BABIV FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN KELIMPAHAN POPULASI KEPIK Diconocoris hewett; (DIST.) (HEMIPTERA: TINGIDAE) PADA PERTANAMAN LADA Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui fenoiogi pembungaan dan kelimpahan populasi kepik renda lada (KRL), Diconocoris hewelli (Dist.) (Hemiptera: Tingidae), pada pertanaman lada. Penelitian dilakukan di Desa Air Anyir, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka Induk, sejak Mei 2003 sampat dengan Mei 2004, dan di Desa Puput, Kecamatan Simpang Katis Kabupaten Bangka Tengab, sejak Oktober 2003 sampai dengao Mei 2004. Penelitian dilakukan di kebWl petani, masing-masing seluas ± 1000 m2 yang sudah ditanami lada varietas Cbunuk di Air Anyir dan varietas Lampung Daun Lebar (LDL) di Puput. Umur tanaman masing-masing ± 5 tabun. Jumlah pohon contoh di setiap lokasi 24 pohon. pengamatan dilakukan setiap minggo dengao C8I1I menghitung langsung KRL yang ada pada bulir bunga, serta banyaknya bulir bunga yang menunjukkan gejala serangan. Pada percobasn lainnya dilakukan pengamatan terhadap perkembangan bulir bunga serta tingkat keguguran fisiologis. HasH penelitian menunjukkan bahwa pola pembungaan lada varietas Cbunuk dan LDL mengikuti pola curah hujan. Rataan banyaknya bulir bung. lada berkisar antara 2.63-120.59 bulir per pobon pada varietas Chunuk, sedangkan pada varietas LDL antara 4.79-153.84 bulir per pohon. Masa perkembangan perbungaan fase-I berlangsung 16.6 hari, fase-2 7.6 hari, dan fase-3 6.4 hari. Tidak semua bulir bunga berhasil menjadi bulir buah, sebagian (20"10 pada Chunuk) mengalami keguguran fisiologis. Keguguran paling banyak teJjadi pada bulir bung. yang berumur 4-5 minggu. Rataan kelimpahan kepik renda lebib tinggi pada varietas LDL dibandingkao pada varietas Chunuk, terutarna selama periode Nopember hingga April. Perkembangan populasi D. hewelli pada varietas LDL meningkat selama bulan Nopember hlngga Februari, yang berhubungan dengan banyaknya bulir bunga yaog tersedi. pada periode tersebut. Berdasarl
Kata kunci: Kepik renda Iada, Diconocoris hewelll, kerusakan hulir bunga
37 perkembangan yaitu fase-l (bulir bunga muda), fase-2 dengan bulir bunga yang
sudah matang disertai munculnya putik (bunga betina), dan fase-3 yaitu bulir bunga yang hermaprodit dengan bunga jantan dan betina sudah tampak dalam satu bulir bunga (Ravindran el al. 2000). Varielas lada yang dibudidayakan kebanyakan berumab satu (70-98%)
(Krishnamurthi
1969, diacu dalam
Purseglove el al. 1981). Menurut Ilyas (1960) perbungaan lada terdiri dari empat fase, dan setiap varietas lada memperlihatkan lama fase perkembangan yang
berbeda-beda. Untuk varielas Bangka, fase-I memerlukan waktu 15 hari, fase-2 hanya 5-6 hari, fase-3 5 hari, dan fase-4 berlangsung 4-5 hari. Kelimpahan populasi serangga atau artropoda pada suatu habitat selalu berubab dari waktu ke waktu. Begitu pula perkembangan populasi serangga di satu habitat berbeda dengan habitat lain. Populasi artropoda dapat berkembang cukup baik pada suatu
habita~
tetapi tidak dapat berkembang di habitat lain.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keseimbangan populasi serangga atau
artropoda di alamo Faktor yang dapat mengbambat perkembangbiakan populasi adalab kompetisi di antara serangga (Nicholson 1983). Howard dan Fiske (1911) mengatakan babwa tidak ada serangga yang hidup behas tanpa tekanan. Andrewartha & Birch (1954) mengatakan ada 4 komponen yang mempengaruhi kelimpaban populasi serangga yaitu cuaca, makanan, serangga lainnya dan tempat untuk hidup. Teori lain yang diajukan oleh Milne (1957), Chitty (1960) dan Wellington (1960) mengatakan habwa populasi serangga bisa mengatur kelimpahan populasinya sendiri. Faktor yang langaung mempengaruhi populasi adalah kompetisi dalam spesies itu sendiri. Serangga menghindari populasinya
untuk bertamhab terus, karena individu-individu yang dapat mencapai kepadatan yang tinggi akan lebib sensitif terhadap faktor lingkungan. Pimentel (1961) mengatakan habwa kelimpahan populasi di alam bisa beruhab karena perubaban genetik dan populasi mengatur diri sendiri dengan leIjadinya seleksi. Pola tebanm hama dalam habitatnya merupakan fenomena ekologi yang khas untuk setiap spesies dan mengikuti pola
ac~
mengelompok atau beraturan.
Pola tebanm merupakan gambanm interaksi antara perilaku dan keragaman
38
lingkungan, khususnya tanaman inang sebagai sumber daya makanan dan ruang (Iwao 1979; Southwood 1978; Taylor 1984). Berdasarkan basil pengamatan di Provinsi Bangka Belitung diketahui bahwa kepik D. hewetti terdapat hampir di selurub daerah pertanaman Iada, dengan populasi paling linggi di Kabupaten Bangka Tengah (Kecamatan Sungai Selan) dan paling rendah di Kecamatan Pangkalan Baru. Peningkatan populasi
kepik renda terjadi antara Oktober hingga Februari. Populasi kepik renda berada pada tingkat yang rendah setelah Februari. Populasi kepik berkurang pada bulan
Juli, Agustus dan September. Fluktuasi ketersediaan bunga mempengaruhi fluktuasi populasi D. hewetti (Deciyanto 1988). Para
ahli memberikan pandangan yang
beranekaragam
mengenai
kelimpahan populasi artropoda Pacta penelitian ini dibahas fenologi pembungaan lada dan kelimpahan populasi D. hewetti pada tanaman lada.
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan di kebun milik petani di Desa Air Anyir Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka Induk mulai Mei 2003 sampai dengan Mei 2004, menggunakan varielaS Chunuk, dan di Desa Puput, Kecamatan Simpang Kalis, Kecamatan Bangka Tengah sejak Oktober 2003 hingga Mei 2004 dengan
menggunakan varietas LDL. Luas kebun pada masing-masing lokasi penelitian adalah 1000 m' (± 200 pohon lada). Di sekitar varielaS Chunuk terdapat kebun lada varielaS LDL, sehingga memungkinkan perPindahan serangga dari Chunuk ke LDL dan dari LDL ke Chunuk. Umnr tanaman lada ± 5 tabun. Jarak tanam 2 m x 2.5 m. Masing-masing kebun dibagi menjadi 4 bagian (masing-masing bagian ± 50 pohon). Seliap bagian ditentukan 6 tanaman sampel. Jumlah sampel selnrulmya pada masing-masing lokasi adalah 24 pobon. Pengamatan dilakukan terhadap populasi bulir bunga, persentase kernsakan bulir bunga, imago kepik renda dan nimfa. Persentase kernsakan bulir bunga adalah jumlah bulir bunga terserang KRL dibandingkan dengan jumlah bulir bunga hasil pengamatan. Pengamatan terhadap perkembangan bulir bunga, dimulai sejak munculnya bulir bunga sampai pembentukan buah. Jumlah sampel ditentukan 10 bulir bunga setiap pohon atau 240 bulir bunga/24 pohon (hanya varielaS Chunuk), kemudian
39
diikuti perubahannya sampai terbentuk buah. Lama fase perbungaan ditentukan
melalui pengamatan perbungaan fase-I yang dikurung dengan kain kasa sampai fase-3 dan pembentukan buab. Interval pengamatan 7 hari. Pola tebaran KRL diperoleh dari data populasi hasil pengam.tan. Cam pengam.tan dilakukan mulai dari pangkal batang sampai ketinggian 150 em di .las permukaan tanab, dihitung seluruh bulir bunga pad. tanaman sampel. Waktu pengamatan. adalab pagi pukul 07.00-10.00. Analisis data menggunakan uji t untuk memeriksa pengaruh perbedaan
kelimpahan KRL, kerapatan populasi kepik terhadap kerusakan bulir bung. dan jumlah bulir bunga Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan populasi KRL dengan persentase bulir bung. terserang. Pol. tebaran populasi didasarkan pada data kelimpahan kepik renda di kebun. Berbagai indeks tebaran dihitung untuk menentukan pola tebaran populasi KRL, diantaranya adalab rataan pengelompokan (mean crowding) [m*91l+{s'/m)-ll, indeks ketidak teraturan
(patchiness indexs) dari Uyod (m*/m), koefisien tebaran dari Green (Cx={s'/mI)/(Ix-I), nisbah ragam terbadap rataan (s'/m) dan berdasarkan nilai x' hitung yang diuji pada taraf a~0.025 (Southwood 1978; Mollet e/ al. 1984; Setamou e/ al. 2000). Pol. tebaran ditentukan dengan membandingkan nilai
x' !abel pada taraf a ~ 0.975 dan 0.Q25. Jika
mak. kepik renda bergerombol. Apahila
i
i
i
hitung dengan
hitung lebih besar dari
i
label
hitung < dari nilai a ~ 0.975 mak.
pola lebaran kepik renda beraturan, sedangkan jika 0.975 <
i
hitung < 0.025,
maka pola tebaran KRL menyebar secara acak.
Hasil Curab Haj_n dan Pembungaan Curah hujan di daerah Bangka mulai meningkal pada bulan Oktober dan mencapai puncaknya pada bulan (Gambar 4.1).
Mare~
setelab itu curah hujan menurun lagi
Pola pembungaan lada varielas Chunuk dan WL tampa!rnya
mengikuti pola eurah hujan. Bulir bunga banyak yang muncul selama OktoberNovember untuk LDL serta bulan Nopember-Desember untuk Chunuk (Gambar 4.2). Diperl
40
kelernbaban tanah, yang pad a gi lira n berikutnya merangsang tanaman lada untuk berbunga. 500 450
400 350 300 250
200 150
~i
Junl
Jui Agst Sept Old
Nop Des Jan
I
Feb Mar Apr
Wei
Gambar 4.1 Curah hujan di Pulau Bangka pada periode 2003-2004.
Walaupun kedua varictas lada tersebut memperlihaLkan pola umum pernbungaan yang hampir sarna dalam kaitannya dengan hujan, banyaknya bu lir bunga yang m unelll berbeda.
Rataan banyaknya bulir bunga lada
be rki sar anlara 2.63-120.59 bulir per pohon
pada varietas Chunuk,
seda ngkan pad a varielas LDL anlara 4.79-153.84 bulir per pohon. Selama ini dikctahui bahwa varietas Chunuk mampu membentuk bulir bunga
se panjang tahun seperti tarnpak pad a Gambar 4.2.
Pengamat a n lapangan
mengungkapkan bahwa varietas LD L pun mampu membentuk bulir bunga sus ulan diluar musim bcrbunga.
41
,
180
• LDL
. Chunuk
160
•c M
,
"0
1
,
•
120
n
,
.:
n ;j
E,
100 80
•
60
"
I• • • I •
20
0
~
~
c
~
~
§:
~
00 u
•
, b
0
~
Z
0
u
0
••
•,
~
.. .. k , , , , ,
~
• 0
••
>
~
•••
Gambar 4.2 lumlah bulir bunga pada varietas Chunuk dan LDL.
Pc r kcntbangan dan Ncraca Kchidupan Bulir Dunga Hasil pengamatan mcnunjukkan bahwa masa perbungaan lada adalah rase-l berJangsung 16.6 hari, fase-2 7.6 han , dan fase-3 6.4 hari (TabcJ 4.1).
Ketiga
rase perbungaan tersebut dapat dibedakan berdasarkan ci ri morfologi scbagai bcrikut. Perbungaan fase-\ dicirikan olch
tersembulnya bunga keluar dari
se ludang terakhir dengan ukuran ± 1 em. Setelah bulir bunga tersembul barulah muneu! a1at betina (stigma), tClapi be lum jeJas karena kepala putik belum tampak. Perbungaan fase-2 terjadi apabila pada bulir bunga sudah muneul bunga betina yang dicirikan olch munculnya kepaJa putik berbentuk binlang bercabang 3 sampai 5.
Perbungaan fasc-3 jika pada bulir bunga kcluar bunga jantan pada
dasar bulir yang terletak sebelah kiri dan kanan bunga betina. Tabe14.1 Lama fase perbungaan pada lada varietas Chunuk Fase perbungaan
2 3
Lama perkembangan (x ± SE hari) 16.6±0.34 a 7.6± 0.52 b 6.4 ± 0.69 b
Angka yang diikuti oleh huruf yang sarna dalam setiap kolom tidak bcrbcda nyata bcrdasarkan uji DMRT (0: = 5%)
42
Tidak semua bulir bunga yang terbentuk berhasil menjadi bulir buah yang dapat dipanen. Dari 240 bulir bunga yang disungkup kain kasa, sebanyak 53 bulir atau 23.14 % mengalami keguguran (TabeI4.2). Kcguguran bulir tcrutama tcrjadi pada saat bulir berumur 4-5 minggu. Karena perbungaan disungkup dengan kain
kasa sehingga terhindar dari gannguan hama, maka keguguran bulir bunga yang terjadi dalam percobaan ini lebih disebabkan oleh faktor fisiologi . Tabe14.2 Neraca kehidupan bulie bunga pada lada varietas Chunuk Urnur (minggu)
Jumlah yang hidup
0-1 1-2 2-3 3-4 4-5 5-6
240 240 236 233 227 187
Faktor kematian
Bulir bunga gugur Dulir bunga gugur
Bulir bunga gugur Bulir buah gugur
Bulir buah gugur
Total
Jumlah yang mati
%
mortalitas
0. ,00 1.67 1.27 2.58 17.62 0.00 23.14
0 4 3 6 40 0 53
Kelimpa han dan Pola Tcbaran Popu lasi KRL Perkembangan populasi D. hewett; pada varietas LDL meningkat selama bulan Nopember hingga Februari (Gambar 4.3).
Hal ini tampaknya terkait
dengan banyaknya bu lir bunga yang tersedia pada periode tersebut.
Rataan
kelimpahan populasi KRL pada varietas LDL lebih tinggi (P < 0.05) dibandingkan pada varietas Chunuk. Perbedaan ini terutama tampak pada pengamatan bulan Nopember hingga April tabun berikutnya (Gambar 4.3).
Lebih rendahnya
populasi kepik pada varietas Chunuk tampaknya tidak ada hubungannya dengan ketersediaan bulir bunga.
Pada bulan Nopember dan Desember banyak bulir
bunga yang terbentuk pada Chunuk (Gambar 4.2), tapi tidak diikuti oleh peningkatan populasi KRL (Gambar 4.3).
. LDL
'1
• Chunuk
"
2.5
,
i ~
'•"
2
, 15
•
B
~
': J
- .-
,
, •
- ~•< , • ~ ~
~
c
W
0
•
~
;1_ z
0
~
0
m
~
,•
••
•cr"
~
... ••
••
Gamhar 4.3 Kelimpahan populasi kepik renda lada pada varietas Chunuk dan LDL (Mei 2003 - Mei 2004) Hasil perhitungan mendapatkan nisbah ragam tcrhadap ralaan (s2Im) D. hewe//; pada varietas Chunuk umumnya di sekitar nilai
I (J 4 kejadian
pengamatan) (Tabcl 4.3).
Angka ini menunjukkan bahwa pola tcbaran kepik
renda mengikuli pola aeak.
Sisanya (8 kejadian pcngamatan) menunjukkan pola
lebaran bergerombol yang ditunjukkan oleh
s21m > l. Poia tebaran populasi
dapal diperiksa Icbih lanjut dcngan membandingkan nilai
i
tabe l. Tampak bahwa sebagian besar (14 kejadian) dari nilai
hitung tcrhadap
i
i
hi lung terletak di
antara X' (0.025, 23) ~ 38.076 dan X' (0.975, 23) ~ 1.689, yang mengindikasikan pola leharan acak. Pada saat calaan populasi relatif meni ngkat (? 0.08 ekor/pohon), nilai
i
hitung >
i
(0.025, 23) ~ 38.076 yang menunjukkan pola
tebaran bergeromboL Pola tebaran acak dapat pula diperiksa dari m*/m yang nilainya sekitar 1, selia ex yang bemilai 0 (Southwood 1978; Davis 1994).
44
Tabel4.3 Pola tebaran kepik renda pada pertanaman lada varietas Chunuk di Desa Air Anyir Kecamatan Merawang. Kabupaten Bangka Induk. Propinsi Bangka Belitung, 2005 Tanggal pengamatan 17 Mei 03
m
i
s'/m
h;tung
m'
m*'m
ex
0.165 1.826 42.00 1.076 4304 0.25 22.00 0.916 8.00 184.00 7.333 24 Mei 03 0.333 23.00 0.042 3.497 0.00 0.042 1.01 31 Mei 03 0.916 0.083 2.00 46.00 1.083 13.00 7 JUDi 03 0.00 0.958 23.00 0.042 3.497 21 JUDi 03 0.042 0.00 0.042 0.958 23.00 0.042 3.497 28 JUDi 03 0.958 23.00 0.042 3.497 0.00 05 Juli 03 0.042 0.958 0.042 3.497 0.00 0.042 23.00 16 Agustus 03 0.958 23.00 0.042 3.497 0.00 7 September 03 0.042 184.00 22.00 0.916 7 Oktober 03 0.333 8.00 7.333 0.958 0.042 3.497 0.00 29 Nopember 03 0.042 23.00 0.957 22.00 0.04 0.478 -0.043 20 Desember 03 0.083 0.916 17 Januari 04 0.125 3.00 69.00 2.125 17.00 21 Februari 04 0.083 2.00 46.00 1.083 13.00 0.916 6 Maret 04 0.042 0.958 23.00 0.042 3.497 0.00 0.042 0.958 23.00 0.042 3.497 0.00 27 Maret 04 10 April 04 0.083 2.00 46.00 1.083 13.00 0.916 8 Mei 04 0.042 0.958 23.00 0.042 3.497 0.00 0.958 22 Mei04 0.042 23.00 0.042 3.497 0.00 -{I.043 0.083 0.957 26 JUDi 04 22.00 0.04 0.478 24 Juti 04 0.125 3.00 69.00 2.125 17.00 0.916 J 1 Agustus 04 0.042 0.958 23.00 0.042 3.497 0.00 m rataan; m*- rataan pengelompokan; m*/m indeks ketidak teraturan dati LJyod; 4= koefisien tebaran dari Green, IT= indeks tebaran
Analisis populasi D. hewett; pada varietas LDL menunjukkan bahwa 19
kejadian pengamatan mengikuti pola acak yang ditunjukkan oleh nilai
(s2/m) di sekitar 1, sedangkan sisanya (15 kejadian pengamatan) mengikuti
pol. bergerombol (s2/m) ~ 1. Pol. leb.r.n ini d.p.1 dilih.1 pula d.ri nilai h;lung. Sebagian dari d.n
i
i
hitung nilainy. berada di .nl.ra
I.bel (0.025, 33), dan sis.ny. >
i
i
i
label (0.975, 33)
tabel (0.975, 33) (T.bel 4.4). Seperti
halny. pad. Chunuk, pol. lebaran populasi D. hewetti p.da LDL juga d.p.1 diperiksa dari nilai m*/m dan ex seperti telah dibahas sebelumnya.
45
rabel 4.4 Pola tebaran kepik renda pada pertanaman lada varielas LDL di Desa
Puput Kecamatan Simpang Katis. Kabupaten Bangka Tengah, Propinsi Bangka Belitung, 2005
Tanggal pengamatan
31 Oktober 03 7 Nopember 03
14 Nopember 03 28 Nopember 03
5 Desember 03 12 Desember 03 19 Desember 03 2 Januari 04
9 lanuari 04 J 6 Januari 04 23 Januari 04 30 Januari 04 6 Februari 04 13 Februari 04 20 Februari 04 5 Maret 04 12 Maret 04
26 Maret 04 9 April 04 16 April 04 21 Mei 04 4 JUDi 04 18 Juni 04 2 luti 04 9 Juli 04 23 luti 04 30 lulj 04 27 Agustus 04
3 September 04 8 Oktober 04 15 Oktober 04 22 Oktober 04 5 Nopember 04 ] 2 Nopember 04 m
m
s2/m
0.583 0.417 0.125 1.375 0.292 0.375 0.125 0.208 0.542 1.167 0.083 0.25 0.167 0.042 0.208 0.083 0.208 0.417 0.50 0.042 0.042 0.042 0.125 0.25 0.042 0.042 0.083 0.167 0.083 0.083 0.167 0.167 0.208 0.25
3.118 1.652 0.913 9.538 1.335 2.275 1.609 2.078 2.244 2.36 1.917 1.478 1.391 0.958 2.078 0.957 1.661 2.069 3.13 0.958 0.958 0.958 1.609 4.261 0.958 0.958 0.957 1.913 0.957 0.957 1.391 1.913 1.243 2.174
i
hitung
71.714 38.00 21.00 219.364 30.714 52.333 37.00 47.80 51.615 54.286 46.00 34.00 32.00 23.00 47.80 22.00 38.20 47.60 72.00 23.00 23.00 23.00 37.00 98.00 23.00 23.00 22.00 44.00 22.00 22.00 32.00 44.00 28.60 50.00
rataan; m*- rataan pengelompokan; m*/m
m*
m*'m
ex
2.701 1.069 0,038 9.913 0.627 1.65 0.734 1.287 1.786 2.527 1.083 0.728 0.558 1.457 1.287 0.039 0.869 1.486 2.63 1.457 1.457 1.457 0.734 3.511 1.457 1.457 0.04 1.079 0.04 0.04 0.558 1.079 0.452 1.424
4.631 2.565 0.304 7.209 2.15 4.401 5.869 6.176 3.297 2.166 13.00 2.913 3.348 3.497 6.176 0.478 4.172 3.567 5.26 3.497 3.497 3.497 5.869 14.043 3.497 3.497 0.478 6.478 0.478 0.478 3.348 6.478 2.169 5.696
0.163 0.072 ~.043
0.267 0.056 0.159 0.304 0.269 0.104 0.05 0.916 0.096 0.13 0.00 0.269 ~.043
0.165 0.119 0.194 0.00 0.00 0.00 0.304 0.652 0.00 0.00 ~.043
0.304 ~.043 ~.043
0.13 0.304 0.061 0.235
indeks ketidak teratwan dari Llyod;
c.,= koefisien tebara.., dari Green, IT= indeks tebaran
46
Tingkat Kerusakan Bulir Bunga
Lebih tingginya kelimpahan populasi D. hewetti pada varietas LDL juga ditunjukkan
oleh lebih besarnya tingkat kerusakan
buJir bunga.
Persentase bulir bunga yang terserang kepik renda umumnya lehih tinggi pada varietas LDL dibandingkan pada Chunuk. Persentase buHr bunga yang terserang berkisar antara 0.06-3.85% pada varietas Chunuk. sedangkan pada varietas LDL berkisar antara 0.34-17.72% (Gambar 4.4). Kerusakan tertinggi pada varietas LDL terjadi pada bulan Desember. 25 ,
,
• lDl • Chunuk
•
I 201 ~
I 2
•
~
I 15
§
~
:§ ~
" B 0
~ "u
10
•
1
•
I
,I,
o~L.~
•
~
0
2.
~
§,
• ••
~
g
•
f
• 0
~
•
j z0
~
c
~
•,
~
~
~
• ~
>
~
,. ~
Gamhar 4.4 Persentase bulir bunga yang terserang oleh kepik renda lada pada varielas Chunuk dan LDL (Mei 2003 - Mei 2004) Pada kedua varietas uji (Chunuk dan LDL) terdapat hubungan yang positif antara populasi kepik renda dengan persentase banyaknya bulir bunga
yang
terserang.
Meningkatnya
populasi
KRL
diikuti
meningkatnya persentase buHr bunga terserang (Gam bar 4.5 dan 4.6)
oleh
47
5
go 0
• ~ •m< ,
y = 5.1388x +O.05n R=O.87
4
•
P=O.OOO1
3
D
'§
D
••
~
••
2
•
1
If.
•
0
0,2
0
0,8
0,6
0,4
Banyaknya kepi< (ekorfpohon)
Gambar 4.5
Hubungan kerapatan populasi kepik renda lada dengan persentase bulir bung. terserang pada varietas Chunuk.
20
go 0
• ~ •go , D
]
•• ~ ••
If.
,.
•
18
y = 6.1329x + 0.4483 R=O.78
14 12 10 8
• 4
2 0 0
0.2
0,4
0,'
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
2,2
Banyaknya kepI!. (ekoflpohon)
Gamhar 4.6 Hubungan kerapatan populasi kepik renda !ada dengan persentase bulir bung. terserang pada varietas WL.
Pembahasao
Pernilihan varietas Chunuk dan LDL pada penelitian ini awa1nya didasarkan pada perbedaan masa pembungaan kedua varietas tersebut. Varietas Chunuk berbunga sepanjang tahun, sedangkan varietas LDL berbunga musiman, walaupun terjadi puncak pembungaan yang tegas pada kedua varietas tersebut.
48
Varietas Chunuk berbung. sepanjang tahun, sehingg. selalu tersedi. pakan untuk KRL. WaJaupun varietas Chunuk berbunga terns-meneros, tetapi puncak pembungaan atall populasi bulir bunga tertinggi terjadi pada bulan Desember.
Deciyanto (1988) menyatakan bahwa puncak pembungaan varietas Chunuk teIjadi pada bulan Oktober, serta pol. pembungaan mengikuti pol. cutah hujan.
Meningkatnya curah hujan diikuti oleh peningkatan jumlah bulir bunga pada periode berikutnya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan pembungaan lada
varietas Chunuk mengikuti pol. cutah hujan, hal ini disebabkan oleh peningk.tan cutah hujan pada bulan Oktober (188 mmlbulan), mengakibatkan puncak populasi bulir bung. varietas Chunuk tetjadi pada bulan Desember. Pad. bulan Februari cutah hujan turun, jumlah bulir bung. menurun, sedangkan pad. bulan Maret cutah hujan naik dan mencapai cutah hujan tertinggi (421 mmlbulan), tetapi peniogk.tan bulir bung. sedikit (dari 10 menjadi 15 bulir bungalpohon). Hal ini
disebabkan oleh populasi bulir bunga sudah mencapai puncak pada bulan Desember, sedangkan pada bulan Maret sudah menjadi bulir buah (Gambar 4.1). Pol. cutah hujan di Bangka bagian tengah (Sungai Selan), berdasarkan tipe curah hujan menurut Schmidt & Ferguson adaIah tipe A, sedangkan menurut
Oldeman tipe cutah hujan di Sungai Selan adaIah tipe B1 (Djaenudin et aI. 2002). Jumlah hari hujan dan cutah hujan pada tahun 2003 dan 2004 berturut-turut 112
hari dan 2085 mm serta 122 hari dan 2233 mm (Lampiran I). Lokasi percohaan terletak di Desa Puput, tennasuk kedalarn wilayah Sungai Selan, dan di Desa Air Anyir, betjatak ± 40 km. Di dnga pola cutah hujan di kedua lokasi tidak berbeda. Perbedaan pola pembungaan lada varietas Chunuk dan LDL disebabkan oleh
perbedaan varietas. Pada varietas LDL yang berbunga musiman, tetjadi puocak pembungaan pada bulan Oktober, sedangkan cutah hujan meningkat sejak Oktober dan
mencapai puncaknya pada bulan Maret. Walaupun varietas LDL berbunga musiman, le\api temuan di Japang selalu muncul bulir bunga susulan di luar musirn berbunga yang jumlahnya berkisar antara 4.79-11.04 buIir/pohonlbuian. Pernbungaan lada musiman seperti WL dimulai pada musim hujan dan berbunga secara serentak. Meskipun cutah hujan terus meningkat, le\api jumlah bulir bung. menurun, hal ini karena puncak munculny. bulir bunga tetjadi pada bulan
49
Oktober.
Meningkatnya curah hujan
pada bulan Juli
(161
mmlbulan),
menyehabkan peningkatan jumlah bulir bunga pada bulan September dan Oktober (Gambar 4.1 dan 42). Pada umumnya Pulau Bangka mengalami 3 bulan musim kemarau dengan curah hujan kurang dan 100 mmlbulan. Panen lada dilakukan pada musim kemarau yaitu periode Agustus. Hujan mulai turun pada periode September dan diikuti
pembungaan tanaman lada (SupanDan
1998).
Selama penelitian
(200312004) curah hujan mendekati pola umum yang terjadi di Bangka yaitu 6371 mmlbulan terjadi pada bulan Mei·Juli 2003 dan 105-421 mmlbulan terjadi
pada bulan Agustus 2oo3-Mei 2004. Pembungaan tanaman lada selama penelitian
mengikuti pola umum yang terjadi di Bangka Perubahan curah hujan mempunyai pengaruh terhadap pembungaan lada !Casus kemarau panjang pada tahun 1997 mengakihatkan lada mulai berbunga pada bulan Desember, akihatnya pemulihan
(recovery) tanaman untuk menyerap air dan nutrisi dua kali lipat dihaodingkan pada kondisi normal, mengakibatkan 40-50% bulir bunga gugur (Supannan
1998). OJ sampiog itu, untuk memperoleh pertumbulum yang bail<, jumlah bulir bunga yang banyak serta hasil yang tinggi diperlukan dosis pemupukan yang tinggi dengan unsur-unsur N, P20" K20,
Cao dan MgO
yang seimhang (Waard
1969, diacu dalam Usman e/ al. 1996). Kegagalan bulir bunga menjadi buah bukan saja disebahkan oleh gangguan serangga hama, tetapi juga disebabkan oleh gugumya bulir bonga dan buah,
karena faktor fisiologis tanaman. HasH pengamatan menunjukkan bulir bunga gugur lebih sedikit (5.52%), dihandingkan dengan bulir buah gugur (17.63%). Persenlase bulir bunga menjadi bulir buah yang bisa dipanen adalah 76.86% (Tabel 4.1). Data tersebut di alas memberikan peluang yang lebili besar kepada KRL untuk mengisap bulir bonga sebelurn bunga gugur, karean persenlase bulir bunga yang gugur relatif sedikit.
Menurut Supannan (1998)
gugumya bulir
bunga dan buah tergantung dan enrah hujan. Apahila kemarau panjang jumlah bulir bonga yang gugur biasanya lebili hanyak. Petiode fuse perbungaan varietas Chunuk berkisar antara 26-35 hari (ratarata 30.6 hari), dengan petincian fuse-I antara 15-19 hari (rata-rata 16.6 hari), fase-2 antara 4-9 hari (rata-rata 7.6 hari), dan fase-3 antara 4-11 hari (rata-rata 6.4
50
hari). Periode fase perbungaan varietas Chunuk hampir sarna dengan varietas
Bangka, rata-rata 30 hari (Ilyas 1%0), begitu juga dengan periode fase perbungaan varietas LDL rata-rata 30 hari (Setiyono 2002). Berdasarkan basil penelitian Emawati (1993), perkembangan bulir bunga lada sejak bulir muncul dan selodang hinggo selumb bunga dalam bulir muncul secara keselumban pada
semua varietas (Petaling I yang merupakan asal LDL, Petaling 2, Natar I dan 2, Merapin dan Paniyur) menunjukkan waktu yang bampir bersamaan yaitu berkisar antara 28-30 hari. Lamo fase perbungaan pada varietas LDL 28 hari, lebih cepat 2.6 hari dibandingkan Chunuk. Bulir bungo lada pada varietas Chunuk muncul secara
terus-meDeros, tetapi LDL adalah varietas lada berbunga musiman. Varietas !ada yang dibudidayakan antara lain LDL, LDK, K.erinci dan Belantung memiliki bungo janlan dan betina dalam satu bunga (hermoprodit) berkisar antara 94.9-%.7% (Setiyono 2002). Bulir bunga !ada varietas Chunuk pada waktu dikurung menghasilkan buah seperti pada bulir bung. yang tidak dikurung,
sehingga varietas Chunuk
bersifat hermaprodit.
Periode fuse
perbungaan lada rata-rata 30 hari, sedangkan siklus hidup KRL juga ± 30 hari, hal ini memungkinkan perlc:embangan populasi kepik renda mengikuti perkembangan bulir bungo, karena muncu1nya bulir bungo dan matangnyo bunga tidak bersamaan. Dengan peristiwa ini kepik renda dapat meneruskan keturunannya
Keberadaan bulir bunga susu1an pada varietas LDL memberikan peluang bagi kepik renda bertahan hidup. Di samping ito, jika lidak ada bulir bunga,
pucuk daun dan bulir buah muda dapat sebagai pakan sementara bagi imago kepik renda. Populasi KRL pada varietas Chunuk berkisar antara 0.04-0.67 ekor/pohon. Rendahnya populasi kepik (0.04 ekor/pohon), diduga karena rendalmya curah hujan pada bulan Juli-September (71-105 mmlbulan). Penelilian Deciyanto (1988) menyatakan bahwa populasi KRL menurun leljadi pada bulan Juli, Agustus, dan September. Rothschild (I %8) menyatakan tingkat kematian telur dan nimfa stadia awal
KRL sangat tinggi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan kerapatan populasi
51
kepik rendah, hal ini diduga karena tingkat kematian kepik tinggi pada stadium telur dan stadiwn nimfa. Komposisi fase perbungaan lada varietas Chunuk diduga turut membantu
menurunkan populasi KRL. Komposisi bulir bunga pada periode Juli, Agustus dan September didominasi oleh bulir bunga fase-I, yaitu 43.78 bulir/pohon, kemudian fase-2 dan 3 berturut-turut 13.38 bulir/pohon dan 18.86 bulir/pohon. Peluang bulir bunga fase-I terinfeslasi kepi!< lebih besar, karena jumlah bulir bunga lebih banyak dibandingkao dengan bulir bunga fase-2 maupun fase-3. Kepik ronda tidak dapat berkembang pada bulir bunga fase-I, karena sebelum telur kepi!< menetas bulir bunga layu dan kering, akhirnya gugur, mengakibatkan populasi kepi!< renda berkurang pada generasi berikutnya. Kerapatan populasi KRL pada varietas LDL lebih tinggi (0.3-1.96 ekor/pohon) dibandingkan pada varielas Chunuk (0.04-0.67 ekor/pohon). Peningkatan populasi KRL sejalan dengan peningkatan populasi bulir bunga. Pada bulan Desember. Januari dan Februari, jumlah bulir bunga menurun tetapi
kerapatan populasi KRL meningkat, hal ini disebabkan oleh puneak munculnya bulir bunga sudah terjadi pada bulan Oktober, sedangkan pada bulan Desember, Januari dan Februari bunga sudah menjadi buah muda. Buah lada mnda diketahui sesuai untuk pakan imago KRL. Oleh sebah itu populasi KRL lebih tinggi pada varielas LDL dibandingkan pada varietas Chunuk. Di samping itu kehidupan kepi!< renda lebih sesuai pada varielas LDL daripada Chunuk dicirikan oleh keperidian KRL lebih tinggi pada varietas LDL dibandingkan pada varietas Chunuk. Puncak populasi kepi!< renda pada varietas Chunuk terjadi pada bulan Mei
2003 (0.67 ekor/pohon), sedangkan pada varietas LDL terjadi pada bulan Desember 2003 (1.96 ekor/pohon). Rothschild (1968) menyatakan bahwa pada waktu terjadi peledakan populasi di Sarawak pada bulan Nopernber 1964-Januari
1965, mia-rata jumlah imago dan nimfa instar akhir meningkat antam 3.3-9.7 ekor/pohon. Jika dibandingkan pemyataan Rothschild (1968) dengan hasil peneiitian ini populasi KRL di Bangka pada saat penelilian belurn mencapai peledakan populasi. Populasi kepi!< renda 0.36 ekor/pohon pada musim buah dan 1.48 ekor pada musim bunga. Angka tersebut pada waktu tidak terjadi ledakan
52
populasi kepik lebih tinggi dibandingkan di Sarawak (0.03 ekor/pohon pada musim buah dan 0.40 ekor/pohon pada musim bunga). Berdasarkan uraian di atas
maka kepik renda di Bangka mempunyai peluang yang lebih besar untuk merusak bulir bunga lada dibandingkan di Sarawak. Populasi kepik mulai meningkat pada periode Oktober, kemudian menurun pada November-Mei. Deciyanto (1988) menyatakan puncak populasi kepik pada varietas Chunuk teJjadi pada bulan Oktober, kemudian meningkat lagi pada bulan
Mei. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa puncak populasi KRL pada varietas Cbunuk teIjadi pada bulan Mei. Pada bulan Mei varietas LDL tidak ter.;edia bulir bunga yang cukup sebagai pakan kepik renda, sehingga populasi kepik meningkat pada varietas Chunuk. Sebaliknya pada periode Oktober-Februari populasi KRL lebib rendah pada varietas Chunuk dibandingkan varietas LDL. TeJjadinya kedua peristiwa di atas karena di sekeliling petak penelitian terdapat !ada varietas LDL. Varietas LDL lebib sesuai bagi kehidupan dan pekembangan kepik renda
dibandingkan varietas Chunuk. Pola tebaran KRL pada varietas Cbunuk mengikuti pola acak (14 kali pengamatan). Pola bergerombol (8 kali pengamatan). Pola tebaran kepik renda pada varietas LDL ada1ah mengikuti polo berkelompok (15 kali pengamatan), sedangkan sisanya (19 kali pengamatan) mengikuti pola acak. Pola tebaran KRL tergantung dari kerapatan populasi. Apabila kerapatan populasi kepik menurun maka pola tebaran mengikuti pola acak atau beraturan, sebaliknya j ika kerapatan populasi kepik renda meningkat, pola tebaran mengikuti pola bergerombol. Pada musim bunga populasi KRL meningkat, maka pola tebaran kepik mengikuti pola bergerombol. Tingginya tingkat kematian kepik pada stadia awal mengakihatkan pola tebaran kepik renda mengikuti pola acak. Pola tebaran juga ditentukan oleb jumlah bulir bunga. Jika jumlah bulir bunga meningkat, kerapal\Ul populasi meningkat dan mengikuti pola mengelompok. Jika jumlah bulir bunga menurun, maka kerapatan populasi kepik
renda menurun mengikuti pola acak atau beraturan. Pola tebaran sangat pentiug dalam pemantauan dan penentuan pengendalian. Pemantauan ada1ah pengamatan kerapatan populasi hama dan tingkat seraugan hama yang berkaitan deugan kehilangan hasil. Pemantauan dapa! dilaksanakan
53
secara berkala. Keberbasilan pelaksanaan pemantauan ditentukan oleh waktu, luas
areal dan kerapatan populasi hama. Pemantauan memerlukan kegiatan penarikan contoh. Pemantauan serangga dikenal 2 jenis penarikan contoh yaitu penarikan contoh yang bersifat baku (standard sampling) dan penarikan contoh benmtun
(sequential sampling). Pada umumnya standard sampling lebih banyak
digunakan. Pada penarikan cootob ini banyaknya unit contoh sudah ditentukan sebelurn pengarnatan dilakukan. Pada penarikan contoh beruntun, ukuran contoh bervariasi tergantung pada basil pengarnatan unit contoh sebelunmya (Rauf & Nurmansyah 1999). Pemahaman pola tebaran populasi penting dalarn menentukan
pola penempatan contoh dan ukuran contoh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola tebaran KRL pada varietas Chunuk mengikuti pola acak, sehingga untuk penentuan lebih penting ukuran contoh dan pada penempatan contoh. Pola tebaran kepik pada varietas LDL mengikuti pola acak jika populasi kepik rendah (tidak musim bunga) dan pola bergerombol jika populasi KRL meningkat (pada waktu musim bunga). Jika pola tebaran hama bergerombol, maka untuk pemantauan lebih penting pola
penempatan contoh dari pada ukuran contoh. Secara urnum makin banyak. contoh yang diarnati makin teliti nilai dugaan yang diperoleh. Pada kasus kepik renda
penentuan tanaman contoh dapat dilakukan dengan menentukan contoh secara sistematis, dengan cara menentukan jumlah sampel secara beraturan. Persentase kerusakan bulir bunga pada varietas Chunuk antara 0.06-3.85%, dan 0.34-\7.72% pada varietas LDL. Walaupun populasi kepik renda rendah, tetapi masih dapat mengakibatkan kerusakan bulir bunga. Kemampuan kepik renda merusak bulir bunga sangat tinggi. Jika satu bulir bunga fase-l diiufestasikan KRL dalarn waktu 24 jam, maka akan terjadi perubahan warna bunga menjadi coldat kehitaman dan akhimya gngur. Kerusakan pada bulir bunga mengindikasikan keberadaan populasi kepik renda. Persentase
bulir
bunga
terserang
sejalan
dengan
populasi
KRL.
Meningkatnya populasi kepik renda mengakibatkan persentase bulir bunga terserang juga meningkat. Deciyanto (\988) menyatakan bahwa f1uktuasi serangan kepik renda sangat erat hubungannya dengan f1uktuasi populasi kepik renda, sedangkan f1uktuasi populasi kepik renda jnga erat kaitannya dengan
54
fluktuasi pembungaan. Kepik lebih banyak diam dan mengisap bulir bunga. Jika bulir bunga yang diserang sudab layu pindab ke bulir bunga yang baru. Kerusakan
bulir bunga pada varietas LDL lebih tinggi dibandingkan varietas Chunuk, hal ini disebabkan oleh keperidian kepik pada varietas LDL lebih tinggi dibandingkan dengan keperidian kepik pada varitas Chunuk (Bab 111). Kerapatan populasi kepik renda menunjukkan hubungan yang positif dengan persentase kerusakan bulir bunga pada kedua varietas (Chunok dan LDL). Meningkatnya populasi kepik renda diikuti oleh peningkatan persentase bulir bunga terserang.
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa populasi kepik renda pada
varietas Chunuk berkisar antara 0.04-0.20 ekor/pohon terjadi pada periode Juni 2003-Mei 2004, dengan persentase bulir bunga terserang berkisar antara 0.061.42%. Populasi kepik renda pada bulan Mei 2003 mencapai puncak yaitu 0.67 ekor/pohon, dengan persentase bulir bunga terserang 3.85%. Tingginya populasi kepik pada bulan Mei 2003 dibandingkan dengan periode sesudabnya, karena
pada saat itu hukan musim
bung~
sedangkan varietas Chunuk berbunga sepanjang
tahun sebingga populasi meningkat dan persentase kerusakan bulir bunga juga meniugkat. Hal yang sarna terjadi pada varietas WL, dimana puneak populasi kepik terjadi pada bulan Desember (1.96 ekor/pohon), dengan persentase bulir bunga terserang meneapai 17.72% (Gambar 4.6). Musim bunga pada varietas musiman dimulai pada awal musim hujan (Oktober-November) (TabeI4.6). Berdasarkan basil pengamatan, tingkat kerusakan bulir bunga mudab dihitung dan dapat dipakai untuk memperkirakan kehllangan basil. Bulir bunga lada muneul tidak serentak, sehlngga serangan kepik renda tetjadi pada bulir bunga yang sudab ada Bulir bunga yang belum muneul dapat terhindar dari serangan KRL atau tingkat serangan berkurang jika sudab dilakokan pengendalian sebelum bunga muneul. Tingkat kerusakan bulir bunga dapat ditentukan melalui pengamatan kerusakan bulir bunga.
55
Kesimpulan
Puncak pembungaan lada varietas Chunuk dan LDL di Bangka umumnya
mengikuti pola curah hujan. Peningkatan curah hujan diikuti oleh meningkatnya jumlah bulir bung.. Puncak populasi bulir bunga varietas Chunuk teljadi pada bulan Desember, sedangkan varietas LDL pada bulan Oktober. Sebagian dari
bulir bunga mengalami keguguran fisiologis. yang pada varietas Chunuk besamya sekitar 20%. Kelimpahan kepik D. hewetti lebih tinggi pada varietas LDL dibandingkan pada varietas Chunuk.
Pola perkembangan populasi KRL sejalan dengan poJa
pembungaan, dengan puncak populasi pada varietas LDL teljadi pada bulan
Desember. Pola tebaran populasi D. hewetti di pertanarnan lada lebih sering
memperlihatkan pola acale, tapi pada
saat
populasi meningkat pola tebarannya
mengarah bergerombol. Terdapat hubungan linear positif yang nyata antara peningkatan kelimpahan kepik D. hewelli dengan peningkatan persentase bulir bunga terserang.
Daftar Pustaka
Andrewartha HG, LC Birch. 1954. The distribution and abundance of animals. Chieago: University of Chicago Press. Chitty D. 1960. Population processes in the vole and their relevance to general theory. Can J Zoo138: 99-113.
Davis. 1994. Handbook oj Sampling Methods Jor Arthropoda in Agriulture. Washington, DC: CRC Press Inc. Deciyanto S. 1988. Fluktuasi populasi harna bunga lada (Diconocoris hewetti (Dis!.)) dan hubungannya dengan kerusakan bongo, musim pembungaan serta eurah hujan di Bangka. Pembr Littri Vol XIV (I & 2): 12-17. Djaenudin D, Wahyunto, Surmaini E, SUbagyo H. 2002. Hasil Penelitian Sumberdaya Lahan Daerah Sumbagsel. Ekspose Hasil Penelitian Sumberdaya Lahan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 30 hlm. Pangkalpinang, 8 Oktober 2002. Emawati Rr. 1993. Studi pendahuluan perkembangan bunga beberapa varietas Iada. Bul Lillro Vollll No 2: 56-60.
56
Howard LD, WF Fiske. 1911. Importation into the united states of the parasites of the gipsy moth and the brown-tail moth. Bul Bur Ent US Dept Agric 91: 1-312
Ilyas BH. 1960, Beberapa catatan tentang biologi bunga lada (Piper nigrum L) PembBBPPNo 157: 1-22. Iwao S. 1979. Analysis of spatial distribution patterns and density estimation in insect population with particular reference to pests of rice plants. Di dalam: Proceedings of the ROC - Japan Symposium on rice productivity: 111-122.
Krishnamurthi A. 1969. The Wealth of India: Raw materials, Vol 8 New Delhi Publ and Information Directorate, CSIR. Oi dalam: Purseglove JW, Brown EO, Green CL, Robbins SRJ, editor. Spices, Vol 1. London: Longman Group Limited. him 15. Milne A. 1957. The natural control of insect population. An En! 89: 193-213. Mollet lA, Tnnnbel JT, Cevacherian V. 1984. Comparison of dispersion and regression indices for Tetranychus cinnabarius (Boisduval) (Acari: Tetranychidae). Environ Entomol13: 1511-1514.
Nicholson AJ. 1983. The balance of animal population Anim Ecol2: 132-178.
Pimentel D. 1961. Animal population regulation by the genetic feedback mechanism. Am NaJ 95: 65-79. Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robbins SRJ. 1981. Spices. Tropical Agriculture Series Vol I. New York: Longman Inc. Rauf A. Nunnansyah A. 1999. Penarikan contoh beruntun untuk pengambilan keputusan pengendalian pada pertanaman perkebunan. Lokakarya Perlindungan Tanaman Perkebunan. IO him. Cisarua 26-29 Juli 1999. Ravindran PN, Babu KN, Sasikumar B, Krishnamurthy KS. 2000. Botany and crop improvement of black pepper. Di dalam: Ravindran, editor. Black
Pepper, Piper nigrum: 23 -143. Rothschild. GHI. 1968. Note on Diconocoris hewelli (Dist.) (Tingidae), a pest of pepper in Serawak (Malaysia Borneo). Bul Entomol Res 58: 107-118. Setamou M. Schulthes F. Poehling HN, Borgemeister C. 2000. Spatial distribution and sampling plants for Mussidia nigrivenella (Lepidoptera: Pyralidae) on cultivated and wild bost plants in Benin. Environ Entomo/29 (6): 12161225.
57
Setiyono RT. 2002. Karakteristik bung. pada beberapa kultural lada (Piper nigrum L.). Di dalam: Naiola BP~ Chairul, Hoesen DSH, Hartutiningsih, Ulauu NW, Panggabean G, Praptiwi, Purwanto, Kahono S, Jubaeti T, Jamal Y, Suryasari Y, editor. Prosiding Simposium Nasianal II Tumbuhan Obat dan Aromalik APINMAP. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LiPI. hlm 421-424. Southwood TRE. 1978. EcolOgical methods with particular reference 10 the study of insect population. London: Chapman & Hall.
Suparman U. 1998. The effect of elnino and lanina on the production of white pepper in 8angka Bul Inter Pepper News Vol XXII No 3-4: 44-45. Taylor LR. 1984. Assessing and interpreting the spatial distributions of insect population. Annu Rev Enlomo/ 29: 321-357. Usman D, Zaubin R, Wahid P. 1996. Aspek pemeliharaan dan budidaya lada Di dalam: Wabid P, Soetopo D, Zaubin R, Mustika I, Nurdjanab N, penyunting. Monogra! Tanaman Lada No 1. Bogor: Balai Penelitian Rempah dan Dbat. him 85-92. Waard PWF de. 1969. Foliar diagnosis and yield stability of black pepper (Piper nigrum L.) in Sarawak. Bul Roy Trop Inst: 77 him. Wellington WG. 1960. Qualitative cbanges in natural population during cbanges in abundance CanJ 200138: 289--314.