktu yang diberikan yang akan kita sebut prosedur. Ada banyak prosedur umum dalam matematika permasuk proses mecacah, proses menjumlah, proses pengurangi, proses mencari suatu pecahan atau proses menyelesaikan suatu persamaan aljabar. Masing-masing dari ini dapat dilaksankan oleh prosedur tertentu yang mungkin hasil dari aksi mekanis, algoritmis rutin atau perilaku audiosinkretik. Prosedur berbeda yang muncul adalah keinginan tertentu ketika kita masuk ke proses penjumlahan dan konsep yang terkait penjumblahan. Pikirkan pertanyaan berikut: “Apakah 2+2 itu? “jelas, jawabannya adalah “4”, tetapi bagaimana hal itu dihitung? Itu menunjuk ke proses penjumlahan. Ketika anak mencoba ini untuk pertama kalinya proses penjumlahan biasanya diwujutkan melalui suatu prosedur yang melibatkan mencacah 2 hinpunan yang masing-masing berisi dua objek. Diperlukan mengambil dua objek dan dua objek lagi kemudian mencacah mereka semuanya dengan mengatakan “1, 2, 3, 4”, atau melakukan dua yang pertama dalam pikirian dan melanjutkan mencacah
dengan mengatakan “3, 4”. Jadi “2+2” menandakan baik proses mencacah maupun hasil proses mencacah itu yaitu bilangan “4”. Simbol “2+2” menumbuhkan baik proses maupun konsep penjumblahan. Konsep Prosep Ide suatu proses menghasilkan suatu produk atau output atau keluaran dinyatakan oleh simbol yang sama terlihat muncul pada setiap tingkat matematika. Oleh karena itu adalah berguna untuk memberi ide ini suatu nama. Kita tentukan (definisikan) suatu prosep adalah suatu kombinasi objek mental terdiri dari proses dan konsep dimana simbolisasi yang sama digunakan untuk menyatakan proses dan objek yang di hasilkan oleh proses itu. Berikut adalah contoh-contoh prosep lain dalam bilangan, aljabar, geomertri, dan trigonometri dalam matematika sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi. Penjumlahan. Penjumlahan dapat dilakukan jika prosep bilangan telah dipunyai sebagai perwujutan dari proses dan konsep. Akan tetapi pada tingkat permulaan bentuk penjumlahan yang lebih sederhana muncul sebagai proses atau kombinasi prosep dan proses. Misalnya membilang atau mencacah semua adalah suatu strategi yang digunakan oleh anak muda diketahui bahwa jumlah “3+2” diterjemahkan kedalam prosedur yang melibatkan pertama membilang/mencacah himpunan dari 3 objek kemudian himpunan dari 2 objek dan akhirnya mencacah seluruh himpunan “1, 2, 3, 4, 5”. Jadi strategi mencacah smua terdiri dari tiga prosedur mencacah yang berbeda satu sesudah yang lain. Setiap prosedur adalah manifestasi dari proses mencacah. Jadi mencacah semua terdiri dari proses dan proses menuju ke proses ke tiga. Diberikan fakta bahwa ini muncul secara berurutan membutuhkan usaha kognitif yang banyak
8, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
untuk mengkaitkan bilangan tiga dan dua ke lima. Jadi anak mengunakan mencacah semua tidak melihat triple prosedur mencacah menujuke fakta bilangan. Mencacah adalah suatu prosedur yang lebih baik itu muncul melalui realisasi bahwa mencacah himpunan pertama adalah repetisi dari suatu proses mencacah yang melibatkan pengulangan nama bilangan yang pertama dan meneruskan pencacahan himpunan yang kedua pencacah pada 3+2, melibatkan mengatakan dua bilangan mulai setelah tiga dari bagian pertama untuk memperoleh “4, 5”, hasilnya adalah “5” disini bilangan pertama dipandang sebagai prosep dan yang kedua disebut proses. Mencacah pada terdiri dari prosep dan proses. Tetapi proses mencacah disini adalah prosedur mencacah dobel. Itu perlu mencacah pada “4, 5” sementara terus melacak e banyaknya unsur yang dicacah (2). Salah satu dari prosedur mencacah ini dilakukan dengan mengunakan dengan unsur kongkrit sebagai dukungan. Misalnya seorang anak menggerakan dua jari untuk melacak pembilang “4,5”. Sebagai alternatif mungkin menggunakan garis bilangan atau garisan mulai dari bilangan “3” kemudian menunjuk pada bilangan yang berurutan sementara pembilangang “1, 2” ke yang terakhir “5”. Kerumitan melibatkan mencacah pada khususnya untuk anak yang kurang bisa dapat mengarah ke dua kemungkinan hasil untuk anak yang kurang bisa mencacah pada mungkin menjadi prosedur yang disukai dalam melakukan penjumlahan itu mungkin mengambil sebagai masukan, katakanlah “8+4” dan prosedur mencacah pada “sembilan, sepuluh, sebelas, duabelas” yang memberi hasil “12”. Ketika ini terjadi anak mungkin memperoleh berhasil tidak mengkaitkan masukan sebelumnya (8+4) ke keluaran 12. Untuk anak ini mencacah pada adalah prosedur untuk menghasilkan
12 ini tidak/kurang membibing ke mengingat hasil sebagai fakta yang diketahui. Untuk anak yang lain yang dapat mengkaitkan masukan dan keluaran ini dapat dikristalisasikan kedalam suatu prosep dalam bentuk fakta yang diketahui “8+4 adalah 12”. Dalam kasus ini terbentuk prosep dan proses memberi prosep. Perkalian dapat dilihat pertama sebagai penjumlahan berulang 5x3 adalah 3+3+3+3+3. Notasi adalah suatu prosep yang fleksibel jika 5 dan 3 dipandang sebagai proses bukan prosep maka penjumlahan ulang melalui menambah 3 ke 3 ke 3 ke 3 ke 3 ke 3 adalah sukar. (“tiga, empat, lima, enam, sampai limabelas yaitu empat tigaan”). Akan tetapi jika ini dipandang sebagai suatu proses dua buah tiga dipandang sebagai enam kemudian enam dan enam sebagai duabelas, duabelas dan tiga adalah limabelas. Persamaan. Ide persamaan seperti 3x-1=5 adalah salah satu yang menyebabkan kesulitan besar bagi anak yang melihat ekspresi aljabar sebagai suatu proses itu sangat berarti bagi mereka yang melihatnya sebagai prosep. Mereka yang melihat penyelesaian suatu persamaan murni sebagai koleksi prosedur yang menyebabkan mereka melaksanakan proses “penjumlah atau menambah barang yang sama ke kedua ruas”, “mengubah ruas mengubah tanda” dst, cenderung kurang cukup dalam meyelesaikan persamaan. Setiap luas sebagai suatu proses untuk secara fleksibel dan dikomposisikan dan reorganisasikan cenderung menyelesaikan persamaan dengan cara yang berarti subur. Yang terdahulu mungkin menabah satu ke dua ruas untuk memperoleh 3x=6 dan membagi kedua ruas oleh tiga untuk memperoleh x=2 yang kemudian yang melihat bahwa “satu kurang dari tiga x
Sutawidjaja, Akbar, Bagaimana Konsep Matematis Sampai Ke Dalam Pikiran Orang, 9
adalah lima jadi tiga x adalah 6 dan x adalah 2”. Seorang pemikir yang subur melihat persamaan sebagai proses akan dapat mengenali 3s-1=5 sebagai persamaan dengan selesaian s=2. Anak yang menyelesaikan dengan prosedur mungkin mengenalinya sebagai secara esensial sama tetapi kemudian memerlukan melalui prosedur normal untuk menyakinkan hasilnya. Trigonometri. Setiap rumus trigonometri adalah prosep. Misalnya sinα =
melibatkan
proses (membagi panjang sisi didepan sudut oleh panjang sisi miring) dan hasil bilangan yaitu rasio antara dua panjang tersebut, akan tetapi ini melibatkan lebih dari itu dan melibatkan kebisaan yang fleksibel untuk melihat bahwa BC = AC sin α dan bahwa AC = DC
, dan
melihat bahwa hubungan ini dalam segitiga lain yang mempunyai sudut yang sama dan mempunyai ukuran dan orientasi yang berbeda itu membutuhkan fleksibelitas untuk menangkap bahwa bila besar sudut meningkat dari 0o-900 maka sin sudut itu meningkat dari 0-1 dan memak-nai bahwa ketika sudut sama dengan 0 atau 90 derajat dan tidak lagi ada sebagai suatu segitiga. Konsep Fungsi. Adalah juga suatu prosep. Sebagai suatu proses itu adalah mesin input-output, mengubah suatu unsur x dalam domain dan ke suatu unsur f(x) kedalam kodomain. Komposit dari dua fungsi ditemukan oleh mengkordinasikan proses-proses, satu sesudah yang lain,
pertama mengubah x ke f(x), kemudian f(x) ke g(f(x)). Proses fungsi sebagai konsep adalah dalam menggunaan simbol f untuk menunjukan fungsi dan komposit g(f) dari dua fungsi f dan g. Sebelum matematika modern dan sebelum ke matematika yang lanjut dan teori himpunan pengunaan simbol x untuk menyatakan suatu yang spesifik atau suatu variabel membolehkan notasi f(x) untuk menyatakan fungsi baik sebagai proses walaupun sebagai prosep. Jika x adalah suatu variable maka itu mewujutkan keseluruhan proses, misalnya f(x)= x2 maka f(x) mewujutkan aksi mengambil sebarang bilangan x dan mengubahnya menjadi x2 . Disisi lain jika x suatu bilangan tertentu katakan x = 2 maka f(x) adalah nilai dari fungsi x, f(2) = 4. PENUTUP Sebagai penutup dari tulisan ini, dikemukan bahwa dari apa yang telah diuraikan diatas kita bisa melihat bagaimana suatu konsep matematis bisa bangun oleh seseorang di dalam pikirannya. Jika kita sebagai seorang pembelajar, yang tugasnya adalah membantu pebelajar untuk mempelajari matematika, pengetahuan yang diperoleh dari mepelajari tulisan ini dapat digunakan untuk menganalisis tugastugas yang bisa dilakukan pembelajar agar mereka dapat mengkonstruksi sendiri suatu konsep matematis.
DAFTAR PUSTAKA Dubinsky, E. 1991. Reflective Abstraction”, in Tall D. O. (ed. ) Advanced Mathematical Thinking. Dornrecht: Reidel.
Gray, E. M. & Tall, D. O., 1991. Duality, Ambuguity and Flexibily in Succesful Mathematcal Thinking,
10, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Piaget,
Piaget,
Piaget,
Piaget,
Proceeding of PMI 15 , Assisi, 2, 72-79. J., (1970a). Genetic Epistimology (E. Duckworth, trans. ), Columbia University Press, New York. J., (1970b). Structuralism (C. Maschler, trans. ) Basic Book, New York. J. (1971). Biology and Knorledge (B. Walsh, trans. ), University of Chicago Press, Chicago J., (1972b). “Comment on Mathematical Eucation”, in A. J. Howsen (Ed. ) Develop-mental in Mathematical Education, {Procee-
ding of the Second International Congress in Education, Cambridge University Press, Cambridge. Piaget, J., (1978). Succes and Understanding (a.J. Pomerans, trans.) Harvard University Press, Cambridge MA. Piaget, J., (1980). Adaptation and Intelligence (S. Eames, trans.), University of Chicago Press, Chicago. Piaget, J., (1985). Equilibration of Cognitive Structure (T. Brown and K. J. Thampy, trans), Harvard University Press, Cambridge MA.