BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 2015
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
LAPORAN AKHIR 2015
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
2
KATA PENGANTAR
Penyusunan Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan didasarkan pada surat perjanjian kerjasama antara Badan Koordinasi Penanaman Modal (selaku pengguna jasa) dengan PT Eltra Wiratama Konsultan (selaku penyedia jasa). Berdasarkan perjanjian tersebut, ada beberapa laporan yang harus disampaikan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, antara lain adalah Laporan Akhir. Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan ini disusun sebagai hasil kajian terhadap berbagai perizinan dan nonperizinan yang terkait dengan investasi sektor ketenagalistrikan. Berbagai peraturan perundang-undangan menjadi acuan dalam mengidentifikasi satu per satu jenis perizinan dan nonperizinan di sektor ini, termasuk insentif fiskal yang digulirkan pemerintah. Hasil identifikasi disusun menjadi skema perizinan investasi sektor ketenagalistrikan pada berbagai jenis pembangkit. Meskipun relatif sama, pemisahan berdasarkan jenis pembangkit dan juga unit pelaksana (investor, khususnya IPP) dalam mendukung program pengadaan tenaga listrik 35.000 MW. Harapannya, dokumen ini dapat diterima dengan baik, sebagai laporan hasil pelaksanaan pekerjaan dan bermanfaat bagi pengguna jasa. Atas perhatian dan kerjasama para pihak, Kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, Oktober 2015
Tim Penyusun
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
3
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
4
003 I
KATA PENGANTAR
005 I
DAFTAR ISI
008 I
DAFTAR TABEL
010 I
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 012 I
1.1
Latar Belakang
014 I
1.2
Maksud Pelaksanaan Kegiatan
015 I
1.3
Tujuan Pelaksanaan Kegiatan
015 I
1.4
Ruang Lingkup
015 I
1.5
Waktu Pelaksanaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA: SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 016 I
2.1
Gambaran Umum Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia
017 I
2.1.1
Pembangunan Sektor Ketenagalistrikan dalam Rencana Pembangunan Nasional
019 I
2.1.2
Kapasitas Ketenagalistrikan Indonesia
020 I
2.1.3
Kebutuhan listrik Indonesia
023 I
2.2
Peluang Investasi Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia
023 I
2.2.1
Kebutuhan Investasi Sektor Ketenagalistrikan
026 I
2.2.2
Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan Regional
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
5
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Wilayah Sumatera 035 I
2.2.3
Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan Regional Wilayah Jawa - Bali
042 I
2.3
Skema Investasi Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia
042 I
2.3.1
Landasan Hukum
043 I
2.3.2
Independent Power Producers (IPP)
047 I
2.3.3
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
054 I
2.3.4
Swasta Murni
DAFTAR ISI
BAB 3 METODOLOGI
6
056 I
3.1
Pendekatan
058 I
3.2
Metodologi
058 I
3.2.1
Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
059 I
3.2.2
Metode Pengolahan Data
060 I
3.2.3
Beberapa Analisis yang Digunakan
061 I
3.2.4
Policy Dialogue dan Focus Discussion Group (FGD)
062 I
3.3
Penyusunan Buku Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan
BAB 4 IDENTIFIKASI PERIZINAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN 064 I
4.1
Program Pembangkit Listrik 35.000 MW
065 I
4.2
Mekanisme Pengadaan Listrik 35.000 MW
071 I
4.3
Identifikasi Perizinan Dalam Rangka Program Pengadaan Listrik 35.000 MW
071 I
4.3.1
Izin Prinsip Penamaman Modal
073 I
4.3.2
Pendirian Badan Usaha di Indonesia
079 I
4.3.3
Perizinan Ketenagakerjaan
080 I
4.3.4
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL)
108 I
4.4
Skema Perizinan Investasi Sektor Ketenagalistrikan
BAB 5 INSENTIF INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN BAB 6 SISTEM AKUNTANSI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN 127 I
6.1
ISAK 8 : Interpretasi Perjanjian Mengandung Sewa
128 I
6.2
PSAK 30: Sewa
129 I
6.3
Sewa Dalam Laporan Keuangan Lessee Pada Sewa Pembiayaan
130 I
6.4
Transaksi Jual dan Sewa-Balik
BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 133 I
7.1
Kesimpulan
133 I
7.2
Rekomendasi
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
7
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
020 I
Tabel 1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
021 I
Tabel 2
Pertumbuhan Ekonomi, Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik dan Beban Puncak Periode Tahun 2015–2024
021 I
Tabel 3
Proyeksi Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Pelanggan dan Rasio Elektrifikasi Periode Tahun 2015 – 2024
022 I
Tabel 4
Prakiraan Kebutuhan Listrik, Angka Pertumbuhan dan Rasio Elektrifikasi
DAFTAR TABEL
024 I
8
Tabel 5
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 20152024 per Kelompok Pelanggan (TWh)
025 I
Tabel 6
Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW)
025 I
Tabel 7
Kebutuhan Tambahan Pembangkit berdasarkan Status Proyek
027 I
Tabel 8
Kapasitas Terpasang Pembangkit Wilayah Sumatera (MW) sampai dengan Bulan Desember Tahun 2014
027 I
Tabel 9
Perkembangan Kapasitas Trafo GI Wilayah Sumatera (MVA)
027 I
Tabel 10 Perkembangan Saluran Transmisi Wilayah Sumatera (kms)
028 I
Tabel 11 Rencana Pengembangan MPP di Sumatera
030 I
Tabel 12 Kebutuhan Pembangkit Wilayah Sumatera (MW)
032 I
Tabel 13 Kebutuhan Fasilitas Transmisi Wilayah Sumatera
032 I
Tabel 14 Kebutuhan Fasilitas Trafo dan Gardu Induk Wilayah Sumatera
033 I
Tabel 15 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Wilayah Sumatera
034 I
Tabel 16 Total Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera
035 I
Tabel 17 KapasitasTerpasang Pembangkit Sistem Jawa-Bali Tahun 2014
035 I
Tabel 18 Perkembangan Kapasitas Trafo GI Sistem Jawa-Bali
035 I
Tabel 19 Perkembangan Saluran Transmisi Sistem Jawa Bali
038 I
Tabel 20 Rencana Penambahan Pembangkit Sistem Jawa-Bali (MW)
039 I
Tabel 21 Kebutuhan Saluran Transmisi Sistem Jawa-Bali
039 I
Tabel 22 Kebutuhan Trafo Sistem Jawa-Bali
040 I
Tabel 23 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Sistem Jawa-Bali
041 I
Tabel 24 Kebutuhan Dana Investasi untuk Sistem Jawa – Bali
048 I
Tabel 25 Kerangka Regulasi Investasi Pola KPS
049 I
Tabel 26 Bentuk dan Modalitas KPS
059 I
Tabel 27 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan
066 I
Tabel 28 Proyek pembangkit listrik investasi PLN yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan)
067 I
Tabel 29 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan)
068 I
Tabel 30 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (penunjukan langsung)
082 I
Tabel 31 Identifikasi berbagai perizinan / non perizinan terkait investasi sektor ketenagalistrikan
114 I
Tabel 32 Bidang Usaha Tertentu Dan Daerah Tertentu Yang Mendapat Fasilitas Tax Allowance
118 I
Tabel 33 Jenis-Jenis Insentif Fiskal Dalam Rangka Pembangkitan Tenaga Listrik
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
9
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
018 I
Gambar 1
Strategi Pembangunan Nasional, 2015-2019
022 I
Gambar 2
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015 dan 2024
023 I
Gambar 3
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015-
DAFTAR GAMBAR
2024
10
031 I
Gambar 4
Rencana Pengembangan transmisi Sistem sumatera Tahun 2015-2024
034 I
Gambar 5
Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera
039 I
Gambar 6
Rencana Pengembangan transmisi Sistem Jawa-bali Tahun 2015-2024
041 I
Gambar 7
Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Sistem Jawa – Bali
044 I
Gambar 8
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Penunjukkan Langsung
045 I
Gambar 9
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Pemilihan Langsung
045 I
Gambar 10 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Lelang Terbuka
046 I
Gambar 11 Tahapan Bisnis Ketenagalistrikan Pola IPP
049 I
Gambar 12 Bentuk dan modalitas KPS
051 I
Gambar 13 Tahapan Pembiayaan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah Swasta
060 I
Gambar 14 Sistem kebijakan
061 I
Gambar 15 Proses analisis kebijakan berdasarkan masalah
kebijakan 069 I
Gambar 16 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW oleh Pengembang Swasta (IPP)
069 I
Gambar 17 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Penunjukan Langsung
070 I
Gambar 18 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pemilihan Langsung
070 I
Gambar 19 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pelelangan Umum
108 I
Gambar 20 Skema umum perizinan investasi sektor ketenagalistrikan
109 I
Gambar 21 Skema Perizinan untuk PLTA oleh IPP
109 I
Gambar 22 Skema Perizinan untuk PLTU Mulut Tambang / Batubara oleh IPP
110 I
Gambar 23 Skema Perizinan untuk PLTG / PLTGU / PLTMG oleh IPP
110 I
Gambar 24 Skema Perizinan untuk PLTP oleh IPP
114 I
Gambar 25 Skema Fasilitas Fiskal Mendukung Pembangunan Proyek Ketenagalistrikan 35 000 MW
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
11
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode 2010-2014 rata-rata tumbuh sebesar 5,8%. Pada tahun 2013 pendapatan perkapita Indonesia mencapai USD 3.500 yang menempatkan Indonesia berada pada lapis bawah negaranegara berpenghasilan menengah. Untuk dapat lepas dari middle income trap dan mencapai target sebagai negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2030, perekonomian nasional dituntut tumbuh rata-rata antara 6-8 persen per tahun.
12
Sebagai salah satu upaya mencapai pertumbuhan 6-8 persen per tahun, pemerintah telah menetapkan program-program prioritas infrastruktur untuk lima tahun kedepan melalui Nawacita. Pembangunan infrastruktur juga diperlukan untuk mendorong penanaman modal yang lebih merata. Pada tahun 20152019 Pemerintah telah berkomitmen untuk membangun infrastruktur tenaga listrik sebesar 35 ribu MW. Selain itu, akan dibangun 24 pelabuhan baru, 60 pelabuhan penyeberangan, 15 bandara baru, 3.258 km jalur kereta, 2.650 km jalan baru, dan 1.000 km jalan tol. Untuk mencapai target tersebut, dalam lima tahun kedepan kebutuhan investasi infrastruktur Indonesia adalah Rp 5.519,4 triliun. Dimana dari jumah tersebut, pendanaan pemerintah hanya berkisar 40,14% atau sekitar Rp 2.215,6 triliun selama 5 (lima) tahun ke depan. Sehingga terdapat selisih pendanaan sekitar Rp 3.303,8 trilliun yang akan dikejar dengan partisipasi swasta. Dari seluruh proyek infrastruktur yang akan dibangun selama lima tahun kedepan, infrastruktur sektor ketenagalistrikan menjadi perhatian utama pemerintah. Listrik merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan Indonesia untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi rata-rata 6-8 persen selama 2015-2019. Tidak hanya penting bagi pertumbuhan ekonomi, listrik juga memberikan pengaruh yang signifikan bagi perbaikan Human Development Index (HDI). Dalam Journal of the Asia Pasific Economy 2011, seorang peneliti Indonesia yang mengadakan penelitian di Pulau Jawa menemukan bahwa setiap kenaikan 1% dari rumah tangga yang menggunakan listrik akan menaikkan HDI sebesar 0,2% dalam jangka panjang. Kenaikan HDI yang dihasilkan dari pembangunan listrik paling tinggi dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur lainnya seperti 1% kenaikan di infrastruktur air dan jalan hanya akan menaikkan HDI sebesar masing-masing 0,03% dan 0,01%. Konsumsi listrik dalam kurun waktu tahun 2000-2012 mengalami pertumbuhan rata-rata 6,2% per tahun. Rendahnya pertumbuhan ini PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
13
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
menyebabkan rasio elektrifikasi nasional masih tertinggal dibadingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Data dari Handbook of Energy & Economic Statitics tahun 2013 dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa rasio elektrifikasi Indonesia hanya sebesar 76,56% masih jauh bila dibandingkan dengan Malaysia (99,4%), Vietnam (97,6%), Thailand (87,7%), dan bahkan Filipina (83,3%). Dalam rangka mencapai target pembangunan 35 ribu GW selama lima tahun kedepan, PLN melalui RUPTL 2015-2024 telah menetapkan proyek-proyek infrastruktur ketenagalistrikan. Selama tahun 2015-2019 akan dibangun 42GW pembangkit listrik dimana 7 GW merupakan bagian dari Fast Track Program II dan 35 GW adalah tambahan program pemerintahan baru. Dari jumlah tersebut PLN akan membangun pembangkit sebesar 17,4 GW, transmisi sepanjang 50 ribu kms dan gardu induk di 743 lokasi dengan kebutuhan capital expenditure sebesar Rp545 trilliun. Sedangkan sisanya akan ditawarkan kepada swasta untuk membangun pembangkit sebesar 24,9 GW dan transmisi sepanjang 360 kms dengan kebutuhan capital expenditure sebesar Rp435 trilliun. Proyekproyek ketenagalistrikan ini masih akan ditambahkan dengan proyek-proyek listrik diluar rencana PLN. Baik yang diajukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bappenas, pengelola kawasan industri maupun pemerintah daerah seperti yang tertuang dalam Lampiran III Infrastruktur Rencana Strategis BKPM 2015-2019.
ketenagalistrikan melalui Investor Relation Unit di BKPM. Selama bulan Januari-Februari 2015 saja sudah ada 12 (dua belas) pertanyaan dari calon investor yang masuk. Minat yang tinggi juga terlihat dari izin Prinsip untuk sektor ketenagalistrikan yang dikeluarkan BKPM. Selama kurun waktu 2010-2014 tercatat ada 114 proyek PMA di sektor ketenagalistrikan dengan nilai investasi sebesar US$ 22.592,50 juta. Namun selama kurun waktu 2011-2014 hanya terdapat realisasi sebanyak 3 proyek PMA dengan nilai investasi sebesar US$ 215 juta. Agar minat investasi di sektor listrik dapat terealisasi, Direktorat Perencanaan Industri Agribisnis dan Sumber Daya Alam Lainnya merasa perlu untuk membuat panduan investasi sektor listrik di Indonesia. Panduan investasi ini akan memuat peluang investasi di sektor listrik, regulasiregulasi terkait yang perlu diperhatikan oleh penanam modal baik regulasi teknis maupun non teknis seperti lahan, penjelasan mengenai skema-skema investasi, serta penjelasan mengenai perpajakan di Indonesia. Dengan adanya panduan investasi ini diharapkan informasi mengenai investasi di sektor listrik dapat lebih transparan dan terpercaya sehingga dapat mendukung perbaikan iklim investasi. Selain itu, buku panduan investasi ini juga dapat digunakan sebagai media promosi untuk menarik lebih banyak calon penanam modal.
1.2 MAKSUD PELAKSANAAN KEGIATAN Maksud dari kegiatan ini adalah:
Untuk mencapai target pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, tantangan pemerintah khususnya BKPM adalah mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur baik melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) maupun non KPS (Business to Business). Untuk itulah diperlukan perbaikan iklim investasi dan promosi yang tepat dalam menarik calon penanam modal yang serius. Ketertarikan calon penanam modal untuk berinvestasi di sektor ketenagalistrikan terlihat dari banyaknya pertanyaan mengenai
14
1. Mendukung perbaikan iklim investasi dengan menyediakan informasi yang transparan dan kredibel. 2. Menyediakan buku panduan investasi sektor ketenagalistrikan bagi calon penanam modal. 3. Menyediakan buku panduan investasi sektor ketenagalistrikan sebagai media promosi.
1.3 TUJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN Tersedianya buku panduan investasi, khususnya di sektor ketenagalistrikan, yang dapat dimanfaatkan oleh calon penanam modal untuk mendukung terealisasinya investasi di sektor listrik.
1.4 RUANG LINGKUP
3. Focus Group Discussion Koordinasi dan pertemuan dengan stakeholder terkait dengan tujuan untuk memperoleh masukan dan klarifikasi informasi dari berbagai stakeholder terkait baik di pusat maupun di daerah untuk berbagi pengalaman dan memperoleh gambaran mengenai investasi di sektor ketenagalistrikan yang dilaksanakan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) bekerjasama dengan pihak BKPM.
Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan adalah:
4. Melakukan koordinasi dengan BKPM secara intensif minimal 2 (dua) kali dalam sebulan, dalam hal penyusunan materi kajian;
1. Desk Study Melakukan studi literatur dari berbagai sumber yang terkait dengan investasi di sektor ketenagalistrikan.
5. Membuat Laporan hasil survei pengumpulan data dan informasi;
2. Policy Dialogue Pengkayaan informasi yang diperoleh dari wilayah survei di dalam maupun luar negeri bekerjasama dengan pihak BKPM dengan tujuan mengumpulkan data primer dan sekunder dari berbagai instansi terkait maupun dari industri yang telah ada mengenai kebijakan investasi di sektor ketenagalistrikan.
6. Menyusun buku panduan investasi sektor listrik di Indonesia dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
1.5 WAKTU PELAKSANAAN Kegiatan dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan, sejak penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
15
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
2
TINJAUAN PUSTAKA: SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 2.1
GAMBARAN UMUM SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
16
2.1.1 Pembangunan Sektor Ketenagalistrikan dalam Rencana Pembangunan Nasional Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2015-2019, sektor ketenagalistrikan menjadi bagian dari strategi pembangunan nasional, yaitu menjadi salah satu dari tiga dimensi pembangunan nasional: 1. Dimensi pembangunan manusia dan masyarakat. 2. Dimensi pembangunan sektor unggulan dengan prioritas 3. Dimensi pemerataan dan kewilayahan. Sektor ketenagalistrikan masuk dalam dimensi salah satu sektor unggulan dan prioritas nasional selain pangan, energi, kemaritiman, kelautan, pariwisata dan industri. Pada tahun 2015 ini dengan jumlah penduduk yang diperkirakan sudah mencapai 257,9 juta jiwa, jumlah pelanggan listrik PLN baru mencapai 60,3 juta jiwa atau rasio elektrifikasi sebesar 84%. Kebutuhan listrik saat ini sudah mencapai 219,1 TWH. Tahun 2024 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 284,8 juta jiwa dengan jumlah pelanggan listrik mencapai 78,4 juta jiwa, bila pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 6,1 hingga 7,1% maka pada tahun 2024 tambahan kapasitas listrik nasional mencapai 70.400 MW dengan asumsi pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 8,7% per tahun, rasio elektrifikasi mencapai 99,4% maka kebutuhan listrik nasional akan mencapai 464,2 TWH. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of the Asia Pasific Economy 2011,sektor ketenagalistrikan merupakan sektor yang memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas pembangunan manusia suatu daerah. Setiap kenaikan 1% dari rumah tangga yang menggunakan listrik akan menaikkan HDI (Human Development Index) sebesar 0,2% dalam jangka panjang. Kenaikan HDI yang dihasilkan dari pembangunan PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
17
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL NORMAL PEMBANGUNAN KABINET KERJA Membangun manusia dan masyarakat ; Upaya meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, produktivitas tidak boleh menciptakan ketimpangan yang semakin melebar. Perhatian khusus diberikan kepada peningkatan produktivitas rakyat lapisan menengah bawah, tanpa menghalangi, menghambat, mengecilkan dan mengurakngi keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk terus menjadi bagian pertumbuhan ; Ÿ aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan daya dukung lingkungan dan keseimbangan ekosistem
Ÿ Ÿ
3 DIMENSI PEMBANGUNAN DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
DIMENSI PEMERATAAN DAN PEWILAYAHAN
PENDIDIKAN
KEDAULATAN PANGAN
ANTAR KELOMPOK PENDAPATAN
KEDAULATAN ENERGI & KETENAGALISTRIKAN KEMARITIMAN & KELAUTAN
PENDIDIKAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN
PARIWISATA & INDUSTRI
ANTAR WILAYAH : 1 DESA 2 PINGGIRAN 3 LUAR JAWA 4. KAWASAN TIMUR
KONDISI PERLU KEPASTIAN &
PENEGAKAN HUKUM
KEAMANAN & KETERTIBAN
POLITIK & DEMOKRASI
TATA KELOLA & RB
QUICK WINS & PROGRAM LANJUTAN LAINNYA Gambar 1 Strategi Pembangunan Nasional, 2015-2019 listrik paling tinggi dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur lainnya seperti 1% kenaikan di infrastruktur air dan jalan hanya akan menaikkan HDI sebesar masing-masing 0,03% dan 0,01%. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sektor ketenagalistrikan bagi peningkatan kualitas pembangunan manusia di Indonesia. Pada tahun 2014, kapasitas pembangkit listrik nasional baru mencapai 50,7 Giga Watt, selama masa pembangunan lima tahun saat ini (20152019) peningkatan kapasitas pembangkit listrik nasional diharapkan mampu mencapai peningkatan sebesar 35,9 Giga Watt atau
18
mencapai 86,6 Giga Watt pada akhir tahun 2019. Kondisi ini diharapkan mampu mendorong rasio elektrifikasi nasional hingga mencapai 96,6 % pada akhir tahun 2019, atau mengalami peningkatan sebesar 15,1% dari yang saat ini sudah dicapai. Saat ini masih ada 18,5 % penduduk Indonesia belum menikmati layanan energi listrik. Dari tingkat rasio elektrifikasi tersebut, pelayanan dasar bagi penduduk rentan dan kurang mampu (40% penduduk yang berpendapatan terendah), peningkatan akses penerangan ditargetkan mencapai 100% dari yang saat ini dicapai (52,3%) atau meningkat 47,7% untuk kurun waktu 5 tahun kedepan.
Arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 (Perpres Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN) saat ini terkait sektor ketenagalistrikan adalah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur kelistrikan, menjamin ketahanan energi untuk mendukung ketahanan nasional. Pelaksanaan pembangunan sektor ketenagalistrikan ini dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-Swasta.
2.1.2 Kapasitas Ketenagalistrikan Indonesia Kapasitas ketenagalistrikan di Indonesia ditinjau berdasarkan daya tersambung. Daya tersambung, energi terjual, jumlah pelanggan dan kapasitas terpasang merupakan gambaran umum dari kemampuan Indonesia dalam menyediakan energi listrik saat ini. Daya tersambung yang merupakan besaran daya yang disepakati oleh PLN dan pelanggan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik, daya tersambung ini yang menjadi dasar penghitungan beban. Daya tersambung listrik di Indonesia totalnya mencapai 100.030,53 MVA. Pembagian berdasarkan kelompok pelanggan di Indonesia, untuk rumah tangga mencapai 48,374,47 MVA atau 48, 36% dari total daya tersambung, untuk industri mencapai 23.541,96 MVA atau 23,53%, untuk bisnis sebesar 21,22% atau mencapai 21.223,71 MVA. Sedangkan sisanya untuk kebutuhan sosial, gedung kantor pemerintahan dan penerangan jalan umum. Daya tersambung untuk Pulau Jawa pada tahun 2014 mencapai 69.874,20 MVA atau mencapai 69,85% dari total nasional, dengan tingkat pemanfaatan daya tersambung terbesar pada kelompok pelanggan rumah tangga yang mencapai 30.414,07 MVA atau mencapai 43,16% dari total daya tersambung di Pulau Jawa. Sedangkan jumlah energi yang terjual kepada
pelanggan adalah energi (kWh) yang terjual kepada pelanggan TT (tegangan tinggi), TM (tegangan menengah) dan TR (tegangan rendah) sesuai dengan jumlah kWh yang dibuat rekening. Jumlah energi listrik terjual pada tahun 2014 sebesar 198.601,78 GWh meningkat 5,90% dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok pelanggan Industri mengkonsumsi 65.908,68 GWh (33,19%), Rumah Tangga 84.086,46 GWh (42,34%), Bisnis 36.282,42 GWh (18,27%), dan Lainnya (sosial, gedung pemerintah dan penerangan jalan umum) 12.324,21 GWh (6,21%). Penjualan energi listrik untuk semua jenis kelompok pelanggan yaitu industri, rumah tangga, bisnis dan lainnya mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2,37%, 8,90%, 5,17% dan 7,63%. Sedangkan jumlah pelanggan pada akhir tahun 2014 baru mencapai 57.493.234 pelanggan atau meningkat 6,48% dari akhir tahun 2013. Harga jual listrik rata-rata per kWh selama tahun 2014 sebesar Rp 939,74 lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp 818,41. Kapasitas terpasang dan unit pembangkit PLN (holding dan anak perusahaan) pada akhir Desember 2014 mencapai 39.257,53 MW dan 5.007 unit, dengan 31.062,19 MW (79,12%) berada di Pulau Jawa. Total kapasitas terpasang meningkat 14,77% dibandingkan dengan akhir Desember 2013. Persentase kapasitas terpasang per jenis pembangkit sebagai berikut : PLTU 20.451,67 MW (52,10%), PLTGU 8.886,11 MW (22,64%), PLTD 2.798,55 (7,13%), PLTA 3.526,89 MW (8,98%), PLTG 3.012,10 MW (7,67%), PLTP 573 MW (1,46%), PLT Surya dan PLT Bayu 9,20 MW (0,02%). Adapun total kapasitas terpasang nasional termasuk sewa dan IPP adalah 51.620,58 MW. Selama tahun 2014, jumlah energi listrik produksi sendiri (termasuk sewa) sebesar 175.296,98 GWh meningkat 6,91% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 59,12% diproduksi oleh PLN Holding, dan 40,88% diproduksi Anak Perusahaan yaitu PT Indonesia Power, PT PJB, PT PLN Batam dan PT PLN PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
19
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Tarakan. Persentase energi listrik produksi sendiri (termasuk sewa) per jenis energi primer adalah: gas alam 49.312,48 GWh (28,13%), batubara 84.076,12 GWh (47,96%), minyak 26.433,18 GWh (15,08%), tenaga air 11.163,62 GWh (6,37%), dan 4.285,37 GWh (2,44%) berasal dari panas bumi.
unit, sistem 150 kV sebanyak 1.179 unit, sistem 70 kV sebanyak 192 unit, dan sistem < 30 kV sebanyak 1 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah trafo gardu distribusi menjadi 46.779 MVA dan 389.302 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah trafo mengalami peningkatan masing-masing sebesar 8,32% dan 7,32%.
Dibandingkan tahun sebelumnya penggunaan bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik di Indonesia mengalami peningkatan, sedangkan pangsa gas alam, batubara, panas bumi dan air mengalami penurunan. Produksi total PLN (termasuk pembelian dari luar PLN) pada tahun 2014 sebesar 228.554,91 GWh, mengalami peningkatan sebesar 12.366,36 GWh atau 5,72% dari tahun sebelumnya. Dari produksi total PLN tersebut, energi listrik yang dibeli dari luar PLN sebesar 53.257,93 GWh (23,30%). Pembelian energi listrik tersebut meningkat 1.035,14 GWh atau 1,98% dibandingkan tahun 2013. Dari total energi listrik yang dibeli, pembelian terbesar sebanyak 8.434 GWh (21,31%) berasal dari PT Jawa Power, dan 7.435 GWh (18,79%) berasal dari PT Paiton Energy Company.
2.1.3 Kebutuhan listrik Indonesia
Pada akhir tahun 2014, total panjang jaringan transmisi mencapai 39.909,80 kms, yang terdiri atas jaringan 500 kV sepanjang 5.053,00 kms, 275 kV sepanjang 1.374,30 kms, 150 kV sepanjang 29.352,85 kms, 70 kV sepanjang 4.125,49 kms dan 25 & 30 kV sepanjang 4,16 kms. Total panjang jaringan distribusi sepanjang 925.311,61 kms, terdiri atas JTM sepanjang 339.558,24 kms dan JTR sepanjang 585.753,37 kms. Kapasitas terpasang trafo gardu induk sebesar 86.472 MVA, meningkat 6,30% dari tahun sebelumnya. Jumlah trafo gardu induk sebanyak 1.429 unit, terdiri atas trafo sistem 500 kV sebanyak 52 unit, sistem 275 kV sebanyak 5 PDB
2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan perekonomian Indonesia selama 10 tahun terakhir yang dinyatakan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dengan harga konstan tahun 2000 mengalami kenaikan ratarata 5,8% per tahun. Pertumbuhan 4 tahun terakhir mencapai nilai tertinggi 6,5% seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini: Berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi pada RPJMN tahun 2015-2019 yang dikeluarkan oleh BAPPENAS, ekonomi Indonesia untuk tahun 2015-2019 diperkirakan akan tumbuh antara 6,1%-7,1%, dan untuk periode tahun 2020-2024 mengacu pada RUKN 2015-2034, yaitu rata-rata 7,0% per tahun. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan tenaga listrik selanjutnya diproyeksikan pada tahun 2024 akan menjadi 464 TWh, atau tumbuh rata-rata dari tahun 2015-2024 sebesar 8,7% per tahun. Sedangkan beban puncak non coincident pada tahun 2024 akan menjadi 74.536 MW atau tumbuh rata-rata 8,2% per tahun. Jumlah pelanggan pada tahun 2014 sebesar 57,3 juta akan bertambah menjadi 78,4 juta pada tahun 2024 atau bertambah ratarata 2,2 juta per tahun.
2008
2009
2010
2011
2012
2013
PDB (103 Triliun, Rp) Harga Konstan
1,66
1,75
1,85
1,96
,2,08
2,17
2,22
2,46
2,62
2,77
Growth PDB (%)
5,05
5,67
5,50
6,32
6,06
4,63
6,22
6,49
6,26
5,78
Tabel 1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sumber: Statistik Indonesia, BPS
20
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Sales (TWh)
Beban Puncak (Non-coicident) (MW)
2015
6,1
219
36.787
2016
6,4
239
39.880
2017
6,8
260
43.154
2018
7,0
283
46.845
2019
7,1
307
50.531
2020
7,0
332
54.505
2021
7
361
58.833
2022
7
392
63.483
2023
7
427
68.805
2024
7
464
74.536
Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi, Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik dan Beban Puncak Periode Tahun 2015–2024 Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Tahun
Penduduk (Juta)
Pelanggan (Juta)
RE RUPTL 2015-2024 (%)
RE RUKN 2008-2027 (%)
RE Draft RUKN 2015-2034 (%)
2015
257,9
60,3
87,7
79,2
85,2
2016
261,1
63,6
91,3
88,2
2017
264,3
66,2
93,6
91,1
2018
267,4
68,7
95,8
93,9
2019
270,4
71,0
97,4
96,6
2020
273,5
72,9
98,4
2021
276,5
74,4
98,9
99,3
2022
279,3
75,8
99,1
99,4
2023
282,1
77,1
99,3
99,4
2024
284,8
78,4
99,4
99,5
90,4
99,2
Tabel 3 Proyeksi Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Pelanggan dan Rasio Elektrifikasi Periode Tahun 2015 – 2024 Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Penambahan pelanggan tersebut akan meningkatkan rasio elektrifikasi dari 84,4% pada 2014 menjadi 99,4% pada tahun 2024. Proyeksi jumlah penduduk, pertumbuhan pelanggan dan rasio elektrifikasi periode tahun 2015-2024. Proyeksi kebutuhan listrik periode tahun 2015– 2024 ditunjukkan pada tabel 4 dan gambar 2. Pada periode tahun 2015-2024 kebutuhan listrik diperkirakan akan meningkat dari 219,1 TWh pada tahun 2015 menjadi 464,2TWh pada tahun 2024, atau tumbuh rata-rata 8,7% per tahun. Untuk wilayah Sumatera pada periode yang sama, kebutuhan listrik akan meningkat
dari 31,2TWh pada tahun 2015 menjadi 82,8 TWh pada tahun 2024 atau tumbuh rata-rata 11,6% per tahun. Wilayah Jawa-Bali tumbuh dari 165,4 TWh pada tahun2015 menjadi 324,4 TWh pada tahun 2024 atau tumbuh rata-rata 7,8% pertahun. Wilayah Indonesia Timur tumbuh dari 22,6 TWh menjadi 57,1 TWh atau tumbuh ratarata 11,1% per tahun. Proyeksi penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan memperlihatkan bahwa pada sistem Jawa Bali, kelompok pelanggan industri mempunyai porsi yang cukup besar, yaitu rata-rata 41,4% dari total penjualan. Sedangkan di Indonesia Timur dan Sumatera rata-rata porsi pelanggan industri adalah PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
21
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Uraian Energi Demand
Satuan
2014*
2015
2016
2018
2020
2022
2024
Twh
Indonesia
201,5
219,1
238,8
282,9
332,3
392,3
464,2
Jawa Bali
153,6
165,4
178,3
207,1
239,5
278,6
324,4
20,0
22,6
25,8
33,1
40,0
47,8
57,1
27,9
31,2
34,7
42,7
52,8
65,9
82,8
8,6
8,7
9,0
8,9
8,4
8,7
8,8
Indonesia Timur Sumatera Pertumbuhan
%
Indonesia Jawa Bali
8,2
7,6
7,8
7,6
7,5
7,9
7,8
12,2
12,9
14,5
14,2
9,9
9,2
9,2
8,5
11,7
11,1
11,1
11,2
11,8
12,2
Indonesia
84,4
87,7
91,3
95,7
98,4
99,1
99,4
Jawa Bali
96,8
90,5
94,6
98,4
99,8
99,9
99,9
Indonesia Timur
76,1
79,2
82,1
87,9
92,9
95,8
97,5
Sumatera
84,8
87,2
89,8
95,0
99,2
99,9
99,9
Indonesia Timur Sumatera Rasio Elektrifikasi
%
*Estimasi realisasi Energi Jual
Tabel 4 Prakiraan Kebutuhan Listrik, Angka Pertumbuhan dan Rasio Elektrifikasi Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Gambar 2 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015 dan 2024 Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
relatif kecil, yaitu masing-masing hanya 12% dan 14,7%. Pelanggan residensial masih mendominasi penjualan hingga tahun 2024,
22
yaitu 55% untuk Indonesia Timur dan 59% untuk Sumatera.
Gambar 3 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015-2024 Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
2.2 PELUANG INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 2.2.1 Kebutuhan Investasi Sektor Ketenagalistrikan Kebijakan harga energi (BBM dan listrik) dengan beban subsidi yang masih sangat besar, mengakibatkan antara lain pengembangan infrastruktur energi yang memanfaatkan gas maupun energi baru terbarukan (EBT) menjadi terkendala. Hal ini mendorong pemanfaatan energi secara boros, dan tidak memberikan insentif bagi pengembangan energi non-BBM untuk rumah tangga, transportasi, industri maupun bisnis, serta tercermin dari tingkat elastisitas energi yang masih cukup tinggi yaitu sekitar 1,63 (Thailand 1,4 dan Singapura 1,1, negara maju 0,1 hingga 0,6), tingkat intensitas energi pada indeks 400 (Amerika Utara 300, OECD sekitar 200, Thailand 350, dan Jepang 100). Sejak tahun 2010, subsidi BMM telah meningkat hampir rata-rata sekitar 100 persen setiap tahun, sedangkan subsidi listrik telah meningkat rata-rata hampir 20 persen setiap tahun.
Isu lainnya yang dihadapi adalah masalah pengadaan lahan. Sifat yang khusus dari sektor energi dan ketenagalistrikan menimbulkan berbagai kendala yang belum diakomodasi secara memadai oleh peraturan yang ada saat ini. Misalnya untuk memenuhi kewajiban penyediaan lahan di awal proses pengadaan / tender pembangunan pembangkit listrik ternyata tidak dapat dilakukan dalam kasus pembangunan pembangkit Mulut Tambang dimana lokasi pembangunan tidak dapat ditentukan di awal. Selain itu, pengembangan panas bumi untuk pembangkit listrik lebih banyak berada di area hutan lindung maupun di kawasan konservasi. Demikian pula halnya dengan pembangunan jaringan transmisi baik gas bumi maupun ketenagalistrikan yang membentang ratusan kilometer yang membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk proses pengadaan lahannya. Selanjutnya, penciptaan industri yang lebih efisien menjadi salah satu kunci pokok keberhasilan pembangunan energi dan ketenagalistrikan. Industri energi dan ketenagalistrikan masih ditandai oleh perilaku monopoli yang dapat menghambat efisiensi maupun efektifitas sistem industri secara keseluruhan. Kebijakan akses terbuka untuk pemakaian infrastruktur secara bersama (open access) sebagai prasyarat bagi tumbuhnya industri yang efisien masih belum berkembang. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
23
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Regional
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Jawa-Bali Rumah Tangga
59,6
64,2
68,6
73,5
78,5
83,7
89,7
96,1
102,9
110,1
Bisnis
30,0
32,9
35,5
37,9
40,5
43,2
46,3
49,8
53,8
57,8
Publik
8,7
9,5
10,4
11,2
12,1
13,1
14,2
15,5
16,8
18,2
Industri
67,1
71,7
77,9
84,5
91,7
99,4
108,1
117,3
127,3
138,2
Jumlah
165,4
178,3
192,5
207,1
222,8
239,5
258,3
278,6
300,8
324,4
17,6
19,6
21,8
24,4
27,3
30,5
34,3
38,6
43,5
49,2
Bisnis
5,1
5,7
6,5
7,3
8,1
9,1
10,2
11,4
12,7
14,2
Publik
3,2
3,6
4,0
4,5
5,0
5,6
6,2
7,0
7,8
8,8
Industri
5,3
5,8
6,1
6,6
7,1
7,6
8,2
8,9
9,7
10,6
Jumlah
31,2
34,7
38,4
42,7
47,5
52,8
58,9
65,9
73,8
82,8
13,1
14,5
16,1
17,9
19,8
22,0
24,1
26,4
28,8
31,4
Bisnis
5,3
6,0
6,7
7,5
8,3
9,3
10,4
11,6
13,0
14,5
Publik
2,2
2,4
2,6
2,8
3,1
3,5
3,8
4,2
4,6
5,0
Industri
2,0
3,0
3,7
4,9
5,1
5,3
5,5
5,7
5,9
6,1
Jumlah
22,6
25,8
29,0
33,1
36,4
40,0
43,8
47,8
52,2
57,1
Rumah Tangga
90,3
98,3
106,5
115,8
125,6
136,2
148,1
161,0
175,2
190,7
Bisnis
40,4
44,6
48,7
52,7
57,0
61,6
66,9
72,8
79,5
86,6
Publik
14,0
15,4
17,0
18,5
20,3
22,2
24,3
26,6
29,2
32,1
Industri
74,4
80,5
87,7
96,0
103,8
112,3
121,8
131,9
142,9
154,9
Jumlah
219,1
238,8
259,9
282,9
306,7
332,3
361,0
392,3
426,8
464,2
Sumatera Rumah Tangga
Indonesia Timur Rumah Tangga
Indonesia
Sumber Tabel 5 : RUPTL PLN 2015-2024 Tabel 2.5. ProyeksiTenaga Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015-2024 per Pelanggan Kelompok Pelanggan (TWh) Proyeksi Penjualan Listrik PLN Tahun 2015-2024 per Kelompok (TWh) Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Kesetaraan akses terhadap sistem transmisi (jaringan gas bumi dan ketenagalistrikan) diperlukan untuk mendorong kondisi yang lebih kompetitif baik di sisi pemanfaatan maupun penyediaannya. Pembangunan infrastruktur dasar ketenagalistrikan dalam RPJMN 2015-2019 diarahkan pada Penyediaan Listrik Untuk Rakyat. Total rasio elektrifikasi pada tahun 2014 diperkirakan baru mencapai sekitar 81,51 persen atau masih ada sekitar 18,5 persen penduduk Indonesia belum dapat menikmati layanan ketenagalistrikan. Aksesibilitas sarana prasarana ketenagalistrikan sangat timpang, beberapa daerah yang masih memiliki tingkat rasio elektrifikasi di bawah 60 persen pada tahun 2013
24
yaitu NTT dan Papua, dimana masing-masing sebesar 57,58 persen, dan 35,55 persen. Tingkat layanan ketenagalistrikan yang masih relatif rendah juga dapat ditunjukkan dari besarnya konsumsi tenaga listrik per kapita dimana pada tahun 2012, tingkat konsumsi tenaga listrik perkapita adalah 0.6 MWh/kapita dengan produksi tenaga listriksebesar 173,51 ribu GWh. Penyediaan listrik secara umum untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, dalam kurun lima tahun terakhir telah dilakukan penambahan kapasitas pembangkit listrik lebih kurang sebesar 17 GW, sehingga kapasitas pembangkit listrik nasional sampai akhir tahun 2014 diperkirakan akan mencapai sekitar 50,7 GW. Hal ini telah mampu menunjang pertumbuhan ekonomi
Pembangkit PLN Tahun
Pembangkit IPP Total
Total
Kapasitas
Lokasi
Total
Total
Tahun
Kapasitas
Lokasi
(MW)
(MW)
2015
26
2,658
2015
13
1,471
2016
40
2,348
2016
13
1,357
2017
43
4,830
2017
39
1,720
2018
30
3,777
2018
33
5,461
2019
17
4,414
2019
37
14,905
Total
156
18,027
Total
135
24,914
Tabel 6 Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW) Tabel 2.6. Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW) Pengembang
2015
2016
2017
2018
Total
2019
Tahap Konstruksi PLN
2,308
784
339
562
200
4,193
IPP
1,471
971
286
41
55
2,824
Sub-Total
3,779
1,755
625
603
255
7,017
PLN
-
454
2,090
575
2,539
5,658
IPP
3
78
563
5,048
5,737
11,429
Sub-Total
3
532
2,653
5,623
8,276
17,087
PLN
-
1,610
2,251
2,640
1,675
8,175
IPP
-
315
861
372
9,113
10,661
Sub-Total
-
1,925
3,112
3,011
10,788
18,836
3,782
4,212
6,389
9,237
19,319
42,940
Commited
Tahap Rencana
Total
Tabel 7 Kebutuhan Tambahan Pembangkit berdasarkan Status Proyek Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
nasional. Namun, menghadapi kesinambungan penyediaan listrik untuk kurun waktu beberapa tahun mendatang, berdasarkan perkiraan proyeksi neraca daya, diperkirakan akan terjadi penurunan cadangan daya listrik yang cukup signifikan, bahkan potensial terjadi kembali krisis listrik. Hal ini dikarenakan dalam beberapa tahun terakhir ini, pembangkit listrik yang sedang berjalan pembangunannya belum dapat diselesaikan dan masuk ke dalam sistem ketenagalistrikan sesuai dengan perencanaan,sehingga perlu segera dilakukan percepatan pembangunan berbagai pembangkit listrik. Program pembangunan ketenagalistrikan
tahun 2015-2019 meliputi pengembangan pembangkit, jaringan transmisi dan Gardu Induk (GI) dan jaringan distribusi. Pengembangan tersebut untuk memenuhi pertumbuhan ekonomi 6,7%, pertumbuhan kebutuhan listrik 8,8% dan rasio elektrifikasi 97% pada 2019. Program ini merupakan bagian dari rencana pengembangan ketenagalistrikan 10 tahun ke depan. Pembangunan Pembangkit Listrik Tahun 20152019 Tingkat kebutuhan elektifikasi yang masih tinggi memerlukan tambahan pembangkit baru. Pembangkit baru yang diperlukan untuk 5 tahun ke depan sebesar 35 GW tidak termasuk yang PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
25
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
sedang dalam tahap konstruksi sebesar 6,6 GW, seperti terlihat dalam tabel 6. Berdasarkan rencana pengembangan listrik 35.GW, persiapan infrastruktur pembangkit listrik sebesar 6,6 GW saat ini sudah dalam tahap konstruksi, 17 GW telah committed dan 18,7 GW saat ini masih dalam tahap rencana. Kondisil ini ditampilkan pada tabel 7 Pembangunan kelistrikan di Indonesia untuk tahun 2015-2019 telah ditetapkan dalam Kepmen 0074.K/21/MEM/2015 tentang rencana usaha penyediaan tenaga listrik 2015-2024. Target pengembangan pembangkit listrik sebesar 35 GW akan dilaksanakan dengan pembangunan 109 pembangkit listrik baru. Pengembangan pembangkit listrik ini tidak hanya dilaksanakan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga akan melibatkan pihak swasta. Keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan listrik nasional direncanakan mencapai 71% dari total pembangunan pembangkit listrik yang direncanakan di Indonesia. Pengembangan listrik swasta mencapai 25.904 MW dari rencana 36,6 MW, sedangkan sisanya sebesar 29% ( 10.681 MW) dilaksanakan oleh pihak PT PLN (Persero). Dari 109 pembangkit listrik yang akan dibangun di seluruh Indonesia, ada 24 rencana pembangunan pembangkit listrik yang akan dilaksanakan di regional JawaBali, 42 pembangkit listrik akan dibangun di regional Sumatera, 37 pembangkit listrik yang akan dibangun di Indonesia Timur (termasuk Kalimantan) dan sisanya sebanyak 6 pembangkit listrik yang bersifat mobile yang dapat dipindahpindahkan akan dikembangkan juga di Indonesia. Saat ini dari 109 pembangkit listrik yang akan dibangun tersebut, ada 35 proyek yang ditangani PT PLN (Persero) dan delapan (8) proyek pembangkit listrik pengadaannya sudah berlangsung. Pengadaan pembangkit listrik milik PLN yang akan dilakukan pelelangan sebanyak 27 proyek. Sedangkan pengembangan listrik swasta yang saat ini proyek pengadaannya sudah berlangsung sebanyak 21 proyek, 9 proyek pengadaannya merupakan penunjukan langsung,
26
1 proyek melalui proses pemilihan langsung, dan sisanya sebanyak 11 proyek pengadaannya sudah dilakukan dengan mekanisme pelelangan. Pengembangan listrik swasta yang pengadaannya akan dibuka, 16 proyek akan dilakukan penunjukkan langsung, dan 35 proyek yang pengadaannya akan dibangun melalui mekanisme pelelangan. Rencana pengembangan pembangkit listrik nasional tahun 2015-2019, ada 45 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau mencapai 41% dari total proyek pembangkit listrik yang akan dikembangkan, 15 proyek atau 14% berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). 10 proyek atau 9% merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), 9 proyek atau 8% merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas atau Mesin Gas (PLTG/MG), 15 proyek atau 15% merupakan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap atau Mesin Gas Uap. Ada 10 proyek atau 9% yang merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG), 4 proyek berupa Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 1 proyek yang merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 1 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), 2 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) dan 1 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap.
2.2.2 Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan Regional Wilayah Sumatera 1. Sistem Pembangkitan
Kapasitas terpasang pembangkit milik PLN dan IPP yang tersebar di Sumatera sampai dengan bulan September 2014 adalah 6.116 MW dengan perincian ditunjukkan pada tabel 8.
Kapasitas pembangkit tersebut sudah termasuk IPP dengan kapasitas 818 MW. Walaupun kapasitas terpasang pembangkit adalah 6.116 MW, kemampuan netto dari pembangkit tersebut lebih rendah dari angka tersebut karena banyak PLTD yang telah
PLN Unit
PLTU
PLTGU
PLTD
PLTG
PLTP
PLTA
IPP
Jumlah
EBT Lain
PLTU
PLTGU
PLN+IPP
PLTD
PLTG
PLTP
Jumlah
EBT
PLTA
PLN+IPP
Lain
Aceh
-
-
105
-
-
3
-
108
-
15
-
10
-
1
26
134
Sumut
-
-
14
-
-
-
-
14
-
-
-
-
-
-
-
14
Sumbar
-
-
31
-
-
1
-
32
-
-
-
-
-
9
9
41
Riau
-
7
158
-
-
-
-
165
-
5
2
6
-
-
13
178
S2JB
-
-
57
-
-
2
-
59
-
13
-
65
-
12
90
149
Babel
-
30
89
-
-
-
-
119
-
-
-
-
-
-
13
132
Lampung
-
-
4
-
-
-
-
4
-
-
-
-
-
-
-
4
Kit Sumbagut
818
710
216
340
-
254
-
2,338
-
-
-
-
-
-
-
2,338
Kit Sumbagsel
120
974
241
404
110
610
-
2,459
-
-
-
-
-
-
-
2,459
P3B Sumatera
-
-
-
-
-
-
-
-
-
227
-
260
-
180
667
667
938
1,721
915
744
110
870
-
5,298
-
260
2
341
-
202
818
6,116
Total
Tabel 8 Kapasitas Terpasang Pembangkit Wilayah Sumatera (MW) sampai dengan Bulan Desember Tahun 2014 Region Sumatera
2009
2011
2012
2013
Sept’14
5,680
6,415
7,020
8,157
8,296
9,396
160
160
410
410
410
910
5,170
5,920
6,215
7,352
7,490
8,000
350
335
395
395
396
486
275/150 kV 150/20 kV
2010
70/20 kV
Tabel 9 Perkembangan Kapasitas Trafo GI Wilayah Sumatera (MVA) Region
2009
2010
2011
2012
2013
Sept’14
Sumatera
9,769
9,567
9,802
9,956
10,762
11,299
275 kV
1,011
1,011
1,028
1,028
1,374
1,514
150 kV
8,423
8,224
8,439
8,596
9,069
9,416
334
332
334
332
319
369
70 kV
Tabel 10 Perkembangan Saluran Transmisi Wilayah Sumatera (kms) berusia lebih dari 10 tahun dan mengalami derating.
Beban puncak sistem kelistrikan wilayah Sumatera sampai dengan bulan September 2014 mencapai 5.017 MW. Jika beban puncak dibandingkan dengan daya mampu pembangkit pada saat ini dan apabila menerapkan kriteria cadangan 35%, maka diperkirakan terjadi kekurangan sekitar 2.000 MW. Untuk menanggulangi kekurangan pembangkit tersebut, hampir seluruh unit usaha PLN di Wilayah Sumatera telah melakukan sewa pembangkit. 2. Sistem Transmisi
Sistem penyaluran di Wilayah Sumatera dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup
berarti terutama di sistem Sumatera. Pada tabel dibawah ini diperlihatkan perkembangan kapasitas trafo pada gardu induk di Luar Jawa-Bali selama 5 tahun terakhir. Kapasitas terpasang gardu induk pada tahun 2009 sekitar 5.680 MVA meningkat menjadi 9.396 MVA pada bulan September 2014. Hal ini menunjukkan pembangunan gardu induk meningkat ratarata 10,7% per tahun dalam periode tahun 2009-bulan September 2014.
Untuk pengembangan saluran transmisi dapat dilihat pada tabel 9, yang menunjukkan bahwa pembangunan sarana transmisi meningkat rata-rata 4% pertahun dalam kurun waktu tahun 2009-2014, dimana panjang saluran transmisi pada tahun 2009 sekitar 9.769 kms meningkat menjadi 11.299 kms pada bulan September 2014.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
27
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
3. Kondisi Sistem Distribusi
Merang sebesar 10 bbtud dan disimpan sebagai CNG.
Berikut ini diberikan perbaikan susut jaringan dan keandalan sistem distribusi pada lima tahun terakhir. Kondisi susut jaringan distribusi di wilayah Sumatera, realisasi susut distribusi 12,43% diatas target RKAP 8,82%. Dari perhitungan menggunakan formulasi Peraturan Dirjen Ketenagalistrikan susut teknis Sumatera adalah 11,18%. Susut teknis ini jauh diatas target RKAP. Mengingat workplan teknis untuk mengatasi susut teknis tersebut baru dapat dikerjakan fisiknya pada triwulan IV tahun 2014, maka hasil workplan tersebut baru bisa berkontribusi pada tahun 2015.
• PLTG/MG Jambi 100 MW yang diharapkan dapat memperoleh gas dari Jambi Merang dan disimpan sebagai CNG. • PLTG/MG Lampung 200 MW yang diharapkan akan mendapatkan gas dari beberapa alternatif sumber gas, juga perlu disimpan sebagai CNG. • PLTGU/MGU Sumbagut-3 dan Sumbagut-4 masing-masing dengan kapasitas 250 MW akan menggunakan sumber gas Arun.
4. Penanggulangan Jangka Menengah Tahun 2015-2019
Berdasarkan gambaran diatas maka upaya-upaya mendesak yang hendaknya dilaksanakan/diselesaikan pada wilayah Sumatera adalah sebagai berikut: A. Pembangkitan
Menyelesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan total kapasitas 9.915 MW dalam kurun waktu tahun 2015-2019, yang terdiri dari PLTP sebesar 790 MW, PLTU Batubara 5.475 MW, PLTA/M 741 MW, PLTG/ MG 1.618 MW dan PLTGU 1.280 MW. Secara khusus berikut ini disebutkan proyek-proyek pembangkit peaker dan Load Follower untuk memenuhi kebutuhan sistem kelistrikan Sumatera : • PLTMG Arun 200 MW dan PLTGU/MGU Sumbagut-1 250 MW yang keduanya direncanakan beroperasi dengan gas yang akan dipasok dari regasifikasi LNG di Arun. • PLTMG Sei Gelam 104 MW yang akan dipasok dari gas CNG Sei Gelam sebesar 4,5 bbtud. • PLTG/MG Riau 200 MW yang direncanakan akan dipasok dari gas Jambi
28
• PLTGU IPP Riau 250 MW. No
Sistem Kelistrikan
Provinsi
Kapasitas (MW)
1
Sumbagut
Sumut
250
2
Sumbagut
Sumut
100
3
Sumbagteng
Jambi
100
4
Sumbagsel
Lampung
100
5
Nias
Sumut
25
6
Bangka
Bangka
50
Tabel 11 Rencana Pengembangan MPP di Sumatera • Mempercepat pembangunan proyekproyek pembangkit lainnya Untuk mengurangi pembangkit sewa dalam mengatasi kondisi kekurangan pasokan daya, perlu dibangun MPP (Barge Mounted atau Truck Mounted) dengan total kapasitas 625 MW dengan rincian seperti dalam tabel 11. B. Transmisi dan Gardu Induk • Pembangunan Saluran UdaraTegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV Sumatera dari New Aur Duri – Peranap – Perawang sebagai Back Bone koridor timur Sumatera. • Percepatan konstruksi transmisi 275 kV PLTU Pangkalan Susu - Binjai dan IBT 275/150 kV di Binjai yang harus dapat
beroperasi seiring dengan beroperasinya PLTU Pangkalan Susu pada tahun 2014.
yang diperkirakan dapat beroperasi pada bulan Oktober 2015.
• Percepatan pembangunan gardu induk dan IBT 275/150 kV pada sistem transmisi 275 kV di jalur barat Sumatera (Lahat - Lubuk Linggau - Bangko - Muara Bungo - Kiliranjao) untuk meningkatkan kemampuan transfer daya dari Sistem Sumbagsel ke sistem Sumbagteng.
• Percepatan interkoneksi 150 kV Batam – Bintan melalui kabel laut untuk memenuhi kebutuhan sistem Bintan dan menurunkan biaya produksi di pulau Bintan. • Percepatan interkoneksi 150 kV Sumatera – Bangka melalui kabel laut. Tujuan interkoneksi adalah untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau Bangka karena ketidakpastian penyelesaian proyek PLTU disana, menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keandalam sistem kelistrikan di pulau Bangka. Interkoneksi dengan kabel laut ini diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2017.
• Percepatan pembangunan transmisi 275 kV jalur timur Sumatera dari New Aur Duri - Betung - Palembang, untuk dapat mengevakuasi power dari PLTU IPP Sumsel-5, Sumsel-7 dan Sumsel-1. • Pembangunan transmisi 275 kV Muara Enim - double pi incomer (Lahat Gumawang) dan Gumawang - Lampung untuk mengevakuasi power dari PLTU IPP Sumsel-6.
• Percepatan proyek transmisi 275 kV interkoneksi Kalbar – Serawak agar dapat beroperasi pada akhir tahun 2015 untuk memenuhi kebutuhan sistem Kalbar, mengurangi ketidakpastian kecukupan daya, menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keandalan.
• Percepatan pembangunan transmisi 275 kV Arun – Langsa – Pangkalan Susu untuk dapat mengevakuasi power dari PLTMG Arun (200 MW) dan PLTGU Sumbagut-2 (250 MW). • Percepatan pembangunan transmisi 275 kV Kiliranjao - Payakumbuh - Padang Sidempuan dan Payakumbuh - Perawang untuk meningkatkan kemampuan transfer daya ke provinsi Sumbar dan Riau.
5. Penambahan Kapasitas Pembangkit
Sistem PLN di wilayah Sumatera terdiri dari 1 sistem interkoneksi, yaitu: Sistem Sumatera. Di luar sistem interkoneksi tersebut pada saat ini terdapat 2 sistem isolated yang cukup besar dengan beban puncak di atas 50 MW, yaitu Bangka dan Tanjung Pinang serta terdapat beberapa sistem isolated dengan beban puncak di atas 10 MW, yaitu Takengon, Sungai Penuh, Rengat, Tanjung Balai Karimun dan Belitung.
Penambahan Pembangkit Wilayah Sumatera pada tabel dibawah ini diperlihatkan jumlah kapasitas dan jenis pembangkit yang dibutuhkan dalam kurun waktu Tahun 20152024 untuk wilayah Sumatera.
• Percepatan penyelesaian konstruksi transmisi 275 kV Simangkok - Galang dan IBT 275/150 kV di Galang untuk evakuasi daya pembangkit besar berbahan bakar murah menuju pusat beban di Medan. • Percepatan pembangunan T/L 150 kV Tenayan - Teluk Lembu, untuk dapat mengevakuasi power dari PLTU Tenayan yang diperkirakan dapat beroperasi pada akhir tahun 2015.
Tabel 12 menunjukkan hal-hal sebagai berikut: • Percepatan pembangunan GI 150 kV Arun dan transmisi terkait, untuk dapat mengevakuasi power dari PLTMG Arun
• Tambahan kapasitas pembangkit tahun 2015-2024 adalah 17,7 GW atau PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
29
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Tahun
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Jumlah
PLN PLTU
714
21
-
200
600
200
-
-
-
-
1,735
PLTP
-
-
-
-
55
55
-
-
-
110
220
PLTGU
-
-
280
250
500
-
-
-
-
-
1,030
PLTG
200
640
504
-
-
70
65
-
-
-
1,479
PLTD
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTM
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTA
-
-
-
88
174
-
145
132
500
500
1,539
-
-
-
3
610
6,006
PLT Lain Jumlah
3
-
-
-
-
-
-
325
210
132
500
600
300
-
300
530
5,883
170
257
160
135
330
748
2,365
160
-
-
-
-
-
-
250
234
-
-
41
-
-
-
315
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13
250
10
-
-
-
-
-
-
284
-
45
-
77
73
59
175
878
-
-
1,307
8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8
394
263
614
1,528
3,100
916
676
1,013
630
917
661
784
538
1,329
-
IPP PLTU PLTP PLTGU PLTG PLTD PLTM PLTA PLT Lain Jumlah
375 11
150 55 -
14 220 90 40
757
2,857
290
1,278 10,412 -
Unallocated
PLTU
-
-
-
-
-
100
150
-
100
100
450
PLTP
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTGU
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTG
-
-
-
-
-
-
-
-
15
15
30
PLTD
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTM
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTA
-
-
-
-
-
-
-
89
-
739
828
PLT Lain
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
-
-
-
-
-
100
150
89
115
854
1,308
PLTU
1,089
171
14
957
3,457
900
450
-
400
630
8,068
PLTP
-
55
220
290
225
312
160
135
330
858
2,585
PLTGU
-
-
370
410
500
-
-
-
-
-
1,280
PLTG
200
640
544
234
-
70
106
-
15
15
1,824
PLTD
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTM
11
13
250
10
-
-
-
-
-
-
284
PLTA
-
45
-
165
247
59
320
1,099
500
1,239
3,674
11
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
1,310
924
1,398
2,066
4,429
1,341
1,036
1,234
1,245
Total
PLT Lain Jumlah
Tabel 12 Kebutuhan Pembangkit Wilayah Sumatera (MW)
30
2,742 17,726
penambahan kapasitas rata-rata 1,7 GW per tahun yang terdiri dari sistem interkoneksi Sumatera 16,2 GW dan luar sistem interkoneksi sumatera 1,5 GW. • PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit thermal yang akan dibangun, yaitu mencapai 8,1 GW atau 45,5%, disusul oleh PLTG/MG dengan kapasitas 1,8 GW atau 10,3% dan PLTGU 1,3 GW atau 7,2%. Sementara untuk energi terbarukan khususnya panas bumi sebesar 2,6 GW atau 14,6%, PLTA/PLTM/pumped storage sebesar 3,9 GW atau 22,3%, dan pembangkit lainnya 0,01 GW atau 0,1%. 6. Pengembangan Sistem Penyaluran
Pengembangan transmisi di Sumatera akan membentuk transmisi back-bone 500 kV yang menyatukan sistem interkoneksi Sumatera pada koridor timur. Pusat-pusat pembangkit skala besar dan pusat-pusat beban yang besar di Sumatera akan tersambung ke sistem transmmisi 500 kV ini. Transmisi ini juga akan mentransfer tenaga
listrik dari pembangkit listrik di daerah yang kaya sumber energi primer murah (Sumbagsel dan Riau) ke daerah pusat beban yang kurang memiliki sumber energi primer murah (Sumbagut). Selain itu transmisi 500 kV juga dikembangkan di Sumatera Selatan sebagai feeder pemasok listrik dari PLTU mulut tambang ke stasiun konverter transmisi HVDC yang akan menghubungkan pulau Sumatera dan pulau Jawa. Pengembangan transmisi sistem Sumatera sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.
Rencana pengembangan sistem transmisi dalam RUPTL 2015-2024 akan banyak mengubah topologi jaringan dengan terwujudnya sistem interkoneksi 275 kV di koridor barat dan 500 kV di koridor timur Sumatera. Pengembangan juga banyak dilakukan untuk memenuhi pertumbuhan demand dalam bentuk penambahan kapasitas trafo. Pengembangan untuk meningkatkan keandalan dan debottlenecking yang juga terdapat di beberapa sistem, antara lain rencana pembangunan sirkit kedua dan reconductoring beberapa ruas transmisi di
Gambar 4 Rencana Pengembangan transmisi Sistem Sumatera Tahun 2015-2024 PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
31
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
sistem Sumbagut dan Sumbagsel. Rencana interkoneksi dengan tegangan 275 kV di Sumatera diprogramkan untuk terlaksana seluruhnya pada tahun 2017. Selain itu terdapat pembangunan beberapa gardu induk dan transmisi 150 kV untuk mengambil alih beban dari pembangkit diesel ke sistem interkoneksi (dedieselisasi).
• Pengembangan transmisi 150 kV yang ada di lokasi tersebar di sistem Sumatera dalam rangka memenuhi kriteria keandalan (N-1) dan untuk mengatasi bottleneck penyaluran, perbaikan tegangan pelayanan, dediselisasi dan fleksibilitas operasi. • Pembangunan transmisi 275 kV mulai dari Lahat - Lubuk Linggau – Bangko
Rencana pengembangan sistem penyaluran Wilayah Sumatera hingga tahun 2024 diproyeksikan sebesar 49.016 MVA untuk pengembangan gardu induk (500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV) serta 23.613 kms pengembangan transmisi dengan perincian pada tabel 13 dan tabel 14
• Muara Bungo – Kiliranjau – Payakumbuh – Padangsidempuan – Sarulla – Simangkok – Galang – Binjai – Pangkalan Susu sebagai tulang punggung interkoneksi Sumatera koridor barat yang akan mengevakuasi daya dari Sumatera bagian selatan yang kaya akan sumber energi primer ke pusat beban terbesar di Sumatera bagian utara. Interkoneksi 275 kV ini akan dapat beroperasi secara bertahap mulai tahun 2015, tahun 2016 dan tahun 2017.
Beberapa proyek transmisi strategis di Sumatera antara lain: • Pembangunan transmisi baru 150 dan 275 kV terkait dengan proyek pembangkit PLTU percepatan, PLTA, PLTU IPP dan PLTP IPP.
Satuan kms TRANSMISI
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
500 kV AC
-
-
860
-
270
1.560
-
-
100
-
2.790
500 kV DC
-
-
-
-
1.243
-
-
-
-
-
1.243
275 kV
1.967
742
30
1.833
510
-
-
40
-
844
5.966
150 kV
3.591
2.755
2.022
1.347
1.525
252
242
344
536
160
450
1
-
-
-
-
-
-
5.718
3.947
2.912
3.180
3.548
1.812
242
384
636
70 kV Total
390 13.003 -
611
1.234 23.613
Tabel 13 Kebutuhan Fasilitas Transmisi Wilayah Sumatera Satuan MVA TRAFO
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
500/275 kV
-
-
2.000
-
-
3.000
-
-
-
-
5.000
500/150 kV
-
-
1.000
-
-
2.500
-
-
-
-
3.500
500 kV DC
-
-
-
-
600
-
-
-
-
-
600
5.500
3.500
2.250
2.750
1.500
1.500
-
-
-
150/70 kV
20
30
30
-
-
-
-
-
-
150/20 kV
3.160
2.626
2.730
2.220
1.150
1.960
860
1.650
2.670
-
60
-
30
-
-
90
-
-
8.680
6.216
8.010
5.000
4.500
8.960
950
1.650
2.670
275/150 kV
70/20 kV Total
Tabel 14 Kebutuhan Fasilitas Trafo dan Gardu Induk Wilayah Sumatera
32
500 18.750 -
80
1.880 20.906 -
180
2.380 49.016
• Proyek transmisi 500 kV mulai dari Muara Enim – New Aur Duri – Peranap – Perawang – Rantau Parapat – Kuala Tanjung – Galang, sebagai tulang punggung interkoneksi Sumatera koridor timur yang akan mengevakuasi daya dari Sumatera bagian selatan yang kaya akan sumber energi primer ke pusat beban terbesar di Sumatera bagian utara. Interkoneksi 500 kV ini akan dapat beroperasi secara bertahap mulai tahun 2017 sampai dengan tahun 2022. • Pembangunan transmisi dan kabel laut ±500 kV HVDC Sumatera – Peninsular Malaysia yang bertujuan untuk mengoptimalkan operasi kedua sistem dengan memanfaatkan perbedaan waktu terjadinya beban puncak pada kedua sistem tersebut. • Interkoneksi Batam – Bintan dengan kabel laut 150 kV dimaksudkan untuk memenuhi sebagian kebutuhan tenaga listrik pulau Bintan dengan tenaga listrik dari Batam 53 dengan mempertimbangkan rencana pengembangan pembangkit di Batam yang akan mencukupi kebutuhan Batam dan sebagian Bintan 54. Adanya interkoneksi 150 kV tersebut tidak ada hubungannya dengan perluasan wilayah usaha PLN Batam. • Interkoneksi 150 kV Sumatera – Bangka dengan kapasitas 200 MW pada kondisi N-1 dengan perkiraan COD tahun 2017. Uraian
Satuan 2015
Jaringan
ribu
TM
kms
Jaringan
ribu
TR
kms
Trafo
ribu
Distribusi
MVA
Tambahan
Juta
Pelanggan
plgn
Dengan adanya interkoneksi tersebut, maka di Bangka dapat dibangun PLTU dengan kelas yang lebih besar dibandingkan jika seandainya tidak ada interkoneksi, yaitu kelas 100 MW.
Dalam kurun waktu tahun 2015-2024, panjang transmisi yang akan dibangun mencapai 23.613 kms dan trafo dengan kapasitas total mencapai 49.016 MVA. 7. Pengembangan Sistem Distribusi
Rencana pengembangan sistem distribusi untuk Regional Sumatera dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Kebutuhan fisik sistem distribusi Sumatera hingga tahun 2024 adalah sebesar 40 ribu kms jaringan tegangan menengah 41 ribu kms jaringan tegangan rendah 5,3 ribu MVA tambahan kebutuhan trafo distribusi. Kebutuhan fisik tersebut diperlukan untuk mempertahankan keandalan serta untuk menampung tambahan sekitar 4,8 juta pelanggan. 8. Proyeksi Kebutuhan Investasi
Proyeksi kebutuhan investasi pembangkit, sistem penyaluran dan distribusi dalam kurun waktu tahun 2015-2024 untuk Wilayah Sumatera adalah sebesar US$ 17,8 miliar atau rata-rata US$ 1,78 miliar per tahun, tidak termasuk proyek IPP, dengan disbursement tahunan seperti pada tabel 16 dan gambar 5. Kebutuhan investasi Wilayah Sumatera untuk proyek pembangkitan sampai tahun 2024 adalah
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024 Jumlah
3,4
3,4
3,7
3,8
3,9
4,0
4,1
4,2
4,4
4,6
39,6
3,9
3,7
3,9
3,8
4,0
4,1
4,2
4,2
4,4
4,5
40,9
0,6
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,6
5,3
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
0,4
0,3
0,3
0,3
4,8
Tabel 15 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Wilayah Sumatera PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
33
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Juta US$ 2015
Item
Pembangkit
Penyaluran
Total
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
Fc
473,7
528,3
682,8
757,9
819,5
366,0
366,1
494,6
601,4
460,9
5.551,4
Lc
144,3
141,9
211,2
289,4
305,6
198,9
266,7
369,5
438,6
324,9
2.691,0
Total
618,0
670,2
894,0
1.047,3
1.125,1
564,9
632,8
864,1
1.040,0
785,8
8.242,4
Fc
860,8
856,3
900,3
1.106,0
829,8
263,5
97,6
121,6
86,0
38,2
5.160,0
Lc
251,6
271,7
294,0
330,8
221,1
53,0
26,4
27,7
12,1
6,3
1.494,7
1.112,4
1.128,0
1.194,3
1.436,8
1.050,9
316,5
124,0
149,3
98,1
44,5
6.654,7
Fc
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Lc
287,5
271,8
290,4
290,5
299,8
306,6
298,0
293,5
306,4
320,9
2.965,4
Total
287,5
271,8
290,4
290,5
299,8
306,6
298,0
293,5
306,4
320,9
2.965,4
Fc
1.334,5
1.384,6
1.583,1
1.863,9
1.649,3
629,6
463,7
616,2
687,4
499,1 10.711,4
Lc
683,4
685,4
795,7
910,7
826,5
558,4
591,1
690,7
757,1
652,1
2.018,0
2.070,0
2.378,7
2.774,6
2.475,8
1.188,0
1.054,8
1.306,9
1.444,6
Total
Distribusi
2016
Total
7.151,2
1.151,2 17.862,5
Tabel 16 Total Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera Miliar USD 3.0
Total Investasi
2.5
2.0 Penyaluran
1.5
1.0 Pembangkit 0.5
0.0
Distribusi
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Gambar 5 Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera sebesar US$ 8,2 miliar, proyek penyaluran sebesar US$ 6,6 miliar dan distribusi sebesar US$ 3,0 miliar. Disbursement proyek pembangkitan mencapai puncaknya pada tahun 2018 yang sebagian besar merupakan proyek reguler dan percepatan tahap 2 (FTP2). Sedangkan disbursement proyek pembangkitan pada tahun berikutnya terus menurun karena proyek-proyek
34
IPP akan semakin mendominasi sistem Sumatera. Proyek transmisi Sumatera didominasi oleh pengembangan transmisi 275 kV dan 500 kV untuk interkoneksi seluruh Sumatera, di samping pengembangan transmisi 150 kV.
2.2.3 Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor Kelistrikan Regional Wilayah Jawa Bali
Bodas (30 MW) dengan total penambahan kapasitas pembangkit tahun 2014-2015 sebesar 2.990 MW. Penambahan pasokan daya pembangkit tersebut membantu meningkatkan kemampuan pasokan sistem Jawa Bali menjadi total sebesar 35.300 MW pada tahun 2015. Rincian kapasitas pembangkit sistem Jawa-Bali berdasarkan jenis pembangkit dapat dilihat pada tabel 17.
1. Sistem Pembangkitan
Pembangkit baru yang masuk ke sistem Jawa-Bali pada tahun 2014 adalah PLTU Pelabuhan Ratu unit 2-3 (2x350 MW), PLTU Tanjung Awar-Awar unit 1(1x350 MW) dan PLTP Patuha (55 MW). Sedangkan pembangkit yang akan beroperasi tahun 2015 adalah PLTU Adipala (660 MW), PLTMG Peaker Pesanggaran (200 MW), PLTU Celukan Bawang unit 1-2-3 (380 MW), PLTU Cilacap Ekspansi (614 MW) dan PLTP Karaha
No
Jenis Pembangkit
PLN
2. Sistem Transmisi
Perkembangan kapasitas trafo gardu induk dan sarana penyaluran sistem Jawa Bali untuk 5 tahun terakhir ditunjukkan pada tabel 18 dan tabel 19.
Jumlah
IPP
MW
%
1
PLTA
2.159
150
2.309
6,9%
2
PLTU
15.020
4.525
19.545
58,3%
3
PLTG
1.978
-
1.978
5,9%
4
PLTGU
7.851
420
8.271
24,7%
5
PLTP
360
740
1.100
3,3%
6
PLTD
296
-
296
0,9%
27.664
5.835
33.499
100,0%
Jumlah
Tabel 17 Kapasitas Terpasang Pembangkit Sistem Jawa-Bali Tahun 2014 Level Tegangan
Unit
2009
2010
2011
2012
2013
150/20 kV
MVA
27.080
28.440
33.720
37.680
39.764
42.219
70/20 kV
MVA
2.740
2.750
2.727
3.027
2.702
2.762
Jumlah
MVA
29.820
31.190
36.447
40.707
42.466
44.981
Beban Puncak
MW
17.211
18.100
19.739
21.237
22.575
23.900
2011
2012
2013
2014*
2014*
Tabel 18 Perkembangan Kapasitas Trafo GI Sistem Jawa-Bali Level Tegangan
Unit
500 kV
Kms
5.110
5.050
5.052
5.052
5.053
5.055
150 kV
Kms
11.970
12.370
12.906
13.100
13.401
13.532
70 kV
Kms
3.610
3.610
3.474
3.239
3.136
3.136
2009
2010
Tabel 19 Perkembangan Saluran Transmisi Sistem Jawa Bali
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
35
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
3. Penanggulangan Jangka Menengah Tahun 2015-2019
Untuk menjaga reserve margin tahun 2015-2017 yang di bawah 30% tidak makin menipis, diperlukan percepatan pembangunan pembangkit sebagai berikut: • Mempercepat penyelesaian pembangunan PLTU Adipala (660 MW), PLTMG Peaker Pesanggaran (200 MW), PLTU Celukan Bawang (380 MW), PLTU Cilacap ekspansi (614 MW), PLTU Tanjung Awar-Awar unit-2 (350 MW) dan PLTU Banten (625 MW) yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2015/2016. • Mempercepat pembangunan PLTGU Muara Tawar Add-on (650 MW), PLTGU Grati Add-on (150 MW), PLTGU Peaker Grati (450 MW), PLTGU Peaker Muara Karang (500 MW), PLTGU/MG Peaker Jawa-Bali 1 (400 MW) indikasi lokasi Sunyaragi, PLTGU/MG Peaker JawaBali 2 (500 MW) indikasi lokasi Perak, PLTGU Peaker Jawa-Bali 3 (500 MW) indikasi lokasi di Provinsi Banten dan PLTGU/MG Peaker Jawa-Bali 4 (450 MW) indikasi lokasi di Provinsi Jawa Barat, yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2016/2017.
Untuk menjaga reserve margin sesuai kriteria pada tahun 2018-2019, diperlukan percepatan pembangunan pembangkit sebagai berikut: • Mempercepat pembangunan PLTGU Load Follower Jawa-1 (2x800 MW) lokasi di Provinsi Jawa Barat dengan koneksi ke GITET Muara Tawar atau GITET Cibatu Baru, PLTGU Load Follower Jawa-2 (1x800 MW) lokasi Priok, PLTGU Load Follower Jawa-3 (1x800 MW) lokasi Gresik, PLTU Lontar ekspansi (315 MW), PLTU Jawa8 (1.000 MW) indikasi lokasi di Provinsi Jawa Tengah dan PLTU Jawa-9 (600 MW) indikasi lokasi di Provinsi Banten, yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2018. • Mempercepat pembangunan PLTU
36
Indramayu-4 (1.000 MW), PLTA Upper Cisokan (1.040 MW), PLTU Jawa Tengah (2x950 MW), PLTA Jatigede (110 MW), PLTU Jawa-1 (1.000 MW), PLTU Jawa-4 (2x1.000 MW), PLTU Jawa-5 (2x1.000 MW), PLTU Jawa-7 (2x1.000 MW), PLTU Jawa-10 (660 MW), PLTU Sumsel-8 (2x600 MW) dan beberapa PLTP (220 MW) yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2019. Transmisi dan Gardu Induk Diperlukan perkuatan SUTET dan GITET 500 kV untuk evakuasi daya dari pembangkit – pembangkit skala besar yang terhubung ke sistem 500 kV sebagai berikut: • Mempercepat penyelesaian pembangunan SUTET 500 kV dari PLTU Cilacap – PLTU Adipala – Rawalo / Kesugihan, untuk evakuasi daya dari PLTU Cilacap ekspansi dan PLTU Adipala, diharapkan dapat beroperasi tahun 2015. • Mempercepat pembangunan looping SUTET 500 kV Kembangan – Duri Kosambi – Muara Karang – Priok – Muara Tawar dan GITET 500 kV terkaitnya. SUTET ini diperlukan untuk evakuasi daya dari PLTGU Jawa-1, PLTGU Jawa2 dan PLTU Jawa-12, diharapkan dapat beroperasi tahun 2018. • Mempercepat pelaksanaan rekonduktoring SUTET 500 kV Suralaya Baru – Bojanegara- Balaraja, dan pembangunan SUTET 500 kV Balaraja – Kembangan untuk evakuasi daya PLTU Jawa-5, PLTU Jawa-7 dan PLTU Jawa-9, diharapkan dapat beroperasi tahun 2019. • Mempercepat pembangunan SUTET 500 KV Tanjung Jati B – Tx Ungaran, sirkit ke-2 Tx Ungaran – Pedan, sirkit 2-3 (rekonfigurasi sirkit 1 menjadi 2 sirkit) ruas Mandirancan – Bandung Selatan dan Bandung Selatan – incomer (Tasik – Depok) untuk evakuasi daya PLTU Jawa1, PLTU Jawa Tengah dan PLTU Jawa-4, diharapkan dapat beroperasi tahun 2019.
• Mempercepat pembangunan SUTET 500 kV PLTU Indramayu – Delta Mas dan GITET baru Delta Mas, untuk evakuasi daya dari PLTU Indramayu-4, diharapkan dapat beroperasi tahun 2019. • Mempercepat pembangunan GITET/ IBT baru yaitu: GITET Lengkong, GITET Cawang Baru, GITET Cibatu Baru, GITET Tambun, GITET Delta Mas, GITET Cikalong, GITET Ampel, GITET Surabaya Selatan termasuk SUTET Grati – Surabaya Selatan, GITET Pemalang dan beberapa tambahan IBT di GITET eksisting.
per tahun, termasuk PLTM skala kecil tersebar sebesar 333 MW dan PLT Bayu 50 MW. • PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 27,0 GW atau 70,1%, disusul oleh PLTGU gas dengan kapasitas 6.8 GW atau 17,7% dan PLTG/MG 0,2 GW atau 0,6%.
• Rekonfigurasi SUTET Muara Tawar cibinong – Bekasi – Cawang.
Sementara untuk energi terbarukan khususnya panas bumi sebesar 1,9 GW atau 4,9%, PLTA/PLTM/pumped storage sebesar 2,6 GW atau 6,7%, dan pembangkit lainnya 0,05 GW atau 0,1%. 5. Pengembangan Sistem Penyaluran
Penguatan pasokan lainnya terdiri dari beberapa program, yaitu:
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkitpembangkit baru maupun ekspansi skala besar dan untuk menjaga kriteria security N-1, baik statik maupun dinamik.Sedangkan pengembangan transmisi 150 dimaksudkan untuk menjaga kriteria security N-1 dan sebagai transmisi yang terkait dengan gardu induk 150 kV baru. Pengembangan transmisi Sistem Jawa-Bali sebagimana ditunjukkan pada Gambar 6.
Memperhatikan pembangunan SUTET dan SUTT yang sering terlambat karena masalah perizinan, ROW dan sosial, serta kebutuhan tambahan daya yang mendesak, maka PLN perlu melakukan usaha meningkatkan kapasitas transmisi dalam waktu dekat.
Pembangunan SUTET dengan menggunakan rute baru akan memerlukan waktu yang lama sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah rekonduktoring beberapa ruas transmisi 500 kV/150 kV dan mulai akan membangun under ground cable 500 kV disekitar Jakarta.
Pada tabel 21 dan tabel 22 diperlihatkan kebutuhan fisik fasilitas penyaluran dan gardu induk di sistem Jawa-Bali.
• Mempercepat pembangunan transmisi interkoneksi HVDC 500 kV Sumatera-Jawa untuk menyalurkan daya dari PLTU mulut tambang di Sumsel sebesar 3.000 MW pada tahun 2019. • Mempercepat pembangunan Jawa Bali Crossing 500 kV dari PLTU Paiton ke New Antosari (tahun 2018) dan GITET Antosari, untuk memperkuat pasokan ke sistem Bali. • Mempercepat pembangunan sirkit 3-4 SUTET 500 kV Tx Ungaran – Pemalang – Mandirancan – Indramayu – Delta Mas. 4. Penambahan Kapasitas Pembangkit
Penambahan Pembangkit Sistem Jawa Bali pada tabel 20 diperlihatkan jumlah kapasitas dan jenis pembangkit yang dibutuhkan pada tahun 2015-2024 untuk wilayah Jawa-Bali.
Tabel 20 menunjukkan hal-hal sebagai berikut: • Tambahan kapasitas pembangkit tahun 2015-2024 adalah 38,5 GW atau penambahan kapasitas rata-rata 3,8 GW
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
37
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Tahun
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Jumlah
PLN PLTU
660
350
-
315
1.660
-
-
-
-
-
2.985
PLTP
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTGU
-
450
2.200
1.600
-
-
-
-
-
-
4.250
PLTG
200
4
-
-
-
3
-
-
-
-
207
PLTM
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTA
-
-
-
-
110
-
-
-
-
-
110
PS
-
-
-
-
1.040
-
-
-
-
-
1.040
PLT Lain
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
1
1
-
-
-
8.593
1.200
600
-
-
825
440
205
110
-
1.860
-
-
-
-
-
-
2.550
-
-
-
-
-
-
-
-
55
69
104
-
-
-
-
333
47
-
-
-
-
-
-
-
47
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
50
-
-
-
-
-
50
971
764
3.255 10.439
2.129
1.040
205
110
Jumlah
860
661
2.200
1.915
3
2.810
-
IPP PLTU PLTP PLTGU PLTG PLTM PLTA PS PLT Lain Jumlah
994 30 21 1.045
625 30 300 16 -
650 67
1.600 10,100 1.600
220
- 15.119
- 19.959 -
Unallocated
PLTU
-
-
-
-
-
-
1.260
1.660
3.000
3.000
8.920
PLTP
-
-
-
-
-
-
-
10
-
-
10
PLTGU
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTG
-
-
-
-
-
3
3
-
-
-
6
PLTM
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLTA
-
-
-
-
-
137
-
-
-
-
137
PS
-
-
-
-
-
-
-
450
450
-
900
PLT Lain
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
-
-
-
-
-
140
1.263
2.120
3.450
3.000
9.973
PLTU
11.654
975
-
1.915 11.760
1.200
1.860
1.660
3.000
3.000 27.024
PLTP
30
30
-
-
220
825
440
215
110
--
1.870
-
750
2.850
3.200
-
-
-
-
-
-
6.800
PLTG
200
4
-
-
-
6
3
-
-
-
213
PLTM
21
16
67
55
69
104
-
-
-
-
333
PLTA
-
-
47
-
110
137
-
-
-
-
294
PS
-
-
-
-
1.040
-
-
450
450
-
1.940
PLT Lain
-
-
-
-
50
-
1
-
-
-
51
1.905
1.775
2.964
5.170 13.249
2.272
2.304
2.325
3.560
Total
PLTGU
Jumlah
Tabel 20 Rencana Penambahan Pembangkit Sistem Jawa-Bali (MW)
38
3.000 38.525
Gambar 6 Gambar 2.6. Rencana Pengembangan Transmisi Sistem Jawa-Bali Tahun 2015-2024 Rencana Pengembangan transmisi Sistem Jawa-bali Tahun 2015-2024
Dari Tabel 21 dan 22 terlihat bahwa sampai dengan tahun 2024 akan dibangun transmisi 500 kV AC sepanjang 2.806 kms dan transmisi 500 kV DC sepanjang 300 kms. Transmisi tersebut dimaksudkan untuk mengevakuasi daya terkait dengan program percepatan pembangkit PLTU Suralaya
Baru, PLTU Adipala, PLTU IPP Tanjung Jati Unit 3 dan 4, PLTU IPP Jawa Tengah, PLTU Indramayu Unit 4 dan 5, Jawa-Bali Crossing dari Paiton hingga ke pusat beban di Bali, PLTA pumped storage Upper Cisokan dan Matenggeng, dan beberapa PLTU skala besar baru lainnya. Satuan kms
TRANSMISI
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
500 kV AC
354
318
154
679
906
508
100
20
-
500 kV DC
-
-
-
-
300
-
-
-
-
1.747
3.248
2.472
608
357
459
270
391
92
-
2
42
-
-
50
-
-
-
2.101
3.568
2.667
1.287
1.563
1.017
370
411
92
150 kV 70 kV Total
Total
Tabel 21 Kebutuhan Saluran Transmisi Sistem Jawa-Bali Satuan MVA TRAFO
2015
2016
2017
2018
2019
500/150 kV
6.836
4.337
9.000
8.000
2.000
500
500
-
-
- 31.173
0
0
0
0
3.000
0
0
0
0
0
3.000
150/70 kV
100
-
60
-
-
-
-
-
-
-
160
150/20 kV
9.240
7.160
7.170
5.640
3.080
2.760
2.480
3.390
3.160
280
120
-
60
-
90
30
-
30
16.456 11.617 16.230 13.700
8.080
3.350
3.010
3.390
3.190
500/150 kV DC
70/20 kV Total
2020
2021
2022
2023
2024
Total
2.830 46.910 -
610
2.830 81.853
Tabel 22 Kebutuhan Trafo Sistem Jawa-Bali PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
39
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Ruas SUTET 500 kV yang harus segera direkonduktoring terkait dengan evakuasi daya PLTU Jawa-7 adalah SUTET Suralaya Baru-Bojanegara-Balaraja (tahun 2019), SUTET Suralaya Lama-Balaraja-Gandul (tahun 2020).
Selain itu ruas SUTET 500 kV yang harus segera dilaksanakan adalah sirkit 2 dari Ungaran-Pedan, sirkit ke 2-3 MandirancanBandung Selatan (modifikasi tower 1 sirkit menjadi 2 sirkit) dan Bandung Selatan – Incomer (Tasik – Depok) untuk evakuasi daya dari PLTU Jawa-1, PLTU Jawa-4 dan PLTU Jawa Tengah.
pengembangan sistem transmisi Sumatra.
Sistem transmisi 70 kV pada dasarnya sudah tidak dikembangkan lagi, bahkan di sistem 70 kV di Jawa Barat banyak yang ditingkatkan menjadi 150 kV.
Rencana proyek reconductoring SUTT 70 kV yang memasok konsumen besar dan saluran distribusi khusus. Program pemasangan trafo-trafo 50/70 kV dan 70/20 kV pada tabel tersebut juga hanya merupakan relokasi trafo-trafo dari Jawa Barat ke Jawa Timur.
Beberapa proyek transmisi strategis di JawaBali antara lain:
Rencana pembangunan SUTET 500 kV baru adalah ruas SUTET dari Tanjung Jati B-Pemalang-Indramayu-Delta Mas, ruas SUTET Balaraja-Kembangan-Durikosambi dan Durikosambi-Muara Karang-PriokMuaratawar membentuk looping SUTET jalur utara Jakarta, untuk perkuatan dan peningkatan keandalan serta fleksibilitas operasi sistem Jakarta.
• Proyek transmisi SUTET 500 kV Tx Ungaran-Pemalang-MandirancanIndramayu tahun 2020. • Pembangunan transmisi 500 kV HVDC bipole 3,000 MW Sumatra - Jawa berikut GITET X Bogor - Incomer (Tasik - Depok dan Cilegon – Cibinong) untuk menyalurkan listrik dari PLTU mulut tambang di Sumatra Selatan ke sistem Jawa Bali tahun 2019.
Rencana kebutuhan GITET 500 kV dan tambahan trafo interbus 500/150 kV yang direncanakan merupakan perkuatan grid yang tersebar di Jawa.
• Pembangunan SUTET 500 kV Paiton – New Kapal termasuk overhead line 500 kV menyeberangi selat Bali (Jawa Bali Crossing) tahun 2018 sebagai solusi jangka panjang pasokan listrik ke pulau Bali.
Transmisi 500 kV DC adalah transmisi HVDC interkoneksi Sumatera–Jawa, di sini hanya diperhitungkan bagian kabel laut dan overhead line yang berada di pulau Jawa, selebihnya diperhitungkan sebagai Uraian
Satuan 2015
Jaringan
ribu
TM
kms
Jaringan
ribu
TR
kms
Trafo
ribu
Distribusi
MVA
Tambahan
Juta
Pelanggan
plgn
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
6,8
7,5
6,9
6,8
7,1
6,8
6,9
7,0
7,2
7,1
70,2
5,0
5,5
5,2
5,4
5,6
5,3
5,3
5,2
5,3
5,1
53,1
2,5
2,7
2,6
2,7
2,8
2,8
2,8
2,8
3,0
3,0
27,8
2,0
2,2
1,4
1,3
1,1
0,7
0,6
0,6
0,6
0,6
11,2
Tabel 23 Kebutuhan Fasilitas Distribusi Sistem Jawa-Bali
40
2024 Jumlah
• SUTET 500 kV Balaraja-KembanganDurikosambi-Muara Karang (tahun 2018) dan Muara Karang-Priok-Muara Tawar tahun 2018.
Dalam kurun waktu 10 tahun mendatang dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2024 untuk sistem Jawa Bali diperlukan tambahan jaringan tegangan menengah sebanyak 70 ribu kms, jaringan tegangan rendah 53 ribu kms, kapasitas trafo distribusi 28 ribu MVA dan jumlah pelanggan 11,2 juta.
6. Pengembangan Sistem Distribusi
Perencanaan kebutuhan fisik untuk mengantisipasi pertumbuhan penjualan energi listrik dapat diproyeksikan seperti pada tabel 23.
7. Proyeksi Kebutuhan Investasi
Pengembangan pembangkitan, Juta US$
2015
Item
Pembangkit
Penyaluran
Total
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
1.465,6 11.178,7
Total
Fc
796,2
1.364,3
1.789,3
1.111,1
452,7
550,2
1.059,7
1.204,6
1.384,9
Lc
518,1
783,6
627,9
368,4
283,9
340,8
497,2
554,1
698,3
Total
1.314,3
2.148,0
2.417,2
1.479,5
736,6
891,1
1.556,9
1.758,7
2.083,2
Fc
1.613,0
1.676,5
1.664,2
1.530,7
733,4
367,9
400,7
265,0
148,1
35,0
8.434,5
Lc
286,8
281,4
231,5
150,1
82,4
66,3
58,1
35,2
17,1
2,8
1.211,7
1.899,8
1.957,9
1.895,7
1.680,8
815,8
434,2
458,8
300,3
165,2
37,8
9.646,2
Fc
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Lc
795,4
756,1
770,4
767,3
747,3
725,1
733,3
756,2
770,4
588,4
7.409,9
Total
795,4
756,1
770,4
767,3
747,3
725,1
733,3
756,2
770,4
588,4
7.409,9
Fc
2.409,2
3.040,8
3.453,5
2.641,8
1.186,1
918,2
1.460,4
1.469,6
1.533,0
1.500,7 19.613,2
Lc
1.600,3
1.821,2
1.629,7
1.285,8
1,113,6
1.132,2
1.288,6
1.345,5
1.485,7
1.302,7 14.005,4
Total
4.009,4
4.862,0
5.083,3
3.927,6
2.299,6
2.050,4
2.749,0
2.815,2
3.018,7
2.803,3 33.618,6
Total
Distribusi
2016
711,5
5.383,8
2.177,1 16.562,4
Tabel 24 Kebutuhan Dana Investasi untuk Sistem Jawa – Bali Miliar USD 6.00
5.00 Total Investasi
4.00
3.00 Pembangkit
Penyaluran 2.00
Distribusi
1.00
0.0
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Gambar 7 Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Sistem Jawa – Bali
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
41
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
transmisi dan distribusi oleh PLN sampai dengan tahun 2024 di sistem Jawa Bali membutuhkan dana investasi sebesar US$ 33,6 miliar dengan disbursement tahunan sebagaimana diperlihatkan pada tabel dan gambar dibawah ini. Kebutuhan investasi untuk proyek pembangkitan sampai tahun 2024 adalah sebesar US$ 16,5 miliar atau sekitar US$ 1,65 miliar per tahun.
Pembiayaan proyek pembangkitan PLN berasal dari beberapa sumber. Proyek percepatan pembangkit melalui Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2006 didanai dengan pinjaman luar negeri (Cina) dan dalam negeri yang diusahakan oleh PLN dengan jaminan Pemerintah. Proyek Upper Cisokan pumped storage senilai US$ 800 juta telah diusulkan mendapat pendanaan dari IBRD yang merupakan lender multilateral, sedangkan PLTU Indramayu 1x1.000 MW senilai US$ 2.000 juta dengan pendanaan dari lender bilateral. Kebutuhan dana investasi untuk penyaluran dan distribusi masing-masing sebesar US$ 9,6 miliar dan US$ 7,4 miliar. Proyek penyaluran pada tahun 2018 cukup besar karena merupakan disbursement proyek transmisi interkoneksi HVDC Sumatera – Jawa dan transmisi Jawa – Bali Crossing 500 kV. Proyek tersebut menurut rencana akan didanai dari APLN, pinjaman luar negeri (two step loan) dan kredit ekspor.
1. Pengadaan Investasi Untuk Ketenagalistrikan Umum • UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan • PP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan PP No 23 Tahun 2014 • Peraturan Menteri ESDM Nomor 03 Tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA oleh Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukkan Langsung • Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2006 jo No 04 Tahun 2007 tentang Prosedur Pembelian Tenaga listrik dan atau Sewa Menyewa Jaringan dalam Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum • Peraturan Menteri ESDM Nomor 05 Tahun 2009 tentang Pedoman Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN Persero dari Koperasi atau Badan Usaha Lain 2. Pengadaan Investasi Khusus Energi Geothermal, ditambah dengan
2.3 SKEMA INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
• UU Nomor 21 Tahun 2016 tentang Geothermal
2.3.1 Landasan Hukum
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Panas Bumi
Landasan hukum investasi sektor ketenagalistrikan baik melalui melalui skema Independent Power Producers (IPP), Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), Engineering, Production and Construction (EPC), maupun Swasta Murni adalah sebagai berikut :
42
• PP Nomor 59 Tahun 2007 jo No 70 Tahun 2010 tentang Kegiatan Geothermal
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari PLTP dan Uap Panas Bumi untuk PLTP oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
3. Regulasi Pembiayaan melalui Public Private Partnership (PPP)
dan Pump Storage sebesar 9.250 MW (13%).
PT PLN wajib memenuhi kebutuhan tenaga listrik dalam wilayah usahanya dengan melakukan pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG dan PLTA. Pembelian dengan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik lainnya dilakukan berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik.
Pembelian tenaga listrik itu dapat dilakukan melalui pemilihan langsung dan penunjukkan langsung sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
• Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan telah direvisi dengan Perpres Nomor 13 Tahun 2010 (perubahan pertama), Perpres Nomor 56 Tahun 2011 (perubahan kedua), dan Perpres Nomor 66 Tahun 2013 (perubahan ketiga). • Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Infrastruktur melalui Public Private Partnership (PPP).
• Pembelian tenaga listrik dilakukan dari PLTU Mulut Tambang, PLTG marginal dan PLTA
2.3.2 Independent Power Producers (IPP)
• Pembelian kelebihan tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/ PLTMG dan PLTA
1. Konsep
Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukan Langsung, diatur dalam Permen ESDM Nomor 3 tahun 2015. Regulasi ini disusun untuk meningkatkan kapasitas pembangunan tenaga listrik nasional, khususnya untuk mendorong pembangunan pembangkit listrik melalui mekanisme Independent Power Producers (IPP). Ketentuan itu untuk mendukung penyediaan tenaga listrik yang tertuang dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2015-2024 telah mempertimbangkan perencanaan penyediaan tenaga listrik yang ada dalam Draft Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2012 hingga 2031 dan Draft RUKN 2015 hingga 2034. Untuk sepuluh tahun mendatang, PLTU batubara masih mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 42 GW (60%) sementara PLTGU sekitar 9 GW (13%) dan PLTG/MG sekitar 5 GW (7%). Adapun energi terbarukan yang akan dikembangkan adalah PLTP sekitar 4,8 GW (7%) dan PLTA/PLTM
• Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara,PLTG/ PLTMG dan PLTA jika sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan listrik dan/atau • Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara,PLTG/PLTMG dan PLTA dalam rangka penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama 2. Mekanisme Pengadaan A. Prosedur Penunjukan Langsung
Proses penunjukan langsung dengan uji tuntas atas kemampuan teknis dan finansial yang dapat dilakukan oleh pihak procurement agent yang ditunjuk oleh PT PLN Persero dan sampai dengan penandatanganan perjanjian jual beli tenaga listrik, paling lama 30 (tiga puluh) hari. Mekanisme IPP untuk Penunjukkan Langsung sebagaimana gambar 8
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
43
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
B. Prosedur Pemilihan Langsung
waktu 321 hari jika tidak ada tender ulang. Adapun mekanisme disajikan pada gambar 10.
Proses pemilihan langsung didahului dengan uji tuntas atas kemampuan teknis dan finansial yang dapat dilakukan oleh pihak procurement agent yang ditunjuk oleh PT PLN Persero dan sampai dengan penandatanganan perjanjian jual beli tenaga listrik, paling lama 45 (empat puluh lima) hari. Mekanisme IPP untuk Pemilihan Langsung sebagaimana gambar 9.
3. Tahapan Bisnis IPP • Tahapan bisnis ketenagalistrikan melalui Pola IPP mencakup: • Tahap pra kualifikasi • Tahap permintaan proposal
C. Tender / Lelang Terbuka • Tahap pengajuan surat penawaran
Lelang terbuka dilaksanakan apabila kondisi IPP tidak layak untuk penunjukkan langsung atau pemilihan langsung atau PLN menginginkan Lelang Terbuka untuk semua jenis tenaga pembangkit. Pemenang ditetapkan pada pengajuan tarif terendah. Berdasarkan peraturan IPP, proses lelang terbuka dengan kapasitas >/= 15 MW dari pengumuman tender sampai penandatanganan kontrak memerlukan
Listed in RUPTL
Due Diligence Document Submission
Due Diligence Document Evaluation
• Tahap pembayaran sesuai tanggal yang telah disepakati • Tahap pelaksanaan komersial • Tahap akhir masa kontrak
System Planning and Project Feasibility Evaluation
Pass
Due Diligence Invitation
• Tahap penandatangan kontrak
Unsolicited Proposal and Feasibility Study Submission
Rejected for Revision
Required Documents
Direct Appoinment (30 days)
Clarification and Revision
IPP Procurement Procedure (complies to MEMR Regulation No. 03/2015)
Pass Appointing Qualified Developer and Obtaining Director(s) Approval 30 days PPA Finalization
PPA Signing
Pre Procurement Process Procurement Process
Gambar 8 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Penunjukkan Langsung
44
Listed in RUPTL
Direct Selection (45 days)
Due Diligence Invitation to SPC/Sponsor who have IPP connected to the same system and Mine Mouth CDSPP with candidate participant > 1
IPP Procurement Procedure (complies to MEMR Regulation No. 03/2015)
Due Diligence Document Submission
Due Diligence Document Evaluation
Rejected Fail
Pass Listing Qualified Developer and Obtaining Director(s) Approval 45 days PPA Finalization
PPA Signing
Gambar 9 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Pemilihan Langsung
PQ Doc collection
PQ proposal submission PQ applicants > _ 3?
Announcement/ Advertisement
Start
IPP Procurement Procedure (based on MEMR Regulation No 01/2006 Jo 04/2007)
Yes
Yes
Open Tender
PQ evaluation P/Q Processes Passing applicants > _ 3?
No
Passing applicants > _ 2?
Re-P/Q
Yes Bidding Processes (RFP issuance) Bidding Processes
Bidders > _ 2?
Yes
No
Bidders > _ 2?
Re-Bid
Yes
No
Pasing Adm & tech requirements
Yes Winning bidder determination
No
Yes
Bid Evaluation
Fail
No
Lol PPA Signing
Direct appoinment
Gambar 10 Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Lelang Terbuka
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
45
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Ketentuan Harga Patokan Berdasarkan Lampiran Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015 tentang tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang,
PreQualification
PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA oleh Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukkan Langsung, telah ditetapkan Harga Patokan Tertinggi Pembelian Tenaga Listrik.
„ Criteria : „ Financial Strength : Assets, Net profit „ Technical Strength : experience in IPP development, EPC and O&M „ Contains : „ Information For Bidders „ Project description
Request for Proposal
„ Model Power Purchase Agreement „ Instructions to Bidders „ Proposal requirements „ Evaluation Procedure „ Contains :
Letter of Intent
„ Agreed major terms & conditions „ Agreed electricity tarif and basic formula „ Requirements : Performance Security Stage I, PLN’s corporate approal,
MEMR tariff approval, SPC. „ Term of the Agreement : Coal (25 years), Hydro (30 years), Geothermal
(30 years), Gas (20 years) „ Project scheme : BOO or BOT
PPA Signing
„ Tariff and payment „ Force majeure : natural & political „ Government Guarantee (if applicable) „ Termination „ Other rights and obligations of the parties „ Sponsors’ Agreement; „ Requirements (among other things) : „ Copies of : EPC Contract; policies of insurance required by the PPA; fuel
Financial Closure/ Financing Date
supply plan; Financing Agreements; Foreign Investment approval; „ The Legal Opinion issued for PLN; „ The Legal Opinion issued for SELLER; „ A copy of document(s) providing legal right to use and control over the Site „ Performance Security Stage II „ Requirements :
Commercial Operation Date (COD)
„ Net Dependable Capacity test procedures completed.
„ Transfer procedure to PLN (if applicable)
End of Contract
Gambar 11 Tahapan Bisnis Ketenagalistrikan Pola IPP
46
2.3.3 Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) 1. Kerangka Regulasi Di tengah keterbatasan anggaran pemerintah untuk mengalokasikan belanja modal untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, pemerintah memilih suatu konsep yang mengundang para investor untuk bekerjasama dan berkontribusi secara aktif dalam penyediaan pembangunan infrastruktur. Konsep itu dikenal dengan skema Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Konsep ini secara intensif mulai diperkenalkan sejak tahun 2005. Regulasi yang terkait dengan proyek KPS khususnya dalam penyediaan infrastruktur telah berkembang sejak masa pemerintahan Orde Baru. Dalam masa tersebut Pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi sektoral yang didalamnya terdapat pengaturan berkaitan dengan KPS, contohnya UU dan PP tentang Ketenagalistrikan serta UU dan PP tentang Jalan Tol. Pada masa Orde Baru hanya beberapa jenis infrastruktur saja yang dikerjasamakan dengan Badan Usaha Swasta, misalkan jalan tol dan ketenagalistrikan. Saat ini kebijakan dan dukungan yang strategis yang sudah dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur dengan skema KPS diantaranya adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintahdan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan telah direvisi dengan Perpres Nomor 13 Tahun 2010 (perubahan pertama), Perpres Nomor 56 Tahun 2011 (perubahan kedua), dan Perpres Nomor 66 Tahun 2013 (perubahan ketiga). Adapun kerangka regulasi mengenai KPS disajikan pada tabel 25 2. Konsep Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan kerjasama pemerintah dengan swasta dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi:
desain dan konstruksi, peningkatan kapasitas/ rehabilitasi, operasional dan pemeliharaan dalam rangka memberikan pelayanan Pengembangan KPS di Indonesia utamanya didasari oleh keterbatasan sumber pendanaan yang bisa dialokasikan oleh pemerintah. Prinsip Dasar KPS adalah : • Adanya pembagian risiko antara pemerintah dan swasta dengan memberi pengelolaan jenis risiko kepada pihak yang dapat mengelolanya; • Pembagian risiko ini ditetapkan dengan kontrak di antara pihak dimana pihak swasta diikat untuk menyediakan layanan dan pengelolaannya atau kombinasi keduanya; • Pengembalian investasi dibayar melalui pendapatan proyek (revenue) yang dibayar oleh pengguna (user charge); • Kewajiban penyediaan layanan kepada masyarakat tetap pada pemerintah, untuk itu bila swasta tidak dapat memenuhi pelayanan (sesuai kontrak), pemerintah dapat mengambil alih. Tujuan pelaksanaan KPS adalah : • Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta; • Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat; • Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan infrastruktur; • Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna. Manfaat Skema KPS meliputi:
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
47
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
PERATURAN Perpres 56/2011
KETENTUAN Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrasruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2010 dan Peraturan Presiden Nomor 56 tahun 2011.
Perpres 12/2011
Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2011.
Perpres 78/2010
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui Penjaminan Infrastruktur.
PMK 260/2010
Petunjuk Pelaksanaan Proyek KPS yang merupakan acuan dasar dari pelaksanaan proyek KPS di tanah air.
Permen PPN
Tata Cara Penyusunan Daftar Rencana Proyek Kerjasama dengan Badan Usaha
03/2009
dalam Penyediaan Infrastruktur.
Permen PPN
Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
04/2010
dalam Penyediaan Infrastruktur.
Permenko
Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan
01/2006
Infrastruktur.
Permenko
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
04/2006
Nomor 04/M.Ekon/06/2006 tentang Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang membutuhkan Dukungan Pemerintah.
Perpres 36/2006 jo
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Perpres 65/2006
Kepentingan Umum.
Permenko
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
03/2006
Nomor 03/M.Ekon/06/2006 tentang Prosedur dan Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Tabel 25 Kerangka Regulasi Investasi Pola KPS • Tersedianya alternatif berbagai sumber pembiayaan;
• Kinerja layanan masyarakat semakin baik; • Akuntabilitas dapat lebih ditingkatkan;
• Pelaksanaan penyediaan infrastruktur lebih cepat; • Berkurangnya beban (APBN/APBD) dan risiko pemerintah; • Infrastruktur yang dapat disediakan semakin banyak;
48
• Swasta menyumbangkan modal, teknologi, dan kemampuan manajerial. 3. Kerangka Pengaturan Kerjasama Pemerintah Swata (KPS) - merupakan
mekanisme pembiayaan alternatif dalam pengadaan pelayanan publik yang telah digunakan secara luas di berbagai negara khususnya negara maju. KPS sering dipandang sebagai alternatif dari pembiayaan pengadaan tradisional melalui desain, pengadaan dan konstruksi (Engineering, Procurement, Construction) kontrak, di mana sektor publik melakukan kompetitif penawaran untuk membuat kontrak terpisah untuk elemen desain dan konstruksi dari sebuah proyek.
aset dan bertanggung jawab untuk pembiayaan kebijakan tersebut. KPS atau memungkinkan sektor publik untuk memanfaatkan kemampuan manajemen dan keahlian pihak swasta dan juga meningkatkan dana tambahan untuk mendukung layanan tertentu. Tergantung pada derajat keterlibatan swasta dan penggunaan keuangan swasta, pengaturan pengalihan resiko dalam proyek KPS dapat bervariasi di seluruh spektrum risk-return sebagaimana pada gambar 12 dan tabel 26.
Sektor publik mempertahankan kepemilikan
Increasing Totally Private
private sector responsibility,
Totally Private
financing, and
Concession
risk taking
BOT and/or BOO Joint Initiatives
PPP System
Leasing Management Contract
Increasing contract duration
Totally Public Improving Country and Sector Context
BOO = build-own-operate, BOT = build-operate-transfer, PPP = public-private partnership.
Gambar 12 Bentuk dan modalitas KPS Sumber : Dokumentasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta ADB (2012) No
Jenis
Uraian
1
Design–Build
Sektor publik melakukan kontrak dengan swasta sebagai penyedia tunggal untuk melakukan desain dan konstruksi. Dengan cara ini, Pemerintah mendapatkan keuntungan dari economies of scale dan mengalihkan resiko yang terkait dengan desain kepada sektor swasta.
2
Design, Build, Operate
Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun dan mengoperasikan aset modal. Sektor publik tetap bertanggung jawab untuk meningkatkan modal yang dibutuhkan dan mempertahankan kepemilikan fasilitas.
3
Design, Build, Finance, Operate
Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun, membiayai dan mengoperasikan (DBFO) aset modal. Model ini biasanya melibatkan perjanjian konsesi jangka panjang. Sektor publik memiliki pilihan untuk mempertahankan kepemilikan aset atau sewa aset ke sektor swasta untuk periode waktu. Jenis pengaturan ini umumnya dikenal sebagai inisiatif keuangan swasta (PFI)
4
Design, Build, Own, Operate
Sebuah penyedia swasta bertanggung jawab untuk semua aspek proyek. Kepemilikan fasilitas baru ditransfer kepenyedia swasta,baik tanpa batas waktu atau untuk jangka waktu yang tetap. Kesepakatan jenis ini juga termasuk dalam domain dari sebuah inisiatif keuangan swasta. Susunan ini juga dikenal sebagai”membangun, mengoperasikan, memiliki, Transfer” atau BOOT.
Tabel 26 Bentuk dan Modalitas KPS PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
49
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Contoh pengaturan KPS umum meliputi sebagai berikut:
• Konstruksi dan • Operasional Pengelolaan proyek.
• Kontrak sektor publik untuk membeli jasa dari perusahaan swasta atas dasar jangka panjang, seringkali 15-30 tahun.
Tahapan disajikan pada gambar 13.
Pada tahap awal pengusahaan infrastruktur, pengadaan tanah merupakan titik kritis dan mengandung risiko yang paling besar. Pengelolaan risiko yang telah dilakukan oleh Pemerintah berupa pengelolaan dana tanah melalui dana talangan Badan Layanan Umum (BLU). Untuk memberikan kepastian terkait besaran biaya pengadaan tanah juga telah dilaksanakan pengelolaan dana dukungan Pemerintah (Land Capping). Agar pengusahaan KPS dapat diterima pasar dan perbankan (bankable) diperlukan jaminan atas risiko yang mungkin terjadi (contingent liability). Proses penjaminan ini diproses sebelum pelelangan oleh PT PII atas usulan BPJT selaku Contracting Agency yang mencakup risiko selama pengusahaan. Risiko tersebut antara lain menyangkut jaminan pendapatan minimum, keterlambatan pengoperasian jaminan konektivitas, dan sebagainya.
• Sesuai dengan kontrak, perusahaan membangun dan memelihara infrastruktur untuk memberikan layanan yang dibutuhkan. • Kontrak biasanya disampaikan melalui special purpose vehicle (SPV) yang menggunakan keuangan swasta (campuran dari ekuitas dan utang limited recourse) untuk membiayai pekerjaan konstruksi awal. • SPV kemudian membebankan fee - sering disebut sebagai unitary charge yang mencakup pembayaran pokok dan bunga, biaya layanan manajemen fasilitas yang dibutuhkan, dan keuntungan ekonomi ke penyedia swasta. • Pembayaran unitary charge akan berkaitan erat terhadap kinerja kontraktor selama masa kontrak, yaitu pembayaran menurun jika kinerja berada di bawah standar yang diperlukan. Dengan demikian, sektor swasta menerima insentif untuk memberikan layanan tepat waktu, sesuai anggaran, serta memenuhi standar yang dibutuhkan.
5. Skema Pembiayaan KPS
Proyek KPS digagas untuk mengundang lebih banyak peran dan inisiatif swasta dalam percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sementara dana yang disediakan oleh APBN dipastikan tidak mampu menutupi keseluruhan biaya yang dibutuhkan. Dengan menggandeng pihak swasta, kebutuhan dana ini diharapkandapat tercukupi. Pihak swasta yang tertarik ambil bagian dalam program KPS tidak perlu khawatir atas risiko yang mungkin terjadi. Melalui PT PII (Penjaminan Infrastruktur Indonesia), Pemerintah akan menjamin keberlangsungan proyek yang dijalankan atas tiga risiko penting investasi di sektor infrastruktur.
Pemerintah memberikan jaminan bahwa proyek KPS prioritas yang dibangun oleh pihak swasta akan dijamin cukup untuk
• Alokasi risiko publik dan swasta harus dipahami dan didokumentasikan secara baik, contoh: penyedia swasta menanggung biaya overruns, keterlambatan dan risiko layanan standar. 4. Tahapan Kerjasama Pemerintah Swasta
Tahapan KPS mencakup empat tahap: • Identifikasi proyek yang dapat dibiayai dengan pola KPS, • Penyiapan proyek
50
Pemerintah
Dana Pengadaan Lahan (BLU & Land Capping)
Pembebasan dan Pembersihan Lahan
Pasar Modal Dana Jaminan
dan
(PT PII)
Reformasi
PT IIF (Private Sector) & PT SMI (SOE)
Kebijakan
Dana Pemulihan/
Pembiayaan
Kebijakan Resiko
Proyek Dana Pembiayaan
Persiapan
Lelang
Badan Usaha/ Lenders
Refinancing
Konstruksi
Operasi
Gambar 13 Tahapan Pembiayaan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah Swasta mengembalikan nilai investasinya yang disebut juga sebagai resiko pengembalian atas investasi. Pemerintah juga akan memberikan jaminan terhadap risiko politik, apabila selama masa konsesi Pemerintah melakukan perubahan peraturan yang mengakibatkan proyek dipandang tidak akan mampu mengembalikan investasi sesuai dengan yang diperjanjikan, Pemerintah akan memberikan kompensasi kepada penyelenggara proyek.
Sementara itu, risiko ketiga disebut dengan risiko terminasi. Apabila ke depan Pemerintahan berganti, sehingga memungkinkan Pemerintah yang baru mengubah kebijakan terkait program KPS, maka jaminan Pemerintah terhadap program yang sudah berjalan akan tetap diberikan. Dengan cara seperti itu diharapkan swasta bersedia membiayai proyek dalam nuansa atau kerjasama yang disebut dengan Kemitraan Pemerintah–Swasta. Tiga risiko di atas akan memberikan dampak berupa timbulnya term contingent liabilities atau kewajiban bersyarat bagi Pemerintah. Meskipun risiko yang dijamin belum tentu terjadi, sebagai Penjamin
yang sudah menandatangani perjanjian, Pemerintah harus tetap memasukkan risiko kontingensi ke dalam APBN. Namun demikian, penjaminan risiko yang langsung terekspos ke APBN berpotensi mendorong terjadinya instabilitas jika seandainya dalam satu tahun tertentu ada sejumlah klaim atas risiko yang harus dibayar sekaligus. Untuk itu dibentuk dua lembaga penjaminan yaitu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan PT Sarana Multi Finance (SMF) A. PT PII
PT PII dibentuk dengan modal dari Pemerintah dan selanjutnya lembaga tersebut yang akan melakukan penjaminan terhadap tiga risiko KPS. Pemerintah tentunya, melalui mekanisme APBN, melakukan penambahan atau penanaman modal. Kemudian PT PII melakukan penjaminan atas nama Pemerintah. Dengan demikian contingent liabilities di APBN menjadi berkurang. Dengan kata lain, PT PII dapat dikatakan sebagai wadah penjamin yang memungkinkan klaim dari swasta tidak mempengaruhi stabilitas APBN secara langsung.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
51
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjamin Infrastruktur pasal 18 ayat 1b, dalam rangka meningkatkan kredibilitas penjaminan infrastruktur, PT PII dapat bekerja sama dengan lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang memiliki maksud dan tujuan yang sejenis. PT PII tengah menjalin kerja sama dengan World Bank (WB) dan juga anak perusahaannya yang bernama Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). Selain dengan badan tersebut, PT PII juga menggagas kerjasama dengan Asian Development Bank (ADB). Berbeda dengan WB, ADB hanya melakukan kerja sama penjaminan secara langsung dan tidak membentuk anak perusahaan. Untuk kerja sama dengan World Bank yang dilakukan adalah apabila ada penjaminan oleh PT PII, maka World Bank memberikan stand by loan. Sebagai BUMN yang terhitung baru dibentuk, modal PT PII masih terbatas. Secara garis besar, fasilitas stand by loan yang diberikan oleh WB akan memungkinkan PTPII menjamin proyek proyek bernilai lebih besar dari modal yang dimilikinya. Contohnya, modal PT PII saat ini hanya Rp 3 triliun, akan tetapi PT PII menjamin proyek senilai Rp 10 triliun, yang sisanya itu dijamin oleh World Bank berdasarkan stand by loan. Dengan mengadopsi pola ini, dapat dikatakan bahwa Pemerintah tidak berutang kepada WB secara langsung. Jika tidak ada klaim atas risiko yang harus dibayarkan, maka Pemerintah hanya harus membayar fee kepada WB dan biaya fee tersebut tidak terlalu besar. Dengan keberadaan PT PII sebagai guarantee fund, Pemerintah menerapkan kebijakan satu pelaksana (single window policy) dalam penyediaan penjaminan Pemerintah atas proyek-proyek kemitraan. Ini berarti bahwa semua permintaan penjaminan Pemerintah harus terlebih dahulu melalui PT PII. Dan
52
semua pemeriksaan serta penilaian terkait penjaminan akan dilakukan oleh PT PII. Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam penyediaan penjaminan masih dimungkinkan sepanjang kemitraan dan kerja sama dengan penyedia jaminan laintidak mampu menyediakan penjaminan penuh atas keputusan penjaminan yang telah disepakati.
Proyek KPS pertama berupa pembangunan pembangkit tenaga listrik di Jawa Tengah Proyek IPP PLTU Jawa Tengah (Central Java Power Plant/CJPP). Nilainya mencapai sekitar Rp 30 triliun. Mengingat modal PT PII masih senilai 3 triliun, maka penjaminan proyek tersebut sekarang dilakukan secara bersamasama antara PT PII dengan Pemerintah. Mekanisme penjaminan semacam ini juga dimungkinkan berdasarkan Perpes Nomor 78 tahun 2010. Pasal 25 peraturan tersebut mengatur bahwa Menteri Keuangan dapat memberikan penjaminan bersama dengan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dalam hal modal lembaga bersangkutan belum mencukupi.
Untuk proyek pembangkit listrik di Jawa Tengah yang nilainya 30 triliun rupiah, sebanyak 99% penjaminan dari dana APBN dijamin oleh Pemerintah. Hanya 1% yang dijamin oleh PT PII dikarenakan keterbatasan modalnya. Meskipun begitu, sebagaimana kebijakan single window policy yang disebutkan di atas, PT PII berperan sebagai penanggung jawab utama atas setiap pemrosesan penjaminan proyek KPS yang dilaksanakan Pemerintah.
Pada tanggal 6 Oktober 2011 telah dilakukan penandatanganan dokumen pelaksanaan dan penjaminan proyek KPS IPP PLTU Jawa Tengah, yang meliputi (1) Perjanjian Regres (Recourse Agreement); (2) Perjanjian Penjaminan (Guarantee Agreement); dan (3) Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement).
Proyek CJPP diperkirakan mulai beroperasi komersial (Commercial Operation Date/ COD) pada akhir 2016. Teknologi yang
digunakan dalam proyek tersebut adalah ultrasupercritical, yang memiliki tingkat efisiensi dan emisi karbon lebih baik dari pembangkitbatu bara yang dimiliki PT PLN (Persero) saat ini sehingga merupakan proyek PLTU yang ramah lingkungan.
Menyadari adanya keterbatasan budget untuk membiayai pembangunan infrastruktur maka dianggap perlu untuk membuat vehicle untuk menarik minat investor swasta dalam pembiayaan infrastruktur. Dalam menghimpun dana pembiayaan infrastruktur yang lebih besar, PT SMI menggandeng sejumlah institusi multilateral untuk mendirikan anak perusahaan. Saat ini anak perusahaan yangsudah beroperasi bernama PT Indonesia Infrastruktur Finance (PT IIF) agar pola pembiayaan long term financing dapat terpenuhi. PT IIF saat ini memiliki modal sebesar Rp1,6 triliun serta dukungan loan Rp 2 triliun dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB) dengan tenor 25 tahun. Jangka waktu tersebut tidak bisa ditutup oleh instrument investasi perbankan yang tenornya rata-rata hanya selama 5 hingga 7 tahun. Diharapkan dengan terbentuknya PT SMI bisa lebih fleksibel dalam bekerjasama dengan investor
Selama tiga tahun berdirinya PT SMI, animo investor lokal maupun asing untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur sebenarnya sangat besar. Yang menjadi handicap terbesar adalah kesiapan dari proyeknya itu sendiri. Terlebih jika dihadapkan dengan konsep Public Private Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS). PPP merupakan proyek Pemerintah sehingga membutuhkan government support. Tidak hanya Pemerintah Pusat, tetapi juga Pemerintah Daerah.
Dengan adanya otonomi daerah, maka kekuasaan Pemerintah Pusat semakin tersebar. Ada pro dan kontra terkait kebijakan otonomi di mana kebijakan pusat tidak bisa serta merta dilaksanakan dengan kebijakan pemerintah daerah. Contohnya adalah industri air minum di mana tarifnya diputuskan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat tidak bisa mengintervensi.
B. PT SARANA MULTI FINANCE (SMF)
Pembentukan PT SMI sebagai infrastructure fund menjadi salah satu langkah Pemerintah merangkul swasta. Selain memberikan dukungan institusi, yaitu melalui perusahaan pembiayaan dan perusahaan penjaminan infrastruktur, Pemerintah juga membuat kerangka kerja, kebijakan, serta regulasi yang mendukung percepatan pembangunan sarana infrastruktur.
PT SMI merupakan salah satu bentuk dukungan institusi Pemerintah untuk mengurangi adanya ketidaksesuaian pembiayaan pembangunan infrastruktur. Melalui PT SMI, mekanisme pembiayaan long term financing yang dapat dikatakan identik dengan pola pembiayaan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat dicapai. Ini menjadi penting mengingat perbankan pada umumnya hanya menyediakan produk atau instrumen investasi dengan tenor jangka pendek.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur, PT SMI antara lain memiliki visi untuk memberikan dan mendukung percepatan pembangunan infrastruktur yang menyediakan fungsi cathalical role. Meskipun baru berdiri pada awal tahun 2009, PT SMI tetap berkomitmen menjalankan misinya dalam memitigasi mismatch pembiayaan infrastruktur. PT SMI berfungsi membuat suatu industri pembiayaan infrastruktur yang bisa menyediakan long term financing dengan dukungan dana loan dari World Bank dan Asian Development Bank.
C. Engineering, Production and Construction (EPC)
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
53
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Selain fasilitas jaminan Pemerintah untuk proyek KPS, Pemerintah juga memberikan jaminan untuk proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang menggunakan Batubara (Fast Track Program-I) dan Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, dan Gas (Fast Track Program-II). Dasar hukum Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang Menggunakan Batubara (FastTrack Program-I) adalah Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara. Selanjutnya jaminan pemerintah atas proyek ini diberikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara. Dalam skema ini, PT PLN (Persero) melaksanakan sendiri pembangunan pembangkit listrik dengan pola Engineering Procurement and Construction (EPC). Pembiayaan proyek ini berasal dari Lenders sebesar 85% dan anggaran PT PLN (Persero) sebesar 15%. Penjaminan Pemerintah diberikan secara penuh terhadap kredit yang diberikan Lenders, bersifat irrevocable dan unconditional serta mencakup seluruh kewajiban PT PLN (Persero) dalam Perjanjian Kredit. Sampai dengan Desember 2012, Pemerintah telah mengeluarkan 35 (tiga puluh lima) Surat Jaminan Pemerintah termasuk untuk tiga paket proyek transmisi porsi rupiah dan satu paket proyek transmisi porsi dolar Amerika Serikat dengan total nilai kredit yang dijamin sebesar Rp71,8 Triliun.
54
2.3.4 Swasta Murni Sesuai dengan program Pemerintah tahun 2015-2019, PT PLN dalam RUPTL 2015-2024 telah mencantumkan program pembangunan ketenagalistrikan sebesar 35.000 MW untuk periode tahun 2015 2019, di mana peran listrik swasta diharapkan dapat meningkat secara signifikan. Peran swasta akan meningkat dari kontribusi kapasitas sekitar 15% menjadi 32% pada tahun 2019, dan 41% pada tahun 2024. Pembiayaan ketenagaan Listrik oleh Swasta didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta, yaitu semua usaha penyediaan tenaga listrik yang diselenggarakan oleh badan usaha Swasta dan Koperasi selaku Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum. Dalam ketentuan itu, Pemerintah mengundang partisipasi swasta didalam proyek-proyek yang ditentukan Pemerintah dan disamping itu atas prakarsa sendiri swasta dapat mengusulkan proyek-proyek tenaga listrik lain untuk dipertimbangkan oleh Pemerintah. Usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta diutamakan pola pelaksanaan “Membangun, Memiliki dan Mengoperasikan”. Selain itu dipertimbangkan kemungkinan penggunaan pola pelaksanaan lain yang menguntungkan pola pelaksanaan lain yang menguntungkan bagi Negara. Menteri memberikan Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum sebagai dasar bagi Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta. Izin Usaha Ketenagalistrikan dapat diberikan untuk salah satu atau gabungan usaha pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi dan/atau usaha distribusi untuk dijual kepada Perusahaan Umum Listrik Negara atau kepada pihak lain. Penjualan tenaga listrik, sewa jaringan transmisi dan sewa jaringan distribusidari Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum kepada Perusahaan Umum Listrik Negara atau kepada pihak lain diatur
dalam suatu perjanjian berupa perjanjian jual beli tenaga listrik atau perjanjian sewa jaringan transmisi atau perjanjian sewa jaringan distribusi. Harga jual tenaga listrik, harga sewa jaringan transmisi dan harga sewa jaringan distribusi dinyatakan dalam mata uang rupiah dan dicantumkan dalam perjanjian penjualan yang dapat disesuaikan berdasarkan perubahan unsur biaya tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian penjualan. Harga itu wajib mencerminkan biaya yang paling ekonomis atas dasar kesepakatan bersama dan perlu mendapat persetujuan Menteri. Usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta hanya dapat dilaksanakan dengan pembiayaan tanpa jaminan Pemerintah terhadap modal yang ditanamkan dan kewajiban membayar pinjaman. Atas impor barang modal dalam rangka Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta diberikan fasilitas berupa: Pembebasan atas pembayaran bea masuk; Tidak dipungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pajak Penghasilan; Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPn dan PPn BM) yang terhutang ditangguhkan. Pembangunan pembangkit tenaga listrik oleh swasta dilaksanakan sesuai kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang energi dan didasarkan atas ketersediaan sumber energi primer yang diperlukan serta pertimbangan keekonomian usaha tersebut dan dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan pelestarian lingkungan hidup. Untuk usaha pembangkitan tenaga listrik oleh swasta diutamakan penggunaan sumber energi primer di luar minyak bumi, kecuali apabila di lokasi proyek pembangkitan yang diusulkan tidak tersedia atau atas dasar keekonomian tidak mungkin digunakan sumber energi primer di luar minyak bumi. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum mengusahakan sendiri pemasokan energi primer yang diperlukannya agar dapat menghasilkan biaya pembangkitan tenaga listrik yang paling ekonomis. Pemasokan energi primer di luar minyak bumi diutamakan yang berasal dari dalam negeri.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
55
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
3
METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN Dengan mencermati maksud, tujuan dan ruang lingkup sebagaimana dijelaskan dalam subbab sebelumnya, maka ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan hasil / keluaran yang diharapkan.
56
Beberapa pendekatan tersebut adalah: • Document review • Pendekatan valuatif – normatif • Pendekatan partisipatoris / dialogis 1. Document Review
Document review merupakan aktivitas untuk melakukan kajian terhadap berbagai dokumen kebijakan pemerintah pusat dan daerah, baik berupa data-data atau informasi, maupun hasil kajian / penelitian terkait pengembangan sektor ketenagalistrikan. 2. Pendekatan Valuatif – Normatif
Pendekatan ini merupakan pendekatan untuk menganalisis kebijakan. Metode yang digunakan adalah sinergisitas / sinkronisasi kebijakan. Analisis ini membahas tentang hubungan antar kebijakan baik yang bersifat paralel maupun yang bersifat horizontal. Setelah melihat dan mencermati dari beberapa kebijakan yang ada maka hal yang paling penting dilakukan adalah membuat sinergi di antara beberapa kebijakan yang terkadang saling tumpang tindih.
Dalam analisis sinergitas / sinkronisasi kebijakan pengembangan investasi sektor ketenagalistrikan, dilakukan dengan: A. Sinkronisasi Vertikal
Dilakukan dengan melihat apakah suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu bidang tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain, serta mengikuti jenis dan hirarkinya secara jelas. Di samping harus memperhatikan hirarkhi peraturan perundang-undangan tersebut di atas, dalam sinkronisasi vertikal, harus juga diperhatikan kronologis tahun dan nomor penetapan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
57
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
B. Sinkronisasi Horisontal
Dalam konteks penyusunan panduan investasi sektor ketenagalistrikan, pengertian pendekatan partisipasif merupakan upaya-upaya pemberdayaan stakeholders (pemerintah daerah, perguruan tinggi, pelaku usaha / calon investor, asosiasi dan masyarakat umum maupun lembaga keuangan). Stakeholders tersebut dilibatkan dalam perancangan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta dalam pengambilan keputusan dalam rangka sektor ketenagalistrikan.
Jamieson (1989) menyatakan bahwa model partisipasif diarahkan pada dua perspektif, yaitu: (1) pelibatan stakeholders dalam pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan, sehingga dapat dijamin bahwa persepsi setempat, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuan dapat dipertimbangkan secara penuh; dan (2) membuat umpan balik (feedback) yang pada hakikatnya merupakan bagian tak terlepaskan dari kegiatan partisipatoris. Model yang digunakan untuk melakukan pendekatan partisipasif ini adalah melalui dialog dan Focussed Discussion Group (FGD).
Dilakukan dengan melihat pada berbagai peraturan perundang-undangan yang sederajat dan mengatur bidang yang sama atau terkait. Sinkronisasi horisontal juga harus dilakukan secara kronologis, yaitu sesuai dengan urutan waktu ditetapkannya peraturan perundangan-undangan yang bersangkutan. 3. Pendekatan Partisipatoris / Dialogis
Pendekatan partisipasif merupakan model pemberdayaan stakeholders terkait sesuai dengan peranan fungsinya masing-masing secara proporsional dan seimbang. Inti dari pendekatan ini adalah pelibatan dalam pengambilan keputusan atas berbagai permasalahan yang sedang dihadapi bersama. FAO (1989b) sendiri melihat pendekatan ini dalam beberapa pengertian, antara lain: • Partisipasi adalah ’pemekaan’ (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyekproyek pembangunan; • Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu; • Partisipasi adalah pemantapan dialog antara pelaku pembangunan yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar memperoleh informasi tentang konteks lokal, dan dampak-dampak sosial; • Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri; • Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
58
3.2 METODOLOGI 3.2.1 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Beberapa jenis data dan informasi terkait dengan sektor ketenagalistrikan diperlukan sebagai kajian dokumen (document review) dan sekaligus sebagai informasi awal dalam melakukan kajian dan analisis berikutnya. Beberapa jenis data yang diperlukan untuk mendukung kegiatan ini, disajikan di tabel 27 Data dan informasi, baik primer maupun sekunder, tersebut di atas dapat dikumpulkan dengan beberapa metode pengumpulan data, dengan menggunakan instrumen-instrumen berikut ini:
No.
Jenis Data dan Informasi
Klasifikasi Data
Metode Pengumpulan Data
1.
Data jenis-jenis perizinan : dasar hukum, prosedur dan skema perizinan, persyaratan, dan lain sebagainya
Data primer dan data sekunder
Studi instansional/ statistik, FGD dan dialog.
2.
Data statistik sektor ketenagalistrikan (sebaran, kapasitas terpasang, saluran distribusi, dan lain lain sebagainya).
Data primer dan data sekunder
Studi instansional/ statistik, FGD.
3.
Kondisi eksisting sektor ketenagalistrikan, yang mencakup potensi yang dapat dikembangkan
Data primer dan data sekunder
Studi instansional/ statistik.
4.
Peraturan perundangan yang berlaku, kebijakan dan strategi pengembangan sektor ketenagalistrikan di pusat dan daerah
Data sekunder
Studi instansional / BKPM, BKPMD, Biro Hukum Daerah
5.
Data-data lainnya yang relevan
Data primer dan data sekunder
Metode yang relevan sesuai kebutuhan pengumpulan data
Tabel 27 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan 1. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
• Menghitung instrumen yang terkumpul, kaitannya dengan kecukupan jumlah sampel;
Wawancara mendalam merupakan instrumen yang secara langsung menghadapkan pewawancara dengan responden melalui serangkaian kegiatan tanya jawab yang berkaitan dengan calon investor. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (in- depth interview) dengan kombinasi wawancara berstruktur dan tidak berstruktur.
• Pemeriksaan isian instrumen; • Penomoran dan kode terhadap instrumen; dan • Pembuat pedoman skoring. 2. Memilah data dan informasi
2. Diskusi Publik / Focussed Discussion Group (FGD)
Diskusi publik ataupun FGD diperlukan untuk menjaring masukan atau saran dari berbagai stakeholders yang terlibat, yang dapat dikategorikan sebagai data primer, yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan sektor ketenagalistrikan.
.
Data dan informasi dipilah berdasarkan jenis dan kebutuhan akan informasi. Data dan informasi yang dibangun (dalam sistem database) mempengaruhi hasil diagnosis dan analisa. Pemilahan data dan informasi dilakukan melalui penomoran, penamaan, tingkat pengukuran, dan kode kategori.
3. Entry data
3.2.2 Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap berikut ini :
. Entri data ke komputer dengan menggunakan software SPSS, excel atau yang lainnya, untuk kemudahan aplikasi dan perhitungan.
1. Pengorganisasian dan editing data
4. Penyajian dan interpretasi data
. Pengorganisasian untuk menelaah dan memeriksa kembali isi dari instrumen. Cara yang digunakan :
. Penyajian data hasil olahan di atas diinterpretasikan serta dianalisa untuk mendapatkan kesimpulan. Penyajian data PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
59
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
dapat meliputi tabel-tabel dan grafik yang sudah memiliki keterwakilan dengan sampel dan kebutuhan data.
nilai konsekuensi alternatif kebijakan di masa mendatang.
3.2.3 Beberapa Analisis yang Digunakan
D. Deskripsi, menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.
1. Review / Analisis Kebijakan (dalam Rangka Kajian Dialogis dan FGD)
E. Evaluasi, kegunaan alternatif kebijakan dalam memecahkan masalah.
Proses analisis kebijakan (yang berorientasi pada masalah kebijakan) pada gambar 15.
Analisis kebijakan diambil dari berbagai disiplin ilmu dengan tujuan memberikan informasi yang bersifat deskriptif, evaluatif dan preskriptif. Analisis kebijakan menjawab tiga macam pertanyaan, yaitu :
Review atau analisis kebijakan adalah aktivitas intelektual dan praktis yang ditujuan untuk menciptakan, menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan dalam proses kebijakan (Dunn, 1990). Analisis kebijakan diletakkan dalam sistem kebijakan, yang oleh Dunn (dengan mengutip Thomas R. Dye) digambar 14. Menurut Dunn, metode analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum dalam pemecahan masalah, yaitu :
• Nilai, yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk menilai, apakah suatu masalah telah teratasi.
A. Definisi, menghasilkan informasi mengenai kondisi – kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan.
• Fakta, yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai.
B. Prediksi, menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa datang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk jika tidak melakukan sesuatu.
• Tindakan, yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.
C. Preskripsi, menyediakan informasi mengenai
Pendekatan valuatif-normatif dalam analisis kebijakan berorientasi pada penilaian atau evaluasi program yang sedang atau telah
Pelaku Kebijakan
Lingkungan Kebijakan Gambar 14 Sistem kebijakan (Thomas R. Dye)
60
Kebijakan Publik
Kinerja Kebijakan Evaluasi
Hasil Kebijakan
Peramalan
Perumusan Masalah
Perumusan Masalah
Pemantauan
Perumusan Masalah
Perumusan Masalah
Masa Depan Kebijakan
Rekomendasi
Aksi Kebijakan
Gambar 15 Proses analisis kebijakan berdasarkan masalah kebijakan berjalan. Terdapat dua substansi yang didekati secara valuatif – normatif, yaitu:
permintaan dan penawaran digunakan untuk melihat tingkat ketersediaan pasokan sektor ketenagalistrikan dan tingkat permintaannya. Berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap sektor ini dianalisis dan diperhitungkan untuk melihat titik kesetimbangannya.
• Berkaitan dengan evaluasi terhadap perkembangan kebijakan, baik yang sedang dalam masa persiapan maupun yang sedang berjalan; dan • Berkaitan dengan analisa terhadap kebijakan-kebijakan yang selama ini telah dikeluarkan oleh pemerintah.
Melalui pendekatan ini, dapat dikembangkan suatu sistem evaluasi secara komprehensif berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Pendekatan ini juga berorientasi pada penilaian terhadap kelebihan dan kelemahan program yang telah dijalankan untuk mendapatkan input berkaitan dengan upaya perbaikan yang diterapkan, sehingga menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan kebijakan di masa yang akan datang. 2. Analisis Pendukung A. Analisis Supply dan Demand
Analisis supply demand atau analisis
B. Analisis Perwilayahan
Secara deskriptif, analisis perwilayahan digunakan untuk melihat sebaran / lokasi dari objek-objek pada sektor ketenagalistrikan, sehingga dapat tergambarkan secara lebih detail. C. Analisis Deskriptif Kualitatif
Merupakan analisis deskriptif untuk menterjemahkan tabel dan data agar lebih mudah dipahami.
3.2.4 Policy Dialogue dan Focus Discussion Group (FGD) Policy dialogue merupakan kegiatan untuk pengkayaan informasi yang diperoleh dari wilayah survei di dalam maupun luar negeri PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
61
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
bekerjasama dengan pihak BKPM dengan tujuan mengumpulkan data primer dan sekunder dari berbagai instansi terkait maupun dari industri yang telah ada mengenai kebijakan investasi di sektor ketenagalistrikan. Kegiatan ini dilaksanakan di Yogyakarta dengan mengundang para pihak yang terkait, baik dari pihak BKPM, BKPMD, Kementerian / Dinas ESDM, Calon Investor, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan lain sebagainya Focus Group Discussion (FGD), merupakan koordinasi dan pertemuan dengan stakeholder terkait dengan tujuan untuk memperoleh masukan dan klarifikasi informasi dari berbagai stakeholder terkait baik di pusat maupun di daerah untuk berbagi pengalaman dan memperoleh gambaran mengenai investasi di sektor ketenagalistrikan.
• Profil proyek yang siap ditawarkan 2. Skema Investasi di Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia A. Independent Power Producers B. Kerjasama Pemerintah dan Swasta C. Engineering, Production and Construction (EPC) D. Swasta Murni 3. Kerangka Regulasi A. Daftar Negatif Investasi B. Regulasi Sektor Ketenagalistrikan
3.3 PENYUSUNAN BUKU PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN
C. Regulasi Bidang Tarif
Hasil kajian literatur, penelusuran data primer, data sekunder, review kebijakan, serta serta analisis-analisis pendukung dituangkan dalam buku panduan investasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia. Sebagai outline atau usulan naskah panduan investasi, disajikan berikut ini :
F. Insentif Non Fiskal
1. Overview Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia
D. Regulasi Bidang Pertanahan E. Jaminan Investasi
4. Perpajakan A. Sistem Perpajakan di Indonesia B. Insentif Fiskal untuk Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia 5. Akunting untuk Sektor Ketenagalistrikan
A. Kondisi terkini sektor ketenagalistrikan di Indonesia
A. Sistem akuntansi di Indonesia
B. Kebutuhan listrik Indonesia (supply dan demand)
B. Akuntasi untuk Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia
C. Kebutuhan investasi sektor ketenagalistrikan D. Peluang Investasi Pembangkit Listrik • Kondisi Eksisting • Daftar proyek
62
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
63
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
4
IDENTIFIKASI PERIZINAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN 4.1 PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK 35.000 MW Saat ini, pemerintah sedang menggalakkan program pembangkitan listrik 35.000 MW, yang direncanakan terealisasi pada tahun 2015-2019. Sebagaimana dalam RUPTL PLN, bahwa skema pembangkitan tersebut dilaksanakan oleh PLN (10.681 MW) dan Pengembang Listrik Swasta / Independent Power Producer (IPP) sebesar 25.904 MW. Dalam rilisnya, PLN membagi program 35.000 MW tersebut, kedalam beberapa skema pengadaan. Disajikan di tabel 28, tabel 29 dan tabel 30.
64
4.2 MEKANISME PENGADAAN LISTRIK 35.000 MW Pengadaan tenaga listrik 35.000 MW sebagaimana dijelaskan di atas, dilakukan melalui beberapa metode, baik pelelangan umum, penunjukan langsung, maupun pemilihan langsung. Terkait dengan pelelangan umum, mengikuti prosedur pelelangan yang telah dilaksanakan selama ini, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2006 jo Nomor 04 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2006 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan/atau Sewa Menyewa Jaringan dalam Usaha Penyediaan Listrik untuk Kepentingan Umum. Secara skematik, keseluruhan proses pengadaan listrik 35.000 MW yang dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo, dapat dilihat pada Bagan 4.1. Beberapa catatan untuk kriteria pemilihan langsung adalah: 1. Diversifikasi energi untuk pembangkit listrik ke non bahan bakar minyak; dan/atau 2. Penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang berbeda pada sistem setempat, antara badan usaha pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau badan usaha baru yang dibentuk oleh pengembang setempat Sedangkan kriteria untuk penunjukan langsung adalah: 1. Pembelian tenaga listrik dilakukan dari PLTU Mulut Tambang, PLTG Marginal dan PLTA 2. Pembelian kelebihan tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/ PLTMG, dan PLTA 3. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMGl, dan PLTA jika sistem tenaga listrik setempat PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
65
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No.
Jenis Pembangkit
Lokasi
Kapasitas (MW)
1.
PLTP
Hululais / Bengkulu
2.
PLTU
Indramayu 4 / Jawa Barat
3.
PLTGU
Muara Karang Peaker / Jakarta
500
4.
PLTGU
Jawa 2 (Tanjung Priok) / Jakarta
800
5.
PLTGU
Grati Add On Blok 2 / Jawa Timur
150
6.
PLTGU
Muara Tawar Add On Unit 2,3,4
650
7.
PLTU
Kalselteng 2 / Kalimantan Tengah
8.
PLTG/PLTMG
Lampung Peaker / Lampung
200
9.
PLTP
Tulehu / Maluku
20
10.
PLTU
Lombok (FTP 2) / Nusa Tenggara Barat
11.
PLTU
Lombok 2 / Nusa Tenggara Barat
12.
PLTU
Timor 1 / Nusa Tenggara Timur
13.
PLTP
Mataloko / Nusa Tenggara Timur
20
14.
PLTP
Ulumbu 5 / Nusa Tenggara Timur
5
15.
PLTG/PLTMG
Riau Peaker / Riau
16.
PLTU
Sulsel Barru 2 / Sulawesi Selatan
17.
PLTGU
Makassar Peaker / Sulawesi Selatan
450
18.
PLTGU
Sulsel Peaker / Sulawesi Selatan
450
19.
PLTU
Sulsel 2 / Sulawesi Selatan
200
20.
PLTU
Palu 3 / Sulawesi Tengah
2x50
21.
PLTU
Bau Bau / Sulawesi Tenggara
2x25
22.
PLTU
Sulut 1/ Sulawesi Utara
2x25
23.
PLTG/PLTMG Mobile Power Plant
Tersebar
1.565
24.
PLTMG
Tersebar
665
25.
PLTGU/MGU
Tersebar
450
26.
PLTG/MG
Tersebar
250
27.
PLTM
Tersebar
50
Tabel 28 Proyek pembangkit listrik investasi PLN yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan)
66
55
1.000
2x100
2x50
50
2x25
200
1x100
No.
Jenis Pembangkit
Lokasi
Kapasitas (MW)
1.
PLTU
Muko Muko / Bengkulu
2x7
2.
PLTU
Jambi / Jambi
3.
PLTMG
Luwuk / Sulawesi Tengah
40
4.
PLTGU
Riau / Riau
250
5.
PLTGU
Jawa-1 / Jawa Barat
6.
PLTU
Sinabang / Aceh
2x7
7.
PLTG/MG
Pontianak Peaker/ Kalimantan Barat
100
8.
PLTGU/MGU
Sumut / Belawan / Sumatera Utara
250
9.
PLTGU/MGU
Sulbagut 3 / Sulawesi Utara
200
10.
PLTGU/MGU
Sulsel / Sulawesi Selatan
150
11.
PLTGU/MGU
Kalselteng / Kalimantan Selatan / Tengah
200
12.
PLTGU/MGU
Peaker Jawa-Bali 1 / Jawa Barat
400
13.
PLTGU/MGU
Peaker Jawa-Bali 2 / Jawa Timur
500
14.
PLTGU/MGU
Peaker Jawa-Bali 3 / Banten
500
15.
PLTGU/MGU
Peaker Jawa-Bali 4 / Jawa Barat
450
16.
PLTG/MG
Jambi Peaker / Jambi
100
17.
PLTGU
Jawa-3 / Jawa Timur
1x800
18.
PLTGU/MGU
Sumbagut-1 / Sumatera Utara
250
19.
PLTGU/MGU
Sumbagut-3 / Sumatera Utara
250
20.
PLTGU/MGU
Sumbagut-4 / Aceh
250
21.
PLTU
Sulut-3 / Sulawesi Utara
2x50
22.
PLTG/MG
TB. Karimun / Riau
40
23.
PLTG/MG
Natuna-2 / Riau
25
24.
PLTMG
Tanjung Pinang 2 / Riau
30
25.
PLTMG
Dabo Singkep-1 / Riau
16
26.
PLTMG
Bengkalis / Riau
18
27.
PLTMG
Selat Panjang-1 / Riau
15
28.
PLTMG
Tanjung Batu / Riau
15
29.
PLTG/MG
Belitung / Kep. Bangka Belitung
30
30.
PLTU
Jawa-10 / Jawa Tengah
1x660
31.
PLTU
Riau Kemitraan / Riau
2x600
32.
PLTU
Bangka-1 / Kep. Bangka Belitung
2x100
33.
PLTU
Kalselteng-3 / Kalimantan Tengah
2x100
34.
PLTU
Kalbar-2 / Kalimantan Barat
2x200
35.
PLTG/MG
Natuna-3 / Riau
25
36.
PLTMG
Dabo Singkep-2 / Riau
16
37.
PLTU
Kaltim-3 / Kalimantan Timur
2x600
2x800
2x200
Tabel 29 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan) PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
67
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No.
Jenis Pembangkit
Lokasi
Kapasitas (MW)
1.
PLTG/U
Senipah Exp. (ST) / Kalimantan Timur
1x35
2.
PLTU
Kaltim 4 (Exp-2 Embalut) / Kalimantan Timur
2x100
3.
PLTU
Jawa-4 (Exp. Tj. Jati B) / Jawa Tengah
4.
PLTU
Sulbagut-3 (Exp. Molotabu) / Gorontalo
5.
PLTA
Wai Tina / Maluku
12
6.
PLTA
Sidikalang-1 / Sumatera Utara
15
7.
PLTA
Tabulahan / Sulawesi Barat
20
8.
PLTA
Masupu / Sulawesi Barat
36
9.
PLTA
Salu Uro / Sulawesi Selatan
95
10.
PLTU
Sumsel-7 (Exp. Sumsel-5) / Sumatera Selatan
11.
PLTU
Jawa-8 (Exp. Cilacap)/ Jawa Tengah
12.
PLTA
Kalaena-1 / Sulawesi Selatan
54
13.
PLTA
Paleleng / Sulawesi Selatan
40
14.
PLTA
Poso 1 / Sulawesi Tengah
120
15.
PLTU
Jawa-9 (Exp. Banten) / Banten
16.
PLTA
Air Putih / Sumatera Barat
2x1.000 2x50
1x300 1x1.000
1x600 21
Tabel 30 Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (penunjukan langsung) dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik; dan/atau 4. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA dalam rangka penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama.
68
Skema pengadaan untuk masing-masing metode pengadaan pembangkit, baik pemilihan langsung, penunjukan langsung, maupun pelelangan umum, dapat dilihat pada gambar 16,17,18 dan 19.
RAGAM PILIHAN
METODE PENGADAAN
PROSES PENGADAAN
Penunjukan Langsung
Pemasukan Proposal oleh Calon Pengembangan IPP
PLTA
PLTG Gas Marjinal
Excess Power Daftar Pengadaan Pembangkit 35.000 MW (RUPTL 20162024)
Kondisi Sistem Kritis
Uji Tuntas oleh Procurement Agen**
Ekspansi Pemasukan Proposal oleh Para Calon Pengembang IPP PLTU Mulut Tambang
Evaluasi Harga
Tanda Tangan Kontrak
Diversifikasi Energi
Pemilihan Langsung
BUKAN RAGAM
Pemasukan Proposal Lelang oleh Para Calon Pengembang IPP
Pelelangan Umum
PILIHAN
Gambar 16 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW oleh Pengembang Swasta (IPP)
PROCUREMENT PROCEDURE : DIRECT APPOINMENT
Listed in RUPTL
System Planning and Project Feasibility Evaluation
Pass
Due Diligence Invitation
Due Diligence Document Submission
Due Diligence Document Evaluation
Unsolicited Proposal and Feasibility Study Submission
Rejected for Revision
Direct Appoinment (30 days)
Required Documents
IPP Procurement Procedure (complies to MEMR Regulation No. 03/2015)
Clarification and Revision
Ÿ Condition(s) : Mine Mouth CFSPP
Pass Appointing Qualified Developer and Obtaining Director(s) Approval 30 days
(Coal-Fired Steam Power Plant), Marginal Gas-Fired Power Plant, Hydroelectric Power Plant, Emergency or Crisis of Electricity Power Supply, expansion project of Power Plant in the same location of the system.
Ÿ Project Type : Mine Mouth CFSPP
PPA Finalization
(Coal-Fired Steam Power Plant), NonMine Mouth SFSPP (Engine/Turbine/ Combine Cycle), Gas-Fired Power Plant, Hydroelectric Power Plant. Ÿ Tariff : Based on MEMR Regulation
PPA Signing
Pre Procurement Process Procurement Process
No. 03/2015, and/or negotiation, and/or applicable regulation issued by MEMR.
Source : IPP Book, PT. PLN (Persero), 2015
Gambar 17 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Penunjukan Langsung PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
69
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
PROCUREMENT PROCEDURE : DIRECT SELECTION Listed in RUPTL
Due Diligence Invitation to SPC/Sponsor who have IPP connected to the same system and Mine Mouth CDSPP with candidate participant > 1
Direct Selection (45 days) IPP Procurement Procedure (complies to MEMR Regulation No. 03/2015)
Required Documents
Due Diligence Document Submission
Ÿ Condition(s) : Energy diversification
Due Diligence Document Evaluation
to Non-Fuel Oil, expansion project of Power Plant in different location of the same system, more than one (1) direct appoinment proposals.
Rejected Fail
Ÿ Project Type : Mine Mouth CFSPP
(Coal-Fired Steam Power Plant), NonMine Mouth SFSPP (Engine/Turbine/ Combine Cycle), Gas-Fired Power Plant, Hydroelectric Power Plant.
Pass Listing Qualified Developer and Obtaining Director(s) Approval 45 days
Ÿ Tariff : Based on MEMR Regulation
No. 03/2015, and/or lowest price proposal submitted by the participants.
PPA Finalization
Source : IPP Book, PT. PLN (Persero), 2015
PPA Signing
Pre Procurement Process Procurement Process
Gambar 18 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pemilihan Langsung PROCUREMENT PROCEDURE : OPEN TENDER PQ Doc collection
PQ proposal submission
PQ PROCESS
PQ applicants > _ 3?
Start
Yes
PQ evaluation
Yes
Passing applicants > _ 3?
No
Re-P/Q
Bidders > _ 2?
No
Re-Bid
No
IPP Procurement Procedure (based on MEMR Regulation No 01/2006 Jo 04/2007)
Bidders > _ 2?
No
eligible for direct appoinment or direct selection, or PLN requires doing an open tender. Ÿ Project Type : All kind of power
plant.. Ÿ Tariff : Lowest price proposal
submitted by the bidders.
Yes
Bid Evaluation
Yes Winning bidder determination
Open Tender
Ÿ Condition(s) : IPP Project(s) that non
Yes
Pasing Adm & tech requirements
Passing applicants > _ 2? Yes
Bidding Processes (RFP issuance)
BIDDING PROCESS
Announcement/ Advertisement
No
Fail
Direct appoinment
Lol PPA Signing
Gambar 19 Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pelelangan Umum
70
4.3 IDENTIFIKASI PERIZINAN DALAM RANGKA PROGRAM PENGADAAN LISTRIK 35.000 MW Dalam tahapan pengadaan tenaga listrik, selain diidentifikasi proses pengadaannya, juga diidentifikasi berbagai perizinan / non perizinan yang terkait, baik pra konstruksi, konstruksi, maupun operasi (COD, commercial operation date). Hasil telaah konsultan terhadap berbagai skema perizinan / non perizinan, antara lain:
4.3.1 Izin Prinsip Penamaman Modal Izin Prinsip Penanaman Modal diatur dalam Perka BKPM Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal. Tujuan dari terbitnya Perka BKPM ini adalah : (a) terwujudnya kesamaan dan keseragaman prosedur pengajuan dan persyaratan tata cara perizinan dan non perizinan penanaman modal di instansi penyelenggara PTSP di bidang penanaman modal di seluruh Indonesia; (b) memberikan informasi kepastian waktu penyelesaian permohonan perizinan dan non perizinan penanaman modal; dan (c) tercapainya pelayanan yang mudah, cepat, tepat, akurat, transparan dan akuntabel. Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa urusan pemerintah di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah yang diselenggarakan di PTSP BKPM, terdiri atas: 1. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi 2. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang meliputi:
yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional; C. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; D. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional; E. Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain; dan F. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut Undang-Undang. Ruang lingkup layanan di PTSP di bidang penanaman modal terdiri dari: • Layanan Perizinan Penanaman Modal; • Layanan Non Perizinan Penanaman Modal. Layanan perizinan penanaman modal, terdiri atas : 1. Izin Prinsip Penanaman Modal; 2. Izin Usaha untuk Berbagai Sektor Usaha; 3. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal; 4. Izin Usaha Perluasan untuk Berbagai Sektor Usaha; 5. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal;
A. Penanaman modal yang terkait dengan sumberdaya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi; B. Penanaman modal pada bidang industri
6. Izin Usaha Perubahan Untuk Berbagai Sektor Usaha; 7. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal; PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
71
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
8. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal untuk Berbagai Sektor Usaha; 9. Izin Pembukaan Kantor Cabang;
B. Rekaman anggaran dasar bagi badan usaha koperasi, yayasan, dilengkapi pengesahan anggaran dasar badan usaha koperasi oleh instansi yang berwenang serta NPWP perusahaan; atau
10. Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (Kppa); dan
C. Rekaman KTP yang masih berlaku dan NPWP untuk usaha perorangan.
11. Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP3A)
2. Keterangan rencana kegiatan:
Sedangkan layanan non perizinan penanaman modal, terdiri atas :
A. Untuk industri, berupa diagram alir produksi (flow chart of production) dilengkapi dengan penjelasan detail uraian proses produksi dengan mencantumkan jenis bahan baku;
1. Fasilitas Bea Masuk atas Impor Mesin; 2. Fasilitas Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan; 3. Usulan Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Badan untuk Penanaman Modal di BidangBidang Usaha Tertentu dan / atau di DaerahDaerah Tertentu; 4. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P);
B. Untuk sektor jasa, berupa uraian kegiatan yang akan dilakukan dan penjelasan produk jasa yang dihasilkan. 3. Rekomendasi dari Kementerian / Lembaga pembina, apabila dipersyaratkan sesuai ketentuan bidang usaha; 4. Permohonan ditandatangani di atas meterai cukup oleh direksi / pimpinan perusahaan dan stempel perusahaan, sebagai pemohon;
5. Angka Pengenal Importir Umum (API-U); 6. Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA);
5. Permohonan yang tidak disampaikan secara langsung oleh pemohon ke PTSP bidang penanaman modal, harus dilampiri surat kuasa asli bermeterai cukup.
7. Rekomendasi Visa untuk Bekerja (TA.01); dan 8. Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Permohonan Izin Prinsip Penanaman Modal Dalam Negeri dilengkapi persyaratan sebagai berikut : 1. Kelengkapan data pemohon: A. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya untuk PT, CV dan Fa dilengkapi dengan pengesahan anggaran dasar perusahaan dan persetujuan/ pemberitahuan perubahan, apabila ada, dari Menteri Hukum dan HAM serta NPWP perusahaan;
72
Sedangkan untuk permohonan Izin Prinsip Penanaman Modal Asing dilengkapi persyaratan sebagai berikut: 1. Bagi pemohon yang belum berbadan hukum Indonesia, dan pemohon adalah A. Pemerintah negara lain, melampirkan surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar / Kantor Perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia; B. Perorangan asing, melampirkan rekaman lembar paspor yang masih berlaku yang mencantumkan nama dan tandatangan pemilik dengan jelas;
C. Badan usaha asing, melampirkan rekaman anggaran dasar (article of association) dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari penerjemah tersumpaj; D. Untuk peserta Indonesia : • Perorangan Indonesia, melampirkan rekaman KTP yang masih berlaku dan rekaman NPWP; dan/atau
• Perorangan Indonesia, melampirkan rekaman KTP yang masih berlaku dan rekaman NPWP; • Badan Hukum Indonesia, melampirkan rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya lengkap dengan pengesahan dan persetujuan/ pemberitahuan dari Menteri Hukum dan HAM serta rekaman NPWP perusahaan. 3. Keterangan rencana kegiatan:
• Badan Hukum Indonesia, melampirkan rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya lengkap dengan pengasahan dan perserujuan / pemberitahuan dari Menteri Hukum dan HAM serta rekaman NPWP perusahaan. 2. Bagi pemohon yang telah berbadan hukum Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas, melampirkan: A. Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya dilengkapi dengan pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan dan persetujuan/pemberitahuan perubahan, apabila ada, dari Menteri Hukum dan HAM, serta NPWP perusahaan. B. Bukti diri pemegang saham, dalam hal pemegang saham adalah: • Pemerintah negara lain, melampirkan surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh Keduataan Besar / Kantor Perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia; • Perorangan asing, melampirkan rekaman paspor yang masih berlaku yang mencantumkan nama dan tandatangan pemilik paspor dengan jelas; • Badan usaha asing, melampirkan rekaman Anggaran Dasar (Article of Association/ Incorporation) dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari penerjemah tersumpah;
• Untuk industri, berupa diagram alir produksi (flow chart of production) dilengkapi dengan penjelasan detail uraian proses produksi dengan mencantumkan jenis bahan baku; • Untuk sektor jasa, berupa uraian kegiatan yang akan dilakukan dan penjelasan produk jasa yang dihasilkan. 4. Rekomendasi dari Kementerian / Lembaga pembina, apabila dipersyaratkan sesuai ketentuan bidang usaha; 5. Permohonan ditandatangani di atas meterai cukup oleh seluruh calon pemegang saham atau kuasanya; atau direksi / pimpinan perusahaan dan stempel perusahaan, sebagai pemohon; 6. Permohonan yang tidak disampaikan secara langsung oleh pemohon ke PTSP bidang penanaman modal, harus dilampiri surat kuasa asli bermeterai cukup. Proses pengajuan izin prinsip penanaman modal dilakukan secara online, melalui aplikasi website: https://online-spipise.bkpm. go.id/. Paling lambat, 3 (tiga) hari setelah aplikasi dikirimkan secara lengkap, izin prinsip penanaman modal dapat diperoleh.
4.3.2 Pendirian Badan Usaha di Indonesia Beberapa jenis perizinan / non perizinan yang
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
73
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
saling terkait dengan pendirian badan usaha / badan hukum di Indonesia, antara lain adalah:
2007, didefinisikan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
• Pengajuan Nama Badan Usaha (Perseroan Terbatas) • Pembuatan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Badan Usaha • Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) • Pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Keterangan Terdaftar (SKT), serta Pengusaha Kena Pajak (PKP, untuk yang telah beroperasi)
• Ditulis dengan huruf latin; • Belum dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau tidak sama pada pokoknya dengan Nama Perseroan lain;
• Pengesahan Akte Pendirian dan Anggaran Dasar Badan Usaha
• Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
• Pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
• Tidak sama atau tidak mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari lembaga yang bersangkutan;
1. Pengajuan Nama Badan Hukum (Perseroan)
Pengajuan Nama Badan Hukum merupakan tahap paling pertama dalam prose pendirian badan usaha di Indonesia. Proses ini juga menjadi prasyarat sebelum mendapatkan Izin Prinsip Penanaman Modal secara online. Dasar hukum yang digunakan adalah:
• Tidak terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; • Tidak mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata;
• Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
• Tidak hanya menggunakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama Perseroan; dan
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas • Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
74
Dalam rangka pengajuan nama perseroan, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2011 mengatur beberapa persyaratan, yaitu:
• Sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan, dalam hal maksud dan tujuan serta kegiatan usaha akan digunakan sebagai bagian dari Nama Perseroan.
Pengajuan nama perseroan secara elektronik (online) dilakukan melalui alamat website: www.ahu.go.id. Dalam jangka watu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan diterima secara lengkap.
2. Pembuatan Akta Pendirian Badan Usaha (Perseroan)
Setelah nama perseroan dinyatakan diterima dan dapat digunakan, maka wajib segera membuat Akta Pendirian perusahaan di Kantor Notaris. Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan Akta Notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Akte Pendirian yang dimaksudkan, setidaktidaknya memuat anggaran dasar dan keterangan lainnya, sekurang-kurangnya adalah:
Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP). Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa domisili perusahaan harus sesuai dengan penataan ruang.
• Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseroan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dan pendiri perseroan.
Dalam implementasinya, persyaratan dan prosedur penerbitan Surat Keterangan Domisili Perusahaan diatur oleh Perda, yang biasanya diterbitkan oleh Lurah / Camat setempat. Sebagai contoh adalah Keputusan Camat Lubuk Baja Batam Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penetapan Standar Pelayanan Domisili Usaha. Dalam keputusan tersebut, untuk mendapatkan Surat Keterangan Domisili Usaha diperlukan beberapa persyaratan, yaitu: • Surat Permohonan Kepada Camat • Rekomendasi Lurah Setempat • Rekaman KTP Penanggung Jawab • Rekaman Akte Pendiri Pusat / Cabang
• Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota direksi dan dewan komisaris yang pertama kali diangkat.
• Surat Keterangan Sewa Menyewa Tempat Usaha • Denah Lokasi
• Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
Lama proses pembuatan Akta Pendirian sangat tergantung pada kesepakatan para pendirian perseroan dengan notaris yang ditunjuk. Lama prosesnya bisa 3 hari kerja, hingga 14 hari kerja.
• Pas photo 3 x 4 sebanyak 2 lembar • Surat Keterangan Sempadan dari Lurah • Untuk usaha Perorangan melampirkan surat pernyataan kepemilikan usaha Diatas materai 6000
Perolehan Surat Keterangan Domisili Perusahaan sebagaimana ditetapkan di atas, paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan dan persyaratannya diterima secara lengkap dan benar.
Selain Surat Keterangan Domisili Perusahaan, biasanya juga diberlakukan Izin Gangguan, yang dinyatakan dalam Surat Izin Tempat Usaha (SITU), yang juga diatur melalui peraturan daerah. Sebagai contoh adalah
3. Surat Keterangan Domisili Perusahaan dan Surat Izin Tempat Usaha (Izin Gangguan / HO)
Amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan bahwa suatu perseroan harus memiliki tempat kedudukan dan alamat lengkap perseroan, sehingga diperlukan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
75
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Perda Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2012 tentang Izin Gangguan dan Retribusi Izin Gangguan. Beberapa persyaratan yang dinyatakan dalam perda tersebut adalah :
kewajiban perpajakannya. Nomor ini dipakai oleh setiap wajib pajak setiap kali mereka berurusan dengan kantor pajak.
• Mengisi formulir permohonan izin; • Rekaman KTP pemohon; • Rekaman Akta Pendirian Perusahaan; • Rekaman Status Kepemilikan Tanah/Bukti Kepemilikan Tanah/Surat Perjanjian Sewa/ Surat Persetujuan Pemilik Tanah;
• Rekaman akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap;
• Rekaman Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) berikut Lampiran Gambar Denah dan Situasi; • Surat Pernyataan Tertulis Tidak Keberatan dari Lingkungan Sekitar, yang diketahui pihak RT dan RW setempat;
• Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurangkurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing; dan
• Keterangan Domisili Perusahaan dari Lurah dan Camat; • Rekaman Lunas PBB Tahun Terakhir; • Dokumen Lingkungan, khusus terhadap kegiatan usaha yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan; dan
• Rekaman dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti pembayaran listrik.
• Surat Pernyataan Kesanggupan Memenuhi / Mentaati Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam perda tersebut, ditetapkan penerbitan perizinan paling lambat 14 hari kerja sejak dokumen permohonan dan persyaratannya diterima lengkap dan benar. 4. Pembuatan NPWP, SKT dan PKP
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
76
Untuk Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/ atau operator di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi yang berorientasi pada profit (profit oriented) berupa :
Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), berupa : • Rekaman Perjanjian Kerjasama/Akte Pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi (Joint Operation); • Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk kerja
sama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
dengan menyampaikan permohonan secara tertulis dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran Wajib Pajak. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang disyaratkan. Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Penyampaian permohonan secara tertulis dapat dilakukan: secara langsung, melalui pos; atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
• Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing; dan • Rekaman dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
Setelah seluruh persyaratan Permohonan Pendaftaran diterima KPP atau KP2KP secara lengkap, KPP atau KP2KP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat. KPP atau KP2KP menerbitkan Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan. NPWP dan SKT akan dikirimkan melalui Pos Tercatat.
Pengurusan NPWP Badan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu : • Secara Elektronik melalui e-Registration Dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Pendaftaran Wajib Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id. Dokumendokumen yang dipersyaratkan di atas, kemudian dikirimkan ke KPP tempat Wajib Pajak mendaftar. Dokumendokumen tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sudah diterima oleh KPP. Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkan dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
5. Pengesahan Akte Pendirian Perusahaan
• Nama dan tempat kedudukan perseroan • Jangka waktu berdirinya perseroan • Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan • Jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal disetor
• Secara Langsung Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pendaftaran secara elektronik, permohonan pendaftaran dilakukan
Untuk pembuatan Akta Pendirian, dalam jangka waktu paling lambat 60 hari, perseroan wajib mengajukan permohonan pengesahan badan hukum perseroan melalui teknologi informasi sistem administrasi dan badan hukum secara elektronik kepada Menteri, dengan mengisi format isian sekurang-kurangnya:
• Alamat lengkap perseroan.
Persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
77
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun 2014 adalah:
memuat frasa yang menyatakan “Keputusan Menteri ini dicetak dari SABH”.
• Mengisi Format Pendirian Perusahaan; • Bukti Bayar Biaya Pengesahan Badan Hukum Perseroan yang dibayarkan melalui Bank Persepsi;
6. Pembuatan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)
SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Ketentuan mengenai SIUP diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan Permendag Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan. Penerbitan SIUP dilakukan berdasarkan tempat kedudukan tempat usaha, sehingga Menteri memberikan kewenangan penerbitan kepada Gubernur / Bupati / Walikota yang menunjuk dinas setempat yang membidangi perdagangan.
Berdasarkan peraturan tersebut, persyaratan penerbitan SIUP untuk perseroan, adalah:
• Minuta Akta Pendirian Perseroan atau Minuta Akta Perubahan Pendirian Perseroan; • Bukti Setor Modal Perseroan; • Surat Pernyataan Kesanggupan dari Pendiri untuk memperoleh keputusan, persetujuan, atau rekomendasi dari instansi teknis untuk perseroan bidang usaha tertentu, atau fotokopi keputusan, persetujuan, dan rekomendasi dari instansi teknis terkait untuk perseroan bidang usaha tertentu; • Rekaman surat keterangan mengenai alamat lengkap perseroan dari pengelola gedung atau instansi yang berwenang atau asli surat pernyataan mengenai alamat lengkap perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri dan semua anggota dewan komisaris perseroan.
• Surat Permohonan; • Rekaman Akta Notaris Pendirian Perusahaan; • Rekaman Surat Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas dari Kementerian Hukum dan HAM; • Rekaman Kartu Tanda Penduduk Penanggungjawab / Direktur Utama Perusahaan;
Permohonan dan pendaftaran dilakukan secara elektronik melalui laman Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kementerian Hukum dan HAM, dengan alamat: www.ahu.go.id. Paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri telah menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum. Notaris dapat melakukan pencetakan sendiri Keputusan Menteri mengenai Pengesahan Badan Hukum Perseroan, menggunakan kertas berwarna putih ukuran F4/Folio dengan berat 80 (delapan puluh) gram. Keputusan tersebut wajib ditandatangani dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris, serta
78
• Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP tentang Lokasi Usaha Perusahaan; • Foto Penanggungjawab / Direktur Utama Perusahaan 3x4 (2 lembar)
Proses penerbitan SIUP paling lama 3 (tiga) hari kerja, setelah dokumen persyaratan diterima secara lengkap dan benar. 7. Pembuatan TDP (Tanda Daftar Perusahaan)
Wajib Daftar Perusahaan (WDP) diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Dalam ketentuan ini, Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undangundang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Perusahaan yang wajib didaftar dalam Daftar Perusahaan adalah setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
Pengaturan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan juncto Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1998 tentang Usaha atau Kegiatan yang tidak dikenakan Wajib Daftar Perusahaan. Pengertian Tanda Daftar Perusahaan (TDP) menurut peraturan di atas surat tanda pengesahan yang diberikan oleh Kantor Pendaftaran Perusahaan kepada perusahaan yang telah melakukan pendaftaran perusahaan. Lebih lanjut diatur tentang usaha atau kegiatan yang bergerak di luar bidang perekonomian dan sifat serta tujuannya tidak semata-mata mencari keuntungan dan/atau laba, sehingga dengan demikian tidak dikenakan wajib daftar perusahaan. Penerbitan TDP dilimpahkan oleh menteri kepada gubernur / walikota / bupati, sesuai kedudukan perseroan terbatas berada. Untuk mendapatkan TDP, beberapa persyaratannya diatur sebagai berikut: • Rekaman Akta Pendirian Perseroan; • Rekaman Akta Perubahan Perndirian
Perseroan (apabila ada); • Asli dan rekaman Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan bagi PT yang telah berbadan hukum sebelum diberlakukannya UndangUndang Perseroan Terbatas; • Rekaman Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Pemilik, Pengurus atau Penanggung Jawab Perusahaan; • Rekaman Izin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; • Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak.
Proses penerbitan TDP adalah 3 (tiga) hari kerja, sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap dan benar.
4.3.3 Perizinan Ketenagakerjaan Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di Indonesia. Untuk memperkerjakan TKA di Indonesia, perusahaan PMA memerlukan beberapa perizinan yang telah diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Ada dua tahapan prosedur perizinan yang diperlukan PMA untuk dapat memperkerjakan TKA, yaitu: • mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); dan • Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sedangkan IMTA adalah izin tertulis yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TKA. PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
79
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Prosedur dan pelayanan RPTKA dan IMTA dilakukan melalui aplikasi sistem online: http:// tka-online.depnakertrans.go.id. Persyaratan yang ditetapkan untuk mendapatkan pengesahan RPTKA dan IMTA, dijelaskan berikut ini:
• Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan;
1. Pengesahan RPTKA
• Copy ijazah Sarjana atau keterangan pengalaman kerja TKA atau sertifikat kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;
• Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
• Surat Permohonan • Alasan penggunaan TKA; • Formulir RPTKA yang sudah diisi;
• Copy surat penunjukan tenaga kerja Indonesia pendamping; dan
• Surat izin usaha dari instansi yang berwenang;
• Pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar.
• Akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh instansi yang berwenang; • Keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat; • Bagan struktur organisasi perusahaan; • Surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA dan rencana program pendampingan;
Lama waktu perizinan untuk masing-masing adalah 3 (tiga) hari kerja, setelah dokumen diterima (online) secara lengkap dan benar. Jadi, total waktu yang diperlukan adalah 6 (enam) hari.
4.3.4 Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL)
• Copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku sesuai UndangUndang Nomor 7 Tahun 1981; dan
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah pengadaan tenaga listrik meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga listrik kepada konsumen. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) adalah izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Dalam pelaksanaannya, IUPTL dibuat dalam dua tahap, yaitu: IUPTL Sementara dan IUPTL Tetap. Penerbitan IUPTL diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan.
• Rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi teknis apabila diperlukan.
Dalam peraturan tersebut di atas, beberapa persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan IUPTL Sementara adalah:
• Surat pernyataan kesanggupan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki TKA;
2. Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing
1. Persyaratan Administratif :
• Surat Permohonan
• Identitas Pemohon
• Copy keputusan pengesahan RPTKA;
• Profil pemohon
80
• NPWP 2. Persyaratan Teknis :
• Izin lokasi dari instansi yang berwenang kecuali untuk usaha penjualan tenaga listrik;
• Studi kelayakan awal
• Diagram satu garis
• Surat penetapan sebagai calon pengembang penyediaan tenaga listrik dari pemegang IUPL (PT PLN) selaku calon pembeli tenaga listrik
• Jenis dan kapasitas usaha yang akan dilakukan;
Sedangkan untuk mendapatkan IUPTL, beberapa persyaratannya adalah:
• Jadwal pembangunan dan pengoperasian • Persetujuan harga jual tenaga listrik atau sewa jaringan tenaga listrik, dalam hal permohonan Izin Usaha Penyediaan
1. Persyaratan Administratif :
• Profil pemohon
• Tenaga Listrik diajukan untuk usaha pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi tenaga listrik, atau usaha distribusi tenaga listrik;
• NPWP
• Kesepakatan jual beli tenaga listrik;
• Identitas Pemohon
• Pengesahan sebagai badan hukum • Kemampuan pendanaan
3. Persyaratan Lingkungan : • Dokumen AMDAL (KA, Andal, RKL-RPL) atau UKL-UPL
2. Persyaratan Teknis : • Dokumen ANDAL Lalu Lintas • Studi kelayakan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik • Lokasi instalasi kecuali untuk usaha penjualan tenaga listrik;
Pelayanan IUPTL (baik sementara maupun tetap) untuk PMA, saat ini dilakukan di PTSP BKPM, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 35/2014 tanggal 19 Desember 2014.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
81
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
1.
Izin Prinsip Penanaman Modal PTSP BKPM Pusat / PTSP BKPM Daerah Pendaftaran Online : https://onlinespipise.bkpm. go.id/
Persyaratan Pendaftaran Penanaman Modal : 1. Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah pemerintah negara lain; 2. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing; 3. Rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk badan usaha asing; 4. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia; 5. Rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia; 6. Permohonan Pendaftaran ditandatangani di atas meterai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum); 7. Surat Kuasa asli bermeterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan; 8. Keterangan Rencana Penanaman Modal, mencakup :
82
-
Bidang usaha
-
Lokasi proyek
-
Produksi dan pemasaran per tahun
-
Luas tanah yang diperlukan
-
Tenaga kerja Indonesia
-
Rencana investasi
-
Rencana permodalan
Durasi (Hari) 3
Dasar Hukum Perka BKPM No. 5 Tahun 2013
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Izin Prinsip Penanaman Modal 1. Bukti diri pemohon, yaitu: -
Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran
-
Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya
-
Rekaman Pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan dari Menteri Hukum dan HAM
-
Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. Keterangan rencana kegiatan, berupa: -
Uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan-bahan dan dilengkapi dengan diagram alir (flowchart);
-
Uraian kegiatan usaha sektor jasa.
-
Rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan
2.
Pengajuan Nama Badan Hukum Sisminbakum,
1. Pengajuan nama perseroan terbatas -
1
-
Undang-Undang
Pengajuan biasanya dilakukan oleh
No.40 Tahun
Notaris Melalui Sistem Administrasi
diakses melalui :
2007 Tentang
Badan Hukum (Sisminbakum)
http://ahu.go.id/
Perseroan
Kemenkumham
Terbatas
2. Persyaratannya : -
Melampirkan asli formulir dan pendirian surat kuasa;
-
Melampirkan fotokopi Kartu Identitas Penduduk (KTP/paspor) para pendirinya dan para pengurus perusahaan;
-
Melampirkan fotokopiKartu Keluarga (KK) pimpinan/pendiri PT untuk WNI
-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
83
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
3.
Pembuatan Akta
Persyaratan 1. Pembuatan akta pendirian dilakukan oleh
Durasi (Hari) 30
Dasar Hukum -
Undang-Undang
Pendirian dan
notaris yang berwenang di seluruh wilayah
No.40 Tahun
Anggaran Dasar
negara Republik Indonesia untuk selanjutnya
2007 Tentang
Perseroan
mendapatkan pesetujuan dari Menteri
Perseroan
Terbatas Kantor Notaris
Kemenkumham
Terbatas
2. Beberapa hal yang perlu diperhatikan : -
-
Kedudukan PT, yang mana PT harus
Pemerintah
berada di wilayah Republik Indonesia
Republik
dengan menyebutkan nama Kota dimana
Indonesia
PT melakukan kegiatan usaha sebagai
Nomor 43 Tahun
Kantor Pusat; -
Pendiri PT minimal 2 orang atau lebih;
-
Menetapkan jangka waktu berdirinya PT:
2011 Tentang Tata Cara Pengajuan dan
selama 10 tahun, 20 tahun atau lebih atau
Pemakaian
bahkan tidak perlu ditentukan lamanya
Nama Perseroan
artinya berlaku seumur hidup; -
Peraturan
Terbatas
Menetapkan Maksud dan Tujuan serta kegiatan usaha PT;
-
Akta Notaris yang berbahasa Indonesia;
-
Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan;
-
Modal dasar minimal Rp.50.000.000,(lima puluh juta Rupiah) dan modal disetor minimal 25% (duapuluh lima perseratus) dari modal dasar;
-
Minimal 1 orang Direktur dan 1 orang Komisaris; dan
-
Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali PT dengan Modal Asing atau biasa disebut PT PMA
4.
Surat Keterangan Domisili
kelurahan setempat sesuai dengan alamat
Perusahaan Kantor Kelurahan
kantor PT anda berada, yang mana sebagai
/ Kecamatan di
perusahaan (domisili gedung, jika di
Masing-Masing Daerah
84
1. Permohonan SKDP diajukan kepada kantor
bukti keterangan/keberadaan alamat gedung)
3
Perda
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
2. Persyaratan : -
Fotokopi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir,
-
Perjanjian Sewa atau kontrak tempat usaha bagi yang berdomisili bukan di gedung perkantoran,
-
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur,
-
Izin Mendirikan Bangun (IMB) jika PT tidak berada di gedung perkantoran
5.
Permohonan
Persyaratannya :
Pembuatan
-
NPWP pribadi Direktur PT
Nomor Pokok
-
Fotokopi KTP Direktur (atau fotokopi Paspor
12
bagi WNA, khusus PT PMA)
Wajib Pajak (NPWP) dan
-
SKDP
Pengusaha Kena
-
Akta pendirian PT
Pajak (PKP) Kantor Pajak Wilayah 6.
Pengesahan
1. Permohonan ini diajukan kepada Menteri
45
-
Undang-Undang
Akte Pendirian
Kemenkumham untuk mendapatkan
No.40 Tahun
dan Anggaran
pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (akta
2007 Tentang
Dasar Perseroan
pendirian) sebagai badan hukum PT sesuai
Perseroan
Terbatas Kementerian
dengan UUPT
Terbatas
Hukum dan HAM
2. Bukti setor bank senilai modal disetor dalam akta pendirian; 3. Bukti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai pembayaran berita acara negara; 4. Asli akta pendirian.
-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
85
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
7.
Tanda Daftar
Persyaratan 1. Akte Notaris Pendirian dan Perubahan (jika
7
Dasar Hukum -
ada) ;
Perusahaan (TDP) Dinas Daerah
Durasi (Hari)
Undang-undang Republik
2. SK.Menteri Hukum dan HAM (badan usaha
Indonesia No. 3
berbentuk Perseroan Terbatas [PT]), Terdaftar
tahun 1982
Pada Kantor Pengadilan Negeri (badan
tentang Wajib
usaha berbentuk Persekutuan Komanditer
Daftar
[CV]) ;
Perusahaan
3. Surat Keterangan Domisili Perusahaan ;
-
4. NPWP (Nomor Pokok Wajib
Perda
Pajak) Perusahaan ; 5. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) ; 6. Izin Investasi atau SP.BKPM (untuk PMDN/PMA) ; 7. KTP Direktur/Penanggung Jawab Perusahaan ; 8. Kartu Keluarga Direktur/Penanggung Jawab Perusahaan ; 9. Surat Keterangan Domisili dari Pengelola Gedung (jika di Komplek Perkantoran) ; 8.
Izin Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kementerian
Pengesahan RPTKA 1. Pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis atau online kepada Direktur Jenderal Pembinaan
Tenaga Kerja
Penempatan Tenaga Kerja melalui Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan melampirkan : -
Alasan penggunaan TKA;
-
Formulir RPTKA yang sudah diisi;
-
Surat izin usaha dari instansi yang berwenang;
-
Akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh instansi yang berwenang;
-
Keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat;
-
Bagan struktur organisasi perusahaan;
-
Surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA dan rencana program pendampingan;
-
86
Surat pernyataan kesanggupan untuk
8
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki TKA; -
Copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981; dan
-
Rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi teknis apabila diperlukan.
2. Dalam hal hasil penilaian kelayakan RPTKA telah sesuai, dalam waktu paling lama 4 (empat) hari kerja, Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja atau Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing harus menerbitkan keputusan pengesahan RPTKA. Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTKA) 1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk. Kewajiban memiliki izin tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan TKA sebagai pegawai diplomatik dan konsuler. 2. Pemberi kerja TKA yang akan mengurus IMTA, terlebih dahulu harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing untuk mendapatkan rekomendasi kawat persetujuan visa (TA-01) dengan melampirkan: -
Copy keputusan pengesahan RPTKA;
-
Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan;
-
Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
-
Copy ijazah Sarjana atau keterangan pengalaman kerja TKA atau sertifikat kompetensi sesuai dengan jabatan yang
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
87
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Persyaratan
Durasi (Hari)
Dasar Hukum
akan diduduki; -
Copy surat penunjukan tenaga kerja Indonesia pendamping; dan
-
Pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar.
9.
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara PTSP BKPM
1. Persyaratan Administratif : - Identitas Pemohon - Profil pemohon - NPWP 2. Persyaratan Teknis : - Studi kelayakan awal - Surat penetapan sebagai calon
5
-
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2012 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik jo.
pengembang penyediaan tenaga listrik
PP No.23 Tahun
dari pemegang IUPL (PT PLN) selaku
2014
calon pembeli tenaga listrik -
Peraturan Menteri ESDM No. 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan
-
Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2014 jo Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
88
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
10. Izin HGB dan Hak Pakai
Persyaratan 1. Informasi Ketersediaan Tanah
Durasi (Hari) 92
Dasar Hukum -
Peraturan
-
Permohonan
Menteri Agraria
-
Identitas pemohon dan kuasa apabila
dan Tata Ruang/
dikuasakan
BPN No 15/
-
Surat Kuasa apabila dikuasakan
2014, tgl 29
-
Dokumen yang menjadi persyaratan yang
Desember 2014
berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh pejabat berwenang
-
Peraturan Menteri Agraria
2. Pengukuran Bidang Tanah
dan Tata Ruang/
-
Permohonan
-
Syarat pada pelayanan pertimbangan
BPN No 2/2015, tgl 23 Januari
teknis
2015
-
Izin lokasi (apabila dipersyaratkan)
-
Peta areal tanah yang dimohonkan *)
-
Bukti perolehan tanah/alas hak (Akta Jual
Menteri Agraria
Beli, Pelepasan hak, Letter C, SK
dan Tata Ruang/
Pelepasan Kawasan Hutan **), Daftar
BPN No 5/2015,
Rekapitulasi Perolehan Lahan dan Peta
tgl 28 April 2015
-
Peraturan
Perolehan Lahan sesuai dengan alas hak*), Bukti Perolehan Lainnya) -
Surat pernyataan pemasangan tanda batas.
-
Surat pernyataan tidak sengketa.
-
Surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah.
-
Dokumen yang menjadi persyaratan yang berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
*) dalam bentuk cetak dan file elektronik dalam *dwg atau *shp. Pada peta areal yang dimohon termasuk layer tanda batas yang sudah terpasang sesuai daftar koordinat. **) untuk areal yang berasal dari kawasan hutan 3. Penetapan Hak atas Tanah HGB dan HP -
Permohonan.
-
Syarat pada pelayanan pengukuran bidang tanah.
-
Peta Bidang Tanah.
-
Persetujuan Penanaman Modal bagi perusahaan yang menggunakan fasilitas
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
89
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
11. Izin Lingkungan
Persyaratan 1. Dokumen Pendirian Usaha atau Kegiatan
Durasi (Hari) 105
Dasar Hukum Peraturan Menteri
(AMDAL, UKL-
2. Profil Usaha atau Kegiatan
Lingkungan
UPL) Kementerian LH
3. Dokumen AMDAL
Hidup Nomor 08
-
dan Kehutanan
KA dan SK persetujuan atau konsep KA
Tahun 2013
beserta pernyataankelengkapan administrasi
12. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PTSP BKPM
-
Draft Andal
-
Draft RKL-RPL
Izin Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan
177
-
Menteri
1. Persyaratan Administrasi : ·
Surat permohonan
·
Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP
Kehutanan Nomor P.16/ Menhut-II/2014
Eksplorasi)/Izin UsahaPertambangan
tentang
Operasi Produksi (IUP Operasi Produksi)
Pedoman Pinjam
atauperizinan/perjanjian lainnya yang
Pakai Kawasan
telah diterbitkan oleh pejabat sesuai
Hutan
kewenangannya, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki ·
Keputusan Direktur Jenderal
Rekomendasi
Planologi
-
gubernur untuk pinjam pakai kawasan
Kehutanan
hutan bagi perizinan di luarbidang
Nomor SK.8/VII-
kehutanan yang diterbitkan oleh
PKH/2013
-
bupati/walikota untuk pinjam pakai kawasan hutan bagi perizinan diluar bidang kehutanan yang diterbitkan oleh gubernur; atau
-
bupati/walikota untuk pinjam pakai kawasan hutan yang tidakmemerlukan perizinan sesuai bidangnya
Pernyataan dalam bentuk akta notariil yang menyatakan : -
kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan kesanggupanmenanggung seluruh biaya sehubungan dengan permohonan;
-
90
-
perizinan/perjanjian
bupati/walikota danPemerintah; atau
·
Peraturan
semua dokumen yang dilampirkan
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
penanaman modal dari instansi teknis. -
Keterangan status kawasan hutan dari
-
Keterangan status areal pertambangan
instansi teknis (jika diperlukan). dari instansi teknis (jika diperlukan). -
Keterangan bebas garapan masyarakat apabila tanahnya berasal dari tanah Negara yang tidak ada penguasaan masyarakat.
-
Surat Pernyataan Tanah-Tanah yang dipunyai oleh Pemohon termasuk tanah yang dimohon.
-
SSP/PPh, apabila tanah yang dimohon merupakan objek pengenaan SSP/PPh.
-
Dokumen yang menjadi persyaratan berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
4. Pendaftaran Keputusan Hak atas Tanah -
Permohonan.
-
Asli Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tana
-
SPPT PBB Tahun berjalan
-
Asli Penyerahan Bukti SSB (BPHTB)
-
Asli bukti alas hak.
-
Dokumen yang menjadi persyaratan yang berbentuk fotokopi, dilegalisir oleh pejabat berwenang.
5. Izin Lokasi -
Telah memperoleh Ijin Pertimbangan Teknis Pertanahan
-
Sebagai syarat permohonan hak atas tanah
-
Untuk satu kabupaten/kota ditandatangani Bupati/Walikota, kecuali DKI Jakarta oleh Gubernur
-
Untuk lintas kabupaten/kota ditandatangani Gubernur
-
Untuk lintas provinsi ditandatangani Menteri ATR/Ka BPN
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
91
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Persyaratan dalam permohonan adalah sah; dan -
tidak melakukan kegiatan di lapangan sebelum ada izin dari Menteri
·
Dalam hal permohonan diajukan oleh badan usaha atau yayasan, selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d ditambah persyaratan -
akta pendirian dan perubahannya;
-
profile badan usaha/yayasan;
-
Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
-
laporan keuangan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik
2. Persyaratan Teknis : ·
Rencana kerja penggunaan kawasan hutan dilampiri dengan peta lokasi skala 1:50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan informasi luas kawasan hutan yang dimohon
·
Izin lingkungan dan dokumen AMDAL atau UKL-UPL yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, untuk kegiatan yang wajib menyusun AMDAL atau UKLUPL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
·
Pertimbangan teknis Direktur Jenderal yang membidangi Mineral dan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk perizinan kegiatan pertambangan yang diterbitkan oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya, memuat informasi antara lain bahwa areal yang dimohon di dalam atau di luar WUPK yang berasal dari WPN dan pola pertambangan
·
Untuk perizinan kegiatan pertambangan komoditas mineral jenis batuan dengan luasan paling banyak 10 (sepuluh) hektar, pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada huruf d, diberikan oleh
92
Durasi (Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi pertambangan ·
Surat pernyataan Pimpinan Badan Usaha bermaterai memiliki tenaga teknis kehutanan untuk permohonan kegiatan pertambangan operasi produksi
·
Pertimbangan teknis Direktur Utama Perum Perhutani, dalam hal permohonan berada dalam wilayah kerja Perum Perhutani
Prosedur / Flowchart : 1. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima permohonan, memerintahkan Direktur Jenderal untuk melakukan penilaian persyaratan dan penelaahan. 2. Dalam hal hasil penilaian tidak memenuhi ketentuan, Direktur yang membidangi perizinan penggunaan kawasan hutan atas nama Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja, menerbitkan surat pemberitahuan dan mengembalikan berkas permohonan. 3. Dalam hal hasil penilaian persyaratan administrasi dan teknis telah memenuhi ketentuan, Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja melakukan penelaahan. 4. Dalam melakukan penelaahan, Direktur Jenderal dapat berkoordinasi dengan: a. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, dalam hal permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan berada pada Kawasan Hutan Produksi; atau b. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, dalam hal permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan berada pada Kawasan Hutan Lindung.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
93
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Persyaratan 5. Berdasarkan hasil penelaahan : a. Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja menerbitkan surat penolakan, dalam hal permohonan tidak dapat dipertimbangkan; b. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja menerbitkan surat persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan sejak diterimanya hasil penelaahan dari Direktur Jenderal, dalam hal permohonan dapat dipertimbangkan. 6. Dalam hal terdapat permohonan perubahan surat dan/atau peta persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan penolakan atau persetujuan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Pemenuhan Kewajiban 1. Melaksanakan tata batas kawasan hutan yang disetujui dan disupervisi oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan 2. Membuat pernyataan dalam bentuk akta notariil yang memuat kesanggupan a. Melaksanakan reklamasi dan revegetasi pada kawasan hutan yang sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu selesainya jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan b. Melaksanakan perlindungan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan c. Memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan baik pusat maupun daerah pada saat melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan d. Memenuhi kewajiban keuangan sesuai peraturan perundang-undangan, meliputi : -
94
Membayar penggantian nilai tegakan,
Durasi (Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana Reboisasi (DR) -
Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dalam hal kompensasi berupa pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai
-
Membayar ganti rugi nilai tegakan kepada pemerintah apabila areal yang dimohon merupakan areal reboisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
-
kewajiban keuangan lainnya akibat diterbitkannya izin pinjam pakai kawasan hutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
e. Melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai dalam hal kompensasi berupa pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan f. Melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar areal izin pinjam pakai kawasan hutan 3. Menyampaikan baseline penggunaan kawasan hutan, untuk persetujuan prinsip dengan kewajiban kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai 4. Menyampaikan rencana reklamasi dan revegetasi pada kawasan hutan yang dimohon izin pinjam pakai kawasan hutan 5. Menyampaikan peta lokasi rencana penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
95
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Persyaratan aliran sungai dalam hal kompensasi berupa pembayaran dana Penerimaan Negara Bukan Pajak penggunaan kawasan hutan dan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai Prosedur / Flowchart : 1. Berdasarkan pemenuhan kewajiban dalam persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan mengajukan permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan kepada Menteri. 2. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima permohonan memerintahkan Direktur Jenderal untuk melakukan penilaian pemenuhan kewajiban. 3. Dalam hal permohonan belum memenuhi seluruh kewajiban, Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja, menerbitkan surat pemberitahuan kekurangan pemenuhan kewajiban 4. Dalam hal permohonan telah memenuhi seluruh kewajiban, Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja menyampaikan usulan penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan berikut peta lampiran kepada Sekretaris Jenderal. 5. Sekretaris Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak menerima usulan penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan melakukan telaahan hukum dan menyampaikan konsep Keputusan izin pinjam pakai kawasan hutan dan peta lampiran kepada Menteri 6. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima konsep, menerbitkan Keputusan izin pinjam
96
Durasi (Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
pakai kawasan hutan. 13. Izin Terminal Khusus dan Sarana Bantu Navigasi
Izin Terminal Khusus
102
-
Persyaratan Dokumen Permohonan ijin Lokasi
Menteri Perhubungan
1. Permohonan kepada Menteri melalui
Nomor 51 Tahun
Direktur Jenderal Perhubungan Laut,
2011
penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka waktu 14 hari setelah berkas lengkap,
Peraturan
-
Peraturan
Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari
Menteri
setelah persyaratan lengkap dan
Perhubungan
mendapatkan rekomendasi dari Gubernur
Nomor 25 Tahun
dan Bupati/Walikota.
2011
2. Persyaratannya mencakup : a) Salinan surat izin'usaha pokok dari instansi terkait; b) Letak lokasi yang diusulkan dilengkapi dengan koordinat geografis yang digambarkan dalam peta laut; c) Studi kelayakan yang paling sedikit memuat : -
rencana volume bongkar muat bahan baku, peralatan penunjang dan hasil produksi;
-
rencana frekuensi kunjungan kapal;
-
aspek ekonomi yang berisi tentang efisiensi dibangunnya terminal khusus dan aspek lingkungan; dan
-
hasil survei yang meliputi hidrooceanograji (pasang surut, gelombang, kedalaman dan arus), topograji, titik nol (benchmark) lokasi pelabuhan yang dinyatakan dalam koordinat geografis;
d) Rekomendasi dari Syahbandar e) Rekomendasi gubenur dan bupati/walikota setempat Persyaratan Dokumen Permohonan Izin Pembangunan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
97
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Persyaratan 1. Permohonan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut, penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka waktu 30 hari setelah berkas Permohonan lengkap. 2. Persyaratan Administrasi a) Akta pendirian perusahaan; b) Izin usaha pokok dari instansi terkait; c) Nomor PokokWajib Pajak (NPWP); d) Bukti penguasaan tanah (bukti penguasaan tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional); e) Bukti kemampuan finansial (ketersediaan anggaran untuk pembangunan fasilitas terminal khusus); f) Proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang; dan g) Rekomendasi dari Syahbandar pada Kantor Unit 3. Persyaratan Teknis a) gambar hidrografi, topografi, dan ringkasan laporan hasil survei mengenai pasang surut dan arus; b) tata letak dermaga; c) perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok; d) hasil survei kondisi tanah; e) hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur pelayaran dan kolam pelabuhan; f) batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik koordinat geografis serta rencana induk terminal khusus yang akan ditetapkan sebagai daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan tertentu; dan g) kajian lingkungan berupa studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
98
Durasi (Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
bidang lingkungan hidup. Persyaratan Permohonan Izin Pengoperasian (Jangka Waktu 5 Tahun) 1. Permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perhubungan Laut, penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka waktu 23 hari setelah berkas lengkap, Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari setelah persyaratan lengkap. 2. Persyaratan : a) Rekomendasi dari Kepala Kantor Unit PenyelenggaraPelabuhan terdekat yang sekurang-kurangnya memuat : -
keterangan bahwa pembangunan terminal khusus telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan yang diberikan oleh Direktur Jenderal dan siap untuk dioperasikan;
-
hasil pembangunan terminal khusus telahmemenuhi aspek keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan
-
pertimbangan dari Distrik Navigasi setempat mengenai kesiapan alurpelayaran dan Sarana Bantu NavigasiPelayaran.
b) Laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan selama masa pembangunan; c) Memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dantersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat. Persyaratan Penetapan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri 1. Permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perhubungan Laut,
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
99
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Persyaratan penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka waktu 21 hari setelah berkas lengkap, Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari setelah persyaratan. 2. Aspek administrasi : a) rekomendasi dari gubernur, bupati/walikota; dan b) rekomendasi dari pejabat pemegang fungsikeselamatan pelayaran di pelabuhan. 3. Aspek ekonomi : a) Menunjang industri tertentu; b) Arus barang minimal 10.000 tonJtahun; c) Arus barang ekspor minimal 50.000 ton / tahun. 4. Aspek keselamatan dan keamanan pelayaran : a) Kedalaman perairan minimal -6 meter L WS; b) Luas kolam cukup untuk olah gerak minimal 3 (tiga) unit kapal; c) Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; d) Stasiun radio operasi pantai; e) Prasarana, sarana dan sumber daya manusia pandu bagi terminal khusus yang perairannya telah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu; dan f) Kapal patroli apabila dibutuhkan. 5. Aspek teknis fasilitas kepelabuhanan: a) dermaga beton permanen minimal l(satu) tambatan; b) gudang tertutup; c) peralatan bongkar muat; d) PMK1 (satu) unit; e) fasilitas bunker, dan f) fasilitas pencegahan pencemaran. g) Fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran,instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan Jenis komoditas khusus.
100
Durasi (Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Izin Untuk Kepentingan Sendiri 1. Bukti kerjasama dengan penyelenggara pelabuhan; 2. Data perusahaan yang meliputi akta perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan izin usaha pokok; 3. Gambar tata letak lokasi terminal untuk kepentingan sendiri dengan skala yang memadai, gambar konstruksi dermaga, dan koordinat geografis letak terminal untuk kepentingan sendiri; 4. Bukti penguasaan tanah; 5. Proposal terminal untuk kepentingan sendiri; 6. Rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat; 7. Berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim teknis terpadu; dan 8. Studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin Sarana Bantu Navigasi 1. Permohonan Izin pengadaan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran oleh badan usaha untuk kepentingan tertentu dan pada lokasi tertentu diberikan oleh Direktur Jenderal (paling lambat 14 hari kerja sejak survey selesai dilakukan oleh tim teknis) 2. Administrasi a) akte pendirian perusahaan; b) nomor pokok wajib pajak; c) izin usaha pokok dari instansi yang berwenang; d) bukti penguasaan tanah; e) penetapan lokasi terminal khusus bagi sarana bantu navigasi-pelayaran untuk ditempatkan di terminal khusus; f) izin pengerukan untuk kegiatan pengerukan;
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
101
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Persyaratan g)
Durasi (Hari)
Dasar Hukum
izin pekerjaan bawah air
(salvage);dan h) rekomendasi dari distrik navigasi setempat terkait aspek teknis 3. Teknis a) peta yang menggambarkan batas-batas wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik-titik koordinat geografis; b) peta laut yang menggambarkan titik koordinat lokasi yang akan dibangun; c) peta batimetrik yang diperuntukkan untuk mengetahui kondisi kedalaman dan kondisi dasar laut lokasi yang akan dibangun; d) hasil survei hidrografi, kondisi pasang surut dan kekuatan arus; e) dimensi kapal yang akan keluar dan masuk pada alur pelayaran; f) posisi koordinat dan gambaran tata letak dermaga beserta fasilitasnya; dan g) rencana induk pelabuhan bagi kegiatan yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan 14. Izin Penggunaan Sumberdaya Air dan Izin Konstruksi Sumber Air
1. Izin Penggunaan Sumberdaya Air ·
Surat Permohonan Izin Penggunaan Sumberdaya Air
·
Gambar lokasi / peta situasi (disertai titik koordinat pengambilan)
·
Gambar Desain bangunan pengambilan dan pembuangan air
·
Spesifikasi Teknis bangunan pengambilan air
·
Proposal teknis/penjelasan penggunaan air
·
Surat Keputusan/Rekomendasi AMDAL / UKL-UPL/SSPL
·
Rekapitulasi volume pengambilan air 1 (satu) tahun terakhir*)
·
102
Bukti setor pembayaran pajak air
30
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 37/M/2015 tentang Izin Penggunaan Air dan / atau Sumber Air
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
permukaan 1 (satu) tahun terakhir*) ·
Bukti setor / pembayaran biaya jasa pengelolaan sumberdaya air 1 (satu) tahun terakhir *)
·
Laporan pemantauan dan pengelolaan lingkungan *)
·
Berita Acara Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM)
·
Fotokopi kartu tanda penduduk, fotokopi akta pendirian perusahaan atau surat keterangan keberadaan kelompok dari kepala desa atau lurah
·
Izin lingkungan dan persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan atau izin lingkungan dan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan hidup-upaya pemantauan lingkungan hidup atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari instansi yang berwenang.
2. Izin Pelaksanaan Konstruksi pada Sumber Air ·
Surat Permohonan Izin Konstruksi pada Sumber Air
·
Gambar lokasi atau peta situasi disertai dengan titik koordinat lokasi atau jalur konstruksi
·
Gambar desain
·
Spesifikasi teknis
·
Jadwal dan metode pelaksanaan
·
Manual operasi dan pemeliharaan
·
Bukti kepemilikan lahan
·
Izin lingkungan dan persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan atau izin lingkungan dan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan hidup-upaya pemantauan lingkungan hidup atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari instansi yang berwenang
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
103
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Persyaratan ·
Durasi (Hari)
Dasar Hukum
Berita acara hasil pertemuan
konsultasi masyarakat ·
Fotokopi kartu tanda penduduk, kepala keluarga atau ketua kelompok atau fotokopi akta pendirian perusahaan atau surat keterangan keberadaan kelompok dari kepala desa atau lurah.
15. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Tetap)
1. Persyaratan Administratif : -
Identitas Pemohon
-
Profil pemohon
-
NPWP
-
Pengesahan sebagai badan hukum
-
Kemampuan pendanaan
5
-
Pemerintah No. 14 Tahun 2012 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik jo. PP No.23 Tahun 2014
2. Persyaratan Teknis : -
Studi kelayakan Usaha Penyediaan
Peraturan
-
Peraturan
Tenaga Listrik
Menteri ESDM
Lokasi instalasi kecuali untuk usaha
No. 35 Tahun
penjualan tenaga listrik;
2013 tentang
Izin lokasi dari instansi yang berwenang
Tata Cara
kecuali untuk usaha penjualan tenaga
Perizinan Usaha
-
listrik;
Ketenagalistrikan
-
Diagram satu garis
-
Jenis dan kapasitas usaha yang akan
-
dilakukan; -
Jadwal pembangunan dan pengoperasian
-
Persetujuan harga jual tenaga listrik atau sewa jaringan tenaga listrik, dalam hal permohonan Izin Usaha Penyediaan
-
Tenaga Listrik diajukan untuk usaha pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi tenaga listrik, atau usaha distribusi tenaga listrik;
-
Kesepakatan jual beli tenaga listrik;
3. Persyaratan Lingkungan : -
Dokumen AMDAL / ANDAL LALIN
-
Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2014 jo Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
104
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
16. Sertifikat Laik Operasi Kementerian ESDM / Lembaga Inspkesi Teknis (Terakreditasi)
Durasi (Hari)
Persyaratan 1. Persyaratan Administratif :
19
Dasar Hukum -
UU Nomor 30 Tahun 2009
-
Identitas Pemohon
-
Izin Usaha Penyediaan TL/Izin Operasi
-
Lokasi instalasi
tentang Ketenagalistrikan -
2. Persyaratan Teknis :
PP Nomor 14 Tahun 2012
-
Jenis dan kapasitas instalasi
tentang Usaha
-
Gambar instalasi dan tata letak
Penyediaan
-
Diagram satu garis
Tenaga Listrik
-
Spesifikasi peralatan utama
-
Spesifikasi teknik dan standar yang
-
Peraturan Menteri ESDM
digunakan
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan
17. Izin Panas Bumi PTSP BKPM
1. Persyaratan -
4
-
2014 tentang
Akta Pendirian Badan Usaha baru (apabila
Panas Bumi
pemenang pelelangan berbentuk konsorsium) -
-
2007 jo. 70
Wilayah Kerja atau bonus sebagai PNBP;
Tahun 2010
dan/atau Bukti pembayaran kompensasi
tentang
data (awarded compensation) kepada
Kegiatan Usaha
Badan Usaha yang melakukan PSP dan
Panas Bumi
2. Prosedur
-
Permen ESDM No. 11 Tahun
Usulan Peringkat Calon Pemenang Pelelangan oleh Panitia disampaikan kepada Menteri paling lama 5 hari kerja sejak tanggal proses lelang selesai
-
PP No. 59 Tahun
Bukti pembayaran harga dasar data
tidak menjadi pemenang pelelangan.
-
UU No. 21 Tahun
Penetapan pemenang pelelangan oleh Menteri dalam jangka waktu paling lama
2009 tentang Pedoman Penyelenggaraa n Kegiatan Usaha Panas Bumi
7 hari kerja sejak usulan calon pemenang pelelangan diterima
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
105
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Persyaratan -
Durasi (Hari)
Dasar Hukum
Pemenang Lelang dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja sejak ditetapkan sebagai pemenang pelelangan wajib memenuhi kewajibannya.
18. Rencana Impor
1. Badan usaha pemegang IUKU mengajukan
Peraturan Menteri
Barang PTSP
permohonan secara tertulis yang dibubuhi
Keuangan
BKPM
meterai cukup kepada Direktur Jenderal
Nomor154/PMK.01
Ketenagalistrikan c.q. Direktur Teknik dan
1/2008 yang telah
Lingkungan Ketenagalistrikan dengan surat
diubah dengan
pengajuan surveyor yang ditunjuk untuk
Nomor
diberikan pengugasan melakukan verifikasi
128/PMK.011/2009
RIB, dengan memenuhi persyaratana
dan Nomor
dministrasi dan teknis.
154/PMK.011/2012
2. Surat Permohonan dan Pengajuan Surveyor
memberikan fasilitas
ditandatangani oleh pimpinan badan usaha
pembebasan bea
(terdapat dalam akta), diberi nomor dan
masuk atas impor
tanggal.
barang modal
3. Persyaratan Administrasi :
pembangunan
·
Fotokopi Akta Pendirian Badan Usaha
pembangkit tenaga
·
Fotokopi IUKU / IUPTL (IUKU / IUPTL
listrik untuk
Sementara tidak diperkenankan)
kepentingan umum
·
Fotokopi NPWP
·
Fotokopi Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PPA)/Perjanjian Sewa Guna Usaha (FLA) dengan PT PLN Persero atau Fotokopi PPA dengan pemegang IUKU yang memiliki daerah usaha
·
Jadwal pembangunan dan pemasangan peralatan pembangkit tenaga listrik;
·
Daftar RIB
4. Persyaratan Teknis : ·
Kesesuaian RIB dengan kontrak (jens, spesifikasi dan jumlah barang)
·
Barang impor di dalam kontrak jual beli / sewa guna usaha tidak termasuk bea masuk.
·
Barang impor tidak termasuk dalam daftar barang yang tidak boleh diimpor
·
106
15
Barang belum diproduksi di dalam negeri
No
Jenis Perizinan / Instansi Penerbit
Durasi (Hari)
Persyaratan ·
Dasar Hukum
Barang sudah diproduksi di dalam negeri;
namun tidak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan ·
Barang sudah diproduksi di dalam negeri tetapi tidak mencukupi kebutuhan industri
·
Barang yang diimpor bukan suku cadang, barang habis pakai dan peralatan bengkel (workshop tool).
Tabel 31 Identifikasi berbagai perizinan / non perizinan terkait investasi sektor ketenagalistrikan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
107
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
4.4 SKEMA PERIZINAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Dari hasil identifikasi, digambarkan skema runtut waktu, pada masing-masing jenis pembangkit, khususnya pada IPP, sebagai berikut:
Kontraktor EPC (Engineering Procurement Construction) Pembangkit Milik PT. PLN
PT PLN (PERSERO)
Pembangkit Listrik IPP (Independent Power Producers)
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
I. PENDIRIAN BADAN HUKUM
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara / Mulut Tambang Pembangkit Listrik Tenaga Gas / Mini Gas / Gas-Uap (PLTG/ PLTGU/PLTMG)
II. SKEMA PERIZINAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Pembangkit Sendiri (Captive Power)
Lainnya Instansi Penerbit Perizinan / Non Perizinan
Kelompok
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) BKPM
Badan Koordinasi Penanaman Modal
A
Izin Prinsip
Izin Prinsip Penanaman Modal (PMA / PMDN) Rekomendasi Teknis : Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
B
-
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara (IUPTLS)
-
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara (IUPTLS) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Izin Panas Bumi - khusus PLTP
C Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Tetap (IUPTL)
-
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) fasilitas Pembebasan Bea Masuk
Gambar 20 Skema umum perizinan investasi sektor ketenagalistrikan
108
Non PTSP
-
-
Pendaftaran Nama Perseroan Akta Pendiri Perseroan Izin HO dan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) Pengesahan Akte Pendirian SIUP TDP
Penetapan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP) AMDAL Terintegrasi, ANDAL Lalu Lintas dan Izin Lingkungan Izin Terminal Khusus dan Sarana Navigasi Izin Penggunaan Sumber Daya Air dan Konstruksi Sumber Air (Izin Bendungan) - Khusus PLTA
Sertifikat Laik Operasi (SLO) Izin Mendirikan Bangunan Rencana Impor Barang (RIB) Izin Pembuangan Limbah Cair Izin Pemanfaatan Air Tanah BPJS Dan Lain-Lain
Gambar 21 Skema Perizinan untuk PLTA oleh IPP
Gambar 22 Skema Perizinan untuk PLTU Mulut Tambang / Batubara oleh IPP
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
109
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Gambar 23 Skema Perizinan untuk PLTG / PLTGU / PLTMG oleh IPP
Gambar 24 Skema Perizinan untuk PLTP oleh IPP
110
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
111
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
5
INSENTIF INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Dalam rangka mendukung investasi yang menggunakan fasilitas penanaman modal (termasuk pembangunan listrik 35.000 MW), pemerintah telah menerbitkan kebijakan insentif fiskal melalui fasilitas keringanan perpajakan dan pengeluaran biaya.
112
Fasilitas keringanan perpajakan berupa : • Fasilitas Pembebasan Bea Masuk; • Tax Holiday dan Tax Allowance; • Fasilitas PPN. Sedangkan terkait dukungan/jaminan pemerintah diberikan fasilitas pembiayaan melalui skema Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS), yang saat ini dikenal sebagai Kerjasama PemerintahBadan Usaha (KPBU). Secara umum kerangka fasilitas fiskal disajikan pada gambar 25. 1. Fasilitas PPN
Pembebasan Pengenaan PPN diatur dalam PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang dibebaskan dari Pengenaan PPN. PP Nomor 31 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) huruf (a) menetapkan bahwa yang termasuk pembebasan dari pengenaan PPN adalah atas penyerahan barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang.
Ketentuan lebih lanjut Pembebasan PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2015 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk.
Dalam diktum pertimbangan disebutkan bahwa dalam rangka mendorong pengembangan energi panas bumi nasional, perlu memberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor barang untuk
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
113
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Fasilitas PPH : Tax Holiday, Tax Allowance
Fasilitas PPN
Perpajakan
Fasilitas Pembebasan Bea Masuk
Fasilitas Fiskal untuk InvestasiPembangkit Tenaga Listrik Dukungan dan Jaminan Pemerintah Dalam Rangka KPS
Proyek Kerjasama Pemerintah swasta
Gambar 25 Skema Fasilitas Fiskal Mendukung Pembangunan Proyek Ketenagalistrikan 35 000 MW kegiatan usaha eksploitasi hulu panas bumi.
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas PP No 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu.
Pasal 2 ayat (3) huruf (m) menetapkan bahwa Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi hulu minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan eksploitasi panas bumi. 2. Fasilitas Tax Allowance
Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor 18 Tahun 2015 Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di DaerahDaerah Tertentu. PP itu adalah pengaturan kembali ketentuan mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana telah diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Bidang Usaha
KBLI
Penerbitan PP Nomor 18 Tahun 2015 dimaksud untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untuk pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan bagi bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. Sedangkan Daerahdaerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.
Cakupan Produk
Pengusahaan Tenaga Panas Bumi
06202
Pengubahan tenaga panas bumi menjadi tenaga listrik
Pembangkitan Tenaga Listrik
35101
Pengubahan tenaga energi baru (hidrogen, CBM, batubara tercairkan atau batubara tergaskan) dan energi terbarukan (tenaga air dan terjunan air; tenaga surya, angin atau arus laut) menjadi tenaga listrik
Tabel 32 Bidang Usaha Tertentu Dan Daerah Tertentu Yang Mendapat Fasilitas Tax Allowance
114
Fasilitas Pajak Penghasilan berupa:
Dalam diktum pertimbangan disebutkan bahwa PMK Nomor 159/PMK.010/2015 diterbitkan untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung khususnya pada industri pionir guna mendorong pertumbuhan ekonomi, perlu mengganti ketentuan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan Badan. Peraturan Menteri Keuangan tersebut pada dasarnya merupakan paket kebijakan pemberian insentif berupa tax holiday bagi industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru dan memiliki milai strategis bagi perekonomian nasional.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan utama usaha yang merupakan Industri Pionir. Kegiatan utama usaha dimaksud kegiatan utama usaha sebagaimana tercantum dalam izin prinsip dan/atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan; permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan termasuk perubahan dan perluasannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.
• Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial; • Penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal baru dan/atau perluasan usaha, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi; • Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; • Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.
Fasilitas PPh Badan berupa: 3. Tax Holiday (dengan Diskresi Menteri)
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (7) UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Menteri Keuangan diberi kewenangan untuk mengatur pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan Badan dalam rangka penanaman modal. Sehubungan dengan itu, Pemerintah telah menetapkan kebijakan insentif perpajakan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 159/PMK.010/2015. PMK tersebut adalah pengganti PMK Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 192/PMK.011/2014.
• Pengurangan Pajak Penghasilan badan paling banyak 100% (seratus persen) clan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang; • Pengurangan Pajak Penghasilan badan dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Tahun Pajak clan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi secara komersial; • Besarnya pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan dengan persentase yang sama setiap tahun selama jangka waktu tahun pajak; PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
115
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
• Dengan mempertimbangkan kepentingan inempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun.
memenuhi persyaratan memperkenalkan teknologi tinggi (high tech). • Besaran pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) untuk Industri Pionir dengan nilai rencana penanaman modal baru kurang dari Rp l.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan paling sedikit sebesar Rp 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
Kriteria penerima fasilitas pengurangan PPH Badan adalah Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan: • Merupakan wajib pajak baru
• Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak, sepanjang memenuhi persyaratan:
• Merupakan Industri Pioner, yang mencakup : a). Industri logam hulu;
a). telah berproduksi secara komersial;
b).Industri pengilangan minyak bumi
b). pada saat mulai berproduksi secara komersial, Wajib Pajak telah merealisasikan nilai penanaman modal paling sedikit sebesar rencana penanaman modalnya; dan
c).Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam; d). Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri
c). bidang usaha penanaman modal sesuai dengan rencana bidang usaha penanaman modal dan termasuk dalam cakupan Industri Pionir.
e). Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan dan perikanan
Pengaturan apabila permohonan fasilitas Tax Holiday Wajib Pajak ditolak, sesuai Pasal 7 PMK Nomor 159/PMK.010/2015, adalah bahwa terhadap Wajib Pajak yang atas usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ditolak oleh Menteri Keuangan dan telah diterbitkan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan dimaksud, diberikan fasilitas Pajak Penghasilah untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu beserta peraturan pelaksanaannya.
Adapun Tata cara pemberian fasilitas Pajak
f). Industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi g). Industri transportasi kelautan h). Industri pengolahan yang merupakan industri utama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan/ atau i). Infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) • Batasan nilai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit sebesar Rp 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) untuk Industri Pionir dan
116
Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Fasilitas Pajak Penghasilan berupa: • Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial;
• Penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal baru dan/atau perluasan usaha, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi; • Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; • Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
117
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
Fasilitas yang Diperoleh
I. PERPAJAKAN Badan usaha yang dapat diberikan
Pembebasan Bea Masuk
Bea Masuk
fasilitas :
atas Impor Barang Modal
(PMKNomor66/PMK.
-
PT PLN Persero Tbk Pemegang IUPTL yang memiliki
-
wilayah usaha Pemegang IUPTL yang mempunyai
1. Fasilitas Pembebasan
010/2015 Tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor
atau Pengembangan
Badan Usaha
perjanjian jual beli tenaga listrik
Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan
yang dilakukan oleh
-
dengan PLN Pemegang IUPTL yang mempunyai perjanjian jual beli tenaga listrik
Industri Pembangkitan
dengan pemegang IUPTL yang
Tenaga Listrik Untuk
memiliki wilayah usaha
Kepentingan Umum)
Barang modal yang nyata-nyata dipergunakan untuk industri pembangkitan tenaga listrik dengan ketentuan : -
Belum diproduksi di dalam negeri; Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi
-
yang dibutuhkan;atau Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
2. Fasilitas PPN (PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang dibebaskan dari Pengenaan PPN)
118
Barang modal berupa mesin dan
Pembebasan Pengenaan
peralatan pabrik, baik dalam keadaan
PPN
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang
3. Fasilitas PPH a. Tax Holiday
-
Wajib Pajak Baru Industri Pionir Mempunyai rencana penanaman
-
modal baru paling sedikit 1 Triliun; Memenuhi ketentuan besaran
(dengan Dikresi Menteri)
-
selama 5 - 15 tahun. Dengan diskresi Menteri Keuangan, dapat diberikan paling
modal sebagaimana diatur pada PMK
PMK.010/ 2015
yang mengatur besarnya
Tentang Pemberian -
perbandingan utang dan modal Menyampaikan surat pernyataan
Pengurangan PPh
kesang-gupan untuk menempatkan
Badan)
dana 10 % dari total rencana
-
-
lama 20 tahun. Besaran pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang diberikan paling banyak 100% dan paling sedikit
penanaman modal di perbankan Indonesia Berstatus sebagai badan hukum
Pengurangan PPh Badan yang terutang
perbanding-an antara utang dan
(PMK Nomor 159 /
Fasilitas
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
-
10%. Untuk rencana penanaman modal
Indonesia sejak atau setelah 15
sebesar Rp 1 Triliun
Agustus 2011
atau lebih, dapat diberikan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebesar 100%
b. Tax Allowance (PP Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Fasilitas
-
Memiliki nilai investasi yang tinggi;
-
Memiliki penyerapan tenaga kerja
Penghasilan netto
yang besar; atau
sebesar 30% (tiga
Memiliki kandungan lokal yang tinggi
puluh persen) dari nilai
-
-
investasi selama 6
PPh untuk
tahun (masing-masing
Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu
-
5% pertahun) Aktiva disusutkan / diamortisasi dalam
dan/atau di
jangka waktu lebih
Daerah-daerah Tertentu)
Pengurangan
-
cepat Kerugian fiskal pada suatu tahun pajak dapat dikompensasi dengan keuntungan pada 10 tahun pajak
-
berikutnya Dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham luar negeri, dikenai pajak
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
119
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif menurut P3B jika tarif dalam P3B tersebut lebih rendah dari 10%. II. DUKUNGAN / JAMINAN PEMERINTAH 1. Fasilitas Kerjasama Pemerintah dan Swasta/Public Private Partnership (PPP) a. Land Fund (Perpres Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang
-
Memiliki nilai investasi yang
Fasilitas yang disediakan
-
besar/sangat besar; Mempunyai dampak nasional; Memiliki jangka waktu pengembalian
Pemerintah untuk
yang relatif panjang
mempercepat pelaksanaan pengadaan tanah. Fasilitas ini terdiri dari - Land capping : dana
Kerjasama
dukungan Pemerintah
Pemerintah dengan
atas yang diberikan
Badan Usaha dalam
atas risiko kenaikan
Penyediaan
harga tanah karena
Infrastruktur)
permasalahan -
pembebasan tanah Land Revolving Fund : dana bergulir untuk pembebasan tanah. Skema penggunaan dana adalah bahwa Pemerintah akan membiayai pembebasan tanah terlebih dahulu dan selanjutnya biaya tersebut akan dikembalikan oleh Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pemegang hak konsesi.
120
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
Land Revolving Fund dialokasikan melalui anggaran APBN -
Land Acquisition Fund: dana yang disediakan oleh Pemerintah untuk pembebasan tanah dalam rangka memberikan dukungan untuk meningkatkan kelayakan dari proyek penyediaan infrastruktur yang dilaksanakan dengan skema Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS)
b. Viability Gap Fund (PMK Nomor
-
namun belum memenuhi kelayakan
bentuk tunai kepada
finansial; Proyek Kerja Sama menerapkan
Proyek Kerja Sama
-
prinsip pengguna membayar; Proyek Kerja Sama dengan total
seluruh Biaya
Atas Sebagian Biaya Pada Proyek Kerja
biaya investasi paling kurang
Sama Pemerintah
Rp100.000.000.000 (seratus miliar
Dengan Badan Usaha
upiah); Proyek Kerja Sama dijalankan oleh
Dalam
Dukungan Kelayakan diberikan dalam
Tentang Pemberian
Konstruksi
-
memenuhi kelayakan ekonomi
223/PMK.011/2012 Dukungan Kelayakan
Proyek Kerja Sama yang telah
-
Badan Usaha Penandatangan
Penyediaan
Perjanjian Kerja Sama yang dibentuk
Infrastruktur)
oleh Badan Usaha Pemenang Lelang yang ditetapkan oleh PJPK melalui proses lelang yang terbuka dan kompetitif sesuai dengan peraturan tentang Kerja Sama Pemerintah dan
-
atas porsi tertentu dari Konstruksi Proyek Kerja Sama. -
Biaya Konstruksi Proyek Kerja Sama meliputi biaya konstruksi, biaya peralatan, biaya pemasangan, biaya bunga atas pinjaman yang berlaku selama masa konstruksi, dan
Badan Usaha dalam Penyediaan
biaya-biaya lain terkait
Infrastruktur; Proyek Kerja Sama dilaksanakan
konstruksi namun tidak termasuk biaya terkait
berdasarkan Perjanjian Kerja Sama
pengadaan lahan dan
yang mengatur skema pengalihan
insentif perpajakan.
aset dan/atau pengelolaannya dari
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
121
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal
Badan Usaha Penandatangan
-
-
Porsi tidak
Perjanjian Kerja Sama kepada PJPK
mendominasi Biaya
pada akhir periode kerja sama; dan Hasil Prastudi Kelayakan pada Proyek
Konstruksi Proyek Kerja Sama.
Kerja Sama: (i) mencantumkan pembagian risiko yang optimal antara Pemerintah/ PJPK di satu -
pihak dan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama/Badan Usaha Pemenang Lelang di pihak lain; (ii) menyimpulkan bahwa Proyek Kerja Sama tersebut layak secara ekonomi, yang juga meliputi aspek teknis, hukum, lingkungan, dan sosial; dan (iii) menunjukkan bahwa Proyek Kerja Sama tersebut menjadi layak secara finansial dengan diberikannya Dukungan Kelayakan.
c. Guarantee Fund (PT
-
Penjaminan infrastruktur diberikan
Penjaminan
PII) (Perpres Nomor 78
Infrastruktur Indonesia
dalam rangka Proyek Kerjasama
Tahun 2010 tntang
(PT PII): yaitu melalui
memuat paling kurang : Pembagian risiko infrastruktur antara
PT Penjaminan
Infrastruktur dalam
kedua belah pihak sesuai dengan
Proyek Kerjasama
alokasi risiko; Upaya mitigasi yang relevan dari
yang akan akan
Penjaminan
Pemerintah dengan
-
-
kedua belah pihak untuk mencegah
Badan Usaha yang
terjadinya risiko dan mengurangi
Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur)
-
dampaknya, apabila terjadi; Jumlah kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerjasama dalam hal risiko infrastruktur yang menjadi tanggung jawab penanggung jawab proyek kerjasama terjadi, atau cara perhitungan untuk menentukan jumlah kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerjasama dalam hal jumlah tersebut belum dapat ditentukan pada saat perjanjian kerjasama ditandatangangi;
122
-
sepanjang Perjanjian Kerjasama
Infrastruktur Indonesia memberikan penjaminan atas risikorisiko infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama
Kriteria / Persyaratan
Jenis Fasilitas Fiskal -
Fasilitas yang Diperoleh
Jangka waktu yang cukup untuk melaksanakan kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerjasama, termasuk masa tenggang
-
(grace period); Prosedur yang wajar untuk menentukan kapan penanggung jawab proyek kerjasama telah berada dalam keadaan tidak sanggup untuk melaksanakan kewajiban finansial penanggung jawab proyek
-
kerjasama; Prosedur penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul antara penanggung jawab proyek kerjasama dan badan usaha sehubungan pelaksanaan kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerjasama yang diprioritaskan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau lembaga
-
arbitrase; Hukum yang berlaku adalah hukum
-
Indonesia Penjaminan infrastruktur diberikan sepanjang penanggung jawab
-
proyek kerjasama sanggup : Menerbitkan surat pernyataan mengenai keabsahan perjanjian
-
kerjasama; Memberikan komitmen tertulis kepada penjamin untuk : (I) Melaksanakan usaha terbaiknya dalam mengendalian, mengelola atau mencegah, dan mengurangi dampak terjadinya risiko infrastruktur yang menjadi tanggung jawabnya sesuai alokasi risiko sebagaimana disepakati dalam perjanjian kerjasama selama berlakunya perjanjian penjaminan;
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
123
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Jenis Fasilitas Fiskal
Fasilitas yang Diperoleh
Kriteria / Persyaratan (ii) Memenuhi regres, yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dengan badan usaha penjaminan infrastruktur.
d. Infrastructure Fund (PT SMI IIFF)
Penjaminan infrastruktur diberikan
-
Infrastructure Fund:
sesuai dengan kecukupan modal badan
yaitu melalui PT Sarana
usaha penjaminan infrastruktur.
Multi Infrastruktur danPT Indonesia Infrastructure Finance, yang akan menawarkan sumbersumber pendanaan untuk pembiayaan Proyek Kerja Sama
Tabel 33 Jenis-Jenis Insentif Fiskal Dalam Rangka Pembangkitan Tenaga Listrik
124
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
125
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
6
SISTEM AKUNTANSI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Kegiatan penyediaan tenaga listrik oleh PT PLN dan IPP dituangkan dalam skema perjanjian PPA (Purchasing Power Agreement) dan ESC (Energy Sales Contract). Kajian yang dilakukan oleh berbagai pihak menunjukkan bahwa skema PPA dan ESC merupakan perjanjian yang mengandung sewa. Dalam penerapannya, interpretasi akuntansi yang secara spesifik mengatur mengenai akuntansi untuk perjanjian jual beli tenaga listrik belum ada; sehingga PT PLN secara sukarela menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30.
126
6.1 ISAK 8 : INTERPRETASI PERJANJIAN MENGANDUNG SEWA ISAK 8 adalah suatu instrumen akuntansi yang merupakan panduan untuk menilai suatu perjanjian mengandung sewa atau tidak. Panduan ini diadopsi daru IFRIC 4: “Determining Wheter an Arrangement Containsts a Leases”. Suatu entitas dapat melakukan suatu perjanjian, yang terdiri dari satu atau serangkaian transaksi terkait, dimana bentuk legal perjanjian tersebut bukan sewa tetapi perjanjian itu memberikan hak kepada pihak lain untuk menggunakan suatu aset, dengan imbalan suatu atau serangkaian pembayaran. Dalam praktiknya, untuk melihat suatu perjanjian mengandung sewa atau pun tidak, perlu diperhatikan dan dievaluasi subtansi perjanjian tersebut, apakah: 1. Pemenuhan perjanjian bergantung pada penggunaan aset tertentu
Aset bukan merupakan subjek sewa jika pemenuhan perjanjian tidak sepenuhnya bergantung pada aset tersebut, walaupun secara eksplisit diidentifikasikan seperti itu di dalam perjanjian. 2. Perjanjian memberikan hak untuk menggunakan aset
Suatu perjanjian dianggap memberikan hak untuk menggunakan aset jika perjanjian tersebut memberikan hak kepada lessee untuk mengendalikan penggunaan aset tersebut. Di dalam ISAK 8, dijelaskan kondisi-kondisi yang harus dipenuhi agar dapat pengalihan hak untuk menggunakan aset, yaitu: • Lessee mempunyai kemampuan atau hak untuk mengoperasikan aset atau mengarahkan pihak lain untuk mengoperasikan aset tersebut sesuai dengan cara ditentukan pembeli dan pada saat yang bersamaan, pembeli
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
127
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
mendapatkan atau mengendalikan keluaran (output) atau kegunaan lainnya atas aset tersebut, dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan. • Pembeli mempunyai kemampuan atau hak untuk mengendalikan akses fisik terhadap aset tersebut dan pada saat yang bersamaan, pembeli mendapatkan atau mengendalikan keluaran atau kegunaan lainnya atas aset tersebut, dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan. • Fakta dan kondisi yang ada menunjukkan bahwa kecil kemungkinan bagi satu atau lebih pihak lain seperti pembeli akan mengambil keluaran atau kegunaan lainnya dalam jumlah yang tidak lebih dari tidak signifikan yang akan diproduksi atau dihasilkan oleh aset tersebut selama masa perjanjian; dan harga yang dibayar pembeli untuk keluaran tersebut bukan harga yang secara kontraktual tetap untuk setiap unit keluaran ataupun harga yang sama dengan harga pasar per unit keluaran ada saat penyerahan keluaran tersebut.
6.2 PSAK 30: SEWA Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan kepada lessee hak untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lesse melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Terkait dengan perjanjian PPA dan/atau ESC
128
PT PLN dengan IPP, disepakati bahwa jenis sewanya adalah sewa pembiayaan. Situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: 1. Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa; 2. Lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan; 3. Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomik aset meskipun hak milik tidak dialihkan; 4. Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan 5. Aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. Indikator dari situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: 1. Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait dengan pembatalan ditanggung oleh lessee; 2. Untung atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lessee (misalnya, dalam bentuk potongan harga rental dan yang setara dengan sebagian besar hasil penjualan residu pada akhir sewa); dan 3. Lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai pasar rental.
6.3 SEWA DALAM LAPORAN KEUANGAN LESSEE PADA SEWA PEMBIAYAAN
ke jumlah yang diakui sebagai aset.
Liabilitas dari aset sewaan tidak dapat disajikan sebagai pengurang aset sewaan dalam laporan keuangan. Jika penyajian liabilitas dalam laporan keuangan dibedakan antara liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang, hal yang sama berlaku untuk liabilitas sewa.
Biaya langsung awal umumnya terjadi sehubungan dengan aktivitas negosiasi dan pemastian pelaksanaan sewa. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung kepada aktivitas lessee untuk suatu sewa pembiayaan ditambahkan ke jumlah yang diakui sebagai aset.
1. Pengakuan Awal
Pada awal masa sewa, lesee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa , jika dapat ditentukan secara praktis, jika tidak, digunakan tingkat suku bunga pinjaman inkremental lessee. Biaya langsung awal yang dikeluarkan lesee ditambahkan ke dalam jumlah yang diakui sebagai aset. Meskipun bentuk legal perjanjian sewa menyatakan bahwa lessee tidak memperoleh hak legal atas aset sewaan, dalam hal sewa pembiayaan secara substansi dan realitas keuangan pihak lessee memperoleh manfaat ekonomik dari dari pemakaian aset sewaan tersebut selama sebagian besar umur ekonomisnya. Sebagai konsekuensinya lessee menanggung kewajiban untuk membayar hak tersebut sebesar suatu jumlah, pada awal sewa, yang mendekati nilai wajar dari aset dan beban keuangan terkait. Jika transaksi sewa tersebut tidak tercermin dalam laporan posisi keuangan lessee, sumber daya ekonomi an tingkat kewajian dari entitas menjadi terlalu rendah, sehingga mendistorsi rasio keuangan. Oleh karena itu, sewa pembiayaan diakui dalam laporan posisi keuangan lessee sebagai aset dan kewajiban untuk pembayaran sewa di masa depan. Pada awal masa sewa, aset dan liabilitas untuk pembayaran sewa di masa depan diakui di laporan posisi keuangan pada jumlah yang sama, kecuali untuk biaya langsung awal dari lessee yang ditambahkan
2. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara bagian yang merupakan beban keuangan dan bagian yang merupakan pelunasan liabilitas. Beban keuangan dialokasikan ke setiap periode selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu tingkat suku bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas. Rental kontijen dibebankan pada periode terjadinya.
Suatu sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk aset yang dapat disusutkan dan beban keuangan dalam setiap periode akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan konsisten dengan aset dimiliki sendiri, dan penghitungan penyusutan yang diakui berdasarkan PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap dan PSAK 19(revisi 2010): Aset Tak Berwujud. Jika tidak ada kepastian yang memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada akhir masa sewa, aset sewaan disusutkan secara penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara periode masa sewa dan umur manfaatnya. 3. Pengungkapan
Selain memenuhi ketentuan PSAK 60:
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
129
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
Instrumen Keuangan: Pengungkapan, lessee juga mengungkapkan hal-hal berikut yang berkaitan dengan sewa pembiayaan: • Jumlah neto jumlah tercatat untuk setiap kelompok aset pada tanggal pelaporan. • Rekonsiliasi antara total pembayaran sewa minimum di masa depan pada tanggal pelaporan, dengan nilai kininya. Selain itu, entitas mengungkapan total pembayaran sewa minimum di masa depan pada tanggal pelaporan, dan nilai kininya, untuk setiap periode berikut : a). Sampai dengan satu tahun b). Lebih dari satu tahun sampai lima tahun c). Lebih dari lima tahun • Rental kontijen yang diakui sebagai beban pada periode tersebut. • Total perkiraan penerimaan pembayaran minimum sewa-lanjut di masa depan dari kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan (non-cancelable subleases) • Penjelasan umum isi perjanjian sewa yang material, yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal berikut : a). Dasar penentuan utang rental kontijen b). Ada tidaknya klausul-klausul yang berkaitan dengan opsi perpanjangan atau pembelian dan eskalasi beserta syarat-syaratnya c). Pembatasan-pembatasan yang ditetapkan dalam perjanjian sewa, misalnya yang terkait dengan dividen, tambahan utang, dan sewa-lanjut.
130
6.4 TRANSAKSI JUAL DAN SEWABALIK Jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa pembiayaan, selisih lebih hasil penjualan dari jumlah tercatat tidak dapat diakui segera sebagai pendapatan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa. Jika transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa operasi dan jelas bahwa transaksi tersebut terjadi pada nilai wajar, maka laba rugi diakui segera, kecuali rugi tersebut dikompensasikan dengan pembayaran sewa di masa depan yang lebih rendah dari harga pasar, maka rugi tersebut harus ditangguhkan dan diamortisasi secara proporsional dengan pembayaran sewa selama periode penggunaan aset. Jika harga jual di atas nilai wajar, selisih lebih dari nilai wajar tersebut ditangguhkan dan diamortisasi selama periode penggunaan aset. Untuk sewa operasi, jika nilai wajar aset pada saat transaksi jual dan sewa-balik lebih rendah daripada jumlah tercatatnya, rugi sebesar selisih antara jumlah tercatat dan nilai wajar diakui segera.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
131
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
7
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
132
7.1 KESIMPULAN Beberapa kesimpulan dari hasil penyusunan buku Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia adalah: 1. Ditemukan banyak jenis perizinan di sektor ketenagalistrikan, baik di pusat dan di daerah yang memerlukan waktu cukup lama untuk perolehannya. Sebagai akibatnya, proses perizinan hingga operasi bisa menghabiskan waktu hingga tiga tahun. 2. Berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat menyederhanakan perizinanperizinan sektor ketenagalistrikan, antara lain melalui pendelegasian wewenang penerbitan perizinan tersebut ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) BKPM. Namun, rekomendasi teknis yang dipersyaratkan dalam berbagai jenis perizinan tetap memerlukan waktu lama, dan tetap melibatkan instansi teknis di masing-masing kementerian / lembaga. 3. Pemangkasan waktu perizinan juga menjadi komitmen para pihak untuk mempercepat proses perizinan. 4. Berbagai informasi terkait dengan perizinan mudah diperoleh, namun masih bersifat parsial, sehingga perlu dilakukan penggabungan dan penyelarasan, agar lebih komprehensif menjadi satu panduan untuk sektor ketenagalistrikan.
7.2 REKOMENDASI Buku panduan investasi ini perlu diperluas lagi pada seluruh sektor ketenagalistrikan, termasuk skema perizinan pengadaan listrik untuk penggunaan sendiri, dan pengadaan listrik melalui skema EPC (enginering, procurement, construction). Perlu mengembangkan informasi dalam buku panduan ini dalam suatu media / wadah online, misalnya website, sehingga lebih mudah diakses.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
133
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Jl. Jend. Gatot Subroto No. 44, Jakarta 12190 P.O. Box 3186, Indonesia