Badminton Bareng Biar Terus Semangat Bersama Dosen dan Karyawan FST UNAIR NEWS – Kesibukan sebagai dosen maupun karyawan rentan memberikan stres jika tidak diimbangi dengan kegiatan yang menghibur. Ada banyak cara untuk mendapatkan hiburan. Salah satunya, dengan menyalurkan hobi. Dosen dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) paham benar dengan hal itu. Tak heran, mereka sepakat membuat banyak komunitas berbasis olahraga. Mulai futsal, bulu tangkis, tenis meja, dan lain sebagainya. Namun, yang terhitung “berusia” paling tua adalah komunitas bulu tangkis. Dibentuk pada 1995, sempat vakum lima tahun, dan pada 2000 mulai aktif dan terus rutin latihan hingga kini. “Awalnya bukan komunitas. Sekadar asyik main-main saja antar beberapa kawan. Namun, karena peminatnya terus bertambah, akhirnya konsisten kumpul bareng dan main badminton,” cerita Prof. Win Darmanto, Ph.D, Dekan FST. Saat ini, anggota komunitas permainan raket dan kok ini ada 40 orang. Namun, tidak semua anggota hadir dalam latihan bulu tangkis yang diadakan tiap Selasa dan Jumat pukul 15-00 sampai 17.00 itu. Hal ini dikarenakan jadwal mengajar para anggota yang variatif. “Kalau nggak ada kuliah atau rapat, saya pasti ikut. Biasanya, satu jam sudah cukup,” tambah dosen departemen biologi ini. Komunitas yang sekarang diketuai Dr. Mulyadi Tanjung, M.S ini sesekali mengadakan kunjungan ke perkumpulan badminton fakultas lain. Bahkan, kampus pertandingan “eksibisi”.
lain.
Semacam
melakukan
Pertandingan yang pernah dilakukan di antaranya melawan tim bulu tangkis PT. Pertamina Cepu, Fakultas MIPA UNEJ, UB, dan UGM. Selain itu, tim badminton FST juga dua kali dikunjungi tim bulu tangkis dari Universiti Malaya, Malaysia. Yakni, pada 2012 dan 2013. (*) Penulis: Inda Karsunawati Editor: Defrina Sukma Satiti
Hikmah Sering Magang, Intan Lazuardi Jadi Wisudawan Terbaik FPK UNAIR NEWS – Kegiatan perkuliahan memang penuh warna. Keasyikan itu bisa ditemukan melalui bangku akademis maupun kegiatan kemahasiswaan. Bagi Intan Lazuardi Nugroho, S.Pi, salah satu kegiatan yang banyak memberi warna dalam hidupnya adalah ketika bisa mengikuti seminar internasional bersama dosen pembimbingnya. Dalam seminar di Balikpapan tahun 2016 itu, abstrak penelitiannya diterima pihak panitia. Alumnus prodi S-1 Teknologi Industri Hasil Perikanan ini mengusung penelitian tentang mendemineralisasi dampak buruk cangkang kerang terhadap lingkungan. Intan mengaku, ia tak pernah membayangkan bisa hadir di forum akademisi yang diikuti sivitas akademika dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Selain mengikuti seminar, peraih IPK 3,83 itu juga aktif mengikuti kegiatan magang. Terhitung, Intan sudah empat kali magang di tempat pelatihan yang berbeda. Awal 2015 lalu ia pernah magang di bagian penjaminan mutu di salah satu
perusahaan perikanan di Banyuwangi, dan produksi udang.
bertugas mengawasi
Tahun 2014 juga pernah kerja magang di Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan di Jakarta. Selama di Jakarta, ia bertugas menganalisis mikrobiologi pada produk kosmetik dari bahan dasar rumput laut. Di tahun yang sama, Intan juga magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau di Jepara. Disini ia bertugas untuk memproduksi pakan ikan buatan dengan campuran enzim papain. Di Jepara, perempuan asal Sidoarjo ini turut membantu produksi pakan untuk udang. Setahun sebelumnya, ia juga pernah magang di Balai Karantina Ikan Kelas I di Juanda, Sidoarjo. ”Dengan magang itu kami bisa ngerasain sedikit tentang dunia kerja. Lagi pula, magang itu beda banget dengan praktikum di kampus. Kalau di kampus, praktikum dilakukan secara berkelompok. Tapi, kalau magang di balai, praktikum bisa dilaksanakan secara mandiri. Kita tinggal minta ke (pihak,red) sana mau diajari apa,” jelasnya. Selain itu, kegiatan magang merupakan salah satu cara untuk mengisi waktu ketika kegiatan perkuliahan libur. “Daripada nggak ngapa-ngapain ketika liburan, ya saya pilih ikut magang untuk ngisi waktu luang,” tutur Intan. Di bidang kemahasiswaan, Intan juga tergabung dalam grup UKF Paduan Suara. Bersama grup paduan suara ia pernah mengisi berbagai acara, seperti simposium perikanan dan acara-acara lainnya. Dalam tugas akhirnya, ia yang mahir menggunakan aplikasi perpajakan berupa e-faktur ini menulis skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida dan Suhu Demineralisasi terhadap Karakteristik Kitin Cangkang Kerang Kampak (Atrina pectinata)”. Disini ia meriset keberhasilan cangkang kerang untuk menghasilkan kitin dengan menggunakan metode demineralisasi. “Kitin dapat dihasilkan dari limbah cangkang kerang. Tapi,
saat ini, pemanfaatan cangkang kerang belum banyak diteliti. Padahal, lumayan kalau limbah cangkang ini bisa dimanfaatkan karena bisa mengurangi dampak pencemaran lingkungan,” imbuh gadis kelahiran 11 Maret 1994. (*) Penulis: Defrina Sukma S Editor: Dilan Salsabila
Fakultas Vokasi Dorong Pengembangan Angkutan Nasional dan Jaminan Tersedianya Peralatan TNI/Polri UNAIR NEWS – Dalam rangka mendorong pengembangan angkutan nasional dan menjamin tersedianya peralatan TNI serta Polri, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2015 yang berisi tentang impor dan penyerahan alat angkutan tertentu yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Guna membahas sekaligus mensosialisasikan hal tersebut, UNAIR melalui Fakultas Vokasi mengadakan kuliah umum yang bertajuk “Alat Angkatan Tertentu dan JKP terkait yang Impor atau penyerahannya tidak dipungut PPN,” pada Jumat (01/04). Kuliah umum yang dilaksanakan di Aula Fakultas Vokasi UNAIR tersebut disampaikan oleh staff bagian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surabaya, Heru Setiawan. Dalam paparannya ia menjelaskan bahwa di dalam pasal 1 disebutkan alat angkutan di air, di bawah air, alat angkutan di udara dan kereta api serta suku cadangnya yang diimpor oleh pihak lain yang ditunjuk
Kemenhan, TNI atau dari kepolisian maka akan terbebas dari PPN. “Begitu pula pasal 2 yang menyebutkan bahwa atas penyerahannya, alat angkut tersebut tidak dikenakan PPN,” ujar Heru, melanjutkan materi. Selain dosen dan mahasiswa UNAIR, kuliah umum tersebut juga dihadiri oleh berbagai kalangan profesional dan pegawai pajak yang berasal dari perusahaan BUMN seperti PT PAL, PT KAI, PT BJTI, dan Kantor perpajakan. Materi yang disampaikan sebagian besar diambil dari pasal-pasal yang terkait dengan PP tersebut. Dihadapan hadirin, Heru menjelaskan bahwa tidak hanya alat angkutan saja yang terbebas dari PPN, Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya juga tidak dipungut PPN. Ia menambahkan bahwa jasa yang terkait meliputi jasa yang diterima oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, jasa perawatan dan reparasi kereta api yang diterima oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum. “Jika dalam jangka waktu empat tahun terhitung setelah melakukan impor, alat angkut yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya, PPN yang tidak dipungut atas impor atau perolehan alat angkutan tersebut wajib dibayar,” ujar Heru menambahkan. Baginya pemberian kemudahan PPN yang dikeluarkan dalam PP nomor 69 tahun 2015 hanya bersifat sementara yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri. “Pemberian kemudahan PPN tidak dipungut dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing industri dan penyedia jasa dalam
negeri, pemberian kemudahan di bidang perpajakan ini bersifat sementara, apabila dunia usaha sektor-sektor tertentu tersebut sudah mandiri maka kemudahan di bidang perpajakan tersebut tidak perlu diberikan lagi,” pungkasnya. Penulis: Pito Budi Prasetyo Editor: Nuri Hermawan
UNAIR Jajaki Kerjasama dengan Hanyang University UNAIR NEWS – Delegasi dari Hanyang University, Korea Selatan yang dipimpin oleh Prof. Lee Eun Kyu bersama perwakilan dari Daewoong, perusahaan farmasi Korea Selatan bertandang ke UNAIR, Selasa (16/2). Kedatangan delegasi akademisi-bisnis tersebut dalam rangka menjajaki kerjasama dengan UNAIR, terutama di bidang sains dan kedokteran. Nampak para pimpinan UNAIR yang terdiri dari Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Djoko Santoso, dr., Ph.D., Sp.PD-KGH., FINASIM Wakil Rektor III Bidang Publikasi, Penelitian dan Kerjasama Akademik Prof. Ir. M. Amin Alamsjah, M.Si., Ph.D dan Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama Bisnis dan Alumni Junaidi Khotib, S.Si., M.Kes., Ph.D., Apt menyambut kedatangan mereka. “UNAIR menjadi salah satu perguruan tinggi yang ditargetkan masuk 500 besar dunia oleh pemerintah, kerjasama dengan Hanyang tentu kita harapkan bisa mempercepat UNAIR untuk mencapai hal tersebut,” ujar Prof. Amin Alamsjah. Wakil Rektor IV Junaidi Khotib, Ph.D turut menambahkan bahwa ke depan kerjasama dengan Hanyang bisa digalakkan mulai dari
student dan staff exchange hingga joint research. “Sudah beberapa tahun ini kami menjalin kerjasama yang baik dengan Daewoong, tentu kita berharap kerjasama dengan Hanyang nantinya akan berlangsung baik pula,” ujar dosen Fakultas Farmasi tersebut. Prof. Lee yang merupakan guru besar teknik bioproses dan biorekognisi menyatakan bahwa Hanyang dan UNAIR sama-sama sedang fokus dengan upaya internasionalisasi, sehingga kerjasama ini merupakan hal yang patut diapresiasi. “Hanyang kuat di bidang sains dan teknik. Kita selama ini juga sudah sangat baik menjalin kerjasama dengan industri,” tambahnya. Pada pertemuan tersebut hadir pula wakil dari beberapa fakultas dan institut seperti Fakultas Farmasi, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Sains dan Teknologi serta Institute of Tropical Disease (ITD). Mereka membahas berbagai hal yang dapat dikerjasamakan dengan Hanyang di kemudian hari.
Prof. Lee Eun Kyu bersama para peserta kuliah umum di RS UNAIR (Foto: UNAIR NEWS)
Kuliah Umum Produk Biofarmasi Usai diterima para pimpinan UNAIR, Prof. Lee Eun Kyu memberikan kuliah umum di Rumah Sakit UNAIR tentang produk biofarmasi, salah satu jenis sediaan obat yang berasal dari bahan alam melalui proses bioteknologi. Ia menekankan pentingnya industri berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menggerakkan perekonomian suatu negara. Dalam kesempatan tersebut, ia menjelaskan bagaimana produk biofarmasi dikembangkan dari laboratorium hingga skala industri. Produk ini sendiri saat ini tengah berkembang pesat, data Institute of International Studies and Training Jepang menunjukkan bahwa produksi produk Biofarmasi mengalami peningkatan penggunaan di seluruh dunia. Di Asia sendiri penggunaan produk biofarmasi pada tahun 2014 mencapai 1,3862 milyar pengguna, angka ini tergolong tinggi dibandingkan dengan Eropa yang hanya 582,4 juta pengguna serta Amerika Latin 320,3 juta pengguna. “Indonesia memiliki (±)30.000 jenis tanaman dan (±) 3.000 diantaranya adalah jenis tanaman obat, oleh sebab itu dengan adanya modal biota alam tersebut, sangat disayangkan jika penelitian yang dilakukan hanya berhenti sebatas paper, tugas akhir maupun tesis saja, sehingga perlu direalisasikan menjadi sebuah produk yang benar-benar bermanfaat untuk kemandirian bangsa,” ujar Direktur Utama Institut Ilmu Kesehatan UNAIR Prof. Nasronudin yang turut hadir dalam kuliah tamu tersebut.(*) Penulis : Yeano Andhika, Dwi Astuti
Pendekar Silat UNAIR Borong Medali di Kejurnas Rektor Cup Nasional 2016 UNAIR NEWS – Dengan slogan andalan “Semangat Dadi Juara”, UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) UNAIR terus berupaya mengukir prestasi untuk almamater. Hal itulah yang kemudian mendorong tim pencak silat UNAIR untuk membawa pulang medali dalam Kejurnas IPSI Rektor Cup Nasional 2016. Seperti kejuaraan pencak silat pada umumnya, turnamen ini dibagi menjadi kategori fighter dan seni, baik untuk putra dan putri. Di kategori fighter, peserta dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan berat badan. Karena terdapat kategori yang berbeda, kontingen pencak silat UNAIR yang berlaga di turnamen tersebut juga beranggotakan mahasiswa dari UKM yang berbeda-beda. Diantaranya adalah mahasiswa anggota UKM PSHT, UKM Pencak Silat Tapak Suci, dan UKM Pencak Silat Perisai Diri, yang telah diseleksi dan dilatih selama satu bulan. Dalam turnamen yang diadakan di Universitas Negeri Makassar pada 8 – 11 Agustus tersebut, 20 mahasiswa perwakilan UNAIR berhasil menyabet beberapa emas, perak dan perunggu dengan rincian sebagai berikut : Perolehan Emas – Della Pramarsya (Beregu Putri) – Siti Aisyah (Beregu Putri) – Nur Choiriyah (Beregu Putri) Perolehan Perak
– Irma Suryani Mutalifa (kelas C putri) – Eni Mayang Sari (kelas D putri) – M.A Ghufron A. (kelas G putra) – Alfiansya Noval Siswanto (kelas H putra) – Nanda Saiful Anam (Seni Beregu Putra) – Andaru Riski (Seni Beregu Putra) – M. Baharuddin Fatih (Seni Beregu Putra) Perolehan Perunggu – Alfiyani Syahriyah (kelas A putri) – Abdul Azis (kelas A putra) – Nurul Istiqomah (kelas B putri) – Rafika Olivia (kelas F putri) – Muji Wahyu (kelas F putri) – Alfiyani Syahriyah (Beregu Putri) – Murni Muji N. (Beregu Putri) – Indra Purwanti (Beregu Putri) Ketua UKM PSHT UNAIR, Baharudin Fatih mengatakan, kendala yang dihadapi para anggota selama latihan ialah cedera. Selain itu, kurangnya waktu latihan juga menjadi kendala bagi kontingen UNAIR. Pasalnya, saat itu anggota yang akan berlaga masih larut dalam euforia libur lebaran. “Namun hal tersebut tak mematahkan semangat mereka saat bertanding,” ujar Baharudin. “Total latihan kita hanya dua minggu, memang terasa kurang. Sempat merasa nervous, tapi kita harus optimis untuk menang dan melakukan yang terbaik,” imbuh
Nanda Saiful Anam, Anggota UKM PSHT UNAIR. Baharudin menambahkan, dengan adanya latihan gabungan ini, mereka bisa bertukar pikiran tentang pencak silat dari masingmasing UKM pencak silat yang ada di UNAIR. “Untuk event kedepan yang melibatkan gabungan pencak silat di UNAIR lagi ada di Lampung, di Kejurnas antar perguruan tinggi juga. Harapannya, dengan gabungan antar pencak silat di UNAIR ini bisa menguatkan formasi kita dan bisa menyabet juara umum,” pungkass Baharudin.(*) Penulis : Faridah Hari Editor : Dilan Salsabila
Sekelumit Kiprah Prof. Eddy Bagus di Bidang Mikrobiologi UNAIR NEWS – Salah satu pakar UNAIR di bidang mikrobiologi adalah Prof. Dr. H. Eddy Bagus Wasito, dr., MS., Sp.MK. Selama ini, selain mengajar dan menjadi Ketua Prodi Mikrobiologi Klinik FK, peserta Exchange Scientist Program : Enteropathogenic Bacteria : Its Pathogenic Mechanism(S) Okinawa, 1991 ini berkhidmat di RSUD dr Soetomo. Pengabdiannya di bidang mikrobiologi sudah tidak perlu disanksikan lagi. Terdapat banyak publikasi ilmiah maupun makalah seminar yang telah dihasilkannya dan menjadi referensi ranah mikrobiologi tanah air. Eddy Bagus menyatakan, prospek bidang Mikrobiologi di Indonesia begitu luas. Modal yang dimiliki negeri ini sudah melimpah. Khususnya, khazanah sumber daya alam yang sangat beragam. Semua itu bisa dimaksimalkan dengan pengelolaan yang
baik. “Ilmuwan atau klinisi mikrobiologi tidak hanya dibebani tanggungjawab untuk mendeskripsikan suatu penyakit yang berasal dari mikroba. Lebih dari itu, harus pula sanggup mencari cara pencegahan dan pengobatannya,” Dijelaskan penulis delapan buku ini, peminat bidang ini menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Tak heran, sebab persoalan di bidang mikrobiologi, terutama penyakit yang muncul dari situ, makin beraneka rupa. Jenis penyakit yang bersumber dari virus, jamur, dan bakteri, terus tumbuh macam dan modelnya. Bahkan, cenderung lebih sulit ditangani. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi para ilmuwan mikrobiologi. Di sisi lain, fenomena tersebut menjadikan orang-orang tertarik untuk mengkaji bidang ini. Menurut penulis 15 publikasi internasional dalam rentang 1993-2016 ini, terdapat sejumlah aspek yang menjadi penunjang pengembangan Mikrobiologi. Antara lain, Sumber Daya Manusia (brainware), fasilitas (hardware), metode, dan budget. Keempat elemen itu mesti dipenuhi dengan proporsional untuk bisa melakukan optimalisasi rencana besar tersebut. Sinergitas setiap pemangku kebijakan/kepentingan menjadi sangat sentral perannya. Tak dapat dimungkiri, pemikiran reviewer proposal penelitian program doktor Unair 2009 dan proposal penelitian strategis nasional 2010 ini tergolong brilian. Aksinya di dunia pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakatpun kongkret dan aplikatif. Pantaslah, bila ayah satu anak ini kerap diganjar penghargaan. Antara lain, dosen teladan III tingkat Bagian Mikrobiologi dan Parasitologi FK UNAIR 1982, dosen teladan III FK UNAIR 1990, Satya Lencana Karya Satya XX Presiden RI 1998, dan Penghargaan Sudjono Djuned Pusponegoro sebagai Penulis Ilmiah Bidang Kedokteran 2002. Guru Besar ini juga aktif memberikan bimbingan untuk para
mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir. Baik di level S1, S2, maupun S3. Di rentang 2006 hingga sekarang, ada 21 orang mahasiswa S1 yang dibimbingnya. Sedangkan sejak 1994 hingga saat ini, tercatat 79 orang yang diarahkannya mengerjakan tugas akhir pada jenjang S2/Spesialis. Sementara di jenjang doktoral, sejak 1998 hingga 2016, ada 20 orang yang dibimbing Eddy Bagus untuk menyelesaikan desertasi. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor: Defrina Sukma Satiti
Pelet Kroto Diketahui Sebagai Pakan Ikan yang Mempercepat Pertumbuhan UNAIR NEWS – Empat mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga di PSDKU (Pusat Studi Diluar Kampus Utama) Banyuwangi, dalam penelitiannya menemukan pelet kroto (Pelo) sebagai pakan ikan yang teruji efektif mampu mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan kelulushidupan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Lele dumbo panjang 5-10 Cm dan berat 1-2 gram, dalam lima perilaku uji coba selama 30 hari, baik panjang dan berat badan semua meningkat. Namun peningkatan paling maksimal (berlipat) pada perilaku kelima (pemberian kroto murni tanpa pelet komersial), panjang badan lele bertambah 5,5 Cm dan berat badan lele bertambah hampir 4 gram. Empat mahasiswa FPK UNAIR itu kemudian menuangkan penelitiannya dalam Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM-PE) ini adalah Indra Wicaksono (ketua tim),
dengan anggota Santika Dwi Christanti, Rina Suliestyana, dan Ayu Nur Imaniy. Dibawah bimbingan Mohammad Faizal Ulkhaq, S.Pi., M.Si., proposal berjudul “PELO (Pelet Kroto): Alternatif Pakan Ikan Buatan untuk Mempercepat Pertumbuhan Ikan Lele (Clarias gariepinus)” ini berhasil lolos seleksi untuk memperoleh dana pengembangan dari Kemenristekdikti dalam program PKM tahun 2017. Diterangkan Indra Wicaksono, penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan yang terdiri dari pelakuan A (0% pelet komersial tanpa kroto). Perlakuan B (pemberian PELO dengan kombinasi 25% kroto dan 75% pelet komersial), perlakuan C (50% pelet dan 50% kroto), perilaku D (75% pelet dan 25% kroto), dan perilaku E (100% PELO murni tanpa pelet perkembangannya Lihat Diagram.
komersial).
Pertambahan
DIAGRAM pertambahan berat badan dan panjang lele dumbo dari hasil uji coba dengan lima perlakuan. (Dok PKM-PE PELO) Lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dijadikan uji coba adalah lele dengan panjang 5-10 Cm dan berat 1-2 gram, sebanyak 20 ekor untuk masing-masing ulangan. Sedang parameter yang diamati meliputi laju pertumbuhan spesifik dan nilai
kelulushidupan lele selama masa pemeliharaan (30 hari). Hasil penelitian ini menunjukkan kandungan protein pada kroto dan pelet yang digunakan yaitu bahan kering, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, Ca, BETN, ME (Kcal/kg). Menurut Indra Wicaksono, mengapa pihaknya meneliti ini, sebab nutrisi merupakan hal sangat penting bagi setiap makhluk hidup karena digunakan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. ”Tanpa nutrisi, perkembangan dan pertumbuhan akan terhambat bahkan akan mengalami kematian. Salah satu bahan pakan yang mengandung nutrien tinggi itu adalah kroto, yaitu kadar protein mencapai 47%,” kata Indra. Sedangkan selama ini pemanfaatan kroto di Indonesia masih sebatas untuk pakan burung berkicau dan umpan memancing ikan. Selain itu kroto juga dimanfaatkan peternak ayam untuk mempercepat pertumbuhan ayam. Sedangkan masyarakat Thailand dan Filipina membudidayakan kroto tidak hanya untuk pakan burung atau ikan, tetapi juga sebagai bahan pangan manusia karena kandungan nutrien yang tinggi dan tekstur yang lembut seperti krim.
ANGGOTA Tim PKMPE sedang memproses pelet kroto di Lab FPK UNAIR Banyuwangi. (Foto: Dok PKM-PE PELO) Perikanan
budidaya
merupakan
kegiatan
yang
banyak
di
Indonesia, karena memiliki prospek sangat menjanjikan. Namun,
tingginya harga pakan sebagai biaya terbesar budidaya, menjadi kendala yang banyak dihadapi para pembudidaya. Karena itu perlu dicari alternatif bahan pakan yang murah, kandungan nutrient-nya sesuai kebutuhan ikan, dan mudah didapat (tidak musiman). ”Jadi kroto sebagai telur semut yang memiliki kandungan protein cukup tinggi bagus dikonsumsi oleh ikan, khusunya ikan karnivora, sebab kandungan protein kroto berasal dari protein hewani,” lanjut Indra Wicaksono. Keunggulan dari PELO diperoleh produk pakan mudah didapat. Kedua, pakan ikan alternatif
(pelet kroto) ini adalah, pertama: ikan dengan harga lebih terjangkau dan telah terbukti dalam uji coba sebagai yang mempercepat pertumbuhan ikan, dan
ketiga: memiliki aroma yang relatif sedap dan khas. (*) Editor: Bambang Bes
Semarak 2016
Display
UKM
UNAIR
UNAIR NEWS – Sebanyak lima divisi dari 37 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Airlangga menggelar Display UKM 2016 di Student Center UNAIR pada 29-30 Agustus 2016. Pelaksanaan yang masih di bulan Agustus ini, mengusung tema semarak kemerdekaan dengan nama display UKM yaitu “Panca Tirta”. Filosofi terciptanya Panca Tirta yaitu ‘Panca’ berarti lima yang melambangkan banyaknya divisi yang ada di UKM UNAIR, dan ‘Tirta’ artinya air. Makna ‘Panca Tirta’ mengisyaratkan bahwa semangat dan prestasi yang diberikan oleh kelima divisi dari
37 UKM
selalu mengalir tanpa batas untuk UNAIR.
Acara dibuka oleh Direktur Kemahasiswaan UNAIR Dr. M. Hadi Subhan, SH., MH., CN dengan pemukulan gong. Suasana seketika ramai ketika terdengar suara gamelan dari Unit Kegiatan Tari dan Karawitan (UKTK) dan UKM Orchestra sebagai pembuka acara. Kemudian, secara berurutan dilanjutkan oleh penampilan dari UKM Karate, Ju Jitsu, Wanala, Kerohanian Islam, Teater, UKTK, Taekwondo, dan Paduan Suara Universitas Airlangga (PSUA). Gerakan lincah dari divisi bela diri, gemuruh takbir yang dilontarkan dari UKMKI UNAIR, tarian yang lihai dari UKTK, adu akting dari UKM Teater, suara merdu dari PSUA, dan tak kalah menarik pertunjukan yang atraktif dari UKM Wanala membuat acara display UKM kali ini semakin meriah. Suasana sempat gaduh ketika mahasiswa baru melihat penampilan memukau dari UKM Wanala yang menunjukkan kebolehannya. Kebolehan tersebut ditunjukkan dengan perhelatan flying fox dari lantai 3 Studen Center (SC) ke tribun dasar dengan ketinggian sekitar 10 meter. Penampilan yang mengejutkan dari UKM Wanala ini membuat mahasiswa baru antusias. Alhasil, dengan alat pelindung diri (APD) yang teruji safety, akhirnya dua mahasiswa baru yang bernama Ahsan (mahasiswa baru dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis) dan Dewi (mahasiswi baru dari Fakultas Keperawatan) ikut mencoba bermain flying fox dengan dibantu oleh kawankawan UKM Wanala. “Gerakan tadi itu namanya terolian. Biasanya digunakan untuk bantuan penyeberangan. Posisinya ya, seperti itu menggelantung di tali dan lebih utamanya menggunakan kekuatan tangan,” kata Fresta Yuanita anggota UKM Wanala UNAIR pada divisi rock climbing. Hari pertama display UKM diikuti mahasiswa baru tak kurang dari 3.400 orang. Display UKM berlangsung dua hari, yakni pada Senin (29/8) dan Selasa (30/8). (*)
Penulis : Disih Sugianti Editor : Binti Q. Masruroh
Prof. Maria Lucia Inge, Menyeimbangkan Peran Peneliti dan Ibu UNAIR NEWS – Perempuan masa kini mengemban tugas yang tak ringan, perannya tak sekedar untuk memelihara dan merawat keluarga, tetapi juga melakoni pekerjaan sebagai wanita karir. Bahkan tidak sedikiri perempuan era sekarang menduduki kursi jabatan tertinggi di institusi yang dipimpin. Ruang kerjanya ditata secara rapi dan sederhana. Prof. Maria Lucia Inge Lusida, dr., M.Kes., Ph.D telah menyempatkan diri di tengah-tengah waktunya yang padat. Ia berbagi cerita tentang karirnya sebagai peneliti sekaligus Ketua Institute of Tropical Disease (Lembaga Penyakit Tropik, -red) Universitas Airlangga, Surabaya. Sejak Inge diterima sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran UNAIR pada tahun 1984, ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya bisa menjadi peneliti sekaligus guru besar seperti sekarang. Inge merasa dirinya seperti mahasiswa kedokteran pada umumnya, mulai mengikuti kuliah secara rutin dan berdiskusi dengan rekan sesama mahasiswa. Namun, usai ia menamatkan pendidikan sarjana kedokteran, ia tak sempat mengabdikan diri pada masyarakat. “Saya harus bergantian dengan suami saya. Pada waktu itu suami saya pulang dari mengabdi, namanya Inpres pada waktu itu. Kalau saya berangkat, berarti saya harus berpisah lagi dengan
suami. Jadi, saya langsung menjadi dosen dan mengajar,” tutur Inge dengan raut wajah tersipu. Inge dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Mikrobiologi Klinik FK UNAIR pada tanggal 24 Juli 2010. Ia dikukuhkan sebagai Guru Besar UNAIR ke-388 dan ke-96 periode UNAIR sebagai Perguruan Tinggi Negeri – Berbadan Hukum (PTN-BH). Inge – yang pada saat dikukuhkan masih menjabat sebagai Sekretaris ITD UNAIR – membawakan orasi ilmiah berjudul “Peran Pemeriksaan Berbasis Biologi Molekuler dalam Upaya Penanggulangan Hepatitis B di Indonesia”. Tak hanya kali ini dosen yang memulai karirnya pada tahun 1986 memiliki sederet penelitian dengan topik hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C. Tak kurang ada 26 judul penelitiannya hepatitis.
yang
telah
terpublikasi
mengambil
topik
“Saya tertarik dengan topik biologi molekuler karena penyakitpenyakit di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi jamur, virus, bakteri itu masih banyak sehingga saya tertarik untuk mengembangkan penelitian tentang biologi molekuler itu,” tutur doktor lulusan Universitas Kobe, Jepang itu. Sejumlah judul penelitiannya yang dipublikasikan pada tahun 2015 antara lain “Hepatitis B virus infection in Indonesia 21(38): 10714 – 10720 World J Gastroenterol”, dan “A Deepsequencing Method Detects Drug-Resistant Mutations in the Hepatitis B Virus in Indonesians 57:384-92 Intervirology”. Sebagai periset aktif di lingkungan kampus, Inge tentu berharap agar pemerintah mendukung penuh iklim riset demi pengembangan dunia pendidikan. Apalagi, target untuk meraih predikat perguruan tinggi kelas dunia bukanlah yang mudah dicapai tanpa dukungan pemerintah. “Sebagai dosen, kegiatan riset itu memang harus aktif. Dengan riset yang terus berjalan, maka pendidikan juga akan berkembang,” ujar Guru Besar bidang Mikrobiologi Klinik FK
UNAIR ini. Kepeduliannya terhadap dunia penelitian menjadikan Inge terus berkomitmen menjadikan ITD UNAIR sebagai Pusat Unggulan Ipteks Perguruan Tinggi (PUI-PT). Selain itu ia juga memiliki harapan besar terhadap lembaga-lembaga di lingkungan UNAIR agar bisa menyusul keberhasilan ITD UNAIR sebagai PUI-PT. “Saat ini ITD UNAIR sebagai satu-satunya wakil UNAIR sebagai PUI-PT, saya berharap ke depan akan ada lembaga-lembaga pada lingkungan fakultas di UNAIR yang menyusul sebagai PUI-PT,” tegasnya. Seimbang Meskipun Inge telah berada di puncak karir sebagai seorang guru besar, ia tentu membutuhkan dukungan dari keluarga khususnya pada posisinya sekarang. Ia harus mengurusi institut yang meraih predikat Pusat Unggulan IPTEK di bidang kesehatan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada bulan Desember 2015 lalu. Selain mengurus riset, ia juga masih aktif mengajar dan menjalani praktik dokter. Menjadi perempuan memang bukan hal yang mudah. Perempuan diberi tanggung jawab untuk mengurus anak sejak kecil hingga tumbuh besar. Belum lagi apabila perempuan tersebut meniti karir dalam pekerjaan yang ditekuni. Inge menekankan bahwa pendidikan adalah kunci utama bagi perempuan. Ia tak setuju apabila menempuh pendidikan setinggitingginya hanya boleh diakses oleh kaum laki-laki saja. Baginya, kesetaraan gender harus berlaku dalam dunia pendidikan. “Kalau pada masa itu, Kartini memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Itu masih relevan hingga saat ini. Pendidikan bagi perempuan dan laki-laki tidak boleh dibedakan. Para perempuan adalah calon ibu. Ia akan mendidik generasi-generasi berikutnya,” tegas Inge.
Inge menuturkan bahwa memang tak mudah untuk menjalani berbagai tugas dalam waktu yang bersamaan, khususnya pada awal karir. Namun, ia kini sudah mengikuti ritme kerja di kampus dan di lingkungan keluarga. Bagi Inge, kunci utamanya adalah menyeimbangkan karir dan keluarga. “Kalaupun perempuan itu berkarir, ya, keduanya harus berjalan dengan sukses. Keluarga harus tetap diperhatikan dan karir juga harus berjalan profesional. Memang bukan hal yang mudah apalagi masa awal-awal berkarir, tapi keduanya harus dijalankan secara maksimal karena waktu tidak akan membawa kita kembali,” tutur Inge. (*) Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan
Dubes Triyono Wibowo: Kewajiban Perlindungan HAM Bukan Hanya Milik Negara UNAIR NEWS – Dalam konteks Hubungan Internasional, aktor utama yang memiliki kewajiban terhadap perlindungan HAM pada dasarnya adalah negara, namun seiring berjalanya waktu kewajiban tersebut bukan menjadi milik negara lagi. Pada tahun 1974, United Nations Commission Transnational Corporations sudah menjadikan non-state actor termasuk perusahaan internasional yang memiliki tanggung jawab dan andil dalam perlindungan HAM. Dr. (HC) Triyono Wibowo, alumni Fakultas Hukum UNAIR di selasela jeda Simposium Nasional yang digelar pada Selasa (26/4), menjelaskan bahwa untuk mengatasi hal tersebut Dewan HAM PBB
telah menyepakati untuk dibuatkan United Nations Guiding Principles (UNGP) yang keanggotaannya bersifat sukarela. “Tujuan utama UNGP yakni membuat legally binding, namun berhasil disepakati guiding principles yang sifatnya rela, yang mau ikut silahkan, yang tidak mau ikut tidak apa. Selang beberapa waktu kita membuat working group mulai menjajaki legally binding,” jelasnya.
yang suka apayang
Setelah tiga tahun berjalan, UNGP mulai membuat rencana pembuatan legally binding yang masih berada pada tatanan pendekatan yang akan diterapkan. Akan tetapi lagi-lagi terdapat resistensi dari negara maju. Bahkan dalam salah satu forum yang diselenggarakan, seluruh perwakilan negara Uni Eropa dan Amerika Serikat tidak mau ikut dan tidak mau melanjutkan pertemuan (walk out). Menurut Dubes Triyono Wibowo, resistensi dari pemilik perusahaan multinasional hingga saat ini masih besar. “Disinilah sebenarnya arti strategis UNGP yang dipandang dapat memberikan landasan moral politik hukum yang mengkaitkan secara jelas isu bisnis dan HAM,” tandasnya diakhir penjelasan pilar penting UNGP. “Yang
penting
dilakukan
sekarang
ialah
bagaimana
meng-
internalisasikan dan menjadikan proses yang berlangsung di tingkat internasional mempunyai gaung yang luas di dalam negeri, dan kita dapat memanfaatkanya untuk pembangunan nasional yang berwawasan HAM,” imbuh peraih Doktor Honoris Causa dari UNAIR pada tahun 2013 tersebut. Menurutnya, implementasi UNGP di Indonesia ini memiliki tantangan tersendiri. Disatu sisi, Indonesia membutuhkan investasi asing untuk urusan pembangunan, disisi lain juga punya kewajiban untuk melindungi dan mempromosikan HAM. Maka dari itu, Indonesia terus mengikuti pembahasan UNGP tersebut di level internasional agar dapa menjadi patokan dasar dalam menerapkanya di level nasonal ketika permasalahan HAM terjadi.
“Salah satu sasaran yang kita harapkan adalah penajaman upaya agar UNGP ini takes its firm root di Indonesia, sehingga terdapat kepemilikan bersama diantara seluruh pemangku kepentingan, dan selanjutnya terdapat tanggung jawab bersama dalam implementasinya di Indonesia,” pungkasnya. (*) Penulis : Muhammad Ahalla Tsauro Editor : Nuri Hermawan